PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS KELINCI REX PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS KELINCI REX PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR"

Transkripsi

1 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS KELINCI REX PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, 31 Oktober 2014 Galih Ari Wirawan Siregar NIM D

4

5 RINGKASAN GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR. Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda. Dibimbing oleh HENNY NURAINI dan BRAM BRAHMANTIYO. Rumpun kelinci Rex merupakan salah satu bangsa kelinci yang dikembangkan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) sebagai plasma nutfah kelinci di Indonesia. Bangsa kelinci ini memiliki proporsi tubuh yang baik, berukuran tubuh medium, jumlah anak perkelahiran 5 ekor dan memiliki pertulangan yang ringan dan kulit yang tipis sehingga menghasilkan persentase karkas cukup baik. Di negara beriklim tropis seperti Indonesia, kelinci umumnya dipanen ketika dewasa pada umur diatas 16 minggu. Data umur potong optimal pada kelinci dapat dijadikan sebagai acuan saat pemotongan yang baik dan dapat dijadikan ukuran standar di Indonesia untuk efisiensi pemeliharaan. Kelinci Rex berkelamin jantan digunakan pada penelitian ini diperoleh dari induk yang beranak 6 ekor. Ransum penelitian mengandung protein sebesar 18 %, energi metabolis sebesar 2750 kkal kg -1 dan serat kasar sebesar 14 %. Tipe pemeliharaan secara intensif pada kandang kawat, ukuran kandang indukan memiliki panjang 75 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 cm, anak lepas sapih berukuran panjang 75 cm, lebar 45 cm dan tinggi 45 cm. Pengamatan pertumbuhan, produktivitas komponen karkas dan non karkas dilakukan pada masing-masing perlakuan umur potong yaitu umur potong 10, 12, 14 dan 16 minggu. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dan data bobot sapih, bobot potong, data komponen karkas dan non karkas dikoreksi dengan analisis kovarian lalu dilakukan uji lanjut dengan uji duncan. Hasil penelitian menunjukkan umur potong berpengaruh terhadap bobot potong, bobot karkas, bobot daging dan persentase daging dan tulang. Pertumbuhan komponen non karkas seperti kepala, kaki, saluran pencernaan dan kulit dipengaruhi oleh umur potong. Proporsi daging dari bobot potong kelinci tertinggi pada umur 12 minggu. Kelinci Rex dengan umur potong 12 minggu menghasilkan pertumbuhan, bobot potong, dan produktivitas karkas yang optimal. Kata kunci: Kelinci, Rex, Umur Potong, Karkas, Non Karkas.

6

7 SUMMARY GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR. Growth and Carcass Production of Rex Rabbits at Different Age of Slaughter. Supervised by HENNY NURAINI and BRAM BRAHMANTIYO. Indonesian reseach institute for animal production were developed Rex rabbit as animal genetic resources. Rex rabbit have good body comformation, medium on body size and light on bone and skin, which resulting on good dressing precentage. In tropical countries such as Indonesia, rabbits generally harvested when mature at the age of over 16 weeks. The data of the optimum slaughter age of rabbits can used as a standard measurement for slaughter rabbit in Indonesia. Male Rex rabbits were used in this study was obtained from doe that had litter size six kits. Ration in this research were containing 18 % crude protein, 2750 kkal kg -1 of metabolize energy and 14 % crude fiber. Rabbits were raised on wire cage, size of doe s cage had a 75 cm of length, 60 cm of width and 40 cm of high, weaning rabbit cage had a 75 cm of length, 45 cm width and 45 cm high. Weekly body weight, carcass and non carcass components on each treatment (slaughter age at 10, 12, 14 and 16 weeks of age) were analyzed. Data were analyzed using completely randomized design. The data of weaning weight, slaughter weight, carcass and non carcass component data and non-carcass were corrected by covariance analysis and a further test with Duncan Multiple Range Test. The results showed that slaughter age were effected on slaughter weight, carcass weight, meat weight and percentage of meat and bone. The growth of noncarcass components such as heads, feet, gastrointestinal tract and skin are affected by age. The highest of proportion of meat from rabbits were slaughtered at at 12 weeks of age. Optimum production of Rex rabbit were slaughtered at 12 weeks of age (growth, slaughter weight, and carcass production). Keywords : Rabbit, Rex, Slaughter Age, Carcass, Non Carcass.

8

9 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10

11 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KARKAS KELINCI REX PADA UMUR POTONG YANG BERBEDA GALIH ARI WIRAWAN SIREGAR Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Rudy Priyanto

13 Judul Tesis Nama Nim : Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda : Galih Ari Wirawan Siregar : D Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Henny Nuraini, MSi Ketua Dr Ir Bram Brahmantiyo, MSi Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Salundik, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal Ujian: 22 Agustus 2014 Tanggal Lulus:

14

15 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia dan rahmat-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 adalah potensi kelinci Rex dengan judul Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Henny Nuraini, MSi dan Dr Ir Bram Brahmantiyo, MSi selaku pembimbing. Penghargaan penulis sampaikan kepada Balai Penelitian Ternak Ciawi, Beasiswa Unggulan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Indonesia dan Beasiswa Tesis dan Disertasi Dalam Negeri Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan yang telah membantu pendanaan penelitian serta keluarga besar kandang kelinci penelitian Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Ciawi yang telah membantu pengumpulan data penelitian. Ungkapan terimakasih kepada ayahanda Ramli Siregar, ibunda Susilawardhani, kakanda Akhmad Baja Siregar, Wesi Swara Gumilang Siregar dan adinda Sigit Dian Sasmita Siregar atas segala doa dan perhatian yang diberikan kepada penulis. Terimakasih kepada keluarga besar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan, rekan-rekan Pascasarjana angkatan 2011 dan 2012 atas dukungannya, Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, 31 Oktober 2014 Galih Ari Wirawan Siregar

16 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xi 1 PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan dan Pendekatan Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 3 Hipotesis Penelitian... 3 Luaran yang Diharapkan METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... 4 Materi Penelitian... 4 Prosedur Penelitian... 4 Peubah yang diamati... 5 Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Ternak Kelinci... 8 Komponen Karkas Komponen Non Karkas KESIMPULAN Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA... 17

17 xi DAFTAR TABEL 1 Catatan pertumbuhan dan reproduksi bangsa kelinci Rex 9 2 Rataan bobot lahir, bobot sapih dan bobot potong 9 3 Rataan nilai bobot komponen karkas 11 4 Rataan persentase komponen karkas 12 5 Rataan bobot komponen non karkas 14 6 Rataan bobot komponen non karkas 14 DAFTAR GAMBAR 1 Komponen komersial karkas 6 2 Kurva pertumbuhan kelinci Rex umur 10, 12, 14 dan 16 minggu 10 DAFTAR LAMPIRAN 1 Form/Borang Pertumbuhan Kelinci Rex 20 2 Sidik Ragam Pertumbuhan kelinci Rex 21 3 Sidik Ragam Komponen karkas 22 4 Sidik Ragam Komponen non karkas 23

