EFEKTIVITAS PENGHAMBATAN EKSTRAK DAGING BIJI PICUNG (Pangium edule Reinw.) TERHADAP PERTUMBUHAN Rhizoctonia sp. SECARA IN VITRO AHMAD ASRORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS PENGHAMBATAN EKSTRAK DAGING BIJI PICUNG (Pangium edule Reinw.) TERHADAP PERTUMBUHAN Rhizoctonia sp. SECARA IN VITRO AHMAD ASRORI"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS PENGHAMBATAN EKSTRAK DAGING BIJI PICUNG (Pangium edule Reinw.) TERHADAP PERTUMBUHAN Rhizoctonia sp. SECARA IN VITRO AHMAD ASRORI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN AHMAD ASRORI. Efektivitas Penghambatan Ekstrak Daging Biji Picung (Pangium edule Reinw.) Terhadap Pertumbuhan Rhizoctonia sp. Secara In Vitro. Dibimbing oleh ACHMAD, ELIS NINA HERLIYANA, dan ILLA ANGGRAENI. Rhizoctonia sp. merupakan salah satu penyebab penyakit lodoh yang banyak menyerang bibit persemaian. Serangan penyakit lodoh selain merupakan salah satu penyebab utama berkurangnya jumlah bibit yang dapat disediakan untuk keperluan penanaman, juga dapat menurunkan kualitas semai. Salah satu alternatif pengendalian yang dapat diupayakan adalah dengan pemanfatan antifungal. Picung. merupakan salah satu tumbuhan yang diketahui memiliki kemampuan antimikroba dan berpotensi sebagai bahan fungisida nabati bagi Rhizoctonia sp.. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas ekstrak daging biji picung sebagai bahan fungisida nabati terhadap Rhizoctonia sp. secara in vitro. Beberapa taraf konsentrasi diuji keefektifannya terhadap pertumbuhan koloni Rhizoctonia sp. yaitu 20, 40, 60, 80, dan 100% (v/v = ml/10ml) serta dibandingkan dengan kontrol (konsentrasi 0%). Parameter yang diukur adalah pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. Persentase penghambatan ekstrak daging biji picung terhadap Rhizoctonia sp. Pengukuran diameter koloni dilakukan setiap hari selama dua hari. Rancangan percobaan yang dipakai adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak delapan kali ulangan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua taraf konsentrasi yang diujikan mampu menghambat pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. secara nyata dibanding pertumbuhan diameter koloni pada kontrol. Dari kelima perlakuan konsentrasi ekstrak daging biji Picung 100% memberikan tingkat persentase penghambatan sebesar 39.34%. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah bahwa pemberian ekstrak daging biji picung mampu menghambat pertumbuhan Rhizoctonia sp. dengan tingkat efektivitas terbesar pada hari ke dua setelah perlakuan. Berdasarkan hasil pengujian, konsentrasi ekstrak daging biji picung yang memberikan hasil terbaik adalah pada konsentrasi 100%.

3 LAMPIRAN Lampiran 1. Pertumbuhahn diameter koloni Rhizoctonia sp Perlakuan EDBP 0 % (Kontrol) EDBP 20 % EDBP 40% EDBP 60 % Diamter Koloni (cm) Ulangan Pengamatan Hari Ke Rata-rata Rata-rata Rata-rata

4 EDBP 80 % EDBP 100% Rata-rata Rata-rata Rata-rata Tabel 1. Pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp pada berbagai taraf konsentrasi ekstrak daging biji picung. Perlakuan Pengamatan Hari Ke- Konsentrasi EDBP Hari Ke-1 Hari Ke-2 (%) Persentase Penghambatan (%) 0 3,07a 8,65a 20 2,62b 6,76b 40 2,55b 6,29c 60 2,41bc 6,24c 80 2,27dc 5,96c 100 2,04d 5,24d Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji berganda Duncan pada taraf 5%

5 Lampiran. Tabulasi persen penghambtan ekstrak daging biji picung terhadap pertumbuhan koloni Rhizoctonia sp. Perlakuan (%) Ulangan Hari setelah perlakuan Persentase penghambatan Hari ke-1 Hari ke-2 0 (kontrol) Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata

6 Rata-rata Tabel 2. Persentase penghambatan ekstrak daging biji picung terhadap pertumbuhan koloni Rhizoctonia sp.. Perlakuan Hasil Uji Duncan Konsentrasi EDBP (%) Hari Ke-1 Hari Ke-2 0 0,000 c 0,000 d 20 13,293 bc 21,831 c 40 15,635 bc 27,209 b 60 20,073 b 27,839 b 80 24,428 ab 31,021 b ,874 a 39,324 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut Uji berganda Duncan pada taraf 5%.

7 EFEKTIVITAS PENGHAMBATAN EKSTRAK DAGING BIJI PICUNG (Pangium edule Reinw.) TERHADAP PERTUMBUHAN Rhizoctonia sp. SECARA IN VITRO AHMAD ASRORI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Departemen Silvikultur DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

8 Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PENGHAMBATAN EKSTRAK DAGING BIJI PICUNG (Pangium edule Reinw.) TERHADAP PERTUMBUHAN Rhizoctonia sp. SECARA IN VITRO Nama Mahasiswa : Ahmad Asrori NRP : E Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Achmad, MS. Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si. NIP NIP Pembimbing III Dra. Illa Anggraeni NIP Diketahui, Dekan Fakultas Kehutanan Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP Tanggal Lulus:

9 PERNYATAAN TENTANG SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini Saya, menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Efektivitas Penghambatan Ekstrak Daging Biji Picung (Pangium edule Reinw.) Terhadap Pertumbuhan Rhizoctonia sp. Secara In Vitro adalah benar merupakan karya saya sendiri berdasarkan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan semua sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2008 Penulis

10 RIWAYAT HIDUP Ahmad Asrori dilahirkan di Tegal, Jawa Tengah pada tanggal 18 September 1982, sebagai anak ke empat dari tujuh bersaudara dari ayah bernama Ahmad Zeanudin Siddiq dan Ibu bernama Beah. Penulis mulai belajar formal pada tahun 1989 di MI (Madrasah Ibtidaiyah) dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan pendidikan di MTs (Madrasah Tsanawiah) Wahih Hasyim dan lulus pada tahun Penulis sempat berhenti sekolah selama satu tahun dan bekerja di Perusahaan DCA (Daene Citra Abadi) sebagai sales. Tahun 1999 penulis melanjutkan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 2 Slawi dan lulus pada tahun Melalui jalur USMI, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama kuliah di IPB, Penulis aktif di DKM Al-Hurriyah tahun Pada tahun 2006, penulis melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis BKPH Banjar Utara-BKPH Banjar Selatan, dan BKPH Ciamis. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di SBA (Sinar Bumi Andalas) Palembang, tahun Dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul. Efektivitas Penghambatan Ekstrak Daging Biji Picung (Pangium edule Reinw.) terhadap Pertumbuhan Rhizoctonia sp. Secara In Vitro. Dibimbing oleh Dr. Ir. Achmad, MS, Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si dan Dra. Illa Angraeni.

11 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Efektifitas Penghambatan Ekstrak Daging Biji Picung (Pangium edule Reinw.) Terhadap Rhizoctonia sp. Secara In Vitro. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Dengan selesainya skripsi ini penulis menyampaikan terimakasih dan mohon maaf kepada semua pihak yang turut membimbing dan mendorong penulis hingga selesainya skripsi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Orang tua (Ahmad Zaenudin Siddiq dan Beah) dan keempat saudara (Muhammad Nur Yasin, Ahmad Thoha Faz, Ahmad Rahmatullah, dan Ahmad Shafiyullah). 2. Dr. Ir. Achmad, MS., Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, M.Si. dan Dra. Illa Anggraeni atas bimbingan dan arahannya. 3. Dosen penguji perwakilan dari Departemen Hasil Hutan, Istie Sekartining Rahayu, S.Hut. M.Si. dan dosen penguji perwakilan dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Ir. Rachmad Hermawan, M.ScF. 5. Bapak Kasan, Bapak Chotib, dan Bapak Sueb yang telah membantu dalam proses dan pelaksanaan penelitian. 6. Keluarga besar asrama Sylvasari atas rasa kekeluargaan dan kebersamaannya. 7. Pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini, Puspita Awalyna, SE, Gempar Rosady, S.Pi, Aenur Rofiq, SP, Samsul Rijal, S.Hut atas dukungan dan bantuanya. Penulis berharap karya ilmiah ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Bogor, Agustus 2008 Ahmad Asrori

12

13 i DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA Picung (Pangium Edule reinw.)... 3 Morfologi dan Ekologi Picung... 3 Komposisi Daging Biji Picung dan Manfaatnya... 4 Penyakit Lodoh... 6 Rhizoctonia sp Ektraksi Daging Biji Picung METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Metodologi Penelitian Sterilisasi Alat Persiapan Isolat Pembuatan Media Potato Dekstrose Agar Penilaian Kadar Air Daging Biji Picung Penyiapan Larutan Ekstrak Pembuatan Larutan Perlakuan Pengujian Dengan Teknik Peracunan Media Analisis statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kadar Air Daging Biji Picung Pertumbuhan Diametr Koloni Rhizoctonia sp

14 ii Persentase Penghambatan Ekstrak Daging Biji Picung Terhadap Pertumbuhan Diametr Koloni Rhizoctonia sp Struktur Hifa Rhizoctonia sp Pembahasan Kadar Air Daging Biji Picung Pertumbuhan Diameter Koloni Rhizoctonia sp Persentase Penghambatan Ekstrak daging Biji Picung Terhadap Rhizoctonia sp KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA.. 29 LAMPIRAN... 33

15 iii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Buah Picung masih muda dari daerah Cimahpar (a) Biji Picung masih utuh (b) dan Bji dan daging biji Picung (c) Pertumbuhan koloni Rhizoconia sp.selama dua hari pada beberapa konsentrasi ekstrak daging biji picug Persentase penghambatan ekstrak daging biji Picung terhadap Rhizoctonia sp Struktur mikroskopik hifa Rhizoctonia sp

16 iv DAFTAR LAMPIRAN Gambar Halaman 1 (a) Biakan murni Rhizoctonia sp. umur tiga hari nampak dari atas.(b) Biakan murni Rhizoctonia sp. umur tiga hari nampak dari bawah Pertumbuhan koloni Rhizoctonia sp. pada beberapa konsentrasi ekstrak daging biji picung umur satu hari Diagram alir proses pembuatan ekstrak daging biji picung Tabel 4 Pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. pada beberapa taraf konsentrasi ekstrak daging biji picung Uji nilai tengah pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. pada beberapa taraf konsentrasi ekstrak daging biji picung Sidik ragam pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp Persen penghambatan ekstrak daging biji picung terhadap pertumbuhan Rhizoctonia sp Uji nilai tengah persentase penghambatan ekstrak daging biji picung terhadap pertumbuhan koloni Rhizoctonia sp Sidik ragam persentase penghambatan ekstrak daging biji picung terhadap Rhizoctonia sp Persentase kadar air daging biji picung... 45

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan kayu dan produk kehutanan semakin meningkat seiring berkembang dan bertambahnya jumlah penduduk. Salah satu bentuk usaha yang menghasilkan kayu adalah Hutan Tanaman Industri (HTI). Keberhasilan pembangunan HTI ditentukan diantaranya oleh adanya jaminan ketersediaan bibit berkualitas, baik dari segi fisik maupun genetik. Tanaman yang bermutu baik berasal dari bibit yang baik. Salah satu kendala untuk mendapatkan bibit yang baik adalah penyakit lodoh atau rebah semai atau damping-off (Semangun, 1996). Salah satu jenis cendawan yang sering menyebabkan penyakit di persemaian adalah Rhizoctonia sp.. cendawan menyerang tanaman muda yang ada di persemaian dan menyebabkan penyakit lodoh, busuk akar, dan juga menimbulkan penyakit hawar daun. Perkembangan penyakit karena Rhizoctonia sp. terjadi dengan cepat. Miseliumnya cepat membungkus bagian tanaman yang terserang dan terus menjalar ke bagian bawah tanaman. Dalam waktu dua hari Rhizoctonia sp. mampu menimbulkan serangan sampai 90% (Semangun, 1996). Beberapa upaya pengendalian penyakit tersebut telah banyak diteliti dan dipraktekan diantaranya dengan pengendalian secara fisik, kimiawi maupun secara biologi (hayati). Pengendalian yang efektif perlu dipelajari untuk tiap jenis. Untuk itu diperlukan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit di persemaian dan juga yang mempengaruhi cara reproduksi dan berkembangnya patogen. Salah satu cara pengendalian penyakit yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan zat antifungal yang terdapat pada pestisida nabati. Salah satu pestisida nabati yang diduga memiliki zat antifungal adalah buah Picung (Pangium edule Reinw.) (Heyne, 1987). Biji Picung di kalangan masyarakat sudah dikenal dan digunakan sebagai obat dan bahan makanan. Daun dan biji picung dapat digunakan sebagai desinfektan. Kulit dan daun biji picung dapat digunakan sebagai racun ikan. Minyak dari daging biji picung dapat digunakan sebagai obat reumatik. Di Jawa

18 2 Barat, bahan makanan yang berasal dari biji picung dikenal dengan nama dage, di Sumatera Barat biji picung dikempa dan dijadikan minyak goreng sebagai pengganti minyak kelapa (Burkill, 1935). Picung adalah salah satu sumber daya alam hayati hutan Indonesia yang memiliki kandungan senyawa alami antimikroba. efektivitas ekstrak daging biji picung sebagai bahan fungisida nabati terhadap fungi fusarium solani telah dilakukan hasilnya menunjukan bahwa ekstrak air daging biji picung pada taraf konsentrasi ppm memberikan efek fungistatik sebesar 43.24%. (Saputra, 2001). Rijal, (2007) dalam penelitiannya melaporkan pemberian ekstrak daging biji picung mampu menghambat pertumbuhan Cylindrocladium spp. dengan tingkat efektivitas sebesar 38.03% pada hari pertama setelah perlakuan. Ekstrak daging biji picung mengandung senyawa antimokroba sedangkan Rhizoctonia sp. merupakan patogen penyebab penyakit pada tumbuhan. Untuk mengatasi serangan penyakit terhadap tanaman terutama yang disebabkan oleh Rhizoctonia sp. diperlukan senyawa antimikroba yang aman, murah, dan mudah. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas ekstrak daging biji picung yang dibuat secara sederhana sebagai bahan fungisida nabati terhadap Rhizoctonia sp. Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak daging biji picung dapat menghambat pertumbuhan Rhizoctonia sp.. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru mengenai potensi lain dari tumbuhan picung, yang terkait sebagai alternatif pengendalian Rhizoctonia sp..

19 TINJAUAN PUSTAKA Picung (Pangium edule Renw) Morfologi dan Ekologi Picung Picung dikenal dengan nama botani Pangium edule Reinw, jenis tanaman ini adalah jenis tanaman berkeping dua (Dicotyledonae) dari divisi spermatophyte dengan sub-divisi Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup) dengan ordo parietalis, famili Flacourtiaceea, genus Pangium, dan spesies Pangium edule. Tanaman picung memiliki sebutan yang bebeda untuk tiap daerah, di daerah Bali, dan Kalimantan tanaman picung disebut pakem.di Jawa disebut kluwek, pacung atau picung sebutan di daerah Sunda, pucung, gampangi atau hapeson sebutan di daerah Toba, kayu tuba buah sebutan di daerah lampung, jeho, kapencueng, kapecong atau simaung sebutan di daerah Minangkabau, kuam sebutan di Kalimantan, pangi sebutan di daerah Minahasa, kalowe sebutan di darah Sumbawa dan Makasar (Heyne, 1987). Picung tumbuh menyebar di hutan hujan primer maupun hujan sekunder sepanjang malesia, mulai dari Filipina, Malaysia, Indonesia sampai Papua New Guinea, dan meluas ke arah timur ke kepulauan Bismark. Tanaman picung tumbuh liar di hutan maupun di tempat-tempat lain yang dekat dengan air, sampai ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut dan ada juga yang ditanam orang. Tanaman picung memiliki batang besar dan tinggi. Tinggi pohon picung dapat mencapai 40 m dengan diameter batang dapat mencapai 2,5 m. Pada bagian pucuk banyak terdapat cabang, cabang yang muda banyak berbulu, sedangkan cabang yang tua tidak berbulu. Kulit kayu berwarna coklat kemerahan atau abu-abu kecoklatan, licin dan kadang-kadang kasar dengan banyak celah yang mengeras. Tumbuhan picung selain punya manfaat pengawet alami, ternyata juga bisa menimbulkan multiplier effect, karena merupakan tumbuhan keras yang bisa menahan potensi lahan-lahan kritis yang bisa menyebabkan longsor jika di tanah di kawasan kritis (Hangesti, 2006). Picung yang masih muda bertangkai panjang dan berlekuk tiga, pada pohon tua bulat telur lebar, dengan pangkal yang terpancung atau berbentuk jantung, meruncing, mengkilat dan berwarna hijau tua. Tulang daun pada sisi

20 4 bawah menonjol. Picung sejak berumur 15 tahun berbuah terus-menerus sepanjang musim. Buah agak tidak simetris, berbentuk bulat telur dengan kedua ujung tumpul. Ukurannya bervariasi dengan panjang 7-10 cm atau lebih. Kulit buah berwarna cokelat kemerahan dengan permukaan kasar dimana terdapat lentisel. Tangkai buah berukuran panjang 8-15 cm dengan diameter 7-12 mm (Heyne, 1987). Buah picung di dalamnya banyak biji besar kelabu, berbentuk telur limas dan keras. Pada biji buah picung terdapat daging biji (endosperm) yang banyak mengandung lemak. Buah picung mengandung biji. Kulit biji kasar dengan perikarp setebal 6-10 mm, berkayu dan beralur. Pada kondisi buah picung yang masih segar biji-biji tersebut tertutup oleh daging buah yang berwarna putih, sedangkan apabila buah picung sudah disimpan dalam kurun waktu yang lama warna daging buahnya berubah menjadi kehitaman (Gimlette, 1925 dalam Palupi, 1988). Komposisi Daging Biji Picung dan Manfaatnya Seluruh bagian dari picung bersifat racun, picung mengandung asam sianida yang cukup besar jumlahnya baik pada batang, daun, dan buah (Heyne, 1987 dalam Hangesti, 2006). Biji picung yang lebih tua mengandung ginokardin yang lebih sedikit dibandingkan dengan biji yang lebih muda. Bagi tanaman glikosida tersebut berfungsi untuk menyembuhkan luka pada jaringan yang aktif, oleh karena itu zat ini terutama terdapat pada bagian vegetatif, khususnya biji. Setelah biji matang, jumlah glikosida berkurang dan pertumbuhan bijinya berhenti.(burkill, 1935). Biji muda pada pohon picung banyak mengandung senyawa ginokardin yang termasuk dalam senyawa glikosida hidrosianik Senyawa ginokardin di dalam tanaman selalu disertai enzim ginokardase yang berfungsi menghidrolisis ginokardin untuk menghasilkan asam hidrosianik (Yunita, 2004). Menurut Heyne (1987), kadar hidrogen sianida yang ada dalam buah biji picung sekitar 1834 ug/g bobot kering. Selain mengandung senyawa golongan glikosida sianogenik, dalam biji picung juga terdapat kandungan flafonoid, kuinon, saponin, triterpenoid, dan tannin (Setyawan, 2004).

21 5 Lemak daging biji picung apabila diasamkan akan menghasilkan asam lemak siklik, asam lemak siklik ini mempunyai sifat anti bakteri yang tidak jenuh yaitu asam hidnokarpat (C 16 H 28 O 2 ) dan asam khaulmograt (C 18 H 32 O 2 ), atau asam 2-siklopentena-1-undekanoat dan asam 2-siklopentena-1-tridekanoat. Keistimewaan asam-asam lemak tersebut adalah kemampuan untuk mengobati lepra, kudis dan dan beberapa penyakit sejenis. Komponen daging biji picung diketahui memiliki sifat anti bakteri terhadap beberapa jenis bakteri pembusuk ikan, komponen tersebut adalah asam sianida, asam khaulmograt dan asam hidnokarpat (Burkill, 1935). Bumbu rawon dari picung dapat menghambat pertumbuhan mikroba alami dan bacillus cereuc di dalam sistem pangan dengan cara memperpanjang fase adaptasi mikroorganisme tersebut (Emmawati, 1998). Ekstrak air daging biji picung memberikan efek fungistatik sebesar 43,24% pada taraf konsentrasi ppm (Saputra, 2001) selain dimanfaatkan sebagai antimikroba daging biji picung juga dapat dimanfaatkan sebagai senyawa antioksidan, yaitu suatu senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi bahan pangan. Penelitian Indriyati, (1989) dalam hangesti, (2006) melaporkan bahwa biji picung segar mempunyai aktifitas antibakteri pembusuk ikan yaitu Bacillus sp. micrococcus sp. Pseudomonas sp. dan coliform yang tumbuh pada ikan mas yang membusuk. Asam sianida adalah suatu asam lemah yang berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai bau khas dan apabila terbakar mengeluarkan nyala biru. Senyawa sianida dapat bereaksi dengan beberapa ion logam membentuk senyawa Fe(CN) atau Fe(CN) 6 (Winarno, 1991). Meskipun asam sianida yang berada dalam biji picung sangat beracun akan tetapi asam sianida ini dengan mudah dapat dihilangkan karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan menguap pada suhu 26ºC. Dengan menghilangkan asam sianida yang terkandung di dalamnya, biji picung dapat digunakan sebagai obat dan bahan makanan. daun dan biji picung dapat digunakan sebagai desinfektan, kulit dan daun buji picung dapat digunakan sebagai racun ikan, minyak dari daging biji picung dapat digunakan sebagai obat reumatik. Di Jawa Barat, bahan makanan yang berasal dari biji picung dikenal dengan nama dage,

22 6 sedangkan di Sumatra Barat biji picung dikempa dan dijadikan minyak goreng sebagai pengganti minyak kelapa (Vooderman dalam Heyne, 1987). Menurut Burkill (1935), penghilangan racun pada biji picung dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) biji picung dikupas dan direbus, kemudian direndam sehari dalam air mengalir, selanjutnya direbus lagi. (2)setelah direbus kemudian dibiarkan kurang lebih satu minggu supaya terjadi fermentasi.(3) rendaman biji picung yang telah direbus dan dibungkus dengan abu dibiarkan kurang lebih 40 hari supaya terjadi fermentasi. Seduhan dingin dari daun-daun segar ataupun biji-biji picung dapat digunakan sebagai obat antiseptik, pemusnah hama dan pencegah parasit. Daya pembunuh yang kuat dari picung ini dapat dimanfaatkan bagi pemberantasan serangga perusak tanaman budidaya. Selain itu kulit kayu dari picung yang diremas-remas dan ditaburkan di perairan dapat mematikan ikan dan oleh sebab itu picung digunakan sebagai tuba ikan, demikian juga daunnya dapat dipakai dengan cara yang sama untuk menangkap udang. Seduhan dari daun-daunya yang diteteskan dalam luka terlantarakan mematikan ulat-ulat dan organisme hewan lainya (Gressoff dalam Heyne, 1987). Menurut Mangontan (1985), picung dapat digunakan sebagai obat tradisional, antara lain; 1. Daun dan biji setelah diseduh dapat digunakan sebagai disinfektan. 2. Kulit dan daun picung dapat digunakan sebagai racun ikan, 3. Minyak dari daging biji picung dapat mengobati rematik dan penyakit kulit, 4. daging biji picung yang masih segar yang dilarutkan dalam air untuk membasmi kutu rambut, 5. Daging biji picung dapat digunakan sebagai penetral menstruasi. Penyakit Lodoh Penyakit lodoh terjadi pada anakan semai yang disebabkan oleh patogen tanah, terutama pada tanah yang lembab dengan drainase jelek (Manion, 1981). Timbulnya penyakit lodoh akan lebih cepat terjadi bila suhu dan kelembaban cukup tinggi. Penyakit ini dapat menyerang bibit yang baru berkecambah dan masih berada pada masa sekulen. Gejala penyakit lodoh antara lain hipokotil (bagian batang yang letaknya di bawah) yang semula sehat bila terinfeksi dari tanah karena Rhizoctonia sp. warnanya berubah menjadi pucat, jaringan tanaman

23 7 yang diserang menjadi putih kotor, mengerut di atas garis tanah hingga batangnya tidak mampu menahan berat kemudian batang tersebut akan roboh. Gejala lain adalah; semai seperti tersiram air panas, bagian batang atau leher akar tampak seperti gosong dan busuk. Yang juga dapat menyebabkan penyakit lodoh adalah: Aphanomyces, Rhizoctonia sp, Phoma, Gloeosporum, Colletottricum, Volutella, Phitium, Debaryanum, Sclerotinia, dan Phytophtora (Percaya, 2003). Menurut Hutagalung (1988), Penyakit lodoh hanya timbul di persemaian yang lembab karena drainase yang jelek dan penanaman yang terlalu rapat. Gejala yang timbul leher akar tanaman yang sakit terdapat bercak-bercak busuk, berair, dan berbatas jelas. Penyakit lodoh dapat dikendalikan dengan mengurangi kelembaban persemaian, seperti drainase yang baik, penanaman yang tidak terlalu rapat, tidak memakai peneduh yang terlalu berat, dan tidak menggunakan media tanah yang banyak mengandung lempung. Empat fase tingkat serangan penyakit lodoh menurut Wright (1994), adalah sebagai berikut; 1. Fase lodoh benih, yaitu serangan pada biji yang baru ditanam dan belum berkecambah sehingga benih menjadi busuk. 2. Fase lodoh dalam tanah, yaitu serangan pada benih yang telah berkecambah tetapi belum sempat muncul di atas permukaan tanah, yang kemudian kecambah akan mati dalam tanah. 3. Fase lodoh batang, yaitu serangan pada benih yang telah berkecambah dan telah muncul di atas permukaan tanah. Fase ini terjadi pada kecambah yang berumur satu sampai empat minggu, serangan ini mengakibatkan kematian. 4. Fase lodoh tajuk, yaitu serangan yang terjadi pada bagian kotiledon kecambah yang terserang menjadi hangus dan berwarna hitam pada ujungujungnya. Pada tingkat ini kecambah masih dapat bertahan hidup jika dapat segera diobati. Apabila serangan patogen terjadi pada kecambah yang bagian hipokotilnya telah berkayu dan biasanya disebut busuk akar (root-rot).

24 8 Rhizoctonia sp. Rhizoctonia sp. merupakan jamur yang penting karena diketahui dapat mempunyai kisaran tanaman inang yang cukup luas Rhizoctonia sp. dapat berperan sebagai patogen, mikoriza, dan saprofit (Carling et.al 1996). Alexopoulos dan Mims (1979) dan Von Arx (1961) dalam Achmad (1997) mengemukakan bahwa Rhizoctonia sp. termasuk form-ordo Agonomycetales form-kelas Deuteromycetes. Bila ditumbuhkan pada Potato Dekstrose Agar (PDA), maka mula-mula miselianya berwarna putih, dan berubah menjadi coklat muda sampai tua. Miselia tersebut halus, bercabang-cabang membentuk jala halus dan bersepta, jarak antar septanya relativ pendek. Perkembangan miselinya memberikan tanda khas, yaitu percabangan tegak lurus. Barnett dan Hunter (1998) dan Griffin (1972) mengemukakan Rhizoctonia sp. merupakan fungi atau cendawan tanah yang memiliki sifat selulotik yang kuat dan berperan sangat dominan dalam perombakan bahan organik dalam tanah dan bersifat parasit, khususnya pada akar dan bagian tanaman lainya yang berada pada bagian permukaan tanah. Hal ini menunjukan bahwa patogen termasuk dalam golongan patogen tular tanah (soilborn pathogen). Hifa dewasa Rhizoctonia sp. menjadi seragam dan kaku serta menghasilkan percabangan dengan sudut tegak lurus dari hifa utama, sedangkan cabang-cabang dari hifa muda Rhizoctonia sp. lama-kelamaan membentuk sklerotia, dan permukaan hifa menjadi kekuningan sampai cokelat (Duggar, 1915 dalam suryana, 2004). Ukuran dari dinding hifa Rhizoctonia sp. bermacam-macam, diameter berkisar antara 5 sampai dengan 7 µm, dan panjang sel beragam antara µm, hifa Rhizoctonia sp. binukleat selalu lebih tipis dibandingkan Rhizoctonia sp. multinukleat. Rasio panjang dari dinding hifa vegetatif umumnya lebih besar dari 5:1 (Sneh et all, 1985). Suhu untuk pertumbuhan Rhizoctonia sp. antara 12-36ºC. bagi kebanyakan strainya, suhu optimum untuk infeksi berkisar 15-18ºC, tetapi beberapa strain lebih aktif pada suhu tingi sampai batas 35ºC. penyakit yang ditimbulkan lebih parah pada tanah lembab dibanding pada tanah yang tergenang atau kering. Fungi ini masih dapat hidup pada tanah dengan PH 2,4 dan 9, tetapi

25 9 tumbuh lebih baik pada PH tanah antara 3,5 dan 7,5 (Roth dan Riker; Agrios, 1988 dalam Achmad 1997). Untuk daerah subtropis pertumbuhan Rhizoctonia sp. yang baik adalah pada kisaran suhu 25-30ºC. suhu minimal adalah 14-18ºC dan dengan suhu maksimal 23-26ºC, sedangkan untuk daerah tropis kisaran suhu optimumnya lebih tinggi (Sneh et. al, 1985). Karakteristik Rhizoctonia sp. adalah hifa vegetatif muda berinti banyak (multinukleat), berwarna coklat, diameter hifa lebih dari 6 µm maka, pada hifa vegetatif muda percabangan terdapat di dekat septum distal dan dari sel-sel terdapat kontriksi pada hifa dan septa terbentuk dekat awal percabangan hifa, terdapat septa delipor membentuk sklerotium yang bentuknya tidak beraturan, tidak membentuk konidia melainkan sel-sel moniloid, tidak terdapat sambungan apit, dan tidak membentuk rhizomorf (Sneh et all, 1985). Menurut Suharti (1973), Rhizoctonia sp. memiliki karakteristik sebagai berikut; (1) Bila ditumbuhkan pada media PDA mula-mula miseliumnya akan berwarna putih, kemudian warna miselium berubah menjadi coklat muda sampai tua; (2) Miselium halus bercabang cabang membentuk jala halus dan bersepta; (3) Jarak antar dua septa relativ pendek, sehingga sel-sel hifanya menjadi pendek dan membulat, dan makin tua makin bulat; dan (4) Percabangan miselium khas, yaitu tegak lurus. Rhizoctonia sp. merupakan patogen tular tanah yang terlindung oleh kondisi hangat dan kelembaban tanah yang cukup, mampu bertahan dalam tanah sebagai hifa, sklerotia, dan basidiospora Rhizoctonia sp.juga memiliki kemampuan untuk menyebabkan penyakit pada kisaran temperatur tanah, PH tanah, tipe tanah, tingkat kesuburan, dan kelembaban tanah yang luas. Rhizoctonia sp. dikenal dapat menyebabkan busuk akar, busuk batang, damping off, dan dalam beberapa kasus menyebabkan hawar daun. Rhizoctonia sp. dapat menyebabkan penyakit hawar (blight) daun pada bibit tanaman suren (Maesaroh 2004) dan dapat menyebabkan hawar daun pada bibit tanaman mahoni (Afriansyah, 2004). Menurut Ui (1984) Rhizoctonia sp. merupakan patogen yang banyak menyerang tanaman padi dan menimbulkan bercak daun. Rhizoctonia sp. merupakan patogen yang menyebabkan penyakit lodoh di seluruh dunia. Penyakit

26 10 yang sering disebabkan seperti rebah kecambah, busuk batang, dan busuk akar. Rhizoctonia sp. tinggal di dalam tanah sebagai sklerotium atau sel moniloid dalam sisa tanaman. Isolat Rhizoctonia sp. dari tanaman dan tanah ditemukan pada cadangan hutan alam di Hokaido dan ditemukan di sekitar lahan pertanian bekas pembukaan hutan yang telah dilakukan selama 30 tahun. Sekitar 530 isolat yang diperoleh, 345 isolat ditemukan di hutan dan 210 isolat dari lahan pertanian. Ekstraksi Daging Biji picung Ekstraksi adalah proses pemindahan zat terlarut (solut) diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur (Nur dan Adijuwana, 1998). Menurut Brown (1971) dalam Siswadi (2002), metode paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan dengan padatan tidak terlarut. Proses ekstraksi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu maserasi, digestasi dan perkolasi. Maserasi adalah proses dengan penghancuran bahan contoh menggunakan pelarut, perendaman beberapa hari dan dilakukan pengadukan, kemudian dilakukan penyaringan atau pengepresan sehingga diperoleh cairan. Digestasi adalah ekstraksi yang dilakukan dengan bantuan pemanasan sekitar 60ºC, lamanya ekstraksi dapat berlangsung selama 24 jam. Perkolasi merupakan proses ekstraksi komponen terlarut dari satu bahan contoh menggunakan pelarut dengan pemanasan atau tanpa pemanasan (Reineccius, 1997 dalam Siswadi, 2002). Ekstraksi adalah sutu metode untuk mendapatkan sediaan kering, kental atau cair, yang dibuat dengan menyari simplisa nabati atau menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Larutan penyari yang biasa digunakan yaitu air, eter, etanol atau campuran etanol dan air (Departemen Kesehatan,1997). Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan padatan dari suatu sistem campuran padat cair. Berupa cairan dari suatu sistem campuran cair-cair atau berupa padatan dari suatu sistem padat-padat.

27 BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Hutan, Kelompok Peneliti Perlindungan Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan Desember 2007 ~ Januari Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging biji picung muda yang diperoleh dari daerah Cimahpar, Bogor. Sumber inokulum diperoleh dari Laboratorium Penyakit Hutan, Kelompok Peneliti Perlindungan Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Bogor, yaitu berupa biakan murni Rhizoctonia sp., media untuk isolasi fungi yaitu Potato Dextrose Agar (PDA), aquades, alkohol 70%. Peralatan yang digunakan terdiri atas autoklaf, alluminum foil, alat-alat gelas, cawan Petri, kapas, oven, desikator, jarum ose, cork borer (pelubang gabus), korek api, pembakar bunsen, sprayer, laminar air flow, plastic wrap, kamera digital dan alat tulis-menulis. Metodologi Penelitian Sterilisasi Alat Sebelum digunakan, semua peralatan disterilisasi terlebih dahulu. Alat-alat seperti gelas ukur, tabung erlenmeyer, cawan Petri, dan pipet disterilkan dalam autoclaf pada tekanan 1,5 atm dan suhu 121ºC selama 15 menit, kemudian dimasukkan dalam ke oven dengan suhu 50ºC dan didiamkan selama 3x24 jam. Untuk proses inikulasi maka dilakukan penyemprotan alkohol ke dalam laminar air flow sebelum inokulasi dimulai, sedangkan untuk cork borer dan ose disterilkan dengan cara pembakaran.

28 12 Persiapan Isolat Biakan murni Rhizoctonia sp. diperbanyak dengan cara menumbuhkan inokulum Rhizoctonia sp. dengan diameter koloni 10 mm. Inokulum Rhizoctonia sp. pada cawan Petri diambil dengan cork borer berdiameter 10 mm dan dipindahkan dengan menggunakan ose. Inokulum diletakan di tengah-tengah cawan Petri yang berisi media PDA, dan kemudian diinkubasi pada suhu ruang untuk selanjutnya digunakan pada penelitian utama. Pembuatan Media Potato Dekstrose Agar Untuk membuat 1 liter PDA, bahan-bahan yang diperlukan adalah kentang yang telah dikupas dan dipotong-potong seukuran korek api sebanyak 200 gram direbus dalam 800 ml air, setelah kentang lunak kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh kemudian ditera hingga mencapai satu liter dengan menambahkan air lalu ditambahkan 20 gram agar-agar. Setelah itu larutan dipanaskan kembali hingga mendidih, ke dalam larutan filtrat tersebut ditambahkan 20 gram dekstrosa. Larutan PDA yang telah jadi dipindahkan dalam labu erlenmeyer (10 ml/labu) dan ditutup dengan kapas lalu disterilisasi dalam autoklaf. Setelah itu, PDA didinginkan dan siap dipergunakan. Penilaian Kadar Air Daging Biji Picung Cawan Petri dikeringkan pada suhu 105ºC selama 60 menit, setelah didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang sampai diperoleh berat tetap. Sebanyak 2 gram daging biji picung dimasukkan dalam cawan Petri kemudian dipanaskan selama 3 jam pada suhu 105ºC. Cawan Petri berisi daging biji picung yang telah kering tanur didinginkan dalam desikator kemudian timbang. Kadar air contoh dihitung dengan menggunakan rumus : W1 W2 X = 100% W 1 Keterangan: X = kadar air contoh (%) W 1 = berat contoh bahan awal (g) = berat kering tanur bahan (g) W 2

29 13 Penyiapan Larutan Ekstrak Daging biji picung yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah picung yang masih muda dengan ciri-ciri daging biji masih berwarna putih, cangkang berwarna kuning, Daging biji picung sebelumnya dihaluskan terlebih dahulu, dengan tujuan memaksimalkan jumlah komponen yang dapat terekstrak. Sebelum digunakan sebagai larutan ekstrak daging biji Picung terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan awal yaitu pengukuran kadar air. Ekstrak daging biji picung diperoleh dengan cara pemblenderan (maserasi) menggunakan pelarut air (Syahputra dan Prijono, 1999). Ektrak hasil pemblenderan digunakan untuk membuat larutan perlakuan. daging biji picung yang masih berwarna putih dengan bobot 100 g (yang diambil dari satu buah) dimasukkan ke dalam blender lalu ditambahkan pelarut (air steril) dengan volume 100 ml. Kedua campuran tersebut kemudian diblender selama lima menit. Larutan ekstrak yang diperoleh disaring dengan empat lapis kain kasa dan dimasukkan dalam erlenmeyer kemudian ditutup dengan kapas dan alluminum foil lalu disterilisasi dalam autoklaf. Larutan ekstrak yang telah steril siap kemudian untuk dibuat larutan perlakuan. Pembuatan Larutan Perlakuan Pada penelitian ini menggunakan enam taraf konsentrasi larutan ekstrak daging biji picung, yaitu 0, 20, 40, 60, 80 dan 100% v/v (v/v = ml/10 ml suspensi). Untuk membuat konsentrasi larutan ekstrak daging biji picung tersebut digunakan rumus sebagai berikut: e Ekstrak daging biji Picung = e + a 100 % Keterangan : e a e + a = volume ekstrak daging biji picung yang diambil dari larutan ekstrak induk 100ml (ml) = volume pengencer yang ditambahkan (ml) = volume total antara ekstrak daging biji picung ditambah pengencer (10 ml)

30 14 Tabel 2. Formulasi konsentrasi larutan ekstrak uji Konsentrasi larutan ekstrak daging biji picung (%) Volume ekstrak daging biji picung (ml) Volume pengencer (ml) Volume Larutan Uji Total (ml) Pengujian Dengan Teknik Peracunan Media Pengujian ekstrak daging biji picung dengan cara menuangkan 2 ml ekstrak daging biji picung dari masing-masing konsentrasi, selanjutnya kedalam cawan Petri tersebut dimasukkan 10 ml media PDA, kemudian digoyang-goyang agar ekstrak dan media tercampur rata. Sebagai kontrol, ke dalam cawan Petri hanya dimasukkan 2 ml air steril dan 10 ml PDA. Media dibiarkan beku dan dingin, kemudian ditumbuhkan inokulum Rhizoctonia sp. lalu diinkubasi dalam ruang desikator selama 2 hari. Pengambilan inokulum Rhizoctonia sp. dilakukan dengan menggunakan cork borer berdiameter 10 mm. Setiap cawan diinokulasi satu lempengan inokulum. Pengamatan dilakukan setiap hari pada jam yang sama dengan mengukur pertumbuhan diameter koloni selama 2 hari. Penghitungan persentase penghambatan masing-masing konsentrasi ekstrak daging biji Picung terhadap pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. kontrol perlakuan P = 100 % kontrol Keterangan : P = persentase penghambatan kontrol = diameter kontrol perlakuan = diameter perlakuan Analisis Statistik Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 (enam) perlakuan. Masing-masing perlakuan terdiri atas 8 (delapan) ulangan dengan perlakuan pemberian ekstrak daging biji picung pada berbagai konsentrasi sebagai berikut:

31 15 Konsentrasi ekstrak daging biji picung 0% (kontrol) Konsentrasi ekstrak daging biji picung 20% Konsentrasi ekstrak daging biji picung 40% Knsentrasi ekstrak daging biji picung 60% Konsentrasi ekstrak daging biji picung 80% Konsentrasi ekstrak daging biji picung 100% Adapun model matematik Rancangan Acak Lengkap (RAL) menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) adalah sebagai berikut: Y ij = μ + α i +ε ij i = 1, 2, 3,.....n j = 1, 2, Keterangan : Y ijk μ α i ε ij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j = nilai rataan umum = pengaruh perlakuan ke-i = komponen acak perlakuan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Data dianalisis menggunakan uji-f dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan, menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) (Tabel 3). Tabel 3. Sidik ragam rancangan acak lengkap Sumber Keragaman Perlakuan Sisa Total DB JK KT F Hit P t-1 t(r-1) rt-1 JK Perlakuan JK Sisa KT Perlakuan KT Sisa KT Perl / KT Sisa

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air daging Biji Picung Hasil Daging biji picung yang telah dihaluskan mempunyai kadar air 76.5%. Daging biji picung yang digunakan adalah buah picung yang masih muda dengan ciri-ciri sebagai berikut : kulit buah masih terlihat segar, akan terasa keras bila ditekan dan cangkang berwarna kuning (Gambar 1). A B C a b 1 cm 1 cm 1 cm Gambar 1 Buah picung masih muda dari daerah Cimahpar (A) Biji picung masih utuh (B) Biji dan daging biji picung (C) Pertumbuhan Diameter Koloni Rhizoctonia sp. Hasil pengamatan pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. ditunjukkan pada Gambar 2, Secara umum semua perlakuan memiliki pola pertambahan pertumbuhan diameter yang hampir sama. Koloni pada semua perlakuan mengalami pertambahan diameter mulai hari pertama pengamatan sampai hari kedua pengamatan. Pengamatan yang dilakukan selama dua hari menunjukkan bahwa kontrol merupakan perlakuan yang memiliki pertumbuhan koloni terbesar dibandingkan kelima perlakuan lainnya (konsentrasi ekstrak daging biji picung 20, 40, 60, 80, dan 100%). Rhizoctonia sp. dapat tumbuh pada kontrol serta semua perlakuan. Pemberian ekstrak daging biji picung berpengaruh nyata secara statistik terhadap pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp.. Diameter koloni Rhizoctonia sp. kontrol pada hari pertama dan hari kedua menunjukkan yang terbesar dibanding perlakuan lainnya yaitu berturut-turut 3.0 cm dan 8.6 cm. Pada hari pertama dan hari kedua diameter koloni Rhizoctonia sp. pada kontrol berbeda nyata dibanding perlakuan yang lainnya.

33 17 Pada hari kedua, Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daging biji picung maka semakin kecil diameter koloni Rhizoctonia sp.. Diameter koloni Rhizoctonia sp. pada konsentrasi 20% (6.7 cm) berbeda secara nyata dibanding diameter koloni Rhizoctonia sp. pada konsentrasi 40% (6.2 cm). Diameter koloni Rhizoctonia sp. Pada konsentrasi 60 dan 80% tidak berbeda secara nyata dan berbeda nyata bila dibandingkan terhadap konsentrasi 20, 100% dan kontrol. Diameter koloni Rhizoctonia sp. pada 100% berbeda secara nyata dibanding perlakuan lainnya termasuk kontrol. Secara visual pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. pada beberapa konsentrasi dapat dilihat pada Gambar Lampiran 3. Secara statistik pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Diameter koloni (cm) a 2.6b 8.6a 6.7b 6.2c 6.2c 5.9c 2.5b 2.4bc 2.2dc 2.0d d Hari ke- 0% 20% 40% 60% 80% 100% Gambar 2. Pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. selama dua hari pada beberapa konsentrasi ekstrak daging biji picung. Persentase Penghambatan Ekstrak Daging Bij Picung terhadap Pertumbuhan Diameter Koloni Rhizoctonia sp. Persentase penghambatan merupakan parameter untuk mengetahui sejauh mana ekstrak daging biji Picung memberi pengaruh penghambatan terhadap pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak daging biji picung yang diberikan maka persentase penghambatan semakin besar (Gambar 3), dengan persentase penghambatan pada kontrol dianggap nol.

34 18. Pemberian ekstrak daging biji picung pada taraf konsentrasi (20, 40, 60, 80, dan 100%) memberi pengaruh terhadap pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp.. Persentase penghambatan masing-masing perlakuan terhadap diameter koloni Rhizoctonia sp. secara umum mengalami peningkatan. Dari hasil statistik, ekstrak daging biji Picung pada tiap konsentrasi memberikan pengaruh penghambatan terhadap pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp.. Pada hari pertama, persentase penghambatan pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. terbesar adalah pada taraf konsentrasi 100% yaitu sebesar 33.0%. Pada hari ke dua, persentase penghambatan pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. Terbesar adalah pada taraf konsentrasi 100% yaitu sebesar 39.3% dan berbeda nyata dibandingkan persentase penghambatan pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. pada kontrol dan perlakuan lainnya. Pada hari kedua, semakin tinggi konsentrasi ekstrak daging biji picung maka semakin besar persentase penghambatan pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp.. Persentase penghambatan pada konsentrasi 20% berbeda secara nyata dibanding persentase penghambatan pada konsentrasi 40%. Persentase penghambatan pada konsentrasi 60 dan 80% tidak berbeda secara nyata. Pada konsentrasi 100% berbeda secara nyata dibanding semua perlakuan. Penghambatan (%) a 33.0a 31.0b 27.2b27.8b 24.4ab 20.0b 21.8c 15.6bc 13.5bc 0.0c 0.0d 1 2 Hari ke- 0% 20% 40% 60% 80% 100% Gambar 4. Persentase penghambatan ekstrak daging biji picung terhadap Rhizoctonia sp.

35 19 Struktur Hifa Rhizoctonia sp. Pemberian ekstrak daging biji picung pada media PDA sebagai tempat tumbuh Rhizoctonia sp. diduga dapat mempengaruhi keadaan struktur hifa Rhizoctonia sp..pada Gambar 5 menunjukkan hifa Rhizoctonia sp. Pada keadaan normal tanpa adanya perlakuan pemberian ekstrak daging biji picung (kontrol) Sumber: Anggraeni (2008) Keterangan: 1) Septa; 2) Percabangan tegak lurus 3) Inti sel. Gambar 5. Struktur mikroskopik Rhizoctonia sp. (perbesaran 400x).

36 20 Pembahasan Kadar Air Daging Biji Picung Berdasarkan hasil pengukuran, rata-rata kadar air yang diperoleh dari contoh biji picung yang diuji yaitu sebesar 76.5%. Besarnya nilai kadar air yang dikandung oleh biji picung menunjukkan kandungan air dari biji picung mudah sekali menguap, sehingga di perlukan metode penyimpanan yang tepat seperti disimpan dalam freezer. Penyimpanan dalam freezer ini selain dapat mempertahankan kadar air dari biji Picung juga dapat menghindari pengaruh aktivitas mikroba. Menurut Maulani (2003), penyimpanan pada suhu rendah merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kesegaran, penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat laju respirasi, laju kehilangan air, laju reaksi biokimia, dan laju pertumbuhan mikroorganisme. ( Fraizer dan Westhoff, 1979) suhu rendah digunakan untuk memperlambat perubahan atau reaksi kimia, menurunkan atau menghambat dan bahkan menghentikan aktivitas enzim microorganisme. Daya tahan mikroorganisme terhadap suhu rendah berlainan antara satu dengan yang lainya. Suhu rendah menyebabkan penahanan sintesis enzim mikroorganisme, menginaktifkan mekanisme transpor solute melalui membran sitoplasma pada bakteri mesofilik. Pada bakteri psikrofilik, hal tersebut tidak terjadi. Bakteri psikrofilik adalah bakteri yang hidup pada suhu -7 ºC hingga 10 ºC. Menurut Fraizer (1979), mengemukakan bahwa penyimpanan pada suhu rendah dibagi menjadi tiga (3) berdasarkan suhu, adalah sebagai berikut; (a) Common/Celler, penyimpanan pada suhu rendah di bawah suhu udara luar yaitu diatas 15ºC (b) Chilling, Penyimpanan diatas suhu beku (0-15ºC) (c) Freezing, Penyimpanan pada suhu beku (di bawah 0ºC). Penyimpanan suhu rendah pada umumnya dilakukan antara 0-15ºC, dengan penyimpanan pada suhu tersebut penurunan mutu produk dapat dicegah. Kandungan air dalam suatu bahan mempengaruhi daya tahan bahan terhadap serangan mikroba. Suatu bahan yang berada dalam keadaan stabil maka

37 21 pertumbuhan mikroba dapat dikurangi, jika kadar air yang dikandung dalam bahan berkisar 3% - 7% (b/b) (Winarno, 1997) Pertumbuhan Diameter Koloni Rhizoctonia sp. Pertumbuhan diameter cendawan. dapat dipengaruhi oleh cahaya dalam beberapa cara. Cahaya dapat mempengaruhi laju pertumbuhan, kapasitas sintesa pada cendawan, mempengaruhi pembentukan struktur reproduktif, cahaya dapat pula mengkontrol pergerakan fototropik dari struktur reproduksi (Moore- Landecker, 1972). Menurut Hadi (1989). Cahaya dapat mempengaruhi terhadap reproduksi fungi dalam bentuk perangsangan, penghambatan atau arah pembentukan struktur reproduksi. Dengan pemberian cahaya kerap kali fungi dapat lebih cepat dan lebih banyak bereproduksi. Sporulasi Rhizoctonia sp. terbanyak terjadi pada malam hari, sedang pembentukan tubuh buah berkurang sepanajng hari (Ogoshi et al., 1985). Adanya perlakuan ekstrak daging biji picung pada media PDA sebagai media tumbuh Rhizoctonia sp. diduga dapat mempengaruhi keadaan struktur hifa Rhizoctonia sp.. Pada keadaan normal yang tumbuh pada media PDA Rhizoctonia sp. memiliki percabangan hifa yang tegak lurus serta adanya gumpalan-gumpalan kecil yang tidak teratur dan berwarna cokelat. Menurut Ogoshi (1985) Rhizoctonia sp. dapat diidentifikasi dari (1) adanya percabangan dekat septum dasar pada sel-sel dalam hifa vegetatif yang muda, (2) pembatasan hifa dan formasi dari septa ada pada jarak yang dekat dari pusat percabangan hifa alami, (3) adanya hifa yang berpori (dolipore), dan (4) tidak ada sambungan apit, konidia, rhizomorf, serta sklerotia yang berdiferensiasi menjadi kulit dan sumsum. Menurut (Barnett dan Hunter, 1998). Rhizoctonia sp. memiliki miselium tanpa warna (transparan) pada beberapa spesies dan berwarna gelap pada spesies lainya serta warna sklerotia yang bervariasi yang berwarna terang, coklat hingga hitam. Setelah hifa Rhizoctonia sp. dewasa atau tua menjadi seragam dan kaku serta menghasilkan percabangan dengan sudut tegak lurus dari hifa utama, sedangkan cabang-cabang dari hifa muda Rhizoctonia sp. lama-kelamaan menjadi lebih pendek dan membentuk sklerotia, dan permukaan hifa menjadi kekuningan

38 22 kemudian menjadi coklat. Gumpalan-gumpalan kecil yang tidak teratur berwarna kecoklatan diduga merupakan bentuk skerotia pada Rhizoctonia sp. (Barnett dan Hunter, 1998). Rhizoctonia sp. dapat dengan mudah dikembangbiakan pada media PDA dan miselianya mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Dengan demikian, Rhizoctonia sp. digolongkan sebagai parasit fakultatif. Menurut Rahayu (1999) Umumnya Rhizoctonia sp. merupakan salah satu patogen penyebab penyakit lodoh atau rebah semai (damping-off), Rhizoctonia sp. juga dapat hidup sebagai saprofit di atas permukaan tanah, dan beberapa berubah menjadi parasit apabila kondisi lingkungan memungkinkan. Menurut Holliday (1980), Rhizoctonia sp. pada daerah tropika tidak pernah membentuk spora. Koloni yang ada di atas PDA mula-mula tidak berwarna, kemudian menjadi coklat, miselium udara bervariasi menyebabkan permukaan koloni tampak seperti beledu atau tepung yang biasanya sering terdapat hifa yang panjang dan sedikit bercabang. Beberapa isolat koloninya mempunyai zona-zona sebagai akibat perbedaan pertumbuhan diwaktu siang dan malam. Koloni membentuk sklerotium seperti kerak yang berkembang di pusat, atau sebagai kelompok yang terpencar pada permukaan koloni. Sel hifa pada sel koloni yang sedang berkembang biasanya mempunyai lebar 5-12 µm sampai 250 µm, cabang-cabang keluar di dekat ujung distal. Ukuran dari dinding hifa Rhizoctonia sp. bermacam-macam, diameter berkisar dari 5-7, dan pajang sel beragam antara µm. Hifa Rhizoctonia sp. binukleat selalu lebih tipis dibandingkan Rhizoctonia sp. multinukleat. Rasio panjang dari dinding hifa vegetatif umumnya lebih besar dari 5:1 (Sneh, Burpee dan Ogoshi,1985 dalam Suryana 2004). Menurut Holliday (1980), Ada beberapa sel yang mengecil di dekat percabangan, dan segera bersekat di atasnya, sel-sel hifa mempunyai banyak inti dan mempunyai sekat yang banyak berlubang (dolipore). Hifa yang telah tua mempunyai ukuran yang bervariasi, namun sel-selnya lebih pendek karena pembentukan sekat-sekat sekunder. Sudut percabangan mendekati 90º dan percabangan dapat terjadi disepanjang sel. Sejumlah hifa berubah menjadi

EFEKTIVITAS PENGHAMBATAN EKSTRAK DAGING BIJI PICUNG (Pangium edule Reinw.) TERHADAP PERTUMBUHAN Rhizoctonia sp. SECARA IN VITRO AHMAD ASRORI

EFEKTIVITAS PENGHAMBATAN EKSTRAK DAGING BIJI PICUNG (Pangium edule Reinw.) TERHADAP PERTUMBUHAN Rhizoctonia sp. SECARA IN VITRO AHMAD ASRORI EFEKTIVITAS PENGHAMBATAN EKSTRAK DAGING BIJI PICUNG (Pangium edule Reinw.) TERHADAP PERTUMBUHAN Rhizoctonia sp. SECARA IN VITRO AHMAD ASRORI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2014

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian dimulai dari September

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen kuantitatif. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui akibat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung (UNILA) sebagai tempat ekstraksi fungisida nabati,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great Giant Pineapple (GGP) Terbanggi Besar, Lampung Tengah dan PT. Nusantara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Cylindrocladium sp. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam subdivisi Eumycotina, kelas Deuteromycetes (fungi imperfect/fungi tidak sempurna), Ordo Moniliales,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian 1 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dimulai dari bulan Juni 2014 sampai dengan September

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan Januari 2012

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar 25 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar Cahaya Negeri, Abung Barat, Lampung Utara dan Laboratorium Penyakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan April sampai Bulan Agustus 2013. Penelitian pengaruh penambahan edible coat kitosan sebagai anti jamur pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

UJI PERTUMBUHAN IN VITRO

UJI PERTUMBUHAN IN VITRO UJI PERTUMBUHAN IN VITRO PATOGEN LODOH Rhizoctonia solani PADA BERBAGAI TINGKATAN ph DAN JENIS MEDIA TUMBUH 1) Oleh : Nanang Herdiana 2) ABSTRAK Lodoh (damping-off) merupakan kendala yang dapat menurunkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber : 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. MetodePenelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan metode eksperimen kuantitatif, metode ini dipilih karena digunakan untuk menguji sebab-akibat serta mempunyai keunggulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit oleh B. theobromae Penyakit yang disebabkan oleh B. theobromae pada lima tanaman inang menunjukkan gejala yang beragam dan bagian yang terinfeksi berbeda-beda (Gambar

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009 yang bertempat di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimen kuantitatif dengan variabel hendak diteliti (variabel terikat) kehadirannya sengaja ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Bidang Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan metode eksperimen kuantitatif. Sampel pada penelitian ini adalah jamur Fusarium oxysporum. Penelitian eksperimen yaitu penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012. Sampel gubal dan daun gaharu diambil di Desa Pulo Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE

II. MATERI DAN METODE II. MATERI DAN METODE 2.1 Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 2.1.1 Materi Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri, tabung reaksi, gelas ukur, pembakar spiritus, pipet, jarum ose, erlenmeyer,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great Giant Pineapple (GGP) di Lampung Timur dan PT. Nusantara Tropical Farm, Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium silvikultur Institut Pertanian Bogor serta laboratorium Balai Penelitian Teknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus Uji potensi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2016. Uji potensi mikroba pelarut fosfat dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Hutan mangrove Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan rangkaian kegiatan pelaksanaan penelitian. Menurut Sugiyono (2015, hlm 2) mengatakan bahwa metode penelitian pada dasarnya merupakan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Penelitian

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Penelitian III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biakan murni Hypoxylon sp. koleksi CV.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011 bertempat di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yaitu dengan cara mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana. Rancangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimen. Penelitian eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksplorasi dan eksperimental dengan menguji isolat bakteri endofit dari akar tanaman kentang (Solanum tuberosum

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai Juli 2015. Sempel tanah diambil pada dua tempat yaitu pengambilan sempel tanah hutan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) III. METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) Pengambilan sampel tanah dekat perakaran tanaman Cabai merah (C.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut Dwidjoseputro (1978) sebagai berikut : Divisio Subdivisio Kelas Ordo Family Genus Spesies : Mycota

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai 23 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE A.

III. BAHAN DAN METODE A. III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga September 2014 di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA untuk identifikasi senyawa ekstrak, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan berdasarkan metode Experimental dengan meneliti

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan berdasarkan metode Experimental dengan meneliti BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan berdasarkan metode Experimental dengan meneliti variabel bebas yaitu konsentrasi kunyit dan lama penyimpanan nasi kuning, juga variabel terikat yaitu daya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kuaiitas dan Kesehatan Benih Cabai Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu tanaman mini atau embrio yang biasanya terbentuk dari bersatunya sel-sel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Medium PDA ( Potato Dextrose Agar) (Gandjar et al., 1999)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Medium PDA ( Potato Dextrose Agar) (Gandjar et al., 1999) 48 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Pembuatan Medium PDA ( Potato Dextrose Agar) (Gandjar et al., 1999) Komposisi : Potato 200 gram Dekstrose.. 20 gram Agar.. 15 gram Aquades 1 liter Proses pembuatan : Kentang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL faktorial dengan 15 perlakuan dan 3 kali ulangan. Desain perlakuan pada penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE

III BAHAN DAN METODE meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tanaman ini terutama banyak ditemui

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu (uji kimia dan mikrobiologi) dan di bagian Teknologi Hasil Ternak (uji organoleptik), Departemen Ilmu Produksi dan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1. Bahan Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dari rizosfer tanaman Cabai merah (Capsicum

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016.

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016. 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di laboratorium Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan di Desa Dukuwaluh, Kecamatan Kembaran pada ketinggian tempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan Maret sampai Mei

Lebih terperinci

LAPORAN PENGUJIAN EFEKTIFITAS FUNGISIDA PADA JAMUR YANG MERUSAK ARSIP KERTAS

LAPORAN PENGUJIAN EFEKTIFITAS FUNGISIDA PADA JAMUR YANG MERUSAK ARSIP KERTAS LAPORAN PENGUJIAN EFEKTIFITAS FUNGISIDA PADA JAMUR YANG MERUSAK ARSIP KERTAS I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Kerusakan material akibat jamur pada ruang penyimpanan arsip merupakan masalah serius yang

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal (1211702067) Biologi 3 B Kelompok 6 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi, Universitas Medan Area. Penelitian Lapangan dilaksanakan di desa Durin

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat 1. Alat alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium 2. Neraca Analitis Metler P.M 400 3. Botol akuades 4. Autoklaf fiesher scientific 5. Inkubator

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia)

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia) BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. B. Bahan Uji dan Bakteri Uji Bakteri uji

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green House Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, di Desa Tamantirto,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

BAB III METODE PENELITIAN. diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Pengambilan data penelitian diperoleh dari perhitungan kepadatan sel dan uji kadar lipid Scenedesmus sp. tiap

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. UIN Suska Riau yang terletak di Jl. HR. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru,

III. BAHAN DAN METODE. UIN Suska Riau yang terletak di Jl. HR. Soebrantas KM. 15 Panam, Pekanbaru, III. BAHAN DAN METODE 3.1.Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Ravi Nursery, di Jl. Kubang Raya Kab. Kampar, dan di Laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) UIN Suska Riau

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, III. BAHAN DAN METODE 3.LTcinpat dan waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen kuantitatif dengan uji daya hambat ekstrak bawang putih terhadap pertumbuhan jamur Botryodiplodia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci