IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT SKRIPSI SANDY KARTIWA SUTISNA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN SANDY KARTIWA SUTISNA. D Identifikasi Wilayah Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Garut. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr.Ir. Sri Mulatsih, M.Agr.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Burhanuddin, MM. Permintaan terhadap jumlah daging sapi potong, saat ini belum dapat dipenuhi oleh peternak-peternak domestik sehingga masih melakukan impor. Permasalahan ini dapat diantisipasi salah satunya dengan melakukan penambahan jumlah populasi sapi potong, oleh sebab itu perlu dilakukan suatu usaha untuk mengembangkan peternakan yang telah ada sehingga lebih banyak kuantitasnya dan lebih berkualitas. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi sumberdaya peternakan di Kabupaten Garut yang menunjang upaya pengembangan ternak sapi potong, (2) Mengidentifikasi wilayah basis dan non basis kegiatan pengembangan ternak sapi potong, (3) Mengidentifikasi kapasitas tampung ternak sapi potong masing-masing kecamatan di wilayah Kabupaten Garut. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut propinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan mulai tanggal 27 Juni sampai 27 juli Populasi penelitian ini adalah peternak sapi potong di sentra sapi potong Kabupaten Garut. Jumlah sentra sapi potong di Kabupaten Garut ada 12 kecamatan, pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu mengambil tiga kecamatan (Wanaraja, Karangpawitan dan Sucinaraja) yang termasuk sentra sapi potong dari jumlah 12 kecamatan sentra sapi potong yang ada di Kabupaten Garut. Pemilihan lokasi berdasarkan kemampuan sumberdaya dan rekomendasi Dinas Peternakan Kabupaten Garut, kemudian secara sengaja (purposive) diambil 10 peternak dari masing-masing kecamatan terpilih berdasarkan kesediaan dan keberadaan peternak pada saat itu.. Data meliputi data primer dan sekunder, analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis Location Quation (LQ) dan analisis Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR). Kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia sapi potong menunjukan masih mampu untuk menampung penambahan jumlah ternak sapi potong di setiap wilayah kecamatan-kecamatan Kabupaten Garut. Peningkatan jumlah ternak sapi potong, dapat menambah jumlah wilayah basis populasi sapi potong dan lebih menyebar ke seluruh wilayah kecamatan. Wilayah yang diprioritaskan yaitu, kecamatan Caringin, Bungbulang, Cikelet, Pameungpeuk, Cibalong, Cisompet, dan Malangbong karena termasuk wilayah basis populasi sapi potong dan mempunyai KPPTR positif atau mempunyai daya dukung dilihat dari potensi hijuannya untuk pakan sapi potong. Kata-kata kunci : Location Quation, sapi potong, wilayah pengembangan,kpptr.

3 ABSTRACT Identification of Beef Cattle Development Area in Garut Regency Sutisna,S.K., S.Mulatsih and Burhanuddin The purposes of this research were to : 1) Identified animal husbandry resource in Garut Regency, 2) identified basic area and non basic area for beef cattle development, and 3) identified area capacity building was in the end for beef cattle development. This research was held on June until July This research designed as a survey research. Primary data obtained by direct interview with farmers using questionnaires as the tool. Secondary data obtained from relevant institutions sources which related to the topic of this research. This research used descriptive analysis, Location Quation (LQ) analysis and Added Capacity of Ruminant Population analysis (ACRP). Descriftive analysis result, describe potency of Garut regency animal husbandry resource viewed from natural resource point of view, human resource still has potention that can be used to support beef cattle development, capital and technology has enough but still need further increment. Breeder institution already gave enough support in beef cattle development in Garut Regency. The result of LQ calculation from subresident in Garut Regency that has LQ 1 is 8 subresident which are basic area, 16 subresident were non basic area but has beef cattle animal husbandry and 18 subresident were non basic area without beef cattle animal husbandry. While the ACRP calcultion result showed total value of Garut Regency is ,94 ST. Key word : Location Quation, beef cattle, development area, ACRP.

4 IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT SANDY KARTIWA SUTISNA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT Oleh SANDY KARTIWA SUTISNA D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 25 Juni 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir Sri Mulatsih, M. Agr. Sc Ir. Burhanuddin, MM NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, Msc. Agr NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 28 September Penulis adalah anak kesembilan dari sepuluh bersaudara dari pasangan Bapak Idris Sutisna dan Ibunda Siti Hadijah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Girimukti Garut pada tahun 1997, pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTPN 1 Bungbulang Garut dan pendidikan dilanjutkan menengah atas di SMUN 1 Bungbulang Garut diselesaikan pada tahun Penulis diterima pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dengan minat Ekonomi dan Perencanaan Peternakan melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa SEIP (HIMASEIP) pada Departemen Infokom periode dan Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada Departemen Sosial Pendidikan Mahasiswa dan Masyarakat pada tahun

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan yang sebesar-besarnya kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, kekuatan serta kemudahan dari setiap masalah yang penulis hadapi sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul Identifikasi Wilayah Pengembangan Sapi Potong di Kabupaten Garut ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi wilayah kecamatan mana saja yang dapat dijadikan wilayah pengembangan ternak sapi potong di daerah Kabupaten Garut. Hal itu dengan mempertimbangkan sumberdaya peternakan apa saja yang dapat dijadikan pendukung pengembangan, wilayah mana saja yang menjadi basis populasi ternak sapi potong dan melihat kemampuan wilayah pengembangan untuk menambah jumlah populasi berdasarkan kemampuan menyediakan hijauan untuk pakan ternak. Skripsi ini diharapkan dapat membantu pelaksanaan pengembangan sapi potong sebagai bahan pertimbangan di Kabupaten Garut, juga dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya tentang sapi potong, serta bagi para pengusaha atau investor yang akan mengembangan ternak sapi potong di daerah Kabupaten Garut pada khususnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, masih banyak kekurangan pada skripsi ini, baik dalam hal penyajian ataupun isi. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran membangun dari pembaca untuk perbaikan lebih lanjut, semoga skripsi ini bisa bermanfaat baik bagi penulis ataupun semua pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis berharap karya kecil ini menjadi salah satu karya terbaik yang bisa penulis persembahkan terutama untuk keluaraga tercinta. Amin. Bogor, Mei 2008 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... ii RIWAYAT HIDUP... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan... 2 Kegunaan Penelitian... 3 KERANGKA PEMIKIRAN... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 6 Konsep Pengembangan Wilayah... 6 Sapi Potong... 7 Sumberdaya Peternakan... 8 Analisis Location Quation (LQ)... 9 Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)... 9 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Populasi dan Sampel Desain Penelitian Data dan Instrumensi Analisis Data Analisis Deskripsi Analisis Location Quation (LQ) Analisis Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Definisi Istilah GAMBARAN UMUM LOKASI HASIL DAN PEMBAHASAN Sumberdaya Peternakan Sumberdaya Alam Sumberdaya Manusia... 19

9 Teknologi Modal Kelembagaan Wilayah Basis Pengembangan ternak Sapi Potong Kapasitas Penambahan Populasi ternak Ruminansia (KPPTR) Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak sapi Potong KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 37

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Nilai k untuk Setiap Jenis Lahan Penghasil Rumput Nilai j untuk Setiap Jenis Tanaman Penghasil Jerami Luas Lahan menurut Penggunaan di Kabupaten Garut Jumlah Ternak Rumiansia Kabupaten Garut ( ) Populasi Ternak Sapi Potong Kabupaten Garut ( ) Populasi Sapi Potong Berdasarkan Umur dan Jenis kelamin di Kabupaten Garut Tahun Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis kelamin di Kabupaten Garut Karakteristik Umur Peternak Persentase Pendidikan Penduduk Kabupaten Garut Karakteristik Pendidikan Peternak Karakteristik Pengalaman Peternak Wilayah Basis dengan Nilai LQ 1 di Kabupaten Garut Wilayah non basis dengan Nilai LQ<1 di Kabupaten Garut Nilai KPPTR Positif di Wilayah Kabupaten Garut yang Bernilai LQ Kelompok Wilayah Pengembangan Peternakan Sapi Potong berdasarkan Nilai LQ dan Nilai KPPTR... 30

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 16. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian Pengelompokan Wilayah Basis dan Non Basis Kabupaten Garut Berdasarkan Nilai LQ Pengelompokan Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong Kabupaten Garut berdasarkan Nilai KPPTR dan LQ... 32

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Jumlah Populasi Ternak Ruminansia Kabupaten Garut (2005) Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga Petani Per Kecamatan di Kabupaten Garut (2005) Profil Umum Peternak Nilai LQ Sapi Potong di Kabupaten Garut Hasil Perhitungan Produktivitas Lahan Penghasil Jerami (ton/thn) Hasil perhitungan Lahan Penghasil Rumput (ton/thn) Nilai KPPTR Sapi Potong Kabupaten Garut Berdasarkan Sumberdaya Lahan... 45

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub sektor pertanian, mempunyai peranan dalam mensejahterakan penduduk, yaitu melalui usaha peternakan yang dapat menjadi lahan pekerjaan dan dapat memberi asupan gizi dari protein hewani yang dihasilkan dari produk-produk peternakan seperti daging,susu dan telur. Permintaan penduduk untuk mengkonsumsi protein hewani belum bisa dipenuhi sepenuhnya oleh peternak-peternak domestik, sehingga masih melakukan impor. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu usaha untuk mengembangkan peternakan yang telah ada menjadi lebih maju dan mempunyai produktifitas tinggi untuk memenuhi permintaan penduduk. Salah satu usaha yang bisa dilakukan adalah dengan mengoptimalkan potensi-potensi sumber daya yang dimiliki, ditambah dengan sarana dan prasarana serta dukungan pemerintah. Pengembangan bisa dimulai dari wilayah-wilayah yang mempunyai potensi sumberdaya besar untuk usaha peternakan. Setelah peternakan berkembang, diharapkan dapat mendorong aktifitas ekonomi di wilayah pengembangan tersebut menjadi lebih maju. Kabupaten Garut merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai potensi dalam bidang peternakan, selain keadaan lingkungan yang mendukung juga didukung budaya masyarakat Kabupaten Garut yang menyukai pekerjaan beternak disamping pekerjaannya sebagai petani. Akan tetapi potensi peternakan yang dimiliki Kabupaten Garut belum termanfaatkan sepenuhnya, peternakan yang ada masih bersifat sampingan. Salah satu komoditi ternak yang dapat dikembangkan adalah komoditi yang dibutuhkan masyarakat pada saat ini dan belum bisa terpenuhi oleh peternakpeternak domestik, komoditi ternak tersebut adalah ternak sapi potong. Kekurangan penyediaan daging sapi dipasar menciptakan peluang untuk mengembangkan usaha ternak sapi potong. Saat ini di Kabupaten Garut jumlah populasi ternak sapi potong masih dibawah jumlah populasi ternak lainnya, sedangkan kebutuhan masyarakat Kabupaten Garut lebih tinggi.

14 Pengembangan usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Garut selain didukung oleh wilayah-wilayah yang mempunyai sumberdaya untuk peternakan sapi potong, didukung juga oleh kebijakan pemerintah Kabupaten Garut yang sedang berusaha memaksimalkan potensi lokal wilayahnya agar dapat mendorong perekonomian lebih maju dan lebih kompetitif. Kabupaten Garut sebagai daerah penyangga bagi pengembangan wilayah Bandung Raya, mempunyai kedudukan strategis dalam memasok kebutuhan warga Kota dan Kabupaten Bandung, karena secara geografis Kabupaten Garut berdekatan dengan Kota Bandung sebagai ibukota propinsi Jawa Barat. Perumusan Masalah Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan akan pangan terus meningkat. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pangan salah satuya dapat dipenuhi dari sektor peternakan yaitu dari peternakan sapi potong, tetapi produksi domestik belum mampu memenuhi seluruhnya. Salah satu solusinya yaitu dengan pengembangan peternakan khususnya peternakan sapi potong sebagai daging penghasil protein hewani. Kabupaten Garut sebagai wilayah yang mempunyai potensi untuk pengembangan sapi potong, mempunyai peluang untuk memenuhi kekurangan persediaan sapi potong saat ini, maka diperlukan sebuah kajian mengenai potensi sumberdaya yang dimiliki dan wilayah mana saja yang mempunyai potensi untuk pengembangan ternak sapi potong. Beberapa permasalahan yang perlu dikaji dalam penelitian adalah : 1. Sumberdaya apa saja yang dimiliki wilayah Kabupaten Garut yang menunjang upaya pengembangan ternak sapi potong? 2. Wilayah Kabupaten Garut mana saja yang menjadi basis dan non basis populasi sapi potong? 3. Wilayah Kabupaten Garut mana saja yang mempunyai kapasitas tampung ternak ruminansia untuk pengembangan ternak sapi potong? Tujuan Penelitian dilakukan untuk mengkaji wilayah kabupaten Garut dalam rangka pengembangan ternak sapi potong, diantaranya : 1. Mengidentifikasi sumberdaya peternakan di Kabupaten Garut yang menunjang upaya pengembangan ternak sapi potong.

15 2. Mengidentifikasi wilayah basis dan non basis populasi sapi potong 3. Mengidentifiksi kapasitas tampung ternak sapi potong masing-masing kecamatan di wilayah Kabupaten Garut. Kegunaan 1. Pemerintah setempat dalam mengambil kebijakan dan keputusan dalam pengembangan ternak sapi potong. 2. Para peneliti ternak sapi potong sebagai bahan acuan dalam mengembangkan ternak sapi potong. 3. Peternak atau investor yang ingin mengembangkan usaha peternakan sapi potong.

16 KERANGKA PEMIKIRAN Seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan akan daging semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan masyarakat terhadap daging tidak diimbangi dengan produksi daging domestik, sehingga pemerintah terpaksa mengimpor. Komoditas yang paling perlu mendapat perhatian adalah sapi, karena sampai saat ini impor daging sapi dan bakalan jumlahnya masih sangat besar. Oleh sebab itu, perlu adanya usaha untuk memanfaatkan dan mengembangkan ternak sapi, khususnya sapi potong yang ada di dalam negeri agar dapat berkembang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus mengurangi jumlah sapi yang diimpor. Kabupaten Garut mempunyai potensi sebagai wilayah pengembangan usaha peternakan sapi potong, karena didukung oleh wilayah-wilayah yang mempunyai sumberdaya untuk peternakan sapi potong. Selain itu, adanya dukungan dari kebijakan pemerintah Kabupaten Garut yang sedang berusaha mengembangkan usaha ternak sapi potong dengan membuka lowongan investasi, dalam rangka memaksimalkan potensi lokal wilayahnya agar dapat mendorong perekonomian lebih maju dan lebih kompetitif. Selain potensi diatas, Kabupaten garut mempunyai kedudukan strategis dalam pemasaran produknya, karena selain dapat dipasarkan di Kabupaten Garut sendiri dapat juga dipasarkan ke Kota Bandung karena kedudukan Kabupaten Garut secara geografis berdekatan dengan Kota bandung. Upaya pengembangan ternak sapi potong untuk wilayah Kabupaten Garut memerlukan analisis, yaitu (1) analisis daya tampung wilayah Kabupaten Garut berdasarkan ketersediaan lahan dengan menggunakan metode analisis kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia (KPPTR), (2) analisis potensi sumberdaya penunjang kegiatan pengembangan usaha ternak sapi potong dengan metode analisis deskriptif dan (3) analisis keadaan wilayah Kabupaten Garut yang merupakan wilayah basis atau non basis populasi sapi potong dengan metode analisis Location Quation (LQ). Dengan ketiga analisis yang digunakan dapat diketahui wilayah mana saja yang mampu dijadikan wilayah pengembangan ternak sapi potong. Penjelasan tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

17 Kabupaten Garut Potensi KPPTR : 1. KPPTR positif 2. KPPTR negatif Sumberdaya : 1. Sumberdaya alam 2. Sumberdaya manusia 3. Teknologi 4. Modal 5. kelembagaan LQ : 1. Wilayah basis 2. Wilayah non basis Wilayah Pengembangan Sapi Potong Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran

18 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Suatu wilayah merupakan lingkungan yang secara aktual dan potensial mampu menyediakan lapangan kerja cukup bagi penduduknya untuk berbagai keahlian dan keterampilan. Kriteria yang dapat dipakai untuk menyusun konsep wilayah dan perwilayahan ialah keadaan, struktur atau watak fisik, hayati, ekonomi dan sosial. Pengertian fisik adalah ialah relief dan tinggi tempat, geologi dan fisiografi, tanah, iklim, hidrologi, sumberdaya mineral dan sumberdaya tenaga. Dalam kriteria ekonomi terdapat aktivitas pertanian (termasuk peternakan), industri, kerajinan, perdagangan, pariwisata, penjualan jasa, perbankan dan laju peredaran uang, pertambangan dan perhubungan. Kriteria sosial diantaranya demografi, pendidikan dan keterampilan, tata pemerintahan dan adat istiadat (Notohadiprawiro, 2006). Strategi pengembangan peternakan adalah pengembangan wilayah berdasarkan komoditas ternak unggulan, pengembangan kelembagaan petani peternak, peningkatan usaha dan industri peternakan, optimalisasi pemanfaatan dan pengamanan serta perlindungan sumberdaya alam lokal dan pengembangan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan (Pambudy dan Sudardjat, 2000). Pambudy dan Sudardjat (2000) mengatakan sebagai bagian dari sektor pertanian peningkatan produksi peternakan akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis. Adapun lingkungan strategis yang berpengaruh adalah : 1. Lingkungan strategis global dan regional, yaitu pembangunan subsektor peternakan tidak akan lepas dari aturan-aturan perdagangan bebas. 2. Lingkungan strategis nasional, yaitu pembangunan subsektor peternakan yang dipengaruhi beberapa hal, diantaranya : a) jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan terus meningkat yang memerlukan bahan pangan berkualitas, b) terjadinya proses transformasi struktural perekonomian yang menurunkan pangsa sektor pertanian sementara tenaga kerja masih bertumpu di sektor pertanian dan c) terjadinya konversi lahan pertanian sehingga peternakan gurem meningkat dan produktifitas pertanian menurun. 3. Lingkungan strategis politik dan ekonomi yaitu subsektor peternakan akan berhadapan dengan adanya pergeseran fungsi dan peran pemerintah termasuk

19 berlakunya undang-undang dan peraturan tentang peraturan daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Terdapat beberapa kendala umum dalam pengembangan ternak sapi potong, diantaranya adalah (1) Penyempitan lahan pangonan, (2) Kualitas sumberdaya rendah, (3) Produktivitas ternak rendah, (4) Akses ke pemodal sulit, (5) Penggunaan teknologi masih rendah. Sedangkan yang menjadi pendorong pengembangan sapi potong di Indonesia adalah (1) Permintaan pasar terhadap daging semakin meningkat, (2) Ketersediaan tenaga kerja cukup besar, (3) Kebijakan pemerintah mendukung, (4) Hijauan dan sisa pertanian tersedia sepanjang tahun, (5) Usaha peternakan sapi lokal tidak terpengaruh krisis. Kendala dan peluang pengembangan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan strategi pengembangan sapi potong di wilayah tersebut (Wiyatna, 2002). Sapi Potong Sapi merupakan ternak ruminansia besar yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya, karena sapi mempunyai manfaat ganda. Sapi potong merupakan salah satu sumberdaya bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti kulit, pupuk dan tulang (Sugeng, 2000). Sasroamidjojo dan Soeradji (1990) menyatakan selain sebagai penghasil makanan berupa daging dan pupuk, ternak sapi potong juga bermanfaat sebagai (1) tenaga kerja bagi pertanian dan pengangkutan, (2) sumber bahan-bahan ekspor, (3) sumber bahan-bahan untuk industri dan kerajinan dan (4) kesenangan atau objek pariwisata. Selain itu ternak sapi potong mempunyai peranan dalam keagamaan, adat-istiadat, tabungan keluarga dan sebagai kehormatan atau status sosial dalam masyarakat (Williamson dan Payne, 1993). Bangsa-bangsa sapi sekarang yang dikenal secara umum adalah sapi peranakan Ongole, Brahman, Limosin dan Angus. Masing-masing memiliki keunggulan dan karakterisrik yang spesifik. Bangsa sapi potong yang paling tinggi populasinya diantara bangsa-bangsa sapi di Indonesia yaitu bangsa sapi Ongole, khususnya peranakan Ongole (Williamson dan Payne, 1993).

20 Sistem pemeliharaan sapi potong di Indonesia dilakukan secara ekstensif dan intensif. Pemeliharaan ekstensif yaitu pemeliharaan yang melakukan aktivitas perkawinan, pembesaran dan penggemukan di lapangan penggembalaan yang sama. Sistem ekstensif dengan produksi sangat minimal dapat digolongkan ke dalam sistem ekstensif primitif atau tradisional. Pemeliharaan intensif yaitu pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry (Parakkasi, 1999). Sumberdaya Peternakan Potensi alam suatu daerah akan menentukan jenis-jenis dan jumlah ternak yang dapat dikembangkan di daerah itu. Potensi alam tersebut ditentukan oleh tersedianya tanah pertanian dan peternakan, kesuburan tanah, iklim, topografi, tersedianya air sepanjang tahun dari pola pertanian yang ada. Peternakan yang baik biasanya terdapat di daerah yang dapat menghasilkan makanan bagi ternak itu (Irfan, 1992). Pendayagunaan sumberdaya alam untuk pengembangan peternakan harus didasari oleh penataan ruang dan prioritas wilayah pengembangan, pengembangan daerah dan pengembangan kawasan peternakan. Sedangkan sumberdaya pakan meliputi pembinaan mutu pakan, pengembangan pakan alternatif, pemanfaatan sumberdaya pakan hijauan lokal dan pemanfaatan teknologi pakan (Pambudy dan Sudardjat, 2000). Dalam usahatani terdapat beberapa unsur yaitu lahan, tenaga kerja dan modal. Lahan merupakan basis untuk usaha peternakan atau merupakan faktor produksi sumber makanan ternak pokok berupa rumput, limbah ataupun produk utama pertanian (Suparini, 2000). Menurut Soekartawi et al. (1986), lahan dapat berupa lahan pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Lahan tersebut dapat diperoleh dengan jalan membeli, menyewa dan bagi hasil atau menyakap. Unsur kedua yaitu tenaga kerja, adalah salah satu faktor produksi yang utama, tidak hanya menyumbangkan tenaga, tetapi petani sekaligus menjadi pemimpin dalam usaha tani yang mengatur produksi secara keseluruhan (Mubyarto, 1989). Tenaga kerja menurut Soekartawi et al. (1986), adalah sumberdaya manusia untuk melakukan kegiatan dalam menghasilkan industri. Tenaga kerja usahatani dapat berasal dari dua sumber, yaitu tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga.

21 Pekerjaan dalam usaha tani menuntut macam-macam pekerjaan yang berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan keahlian, keterampilan, dan pengalaman. Unsur ketiga modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru, dalam hal ini hasil pertanian. Modal petani yang berupa barang di luar tanah adalah ternak beserta kandangnya, cangkul, bajak dan alat-alat pertanian lain, pupuk, bibit, hasil panen yang belum dijual, tanaman yang masih disawah dan lain-lainnya (Mubyarto, 1989). Soekartawi et a.l (1986) mengklasifikasikan beberapa variabel yang dapat digolongkan sebagai modal, diantaranya : 1. Modal untuk perbaikan usaha tani, terdiri atas biaya penyusutan bangunan dan dam, kekayaan yang mudah diuangkan (ternak, makanan ternak, bibit, pupuk) dan lain-lain. 2. Modal yang terdiri atas mesin dan peralatan pertanian bila ada yang rusak, biaya pemeliharaan ternak, makanan ternak dan pembiayaan lain-lain. 3. Modal yang terdiri atas penyusutan mesin-mesin, pembelian makan ternak, pupuk dan pembiayaan lain seperti bensin dan oli. Analisis Location Quation (LQ) Menurut Budiharsono (2001), metode Location Quation digunakan untuk mengetahui penggolongan suatu sektor wilayah ke dalam sektor basis dan non basis. Location Quation merupakan suatu perbandingan besarnya sektor atau kegiatan terhadap besarnya peranan sektor tersebut pada wilayah yang lebih luas. Apabila LQ suatu sektor bernilai dari atau sama dengan satu ( 1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan bila LQ suatu sektor kurang dari satu (<1), maka sektor tersebut merupakan sektor non basis. Kapasitas Penambahan Populasi ternak Ruminansia (KPPTR) Potensi wilayah dapat diketahui dengan metode pengembangan pemetaan potensi wilayah. Pendekatan perhitungan potensi wilayah dan pengembangan ternak ruminansia dapat dihitung dengan cara perhitungan Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (Ayuni, 2005). Metode ini merujuk pada metode Nell dan Rollinson (1974), digunakan untuk melihat seberapa besar suatu wilayah berpotensi untuk menambah populasi ternak ruminansia berdasarkan ketersediaan hijauan dan tenaga kerja di wilayah tersebut.

22 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut propinsi Jawa Barat, yaitu kecamatan Wanaraja, Karangpawitan dan Kecamatan Sucinaraja. Penelitian dilakukan mulai tanggal 27 Juni sampai 27 juli Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah peternak sapi potong di sentra sapi potong Kabupaten Garut. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu mengambil tiga kecamatan (Wanaraja, Karangpawitan dan Sucinaraja) yang termasuk sentra sapi potong dari jumlah 12 kecamatan sentra sapi potong yang ada di Kabupaten Garut. Pemilihan lokasi berdasarkan kemampuan sumberdaya dan rekomendasi Dinas Peternakan Kabupaten Garut, kemudian secara sengaja (purposive) diambil 10 peternak dari masing-masing kecamatan terpilih berdasarkan kesediaan dan keberadaan peternak pada saat itu. Desain Penelitian Desain penelitian ini berbentuk survey yaitu dengan melakukan observasi langsung di lapangan untuk mengetahui potensi sumberdaya yang dimiliki Kabupaten Garut. Data dan Instrumensi Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dan melalui wawancara dengan responden menggunakan kuisioner. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi pemerintah terkait, yaitu dari Dinas Peternakan Kabupaten Garut, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Garut dan instansi terkait. Variabel-variabel yang digunakan dalam data sekunder ini diantaranya populasi ternak sapi potong, populasi semua jenis ternak, luas lahan yang digunakan, jumlah penduduk dan berbagai sumber yang mendukung terhadap objek penelitian.

23 Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dalam penelitian digunakan untuk menggambarkan keadaan umum sumberdaya peternakan sapi potong di Kabupaten Garut. Analisis Location Quation (LQ) Metode LQ digunakan untuk menganalisis keadaan suatu wilayah apakah suatu wilayah tersebut merupakan sektor basis atau non basis, dalam hal ini terutama populasi ternak sapi potong di Kabupaten Garut. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut : LQ = v i /v t V i /V t Keterangan: v i = Populasi Sapi Potong Kecamatan v t = Jumlah Kepala Keluarga Kecamatan V i = Populasi Sapi Potong Kabupaten V t = Jumlah Kepala Keluarga Kabupaten Apabila LQ suatu sektor bernilai lebih dari atau sama dengan 1 ( 1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan bila LQ suatu sektor kurang dari 1 (< 1), maka sektor tersebut merupakan sektor non basis. Metode Kapasistas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia merupakan suatu pendekatan untuk menunjukan kemampuan atau kapasitas wilayah dalam penyediaan makanan ternak. KPPTR (L) = KTTR Populasi Riil Populasi Riil = Ternak yang benar-benar ada saat penelitian KTTR = ( Σ k. Le. 15 ton BK/ha/tahun ) + Σ j Li (ST) 2,3 Keterangan : k : koefisien ketersediaan lahan penghasil rumput Le : luas lahan penghasil rumput (ha) j : koefisien produksi HMT

24 Li : lahan penghasil Hijauan Sisa Hasil Pertanian 15 ton/ha/tahun : rata-rata produksi padang rumput 2.3 : setiap ST per tahun memerlukan 2,3 ton BK KPPTR (L) : KPPTR berdasarkan ketersedian hijauan Tabel 1. Nilai k untuk Setiap Jenis Lahan Penghasil Rumput Jenis Lahan k Padang Rumput Luas padang rumput alam Lahan Bera 20% dari total sawah Galangan Sawah 2,5% dari total sawah Perkebunan 5% dari luas total perkebunan Hutan Negara 5% dari luas total hutan Hutan Rakyat 3% dari luas total hutan Tegalan 1% dari total tegalan Tabel 2. Nilai j untuk Setiap Jenis Tanaman Penghasil Jerami Jenis Jerami j Padi Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kedelai Kacang tanah Luas panen (ha) x 0,23 (ton/ha/thn) Luas panen (ha) x 10,90 (ton/ha/thn) Luas panen (ha) x 5,05 (ton/ha/thn) Luas panen (ha) x 1,20 (ton/ha/thn) Luas panen (ha) x 1,07 (ton/ha/thn) Luas panen (ha) x 1,44 (ton/ha/thn)

25 Definisi Istilah 1. Pengembangan Wilayah adalah program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi kepada pembangunan suatu wilayah. 2. Sumberdaya Peternakan adalah segala sesuatu (faktor produksi) yang digunakan dalam usaha ternak sapi potong yang meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya lingkungan pendukung. 3. Wilayah adalah suatu unit geografi dengan batas-batas tertentu dimana bagianbagiannya berintegrasi satu sama lain secara fungsional. 4. Ternak sapi adalah ternak ruminansia besar yang diperlukan oleh peternak atau dimanfaatkan hasilnya seperti daging dan susu. 5. KPPTR adalah kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia, yaitu suatu pendekatan untuk menunjukan kemampuan atau kapasitas wilayah dalam penyediaan makanan ternak serta melihat apakah dari ketersediaan hijauan dan tenaga kerja masih memungkinkan untuk dilakukan penambahan ternak. 6. Location quation adalah koefisien yang akan menunjukan apakah suatu wilayah merupakan wilayah kegiatan basis atau non basis.

26 GAMBARAN UMUM LOKASI Kabupaten Garut mempunyai luas wilayah sekitar 3.066,88 km 2, secara geografis terletak diantara Lintang Selatan dan Bujur Timur dengan batasan wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya - Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur Daerah sebelah Utara, Timur dan Barat secara umum merupakan daerah dataran tinggi dengan kondisi alam berbukit-bukit dan pegunungan, sedangkan kondisi alam daerah sebelah selatan sebagian besar permukaan relatif cukup curam. Corak alam didaerah selatan ini diwarnai oleh iklim samudera Indonesia dengan segenap potensi alam dan keindahan pantainya. Kabupaten Garut memiliki iklim tropis, curah hujan yang cukup tinggi, hari hujan yang banyak dan lahan yang subur serta ditunjang dengan banyaknya aliran sungai baik yang bermuara ke pantai selatan maupun ke pantai utara Jawa, hal ini menyebabkan sebagian besar dari luas wilayahnya dipergunakan untuk lahan pertanian. Luas lahan di Kabupaten Garut menurut penggunaannya terdiri atas persawahan seluas ha, luas lahan darat sebesar ha, luas lahan perairan darat sebesar ha dan ada penggunaan lainnya sebesar ha. Rincian penggunaan lahan di Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 3. Sektor pertanian di Kabupaten Garut merupakan sektor yang sangat dominan, oleh karena itu kebijakan pemerintah dalam pembangunan ekonomi berpihak pada pembangunan perekonomian rakyat terutama di daerah pedesaan guna meningkatkan perekonomian rakyat petani. Salah satu sektor pertanian yang perlu dikembangkan adalah peternakan. Peternakan di Kabupaten Garut cukup mempunyai potensi untuk dikembangkan karena dilihat dari wilayahnya cukup untuk mendukung perkembangan peternakan, kemudian sumberdaya manusia yang dimiliki cukup melimpah untuk mengelola

27 peternakan yang dikembangkan serta didukung kebijakan pemerintah dalam pengembangan peternakan. Tabel 3. Luas Lahan menurut Pengunaan di Kabupaten Garut Tahun 2005 Rincian Jenis Lahan Luas ha % Persawahan Darat 1. Pemukiman 2. Industri 3. Pertambangan 4. Tanah Kering 5. Kebun 6. Perkebunan 7. hutan 8. Alang-alang 9. Tanah Rusak Tandus Perairan Darat 1. Kolam 2. Situ/ Danau 3. Lainnya Penggunaan Lainnya ,13 12,89 0,01 0,07 16,69 18,31 8,75 23,25 2,29 0,60 0,05 0,02 0,95 Jumlah ,00 Sumber : BPN Kabupaten Garut,2005 Populasi dan perkembangan ternak ruminansia di Kabupaten Garut dari tahun disajikan dalam Tabel 4. Distribusi sapi potong per kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 4. Jumlah Ternak Ruminansia Kabupaten Garut ( ) Jenis Ternak Jumlah Ternak (ekor) Perkembangan (%/thn) Sapi potong ,35 Sapi perah ,14 Kerbau ,23 Domba ,26 Kambing ,38 Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Garut,2006 Perkembangan lima jenis ternak ruminansia pada Tabel 4 menunjukan bahwa perkembangan ternak sapi potong (17,35%) termasuk pada urutan kedua dari semua jenis ternak ruminansia, sedangkan ternak ruminansia yang memiliki perkembangan paling cepat adalah ternak domba (27,26%) dan yang paling rendah perkembangannya adalah ternak ruminansia sapi perah (-38,14%).

28 HASIL DAN PEMBAHASAN Sumberdaya Peternakan Potensi sumberdaya peternakan yang dimiliki Kabupaten Garut diantaranya sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal, teknologi dan kelembagaan yang menunjang peternak. Semua potensi sumberdaya yang dimiliki dimanfaatkan secara optimal, supaya peternakan lebih maju dan bisa bersaing. Sumberdaya Alam Sumberdaya alam untuk peternakan meliputi ternak sapi potong, daya dukung hijauan dan lahan, serta iklim. Salah satu indikator yang dapat mengukur perkembangan peternakan sapi potong adalah perkembangan populasi ternak sapi potong. Sapi potong merupakan salah satu sumberdaya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan penting artinya di dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau kelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam bahan penghasil makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang, dan lain sebagainya. Perkembangan populasi ternak sapi potong dapat berarti ternak sapi potong telah sesuai dengan lingkungannya, diterima oleh masyarakat dengan baik dan masyarakat memahami akan manfaat ternak tersebut serta mampu memeliharanya dengan baik. Populasi ternak sapi potong di Kabupaten Garut mengalami perkembangan setiap tahunnya, karena ternak sapi potong cocok untuk dikembangkan di Kabupaten Garut. Perkembangan populasi ternak sapi potong di Kabupaten Garut dari tahun dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Populasi Ternak Sapi Potong Kabupaten Garut ( ) Tahun Jumlah (ekor) Perkembangan (%) , , , , Rata-rata perkembangan 3,17 Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Garut, 2006 Populasi sapi potong Kabupaten Garut dari tahun 2002 sampai dengan 2006 terus mengalami perkembangan, rata-rata perkembangan sebesar 3,17% dalam kurun waktu lima tahun. Perkembangan paling cepat terjadi pada tahun 2005 ke tahun 2006

29 yaitu sebesar 5,53%, mengalami perkembangan lambat hanya pada tahun 2003 ke tahun 2004 sebesar 1,24%. Jumlah populasi sapi potong di Kabupaten Garut mengalami perkembangan pada tahun 2006, populasi ternak didominasi oleh sapi potong jantan dewasa. Jumlah ternak jantan dewasa sebanyak ekor (43%) dan jumlah ternak betina dewasa sebanyak ekor (25%), sedangkan jumlah sapi potong muda mengalami penurunan menjadi sebanyak ekor (17%), tetapi jumlah sapi potong umur anak tetap mengalami peningkatan menjadi sebanyak ekor (15%). Selengkapnya populasi sapi potong berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Populasi Sapi Potong Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Garut Tahun 2006 Jumlah Kategori Dewasa jantan Dewasa betina Muda jantan Muda betina Anak jantan Anak betina Ekor % Jumlah Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Garut, 2006 (diolah) Populasi ternak sapi potong betina dewasa, muda dan anak lebih rendah dibandingkan jantan, jumlah kekurangan ternak betina tersebut masih perlu ditambah agar jumlah populasi terus meningkat meskipun tidak ada jaminan semuanya dapat menghasilkan anak. Penyebaran ternak sapi potong di setiap wilayah kecamatan tidak merata, ada beberapa daerah yang sangat padat, ada yang sedang, tetapi ada yang sangat jarang atau terbatas populasinya. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidakmerataan populasi ternak antara lain faktor pertanian dan kepadatan penduduk, iklim serta adat istiadat masyarakat. Masyarakat yang bermatapencaharian bertani tidak bisa lepas dari usaha ternak sapi, baik untuk keperluan tenaga, pupuk, atau lain sebagainya dalam rangka pengolahan tanah pertanian. Ternak sapi selama ini tergantung pula pada usaha pertanian, karena adanya usaha pertanian yang lebih maju berarti akan menunjang

30 produksi pakan ternak berupa hijauan, hasil ikutan pertanian berupa biji-bijian atau pakan penguat yang semuanya diperlukan oleh sapi. Ketersediaan pakan yang mampu mendukung kehidupan dan perkembangbiakan ternak sapi potong sepanjang tahun merupakan modal dasar pengembangan ternak di suatu daerah, karena pemeliharaan ternak ruminansia tidak bisa dipisahkan dari hijauan sebagai pakan ternak. Hijauan merupakan makanan pokok ternak yang harus tersedia, baik itu dari rerumputan, kacang-kacangan atau limbah pertanian lain dalam bentuk segar maupun setelah mengalami proses pengolahan serta pengawetan. Hijauan makanan ternak yang banyak tersedia di Kabupaten Garut diantaranya rumput gajah, rumput lapang, limbah pertanian (jagung, kacang kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar) dan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak tersebut, biasanya para petani dapat memperolehnya dari lahan pekarangan, pinggir-pinggir jalan desa, lahan usahatani, lahan pangonan, lahan perkebunan atau lahan kehutanan. Berdasarkan hasil perhitungan KPPTR produksi HMT di Kabupaten Garut, jumlah hijauan yang dimiliki sebanyak ton/thn, dengan produksi rumput sebanyak ,7 ton/thn (Lampiran 7 dan 8) dan produksi jerami sebanyak ,9 ton/thn (Lampiran 5 dan 6) Usaha peternakan sapi potong tergantung juga dengan iklim yang ada, karena usahatani yang merupakan salah satu sumber hijauan untuk pakan ternak tergantung dari iklim. Iklim di wilayah Kabupaten Garut termasuk iklim tropis, curah hujan yang banyak dan lahan yang subur serta ditunjang dengan banyaknya aliran sungai, sehingga sebagian besar dari luas wilayahnya dipergunakan untuk lahan pertanian. Suhu yang cukup cocok untuk sapi khususnya sapi lokal, yaitu suhu diantara 15 sampai 30 ºC, Kabupaten Garut relatif cocok untuk peternakan sapi potong karena rata-rata suhu yang dimiliki diantara 24 sampai 27 ºC. Iklim berpengaruh juga terhadap persediaan air di daerah peternakan, karena air sangat diperlukan dalam pertanian dan merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat penting untuk kelangsungan hidup. Ketersediaan air yang banyak dan mudah sangat besar potensinya untuk perkembangan di wilayah dekat sumber air tersebut, karena segala aktifitas membutuhkan air. Banyaknya air yang tersedia di Kabupaten Garut relatif dapat mencukupi untuk perkembangan usaha peternakan,

31 bila dilihat dari banyaknya aliran sungai serta anak sungai yang mengaliri wilayah usaha peternakan. Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia adalah faktor penting untuk keberlangsungan usaha pengembangan peternakan sapi potong, karena semua rencana dan keputusan pengembangan peternakan tergantung dari kualitas sumberdaya manusiannya. Umur, pendidikan dan pengalaman beternak mampu mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia terhadap pengembangan usahaternak sapi potong. Penduduk di Kabupaten Garut berdasarkan umur sebagian besar termasuk kelompok umur produktif yaitu sebesar 58,64 %, umur produktif tersebut berkisar diantara tahun. Penduduk yang termasuk penduduk tidak produktif berumur <15 tahun sebesar 34,10 % dan penduduk kurang produktif dengan umur >59 tahun sebesar 7,26 %. Penduduk di Kabupaten Garut dengan umur produktif yang lebih besar dapat dijadikan potensi untuk pengembangan ternak. Karakteristik penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 7 dan sebaran penduduk Kabupaten Garut dapat dilihat pada lampiran 2. Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis kelamin di Kabupaten Garut Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah Umur (Tahun) Orang % Orang % Orang % <15 (muda) (Sedang) >59 (Tua) ,10 58,64 7, ,10 58,64 7, ,10 58,64 7,26 Jumlah Sumber : Garut Dalam Angka, 2005 Berdasarkan hasil penelitian, pada Tabel 8 umur peternak berkisar diantara 28 sampai 63 tahun (Lampiran 3). Sebagian besar peternak berada dalam kelompok usia produktif (15-55 tahun), yaitu sebanyak 50% dengan umur diantara 40 tahun sampai 51 tahun dan 30% berkisar diantara 28 tahun sampai 39 tahun. Kisaran umur ini sangat baik karena pada saat usia produktif peternak memiliki kondisi fisik serta kemampuan berfikir yang baik, sehingga masih memungkinkan bagi peternak untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dalam memlihara sapi potong.

32 Tabel 8. Kategori Umur Responden Kategori Umur Jumlah (tahun) (orang) (%) (muda) (sedang) (tua) 6 20 Sumber : Peternak (diolah) Kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang ditempuh, karena berpengaruh terhadap manajemen usaha dan kemampuan peternak dalam mengadopsi informasi dan teknologi baru. Persentase pendidikan yang ditamatkan penduduk Kabupaten Garut dapat dilihat pada Tabel 9, perbandingan persentase pendidikan laki-laki dan perempuan rata-rata hampir sama dari tingkat SD sampai SLTP, namun tingkat SLTA ke atas memiliki perbedaan karena laki-laki lebih banyak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Adapun proporsi yang paling besar rata-rata pada penduduk tingkat SD yaitu diatas 40 % dan tidak tamat SD diatas 30 %, menunjukan bahwa rata-rata penduduk Kabupaten Garut masih berpendidikan rendah. Pendidikan yang rendah akan berpengaruh terhadap kecepatan adopsi peternak terhadap teknologi yang baru dan motivasi untuk mengembangkan peternakan, tetapi dapat diminimalisir dengan mengadakan pelatihan atau penyuluhan yang berkesinambungan. Persentase Pendidikan Penduduk Kabupaten Garut dapat dilihat dalam Tabel 9. Data pada Tabel 9 selaras dengan hasil penelitian (Tabel 10), mayoritas peternak masih pada tingkat pendidikan rendah. Proporsi yang lebih besar pada tingkat pendidikan tamat SD yaitu sebesar 50 %, hal ini akan menghambat adopsi inovasi terhadap perkembangan teknologi informasi sehingga memerlukan penyuluhan dan pelatihan yang berkesinambungan. Tabel 9. Persentase Pendidikan Penduduk Kabupaten Garut Kriteria Laki-laki Perempuan Orang % Orang % Tidak tamat SD Tamat SD/MI/sderajat Tamat SLTP/MTs/Sederajat/Kejuruan Tamat SMU/SMA/sederajat Tamat SMK Diploma I/II Diploma III/ Sarjana ,86 40,83 12,78 7,97 4,08 0,94 0,47 1, ,42 42,31 12,51 5,47 2,26 0,48 0,07 0,48 Sumber : BPS Garut, 2005

33 Proporsi terbesar kedua masih pada tingkat tamat SLTP sebesar 26,66 %, namun peternak ada yang merupakan lulusan dari perguruan tinggi, sehingga dapat membantu peternak lain yang masih berpendidikan rendah untuk menerima informasi terbaru atau mengadopsi teknologi baru untuk memajukan peternakannya. Tabel 10. Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) (%) Tidak tamat SD 2 6,67 Tamat SD 15 50,00 Tamat SLTP 8 26,66 Tamat SMU 2 6,67 Perguruan Tinggi 3 10,00 Sumber : Peternak (diolah) Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan peternak dalam usaha peternakannya adalah lama pengalaman peternak dalam menjalankan usahaternaknya, semakin banyak pengalaman beternak akan semakin memudahkan peternak, yaitu dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan proses manajemen usahaternaknya. Sebagian besar usaha pemeliharaan sapi potong dilakukan secara turun-temurun dari orang tua mereka, sehingga peternak sudah mulai mengetahui cara beternak sejak usia dini. Selain pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan dari orang tua, teman peternak dan pengalaman beternak, peternak juga mendapatkan tambahan pengetahuan dari penyuluh dinas peternakan setempat. Hasil penelitian menunjukan pengalaman beternak yang dimiliki cukup lama yaitu sampai 12 tahun, pengalaman yang cukup lama dalam beternak sapi potong memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi peternak untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Sebagian peternak masih ada yang belum lama atau baru memulai usahaternak sapi potongnya, hal itu menunjukan bahwa usahaternak sapi potong masih menguntungkan untuk diusahakan. Kategori pengalaman peternak dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 menunjukan pengalaman peternak berkisar diantara 4 12 tahun, umumnya peternak sudah cukup lama beternak sapi potong yaitu sebanyak 12 orang peternak sudah beternak selama 7 9 tahun (40%), dan ada yang sudah mencapai tahun pengalaman beternak sapi potong (30%). Pengalaman yang lama dapat membantu peternak dalam menjalankan usahaternaknya, karena pengalaman yang

34 lama akan mempermudah proses keputusan dalam hal manajemen usahanya atau lebih terampil, dan mengetahui dengan cepat adanya masalah karena sudah berpengalaman. Tabel 11. Kategori Pengalaman Responden Kategori Pengalaman Jumlah Peternak (Tahun) (Orang) (%) 4-6 (Baru) (Sedang) (Lama) 9 30 Teknologi Ternak sapi potong yang sehat dan memiliki pertumbuhan yang baik, bisa didapatkan melalui pemeliharaan dan perawatan dengan baik. Pemeliharaan dan perawatan akan lebih baik jika menggunakan teknologi yang terbaik, supaya mendapatkan hasil yang maksimal. Peternakan di Kabupaten Garut umumnya masih menggunakan cara tradisional dilihat dari cara pemeliharaan dan sarananya, seperti perkandangan, peralatan yang digunakan, penanggulangan penyakit, dan cara pemberian pakan serta obat-obatan. Teknologi yang sudah cukup berkembang adalah teknologi dalam bidang perkawinan, peternak sudah menggunakan teknik Inseminasi Buatan untuk perkembangbiakan ternaknya. Hasil penelitian menunjukan kandang umumnya menggunakan genteng atau asbes dengan lantai semen dan kayu, sedangkan dinding terbuat dari tembok atau kayu. Peternak yang menggunakan atap genteng (86,67%) dan atap asbes (13,33%). Lantai kandang banyak menggunakan semen (83,33%) tetapi ada yang menggunakan semen kemudian ditambah kayu supaya hangat (10%) dan lantai menggunakan kayu (6,67%). Jenis bahan dinding yang digunakan oleh peternak sebagian besar menggunakan tembok (93,33%) dan menggunakan jenis kayu (6,67%). Kandang sapi potong dibangun tidak jauh dari pemukiman, sekitar m dari rumah peternak bahkan ada yang membangun di sebelah rumah. Bangunan kandang yang tidak jauh dari pemukiman, dibuat sengaja oleh peternak untuk memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dan pupuk untuk lahan pertaniannya.

35 Masing-masing peternak umumnya sudah mampu membangun penampungan biogas sendiri (90%), teknologi biogas sudah digunakan peternak setelah mendapatkan pelatihan dari Dinas peternakan. Perlengkapan kandang atau peralatan yang digunakan untuk ternak sapi potong masih sederhana. Perlengkapan yang disediakan terutama adalah tempat pakan dan minum, sedangkan perlengkapan pembersihnya meliputi sekop, sapu lidi, selang air, sikat, ember, dan kereta dorong. Perlengkapan yang lain adalah tali untuk mengikat ternak dan untuk keperluan lain. Peternakan di Kabupaten Garut umumnya adalah usahaternak penggemukan. Sistem penggemukan yang dilakukan peternak adalah dengan cara dipelihara di dalam kandang terus-menerus dalam periode tertentu. Kebiasaan peternak mengkandangkan ternak sapi potongnya terus-menerus, supaya memudahkan pemeliharaan dan pemberian pakan oleh peternak. Selain itu pengandangan sapi potong terus-menerus dilakukan supaya ternak tidak terlalu banyak beraktifitas berat, ternak diberi pakan dan minum dengan harapan ternak dapat cepat tumbuh dan bobotnya bertambah. Pakan dan minum diberikan secara teratur dan sesuai kebutuhan, supaya didapatkan nilai ekonomis yang baik dan tidak berlebihan. Pakan yang diberikan adalah hijauan dan jerami serta pakan penguat berupa konsentrat. Sebagian peternak tidak menambahkan pakan lain selain rumput pada ternaknya, namun ada yang menambahkan bahan lain berupa konsentrat atau ampas tahu. Pakan diberikan pada ternak langsung, biasanya dua kali sehari yaitu setiap pagi dan pada sore hari. Faktor yang dapat menghambat perkembangan peternakan sapi potong salah satunya adalah masalah penyakit yang biasa menyerang pada sapi potong. Peternak menumbuhkan minatnya dalam usaha pencegahan dan pembasmian penyakitpenyakit yang biasa berjangkit didaerahnya, dengan mengkonsultasikannya kepada dinas yang terkait atau langsung ke dokter hewan. Penyakit yang menyerang pada umumnya hanya penyakit kembung dan demam tiga hari sehingga pengobatannya tidak terlalu susah, cukup dengan memberikan obat-obatan tradisional. Obat yang biasa dipakai oleh peternak adalah telur dicampur dengan mentega dan madu atau gula, tetapi jika tidak diketahui penyebabnya maka akan menghubungi dokter hewan.

36 Modal Pengembangan usahaternak sapi potong mempunyai beberapa kendala dalam pelaksanaannya, salah satunya adalah masalah permodalan. Peternak kesulitan mencari modal terutama peminjaman kredit terhadap lembaga keuangan yang ada, karena peternak merasa keberatan dengan syarat agunan yang diberikan oleh lembaga keuangan. Permodalan yang digunakan oleh peternak bersumber dari modal sendiri, sistem gaduh atau ada bantuan dari pemerintah. Pada umumnya, peternak menggunakan modal sendiri (66,67%) karena kesulitan memperoleh modal. Permasalahan modal ini dapat menghambat perkembangan usahaternak sapi potong di Kabupaten Garut, karena perternak hanya akan berusahaternak dalam skala kecil saja. Peternak yang tidak mempunyai modal menggunakan cara lain, yaitu mengandalkan kemampuan dan pengalamannya dalam memelihara sapi potong dengan cara sistem gaduh (33,33%). Pembagian hasil dalam sistem gaduh sesuai dengan kesepakatan bersama. Program pemerintah untuk membantu pengembangan peternakan sapi potong di Kabupaten Garut, dengan cara mengadakan penyebaran ternak di sentra-sentra sapi potong di masing-masing kecamatan, harapannya dengan program ini maka penyebaran ternak semakin luas. Untuk peternak yang menjadi sampel kebetulan belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Terkait dengan modal penyebaran ternak yang dilakukan masih dalam jumlah kecil, saat ini pemerintah sedang mencoba mensosialisasikan kepada peternak dan perusahaan untuk mengadakan kerjasama. Kelembagaan Kelembagaan merupakan salah satu faktor yang cukup mendukung pengembangan peternakan, keberadaannya dapat mempermudah pelaksanaan pengembangan ternak sapi potong. Kelembagaan yang baik dapat memberikan pelayanan yang baik dan maksimal terhadap kebutuhan peternak yang ada di lapangan. Kelembagaan peternakan mencakup kelembagaan di kalangan pemerintah dan kalangan peternak. Kalangan pemerintah, kelembagaan yang berkaitan adalah Dinas Peternakan Kabupaten Garut. Peran yang dimiliki Kelembagaan sangat

37 penting sekali, karena berawal dari program dan kebijakan yang diambil akan menentukan arah pengembangan peternakan yang inginkan. Pemerintah menyediakan yang dibutuhkan oleh peternak, bisa berupa fasilitas atau jasa lainnya. Fasilitas yang disediakan pemerintah seperti rumah potong hewan, pasar hewan, pos pelayanan IB, pelayanan kesehatan ternak, jalur trasportasi dan banyak lainnya. Fasilitas kelembagaan ini harus senantiasa dikembangkan dan difungsikan secara optimal. Rumah potong hewan yang tersedia di Kabupaten Garut dengan status dikelola pemerintah berjumlah empat rumah potong, yaitu rumah potong hewan Ciawitali, rumah potong hewan Wanaraja, rumah potong hewan Limbangan dan rumah potong hewan Cikajang, sedangkan rumah potong hewan yang dikelola oleh non pemerintah berjumlah sebelas rumah potong hewan, contoh diantaranya adalah rumah potong hewan Malangbong, rumah potong hewan Leles dan rumah potong hewan Bungbulang. Keberadaan rumah potong hewan berdekatan dengan pasar tradisional dikarenakan produk yang dihasilkan dari sapi potong berupa daging, harus cepat dipasarkan untuk dapat diperjualbelikan. Selain itu, supaya proses pemasaran produk sapi potong dapat dipasarkan secara terjangkau dan diketahui oleh masyarakat. Produk-produk sapi potong yang akan dipasarkan keluar daerah, dapat menggunakan jalur transportasi yang sudah dibuat oleh pemerintah. Terminalterminal dan jalan sudah dibuat dengan baik, sehingga dapat mencapai pelosokpelosok daerah yang dihuni oleh peternak-peternak sapi potong serta dapat memudahkan mencapai daerah di sekitar Kabupaten Garut. Pelayanan yang dapat mendukung usaha peternak dari pemerintah yaitu dalam bidang kesehatan, dengan dibangun pos pelayanan untuk Inseminasi Buatan dan pos kesehatan hewan. Saat ini pos pelayanan untuk Inseminasi Buatan baru berada di tiga tempat, yaitu kecamatan Cikajang, Caringin dan Selaawi dan untuk pos kesehatan hewan baru berjumlah satu tempat, yaitu di kecamatan Cikajang. Tujuan pelayanan kesehatan hewan itu sendiri adalah mendekatkan pelayanan kesehatan hewan dari pemerintah kepada peternak melalui kegiatan diagnosa penyakit, pengobatan, penanganan masalah reproduksi, penyuluhan kesehatan hewan dan melakukan pemantauan terhadap perkembangan kesehatan peternakan.

38 Kelembagaan dikalangan peternak yang penting adalah kompok peternak. Kelompok peternak merupakan sarana kelembagaan yang bagus karena dapat memudahkan pemerintah untuk mensosialisaikan programnya, seperti penyuluhan atau penyaluran bantuan. Selain itu kelompok peternak ini dapat memperkuat posisi peternak dalam menjalankan usahanya, misalkan dalam hal tawar menawar harga dengan bandar pengumpul supaya terjadi kebersamaan harga. Saat ini kelompok peternak sapi potong di Kabupaten Garut berjumlah tiga puluh kelompok peternak. Kelembagaan pemerintah dan peternakan bekerjasama dalam menjalankan program masing-masing, sehingga dapat mempermudah proses pengembangan peternakan. Program pemerintah dapat dijalankan dengan bantuan kelompok ternak, misalkan dengan mengadakan pelatihan, penyuluhan, sosialisasi teknologi baru atau menyampaikan aturan baru dalam proses usaha peternakan. Kelompok ternak sendiri dapat menyampaikan keluhan atau keinginannya kepada pihak pemerintah, melalui perwakilan dari kelompok supaya lebih mudah dan didapatkan hasil yang lebih baik. Wilayah Basis Pengembangan Ternak Sapi Potong Wilayah basis pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Garut adalah wilayah kecamatan yang mempunyai tingkat populasi ternak sapi potong relatif lebih banyak dibandingkan kecamatan lainya. Menurut hasil perhitungan Location Quation (LQ), dari 42 kecamatan di Kabupaten Garut hanya ada 8 kecamatan yang termasuk wilayah basis. Delapan wilayah kecamatan tersebut diantaranya Kecamatan Caringin, Bungbulang, Mekarmukti, Cikelet, Pameungpeuk, Cibalong, Cisompet dan Malangbong. Wilayah basis populasi usahaternak di Kabupaten Garut diperlihatkan pada Tabel 12. Tabel 12. Wilayah Basis dengan Nilai LQ 1 di Kabupaten Garut No Kecamatan Nilai LQ Pameungpeuk Mekarmukti Malangbong Cibalong Cikelet Caringin Bungbulang Cisompet 16,96 8,57 6,11 5,36 3,27 2,03 1,91 1,30

39 Tabel 12 menunjukan bahwa Kecamatan Pameungpeuk mempunyai nilai LQ lebih besar dibandingkan wilayah kecamatan lain (16,96), dapat dikatakan bahwa Kecamatan Pameungpeuk mempunyai jumlah populasi ternak sapi potong relatif lebih banyak dibandingkan kecamatan lainnya. Sedangkan kecamatan yang merupakan wilayah non basis dibagi menjadi dua kategori, yaitu kecamatan non basis ada ternak sapi potong dan wilayah non basis tanpa ternak sapi potong. Hasil perhitungan analisis LQ, didapatkan wilayah kecamatan non basis ada ternak sapi potong berjumlah 16 kecamatan dan wilayah kecamatan non basis tanpa ternak sapi potong berjumlah 18 kecamatan. Selengkapnya wilayah non basis ditunjukan dalam Tabel 13. Tabel 13. Wilayah non basis dengan Nilai LQ<1 di Kabupaten Garut No Wilayah Non Basis Ada Ternak Wilayah Non Basis Tanpa Ternak No Kecamatan Nilai LQ Kecamatan Nilai LQ 1 Pamulihan 0,26 17 Cisewu 0,00 2 Pakenjeng 0,23 18 Talegong 0,00 3 Cilawu 0,42 19 Peundeuy 0,00 4 Tarogong Kidul 0,05 20 Singajaya 0,00 5 Tarogong Kaler 0,12 21 Cihurip 0,00 6 Garut Kota 0,34 22 Cikajang 0,00 7 Karangpawitan 0,31 23 Banjarwangi 0,00 8 Wanaraja 0,48 24 Bayongbong 0,00 9 Sucinaraja 0,22 25 Cigedug 0,00 10 Pangatikan 0,21 26 Cisurupan 0,00 11 Sukawening 0,13 27 Sukaresmi 0,00 12 Leles 0,15 28 Semarang 0,00 13 Leuwigoong 0,13 29 Pasirwangi 0,00 14 Cibatu 0,13 30 Karangtengah 0,00 15 Limbangan 0,27 31 Banyuresmi 0,00 16 Selaawi 0,44 32 Kersamanah 0,00-33 Cibiuk 0,00-34 Kadungora 0,00 Nilai LQ didapatkan melalui perbandingan jumlah populasi ternak sapi potong di wilayah kecamatan yang satu dengan kecamatan lainnya. Pada wilayah non basis ada tenak mempunyai nilai kurang dari 1 karena wilayah non basis ada ternak mempunyai jumlah populasi sapi potong meskipun hanya sedikit, sedangkan jumlah sapi potong di wilayah tanpa ternak tidak mempunyai nilai atau nol karena tidak ada ternak sapi potong sama sekali. Pengelompokan wilayah basis dan wilayah non basis dapat dilihat pada Gambar 2. Selengkapnya perhitungan nilai LQ per kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 4.

40 Keterangan : Wilayah basis = LQ 1 Wilayah Non Basis ada ternak sapi potong = LQ<1 Wilayah Non Basis tanpa ternak sapi potong = LQ<1 Gambar 2. Pengelompokan Wilayah Basis dan Non Basis Kabupaten Garut Berdasarkan Nilai LQ

41 Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia adalah seberapa besar suatu wilayah berpotensi untuk menambah populasi ternak ruminansia berdasarkan ketersediaan hijauan makanan ternak di wilayah tersebut. Secara umum nilai KPPTR dipengaruhi oleh luas lahan pertanian, luas panen, dan populasi riil ternak ruminansia. Di lapangan upaya yang dilakukan pertama kali dalam pengembangan peternakan adalah peningkatan populasi ternak, sehingga dipilih daerah-daerah yang bernilai KPPTR positif karena berpotensi untuk peningkatan populasi ternak. Berdasarkan hasil perhitungan KPPTR, wilayah kecamatan di Kabupaten Garut seluruhnya mempunyai nilai KPPTR yang positif (selengkapnya pada lampiran 9). Jika dihubungkan dengan analisis LQ, maka dihasilkan 8 wilayah kecamatan yang bernilai KPPTR positif dengan nilai LQ 1 yaitu kecamatan Bungbulang, Mekarmukti, Caringin, Cibalong, Cikelet, Cisompet, Pameungpeuk dan Malangbong. Wilayah yang mempunyi nilai KPPTR positif dengan kategori nilai LQ 1 dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Nilai KPPTR Positif di Wilayah Kabupaten Garut yang Bernilai LQ 1 No Kecamatan Potensi Hijauan (ton/thn) Nilai KPPTR (ST) Bungbulang Caringin Cibalong Cikelet Cisompet Pameungpeuk Malangbong Mekarmukti , , , , , , , , , , , , , , , ,96 Berdasarkan Tabel 14, wilayah kecamatan Bungbulang, Caringin, Cibalong, Cikelet, Cisompet, Pameungpeuk, dan Malangbong, masih bisa menampung populasi ternak ruminansia, karena ketersediaan hijauan makanan ternak masih mencukupi sebagai pakan bagi ternak, misalnya kecamatan Bungbulang yang memiliki nilai KPPTR sebesar ,24 ST masih mampu menampung ternak ruminansia sebanyak ,25 satuan ternak karena memiliki potensi hijauan sebesar ,62 ton/thn.

42 Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong Tabel 15. Kelompok Wilayah Pengembangan Peternakan Sapi Potong Berdasarkan Nilai LQ dan Nilai KPPTR No Kelompok Kategori Wilayah Kecamatan 1 I LQ 1 dan KPPTR positif Cikelet Cisompet Caringin Bungbulang Pameungpeuk Cibalong Malangbong Mekarmukti 2 II LQ < 1 dan KPPTR positif Peundeuy Banjarwangi Cisewu Talegong Pamulihan Pakenjeng Cihurip Semarang Wanaraja Sucinaraja Pangatikan Sukawening Karangtengah Banyuresmi Leuwigoong Cibatu Cibiuk Kadungora Limbangan Selaawi Singajaya Cikajang Cilawu Bayongbong Cisurupan Pasirwangi Tarogong Kidul Tarogong Kaler Garut Kota Karangpawitan Leles Kersamanah Cigedug sukaresmi

43 Berdasarkan hasil pengolahan data dalam Tabel 15 serta rekomendasi Dinas Peternakan Kabupaten Garut, penelitian difokuskan pada wilayah yang mempunyai nilai KPPTR positif karena dianggap lebih fokus pada pengembangan peternakan sapi potong yang dipantau oleh Dinas Peternakan dan masih mempunyai persediaan hijauan. Mempertimbangkan kelancaran penelitian dan kemampuan peneliti, dipilih wilayah kecamatan yang termasuk sentra sapi potong dan dekat dengan sumber informasi data. Pada Tabel 15 kelompok wilayah pengembangan ternak sapi potong berdasarkan perhitungan nilai analisis LQ dan analisis KPPTR dibagi menjadi dua kategori kelompok. Kelompok I dengan kategori nilai LQ 1 dan KPPTR positif, yaitu wilayah yang merupakan basis pengembangan dan masih mempunyai kemampuan untuk menambah populasi ternak berdasarkan jumlah hijauan makanan ternak yang tersedia. Kelompok II dengan kategori LQ < 1 dan nilai KPPTR positif, adalah daerah yang bukan termasuk wilayah basis karena jumlah ternak populasi ternak sapi potong relatif lebih sedikit dibandingkan wilayah lain, tetapi wilayah ini masih mampu menambah jumlah populasi ternak sapi potong karena jumlah hijauan makanan ternak masih banyak. Pengelompokan wilayah pengembangan ternak sapi potong di Kabupaten Garut berdasarkan perhiyungan nilai LQ dan KPPTR dapat dilihat dalam Gambar 3.

44 Keterangan : KPPTR Positif dengan Nilai LQ 1 KPPTR Positif dengan Nilai LQ <1 Gambar 4. Pengelompokan Wilayah Pengembangan Ternak Sapi Potong Kabupaten Garut berdasarkan Nilai KPPTR dan LQ

IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT

IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT IDENTIFIKASI WILAYAH PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN GARUT SKRIPSI SANDY KARTIWA SUTISNA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SANDY

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI AYU PRIHARDHINI SEPTIANINGRUM PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA ANALISIS PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH (Studi Kasus di Perusahaan X, Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor) SKRIPSI SHCYNTALIA HERTIKA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar yang

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Tempat penelitian dilakukan di Kecamatan Kuok Kabupaten Kampar yang terdiri dari sembilan desa. Waktu penelitian akan dilaksanakan mulai bulan September

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA

ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA ANALISIS POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN DI KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK DOMBA SKRIPSI YULIDA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA PETERNAIUN KABUPATEN TASIKMALAYA SEBAGAI WILAYAH PENGEMBANGAN TERNAK SAP1 POTONG

ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA PETERNAIUN KABUPATEN TASIKMALAYA SEBAGAI WILAYAH PENGEMBANGAN TERNAK SAP1 POTONG 9 ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA PETERNAIUN KABUPATEN TASIKMALAYA SEBAGAI WILAYAH PENGEMBANGAN TERNAK SAP1 POTONG IDA ROSIDA PROGRAM STUD1 SOSIAL EICONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI

ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETERNAK ANGGOTA KPSBU LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI YENI MARLIANI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Keadaan Umum Kecamatan Pati HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kabupaten Pati Kabupaten Pati merupakan salah satu dari 35 daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah, terletak diantara 110 50` - 111 15` Bujur Timur dan 6 25` - 7 00` Lintang

Lebih terperinci

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN

Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN LAMPIRAN Lampiran 1. Form Kuesioner Wawancara Peternak Nomor : Nama pewancara : Tanggal : KUESIONER PETERNAK SAPI BALI DI DESA PA RAPPUNGANTA KABUPATEN TAKALAR, SULAWESEI SELATAN I. Identitas Responden

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY

PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERSUTERAAN ALAM DI KECAMATAN RANCAKALONG, KABUPATEN SUMEDANG SKRIPSI ACHMAD SUBANDY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 47 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak geografis, topografi, dan pertanian Kabupaten Lampung Selatan Wilayah Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI ELIS NURFITRI

SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI ELIS NURFITRI SISTEM PEMELIHARAAN DAN PRODUKTIVITAS SAPI POTONG PADA BERBAGAI KELAS KELOMPOK PETERNAK DI KABUPATEN CIAMIS SKRIPSI ELIS NURFITRI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP

SKRIPSI. Oleh : Desvionita Nasrul BP TINGKAT ADOPSI INOVASI PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO DALAM PAKAN TERNAK SAPI POTONG ( Studi Kasus Pada Kelompok Tani Karya Abadi Sungai Buluh, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman ) SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016. 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan umum daerah penelitian meliputi, keadaan administratif daerah, tata guna lahan, dan mata pencaharian penduduk. Keadaan umum didapat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o PEMBAHASAN I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian A. Kondisi Fisik Alami Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o LS serta 119 o 42 o 18 o BT 120 o 06 o 18 o BT yang terdiri

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor)

ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) ANALISIS FINANSIAL USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Studi Kasus Peternakan HMB Agro, Desa Sukajaya Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor) SKRIPSI FAJAR MUTAQIEN PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Wilayah Desa Jogonayan 1. Kondisi Geografis dan Administrasi Jogonayan merupakan salah satu desa dari 16 desa yang ada di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Petir, sebelah Selatan berbatasan dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan konsumsi daging dan produk-produk peternakan dalam negeri semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan dan daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ADITYA HADIWIJOYO.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI HESTI INDRAWASIH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG Rohmad Budiono 1 dan Rini Widiati 2 1 Balai Pengkajian Teknoogi Pertanan Jawa Timur 2 Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

VI. GAMBARAN WILAYAH, KARAKTERISTIK PETERNAKAN SAPI POTONG DAN RESPONDEN PENELITIAN

VI. GAMBARAN WILAYAH, KARAKTERISTIK PETERNAKAN SAPI POTONG DAN RESPONDEN PENELITIAN 93 VI. GAMBARAN WILAYAH, KARAKTERISTIK PETERNAKAN SAPI POTONG DAN RESPONDEN PENELITIAN 6.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Agam merupakan salah satu kabupaten yang terletak di provinsi Sumatera

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV.1. Keadaan Geografis Watang Pulu adalah salah satu dari 11 kecamatan di Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, Indonesia. Kecamatan Wattang Pulu terletak

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya masing-masing. Karakteristik antara satu wilayah dengan wilayah lainnya memiliki perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA ANALISIS PENDAPATAN PETERNAK AYAM RAS PEDAGING POLA KEMITRAAN INTI-PLASMA (Studi Kasus Peternak Plasma dari Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat) SKRIPSI MUHAMAD LUCKY MAULANA

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG

HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG HUBUNGAN AKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN PETERNAK SAPI POTONG Kasus pada Kelompok Ternak Lembu Jaya dan Bumi Mulyo Kabupaten Banjarnegara SKRIPSI TAUFIK BUDI PRASETIYONO PROGRAM

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN KUANTAN TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

SKRIPSI ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN KUANTAN TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI SKRIPSI ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN KUANTAN TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Oleh : Yuliandri 10981006594 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Piyaman merupakan salah satu Desa dari total 14 Desa yang berada di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Desa Piyaman berjarak sekitar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan suatu negara tidak terlepas dari sektor pertanian dan subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem pembangunannya berjalan baik ketika pembangunan sektor-sektor

Lebih terperinci

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong

Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Ternak Sapi Potong, Untungnya Penuhi Kantong Sampai hari ini tingkat kebutuhan daging sapi baik di dalam maupun di luar negeri masih cenderung sangat tinggi. Sebagai salah satu komoditas hasil peternakan,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Profil Kabupaten Ngawi 1. Tinjauan Grafis a. Letak Geografis Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah.

Lebih terperinci