BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab yang kedua ini, akan dibahas tentang 4 (empat) hal, yaitu (1) kajian teori, (2) hasil penelitian yang relevan, (3) kerangka berfikir, dan (4) hipotesis Kajian Teori Belajar Pengertian Belajar Belajar merupakan komponen paling vital dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa proses belajarsesungguhnya tidak pernah ada pendidikan (Syaiful Sagala, 2012: 13). Belajar menurut Morgan dalam Sagala (2012: 13) adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Hilgard dan Marquis dalam Sagala (2012: 13) juga berpendapat bahwa belajar merupakan proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran, dan sebagainya sehingga terjadi perubahan dalam diri. James L. Mursell dalam Sagala (2012: 13) mengemukakan belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajah, menelusuri, dan memperoleh sendiri. Menurut Gage (1984) belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Sedangkan Henry E. 9

2 10 Garret dalam Sagala (2012: 13) berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Anderson dalam Winarno (2013: 72) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif menetap terjadi dalam tingkah laku potensial sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan Winarno sendiri menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman individu dan bukan karena proses prtumbuhan fisik (Winarno, 2013: 72). Burton dalam Aunurrahman (2010: 35) merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Abdillah, mengemukakan bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspekaspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Berdasarkan beberapa pengertian belajar menurut para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku melalui kegiatan atau prosedur latihan yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang

3 11 terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari untuk memperolah tujuan tertentu dimana perubahan perilaku tersebut bersifat relatif permanen atau tetap Pengertian Hasil Belajar Nana Sudjana, (2004: 30) mengemukakan bahwa tujuan dalam proses belajar mengajar merupakan komponen pertama yang harus ditetapkan dalam proses pengajaran berfungsi sebagai indikator keberhasilan pengajaran. Tujuan ini pada dasarnya merupakan rumusan tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai dan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman dan kegiatan belajar dalam proses pengajaran. Isi tujuan pengajaran pada hakikatnya adalah hasil belajar yang diharapkan. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan (Agus Suprijono, 2009: 5). Wina Sanjaya, (2010: 257) mendefinisikan hasil belajar yang merupakan sesuatu yang diperoleh siswa sebagai konsekuensi dari upaya yang telah dilakukan sehingga terjadinya perubahan perilaku pada yang bersangkutan baik perilaku dalam bidang kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Menurut Bloom dalam Agus Suprijono, (2009: 6) berpendapat bahwa hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sementara menurut Lindgren dalam Agus Suprijono,

4 12 (2009: 7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki siswa setelah mengikuti kegiatan belajar dalam proses pengajaran. Hasil belajar ini dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku secara keseluruhan. Biasanya hasil belajar dapat ditunjukkan melalui nilai atau angka yang diperoleh siswa setelah dilakukan serangkaian proses evaluasi hasil belajar. Dengan adanya proses evaluasi hasil belajar, siswa akan mendapatkan informasi tentang efektivitas pembelajaran yang dilakukan sehingga akan menunjukkan tingkat ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan Jenis Hasil Belajar Menurut Bloom yang dikutip Nana Sudjana, (2004: 48) membagi hasil belajar dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris.

5 13 1) Ranah kognitif Anderson dan Krathwohl memperbaiki ranah kognitif taksonomi Bloom dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Kategori-kategori pada dimensi proses kognitif merupakan pengklasifikasian proses-proses kognitif siswa secara komprehensif yang terdapat dalam tujuan-tujuan dibidang pendidikan. Kategori-kategori dalam Revisi Taksonomi Bloom pada ranah kognitif yang terdiri dari enam level adalah sebagai berikut (Anderson dan Krathwohl, 2010: 43): a. Mengingat (remembering) berarti mengambil pengetahuan tertentu dari memori jangka panjang. b. Memahami (understanding) adalah mengkonstruksi makna makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru. c. Mengaplikasikan (applying) berarti menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu. d. Menganalisis (analyzing) berarti memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunannya dan menentukan hubunganhubungan antar bagian itu dan hubungan antar bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan. e. Mengevaluasi (evaluating) ialah mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan / atau standar.

6 14 f. Mencipta (creating) adalah memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal. Ringkasan perubahan struktural dari kerangka pikir asli ke revisinya dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Revisi Taksonomi Bloom Pada Ranah Kognitif Komponen Kata Benda Dimensi tersendiri Dimensi Pengetahuan Pengetahuan Komprehensi Kata Kerja Mengingat Memahami Aplikasi Mengaplikasikan Analisis Sintesis Menganalisis Mengevaluasi Dimensi Proses Kognitif Evaluasi Mencipta (Sumber: Anderson dan Krathwohl, 2010: 403) 2) Ranah Afektif Semua kategori dalam ranah afektif ini mengindikasikan berbagai cara yang membuat para pelajar waspada terhadap dan mengadopsi nilai-nilai serta sikap-sikap yang membimbing

7 15 tingkah laku manusia. Menurut Krathwohl dalam Kelvin Seifert (2008: ) klasifikasi ranah afektif adalah sebagai berikut: a. Menerima, adalah kesediaan untuk menjadi sensitif dan mengikuti aneka stimulus. b. Merespon, merupakan keinginan untuk melakukan sesuatu menyangkut stimulus atau gagasan disamping hanya sekedar menyadarinya. c. Menilai, merupakan perasaan dan keyakinan bahwa objek, gagasan, tertentu memiliki sebuah nilai. d. Mengorganisasikan, adalah menghubungkan nilai-nilai tertentu dalam usaha membentuk sebuah system, dan memutuskan prioritas dari masing-masing nilai tersebut. e. Melakukan karakterisasi melalui sebuah nilai atau kompleksitas nilai. Hal ini dapat ditunjukkan dengan mengorganisasikan nilai-nilai kedalam sebuah sistem, dan integrasi dari masing-masing sistem itu sendiri. 3) Ranah Psikomotoris Menurut Bloom dalam Agus Suprijono, (2009: 7) domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual. Dalam penelitian ini jenis hasil belajar yang akan di ukur hanyalah jenis hasil belajar pada ranah kognitif pada pembelajaran

8 16 PKnyang mencakup empat tingkatan yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3), serta analisis (C4). Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada ranah kognitif adalah tes objektif yang berupa pilihan ganda Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2010: 54) ada beberapa faktor yang yang dapat mempengaruhi belajar siswa. Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar. 1) Faktor intern, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu yang sedang belajar meliputi faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. 2) Faktor ekstern, merupakan faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapatlah dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu: a. Faktor keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.

9 17 b. Faktor sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standart pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. c. Faktor masyarakat Faktor masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar tersebut diperkuat dengan pendapat Munadi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Menurut Munadi dalam Rusman, (2012: 124) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut: a. Faktor Internal (1) Faktor Fisiologis Secara umum kondisi fisiologis, seperti kondisi kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran.

10 18 (2) Faktor Psikologis Beberapa faktor psikologis yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa. b. Faktor Eksternal (1) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil belajar meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. (2) Faktor Instrumental Factor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana, dan guru. Sesungguhnya faktor yang mempengaruhi belajar sejalan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Baik dalam faktor yang mempengaruhi hasil belajar dan faktor yang mempengaruhi hasil beajar metode sangat berperan dalam menopang keberhasilan proses belajar yang tercermin dalam hasil belajar siswa. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut, faktor eksternal merupakan faktor yang paling mempengaruhi hasil

11 19 belajar. Terutama pada faktor instrumental yaitu faktor guru dalam menentukan strategi pembelajaran berkenaan dalam memilih metode pembelajaran yang tepat. Satu hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan strategi dan metode pembelajaran adalah, bahwa strategi dan metode itu harus dapat mendorong siswa untuk beraktivitas sesuai dengan gaya belajarnya. Menurut Kokom Komalasari, (2013: 56) metode pembelajaran dapat dijabarkan kedalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran adalah sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Salah satu metode pembelajaran yang terbukti dapat mendorong siswa untuk beraktivitas adalah dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif. Menurut Warsono dan Hariyanto, (2013: 164) pembelajaran kooperatif terbukti merupakan pembelajaran yang efektif bagi bermacam karakteristik dan latar belakang sosial siswa karena mampu meningkatkan prestasi akademis siswa, baik bagi siswa yang berbakat, siswa yang kecakapannya rata-rata maupun siswa yang tergolong terlambat belajar. Teknik Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing merupakan bagian dari metode pembelajaran kooperatif yang dapat dikategorikan dalam metode pembelajaran kerja kelompok (Group work of learning). Menurut Nilson (2010: 107) yang mengacu pada ranah kognitif taksonomi Bloom, mengatakan bahwa metode

12 20 pembelajaran kerja kelompok (Group work of learning) efektif untuk membantu mencapai hasil belajar siswa pada ranah kognitif yaitu pada tingkat pemahaman (comprehension) siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Solihatin, (2011: 5) juga mengatakan bahwa bekerja secara bersama-sama diantara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Penggunaan metode pembelajaran kerja kelompok dengan adanya keterlibatan emosional dan mental siswa serta kesediaan siswa untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap siswa dalam pemahaman dan penguasaan materi, sehingga siswa tidak menemukan hambatan dan kendala yang dapat menghambat pemahaman dan penguasaan mata pelajaran secara efektif di dalam kelas Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Miftahul Huda (2011: 32) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai metode pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara kelompok. Tetapi pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok karena

13 21 dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdependensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi,2002: 14, dalam Riyadi Purworedjo, 2009: 2). Menurut pendapat Anita Lie, (2008: 29) bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksaan prosedur model cooperative learning dengan benar-benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok (Solihatin, E., dan Rahardjo, 2007: 4). Agus Suprijono, (2009: 61) mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar

14 22 berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif menurut beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah metode pembelajaran yang berpusat pada siswa yang dapat meningkatkan prestasi akademik dan aktivitas sosial dengan cara menerapkan komunikasi interpersonal dalam keterlibatan siswa dalam kelompoknya Teknik Pembelajaran Two Stay Two Stray Pengertian Teknik Pembelajaran Two Stay Two Stray Terdapat banyak metode pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar yang dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran, salah satu diantaranya adalah metode pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray. Anita Lie (2002:61) mengemukakan bahwa metode Two Stay Two Stray (TSTS) adalah salah satu teknik dalam metode diskusi yang berbasis cooperative learning. Menurut Kokom Komalasari, (2013: 69) menyatakan bahwa Two Stay Two Stray memberi kesempatan kepada

15 23 kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Teknik belajar mengajar Two Stay Two Stray adalah teknik yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan bisa digunakan bersama dengan teknik kepala bernomor. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Menurut Anita Lie, (2002: 60), banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu dengan yang lainnya. Lebih lanjut Anita Lie menjelaskan bahwa struktur Two Stay Two Stray memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain Langkah-langkah Teknik Pembelajaran Two Stay Two Stray Sintak teknik Two Stay Two Stray dapat dilihat pada rincian tahap-tahap berikut ini (Miftahul Huda, 2013: 207): 1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen,

16 24 misalnya satu kelompok terdiri dari 1 siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, dan 1 siswa berkemampuan rendah. Hal ini dilakukan karena pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk membelajarkan (Peer Tutoring) dan saling mendukung. 2. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompok masing-masing. 3. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir. 4. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain. 5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka kepada tamu dari kelompok lain. 6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

17 25 7. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka Kelebihan Teknik Pembelajaran Two Stay Two Stray Menurut Kagan (dalam Istarani, 2012: 201) Keunggulan TSTS adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, menghindari rasa bosan yang disebabkan pembentukkan kelompok secara permanen, dan melatih kemampuan siswa dalam memberikan informasi kepada temannya yang di dalam kelompok. Miftahul Huda, (2011: 140) juga mengatakan bahwa kelebihan dari teknik ini yaitu dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan umur kemudian memungkinkan setiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok - kelompok lain. Menurut Warsono dan Hariyanto, (2012: 235) aktifitas pada struktur Two Stay Two Stay dapat mendorong siswa untuk berfikir kreatif dan analitis dalam kelompok Kekurangan Teknik Pembelajaran Two Stay Two Stray Sedangkan kekurangan dari teknik Two Stay Two Stray yaitu: membutuhkan waktu yang lama, siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, guru membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga), guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

18 Teknik Pembelajaran Snowball Throwing Pengertian Teknik Pembelajaran Snowball Throwing Proses belajar dikatakan dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran adalah apabila siswa mampu mengajukan pertanyaan untuk menggali materi yang belum dijelaskan oleh guru. Salah satu model pembelajaran yang menitikberatkan pada kemampuan siswa untuk merumuskan pertanyaan adalah metode pembelajaran Snowball Throwing. Menurut Kokom Komalasari, (2013: 67) Snowball Throwing merupakan teknik pembelajaran yang menggali potensi kepemimpinan siswa dalam kelompok dan keterampilan membuat-menjawab pertanyaan yang dipadukan melalui suatu permainan imajinatif membentuk dan melempar bola salju. Snowball Throwing menurut asal katanya berarti bola salju bergulir yang dapat diartikan sebagai pembelajaran dengan menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk seperti bola kemudian dilemparkan secara bergiliran diantara sesama siswa (Isjoni, 2013: 24). Menurut Hasan Fauzi, (2009: 155) model Snowball Throwing (melempar bola) merupakan jenis pembelajaaran kooperatif yang didesain seperti permainan melempar bola. Metode ini bertujuan untuk memancing kreatifitas dalam

19 27 membuat soal sekaligus menguji daya serap materi yang disampaikan oleh ketua kelompok. Karena berupa permainan, siswa harus dikondisikan dalam keadaan santai tetapi tetap terkendali tidak ribut, kisruh atau berbuat onar. Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas bahwa teknik Snowball Throwing adalah teknik pembelajaran yang didesain berupa permainan imajinatif membuat dan membentuk pertanyaan yang digulung seperti bola salju kemudian dilemparkan secara bergiliran diantara sesama siswa Langkah-langkah Teknik Pembelajaran Snowball Throwing Menurut Agus Suprijono (2009:128) sintak langkahlangkah model pembelajaran Snowball Throwing adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan. 2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. 3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.

20 28 4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerja untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. 5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit. 6. Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. 7. Evaluasi. 8. Penutup Kelebihan Teknik Pembelajaran Snowball Throwing Menurut Miftahul Huda, (2013: 226) kelebihan teknik pembelajaran Snowball throwing adalah untuk melatih kesiapan siswa dan saling memberikan pengetahuan. Snowball Throwing juga dapat melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain dan menyampaikan pesan tersebut kepada teman satu kelompoknya. Snowball Throwing ini digunakan untuk memberikan konsep pemahaman materi yang sulit kepada siswa serta dapat juga

21 29 digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan siswa dalam materi tersebut Kekurangan Teknik Pembelajaran Snowball Throwing Adapun kekurangan teknik pembelajaran Snowball throwing menurut Miftahul huda, (2013: 228) adalah karena pengetahuan yang diberikan tidak terlalu luas dan hanya berkisar pada apa yang telah diketahui siswa. Sering kali, metode ini berpotensi mengacaukan suasana daripada mengefektifkannya Pendidikan Kewarganegaraan Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan kewarganegaraan dapat didefinisikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam mengembangkan kecintaan, kesetiaan, keberanian untuk berkorban untuk membela bangsa dan tanah air Indonesia (Bakry, 2009: 3). Winataputra dalam Winarno, (2013: 7) mengartikan pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bidang kajian yang mempunyai objek telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan, menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta disiplin ilmu lain yang relevan, yang secara koheren, diorganisasikan dalam bentuk program kurikuler

22 30 kewarganegaraan, aktivitas sosial kultural kewarganegaraan, dan kajian ilmiah kewaganegaraan. Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, Pendidikan Kewarganegaraan diartikan sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD John J. Cogan dalam Winarno (2013: 4) mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan civic education adalah suatu mata pelajaran dasar disekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya. Menurut Cholisin dalam Winarno, (2013: 6) secara terminologis, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Indonesia diartikan sebagai pendidikan politik yang fokus materinya adalah peranan warga negara dalam kehidupan bernegara yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk membina peranan tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

23 31 Pendidikan Kewarganegaraan sebagai kajianyang bersifat multidisiplin mengambil peran tidak hanya sebagai pendidikan politik.misalnya, dikatakan Pendidikan Kewarganegaraan berperan sebagai pendidikan nilai moral, pendidikan politik, pendidikan hukum, dan pendidikan bela negara (Sapriya dalam Winarno, 2013: 7) PKn Pada Kurikulum 2006 (KTSP) Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran dimunculkan dengan nama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan disingkat PKn (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tersebut, PKn diartikan sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD Sedangkan tujuan dari pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isunkewarganegaraan.

24 32 2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. 4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan maksud dan tujuan dari mata pelajaran PKn di atas, maka PKn memiliki dan sejalan dengan tiga fungsi pokok pendidikan kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan warga negara yang demokratis, yakni mengembangkan kecerdasan warga negara (civic intelligence), membina tanggung jawab warga negara (civic responsibility) dan mendorong partisipasi warga negara (civic participation) (Winarno, 2013: 19). Dalam Standart Isi PKn 2006, materi pembelajaran PKn sekolah disebut sebagai ruang lingkup PKn. Ruang lingkup PKn ada 8 meliputi persatuan dan kesatuan bangsa; norma, hukum dan peraturan; hak asasi manusia; kebutuhan

25 33 warga negara; konstitusi negara; kekuasaan dan politik; Pancasila; dan globalisasi dengan jabarannya masing-masing. Menurut Winataputra (dalam Winarno, 2013: 34) mengatakan bahwa, justru PKn sekarang ini lebih banyak kajian pada ketatanegaraan dan pengetahuan tentang sistem politik demokrasi. Warsono (2010) juga menyatakan bahwa sekarang ini PKn lebih menekankan pada aspek kehidupan bernegara yang merupakan penjabaran dari Pancasila sebagai dasar negara dan diakui memang ruang lingkup materi PKn jauh lebih luas, karena memberi wawasan global sesuai dengan segala aspeknya, namun sangat sedikit menyentuh pendidikan karakter. Pada penelitian ini, materi yang menjadi fokus penelitian adalah materi pelajaran PKn kelas VIII SMP tepatnya pada pokok bahasan Kedaulatan Rakyat Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia.Dimana dalam kurikulum KTSP (2006) Standart Kompetensi (SK) yang digunakan pada penelitian ini adalah Memahami kedaulatan rakyat dan sistem pemerintahan di Indonesia.Sedangkan Kompetensi Dasar (KD 2) dari materi ini adalah Mendeskripsikan sistem pemerintahan Indonesia dan peran lembaga negara sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.

26 34 Adapun indikator pencapaian yang ingin diwujudkan setelah terjadinya proses pembelajaran adalah diharapkan siswa dapat: 1) Menyebutkan lembaga-lembaga penyalur aspirasi rakyat 2) Menyebutkan lembaga negara RI menurut UUD 1945 amandemen 3) Menunjukkan kedudukan masing-masing lembaga negara RI 4) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang MPR 5) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang DPR 6) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang DPD 7) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang Presiden 8) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang DPRD 9) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang MK 10) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang MA 11) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang KY 12) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang BPK 13) Menjelaskan keanggotaan, fungsi, tugas, wewenang Bank Sentral

27 35 Berdasarkan SK, KD dan Indikator materi pelajaran pada kurikulum KTSPdapat diketahui bahwa dalam kurikulum KTSP, keberhasilan proses belajar lebih banyak diukur dari kemampuan siswa menguasai materi pelajaran. Hal ini dapat dilihat dari indikator yang ditentukan lebih banyak bahkan seluruhnya menguji kemampuan kognitif siswa dalam setiap mata pelajaran. Winarno, (2013: 34-35) juga menyatakan bahwa, setelah berjalan kurikulum KTSP PKn tahun 2006 selama 5 (lima) tahun terakhir ini, dirasakan bahwa muatan kognitif PKn masih dianggap terlalu besar, sementara penekanan pada aspek disposisi dan keterampilan kewarganegaraan kurang. Berdasarkan ranah kompetensi terdapat ketidakseimbangan ranah kompetensi PKn sebagai muatan KD untuk tiap-tiap SK dimana, aspek sikap dan perilaku yang menjadi stressing PKn proporsinya relatif lebih sedikit bila dibandingkan dengan ranah pengetahuan PKn Pada Kurikulum 2013 Pada Kurikulum 2013, PKn dinyatakan bahwa disesuaikan dengan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Perubahan atau disebut sebagai penyesuaian ini dimaksudkan agar dapat mengakomodasi perkembangan dan persoalan yang berkembang di

28 36 masyarakat. Penyesuaian menuju mata pelajaran PPKn ini juga dilakukan untuk mengakomodasi subtansi 4 pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika sebagai ruang lingkup baru (Winarno, 2013: 35). Sedangkan menurut Winarno, (2013: 37) yang berdasarkan pada naskah Penguatan Kurikulum Mata Pelajaran PPKn 2012, tujuan dari mata pelajaran PPKn kurikulum baru adalah sebagai berikut: 1. PPKn tidak bisa dipisahkan dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam pasal 3 UU sistem Pendidikan Nasional. 2. PPKn bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, semangat Bhineka Tunggal Ika, dan Komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan ruang lingkup PPKn adalah: 1. Pancasila, sebagai dasar negara, pandangan hidup, dan ideologi nasional Indonesia serta etika dalam pergaulan internasional

29 37 2. UUD 1945, sebagai hukum dasar yang menjadi landasan konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara 3. Bhineka Tunggal Ika, sebagai wujud komitmen keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang utuh dan kohesif secara nasional dan harmonis dalam pergaulan antar bangsa; dan 4. NKRI, sebagai bentuk final Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia. Menurut Winarno, (2013: 37) pada Kurikulum 2013 dalam PPKn, Pancasila ditempatkan sebagai entitas inti yang menjadi sumber rujukan dan ukuran keberhasilan dari keseluruhan ruang lingkup mata pelajaran. UUD 1945, semangat Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen NKRI ditempatkan sebagai bagian integral dari keseluruhan tatanan penyelenggaraan negara yang berdasarkan atas dan bermuara pada sistem nilai dan moral Pancasila. Materi yang menjadi fokus penelitian ini adalah materi pelajaran Kedaulatan rakyat dalam Sistem pemerintahan Indonesia tepatnya pada KD 2 yaitu Mendeskripsikan sistem pemerintahan Indonesia dan peran lembaga negara sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dalam kurikulum KTSP. Materi

30 38 tersebut juga masih dan diajar dalam Kurikulum Hal itu terdapat dalam pelaksanaan KI dan KD Kurikulum 2013 berikut ini: KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR 1. Menghargai dan 1.1 Menghargai perilaku menghayati ajaran agama yang dianutnya 2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya beriman,dan bertaqwa kepada TuhanYME dan berakhlak mulia dalam kehidupan di lingkungan sekolah, masyarakat, bangsa, dan Negara 2.1 Menunjukkan semangat dan komitmen kebangsaan seperti yang ditunjukkan oleh para pendiri negara dalam menetapkan Pancasila sebagai dasar negara 2.2 Menunjukkan semangat kebangsaan dan kebernegaraan seperti yang ditunjukkan oleh para pendiri negara dalam dalam menetapkan UUD1945 sebagai landasan konstitusional negara kebangsaan 2.3 Menunjukkan sikap kebersamaan dalam keberagaman masyarakat sekitar 2.4 Menghargai semangat dan

31 39 komitmen sumpah pemuda dalam kehidupan bermasyarakat sebagaimana ditunjukkan oleh tokoh-tokoh pemuda pada saat mendeklarasikan Sumpah Pemuda tahun Menghargai semangat dan komitmen persatuan dan kesatuan bangsa untuk memperkuat dan memperkokoh NKRI 3. Memahami dan 3.1 Memahami nilai-nilai Pancasila menerapkan sebagai dasar negara dan pengetahuan (faktual, pandangan hidup bangsa konseptual, dan 3.2 Menjelaskan lembaga-lembaga prosedural) berdasarkan negara dalam UUD Negara rasa ingin tahunya Republik Indonesia Tahun 1945 tentang ilmu 3.3 Mendiskusikan tata urutan pengetahuan, teknologi, peraturan perundang-undangan seni, budaya terkait nasional fenomena dan kejadian 3.4 Membedakan norma dan tampak mata kebiasaan antardaerah di Indonesia 3.5 Memahami hak asasi manusia dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun Mendeskripsikan makna keberagaman dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika 3.7 Mendiskusikan unsur-unsur

32 40 Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 4. Mengolah, menyaji, 4.1 Menyajikan dan melaksanakan dan menalar dalam nilai-nilai Pancasila sebagai ranah konkret dasar negara dan pandangan (menggunakan, mengurai, merangkai, hidup bangsa dalam kehidupan sehari-hari memodifikasi, dan 4.2 Menyajikan hubungan fungsi membuat) dan ranah antar lembaga-lembaga negara abstrak (menulis, dalam UUD Negara Republik membaca, menghitung, Indonesia Tahun Melaksanakan kewajiban sesuai menggambar, dan peraturan perundang-undangan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori dalam kehidupan sehari-hari 4.4 Melaksanakan hasil pengamatan tentang norma, dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat Indonesia 4.5 Mengamati dan melaksanakan kewajiban asasi manusia sebagaimana diatur UUD 4.6 Mengamati dan melakukan kerjasama dalam masyarakat yang beragam dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika 4.7 Mengamati dan menyajikan unsur-unsur NKRI sebagai satu kesatuan yang utuh Dalam Kurikulum 2013, KI dan KD pada materi yang dipelajari siswa lebih berorientasi untuk mengembangkan

33 41 keseimbangan antara pengembangan sikap (keagamaan dan sosial), rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik. Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013, yang menekankan pada dimensi pedagogik modern menggunakan pendekatan ilmiah sebagai katalisator utamanya. Pendekatan ilmiah (scientific approach) diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah. Pendekatan scientific pada kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia menjabarkan langkah-langkah pembelajaran tersebut menjadi lima, yaitu: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Pada pembelajaran PPKn yang menitik beratkan pada pendidikan nilai moral yang serba Pancasila yang dikemas menggunakan suatu pendekatan berpikir dan berbuat yang diawali dengan mengamati dan menanya sampai kemudian siswa berupaya untuk mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan akhirnya akan bermuara kepada tingkatan mencipta (to create) yang tentunya terdapat unsur kreativitas di dalamya. Hal ini akan membantu untuk terbentuknya manusia

34 42 Indonesia yang memiliki semangat kebangsaaan dan cinta tanah air Penelitian yang Relevan 1) Penelitian yang dilakukan oleh Ria Titis Susantika dengan judul penelitian Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Dua Tamu Dua Tinggal (Two Stay Two Stray) Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Bandung Tulungagung. Penelitian ini termasuk penelitian Quasi Eksperimental dengan subjek penelitian kelas VII-F sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-E sebagai kelas kontrol. Dari analisis data diketahui bahwa rata-rata hasil belajar siswa pada kelas eksperimen sebesar 19,63 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 11,67 dengan nilai sig.(2 tialed) 0,000. Dengan demikian sig.(2 tailed) 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray berpengaruh terhadap hasil belajar geografi siswa kelas VII SMP Negeri 1 Bandung Tulungagung. 2) Penelitian yang di lakukan oleh Citra Marita Sari dengan judul penelitian Pengaruh Model Pembelajaran Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Kognitif Siswa Kelas VIII Mata Pelajaran Ekonomi di SMP N 4 Malang. Jenis penelitian ini adalah Quasi eksperimental dengan desain Nonequivalent Control Group Design. Sampel yang digunakan adalah siswa kelas VIII C sebagai kelas kontrol dan siswa kelas VIII D sebagai kelas eksperimen. Dari hasil analisis data diketahui bahwa sig (2-tailed)

35 43 pre-test kelas eksperimen dan kontrol sebesar sig (2-tailed) 0,159 > sig (α = 0,05), maka Ho diterima, yang berarti bahwa kemampuan awal siswa kelas ekperimen dan kelas kontrol sebelum diberi perlakuan adalah sama. Soal post-test kemudian di uji hipotesis dan hasilnya nilai sig (2-tailed) 0,02 < sig (α = 0,05), maka H1 diterima dan H0 ditolak, hal ini menunjukkan bahwa model pembelajran Snowball Throwing mempengaruhi hasil belajar siswa kelas VIII mata pelajaran Ekonomi di SMP N 4 Malang. 3) Penelitian yang dilakukan oleh Ambarita Geltry J. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiapakah ada perbedaan kemampuan pemahan konsep yang diajarkan dengan metode Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing pada materi bilangan berpangkat di kelas VII SMP Negeri 1 Simanindo T.A 2013/2014. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-E sebagai kelas eksperimen dengan metode Two Stay Two Stray dan kelas VII-D sebagai kelas eksperimen dengan metode Snowball Throwing. Jenis penelitian ini yaitu eksperimen semu. Dari hasil analisa data postes dengan menggunakan taraf uji-t α = 0,05 diperoleh ttabel = 1,9973 dan thitung = -2,5492, terlihat bahwa thitung ttabel (-2,5492 < 1,9973) yang berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi, disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan pemahaman konsep siswa yang diajarkan dengan metode Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing di kelas VII SMP Negeri 1 Simanindo.

36 Kerangka Berpikir Dari uraian pada kajian teori diatas, maka dapat digambarkan alur kerangka pemikiran untuk mengarahkan jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka kerangka pemikiran dapat digambarkan seperti berikut ini: Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Proses pembelajaran Kelas eksperimen (Two Stay Two Stray) siswa bekerja sama secara aktif dalam mendiskusikan dan memberikan informasi tentang materi kepada kelompok lain Hasil belajar Kelas kontrol (Snowball Throwing) siswa lebih aktif dan keberhasilan pembelajaran bergantung pada kemampuan ketua kelompok dalam menjelaskan materi dan kualitas pertanyaan Hasil belajar Dalam penelitian ini, hasil belajar dari kelas eksperimen akan dibandingkan dengan kelas kontrol. Kedua kelas tersebut, akan diberikan perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajarannya. Pada kelas eksperimen pembelajaran akan dilakukan dengan menggunakan teknik Two Stay Two Stray, sedangkan untuk kelas kontrol pembelajaran akan dilakukan dengan menggunakan teknik Snowball Throwing.

37 45 Pada dasarnya pembelajaran dengan menggunakan teknik Two Stray Two Stray akan menuntut setiap siswa untuk dapat berperan aktif untuk mencari informasi dari dalam kelompoknya maupun dari dua tamu dari kelompok lain. Dalam proses pembelajaran ini guru akan memantau jalannya proses diskusi dan diakhir proses diskusi, guru akan menyimpulkan hasil pekerjaan siswa yang dilakukan secara berkelompok sehingga dapat meningkatkan hasil belajar serta daya ingat karena saling mengajarkan materi yang sudah dipelajari. Demikian halnya dengan teknik Snowball Throwing. Dalam pembelajaran dengan menggunakan teknik Snowball Throwing siswa lebih berperan aktif dimana, siswa harus menggunakan bola bertanya dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran diantara sesama anggota kelompok. Tetapi keberhasilan proses pembelajaran ini sangat bergantung pada kemampuan ketua kelompok dalam menjelaskan materi dan kualitas pertanyaan dari anggota kelompoknya sehingga hasil belajar siswa menjadi rendah. Setelah kelas eksperimen maupun kelas kontrol diberikan perlakuan dengan teknik Two Stay Two Stray dan Snowball Throwing diberi tes sebagai postes. Hasil belajar kedua kelas tersebut selanjutnya akan diolah dengan statistik untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa.

38 Hipotesis Berdasarkan kerangka berfikir tersebut dapat ditarik hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan penggunaan teknik pembelajaran Two Stay Two Stray dengan teknik pembelajaran Snowball Throwing terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn kelas VIII SMP Stella Matutina Salatiga Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014.

BAB I PENDAHULUAN. belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab yang pertama ini, akan dibahas tentang 4 (empat) hal, yaitu (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, dan (4) manfaat penelitian. 1.1. Latar Belakang Pendidikan

Lebih terperinci

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (PPKn) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) / MADRASAH TSANAWIYAH (MTs)

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (PPKn) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) / MADRASAH TSANAWIYAH (MTs) KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (PPKn) SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) / MADRASAH TSANAWIYAH (MTs) KELAS: VII KOMPETENSI INTI 1. Menghargai dan menghayati ajaran

Lebih terperinci

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK A. SD/MI KELAS: I STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK Kompetensi Dasar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1. Menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana bagi manusia untuk mampu menmbuhkembangkan potensi diri, sosial, dan alam di kehidupannya. Sesuai dengan perkembangan zaman yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seseorang. Ada beberapa teori belajar salah satunya adalah teori belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seseorang. Ada beberapa teori belajar salah satunya adalah teori belajar 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Aktivitas dan Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku seseorang. Ada beberapa teori belajar salah satunya adalah teori

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS Ani Rosidah anirosidah.cjr@gmail.com Universitas Majalengka ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Dalam lampiran Permendiknas No 22 tahun 2006 di kemukakan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIAH (SMP/MTs)

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIAH (SMP/MTs) KOMPETENSI INTI DAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIAH (SMP/MTs) MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (PPKn) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JAKARTA, 2015 KOMPETENSI INTI

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF SNOWBALL THROWING KELAS VII.1 SMP NEGERI 5 TEBING TINGGI

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF SNOWBALL THROWING KELAS VII.1 SMP NEGERI 5 TEBING TINGGI PENINGKATAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF SNOWBALL THROWING KELAS VII.1 SMP NEGERI 5 TEBING TINGGI FAUZIAH NASUTION Guru SMP Negeri 5 kota Tebing Tinggi Email

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan. Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus.

BAB I PENDAHULUAN. konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan. Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus. BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. akan dibahas secara khusus keempat bagian-bagian tersebut.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. akan dibahas secara khusus keempat bagian-bagian tersebut. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab yang keempat ini, Hasil Penelitian dan Pembahasan akan membahas tentang 4 (empat) bagian, yaitu (1) gambaran umum penelitian, (2) hasil penelitian, (3) uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini bangsa Indonesia terus berusaha untuk meningkatkan masyarakatnya menjadi masyarakat yang berbudaya demokrasi, berkeadilan dan menghormati hak-hak

Lebih terperinci

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) KURIKULUM 2013 KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) / MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) KELAS VII - IX MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) Nama Guru NIP/NIK Sekolah : : : 1

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. murid setelah ia menerima pengalaman belajarnya. 1. anak setelah melakukan suatu kegiatan belajar. 2

BAB II KAJIAN TEORI. murid setelah ia menerima pengalaman belajarnya. 1. anak setelah melakukan suatu kegiatan belajar. 2 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Hasil Belajar Matematika a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki murid setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Lebih terperinci

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL STANDAR KOMPETENSI GURU KURIKULUM 2006 (KTSP)

SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL STANDAR KOMPETENSI GURU KURIKULUM 2006 (KTSP) SERI MATERI PEMBEKALAN PENGAJARAN MIKRO 2015 PUSAT PENGEMBANGAN PPL & PKL STANDAR KOMPETENSI GURU KURIKULUM 2006 (KTSP) UU No. 14/2005 (UUGD) Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan

Lebih terperinci

Alokasi Waktu. Sumber Belajar

Alokasi Waktu. Sumber Belajar Satuan Pendidikan : SMK/MAK Mata Pelajaran : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Kelas : XII (dua belas) Kompetensi Inti : KI 1 : Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya KI 2

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Menurut Lindgren dalam Agus Suprijono (2011: 7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang sama juga dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tersebut menurun drastis menjadi hanya 18% waktu mereka berusia 16

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tersebut menurun drastis menjadi hanya 18% waktu mereka berusia 16 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kegiatan penting setiap orang, termasuk di dalamnya belajar bagaimana seharusnya belajar. Sebuah survey memperlihatkan bahwa 82% anak-anak

Lebih terperinci

BAB II Kajian Pustaka

BAB II Kajian Pustaka 4 BAB II Kajian Pustaka 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar 2.1.2.1 Pengertian Hasil Belajar Belajar adalah proses kegiatan dan bukan hasil suatu tujuan (Oemar Hamalik, 2008). Hasil belajar menunjukkan

Lebih terperinci

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMALB TUNARUNGU

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMALB TUNARUNGU - 689 - G. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMALB TUNARUNGU KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Minat Belajar 2.1.1.1 Pengertian Minat Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia serta keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia serta keterampilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Slameto

Lebih terperinci

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMALB TUNANETRA

G. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMALB TUNANETRA - 300 - G. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMALB TUNANETRA KELAS: X Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Pendidikan atau pengajaran di sekolah dikatakan berhasil apabila perubahan-perubahan yang tampak pada siswa harus merupakan akibat dari proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Hakekat Belajar. a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR AND SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI SAWAH 2 CIPUTAT Mirna Herawati Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kajian Teori BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray a) Pengertian model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray Menurut Isjoni (2010, h.15 ) model pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi seluruh umat manusia. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan seperti. Tahun 2003, yang menjelaskan bahwa :

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi seluruh umat manusia. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan seperti. Tahun 2003, yang menjelaskan bahwa : BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pendidikan adalah persemaian dari kehidupan moral suatu masyarakat serta revitalisasi moral masyarakat itu sendiri. Untuk itu, peranan pendidikan dianggap sangat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab II kajian pustaka berisi tentang kajian teoriyang menjelaskan tentang pembelajaran,pengertian dari IPA sebagai ilmu pengetahuan yang berisi tentang alam semesta. Hasil belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga Negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

Oleh Sri Mujayani SMP Negeri 1 Wonoayu

Oleh Sri Mujayani SMP Negeri 1 Wonoayu 153 PENINGKATAN HASIL BELAJAR PADA MATERI KEGIATAN EKONOMI DAN PEMANFAATAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DI SMP NEGERI 1 WONOAYU Oleh Sri Mujayani SMP Negeri 1 Wonoayu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Ilmu Pengetahuan Sosial 1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial Pendidikan ilmu pengetahuan sosial merupakan proses mendidik dan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dipandang sebagai salah satu faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi, yaitu melalui meningkatkan produktivitas tenaga kerja terdidik. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003:

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003: pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang Vol.4 No 1 Pebruari 2017 ISSN

BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang Vol.4 No 1 Pebruari 2017 ISSN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DALAM UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS III SDN MARGAHAYU PADA MATERI KEANEKARAGAMAN BUDAYA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. KAJIAN TEORI 1. Lingkungan Sekolah a. Pengertian Lingkungan Sekolah Manusia sebagai makhluk sosial pasti akan selalu bersentuhan dengan lingkungan sekitar,

Lebih terperinci

19. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMP/MTs

19. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMP/MTs 19. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SMP/MTs KELAS: VII KOMPETENSI INTI 1 (SIKAP SPIRITUAL) 1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya KOMPETENSI INTI 2 (SIKAP

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Sosial Bidang studi IPS yang masuk ke Indonesia adalah berasal dari Amerika Serikat, yang di negara asalnya disebut Social Studies. Pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat berubah saat ini membutuhkan manusia yang siap dan tanggap. Salah satu cara untuk menghasilkan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan dihampir semua aspek kehidupan manusia, termasuk dalam pendidikan formal. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyatuan materi, media, guru, siswa, dan konteks belajar. Proses belajar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Belajar Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di dalam kelas. Dalam proses itu terdapat proses pembelajaran yang berlangsung akibat penyatuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memeperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka

BAB II. Kajian Pustaka 5 BAB II Kajian Pustaka 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hakekat PKn Pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai metode untuk mengembangkan keterampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi lebih baik. Purwanto (2009:10)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru,

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yang meliputi: guru, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pendidikan pada umumnya dilaksanakan disetiap jenjang pendidikan melalui pembelajaran. Oleh karena itu, ada beberapa komponen yang menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa tergantung pada kemajuan sumber daya manusianya.

I. PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa tergantung pada kemajuan sumber daya manusianya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa tergantung pada kemajuan sumber daya manusianya. Jadi bukan ditentukan oleh canggihnya peralatan atau megahnya gedung, juga tidak tergantung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Hasil Belajar 2.1.1.1. Pengertian Hasil Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA Leo Sutrisno (2008), mendefinisikan hasil belajar sebagai gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya tujuan pendidikan yaitu mengembangkan pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya tujuan pendidikan yaitu mengembangkan pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan. Pada hakikatnya tujuan pendidikan yaitu mengembangkan pengetahuan dan kepribadian manusia. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Model Pembelajaran Snowball Throwing

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Model Pembelajaran Snowball Throwing BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Model Pembelajaran Snowball Throwing 2.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Snowball Throwing Menurut Ismail, (2008:27) Snowball Throwing berasal dari dua kata yaitu snowball dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Hamalik (2009: 155) hasil belajar tampak sebagai

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Hamalik (2009: 155) hasil belajar tampak sebagai BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Hamalik (2009: 155) hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa,

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : SMP... Mata Pelajaran : Matematika Kelas / Semester : VII / 1 Materi Pokok : Perbandingan dan Skala Alokasi Waktu : 1 JP x 30 Menit ( 1 kali pertemuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena kemajuan suatu negara akan sangat dipengaruhi oleh kualitas

I. PENDAHULUAN. karena kemajuan suatu negara akan sangat dipengaruhi oleh kualitas 1 I. PENDAHULUAN Bagian pertama ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Cooperative Learning Tipe Make A Match 2.1.1 Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan yang digunakan oleh guru untuk mencapai keberhasilan dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik Melalui Pembelajaran PKn Dalam Mengembangkan Kompetensi (Studi Kasus di SMA Negeri 2 Subang)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam ilmu pengetahuan sebagai penggerak utama perubahan menuntut pendidikan untuk terus maju melakukan adaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang telah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang telah dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang telah dilakukan oleh penulis di kelas XII-A SMK 45 Lembang, baik wawancara dengan guru maupun siswa, diketahui bahwa

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Gagne (dalam Slameto, 2007:43) lima kategori hasil belajar yaitu (1) informasi verbal; (2) keterampilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Hakikat Belajar Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat perkembangan suatu bangsa. Banyak pihak sangat berharap bahwa pendidikan akan mampu memosisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Di Indonesia, semua orang tanpa terkecuali berhak untuk mendapatkan pendidikan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KI - KD DENGAN IPK DAN MATERI PEMBELAJARAN

ANALISIS KETERKAITAN KI - KD DENGAN IPK DAN MATERI PEMBELAJARAN No. Dokumen : F/751/WKS1/P/3 No. Revisi : 0 Tanggal Berlaku : 1 Juli 2016 ANALISIS KETERKAITAN KI - KD DENGAN IPK DAN MATERI PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : SMA Negeri 1 Godean Mata Pelajaran : Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika 21 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Matematika a. Pengertian Matematika Russefendi ET (Suwangsih dan Tiurlina, 2006: 3), menjelaskan bahwa kata matematika berasal dari perkataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question

BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question 1 BAB I PENDAHULUAN Penerapan Model Pembelajaran Active Learning Tipe Quiz Team Dengan Keterampilan Bertanya Probing Question untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa pada Pembelajaran PKn (Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk. menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk. menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem politik Indonesia dewasa ini sedang mengalami proses demokratisasi yang membawa berbagai konsekuensi tidak hanya terhadap dinamika kehidupan politik nasional,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hamalik,1995:57) dalam (http://gurulia.wordpress.com). memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu, sehingga dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Hamalik,1995:57) dalam (http://gurulia.wordpress.com). memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu, sehingga dalam 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Cooperative Learning Learning (Pembelajaran) adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Hasil Belajar Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai, yaitu perubahan yang menjadi semakin baik setelah melaksanakan

Lebih terperinci

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) 29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena usaha individu yang bersangkutan. Menurut Winataputra (2008: 1.4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena usaha individu yang bersangkutan. Menurut Winataputra (2008: 1.4) 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar 1. Hakikat Belajar Hakikat belajar adalah suatu aktivitas yang mengharapkan perubahan tingkah laku pada diri individu yang belajar. Perubahan tingkah laku terjadi karena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kajian Teori. 1. Model Cooperative Learning. a. Pengertian Cooperative Learning

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kajian Teori. 1. Model Cooperative Learning. a. Pengertian Cooperative Learning BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Model Cooperative Learning a. Pengertian Cooperative Learning Cooperative Learning yaitu pembelajaran yang mengarahkan anak untuk saling bekerja sama secara terarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pendidikan sangat penting dilakukan dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Optimalisasi pendidikan sangat penting dilakukan dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Optimalisasi pendidikan sangat penting dilakukan dalam rangka membentuk ouput sumber daya manusia yang unggul, baik dalam pengetahuan, keterampilan, maupun sikap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan observasi di SMP Pelita Bangsa Bandar Lampung, pada proses pembelajaran banyak guru menggunakan media interaktif ketika menjelaskan materi pelajaran

Lebih terperinci

: SMP Muhammadiyah Kasihan Bantul Mata Pelajaran : PPKn Kelas/ Semester : VII / 1

: SMP Muhammadiyah Kasihan Bantul Mata Pelajaran : PPKn Kelas/ Semester : VII / 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Sekolah : SMP Muhammadiyah Kasihan Bantul Mata Pelajaran : PPKn Kelas/ Semester : VII / 1 Materi Pokok : Perumusan Dasar Negara Alokasi Waktu : 1 x Pertemuan ( 3 x 40 menit)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan kemampuan manusia agar dapat menghasilkan pribadi-pribadi manusia yang berkualitas. Dwi Siswoyo,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. www.kangmartho.c om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran

BAB II KAJIAN TEORI. membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran 12 BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat berperan penting dalam memajukan bangsa, kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat berperan penting dalam memajukan bangsa, kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat berperan penting dalam memajukan bangsa, kualitas pendidikan yang baik akan melahirkan generasi muda yang dapat diandalkan untuk memajukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. rumusan kuntitatif, rumusan institusional, dan rumusan kualitatif.

BAB II KAJIAN TEORI. lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. rumusan kuntitatif, rumusan institusional, dan rumusan kualitatif. 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual. 1) Hakikat Belajar. Syah (2009) berpendapat belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan yang diharapkan karena itu pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar Aunurrahman ( 2012 : 35 ) belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah hasil akhir baik berupa perilaku, maupun pengetahuan (kognitif) yang terjadi setelah proses pembelajaran dalam rangka memperoleh suatu pengetahuan

Lebih terperinci

MENERAPKAN PENILAIAN AUTENTIK DI MADRASAH ALIYAH KARAWANG

MENERAPKAN PENILAIAN AUTENTIK DI MADRASAH ALIYAH KARAWANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Penilaian merupakan bagian integral dari proses pembelajaran. Penilaian sering dianggap sebagai salah satu dari tiga pilar utama yang sangat menentukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar meruapakan suatu perubahan di dalam diri seseorang dari tudak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Belajar meruapakan suatu perubahan di dalam diri seseorang dari tudak BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 2.1 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar Belajar meruapakan suatu perubahan di dalam diri seseorang dari tudak tahu menjadi tahu, seperti yang diungkapkan oleh Slameto

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran IPA 2.1.1 Definisi Pembelajaran Menurut Susanto (2013: 19) pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan guru agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan perpaduan antara belajar dan mengajar. Seperti tercantum pada Pasal 1 UU No. 20 Tahun 2003, bahwa pembelajaran adalah proses interaksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam Dalam bahasa inggris Ilmu Pengetahuan Alam disebut natural science, natural yang artinya berhubungan dengan alam dan science artinya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif. 6 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci