TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kelinci

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kelinci"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kelinci Kelinci memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, kulit/bulu, hewan percobaan dan hewan untuk dipelihara (Church, 1991). Kelinci merupakan hewan herbivora non-ruminan yang memiliki sistem pencernaan monogastrik dengan perkembangan sekum seperti ruminansia, sehingga kelinci disebut pseudo-ruminansia (Cheeke dan Patton, 1982). Klasifikasi kelinci menurut Damron (2003) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animal (hewan) Phylum : Chordata (mempunyai notochord) Sub phylum : Vertebrata (bertulang belakang) Kelas : Mamalia (memiliki kelenjar susu) Ordo : Logomorpha (memiliki dua pasang gigi seri rahang atas) Famili : Leporidae (rumus gigi 8 pasang diatas dan 6 pasang dibawah) Genus : Oryctolagus (morfologi yang sama) Spesies : Oryctolagus cuniculus. Bangsa kelinci yang biasanya paling banyak digunakan sebagai hewan penelitian adalah New Zealand White. Kelinci ini memiliki beberapa keunggulan antara lain: sifat produksi yang tinggi, tidak dibutuhkan biaya dalam pemeliharaan, siklus hidup yang pendek, daya tahan yang lebih kuat terhadap penyakit, adaptif terhadap lingkungan yang baru, dan tidak memerlukan tempat yang luas. Kelinci New Zealand White termasuk dalam bangsa medium yang memiliki bobot hidup antara 4kg-5kg (Blakely dan Bade, 1991) dan mencapai bobot dewasa pada umur 5-6 bulan (Cheeke et al., 2000). Kelinci dapat menggunakan protein hijauan secara efisien dengan tingkat reproduksi tinggi, hanya membutuhkan makanan dalam jumlah sedikit dan kualitas dagingnya cukup tinggi karena kelinci dapat memanfaatkan feses lunak yang dihasilkan dari kegiatan coprophagy. Kegiatan tersebut yaitu memakan kembali feses yang dikeluarkan sehingga dapat mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein mikroba yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecah selulosa atau serat menjadi energi yang berguna (Cheeke,1983; Farrel dan Raharjo, 1984). Kelinci

2 merupakan ternak yang mempunyai potensi reproduksi tinggi, laju pertumbuhan cepat, periode kebuntingan yang pendek bila dibandingkan dengan ternak lain, seperti sapi, kerbau, babi, kecuali unggas (Cheeke et al., 1982). Seekor induk kelinci mampu beranak 4-5 kali dalam setahun dengan masa kebuntingan hari dan dari satu periode kelahiran dapat memberikan 6-8 ekor anak (Rismunandar, 1981) Kebutuhan Nutrisi Kelinci Kelinci mempunyai ukuran, kegunaan, warna dan panjang yang berbedabeda. Berat kelinci saat dewasa bervariasi mulai dari 1,5 kg sampai 7 kg (Blakely dan Bade, 1991). Bangsa kelinci yang dijadikan sebagai penghasil daging diantaranya California, Flemish giant, Satin dan New Zealand White karena sifat produksinya yang tinggi, tidak dibutuhkan banyak biaya dalam pemeliharaan, siklus hidup yang pendek, memiliki daya tahan yang lebih kuat terhadap penyakit, mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan tidak memerlukan tempat yang luas (Farrel dan Raharjo, 1984). Kelinci mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik kerena kelinci sangat cepat berkembang biak. Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Kelinci Nutrient Kebutuhan Nutrisi Kelinci Pertumbuhan Hidup pokok Bunting Laktasi Digestible Energy (kcal/kg) TDN (%) Serat kasar (%) Protein kasar (%) Lemak (%) Ca (%) 0,45 0,40 0,75 P (%) 0,55 0,5 Metionin + Cystine (%) 0,6 0,6 Lysin 0,65 0,75 Sumber: NRC (1977) Menurut Cheeke (1987), kebutuhan protein kelinci berkisar antara 12%-18 %, tertinggi pada fase menyusui sebesar 18% dan terendah pada fase dewasa sebesar 12%, kebutuhan serat kasar induk menyusui, bunting dan muda berkisar antara 10%- 4

3 12%, kebutuhan serat kasar kelinci dewasa sebesar 14% sedangkan kebutuhan lemak pada setiap periode pemeliharaan tidak berbeda yaitu sebesar 2% (Tabel 1). Jumlah pakan yang diberikan harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan oleh kelinci sesuai dengan tingkat umur atau bobot badan kelinci. Pemberian pakan ditentukan berdasarkan kebutuhan bahan kering. Jumlah pemberian pakan bervariasi bergantung pada periode pemeliharaan dan bobot badan kelinci (Tabel 2). Tabel 2. Kebutuhan Bahan Kering Kelinci Status Bobot badan (BB) Kebutuhan bahan kering (Kg) (% BB) (g/ekor/hari) Muda 1,8-3,2 6,2-5, Dewasa 2,3-6,8 4,0-3, Bunting 2,3-6,8 5,0-3, Menyusui dengan anak 7 ekor 4,5 11,5 520 Sumber: NRC (1977) Saluran Pencernaan Kelinci Saluran pencernaan merupakan saluran yang memanjang yang dimulai dari mulut sampai anus yang berfungsi sebagai tempat pakan ditampung, dicerna, diabsorbsi dan tempat sisa pencernaan yang akan dikeluarkan. Gerakan pakan di saluran pencernaan dilakukan oleh adanya kontraksi atau gerakan peristaltik otot sirkuler dinding saluran pencernaan. Berbagai macam getah pencernaan yang berisi macam-macam enzim pencernaan yang diekskresikan ke dalam saluran pencernaan (Kamal,1994) Berdasarkan sistem pencernaannya, kelinci diklasifikasikan ke dalam hindgut fermentor yaitu saluran pencernaan bagian belakang memegang peranan penting seperti sekum dan kolon (McNitt et al., 1996). Pada ternak ruminansia fermentasi serat terjadi di dalam rumen, fermentasi pakan pada kuda terjadi di dalam kolon sedangkan pada kelinci terjadi di dalam sekum (Irlbeck, 2001). Mikroba banyak terdapat di dalam sekum, sekum pada kelinci sangat besar dibandingkan bagian lainnya dan berbentuk spiral (Gambar 1). Proporsi sekum pada saluran pencernaan kelinci yaitu 40% dari total saluran pencernaannya (Irlbeck, 2001). Sekum kelinci 5 sampai 6 kali lebih panjang dibandingkan kuda (Gidenne et al., 2002). Church (1991) menyatakan bahwa sekum pada kelinci mempunyai ukuran 5

4 panjang 40 cm dan berat 25 gram, sedangkan lambung pada kelinci mempunyai ukuran berat 20 gram, lambung pada kelinci memiliki kapasitas gram atau 17% bahan kering. Lambung memiliki ph yang asam yaitu berkisar antara 1,5-2,0. Usus halus pada kelinci memiliki ukuran panjang 330 cm dan berat 60 gram. Kapasitas usus halus pada kelinci yaitu berkisar antara gram atau setara dengan 7% bahan kering. Gambar 1. Saluran Pencernaan Kelinci Sumber: Cheeke et al. (2000) Kelinci memiliki kebiasaan yang berbeda dari ternak lainnya yaitu kebiasaan memakan feses yang sudah dikeluarkan yang disebut coprophagy. Sifat coprophagy biasanya terjadi pada malam atau pagi hari berikutnya. Sifat tersebut memungkinkan kelinci memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri di saluran bagian bawah, yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B, dan memecahkan selulosa atau serat menjadi energi yang berguna. Ransum Komplit Ransum merupakan campuran jenis pakan yang diberikan kepada ternak setiap hari pada waktu tertentu selama umur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuhnya. Ransum yang sempurna harus mengandung zat-zat gizi yang 6

5 seimbang, disukai ternak dan dalam bentuk yang mudah dicerna oleh saluran pencernaan (Ensminger et al., 1990). Ransum komplit merupakan pakan yang cukup gizi untuk hewan dalam status fisiologis tertentu, dibentuk atau dicampur untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan dan memenuhi kebutuhan pokok, produksi, atau keduanya tanpa tambahan bahan atau substansi lain kecuali air (Tillman et al., 1997). Ensminger et al. (1990) melaporkan beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan ransum komplit antara lain: 1) meningkatkan efisiensi pemberian pakan, 2) meningkatkan konsumsi dari suplementasi hijauan yang kurang palatabel dengan konsentrat dan dapat mengganti konsentrat yang terbatas dengan hijauan sebagai campuran, 3) campuran ransum komplit dapat memudahkan ternak mendapatkan pakan lengkap. Keistimewaan ransum komplit adalah pencampuran bersama semua bahan-bahan pakan seperti hijauan, bijian, konsentrat, suplemen protein, vitamin dan mineral menjadi satu dan diberikan kepada ternak sebagai pakan tunggal. Indigofera zollingeriana dan Pengaruhnya terhadap Ternak Indigofera zollingeriana adalah tanaman leguminosa pohon dengan genus Indogofera dan memiliki sekitar 700 spesies yang tersebar secara geografis di Afrika tropis, Asia, Australia dan Amerika Utara, sekitar tahun 1900 Indigofera sp. dibawa ke Indonesia oleh bangsa Eropa dan terus berkembang hingga saat ini (Tjelele, 2006). Leguminosa pohon ini cocok dikembangkan di Indonesia tahan terhadap kekeringan, banjir, dan salinitas (Hassen et al. 2007). Berdasarkan penelitian Hassen et al., ( 2006) yang menggunakan beberapa spesies Indigofera sp. antara lain I. amorphoides, I. arecta, I. brevicalyx, I. coerulea, I. costata, I. cryptantha, I. spicata, I. trita, I. vicoides diketahui bahwa tanaman ini sangat berpotensi digunakan sebagai tanaman pakan sekaligus tanaman pelindung karena mampu memperbaiki kondisi tanah penggembalaan yang mengalami overgrazing dan erosi. Hasil penelitian Abdullah dan Suharlina (2010) menunjukkan bahwa manajemen panen yang optimal ditinjau dari aspek produktivitas dan kualitas nutrisi adalah panen pertama dilakukan pada umur 8 bulan disertai dngan frekuensi panen setiap 60 hari dengan tinggi potongan 1,5 m diatas permukaan tanah. Tepung daun Indigofera zollingeriana 7

6 mengandung protein kasar sebesar 27,9%, NDF 19%-50%, serat kasar 15%, fospor 0,19%, kalsium 0,22 dan kecernaan bahan organik yang diukur secara in vitro sebesar 56%-72% (Hassen et al. 2007). Taksonomi tanaman Indigofera sebagai berikut divisi : Spermatophyta sub divisi : Angiospermae kelas : Dicotyledonae bangsa : Rosales suku : Leguminosae marga : Indigofera jenis : Indigofera zollingeriana Gambar 2: Tanaman Indigofera zollingeriana Sumber : Dokumentasi Penelitian Pellet daun Indigofera zollingeriana memiliki kandungan protein kasar sebesar 25,66% sehingga dengan kandungan protein kasar tersebut dapat dijadikan bahan pakan pengganti konsentrat (Abdullah, 2010). Keunggulan lain tanaman ini adalah kandungan taninnya sangat rendah berkisar antara 0,6 ppm-1,4 ppm (jauh dibawah taraf yang dapat menimbulkan sifat anti nutrisi), rendahnya kandungan tanin ini juga berdampak positif terhadap palatabilitasnya (Abdullah, 2010). Produksi 8

7 bahan kering total Indigofera zollingeriana adalah 51 ton/ha/tahun (Abdullah 2010). Tarigan (2009) menyatakan bahwa nilai kecernaan bahan kering daun Indigofera sp. yang diberikan sebanyak 45% dari total ransum terhadap kambing Boerka adalah 60%. Lamtoro ( Leucaena leucocephala) dan Pengaruhnya terhadap Kelinci Lamtoro ( Leucaena leucocephala) merupakan tanaman legum pohon serba guna. Lamtoro umumnya ditanam sebagai tanaman pagar dan tanaman pelindung untuk tanaman komersial. Tanaman lamtoro dapat diberikan pada ternak berupa hijauan segar, kering, tepung, silase dan pellet. Hijauan lamtoro sangat baik sebagai pakan ternak, dikarenakan daum lamtoro kaya akan protein, karoten, vitamin, dan mineral (Soeseno dan Soedaharoedjian, 1992). Menurut Mtenga dan Laswai (1994) lamtoro memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu 21%, kandungan NDF sebesar 4,28% sedangkan kandungan asam aminonya cukup tinggi dan juga memiliki antinutrisi seperti mimosin dan tanin. Berdasarkan penelitian Futiha (2010), lamtoro memiliki kandungan protein kasar sebesar 26,07%, serat kasar 17,73%, lemak kasar 5%, Kalsium 1,86% dan Fospor 0,25%. Laconi dan Widiyastuti (2010) menyatakan bahwa kandungan mimosin pada daun lamtoro berkisar antara 2%-6%. Gambar 3. Leucaena leucocephala Sumber : Dokumentasi Penelitian 9

8 Menurut Onwudike (1995), pellet berbasis daun lamtoro lebih disukai oleh kelinci dibanding daun gamal, namun pemberian daun lamtoro dapat mengurangi pertumbuhan bobot badan, konsumsi pakan, dan efisiensi pakan. Daun lamtoro mengandung mimosin yang menyebabkan kerontokan dan reddish ( urin berwarna cokelat) pada kelinci. Wood et al. ( 2003) menyatakan bahwa terjadi penurunan kadar mimosin daun lamtoro akibat pemanasan pada suhu 60ºC dan 145ºC yaitu sebesar 43%. Selain itu, terjadi inaktivasi mimosin akibat proses pelleting. Menurut Onwudike (1995) penggunaan lamtoro sebesar 50% dalam pakan kelinci akan menurunkan performa kelinci fase pertumbuhan. Konsumsi Ransum Konsumsi ransum adalah jumlah makanan yang dimakan oleh hewan bila diberikan ad libitum. Konsumsi ransum juga merupakan faktor dasar untuk hidup dan menentukan produksi (Parakkasi, 1999). Ternak mampu mencapai tingkat penampilan produksi yang optimal sesuai dengan potensi genetiknya bila memperoleh nutrien yang dibutuhkannya. Menurut Wiseman (1989), banyaknya ransum yang dikonsumsi dipengaruhi oleh palatabilitas ransum yang tergantung pada cita rasa, ukuran dan tekstur. Aroma pakan juga mempengaruhi terhadap palatabilitas yang dapat meningkatkan konsumsi ransum (Pond et al., 1995). Tingkat konsumsi ransum pada ternak kelinci dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, kesehatan, bentuk ransum, imbangan zat makanan, cekaman, kecepatan pertumbuhan dan yang paling utama adalah energi (NRC, 1977). Menurut Cheeke (1987), konsumsi ransum akan meningkat bila kandungan energi ransum rendah. Lang (1981) menyatakan bahwa kualitas protein dalam ransum penting untuk kelinci karena dapat meningkatkan konsumsi ransum. Kecernaan Leguminosa pada Kelinci secara in vivo Kecernaan zat- zat makanan merupakan salah satu ukuran dalam menentukan kualitas suatu bahan pakan. Kecernaan adalah bagian dari pakan yang tidak disekresikan dalam feses dimana bagian tersebut diasumsikan diserap oleh tubuh ternak, biasanya dinyatakan dalam bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase makan disebut koefisien cerna (McDonald et al., 2002). 10

9 Daya cerna hijauan leguminosa sangat bervariasi yang banyak ditentukan oleh tingkat protein yang dikandungnya. Rendahnya protein kasar yang dicerna oleh seekor ternak tergantung tinggi rendahnya persentase protein dalam tanaman. Pada umumnya nilai daya cerna leguminosa lebih tinggi daripada rumput. Hal ini dimungkinkan karena leguminosa mempunyai kualitas yang baik terutama kandungan proteinnya yang tinggi (Ella, 1996). Kecernaan leguminosa pohon bervariasi. Gamal (Glicirida sepium) memiliki daya cerna berkisar antara 50%-75%, Leucaena leucocephala berkisar antara 65%-87%, kaliandra berkisar antara 35%- 42% (Karti, 1998). McDonald et al (2002) menyatakan bahwa zat makanan yang tercerna dapat dihitung dengan mengukur selisih zat makanan yang dikonsumsi dikurangi dengan zat makanan yang tersisa dalam feses. Pengukuran kecernaan dapat dilakukan secara langsung pada ternak (in vivo) maupun tidak langsung di laboratorium (in vitro) dan melalui metode kantong nilon (in sacco). Pengukuran kecernaan ternak ruminansia secara langsung (in vivo) dilakukan melalui koleksi feses total yang lebih mudah dilakukan pada ternak jantan karena saluran ekskresi feses (rektum) terpisah dari saluran uretra. Ternak ditempatkan dalam kandang individu sehingga dapat diukur jumlah pakan yang dikonsumsi dan feses yang dikeluarkan. Tingkat kecernaan pakan dapat dihitung dengan rumus berikut (Cheeke, 2005): Pakan yang dikonsumsi Jumlah feses % Kecernaan = x 100% Pakan yang dikonsumsi Sebelum melakukan koleksi feses, ternak harus beradaptasi terhadap pakan yang diberikan untuk memastikan kestabilan mikroflora dalam saluran pencernaan terhadap perlakuan pakan dan menghilangkan residu pakan yang diberikan sebelumnya. Adaptasi selama hari dilakukan untuk memaksimalkan tingkat konsumsi pakan. Metode koleksi feses dibagi menjadi dua yaitu koleksi total feses dan koleksi sampel feses. Koleksi total dilakukan dengan mengumpulkan seluruh feses yang dikeluarkan ternak pada waktu yang sama setiap harinya. Sedangkan koleksi sampel feses dilakukan dengan mengambil feses dari rektum dua kali per 11

10 hari. Hasil koleksi feses harus dijaga dari kontaminasi. Panjang waktu koleksi feses adalah 4-12 hari (Rymer, 2000). Salah satu unsur yang terpenting dalam ransum kelinci adalah protein (NRC 1977). Kecernaan protein kasar dipengaruhi oleh tingginya kandungan protein kasar dalam ransum (Garcia et al., 1993). Kecernaan zat-zat makanan akan cenderung meningkat apabila kadar protein bahan makanan meningkat, serta kualitas protein sangat penting untuk kelinci karena konsumsi akan meningkat jika dalam ransum mengandung protein yang berkualitas tinggi (Lang, 1981). Faktor lain yang mempengaruhi kecernaan protein adalah ADF (Acid Detergent Fiber). Pakan yang mengandung ADF tinggi kemungkinan kandungan selulosa dan ligninnya tinggi, sehingga menyebabkan menurunnya kecernaan protein (Cheeke, 1987). Amrinawati (2004) melaporkan ransum bahwa kecernaan protein dipengaruhi oleh komposisi asam amino tersebut digunakan dalam tubuh ternak. Kecernaan protein kelinci yang diberi ransum komplit mengandung bungkil kedelai dan tepung ikan berkisar antara 67,79% - 78,78% (Amrinawati, 2004), sedangkan kecernaan protein kelinci yang diberi ransum biomassa ubi jalar sebesar 70,75% (Khotijah, 2006). Menurut Nicodema et al. (2007) kecernaan serat kasar kelinci yang diberi ransum mengandung kulit kedelai dan tepung biji anggur sebesar 21,6%. 12

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, kulit/bulu, hewan percobaan, dan hewan untuk dipelihara (Church, 1991). Kelinci termasuk hewan

Lebih terperinci

sub divisi : Angiospermae

sub divisi : Angiospermae TINJAUAN PUSTAKA Indigofera zollingeriana Indigofera zollingeriana adalah genus dengan sekitar 700 spesies yang tersebar secaraa geografis di Afrika tropis, Asia, Australia, Amerika Utara, dan Amerika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

KECERNAAN NUTRIEN PADA KELINCI PERANAKAN

KECERNAAN NUTRIEN PADA KELINCI PERANAKAN KECERNAAN NUTRIEN PADA KELINCI PERANAKAN New Zealand White JANTAN YANG DIBERI PELLET RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG Indigofera zollingeriana DAN Leucaena lucocephala SKRIPSI ROHIMAH DEPARTEMEN ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci (Oryctolagus cuniculus) diklasifikasikan dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Lagomorpha, famili Leporidae, genus Oryctolagus dan spesies cuniculus.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba UP3 Jonggol Domba Garut

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba UP3 Jonggol Domba Garut TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba merupakan jenis ternak yang termasuk dalam ruminansia kecil. Ternak domba termasuk dalam kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mammalia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Indigofera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Indigofera sp. TINJAUAN PUSTAKA Indigofera sp. Indigofera sp. merupakan tanaman leguminosa dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar mulai dari benua Afrika, Asia, Australia, dan Amerika Utara. Jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler atau lebih dikenal dengan ayam pedaging adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai penghasil daging (Kartasudjana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

KECERNAAN ZAT MAKANAN KELINCI JANTAN LOKAL YANG DIBERI RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN JENIS HIJAUAN BERBEDA

KECERNAAN ZAT MAKANAN KELINCI JANTAN LOKAL YANG DIBERI RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN JENIS HIJAUAN BERBEDA KECERNAAN ZAT MAKANAN KELINCI JANTAN LOKAL YANG DIBERI RANSUM KOMPLIT MENGANDUNG BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN JENIS HIJAUAN BERBEDA SKRIPSI ELGA NUR FUTIHA \ DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum : Chordata; Subphylum :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum : Chordata; Subphylum : 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Brahman Cross Menurut Blakely dan Bade (1994), bahwa bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum : Chordata; Subphylum : Vertebrata; Class :

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan. TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba dan Potensinya Ternak domba menyebar rata diseluruh wilayah Nusantara. Hal ini menunjukkan bahwa domba mempunyai potensi cepat menyesuaikan diri baik dengan lingkungan maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan ternak lokal yang sebarannya hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi

BAB I PENDAHULUAN. ada kebanyakan hanya untuk menghasilkan hewan kesayangan dan materi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu sumber protein hewani pada saat ini di Indonesia belum dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat, sehingga budidaya kelinci yang ada saat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian Peranan Pleurotus ostreatus pada Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi dengan Pleurotus

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. unggas membutuhkan pakan untuk hidup, pertumbuhan, dan produksi. Burung

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. unggas membutuhkan pakan untuk hidup, pertumbuhan, dan produksi. Burung 5 BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis 1. Kebutuhan nutrisi burung puyuh Nesheim, dkk (1979) dalam Djulardi, dkk (2006) menyatakan bahwa unggas membutuhkan pakan untuk hidup, pertumbuhan, dan produksi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelinci sebagai salah satu komoditas ternak mudah berkembangbiak, tidak banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai hewan kesayangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi, dimulai dari daerah Kaspia, Iran, India, Asia Barat, Asia Tenggara dan Eropa sampai ke Afrika. Ternak domba secara umum termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Tinggi dan rendahnya konsumsi ransum dapat diperoleh dari selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan (g/ekor/hari). Konsumsi ransum dihitung setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hijauan merupakan bahan pakan sumber serat yang sangat diperlukan bagi kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al. (2005) porsi hijauan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Kec. Binjai Kota Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Salah satu bangsa sapi bangsa sapi perah yang dikenal oleh masyarakat adalah sapi perah Fries Holland (FH), di Amerika disebut juga Holstein Friesian disingkat Holstein, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa sekitar 10% pasokan daging

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa sekitar 10% pasokan daging BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kambing adalah penghasil daging yang sangat produktif. Hal ini dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa sekitar 10% pasokan daging di Indonesia berasal dari kambing (Rangkuti

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Metode MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Peternakan Kambing Perah Bangun Karso Farm yang terletak di Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis pakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut

PENGANTAR. Latar Belakang. 14,8 juta ekor adalah sapi potong (Anonim, 2011). Populasi sapi potong tersebut PENGANTAR Latar Belakang Populasi ternak khususnya ruminansia besar yaitu sapi potong, sapi perah dan kerbau pada tahun 2011 adalah 16,7 juta ekor, dari jumlah tersebut 14,8 juta ekor adalah sapi potong

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawa (PE) Kambing merupakan jenis ruminansia kecil yang memiliki tingkat pemeliharaan lebih efesien dibandingkan domba dan sapi. Kambing dapat mengkomsumsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Ransum Terhadap Bobot Potong Ayam dan Lemak Abdominal Persentase lemak abdominal ayam perlakuan cenderung didapatkan hasil yang lebih rendah dibandingkan ayam pembanding.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci lokal tipe pedaging merupakan kelinci yang sudah didomestikasi

TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci lokal tipe pedaging merupakan kelinci yang sudah didomestikasi II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelinci Kelinci lokal tipe pedaging merupakan kelinci yang sudah didomestikasi dari kelinci ras lain. Kelinci ini mempunyai potensi sebagai penghasil daging, bulu, feses dan urin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba sudah sejak lama diternakkan orang. Semua jenis domba memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Domba sudah sejak lama diternakkan orang. Semua jenis domba memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba Domba sudah sejak lama diternakkan orang. Semua jenis domba memiliki karakteristik yang sama. Semua adalah golongan atau kerajaan (kingdom) hewan yang termasuk Phylum : Chordata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking dikategorikan sebagai tipe pedaging yang paling disukai baik di Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat dibudidayakan

Lebih terperinci

Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap. jantan. Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H I.

Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap. jantan. Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H I. 1 Pengaruh penggunaan tepung azolla microphylla dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik kelinci keturunan flemish giant jantan Disusun Oleh : Sigit Anggara W.P H0504075 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor TINJAUAN PUSTAKA Sapi Faktor genetik ternak menentukan kemampuan yang dimiliki oleh seekor ternak sedang faktor lingkungan memberi kesempatan kepada ternak untuk menampilkan kemampuannya. Ditegaskan pula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelinci adalah salah satu ternak penghasil daging yang dapat dijadikan sumber protein hewani di Indonesia. Sampai saat ini masih sangat sedikit peternak yang mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha peternakan adalah ketersediaan pakan ternak secara kontinyu. Saat ini sangat dirasakan produksi hijauan makanan ternak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 16 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September 2012 yang bertempat di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci