PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C"

Transkripsi

1 PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PDF processed with CutePDF evaluation edition

2 RINGKASAN NURUL MAULIDA (C ). Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Suplemen dalam Pembuatan Biskuit (Crackers). Dibimbing Oleh DJOKO POERNOMO dan KOMARIAH TAMPUBOLON. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali potensi pemanfaatan limbah tulang ikan madidihang dalam pembuatan tepung tulang, mengetahui pengaruh penambahan tepung tulang ikan madidihang dalam pembuatan biskuit (crackers), menganalisa sifat fisik, kimia dan sensori serta mengetahui penerimaan panelis terhadap biskuit (crackers) yang telah diberi tepung tulang ikan madidihang. Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan tepung tulang ikan madidihang yang direndam dalam larutan jeruk nipis, dengan perlakuan lama waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis yaitu 0, 2, 4, dan 6 jam dengan konsentrasi larutan jeruk nipis 1 : 9 (125 ml : 1125 ml). Tepung tulang yang diperoleh dilakukan uji sensori dan dipilih tepung tulang dengan perlakuan terbaik untuk dijadikan suplemen dalam pembuatan biskuit (crackers). Sedangkan penelitian utama dilakukan pembuatan biskuit (crackers) dengan perlakuan penambahan tepung tulang dengan konsentrasi 0, 10, 20, dan 30 % dari tepung terigu. Hasil uji sensori pada penelitian pendahuluan diperoleh tepung tulang ikan madidihang terbaik dengan perlakuan perendaman larutan jeruk nipis 6 jam. Rendemen tepung tulang yang diperoleh adalah 65,8 %. Derajat putih berkisar antara 64,87-76,08 %. Kadar air dan kadar abu hasil analisis berkisar antara 2,55-3,51 % dan %. Kadar protein berkisar antara 16,60-17,51 %. Kadar lemak berkisar antara 3,51-6,26 %. Kadar kalsium berkisar antara 2,42-2,53 %. Hasil uji sensori pada penelitian utama adalah panelis menyukai biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 %. Kadar air dan kadar abu hasil analisis berkisar antara 0,74-2,55 % dan 2,37-19,74 %. Kadar protein berkisar antara 9,67-11,09 %. Kadar lemak berkisar antara 13,50-17,24 %. Kadar kalsium berkisar antara 0,00-7,42 %. Kadar karbohidrat berkisar antara 51,19-71,91 %. Kadar serat kasar berkisar antara 1,96-5,04 %. Nilai ph berkisar antara 5,52-5,56. Tingkat kekerasan berkisar antara 5,27-13,76 mm/detik/gr. Kandungan energi yang terkandung dalam biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang berkisar antara 404,28-447,80 kal. Berdasarkan kontribusi biskuit (crackers) terhadap kecukupan kalsium, biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan konsentrasi 0 % tidak ada konstribusi kecukupan kalsiumnya, konsentrasi 10 % memerlukan sebanyak 36 gram atau 18 buah biskuit (crackers), konsentrasi 20 % memerlukan 16 gram atau 8 buah biskuit (crackers), dan konsentrasi 30 % hanya memerlukan sebanyak 10 gram atau 5 buah biskuit (crackers) untuk memenuhi angka kecukupan gizi kalsium 1000 mg per hari.

3 PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh : Nurul Maulida C PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

4 Judul : Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Suplemen dalam Pembuatan Biskuit (Crackers) Nama NRP : Nurul Maulida : C Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Ir. Djoko Poernomo, B.Sc Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP Tanggal lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Desember 1982 sebagai anak ke sembilan dari pasangan Bapak Raden Mohammad Sulaeman dan Ibu Marhaeni. Penulis menjalankan pendidikan di SMU Negeri 6 Bogor pada tahun 1998 hingga tamat tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan di terima pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjalani aktivitas studi di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2003 dan pelatihan HACCP tahun Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Suplemen dalam Pembuatan Biskuit (Crackers).

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridha-nya, sehingga penulis tetap diberi kekuatan dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang (Thunnus albacares) sebagai Suplemen dalam Pembuatan Biskuit (Crackers). Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Ibu Ir. Hj. Komariah Tampubolon, MS selaku dosen pembimbing yang telah sangat membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Bapak Ir. Heru Sumaryanto, M.Si dan Ibu Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji tamu dalam sidang penulis yang telah memberikan saran dan kritiknya. 3. Ayah dan Ibunda tercinta atas doa, cinta, kasih sayang, dorongan dan semangat untuk penulis selama menjalani studi di IPB. 4. Untuk kakak-kakakku yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat kepada penulis. 5. Teman-teman THP 38, atas kerjasama dan kebersamaan yang indah selama ini. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih belum sempurna, karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Desember 2005 Nurul Maulida

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... xi 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Ikan Madidihang Limbah Hasil Perikanan Tepung Ikan Tepung Tulang Ikan Madidihang Kalsium Biskuit (Crackers) Bahan Dasar (tepung terigu) Bahan Tambahan Lemak Air Garam Ragi Gula Proses Pembuatan Biskuit (Crackers) Jeruk Nipis METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Metode Penelitian Penelitian pendahuluan Penelitian utama v

8 3.4 Pengamatan Analisis Kimia Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat Kadar kalsium Kadar serat kasar Energi ph Analisis Fisik Rendemen Derajat putih tepung tulang ikan madidihang Kekerasan Rancangan Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Rendemen Derajat putih Uji sensori tepung tulang ikan madidihang Aroma Warna Analisis kimia tepung tulang ikan madidihang Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar kalsium Penelitian Utama Uji sensori biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang Rasa Aroma Tekstur Penampakan Warna Kerenyahan Analisis kandungan zat gizi biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang Kadar air vi

9 Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat Kadar kalsium Kadar serat kasar ph Tingkat kekerasan biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang Kandungan energi biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang Kontribusi biskuit (crackers) terhadap kecukupan kalsium Penentuan harga produk Harga tepung tulang ikan madidihang Harga biskuit (crackers) KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan nutrisi dalam tepung ikan Daftar kebutuhan kalsium Syarat mutu biskuit (crackers) (SNI ) Formulasi bahan biskuit (crackers) Komposisi biskuit (crackers) dengan berbagai campuran bahan Nilai rata-rata hasil uji sensori tepung tulang ikan madidihang Nilai rata-rata hasil uji sensori terhadap biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada berbagai tingkat konsentrasi Biaya pembuatan tepung tulang ikan madidihang Harga per gram kalsium tepung tulang ikan madidihang dan tepung terigu Biaya pembuatan satu resep biskuit (crackers) viii

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Ikan madidihang Diagram alir proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang Diagram alir proses pembuatan biskuit (crackers) Tepung tulang ikan madidihang hasil penelitian Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap warna tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Histogram kadar air tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Histogram kadar abu tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Histogram kadar protein tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Histogram kadar lemak tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Histogram kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap tekstur biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap penampakan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang ix

12 17. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap warna biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap kerenyahan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram kadar abu biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram kadar protein biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram kadar lemak biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram kadar karbohidrat biskuit(crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram kadar kalsium biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram kadar serat kasar biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram ph biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram kekerasan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Histogram kandungan energi biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang x

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1a. Format uji sensori skala hedonik tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis b. Format uji sensori skala hedonik biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang a. Data hasil uji sensori aroma tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis b. Data hasil uji sensori warna tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis a. Data hasil uji sensori rasa biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang b. Data hasil uji sensori aroma biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang c. Data hasil uji sensori tekstur biskuit (crackers) tepung dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang d. Data hasil uji sensori penampakan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang e. Data hasil uji sensori warna biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang f. Data hasil uji sensori kerenyahan biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang a. Data hasil uji Kruskal wallis terhadap uji sensori dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang b. Data hasil uji multiple comparison terhadap uji sensori dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang a. Data kadar air dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang b. Data kadar abu dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang c. Data kadar protein dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang d. Data kadar lemak dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang e. Data kadar kalsium dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang xi

14 6a. Data hasil uji Kruskal wallis terhadap uji sensori biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang b. Data hasil uji multiple comparison terhadap uji sensori biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang a. Data kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang b. Data kadar abu biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang c. Data kadar protein biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang d. Data kadar lemak biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang e. Data kadar karbohidrat biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang f. Data kadar kalsium biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang g. Data kadar serat kasar biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang h. Data nilai ph biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang i. Data kekerasan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang j. Data kandungan energi biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang a. Analisis ragam kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang b. Analisis ragam kadar abu biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang c. Analisis ragam kadar protein biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang d. Analisis ragam kadar lemak biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang e. Analisis ragam kadar serat kasar biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang f. Analisis ragam kadar kalsium biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang xii

15 8g. Analisis ragam kadar karbohidrat biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang h. Analisis ragam nilai ph biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang i. Analisis ragam tingkat kekerasan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang a. Analisis ragam kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang b. Analisis ragam kadar abu dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang c. Analisis ragam kadar protein dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang d. Analisis ragam kadar lemak dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang e. Analisis ragam kadar kalsium dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang a. Data hasil uji lanjut BNJ dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang b. Data hasil uji lanjut BNJ biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang xiii

16 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha industri perikanan dewasa ini meningkat dengan pesat, baik usaha penangkapan maupun pengolahan. Dalam usaha pengolahan ikan hampir selalu dihasilkan limbah berupa padatan dan cairan yang secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak kurang baik terhadap lingkungan karena menimbulkan pencemaran. Limbah padat yang berasal dari usaha industri perikanan cukup besar, pada umumnya berkisar antara 30-60% (Anonymous, 1992). Jika dilihat produksi ikan madidihang tahun 2004 adalah kg ( 2005) maka limbah padat yang berupa tulang sebesar 3,6 7,2 kg. Pemanfaatan limbah padat potensial yang dihasilkan tersebut paling banyak dibuat tepung ikan. Pemanfaatan tulang berupa tulang ikan madidihang selama ini diekspor dalam bentuk utuh ke negara Jepang, Hongkong dan Taiwan (Humaniora, 2002). Di Indonesia belum ada perusahaan-perusahaan makanan yang memanfaatkan tulang ikan madidihang sebagai suplemen dalam bentuk mineral kedalam produk yang dijualnya. Keberadaan mineral kalsium di dalam tubuh sangat penting sekali sebagai pendukung kekuatan tulang bagi balita, ibu hamil dan orang dewasa. Dilihat dari sudut pandang pangan dan gizi, tulang ikan sangat kaya akan kalsium yang dibutuhkan bagi manusia bahkan unsur utama dari tulang ikan adalah kalsium, fosfor dan karbonat. Manusia dewasa membutuhkan asupan kalsium mg/hari (Widya Karya Pangan dan Gizi LIPI, 2004). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, bengkok dan rapuh, yang dinamakan osteoporosis (Almatsier, 2003). Biasanya biskuit (crackers) terbuat dari bahan-bahan seperti tepung terigu, margarin, air, gula, garam, dan ragi. Karena biskuit (crackers) ini sangat digemari oleh masyarakat dari segala lapisan maka penting artinya memberikan suplemen lain berupa tepung tulang ikan madidihang ke dalam makanan tersebut untuk memberikan andil terhadap kelengkapan asupan mineral ke dalam tubuh.

17 2 1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini diantaranya yaitu : 1. Menggali potensi limbah tulang ikan madidihang dalam pembuatan tepung tulang ikan madidihang. 2. Mengetahui pengaruh penambahan tepung tulang ikan madidihang dalam pembuatan biskuit (crackers) dan menganalisis sifat fisik, kimia, serta pengujian secara sensori. 3. Mengetahui penerimaan panelis terhadap biskuit (crackers) yang telah diberi suplemen tepung tulang ikan madidihang.

18 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Madidihang (Thunnus albacares) Menurut Syafei et al (1989), ikan madidihang diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Osteichthyes Sub kelas : Actinopterygii Ordo : Percomorphi Subordo : Scombroidei Famili : Scombridae Genus : Thunnus sp Spesies : Thunnus albacares Ikan madidihang dari jenis Thunnus albacares yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Ikan Madidihang (Thunnus albacares) Genus ini terdiri dari beberapa spesies antara lain Thunnus albacares yang paling banyak didapati di perairan Indonesia. Jenis ini dikenal dengan sebutan madidihang atau Yellowfin tuna. Badan memanjang, bulat seperti cerutu. Termasuk jenis ikan buas dan bersifat predator. Panjang tubuh dapat mencapai 195 cm, namun umumnya cm. Albacore memiliki sirip belakang dengan warna kuning gelap. Albacore merupakan binatang pemakan daging oportunis yang hidup dengan binatang berkulit keras yang planktonik, ikan cumi-cumi dan ikan yang kecil. Hidup bergerombol kecil. Ikan ini biasa tertangkap bersama dengan cakalang. Ikan tuna banyak dipasarkan dalam bentuk segar-beku dan olahannya

19 4 (Dirjen Perikanan, 1990). Produk madidihang kemas yang banyak dipasarkan adalah fillet, steak, daging lumat, daging asap dan lain-lain 2.2 Limbah Hasil Perikanan Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber aktifitas manusia, maupun proses alam dan belum mempunyai nilai ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkan memerlukan biaya yang cukup besar disamping dapat mencemari lingkungan. Penanganan limbah yang kurang baik merupakan masalah didalam usaha suatu industri termasuk industri perikanan yang menghasilkan limbah pada proses penangkapan, penanganan, pengangkutan, distribusi, dan pemasaran ikan. Limbah perikanan dapat berupa ikan yang terbuang, tercecer, dan sisa olahan yang menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk (Jenie dan Rahayu, 1993). Menurut Winarno (1985), limbah perikanan diartikan sebagai bahan-bahan yang merupakan buangan suatu proses pengolahan untuk memperoleh hasil utama dan hasil samping, sedangkan hasil samping perikanan yaitu hasil utama perikanan baik melalui proses tertentu maupun tidak. Jenis limbah hasil samping dapat dikelompokkan secara umum menjadi 4 kelompok (Winarno, 1985) : (1). Hasil samping pada penangkapan suatu spesies atau sumber daya misalnya ikan rucah pada penangkapan udang dan ikan cucut pada penangkapan tuna. (2). Sisa pengolahan seperti bagian kepala, tulang, sisik, sirip, isi perut, dan daging merah. (3). Surplus dari tangkapan. (4). Sisa distribusi. Umumnya industri fillet tuna menghasilkan limbah industri yang cukup besar. Dari limbah tersebut ada yang dapat dijadikan bahan untuk pakan hewan dan juga digunakan untuk produksi tepung ikan (fish meal) (Subangsihe, 1996 yang diacu Lestari, 2001). Perkembangan industri pengolahan ikan menjadi tepung ikan akan memberi beberapa keuntungan, yaitu untuk memanfaatkan kelebihan produksi pada saat produksi melimpah dan memanfaatkan bagian ikan yang tidak dikonsumsi seperti kepala, sirip, tulang, dan bagian lainnya yang biasanya merupakan sisa (limbah) industri pengolahan ikan.

20 5 2.3 Tepung Ikan Tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang terkandung di dalam tubuh ikan. Tepung ikan digunakan sebagai makanan hewan dan pupuk tanaman. Ada pula tepung ikan yang dibuat secara khusus untuk bahan makanan manusia. Untuk membuat tepung ikan sebenarnya dapat digunakan semua jenis ikan, tetapi hanya ikan pelagis dan demersal saja yang banyak digunakan dan sisa-sisa ikan dari pabrik-pabrik pengolahan ikan sebagai bahan baku pembuatan tepung ikan (Murniyati dan Sulaeman, 2000). Komposisi tepung ikan tidak saja tergantung pada spesies ikan yang digunakan, tetapi juga dipengaruhi oleh bentuk dan kualitas bahan baku yang digunakan. Adapun kandungan nutrisi dalam tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan nutrisi dalam tepung ikan Komponen nutrisi Persentase jumlah (%) Protein Lemak 6 14 Kadar air 4 12 Kadar abu 6-18 Sumber : Afrianto dan Liviawaty (1989) Sebagian besar abu dan mineral dalam tepung ikan berasal dari tulangtulang ikan. Kadar mineral tepung akan tinggi bila bahan mentahnya berasal dari sisa-sisa ikan berupa kepala dan tulang-tulang. Pasir, tanah liat dan benda-benda asing lainnya sering pula dijumpai pada tepung ikan yang dikeringkan dengan sinar matahari atau dari pabrik-pabrik kecil. Tepung ikan sebagai sumber kalsium dan fosfat dalam makanan penting sekali untuk pembentukan tulang. Di dalam tepung ikan juga mengandung trace element (Zn, I, Fe, Cu, Mn, Co). Selain itu, jumlah kandungan yodium pada tepung ikan juga mencukupi kebutuhan (Moeljanto, 1992). Tepung ikan yang berasal dari kepala dan tulang offal mengandung lebih banyak mineral sedangkan tepung ikan tersebut berasal dari isi perut atau ikan utuh, kandungan mineral lebih kecil (Murniyati dan Sulaeman, 2000).

21 6 2.4 Tepung Tulang Ikan Tuna Distribusi garam-garam mineral dalam daging ikan juga tidak merata. Tulang banyak mengandung garam mineral dari garam fosfat, seperti kalsium fosfat dan kreatin fosfat. Sarkoplasma banyak mengandung garam-garam potasium, kalsium, magnesium, dan klor. Potasium dan kalsium merupakan bagian dari protein kompleks (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Tepung tulang ikan tuna merupakan sumber kalsium dan fosfor yang baik, dapat diperoleh dengan berbagai cara sebagai berikut (Anggorodi, 1985) : (1). Pengukusan. Tulang dikukus kemudian dikeringkan dan digiling untuk menghasilkan tepung tulang. (2). Pemasakan dengan uap dibawah tekanan. Tulang dimasak dengan tekanan kemudian diarangkan dalam bejana tertutup sehingga didapat tulang dalam bentuk lunak dan dapat digiling menjadi tepung. (3). Abu tulang yang diperoleh dari pembakaran tulang. Protein tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan mutunya lebih rendah karena kandungan gelatinnya tinggi (Anggorodi, 1985). Tepung tulang yang diperoleh dengan cara pemasakan dengan tekanan dan pengeringan atau disebut steam bone meal rata-rata mengandung 30,14 % kalsium dan 14,53 % fosfor. Tepung tulang yang diperoleh dengan pengukusan akan kehilangan protein. Selain itu kandungan fosfor serta kalsiumnya rendah. Komposisi tepung tulang ini terdiri dari 26 % protein, 5 % lemak, 22,96 % kalsium, dan 10,25 % fosfor (Morrison, 1958). Menurut Ismanadji et al (2000) pengolahan tepung tulang ikan tuna dapat dilakukan dengan cara direbus dalam larutan asam ph 4, konsentrasi 1 % pada suhu 100 C selama 2 jam, lalu dikeringkan dan ditepung. Hasil yang telah diuji cobakan menunjukkan bahwa tepung tulang ikan tuna memiliki penampakan butiran halus merata, warna coklat muda kusem dan bau seperti ikan kering. Tepung tulang yang dibuat dari tulang ikan tuna memiliki kandungan kalsium 13,19 %, phospor 0,81 %, natrium 0,36 %, dan zat besi 0,03 %. Daya awet tepung tulang ikan tuna cukup lama, selama tiga bulan penyimpanan pada suhu kamar yang dikemas dalam kantong plastik dan divakum, secara umum belum menunjukkan penurunan mutu.

22 7 2.5 Kalsium Mineral merupakan bagian dari unsur pembentuk tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Disamping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktifitas enzim-enzim. Mineral digolongkan kedalam mineral makro dan mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier, 2003). Tubuh kita mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain. Diperkirakan 2 % dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1,0-1,4 kg terdiri dari kalsium (Winarno, 1997). Dari jumlah ini, 99 % berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit {(3Ca 3 (PO 4 ) 2 Ca(OH) 2 }. Kalsium tulang berada dalam keadaan seimbang dengan kalsium plasma pada konsentrasi kurang lebih 2,25-2,60 mmol/l (9-10,4 mg/100 ml). Kelebihan kalsium dapat berakibat buruk pada fungsi ginjal (Almatsier, 2003). Kalsium pada tubuh terdapat paling banyak di tulang dengan jumlah lebih dari 99 %. Kebutuhan tubuh akan kalsium dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium (Muhilal dan Karyadi, 1996). Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan yang dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia, seperti kacang-kacangan dan hasil olahannya, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini banyak mengandung zat yang dapat menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat dan oksalat. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila memakan makanan dengan menu seimbang tiap hari (Almatsier, 2003). Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Tulang kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun, kehilangan kalsium dari tulangnya. Tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stres sehari-hari. Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria dan lebih banyak pada orang kulit putih daripada kulit

23 8 berwarna. Disamping itu, osteoporosis lebih banyak terjadi pada perokok dan peminum alkohol. Kekurangan kalsium dapat pula menyebabkan osteomalasia pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena kekurangan vitamin D dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Di samping itu, dapat menyebabkan konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier, 2003). Keperluan kalsium dalam tubuh manusia berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Kebutuhan kalsium tubuh orang Indonesia per hari yang ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (2004) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Daftar kebutuhan kalsium dalam tubuh manusia Kelompok Umur Kebutuhan Ca (mg/hari) Bayi (bulan) Anak (thn) Pria (thn) Wanita (thn) Hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 Menyusui 6 bulan pertama 6 bulan pertama (16-18) 750 (19-29) 750 (30-49) 750 (50-64) 800 (65+) (16-18) 750 (19-29) 750 (30-49) 800 (50-64) 800 (65+) Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (2004)

24 9 2.6 Biskuit (crackers) Biskuit (crackers) adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman. Bentuk biskuit (crackers) pipih yang rasanya lebih mengarah ke rasa asin dan relatif renyah serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis (Manley, 2001). Syarat mutu biskuit biskuit (crackers) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Syarat mutu biskuit Kriteria Persyaratan Air Maksimum 5% Protein Minimum 6% Lemak Minimum 9,5% Karbohidrat Minimum 70% Abu Maksimum 2* Logam berbahaya Negatif Serat kasar Maksimum 0,5% Energi (Kal/100 g) Minimum 400 Jenis tepung Terigu Bau dan rasa Normal, tidak tengik Warna Normal Sumber : SNI Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat biskuit (crackers) adalah tepung terigu, lemak dan garam. Biasanya biskuit (crackers) dibuat dengan sedikit atau tidak ditambah gula, cukup lemak dan relatif sedikit air yang ditambahkan (Faridi, 1994). 2.7 Bahan Dasar (tepung terigu) Tepung yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit (crackers) adalah tepung terigu. Tepung terigu berfungsi sebagai bahan dasar untuk membentuk adonan selama proses pencampuran, mengikat bahan lainnya, membentuk struktur biskuit (crackers), serta memberikan citarasa (Matz, 1978). Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan biskuit (crackers). Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu diantara serelia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada saat terigu dibasahi dengan air. Biasanya mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang memiliki kadar air 14 %, kadar protein 8-12 %, kadar abu 0,25-0,60 %, dan gluten basah

25 % (Astawan, 2002). Berdasarkan kandungan gluten (protein), tepung terigu yang beredar di pasaran dapat dibedakan 3 macam sebagai berikut : a. Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya %. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti. Contohnya : terigu Cakra Kembar. b. Medium hard flour. Terigu jenis ini mengandung protein 9,5-11 %. Tepung ini banyak digunakan untuk macam-macam kue, serta biskuit. Contohnya : terigu Segitiga Biru. c. Soft flour. Terigu ini mengandung protein sebesar 7-8,5 %. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biskuit. Contohnya : terigu Kunci Biru. Tepung terigu yang digunakan untuk pembuatan biskuit (crackers) yaitu tepung terigu dengan kandungan protein antara 8,5 10%, sehingga biskuit (crackers) yang dihasilkan lebih tipis dan renyah (Faridi, 1994). Jenis ini biasanya digunakan untuk membuat kue atau produk sejenis yang menghasilkan struktur mudah patah yang diinginkan (Potter dan Hotchkiss, 1995). 2.8 Bahan Tambahan Lemak Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit (crackers). Di dalam adonan lemak memberikan fungsi shortening dan pemberi flavor. Selama pengadukan adonan, lemak akan mengelilingi tepung terigu sehingga jaringan gluten di dalamnya akan diputus dan karakteristik biskuit (crackers) setelah pemanggangan menjadi tidak keras dan lebih cepat meleleh di mulut (Manley, 1983). Jenis lemak yang digunakan dalam pembuatan biskuit (crackers) biasa disebut dengan shortening. Jumlah dan jenis shortening dalam formula berpengaruh terhadap adonan dan kualitas akhir produk. Shortening bisa berasal dari lemak hewani (mentega) maupun lemak nabati (margarin). Shortening yang biasanya digunakan dalam pembuatan biskuit (crackers) adalah mentega. Rendahnya titik cair pada mentega menyebabkan produk menjadi berminyak. Untuk mengurangi efek berminyak yang dihasilkan mentega, biasanya ditambahkan margarin (Matz, 1978).

26 Air Air mempunyai fungsi yang memungkinkan terbentuknya gluten, mengontrol suhu adonan dan mengatur pemanasan atau pendinginan adonan. Air juga berfungsi untuk melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan bukan tepung secara seragam, membasahi dan mengembangkan pati, serta membantu kegiatan enzim (Anonim, 1981 yang diacu Artama, 2001) Garam Garam yang ditambahkan kedalam adonan umumnya sebanyak 1 % sampai 2,5 % dari berat tepung terigu. Penambahan garam selain untuk menguatkan flavor juga mempengaruhi sifat adonan. Secara tidak langsung hal ini dapat mempengaruhi warna kulit bagian luar dan tingkat keremahan biskuit (crackers) (Matz, 1992) Ragi Ragi adalah sumber penting penyediaan enzim. Enzim dihasilkan oleh sel-sel yang hidup baik nabati atau hewani. Ragi terdiri dari sejumlah kecil enzim termasuk protease, lipase, invertrase, maltase, dan zymase. Enzim yang penting dalam ragi adalah invertrase, maltase, dan zymase. Ragi berfungsi untuk memperingan adonan dan memberikan aroma serta rasa. Dalam proses pembuatan roti dan adonan yang manis, ragi akan menguraikan gula sederhana yang menghasilkan CO2 dan akohol (Potter dan Hotchkiss, 1995) Gula Gula merupakan bahan digunakan dalam pembuatan biskuit (crackers). Jumlah gula yang ditambahkan biasanya berpengaruh terhadap tekstur dan penampakan biskuit (crackers). Fungsi gula dalam proses pembuatan biskuit (crackers) selain sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tekstur, memberikan warna pada permukaan biskuit (crackers), dan mempengaruhi pengembangan biskuit (crackers) (Matz, 1978).

27 Proses Pembuatan Biskuit (Crackers) Bahan-bahan non lemak dicampur merata terlebih dahulu dan ditambah air sehingga terbentuk adonan, kemudian lemak ditambahkan kedalam adonan. Proses fermentasi selama 30 menit untuk menghasilkan adonan yang elastis mengembang dan mempunyai daya renggang yang baik (Manley, 1983). Gas yang dihasilkan merupakan hasil fermentasi, semakin lama proses fermentasi, maka semakin banyak gas yang dihasilkan. Hal ini akan berpengaruh terhadap pengembangan adonan dan kelembutan tekstur biskuit (crackers). Setelah itu adonan dibuat lembaran-lembaran dan laminasi dengan menggunakan campuran tepung terigu dan lemak sebagai tepung pengisi diantara lembaranlembaran adonan (Manley, 1983). Adonan kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan dan dipanggang. Tekstur dan pengembangan biskuit (crackers) terbaik diperoleh dari pemanggangan dengan suhu bertingkat. Peningkatan suhu harus dilakukan dengan cepat pada awal pemanggangan dan kemudian suhunya diturunkan untuk mengeringkan biskuit (crackers) tanpa menimbulkan kegosongan. Selama pemanggangan, laminasi akan terangkat dan terpisah-pisah sehingga menghasilkan biskuit (crackers) yang mempunyai struktur berlapis-lapis (Manley, 1983). Formula bahan pembuatan biskuit (crackers) menurut resep Primarasa dapat dilihat pada Tabel 4 : Tabel 4. Formula bahan biskuit (crackers) Bahan Komposisi Tepung terigu 200 gram Margarin 125 gram Telur 1 butir Kuning telur 20 gram Ragi 3 gram Garam 2 gram Sumber : Primarasa (2004)

28 Jeruk nipis Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) adalah sejenis buah jeruk yang banyak mengandung air, tapi air buahnya sangat masam sekali, walau aromanya sangat sedap. Jeruk ini merupakan bahan penting untuk pembuatan asam sitrat. Daun, bunga, dan buah menghasilkan minyak terbang. Varietasnya yang terkenal ada 3 macam. Yaitu Citrus aurantium subspes aurantifolia var. fusca yang umum dikenal sebagai jeruk nipis, C. aurantium subspes. Aurantifolia var. Limetta (banyak diusahakan di Meksiko), dan C. aurantium subspes. aurantifolia var. Bergamia yang lebih dikenal sebagai jeruk bergamot penghasil minyak bergamot. Kulit jeruk nipis adalah lapisan luar dari kulit jeruk nipis Citrus aurantifolia subspes aurantifolia var fusca yang berupa kepingan-kepingan atau pita-pita yang licin. Baunya khas aromatik, rasanya pahit (Sarwono, 2001). Komposisi kandungan kimia jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bemanfaat misalnya: limonen, linalin asetat, geranil asetat, fellandren dan sitral. Di samping itu jeruk nipis mengandung asam sitrat 100 gram buah jeruk nipis mengandung: vitamin C 27 miligram, kalsium 40 miligram, fosfor 22 miligram, hidrat arang 12,4 gram, vitamin B1 0,04 miligram, zat besi 0,6 miligram, lemak 0,1 gram, kalori 37 gram, protein 0,8 gram, dan air 86 gram. Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia antara lain limonen, linalin asetat, geranil asetat, fellandren, sitral dan asam sitrat ( Sari buah jeruk nipis mengandung asam sitrat 7 % dan minyak atsiri limonen. Buah jeruk nipis sering digunakan sebagai bahan minuman dan pencampur berbagai masakan serta menghilangkan bau anyir pada ikan (Rukmana, 1996). Selain sebagai bahan berkhasiat obat, perasan air jeruk nipis juga digunakan untuk menghilangkan bau amis akibat ikan ataupun senyawa lainnya pada gelas, piring, tempat-tempat lainnya, atau pada tangan sehabis membersihkan ikan. Juga untuk mengilapkan kembali barang-barang yang terbuat dari kuningan serta logam lainnya lagi banyak digunakan larutan yang mengandung air perasan buah jeruk nipis.

29 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan April hingga Juni Bertempat di Laboratorium Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Laboratorium Organoleptik Hasil Perikanan Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Biokimia Depertemen Teknologi Pangan dan Gizi Fateta IPB, Laboratorium Nutrisi Makanan Departemen Ilmu Nutrisi Makanan Ternak, Laboratorium FTDC PAU Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian Cimanggu Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan untuk pembuatan biskuit (crackers) adalah limbah tulang ikan madidihang yang berasal dari TPI Muara Baru Jakarta, tepung terigu merk segitiga biru, margarin merk blue band, ragi merk fermipan, air, garam, gula halus, dan jeruk nipis yang diperoleh dari pasar Anyar, Bogor. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimiawi yaitu heksan, H 2 SO 4 pekat, HCl, kertas saring, kertas ph, kertas Whatman 42, NaOH, HNO 3, aquadest, asam borat, NaCl, HCl, H 2 SO 4, Na 2 S 2 O 5, tablet kjeldahl pelarut lemak Alat Alat untuk pembuatan tepung tulang ikan madidihang, yaitu : pisau, panci, kompor, autoclave, hammer meal, oven, ayakan, dan blender. Dalam pembuatan biskuit (crackers), alat yang digunakan adalah loyang, cetakan, oven, dan timbangan kue. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah tanur, oven, kjeltec system, soxhlet, penetrometer, Kett whiteness meter, buret, gegep, cawan porselein, gelas piala, gelas ukur, timbangan analitik, desikator, destilator, kertas saring, labu lemak, pipet, erlenmeyer, dan Atomic Absorption Spectrophotometer.

30 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu : penelitian pendahuluan dan penelitian utama Penelitian pendahuluan Tujuan dari penelitian pendahuluan adalah untuk menghasilkan tepung tulang ikan madidihang yang tidak anyir dengan perlakuan perendaman didalam larutan jeruk nipis. Dalam penelitian pendahuluan terlebih dahulu dilakukan pembuatan tepung tulang ikan madidihang yang direndam larutan jeruk nipis. Jeruk nipis yang digunakan untuk 1 kg tulang ikan madidihang sebanyak 5 liter larutan jeruk nipis. Perbandingan antara jumlah air perasan jeruk nipis dengan jumlah air yang digunakan adalah 500 ml : 4500 ml (1 : 9 v/v) dengan waktu perendaman yang berbeda-beda yaitu 0, 2, 4 dan 6 jam (Irawati, 2001). Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan juga penghitungan berat awal (bentuk limbah tulang) dan berat akhir (saat sudah menjadi tepung tulang ikan madidihang) sebagai dasar perhitungan rendemen, derajat putih, serta uji sensori yang meliputi bau/aroma dan warna dari tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan. Hasil pengamatan sensori dengan menggunakan 30 orang panelis ini dipakai untuk menentukan waktu perendaman terbaik yang dapat menghasilkan tepung tulang ikan madidihang tidak amis. Proses pembuatan tepung tulang adalah sebagai berikut: tulang ikan dicuci untuk dibersihkan dari kotoran dan darah, tahap selanjutnya perebusan selama 12 jam (4 jam pertahap) sehingga mudah dipotong. Selesai direbus tulang ikan dicuci dengan air. Tulang ikan direndam dengan larutan jeruk nipis (1:9 v/v) selama 0, 2, 4 dan 6jam. Tulang ikan dicuci dengan air. Tahap selanjutnya tulang ikan tersebut di autoclave selama 1 jam pada suhu 121 C. Pengeringan dengan oven suhu ± 60 C selama 5 jam. Tahap selanjutnya adalah penggilingan dengan hammer mill. Langkah terakhir adalah pengayakan dengan ayakan berukuran 100 mesh. Diagram alir proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 2.

31 16 Limbah tulang ikan madidihang Pembersihan, pencucian dan pengecilan ukuran Perebusan selama 12 jam (4 jam pertahap) suhu 100 C Pencucian dengan air Waktu perendaman : Perendaman air jeruk nipis ( 1 : 9 v/v) * 0, 2, 4 dan 6 jam Pencucian dengan air Pemanasan (autoclave) selama 1 jam pada suhu 121 C Pengeringan dengan oven suhu ± 60ºC, selama 5 jam Penggilingan dengan hammer mill * Pengayakan dengan ayakan berukuran 100 mesh Uji sensori Rendemen Derajat putih Uji proksimat Uji kalsium Tepung tulang ikan madidihang Gambar 2. Skema proses pembuatan tepung tulang ikan madidihang (* Modifikasi Nurdiani, 2003) Penelitian utama Penelitian utama meliputi pembuatan biskuit (crackers) dengan suplemen tepung tulang ikan madidihang yang berasal dari waktu perendaman terbaik yaitu pada perendaman larutan di dalam jeruk nipis 6 jam berdasarkan uji sensori. Urutan proses perlakuan pembuatan biskuit (crackers) sebagai berikut :

32 17 1. Tepung terigu 200 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang 0 %, sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah 0 gram. 2. Tepung terigu 180 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang 10 %, sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah 20 gram. 3. Tepung terigu 160 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang 20 %, sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah 40 gram. 4. Tepung terigu 140 gram dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang 30 %, sehingga tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan adalah 60 gram. Prosedur pembuatan biskuit (crackers) sebagai berikut: air dan garam diaduk merata (adonan 1). Tepung terigu, tepung tulang ikan madidihang, ragi fermipan, gula halus dan margarin dicampur dan diaduk merata (adonan 2). Adonan yang pertama dan adonan yang kedua dicampur lalu diuleni dengan tangan sehingga menjadi licin. Selanjutnya dilakukan pemeraman adonan (aging) selama 30 menit. Selesai aging dilakukan pencetakan adonan setebal 3 mm diatas loyang yang telah dilapisi margarin. Langkah terakhir adalah proses pemanggangan (oven) bersuhu 160 C selama 15 menit serta didinginkan pada suhu kamar. Formula biskuit (crackers) dapat dilihat pada Tabel 5. Sedangkan diagram alir pembuatan biskuit (crackers) dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 5. Formula biskuit (crackers) dengan berbagai campuran bahan Konsen trasi (%) Tepung Tulang Tepung Terigu (gram) Tepung Tulang (gram) Margarin (gram) Air (gram) Ragi (gram) Garam (gram) Gula halus (gram) Sumber : Modifikasi Resep Primarasa (2004) Keterangan : dengan menggunakan metode subtitusi

33 18 Air dan garam diaduk* Tepung terigu, ragi, margarin, merata (adonan 1) tepung tulang ikan madidihang (0, 10, 20 dan 30 %), dan gula halus* dicampur dan diaduk rata (adonan 2). Pencampuran adonan 1 dan 2 lalu di aduk dengan tangan hingga licin Pemeraman adonan (aging) selama 30 menit Pencetakan adonan setebal 3 mm (ukuran panjang 2,57 cm dan lebar 2,57 cm) diatas loyang yang telah dilapisi mentega Pemanggangan (oven) bersuhu 160 selama 15 menit * Pendinginan pada suhu kamar Uji Kimia : Biskuit (crackers) Uji Fisik : Uji kadar air Uji kekerasan/kerenyahan Uji kadar abu Uji sensori Uji kadar lemak Uji kadar protein Uji kadar karbohidrat Uji kadar kalsium Uji kadar serat Uji ph Gambar 3. Skema proses pembuatan biskuit (crackers) ( *Modifikasi Primarasa, 2004)

34 Pengamatan Analisis kimia Analisis kadar air ( AOAC, 1995) Cawan kosong yang digunakan dikeringkan dalam oven selama 15 menit atau sampai diperoleh berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu ºC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : B1 B2 % Kadar air = 100% B Keterangan : B = Berat sampel (gram) B 1 = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan B 2 = Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan Analisis kadar abu (AOAC, 1995) Pengukuran kadar abu ditentukan dengan alat tanur. Cawan porselin dipanaskan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel dimasukkan dalam cawan porselin lalu dibakar sampai tidak berasap lagi lalu diabukan dalam tanur suhu 600ºC sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu) dan berat konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut : % Kadar abu = Berat abu Berat sampel ( g) x100% ( g)

35 Analisis kadar protein (AOAC, 1995) Ditimbang sejumlah kecil contoh (1-2 gram) lalu dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Setelah itu ditambahkan 1,9 g K 2 SO 4, 40 mg HgO dan 2.0 ± 0.1 ml H 2 SO 4 dan kemudian contoh dididihkan sampai cairan jernih. Larutan jernih ini lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi. Labu kjeldahl dicuci dengan air (1-2) ml kemudian air cucian dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-NaS 2 O 3. Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H 3 BO 3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2 % dan 1 bagian metilen biru 0,2 % dalam alkohol). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H 3 BO 3. Setelah itu isi erlenmeyer diencerkan sampai 50 ml dan dititrasi dengtan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abuabu. Dilakukan pula terhadap blanko. % N = ( ml sampel ml HCl blanko) x N HCl Berat sampel x x100% % Pr otein = % N x Analisis kadar lemak (AOAC, 1995) Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode ekstraksi soxhlet. Pertama kali labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Contoh sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring, setelah itu kertas saring yang berisi contoh tersebut dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor diletakkan diatasnya dan abu lemak diletakkan dibawahnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut ditampung kembali. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dipanaskan di

36 21 dalam oven pada suhu 105ºC hingga mencapai berat tetap dan setelah itu didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu beserta lemak didalamnya ditimbang dan berat lemak dapat diketahui. % Kadar lemak = Berat Lemak Berat sampel ( g) x100% ( g) Analisis kadar karbohidrat by difference (AOAC, 1995) Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu dengan menggunakan rumus : Kadar karbohidrat = 100% K. lemak K. Pr otein K. air K. Abu Analisis kadar kalsium (AOAC, 1995) Penetapan kadar kalsium dilakukan dengan mengukur sampel yang sudah didestruksi secara basah pada Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) dengan menggunakan panjang gelombang 420 nm. Sampel didestruksi dengan campuran asam lalu dipisahkan dengan residunya. Larutan stok standar kalsium 1000 ppm dibuat dengan cara menimbang 2,4974 gram CaCO 3 kemudian dilarutkan dengan asam nitrat 1:4 sampai 1 liter. Larutan standar dibuat dari larutan stok 1000 ppm. Seri larutan standar yang digunakan adalah 0, 2, 5, 10 dan 20 ppm dengan volume 100 ml. Larutan standar tersebut kemudian diukur absorbansinya dengan AAS. Dari nilai absorbansi yang dihasilkan AAS pada seri larutan standar diperoleh hubungan antara konsentrasi dengan absorban, melalui persamaan garis lurus y = a + bx. Y sebagai absorban dan x sebagai konsentrasi. Analisis kadar kalsium sampel dilakukan dengan menimbang 0,1 gram sampel halus yang kemudian dimasukkan kedalam labu kjeldhal 100 ml dan ditambahkan ml campuran asam yang terdiri dari HNO 3, HclO 4, dan HCl (perbandingan 6 : 6 : 1), larutan didestruksi sampai berwarna jernih kemudian didinginkan. Setelah dingin campuran hasil destruksi disaring dengan kertas saring whatman. Pada saat penyaringan, labu kjeldahl dan corong dibilas dengan

37 22 air bebas ion sebanyak 4 kali. Volume hasil penyaringan ditera hingga 100 ml dan siap diukur pada AAS dengan panjang gelombang 420 nm. ppm Ca = (absorban sampel absorban blanko) x ml aliquot x FP Bobot sampel (g) % Ca = ppm Ca x 100 % Analisis kadar serat kasar (SNI ) Ditimbang dengan teiliti 2-5 gram contoh yang telah bebas dari lemak, kemudian dimasukan kedalam erlenmeyer 750 ml. Lalu ditambahkan dengan 100 ml H 2 SO 4 1,25%. Didihkan selama 30 menit menggunakan pendingin tegak. Setelah itu ditambahkan lagi 200 ml NaOH 3,25% dan didihkan selama 30 menit. Dalam keadaan panas, larutan disaring dengan menggunakan corong Buchner berisi kertas saring yang telah diketahui bobotnya (yang telah dikeringkan pada suhu 105 C selama 30 menit). Kertas saring dicuci berturutturut dengan air panas, H 2 SO 4 1,25%, air panas dan alkohol 96%. Kertas saring dan isinya diangkat dan dimasukkan kedalam cawan pijar yang telah diketahui bobotnya, lalu dikeringkan pada 105 C selama 1 jam hingga bobot tetap. A B C % Kadar serat kasar = 100% gramcontoh Keterangan : A = bobot cawan + kertas saring + sampel B = bobot abu + cawan C = bobot kertas saring Analisis energi (kal/100 gram) (SNI ) Nilai kalori per 100 gram contoh = (9 % lemak + 4 % protein + 4 % karbohidrat) kal

38 Analisis derajat keasaman metode ph metri (AOAC, 1995) Sampel dihaluskan, lalu ditimbang sebanyak 1 g dalam gelas piala. Ditambahkan 10 ml akuades ph 7, lalu dilakukan pengadukan. Setelah larut, dilakukan pengukuran ph dengan cara memasukkan ph meter yang telah dikalibrasi dengan akuades ph 7 kedalam larutan sampel. Didiamkan beberapa menit hingga didapat ph tetap Analisis Fisik Rendemen Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan output. Rendemen dihitung berdasarkan berat basah. A Re ndemen = 100% B Keterangan : A = berat akhir tepung tulang ikan madidihang B = berat awal tulang ikan madidihang Analisis derajat putih tepung tulang ikan madidihang Sampel berupa tepung tulang dimasukkan kedalam cawan whiteness meter hingga padat dan penuh. Kemudian cawan berisi sampel beserta cawan berisi standar (dapat berupa white plate atau serbuk BaSO 4 ) dimasukkan kedalam sistem Kett Whiteness Meter. Derajat keputihan diukur dengan membandingkan warna sampel dengan warna kontrol, ditunjukkan oleh jarum meteran pada monitor Kekerasan biskuit (crackers) (Ranggana, 1986) Kekerasan diukur dengan menggunakan penetrometer. Biskuit (crackers) direntangkan pada dasar alat penetrometer, kemudian ditusukkan jarum kedalam biskuit (crackers) selama 1 detik. Nilai kerenyahan/kekerasan dapat dilihat pada angka yang ditunjukkan oleh meter. Semakin kecil nilai yang didapatkan, maka tingkat kekerasan semakin besar.

39 Rancangan percobaan (Steel dan Torrie, 1991) Data hasil analisis yang diperoleh, diolah untuk mengetahui respon percobaan terhadap produk. Rancangan percobaan untuk uji hasil analisis fisiko kimia adalah Rancangan Acak Lengkap Tunggal (1 faktor yaitu konsentrasi tepung tulang ikan dengan 3 kali ulangan). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Package For Social Science (SPSS) pada komputer. Berdasarkan hasil analisis rancangan acak lengkap apabila hasil yang didapat berbeda nyata maka dilanjutkan uji lanjut BNJ untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Model Rancangan : Y ik = µ + A i + ε ik Keterangan : Y ik = respon percobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i, ulangan ke-k µ = nilai tengah umum / rataan A i = pengaruh taraf ke-i faktor A (i = 1, 2, 3) ε ik = kesalahan percobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i pada ulangan ke-k Data hasil uji sensori disusun dalam score sheet kemudian dihitung dengan menggunakan statistik non parametrik, metode Kruskal wallis dengan rumus sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991). H 12 Ri = 3( n + 1) n( n + 1) n i 2 " H ' = H Pembagi T Pembagi = 1 ( n 1) n( n + 1) Keterangan : n i = banyaknya pengamatan n = total data R i = jumlah pangkat bebas dalam contoh ke-i t = banyaknya pengamatan yang seri dalam kelompok H = H terkoreksi

40 25 Jika hasil uji Kruskal wallis menunjukkan hasil yang berbeda nyata selanjutnya dilakukan uji lanjut multiple comparison dengan rumus sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991). Ri R j Zα / 2 p ( n + 1) k / 6 Keterangan : R i = rata-rata ranking perlakuan ke-i R j = rata-rata nilai ranking perlakuan ke-j k = banyaknya ulangan n = jumlah total data

41 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Semakin besar rendemennya maka semakin tinggi pula nilai ekonomis produk tersebut, begitu pula nilai efektivitas dari produk tersebut (Hadiwiyoto, 1994 yang diacu Amiarso, 2003). Berat awal tulang ikan madidihang basah adalah 12 kg, kemudian tulang tersebut dibersihkan dari daging yang masih menempel sehingga beratnya menjadi 3 kg. Setelah proses penepungan tepung tulang ikan madidihang yang diperoleh sebanyak 1975 gram. Rendemen tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan adalah 65,8 %. Rendemen tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kualitas filleting ikan tersebut. Kualitas yang baik dapat dilihat dari sedikitnya daging ikan yang masih menempel pada tulang. Semakin baik kualitas filleting maka semakin tinggi rendemen yang dihasilkan Derajat putih Tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan memiliki warna putih susu. Derajat putih yang diukur dengan menggunakan alat whiteness meter untuk tepung tulang ikan madidihang tanpa perendaman dalam larutan jeruk nipis adalah 64,87 % (ph 7,03), tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 2 jam adalah 65,11 % (ph 5,65), tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam adalah 68,92 % (ph 5,58), dan tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam adalah 76,08 % (ph 5,33). Dengan meningkatnya waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis derajat putih tepung tulang ikan madidihang lebih cerah. Diduga disebabkan oleh tingkat keasaman tepung tulang ikan madidihang yang lebih rendah dengan adanya perendaman dalam larutan jeruk nipis. Semakin lama direndam dengan larutan jeruk nipis maka semakin

42 27 menurun ph mengakibatkan warna tepung tulang ikan lebih terang (Soeparno, 1994 yang diacu Nasution, 2000). Selain itu dalam larutan jeruk nipis terdapat alpha hydroxy acid (AHA) yang berfungsi untuk memberikan efek pencerahan (Puri, 2002). Angka yang diperoleh dari derajat putih tepung tulang ikan madidihang terbilang kecil jika merujuk pada angka derajat putih tepung terigu yang berada pada kisaran 80%-90 %. Selain itu tepung yang dijual komersil biasanya menggunakan pemutih karena kesukaan konsumen terhadap warna tepung yang putih (Buckle et al, 1987). Hasil pembuatan tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) hasil penelitian Uji sensori tepung tulang ikan madidihang Uji sensori aroma dan warna dilakukan untuk menentukan berapa lama sebenarnya waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis terbaik yang menghasilkan tepung tulang ikan madidihang yang tidak berbau anyir. Perlakuan ini meliputi kontrol (tanpa perendaman dalam larutan jeruk nipis), 2, 4 dan 6 jam. Berdasarkan uji sensori ini, dipilih satu tepung tulang ikan madidihang terbaik yaitu dengan perendaman 6 jam yang nantinya akan dijadikan suplemen dalam pembuatan biskuit (crackers). Score sheet tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Lampiran 1a sedangkan data hasil uji sensori tepung tulang ikan madidihang untuk parameter aroma dan warna dapat dilihat pada Lampiran 2a dan 2b. Hasil uji sensori tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Tabel 6.

43 Aroma Tabel 6. Nilai rata-rata hasil uji hedonik tepung tulang ikan madidihang Perlakuan Aroma Warna Kontrol (tanpa perendaman larutan jeruk nipis) 4,93 5,20 Perendaman larutan jeruk nipis selama 2 jam 5,00 5,50 Perendaman larutan jeruk nipis selama 4 jam 5,13 5,60 Perendaman larutan jeruk nipis selama 6 jam 5,77 6,43 Aroma merupakan sesuatu yang berhubungan dengan indera penciuman manusia. Aroma dari suatu bahan akan mempengaruhi kesukaan panelis terhadap bahan tersebut. Pada umumnya aroma yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus (Winarno, 1997). Dari hasil uji sensori terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang diperoleh nilai rata-rata antara 4,93 sampai 5,77. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang berkisar dari kategori netral hingga kategori agak suka. Nilai kesukaan tertinggi terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang terdapat pada tepung tulang dengan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam dengan nilai 5,77 dan nilai kesukaan terendah terdapat pada tepung tulang ikan madidihang tanpa perendaman dalam larutan jeruk nipis dengan nilai 4,93. Histogram nilai rata-rata aroma tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 5. Tingkat kesukaan jam 2 jam 4 jam 6 jam Waktu perendaman dengan larutan jeruk nipis Gambar 5. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis

44 29 Gambar 5 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang mengalami kenaikan seiring dengan semakin lama waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis. Semakin lama waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis maka bau amis pada tepung tulang yang diperoleh akan hilang. Hal ini menunjukkan bahwa larutan jeruk nipis mengandung minyak atsiri Limonen yang berfungsi untuk menghilangkan bau amis ikan pada tepung tulang ikan tersebut (Rukmana, 1996). Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis pada tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang. Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada Lampiran 4a. Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan bahwa aroma tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam berbeda nyata terhadap kontrol, perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 2 jam dan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam. Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang bervariasi terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang pada semua perlakuan. Hal ini diduga karena variasi waktu perendaman yang dilakukan ternyata cukup memberikan perbedaan nyata terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang, sehingga dapat terlihat oleh panelis bahwa semakin lama waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis maka bau anyir pada tepung tulang ikan madidihang semakin hilang. Hasil uji lanjut multiple comparison dapat dilihat pada Lampiran 4b Warna Dari hasil uji sensori terhadap warna tepung tulang ikan madidihang diperoleh nilai rata-rata antara 5,20 sampai 6,43. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tepung tulang ikan madidihang berkisar dari kategori netral hingga kategori agak suka. Nilai kesukaan tertinggi terhadap warna tepung tulang ikan madidihang terdapat pada tepung tulang dengan waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam dengan nilai 6,43 dan nilai kesukaan terendah terdapat pada tepung tulang ikan madidihang tanpa perendaman di dalam larutan jeruk nipis dengan nilai 5,20. Histogram nilai rata-rata warna tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 6.

45 30 Tingkat kesukaan jam 2 jam 4 jam 6 jam Waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis Gambar 6. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap warna tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis Gambar 6 menunjukkan bahwa panelis menyukai warna tepung tulang ikan madidihang yang direndam larutan jeruk nipis selama 6 jam (ph 5,33) dibandingkan dengan tanpa perendaman di dalam jeruk nipis (ph 7,03), perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 2 jam (ph 5,65), dan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam (ph 5,58). Tepung tulang ikan madidihang yang diperoleh tanpa perendaman di dalam larutan jeruk nipis berwarna putih kecoklatan. Dengan meningkatnya waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis, warna tepung tulang ikan madidihang lebih cerah. Diduga disebabkan oleh ph tepung tulang ikan madidihang yang lebih rendah dengan adanya perendaman di dalam larutan jeruk nipis. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1994) yang diacu Nasution (2000), penurunan ph mengakibatkan warna tepung tulang ikan lebih terang. Selain itu dalam larutan jeruk nipis terdapat alpha hydroxy acid (AHA) yang berfungsi untuk memberikan efek pencerahan (Puri, 2002). Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa perendaman dengan larutan jeruk nipis pada tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna tepung tulang ikan madidihang. Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada Lampiran 4a. Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan bahwa warna tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam berbeda nyata terhadap kontrol, perendaman di dalam jeruk nipis selama 2 jam, dan perendaman di dalam

46 31 larutan jeruk nipis selama 4 jam. Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang bervariasi terhadap warna tepung tulang ikan madidihang pada semua perlakuan. Hal ini diduga karena variasi waktu perendaman yang dilakukan ternyata cukup memberikan perbedaan nyata terhadap warna tepung tulang ikan madidihang, sehingga dapat terlihat oleh panelis semakin lama waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis, maka warna tepung tulang ikan madidihang semakin bagus. Hasil uji lanjut multiple comparison dapat dilihat pada Lampiran 4b Analisis kimia tepung tulang ikan madidihang Kadar air Air merupakan komponen utama dalam bahan makanan yang sangat mempengaruhi tekstur, rupa maupun cita rasa dalam makanan. Daya tahan bahan hasil olahan juga sangat berkaitan dengan kandungan air karena hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangbiakan mikroorganisme dalam produk olahan (Winarno, 1997). Berdasarkan hasil analisis diperoleh kadar air tepung tulang ikan madidihang berkisar antara 2,55 3,76 %. Kadar air terendah dihasilkan pada pembuatan tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam dengan nilai sebesar 2,55 %, sedangkan kadar air tertinggi pada tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam yaitu 3,76 %. Hasil analisis kadar air tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 7. Kadar air (%) jam 2 jam 4 jam 6 jam Waktu perendaman di dalam jeruk nipis Gambar 7. Histogram kadar air tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman di dalam jeruk nipis

47 32 Kadar air pada perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam meningkat dan kadar air pada perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam menurun. Kadar air meningkat pada waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam yang disebabkan penyerapan larutan jeruk nipis-nya belum stabil sedangkan pada perlakuan perendaman lebih dari 4 jam mengalami penurunan yang disebabkan proses penyerapannya lebih cepat. Kemudian setelah mengalami proses perendaman, keempat perlakuan tersebut mengalami autoclave selama 1 jam. Pada perlakuan perendaman lebih dari 4 jam, terjadi proses yang lebih cepat penguapannya dibandingkan ketiga perlakuan lainnya karena evaporasi sari jeruk bekerja lebih optimal sehingga kadar air turun menjadi 2,55 pada perlakuan perendaman 6 jam (Ahza dan Slamet, 1997). Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis berpengaruh nyata terhadap kadar air tepung tulang ikan madidihang (Lampiran 9a). Sedangkan dari hasil uji lanjut BNJ perlakuan perendaman 6 jam berbeda nyata terhadap perendaman di dalam larutan jeruk nipis dengan perlakuan x11 (kontrol), perlakuan x12 (perendaman 2 jam), dan perlakuan x13 (perendaman 4 jam) (Lampiran 10a) Kadar abu Abu merupakan salah satu komponen dalam bahan makanan. Komponen ini terdiri dari mineral-mineral seperti kalium, fosfor, natrium, magnesium, kalsium, besi, mangan, dan tembaga (Winarno, 1995). Mineral merupakan salah satu zat gizi esensial yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil Berdasarkan hasil analisis diperoleh kadar abu tepung tulang ikan madidihang menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu 65,61 67,94 %. Kadar abu terendah dihasilkan pada pembuatan tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 4 jam dengan nilai sebesar 65,61 %, sedangkan kadar abu tertinggi pada tepung tulang ikan madidihang tanpa perendaman di dalam larutan jeruk nipis yaitu 67,94 %. Diduga kadar abu yang tinggi disebabkan karena komponen penyusun utama tulang adalah mineral. Selain itu akibat proses pemasakan dan pengeringan menyebabkan bahan mengalami kehilangan protein dan sebagian komponen air dan lemak yang

48 33 akhirnya dapat meningkatkan kadar abu bahan. Hasil analisis kadar abu tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 8. Kadar abu (%) jam 2 jam 4 jam 6 jam Waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis Gambar 8. Histogram kadar abu tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis Terjadinya peningkatan kadar abu pada perlakuan 6 jam karena setelah mengalami perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam, dilakukan proses peremahan menggunakan autoclave selama 1 jam. Dalam proses tersebut, proses evaporasi sari jeruk yang mempunyai total padatan tertinggi berlangsung lebih cepat sehingga kandungan air dalam tulang ikan madidihang mengalami banyak penguapan yang mengakibatkan kadar abu meningkat menjadi 67,72% (Adil dan Asep, 1997). Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perendaman jeruk nipis berpengaruh nyata terhadap kadar abu tepung tulang ikan madidihang (Lampiran 9b). Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis 4 jam dan perendaman di dalam larutan jeruk nipis 2 jam berbeda nyata dengan perendaman kontrol dan perendaman 6 jam (Lampiran 10a) Kadar protein Berdasarkan analisis protein diperoleh hasil kadar protein tepung tulang ikan madidihang yang dibuat berkisar antara 16,60 17,51 %. Kadar protein tertinggi dihasilkan pada tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 2 jam yaitu 17,51 %, sedangkan kadar protein terendah dihasilkan pada tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam yaitu 16,60 %. Nilai kadar protein pada setiap perlakuan mengalami penurunan dimana hal ini dipengaruhi oleh waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis yang berbeda setiap perlakuan.

49 34 Hubungan waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis dengan protein adalah protein akan terhidrolisa apabila dicampurkan dengan asam, alkali kuat atau enzim proteolitik dan juga pemanasan (perebusan). Protein terhidrolisa melalui proses pemecahan protein secara bertahap menjadi molekul-molekul peptida yang sederhana dan asam-asam amino (Kirk dan Othmer, 1953 yang diacu Murtiningrum, 1997). Hasil analisis kadar protein tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 9. Kadar protein (%) jam 2 jam 4 jam 6 jam Waktu perendaman dengan larutan jeruk nipis Gambar 9. Histogram kadar protein tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis berpengaruh nyata terhadap kadar protein tepung tulang ikan madidihang (Lampiran 9c). Berdasarkan uji lanjut BNJ (Lampiran 10a), menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis 4 jam dan perendaman di dalam larutan jeruk nipis 2 jam berbeda nyata dengan perendaman kontrol dan perendaman 6 jam Kadar lemak Bila lemak bersentuhan dengan udara untuk jangka waktu lama maka akan terjadi perubahan yang dinamakan proses ketengikan (Almatsier, 2003), sehingga lemak harus dikeluarkan semaksimal mungkin dari tepung tulang ikan demi mengurangi resiko ketengikan. Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada Gambar 10 diperoleh kadar lemak tepung tulang ikan madidihang berkisar antara 3,51 6,26 %. Kadar lemak tertinggi terdapat pada tepung tulang ikan madidihang tanpa perendaman di dalam larutan jeruk nipis sedangkan kadar lemak terendah terdapat pada tepung

50 35 tulang ikan madidihang dengan perendaman di dalam larutan jeruk nipis selama 6 jam. Nilai kadar lemak dari perlakuan kontrol, perlakuan 2 jam, perlakuan 4 jam dan sampai perendaman di dalam larutan jeruk nipis perlakuan 6 jam mengalami kenaikan dan penurunan. Hal ini disebabkan dalam suasana asam terjadi hidrolisis lemak yang menghasilkan asam lemak dan gliserol. Pada saat proses pemasakan di autoclave, asam lemak ini larut dalam air yang mengakibatkan berkurangnya kadar lemak tepung tulang ikan madidihang. Penurunan kadar lemak tersebut sangat mempengaruhi daya awet bahan. Bila kadar lemak bahan tinggi akan mempercepat ketengikan akibat terjadinya oksidasi lemak (Ketaren, 1986). Kadar lemak tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 10. Kadar lemak (%) jam 2 jam 4 jam 6 jam Waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis Gambar 10. Histogram kadar lemak tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis berpengaruh nyata terhadap kadar lemak tepung tulang ikan madidihang (Lampiran 9d). Berdasarkan uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis 2 jam, 4 jam, 6 jam berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 10a). Rekapitulasi proksimat hasil dari penelitian ini adalah kadar air 2,55 3,76 %, kadar abu 65,61 67,94 %, kadar protein 16,60 17,51 % dan kadar lemak 3,51 6,26 % sedangkan pada penelitian Lestari (2001) rekapitulasi proksimatnya adalah kadar air 7,11 7,73 %, kadar abu 56,25 56,38 %, kadar protein 26,19 27,88 % dan kadar lemak 3,45 4,60 %. Perbedaan nilai proksimat pada kedua penelitian ini disebabkan oleh perlakuan yang digunakan berbeda.

51 Kadar kalsium Kalsium merupakan makromolekul yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tulang dan gigi (Harris dan Karnas, 1989). Kalsium pada makhluk hidup terdapat paling banyak pada tulang dengan jumlah yang lebih besar dari 99 % (Karyadi dan Muhilal, 1996). Unsur utama dari tulang ikan terdiri dari kalsium, fosfor, dan karbonat, sedangkan yang terdapat dalam jumlah kecil adalah magnesium, sodium, strontium, fitrat, klosida, hidroksid, dan sulfat (Halver, 1989 yang diacu Lestari, 2001). Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada Gambar 11 diperoleh bahwa tepung tulang yang dibuat mengandung kalsium sebesar 2,42 2,53 % dimana kadar kalsium tertinggi terdapat pada tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman larutan jeruk nipis selama 2 jam sedangkan yang terendah terdapat pada tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman larutan jeruk nipis selama 4 jam. Hal ini disebabkan karena asam sitrat yang terkandung di dalam larutan jeruk nipis menganggu penyerapan kalsium (demann, 1989). Dibandingkan dengan penelitian Lestari (2001), nilai kadar kalsiumnya adalah 3,93-4,02 % lebih besar daripada penelitian ini. Hal ini disebabkan karena perbedaan perlakuan yang digunakan. Dilihat dari nilai kadar kalsium setiap perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dengan larutan jeruk nipis yang diberikan menghasilkan tepung tulang ikan madidihang dengan kadar kalsium yang hampir sama untuk setiap perlakuan. Kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 11. Kadar kalsium (%) jam 2 jam 4 jam 6 jam Waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis Gambar 11. Histogram kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman di dalam larutan jeruk nipis

52 37 Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perendaman di dalam larutan jeruk nipis tidak berpengaruh nyata terhadap kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang (Lampiran 9e). 4.2 Penelitian Utama Pada penelitian utama adalah proses pembuatan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang. Tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan ke dalam biskuit (crackers) adalah menggunakan tepung tulang ikan madidihang dengan perendaman larutan jeruk nipis selama 6 jam. Tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan pada biskuit (crackers) diambil dari hasil terbaik uji hedonik yang dilakukan oleh 30 orang panelis Uji hedonik biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang Uji kesukaan skala hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap biskuit (crackers) yang dihasilkan, meliputi biskuit (crackers) kontrol (0 %), biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10, 20, dan 30% dari tepung terigu. Biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang hasil penelitian Score sheet dan hasil uji penerimaan panelis dapat dilihat pada lampiran 1b dan lampiran 3a sampai 3f. Hasil uji sensori terhadap biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Tabel 7.

53 38 Tabel 7. Nilai rata-rata hasil uji hedonik terhadap biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada berbagai tingkat konsentrasi. Konsentrasi tepung tulang ikan Rasa Aroma Tekstur Penampakan Warna Kerenyahan madidihang 0 % 5,27 5,00 5,43 5,77 5,83 5,83 10 % 5,50 5,03 5,33 5,33 5,10 5,67 20 % 5,03 4,50 4,67 4,93 4,90 5,40 30 % 4,67 4,17 4,90 5,17 5,03 4, Rasa Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Rasa lebih banyak dinilai menggunakan indera pengecap atau lidah. Faktor rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk oleh konsumen, karena walaupun kandungan gizinya baik tetapi rasanya tidak dapat diterima oleh konsumen maka target meningkatkan gizi masyarakat tidak dapat tercapai dan produk tidak laku (Winarno, 1997). Hasil uji kesukaan terhadap rasa menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang adalah antara 4,67 sampai 5,50. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa biskuit (crackers) berkisar antara netral sampai agak suka. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa biskuit (crackers) dapat dilihat pada Gambar 13. Tingkat kesukaan % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 13. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang

54 39 Hasil rata-rata tingkat kesukaan, terlihat bahwa biskuit (crackers) kontrol mempunyai rasa yang rendah dibandingkan biskuit (crackers) dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang 10 %. Tingkat kesukaan rasa yang tertinggi adalah biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 %. Semakin tinggi tingkat konsentrasi penambahan tepung tulang ikan madidihang maka semakin menurun tingkat kesukaan panelis atas rasa biskuit (crackers) karena rasa ikan yang mendominasi. Tetapi pada biskuit (crackers) kontrol tingkat kesukaan panelis lebih tinggi daripada biskuit (crackers) dengan konsentrasi penambahan tepung tulang ikan madidihang 20 % maupun 30 % yang merupakan alasan subyektif. Dari hasil analisis di atas terlihat bahwa biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 % memiliki tingkat kesukaan yang tertinggi dan dapat diterima oleh panelis karena rasa ikannya tidak terlalu mendominasi dibandingkan dengan konsentrasi 20 dan 30 %. Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kesukaan terhadap rasa biskuit (crackers) yang dihasilkan. Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang cenderung berbeda terhadap parameter rasa untuk semua perlakuan. Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada Lampiran 6a. Hasil uji lanjut multiple comparison (Lampiran 6b) menunjukkan bahwa rasa biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 % berbeda nyata dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 30 %, sedangkan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 30 % berbeda nyata dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 % Aroma Kelezatan suatu makanan sangat ditentukan oleh faktor aroma. Dalam banyak hal aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk makanan itu sendiri (Soekarto, 1985). Aroma lebih banyak berhubungan dengan panca indera pembau. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran empat bau utama yaitu aroma, asam, tengik, dan hangus (Winarno, 1997). Hasil uji kesukaan terhadap aroma menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap aroma biskuit (crackers) dengan penambahan tepung

55 40 tulang ikan madidihang adalah antara 4,17 sampai 5,03. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma biskuit (crackers) berkisar antara netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap aroma terdapat pada biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 % dengan nilai 5,03 dan kesukaan terkecil terdapat pada biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 30 % dengan nilai 4,17. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma biskuit (crackers) dapat dilihat pada Gambar 14. Tingkat kesukaan % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 14. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap aroma biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Hasil rata-rata tingkat kesukaan aroma, terlihat bahwa biskuit (crackers) kontrol mempunyai aroma yang rendah dibandingkan biskuit (crackers) dengan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang 10 %. Tingkat kesukaan aroma yang tertinggi adalah biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 %. Semakin tinggi tingkat konsentrasi penambahan tepung tulang ikan madidihang maka semakin menurun tingkat kesukaan panelis atas aroma biskuit (crackers) karena bau ikan kering seperti menurut Ismanadji et al (2000). Tetapi pada biskuit (crackers) kontrol tingkat kesukaan panelis lebih tinggi daripada biskuit (crackers) dengan konsentrasi penambahan tepung tulang ikan madidihang 20 % maupun 30 % yang merupakan alasan subyektif. Dari hasil analisis di atas terlihat bahwa biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 % memiliki tingkat kesukaan yang tertinggi dan dapat diterima oleh panelis. Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap

56 41 aroma biskuit (crackers) yang dihasilkan. Hasil uji Kruskal wallis disajikan pada Lampiran 6a. Hasil uji lanjut multiple comparison (Lampiran 6b) menunjukkan bahwa aroma biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan 30 % berbeda nyata dengan biskuit (crackers) kontrol dan crackers dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 % Tekstur Tekstur suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan pangan tersebut. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perubahan tekstur bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel olfaktori dan kelenjar air (Winarno, 1997). Hasil uji kesukaan terhadap tekstur menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang adalah antara 4,67 sampai 5,43. Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur biskuit (crackers) berkisar antara netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap tekstur terdapat pada biskuit (crackers) kontrol dengan nilai 5,43 dan kesukaan terkecil terdapat pada biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan 20 % dengan nilai 4,67. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap tekstur biskuit (crackers) dapat dilihat pada Gambar 15. Tingkat kesukaan % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 15. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap tekstur biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang

57 42 Tekstur biskuit (crackers) yang paling disukai adalah kontrol dimana adonan terdiri atas 100 % terigu tanpa ada penambahan tepung tulang ikan madidihang. Dalam kandungan terigu terdapat gluten yang merupakan protein gandum yang tidak larut dalam air dan mempunyai sifat elastis seperti karet (Marliyati et al, 1992). Oleh karena itu gluten memegang peranan penting sebagai bahan pembangun struktur adonan, yang menjadi kecenderungan tingkat kesukaan panelis. Dengan adanya penambahan tepung tulang ikan madidihang mengakibatkan terjadi reaksi anti elastisitas yang menurunkan sifat elastis pada gluten menurun. Sehingga hal tersebut membuat tekstur biskuit (crackers) menjadi agak keras dan akhirnya kurang disukai oleh para panelis. Tetapi pada tingkat penambahan tepung tulang ikan madidihang 30 %, tingkat kesukaan panelis atas tekstur biskuit (crackers) tersebut meningkat sedikit yang merupakan alasan subyektif dimana ada sebagian panelis merasakan tekstur yang berbeda. Selain itu, pati pada terigu juga akan melapisi bagian luar biskuit (crackers) pada proses penguapan biskuit (crackers). Pemanasan uap menyebabkan gluten terkoagulasi sehingga pati meleleh membentuk film yang memberikan kelembutan pada biskuit (crackers). Semakin banyak tepung terigu, biskuit (crackers) semakin halus dan panelis semakin menyukai crackers. Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap tekstur biskuit (crackers) yang dihasilkan. Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada Lampiran 6a. Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan bahwa tekstur biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 30 % berbeda nyata dengan biskuit (crackers) kontrol (0 %). Hasil uji lanjut multiple comparison dapat dilihat pada Lampiran 6b Penampakan Hasil uji kesukaan terhadap penampakan menunjukkan bahwa nilai ratarata kesukaan panelis terhadap penampakan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang adalah antara 4,93 sampai 5,77. Tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan biskuit (crackers) berkisar antara netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap penampakan terdapat pada biskuit (crackers) kontrol dengan nilai 5,77 dan kesukaan terkecil

58 43 terdapat pada biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan 30 % dengan nilai 5,17. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap penampakan biskuit (crackers) dapat dilihat pada Gambar 16. Tingkat kesukaan % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 16. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap penampakan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Sama halnya dengan tingkat kesukaan panelis pada tekstur biskuit (crackers) dimana dengan adanya penambahan tepung tulang ikan madidihang mengakibatkan sifat elastis pada gluten menurun. Hal tersebut selanjutnya membuat warna biskuit (crackers) secara kasat mata menjadi kurang disukai oleh para panelis dimana biskuit (crackers) 0 % lebih halus penampakannya. Sedangkan pada biskuit (crackers) konsentrasi 20 % penampakannya kurang bagus dibandingkan dengan biskuit (crackers) konsentrasi 10 %. Tetapi pada tingkat penambahan tepung tulang ikan madidihang 30 %, tingkat kesukaan panelis atas penampakan biskuit (crackers) tersebut meningkat sedikit dari 4,93 menjadi 5,17 yang merupakan alasan subyektif dimana ada sebagian panelis yang melihat crackers tersebut lebih bagus tetapi tidak melebihi biskuit (crackers) 0 % dan 10 %. Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap penampakan biskuit (crackers) yang dihasilkan. Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada Lampiran 6a. Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan bahwa penampakan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan 30 % berbeda nyata dengan biskuit (crackers) kontrol (0 %). Hasil uji lanjut multiple comparison dapat dilihat pada Lampiran 6b.

59 Warna Mutu bahan pangan pada umumnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain cita rasa, tekstur, nilai gizi, mikrobiologis, dan warna. Sebelum faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna akan tampil lebih dulu (Winarno, 1997). Faktor warna tersebut akan menjadi pertimbangan pertama ketika bahan makanan itu dipilih. Suatu bahan pangan yang dinilai bergizi dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang seharusnya (Soekarto, 1985). Hasil uji kesukaan terhadap warna menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap warna biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang adalah antara 4,90 sampai 5,83. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna berkisar antara netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap warna terdapat pada biskuit (crackers) kontrol (0 %) dengan nilai 5,83 dan kesukaan terkecil terdapat pada biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan 20 % dengan nilai 4,90. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap warna biskuit (crackers) dapat dilihat pada Gambar 17. Tingkat kesukaan % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 17. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap warna biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Tingkat kesukaan panelis pada warna biskuit (crackers) dipengaruhi oleh penambahan tepung tulang ikan madidihang dimana partikel Ca ++ akan menurunkan tingkat kecerahan warna biskuit (crackers), sehingga apabila terjadi proses pemanasan akan terjadi reaksi maillard. Reaksi maillard adalah reaksi yang terjadi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus asam

60 45 amina primer yang terdapat pada bahan sehingga akan menghasilkan bahan berwarna coklat yang disebut melanoidin (Winarno 1997). Hal tersebut selanjutnya membuat warna biskuit (crackers) secara kasat mata menjadi kurang disukai oleh para panelis dimana biskuit (crackers) 0 % lebih cerah warnanya. Sedangkan pada biskuit (crackers) konsentrasi 20 % tingkat kecerahan warnanya kurang bagus dibandingkan dengan biskuit (crackers) konsentrasi 10 %. Tetapi pada tingkat penambahan tepung tulang ikan madidihang 30 %, tingkat kesukaan panelis atas warna biskuit (crackers) tersebut meningkat sedikit dari 4,90 menjadi 5,03 yang merupakan alasan subyektif dimana ada sebagian panelis yang melihat biskuit (crackers) tersebut lebih bagus tetapi tidak melebihi biskuit (crackers) 0 % dan 10 %. Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap warna biskuit (crackers) yang dihasilkan. Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada Lampiran 6a. Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan bahwa warna biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan 10 %, 20 % dan 30 % berbeda nyata dengan biskuit (crackers) kontrol (0 %). Hasil uji lanjut multiple comparison dapat dilihat pada Lampiran 6b Kerenyahan Salah satu faktor yang menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap crackers adalah kerenyahan. Hasil uji kesukaan terhadap kerenyahan menunjukkan bahwa nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap kerenyahan crackers dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang adalah antara 4,80 sampai 5,83. Tingkat kesukaan panelis terhadap kerenyahan biskuit (crackers) berkisar antara netral sampai agak suka. Tingkat kesukaan tertinggi terhadap kerenyahan terdapat pada biskuit (crackers) kontrol (0 %) dengan nilai 5,83 dan kesukaan terkecil terdapat pada biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan 30 % dengan nilai 4,80. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap kerenyahan biskuit (crackers) dapat dilihat pada Gambar 18.

61 46 Tingkat kesukaan % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 18. Histogram nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap kerenyahan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Gambar 18 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan terhadap kerenyahan biskuit (crackers) mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya konsentrasi tepung tulang ikan madidihang. Hal ini disebabkan penambahan bahan lain yang terlalu banyak dapat menurunkan kerenyahan biskuit (crackers) (Elyawati, 1997). Hasil uji Kruskal wallis menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesukaan terhadap kerenyahan biskuit (crackers) yang dihasilkan. Hasil uji Kruskal wallis dapat dilihat pada Lampiran 6a. Hasil uji lanjut multiple comparison menunjukkan bahwa kerenyahan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 %. Hasil uji lanjut multiple comparison dapat dilihat pada Lampiran 6b Analisis kandungan zat gizi biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang Kadar air Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan keawetan bahan pangan tersebut. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita (Winarno, 1997). Kadar air biskuit (crackers) berkisar antara 0,74-2,55 %. Biskuit (crackers) kontrol (0 %) mempunyai kadar air paling

62 47 tinggi 2,55 % dan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang mempunyai kadar air paling rendah 0,74 %. Hasil analisis kadar air biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 19. Kadar air (%) % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 19. Histogram kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Dilihat dari Gambar 19 menunjukkan bahwa pada penelitian ini kadar air biskuit (crackers) cenderung menurun dengan meningkatnya penambahan tepung tulang ikan madidihang. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh terhadap kadar air biskuit (crackers) (Lampiran 8a). Berdasarkan uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa biskuit (crackers) kontrol dan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada konsentrasi 30 % berbeda nyata terhadap kontrol, konsentrasi 10 %, konsentrasi 20 % dan konsentrasi 30 % (Lampiran 10b). Menurut SNI No (1992) kadar air maksimal untuk biskuit (crackers) adalah 5 %. Dengan demikian kadar air biskuit (crackers) yang dihasilkan seluruhnya memenuhi standar SNI crackers. Kadar air biskuit (crackers) yang dihasilkan cenderung berkurang dengan meningkatnya penambahan tepung tulang ikan madidihang. Hal ini terjadi karena penambahan tepung tulang ikan madidihang berarti terjadi penambahan partikel Ca ++ yang akan mengikat partikel OH - yang merupakan bagian dari unsur-unsur air atau H 2 O sehingga kadar air berkurang seiring dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang (Linder, 1992).

63 Kadar abu Kadar abu dikenal sebagai unsur mineral atau zat organik. Abu merupakan salah satu komponen dalam bahan makanan. Komponen ini terdiri dari mineralmineral seperti kalium, fosfor, natrium, tembaga (Winarno, 1995). Menurut Apriyantono et al (1989) kadar abu menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar abu (%) % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 20. Histogram kadar abu biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Kadar abu biskuit (crackers) berkisar antara 2,37 19,74 % (Gambar 20). Jika dibandingkan dengan kadar abu menurut SNI No (1992) yaitu maksimal 1,5 %, kadar abu biskuit (crackers) untuk semua perlakuan lebih tinggi kecuali biskuit (crackers) kontrol dengan kadar abu 2,37 %. Tingginya kadar abu biskuit (crackers) karena penambahan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang yang berbeda dan adanya pengaruh penambahan bahan tambahan pada biskuit (crackers) itu. Kadar abu yang tinggi dalam biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang menguntungkan ditinjau dari segi nutrisi karena sebagian besar tepung tulang ikan mengandung unsur kalsium yang sangat dibutuhkan oleh tubuh (Sulaeman et al, 1995). Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh terhadap kadar abu biskuit (crackers) (Lampiran 8b). Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada konsentrasi 10 %, 20 %, dan 30 % berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 10b).

64 Kadar protein Kadar protein yang dihasilkan berkisar antara 9,67 11,09 % dan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 21. Pada Gambar 20 menunjukkan bahwa pada penelitian ini kadar protein biskuit (crackers) meningkat dengan meningkatnya penambahan tepung tulang ikan madidihang. Kadar protein (%) % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 21. Histogram kadar protein biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Menurut SNI No (1992), kadar protein minimal untuk biskuit (crackers) adalah 9 %. Dengan demikian kadar protein biskuit (crackers) yang dihasilkan menunjukkan jumlah tinggi melebihi syarat minimum SNI. Kadar protein sangat dipengaruhi oleh formulasi bahan baku sedang perlakuan proses pemanggangan tidak memberikan perbedaan terhadap kandungan protein produk, karena proses yang dilakukan terjadi dalam waktu singkat sehingga dapat meminimumkan kerusakan protein (Muchtadi et al, 1989). Kadar protein itu sendiri akan rusak pada suhu oven 230 C selama 30 menit (Harris dan Karmas, 1989). Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh terhadap kadar protein biskuit (crackers) (Lampiran 8c). Berdasarkan uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa biskuit (crackers) kontrol berbeda nyata terhadap biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada konsentrasi 10 %, 20 % dan 30 % (Lampiran 10b) Kadar lemak Kadar lemak biskuit (crackers) berkisar antara 13,50 17,24 (Gambar 22). Sedangkan menurut SNI kadar lemak crackers minimal 9,5 %, berarti biskuit (crackers) untuk semua perlakuan tingkat substitusi telah memenuhi syarat SNI.

65 50 Bila dilihat dari Gambar 22 kadar lemak untuk semua perlakuan cenderung tinggi. Hal ini diduga bahwa pada pembuatan biskuit (crackers) ini menggunakan margarin yang mengandung kadar lemak cukup tinggi yaitu sekitar 31,5 % dan adanya perbedaan penambahan konsentrasi tepung tulang ikan madidihang. Kadar lemak (%) % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 22. Histogram kadar lemak biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Dengan meningkatnya konsentrasi tepung tulang ikan madidihang, maka kadar lemak juga meningkat karena dalam tulang ikan madidihang terkandung kadar lemak (Ketaren, 1986). Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang berbeda nyata terhadap kadar lemak biskuit (crackers) (Lampiran 8d). Berdasarkan uji lanjut BNJ menunjukkan bahwa biskuit (crackers) kontrol berbeda nyata terhadap biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada konsentrasi 10%, 20% dan 30 % (Lampiran 10b). Menurut SNI No (1992), kadar lemak minimal untuk biskuit (crackers) adalah 9,5 %. Dengan demikian kadar lemak biskuit (crackers) yang diperoleh melebihi syarat minimum SNI. Kandungan kadar lemak produk biskuit (crackers) penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan biskuit (crackers) yang beredar di pasaran yaitu sekitar 20 % (Seri Informasi Pasca Panen Perikanan, 1998 yang diacu Trimurti, 2001). Mengingat fungsi makanan ringan/ biskuit (crackers) sebagai makanan tambahan, maka pada umumnya konsumen menghindari jumlah kandungan lemak yang cukup tinggi.

66 Kadar karbohidrat Kadar karbohidrat direntukan by difference yaitu hasil pengurangan dari 100 % dengan kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh kepada faktor kandungan zat gizi lainnya. Penentuan dengan cara ini kurang akurat dan merupakan perhitungan kasar sebab karbohidrat yang dihitung termasuk serat kasar yang tidak menghasilkan energi. Serat kasar adalah fraksi karbohidrat yang sukar dicerna (Winarno, 1997). Kadar karbohidrat (%) % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 23. Histogram kadar karbohidrat biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Kadar karbohidrat biskuit (crackers) yang dihasilkan berkisar antara 51,19 71,91 % dan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 23. Pada Gambar 23 menunjukkan bahwa kadar karbohidrat biskuit (crackers) cenderung menurun dengan meningkatnya penambahan tepung tulang ikan madidihang terhadap tepung terigu. Menurut SNI No (1992), kadar karbohidrat untuk biskuit (crackers) minimum adalah 70 %. Dengan demikian biskuit (crackers) yang memenuhi standar SNI adalah biskuit (crackers) tanpa penambahan tepung tulang ikan madidihang. Hasil uji sidik ragam menunjukkan penambahan tepung tulang ikan madidihang berbeda nyata terhadap kadar karbohidrat biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan (Lampiran 8g). Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada konsentrasi 10 %, 20 %, dan 30 % berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 10b) Kadar kalsium Kadar kalsium biskuit (crackers) yang dihasilkan berkisar antara 0,00 7,42 % dan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 24. Pada Gambar 24 menunjukkan bahwa pada penelitian ini kadar kalsium biskuit

67 52 (crackers) meningkat dengan semakin meningkatnya penambahan tepung tulang ikan madidihang. Kadar kalsium tidak dicantumkan dalam SNI No (1992) sehingga tidak dijadikan sebagai syarat mutu biskuit (crackers). Pada penelitian ini, tepung tulang ikan madidihang yang digunakan ternyata meningkatkan kadar kalsium biskuit (crackers) yang dihasilkan. Kadar kalsium (%) % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 24. Histogram kadar kalsium biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh terhadap kadar kalsium biskuit (crackers) (Lampiran 8f). Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada konsentrasi 10 %, 20 % dan 30 % berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 10b). Kalsium sangat dibutuhkan oleh tubuh tetapi konsumsi kalsium hendaknya tidak lebih dari 2500 mg perhari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan ginjal. Disamping itu dapat menyebabkan konstipasi (susah buang air besar). Kelebihan kalsium dapat terjadi jika menggunakan suplemen berupa tablet atau bentuk lain (Almatsier, 2003) Kadar serat kasar Serat kasar adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar, yaitu asam sulfat (H 2 SO 4 1,25 %) dan natrium hidroksida (NaOH 1,25 %) (Muchtadi, 1989). Serat kasar bersifat menyerap bahan-bahan yang tidak berguna dari hasil pencernaan makanan. Bahan ini dahulu tidak diperhitungkan

68 53 mempunyai nilai gizi, tetapi setelah diketahui dapat membantu pengeluaran bahan-bahan berbahaya seperti kholesterol, serat kasar mulai diperhitungkan oleh para ahli. Kadar serat kasar (%) % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 25. Histogram kadar serat kasar biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Dengan meningkatnya konsentrasi tepung tulang ikan madidihang, maka kadar serat kasar dalam biskuit (crackers) menurun karena unsur karbohidrat yang mengandung serat kasar, terserap oleh unsur kalsium yang bertugas mengikat partikel OH - dari karbohidrat (Scala, 1975 yang diacu Winarno, 1997). Penyerapan serat diturunkan oleh adanya unsur kalsium (deman, 1989). Kadar serat biskuit (crackers) berkisar antara 1,96 5,04 %. Hasil analisis kadar serat dapat dilihat pada Gambar 25. Pada Gambar 25 menunjukkan bahwa pada penelitian ini kadar serat kasar biskuit (crackers) menurun dengan semakin meningkatnya penambahan tepung tulang ikan madidihang. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang berbeda nyata terhadap kadar kalsium biskuit (crackers) (Lampiran 8e). Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada konsentrasi 10 %, 20 % dan 30 % berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 10b). Menurut SNI No (1992), kadar serat kasar untuk biskuit (crackers) maksimum adalah 0,5 %. Dengan demikian kadar serat kasar biskuit (crackers) yang dihasilkan menunjukkan jumlah tinggi melebihi syarat maksimum SNI.

69 ph Pengukuran derajat keasaman ph perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaturan secara fisik atau kimia agar pada satu bahan tidak ditumbuhi oleh mikroba. Hasil dari pengukuran ph dapat dilihat pada Gambar 26. ph meter % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 26. Histogram ph biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Gambar 26 menunjukkan bahwa biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 20 % memiliki ph terendah yaitu 5,52 sedangkan biskuit (crackers) tanpa penambahan tepung tulang ikan madidihang 0 % memiliki ph tertinggi yaitu 5,56. Hal ini disebabkan karena tepung tulang ikan madidihang yang digunakan telah mengalami perendaman dalam larutan jeruk nipis. Hasil uji sidik ragam menunjukkan penambahan tepung tulang ikan madidihang berbeda nyata terhadap ph biskuit (crackers) (Lampiran 8h). Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan penambahan tepung tulang ikan madidihang pada konsentrasi 10 %, 20 % dan 30 % berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 10b). Menurut Tanuwidjaja (2002) yang diacu Mulia (2004) menemukan bahwa seiring dengan terjadinya peningkatan konsentrasi tepung tulang ikan terjadi penurunan ph Analisis fisik biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang Tingkat kekerasan Tingkat kekerasan biskuit (crackers) diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan alat penetrometer. Kekerasan biskuit (crackers) merupakan salah satu faktor mutu biskuit (crackers) yang penting karena menentukan penerimaan

70 55 panelis. Nilai kekerasan biskuit (crackers) berkisar antara 5,27 13,76 mm/detik/gr. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa angka kekerasan biskuit (crackers) tanpa penambahan tepung tulang ikan madidihang (kontrol) adalah 5,27 mm/dtk/gr sedangkan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 %, 20 %, dan 30 % masing-masing adalah 7,29, 12,98 dan 13,76 mm/dtk/gr. Jika dibandingkan dengan biskuit (crackers) kontrol tingkat kekerasan biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang semakin renyah. Hasil tingkat kekerasan biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang dapat dilihat pada Gambar 27. Tingkat kekerasan (mm/dtk/gr) % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 27. Histogram kekerasan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Adanya kenaikan tingkat kekerasan ini ada hubungannya dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang. Nilai angka kekerasan menunjukkan angka yang rendah atau kecil artinya biskuit (crackers) tersebut semakin keras. Sebaliknya makin tinggi angka kekerasan maka tingkat kekerasan biskuit (crackers) semakin renyah. Kerenyahan timbul akibat terbentuknya ronggarongga udara pada saat pemanggangan. Hal ini diduga karena kandungan kalsium dalam tepung tulang ikan madidihang yang ditambahkan pada biskuit (crackers) mengalami penyusutan pada saat pemanggangan di oven dan pengaruh dari bahan tambahan lainnya sehingga terbentuk rongga-rongga udara. Menurut Gaman dan Sherrington (1992) adanya pemanasan menyebabkan sedikit pengurangan kalsium. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan madidihang memberikan pengaruh terhadap kekerasan biskuit (crackers) (Lampiran 8i). Hasil uji lanjut BNJ menunjukkan penambahan tepung tulang ikan

71 56 madidihang pada konsentrasi 10 %, 20 % dan 30 % berbeda nyata dengan kontrol (Lampiran 10b) Kandungan energi biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang Kandungan energi suatu bahan makanan sangat tergantung pada kandungan protein, lemak, dan karbohidratnya. Lemak merupakan salah satu sumber kalori. Setiap gram lemak menghasilkan energi sebanyak 9 kalori sedangkan protein dan karbohidrat menghasilkan 4 kalori per gramnya. Energi yang terkandung dalam biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang berkisar antara 404,28 447,80 kal. Menurut SNI No (1992) nilai minimum kalori pada biskuit (crackers) adalah 400 kal. Hal ini berarti bahwa setiap biskuit (crackers) yang dianalisis telah memenuhi ketentuan SNI. Kalori (kal) % 10% 20% 30% Konsentrasi tepung tulang ikan madidihang Gambar 28. Histogram kandungan energi biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Kontribusi biskuit (crackers) terhadap kecukupan kalsium Kecukupan kalsium yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 750 sampai 1000 mg/hari (Widya Karya Pangan dan Gizi, 2004). Biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 % mengandung kalsium 2,12 % (2,12 gram dalam 100 gram). Satu buah biskuit (crackers) memiliki berat sekitar 2 gram sehingga diperkirakan mengandung 42,4 mg kalsium. Untuk memenuhi kecukupan kalsium 1000 mg/hari diperlukan 36 gram atau sekitar 18 buah biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 10 %. Biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 20 % mengandung kalsium 4,81 % (4,81 gram dalam 100 gram). Satu buah biskuit (crackers) memiliki berat sekitar 2 gram sehingga diperkirakan mengandung 96,2 mg kalsium. Untuk memenuhi kecukupan kalsium

72 mg/hari diperlukan 16 gram biskuit (crackers) atau 8 buah biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 20 %. Biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 30 % mengandung kalsium 7,42% (7,42 gram dalam 100 gram). Satu buah biskuit (crackers) memiliki berat sekitar 2 gram sehingga diperkirakan mengandung 148,4 mg kalsium. Untuk memenuhi kecukupan kalsium 1000 mg/hari diperlukan 10 gram biskuit (crackers) atau sekitar 5 buah biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 30 %, jika diasumsikan biskuit (crackers) tersebut digunakan sebagai satu-satunya sumber kalsium. Sedangkan pada biskuit (crackers) kontrol (tanpa penambahan tepung tulang ikan madidihang) tidak memiliki kecukupan kalsium yang harus dimakan karena nilai kalsium nya 0 %. Dari ketiga biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang tersebut kecukupan kalsium per hari dapat terpenuhi. Kalsium sangat dibutuhkan oleh tubuh tetapi konsumsi kalsium hendaknya tidak lebih dari 2500 mg perhari. Konsumsi kalsium 2500 mg per hari masih dianggap aman, dimana kalsium sisa yang tidak digunakan tubuh akan dikeluarkan melalui urine dan tinja (Almatsier, 2003) Penentuan harga produk Harga tepung tulang ikan madidihang Harga tepung tulang ikan madidihang dihitung berdasarkan biaya pembuatan tepung tulang ikan madidihang. Biaya pembuatan tepung tulang ikan madidihang dihitung dengan menjumlahkan biaya listrik, bahan bakar, tenaga kerja, transport dan bahan-bahan. Biaya pembuatan tepung tulang ikan madidihang tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Jumlah tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan 1975 g dari 12 kg tulang ikan madidihang, maka harga per gram tepung tulang ikan madidihang tersebut adalah Rp. 73,98. Harga per gram tepung terigu (Rp. 6,00). Namun meskipun lebih mahal, harga per gram kalsium pada tepung tulang ikan madidihang lebih murah daripada tepung terigu. Harga per gram kalsium tepung terigu adalah Rp ,00, sedangkan harga per gram kalsium tepung tulang ikan madidihang adalah Rp ,71. Harga per gram kalsium tepung tulang ikan madidihang dan tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 9.

73 58 Tabel 8. Biaya pembuatan tepung tulang ikan madidihang Jenis biaya Harga Pemakaian Biaya 1. Listrik - Oven - Hammer meal Rp. 467,50/jam 5 jam Rp ,50 Rp ,00/jam 1 jam Rp ,00 2. Bahan bakar - Minyak tanah Rp ,00/l 2 l Rp ,00 3. Tenaga kerja* - Pembuatan tepung (1 orang) - Pengambilan bahan (2 orang) 4. Transport - Pembelian dan pengambilan bahan Rp ,24/jam Rp ,47/jam 15 jam 6 jam Rp ,60 Rp ,87 Rp ,00/orang 2 orang Rp ,00 5. Peralatan - Staryfoam Rp ,00 1 Rp ,00 6. Bahan - Tulang ikan madidihang - Jeruk nipis Tidak membeli Rp ,00/kg 12 kg 3 kg - Rp ,00 Total biaya Rp ,97 * Keterangan : - Upah minimum regional per bulan tahun 2005 untuk wilayah Bogor sebesar Rp (SK Gubernur Jawa Barat, 2004). - Rata-rata jam kerja seminggu untuk Propinsi Jawa Barat sebanyak 46 jam (1bulan = 184 jam). Tabel 9. Harga per gram kalsium tepung tulang ikan madidihang dan tepung terigu Jenis tepung Keterangan Tulang ikan madidihang Terigu Harga/g tepung (Rp/1975 g) Rp. 73,98 Rp. 6,00 Kadar kalsium (%) 2,52 0,15 Harga/g kalsium (Rp) Rp.2.935,71 Rp , Harga biskuit (crackers) Harga biskuit (crackers) dihitung berdasarkan biaya pembuatan biskuit (crackers). Biaya pembuatan biskuit (crackers) yang dihitung hanya biaya pembuatan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan 10% karena panelis menyukai biskuit (crackers) dengan konsentrasi 10%. Biaya pembuatan

74 59 biskuit (crackers) dihitung dengan menjumlahkan biaya listrik, tenaga kerja, transportasi dan bahan-bahan. Rincian biaya pembuatan biskuit (crackers) dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10. Biaya pembuatan satu resep biskuit (crackers) Jenis biaya Harga Pemakaian Biaya 1. Listrik - Oven Rp. 467,50 1 jam Rp. 467,50 2. Tenaga kerja - Pembelian bahan Rp ,24/jam 2 jam Rp ,48 - Pembuatan bahan 3. Bahan - Tepung tulang - Tepung terigu - Margarin - Ragi - Gula halus - Garam Rp ,24/jam Rp. 73,98 Rp ,00/kg Rp ,00/kg Rp ,00/bungkus Rp ,00/kg Rp. 900,00/kg 4 jam 120/g 680/g 250/g 2/bungkus 16/g 20/g Rp ,96 Rp ,60 Rp ,00 Rp ,00 Rp ,00 Rp. 118,40 Rp. 18,00 Total biaya Rp ,94 Jumlah biskuit (crackers) yang dihasilkan Berat/ biskuit (crackers) g Harga/ biskuit (crackers) Rp. 168,12 Harga/g biskuit (crackers) Rp. 84,06 Kadar kalsium dalam 100 g biskuit (crackers) 2,12 g Harga/mg kalsium biskuit (crackers) Rp. 3,97 Biskuit (crackers) yang dihasilkan pada penelitian ini sebanyak 252 buah dan berat satu buah crackers sekitar 2 g maka harga satu buah biskuit (crackers) adalah Rp. 168,12. Harga tiap g biskuit (crackers) adalah Rp. 84,06 sedangkan harga tiap mg kalsium biskuit (crackers) adalah Rp. 3,97. Harga tiap mg kalsium biskuit (crackers) ini ternyata lebih mahal dibandingkan dengan produk komersial. Hal ini disebabkan harga bahan-bahan yang digunakan berbeda yaitu harga bahan-bahan pada penelitian ini lebih mahal dan biskuit (crackers) ini dihitung berdasarkan biaya pembuatan biskuit (crackers) yang meliputi biaya listrik, tenaga kerja, transport dan bahan baku yang tergolong cukup mahal.

75 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penggalian potensi limbah tulang ikan madidihang ternyata memiliki manfaat yang cukup besar salah satunya dijadikan tepung tulang sebagai suplemen dalam pembuatan biskuit (crackers). Di dalam tepung tulang ini memiliki unsur kalsium yang cukup tinggi yaitu 2,42-2,53 %. Selain unsur kalsium tepung tulang ini memiliki kadar air 2,55-3,76 %, kadar abu 65,61-67,94 %, kadar protein 16,60-17,51 % dan kadar lemak 3,51-6,26 %. Penambahan tepung tulang ikan madidihang dalam pembuatan biskuit (crackers) mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan sensori. Sifat fisik biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang adalah tingkat kekerasan (5,27-13,76 mm/detik/gr). Sifat kimia biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang adalah kadar air (0,74-2,55 %), kadar abu (2,37 19,74 %), kadar protein (9,67 11,09 %), kadar lemak (13,50 17,24 %), kadar kalsium (0,00 7,42 %), kadar serat kasar (1,96 5,04 %) dan kadar karbohidrat (51,19 71,91 %). Panelis lebih menyukai biskuit (crackers) dengan konsentrasi 10% pada uji sensori. 5.2 Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat disarankan beberapa hal antara lain : 1. Pemanfaatan tepung tulang ikan biskuit (crackers) dapat diaplikasikan pada produk perikanan lain misalnya : siomay, kerupuk, dan lain-lainnya. 2. Penyimpanan untuk mengetahui umur simpan yang optimum dari produk. 3. Pelatihan panelis agar memperoleh data sensori yang baik. 4. Penyempitan range dalam penambahan tepung tulang ikan madidihang pada biskuit (crackers).

76 DAFTAR PUSTAKA Afrianto E, Evi L Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta: Kanisius. Ahza AB, Slamet AH Mikroenkapsulasi campuran ekstrak kulit dan buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) serta aplikasinya pada the celup [catatan penelitian]. Bul Teknol dan Industri Pangan Vol VIII;No2. Almatsier S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Amiarso Pengaruh penambahan daging lumat ikan kambing-kambing (Abalistes stellatus) pada kerupuk gemblong khas Kuningan, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Anggorodi R Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: Gramedia Pustaka. Anonim Jeruk Nipis. [1 April 2005]. Anonymous Pengolahan Limbah. Pertemuan Teknis Pembinaan Mutu Hasil Perikanan dan Latihan Penerapan HACCP. Jakarta: Ditjen Perikanan. Departemen. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist Official Methods of Analysis. Washington DC. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Budiyanto S Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: IPB-PAU. Artama T Pemanfaatan tepung ikan lemuru (Sardinella longiceps) untuk meningkatkan mutu fisik dan nilai gizi crackers [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Astawan M Membuat Mi dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M Ilmu Pangan. Purnomo, A Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food Science. deman JM Kimia Makanan. Bandung: Penerbit ITB. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan Statistik Ekspor Hasil Perikanan Indonesia. [21 September 2005]. [DSNI] Dewan Standarisasi Nasional Indonesia SNI: Mutu dan Cara Uji Biskuit. Jakarta.

77 62 [Ditjen Perikanan] Direktorat Jenderal Perikanan Buku Pedoman Hasil Perikanan Laut (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Jakarta: Departemen Pertanian. Elyawati Pembuatan kerupuk kimpul di PK [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Faridi H The Science of Cookie and Crackers Production. New York: Chapman dan Hall. Halver JE Fish Nutrition. New York: Academic Press, Inc. Harris SR, Karmas E Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Suminar A, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Humaniora Pengembangan Limbah sebagai Bahan Baku Sekunder untuk Pakan dan Pupuk. [22 Desember 2005]. Irawati N Mempelajari pemanfaatan tulang kepala ikan tongkol (Auxis thazard) untuk meningkatkan kalsium crackers [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya keluarga, Institut Pertanian Bogor. Ismanadji I, Djazuli N, Widarto, Istihastuti T, Herawati N, Ismarsudi, Lasmono Laporan Perekayasaan Teknologi Pengolahan Limbah. Jakarta : Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan. Jenie BSL, Rahayu WP Teknologi Limbah Pangan. Yogyakarta: Kanisius. Karyadi D, Muhilal Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: Gramedia Pustaka. Ketaren S Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Lestari S Pemanfaatan tulang ikan tuna (Limbah) untuk pembuatan tepung tulang [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Linder MC Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta: Ui Press. Manley D Technology of Biscuit, Crackers, and Cookies. London: Ellis Horwood Limited. Manley D Biscuit, Cracker and Cookies Recepies for Food Industry. USA: AVI Publishing Company Inc. Westport Connecticut. Marliyati SA, Sulaeman A, Anwar F Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. Bogor: IPB-PAU

78 63 Matz SA Cookies and Cracker Technology. London: The AVI Publ. Co. Inc. Matz SA Bakery Technology and Engineering 3 rd edition. Texas: Pan-tech Internasional, Inc. Moeljanto Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penebar Swadaya. Morrison FB Feeds and Feeding. Ninth Edition. Washington, DC: The Morrison Research Council Academy of Science, National. Muchtadi D Evaluasi Nilai Gizi. Bogor: IPB-PAU. Muchtadi TR, Sugiyono Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor : IPB-PAU. Muchtadi D, Palupi S Metabolisme Zat Gizi 1, Sumber, Fungsi dan Kebutuhan Bagi Tubuh Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Murniyati AS, Sunarman Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Yogyakarta: Kanisius. Mulia Kajian potensi limbah tulang ikan patin (Pangasius sp) sebagai alternatif sumber kalsium dalam produk mi kering [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Murtiningrum Ekstraksi kalsium dari tulang ikan cakalang (Katsuwonus pelamis L) [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Nasution E Sifat fisik dan palatabilitas bakso daging itik yang menggunakan sari jeruk nipis (Citrus aurantifolia swingle) dalam adonannya [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Institut Pertanian Bogor. Nurdiani R Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius sutchi) untuk meningkatkan kandungan kalsium susu kacang hijau [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor. Potter NN, Hotchkiss Food Science. New York: Chapman dan Hall. Primarasa Kue Kering. Jakarta: Gaya Favorit Press. Puri W Si Putih yang Cantik namun Menyesatkan. [21 Desember 2005].

79 64 Ranggana S Hand Book of Analysis and Quality Control for Fruit and Vegetable Products. New Delhi : Tata MC Graw Hill Publ. Co. Ltd. Rukmana R Jeruk Nipis. Yogyakarta: Kanisius. Sarwono B Khasiat dan Manfaat Jeruk Nipis. Jakarta: Agromedia Pustaka Seri Informasi Pasca Panen Perikanan Teknologi Fortifikasi Protein Ikan pada Makanan Camilan Tik-Tik Ikan dan Kue Ikan. Balai Penelitian Perikanan Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta: Depertemen Pertanian. Sherrington KB, Gaman PM Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta: UGM Press. Soekarto ST Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bharatara Karya Aksara. Soeparno Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Steel RGD, Torrie JH Prinsip dan Prosedur Statistika. Penerjemah: Sumantri B. Jakarta: Gramedia. Subangsihe S Innovative and Value Added Tuna Product and Markets. Info fish International. Number 1/96. January/February. Sulaeman A, Anwar F, Rimbawan, Marliyati SA Metode Analisis Komposisi Zat Gizi Makanan. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor. Syafei DS, Rahardjo MF, Affandi R, Brodjo M Sistematika Ikan. Bahan Pengajaran. Bogor: PAU-IPB. Tanuwidjaja N Pemanfaatan tepung tulang ikan patin (Pangasius pangasius Ham. Buch) dalam pembuatan mi kering [skripsi]. Karawaci: Universitas Pelita Harapan. Widya Karya Pangan dan Gizi Risalah Widya Karya Pangan dan Gizi IV. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Winarno FG Limbah Pertanian. Jakarta: Kantor Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan. Winarno FG Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka. Winarno FG Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka.

80 Lampiran 1a. Format uji sensori skala hedonik tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Nama : Tanggal : Sampel Penilaian : : Tepung tulang ikan madidihang 1. Sangat tidak suka 5. Agak suka 2. Tidak suka 6. Suka 3. Agak tidak suka 7. Sangat suka 4. Netral Kode sampel Aroma Warna X11 X12 X13 X14 Terima kasih atas partisipasi anda.

81 66 Lampiran 1b. Format uji sensori skala hedonik biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Nama : Tanggal : Sampel : Biskuit (crackers) dari tepung tulang ikan madidihang Penilaian : 1. Sangat tidak suka 5. Agak suka 2. Tidak suka 6. Suka 3. Agak tidak suka 7. Sangat suka 4. Netral Kode sampel A11 A12 A13 A14 Rasa Aroma Tekstur Penampakan Warna Kerenyahan Terima kasih atas partisipasi anda.

82 67 Lampiran 2a. Data hasil uji sensori aroma tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis No X11 X12 X13 X Jumlah Rata-rata

83 68 Lampiran 2b. Data hasil uji sensori warna tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis No X11 X12 X13 X Jumlah Rata-rata

84 69 Lampiran 3a. Data hasil uji sensori rasa biskuit (crackers) tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis No X11 X12 X13 X Jumlah Rata-rata

85 70 Lampiran 3b. Data hasil uji sensori aroma biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang No A11 A12 A13 A Jumlah Rata-rata

86 71 Lampiran 3c. Data hasil uji sensori tekstur biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang No A11 A12 A13 A Jumlah Rata-rata

87 72 Lampiran 3d. Data hasil uji sensori penampakan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang No A11 A12 A13 A Jumlah Rata-rata

88 73 Lampiran 3e. Data hasil uji sensori warna biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang No A11 A12 A13 A Jumlah Rata-rata

89 74 Lampiran 3f. Data hasil uji sensori kerenyahan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang No A11 A12 A13 A Jumlah Rata-rata

90 75 Lampiran 4a. Data hasil uji Kruskal wallis terhadap uji sensori tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis AROMA WARNA Perlakuan N Mean Rank kontrol (0 jam) perendaman jeruk nipis 2 jam perendaman jeruk nipis 4 jam perendaman jeruk nipis 6 jam Total 120 kontrol (0 jam) perendaman jeruk nipis 2 jam perendaman jeruk nipis 4 jam perendaman jeruk nipis 6 jam Total 120 Test statistic AROMA WARNA Chi-Square df 3 3 Asymp. Sig

91 76 Lampiran 4b. Data hasil uji Multiple Comparison terhadap uji sensori dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Dependent Variable (I) (J) perlakuan perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound 95% Confidence Interval Upper Bound AROMA WARNA X11 X12 X13 X14 X11 X12 X13 X14 X E X X (*) X E X X (*) X X X (*) E-02 X (*) X (*) X (*) E X X X (*) X X E X (*) X X E X (*) X (*) X (*) X (*)

92 77 Lampiran 5a. Data kadar air tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Perlakuan 0 jam 2 jam 4 jam 6 jam Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata Lampiran 5b. Data kadar abu tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Perlakuan 0 jam 2 jam 4 jam 6 jam Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata Lampiran 5c. Data kadar protein tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Perlakuan 0 jam 2 jam 4 jam 6 jam Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata Lampiran 5d. Data kadar lemak tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Perlakuan 0 jam 2 jam 4 jam 6 jam Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata Lampiran 5e. Data kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Perlakuan 0 jam 2 jam 4 jam 6 jam Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata

93 78 Lampiran 6a. Data hasil uji Kruskal wallis terhadap uji sensori biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Rasa Aroma Tekstur Warna Penampakan Kerenyahan Perlakuan N Mean Rank x11= kontrol x12=tepung 10% x13=tepung 20% x14=tepung 30% Total 120 x11= kontrol x12=tepung 10% x13=tepung 20% x14=tepung 30% Total 120 x11= kontrol x12=tepung 10% x13=tepung 20% x14=tepung 30% Total 120 x11= kontrol x12=tepung 10% x13=tepung 20% x14=tepung 30% Total 120 x11= kontrol x12=tepung 10% x13=tepung 20% x14=tepung 30% Total 120 x11= kontrol x12=tepung 10% x13=tepung 20% x14=tepung 30% Total 120

94 79 Lampiran 6b. Data hasil uji Multiple Comparison terhadap uji sensori crackers dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Lampiran 6b Data hasil uji multiple comparison terhadap uji sensori biskuit (crackers) tepung madidihang Dependent Variable Rasa Aroma Tekstur (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I- J) Std. Error Sig. x12=tepung 10% x11= kontrol x13=tepung 20% x14=tepung 30% x11= kontrol x12=tepung 10% x13=tepung 20% x14=tepung 30%.8333(*) x11= kontrol x13=tepung 20% x12=tepung 10% x14=tepung 30% x11= kontrol x14=tepung 30% x12=tepung 10% (*) x13=tepung 20% x12=tepung 10% -3.33E x11= kontrol x13=tepung 20% x14=tepung 30%.8333(*) x11= kontrol 3.33E x12=tepung 10% x13=tepung 20% x14=tepung 30%.8667(*) x11= kontrol x13=tepung 20% x12=tepung 10% x14=tepung 30% x11= kontrol (*) x14=tepung 30% x12=tepung 10% (*) x13=tepung 20% x12=tepung 10% x11= kontrol x13=tepung 20% x14=tepung 30%.7667(*) x11= kontrol x12=tepung 10% x13=tepung 20% x14=tepung 30% x13=tepung 20% x11= kontrol

95 80 Penampakan Warna Kerenyahan x14=tepung 30% x11= kontrol x12=tepung 10% x13=tepung 20% x14=tepung 30% x11= kontrol x12=tepung 10% x13=tepung 20% x14=tepung 30% x11= kontrol x12=tepung 10% x13=tepung 20% x14=tepung 30% x12=tepung 10% x14=tepung 30% x11= kontrol (*) x12=tepung 10% x13=tepung 20% x12=tepung 10% x13=tepung 20% x14=tepung 30%.8333(*) x11= kontrol x13=tepung 20% x14=tepung 30% x11= kontrol x12=tepung 10% x14=tepung 30% x11= kontrol (*) x12=tepung 10% x13=tepung 20% x12=tepung 10%.7333(*) x13=tepung 20%.8000(*) x14=tepung 30%.9333(*) x11= kontrol (*) x13=tepung 20% 6.67E x14=tepung 30% x11= kontrol (*) x12=tepung 10% -6.67E x14=tepung 30% x11= kontrol (*) x12=tepung 10% x13=tepung 20% x12=tepung 10% x13=tepung 20% x14=tepung 30% (*) x11= kontrol x13=tepung 20% x14=tepung 30%.8667(*) x11= kontrol x12=tepung 10% x14=tepung 30% x11= kontrol (*) x12=tepung 10% (*) x13=tepung 20%

96 81 Lampiran 7a. Data kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Perlakuan 0% 10% 20% 30% Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata Lampiran 7b. Data kadar abu biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Perlakuan 0% 10% 20% 30% Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata Lampiran 7c. Data kadar protein biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Perlakuan 0% 10% 20% 30% Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata Lampiran 7d. Data kadar lemak biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Perlakuan 0% 10% 20% 30% Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata

97 82 Lampiran 7e. Data kadar karbohidrat biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Perlakuan 0% 10% 20% 30% Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata Lampiran 7f. Data kadar kalsium biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Perlakuan 0% 10% 20% 30% Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata Lampiran 7g. Data kadar serat kasar biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Perlakuan 0% 10% 20% 30% Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata Lampiran 7h. Data nilai ph biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Perlakuan 0% 10% 20% 30% Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata

98 83 Lampiran 7i. Data kekerasan/kerenyahan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Perlakuan 0% 10% 20% 30% Ulangan Ulangan Ulangan Rata-rata 5.27 (mm/dtk/gr) 7.29(mm/dtk/gr) 12.98(mm/dtk/gr) 13.76(mm/dtk/gr) Lampiran 7j. Data kandungan energi biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Perlakuan 0% 10% 20% 30% Lemak Protein Karbohidrat Kalori Lampiran 8a. Analisis ragam kadar air biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups E Within Groups Total Lampiran 8b. Analisis ragam kadar abu biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups E Within Groups Total

99 84 Lampiran 8c. Analisis ragam kadar protein biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups E Within Groups Total Lampiran 8d. Analisis ragam kadar lemak biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups E Within Groups Total Lampiran 8e. Analisis ragam kadar serat kasar biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups E Within Groups Total Lampiran 8f. Analisis ragam kadar kalsium biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups E Within Groups Total

100 85 Lampiran 8g. Analisis ragam kadar karbohidrat biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups E Within Groups Total Lampiran 8h. Analisis ragam nilai ph biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups E Within Groups E-05 Total Lampiran 8i. Analisis ragam tingkat kekerasan biskuit (crackers) dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups E Within Groups Total Lampiran 9a. Analisis ragam kadar air tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups Within Groups Total

101 86 Lampiran 9b. Analisis ragam kadar abu tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups E Within Groups Total Lampiran 9c. Analisis ragam kadar protein tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups Within Groups Total Lampiran 9d. Analisis ragam kadar lemak tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups E Within Groups Total Lampiran 9e. Analisis ragam kadar kalsium tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Source of Variation SS df MS F P-value F crit Between Groups Within Groups Total

102 87 Lampiran 10a. Data hasil uji lanjut BNJ tepung tulang ikan madidihang dengan perlakuan waktu perendaman dalam larutan jeruk nipis Dependent Variable AIR ABU PROTEIN (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound x11= kontrol x12=perendaman jeruk nipis 2 jam -8.67E x13=perendaman jeruk nipis 4 jam x14=perendaman jeruk nipis 6 jam.9667(*) x12=perendaman x11= kontrol 8.67E jeruk nipis 2 Jam x13=perendaman jeruk nipis 4 jam x14=perendaman jeruk nipis 6 jam (*) x13=perendaman x11= kontrol jeruk nipis 4 Jam x12=perendaman jeruk nipis 2 jam x14=perendaman jeruk nipis 6 jam (*) x14=perendaman x11= kontrol (*) jeruk nipis 6 Jam x12=perendaman jeruk nipis 2 jam (*) x13=perendaman jeruk nipis 4 jam (*) x11= kontrol x12=perendaman jeruk nipis 2 jam (*) x13=perendaman jeruk nipis 4 jam (*) x14=perendaman jeruk nipis 6 jam x12=perendaman x11= kontrol (*) jeruk nipis 2 Jam x13=perendaman jeruk nipis 4 jam.7333(*) x14=perendaman jeruk nipis 6 jam (*) x13=perendaman x11= kontrol (*) jeruk nipis 4 Jam x12=perendaman jeruk nipis 2 jam (*) x14=perendaman jeruk nipis 6 jam (*) x14=perendaman x11= kontrol jeruk nipis 6 Jam x12=perendaman jeruk nipis 2 jam (*) x13=perendaman jeruk nipis 4 jam (*) x11= kontrol x12=perendaman jeruk nipis 2 jam (*) x13=perendaman jeruk nipis 4 jam (*)

103 88 x14=perendaman jeruk nipis 6 jam x12=perendaman x11= kontrol.6733(*) jeruk nipis 2 Jam x13=perendaman jeruk nipis 4 jam 5.67E x14=perendaman jeruk nipis 6 jam.9133(*) x13=perendaman x11= kontrol.6167(*) jeruk nipis 4 Jam x12=perendaman jeruk nipis 2 jam -5.67E x14=perendaman jeruk nipis 6 jam.8567(*) x14=perendaman x11= kontrol jeruk nipis 6 Jam x12=perendaman jeruk nipis 2 jam (*) x13=perendaman jeruk nipis 4 jam (*) LEMAK x11= kontrol x13=perendaman jeruk nipis 4 x12=perendaman jeruk nipis 2 jam (*) jam (*) x14=perendaman jeruk nipis 6 jam (*) x12=perendaman x11= kontrol (*) jeruk nipis 2 Jam x13=perendaman jeruk nipis 4 jam (*) E-02 x14=perendaman jeruk nipis 6 jam.6000(*) x13=perendaman x11= kontrol (*) jeruk nipis 4 Jam x12=perendaman jeruk nipis 2 jam.4133(*) E x14=perendaman jeruk nipis 6 jam (*) x14=perendaman x11= kontrol (*) jeruk nipis 6 Jam x12=perendaman jeruk nipis 2 jam (*) x13=perendaman jeruk nipis 4 jam (*) KALSIUM x11= kontrol x12=perendaman jeruk nipis 2 jam -1.67E x13=perendaman jeruk nipis 4 jam -1.67E x14=perendaman jeruk nipis 6 jam -6.67E x12=perendaman x11= kontrol 1.67E jeruk nipis 2 Jam x13=perendaman jeruk nipis 4 jam x14=perendaman jeruk nipis 6 jam 1.00E x13=perendaman x11= kontrol 1.67E jeruk nipis 4 Jam x12=perendaman jeruk nipis 2 jam x14=perendaman jeruk nipis 6 jam 1.00E

104 89 x14=perendaman x11= kontrol 6.67E jeruk nipis 6 Jam x12=perendaman jeruk nipis 2 jam -1.00E x13=perendaman jeruk nipis 4 jam -1.00E Lampiran 10b. Data hasil uji lanjut BNJ crackers dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang 95% Confide Mean Std. Dependent (I) Perlakuan (J) Perlakuan Difference (I-J) Error Sig. Lower Variable Bound AIR x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10%.8200(*) x13=tepung tulang ikan 20% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x12=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% E-02 x14=tepung tulang ikan 30%.9867(*) x13=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% x14=tepung tulang ikan 30%.7800(*) x14=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% (*) x13=tepung tulang ikan 20% (*) ABU x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% (*) x13=tepung tulang ikan 20% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x12=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x13=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x14=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% (*) x13=tepung tulang ikan 20% (*) PROTEIN x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% (*) x13=tepung tulang ikan 20% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x12=tepung x11= kontrol.6333(*) tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% x14=tepung tulang ikan 30% (*) x13=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% E-02 x14=tepung tulang ikan 30% x14=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10%.7800(*) x13=tepung tulang ikan 20% E-02 LEMAK x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% (*)

105 x13=tepung tulang ikan 20% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x12=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% x14=tepung tulang ikan 30% (*) x13=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% E-02 x14=tepung tulang ikan 30% x14=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% (*) x13=tepung tulang ikan 20% KALSIUM x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% (*) x13=tepung tulang ikan 20% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x12=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x13=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x14=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% (*) x13=tepung tulang ikan 20% (*) SERAT x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% (*) x13=tepung tulang ikan 20% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x12=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% x14=tepung tulang ikan 30% (*) x13=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% x14=tepung tulang ikan 30% (*) x14=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% (*) x13=tepung tulang ikan 20% (*) KARBOHIDRAT x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% (*) x13=tepung tulang ikan 20% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x12=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x13=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x14=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% (*) x13=tepung tulang ikan 20% (*) KEKERASAN x11= kontrol x12=tepung tulang ikan 10% (*)

106 91 x13=tepung tulang ikan 20% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x12=tepung x11= kontrol (*) E-02 tulang ikan 10% x13=tepung tulang ikan 20% (*) x14=tepung tulang ikan 30% (*) x13=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 20% x12=tepung tulang ikan 10% (*) x14=tepung tulang ikan 30% x14=tepung x11= kontrol (*) tulang ikan 30% x12=tepung tulang ikan 10% (*) x13=tepung tulang ikan 20% Lampiran 11. Foto-foto penelitian Limbah tulang ikan madidihang Tulang ikan madidihang Tepung tulang ikan madidihang

107 92 Biskuit (crackers) mentah Biskuit (crackers)

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C

PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C PEMANFAATAN TEPUNG TULANG IKAN MADIDIHANG (Thunnus albacares) SEBAGAI SUPLEMEN DALAM PEMBUATAN BISKUIT (CRACKERS) Oleh : Nurul Maulida C34101045 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2012 Januari 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2012 Januari 2013. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2012 Januari 2013. Pembuatan kue bagea dan tepung tulang ikan tuna dilakukan di Laboratorium Pengolahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

METODE. Bahan dan Alat

METODE. Bahan dan Alat 22 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan September sampai November 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan serta Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 24 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Biomassa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi makanan beranekaragam yang dapat memberikan sumbangan zat gizi yang cukup bagi tubuh, dengan adanya

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode 16 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Maret 2011, bertempat di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai pengambilan sampel di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru dan dianalisis

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut Asap dengan Kombinasi Bumbu dilakukan pada bulan Agustus 2009 Januari 2010 yang

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

Bab III Bahan dan Metode

Bab III Bahan dan Metode Bab III Bahan dan Metode A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2012 di daerah budidaya rumput laut pada dua lokasi perairan Teluk Kupang yaitu di perairan Tablolong

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil

Lebih terperinci

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH

BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Lampiran 1 BROWNIES TEPUNG UBI JALAR PUTIH Bahan Tepung ubi jalar Putih Coklat collata Margarin Gula pasir Telur Coklat bubuk Kacang kenari Jumlah 250 gr 350 gr 380 gr 250 gr 8 butir 55 gr 50 gr Cara Membuat:

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses dan Pengolahan Pangan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Gunung Kidul, Yogyakarta; Laboratorium

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016.

III. METODE PENELITIAN. waktu penelitian ini dimulai pada bulan April 2016 sampai Desember 2016. 23 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Nutrisi dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang dan

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan satu faktor (Single Faktor Eksperimen) dan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan yaitu penambahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium Kimia,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April 2013 di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi penambahan tepung tapioka dan tepung beras terhadap kadar protein, lemak, kadar air dan sifat organoleptik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu mulai april 2011 sampai dengan juni 2011 di Kampus IPB Dramaga Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR. Oleh : Ismiwarti C

PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR. Oleh : Ismiwarti C PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR Oleh : Ismiwarti C34101018 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 RINGKASAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental di bidang teknologi pangan. B. TEMPAT DAN WAKTU Tempat pembuatan chips tempe dan tempat uji organoleptik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu industri rumah tangga (IRT) tahu di Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Bandar Lampung, Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi) Diambil 1 kg tepung onggok singkong yang telah lebih dulu dimasukkan dalam plastik transparan lalu dikukus selama 30 menit Disiapkan 1 liter

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai April 2016 di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian, Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengolahan nugget dan pengujian organoleptik dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Pengolahan nugget dan pengujian organoleptik dilaksanakan di Laboratorium BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengolahan nugget dan pengujian organoleptik dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Teknologi Perikanan, Universitas Negeri Gorontalo, untuk pengujian proksimat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium Kimia Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan November 2011 sampai Januari 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Cisolok, Palabuhanratu, Jawa Barat. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel Tanaman wortel Wortel Lampiran 2. Gambar potongan wortel Potongan wortel basah Potongan wortel kering Lampiran 3. Gambar mesin giling tepung 1 2 4 3 5 Mesin Giling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ceker ayam Ceker adalah bagian dari tubuh ayam yang berhubungan langsung dengan benda-benda kotor. Meski demikian, tanpa ceker ayam tidak mungkin menjadi gemuk untuk diambil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2010 bertempat di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan untuk preparasi sampel; Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011. Penelitian dilaksanakan di laboratorium LBP (Lingkungan dan Bangunan Pertanian) dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, sementara pengujian mutu gizi dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai 13 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai penjual di Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang dan Laboratorium

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahap Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah

3. MATERI DAN METODE. Gambar 2. Alat Penggilingan Gabah Beras Merah. Gambar 3. Alat Penyosohan Beras Merah 3. MATERI DAN METODE Proses pemanasan dan pengeringan gabah beras merah dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pangan. Proses penggilingan dan penyosohan gabah dilakukan di tempat penggilingan daerah Pucang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Formulir organoleptik

Lampiran 1 Formulir organoleptik LAMPIRA 55 56 Lampiran Formulir organoleptik Formulir Organoleptik (Mutu Hedonik) Ubi Cilembu Panggang ama : o. HP : JK : P / L Petunjuk pengisian:. Isi identitas saudara/i secara lengkap 2. Di hadapan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian melalui eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian melalui eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian melalui eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. B. Waktu dan Tempat Penelitian a. Waktu Penelitian dilakukan mulai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 20 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium biokimia, Departemen Teknologi Hasil Perairan,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2012. Cangkang kijing lokal dibawa ke Laboratorium, kemudian analisis kadar air, protein,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 12 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perairan (preparasi

Lebih terperinci

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian

3.1. Tempat dan Waktu Bahan dan Aiat Metode Penelitian in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan. B. Waktu dan Tempat Tempat penelitian untuk pembuatan kue

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Mei Tahun 2013 di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Kimia Fakultas Pertanian Dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan 1. Penentuan Formulasi Bubur Instan Berbasis Tepung Komposit : Tepung Bonggol Pisang Batu dan Tepung Kedelai Hitam Tujuan: - Mengetahui

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal

METODOLOGI Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Tahap Awal METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Organoleptik, dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2011. Pelaksanaan penelitian di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERUPUK IKAN SAPU-SAPU (Hyposarcus pardalis) Oleh : Iis Istanti C

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERUPUK IKAN SAPU-SAPU (Hyposarcus pardalis) Oleh : Iis Istanti C PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KERUPUK IKAN SAPU-SAPU (Hyposarcus pardalis) Oleh : Iis Istanti C34101028 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE. Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Aplikasi pengawet nira dan pembuatan gula semut dilakukan di Desa Lehan Kecamatan Bumi Agung Kabupaten Lampung Timur, analisa dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen laboratorium. Faktor perlakuan meliputi penambahan pengembang dan pengenyal pada pembuatan kerupuk puli menggunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pangan Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pembuatan tepung tulang Jangilus, biskuit dan pengujian organoleptik dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan,

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan Jangilus (Istiophorus sp.) Sumber : anekailmu48.blogspot.com

Gambar 1. Ikan Jangilus (Istiophorus sp.) Sumber : anekailmu48.blogspot.com BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Jangilus (Istiophorus sp.) Ikan Jangilus termasuk ke dalam golongan ikan-ikan besar perenang cepat yang mengarungi samudera-samudera besar dunia. Daerah penyebarannya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Industri Rumah Tangga Produksi Kelanting MT,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Industri Rumah Tangga Produksi Kelanting MT, III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Industri Rumah Tangga Produksi Kelanting MT, Gantiwarno, Pekalongan, Lampung Timur, dan Laboratorium Politeknik Negeri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A.

BAB III METODOLOGI A. BAB III METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan praktik produksi enting-enting kacang tanah, kacang kedelai dan kedondong ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT 3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar varietas Ceret, air, gula halus, margarin, tepung komposit (tepung jagung dan tepung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September Oktober Pengambilan III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September 2013--Oktober 2013. Pengambilan sampel onggok diperoleh di Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah.

Lebih terperinci

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. 57 Lampiran I. Prosedur Analisis Kimia 1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan Januari 2016 di Laboratorium Prodi Biologi Fakultas MIPA, Laboratorium

Lebih terperinci