PENGAMANAN SOSIAL & LINGKUNGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI - PERKOTAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGAMANAN SOSIAL & LINGKUNGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI - PERKOTAAN"

Transkripsi

1

2

3 PEDOMAN TEKNIS PENGAMANAN SOSIAL & LINGKUNGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI - PERKOTAAN Diterbitkan Oleh: Direktorat Jenderal Cipta Karya - Kementerian Pekerjaan Umum i

4 ii

5 KATA PENGANTAR Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Perkotaan) adalah program yang bertujuan memberdayakan masyarakat agar mampu mengatasi kemiskinan yang dialaminya. Pemberdayaan masyarakat ini dilakukan melalui pembentukan Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) di tingkat kelurahan. Kegiatan yang akan dilakukan dan prosesnya dalam rangka pengentasan kemiskinan dilakukan dengan pendekatan tridaya. Kegiatan-kegiatan tersebut dikelola oleh LKM sehingga dapat mencapai tujuannya yang sudah ditetapkan oleh masyarakat. Kegiatan yang diprioritaskan dalam PNPM Perkotaan adalah kegiatan yang memberikan dampak langsung dalam pemecahan akar masalah kemiskinan dan dalam pelaksanaannya, kegiatan tersebut juga diharapkan tidak menimbulkan dampak negatif susulan atau dengan kata lain hanya memindahkan permasalahan yang terjadi terutama kepada lingkungan hidup, kesehatan dan sosial masyarakat. Demikian juga dalam pelaksanaannya kegiatan tersebut tidak melanggar peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Buku Pedoman Teknis Safeguard ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan PNPM Mandiri Perkotaan dan masyarakat sebagai upaya untuk menghindari atau mengatasi kemungkinan dampak negatif sosial dan lingkungan yang akan terjadi. Semoga bermanfaat, Jakarta, Oktober 2012 Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya - Kementerian Pekerjaan Umum Ir. Guratno Hartono, MBC i

6 ii

7 Daftar Isi KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii Daftar istilah v Pendahuluan 1.1. Pengertian Upaya Pengamanan (Safeguard) Sasaran Prinsip-prinsip Pengamanan Sosial dan Lingkungan Pengguna 3 Ketentuan Umum 2.1. Pengamanan Sosial Komponen Pengamanan Sosial Mengapa Pengamanan Sosial Penting? Penyediaan Lahan dan Keberlanjutan Program Kapan Upaya Pengamanan Sosial Dilakukan? Upaya Pencegahan dan Penanganan Dampak Sosial Upaya Pencegahan Dampak Sosial Penyediaan Lahan Perlakukan Terhadap Masyarakat adat Pengadaan Kayu Upaya Penanganan Dampak Sosial Penyediaan Lahan Pengadaan Kayu Perlakuan Terhadap Masyarakat adat Prinsip dasar pengamanan Lingkungan Kriteria Penapisan Lingkungan Identifikasi Potensi Dampak Lingkungan Upaya Pencegahan dan Penanganan Dampak Lingkungan 17 Tahap Pelaksanaan 3.1. Alur pelaksanaan pengamanan sosial dan lingkungan Peran Konsultan/Fasilitator Tingkat Nasional Tingkat Provinsi Tingkat Kota/Kabupaten Tingkat Kelurahan Monitoring dan evaluasi Pelaporan Indikator Keberhasilan Penerapan Pengamanan Sosial dan Lingkungan 26 iiii

8 ii

9 Daftar Istilah A AMDAL, (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan hidup) adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/ atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup, hasil kajian diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan ANDAL, (Analisis Dampak Lingkungan) adalah : hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi B Baku Mutu Lingkungan Hidup, ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/ atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup. D Dampak Lingkungan, pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan. Dampak dapat berupa dampak positif dan negatif. Dampak positif akan membuat kondisi menjadi lebih baik atau memberikan nilai tambah, sedangkan dampak negatif akan membuat kondisi menjadi kurang baik atau memperburuk kondisi. Dampak biasanya hanya bisa diukur setelah suatu jangka waktu tertentu, biasanya paling tidak minimal 1 tahun setelah suatu kegiatan selesai dilaksanakan. E Environmental Assessment, Kajian terhadap lingkungan F FAKO, Faktur Asal Kayu Olahan I Involuntary Resettlement, Pemindahan secara paksa/penggusuran Indigenous People, Masyarakat Adat L Lingkungan Hidup, kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehdiupan dan Upaya Pemantauan) adalah serangkaian upaya yang disusun secara sistematis untuk mengelola dan memantau lingkungan dari suatu kegiatan yang sudah diketahui kemungkinan dampaknya dan dapat dikelola dengan teknologi yang ada. dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Limbah, sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Limbah dapat berupa limbah padat, cair, dan gas/emisi. M Mitigasi, upaya penanggulangan/ pengurangan/meminimalisasi dampak negatif N Negative List (Daftar Kegiatan yang Dilarang), daftar yang berisikan kegiatan-kegiatan vi

10 yang dilarang dalam program PNPM MP dikarenakan dalam kegiatan tersebut ada pemakaian bahan atau timbulan limbah yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan atau merusak lingkungan, dan sehingga dalam penanggulangan dampak yang terjadi akan membutuhkan biaya yang cukup tinggi. P Pencemaran Lingkungan Hidup adalah : masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang sudah ditetapkan. S Sampah, sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah dapat berupa sampah organik dan non organik. SAKO, Surat Asal Kayu Olahan SKPPL, Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup SKSHH, Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan U UKL/UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan) adalah serangkaian upaya yang disusun secara sistematis untuk mengelola dan memantau lingkungan dari suatu kegiatan yang sudah diketahui kemungkinan dampaknya dan dapat dikelola dengan teknologi yang ada. vi ii

11 I. Pendahuluan Di dalam perjanjian pinjaman antara Pemerintah Indonesia dan pihak Donor (Bank Dunia) disepakati adanya kewajiban bagi pihak pemerintah Indonesia untuk menerapkan aspek pengamanan sosial dan lingkungan pada saat pelaksanaan program. Sejalan dengan hasil kesepakatan tersebut, program PNPM Mandiri Perkotaan telah mencantumkan aspek pengamanan tersebut di dalam buku pedoman pelaksanaan program. Oleh karena itu penerapan kebijakan ini bukan merupakan hal yang baru atau sebagai tambahan prasyarat dalam pelaksanaan program, kebijakan ini telah tertanam di dalam desain pelaksanaan dan tahapan program dari sejak awal. Pedoman teknis pengamanan sosial dan lingkungan PNPM Mandiri Perkotaan ini disusun dengan tujuan dapat digunakan sebagai panduan teknis bagi pelaku dan pemangku kepentingan terkait di dalam melakukan upaya pengamanan dampak negatif dari kegiatan yang diusulkan dari sejak tahap perencanaan, pelaksanaan dan pasca pelaksanaan (tahap operasional dan pemeliharaan). Diharapkan seluruh unsur pelaku program dapat menerapkan upaya antisipatif sehingga kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat selalu memperhitungkan potensi dampak negatif sosial dan kerusakan lingkungan, serta jika diperlukan merencanakan perbaikan atas dampak dan kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi. Pedoman teknis ini memuat upaya pengamananan (safeguard) dalam rangka pelestarian lingkungan (environmental sustainability), pengalihan lahan dan pemukiman kembali (land acquisition and resettlement) serta pengamanan bagi kelompok rentan dan masyarakat adat (indigenous people) sehingga kegiatan yang akan dilaksanakan mempunyai dampak positif yang optimal dan mengurangi/menghindari dampak negatif. 1

12 1.1. Pengertian Upaya Pengamanan (Safeguard) Pada buku Pedoman Pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan, safeguards diterjemahkan sebagai upaya pengamanan, terdapat dua hal besar upaya pengamanan yang harus dilakukan yaitu terkait dengan sosial dan lingkungan. Upaya tersebut meliputi upaya pencegahan, penanganan, penyelesaian masalah dan pemulihan kondisi akibat dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan yang tidak diinginkan yang dapat terjadi akibat kegiatan/pembangunan prasarana yang didanai oleh program. Upaya pengamanan tersebut dilakukan secara sistematis dan terpadu pada saat perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Didalam dokumen kebijakan pengamanan untuk program (Safeguard Policy Issues for PNPM Urban) dijelaskan bahwa pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan (PNPM MP) memicu tiga kebijakan safeguards World Bank yaitu: Environmental Assessment (OP/BP 4.01); Involuntary Resettlement (OP/BP 4.12) dan Indigenous People (OP/BP 4.10), terkait dengan isu lingkungan maka PNPM MP masuk di dalam kategori B Sasaran Pada pelaksanaan kegiatan harus dengan memperhatikan pengamanan soisial dan lingkungan yang memiliki sasaran, yaitu; Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk turut mencegah, menghindari dan meminimalkan dampak negatif terhadap kondisi sosial dan lingkungan dari rencana pembangunan prasarana yang akan dilaksanakan. Meningkatkan kesadaran dan komitmen seluruh pelaku (perangkat pemerintah, kelompok peduli, konsultan dan fasilitator) terhadap pentingnya pengamanan sosial dan lingkungan dalam setiap tahapan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan di masyarakat Prinsip-prinsip Pengamanan Sosial dan Lingkungan Dalam program PNPM Mandiri Perkotaan secara sepakat memiliki prinsip pengamanan sosial dan lingkungan terhadap keberlangsungan pelaksanaan kegiatan, yaitu; PNPM MP tidak akan membiayai kegiatan apapun yang dapat mengakibatkan dampak negatif yang serius dan tidak dapat diperbaiki/dipulihkan. Bila diperkirakan kegiatan akan menimbulkan dampak negatif maka perlu dipastikan adanya upaya mitigasi yang dapat meminimalkan dampak negatif tersebut, baik pada tahap perencanaan, persiapan maupun tahap pelaksanaan. PNPM MP tidak akan membiayai kegiatan yang karena kondisi lokal tertentu tidak memungkinkan terjadinya konsultasi publik yang memadai dengan masyarakat, baik yang terkena dampak maupun penerima manfaat. Usulan kegiatan harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan menghindari potensi terjadinya konflik sosial, persengketaan tanah, menghilangkan kearifan lokal, dan juga menghindari wilayah-wilayah yang dilindungi yang telah ditetapkan oleh pemerintah/kementerian terkait. Setiap keputusan, laporan, dan perencanaan yang berkaitan dengan kerangka pengamanan harus dikonsultasikan dan disebarluaskan terutama kepada warga yang berpotensi terkena dampak. Khusus bagi masyarakat terkena dampak harus diberikan kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan serta menyampaikan aspirasi termasuk keberatan atas rencana kegiatan yang berpotensi dapat menimbulkan dampak negatif bagi mereka. 2

13 1.4. Pengguna Secara khusus pedoman teknis pengamanan sosial dan lingkungan ini ditujukan kepada Badan/ Lembaga Keswadayaan Masyarakat dan Tim Fasilitator. Secara umum, pengguna pedoman dan manfaatnya yang diharapkan dapat dilihat pada Tabel 1.1 dibawah ini: Tabel 1.1 Pengguna dan Manfaat Penggunaan Pedoman Teknis Pengguna Organisasi masyarakat (LKM/BKM) Manfaat Memahami arti penting pengamanan lingkungan dan sosial. Memberikan pelayanan yang setara kepada seluruh masyarakat, khususnya masyarakat rentan. Mengedepankan upaya pengamanan sosial dan lingkungan dari setiap kegiatan yang diusulkan masyarakat Sebagai acuan menyusun rencana kerja dan keberlanjutan program. Pengelola Program Memahami secara menyeluruh Konsep Pengamanan Lingkungan dan Sosial program. Merencanakan pengelolaan program dengan memastikan kebijakan pengamanan lingkungan dan sosial dilakukan. Mengendalikan program termasuk penilaian kinerja pelaksanaan pengamanan lingkungan dan sosial. Konsultan Pelaksana Fasilitator Perangkat pemerintah (Pusat, Provinsi, Kota/Kab.) Kelompok Peduli Panduan kerja pengendalian dan evaluasi mutu pelaksanaan pengamanan lingkungan dan sosial. Menyusun strategi dan rencana kerja pelaksanaan pengamanan lingkungan dan sosial. Memfasilitasi masyarakat untuk menyusun rencana kerja pelaksanaan kegiatan khususnya pelaksanaan pengamanan lingkungan dan sosial. Panduan kerja pendampingan masyarakat dan para pemangku kepentingan di desa/kelurahan. Pengendalian mutu pekerjaan. Memahami secara menyeluruh Konsep Pengamanan Lingkungan dan Sosial Memastikan kebijakan Pengamanan Lingkungan dan Sosial dilakukan sesuai dengan ketentuan. Melakukan kontrol sosial Melakukan advokasi. 3

14 4

15 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri - Perkotaan II. Ketentuan Umum 2.1. Pengamanan Sosial Komponen Pengamanan Sosial Mengenali komponen pengamanan sosial adalah bagian paling penting untuk memahami upaya pencegahan terhadap munculnya dampak sosial di masyarakat. Berikut ini adalah beberapa komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak sosial di masyarakat: (1). Penyediaan Lahan (2). Pengadaan Kayu (3). Perlakuan Terhadap Masyarakat Adat (4). Penggusuran (5). Permukiman Kembali (1) Penyediaan Lahan Lahan adalah faktor yang sangat penting dalam pembangunan infrastruktur. Tanpa lahan, hampir mustahil infrastruktur dapat dibangun. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai status hukum lahan yang akan digunakan merupakan kewajiban yang harus disadari sejak awal perencanaan. Tanpa pengetahuan mengenai status hukum terhadap lahan dimana infrastruktur akan dibangun berarti membuka peluang timbulnya masalah baru. Kemungkinan-kemungkinan masalah yang dapat terjadi adalah infrastruktur yang akan dibangun tidak dapat dilanjutkan, atau terjadi pembongkaran paksa setelah dibangun, karena pemilik lahan berkeberatan. Untuk menghindari munculnya kasus seperti itu, maka kejelasan status lahan yang akan digunakan harus diketahui dan diselesaikan dari awal perencanaan. (2) Pengadaan Kayu Beberapa jenis infrastruktur yang akan dibangun mengunakan kayu sebagai salah satu materialnya, misalnya: jembatan, MCK, los pasar, dll dan kerangka atap gedung, dll. Kayu yang dibeli dengan dana program haruslah kayu yang legal. Artinya, kayu tersebut dibeli/didapatkan dari sumber material yang memiliki SK-SHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan) (Informasi 5

16 lengkap mengenai SK-SHH dapat dilihat di Kepmenhut 126/KPTS-II/2003). Mengapa program melarang penggunaan kayu ilegal untuk infrastruktur yang dibangun? Kebijakan ini adalah dalam rangka memberi dukungan untuk mencegah/mengurangi terjadinya penebangan kayu secara liar yang berdampak pada perusakan hutan lindung dan cagar alam lainnya. Kerusakan hutan dan lingkungan, pada saatnya akan merugikan masyarakat sendiri. Seperti misalnya akan terjadi banjir, tanah longsor dan bahkan kekurangan sumber air baku. Peraturan dan Persyaratan dalam Pengelolaan Kayu Beberapa hal penting yang menyangkut Pengelolaan Perkayuan antara lain: 1. Mensyaratkan dilampirkan sertifikat bukti sahnya kayu (SKSHH atau dokumen sejenis: SAKO, FAKO) dalam setiap pembelian kayu; Syarat ini menjadi bagian dalam perjanjian penerimaan bantuan antara pemerintah dengan masyarakat penerima bantuan 2. Bila kayu yang dibeli tidak melampirkan SKSHH yang sah, maka proyek akan menghentikan bantuan sesegera mungkin sampai kayu diganti dengan yang memiliki SKSHH yang sah 3. KMW/Korkot WAJIB meminta daftar suplier kayu yang dijamin/direkomendasikan oleh Dinas Kehutanan setempat dan selanjutnya mensosialisasikannya kepada masyarakat penerima manfaat; 4. Semua pembelian kayu, baik yang melalui suplier kayu yang direkomendasikan maupun yang dari luar itu wajib melampirkan copy SKSHHnya 5. SKSHH dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban keuangan setiap kelompok penerima bantuan yang membeli kayu 6. Semua pelaku PNPM MP mulai dari Fasilitator, Asisten Korkot, KMW, KMP dan PMU wajib memeriksa ada tidaknya SKSHH ini pada setiap supervisi ke lapangan 7. Koordinator kota wajib merekap dan memeriksa bahwa dokumen SKSHH yang dilampirkan berasal dari supplier/toko yang tercantum dalam kuitansi pembelian, selanjutnya dokumen tersebut diserahkan pada Dinas Kehutanan setempat untuk mendapat rekomendasi legalitasnya 8. Apabila kayu yang digunakan adalah bukan berasal dari pembelian, misalnya kayu bekas bangunan lama tetapi masih layak pakai (kuat) atau kayu lokal maka pengaturannya adalah sebagai berikut : a. Kayu bekas bangunan lama yang masih layak pakai, boleh digunakan dengan rekomendasi tertulis Fasilitator Teknik dan Tenaga Ahli KMW; b. Kayu lokal yang masuk kategori kayu keras seperti jati rakyat, sonokeling, akasia, mahoni, suren/surian, nangka dan durian dapat digunakan tetapi dilengkapi dengan Surat Ijin Tebang dari aparat Kelurahan/Desa setempat dimana pohon tersebut berasal (3) Perlakuan Terhadap Masyarakat Adat Definisi Masyarakat Adat adalah komunitas terbatas yang memiliki budaya dan adat yang khas yang dianggap berbeda dengan sebagian besar komunitas lain yang berada di sekitanya. Budaya dan adat yang khas ini telah berlangsung dan bertahan sangat lama. Umumnya, kelompok ini mendiami lokasi tertentu dan memiliki beberapa karakteristik budaya tertentu pula. Para fasilitator yang bertugas di lokasi khusus ini - terutama bila bukan berasal dari komunitas tersebut - harus memperhatikan dan mempertimbangkan budaya dan adat setempat agar terhindar dari konflik yang tidak diinginkan. Oleh karena itu para fasilitator program seharusnya memiliki 6

17 empati terhadap budaya dan adat masyarakat adat serta mampu mewaspadai kemungkinan munculnya potensi konflik sedini mungkin. (4) Penggusuran Dalam kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan, makna dari penggusuran adalah tindakan yang mengakibatkan satu atau sejumlah kegiatan/bangunan/rumah tangga terpaksa berpindah dari lokasi yang ditempatinya selama ini, dikarenakan lokasi tersebut menjadi lokasi kegiatan yang diusulkan masyarakat. Secara lebih rinci, sebuah tindakan dapat disebut penggusuran bila memenuhi kriteria berikut ini: Semuanya atau lebih dari 50% dari lahan atau bangunan milik seseorang atau sejumlah orang terkena subproyek, atau Kurang dari 50% dari lahan atau bangunan terkena subproyek, dan bagian yang tersisa secara ekonomi tidak layak atau tidak dapat dihuni. Tindakan penggusuran memiliki konsekuensi terhadap nilai kompensasi yang diterima oleh pihak tergusur, ketidaksepakatan terhadap nilai kompensasi dapat berdampak munculnya konflik di masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan persetujuan mengenai nilai kompensasi sebagai hasil dari negosiasi dari para pihak terkait. (5) Permukiman Kembali Definisi Permukiman kembali adalah sebuah upaya untuk memindahkan penduduk dari lokasi yang terkena proyek ke lokasi baru. Pemindahan ini harus mengandung makna bahwa penduduk yang terkena dampak tersebut dapat mengembangkan kehidupan yang lebih baik di lokasi baru Mengapa Pengamanan Sosial Penting? Dengan mengenali dan memahami komponen pengamanan sosial tersebut di atas diharapkan dampak sosial yang mungkin akan muncul dapat dikendalikan. Minimal ada dua dampak sosial yang cukup menonjol yang dapat terjadi di masyarakat, yaitu munculnya konflik dan munculnya kerugian finansial. Konflik di masyarakat dapat terjadi dikarenakan oleh: status lahan belum jelas atau surat-surat dari pemilik lahan tidak lengkap; pengabaian terhadap adat dan budaya masyarakat adat; nilai kompensasi terhadap penggusuran yang tidak adil, dan lokasi pemukimanan kembali yang dianggap tidak menguntungkan. Seringkali konflik yang muncul tersebut akan meresahkan masyarakat, dan mengganggu kelancaran pelaksanaan program. Bahkan dapat mengakibatkan penundaan pelaksanaan program. Kerugian finansial berpotensi muncul pada kasus dimana prasarana yang dibangun berada di atas lahan milik pihak ketiga, misalnya di atas lahan milik instansi tertentu, seperti PT KAI, Dinas irigasi atau pemda setempat. Pada kasus ini, pengurusan izin pakai mungkin memerlukan waktu lama dan tidak mudah. Sebagai akibat dari kesulitan itu, dampaknya mungkin saja prasarana yang dibangun tidak dapat dilanjutkan atau bahkan harus dibongkar. Jika hal ini 7

18 terjadi, maka masyarakat dan program sama-sama dirugikan Penyediaan Lahan dan Keberlanjutan Program Adakah kaitannya antara penyediaan lahan dan keberlanjutan program? Berdasarkan pengalaman pelaksanaan program PNPM Mandiri perkotaan selama ini, penyediaan lahan adalah komponen pengamanan sosial yang paling dominan dihadapi jika dibandingkan dengan komponen pengamanan sosial lainnya. Meskipun demikian, setiap komponen pengamanan sosial lainnya tetap harus menjadi perhatian didalam pelaksanaan program. Berdasarkan pengalaman program, ada dua pola penyediaan lahan yang sangat menonjol hingga saat ini. Pertama adalah pola hibah, dan kedua adalah izin pakai. Apa konsekuensi dari masing-masing pola tersebut terhadap keberlanjutan program? Penyediaan lahan dengan cara hibah memiliki peluang yang jauh lebih besar bagi masyarakat pemanfaat untuk terus mengelola dan melakukan pemeliharaan secara berkelanjutan atau melebihi umur bangunan (lifetime) dari infrastruktur yang bersangkutan; karena lahan yang digunakan tidak dibatasi waktunya. Situasi ini agak sedikit berbeda dengan perolehan lahan melalui izin pakai. Dengan cara yang satu ini, pemanfaatan terhadap infrastruktur yang dibangun dibatasi oleh waktu yang ditentukan dalam kesepakatan izin pakai. Maksimal sebatas umur bangunan (lifetime) prasarana yang dibangun. Biasanya sekurang-kurangnya adalah selama 3 (tiga) tahun. Walaupun izin pakai dapat diperpanjang, namun suatu waktu lahan yang digunakan akan dikembalikan kepada pemiliknya. Situasi seperti ini mungkin dapat menjadi dilema bagi keberlanjutan program. Sejalan dengan prinsip program yang mendorong keberlanjutan pelaksanaan program di masyarakat, maka penyediaan lahan dengan hak hibah adalah yang dianjurkan untuk dioptimalkan di masyarakat Kapan Upaya Pengamanan Sosial Dilakukan? Arti penting tentang pengamanan sosial sebaiknya disampaikan kepada masyarakat sejak kegiatan sosialisasi awal dimulai. Sosialisasi ini terus menerus dilanjutkan hingga ke tahap pemetaan swadaya (PS). Diharapkan bahwa dengan sosialisasi yang terus menerus ini dapat terbangun kesadaran di masyarakat mengenai pentingnya upaya pengamanan sosial terhadap usulan infrastruktur yang diajukan oleh masyarakat. Bentuk kesadaran yang telah terbangun di masyarakat itu kemudian diakomodir dalam proposal usulan kegiatan. Format F2 adalah format tentang status pengadaan lahan yang harus dilengkapi dan dilampirkan pada proposal usulan kegiatan. Untuk menjamin bahwa upaya pengamanan sosial itu direalisasikan dalam tahap perencanaan dan sekaligus juga pada tahap pelaksanaannya, maka fasilitator wajib memastikan agar informasi dan implikasi administratif dipahami oleh masyarakat dan menjadi pertimbangan terhadap kelayakan usulan Upaya Pencegahan dan Penanganan Dampak Sosial Seperti yang telah diuraikan di atas, ada 5 komponen pengamanan sosial yang wajib diperhatikan dalam pelaksanaan program. Berupaya melakukan pengamanan sosial berarti berupaya untuk 8

19 melakukan pencegahan terhadap dampak sosial di satu pihak, dan di lain pihak, melakukan penanganan dan sekaligus solusinya terhadap dampak sosial yang telah terjadi. Berikut ini adalah berapa tindakan yang perlu dilakukan Upaya Pencegahan Dampak Sosial Berdasarkan pengalaman pelaksanaan program, dari lima komponen yang ada, tiga diantaranya adalah yang sering terjadi di lapangan, yaitu penyediaan lahan, perlakukan terhadap masyarakat adat dan penggunaan kayu legal. Sementara itu, dua komponen lainnya, yaitu penggusuran penduduk dan pemukiman kembali hampir tidak pernah terjadi di masyarakat. Panduan teknis ini akan menjelaskan upaya pencegahan dampak pada tiga komponen tersebut Penyediaan Lahan Untuk mencegah munculnya dampak sosial pada komponen ini, konsultan dan fasilitator diharuskan melaksanakan hal-hal berikut ini: Pada saat sosialisasi awal dan pemetaan swadaya, masyarakat diinformasikan bahwa setiap usulan pembangunan prasarana harus memastikan bahwa tapak (site) yang akan dipergunakan memiliki status lahan yang jelas. Pada saat pembuatan proposal atau penulisan usulan, formulir mengenai pernyataan status perolehan lahan harus lengkap diisi dengan jelas, tertib secara administrasi, dan ditandatangani pemilik lahan, lurah/kepala desa dan BKM. Konsultan dan Fasilitator melakukan pengecekan kepada pihak terkait mengenai kebenaran kepemilikan dan status penyediaan lahan, seperti yang tertera di proposal. Jika didapati hal-hal yang tidak sesuai, fasilitator perlu melakukan musyawarah dengan BKM dan KSM. Ketidakjelasan pemilik dan status penyediaan lahan dapat menggugurkan usulan kegiatan yang diajukan. Penyediaan lahan dengan cara ganti rugi harus dihindari, dan digantikan dengan alternatif lain. Dana BLM tidak diperbolehkan untuk membiayai ganti rugi atau kompensasi apapun. Jika tidak ada alternatif, usulan kegiatan harus digugurkan Perlakukan Terhadap Masyarakat adat Secara umum, keberadaan masyarakat adat terbatas pada lokasi-lokasi tertentu saja. Seperti misalnya, Suku Badui di Banten, Suku Dayak di Kalimantan, Suku Naga di Jawa Barat. Masyarakat di lokasi ini memiliki adat dan budaya yang telah berlangsung lama, bahkan ada yang telah ratusan tahun. Masuknya program hendaknya mempertimbangkan nilai-nilai tertentu yang dijunjung oleh adat suku ini, sehingga terhindar dari kemungkinan munculnya konflik. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: Konsultan dan Fasilitator harus memahami adat dan budaya suku ini. Konsultan dan Fasilitator di lokasi ini harus dapat dengan 9

20 mengomunikasikan program kepada tokoh-tokoh masyarakat dan penduduk setempat. Konsultan dan Fasilitator juga harus memahami kebutuhan dasar yang diperlukan oleh masyarakat asli ini. Konsultan dan fasilitator harus mendorong masyarakat untuk memberi perhatian yang lebih kepada perempuan miskin untuk berpartisipasi Pengadaan Kayu Kayu adalah bagian yang dapat dimanfaatkan dalam pembangunan jenis infrastruktur tertentu, untuk mendapatkan kayu tersebut perlu mempertimbangkan hal-hal seperti di bawah ini: Kayu yang digunakan wajib dibeli di toko penjual yang memiliki SK-SHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan). Dilarang memanfaatkan kayu yang berasal dari sumber yang patut dicurigai sebagai kayu ilegal. Pada situasi tertentu, diperkenankan menggunakan kayu yang berasal dari lahan penduduk sendiri sebagai bagian dari swadaya, atau dengan melakukan ganti rugi sesuai kesepakatan masyarakat dalam musyawarah Upaya Penanganan Dampak Sosial Berdasarkan pengalaman pelaksanaan kegiatan sebelumnya ada 3 (tiga) hal yang menjadi berpotensi menimbulkan permasalahan sosial, yaitu: Penyediaan Lahan Jika ada infrastruktur yang terlanjut dibangun di atas lahan yang belum jelas status legalitasnya, maka konsultan/fasilitator perlu melakukan upaya-upaya berikut ini: Bersama-sama dengan BKM dan KSM mengadakan musyawarah untuk menyepakati langkah-langkah yang perlu dilakukan. Bila diperlukan dapat membentuk tim khusus untuk menangani masalah ini. Fasilitator/Tim mencari informasi kepada pihak terkait mengenai pemilik lahan yang sebenarnya. Fasilitator/Tim mengajukan permohonan pemanfaatan lahan yang dimaksudkan kepada pihak pemilik lahan. Fasilitator/Tim memantau proses permohonan pemanfaatan lahan itu pada pihak terkait, dan melaporkan hasilnya pada BKM. Hasil persetujuan terhadap izin pemanfaatan lahan diumumkan di musyawarah yang dihadiri oleh berbagai pihak terkait. Fasilitator/Tim mendokumentasikannya secara tertib administrasi hasil persetujuan/izin pemanfaatan lahan tersebut sebagai syarat kelengkapan usulan kegiatan. Hasil dokumentasi tersebut wajib digandakan dan dilaporkan kepada askorkot infra Pengadaan Kayu Apabila pembangunan infrastruktur terlanjur menggunakan kayu ilegal, maka 10

21 hal yang perlu dilakukan oleh fasilitator adalah: Menegaskan kepada masyarakat agar tidak terulang lagi pengunaan kayu ilegal tersebut, dan mengantisipasinya untuk tidak terjadi di lokasi yang lain. Mensosialisasikan kembali mengenai pelarangan terhadap penggunaan kayu ilegal. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai syarat-syarat kayu legal dan tempat-tempat penjualan kayu yang memiliki SK-SHH Perlakuan Terhadap Masyarakat adat Apabila terjadi protes terhadap program atau muncul perselisihan diantara masyarakat, fasilitator mengundang tokoh masyarakat setempat, termasuk pengurus BKM jika telah terbentuk, untuk melakukan hal-hal berikut ini: Mengadakan pertemuan dengan masyarakat yang melakukan protes untuk saling berdialog/bermusyawarah untuk menjernihkan duduk persoalannya. Memfasilitasi kelompok masyarakat yang berselisih/konflik hingga terjadi saling pengertian diantara kedua belah pihak. Menyusun berita acara pertemuan dan memuat hal-hal yang telah disepakati Prinsip dasar pengamanan Lingkungan Sebagaimana di ketahui, PNPM Mandiri Perkotaan telah diklasifikasikan dalam kategori B, hal ini berarti bahwa : Potensi dampak negatif yang muncul akibat pelaksanaan program tidak begitu signifikan; bersifat lokal; kebanyakan dapat diperbaiki; Langkah mitigasi/pencegahan dampak sudah dirancang dan disiapkan dalam kebanyakan kasus Berkaitan dengan hal tersebut maka pada saat pelaksanaan pendampingan kegiatan dimasyarakat konsultan dan fasilitator harus menjamin bahwa prinsip dasar pengamanan lingkungan harus menjadi perhatian utama. Prinsip-prinsip dasar pengamanan lingkungan PNPM MP adalah: 1. Usulan kegiatan harus menghindari atau meminimalkan dampak lingkungan negatif, dan harus mencari desain dan material alternatif untuk meminimalkan dampak lingkungan negatif. 2. Usulan kegiatan harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan menghindari wilayah-wilayah yang dilindungi yang telah ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan 3. Setiap usulan kegiatan yang akan memiliki dampak lingkungan harus dilengkapi dengan rencana pengelolaan lingkungan sebagai langkah mitigasi dampak Kriteria Penapisan Lingkungan Konsultan dan fasilitator harus memastikan bahwa usulan kegiatan yang disampaikan oleh masyarakat kepada BKM/LKM harus diperiksa dengan kriteria penapisan lingkungan yang telah ditentukan, dalam hal ini harus dipastikan bahwa tidak ada proyek yang akan membutuhkan ANDAL atau UKL/UPL 11

22 Pada pelaksanaan Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK), dikarenakan karakteristik program maka potensi munculnya dampak negatif t sosial dan lingkungan cukup besar, oleh karena itu pemahaman dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip pengamanan sosial dan lingkungan lebih ditekankan. Usulan kegiatan yang tercantum didalam RPLP/RTPLP yang mungkin membutuhkan ANDAL atau UKL/UPL harus dibiayai dari sumber non BLM. Selanjutnya langkah pemantauan dampak dan atau tersebut harus dipastikan pelaksanaannya. pelaksanaan mitigasi untuk kegiatan Secara umum, pada saat penapisan awal, jenis proyek, skala, lokasi, sensitivitas dan sifat serta besaran dampak potensial, akan diidentifikasi dengan mengklasifikasikan usulan kegiatan dalam 4 kategori: 1. Kegiatan yang membutuhkan ANDAL, mengacu pada Permen LH no. 11/2006 tentang jenis kegiatan kegiatan yang membutuhkan ANDAL. Usulan kegiatan yang masuk kategori ini tidak akan dibiayai oleh PNPM MP. 2. Kegiatan yang membutuhkan UKL dan UPL berdasarkan studi terbatas tetapi site-specific, mengacu pada Kepmen PU no. 17/KPTS/M/2003 mengenai jenis kegiatan di bidang Pekerjaan Umum yang membutuhkan UKL/UPL) serta Permen LH-13/2010 mengenai UKL- UPL dan SPKPPL. Diharapkan bahwa semua usulan kegiatan tidak ada satupun yang masuk kriteria ini. 3. Kegiatan yang cukup dengan Pedom an Operasional Baku (POB), dimana praktek yang baik akan cukup untuk melindungi lingkungan. POB untuk jenis kegiatan ini dapat mengacu pada POB yang dikeluarkan oleh Ditjen Cipta Karya, Kementerian PU untuk beberapa jenis proyek (termasuk upaya-upaya untuk mengendalikan debu, kebisingan, dan lalu lintas di lokasi konstruksi; spesifikasi untuk penimbunan dan penanaman kembali wilayah yang terganggu unuk mencegah erosi; dan prosedur untuk mengendalikan dampak negatif pada lokasi pembuangan sampah; dsb.). Kemungkinan beberapa usulan kegiatan akan masuk dalam kategori ini. 4. Kegiatan yang tidak membutuhkan studi lingkungan, dimana tidak akan ada konstruksi, gangguan terhadap tanah atau air atau buangan polutan. Kriteria ini membutuhkan pernyataan pengelolaan lingkungan seperti yang diatur dalam PERMENLH 13/2010. Kemungkinan akan ada beberapa usulan kegiatan yang masuk kategori ini. 12

23 Spesifikasi desain termasuk pertimbangan pengelolaan lingkungan untuk penyediaan air bersih, toilet umum, jalan kota, TPS, los pasar dan jembatan harus mengacu pada Prosedur Operasi Baku (SOP) yang sudah ditentukan. Penapisan Lingkungan Hidup pada usulan kegiatan masyarakat didasarkan pada ketentuan yang tercantum pada Permen LH-11/2006 untuk ANDAL (Mengenai Jenis Kegiatan Usaha yang Membutuhkan ANDAL)); Kepmen PU- 17/KPTS/M/2003 untuk UKL/UPL (Mengenai Keputusan Jenis Kegiatan di Bidang PU yang membutuhkan UPL and UKL); dan Permen LH-13/2010 mengenai UKL-UPL dan SPKPPL, dapat dilihat pada tabel 2.1. berikut: 13

24 Tabel 2.1 Kriteria Penapisan Usulan Kegiatan No Sektor dan Proyek Unit ANDAL UKL/UPL 1. Penyediaan air bersih Pengambilan air baku L/dt > <250 Transmisi (kota besar) km > Distribusi (kota besar) Ha > < 500 Jalan kota Pembangunan baru: a. Kota besar km; or ha > 5 5-1; or 5 2 b. Kota sedang km; or ha > ; or c. Kota kecil (desa) km > Pelebaran (kota besar) km; 5 >10 (jika pengadaan tanah) Jembatan di kota besar m; - > 20 Jembatan di kota kecil m; - > 60 Limbah cair dan sanitasi 3. IPLT ha > 2 < 2 ha Sistem pembuangan air limbah ha >500 < 500 IPAL ha >3 < 3 Persampahan Penimbunan (TPA) ha; atau ton > <10; atau < TPA (di area pasang surut) ha; atau ton >5000 <5; atau <5000 Stasiun transfer >1.000 < 1000 Drainase dan pengendalian banjir 5. a. Di kota besar km >5 1- <5 b. Di kota sedang km >10 3 <10 c. Di kota kecil (desa) km >25 5-<15 Peningkatan Kampung 6. Kota besar ha 200 > 1 Kota sedang ha >2 Peningkatan (upgrading) ha 5 > 1 Sumber: PERMENLH-11/2006 untuk ANDAL (Mengenai Jenis Kegiatan Usaha yang Membutuhkan ANDAL)); KEPMEN PU- 17/KPTS/M/2003 untuk UKL/UPL (Mengenai Keputusan Jenis Kegiatan di Bidang Pekerjaan Umum yang membutuhkan UPL and UKL); dan PERMENLH-13/2010 mengenai UKL-UPL dan SPKPPL. 14

25 2.2.2 Identifikasi Potensi Dampak Lingkungan Konsultan dan fasilitator harus memastikan bahwa BKM/LKM dan KSM telah melakukan identifikasi potensi dampak negatif terhadap lingkungan pada setiap usulan kegiatan dengan menggunakan format yang telah disediakan (Form-4 dan Form-5). Secara umum identifikasi potensi dampak negatif dilakukan berdasarkan tahapan kegiatan dan jenis usulan kegiatan. Contoh potensi dampak lingkungan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.2 Contoh Potensi Dampak Lingkungan berdasarkan tahapan kegiatan No. Tahapan Kegiatan Potensi dampak Persiapan/Pra Konstruksi Konstruksi Pasca Konstruksi Operasional Debu dan sampah dari pembersihan lahan atau area kegiatan Gangguan pemakai jalan atau lahan akibat adanya kegiatan pembersihan lahan Gangguan ekologi Dll Debu, Sampah Bising Gangguan pengguna lahan Pengotoran badan air (sungai, danau, saluran air, dsb.) Longsor Gangguan ekologi Dll Sampah Puing Longsor Perubahan ekologi Dll Penurunan kualitas air di sumber air Gangguan estetika Gangguan kesehatan Timbulan sampah Kebisingan dll 15

26 Tabel 2.3. Contoh Potensi dampak berdasarkan jenis kegiatan infrastruktur No Jenis Prasarana/ Sarana Jalan Drainase Jembatan Sarana Air Bersih Sarana Sanitasi Tempat Penampung Sampah Pembangunan gedung (rumah, sarana perdagangan, sarana pendidikan dan sarana kesehatan) Potensi Dampak Kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, Gangguan visual (khusus pada saat konstruksi) Gangguan lahan/erosi/longsor Bangkitan lalu lintas Gangguan jaringan prasarana umum seperti gas, listrik, air minum, telekomunikasi (khusus pada saat konstruksi) Gangguan lalu lintas, Kerusakan prasarana dan sarana umum lain, Perubahan tata air di sekitar jaringan, Bertambahnya aliran puncak Munculnya genangan air Dll Potensi perubahan kestabilan lahan, Potensi perubahan aliran air, Kebisingan, getaran, emisi yang tinggi, Bangkitan lalu lintas, Gangguan jaringan prasarana sosial seperti pipa gas, listrik, air minum, telekomunikasi (khusus pada saat konstruksi) dll Gangguan lahan/erosi/longsor Penurunan muka air tanah Intrusi air laut atau air permukaan ke dalam air tanah dll Pencemaran pada sumber-sumber air minum dan air permukaan Sumber berkembangbiaknya lalat, cacing dan serangga lain. Timbulnya bau dan pemandangan yang tidak sedap dipandang. dll Sumber berkembangbiaknya lalat dan serangga lain. Timbulnya bau dan pemandangan yang tidak sedap dipandang. Munculnya genangan air lindi (leachete) dll Gangguan lalu lintas (pada saat konstruksi), Kerusakan prasarana dan sarana umum lain, Perubahan tata lahan di sekitar tapak, Munculnya genangan air dan bau tidak sedap Munculnya sampah atau limbah cair lainnya dll 16

27 Upaya Pencegahan dan Penanganan Dampak Lingkungan Seperti yang telah diuraikan di atas, potensi dampak negatif dapat muncul pada saat proses pembangunan dan saat operasionalisasi serta tergantung juga dari jenis infrastruktur terbangun. Upaya pengamanan lingkungan harus dipikirkan sebagai upaya komprehensif dalam melakukan pencegahan/pengurangan serta penanganan terhadap resiko dampak lingkungan yang akan terjadi, upaya tersebut biasa disebut sebagai mitigasi dampak. Langkah mitigasi merupakan investasi jangka panjang untuk mendukung peningkatan kesejahteraan. Berdasarkan pengalaman pelaksanaan program, terdapat 6 jenis infrastruktur yang sering diusulkan oleh masyarakat, yaitu: a. Prasarana transportasi (jalan, jembatan, gorong-gorong dan tambatan perahu) b. Prasarana irigasi c. Prasarana air bersih d. Prasarana sanitasi e. Prasarana drainase permukiman f. Prasarana persampahan Tabel berikut memperlihatkan beberapa alternatif langkah mitigasi dampak lingkungan berdasarkan jenis infrastruktur. Tabel 2.4. Alternatif langkah mitigasi dampak lingkungan POTENSI/SUMBER DAMPAK No ALTERNATIF UPAYA PENANGGULANGAN/MITIGASI NEGATIF A.PRASARANA JALAN, JEMBATAN, GORONG-GORONG, TAMBATAN PERAHU Pemindahan trase/jalur jalan atau bangunan ke tempat lain yang lebih aman Resiko longsor akibat Kegiatan Galian/Timbunan Tanah diarea lereng/tebing Jembatan mengganggu lalu lintas perahu Jembatan/tambatan perahu merubah arah/aliran sungai 4 Meningkatnya erosi pada tebing Batasi pemindahan tanah hanya pada musin kering/ panas Dibangun tanggul atau turap penahan Tampingan diperlandai Penanaman Vegetasi/jerami didaerah kemiringan Dipasang pelindung tebing diarea terkena arus sungai/ pantai Perletakan jembatan diperbaiki/disesuaikan Tata letak dipindahkan untuk menghindari masalah Perletakan jembatan diperbaiki/disesuaikan Dipasang pelindung tebing diarea terkena arus sungai/ pantai Tampingan diperlandai Penanaman Vegetasi/jerami didaerah kemiringan 17

28 No 5 POTENSI/SUMBER DAMPAK NEGATIF Meningkatnya erosi pada saluran pinggir/samping ALTERNATIF UPAYA PENANGGULANGAN/MITIGASI Dasar saluran diperlandai Dipasang penahan pelindung tebing saluran Dipasang gorong2 bantu untuk mengurangi debit (sub drainase) Perkerasan khusus pada badan jalan disekitar saluran, seperti beton, aspal, dll. 6 Jalan tanah meningkatkan debu 7 8 Jalan menutup/memotong aliran air alamiah/drainase Saluran samping/drainase terjadi pendangkalan/ sedimentasi Permukaan jalan dipadatkan Permukaan jalan diberikan perkerasan dari bahan berbutir kasar (kerikil/sirtu) Dipasang gorong2 sesuai aliran alamiah/drainase Drainase dibuat dari bahan pasangan batu/bata atau beton Drainase dibuat mengikuti kemiringan alamiah Drainase dibuat sampai ketempat pembuangan atau saluran kota yang ada (terintegrasi) 9 10 Jalan baru akan menebang banyak pohon-pohon Tidak ada pembuangan akhir / ada genangan air dari drainase/ Gorong-gorong Pemindahan trase/jalur jalan ke tempat lain yang lebih aman Drainase dibuat sampai ketempat pembuangan akhir (seperti sungai, laut) atau terintegrasi dengan Sistem Drainase kota; 11 Bangunan tidak nyaman/aman 12 Belum terlaksananya O&P B. PRASARANA IRIGASI 1. Resiko Longsor akibat Kegiatan Galian/Timbunan Tanah diarea lereng/tebing Dibuat pagar pengaman pada Tikungan Jalan yang tajam Dibuat penahan longsor diderah tebing/lereng atau badan jalan Dibuat pagar pengaman pada jembatan dan di pintu masuk/ keluar jembatan (kiri+kanan) Dibuat tembok pengaman pada gorong-gorong (kiri+kanan) Dibentuk tim O&P, penetapan rencana kerja dan pembiayaan, dilakukan pemantauan secara reguler Pemindahan jalur Saluran atau bangunan ke tempat lain yang lebih aman Batasi pemindahan tanah hanya pada musin kering/ panas Dibangun tanggul atau turap penahan Tampingan diperlandai Penanaman Vegetasi/jerami didaerah kemiringan Dipasang pelindung tebing diarea terkena arus sungai/ pantai 18

29 No POTENSI/SUMBER DAMPAK NEGATIF Meningkatnya erosi pada tebing atau dinding saluran tanah Konsentrasi air tidak terkendali disaluran/sawah Saluran terjadi pendangkalan/ sedimentasi akibat erosi dari dinding sal. Tanah/Tebing 5 Belum terlaksananya O&P C.PRASARANA AIR BERSIH Galian Sumur (sumur dangkal) 1 longsor Galian sumur dalam/bor bisa memunculkan bahan2 tambang 2 yang bisa berbahaya, seperti minyak,gas Kualitas air sumur bercampur 3 mineral/bahan2 berbahaya bagi kesehatan Sumur Gali (sumur dangkal) 4 longsor Sumur terlalu dekat dengan MCK/ 5 WC Air Sumur tercampur air 6 permukaan/air Rembesan 7 Mata Air tercampur air permukaan 8 Belum terlaksananya O&P ALTERNATIF UPAYA PENANGGULANGAN/MITIGASI Tampingan diperlandai Penanaman Vegetasi/jerami di daerah kemiringan Dipasang penahan pelindung tebing saluran Pengaturan penggunaan Air Dibuat pintu-pintu air Dasar saluran diperlandai Saluran dibuat dari bahan pasangan batu atau beton Saluran dibuat mengikuti kemiringan alamiah Saluran pembuangan dibuat sampai ketempat pembuangan Dibentuk tim O&P, penetapan rencana kerja dan pembiayaan, dilakukan pemantauan secara reguler Dibuat turap penahan tanah Dinding Sumur menggunakan Cincin Beton Koordinasi dengan dinas pertambangan & geologi/ instansi terkait sebelum kegiatan dimulai; Dilakukan Pengujian kualitas air sebelum dimanfaatkan Dinding Sumur dibuat menggunakan Cincin Beton Lokasi Sumur dan Septicktank/Resapan minimal 11 meter Dibuat bibir sumur yang cukup tinggi Lokasi Sumur dicari tempat yang tidak sering banjir Dibuat Pelindung disekitar mata air untuk mencegah air masuk Daerah sekitar mata air diberi pelindung jalur hijau Dibentuk tim O&P, penetapan rencana kerja dan pembiayaan, dilakukan pemantauan secara reguler D.PRASARANA SANITASI (MCK, JAMBAN, SALURAN LIMBAH RUMAHTANGGA) Tidak ada saluran pembungan limbah cair domestik 1 (MCK,Jamban,Air Cucian Dapur,dsb) 2 3 Pipa sanitasi dipermukaan tanah yang sangat rawan thd sinar matahari, terinjak, dan kenakalan manusia Bangunan MCK, Jamban, Drainase air limbah, tidak sesuai standar teknis Dibuat saluran pembuangan sampai ketempat pembuangan atau drainase yang ada Dibuat Septictank dan Resapan untuk MCK/Jamban Tanam pipa sanitasi dari kakus keseptictank Buat Lubang Kontrol dan Pipa Udara untuk septicktank Desain/Spesifikasi teknis disesuaikan dengan ketentuan standar teknis bangunan 19

30 No POTENSI/SUMBER DAMPAK NEGATIF Septicktank/Resapan MCK/WC terlalu dekat dengan Sumur. Jenis bangunan Septicktank tidak sesuai jenis tanah Tidak ada pembuangan akhir dari saluran MCK, WC, Saluran Limbah Rumah Tangga/ada genangan air 7 Belum terlaksananya O&P E.PRASARANA DRAINASE PERMUKIMAN 1. Resiko Longsor akibat Kegiatan Galian/Timbunan Tanah diarea lereng/tebing 2 Meningkatnya erosi pada tebing Saluran terjadi pendangkalan/ sedimentasi akibat erosi dari dinding sal. Tanah/Tebing Tidak ada pembuangan akhir drainase/ada genangan air Bangunan Drainase Tiidak sesuai standar teknis 6 Belum terlaksananya O&P F.PRASARANA PERSAMPAHAN Bangunan Sampah Tiidak sesuai 1 standar teknis Tidak ada Pembuangan Sampah 2 dari TPS 3 Belum terlaksananya O&P ALTERNATIF UPAYA PENANGGULANGAN/MITIGASI Jarak lokasi Septicktank/Resapan dengan Sumur minimal 11 meter Jenis bangunan Septicktank disesuaikan dengan daya resap tanah Dibuat Drainase sampai ketempat pembuangan akhir (seperti sungai, laut) atau terintegrasi dengan Sistem Drainase kota; Dibentuk tim O&P, penetapan rencana kerja dan pembiayaan, dilakukan pemantauan secara reguler Pemindahan jalur atau bangunan ke tempat lain yang lebih aman Batasi pemindahan tanah hanya pada musin kering/ panas Dibangun tanggul atau turap penahan Tampingan diperlandai Penanaman Vegetasi/jerami didaerah kemiringan Dipasang penahan pelindung tebing saluran Tampingan diperlandai Penanaman Vegetasi/jerami di daerah kemiringan Dipasang penahan pelindung tebing saluran Dasar saluran diperlandai Saluran dibuat dari bahan pasangan batu atau beton Saluran dibuat mengikuti kemiringan alamiah Saluran pembuangan dibuat sampai ketempat pembuangan Drainase dibuat sampai ketempat pembuangan akhir (seperti sungai, laut) atau terintegrasi dengan Sistem Drainase kota; Desain/Spesifikasi teknis disesuaikan dengan ketentuan standar teknis bangunan Dibentuk tim O&P, penetapan rencana kerja dan pembiayaan, dilakukan pemantauan secara reguler Desain/Spesifikasi teknis disesuaikan dengan ketentuan standar teknis bangunan TPS dibuat terintegrasi dengan Sistem persampahan kota; Dibentuk tim O&P, penetapan rencana kerja dan pembiayaan, dilakukan pemantauan secara reguler 20

31 III. Tahapan Pelaksanaan 3.1. Alur pelaksanaan pengamanan sosial dan lingkungan Pelaksanaan upaya pengamanan sosial dan lingkungan adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk melihat dan memastikan bahwa pelaksanaan PNPM MP telah sesuai dengan kaidah-kaidah pengamanan lingkungan dan sosial. Secara garis besar mekanisme penerapan pengamanan sosial dan lingkungan dilaksanakan dengan alur sebagai berikut: Konsultan dan fasilitator wajib melakukan sosialisasi upaya pengamanan lingkungan di setiap tahapan kegiatan/siklus program, dimulai dari kegiatan sosialisasi, perencanaan PJM Pronangkis, pengusulan kegiatan, pelaksanaan konstruksi sampai dengan tahapan pemanfaatan dan pemeliharaan. Pada saat penyiapan proposal, KSM wajib menyiapkan proposal usulan kegiatan berdasarkan format standar yang telah disediakan yang memuat spesifikasi teknis, anggaran dan rencana kerja, termasuk dalam hal ini kesesuaiannya dengan ketentuan pengamanan sosial dan lingkungan: (i) status pengadaan lahan (form 2), (ii) form ceklist daftar negatif untuk mengidentifikasi usulan kegiatan yang tidak layak untuk mendapatkan pendanaan (form 4),(iii) form hasil identifikasi potensi dampak negatif lingkungan dan rencana pemantauannya. Semua usulan kegiatan dari masyarakat akan dikaji oleh konsultan/fasilitator dari segi kelayakan, teknis, dan kesesuaian dengan pedoman, sebelum usulan tersebut dipertimbangkan oleh BKM/UPL. BKM/UPL dengan didampingi oleh konsultan/fasilitator akan secara khusus menapis usulan kegiatan dari sisi dampak lingkungan berdasarkan tabel kriteria penapisan lingkungan. Serta jika diperlukan juga melakukan penapisan khusus untuk semua usulan kegiatan masyarakat yang membutuhkan tanah dan perubahan penggunaan air (misal reklamasi, irigasi); proyek ekonomi yang berdampak lingkungan untuk memastikan alignment, air larian, dsb. memenuhi standar praktek yang baik. Selanjutnya BKM/UPL dengan bantuan fasilitator/konsultan akan memastikan adanya langkah-langkah mitigasi yang memadai. 21

32 Penetapan usulan kegiatan masyarakat yang akan dibiayai oleh program (dana BLM) harus dilaksanakan dalam suatu rapat terbuka kepada seluruh masyarakat. Alur Penerapan Pengamanan Sosial dan Lingkungan pada saat pengusulan kegiatan dan pasca konstruksi Keterangan: 1. KSM menyusun usulan kegiatan (proposal) dan mengajukan ke BKM/LKM 2. BKM/UPL di dampingi oleh Faskel infra melakukan penilaian usulan kegiatan yang diajukan oleh KSM 3. Penilaian kelayakan proposal didasarkan pada aspek administrasi dan teknis, meliputi kelengkapan dokumen, format pengamanan lingkungan, perolehan lahan, rencana kerja, spesifikasi teknis dan rencana biaya 4. Jika proposal belum layak, maka proposal dikembalikan kepada KSM untuk diperbaiki 5. Jika proposal dianggap sudah layak oleh BKM/LKM dan faskel selanjutnya proposal dikirim ke Askorkot untuk di verifikasi 6. Jika proposal belum layak, maka proposal dikembalikan kepada KSM untuk diperbaiki 7. Jika proposal dianggap layak, maka selanjutnya dilakukan proses pencairan dana BLM ke rekening KSM 8. Selanjutnya KSM melaksanakan pembangunan dengan tetap memperhatikan ketentuan pengamanan sosial dan lingkungan sesuai dengan yang tercantum di dalam proposal dengan dipantau oleh BKM/UPL 9. Setelah selesai pelaksanaan konstruksi, KSM atau pihak lain yang ditunjuk melaksanakan operasionalisasi dan pemeliharaan infrastruktur terbangun, serta melaksanakan mitigasi dampak sosial dan lingkungan sesuai dengan rencana yang tercantum di dalam proposal atau disesuaikan dengan kebutuhan. 22

33 3.2 Peran Konsultan/Fasilitator Tingkat Nasional Tenaga Ahli (TA), khususnya TA Safeguard Sosial/ Lingkungan diwajibkan: Memahami ketentuan tentang pengamanan sosial dan lingkungan Memberikan penguatan kapasitas dan bantuan teknis terkait dengan pengamanan sosial dan lingkungan kepada TA Infra KMW; Memberikan dukungan dan melakukan sosialisasi ketentuan pengamanan sosial kepada berbagai pihak terkait; Melakukan pemantauan terhadap penerapan pengamanan sosial dan lingkungan di tingkat nasional; Melakukan pengumpulan data hasil penerapan pengamanan sosial dan lingkungan seperti: status lahan, dokumen SKSHH/SAKO/FAKO, Format-format (form 2, 4, dan 5) tingkat nasional; Melakukan review dan analisis data penerapan pengamanan sosial dan lingkungan; Mengirimkam laporan hasil analisis data penerapan sosial dan lingkungan secara rutin ke Satker Pusat Tingkat Provinsi Para Tenaga Ahli (TA), khususnya TA infra diwajibkan: Memahami ketentuan tentang pengamanan sosial dan lingkungan Memberikan penguatan kapasitas dan bantuan teknis terkait dengan pengamanan sosial dan lingkungan kepada para Askorkot infra dan jika diperlukan kepada fasilitator infra. Memberikan dukungan dan melakukan sosialisasi ketentuan pengamanan sosial kepada berbagai pihak terkait. Melakukan pemantauan terhadap penerapan pengamanan sosial dan lingkungan di wilayah dampingannya. Melakukan pengumpulan data hasil penerapan pengamanan sosial dan lingkungan seperti: status lahan, dokumen SKSHH/SAKO/FAKO, Format-format (form 2, 4, dan 5) Melakukan review dan analisis data penerapan pengamanan sosial dan lingkungan Mengirimkam laporan hasil analisis data penerapan sosial dan lingkungan secara rutin ke KMP dan Satker Provinsi Tingkat Kota/Kabupaten Para Koordinator Kota/Kabupaten, terutama askorkot infra diwajibkan: Memahami ketentuan tentang pengamanan sosial dan lingkungan Memastikan agar ketentuan pengamanan sosial dan lingkungan menjadi persyaratan dan atau kelengkapan upaya penanganan dampak. Memberikan penguatan kapasitas dan bantuan teknis terkait dengan pengamanan sosial dan lingkungan kepada tim faskel, khususnya faskel infra Melakukan sosialisasi kerangka pengamanan sosial dan lingkungan kepada berbagai pihak terkait. Memberikan bantuan teknis kepada tim faskel, khususnya faskel infra, terkait dengan upaya penanganan/pencairan solusi terhadap dampak sosial dan lingkungan yang terjadi di masyarakat. 23

Kebijakan Safeguard Sosial dan Lingkungan di dalam PNPM MP

Kebijakan Safeguard Sosial dan Lingkungan di dalam PNPM MP Kebijakan Safeguard Sosial dan Lingkungan di dalam PNPM MP Tujuan Perlindungan Sosial dan Lingkungan Menjamin tidak adanya dampak negatif dari hasil pelaksanaan program kepada sosial dan lingkungan Optimalisasi

Lebih terperinci

Laporan Status Penerapan Upaya Perlindungan Lingkungan

Laporan Status Penerapan Upaya Perlindungan Lingkungan Laporan Status Penerapan Upaya Perlindungan Lingkungan Di dalam perjanjian pinjaman antara Pemerintah Indonesia dan pihak Donor (Bank Dunia) disepakati adanya kewajiban bagi pihak pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

Oleh : Kepala PMU P2KP. Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional P4IP Tahun 2013 Denpasar, Agustus 2013

Oleh : Kepala PMU P2KP. Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional P4IP Tahun 2013 Denpasar, Agustus 2013 Oleh : Kepala PMU P2KP Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional P4IP Tahun 2013 Denpasar, 28-30 Agustus 2013 DIREKTORAT PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN 1. KETENTUAN UMUM 2 1. LOKASI SASARAN Lokasi

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGELOLAAN PERKAYUAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGELOLAAN PERKAYUAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGELOLAAN PERKAYUAN Sasaran Pengelolaan perkayuan dalam proyek REKOMPAK-JRF selain mengacu pada hal teknis tentang kualitas kayu yang akan digunakan sebagai material

Lebih terperinci

Oleh : Kepala PMU P2KP Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional APBNP 2013 Jakarta, 21 Agustus 2013 DIREKTORAT PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

Oleh : Kepala PMU P2KP Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional APBNP 2013 Jakarta, 21 Agustus 2013 DIREKTORAT PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN Oleh : Kepala PMU P2KP Disampaikan dalam rangka Sosialisasi Nasional APBNP 2013 Jakarta, 21 Agustus 2013 DIREKTORAT PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN 1. KETENTUAN UMUM 2 1. LOKASI SASARAN Lokasi sasaran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA p PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

Pedoman Pengelolaan Lingkungan

Pedoman Pengelolaan Lingkungan Lampiran 5 : Pedoman Pengelolaan Lingkungan Prinsip Dasar 1. Prinsip-prinsip dasar dalam penilaian kelayakan lingkungan adalah sebagai berikut : a. Usulan yang diajukan sedapat mungkin menghindari atau

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015

AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015 AKUNTABILITAS DALAM PELAKSANAAN PNPM MANDIRI PERKOTAAN / P2KP (PROGRAM PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN) Rakor Nasional P2KP, 15 Juni 2015 Latar Belakang Audit Sempit: Pemenuhan kewajiban Loan/Grant Agreement.

Lebih terperinci

TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL BIDANG SARANA DAN PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN

TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL BIDANG SARANA DAN PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN LAMPIRAN IV PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2011 TANGGAL 2 Pebruari 2011 TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL BIDANG SARANA DAN PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN Jenis Bantuan Bidang Sarana Dan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 27

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 27 BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 27 PERATURAN WALI KOTA CILEGON NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG IZIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH WALI KOTA CILEGON, Menimbang : a. bahwa air merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP No.933, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011

Lebih terperinci

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri - Perkotaan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri - Perkotaan i ii PEDOMAN SELEKSI DAN PENETAPAN LOKASI PPMK Peningkatan Penghidupan Masyarakat berbasis Komunitas PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI - PERKOTAAN Diterbitkan Oleh: Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU SALINAN BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR : 28 TAHUN 2015jgylyrylyutur / SK / 2010 TENTANG MEKANISME PENYALURAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 37 TAHUN 2010

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 37 TAHUN 2010 SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN HIBAH DALAM BENTUK UANG KEPADA BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAM

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI Penjelasan VI terdiri dari dua bagian, yaitu Penulisan Usulan Desa dan Verifikasi. Bagian penulisan usulan berisi penjelasan tentang cara menuliskan usulan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi)

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi) LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi) 101 KUESIONER PENELITIAN IDENTIFIKASI RISIKO DALAM ASPEK PRASARANA LINGKUNGAN PERUMAHAN YANG BERPENGARUH TERHADAP KINERJA BIAYA DEVELOPER

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.369, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PERIZINAN LINGKUNGAN TERHADAP PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR DAN PERIZINAN LINGKUNGAN MENGENAI PEMANFAATAN AIR LIMBAH

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 81 TAHUN 2012

SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 81 TAHUN 2012 SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL DALAM BENTUK UANG KEPADA BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

ATURAN BERSAMA DESA BAKIPANDEYAN KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO

ATURAN BERSAMA DESA BAKIPANDEYAN KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO ATURAN BERSAMA DESA BAKIPANDEYAN KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM - MANDIRI PERKOTAAN PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLP-BK) TAHUN 2014

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN STIMULAN UNTUK PERUMAHAN SWADAYA BAGI MASYARAKAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang

2 sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membangun bendungan; d. bahwa untuk membangun bendungan sebagaimana dimaksud pada huruf c, yang No.771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN PU-PR. Bendungan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 /PRT/M/2011 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN GARIS SEMPADAN JARINGAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERUMAHAN

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

PROFILE DATA SIM P2KP NAD KMW II K E L U R A H A N

PROFILE DATA SIM P2KP NAD KMW II K E L U R A H A N PROFILE DATA SIM P2KP NAD II U R A I AN 1 INFORMASI UMUM 1.1 Cakupan Wilayah 1.1.1 Jumlah Kota/ Kab 1 1.1.2 Jumlah Kecamatan 3 1.1.3 Jumlah Kelurahan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 1.1.4 Jumlah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 45 TAHUN 2013

SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 45 TAHUN 2013 SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL DALAM BENTUK UANG KEPADA BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

PROFILE DATA SIM P2KP NAD KMW II

PROFILE DATA SIM P2KP NAD KMW II PROFILE DATA SIM P2KP NAD II U R A I AN 1 INFORMASI UMUM 1.1 Cakupan Wilayah 1.1.1 Jumlah Kota/ Kab 1.1.2 Jumlah Kecamatan 3 1.1.3 Jumlah Kelurahan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 1.1.4 Jumlah Lorong/Dusun

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh :

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh : PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI DI KELURAHAN PETEMON KECAMATAN SAWAHAN KOTA SURABAYA (studi mengenai Pengelola Lingkungan) SKRIPSI Diajukan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan pada dasarnya adalah usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dengan jalan memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam yang dimiliki, namun disisi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR P2KP

PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR P2KP PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR P2KP Bahan Presentasi pada Lokakarya & Pelatihan Tim Peneliti Strudy Tematik Evaluasi P2KP, Maret 2009 I. Mengapa Pembangunan Infrastruktur dilakukan dalam program pemberdayaan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN STIMULAN UNTUK PERUMAHAN SWADAYA BAGI MASYARAKAT

Lebih terperinci

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

PROSEDUR OPERASI BAKU PENGELOLAAN PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN

PROSEDUR OPERASI BAKU PENGELOLAAN PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN PROSEDUR OPERASI BAKU PENGELOLAAN PENGEMBANGAN KAPASITAS MASYARAKAT PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN 1 I. MENGAPA POB DIPERLUKAN? a. Untuk Meningkatkan kemampuan personil konsultan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR DAN/ATAU IZIN PEMANFAATAN AIR LIMBAH KE TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan sanitasi sampai saat ini masih belum menjadi prioritas dalam pembangunan daerah. Kecenderungan pembangunan lebih mengarah pada bidang ekonomi berupa pencarian

Lebih terperinci

Landasan Hukum Pengelolaan Air Limbah

Landasan Hukum Pengelolaan Air Limbah Landasan Hukum Pengelolaan Air Limbah Step by Step Series: Dasar-dasar Teknik dan Pengelolaan Air Limbah Page 1 Landasan Hukum Pengelolaan Air Limbah Peraturan Nasional Undang-undang Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL DALAM BENTUK UANG KEPADA BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT DALAM

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 67 TAHUN 2011

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 67 TAHUN 2011 SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN HIBAH DALAM BENTUK UANG KEPADA BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAM

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR LINGKUNGAN HIDUP KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH UNTUK MENDUKUNG TERWUJUDNYA PERMUKIMAN LAYAK HUNI DAN BERKELANJUTAN

PELAKSANAAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH UNTUK MENDUKUNG TERWUJUDNYA PERMUKIMAN LAYAK HUNI DAN BERKELANJUTAN PELAKSANAAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH UNTUK MENDUKUNG TERWUJUDNYA PERMUKIMAN LAYAK HUNI DAN BERKELANJUTAN Disampaikan Oleh: Kasubdit. Perencanaan Teknis/Kepala PMU Program Kotaku Direktorat Pengembangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.533, 2015 KEMEN-PUPR. Garis Sempadan. Jaringan Irigasi. Penetapan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8/PRT/M/2015 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1991 (PERHUBUNGAN. PERTANIAN. Perikanan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ACUAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERUMAHAN TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2015 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 27 TAHUN 2012 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PERIJINAN PENYIMPANAN SEMENTARA DAN PENGUMPULAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 522 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG IJIN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PANGANDARAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANGANDARAN,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS UMUM (PSU) PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 39 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada

Lebih terperinci

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Permasalahan Mendesak Tujuan Sasaran Strategi Program Kegiatan 1. Meningkatnya pembangunan Tersedianya Tersedianya Penyusunan Masterplan Penyusunan Masterplan

Lebih terperinci

LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Bulan Agustus 2009

LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Bulan Agustus 2009 LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 PENGELOLAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) Bulan Agustus 2009 KEGIATAN PENGELOLAAN DANA BLM Dana BLM merupakan dukungan dana stimulan

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pemerintah Kabupaten Kendal melalui Pokja AMPL Kabupaten Kendal berupaya untuk meningkatkan kondisi sanitasi yang lebih baik melalui program Percepatan Pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA INDIVIDU

INDIKATOR KINERJA INDIVIDU INDIKATOR KINERJA INDIVIDU 1. JABATAN : ANALISIS MENGENAI DAMPAK 2. TUGAS : Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis penilaian dan pemantauan analisis mengenai dampak lingkungan 3. FUNGSI : a. penyusunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa pengelolaan limbah

Lebih terperinci

BAB V PROFIL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERKOTAAN

BAB V PROFIL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERKOTAAN 38 BAB V PROFIL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERKOTAAN 5.1 Konsep PNPM Mandiri Perkotaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan merupakan proses pembelajaran

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA KEGIATAN USAHA

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA KEGIATAN USAHA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 79 TAHUN 2001 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 42 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA KEGIATAN USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara PELAKSANAAN PROGRAM PEMANTAUAN LINGKUNGAN H M M C J WIRTJES IV ( YANCE ) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Dasar Pemikiran Sejak satu dasawarsa terakhir masyarakat semakin

Lebih terperinci

Kerangka Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali

Kerangka Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali Lampiran 6 : Kerangka Kebijakan Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali 1. Definisi-definisi a. Definisi-definisi yang digunakan dalan kerangka kebijakan ini adalah : 1). Sensus adalah hitungan per kepala

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN

Memorandum Program Sanitasi (MPS) Kabupaten Balangan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup serta kondisi lingkungan yang dapat memberikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN

Lebih terperinci

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991) Tanggal: 14 JUNI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/44; TLN NO. 3445 Tentang: SUNGAI

Lebih terperinci

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan

2018, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2018 KEMENPU-PR. Bantuan Pembangunan dan Pengelolaan Rumah Susun. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2018

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komponen pengembangan kapasitas (Capacity Building) merupakan salah satu pilar program PNPM Mandiri Perkotaan, karena program ini yang meyakini bahwa pembelajaran merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.231, 2010 KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pemantauan. Lingkungan Hidup.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.231, 2010 KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pemantauan. Lingkungan Hidup. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.231, 2010 KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pemantauan. Lingkungan Hidup. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI SAAT INI

BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI SAAT INI BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI SAAT INI 4.1 Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Jepara Kabupaten Jepara belum merumuskan secara khusus visi dan misi sanitasi kota, namun masalah sanitasi telah

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG IJIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KABUPATEN CILACAP

PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG IJIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KABUPATEN CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG IJIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 515 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN LIMBAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 515 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN LIMBAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 515 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG Menimbang

Lebih terperinci

BAB II RANCANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN PLPBK

BAB II RANCANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN PLPBK BAB II RANCANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN PLPBK 2.1 KONDISI AWAL KAWASAN PRIORITAS 2.1.1 Delineasi Kawasan Prioritas Berdasarkan 4 (empat) indikator yang telah ditetapkan selanjutnya dilakukan kembali rembug

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 05 TAHUN 2009 T E N T A N G PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI KABUPATEN LUMAJANG BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN

Lebih terperinci

REPUBIK INDONESIA PE T UN J U K TE K N I S SAFEGUARD SOSIAL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI PERKOTAAN

REPUBIK INDONESIA PE T UN J U K TE K N I S SAFEGUARD SOSIAL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI PERKOTAAN REPUBIK INDONESIA PE T UN J U K TE K N I S SAFEGUARD SOSIAL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI PERKOTAAN PETUNJUK TEKNIS SAFEGUARD SOSIAL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci