BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran IPA Definisi Pembelajaran Menurut Susanto (2013: 19) pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan guru agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, pengasaan, kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan yang dimiliki peserta didik.pembelajaran merupakan interaksi dari seorang guru dengan peserta didik, keduanya terjadi komunikasi yang intens dan terarah menuju suatu target yang telah diterapkan sebelumnya (Trianto, 2010). Berdasarkan pengertian pembelajaran menurut para ahli, peneliti menyimpulkan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengubah tingkah laku menjadi yang lebih baik misalnya, perilaku menjadi lebih aktif, menjadi lebih pintar memahami perilaku yang sepantasnya. Pembelajaran di kelas dibutuhkan metode-metode yang relevan untuk menjadi tujuan pembelajaran bukan hanya metode ceramah, namun menggunakan berbagai variasi model, seperti berkelompok, diskusi, kunjungan ke objek dan lain sebagainya. Pengetahuan siswa tidak hanya di dapatkan dari luar siswa, tetapi siswa memperoleh pengetahuannya dari diri siswa sendiri dari struktur kognitif yang dimilikinya dan pengalamannya. Jadi, pengetahuan berlangsung bukan hanya dari guru memberikan ke siswa namun siswa sendiri sudah mempunyai modal untuk membangun pengetahuannya. Pembelajaran guru harus mampu berinovasi dengan model-model pembelajaran agar siswa mampu menggali kemampuannya. Guru menyediakan tempat untuk memberikan latihan siswa dalam belajar. Siswa mempunyai dua otak yaitu otak kanan dan otak kiri, kedua otak tersebut harus seimbang agar siswa dapat bertumbuh kembang dengan maksimal. Guru bukan hanya memberikan kemampuan siswa pada otak kanan saja yang di sisi dengan pengetahuan namun guru juga harus memberikan kesempatan pada siswa untuk menyeimbangkan otaknya dengan cara melatih keterampilannya, siswa di ajak untuk bermain sambil belajar atau siswa diajak untuk berkelompok. Cara 5

2 6 pembelajaran seperti itu akan menyeimbangkan otak kanan dan kiri siswa. Adapun tujuan pembelajaran adalah untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik Definisi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah berkaitan dengan bagaimana siswa mencari tahu pemahaman fenomena alam secara sistematis, IPA bukan pengetahuan yang harus dihafal namun siswa harus memiliki kemampuan proses penemuan (Depdiknas, 2006: 443). Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan manusia yang luas yang didapat dengan cara observasi atau pengamatan dan eksperimen yang sistematik, serta dijelaskan dengan aturan, hukum, prinsip, teori, serta hipotesa, pendapat Depdiknas didukung oleh pendapat Sulistyorini (2007: 39) IPA merupakan cara mencari tahu pemahaman alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan sistematis dan bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan. IPA sebagai proses artinya IPA diperoleh dengan cara berproses melakukan pengamatan, eksperimen, percobaan dan sebagaianya. IPA sebagai produk artinya mempelajari fakta, data, konsep, prinsip dan teori dari kumpulan hasil para ahli. IPA sebagai sikap artinya IPA mengajarkan siswa untuk mempunyai sikap jujur, teliti, ingin tahu, ilmiah dan sebagainya. Peneliti menyimpulkan pembelajaran IPA adalah siswa belajar bukan hanya melihat, mengetahui dan mendengarkan saja, akan tetapi siswa dapat mengalami, mengamati, merasakan, menerapkan secara langsung untuk menemukan gagasan baru yang ditemukan sendiri dengan cara yang ilmiah. 2.2 Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe NHT dan Tipe TSTS Pengertian Model Pembelajaran Cooperatif Learning Pembelajaran cooperative learning merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama antara siswa, sehingga terjalin interaksi positif dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Slavin (2009: 4) mengemukakan pendapatnya

3 7 bahwa pembelajaran kooperatif merunjuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran. Pembelajaran Cooperatif Learning diberikan bertujuan agar proses pembelajaran tidak monoton dan tidak didominasi oleh satu orang saja, jadi tidak ada istilah yang pintar yang maju, namun model pembelajaran cooperative learning mengharuskan semua anggota kelompoknya bekerja sama untuk menyelesaikan masalah kelompoknya, setiap anggota mempunyai tugas masingmasing. Sehingga pembelajaran dapat terjadi secara aktif, partisipasi semua siswa terjalin tidak ada siswa yang tidak bekerja dan berfikir, hal ini senada dengan pernyataan Anita Lie (2008: 12) bahwa pembelajaran cooperative learning adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa lainnya dalam tugas-tugas terstruktur. Pendapat Lie tersebut diperkuat dengan pernyataan yang dilontarkan Etin Solihatin dan Raharjo (2005: 4) yang menyatakan bahwa: Cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok seperti yang dikatakan Isjoni (2009: 62) Bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Peneliti menyimpulkan pembelajaran cooperative learning merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan cara berkelompok untuk memberikan kesempatan siswa saling bekerjasama dalam bertukar pikiran maupun pendapat. Tujuan model pembelajaran Cooperative learning menurut Eggen dan Kauchak (dalam Winayari, 2010: 12) adalah sebagai berikut: (1) Mengingatkan partisipasi peserta didik, (2) Memfasilitasi peserta didik agar memiliki pengalaman mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan membuat keputusan kelompok, dan (3) Memberi kesempatan kepada mereka untuk

4 8 berinteraksi dan belajar bersama-sama dengan teman yang seringkali berbeda latar belakangnya. Peneliti menyimpulkan tujuan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan keaktifan siswa, meningkatkan hasil belajar, bisa menerima keragaman, kerjasama kelompok berkolaborasi Cooperatif Learning Tipe NHT Number Head Together (NHT) merupakan suatu model pembelajaran kooperatif dimana siswa diberi nomor kemudia dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor tersebut (Zuhdi, Ahmad, 2010:64). Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat (Lie, 2008: 59). NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. NHT (Number Head Together) menurut Trianto (2007: 62) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. NHT (Number Head Together) sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khas dari NHT adalah guru memberi nomor dan hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Guru tidak memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan menjadi ketua kelompoknya, guru meberikannya secara acak jadinya tidak akan ada yang mengira mana yang sudah menguasai materi atau belum, jadi semua anggota harus sudah siap semuanya. Model kooperatif tipe Number Head Together (NHT) pada dasarnya merupakan variasi dari diskusi kelompok dengan bercirikan pemakain nomor disetiap kepala siswa kemudian guru menunjuk siswa tanpa memberi tanpa memberi tahu siapa yang akan mewakili kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi kelompoknya. Teknik ini menjamin keterlibatan semua siswa untuk aktif dan upaya yang baik untuk meningkatkan tanggung jawan dalam diskusi kelompok.

5 9 Peneliti menyimpulan pembelajaran NHT adalah model pembelajaran yang melibatkan semua siswa secara aktif untuk bekerja pada kelompoknya dengan mengarah pada pembagian nomor yang berbeda pada setiap anggota kelompok untuk menyelesaikan masalah atau tugas yang diberikan guru dengan masalah yang berbeda. Cara penyajian siswa untuk menyampaikan hasil diskusi kelompoknya dengan cara guru memanggil nomor secara acak, jadi semua anggota kelompok harus memahami dengan jawaban hasil diskusi kelompok tersebut Langkah-langkah Pembelajaran Tipe NHT Langkah pembelajaran NHT menurut Trianto (2007: 63) dalam pengajuan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan empat tahap yaitu, sebagai berikut: Tahap 1: Numbering Guru membuat kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 anggota dan masingmasing anggota dalam kelompok mendapat nomor antara satu sampai enam. Tahap 2: Questioning Guru memberikan sebuah pertanyaan atau tugas pada tiap-tiap kelompok. Pertanyaan bisa bervariasi dari mulai pertanyaan yang bersifat umum hingga bersifat spesifik. Tahap 3: Heads Together Semua anggota kelompok mendisukusikan pertanyaan dari guru dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut. Tahap 4: Answering Guru memanggil salah satu nomor siswa. Siswa dengan nomor yang dipanggil mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Menurut Kosasih (2010:61) mengatakan ada 6 langkah dalam pembelajaran model NHT yaitu:

6 10 1) Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam kelompok diberikan nomor yang berbeda. 2) Guru memberikan tugas untuk masing-masing kelompok. 3) Semua anggota kelompok dalam tiap kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengerjakan serta mengetahui jawabannya. 4) Guru memanggil salah satu siswa dengan memanggil nomor dan nomor yang dipanggil menyampaikan hasil diskusinya dengan kelompok. 5) Teman-teman yang lain yang berbeda jawabannya diberikan kesempatan untuk menyampaikan tanggapannya kemudian guru mengulang kembali untuk memanggil nomor yang lain guna menyampaikan tugas yang selanjutnya. 6) Guru bersama siswa menyampaikan kesimpulan dari keseluruhan tugas yang sudah dikerjakan. Berdasarkan pendapat para ahli, penulis menyimpulkan 6 langkah-langkah NHT sesuai dengan kebutuhan penelitian, sebagai berikut: 1) Persiapan 2) membentuk kelompok 3) memberikan nomor 4) diskusi masalah 5) memanggil nomor dan mempresentasikan jawaban 6) menyimpulkan Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tipe NHT Model pembelajaran kooperatif tipe NHT juga mempunyai kelebihan dan kelemahan seperti model-model pembelajaran yang lainnya. Menurut Zauhdi (2010: 65) terdapat kelebihan dan kelemahan pembelajaran tipe NHT. Kelebihan NHT yaitu setiap siswa menjadi siap semua, dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, dan siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Sedangkan, kelemahan NHT yaitu kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru dan tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

7 11 Anita Lie (2002: 59) juga berpendapat terdapat kelebihan dan kelemahan NHT. Kelebihan NHT yaitu memudahkan dalam pemberian tugas, memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya, meningkatkan semangat kerja siswa, dan siswa dapat saling berbagai ide-ide. Sedangkan kelemahan NHT yaitu kurang cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama dan tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. Berdasarkan dua pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT tidak serta merta selalu unggul dibandingkan model yang lainnya tipe NHT juga memiliki kelemahan. Tipe NHT menurut para ahli dapat meningkatkan siswa menjadi lebih aktif dan malatih siswa untuk bertanggung jawab dalam bekerjasama dalam proses pembelajaran berlangsung. Namun, selain itu NHT juga memiliki kelemahan yaitu prosesnya membutuhkan waktu yang lama dan juga tida semua siswa dapat mendapatkan giliran untuk menjawab pertanyaan Cooperative Learning Tipe Two Stay two Stray (TSTS) Metode tipe Two Stay Two Stray (TSTS) merupakan salah satu bagian dari model pembelajaran kooperatif yang menempatkan peserta didik dalam kelompok kecil yang beranggotakan empat orang. Lie (2002:60-61) mengemukakan bahwa metode Two Stay Two Stray (TSTS) adalah salah satu teknik dalam metode diskusi yang berbasis cooperative learning, banyak kegiatan yang diwarnai dengan kegiatan individu. Menurut Komalasari (2013: 69) menyatakan bahwa Two Stay Two Stray memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Berdasarkan pengertian tipe Two Stay Two Stray (TSTS) yang telah dikemukakan para ahli, peneliti menyimpulkan pengertian Two Stay Two Stray (TSTS) adalah pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif, bekerjasama antar anggota kelompok, memberikan kesempatan kepada anggota kelompok utnuk menyampaikan perndapat dengan cara kerjasama dengan kelompoknya untuk

8 12 berbagi tugas, 2 anak mencari informasi ke kelompok lain (tamu) dan 2 anak lainnya tetatp tinggal untuk memberikan informasi kepada tamu yang datang Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Menurut Lie (2002:61) menjelaskan langkah-langkah tentang metode Two Stay Two Stray (TSTS). Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1) Siswa bekerjasama dengan kelompok yang berjumlah 4 orang 2) Setelah selesai siswa dibagi 2 (dua) orang menjadi tamu dan 2 (dua) orang lain tinggal dalam kelompok 3) Dua orang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil keja dan informasi kepada tamu mereka 4) Kelompok mencocokan dan membahas hasil kerja mereka 5) Kesimpulan. Menurut Miftakhul Huda adapun langkah-langkah pelaksanaan metode Two Stay Two Stray (TSTS) antara lain sebagai berikut: 1) Siswa bekerjasama dengan kelompok berempat sebagaimana biasa 2) Guru memberikan tugas pada setiap kelompok untuk mendiskusikan dan dikerjakan bersama. 3) Setelah selesai, dua anggota dari masing-masing kelompok diminta meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu kedua anggota dari kelompok lain. 4) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas mensharing informasi dan hasil kerja mereka. 5) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang mereka temukan dari kelompok lain. 6) Setiap kelompok lalu membandingkan dan membahas hasil pekerjaan merekaa semua. Menurut kedua teori yang dipaparkan para ahli tahapan-tahapan dalam metode Two Stay Two Stray (TSTS) peneliti menyimpulkan sebagai berikut:

9 13 Tahap 1: Persiapan Tahap pertama, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan sitem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota empat siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi akademik siswa. Tahap 2: Presentasi Guru Tahap kedua, guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan materi. Selain itu, guru pada tahap ini menjelaskan cara main belajar dengan metode Two Stay Two Stray (TSTS). Tahap 3: Kegiatan Kelompok TSTS Tahap ketiga, pembelajaran menggunakan lembar kegiaatan yang berisi tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempelajarinya dalam kelompok kecilnya yaiitu mendiskusikan masalah terebut. Masing-masing kelompok menyelesaikan masalahnya dengan cara mereka sendiri. Pembagian kelompok terdiri dari: 1) Kelompok Stay Dua anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. 2) Kelompok Stray Dua dari empat anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain. Tahap 4: Formalisasi Tahap keempat, setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.

10 14 Tahap 5: Evaluasi Kelompok dan Penghargaan Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan metode pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS). Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil metode pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS), yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Tipe TSTS. Menurut Huda (2011:140) terdapat kelebihan metode pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) yaitu dapat dikombinasikan dengan teknik kepala bernomor (NHT), dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan umum, dan memungkinkan setiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain. Kelebihan dari metode Two Stay Two Stray (TSTS) menurut peneliti berdasarkan uraian dua pendapat ahli yaitu dapat diterapkan pada semua mata pelajaran, dapat diterapkan pada semua tingkat, mejadikan pembelajaran menjadi lebih bermakna, diharapkan siswa percaya diri berani menyampaikan pendapatnya, meningkatkan kemampuan berbicara, membantu meningkatkan minat dan hasil belajar. Menurut Lie (2008) metode pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) mempunyai kelemahan yaitu membutuhkan banyak waktu, membutuhkan sosialisasi yang lebih baik, jumlah ganjil menyulitkan proses pengambilan suara, dan kurang kesempatan untuk kontribusi individu. Berdasarkan pendapat para ahli tentang kelebihan dan kelemahan pembelajaran TSTS, peneliti menyimpulkan kelebihan TSTS memberikan kesempatan untuk saling bertukar pendapat dengan kelompok lain sehingga memudahkan pengelolaan kelas, sedangkan kelemahan pada pembelajaran TSTS mendasarkan pada pembentukan kelompok jika jumlah siswa bukan kelipatan 4.

11 Hasil belajar Pengertian Belajar Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2013: 2) belajar adalah perubahan kemampaun yang dicapai sesorang melalui aktivitas, sebagai akibat dari pengalamannya. Djamarah (2008:2) menyatakan bahwa belajar merupakan aktivitas yang dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah dipelajari dan sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitar. Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan seseorang secara sadar melalui latihan dan pengalamannya dalam interaksi dengan lingkungan sehingga memperoleh perubahan tingkah laku, pengetahuan, dan sikap ke arah yang lebih baik. Setelah melakukan belajar maka siswa akan memperoleh hasil belajar yang diinginkan Pengertian Hasil Belajar Kemampuan akademik siswa dapat diukur dengan hasil belajarnya. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui hasil yang diperoleh yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur kemampuan siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung. Suprijono (2011:7), mengemukakan hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Sedangkan, menurut Nawawi (dalam Susanto, 2013: 5) Hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang ditunjukkan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes sejumlah materi pelajaran tertentu. Hasil belajar menurut Sudjana (2005:7), merupakan suatu kompetisi atau kecakupan yang dapat dicapai siswa setelah melalui kegiatan pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan oleh guru di suatu sekolah dan kelas tertentu.

12 16 Berdasarkan beberapa pendapat menurut ahli, peneliti mengambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang tetap sebagai hasil proses pembelajaran di sekolah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Wasliman (dalam Susanto, 2013: 12) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar siswa. Faktor tersebut dikelompokann menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstrn. Kedua faktor tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi dalam proses belajar sehingga menentukan kualitas hasil belajar. Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan, sebagai berikut: (1) Faktor intern, faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik yang mempengaruhi kemampuan belajar peserta didik. Faktor internal meliputi, sebagai berikut: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehata, (2) Faktor ekstern, faktor ini merupakan faktor yang berada diluar diri peserta didik. Faktor eksternal meliputi: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sudjana (2008: 39-40) mengemukakan pendapat bahwa hasil belajar yang didapat siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan luar siswa. Kemampuan yang dimiliki siswa merupakan faktor yang berasal dari diri siswa. Sedangkan, faktor dari luar siswa antara lain seperti lingkungan yang merupakn berperan paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah. Berdasarkan pendapat Wasliman dan Sudjana, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi siswa dalam hasil belajarnya berasal dari diri siswa sendiri dan faktor lingkungannya. Jika kedua faktor tersebut sama-sama berjalan dengan baik maka hasil belajar siswa juga dapat baik pulan Manfaat Hasil Belajar Hasil belajar pada hakekatnya mencangkup tiga ranah yaitu dalam bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Pendidikan dikatakan berhasil jika hasil belajar peserta didik mengalami perubahan-perubahan yang lebih baik, sehingga dapat bermanfaat untuk, (1) Menambah pengetahuan, (2) Lebih memahami sesuatu

13 17 yang dipahami sebelumnya, (3) Lebih mengembangkan keterampilannya, (4) Memiliki pandangan yang baru atas semua hal, dan (5) Lebih menghargai sesuatu dari pada sebelumnya. 2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membandingkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS. Penelitian yang sudah dilakukan terdahulu digunakan sebagai rujukan dalam penulisan penelitian ini. Berikut beberapa penelitian yang relevan, Penelitian pertama dilakukan Tri Sugiarto (2012) dengan judul Perbedaan Hasil Belajar Matematika antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan Model Pembelajaran Konvensional Kelas VIII di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun Ajaran 2012/2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar kooperatif tipe NHT dan Model pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan dengan nilai t adalah 2,673 dengan probabilitas signifikansi 0,011 < 0,05. Penelitian kedua dilakukan Tri Wulaningsih (2014) dengan judul Perbedaan Hasil Belajar Matematika dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dan NHT Pada Siswa Kelas 4 SD Negeri di Gugus Abiyasa Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Hasil penelitiannya adalah hasil uji t diperoleh perhitungan signifikansi 0,040 < 0,05 artinya terdapat perbedaan hasil belajar matematika sntara siswa yang diajrkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa kelas 4 SD Negeri di Gugus Abiyasa Kabupaten Semarang. Perbedaan tersebut ditunjukkan dengan perolehan rata-rata tipe TGT yaitu 78,61 lebih baik daripada menggunakan NHT yang hanya 68,43. Penelitian ketiga dilakukan Ratna Puspita Sari (2014) dengan judul Perbedaan Teknik Pembelajaran TSTS dan Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar PKn Siswa Kelas VII SMP Stella Matutina Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil penelitian yang dilakukan adalah adanya perbedaan hasil belajar menggunakan teknik TSTS dan Snowball throwing dibuktikan dengan

14 18 perbedaan nilai rata-rata sebesar 76,64 pada kelas TSTS yang hasilnya lebih baik dari pada menggunakan Snowball throwing yaitu 68,71. Diketahui juga melalui uji t yang menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih besar pada t table (3.720 > 1.674) yang berarti H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya adanya perbedaan pengaruh penggunakaan teknik TSTS dengan teknik snowball Throwing terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn kelas VIII SMP Stella Matutina Salatiga Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil penelitian yang relevan dapat dilihat dari ketiga penelitian yang diuraikan diatas dua diantaranya penggunaan model kooperatif tipe TSTS dan NHT sama-sama menunjukkan keberhasilan dalam penerapan dalam pembelajaran di kelas. Keberhasilan penerapan TSTS dan NHT ditunjukkan adanya perubahan hasil belajar menjadi lebih baik. Penelitian ini akan melibatkan variabel hasil belajar. Tujuan dari penelitian yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan NHT terhadap hasil belajar IPA siswa kelass 4 SD Negeri di Gugus Dieng Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung Tahun Ajaran 2015/ Kerangka Berfikir Pada dasarnya mata pelajaran IPA adalah mata pelajaran yang menekankan banyak eksperimen dan eksplorasi dari siswa. Artinya bahwa pengetahuan teori yang diperoleh, diperlakukan sebagai hipotesis yang perlu diuji kebenarannya lewat eksperimen secara langsung. Agar hal ini terlaksana, siswa diberikan kesempatan untuk mengeksplor kemampannya. Kesuksesan proses pembelajaran tidak terlepas dari hasil belajar yang telah dicapai dalam pembelajaran, proses dimana menghasilkan hasil belajar secara maksimal merupakan harapan dari semua pengajar atau pendidikan. Model yang menuntut siswa aktif salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT dan TSTS yang mendorong siswa untuk aktif untuk mencari informasi dari teman sebayanya. Sehingga terciptalah proses pembelajaran yang tidak satu arah oleh guru saja model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah model yang menekankan pada adanya interaksi dan

15 19 aktivitas siwa untuk saling membantu dan bekerja sama dalam mempelajari materi, sehingga siswa akan dengan mudah untuk memahami materi yang dipelajari, sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS merupakan pertukaran kelompok dengan kelompok lain namun ada perbedaan penting yakni mengajarkan sesuatu pada siswa lain. Tiap kelompok mempelajari satu bagian masalah yang nantinya akan saling bertukar informasi dengan mengunjungi kelompok lain yang bila digabungkan siswa akan membentuk pengetahuan atau keterampilan yang terpadu. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS diharapkan dapat membuat siswa menjadi lebih tertarik dan fokus dalam memahami materi yang diberikan sehingga hasil belajar siswa lebih tinggi. Berdasarkan paparan teoritik, model TSTS tampak dapat lebih memberikan ruang kepada siswa untuk dapat saling bekerjasama dan mengeksplorasi kemampuannya. Kelas eksperimen 1 Kondisi awal siswa sama Kelas eksperimen 2 Pretest Pretest Pemberian perlakuan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Posttest Pemberian perlakuan menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Posttest Hasil Belajar pada Ranah kognitif Uji-t Ada atau tidak ada perbedaan penerapan model pembelajaran TSTS dan NHT terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Gugus Dieng Bulu Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

16 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori, kajian penelitian yang relevan dan kerangka berpikir yang telah diuraikan maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut: H0 Ha = Tidak ada perbedaan yang signifikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri di Gugus Dieng Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung Tahun ajaran 2015/2016. = Ada perbedaan yang signifikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Negeri di Gugus Dieng Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung Tahun Ajaran 2015/2016.

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa

TINJAUAN PUSTAKA. Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pemahaman Konsep Matematis Pemahaman berasal dari kata paham yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008: 1002) berarti pengertian, pendapat; pikiran,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar Pendidikan atau pengajaran di sekolah dikatakan berhasil apabila perubahan-perubahan yang tampak pada siswa harus merupakan akibat dari proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Hasil Belajar Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya seluruh aspek potensi kemanusiaan saja (Suprijono, 2006). Hasil belajar adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. Dalam tinjauan pustaka ini akan memaparkan pengertian-pengertian konsep yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA. Dalam tinjauan pustaka ini akan memaparkan pengertian-pengertian konsep yang 9 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA 2.1. Tinjauan Pustaka Dalam tinjauan pustaka ini akan memaparkan pengertian-pengertian konsep yang berkaitan dengan penelitian sebagai berikut: 2.1.1.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam penelitian suatu kajian teori sangat diperlukan, suatu kajian teori ini akan sangat membantu dalam penelitian. Dimana teori ini dijadikan suatu dasar atau patokan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjalankan pembelajaran di kelas. Ngalimun (2013: 28) mengatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjalankan pembelajaran di kelas. Ngalimun (2013: 28) mengatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran dapat di artikan sebagai pedoman atau acuan dalam menjalankan pembelajaran di kelas. Ngalimun (2013: 28) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kalangan pelajar menganggap belajar fisika adalah aktivitas yang tidak menyenangkan, duduk berjam-jam dengan mencurahkan perhatian dengan pikiran pada suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus dikembangkan sejalan dengan tuntutan kemajuan zaman, tidak terkecuali bangsa Indonesia. Demikian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat diartikan dengan 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Dalam kamus bahasa Indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna. Efektif juga dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. murid setelah ia menerima pengalaman belajarnya. 1. anak setelah melakukan suatu kegiatan belajar. 2

BAB II KAJIAN TEORI. murid setelah ia menerima pengalaman belajarnya. 1. anak setelah melakukan suatu kegiatan belajar. 2 9 BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Hasil Belajar Matematika a. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki murid setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terwujud apabila strategi-strategi belajar yang digunakan mampu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. terwujud apabila strategi-strategi belajar yang digunakan mampu menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk keberhasilan dalam proses belajar mengajar ditandai dengan meningkatnya hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar dapat terwujud apabila

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Hakikat Belajar Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian teori 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno (2005: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung penelitian beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama dan mempunyai pandangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. perubahan dan pengalaman dalam diri seseorang yang dinyatakan dengan cara

BAB II KAJIAN TEORI. perubahan dan pengalaman dalam diri seseorang yang dinyatakan dengan cara BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teoretis 1. Hasil Belajar Matematika Suatu kegiatan yang sengaja melalui proses sehingga menghasilkan perubahan disebut belajar. Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Pendidikan memegang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kontekstual dengan sistem pengajaran pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang I. PENDAHULUAN Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika 21 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Matematika a. Pengertian Matematika Russefendi ET (Suwangsih dan Tiurlina, 2006: 3), menjelaskan bahwa kata matematika berasal dari perkataan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Definisi Mata Pelajaran Matematika Matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari konsep-konsep abstrak yang disusun dengan menggunakan simbol dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia karena selalu digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia karena selalu digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia karena selalu digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri.

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri. BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme dalam belajar adalah peserta didik agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyatakan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan potensi manusia. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam sebuah pembelajaran di sekolah kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan pokok. Peran guru dalam sebuah pembelajaran sangat penting sebagai pengelola

Lebih terperinci

aspek saja, tetapi terjadi secara menyuluruh yang meliputi aspek kognitif, afektif,

aspek saja, tetapi terjadi secara menyuluruh yang meliputi aspek kognitif, afektif, Hasil Belajar Hasil belajar adalah perubahan perilaku individu, sebagai akibat atau umpan balik dari proses pembelajaran. Perubahan perilaku tersebut bukan terjadi hanya pada satu aspek saja, tetapi terjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 250), efektivitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan sasarannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991: 250), efektivitas 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belajar Menurut James O. Whittaker dalam Djamarah (2008) mendefinisikan belajar sebagai proses bahwa tingkah laku yang ada pada diri seseorang ditimbulkan atau diubah karena

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seseorang. Ada beberapa teori belajar salah satunya adalah teori belajar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seseorang. Ada beberapa teori belajar salah satunya adalah teori belajar 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Aktivitas dan Hasil Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku seseorang. Ada beberapa teori belajar salah satunya adalah teori

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIA SMP NEGERI 2 TUNTANG PADA MATERI SEGITIGA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIA SMP NEGERI 2 TUNTANG PADA MATERI SEGITIGA Penerapan Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa (Era Destiyandani, dkk) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk berpikir 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar dalam ilmu kimia menekankan pada pengalaman langsung. Sehingga, penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir periode tetapi dilakukan secara terintegrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan aktivitas yang secara sadar dilakukan oleh seseorang dari kondisi tidak tahu menjadi mengetahui terhadap hal yang dipelajarinya. Proses belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan suatu proses yang berkelanjutan. Pendidikan merupakan pengulangan yang perlahan tetapi pasti dan terus-menerus sehingga sampai pada bentuk yang

Lebih terperinci

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam pandangan tradisional selama beberapa dekade dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat. Namun demikian pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Slameto (2003) mengatakan bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang digunakan dalam berbagai bidang kehidupan seperti pada bidang industri, asuransi, ekonomi, pertanian, dan di

Lebih terperinci

616 Seminar Nasional dan Launching ADOBSI

616 Seminar Nasional dan Launching ADOBSI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN TIPE TWO STAY TWO STRAY (TS-TS) PADA MATA KULIAH DASAR UMUM PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA (Upaya Pelestarian Bahasa Indonesia bagi Generasi Muda) Welsi Damayanti Universitas

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 1. Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Two Stay Two Stray. peserta didik 20 dengan rincian 9 perempuan dan 11 laki-laki.

BAB V PEMBAHASAN. 1. Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Two Stay Two Stray. peserta didik 20 dengan rincian 9 perempuan dan 11 laki-laki. BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Two Stay Two Stray dalam Mata Pelajaran IPA Pokok Bahasan Proses Pembentukan Tanah Model cooperative learning

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. yang menyulitkan untuk mencapai tujuan tertentu.menurut Polya sebagaimana

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. yang menyulitkan untuk mencapai tujuan tertentu.menurut Polya sebagaimana BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pemecahan masalah merupakan penyelesaian suatu perkara atau persoalan yang menyulitkan untuk mencapai tujuan tertentu.menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada kurikulum biologi SMP materi sistem gerak yang dipelajari di kelas VIII,

I. PENDAHULUAN. Pada kurikulum biologi SMP materi sistem gerak yang dipelajari di kelas VIII, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kurikulum biologi SMP materi sistem gerak yang dipelajari di kelas VIII, merupakan salah satu materi pokok dalam pelajaran biologi disekolah. Sistem gerak merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas berasal dari kata efektif yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari kata efektif yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 584) berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran menurut Asmani (2012:17) merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Sedangkan menurut

Lebih terperinci

Peningkatan Hasil Belajar PKn Materi Organisasi melalui Model Numbered Head Together di Kelas V. Endah Tri Wahyuni

Peningkatan Hasil Belajar PKn Materi Organisasi melalui Model Numbered Head Together di Kelas V. Endah Tri Wahyuni Peningkatan Hasil Belajar PKn Materi Organisasi melalui Model Numbered Head Together di Kelas V Endah Tri Wahyuni 1 1 Universitas Negeri Malang Email: 1 endahtriw7@gmail.com Tersedia Online di http://www.jurnal.unublitar.ac.id/

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Model Cooperative Learning Tipe Make A Match 2.1.1 Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan yang digunakan oleh guru untuk mencapai keberhasilan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benyamin (dalam Haris, 2006: 18) menyatakan bahwa IPA atau sains adalah sebuah pertanyaan mengenai pengetahuan tentang alam melalui suatu metode seperti metode observasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan selalu berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pendidikan manusia dapat mengenali ilmu pengetahuan dan mengembangkan ilmu

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIF NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) Abstrak

UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIF NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) Abstrak UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR IPS DENGAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIF NUMBER HEAD TOGETHER (NHT) Triyatno 1, John Sabari 2 1 Mahasiswa Program Pascasarjana PIPS Universitas PGRI Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Sosial Bidang studi IPS yang masuk ke Indonesia adalah berasal dari Amerika Serikat, yang di negara asalnya disebut Social Studies. Pertama

Lebih terperinci

Dosen Pendidikan Kimia PMIPA, FKIP, UNS Surakarta, Indonesia. Keperluan korespondensi, HP : ,

Dosen Pendidikan Kimia PMIPA, FKIP, UNS Surakarta, Indonesia. Keperluan korespondensi, HP : , Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No. 4 Tahun 2013 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Menurut UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Menurut UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA POKOK BAHASAN SEGITIGA KELAS VIIC SEMESTER 2 SMP NEGERI 7 SALATIGA TAHUN AJARAN

Lebih terperinci

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NHT, SNOWBALL THROWING TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATERI SEGITIGA SISWA KELAS VII

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NHT, SNOWBALL THROWING TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATERI SEGITIGA SISWA KELAS VII EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN NHT, SNOWBALL THROWING TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATERI SEGITIGA SISWA KELAS VII Novia Puspitaningrum Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

SOSIALISASI MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA SMA NEGERI 4 KOTA TERNATE

SOSIALISASI MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA SMA NEGERI 4 KOTA TERNATE SOSIALISASI MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA SMA NEGERI 4 KOTA TERNATE Marwia Tamrin B. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Khairun ABSTRAK Kegiatan ini merupakan kegiatan pengabdian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada hakekatnya adalah upaya yang dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada hakekatnya adalah upaya yang dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya adalah upaya yang dilakukan untuk membantu perkembangan peserta didik. Proses pendidikan dilakukan dalam wadah atau lembaga tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangeran Puger No.23 desa Grobogan kecamatan Grobogan. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pangeran Puger No.23 desa Grobogan kecamatan Grobogan. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang SMA Negeri 1 Grobogan merupakan salah satu sekolah menengah atas yang berada di Kabupaten Grobogan. SMA Negeri 1 Grobogan berlokasi di jalan Pangeran Puger No.23 desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang mempunyai tujuan, yang dengan. didik (Sardiman, 2008: 12). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang mempunyai tujuan, yang dengan. didik (Sardiman, 2008: 12). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha yang mempunyai tujuan, yang dengan sistematis terarah pada perubahan tingkah laku menuju ke kedewasaan anak didik (Sardiman, 2008: 12). Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kewajiban sebagai warga negara yang baik. Untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. maupun kewajiban sebagai warga negara yang baik. Untuk mengetahui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting bagi kelangsungan kehidupan manusia. Pendidikan adalah sarana yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas manusia dalam aspek kemampuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama

BAB I PENDAHULUAN. belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Model-model pembelajaran tradisional kini mulai ditinggalkan berganti dengan model yang

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI IMPLEMENTASI

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI IMPLEMENTASI Peningkatan Aktivitas dan... (Dwi Wahyuningsih& Singgih Murwani) 65 PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI MELALUI IMPLEMENTASI MODEL NUMBERED HEAD TOGETHER PADA SISWA

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas X SMAN 1 Ketapang Tahun Pelajaran 2012/2013) Nyoman Durus

Lebih terperinci

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR PPKn MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR PPKn MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR DAN HASIL BELAJAR PPKn MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER Oleh : Bambang Sumantri Dosen Tetap Yayasan STKIP PGRI Ngawi Abstrak : Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Tiara Irmawati Budi Handoyo Purwanto Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto

II. TINJAUAN PUSTAKA. lemah menjadi kuat, dari tidak bisa menjadi bisa. Seperti diakatakan oleh Slameto II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakekat Belajar Matematika Belajar merupakan proses berpikir seseorang dalam rangka menuju kesuksesan hidup, perubahan aspek kehidupan dari taraf tidak mengetahui

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Hasil belajar Fiqih antara yang menggunakan Model Pembelajaran. Numbered Heads Together (NHT) dan Konvensional (ceramah) terhadap

BAB V PEMBAHASAN. A. Hasil belajar Fiqih antara yang menggunakan Model Pembelajaran. Numbered Heads Together (NHT) dan Konvensional (ceramah) terhadap BAB V PEMBAHASAN A. Hasil belajar Fiqih antara yang menggunakan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) dan Konvensional (ceramah) terhadap hasil belajar Fiqih Peserta didik kelas III MI Darussalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga belajar diluar kelas supaya siswa itu tidak merasa bosan, misalnya saja siswa

BAB I PENDAHULUAN. juga belajar diluar kelas supaya siswa itu tidak merasa bosan, misalnya saja siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman dengan adanya teknologi yang canggih kemungkinan besar siswa tidak hanya belajar didalam kelas akan tetapi juga belajar diluar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Everyone Is Teacher Here (ETH) a. Pengertian Tipe Everyone Is Teacher Here (ETH) Strategi pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Hasbullah (2009:2). Kegiatan pokok dalam keseluruhan proses pendidikan di

I. PENDAHULUAN. Menurut Hasbullah (2009:2). Kegiatan pokok dalam keseluruhan proses pendidikan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau kehidupan yang lebih tinggi lagi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otoritas tertinggi keilmuan (teacher centered). Pandangan semacam ini perlu

BAB I PENDAHULUAN. otoritas tertinggi keilmuan (teacher centered). Pandangan semacam ini perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tercapainya kualitas pendidikan yang baik dapat dipengaruhi oleh kualitas pembelajaran di kelas. Perwujudan pembelajaran yang baik dapat dilihat dari aktivitas belajar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Model Pembelajaran Cooperative Learning Pengertian Model Pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Model Pembelajaran Cooperative Learning Pengertian Model Pembelajaran 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 1.1 Tinjauan Pustaka 1.1.1 Model Pembelajaran Cooperative Learning 1.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran dapat diterapkan untuk memperbaiki aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Era globalisasi yang saat ini tengah berlangsung, banyak sekali memunculkan masalah bagi manusia. Manusia dituntut untuk meningkatkan kualitas dirinya agar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Hasil Belajar Pakar psikologi melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis individu dalam interaksinya dengan lingkungan hidup secara alami. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang system

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masih rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, pendidikan banyak menghadapi berbagai tantangan, salah satu tantangan yang cukup menarik yang berkenaan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN AKUNTANSI MELALUI METODE KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS)

PEMBELAJARAN AKUNTANSI MELALUI METODE KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) PEMBELAJARAN AKUNTANSI MELALUI METODE KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) Tadjuddin * Abstrak: Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif,

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA Eva M. Ginting dan Harin Sundari Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam dunia pendidikan. Pendidikan adalah suatu lembaga dimana guru melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada era globalisasi, dituntut suatu mutu lulusan yang disiapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam ilmu pengetahuan sebagai penggerak utama perubahan menuntut pendidikan untuk terus maju melakukan adaptasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya sadar dan terencana. untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi manusia yang serba

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya sadar dan terencana. untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi manusia yang serba BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya adalah suatu upaya sadar dan terencana untuk meningkatkan dan mengembangkan potensi manusia yang serba bervariasi. Dengan pendidikan, akan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Hudojo (2005:36), matematika merupakan gagasan berstruktur yang hubungannya diatur secara logis, bersifat abstrak, penalarannya deduktif dan dapat memasuki wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era globalisasi yang semakin berkembang menuntut adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era globalisasi yang semakin berkembang menuntut adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin berkembang menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Kualitas sumber daya manusia ini hanya dapat diperoleh dari proses

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Maka dari iru tugas seorang

BAB V PEMBAHASAN. penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Maka dari iru tugas seorang BAB V PEMBAHASAN Tanggung jawab seorang pendidik sebagai orang yang mendidik yaitu dapat merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Metode STAD Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa mampu menyelesaikan semua persoalan-persoalan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. siswa mampu menyelesaikan semua persoalan-persoalan yang terdapat dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman konsep matematika merupakan kemampuan yang paling dasar yang harus dimiliki seorang siswa. Dengan pemahaman konsep yang baik siswa dapat menjelaskan kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diperlukan penguasaan matematika sejak dini. Oleh karena itu, selayaknya mata

I. PENDAHULUAN. diperlukan penguasaan matematika sejak dini. Oleh karena itu, selayaknya mata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam peningkatan kualitas pendidikan yang juga tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam peningkatan kualitas pendidikan yang juga tidak terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam peningkatan kualitas pendidikan yang juga tidak terlepas dari peningkatan kualitas sumber daya manusia, komponen yang selama ini dianggap sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia adalah dengan menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KOOPERATIF STRUKTURAL TEKNIK TWO STAY TWO STRAY (TSTS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

PEMBELAJARAN KOOPERATIF STRUKTURAL TEKNIK TWO STAY TWO STRAY (TSTS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA PEMBELAJARAN KOOPERATIF STRUKTURAL TEKNIK TWO STAY TWO STRAY (TSTS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA RADIAHTUL MARDIAH Guru SMP Negeri 1 Kuantan Mudik radiatul.m@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab empat ini, berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan yang akan membahas tentang empat bagian yaitu, sebagai berikut: 1) Gambaran umum penelitian, 2)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. komputer, ilmu alam, dan sebagainya. Oleh sebab itu, perlu adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. komputer, ilmu alam, dan sebagainya. Oleh sebab itu, perlu adanya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Matematika merupakan salah satu ilmu pokok yang memegang peranan penting. Matematika merupakan ratu dan pelayan ilmu. Matematika sebagai ratu ilmu artinya matematika

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING STAD PADA MATA KULIAH GEOGRAFI SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA ANGKATAN 2006A DI JURUSAN GEOGRAFI-FIS-UNESA Sri Murtini *) Abstrak : Model pembelajaran

Lebih terperinci