18

19 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelinci di Indonesia digunakan sebagai ternak peliharaan dan ternak konsumsi. Pasar dari produk kelinci di Indonesia dominan berada di Pulau Jawa seperti di Lembang (Jawa Barat), Tawangmangu (Jawa Tengah), Sarangan dan Batu (Jawa Timur) (Priyanti dan Raharjo 2012). Kelinci yang diternakkan saat ini berasal dari kelinci liar yang telah mengalami domestikasi. Kelinci merupakan ternak penghasil protein hewani, kelinci juga memiliki potensi biologis tinggi seperti kemampuan reproduksi tinggi, perkembangbiakan cepat, tingkat pertumbuhan yang tinggi, interval kelahiran yang pendek, masa panen yang cepat, lahan pemeliharaan yang kecil, penggunaan pakan secara efisien dan kemampuan untuk memanfaatkan hijauan dan limbah pertanian maupun industri pangan (Hernandez dan Rubio 2001). Kelinci mempunyai potensi dalam menghasilkan daging, dalam satu tahun kelinci dapat menghasilkan 200 kg daging dari satu ekor jantan dengan 4 ekor betina siap kawin, sedangkan pada sapi dengan berat badan awal 250 kg ekor -1 untuk mencapai penambahan produksi daging dengan jumlah yang sama dapat dicapai dalam waktu satu setengah tahun (Ensminger and Olentine 1978). Data DITJENNAK tahun 2012 menyatakan pemenuhan kebutuhan daging yang berasal dari ternak kelinci di Indonesia dari tahun 2010 sampai tahun 2011 meningkat sebesar 71 % atau sekitar ekor. Rumpun kelinci Rex didatangkan dari Amerika ke Indonesia pada tahun Rumpun kelinci ini merupakan salah satu bangsa kelinci yang dikembangkan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) sebagai plasma nutfah kelinci pedaging di Indonesia (Raharjo dan Brahmantiyo 2013). Rumpun kelinci ini memiliki proporsi tubuh yang baik, berukuran tubuh medium, bagian belakangnya membulat, kaki belakangnya kuat, tulang yang kuat, kepalanya lebar dan telinganya berdiri tegak (Fafarita 2006). Bobot lahir anakan kelinci bangsa Rex pada populasi kelinci Rex di BALITNAK dari tahun 2005, 2006 sampai 2007 selalu mengalami peningkatan dengan rataan bobot lahir anakan Rex masingmasing sebesar 50.65, dan gram ekor -1 pada setiap kelahiran anakan Rex tersebut (Damayanti 2010). Interval kelahiran bangsa kelinci Rex ± 40 hari, mortalitas 3.45 %, waktu sapih 28 hari, jumlah anak perkelahiran 5 ekor dan bobot sapih sebesar 480 g (Brahmantiyo dan Raharjo 2011). Kecepatan pertumbuhan bangsa Rex di negara-negara subtropis memungkinkan Rex digunakan sebagai kelinci pedaging ketika berumur 80 hari atau sekitar 11 sampai 12 minggu (fryers) dan telah memiliki rataan bobot badan hidup sebesar 1939 kg (Hernandez dan Rubio 2001). Bobot badan bangsa kelinci Rex dewasa di negara subtropis dapat mencapai sekitar 3.4 sampai 4.3 kg (ARBA 1996) sedangkan di Indonesia (tropis) mencapai 2.7 sampai 3.6 kg (Brahmantiyo dan Raharjo 2011). Bangsa kelinci Rex memiliki pertulangan yang ringan dan kulit yang tipis sesampai menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelinci yang mempunyai pertulangan besar dan kulit yang lebih tebal. Produksi karkas yang dicerminkan dengan perdagingan, perlemakan dan pertulangan kelinci sangat dipengaruhi oleh bobot potongnya. Semakin tinggi bobot potong semakin tinggi pula bobot karkasnya. Rataan persentase karkas terhadap bobot hidup bangsa kelinci Rex pada umur potong 120, 150 dan 180 hari sebesar 54.3,

20 dan 57.3 % dengan rataan bobot hidup sebesar 2256, 2701 dan 2956 g (Purnama 2006). Karkas kelinci dan kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor. Zotte (2002) membaginya ke dalam dua bagian yaitu faktor menengah dan faktor yang berpengaruh lebih besar dikarenakan berhubungan langsung dengan permintaan dan kebutuhan konsumen terhadap daging yang akan dikonsumsi. Faktor menengah terdiri atas pengaruh lingkungan terkait suhu dan cuaca, tipe pemeliharaan, manajemen pemberian pakan, kondisi sebelum pemotongan dan kondisi pemingsanan ternak yang dilakukan sebelum pemotongan. Faktor yang memiliki pengaruh lebih besar terdiri atas pengaruh genetik, faktor biologis terkait umur dan bobot badan, faktor nutrisi pakan dan faktor teknologi yang digunakan pasca pemotongan. Faktor teknologi ini berupa mekanisme perlakuan karkas dan daging setelah dipotong seperti teknis penyimpanan karkas dan daging, kondisi mikrobiologis, pengemasan, kebersihan peralatan dan pekerja, suhu, lamanya waktu penyimpanan, transportasi, dan lainnya. Kelinci merupakan kategori ternak herbivora non ruminansia yang mempunyai sistem lambung tunggal yang disebut sebagai pseudoruminant. Menurut Blasco et al. (1992) karkas kelinci terdiri atas karkas panas, karkas komersial, dan karkas acuan. Karkas panas terdiri atas jantung, hati, ginjal, paruparu, oesophagus, trachea dan kepala. Bobot karkas ini ditimbang 15 sampai 30 menit setelah dipotong. Karkas komersial merupakan karkas yang telah melalui proses rigor mortis dan disimpan pada suhu diantara 0 dan 4 o C. Bobot karkas ini ditimbang 24 jam setelah pemotongan. Karkas acuan merupakan karkas yang terdiri atas lemak, daging dan tulang. Bobot karkas ini ditimbang setelah dipisahkan dari bagian jantung, hati, ginjal, paru-paru, oesophagus, trachea dan kepala. Bobot non karkas kelinci merupakan bobot yang berasal dari bagian selain karkas seperti kepala, hati, jantung, paru-paru, ginjal, saluran pencernaan dan kulit. Organ dalam dan saluran pencernaan disebut dengan offal. Soeparno (2009) menjelaskan selama masa pertumbuhan postnatal terjadi perbedaan-perbedaan kadar laju pertumbuhan relatif organ dan jaringan. Jaringan atau organ yang kadar laju kenaikan bobotnya relatif lebih lambat daripada kenaikan bobot badan selama periode postnatal, diklasifikasikan sebagai dewasa cepat dan jaringan atau organ yang menunjukkan sebaliknya, digolongkan sebagai dewasa lambat. Pola pertumbuhan organ seperti hati, ginjal dan saluran pencernaan bervariasi, sedangkan organ yang berhubungan dengan digesti dan metabolisme menunjukkan perubahan bobot yang besar sesuai dengan status nutrisional dan fisiologi ternak. Bobot non karkas internal (organ dalam) dipengaruhi oleh kenaikan dan penurunan bobot badan yang cepat dan berat total saluran pencernaan menurun pada saat mencapai kedewasaan. Pertumbuhan kepala dan kaki meningkat seiring dengan meningkatnya bobot badan. Pertumbuhan kulit meningkat seiring meningkatnya massa dari organ dan rangka tubuh. Bobot potong kelinci dipengaruhi oleh umur potongnya. Penentuan umur potong pada setiap jenis kelinci berbeda-beda. Hal ini diakibatkan perbedaan laju pertumbuhan dan masa pubertas pada setiap jenis kelinci. Herman (1995) dan Lebas et al. (1986) menjelaskan bahwa kelinci berukuran medium memiliki laju pertumbuhan tinggi pada umur muda dan mengalami masa pubertas lebih cepat (early mature) dibandingkan kelinci berukuran yang lebih besar. Kelinci berukuran large memiliki laju pertumbuhan lambat (late mature) dan terus meningkat seiring peningkatan umur hingga mencapai usia dewasa.

21 3 Peningkatan laju pertumbuhan pada kelinci menurunkan umur potongnya. Pola pertumbuhan ini diwariskan kepada keturunannya, ternak yang memiliki tetua berbobot hidup lebih berat akan menurunkan anak yang bobot hidup lebih berat pula. Seleksi pada bangsa kelinci Rex dengan kriteria bobot sapih menunjukkan pada umur 10 minggu sudah mengalami penurunan laju pertumbuhan. Seleksi ini menurunkan umur dewasa jika ternak dipotong pada bobot yang telah ditetapkan (konstan), yaitu bobot potong dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat (Brahmantiyo dan Raharjo 2011). Perumusan Masalah Di negara beriklim tropis seperti Indonesia, kelinci umumnya dipanen ketika dewasa pada umur diatas 16 minggu. Bobot potong pada kelinci dewasa sebelumnya diasumsikan sebagai bobot kelinci yang maksimal. Belum adanya data mengenai umur potong yang optimal pada kelinci yang dapat dijadikan sebagai acuan pada saat pemotongan yang dapat dijadikan ukuran standar di Indonesia menyebabkan tidak efesiennya masa pemeliharaan ternak pedaging ini. Penentuan masa panen tidak hanya didasarkan pada bobot potong yang maksimal, melainkan waktu yang tepat terkait laju pertumbuhan dan perkembangan, produktivitas karkas yang optimal. Keefesienan produksi ternak kelinci menjadi titik ukur kesinambungan produksi kelinci pedaging. Permintaan konsumen terhadap mutu daging kelinci berkaitan dengan bobot dan umur potongnya. Perbaikan mutu genetik dan seleksi pada kelinci yang dilakukan dengan berkesinambungan memungkinkan kelinci dipanen pada waktu muda (fryer). Bobot dan umur potong berkaitan dengan produktivitas karkas dan daging yang dihasilkan. Minimnya data mengenai produksi kelinci pedaging menjadi dasar dilakukan pengamatan dan analisis pertumbuhan, produktivitas karkas dan non karkas bangsa kelinci Rex pada umur potong muda (fryer) yaitu pada umur 10 sampai 16 minggu. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan dapat : (1) mengetahui pola pertumbuhan kelinci Rex, (2) mengetahui produktivitas karkas dan non karkas kelinci Rex, (3) mengetahui umur potong yang optimal kelinci Rex. Hipotesis Penelitian Umur potong pada bangsa kelinci Rex berpengaruh terhadap produktivitas komponen karkas dan komponen non karkas. Luaran yang Diharapkan Penelitian ini diharapkan dapat : (1) memberikan informasi pertumbuhan bangsa kelinci Rex dari umur lahir, umur sapih dan umur potong, (2) memberikan informasi tentang perbandingan waktu potong yang tepat pada kelinci terhadap produktivitas karkas dan non karkas bangsa kelinci Rex dan diperoleh umur potong yang tepat dengan produksi tertinggi dan efesiensi terbaik.

22 4 2 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) dan Laboratorium Ruminansia Kecil Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni 2013 sampai Januari Lokasi BALITNAK berada di Desa Banjarwaru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor dengan ketinggian 500 m dpl, suhu udara berkisar antara 22 sampai 28 o C, rataan curah hujan tahunan mencapai 3500 sampai 4000 mm. Materi Penelitian Kelinci yang digunakan adalah kelinci Rex sebanyak 16 ekor berjenis kelamin jantan dengan rata-rata bobot badan lepas sapih X = ± g. Produktivitas karkas kelinci dilakukan dengan memotong sejumlah 16 ekor kelinci Rex. Ransum penelitian menggunakan standar BALITNAK, yaitu mengandung protein sebesar 18 %, energi metabolis sebesar 2750 kkal kg -1, dan serat kasar sebesar 14 %. Peralatan yang digunakan adalah kandang kawat untuk indukan berukuran panjang 75 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 cm, kandang anak sebelum lepas sapih berupa kotak beranak dengan ukuran panjang 40 cm, lebar 30 cm dan tinggi 25 cm, kandang untuk anak lepas sapih berukuran panjang 75 cm, lebar 45 cm dan tinggi 45 cm, timbangan digital merk saltorius skala 5 g dan skala 0.1 g, peralatan pemotongan dan diseksi karkas. Prosedur Penelitian Mekanisme dan Teknis Pemeliharaan Kelinci Kandang dan peralatan disiapkan sebelum kelinci masuk kedalam kandang agar mencegah dari hama dan bibit penyakit. Ternak kelinci yang akan digunakan sebagai objek penelitian melalui beberapa syarat sebagai berikut: ternak kelinci dalam keadaan sehat, lincah, tidak cacat dilihat dari bentuk kaki yang lurus dan lincah, ekor melengkung ke atas lurus merapat ke bagian luar mengikuti tulang punggung, telinga lurus ke atas dan telinga tidak terasa dingin, mata jernih dan bulu mengkilat. Seleksi kelahiran anak dari setiap indukan yaitu kurang dari 6 ekor anakan sekelahiran. Penimbangan ternak kelinci secara berkala yaitu bobot lahir, bobot sapih umur 6 minggu, bobot potong umur 10, 12, 14 dan 16 minggu. Pakan pelet diberikan secara berkala dan air minum diberikan adlibitum. Pakan diberikan dua kali, yaitu pada pagi hari pukul WIB dan sore hari pada pukul WIB. Air minum diganti setiap pagi dengan membersikan dahulu sisa air minum sebelumnya. Proses Pemotongan Ternak Proses pemotongan diawali dengan pemuasaan selama 12 jam (Newton dan Penman 1990). Penyembelihan dilakukan setelah ternak diseleksi sesuai dengan umur potong 10, 12, 14 dan 16 minggu, kondisi kesehatan, dan kondisi fisik (tidak ada cacat selama bawaan lahir maupun selama pemeliharaan). Kelinci disembelih sesuai syariat Islam dengan memotong 3 saluran yaitu saluran darah

23 5 (artericarotis dan vena jugularis), saluran pernapasan (trachea) dan saluran pencernaan (oesophagus) dengan memakai pisau yang tajam, kemudian kelinci diamati sampai darah tidak lagi keluar yang menandakan bahwa kelinci telah mati dengan sempurna. Produktivitas Karkas dan Non Karkas Setelah kelinci disembelih, kelinci digantung pada salah satu kaki belakang, dengan membuat irisan pada kulit antara tulang dan tendo sendi kaki belakang. Kepala dipisahkan pada sendi occipito atlantis. Kemudian kaki depan depan bagian bawah dan kaki belakang bagian bawah dipotong pada sendi sikunya dan ditimbang, ekor juga dilepaskan dari pangkalnya, offal dan kulit dipisahkan secara hati-hati. Karkas dan non karkas seperti jantung, hati, ginjal, paru-paru, saluran pencernaan, kepala, kaki depan, kaki belakang dipisahkan, ditimbang dan bagian karkas didinginkan (chilling) didalam refrigerator pada suhu 4 o C selama 24 jam (Blasco dan Ouhayoun 1996), kemudian dilakukan pemisahan tulang (boning) untuk mengetahui bobot daging, tulang dan lemak. Produktivitas non karkas diamati dengan cara menimbang bobot komponen non karkas agar diketahui bobot jantung, bobot hati, bobot ginjal, bobot paru-paru, bobot saluran pencernaan, persentase offal, bobot kulit, bobot kepala, bobot kaki depan dan belakang. Produktivitas karkas yang diamati yaitu bobot karkas, persentase karkas, bobot daging, persentase bobot daging, bobot tulang, persentase tulang, bobot lemak, persentase lemak dan rasio daging dengan tulang. Komponen Pertumbuhan Peubah yang Diamati Komponen pertumbuhan terdiri atas indukan, bobot indukan, litter size, anakan, pertambahan bobot badan, bobot lahir, bobot sapih dan bobot potong. Indukan terdiri dari sejumlah kelinci berjenis kelamin betina dewasa bangsa kelinci Rex yang telah diseleksi dan kemudian anakan kelinci yang dilahirkannya digunakan sebagai sampel untuk diamati pertumbuhan dan produktivitas non karkas dan karkasnya. Bobot indukan merupakan bobot seekor indukan yang ditimbang pada periode tertentu. Bobot indukan terdiri atas 2 periode yaitu bobot indukan pada fase melahirkan yaitu dalam kurun 1 hari setelah melahirkan dan pada fase anakan disapih. Litter size merupakan jumlah anakan kelinci dalam satu kali kelahiran dari satu indukan. Litter size yang digunakan sebanyak 6 ekor per kelahiran dari 10 ekor indukan. Anakan yang digunakan berjenis kelamin jantan. Anakan jantan tersebut telah melewati proses seleksi. Pertambahan bobot badan kelinci ditimbang setiap minggu dan terdiri atas pertambahan bobot badan dari lahir sampai umur sapih dan pertambahan bobot badan dari sapih sampai umur potong yang berbeda-beda. Bobot lahir kelinci adalah bobot badan seekor kelinci pada umur 0 hari. Bobot ini ditimbang setelah ternak dilahirkan oleh induknya. Bobot sapih kelinci adalah bobot badan seekor kelinci pada umur 6 minggu. Bobot ini ditimbang ketika ternak tersebut dipisahkan dari induknya setelah periode menyusui selesai. Bobot potong kelinci adalah bobot badan seekor kelinci pada umur potong tertentu pada masa panen. Ternak dipuasakan dahulu 12 jam untuk mendapatkan persentase karkas yang

24 6 lebih baik (Newton dan Penman 1990). Umur potong ternak kelinci yang digunakan pada penelitian ini adalah umur potong 10, 12, 14 dan 16 minggu. Komponen Karkas Komponen karkas terdiri atas bobot karkas, persentase karkas, bobot daging, persentase daging, tulang, persentase tulang, rasio daging dengan tulang, lemak dan persentase lemak. Bobot karkas kelinci terdiri atas bobot daging, bobot tulang, dan bobot lemak. Bobot karkas terbagi 2 yaitu bobot karkas panas dan bobot karkas dingin. Bobot karkas panas ditimbang setelah ternak dipotong, dikuliti lalu dikurangi darah, kepala, kaki depan bawah, kaki belakang bawah, offal dan ekor. Bobot karkas panas ditimbang 15 sampai 30 menit setelah pemotongan. Bobot karkas dingin ditimbang 24 jam setelah pemotongan, namun sebelumnya karkas ini didinginkan di refrigerator pada suhu 0 sampai 4 o C setelah 1 jam setelah pemotongan. Persentase karkas dihitung dengan cara bobot karkas panas yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot potongnya, kemudian dikalikan 100 % (Blasco et al. 1992). Gambar 1 Komponen komersial karkas terdiri atas A1-A2: hindleg, B1-B2: loin, C: foreleg, D: rack. (sumber : Bobot total dari daging kelinci didapat setelah lemak subcutan dan lemak abdominal dipisahkan dari karkas, kemudian karkas tersebut di deboning sampai tersisa tulang. Bobot total daging ditimbang setelah dikurangi dari bobot lemak subcutan, bobot lemak abdominal dan bobot tulang. Persentase daging dihitung dengan cara bobot daging yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot karkas dingin, kemudian dikalikan 100 %. Bobot tulang kelinci ditimbang dari tulang hasil deboning yang telah dibersihkan dari otot dan daging. Persentase tulang dihitung dengan cara bobot tulang yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot karkas dingin, kemudian dikalikan 100 %. Rasio daging dengan tulang adalah perbandingan total bobot daging dengan total bobot tulang. Bobot

25 7 lemak kelinci terdiri atas bobot lemak subcutan dan bobot lemak abdominal. Bobot lemak subcutan ditimbang setelah lemak subcutan mulai dari pangkal leher sampai ke pangkal ekor dipisahkan dari karkas. Bobot lemak abdominal ditimbang setelah lemak abdominal yang berada diantara bagian abdominal tubuh meliputi organ dalam dan saluran pencernaan dipisahkan dari karkas. Persentase lemak dihitung dengan cara total bobot lemak meliputi bobot lemak subcutan dan bobot lemak abdominal yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot karkas dingin, kemudian dikalikan 100 %. Komponen Non Karkas Komponen non karkas terdiri atas bobot dan persentase kepala, bobot dan persentase kaki depan dan kaki belakang, bobot dan persentase kulit, bobot dan persentase offal. Bobot kepala dan persentase kelinci terdiri atas mulai dari bagian moncong sampai bagian pangkal leher. Bobot ini ditimbang setelah 5 sampai 10 menit pemotongan. Bobot dan persentase kaki depan kelinci terdiri atas sepasang bobot kaki depan bagian bawah (tulang Radius-ulna). Bobot kaki belakang kelinci terdiri atas sepasang bobot kaki belakang (tulang Tibia). Bobot ini ditimbang setelah 5 sampai 10 menit pemotongan. Bobot dan persentase kulit kelinci terdiri mulai dari kulit bagian pangkal ekor sampai leher. Kulit yang ditimbang adalah kulit segar yang diambil setelah 5 sampai 10 menit pemotongan. Bobot dan persentase offal kelinci terdiri atas bobot organ dalam dan bobot saluran pencernaan. Bobot organ dalam terdiri dari bobot jantung, bobot hati, bobot ginjal dan bobot paru-paru. Bobot ini ditimbang setelah 5 sampai 10 menit pemotongan. Analisis Data Data penelitian ini diolah menggunakan Rancangan Acak Lengkap dan data dianalisis dengan analisis kovarian dengan 4 perlakuan umur potong. Kemudian dilakukan uji perbandingan nilai tengah dengan menggunakan uji Duncan. Data rataan bobot sapih dikoreksi pada rataan bobot lahir, data rataan bobot potong dikoreksi pada rataan bobot sapih dan data rataan bobot karkas dan non karkas dikoreksi pada rataan bobot potong. Model matematika adalah : y ij = µ + τ i + β xij + ε ij, i = 1,2,...a j = 1,2,...n i Keterangan : y ij = nilai peubah respon perlakuan berbagai umur potong tingkat ke-i dan observasi ulangan ke-j. X ij = nilai covariate pada observasi yang bersesuaian dengan y ij µ = nilai tengah umum/rataan umum. τ i = pengaruh perlakuan berbagai umur potong ke-i. β = koefisien regresi linier i = 1, 2, 3, 4 (perlakuan). ε ij = pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. a = banyaknya kategori pada perlakuan n i = banyaknya observasi pada kategori ke-i

26 8 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Ternak Kelinci Proses pertumbuhan terdiri atas dua aspek yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan merupakan pertambahan bobot badan per satuan waktu sampai dewasa tubuh, sedangkan perkembangan merupakan perubahan dalam komposisi, bentuk serta tinggi tubuh (Lawrie 2003). Pertumbuhan kelinci dimulai di dalam uterus setelah sel telur betina dibuahi (prenatal), proses pertumbuhan ini berlangsung 20 sampai 32 hari. Penelitian ini mengamati pertumbuhan dan perkembangan posnatal kelinci. Bobot indukan dan litter size pada Tabel 1 dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anakan kelinci. Hal ini menentukan performa indukan dalam menyusui dan persaingan anakan dalam mendapatkan susu induk. Kelahiran anak setiap kelahiran yang optimal adalah menyesuaikan dengan jumlah puting induknya, maka kebutuhan susu anak akan terpenuhi dan pertumbuhan anak akan meningkat. Bobot lahir pada Tabel 2 menunjukkan hasil yang tidak berbeda, hal ini menunjukkan bahwa sampel anakan jantan bangsa kelinci Rex yang digunakan homogen dari masingmasing indukan. Plasma nutfah kelinci termasuk bangsa kelinci Rex yang dikembangkan di Balitnak telah mengalami seleksi pada setiap generasi. Rataan bobot lahir berbanding terbalik dengan jumlah anak setiap kelahiran. Laju pertumbuhan anak kelinci akan terus meningkat cepat pada satu bulan pertama sejak lahir dan akan terus bertambah sampai disapih. Kecepatan pertumbuhan pada anak kelinci dapat mencapai dua kali lipat bobot badannya per minggu, sehingga pada umur tiga minggu dapat mencapai bobot badan 0.45 kg, kemudian kelinci mulai mengkonsumsi pakan padat sehingga kecepatan pertumbuhannya dapat mencapai 30 sampai 50 g perhari antara umur 3 sampai 8 minggu (Rao et al. 1978). Cheeke et al. (1987) melaporkan bahwa pertambahan bobot badan kelinci yang hidup di daerah tropis dapat mencapai 10 sampai 20 g per hari. Bobot sapih pada umur 6 minggu (Tabel 2) menunjukkan hasil yang berbeda (P<0.05). Bobot sapih terendah pada umur 10 minggu sebesar ± g. Rendahnya bobot sapih kelinci mengambarkan potensi produksi susu induk dan persaingan antar anak dalam memperoleh susu induk. Hal ini sesuai dengan jumlah anak sekelahiran tertinggi pada umur 10 minggu (Tabel 1) yang mengakibatkan rendahnya pertambahan bobot badan dari lahir sampai sapih (Tabel 1). Bangsa kelinci Rex jantan yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan nilai rataan bobot sapih total sebesar ± g ekor -1. Hasil ini lebih rendah dari GUPTA et al. (1992) yang memperoleh rataan bobot sapih pada umur enam minggu berkisar antara sampai g ekor -1, CSIRO (2002) dengan rataan sebesar g ekor -1 pada bangsa kelinci New Zealand pada umur 4 sampai 5 minggu, Khalil et al. (2002) dengan rataan sebesar 560 g ekor -1 dengan range 408 sampai 780 g ekor -1 pada bangsa kelinci Giza White Rabbit ketika berumur 6 minggu, Brahmantiyo (2008) dengan rataan sebesar g ekor -1 dan g ekor -1 (Brahmantiyo 2010). Beberapa peneliti menggunakan masa sapih yang berbeda-beda pada sampel kelinci yang digunakan. Hal ini diduga karena perbedaan breed menyebabkan perbedaan bobot badan kelinci pada masa sapih. Bangsa kelinci dengan ukuran lebih besar akan

27 9 memiliki bobot sapih yang lebih besar daripada bangsa kelinci dengan ukuran medium. Tabel 1 Catatan pertumbuhan dan reproduksi bangsa kelinci Rex Sifat Umur (minggu) Indukan (ekor) Bobot indukan a (g) Bobot indukan b (g) Litter size (ekor kelahiran -1 ) Anakan c (ekor) PBB d (g) PBB e (g) a Bobot indukan pada saat anakan dilahirkan, b Bobot indukan pada saat anakan disapih, c Anakan bangsa kelinci Rex berjenis kelamin jantan yang digunakan sebagai sampel, d Pertambahan bobot badan dari lahir sampai lepas sapih (umur 6 minggu), e Pertambahan bobot badan dari lepas sapih sampai umur potong yang berbeda-beda. Tabel 2 Rataan bobot lahir, bobot sapih dan bobot potong Sifat Umur (minggu) Bobot (g) a Bobot Lahir ± ± ± ± 6.70 Bobot Sapih ± 60.76c ± ab ± 77.38a ± 27.50bc Bobot Potong ± c ± b ± ab ± a a Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Pertumbuhan meliputi pertambahan bobot badan per satuan waktu tertentu dan perubahan konformasi dari jaringan tubuh sesuai umur dan fungsinya sehingga disebut dengan tumbuh-kembang. Postweaning merupakan hasil akhir dari periode menyusui sampai saat disembelih. Perkembangan reproduksi pada bangsa kelinci berukuran medium lebih cepat yaitu pada umur 4 sampai 5 bulan dibandingkan bangsa kelinci yang besar yaitu pada umur 5 sampai 8 bulan. Kelinci jenis pedaging memiliki metabolisme yang efesien dan pertumbuhan yang cepat, mulai digemukkan pada umur 4 sampai 5 minggu dengan bobot rata-rata 600 g dan siap dipotong pada umur 11 sampai 13 minggu (CSIRO 2002). Kelinci pedaging yang berumur 70 sampai 90 hari dengan bobot 1 sampai 2 kg merupakan kategori fryers, sedangkan kelinci yang berumur 90 hari sampai 180 hari dengan bobot 2 sampai 3.5 kg merupakan kategori roasters dan kelinci yang berumur di atas 180 hari dengan bobot lebih dari 3.5 kg merupakan kategori stewers. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi pula. Rataan bobot potong menunjukkan hasil yang berbeda (Tabel 2). Pertumbuhan meningkat seiring pertambahan umur ternak, bobot potong pada umur 16 minggu memiliki rataan tertinggi. Nilai rataan bobot potong penelitian sebesar ± g ekor -1 lebih rendah dari penelitian Setiawan (2009) pada kelinci Rex jantan umur 17 minggu sebesar ± g ekor -1 dan

28 10 Hernandez dan Rubio (2001) yang menunjukkan bahwa Rex umur 13 minggu memiliki bobot sebesar 1900 sampai 1200 g ekor -1. Pola pertumbuhan kelinci digambarkan dalam kurva yang berbentuk sigmoid (S) yang menghubungkan antara umur (minggu) dengan bobot badan (g) dan pola pertumbuhan ternak tersebut (Sanford 1980). Kurva sigmoid menunjukkan fase pertumbuhan yang dipercepat (accelerating) pada umur remaja, sedangkan fase pertumbuhan yang diperlambat (decelerating) dimulai dari umur remaja sampai dewasa (Hammond dan Browman 1983). Bobot (g) Umur (minggu) Umur 10 minggu Umur 12 minggu Umur 14 minggu Umur 16 minggu Gambar 2 Kurva pertumbuhan kelinci Rex umur 10, 12, 14 dan 16 minggu Kelinci muda mengalami pertumbuhan yang cepat dan puncak pertumbuhan (accelerating) dicapai pada umur delapan minggu (Rao et al. 1979). Titik belok bobot hidup adalah titik dimana ternak mengalami penurunan kecepatan pertumbuhan pada satuan waktu titik belok umurnya atau bobot ternak mencapai masa pubertasnya baik pada jantan maupun betina (Brahmantiyo 2010). Pada Gambar 2 terlihat pola laju pertumbuhan pada masing masing umur potong yang menunjukkan kecenderungan meningkat. Selisih nilai rataan terbesar diantara umur 10 dan 12 minggu sebesar g ekor -1. Laju pertumbuhan menunjukkan kecenderungan menurun hingga mencapai umur 14 dan 16 minggu sebesar dan g ekor -1. Pertumbuhan kelinci mencapai umur potong 10 sampai 12 minggu memiliki pola garis pertumbuhan yang stabil dan menanjak. Pemotongan pada usaha ternak pedaging dilakukan pada saat umur dan bobot potong yang tepat agar produksi karkas optimal. Semakin tinggi bobot potong kelinci diharapkan produksi karkas yang dihasilkan juga semakin besar. Kondisi tersebut sekaligus dapat memperbaiki karakteristik fisik karkas (bobot, persentase daging, tulang dan lemak karkas). Laju pertumbuhan, status nutrisi, jenis kelamin dan bobot badan merupakan faktor yang berhubungan erat satu sama lain, secara sendiri atau kombinasi dapat mempengaruhi komposisi tubuh atau karkas yang dihasilkan.

29 11 Komponen Karkas Kelinci yang dipelihara di daerah tropis menghasilkan karkas sebesar 48 % dari bobot hidup 1 sampai 2.1 kg. Karkas kelinci merupakan bagian dari tubuh ternak tanpa darah, kepala, kulit, kaki, ekor, saluran pencernaan berserta isinya dan isi rongga dada (Soeparno 2009). Karkas terdiri dari tiga jaringan utama yaitu tulang, daging dan lemak. Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan terkait bobot karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas tersebut. Bobot karkas kelinci jantan pada waktu muda lebih tinggi daripada bobot karkas betina, karena pertambahan bobot badan kelinci jantan pada waktu muda lebih tinggi, tetapi selanjutnya bobot karkas betina lebih tinggi, karena perlemakan pada karkas betina dewasa lebih besar. Tabel 3 Rataan bobot komponen karkas Komponen Umur (minggu) karkas Bobot (g) a Karkas ± 96.81c ± b ± 92.36ab ± a Daging ± 72.27c ± b ± 71.28a ± a Tulang ± 29.72b ± 27.93b ± 16.95a ± 54.23a L. Subcutan 0.00b 0.00b 0.00b 2.50 ± 0.00a L. Abdominal 0.00b 0.00b 0.00b 2.50 ± 0.00a a Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Bobot karkas merupakan salah satu peubah yang penting dalam evaluasi karkas. Bobot karkas kelinci penelitian berbeda nyata seiring dengan meningkat umur ternak. Bobot karkas kelinci penelitian berbeda nyata seiring dengan meningkat umur ternak (P<0.05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur potong mempengaruhi bobot karkas yang dihasilkan (Tabel 3) dan mempengaruhi persentase karkas dari bobot potong (Tabel 4) yang dihasilkan dari jenis kelinci Rex. Bobot hidup yang hilang setelah dipotong merupakan penyusutan dari bobot karkas panas ke karkas dingin, isi saluran pencernaan, massa udara yang terdapat didalam paru-paru, bobot cairan selain darah tubuh yang terdapat pada tubuh kelinci semasa ditimbang hidup seperti urine dan selama proses deboning karkas. Pemuasaan selama 12 jam menyebabkan kelinci lebih banyak minum sehingga kandungan cairan seperti urin di dalam tubuh meningkat. Persentase karkas terhadap bobot badan ditentukan oleh bobot badan, jenis pakan dan pemuasaan sebelum pemotongan (Cheeke et al. 1987). Bobot potong mempengaruhi persentase karkas. Semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi persentase karkasnya. Komponen tubuh yang menghasilkan daging akan selaras dengan ukuran bobot badan. Templeton (1968) menyatakan persentase karkas kelinci muda (fryer) sebesar 50 sampai 54 % dengan bagian karkas yang dapat dikonsumsi sebesar 78 sampai 80 %, sedangkan kelinci dewasa (roaster) menghasilkan persentase karkas sebesar 55 sampai 65 % dengan bagian yang dapat dikonsumsi sebesar 87 sampai 90 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelinci Rex dengan rataan kadar bobot karkas sebesar 42 % dari bobot potong dapat menghasilkan bobot daging sebesar 30 % dan bobot tulang sebesar 11 %

30 12 dari bobot potong. Hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian Oteku dan Igene (2006) dengan rataan persentase karkas 48 %; 51 sampai 59 % (Memeith et al. 2004); 55 sampai 61 % (Bielanski et al. 2000) dari bobot potong. Bobot karkas tertinggi pada umur 16 minggu (Tabel 3) sebesar ± g/ekor dengan persentase 44 % dari bobot potong sedangkan persentase karkas tertinggi pada umur 14 minggu (Tabel 4) sebesar 45 % dengan bobot ± g/ekor. Kadar daging bobot potong kelinci tertinggi pada umur 14 minggu sebesar 35 % lebih tinggi dari umur potong 16 minggu yang menghasilkan sebesar 33 %. Peubah Tabel 4 Rataan persentase komponen karkas Umur (minggu) Karkas (%) ± 5.67b ± 7.11ab ± 2.09a ± 3.50ab Daging (%) ± 4.79c ± 5.02b ± 1.54a ± 5.31ab Tulang (%) ± 1.74a 8.31 ± 0.89c ± 0.80a ± 1.99b Rasio Daging:Tulang 1.67 ± 0.26c 3.42 ± 0.59a 2.80 ± 0.24b 3.27 ± 0.32ab Keterangan : Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Karkas yang ideal mengandung sejumlah otot, kandungan lemak yang optimal serta tulang yang minimum. Bobot badan kelinci pada peternakan komersial diharapkan 1.8 sampai 2.7 kg dengan produksi daging 0.9 sampai 1.4 kg dengan persentase karkas sebesar 55 % dan rasio daging dan tulang adalah 5:1. Persentase daging meningkat seiring peningkatan bobot potong kaki belakang (hindleg) dan punggung (loin). Daging pada bagian kaki depan (foreleg) tumbuh dengan konstan (Eviaty 1982). Bobot karkas merupakan salah satu peubah yang penting dalam evaluasi karkas. Bobot karkas kelinci penelitian berbeda signifikan seiring dengan meningkat umur ternak. Kelinci Rex penelitian dengan rataan bobot potong sebesar ± g ekor -1 dapat menghasilkan rataan daging sebesar g ekor -1, rataan tulang sebesar g ekor -1 dan rataan lemak sebesar 0.5 g ekor -1. Adanya penurunan setelah menjadi karkas disebabkan pengurangan jumlah darah dan bobot non karkas. Hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil yang didapat dari penelitian Setiawan (2009) dengan rataan nilai bobot potong kelinci Rex jantan umur 3 sampai 4 bulan (13 sampai 17 minggu) sebesar ± g ekor -1 dapat menghasilkan rataan bobot daging sebesar ± g ekor -1, tulang ± g ekor -1 dan lemak ± g ekor -1 dan penelitian Brahmantiyo (2008) yang menyajikan data kelinci Rex jantan dengan rataan nilai bobot potong g ekor -1 dapat menghasilkan rataan bobot daging sebesar g ekor -1, tulang g ekor -1 dan lemak g ekor -1. Hal ini disebabkan kelinci yang digunakan berusia lebih muda yaitu di antara 10 sampai 16 minggu dan menghasilkan bobot potong yang lebih rendah. Pola kenaikan bobot potong seiring dengan kenaikan bobot karkas pada setiap peningkatan umur. Rataan bobot daging dan tulang pada setiap kenaikan umur potong menunjukkan hasil yang berbeda (P<0.05). Tulang merupakan kerangka yang berfungsi sebagai pelindung jaringan lunak dan organ-organ vital serta sebagai pengungkit aktivitas otot. Tulang tumbuh pada awal pertumbuhan dan membentuk kerangka kemudian disusul oleh pertumbuhan urat yang membentuk daging yang menyelimuti kerangka dan lemak

31 13 tumbuh terakhir pada saat mendekati kemasakan tubuh (Mc Nitt dan Lukefahr 1993). Jaringan tulang dari semua potongan karkas mengalami pertumbuhan relatif dini dan persentase bobot jaringan tulang akan berkurang dengan bertambahnya bobot masing-masing potongan karkas. Perkembangan tulang menentukan ukuran tubuh dan produksi daging seekor ternak dan diharapkan mempunyai proporsi yang sekecil mungkin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tulang kelinci Rex tidak stabil dan cenderung menurun pada umur 12 sampai umur 16 minggu. Adanya peningkatan kadar bobot tulang pada umur 14 minggu dan rendahnya kadar bobot tulang pada umur 12 minggu dapat disebabkan kondisi kesehatan dan lingkungan pemeliharaan. Persentase tulang menunjukkan hasil yang bervariasi (Tabel 4). Perbedaan rataan jumlah anak yang dilahirkan menyebabkan perbedaan pertambahan bobot badan (Tabel 1). Seleksi jumlah anak sekelahiran pada masing-masing induk sebanyak 6 ekor per kelahiran. Persaingan anakan mendapatkan susu induk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tulang. Attfield (1977) menyatakan bahwa kelinci tipe medium dengan pertulangan yang ringan dan kulit yang tipis akan menghasilkan persentase karkas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelinci yang mempunyai pertulangan besar dan kulit yang lebih tebal. Perletakan dan distribusi lemak mempunyai nilai ekonomi penting dalam produksi daging. Depot lemak merupakan komponen karkas yang masak lambat, persentase depot lemak meningkat seiring dengan bertambahnya bobot badan. Distribusi lemak sangat mempengaruhi proporsi jaringan otot karkas. Hal ini disebabkan proporsi daging dan tulang berkurang sedangkan komponen lemak bertambah dengan meningkatnya bobot karkas. Pertumbuhan lemak pada kelinci berlangsung pada umur lebih dari dua bulan yaitu pada bobot badan 1.5 sampai 2.0 kg, tetapi lemak yang dikandungnya lebih kecil dari ternak yang lain. Lemak pada kelinci pada organ di sekitar rusuk, sepanjang tulang belakang, daerah paha, sekitar leher, ginjal dan jantung. Kelinci Rex umur 10, 12 dan 14 minggu tidak memiliki lemak subcutan dan lemak abdominal sedangkan kedua lemak ini mulai tumbuh pada umur 16 minggu. Kadar lemak karkas kelinci Rex pada umur 16 minggu sebesar 0.4 % dari bobot potong lebih rendah dari hasil penelitian Salvini et al. (1998) sebesar 6.8 % pada kelinci New Zealand White dengan pakan campuran hijauan dan pellet yang mengandung protein kasar sebesar 16 %, serat kasar sebesar 14 % dan lemak sebesar 3 %. Kadar lemak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis pakan, kandungan lemak pakan, tipe pemeliharaan, suhu, dan jenis kelamin. Rasio atau perbandingan daging dan tulang dapat menunjukkan besarnya bagian dari seekor ternak dapat dikonsumsi. Nilai rasio yang semakin besar maka akan semakin besar pula bagian yang dapat dikonsumsi. Hasil rataan rasio daging dan tulang penelitian sebesar 2.89 dengan rataan tertinggi pada umur 12 minggu sebesar 3.42 ± 0.59, hal ini sebanding dengan tingginya kadar daging dan rendahnya kadar bobot tulang pada umur 12 minggu (Tabel 4). Komponen Non Karkas Kelinci merupakan herbivora non ruminansia yang mempunyai sistem lambung tunggal yang disebut sebagai pseudoruminant. Bobot non karkas merupakan bobot yang berasal dari bagian selain karkas seperti kepala, kaki depan dan kaki belakang, kulit, jantung, hati, ginjal, paru-paru dan saluran pencernaan.

32 14 Organ dalam dan saluran pencernaan disebut dengan offal. Selama pertumbuhan postnatal terjadi perbedaan kadar laju pertumbuhan relatif organ dan jaringan. Jaringan atau organ yang kadar laju kenaikan beratnya relatif lebih lambat daripada kenaikan berat tubuh selama periode postnatal, diklasifikasikan sebagai dewasa cepat dan jaringan atau organ yang menunjukkan karakteristik sebaliknya digolongkan dewasa lambat (Soeparno 2009). Bobot kepala, kaki depan, kaki belakang dan kulit bangsa kelinci Rex umur potong 10 sampai 16 minggu meningkat seiring peningkatan umur (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan ternak pada umumnya. Komponen Non Karkas Tabel 5 Rataan bobot komponen non karkas Umur (minggu) Bobot (g) a Kepala ± 10.99c ± 13.67b ± 13.23a ± 21.21a Kaki depan 8.38 ± 2.84c ± 2.67bc ± 2.74b ± 2.50a Kaki belakang ± 5.12c ± 6.36b ± 5.48ab ± 6.45a Kulit ± 20.65d ± 32.11c ± 31.62b ± 40.29a Jantung 2.50 ± 0.82b 5.00 ± 0.00a 5.00 ± 0.00a 5.00 ± 0.00a Hati ± ± ± ± Ginjal 6.63 ± 1.97b 9.29 ± 1.89a ± 0.00a ± 2.50a Paru-paru 5.25 ± ± ± ± 2.89 Saluran pencernaan ± 25.45c ± 38.59bc ± 30.90b ± 45.53a a Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Komponen Non Karkas Tabel 6 Persentase komponen non karkas Rex Umur (minggu) Persentase (%) a Kepala ± ± ± ± 1.23 Kaki depan 1.29 ± ± ± ± 0.18 Kaki belakang 2.85 ± ± ± ± 0.16 Kulit 8.49 ± ± ± ± 2.02 Jantung 0.39 ± ± ± ± 0.09 Hati 3.79 ± ± ± ± 1.76 Ginjal 1.02 ± ± ± ± 0.12 Paru-paru 0.83 ± 0.15a 0.60 ± 0.39ab 0.40 ± 0.50b 0.50 ± 0.11ab Saluran pencernaan ± 4.73a ± 5.87b ± 2.18b ± 3.48b Offal ± 4.38a ± 7.38b ± 2.54b ± 5.23ab a Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan). Hasil pengujian statistik pada Tabel 5 menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada masing-masing organ diatas tetapi menunjukkan hasil yang tidak berbeda pada persentasenya (Tabel 6). Hal ini membuktikan bahwa kenaikan umur tidak mempengaruhi persentasenya. Persentase kepala terendah pada umur 16 minggu sebesar 9.47 ± 1.23 g (Tabel 6) lebih tinggi dari persentase kepala

33 bangsa kelinci New Zealand White tertinggi pada umur potong yang sama sebesar 8.0 ± 0.2 g (Oteku dan Igene 2006). Bobot dan persentase kulit dari bangsa kelinci New Zealand White dan Californian pada penelitian Baimony and Hassanien (2011) pada umur potong 12 minggu masing-masing sebesar 204 ± 17.7 g (9.20 %) dan 192 ± 12.7 g (8.70 %) lebih tinggi dari bobot dan persentase bangsa kelinci Rex pada umur yang sama yaitu sebesar ± g (8.40 %). Perbedaan bangsa kelinci menunjukkan perbedaan bobot dan persentase organorgan tersebut. Pertumbuhan kulit meningkat seiring meningkatnya massa dari organ dan rangka tubuh. Persentase non karkas seperti kulit, darah, hati, saluran pencernaan khususnya lambung dan usus kecil menurun seiring peningkatan bobot hidup. Pola pertumbuhan organ seperti jantung, hati, ginjal, paru-paru dan saluran pencernaan menunjukkan hasil yang bervariasi, sedangkan organ yang berhubungan dengan digesti dan metabolisme menunjukkan perubahan berat yang besar sesuai dengan status nutrisional dan fisiologis ternak (Soeparno 2009). Hasil pengujian statistik pada Tabel 5 menunjukkan rataan nilai bobot offal seperti hati dan paru-paru menunjukkan hasil yang tidak berbeda, sedangkan jantung, ginjal dan saluran pencernaan menunjukkan hasil yang berbeda. Bobot jantung dan ginjal kelinci terendah pada umur 10 minggu dan kemudian tidak berbeda setelah berumur 12 minggu. Hal ini diduga disebabkan belum maksimalnya pertumbuhan dan perkembangan kedua organ kelinci penelitian pada umur tersebut. Penelitian Metzger et al. (2003) menunjukkan ada perbedaan nyata persentase hati bangsa kelinci New Zealand White umur 13 minggu yang dipelihara pada kandang individu dan kandang kelompok masing-masing yaitu 2.30 g dan 2.42 g. Hasil ini lebih rendah dari persentase hati bangsa kelinci Rex pada umur potong 12 minggu dan 14 minggu sebesar 2.90 ± 0.84 g dan 3.10 ± 0.31 g, persentase ini tidak menunjukkan perbedaan pada setiap kenaikan umur. Pada kelinci umur 10 minggu rataan bobot saluran pencernaan lebih rendah diduga disebabkan oleh faktor konsumsi. Kelinci akan mengkonsumsi lebih banyak pakan pada setiap meningkatnya bobot dan umur, hal ini sesuai dengan meningkatnya bobot badan kelinci pada setiap kenaikan umur. Berat total saluran pencernaan umumnya menurun pada saat mencapai kedewasaan. Penelitian Setiawan (2009) menunjukkan bahwa bangsa memiliki berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap offal yaitu pada bagian jantung dan saluran pencernaan. Pertumbuhan saluran pencernaan ini diduga dipengaruhi oleh konsumsi pada setiap kenaikan umurnya. Bobot jantung, hati, ginjal dan paru terus mengalami kenaikan seiring peningkatan umur 10 sampai 16 minggu. Penelitian Brahmantiyo (2010) menunjukkan bobot jantung, hati, ginjal dan paru-paru bangsa kelinci Rex umur 20 minggu masingmasing sebesar 9.72 g, g, g dan g. Hasil ini lebih tinggi dari bobot jantung, hati, ginjal dan paru-paru bangsa kelinci Rex umur 16 (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa jantung, hati, ginjal dan paru-paru bangsa kelinci Rex terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan seiring peningkatan umur. Rataan persentase offal sebesar % dari total bobot badan kelinci Rex dan cenderung tidak stabil. Rataan persentase offal tertinggi pada umur 10 minggu menunjukkan bahwa pada umur 10 minggu kelinci masih mengalami periode pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, kemudian setelah umur 10 minggu menunjukkan kecenderungan menurun. Kenaikan persentase offal pada umur 16 minggu sesuai dengan kenaikan bobot dan persentase saluran pencernaan, ginjal 15

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

yang Berbeda Rex Performance and Carcass Productivity on Different Slaughter Ages

yang Berbeda Rex Performance and Carcass Productivity on Different Slaughter Ages Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan ISSN 2303-2227 Vol. 02 No. 1, Januari 2014 Hlm: 196-200 Pertumbuhan dan Produksi Karkas Kelinci Rex pada Umur Potong yang Berbeda Rex Performance and

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai produksi karkas dan non karkas domba ekor tipis jantan lepas sapih yang digemukkan dengan imbangan protein dan energi pakan berbeda dilaksanakan mulai bulan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas. Pemotongan puyuh dan penelitian persentase karkas dilakukan di Laboratorium Unggas serta uji mutu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum Rataan konsumsi bahan kering dan protein ransum per ekor per hari untuk setiap perlakuan dapat

Lebih terperinci

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK

SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM STUD1 ILMU NUTFUSI DAN MAKAWAN TERNAK i 0 b('/ PEMANFAATAN RANSUM AMPAS TEH (Cnnzrllin sinensis) YANG DITAMBAHKAN SENG (Zn) LEVEL BERBEDA TERHADAP REPRODUKSI DAN KONSUMSI KELINCI BETINA PADA SETIAP STATUS FISIOLOGI SKRIPSI TRESNA SARI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan komoditas ternak, khususnya daging. Fenomena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli yang dikembangkan di Indonesia. Ternak ini berasal dari keturunan asli banteng liar yang telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong merupakan bangsa-bangsa kambing yang terdapat di wilayah Jawa Tengah (Dinas Peternakan Brebes

Lebih terperinci

PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH

PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu sumber protein hewani pada saat ini di Indonesia belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat, sehingga budidaya kelinci yang ada saat

Lebih terperinci

TUMBUH KEMBANG TUBUH TERNAK

TUMBUH KEMBANG TUBUH TERNAK TUMBUH KEMBANG TUBUH TERNAK PROSES PERTUMBUHAN PERTAMBAHAN BERAT BADAN PERKEMBANGAN Perkembangan : perubahan dalam bentuk badan dan konformasi yang diakibatkan oleh pertumbuhan diferensial dari jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dengan lama pemeliharaan 6 minggu dan masa adaptasi 3 minggu. Penelitian ini dimulai pada akhir bulan Februari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL KELINCI REX DAN SATIN

KARAKTERISTIK KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL KELINCI REX DAN SATIN KARAKTERISTIK KARKAS DAN POTONGAN KOMERSIAL KELINCI REX DAN SATIN (Carcass Traits and Commercial Cut of Rex and Satin Rabbit) BRAM BRAHMANTIYO dan Y.C. RAHARJO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia pada daging sapi segar dan berkualitas beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai aspek diantaranya,

Lebih terperinci

PERSENTASE KARKAS DAN KOMPONEN NON KARKAS KAMBING KACANG JANTAN AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA SKRIPSI.

PERSENTASE KARKAS DAN KOMPONEN NON KARKAS KAMBING KACANG JANTAN AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA SKRIPSI. PERSENTASE KARKAS DAN KOMPONEN NON KARKAS KAMBING KACANG JANTAN AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh : YOGA GANANG HUTAMA FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet

TINJAUAN PUSTAKA. Pemeliharaan Sapi Pedet 4 TINJAUAN PUSTAKA Pemeliharaan Sapi Pedet Umur 1-8 bulan sapi masih digolongkan pedet. Pada fase sapi pedet pertumbuhan mulai memasuki fase percepatan, dimana fase ini sapi akan tumbuh dengan maskimal

Lebih terperinci

Gambar 1. Domba Penelitian.

Gambar 1. Domba Penelitian. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B) dan Laboratorium Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL THE EFFECT OF TOFU WASTE MEAL IN RATIONS ON SLAUGHTER WEIGHTS, CARCASS WEIGHTS

Lebih terperinci

PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT

PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di I. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di Kandang Percobaan Laboratorium UIN Agriculture Research and Development Station (UARDS)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak dipelihara sebagai ternak penghasil daging oleh sebagian peternak di Indonesia. Domba didomestikasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di Laboratorium Teknologi Produksi Ternak dan Laboratorium Teknologi Pasca Panen,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang. 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai September 2015 bertempat di Kandang Kambing Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian

Lebih terperinci

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL EFFECT OF SEX AND SLAUGHTER WEIGHT ON THE MEAT PRODUCTION OF LOCAL SHEEP Endah Subekti Staf Pengajar Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (2): 69-74 ISSN 1410-5020 Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan The Effect of Ration with

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan (TMR), DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September November 2011. 3.2 Materi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi

METODE PENELITIAN. Materi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN EFFECT OF PROTEIN LEVEL IN THE DIET ON SLAUGHTER WEIGHT, CARCASS AND ABDOMINAL FAT PERCENTAGE OF

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi PT. Purwakarta Agrotechnopreneur Centre (PAC), terletak di desa Pasir Jambu, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Berdasarkan data statistik desa setempat, daerah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah Ayam kampung semula I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan

Lebih terperinci

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak kelinci mempunyai beberapa keunggulan sebagai hewan percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan penghasil daging. Selain itu kelinci

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Salah satu komoditas kekayaan plasma nutfah nasional di sub sektor peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang dapat memproduksi susu,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI LIDIA FAFARITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

SUBSTITUSI DEDAK PADI DENGAN DAGING BUAH KAKAO FERMENTASI DALAM RANSUM PELLET TERHADAP KUANTITAS KARKAS KELINCI REX JANTAN LEPAS SAPIH

SUBSTITUSI DEDAK PADI DENGAN DAGING BUAH KAKAO FERMENTASI DALAM RANSUM PELLET TERHADAP KUANTITAS KARKAS KELINCI REX JANTAN LEPAS SAPIH SUBSTITUSI DEDAK PADI DENGAN DAGING BUAH KAKAO FERMENTASI DALAM RANSUM PELLET TERHADAP KUANTITAS KARKAS KELINCI REX JANTAN LEPAS SAPIH SKRIPSI Oleh: YUNIKA TARIGAN 090306066 PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak

Lebih terperinci

Imbangan Efisiensi Protein pada Kelinci Rex...Yanuar Adi Prasetyo W

Imbangan Efisiensi Protein pada Kelinci Rex...Yanuar Adi Prasetyo W PENGARUH TINGKAT SERAT KASAR DALAM RANSUM PELET TERHADAP IMBANGAN EFISIENSI PROTEIN PADA KELINCI REX THE EFFECT LEVEL OF CRUDE FIBER IN RATION OF PELLETS ON THE PROTEIN EFFICIENCY RATIO OF REX RABBIT Yanuar

Lebih terperinci

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004 PENGARUH PROTEIN RANSUM PADA FASE PRODUKSI TELUR II (UMUR 52 64 MINGGU) TERHADAP KUALITAS TELUR TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK ITIK TEGAL SAMPAI UMUR SATU MINGGU (Effects of Protein Ratio a Phase II of Eggs

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Bobot Potong Ayam Kampung Unggul Balitnak (KUB) umur 60 hari Bobot potong merupakan hasil identifikasi yang paling sederhana untuk mengukur pertumbuhan yakni dengan cara menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler

PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler 29 IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh lama penggunaan litter pada kandang panggung terhadap konsumsi ransum disajikan pada Tabel 5. Tabel

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda (Growth and Carcass Physical Components of Thin Tail Rams Fed on Different Levels of Rice Bran)

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870. 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali

Lebih terperinci

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Tempat yang digunakan untuk penelitian berada di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil dan Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan Metode 35 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret - Mei 2008 di Rumah Potong Hewan (RPH) Aldia-Kupang. Pengumpulan data pengukuran produktivitas karkas dilakukan

Lebih terperinci

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN PERSENTASE KARKAS DAN TEBAL LEMAK PUNGGUNG DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING Fajar Muhamad Habil*, Siti Nurachma, dan Andiana Sarwestri Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

Iskandar Sembiring, T. Marzuki Jacob, dan Rukia Sitinjak. Departemen Perternakan, Fakultas Pertanian USU

Iskandar Sembiring, T. Marzuki Jacob, dan Rukia Sitinjak. Departemen Perternakan, Fakultas Pertanian USU Jurnal Agribisnis Perternakan, Vol. 2, No. 2, Agustus 2006 Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan dalam Konsentrat terhadap Persentase Bobot Non-karkas dan Income Over Feed Cost Kambing Kacang Selama Penggemukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci