BAB II TINJAUAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN TEORITIS"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2. 1 Loneliness 2.1 Pengertian Loneliness Peplau dan Perlman (dalam Baron & Bryne, 2002) lonelinessadalah suatu reaksi emosional dan kognitif terhadap dimilikinya hubungan yang lebih sedikit dan lebih tidak memuaskan daripada yang diinginkan oleh orang tersebut. Sedangkan Hanum (dalam Maharani, 2005) loneliness merupakan kondisi dimana orang merasa tersisih dari kelompoknya, tidak diakui eksistensinya, tidak diperhatikan oleh orang-orang sekitarnya, tidak ada tempat berbagi rasa, terisolasi dari lingkungan sehingga menimbulkan rasa sunyi, sepi, pedih dan tertekan. Menurut Nowan (dalam Rusita, 2007 ) loneliness adalah perasaan yang timbul akibat kebutuhan yang mendesak akan kehadiran orang lain, untuk berkomunikasi, untuk mempunyai relasi intim dengan orang lain, ataupun kebutuhan akan dukungan, penerimaan. Kemudian menurut Gierveld (dalam Oktaria, 2009) loneliness adalah kondisi isolasi sosial yang subyektif ( subjective social isolation), dimana situasi yang dialami individu tersebut dirasa tidak 9

2 menyenangkan dan tidak diragukan lagi terjadi kekurangan kualitas hubungan (lack of quality of relationship). Berdasarkan pengertian diatas dapat dikatakan bahwa loneliness adalah suatu reaksi emosional dan kognitif dimana orang merasa tersisih dari kelompoknya, tidak ada tempat berbagi rasa, terasingkan dari lingkungan sehingga menimbulkan rasa sunyi, sepi, pedih dan tertekan Ciri-ciri Loneliness Menurut Baron & Bryne (2005) orang yang loneliness cenderung untuk menjadi tidak bahagia dan tidak puas dengan diri sendiri, tidak mau mendengar keterbukaan intim dari orang lain dan cenderung membuka diri mereka terlalu sedikit atau terlalu banyak, merasakan kesia-siaan ( hopelessness), dan merasa putus asa. Kuswidyasari (2007) menyebutkan bahwa orang yang loneliness memiliki masalah dalam memandang eksistensi dirinya (merasa tidak bergu na, merasa gagal, merasa terpuruk, merasa sendiri, merasa tidak ada yang peduli, dan perasaan negatif lainnya). Robinson (1994) menyebutkan bahwa orang yang kesepian merasa terasing dari kelompoknya, tidak merasakan adanya cinta disekelilingnya, merasa tidak ada yang peduli dengan dirinya, merasakan kesendirian, dan merasa sulit untuk mendapatkan teman. Berdasarkan ciri-ciri diatas disimpulkan bahwa ciri-ciri loneliness adalah orang yang kesepian merasa dirinya tidak berguna, merasa gagal, merasa tidak ada 10

3 satu pun orang yang memahaminya, tidak merasakan adanya cinta disekelilingnya, merasa depresi, cenderung tidak bahagia dan merasakan kesiasiaan (hopelessness) Tipe-tipeLoneliness Menurut Weiss (dalam Sears dkk, 1991) perasaan loneliness tersebut dapat dibedakan kedalam 2 (dua) tipe, yaitu : a. Emotional Loneliness (Kesepian Emosional) Perasaan loneliness ini terjadi karena tidak adanya figur kelekatan dalam hubungan intimnya, seperti anak yang tidak ada orangtuanya atau orang dewasa yang tidak memiliki pasangan atau teman dekat. Emotional Loneliness dapat terjadi karena tidak adanya hubungan dekat dengan orang lain, kurang adanya perhatian satu sama lain. Jika individu merasakan hal ini, meskipun dia berinteraksi dengan orang banyak dia akan tetap merasa kesepian. b. Situational Loneliness (Kesepian Situasional) Perasaan loneliness ini terjadi ketika sesorang kehilangan integrasi sosial atau komunitas yang terdapat teman dan hubungan sosial. Loneliness ini disebabkan karena ketidakhadiran orang lain dan dapat diatasi dengan hadirnya orang lain. yaitu : Sedangkan menurut Sadler (dalam Prestasi, 2006) ada lima tipe loneliness, 11

4 a. Interpersonal Loneliness Manakala individu merindukan seseorang yang dahulu pernah dekat dengannya dan melibatkan kesedihan yang mendalam sehingga individu mencaricari orang baru untuk dicintai. Tapi jika menemukan orang yang potensial menjadi pasangan baru sebelum ia mampu mengatasi kesedihan terdahulu, maka individu akan takut atau menolak. b. Social Loneliness (Kesepian Sosial) Perasaan ketika individu tidak ingin terpisah dari kelompok sosial yang dianggap penting bagi kesejahteraannya dan tidak ada hal yang dapat ia lakukan untuk mengatasi hal itu sekarang. c. Culture Shock Terjadi ketika individu pindah ke suatu lingkungan kebudayaan baru. d. Cosmic Loneliness (Kesepian Kosmik) Dikenal dengan loneliness eksistensial yaitu perasaan ketidakmungkinan untuk menjalin suatu hubungan yang sempurna dengan orang lain. e. Psychological Loneliness (Kesepian Psikologikal) Perasaan loneliness ini datang dari kedalaman hati individu, baik itu yang berasal dari situasi masa kini ataupun sebagai reaksi dari trauma- trauma masa lalu. 12

5 Bruno (2000), mendefinisikan penggolongan loneliness menjadi tiga, yaitu: a. Cognitive Loneliness (Kesepian Kognitif) Kesepian kognitif terjadi jika individu mempunyai sedikit teman untuk berbagi pikiran atau gagasan yang dianggap penting. b. Behavioral Loneliness (Kesepian Perilaku) Behavioral Loneliness terjadi jika individu kurang atau tidak mempunyai teman sewaktu berjalan atau melakukan kegiatan di luar rumah, misalnya jika individu ingin menonton film atau ingin makan di restoran, tetapi tidak memiliki seorang teman yang dikenal. c. Emotional Loneliness (Kesepian Emosional) Jenis loneliness ini terjadi saat individu membutuhkan kasih sayang, akan tetapi individu tersebut tidak mendapatkannya. Inilah loneliness yang sangat penting dan sangat buruk dampaknya. Berdasarkan dari uraian di atas, tipe loneliness memiliki banyak arti dari beberapa ahli. Sehingga dari beberapa tipe loneliness yang sudah dipaparkan tersebut, peneliti menggunakan tipe loneliness dari Bruno (2000), yang mendefinisikan penggolongan loneliness menjadi tiga, yaitu: Cognitive Loneliness (Kesepian Kognitif), Behavioral Loneliness (Kesepian Perilaku), dan Emotional Loneliness (Kesepian Emosional). 13

6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loneliness Menurut Middlebrook (dalam Turnip, 1997) faktor yang mempengaruhi loneliness adalah sebagai berikut : a. Faktor Psikologis 1) Loneliness Eksistensial Keterbatasan manusia yang terpisah dari orang lain sehingga seseorang tersebut tidak mungkin berbagi perasaan, pengalaman dengan orang lain, harus mengambil keputusan sendiri dan menghadapi ketidakpastian. 2) Pengalaman Traumatis Kehilangan seseorang yang sangat dekat secara tiba-tiba bisa menyebabkan orang merasa loneliness, tetapi akan lebih sanggup mentolerir kesepian bila sering mengalaminya atau orang itu sendiri yang mulai menjauh dari orang yang dekat padanya. 3) Kurang dukungan dari lingkungan Seseorang mengalami loneliness bila merasa tidak sesuai dengan lingkungannya, sehingga orang tersebut menganggap dirinya diabaikan dan ditolak oleh lingkungan. 4) Krisis dalam diri dan kegagalan Seseorang kehilangan semangat dan menghindar dari lingkungannya bila merasa harga dirinya terganggukarena harapannya tidak terpenuhi. 14

7 5) Kurangnya percaya diri Loneliness dapat terjadi bila seseorang kurang dapat mengungkapkan diri sepenuhnya dan hanya mampu berhubungan secara formil saja. Kalaupun bisa berhubungan sosial dengan cukup baik, tetap saja merasa kurang dilibatkan. 6) Kepribadian yang tidak sesuai dengan lingkungan Orang-orang dengan temperamen tertentu seperti pemalu dan yang tidak mampu berhubungan sosial akan menarik diri dari lingkungan. 7) Ketakutan menanggung resiko sosial Seseorang merasa takut untuk terlalu dekat dengan orang lain, karena khawatir akan ditolak. Kedekatan sosial dilihat sebagai sesuatu yang berbahaya dan penuh resiko. b. Faktor Situasional 1) Takut dikenal orang lain Seseorang yang takut dikenal secara mendalam oleh orang lain akan cenderung menghilangkan kesempatan untuk berhubungan dekat dengan orang lain, sehingga orang tersebut tidak punya teman berbagi rasa. 2) Nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan sosial 15

8 Nilai-nilai yang dianut seperti privasi dan kesuksesan dapat menyebabkan seseorang merasa loneliness karena ia merasa terikat oleh nilai tersebut. 3) Kehidupan di luar rumah Rutinitas diluar rumah seperti sekolah, kuliah dan kerja menyebabkan kurangnya kehangatan hubungan seseorang dengan orang-orang tertentu. 4) Kehidupan di dalam rumah Rutinitas dirumah seperti adanya jam makan, tidur, mandi akan menyebabkan kejenuhan pada pelakunya. 5) Perubahan pola-pola dalam keluarga Kehadiran orang lain dalam sebuah keluarga akan menyebabkan terganggunya hubungan antar anggota keluarga. 6) Pindah tempat Seringnya pindah dari satu tempat ke tempat lain akan menyebabkan seseorang yang tidak dapat menjalin hubungan yang akrab dengan lingkungan baru, sehingga akan menimbulkan kesepian. 7) Terlalu besarnya suatu organisasi Bila populasi dalam sebuah organisasai terlalu besar, akan sulit bagi seseorang untuk mengenal satu sama lain secara lebih dekat. 16

9 8) Desain arsitektur bangunan Bentuk bangunan yang canggih juga berpengaruh terhadap interaksi sosial. Hal ini mengingat bangunan-bangunan dapat menyebabkan masyarakat menjadi individualistis dimana interaksi sosial menjadi terbatas. Menurut Hanum (2008), ditinjau dari sudut sosiologis penyebab loneliness pada lanjut usia antara lain karena beberapa hal sebagai berikut: a. Teralienasi (Terasing) Perasaan dapat disebabkan oleh adanya perasaan terasing dalam kehidupan sosial sehingga merasa dirinya sendiri di dunia. Penderitaan akan loneliness ini semakin menyiksa karena merasa tidak mempunyai kawan untuk berbagi rasa dan terisolasi dari kehidupan bermasyarakat. b. Anomie Suatu situasi ketika terjadi suatu keadaan tanpa aturan, yaitu collective conciousness (kesadaran kolektif) tidak berfungsi. Kondisi seperti itu terjadi dalam suasana krisis, dimana kebutuhan-kebutuhan tidak terpenuhi dan bertemu dengan keadaan tidak berfungsinya aturan-aturan masyarakat pada akhirnya orang merasa kehilangan arah di dalam kehidupan sosialnya. Lanjut usia yang mengalami loneliness dan depresi dapat disebabkan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri ( maladjustment) dengan kondisi lingkungannya. Mereka merasa kecewa dan frustasi dengan keadaan yang ada sehingga mendorong untuk menarik diri dari partisipasi di masyarakat. 17

10 c. Perubahan pada pola kekerabatan Nilai kekerabatan dalam kehidupan keluarga semakin lemah. Mengarah pada bentuk keluarga inti, lanjut usia tidak jarang terpisah jauh dari anak cucu akibat proses urbanisasi. Lanjut usia ditinggalkan oleh anggota keluarga dan kurang diperhatikan, dan banyak diantara mereka hidup sendiri dan loneliness. Keterpisahan lanjut usia dari anggota keluarga menyebabkan mereka tidak intensif mendapat perhatian dan kesejahteraan. Oleh karena itu, perasaan loneliness dan tertekan kerap mewarnai para lanjut usia yang ditinggalkan orang-orang yang dicintainya atau tidak adanya seseorang yang menemaninya. Sedangkan menurut Santrock(2002), salah satu faktor penyebab seseorang mengalami loneliness adalah ketika individu memutuskan untuk tidak menikah. Pada awalnya para lajang menganggap hidup sendiri itu mengasyikkan, namun dengan seiringnya waktu timbul perasaan loneliness Dampak dari Loneliness yaitu : Adapun dampak dari loneliness menurut Robinson (dalam Oktaria, 2009) a. Mengalami rendah diri, bergantung pada teman untuk membangun harga dirinya. Merasakakan kehilangan rasa kepercayaan diri, yang menyebabkan rasa rendah diri. 18

11 b. Menyalahkan diri sendiri. Sering menyalahkan diri sendiri, terutama ketika melakukan kesalahan dalam kehidupannya, yang sebenarnya tidak sepenuhnya dirinya yang melakukan kesalahan. c. Tidak ingin berusaha untuk terlibat pada kegiatan sosial. Selalu ingin menyendiri dan tidak ingin bersosialisasi dengan lingkungan luar. d. Mempunyai kesulitan untuk memperlihatkan diri Takut untuk berkelakuan dan takut untuk berkata ya atau tidak untuk hal yang tidak sesuai. e. Takut bertemu orang lain dan menghindari situasi baru. Tidak menyukai untuk bertemu dengan orang baru (yang tidak dikenal sebelumnya), serta situasi baru yang menurutnya asing untuknya, f. Mempunyai persepsi negatif tentang diri sendiri. Sering memiliki persepsi negatif tentang diri sendiri, yang sebenarnya tidak sepenuhnya ia miliki. g. Merasakan keterasingan Merasakan kesendirian dan perasaan tidak bahagia terhadap lingkungan sekitar. 19

12 2. 2 Usia Lanjut Pengertian Usia Lanjut Menurut Sabri (1993) usia lanjut periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini di mulai dari umur 60 sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Sedangkan menurut Hurlock (1991) usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode di mana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat. Menurut Widiyatun (dalam Oktaria, 2009) usia lanjut adalah masa merasa sudah sangat tua, ada rasa takut menghadapinya dan ditandai dengan kemunduran fungsi organ. Jadi, usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang yang dimulai dari usia 60 tahun sampai mati dimasa di usia ini sudah merasa sangat tua, dan adanya perubahan yang bersifat fisik maupun psikologis serta ditandai kemunduran fungsi organ Ciri-ciri Usia Lanjut Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya. Menurut Sabri (1993) adalah sebagai berikut : 20

13 a. Ada perubahan individu yang menonjol sebagai akibat dari usia lanjut, yaitu ketuaan yang bersifat fisik mendahului ketuaan psikologis yang merupakan kejadian yang bersifat umum. b. Ada beberapa masalah dari penyesuaian diri dan sosial yang khas bagi usia lanjut, misalnya meningkatnya ketergantungan fisik dan ekonomi pada orang lain, membentuk kontak sosial baru, mengembangkan keinginan, minat baru dan kegiatan untuk memanfaatkan waktu luang yang jumlahnya meningkat. c. Perubahan yang umum terjadi pada masa ini adalah perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, kekuatan fisik, fungsi psikologis, sistem saraf, penampilan dan kemampuan seksual, dan kecenderungan sikap yang canggung atau kikuk. d. Keterkaitan terhadap agama bertambah dan sering di pusatkan pada masalah tentang kematian pada usia tersebut yang bersifat pribadi tidak abstrak seperti masa-masa sebelumnya. e. Diantara sekian banyak bahaya fisik yang bersifat umum, ialah individu yang sering mengalami sakit, hambatan yang bersifat jasmaniah, kurang gizi, gigi banyak yang tanggal dan hilangnya kemampuan seksual. f. Bahaya yang bersifat psikologis meliputi kepercayaan terhadap pendapat klise tentang usia lanjut, perasaan rendah diri, perasaan tidak berguna, perubahan fisik, perubahan pola hidup, perasaan bersalah karena menganggur. 21

14 Sedangkan menurut Hurlock (1991) ciri-ciri usia lanjut adalah : a. Periode kemunduran Pada usia lanjut sebagian datang dari faktor fisik yang merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tapi karena proses menua. Selain itu pemunduran usia lanjut juga datang dari faktor psikologis yaitu sikap tidak senang terhadap diri sendiri, orang lain, pekerjaan, dan kehidupan pada umumnya dapat menuju keadaan uzur, karena perubahan pada lapisan otak. b. Perbedaan individual pada efek menua Orang menjadi tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat bawaan yang berbeda, sosioekonomi dan latar pendidikan yang berbeda, dan pola hidup yang berbeda. Perbedaan kelihatan di antara orang-orang yang mempunyai jenis kelamin yang sama, dan semakin nyata bila pria dibandingkan dengan wanita karena menua terjadi dengan laju yang berbeda pada masing-masing jenis kelamin. c. Dinilai dengan kriteria yang berbeda Pada waktu anak-anak mencapai remaja, mereka menilai usia lanjut dalam cara yang sama dengan penilaian orang dewasa, yaitu dalam hal penampilan diri dan apa yang dapat dan tidak dapat dilakukannya. Dengan mengetahui bahwa hal tersebut merupakan merupakan dua kriteria yang umum untuk menilai usia mereka banyak orang berusia lanjut melakukan segala apa yang dapat mereka sembunyikan atau samarkan yang menyangkut tanda-tanda penuaan fisik dengan 22

15 memakai pakaian yang biasa dipakai orang muda dan berpura-pura mempunyai tenaga muda. Inilah cara mereka untuk menutupi dan membuat ilusi bahwa mereka belum lanjut usia. d. Stereotipe pada orang lanjut usia Pendapat klise yang telah dikenal masyarakat tentang usia lanjut adalah pria dan wanita yang keadaan fisik dan mentalnya loyo, usang, sering pikun, jalannya membungkuk, dan sulit hidup bersama dengan siapa pun, karena hariharinya yang penuh manfaat telah lewat, sehingga perlu dijauhkan dari orangorang yang lebih muda. e. Sikap sosial terhadap usia lanjut Pendapat klise tentang usia lanjut mempunyai pengaruh yang besar terhadap usia lanjut maupun terhadap orang berusia lanjut. Dan kebanyakan pendapat klise tersebut tidak menyenangkan, maka sikap sosial tampaknya cenderung tidak menyenangkan. f. Menua membutuhkan perubahan peran Sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum usia lanjut, pujian yang mereka hasilkan dihubungkan dengan peran usia bukan dengan keberhasilan mereka. Perasaan tidak berguna dan tidak diperlukan lagi bagi usia lanjut menumbuhkan rasa rendah diri dan kemarahan, yaitu suatu perasaan yang tidak menunjang proses penyesuaian sosial seseorang. 23

16 g. Penyesuaian yang buruk merupakan ciri-ciri usia lanjut Sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum usia lanjut, yang nampak dalam cara orang memperlakukan mereka, maka tidak heran lagi kalau banyak orang usia mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan. Hal ini cenderung diwujudkan dalam bentuk perilaku yang buruk dengan tingkat kekerasan yang berbeda pula.mereka yang pada lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung untuk semakin jahat ketimbang mereka yang dalam menyesuaikan diri pada masa lalunya mudah dan menyenangkan. h. Keinginan menjadi muda kembali sangat kuat pada usia lanjut Dewasa ini berbagai cara dilakukan untuk menjadi muda kembali seperti obat-obatan telah mengambil alih tugas-tugas tersebut yang mencoba menahan ketuaan, tukang sihir, ilmu gaib digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Kemudian timbul orang-orang yang bisa membuat orang tetap awet muda, yang dipercayai mempunyai kekuatan magis untuk mengubah usia lanjut menjadi lebih muda lagi Tugas Perkembangan Usia Lanjut adalah : Tugas perkembangan usia lanjut menurut Lesmana (dalam Sabri, 1993) 24

17 a. Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan. b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan penurunan pendapatan. c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan. d. Memantapkan secara eksplisit bahwa ia ada pada kelompok usianya itu. e. Mengadopsi dan mengadaptasi peran sosial secara fleksibel Tidak Menikah Pengertian Tidak Menikah Stein (dalam Prestasi, 2006) menjelaskan, bahwa mereka yang hidup tidak menikah adalah mereka yang belum menikah, tidak terlibat dalam hubungan heteroseksual dan homoseksual serta tidak menjalani kehidupan suami istri secara terbuka, seperti tinggal serumah tanpa suatu ikatan pernikahan. Berdasarkan pengertian diatas, tidak menikah adalah kondisi seseorang yang belum menikah atau yang belum mempunyai pasangan. 2.4 Wanita lanjut usia tidak menikah Pengertian wanita lanjut usia tidak menikah 25

18 Wanita tidak menikah merupakan salah satu pilihan hidup yang ditempuh oleh seorang wanita. Hidup sendiri berarti ia sudah memikirkan resiko yang akan timbul sehingga mau tidak mau ia harus siap menanggung segala kerepotan yang muncul dalam perjalanan hidupnya (Dariyo, 2003). Wanita lanjut usia yang tidak menikah, berarti mereka yang berusia di atas 60 tahun yang masih belum memiliki pasangan dalam hidupnya (suami) (Vida, 2009) Sebab-sebab wanita tidak menikah (Melajang) Kebanyakan orang yang tidak menikah, mempunyai alasan yang kuat untuk tetap sendiri. Sebagian besar wanita lansia yang tidak pernah menikah adalah wanita yang saat dewasa muda memiliki karir, kemandirian ekonomi, serta gaya hidup. Menurut Stein (dalam Prestasi, 2006) alasan yang sering terdengar dari mereka yang hidup sendiri ialah sulitnya mencari pasangan yang tepat.mereka sulit untuk mendapatkan pasangan yang sesuai dengan keinginannya. Akibatnya, mereka cenderung mengalami kesulitan dalam menemukan pria yang tidak akan merasa terancam dengan kesuksesan karirnya. Di lain pihak, pria cenderung menikah dengan wanita yang memiliki usia, tingkat pendidikan, serta pekerjaan dibawahnya. Hal ini yang kemudian menyebabkan wanita cenderung memililih tetap tidak menikah hingga usia lanjut. Saat ini ditemui banyak wanita tidak menikah (lajang) yang menuntut ilmu dan mengejar karir (Ibrahim dalam Vida. 2001). Pada usia dua -puluhan, tujuan hidup sebagian besar perempuan adalah pernikahan. Namun apabila belum 26

19 menikah pada saat mencapai usia tiga puluh, ia cenderung mengubah tujuan hidupnya ke arah yang baru, yaitu mengejar karir dan kesenangan pribadi (Hurlock, 1991). Selain itu menurut Dariyo (2003), sebagian orang menempuh cara hidup tidak menikah karena didasari oleh : a. Masalah Ideologi atau Panggilan Agama Individu yang mempercayai suatu keyakinan tertentu (misalnya ideologi politik atau agama tertentu) dan berusaha untuk mempertahankan keyakinan tersebut, ia memilih kehidupan untuk tidak menikah. b. Trauma Perceraian Bagi sebagian orang, perceraian merupakan suatu hal yang biasa.kerap kali setelah menikah, tidak berapa lama kemudian, akhirnya perkawinan hancur karena masing-masing pasangan yang hidup sendiri. Bagaimanapun peristiwa perceraian memberikan dampak luka batin yang tidak mungkin dapat dilupakan seumur hidup setiap orang, baik wanita maupun pria. c. Tidak Memperoleh Jodoh. Sebenarnya, setiap individu diciptakan Tuhan, pasti mempunyai jodoh sendirisendiri. Diyakini bahwa kelahiran, jodoh, dan kematian ada di tangan Tuhan. Artinya, Tuhanlah yang menentukan semua itu. Namun, adakalanya seorang individu sampai pada masa tua ataupun sampai kematiannya, tidak mempunyai pasangan hidup (jodoh) yang tepat dan bahkan tidak mempunyai keturunan. 27

20 d. Memikirkan Karir Pekerjaan Tidak menutup kemungkinan, individu yang mencapai jenjang karir tinggi akan merasa kesulitan memperoleh jodoh yang diharapkan karena individu (calon pasangan) yang datang tidak sesuai dengan kriteria yang ditentukan individu yang bersangkutan. e. Ingin Menjalani Kehidupan Pribadi secara Bebas Hidup sendiri ialah hidup yang bertujuan untuk menyenangkan diri sendiri tanpa diganggu orang lain. Apa pun aktivitas yang dilakukan seseorang, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup pribadi. Dalam hal ini, orang menganut paham kebebasan. Artinya, seseorang bebas menentukan arah dan perjalanan hidup sendiri, tanpa diganggu ataupun mengganggu orang lain. Namun demikian, Brown (dalam skripsi Oktaria, 2009) menyatakan bahwa wanita lansia yang memilih untuk tidak menikah adalah seorang yang sensitif, percaya diri, terkendali, mandiri dan merasa aman dengan dirinya.mereka merasa bahwa kehidupannya memberikan motivasi, jaminan diri yang lebih tinggi, serta keadaan kondusif bagi pertumbuhan dan pemenuhan diri.oleh sebab itu, pernikahan tidak lagi dibutuhkan untuk menemukan dukungan emosional dan kehidupan sosial yang aktif. Seseorang tidak menikah disimpulkan bahwa seseorang tidak menikah khususnya wanita disebabkan karena tingkat pendidikan yang tinggi,karir yang matang sejak dewasa muda dan sulit mencari pasangan yang tepat (Stein, 2009). 28

21 2.5 Kerangka Pemikiran Makhluk Sosial Hub. Interpersonal dg seseorang Pernikahan Menikah Tidak Menikah Singles (Tidak Menikah) Cohabitors (tinggal bersama pernikahan) Gay/Lesbian (Hub. Homoseksual Fokus: Dasawarsa terakhir byk org tdk pernah menikah hingga lansia Tidak menikah hingga lansia 5 % Pria. 10 % Wanita Penyebab Dampak Karir Pendidikan Traumatis Loneliness Hayward (2005) :Loneliness wanita lansia tdk menikah > pria lansia tdk menikah Ciri-ciri loneliness: Tipe-tipe loneliness : Faktor loneliness : Dampak loneliness : Merasa tdk berguna, merasa gagal, tdk ada yg memahaminya, depresi, a. Cognitve loneliness b. Behavioral loneliness c. Emotional Loneliness 1. Faktor Psikologis 2. Faktor Situasional 29 Rendah diri, menyalahkan diri, menyendiri, takut bertemua org baru, dll

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan hubungan interpersonal dan manusia memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia merupakan makhluk

Lebih terperinci

KESEPIAN PADA PRIA USIA LANJUT YANG MELAJANG RARA OKTARIA Fakultas Psikologi Univesitas Gunadarma Abstrak Setiap orang membutuhkan seseorang dalam

KESEPIAN PADA PRIA USIA LANJUT YANG MELAJANG RARA OKTARIA Fakultas Psikologi Univesitas Gunadarma Abstrak Setiap orang membutuhkan seseorang dalam KESEPIAN PADA PRIA USIA LANJUT YANG MELAJANG RARA OKTARIA Fakultas Psikologi Univesitas Gunadarma Abstrak Setiap orang membutuhkan seseorang dalam hidupnya seperti melakukan perkawinan yang merupakan ikatan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E, Stems, H. L, Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2 nd ed). New York:McGrawHill

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E, Stems, H. L, Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2 nd ed). New York:McGrawHill DAFTAR PUSTAKA Baron, R. A & Bryne, D. (2005). Psikologi Sosial. Jilid II. Edisi kesepuluh. Jakarta : PT. Erlangga. Bruno, F. J. S. (2000). Conguer Loneliness : Cara Menaklukkan Kesepian. Alih Bahasa :Sitanggang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 bagian pertama fase iufentus usia antara tahun, kedua fase verilitas usia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4 bagian pertama fase iufentus usia antara tahun, kedua fase verilitas usia 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia 1. Pengertian Lansia menurut Masdani (1990 dalam Nugroho, 2000) mengemukakan bahwa lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian adalah dengan merasa terasing dari sebuah kelompok, tidak dicintai oleh sekeliling, tidak mampu untuk berbagi kekhawatiran pribadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal merupakan awal dari suatu tahap kedewasaan dalam rentang kehidupan seseorang. Individu pada masa ini telah melewati masa remaja dan akan memasuki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL Dwi Rezka Kemala Ira Puspitawati, SPsi, Msi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa muda merupakan masa dimana individu mulai mengemban tugas untuk menikah dan membina keluarga. Sesuai dengan pendapat Havighurst (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam kehidupan manusia, terutama di kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Sampai saat ini memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup saling membutuhkan satu sama lain. Salah satunya adalah hubungan intim dengan lawan jenis atau melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan demi melangsungkan eksistensinya sebagai makhluk. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan psikologis dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tua merupakan masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia, dalam masa ini akan terjadi proses penuaan atau aging yang merupakan suatu proses yang dinamis sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama seperti halnya tahap-tahap perkembangan pada periode sebelumnya, pada periode ini, individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan. Secara biologis manusia dengan mudah dibedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat penting, diantaranya sebagai sumber dukungan sosial bagi individu, dan juga pernikahan dapat memberikan kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita

BAB 1 PENDAHULUAN. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berikut kutipan wawancara yang dilakukan peneliti dengan seorang wanita yang bernama Mimi, usia 21 tahun, sudah menikah selama 2 tahun dan memiliki 1 orang anak, mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian (loneliness) 1. Pengertian Kesepian Menurut Sullivan (1955), kesepian (loneliness) merupakan pengalaman sangat tidak menyenangkan yang dialami ketika seseorang gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Motif sosial yang ada pada diri manusia mendorong manusia mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Menurut Archibald, dkk (dalam Baron, 2005 : 16) berpendapat bahwa kesepian (loneliness) adalah suatu reaksi emosional dan kognitif terhadap dimilikinya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. ketenangan dari lingkungan. Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. ketenangan dari lingkungan. Kualitas hidup adalah keadaan yang dipersepsikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Hidup 1. Pengertian Kualitas Hidup WHO (1997) mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu sebagai laki-laki atau perempuan dalam hidup, ditinjau dari konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan setiap individu. Hal tersebut menjadi suatu kabar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. Faktor Genetik. 2. Faktor Eksternal a. Keluarga b. Kelompok teman sebaya c. Pengalaman hidup d. Kesehatan e.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial, tentu membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai self esteem pada wanita yang menderita infertilitas, maka peneliti dapat menyimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti mempunyai harapan-harapan dalam hidupnya dan terlebih pada pasangan suami istri yang normal, mereka mempunyai harapan agar kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan merupakan langkah awal untuk membentuk suatu keluarga. Sangat penting bagi calon pasangan baru untuk memahami bahwa pernikahan merupakan suatu keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada

Lebih terperinci

Secara umum, penyebab kesepian dapat dikelompokkan ke dalam dua hal yaitu keadaan yang bisa dipersalahkan sebagai penyebab

Secara umum, penyebab kesepian dapat dikelompokkan ke dalam dua hal yaitu keadaan yang bisa dipersalahkan sebagai penyebab PENDAHULUAN Menurut Hurlock (1980), istilah menua adalah perubahanperubahan yang sesuai dengan hukum kodrat manusia yang memengaruhi struktur baik fisik maupun mentalnya dan keberfungsiannya juga. Ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1996). Mahasiswa yang dimaksud adalah individu yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Lanjut usia di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, ini disebabkan karena meningkatnya usia harapan hidup. Pada tahun 1980 usia harapan hidup di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya adalah mahkluk sosial dan mahkluk pribadi. Manusia sebagai mahluk sosial akan berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Gambaran Kepuasan..., Dini Nurul Syakbani, F.PSI UI, 2008 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, orang dewasa menginginkan hubungan cintanya berlanjut ke jenjang perkawinan. Perkawinan memberikan kesempatan bagi individu untuk dapat memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa BAB I A. Latar Belakang Masalah Jika dapat memilih semua manusia akan memilih untuk tidak menjadi tua. Ketika memasuki masa dewasa umumnya seseorang akan mengalami masa yang bersifat multidimensi dan multiarah,

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Sepanjang rentang kehidupan, setiap individu melewati beberapa fase

BABI PENDAHULUAN. Sepanjang rentang kehidupan, setiap individu melewati beberapa fase BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepanjang rentang kehidupan, setiap individu melewati beberapa fase dalam hidupnya. Salah satu fase yang hams dilalui adalah masa dewasa. Masa dewasa merupakan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan kata lain masa dewasa adalah masa di mana seseorang semestinya sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dengan kata lain masa dewasa adalah masa di mana seseorang semestinya sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa merupakan waktu yang paling lama dialami setiap manusia dalam rentang kehidupan. Menurut Hurlock (2012) tugas perkembangan pada masa dewasa yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi semua orang, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy 12 BAB II TINJAUAN TEORI A. Intimacy 1. Pengertian Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Pernikahan juga memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Setiap manusia pernah menghadapi situasi yang dapat menyebabkan kesepian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan salah satu proses yang biasanya dijalani individu sebelum akhirnya memutuskan menikah dengan pasangan. Pada masa pacaran, individu saling

Lebih terperinci

SemangatPagiSemuanya^^

SemangatPagiSemuanya^^ Perkembangan Individu 2 PERMASALAHAN PADA MASA MADYA SemangatPagiSemuanya^^ Assalamu alaikum WrWbWb KARAKTERISTIK USIA MADYA Usia madya merupakan usia yang sangat di takuti kebanyakan orang menjadi rindu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci