ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI FARMASI INDONESIA PERIODE (PendekatanTotal Factor Productivity)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI FARMASI INDONESIA PERIODE (PendekatanTotal Factor Productivity)"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI FARMASI INDONESIA PERIODE (PendekatanTotal Factor Productivity) OLEH ATERIS BILADA H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN ATERIS BILADA. Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Output Industri Farmasi Indonesia Periode (Pendekatan Total Produktivitas Faktor) (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI). Industri farmasi sebagai subsektor industri pengolahan, memiliki peran penting dalam menjamin ketersediaan dan memenuhi kebutuhan obat-obatan dan sarana penunjang kesehatan. Sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk mengimplikasikan peningkatan terhadap kebutuhan akan obat-obatan. Adanya pertumbuhan output industri farmasi tidak menjamin terpenuhinya ketersediaan obat dan keterjangkauan masyarakat dalam mengakses produk farmasi. Pertumbuhan output pada industri farmasi Indonesia mengakibatkan peningkatan volume impor bahan baku obat. Peningkatan harga bahan baku obat internasional yang terjadi pada tahun 2003 mengakibatkan peningkatan biaya produksi industri farmasi Indonesia dimana selanjutnya menyebabkan harga obat domestik semakin mahal. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi output industri farmasi Indonesia melalui pendekatan produktivitas total faktor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang merupakan data sekunder, berupa data deret waktu (time series) dari tahun tahun Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pertumbuhan Solow dan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Model pertumbuhan Solow mengukur sumber-sumber pertumbuhan output dimana diakibatkan secara langsung oleh adanya pertumbuhan input serta adanya perkembangan teknologi. Sedangkan analisis data diolah dengan metode Ordinary Least Square (OLS) menggunakan program Eviews 4.1 dan Microsoft Excel Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh kesimpulan bahwa variabel yang memiliki pengaruh signifikan dan positif pada taraf nyata 10 persen terhadap output industri farmasi adalah tenaga kerja, modal, bahan baku, energi dan progres teknologi (TFP). Pengaruh semua variabel tersebut adalah positif terhadap output industri farmasi kecuali variabel energi yang memiliki pengaruh negatif. Sedangkan nilai variabel progres teknologi (TFP) industri farmasi adalah Tanda negatif pada koefisien TFP menunjukkan bahwa penguasaan teknologi dalam industri farmasi masih sangat kecil. Adapun saran pada penelitian ini adalah industri farmasi nasional perlu memberikan proporsi yang lebih besar dalam alokasi pendanaan bagi riset dan pengembangan produk industri farmasi. Hal ini dikarenakan rendahnya tingkat penguasaan atas teknologi yang digunakan serta tingginya ketergantungan industri farmasi nasional terhadap bahan baku impor yang mengakibatkan lemahnya daya saing industri farmasi nasional. Pemerintah sebagai fasilitator pembangunan perlu memberikan dukungan yang lebih menyeluruh pada pengembangan industri farmasi, seperti dalam penetapan PPn, bea impor bahan obat-obatan dan kebijakan penetapan harga obat nasional.

3 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI FARMASI INDONESIA PERIODE (PendekatanTotal Factor Productivity) OLEH ATERIS BILADA H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Ateris Bilada Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul : Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Output Industri Farmasi Indonesia Periode (Pendekatan Produktivitas Total Faktor ) dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Tanti Novianti SP, MSi NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP Tanggal Kelulusan:

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, September 2008 Ateris Bilada H

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 1 April 1986 dari ayah Kuswandi dan ibu Ayik Rohimah. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis pernah mengenyam pendidikan di SD Negeri Kepatihan 1 Jember, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP di Sekolah Indonesia di Cairo dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis masih melanjutkan pendidikan SMU di Sekolah Indonesia di Cairo dan lulus pada tahun Pada tahun 2004 penulis melanjutkan studi ke Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti kepanitian dalam acara yang diselenggarakan Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Departemen Ilmu Ekonomi dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis juga pernah menjadi anggota UKM Panahan IPB tahun

7 KATA PENGANTAR Assalamu alikum Wr. Wb. Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta ala yang selalu memberi rahmat dan nikmat-nya sehingga penulis diberi kemudahan dan kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Kedua orang tua penulis, Bapak H. Kuswandi dan Ibu Hj. Ayik Rohimah atas doa, dukungan, perhatian dan pengertiannya kepada penulis. 2. Ibu Tanti Novianti SP, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing penulis dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Bapak Alla Asmara S.Pt dan Bapak Jaenal Effendi MA, selaku dosen penguji yang telah menguji penulis serta memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. 4. Mulyoko, Rifki, Eko, Casnan, Bama, Andika, Faisal, Zein, Kukuh, Hendy Yunus dan rekan-rekan mahasiswa yang lain yang selalu memberikan arti di sela suka dan duka yang dialami penulis selama ini. Terima kasih atas ide-ide, semangat dan dukungannya selama ini. 5. Andika, Bagus, Deny, Eko, Maya, Priyanto, Saiful, dan semua rekan-rekan angkatan 41 jurusan Ilmu Ekonomi, terima kasih atas bantuan dan semangat yang diberikan selama ini.

8 6. Semua staf Fakultas Ekonomi dan Manajemen yang telah memberikan perhatian dan bantuan sehingga memudahkan penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca dan masyarakat serta dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam Ilmu Ekonomi. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis menghaturkan maaf apabila terdapat hal yang kurang berkenan selama penulisan skripsi ini. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Bogor, September 2008 Ateris Bilada H

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN vi I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian. 6 II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teori Industri Industri Farmasi Produksi dan Produktivitas Produksi Produktivitas Konsep Pertumbuhan Solow Fungsi Produksi Cobb-Douglas Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis III METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Keterbatasan Penelitian Metode Analisis Data Analisis Regresi Linear Berganda Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Model Pertumbuhan Solow... 32

10 3.4.4 Asumsi-Asumsi Linear Berganda 33 IV GAMBARAN UMUM Sejarah Farmasi Perkembangan Industri Farmasi Kondisi Industri Farmasi Nasional.. 43 V HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Produktivitas Parsial Analisis Total Factor Productivity (TFP) Pengujian Asumsi Linear Berganda Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Uji Parameter Statistik Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Output Dengan Memasukkan Variabel Progres Teknologi Terhadap Fungsi Produksi Pengujian Asumsi Regresi Linear Berganda Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Uji Parameter Statistik Uji Ekonomi 60 VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 64 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN. 69

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1 Kontribusi Terhadap PDB Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun Volume Impor Bahan-bahan Obat dan Hasilnya Berdasarkan Dokumen PIB Tahun Klasifikasi dan Komposisi Struktur Biaya Obat Perkembangan Pangsa Pasar Farmasi Global Tahun Nilai Ekspor Bahan-Bahan Obat-obatan Beserta Hasilnya menurut kode SITC digit Nilai Produktivitas Rata Rata Faktor Produksi Hasil Estimasi Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Menghitung Koefisien Total Factor Productivity (TFP) Hasil Estimasi Dengan Memasukkan Variabel Progres Teknologi (TFP) ke Fungsi Produksi 56

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1.1 Grafik Perkembangan Pasar Obat Generik (Rp Milyar) Kurva Peningkatan Produktivitas Diagram Alur Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangka Perubahan Research And Development Industri Farmasi Grafik Perkembangan Pangsa Pasar Industri Farmasi Global Perkembangan Jumlah Perusahaan Industri Farmasi Tahun Pertumbuhan Produktivitas Parsial Tenaga Kerja Pertumbuhan Produktivitas Parsial Modal Produktivitas Parsial Bahan Baku.. 50

13 LAMPIRAN

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Logaritma Output Riil dan Variabel Input Riil Industri Farmasi Tahun Data Pertumbuhan Output Riil dan Variabel Input Riil Industri Farmasi Tahun Produktivitas Riil Variabel Input Industri Farmasi Hasil Perhitungan Total Productivity Factor (TFP) Hasil Estimasi Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglass Tanpa Memasukkan Variabel Progres Teknologi (TFP) Hasil Uji Multikolinearitas dengan Correlation Matrix Hasil Uji Normalitas Error Term dengan Jarque-Berra Test Hasil Pengujian Autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dengan menggunakan Uji White- Heteroscedasticity Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglass dengan Memasukkan Kontribusi Variabel Progres Teknologi (TFP) Hasil Uji Multikolinearitas dengan Correlation Matrix Hasil Uji Normalitas Error Term Hasil Uji Serial Autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan White-Heteroscedasticity. 76

15 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industrialisasi merupakan salah satu proses yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan bangsa. Hal ini dikarenakan sektor industri dipercaya memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap PDB dibandingkan dengan sektor perekonomian lainnya. Selain itu, industri juga berperan sebagai leading sector dimana percepatan pertumbuhan sektor perekonomian yang lain dapat didukung dengan kinerja sektor industri yang produktif. Tabel 1.1 memperlihatkan kontribusi sektor industri terhadap pertumbuhan PDB tiap tahunnya, dimana hal ini dapat menggambarkan bahwa sektor industri memiliki prospek untuk dikembangkan. Tabel 1.1 Kontribusi Terhadap PDB Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun No Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, 15,6 15,3 15,5 15,2 14,3 13,1 13,0 13,8 Kehutanan dan Perikanan 2 Pertambangan dan 12,1 11,0 8,8 8,3 8,9 11,1 11,0 11,1 Penggalian 3 Industri Pengolahan 27,7 29,3 28,7 28,3 28,1 27,4 27,5 27,0 a.industri Migas 3,9 3,8 3,8 3,9 4,1 5,0 5,2 4,6 b. Industri Non Migas 23,8 25,2 24,9 24,4 24,0 22,4 22,4 22,4 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,6 0,7 0,8 1,0 1,0 1,0 0,9 0,9 5 Konstruksi 5,5 6,7 6,1 6,2 6,6 7,0 7,5 7,7 6 Perdagangan, Hotel dan 16,2 16,1 17,1 16,6 16,1 15,6 15,0 14,9 Restauran 7 Pengangkutan dan 4,7 4,7 5,4 5,9 6,2 6,5 6,9 6,7 komunikasi 8 Keuangan, Real estate dan 8,3 8,2 8,5 8,6 8,5 8,3 8,1 7,7 Jasa perusahaan 9 Jasa - Jasa 9,3 9,2 9,1 9,9 10,3 10,0 10,1 10,1 Sumber : BPS (2007)

16 2 Industri farmasi sebagai subsektor industri pengolahan non migas memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan. Menurut data Badan Pusat Statistik (2006), jumlah penduduk Indonesia dari tahun 2000 hingga 2005 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,1 persen. Pada sensus penduduk tahun 2000, penduduk Indonesia berjumlah jiwa, kemudian meningkat setiap tahunnya hingga pada tahun 2005 menjadi jiwa. Sejalan dengan adanya pertumbuhan penduduk yang terus meningkat tiap tahunnya, hal ini mengakibatkan adanya peningkatan jumlah permintaan akan obat-obatan dan produk farmasi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.1. Sumber : IMS (2004) Gambar 1.1 Grafik Konsumsi Obat dan Produk Farmasi di Indonesia (Rp Milyar) Beberapa tahun terakhir ini, perkembangan industri farmasi nasional mengalami kecenderungan mengalami peningkatan nilai produksi setiap tahunnya akan tetapi peningkatan ini menimbulkan permasalahan ketersediaan bahan baku. Pada tahun 2000, nilai produksi industri farmasi mencapai triliun rupiah, sedangkan pada akhir tahun 2001, industri farmasi mengalami pertumbuhan lebih dari 30 persen yaitu pada nilai produksi triliun rupiah. Selanjutnya nilai produksi industri farmasi mengalami fluktuasi tiap tahunnya dalam pertumbuhan

17 3 rata-rata pertahun yang dapat dicapai sebesar 14,6 persen. Titik puncak nilai produksi industri tercapai pada tahun 2005 dengan nilai produksi sebesar triliun rupiah (Badan Pusat Statistik, 2005). Peningkatan nilai produksi ini mengakibatkan adanya permasalahan pada sektor industri farmasi yaitu peningkatan penggunaan jumlah bahan baku. Menurut Kendra (2008), sekitar 95 persen bahan kimia yang menjadi bahan baku obat dan industri farmasi dipasok dari luar negeri, dengan besaran bea masuk berkisar antara 5 persen hingga 15 persen. Peningkatan impor bahan baku terjadi pada tahun 2003, dengan pertumbuhan sebesar 4,09 persen dibandingkan impor pada tahun sebelumnya. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (2007), peningkatan impor bahan baku obat dan industri farmasi mengalami peningkatan semenjak tahun 2003, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 17,18 persen. Peningkatan impor bahan baku mengakibatkan harga obat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh harga bahan baku di pasar internasional yang cenderung fluktuatif dan mengalami peningkatan. Tabel 1.2 Volume Impor Bahan-bahan Obat dan Hasilnya Berdasarkan Dokumen Pajak Impor Barang (PIB) Tahun Tahun Volume Impor ( ribu USD ) Pertumbuhan Per Tahun (%) , , , , , , ,28 Sumber : Ditjen Bea dan Cukai (2007) Ketergantungan akan bahan baku impor yang tinggi secara langsung membawa dampak terhadap kinerja dan produktivitas industri farmasi dalam

18 4 negeri. Peningkatan harga bahan baku internasional yang secara bersamaan terjadi pada tahun 2003, mengakibatkan peningkatan biaya produksi untuk menghasilkan output. Selanjutnya permasalahan tersebut mengakibatkan industri farmasi tidak efisien dan tidak produktif dalam menghasilkan outputnya. Berdasarkan data International Marketing Service Health (2005), struktur konsumsi Indonesia untuk bidang kesehatan adalah sangat rendah, yaitu hanya sekitar 2 persen dari keseluruhan PDB per kapita. Persentase ini adalah sangat rendah apabila dibandingkan dengan negara Jepang yang memiliki struktur konsumsi untuk kesehatan per kapita sebesar 10 persen. Hal ini merupakan tantangan bagi sektor industri farmasi dimana produktivitas industri adalah salah satu indikator yang diharapkan peningkatannya guna tercapainya efisiensi biaya produksi sehingga keterjangkauan masyarakat untuk mengakses produk farmasi terjamin. Adapun peran Pemerintah yang proaktif untuk mendukung perkembangan produktivitas sektor industri farmasi adalah sangat diharapkan. 1.2 Rumusan masalah Penelitian mengenai karakteristik faktor-faktor produksi yang mempengaruhi output dan produktivitas industri farmasi merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Adanya pertumbuhan output industri farmasi tidak memberikan jaminan adanya ketersediaan dan keterjangkauan masyarakat dalam mengakses obat serta produk farmasi lainnya. Peningkatan pada nilai output industri mengakibatkan peningkatan pada volume impor bahan baku obat. Peningkatan volume impor bahan baku obat mengakibatkan tingginya tingkat ketergantungan industri farmasi nasional terhadap impor. Selanjutnya tingkat

19 5 ketergantungan bahan baku obat terhadap pasar internasional mengakibatkan biaya produksi obat domestik meningkat, karena harga bahan baku impor dipengaruhi harga bahan baku internasional yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Ketergantungan terhadap bahan baku impor merupakan permasalahan utama sektor industri farmasi dimana hal itu memiliki hubungan yang erat dengan fungsi produksi, faktor-faktor produksi input serta tingkat penggunaan teknologi. 1.3 Tujuan Penelitian Perkembangan industri tidak terlepas dari peningkatan kuantitas output yang dihasilkan dan produktivitas faktor faktor produksi yang digunakan di dalam industri tersebut. Untuk itu penelitian ini bertujuan antara lain : 1. Mendeskripsikan kondisi dan perkembangan industri farmasi nasional. 2. Menganalisis faktor faktor produksi yang mempengaruhi output industri farmasi nasional. 3. Menganalisis produktivitas total faktor (progres teknologi) industri farmasi nasional. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi Pemerintah sebagai referensi dalam penetapan kebijakan regulasi di bidang farmasi. Bagi para pelaku industri farmasi, diharapkan dapat dijadikan referensi untuk pengembangan sektor industri farmasi sehingga selain pertumbuhan output dapat dicapai juga terjadi peningkatan produktivitas dari faktor-faktor produksi dan total produktivitas faktor industri farmasi.

20 6 Sedangkan bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan, dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan penelitian selanjutnya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian mengenai total produktivitas faktor industri farmasi di Indonesia dengan kategori industri farmasi besar dan sedang menurut Statistik industri KLUI (Klasifikasi Lapangan Usaha Industri) revisi Selama rentang waktu penelitian yang dilakukan ( ) sektor industri farmasi telah mengalami tiga kali perubahan dalam pembagian golongan pokok industri. Pada tahun 1983 hingga tahun 1989, industri farmasi termasuk dalam Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia ( KLUI) lima digit yaitu Kemudian pada tahun klasifikasinya berubah menjadi Pada tahun kode industri farmasi berubah menjadi

21 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Teori Industri Definisi mengenai Industri memiliki ruang lingkup mikro dan makro. Secara mikro, industri diartikan sebagai kumpulan dari perusahaan perusahaan yang menghasilkan barang barang sejenis (homogeny), atau barang- barang yang mempunyai sifat saling mengganti yang sangat erat. Sedangkan secara makro, ditinjau dari segi pembentukan pendapatan, industri adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan nilai tambah (Hasibuan,1993). Pendefinisian industri menurut Sumarni (1998), industri diartikan sebagai kegiatan pengadaan suatu barang (economic goods) untuk keperluan dan kesejahteraan manusia orang-orang tertentu di suatu tempat tertentu. Barang ekonomi dapat berupa bahan atau barang misalnya tekstil, mobil, hasil pertanian, obat-obatan atau dapat pula berupa jasa seperti perbankan. Badan Pusat Statistik (2005) mendefinisikan industri sebagai suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi bertujuan menghasilkan barang atau jasa dimana terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu, dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha tersebut. Jadi pengertian industri dapat diartikan suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi yang mempunyai tujuan untuk menghasilkan barang dan jasa yang terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu serta mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seseorang

22 8 atau lebih yang bertanggung jawab atas resiko usaha tersebut. Industri itu terdiri dari berbagai macam sektor, diantaranya industri jasa, industri pengolahan, industri farmasi, industri kelistrikan, industri makanan dan minuman, industri perbankan dan banyak lagi industri lainnya. Selanjutnya Departemen Perindustrian (2005) membagi beberapa jenis industri berdasarkan karakteristik penggunaan input, yaitu : 1. Industri Padat Sumber Daya Alam, meliputi industri industri yang banyak menggunakan sumber daya alam sebagai bahan baku. 2. Industri Padat Tenaga Kerja, meliputi industri-industri yang banyak menggunakan tenaga kerja. Untuk dapat mengembangkan produk ini diperlukan usaha meningkatkan keterampilan dan produktivitas tenaga kerja, baik melelui penanaman modal maupun penerapan teknologi. 3. Industri Padat Modal, meliputi industri industri yang banyak menggunakan modal. Dalam pengembangan produk ini diperlukan usaha meningkatkan penanaman modal asing. Dan pada umumnya pengembangan produk berdasarkan kategori industri padat modal memiliki ketergantungan pada faktor eksternal dari industri tersebut. 4. Industri Padat Teknologi, meliputi industri industri yang mengandalkan teknologi sebagai faktor keunggulan untuk dapat bersaing. Untuk mengembangkan produk ini diperlukan usaha meningkatkan penguasaan teknologi yang menyatu pada barang modal yang diimpor.

23 Industri Farmasi Secara spesifik industri farmasi merupakan industri hilir yang melakukan kegiatan produksi obat-obatan termasuk vitamin, suplemen serta bahan-bahan dapat berfungsi penunjang kesehatan. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam Kebijakan Obat Nasional (2005), Obat adalah sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyedilidki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi. Pada industri farmasi, knowledge dan knowledge management mempunyai peran yang penting karena industri farmasi adalah strongly sciencebased-industry dan the most research intensive and innovative sectors of manufacturing. Obatobat baru dikembangkan dengan cara yang sistematik, investasi yang signifikan termasuk dalam hal waktu (time), iklim yang inovatif, SDM yang berbakat serta melibatkan seluruh sumberdaya perusahaan. Dalam konteks R&D di dalam industri farmasi, yang perlu mendapat perhatian adalah peran strategis dari human capital. Perusahaan perlu merekrut skilled scientist dan mengupayakan agar mereka berada dalam perusahaan untuk jangka yang panjang Hal ini dapat dimengerti karena kapabilitas human capital akan sangat menentukan kekuatan R&D suatu perusahaan farmasi dalam melakukan inovasi sebagai sumber keunggulan kompetitifnya. Perusahaan perlu mengintegrasikan ilmuwan (scientist) dalam organisasi untuk mentrasformasikan ilmu pengetahuan mereka dalam proses pembelajaran kolektif. Scientific knowledge mempunyai peran penting dalam aktivitas perusahaan dan ini dihasilkan dari penguatan organisasi

24 10 risetnya. Selanjutnya organisasi dan intensitas riset akan menjadi determinan keberhasilan perusahaan, dengan kata lain, aktivitas laboratorium R&D dan personil yang bekerja disana mempunyai pengaruh strategis pada perusahaan dan memainkan peran implisit dalam corporate governance (Sampurno, 2004). Di dalam Industri farmasi terdapat pengklasifikasian obat, yaitu obat generik, obat generik bermerek dan obat paten ( Hamzah, 2007). Dalam pengklasifikasian tersebut dibedakan dalam komposisi struktur biaya dengan proporsi Harga Netto Apotek keseluruhan 100 persen, selengkapnya dapat dilihat Tabel 2.1. Tabel 2.1. Klasifikasi dan Komposisi Struktur Biaya Obat (Persentase) Komposisi Struktur Biaya Jenis Obat Obat Generik ( % ) Obat Generik Bermerek (%) Obat Paten ( % ) Biaya Produksi Biaya Pemasaran dan Distribusi Keuntungan Produsen HNA Apotek Sumber : Pane (2007) Puspitasari (2004) menjelaskan pengklasifikasian industri farmasi nasional menurut Permenkes No.222./Kab/BVII/69 tanggal 3 Oktober Industri farmasi dibagi menjadi 4 kelompok yaitu: 1. Industri farmasi Industri farmasi yang dimaksud adalah perusahaan berbadan hukum Perseroan terbatas (PT) yang melakukan produksi obat-obatan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam SKEP Menkes RI no 90/Kab/B.Vii/71 24 April 1971, SKEP Menkes RI No 2819/A/SK/71 26 April 1971, SKEP Menkes RI

25 11 No. 125/Kab/BVII/71 9 Juni 1971, Permenkes RI No 389/Menkes/PeR/X/80 19 oktober 1980, paket kebijaksanaan deregulasi 28 mei 1990 berupa peraturan Menteri Kesehatan RI No Dan no 245/ Menkes/SK/V/90 dengan klasifikasi, yaitu industri farmasi Badan Usaha Milik Negara ( BUMN), Penanaman Modal Asing dan Swasta nasional. Industri farmasi BUMN merupakan industri farmasi yang modalnya dimiliki oleh Negara. Contoh industri farmasi BUMN adalah PT Indofarma, PT Biofarma, PT Kimia Farma, dan NV Phapros. Industri farmasi di Indonesia pada umumnya memproduksi obat etikal yaitu obat obatan yang bisa disediakan dengan resep dokter dan obat bebas (OTC) atau obat- obatan yang dapat dibeli tanpa resep dokter. 2. Pedangang Besar Farmasi (PBF) PBF di Indonesia merupakan distribusi farmasi yaitu perusahaan yang berbadan hukum berupa perseroran terbatas yang melalukan distribusi obat. PBF diatur dalam permenkes No.163/Kab/B.Vii/72 28 Agustus 1972, SKEP Menkes No.809/Ph/64/b-28 Januari 1964 dan SKEP Menkes RI No 3987/A/SK/73 30 April Paket kebijaksanaan deregulasi tanggal 28 Mei 1990 Permenkes RI No.243/Menkes/SK/V/90 menunjuk berbagai fungsi jenis PBF. 3. Apotek Apotek adalah suatu perusahan tempat sarana pengabdian Apoteker. Apotek melakukan distribusi obat langsung kepada pasien atau apotik lainnya. Apotek melakukan distribusi kepada poliklinik untuk obat-obatan termasuk obat keras dengan resep dokter, obat-obat bebas terbatas, maupun obat bebas. Apotek didirikan berdasarkan peraturan Pemerintah No. 26/1965 juncto Peraturan

26 12 Pemerintah no 25 tahun 1980, permenkes No.26/ Menkes/ Per/ I/ 81 serta berbagai permenkes lainya seperti no. 278, 279 dan 280/ Menkes/ SK/ 80 tanggal 30 Mei Toko obat Toko obat adalah perusahaan yang melaksanakan penyaluran obat bebas dan bebas terbatas. Toko obat dibagi menjadi ; a. Toko obat berizin, merupakan suatu usaha tempat mendistribusikan obat secara eceran langsung kepada konsumen terutama dalam klasifikasi penyaluran obat bebas terbatas dan obat bebas.hal ini sesuai dengan ketentuan Permenkes no.167/kab/ BVII/ 72 tanggal 28 Agustus 1972 penanggung jawab teknis adalah asisten apoteker. b. Toko obat biasa adalah usaha yang sebagian besar kegiatannya mendistribusikan obat secara eceran langsung kepada para konsumen berupa obat bebas saja. Mempelajari industri farmasi sama dengan mempelajari dasar pengetahuan mengenai industri. Sumber daya yang mendasar industri farmasi terdiri dari pengetahuan manjemen, daya saing dan aset baik yang berwujud maupun tidak sama persis seperti pengetahuan dasar industri. Sejak proses awal produksi, obat merupakan komoditi ekonomis, karena perangkat investasi maupun pelaksanaan proses produksi dilakukan dengan hukum- hukum ekonomi. Obat merupakan komoditi yang memerlukan penanganan teknologi tinggi untuk keselamatan manusia dimana setiap prosesnya tidak hanya memerlukan acuan Good Manufacturing Practice, namun pola perkembangan kesehatan dunia mensyarakatkan current Good Manufacturing Practice artinya harus mengikuti

27 13 cara pembuatan obat yang senantiasa mutakhir. Disamping persyaratan umum cgmp harus pula mengkuti perkembangan berbagai uji stabilitas bio-equivalen dan bio-availability, uji klinis dan lainnya. Dalam perkembangannya proses penemuan obat memerlukan waktu dan biaya yang sangat lama. Menurut World Health Organization (1998), Industri farmasi merupakan industri yang berbasis riset dan secara berkesinambungan memerlukan inovasi, memerlukan promosi yang membutuhkan biaya mahal, organisasi dan sistem pemasaran yang baik, serta produk yang diatur secara ketat, baik pada tingkat nasional maupun internasional Produksi dan Produktivitas Hingga saat ini sering terjadi pembauran antara pengertian produktivitas dan produksi. Beberapa orang mengartikan kedua hal tersebut adalah sama. Komaruddin dalam Rachmadona (2002) mengatakan bahwa kenaikan produksi memperlihatkan peningkatan jumlah hasil yang dicapai. Produktivitas seringkali diartikan adanya perbaikan atau daya atas pencapaian hasil suatu proses Produksi Produksi merupakan semua kegiatan untuk menciptakan dan menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan memanfaatkan faktor faktor produksi yang tersedia. Faktor faktor produksi adalah sumber sumber ekonomi yang harus diolah oleh perusahaan untuk dijadikan barang dan jasa untuk kepuasan konsumen sekaligus memberikan keuntungan bagi perusahaan (Sumarni, 1998).

28 14 Pengertian fungsi produksi menurut Nicholson (1995) merupakan hubungan teknis fungsional diantara beberapa input dalam rangka proses perubahan menjadi output. Fungsi produksi mencerminkan kombinasi berbagai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output. Selain itu, fungsi produksi dapat menunjukkan jumlah maksimal barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi faktor produksi yang ada, yaitu modal dan tenaga kerja. Lipsey dalam Yunnisa (2004), berpendapat bahwa faktor produksi adalah sumber daya yang digunakan dalam memproduksi barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan. Sumber daya tersebut seringkali dipisahkan dalam kategori dasar, yaitu : tanah, tenaga kerja dan modal. Pembentukan fungsi produksi dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan pada waktunya, yaitu: 1. Fungsi Produksi Jangka Pendek ( Short Run ) Fungsi produksi jangka pendek memiliki dua jenis input yaitu input tetap dan input variabel. Dalam jangka pendek hanya input variabel yang dapat diubah ubah, dengan input tetap pada suatu nilai tertentu yang tetap. 2. Fungsi Produksi Jangka Panjang ( Long Run ) Fungsi produksi jangka panjang, semua input dapat berubah sehingga dapat dikatakan tidak ada input yang tetap. Berdasarkan pengertian produksi diatas, maka produksi merupakan suatu sistem. Sistem produksi adalah suatu keterkaitan unsur-unsur produksi secara terpadu yang menyatu dan menyeluruh dalam melakukan transformasi masukan menjadi keluaran. Oleh karena itu pengambilan keputusan dalam bidang produksi

29 15 perlu adanya pemahaman yang lebih mendalam mengenai produksi dan sistem produksi, sehingga proses produksi yang berjalan dapat mencapai tujuan yang diharapkan (Assuari, 1980 ) Produktivitas Menurut Moelyono (1993), sebenarnya filosofi tentang produktivitas mengandung arti keinginan dan usaha dari setiap individu untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupannya. Kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan kehidupan hari esok tentunya harus lebih baik dari kehidupan hari ini. Pandangan tersebut secara tidak langsung dapat meningkatkan produktivitas. Setiap individu maupun organisasi dimungkinkan memandang kerja sebagai suatu keutamaan. Mengutamakan bekerja dengan mengacu kepada unsur efisiensi dan efektivitas sebenarnya telah merupakan penjabaran dan konsep produktivitas. Dalam pengukurannya, produktivitas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Produktivitas Parsial Produktivitas Parsial menghubungkan antara jumlah output yang dihasilkan dengan jumlah input yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Deflatornya hanya salah satu dari input yang digunakan. Secara matematis, produktivitas parsial dapat dituliskan sebagai berikut : Produktivitas Parsial = Output adalah produk akhir dari sebuah proses dimana dapat berupa barang jadi atau pemberian layanan. Sedangkan input adalah jumlah

30 16 sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang atau untuk penyediaan layanan. b. Produktivitas Multi Faktor Produktivitas Multi Faktor adalah rasio dari output terhadap lebih dari satu faktor input. Deflatornya adalah semua input. Produktivitas Multi Faktor ini merupakan pendekatan dasar dari Produktivitas Faktor Total (Total Factor Productivity/ TFP) atau disebut juga laju progres teknologi. TFP dapat diartikan sebagai kumpulan dari seluruh faktor kualitas yang menggunakan sumberdaya yang ada secara optimal untuk menghasilkan lebih banyak output dari tiap unit input. TFP menggambarkan keefisienan dan keefektifan dimana faktor faktor produksi diproses secara bersama untuk menghasilkan output, baik berupa barang ataupun jasa. Oleh karena itu, output tetap dapat ditingkatkan tanpa menggunakan penambahan input. Hal ini berarti bahwa perlu peningkatan kualitas yang lebih baik dari sumberdaya yang telah digunakan, seperti: a. Memperkenalkan teknologi baru; b. Meningkatkan teknologi informasi; c. Berinovasi dalam penciptaan bahan baku; d. Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan energi; e. Memperbaiki teknik manajemen; f. Meningkatkan pendidikan dan ketrampilan pekerja. Telah disebutkan sebelumnya bahwa produksi berbeda dengan produktivitas. Peningkatan produksi tidak selalu disebabkan oleh peningkatan

31 17 produktivitas. Hal ini disebabkan karena produksi dapat meningkat walaupun produktivitasnya tetap atau menurun (Ravianto, 1986). Sumber : Nicholson (1995) Gambar 2.1 Kurva Peningkatan Produktivitas Pada Gambar 2.1 dengan mengasumsikan bahwa hanya ada input modal dan tenaga kerja, sebuah perusahaan dapat meningkatkan produktivitas melalui dua cara, yaitu : a. Fungsi produksi tidak berubah dengan intensitas modal meningkat. Dari Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa peningkatan intensitas modal dalam fungsi produksi yang tetap ditandai dengan bergeraknya intensitas modal dari titik P 0 ke P 1. Dengan meningkatnya intensitas modal dari K/ L 0 ke K/ L 1 akan meningkatkan produktivitas dari Y/ L 0 ke Y/ L 1.

32 18 b. Fungsi produksi berubah dengan intensitas modal tetap. Adanya perubahan fungsi produksi dari F(t 0 ) menjadi F(t 1 ) mengakibatkan jumlah produksi meningkat dari P 1 ke P 2. Dengan intensitas modal yang tetap, K/L I akan meningkatkan produktivitas dari Y/L 1 ke Y/L 2 sehingga memperbaiki TFP. Produktivitas yang meningkat akan memperkuat daya saing perusahaan. Hal ini disebabkan karena perusahaan dapat berproduksi dengan biaya yang lebih rendah dan mutu produksi lebih baik. Produktivitas juga mendorong terciptanya perluasan tenaga kerja. Selain itu, produktivitas menunjang kelestarian dan perkembangan perusahaan. Dengan begitu, hubungan industrial yang lebih baik akan terwujud. Menurut Nugroho dalam Anindita (2004) mengungkapkan bahwa produktivitas juga dapat dilihat sebagai tiga konsep, yaitu : 1. Konsep teknikal Produktivitas diartikan sebagai perbandingan antara output yang dihasilkan dengan tiap unit sumberdaya yang digunakan (input). Pada suatu waktu perbandingan ini dapat menjadi sebuah rasio yang memiliki kualitas yang sama atau meningkat. 2. Konsep Manajemen Dalam konsep manajemen, produktivitas terdiri dari dua unsur yaitu efektivitas dan efisiensi. Efektivitas berarti melaksanakan sesuatu dengan tepat. Sedangkan efisiensi memiliki arti melaksanakan sesuatu dengan benar.

33 19 3. Konsep Sosial Sebagai konsep sosial, produktivitas merupakan sebuah pemikiran tentang sikap. Berdasarkan keyakinan bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin dan besok harus lebih baik dari hari ini, pengembangan akan terjadi terus menerus dari apa yang telah ada. Jadi, dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalah tujuan bagi siapapun untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Sedangkan definisi produktivitas menurut Kohler s Dictionary for Accountants dalam Moelyono (1993) merupakan hasil yang didapat dari setiap proses produksi dengan menggunakan satu atau lebih faktor produksi. Seringkali produktivitas dihitung sebagai rasio output terhadap input. Tolok ukur produktivitas dapat dinyatakan dalam physical productivity dan financial productivity. Konsep produktivitas dalam pandangan ilmu ekonomi biasanya dikaitkan dengan jumlah output dan harga output. Seringkali produktivitas didefinisikan sebagai efisiensi dalam memproduksi output atau rasio output dibanding input. Dan pengertian efisiensi dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Cost efficiency adalah kemampuan produksi pada tingkat tertentu dengan biaya rendah dibandingkan dengan produsen lain. Dapat pula diartikan sebagai kemapuan produksi pada tingkat yang lebih tinggi dengan biaya yang sama. b. Technical efficiency adalah kemampuan produksi sebesar mungkin dengan jumlah input tertentu. Dapat pula diartikan sebagai kemampuan menghasilkan jumlah output yang sama dengan menggunakan jumlah input seminimal mungkin.

34 20 Dalam penelitian ini, konsep produktivitas dapat diartikan sebagai ukuran sampai seberapa jauh sumberdaya sumberdaya yang ada disertakan dan dipadukan dalam organisasi untuk mencapai suatu hasil tertentu. Dengan begitu, konsep produktivitas menekankan pentingnya efisiensi dan efektivitas dalam setiap usaha ( Moelyono, 1993). 2.3 Konsep Pertumbuhan Solow Dalam analisis tentang sumber sumber pertumbuhan sering diasumsikan bahwa teknologi tidak mempengaruhi fungsi produksi yang tidak berubah. Kenyataannya, kemajuan teknologi meningkatkan fungsi produksi. Oleh karena itu, perubahan teknologi akan dimasukkan dalam fungsi produksi. Dengan mengasumsikan tidak adanya perubahan teknologi, fungsi produksi yang mengaitkan produksi (Y) dengan faktor produksi modal (K) dan tenaga kerja (L) adalah konstan. Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut : Y = f(k,l)..(2.1) Kenaikan kedua faktor produksi sebesar K dan L akan meningkatkan output. Dengan membagi kenaikan ini menjadi dua sumber dengan menggunakan produk marjinal dari dua input : Y= ( MPK x K ) + ( MPL x L )..(2.2) Bagian pertama dalam tanda kurung merupakan kenaikan output yang disebabkan oleh kenaikan modal. Sedangkan bagian kedua merupakan kenaikan output yang disebabkan oleh kenaikan tenaga kerja. Persamaan 2.2 dapat ditulis dalam bentuk lain sebagai berikut : = +. (2.3)

35 21 Bentuk persamaan ini menunjukkan hubungan antara tingkat pertumbuhan output Y/Y, dengan tingkat pertumbuhan modal, K/K, dan tingkat pertumbuhan tenaga kerja, L/L. (MPK x K)/ Y adalah bagian modal dari output. Sedangkan (MPL x L)/Y adalah bagian tenaga kerja dari output. Dengan asumsi bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan, (MPK x K)/ Y dan (MPL x L)/ Y memiliki bagian sama dengan satu. Dalam hal ini, dapat ditulis sebagai berikut : = α + (1-α)... (2.4) Dimana α adalah bagian modal dan (1-α) adalah bagian tenaga kerja. Menurut Robert M. Solow dalam Mankiw (2003), fungsi produksi juga mencerminkan teknologi yang digunakan untuk mengubah modal dan tenaga kerja menjadi output. Jadi, perubahan teknologi mempengaruhi fungsi produksi, karena teknologi produksi yang ada menentukan berapa banyak output diproduksi dari jumlah modal dan tenaga kerja tertentu. Setelah dimasukkan dampak perubahan teknologi ke dalam Persamaan 2.1 diatas, maka persamaan diatas menjadi : Y = Af ( K, L )...(2.5) Dimana A adalah ukuran dari tingkat teknologi terbaru yang disebut Total Factor Productivity (TFP). Jadi, peningkatan produksi tidak hanya disebabkan oleh peningkatan modal dan tenaga kerja, namun juga karena kenaikan TFP. Dengan demikian, Persamaan 2.4 berubah menjadi : = α + (1-α) + (2.6) Persamaan ini mengidentifikasi dan mengukur tiga sumber pertumbuhan. Ketiga sumber pertumbuhan tersebut adalah perubahan jumlah modal, perubahan jumlah tenaga kerja, dan perubahan TFP. TFP tidak dapat diamati secara langsung

36 22 sehingga diukur secara tidak langsung. Dengan mengubah Persamaan 2.6, dapat diketahui pertumbuhan TFP. Persamaan tersebut setelah diubah akan menghasilkan persamaan ; = 1 (2.7) A/A menginterpretasikan perubahan output yang tidak dapat dijelaskan oleh perubahan input. Oleh karena itu, pertumbuhan TFP ini dihitung sebagai residu dan disebut sebagai Residu Solow. Residu merupakan jumlah pertumbuhan output yang tersisa setelah menghitung determinan pertumbuhan yang dapat diukur. TFP dapat berubah karena berbagai alasan. Perubahan sering disebabkan karena meningkatnya ilmu pengetahuan tentang metode produksi. Oleh karena itu, Residu Solow sering digunakan sebagai ukuran kemajuan teknologi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa TFP mencakup semua yang mengubah hubungan antara input dan output. Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi memiliki skala hasil konstan (constant return to scale). Asumsi ini menyatakan bahwa peningkatan dalam persentase yang sama dalam seluruh faktor faktor produksi menyebabkan peningkatan output dalam persentase yang sama. Fungsi produksi dikatakan memiliki skala hasil konstan jika : zy = F (zk, zl ) (2.8) dengan z bernilai positif. Persamaan ini menyatakan bahwa jika jumlah modal dan jumlah tenaga kerja dikalikan dengan z maka output juga dikalikan dengan z.

37 Fungsi Produksi Cobb Douglas Fungsi Produksi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel tidak bebas (Y), dan yang lain disebut variabel bebas (X) (Soekartawi, 2003). Secara matematis, fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut ; Y = ax 1 b1 X 2 b2 X 3 b3 X i bi X n bn e u = aπ X bi i e u... (2.9) Jika fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka : Y = f( X 1, X 2,., X i,,x n )... (2.10) Dimana Y X a,b = Variabel yang dijelaskan = Variabel yang menjelaskan = Besaran yang akan diduga u = Kesalahan ( disturbance term ) e = Logaritma natural, e = 2,718 Untuk memudahkan pendugaan terhadap Persamaan (2.9) maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Logaritma dari persamaan diatas adalah : Log Y = Log a + b 1 Log X 1 + b 2 LogX 2 + v. (2.11) Y* = a* + b 1 X 1 * + b 2 *X 2 * + v*.. (2.12) Dimana : Y* = Log Y

38 24 X* = Log X v* = Log v a* = Log a Pada Persamaan (2.12) terlihat bahwa walaupun dilogaritmakan namun nilai b 1 dan b 2 tidak berubah. Hal ini dikarenakan oleh nilai b 1 dan b 2 pada fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas X terhadap Y. Dalam menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain : a. Tidak ada pengamatan yang bernilai nol. Alasannya, logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui ( infinite ) b. Jika menggunakan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept, bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut; c. Perbedaan lokasi seperti iklim telah tercakup pada faktor kesalahan u. Fungsi produksi ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain : 1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain karena fungsi produksi ini dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linier. 2. Kemungkinan terjadinya masalah heteroskedastisitas dapat dikurangi. 3. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, koefisien pangkat dari fungsi produksi Cobb-Douglas sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing masng faktor produksi yang digunakan terhadap output, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor faktor produksi;

39 25 4. Hasil dari penjumlahan koefisien elastisitas dari masing masing faktor produksi tersebut menunjukkan fase pergerakan skala usaha ( return to scale ) atas perubahan faktor faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi. 5. Fungsi produksi Cobb-Douglas sering digunakan dalam penelitian, sehingga dapat dengan mudah dibandingkan dengan penelitian lain yang menggunakan alat analisis yang sama. Dari beberapa kelebihan diatas, fungsi produksi Cobb-Douglas juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain : a. Elastisitas produksinya dianggap konstan; b. Nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan berbias jika faktor produksinya yang digunakan tidak tetap. c. Tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol. 2.5 Penelitian Terdahulu Fitriani (2004) melakukan penelitian tentang pengaruh faktor faktor produksi terhadap output industri ban di Indonesia periode Penelitiannya menyimpulkan bahwa faktor faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap peningkatan nilai output industri ban di Indonesia adalah faktor produksi tenaga kerja, bahan baku, dan bahan bakar. Faktor Produksi modal memberikan nilai negatif dan berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan output. Perbedaannya penelitian Fitriani (2004) dengan penelitian ini adalah penulis memasukkan faktor progres teknologi dalam mempengaruhi peningkatan

40 26 output dan menitikberatkan pada pembahasan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi output industri farmasi Indonesia. Penelitian Rivai (1991) bertujuan untuk menjelaskan proses perkembangan industri pengolahan kayu sebagai hasil dari perubahan dalam teknik produksi, penyerapan tenaga kerja dan produktivitas kerja dengan menggunakan model fungsi CES dan Cobb-Douglas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa industri pengolahan kayu cenderung menggunakan teknik produksi yang padat modal, peranan tenaga kerja sangat penting dalam menentukan besarnya output dimana dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas besarnya elastisitas output terhadap tenaga kerja adalah lebih besar daripada elastisitas output terhadap modal. Persamaan antara penelitian ini dengan analisis dalam skripsi ini adalah penggunaan alat analisis untuk menjelaskan peranan tenaga kerja dengan Cobb- Douglas, perbedaannya yaitu dalam komoditi yang dianalisis dan dalam model fungsi produksi lain yang digunakan. Yulaekha (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Produktivitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ( Periode ), meneliti model yang terbaik untuk menganalisis produktivitas dan sumber sumber peningkatan output industri TPT Indonesia periode adalah model persamaan linier. Beliau juga menyimpulkan bahwa faktor produksi bahan baku dan energi memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan output TPT Indonesia, sedangkan tenaga kerja, kapital dan dummy krisis memberikan pengaruh tidak nyata terhadap peningkatan output. Perbedaan penelitian Yulaekha dengan penelitian dalam skripsi ini berbeda dalam hal objek penelitian. Selain itu, Yulaekha melakukan pemilihan model fungsional terbaik sebelum menganalisis

41 27 produktivitas industri TPT, sedangkan penelitian ini menggunakan model fungsi produksi Cobb Douglas. 2.6 Kerangka Pemikiran Dalam penelitian ini, industri farmasi nasional merupakan salah subsektor didalam sektor industri dimana perkembangan subsektor ini juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan industri farmasi nasional tidak lepas dari adanya pertumbuhan output dan peningkatan produktivitas industri. Akan tetapi pertumbuhan output pada industri farmasi nasional yang terjadi beberapa tahun terakhir ini mengakibatkan adanya peningkatan penggunaan bahan baku impor obat. Hal ini mengakibatkan tingginya biaya produksi obat di Indonesia. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor faktor produksi yang mempengaruhi pertumbuhan output industri farmasi nasional melalui pendekatan produktivitas. Analisis produktivitas parsial digunakan untuk mengukur produktivitas masing-masing variabel input yang digunakan didalam produksi sedangkan analisis total produktivitas faktor merupakan analisis terhadap seberapa besar penggunaan teknologi pada industri farmasi yang juga mempengaruhi output.

42 28 Gambar 2.2 Diagram Alur Kerangka Pemikiran Konseptual 2.7 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari hasil penelitian yang masih harus diuji terlebih dahulu kebenarannya. Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor industri farmasi Indonesia. 2. Modal memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output sektor industri farmasi Indonesia. 3. Bahan baku memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output industri farmasi Indonesia 4. Energi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output industri farmasi Indonesia. 5. Tingkat perkembangan teknologi (TFP) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap output industri farmasi Indonesia.

43 29 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Indonesia dimana faktor faktor yang mempengaruhi output sektor industri farmasi dianalisis melalui metode total produktivitas faktor (TFP). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juli 2008, yang meliputi kegiatan pengumpulan data, pengolahan data, analisis data serta penulisan laporan dalam bentuk skripsi. 3.2 Jenis dan Sumber Data Dalam pelaksanaan penelitian diperlukan data-data yang akurat untuk membahas dan menganalisa hasil penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nasional meliputi data sekunder kuantitatif yang berupa data deret waktu (time series). Data deret waktu tersebut meliputi data tahunan 22 tahun ( ). Jenis data tersebut meliputi data tahunan input industri farmasi meliputi pengeluaran total untuk tenaga kerja, akumulasi penambahan modal, data penggunaan bahan baku dan penggunaan energi dan data produksi industri farmasi. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan Departemen Perindustrian, Perpustakaan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan internet. 3.3 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan waktu, dan sumber data yang dimiliki oleh penulis sehingga dalam menganalisis produktivitas sektor industri farmasi tidak mendalam dalam hal menganalisis

44 30 tingkat keterjangkauan masyarakat akan obat. Didalam analisis fungsi produksi, adanya keterbatasan data tenaga kerja mengakibatkan data input tenaga kerja yang digunakan merupakan data total pengeluaran untuk tenaga kerja dalam industri farmasi. Selain itu dalam penelitian ini, ketergantungan industri farmasi terhadap bahan baku impor tidak dikaji secara mendalam. 3.4 Metode Analisis Data Analisis Regresi Linear Berganda Analisis regresi merupakan studi dalam menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara suatu peubah bebas (independent variable) dengan satu peubah tak bebas (dependent variable). Tujuan analisis regresi adalah mengestimasi atau meramalkan nilai peubah tak bebas didasarkan pada nilai peubah bebas yang diketahui (Gujarati, 1999). Metode regresi linear berganda dapat digunakan untuk melihat pengaruh beberapa peubah penjelas atau peubah bebas terhadap satu peubah tak bebas. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk melihat pengaruh faktor-faktor produksi tenaga kerja, modal, bahan baku, dan energi terhadap output industri farmasi dengan fungsi produksi Cobb-Douglas. Selain itu analisis regresi berganda juga digunakan untuk mengukur variabel progres teknologi yang diturunkan dengan fungsi produksi Cobb-Douglas dan persamaan pertumbuhan Solow.

45 Model Fungsi Produksi Cobb Douglas Model pertama yang digunakan pada penelitian ini adalah model regresi linier berganda. Tambunan (1997) menggunakan persamaan fungsi produksi Cobb-Douglass yang dalam bentuk linier dapat ditulis sebagai berikut : Y = β (3.1) Dimana dan masing-masing adalah elastisitas modal dan tenaga kerja terhadap output, sedangkan adalah pertumbuhan TFP. Pada penelitian ini, terdapat sedikit perubahan dalam penggunaan variabel bebas yang kemudian diuji pengaruhnya terhadap variabel tidak bebas, yaitu penambahan variabel input bahan baku dan input energi. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :. (3.2) Dimana : Y L K R E TFP a,b,c,d, Ln = Produksi riil (rupiah) = Intersep = Jumlah tenaga kerja riil (rupiah) = Jumlah modal riil (rupiah) = Jumlah bahan baku (rupiah) = Jumlah energi riil (rupiah) = Pertumbuhan Total Factor Productivity (persen) = Konstanta = Logaritma natural

46 Model Pertumbuhan Solow Sedangkan model kedua yang digunakan pada penelitian ini didasarkan pada penelitian terdahulu oleh Tambunan (1997) untuk meneliti kontribusi pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP) terhadap pertumbuhan output agregat. Untuk mengetahui laju progress teknologi, Tambunan menggunakan model pertumbuhan Solow untuk mengukur pertumbuhan TFP, dengan rumus sebagai berikut : A = Y A Y - K -...(3.3) K Dimana : A A Y Y K K L L = Pertumbuhan TFP atau laju progress teknologi (persen) = Pertumbuhan output (persen) = Pertumbuhan modal (persen) = Pertumbuhan tenaga kerja (persen), = Bagian dari modal dan tenaga kerja Pada penelitian ini terdapat sedikit penambahan dalam penggunaan sumber-sumber pertumbuhan, yaitu dengan menambahkan perubahan jumlah bahan baku dan perubahan jumlah energi. Persaman tersebut menjadi :.(3.4) Dimana : A A = Pertumbuhan TFP (persen)

47 33 Y Y, L L, K K, R R, E E = Pertumbuhan produksi riil, tenaga kerja riil, modal riil Bahan baku riil, dan energi riil (persen) a,b,c,d = Bagian dari masing-masing faktor-faktor produksi Asumsi-Asumsi Regresi Linear Berganda Penggunaan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) dapat dilakukan apabila asumsi regresi linear klasik terpenuhi. Beberapa asumsi yang harus dipenuhi oleh persamaan regresi linear berganda ini adalah sebagai berikut : 1. Normalitas, regresi linear klasik mengasumsikan bahwa tiap ε i mengikuti 2 distribusi normal ε i ~ N (0, σ ). 2. Non autokorelasi antar sisaan, berarti cov ( ε, ε ) = 0, dimana i j. ( i j 2 3. Homoskedastisitas, var ( ε i ) = σ untuk setiap i, i = 1,2,,n yang artinya varians dari semua sisaan adalah konstan atau homoskedastik. 4. Tidak terjadi multikolinearitas yang artinya tidak terdapat hubungan linear yang sempurna atau pasti di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan model regresi. Untuk mengetahui apakah model persamaan yang digunakan sudah memenuhi asumsi-asumsi regresi tersebut maka perlu dilakukan pemeriksaan pada masing-masing asumsi. Pemeriksaan asumsi regresi linear klasik dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pemeriksaan asumsi kenormalan sisaan Pemeriksaan kenormalan sisaan bertujuan untuk melihat distribusi sisaan ( ε i ). Pemeriksaan kenormalan sisaan dilakukan dengan memeriksa apakah error

48 34 term mendekati distribusi normal. Uji ini perlu dilakukan jika jumlah sampel yang digunakan kurang dari 30 (n < 30). Hipotesisi pengujiannya adalah : H 0 : α = 0, error term terdistribusi normal H 1 : α 0, error term tidak terdistribusi normal Wilayah kritis penolakan H 0 adalah Jarque-Bera (J-B) > X 2 df-2 atau probabilitas (p_value) < α, sedangkan daerah penerimaan adalah Jarque-Bera (J- B) < X 2 df-2 atau probabilitas (p_value) > α. Jika H 0 ditolak maka disimpulkan error term tidak terdistribusi normal, sedangkan jika H 0 diterima maka disimpulkan bahwa error term terdistribusi normal. b. Pemeriksaan asumsi non autokorelasi Autokorelasi dapat diartikan sebagai korelasi sisaan yang satu ( ε i ) dengan sisaan lainnya ( ε ). Biasanya autokorelasi sering terjadi pada data-data time j series. Penyebab utama terjadinya autokorelasi adalah ada variabel penting yang tidak digunakan dalam model. Pendeteksian autokorelasi dapat dilakukan dengan melihat probabilitas Obs*R-squared menggunakan statistik Breusch-Godfrey Serial Correlation LM. Hipotesis dalam uji ini adalah : H 0 : ρ = 0, tidak terdapat auto korelasi H 1 : ρ 0, terdapat autokorelasi Wilayah kritik penolakan H 0 adalah Probabilitas Obs*R-squared < α sedangkan wilayah penerimaan H 0 adalah probabilitas Obs*R-squared>α. Jika H 0 ditolak maka terjadi auto korelasi (positif atau negatif) dalam model. Sebaliknya jika H 0 diterima maka tidak ada auto korelasi dalam model.

49 35 c. Pendeteksian asumsi homoskedastisitas Homoskedastisitas artinya pada nilai variabel bebas berapapun variannya konstan. Jika variannya berbeda-beda atau bervariasi, berarti terjadi heteroskedastisitas. Pendeteksian heterosekedastisitas dapat dengan menguji White Heterodescedasity atau Autoregressive Conditonal Heteroscedasticity (ARCH) test. Hipotesis yang diuji adalah : H 0 : γ = 0, tidak terdapat heteroskedastisitas H 1 : γ 0, terdapat heteroskedastisitas Wilayah kritik penolakan H 0 adalah Probability Obs*R-squared <α, sedangkan wilayah penerimaan H 0 adalah Probability Obs*R-squared >α. Jika H 0 ditolak maka varians dari error term untuk setiap pengamatan berbeda untuk setiap variabel bebas, sebaliknya jika H 0 diterima maka varians dari error term untuk setiap pengamatan sama untuk seluruh variabel bebas. d. Pendeteksian asumsi non multikolinearitas Multikolinearitas adalah terjadinya hubungan linier yang sempurna atau pasti antara peubah-peubah bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat koefisien korelasi antar variabel independen yang terdapat pada matriks korelasi. Jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari 0. 8 maka terdapat gejala multikolinearitas (Gujarati, 1999). Multikolinearitas sering terjadi ketika nilai R 2 tinggi yaitu ketika nilainya setara 0,7 dan 1. Meskipun nilai R 2 sangat tinggi, multikolinearitas cenderung menyimpulkan menerima H 0 artinya pengaruh variabel variabel bebas tidak signifikan. Untuk mengetahui multikolinearitas dalam suatu model, salah satu caranya adalah dengan menggunakan Correlation Matrix, dimana batas terjadinya korelasi antara sesama variabel bebas adalah tidak

50 36 lebih dari 0,8. Semakin besar nilai Correlation Matrix maka semakin erat hubungan antara variabel-variabel bebas tersebut atau multikolinearitas yang terjadi akan semakin tinggi. Melalui Correlation Matrix ini dapat pula digunakan uji Klein dalam mendeteksi multikolinearitas (Gujarati, 1993). Jika nilai korelasi lebih dari 0,8 dan tidak lebih dari nilai R 2 maka multikolinearitas dapat diabaikan Koefisien Determinasi Koefisien determinasi merupakan besaran yang lazim digunakan untuk mengukur kelayakan model (lack of fit test). Koefisien determinasi ini dikenal dengan besaran R 2. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui proporsi varians variabel tidak bebas yang dijelaskan oleh variabel bebas secara bersamasama atau secara verbal R 2 mengukur proporsi (bagian) atau persentase total variasi dalam Y yang dijelaskan oleh model regresi (Gujarati, 1999). R 2 diperoleh dengan rumus : R 2 = n i= 1 ^ Y i Y n i= 1 i _ _ 2 ( Y Y) 2 = SSR... (3.5) SST R 2 terletak antara 0 dan 1.Jika R 2 = 1, berarti suatu kecocokan sempurna. Jika R 2 = 0, berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dan variabel bebas. Semakin besar nilai R 2 maka model semakin baik untuk digunakan. Jika regresi terdiri atas variabel bebas yang lebih dari dua, maka sebaiknya digunakan R 2 yang disesuaikan yang diperoleh dari :

51 37 ( n 1) ( n k 1 ) 2 2 R a = 1 (1 R )...(3.6) dengan : k = banyaknya parameter penduga dalam model n = banyaknya percobaan Pengujian Parameter Pengujian penduga parameter memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat keberartian penduga parameter yang digunakan melalui pengujian hipotesis. Jika hipotesis ditolak maka dapat disimpulkan bahwa penduga parameter tersebut signifikan atau berarti. a. Uji-F Uji F dilakukan untuk mengetahui keberartian model secara berama-sama. Pengujian Hipotesis : H 0 : β β =... = β 0, dengan k adalah peubah bebas 1 = 2 k = H a : minimal ada β 0 dengan i = 0,1,2,..., i Statistik uji yang digunakan dapat dirumuskan sebagai berikut : ( ) SSR k F hit =...(3.7) SSE ( n k 1) dimana : k adalah banyaknya parameter yang diduga n adalah banyaknya obeservasi Keputusan : F F hit F a [ k ][ n k 1) hit > F a k [ k ][ n 1), maka H 0 diterima, maka H 0 ditolak

52 38 Keputusan yang diharapkan adalah tolak H 0 yang berarti peubah-peubah bebas yang dimasukkan ke dalam model secara bersama-sama mempengaruhi peubah tidak bebas pada tingkat kepercayaan (1 - α ) persen. Pengambilan keputusan dalam output eviews juga dapat dilihat dari tingkat signifikannya < α yang ditetapkan, maka keputusannya adalah H 0 ditolak. b. Uji t Uji t dilakukan untuk mengetahui keberartian dari masing-masing penduga parameter secara parsial, apakah koefisien parsial yang diperoleh tersebut mempunyai pengaruh atau tidak dengan asumsi bahwa variabel tidak bebas lainnya konstan. Hipotesisnya adalah : H 0 : β = 0 (tidak ada pengaruh dari peubah Xi terhadap Y) i H a : β 0 (ada pengaruh dari peubah X i terhadap Y) i Statistik uji yang digunakan diformulasikan sebagai berikut : bi t hit =...(3.8) S b ) ( i Dimana : b i adalah koefisien regresi ke-i S(b i ) adalah standar error dari koefisien regresi ke-i. Keputusan yang diambil adalah : t t α, maka H 0 diterima hit / 2( n k 1) t α, maka H 0 ditolak hit > t / 2( n k 1) Keputusan yang diharapkan adalah tolak H 0. Hal ini berarti bahwa ada pengaruh nyata peubah-peubah bebas secara individu terhadap peubah tidak bebas pada tingkat kepercayaan (1-α ) persen.

53 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Sejarah Farmasi Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dunia, perkembangan industri farmasi dalam mencukupi kebutuhan alat, sediaan, obat serta sarana penunjang kesehatan lainnya harus mendapatkan perhatian. Luasnya cakupan industri farmasi yang sebagian merupakan industri hilir mengakibatkan penelitian tentang farmasi adalah sangat menarik. Industri farmasi yang ada di Indonesia sebagian besar merupakan industri yang beroperasi pada obat off patent atau obat copy (Sampurno,2003). Penelitian mengenai bidang farmasi sebenarnya telah lama dilakukan oleh manusia. Mulanya penggunaan obat dilakukan secara empirik yang berasal tumbuhan dan berdasarkan pengalaman. Pada akhirnya Paracelsus ( SM) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat perlu adanya pengetahuan kandungan zat aktifnya. Hippocrates ( SM) yang dikenal sebagai bapak kedokteran, dalam prakteknya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan. Claudius Galen ( SM) menghubungkan penyebuhan penyakit dengan teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi. Selanjutnya Ibnu sina ( ) telah menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup dan menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai Negara. Johann Jakob Wepfer ( ) berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan yang sekaligus menjadi orang pertama yang melakukan penelitian farmakologi dan toksikologi pada

54 40 hewan percobaan. Percobaan pada hewan merupakan uji praklinik yang sampai sekarang merupakan persyaratan sebelum diuji-coba secara klinik pada manusia. Sampai akhir abad 19, obat merupakan produk organis atau anorganis dari tumbuhan atau hewan yang dikeringkan atau segar. Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai sumber. Selanjutnya calon obat tersebut akan melalui serangkaian uji yang memakan waktu yang panjang dan biaya yang tidak sedikit sebelum diresmikan sebagai obat oleh badan pemberi izin. 4.2 Perkembangan Industri Farmasi Perkembangan industri farmasi dunia mengalami pertumbuhan pangsa pasar yang berfluktuasi. Pada tahun 2000 pertumbuhan pangsa pasar dunia mencapai 11,5 persen pertahun, kemudian meningkat 0,3 persen pada akhir tahun Akan tetapi pada tahun 2002 perkembangan pasar farmasi global menurun hingga pada angka 9,5 persen pertahun. Hal ini diakibatkan oleh adanya kenaikan harga minyak dunia yang merupakan salah satu variabel input dalam industri farmasi. Selanjutnya pada bulan September tahun 2003 terjadi kenaikan kurang lebih 34 persen pada harga bahan baku industri farmasi, akan tetapi hal ini tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan. Pasar global mengalami pertumbuhan hingga sebesar 5,3 persen akhir tahun 2003 (International Marketing Service Health, 2007). Pada tahun 2004, pasar farmasi dunia mengalami penurunan sebesar 2,3 persen dan pada tahun 2007 pangsa pasar farmasi dunia hanya mencapai 6,4 persen. Hal ini dikarenakan pengaruh adanya kenaikan bahan bakar minyak dunia yang terjadi setiap tahun. Adapun selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.

55 41 Tabel 4.1 Perkembangan Pangsa Pasar Farmasi Global Tahun Tahun Total Pangsa Pasar Dunia (Milyar dollar AS) Pertumbuhan Pangsa Pasar ( % ) Sumber : International Marketing Service Health (2007) Sebenarnya pada awal tahun 2000, perusahaan-perusahaan farmasi global telah mengekplorasi Asia sebagai manufacturing base yang penting untuk memproduksi bahan baku (patented bulk material) maupun produk formulasi. Jepang dengan market share paling besar di Asia telah mengembangkan basis industri farmasi yang modern dan memiliki keunggulan termasuk dalam penemuan molekul baru (new chemical entity). Demikian juga Korea, pada tahuntahun terakhir ini mereka telah dapat mengembangkan belasan obat baru termasuk tiga diantaranya telah disetujui oleh US-FDA untuk dilakukan investigasi klinis. Sementara itu China juga mengalami banyak kemajuan dalam pengembangan obat-obat baru, bahkan diprediksikan di masa mendatang China akan berada di baris depan di antara negara-negara Asia. Tiga puluh tahun terakhir ini industri farmasi mengalami perubahan yang dramatik. Kemajuan pada sain biologi dan hadirnya bioteknologi merupakan mesin revolusi ini. Dimulai penemuan double helix structur of DNA dan pengembangan teknik rekayasa genetik maka kemampuan untuk memahami mekanisme aksi obat dan biokimia serta akar molekuler banyak penyakit menjadi meningkat cepat. Industri bioteknologi bertumpu pada dua kemajuan revolusioner, yaitu penemuan rekayasa genetik (genetic engineering) dan teknologi antibodi monoclonal (monoclonal antibody). Perubahan terpenting terutama adalah ditemukannya target molekuler pada enzim dan permukaan sel reseptor. Dengan

56 42 demikian obat dapat diarahkan pada sasaran nuclear sebagai nucleic acid, faktorfaktor transkripsi dan reseptor-reseptor intra selular. Perusahaan perusahaan farmasi yang berbasis riset mengintegrasikan teknologi ini dan melakukan investasi secara besar-besaran (Sampurno, 2007). Secara umum perubahan revolusi dalam Research And Development industri farmasi global dapat dilihat pada Gambar 4.1. Sumber : International Marketing Service Health (2004) Gambar 4.1 Kerangka Perubahan Research And Development di Pasar Farmasi Global Berdasarkan International Marketing Services Health (2008) dalam jurnalnya mengemukakan bahwa perkembangan pangsa pasar industri farmasi global dari tahun 2004 hingga tahun 2007 mengalami penurunan dan diprediksikan penurunan pangsa pasar ini terjadi hingga akhir tahun Adapun selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.2. Menurunnya pangsa pasar industri farmasi global sebagian besar diakibatkan oleh meningkatnya biaya bahan baku obat di tingkat internasional dan peningkatan biaya pada Research and Development yang terjadi tiap tahunnya. Peningkatan harga bahan baku internasional terjadi semenjak akhir tahun 2003 sebesar 30 persen, sedangkan peningkatan rata-rata pada biaya Research and Development terjadi pada tahun 2005 sebesar 14 hingga 17 persen. Selanjutnya Hal ini sangat mempengaruhi

57 43 kondisi industri farmasi nasional yang sebagian besar bahan bakunya diimpor dari luar negeri Sumber : International Marketing Service Health (2004) Gambar 4.2 Perkembangan Industri Farmasi Global Tahun Kondisi Industri Farmasi Nasional Perkembangan industri farmasi nasional memiliki keterkaitan yang erat dengan industri farmasi global. Keterkaitan ini terjadi pada proses pengadaan bahan baku obat. Menurut Aziz (2008) dalam Asing Menguasai Pasar Farmasi Domestik, sekitar 95 persen bahan baku industri farmasi merupakan barang impor. Hal ini mengakibatkan harga obat domestik dipengaruhi oleh harga bahan baku dari impor yang selanjutnya mengakibatkan harga obat domestik mengalami kenaikan. Perkembangan output industri farmasi nasional mengalami kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2005) nilai produksi industri farmasi memiliki kecenderungan untuk meningkat. Pada tahun 2000, nilai produksi industri farmasi mencapai triliun rupiah. Pada akhir

58 44 tahun 2001 industri farmasi mengalami pertumbuhan lebih dari 30 persen yaitu pada nilai produksi triliun rupiah. Sejalan dengan pertumbuhan nilai output, pertumbuhan total ekspor ratarata bahan baku beserta hasil industri farmasi dari tahun 2000 hingga tahun 2005 memiliki nilai positif, yaitu sebesar 9,54 persen. Pada tahun 2000 hingga akhir tahun 2003, ekspor bahan baku besarta hasil industri farmasi Indonesia secara umum mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun 2004 dan 2005 ekspor mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Nilai Ekspor Bahan-Bahan Obat-obatan Beserta Hasilnya menurut kode SITC digit 2 Tahun Nilai Ekspor ( ribu US$ ) Pertumbuhan (%) , , , , , ,95 Sumber : Bank Indonesia (2007), diolah. Jumlah perusahaan dalam industri farmasi juga cenderung mengalami peningkatan. Semenjak tahun 1983, jumlah perusahaan yang ada didalam industri farmasi mengalami peningkatan hingga tercapai titik teratas yaitu sebanyak 173 perusahaan pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa usaha di sektor industri farmasi masih memberikan harapan akan insentif sehingga perusahaan baru masuk dalam industri. Akan tetapi pada tahun 1990 jumlah perusahaan industri farmasi mengalami kecenderungan menurun, hal ini terus terjadi hingga mencapai titik terendah pada tahun 2001 dengan 138 perusahaan. Pada tahun 2001, perusahaan industri farmasi banyak yang gulung tikar dan sukar untuk kembali

59 45 berdiri akibat efek dari krisis ekonomi tahun Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.1 Sumber : BPS (2006), diolah. Gambar 4.3 Perkembangan Jumlah Perusahaan Industri Farmasi Tahun Jika dilihat dari divisi kegiatan, industri farmasi dikelompokkan dalam empat golongan, yaitu industri penelitian dan pengembangan farmasi, industri kimia farmasi industri manufaktur farmasi dan jasa farmasi. Biasanya industri farmasi di negara-negara yang sudah maju memiliki keempat divisi tersebut (Biantoro, 2002) GP Farmasi Indonesia merupakan satu-satunya wadah induk organisasi perusahaan farmasi di Indonesia. Gabungan Perusahaan Farmasi (GP Farmasi) Indonesia didirikan melalui SKEP. Menteri Kesehatan RI Prof dr. G.A. Siwabessy, No. 222/Kab/B.VII/69 tanggal 3 Oktober GP Farmasi Indonesia berfungsi sebagai wadah komunikasi dan konsultasi antara pengusaha farmasi, pemerintah dan pihak lain yang terkait mengenai masalah yang berkaitan dengan

60 46 produksi obat, distribusi obat dan pelayaranan obat. GP Farmasi bekerja sama dengan pemerintah bertujuan secara aktif melakukan usaha bagi pembangunan nasional khususnya dalam bidang farmasi dalam meningkatkan kesejahteraan derajat kesehatan rakyat. Ada tiga tipe kompetensi yang berharga dalam industri farmasi, yaitu teknologikal, pemasaran dan regulatori (Bogner & Thomas, 1994). Di negaranegara maju kompetensi teknologikal perusahaan pada industri farmasi diukur dengan indikator berapa banyak produk paten yang telah dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Akan tetapi di Indonesia, karena industri farmasi yang ada bukan research based company, sehingga baik perusahaan nasional maupun perusahaan investasi asing (MNC), memiliki keterbatasan dalam kegiatan risetnya. Perusahaan MNC di Indonesia tidak melakukan riset karena riset dilakukan di pabrik induknya, sedangkan perusahaan farmasi nasional melakukan kegiatan R&D hanya terbatas pada aspek-aspek yang berkaitan dengan formulasi produk (Sampurno, 2005). Perkembangan Industri farmasi Indonesia juga tidak terlepas dari beberapa isu strategis yang mempengaruhi produktivitas industri farmasi Indonesia. Salah satu isu strategis tersebut, antara lain harmonisasi industri farmasi di ASEAN. Sebagai salah satu rangkaian kerja sama AFTA 2003, isu ini akan mempengaruhi perkembangan industri farmasi Indonesia. Pemberlakuannya pada akhir tahun 2008 akan melahirkan pasar tunggal farmasi ASEAN. Hal ini akan membawa implikasi yang luas dan persaingan industri farmasi yang semakin tajam. Produkproduk farmasi akan lebih leluasa keluar masuk di antara negara- negara anggota ASEAN tanpa adanya barrier, baik tariff barrier maupun non-tariff barrier. Pasar

61 47 tunggal farmasi ASEAN memang merupakan peluang tetapi sekaligus dapat menjadi ancaman. Peluang akan terbuka luas bila industri farmasi Indonesia memiliki keunggulan daya saing di pasar tunggal farmasi ASEAN.

62 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Produktivitas Parsial Dalam melakukan analisis total faktor produktivitas, langkah pertama adalah menganalisis secara parsial produktivitas masing masing faktor produksi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai output dan data nilai faktor faktor produksi yang digunakan sebagai input. Selanjutnya dilakukan analisis produktivitas parsial berdasarkan pendekatan rasio output terhadap salah satu input. Penghitungan produktivitas parsial dihitung dengan membagi nilai output total dengan nilai salah satu variabel input. Produktivitas tenaga kerja dihitung berdasarkan rasio output terhadap input tenaga kerja. Produktivitas modal dihitung berdasarkan rasio output terhadap input modal sedangkan produktivitas bahan baku dihitung berdasarkan rasio output terhadap input bahan baku. Produktivitas energi dihitung berdasarkan rasio output terhadap input energi. Tabel 5.1 Nilai Produktivitas Rata Rata Faktor Produksi Variabel Nilai Produktivitas Rata rata Tenaga Kerja 8,51388 Modal 3,77533 Bahan Baku 3,76677 Energi 81,0123 Sumber : BPS (2007), diolah Berdasarkan Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa rasio nilai output terhadap input tenaga kerja sebesar 8,51388 berarti produktivitas rata rata yang dihasilkan oleh tiap unit variable tenaga kerja untuk memproduksi tiap unit outputnya adalah

63 49 sebesar 8, Pada tahun 1999 faktor produksi tenaga kerja mengalami tingkat pertumbuhan yang paling tinggi yaitu 3,88888, dimana hal ini diakibatkan oleh adanya imbas dari krisis ekonomi. Penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit dalam menghasilkan output yang jumlahnya sama dengan sebelumnya secara tidak langsung menggambarkans industri bekerja lebih efisien dibandingkan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan konsep produktivitas, bahwa peningkatan produktivitas tidak selalu mengarah kepada peningkatan hasil akan tetapi penurunan biaya produksi akan melahirkan cost efficiency lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, dengan kata lain ada peningkatan produktivitas. Meskipun pertumbuhan produktivitas tenaga kerja berfluktuatif akan tetapi secara agregat, tingkat produktivitas tenaga kerja dalam keadaaan baik (Tabel 5.1). Sumber : BPS (2007),diolah Gambar 5.1 Pertumbuhan Produktivitas Parsial Tenaga Kerja Faktor produksi modal memiliki produktivitas rata-rata sebesar Produktivitas modal memiliki trend pertumbuhan yang lebih bervariasi daripada produktivitas tenaga kerja (seperti dalam Gambar 5.2). Tingkat penurunan produktivitas terjadi pada tahun 1999 dan 2004, hal ini terjadi karena pada tahun 1999 krisis moneter menimpa perekonomian nasional. Terjadinya krisis ekonomi mengakibatkan tingkat investasi di sektor industri secara umum tidak menarik

64 50 perhatian investor baik dalam negeri maupun asing untuk menanamkan modalnya, terlebih lagi secara spesifik pada sektor industri farmasi dimana tingkat modal yang diperlukan untuk membangun usaha tersebut tidak sedikit. Produktivitas modal mengalami titik puncak pertumbuhannya pada tahun 2004, dengan nilai rasio produktivitas output terhadap modal sebesar 8,95. Adapun selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 5.2. Sumber BPS (2007)diolah Gambar 5.2 Pertumbuhan Produktivitas Parsial Modal Produktivitas parsial bahan baku dalam industri farmasi memiliki nilai produktivitas rata-rata yaitu 3, Namun trend produktivitas variabel ini tidak terlalu bervariasi dibandingkan produktivitas rata-rata faktor produksi tenaga kerja dan modal. Produktivitas bahan baku secara keseluruhan berkecenderungan mengalami peningkatan. Akan tetapi pada akhir tahun 2003 produktivitas bahan baku obat cenderung menurun. Hal ini dikarenakan peningkatan yang terjadi pada harga bahan baku internasional, sehingga mengakibatkan kenaikan biaya produksi yang menjadikan harga obat lebih mahal dan rendahnya keterjangkauan masyarakat terhadap obat.

65 51 Sumber : BPS (2007), diolah Gambar 5.3 Produktivitas Parsial Bahan Baku Faktor produksi energi memiliki nilai produktivitas rata-rata paling besar dan berfluktuasi. Trend peningkatan produktivitas energi terjadi hingga akhir tahun 1990, kemudian produktivitas mengalami fluktuasi karena harga energi yang meliputi harga bahan bakar minyak, listrik dan gas yang dipengaruhi oleh harga internasional tidak stabil. Akan tetapi produktivitas rata-rata untuk energi memiliki nilai sebesar 81,0123. Jadi, secara agregat produktivitas energi juga dalam keadaan baik. Mengenai data produktivitas faktor produksi secara terperinci dapat dilihat di Lampiran Analisis Total Factor Productivity (TFP) TFP dapat diartikan sebagai kumpulan dari seluruh faktor kualitas yang menggunakan sumberdaya yang ada secara optimal untuk menghasilkan lebih banyak output dari tiap unit input. Untuk jangka panjang TFP dapat dianggap sebagai suatu ukuran peningkatan efisiensi dari proses produksi dan progres

66 52 teknologi. Laju proses teknologi dihitung untuk memperlihatkan bahwa dalam jangka panjang teknologi tidak bernilai konstan. Sebelum menghitung Total Factor Productivity (TFP) atau laju progress teknologi dilambangkan dengan terlebih dahulu perlu meregresikan tenaga kerja (L), modal (K), bahan baku (R), energi (E) sebagai faktor-faktor produksi dari industri farmasi Indonesia. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil Estimasi Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglas untuk Menghitung Koefisien Total Factor Productivity (TFP) Pengujian Asumsi Regresi Linier Berganda a. Uji Kenormalan Berdasarkan hasil pengujian dari Jarque-Berra Test pada Lampiran 7 terlihat bahwa nilai Jarque-Berra Probability adalah 0, Nilai ini lebih

67 53 besar dari nilai signifikansinya yaitu 0,1 ( 10%. Jadi, dapat disimpulkan data faktor faktor produksi menyebar normal. b. Uji Autokorelasi Pendeteksian gejala autokorelasi dilakukan dengan uji Breusch Godfredy Serial Correlation LM Test. Suatu model terbebas dari masalah autokorelasi jika nilai probabilitas Obs*R-S-quared dari Breusch-Godfrey Serial Correlation LM- Test lebih besar dari taraf nyata yang digunakan pada model. Berdasarkan Lampiran 8, Nilai probabilitas Obs*R-Squared dari uji ini adalah 0, dan nilai tersebut lebih besar dari tingkat signifikansinya yaitu pada taraf nyata 10% persen. c. Uji Heteroskedastisitas Dalam asumsi model regresi linear, nilai variabel bebas berapapun variannya konstan. Jika variannya berbeda-beda atau bervariasi, berarti terjadi heteroskedastisitas. Pengujian yang dilakukan untuk menangani masalah heteroskedastisitas yaitu dengan menggunakan uji white Heteroskedasticity Test. Persamaan regresi yang ada pada model tidak terdapat gejala heteroskedastisitas, karena probabilitas Obs*R-Squared memiliki nilai yang lebih tinggi dari tingkat siginfikansinya. Nilai Obs*R-Squared dari Lampiran 9 yaitu sebesar 0, sedangkan tingkat signifikansinya bernilai 0,1 (α = 10%). Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil estimasi persamaan tersebut mengalami gejala heteroskedastisitas. d. Uji Multikolinearitas Untuk melihat adanya gejala multikolinearitas dapat dilihat melalui Correlations Matrix. Multikolinearitas adalah terjadinya hubungan linier yang sempurna atau pasti antara peubah-peubah bebas. Multikolinearitas dapat

68 54 dideteksi dengan melihat koefisien korelasi antar variabel independen yang terdapat pada matriks korelasi. Jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari 0. 8 maka terdapat gejala multikolinearitas (Gujarati, 1999). Pada Lampiran 6 dapat ditunjukkan bahwa tidak ada nilai koefisien korelasi antar variabel yang melebihi 0,8. Jadi dapat disimpulkan hasil estimasi persamaan diatas tidak mengandung gejala multikolinearitas. Gujarati (1999) menyatakan bahwa apabila asumsi-asumsi regresi klasik tersebut terpenuhi, menjadikan teknik analisis dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) menghasilkan penaksir tak bias linier terbaik (BLUE/ Best Linear Unbiased Estimator) Koefisien Determinasi (R 2 ) Uji ini dilakukan dengan melihat nilai R-squared dari persamaan tersebut. Tabel 5.2 memperlihatkan bahwa nilai R-squared adalah sebesar 0,9475, artinya faktor-faktor produksi tenaga kerja, modal, bahan baku, dan energi yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 94,75 persen dan sisanya 5,25 persen dijelaskan oleh faktor produksi lain yang tidak dimasukkan ke dalam model fungsi produksi tersebut Uji Parameter Statistik Uji statistik diperlukan untuk melihat nyata tidaknya pengaruh variabel yang dipilih terhadap variabel yang diteliti. Pengujian statistik meliputi :

69 55 a. Uji t-statistik Uji ini dilakukan dengan melihat nilai t-statistik dari masing-masing variabel bebas tersebut. Pada Tabel 5.2 dapat dilihat bahwa faktor produksi tenaga kerja, bahan baku, modal, dan energi berpengaruh nyata terhadap produksi. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai t-statistik yang memiliki nliai yang lebih besar dari nilai t-tabel pada tarat nyata 10 persen (t tabel =1,753). b. Uji F-Statistik Uji ini dilakukan dengan melihat nilai F-Statistik dari persamaan tersebut. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.2 diperoleh nilai F-Statistik sebesar Nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel pada tingkat signifikansi 10 persen(f-tabel=2,36). Dapat disimpulkan bahwa minimal ada salah satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 10 persen. Langkah selanjutnya adalah menghitung pertumbuhan pertahun dari kelima variabel fungsi produksi, yaitu Y,L, K, R, dan E. Setelah didapatkan nilai,,,,, masing- masing nilai tersebut ( kecuali dikalikan dengan koefisien variabel yang diperoleh dari hasil estimasi regresinya. Mengenai data pertumbuhan faktor produksi input riil serta output riil dapat dilihat pada Lampiran 4. Kemudian untuk menghitung TFP, hasil yang diperoleh tersebut dimasukkan ke dalam Persamaan (3.3) Perhitungan tersebut adalah sebagai berikut : - a b - c - d = (0.185 x 0.119) ( x ) (0.775 x 0.126) ( x ) =

70 56 Dari perhitungan diatas diperoleh hasil TFP atau laju progress teknologi adalah sebesar persen. Nilai TFP yang negatif menunjukkan bahwa penguasaan teknologi pada industri farmasi masih lemah. Nilai TFP yang negatif diduga disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, kondisi makroekonomi Indonesia yang tidak stabil. Berdasarkan Bank Indonesia (2006) dapat dilihat bahwa secara umum pertumbuhan ekonomi meningkat dari tahun 2002 hingga 2005, akan tetapi di sisi lain tingkat suku bunga bulanan (monthly interest rate) masih cukup tinggi, yaitu diatas 5 persen. Sedangkan inflasi yang terjadi dari tahun 2002 hingga tahun 2005 masih berfluktuasi. Hal ini mengakibatkan rendahnya tingkat investasi pada sektor industri farmasi dari tahun 2002 sampai tahun Kedua, penguasaan teknologi juga dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan industri hulu. Industri farmasi memiliki lebih dari 95 persen dari biaya produksinya adalah biaya untuk bahan baku. Kurang lebih 95 persen bahan baku industri farmasi merupakan barang-barang impor dan sebagian besar industri farmasi Indonesia bukan merupakan research based industry (Hamzah,2007). Hal ini mengakibatkan industri farmasi tidak dapat meraup keuntungan yang maksimal dari nilai tambah yang dihasilkan oleh proses produksi yang dilakukan, karena bahan baku yang ada sebagian berasal dari impor. Ketiga, Research dan Development (R&D) pada industri farmasi masih lemah. Sebagian besar industri farmasi di Indonesia merupakan industri non research based industry. Hal ini menyebabkan lambatnya proses alih teknologi pada industri farmasi. Lemahnya R&D pada industri farmasi diduga akibat masih kurangnya kebijakan pemerintah yang memberikan insentif bagi perusahaan-

71 57 perusahaan yang giat melakukan R&D, serta kurangnya kesadaran beberapa pelaku usaha akan pentingnya R&D sehingga menyebabkan kurangnya penghargaan yang layak bagi karyawan bidang R&D di perusahaan. Keempat, regulasi di bidang perpajakan kurang mendukung perkembangan sektor industri farmasi. Penetapan PPn dan bea impor terhadap bahan baku obat yang secara langsung akan meningkatkan biaya produksi industri farmasi. Kemudian mengenai sarana dan prasarana, pemerintah dalam hal ini sudah memfasilitasi. Akan tetapi secara umum fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah kurang mendapatkan perawatan sehingga banyak yang mengalami kerusakan, seperti misalnya jalan rusak. Keadaan jalan yang rusak tentunya akan memperlambat proses distribusi barang ke konsumen sehingga mengakibatkan sektor industri kurang efisien. 5.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Output Dengan Memasukkan Variabel Progres Teknologi terhadap Fungsi Produksi Kontribusi progress teknologi terhadap produksi dapat dilihat dengan meregresikan variabel Y, L, R, E, dan TFP melalui metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil estimasi regresi tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 5.3 Hasil Estimasi Dengan Memasukkan Variabel Progres Teknologi (TFP) ke Fungsi Produksi Variabel LN_Y Dependen Metode Ordinary Least Square Variabel Koefisien Standar Eror t-statistik Probabilitas LN_L LN_K LN_R LN_E TFP

72 Pengujian Asumsi Regresi Linear Berganda a. Uji Kenormalan Berdasarkan hasil pengujian dari Jarque-Berra Test pada lampiran 12 terlihat bahwa nilai Jarque probability adalah 0, Nilai ini lebih besar dari nilai signifikansinya yaitu 0,1 (α=10%). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kenormalan data telah terpenuhi. b. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Uji ini dengan melihat koefisien yang ada bahwa nilai p- value atau probability Obs*R-squared yang diperoleh adalah sebesar 0, ( Lampiran 13). Nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansinya sebesar 0,1. Jadi dapat disimpulkan bahwa persamaan ini tidak mengalami gejala autokorelasi. c. Uji Multikolinearitas Uji multikolineartias dilakukan dengan menggunakan Correlations Matrix. Jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari 0, 8 maka terdapat gejala multikolinearitas (Gujarati, 1999). Pada Lampiran 11 dapat ditunjukkan bahwa tidak ada nilai koefisien korelasi antar variabel yang melebihi 0,8. Jadi dapat disimpulkan hasil estimasi persamaan diatas tidak mengandung gejala multikolinearitas. d. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan White Heteroskedasticity Test. Pada lampiran 14 diperoleh nilai p-value atau probability Obs*R-squared sebesar 0, Nilai ini memiliki nilai yang lebih besar dari

73 59 tingkat signifikansinya yang bernilai 0,1 (α=10%). Jadi, pada persamaan ini tidak terdapat gejala heteroskedastisitas Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Uji ini dilakukan dengan melihat nilai R-squared dari persamaan tersebut. Tabel 5.3 memperlihatkan bahwa nilai R-squared adalah sebesar 0,9734. Artinya faktor-faktor produksi tenaga kerja, modal, bahan baku, energi, dan progres teknologi yang terdapat dalam model dapat menjelaskan keragaman sebesar 97,34 persen dan sisanya 2,66 persen dijelaskan oleh faktor produksi lain yang tidak dimasukkan ke dalam model fungsi produksi tersebut Uji Parameter Statistik Uji statistik diperlukan untuk melihat nyata tidaknya pengaruh yang dipilih terhadap variabel yang diteliti. Pengujian statistik meliputi : a. Uji t-statistik Uji ini dilakukan dengan melihat nilai t-statistik dari masing masing variabel bebas tersebut. Pada Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa variabel tenaga kerja, modal, bahan baku, energi dan TFP berpengaruh nyata terhadap produksi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai t-statistik masing - masing yang lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf nyata 10 persen ( t-tabel=1,782). b. Uji F-Statistik Uji ini dilakukan dengan melihat nilai F-Statistik dari persamaan tersebut. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.3 diperoleh nilai F-Statistik sebesar Nilai tersebut lebih besar dari nilai F-tabel pada tingkat signifikansi

74 60 10% persen (F-tabel=2,39). Dapat disimpulkan bahwa minimal ada salah satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 5% Uji Ekonomi Uji ekonomi dilakukan untuk melihat kecocokan tanda dan nilai koefisien penduga dengan teori atau nalar. Berdasarkan hasil analisis regresi pada diperoleh persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : LN_Y = LN_L LN_K LN_R LN_E TFP Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa faktor produksi bahan baku (R), memiliki pengaruh paling besar, kemudian diikuti oleh progress teknologi (TFP), faktor produksi modal(k), tenaga kerja (L) dan energi (E). Pengaruh variabel tersebut semuanya memiliki pengaruh yang nyata bagi variabel dependen (Y). Pengaruh yang diberikan terhadap variabel dependen Y, semuanya positif kecuali pada variabel energi (E). Bahan baku memiliki nilai koefisien sebesar 0, Ini berarti setiap penambahan faktor produksi bahan baku sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0, persen dengan mempertahankan faktor produksi lain konstan. Nilai koefisien bahan baku yang lebih besar dibanding nilai koefisien faktor-faktor produksi lainnya menunjukkan bahwa produksi lebih peka terhadap perubahan bahan baku daripada perubahan faktor produksi selain bahan baku. Maksudnya adalah peranan bahan baku sangat penting dalam menentukan besarnya produksi. Adanya peningkatan harga bahan baku internasional akan

75 61 mengakibatkan industri kurang produktif karena dengan sejumlah unit bahan baku yang sama, cost efficiency yang dicapai akan lebih rendah dibandingkan sebelum adanya kenaikan harga bahan baku. Hal ini mempertegas bahwa keberadaan industri farmasi nasional memiliki ketergantungan yang sangat besar pada variabel input bahan baku yang merupakan impor. Faktor produksi modal memiliki nilai koefisien sebesar 0, Artinya peningkatan faktor produksi modal sebesar satu unit akan meningkatkan output industri sebesar 0, persen. Faktor produksi modal memiliki koefisien positif yang lebih kecil dibandingkan faktor produksi bahan baku, tenaga kerja dan progres teknologi, hal ini diakibatkan oleh lemahnya tingkat penanaman modal yang ada di industri farmasi Indonesia. Nilai koefisien TFP terhadap produksi adalah positif yaitu sebesar 0,40613 dan secara statistik memiliki pengaruh nyata terhadap output. Hal ini berarti variabel progress teknologi (TFP) memberikan kontribusi yang positif terhadap produksi industri farmasi di Indonesia. Koefisien variabel teknologi terbukti memiliki pengaruh yang lebih besar jika dibandingkan koefisien tenaga kerja dan modal. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya peran diluar proses produksi input tersebut, seperti misalnya : a. Penggunaan teknologi baru; b. Peningkatan teknologi informasi; c. Inovasi dalam penciptaan bahan baku d. Efisiensi dalam penggunaan energi; e. Teknik manajemen; f. Peningkatan pendidikan dan ketrampilan pekerja.

76 62 Telah disebutkan sebelumnya bahwa produksi berbeda dengan produktivitas. Peningkatan produksi tidak selalu disebabkan oleh peningkatan produktivitas. Hal ini disebabkan karena produksi dapat meningkat walaupun produktivitasnya tetap atau menurun ( Ravianto,1986). Achilladelis dan Antonakis (2000) dalam studinya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan/korelasi antara level belanja R&D dengan kemampuan inovasi. Dalam kasus industri farmasi, Amerika Serikat, Switzerland, Jerman, Inggris dan Perancis memberikan kontribusi lebih dari 80 persen inovasi dan mereka mengekspor lebih dari 60 persen perdagangan farmasi dunia. Sejalan dengan meningkatnya belanja R&D pada industri farmasi, penjualan global produk farmasi juga meningkat dalam jumlah yang signifikan. Tenaga kerja memiliki koefisien sebesar 0, Artinya setiap penambahan faktor produksi tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0, persen dengan mempertahankan faktor produksi lain konstan. Sedangkan variabel energi (E) memiliki koefisien sebesar -0, Ini mengartikan bahwa setiap penambahan faktor produksi energi sebesar satu persen akan menurunkan output produksi sebesar 0,0709 persen dengan mempertahankan faktor produksi lain konstan. Adanya pengaruh negatif yang diakibatkan oleh variabel energi, dikarenakan bahwa dalam rentang periode penelitian terjadi penggunaan energi yang berlebih pada industri farmasi yang mengakibatkan ketidakefisienan kegiatan produksi dan adanya kecenderungan variabel energi untuk mengalami pertumbuhan tiap tahunya, padahal belum tentu pertumbuhan ini dikarenakan oleh adanya peningkatan penggunaan akan tetapi pertumbuhan

77 63 yang diakibatkan oleh adanya peningkatan harga dari faktor produksi energi itu sendiri.

78 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya mengenai analisis faktor faktor yang mempengaruhi output industri farmasi di Indonesia tahun dengan menggunakan pendekatan Total Factor Productivity (TFP) sebagai variabel progres teknologi, maka didapat kesimpulan bahwa : 1. Peubah yang berpengaruh nyata dan berhubungan secara positif dengan ouput produksi farmasi nasional antara lain variabel tenaga kerja (L), modal (K), bahan baku (R), dan progres teknologi (TFP). 2. Sedangkan peubah yang berpengaruh nyata dan berhubungan negatif dengan output produksi farmasi nasional adalah variabel energi (E). 3. Nilai variabel progres teknologi (TFP) yaitu -0,032. Tanda negatif pada koefisien TFP menunjukkan bahwa penguasaan teknologi dalam industri farmasi masih sangat kecil. 6.2 Saran Untuk mencapai pertumbuhan output yang juga didukung oleh peningkatan produktivitas faktor dalam produksi industri farmasi maka terdapat beberapa saran antara lain : 1. Industri farmasi nasional perlu memberikan proporsi yang lebih besar dalam alokasi pendanaan bagi riset dan pengembangan produk industri farmasi. Hal ini dikarenakan rendahnya tingkat penguasaan atas teknologi

79 65 yang digunakan serta tingginya ketergantungan industri farmasi nasional terhadap bahan baku impor yang mengakibatkan lemahnya daya saing industri farmasi nasional. 2. Pemerintah sebagai fasilitator pembangunan perlu memberikan dukungan yang lebih menyeluruh pada pengembangan industri farmasi, seperti dalam penetapan PPn, bea impor bahan obat-obatan dan kebijakan penetapan harga obat nasional.

80 66 DAFTAR PUSTAKA [Anonim] Menguak Akar Usaha Farmasi. [12 Juni 2008]. [Anonim].2008.Industri Farmasi Terancam Dalam Persaingan di ASEAN. [12 Juni 2008]. [Anonim] Harga Obat Melambung, Menkes Lempar Handuk. 06/. [12 Juni 2008]. [Anonim] Industri Farmasi Masih Belum Efisien. [20 Mei 2008]. [Anonim] Industri farmasi Indonesia - Jepang Perlu Meningkatkan Kerjasama Untuk Menghadapai Pasar Farmasi ASEAN. [15 Juli 2008]. [Anonim] Siklus Hidup Produksi Obat; Susahnya Masuk Dalam IndustriFarmasi. [12 Juni 2008]. Anindita, S Analisis Produktvitias Industri Ban Indonesia tahun dengan Pendekatan Total Produktivitas Faktor (TFP). [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Bogor, Bogor. Badan Pusat Statistik Kumpulan Data Sektor Industri.Vol 2-3. BPS. Jakarta.. Indeks Harga Konsumen. BPS. Jakarta. Bank Indonesia Nilai Ekspor Bahan-Bahan Obat-obatan Beserta Hasilnya menurut kode SITC digit 2. BI. Jakarta. Departemen Kesehatan Kebijakan Harga Obat Nasional. Jakarta Suvey Harga Netto Apotek Tahun Jakarta Perkembangan Ekspor Farmasi. Jakarta Perkembangan Industri Farmasi. Jakarta Departemen Perindustrian Statistik Industri Jakarta

81 67 Departement of Commerce United States of America World Population. [28 Juni 2008]. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nilai Impor Barang tahun Jakarta Fitriani Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Output Industri Ban di Indonesia tahun [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Bogor, Bogor. GP Farmasi Pasar Farmasi dan Sistem Penetapan Obat. Mei 2008] Perkembangan Pasar Obat Generik Mei 2008]. Gujarati, D Ekonometrika Dasar. Sumarno, Z [penerjemah]. Erlangga. Jakarta. Hamzah, A.P Imbas kenaikan harga BBM terhadap harga obat. caid=3. [12 Juni 2008]. Hasibuan, N Ekonomi Industri : Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3ES, Jakarta. International Marketing Service Health Global Pharmaceutical Sales Changes in Research And Development. Ibnu,A Asing Menguasai Pasar Farmasi Domestik /asing-menguasai-industri.[12 Juni 2008] International Financial Statistics Gross Domestic Product America. [10 April 2008]. Juanda, B Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press. Bogor. Lipsey Pengantar Mikroekonomi. Jilid I. Edisi Ke-10. Binarupa Aksara. Jakarta. Nicholson W Toeri Ekonomi Mikro. Edisi Ke-2. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Puspitasari, H Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Farmasi (Pendekatan Organisasi). [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Bogor, Bogor.

82 68 Pinzon, R Etika Bisnis Farmasi [Jurnal]. gl/15/time/.[20 Mei 2008] Rachmadona Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tanaman Karet di Indonesia. [Skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rivai Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Industri Pengolahan Kayu di Indonesia. [Skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sampurno, H Membangun Daya Saing Farmasi Indonesia Menghadapi Harmonisasi Regulasi Farmasi ASEAN. 8/.[11 Agustus 2008].2006.PROSPEK FARMA [26 Juni 2008] Kompetensi dan Imitabilitas Pada Industri Farmasi ; Analisis Hubungannya dengan Kinerja Perusahaan.[Jurnal]. Program S3 Strategic Management. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Sukirno, S Pengantar Teori Mikroekonomi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Turnip, C. E Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor dan Aliran Perdagangan Kopi Indonesia. [Skripsi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yulaekha, S Analisis Produktivitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia (Periode ). [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Bogor, Bogor. Wahyuana Industri Farmasi Indonesia dan Jepang Perlu Meningkatkan Kerjasama Untuk Menghadapi Pasar Bebas Obat ASEAN [12 Mei 2008]. Walpole, E. R Pengantar Statistika. Edisi Ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

83 LAMPIRAN

84 Lampiran 1. Data Logaritma Output Riil dan Variabel Input Riil Industri Farmasi Tahun

85 Lampiran 2. Data Pertumbuhan Output Riil dan Variabel Input Riil Industri Farmasi Tahun

86 Lampiran 3. Produktivitas Riil Variabel Input Industri Farmasi 71

87 Lampiran 4. Hasil Perhitungan Total Productivity Factor (TFP) 72

88 73 Lampiran 5. Hasil Estimasi Regresi Fungsi Produksi Cobb-Douglass Tanpa Memasukkan Variabel Progres Teknologi (TFP) Lampiran 6. Hasil Uji Multikolinearitas dengan Correlation Matrix

89 74 Lampiran 7. Hasil Uji Normalitas Error Term dengan Jarque-Berra Test Lampiran 8. Hasil Pengujian Autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test Lampiran 9. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dengan menggunakan Uji White-Heteroscedasticity

90 75 Lampiran 10. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Cobb-Douglass dengan Memasukkan Kontribusi Variabel Progres Teknologi (TFP) Lampiran 11. Hasil Uji Multikolinearitas dengan Correlation Matrix

91 76 Lampiran 12. Hasil Uji Normalitas Error Term Lampiran 13. Hasil Uji Serial Autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test Lampiran 14. Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan White-Heteroscedasticity Test

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI FARMASI INDONESIA PERIODE (PendekatanTotal Factor Productivity)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI FARMASI INDONESIA PERIODE (PendekatanTotal Factor Productivity) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI FARMASI INDONESIA PERIODE 1983 2005 (PendekatanTotal Factor Productivity) OLEH ATERIS BILADA H14104021 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H

ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE 1984-2003 (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H14102061 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H

ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE 1984-2003 (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H14102061 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA Oleh DEKY KURNIAWAN H14103122 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE 1985 2004 OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H14101088 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT OLEH ERIKA H14104023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H14050754 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA OLEH DIAH ANANTA DEWI H14084022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH MIMI MARYADI H14103117 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT INTEGRASI VERTIKAL INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH FITRI ATIKAH H14104051 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H14084011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Dimana : TR = Total penerimaan, TC = Total biaya, NT = Biaya tetap, dan NTT = Biaya tidak tetap.

LANDASAN TEORI. Dimana : TR = Total penerimaan, TC = Total biaya, NT = Biaya tetap, dan NTT = Biaya tidak tetap. 7 II. LANDASAN TEORI 1. Konsep Pendapatan Pendapatan tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dan pengeluaran tunai. Pendapatan tunai merupakan ukuran kemampuan usaha dalam menghasilkan uang tunai.

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H

ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H ANALISIS PENGARUH EKSPOR-IMPOR KOMODITAS PANGAN UTAMA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA OLEH Y U S U F H14103064 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H 14104053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai. tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai. tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan pembangunanan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 34 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi harga komoditas kakao dunia tidak ditentukan. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA

ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA i ANALISIS PENGARUH PUPUK BERSUBSIDI TERHADAP KINERJA INDUSTRI PUPUK DI INDONESIA OLEH DESI PUSPO RINI H14102080 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 ii

Lebih terperinci

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan IPB,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Integrasi Pasar (keterpaduan pasar) Komoditi Kakao di Pasar Spot Makassar dan Bursa Berjangka NYBOT Analisis integrasi pasar digunakan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA OLEH M. FAJRI FIRMAWAN H14104120 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H

ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H14103002 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ANALISIS PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H14101089 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H14102011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H

ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H ANALISIS PERBANDINGAN IKLIM INVESTASI: INDONESIA VERSUS BEBERAPA NEGARA LAIN OLEH: SUSI SANTI SIMAMORA H14102059 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data PDRB, investasi (PMDN dan PMA) dan ekspor provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITIAN. data PDRB, investasi (PMDN dan PMA) dan ekspor provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian diambil di provinsi Jawa Timur dengan menggunakan data PDRB, investasi (PMDN dan PMA) dan ekspor provinsi Jawa Timur. B. Jenis dan Sumber

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3. 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif deskriptif. Pendekatan kuantitatif menitikberatkan pada pembuktian hipotesis.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian ini berisi tentang perkembangan oleokimia dan faktor apa saja yang memengaruhi produksi olekomian tersebut. Perkembangan ekspor oleokimia akan

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor kehutanan di Indonesia secara komersial dan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor kehutanan di Indonesia secara komersial dan besar-besaran BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan sektor kehutanan di Indonesia secara komersial dan besar-besaran mulai dilakukan pada akhir tahun 1960-an. Eksploitasi sumber daya hutan tersebut

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder 47 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan 2003-2012. Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung Dalam Angka, Badan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan studi kasus Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Estimasi Variabel Dependen PDRB Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H

ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H ANALISIS PERANAN DAN DAMPAK INVESTASI INFRASTRUKTUR TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH CHANDRA DARMA PERMANA H14050184 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LABA P.T. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA OLEH DIAN ASTRIA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LABA P.T. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA OLEH DIAN ASTRIA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LABA P.T. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA OLEH DIAN ASTRIA H14050603 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN DIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H i ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H14053157 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum sektor ini memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Estimasi Parameter Model Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Timur adalah dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA OLEH DADAN HUDAYA H14103O74

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA OLEH DADAN HUDAYA H14103O74 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA OLEH DADAN HUDAYA H14103O74 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN DADAN HUDAYA.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA OLEH POPY ANGGASARI H14104040 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

OLEH MAYA ROSMAYATI H

OLEH MAYA ROSMAYATI H PENGARUH KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK TERHADAP PENDAPATAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (Kasus : UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Jabar) OLEH MAYA ROSMAYATI H 14104057 DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN 1980-2007 Oleh HARIYANTO H14084006 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam proses pembangunan salah satu indikator keberhasilan pembangunan Negara berkembang ditunjukkan oleh terjadinya pertumbuhan ekonomi yang disertai terjadinya perubahan

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan masyarakatnya, suatu negara akan melakukan pembangunan ekonomi dalam berbagai bidang baik pembangunan nasional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tingkat harga umum, pendapatan riil, suku bunga, dan giro wajib minimum. Data

III. METODE PENELITIAN. tingkat harga umum, pendapatan riil, suku bunga, dan giro wajib minimum. Data 47 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang terdiri dari satu variabel terikat yaitu Ekses Likuiditas dan empat variabel

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode 1982-2003) OLEH M. FAHREZA H14101011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA OLEH HANY LARASSATI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA OLEH HANY LARASSATI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA OLEH HANY LARASSATI H14103088 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS ENERGI INDUSTRI MENENGAH-BESAR INDONESIA OLEH HARRY GUSTARA PAMBUDI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS ENERGI INDUSTRI MENENGAH-BESAR INDONESIA OLEH HARRY GUSTARA PAMBUDI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS ENERGI INDUSTRI MENENGAH-BESAR INDONESIA OLEH HARRY GUSTARA PAMBUDI H14054200 DEPERTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH ANGGI DESTRIA H

ANALISIS PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH ANGGI DESTRIA H ANALISIS PERANAN USAHA KECIL DAN MENENGAH SEKTOR INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH ANGGI DESTRIA H14050283 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan Sumber daya hutan menjadi pilihan Indonesia sebagai andalan sumber keuangan negara disamping minyak dan gas bumi. Hal ini didasari atas ketersediaan kayu hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data 3.1.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder atau kuatitatif. Data kuantitatif ialah data yang diukur dalam

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang 5.1.1. Produksi Pupuk Urea ton 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 - Tahun Sumber : Rendal Produksi PT. Pupuk Kujang,

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w s. go.id PERKEMBANGAN INDEKS PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG 2011 2013 ISSN : 1978-9602 No. Publikasi : 05310.1306 Katalog BPS : 6102002 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA

ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH APSARI DIANING BAWONO H14103060 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT

RINGKASAN DWITA MEGA SARI. Analisis Daya Saing dan Strategi Ekspor Kelapa Sawit (CPO) Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh HENNY REINHARDT ANALISIS DAYA SAING DAN STRATEGI EKSPOR KELAPA SAWIT (CPO) INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL OLEH DWITA MEGA SARI H14104083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN

ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN OLEH HASNI H14102023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan 2001-2012.Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung Dalam Angka, dan Dinas

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H14102072 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FITRI RAHAYU.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dari suatu penelitian. Objek penelitian adalah variabel penelitian atau apa yang

BAB III METODE PENELITIAN. dari suatu penelitian. Objek penelitian adalah variabel penelitian atau apa yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari suatu penelitian. Objek penelitian adalah variabel penelitian atau apa yang

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA Tria Rosana Dewi dan Irma Wardani Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Islam Batik Surakarta Email : triardewi@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan kajian mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan kajian mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan kajian mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produk Domestik Bruto Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia Tahun

Lebih terperinci

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pegawai divisi produksi

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) DI INDONESIA OLEH SARIFAH H01400104 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H

ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI. Oleh ARISA SANTRI H ANALISIS POTENSI SEKTOR PARIWISATA UNTUK MENINGKATKAN KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN MASYARAKAT PROVINSI BALI Oleh ARISA SANTRI H14050903 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA OLEH SITI ADELIANI H14103073 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI INVESTASI NASIONAL DI SEKTOR PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER

ANALISIS PERBANDINGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI INVESTASI NASIONAL DI SEKTOR PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER ANALISIS PERBANDINGAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI INVESTASI NASIONAL DI SEKTOR PRIMER, SEKUNDER DAN TERSIER OLEH RIRI HAERINA PURNAMASARI H14051446 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja,

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja, III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series dari tahun 1995 sampai tahun 2009. Data yang digunakan dalam model

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di Indonesia pada tahun 2007M01 2016M09. Pemilihan pada periode tahun yang digunakan adalah

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI

VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI 6.1. Pengujian Asumsi-Asumsi Klasik Regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan satu variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, jenis data yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, jenis data yang 52 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data tahunan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H14053975 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DALAM PEREKONOMIAN KABUPATEN TANGERANG OLEH TEUKU FAJAR AKBAR H

ANALISIS PERANAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DALAM PEREKONOMIAN KABUPATEN TANGERANG OLEH TEUKU FAJAR AKBAR H ANALISIS PERANAN INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN DALAM PEREKONOMIAN KABUPATEN TANGERANG OLEH TEUKU FAJAR AKBAR H14103035 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

UPAYA PENGUATAN BIDANG INDUSTRI FARMASI DAN SARANA DISTRIBUSI UNTUK MENDUKUNG KETERSEDIAAN OBAT DI FASYANKES

UPAYA PENGUATAN BIDANG INDUSTRI FARMASI DAN SARANA DISTRIBUSI UNTUK MENDUKUNG KETERSEDIAAN OBAT DI FASYANKES UPAYA PENGUATAN BIDANG INDUSTRI FARMASI DAN SARANA DISTRIBUSI UNTUK MENDUKUNG KETERSEDIAAN OBAT DI FASYANKES Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan Bidang

Lebih terperinci