V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 99 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi eksisting perairan Teluk Youtefa Evaluasi terhadap kondisi eksisting di perairan laut Teluk Youtefa dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis parameter fisik dan kimia air dari sampel air laut yang diambil dengan kriteria mutu kualitas air yang berlaku yaitu mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 004 tentang baku mutu air laut, maka berdasarkan keputusan tersebut dalam penelitian ini sebagai pembanding digunakan kriteria mutu air untuk biota laut. Nilai yang dipergunakan merupakan hasil tabulasi dari nilai rata-rata pada kondisi pasang dan surut. Baku mutu acuan yang digunakan mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. Data lengkap nilai rata-rata kualitas air perairan Teluk Youtefa pada saat pasang (P) dan surut (S) dapat dilihat pada gambar 6 33 dan lampiran Suhu air Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh penutupan awan, suhu udara, sirkulasi udara, dan kedalaman air. Suhu air memiliki efek langsung dan tidak langsung dihampir semua aspek ekologi perairan serta mempunyai kaitan erat dengan kualitas perairan. Peningkatan suhu menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air (Haslam, 1995 diacu dalam Effendy, 003). Suhu perairan yang tinggi akan meningkatkan kelarutan senyawa senyawa kimia dan mempengaruhi dampak polutan pada kehidupan akuatik. Suhu perairan juga dapat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi reaksi kimia yang berlangsung dalam air, tutupan vegetasi dan kekeruhan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai suhu perairan Teluk Youtefa pada saat pasang berkisar antara 5,4 8 0 C. Nilai suhu tertinggi ditemukan di stasiun 5 dan 6, nilai terendah di stasiun 3. Pada saat surut nilai suhu hampir sama disemua lokasi sampling yaitu 3 0 C (gambar 6). Hal tersebut terjadi diduga pada saat sampling kondisi cuaca sangat cerah antara pukul Nilai rata-rata suhu pada saat pasang dan surut berkisar antara 8,5 0 C C, dengan nilai rata-rata keseluruhan 6,18 0 C (lampiran 1). Hasil pengukuran suhu ini sesuai dengan hasil

2 100 penelitian kerjasama antara Universitas Negeri Papua dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua (006) bahwa rentang suhu perairan Teluk Youtefa 9 0 C 3, 8 0 C atau rata-rata 31,1 0 C dengan 10 titik pengamatan Hal ini sesuai dengan pendapat Romimohtarto dan Juwana (011) yang menyatakan bahwa suhu air laut bisa mencapai suhu 33 0 C. Perbedaan suhu pada setiap stasiun pengamatan dipengaruhi oleh suhu udara, tutupan vegetasi, intensitas cahaya matahari, dan cuaca pada saat pengukuran. 0 C Lokasi pengamatan Gambar 6 Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter suhu pasang surut Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa memenuhi kriteria mutu air (KMA) yang dapat digunakan untuk perikanan laut Total padatan tersuspensi (TSS) Padatan tersuspensi total (total suspended solid atau TSS) adalah bahan bahan tersuspensi (diameter >1µm). TSS terdiri atas lumpur, bahan organik dan anorganik, pasir halus serta jasad jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai total padatan tersuspensi air di perairan Teluk Youtefa pada saat pasang berkisar antara mg/l (gambar 7) dengan nilai rata-rata keseluruhan adalah 14,11 mg/l. Nilai TSS tertinggi ditemukan di stasiun pantai abe 36 mg/l dan nilai terendah di stasiun entrop 45 mg/l. Kemudian nilai padatan tersuspensi pada saat surut berkisar antara dengan nilai rata-rata keseluruhaan adalah 41,56 mg/l. Nilai tertinggi ditemukan di stasiun 4 pantai abe, nilai terendah ditemukan di stasiun entrop. Nilai TSS pada saat

3 101 pasang dan surut berkisar antara 45 mg/l-348 mg/l dengan rata-rata 191,7 mg/l. Nilai tersebut telah melampaui baku mutu air laut untuk biota laut. Hal ini berarti dapat menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga bisa menyebabkan produksi primer perairan menurun. Menurut Whardhana. (001) bahwa air yang mengandung bahan buangan disertai dengan warna gelap, akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Kemudian menurut Adedokun et al. (008) diacu dalam Suwari. (010), bahwa padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota diperairan dan mengurangi pasokan oksigen terlarut dalam badan air. Abel (1989) mengemukakan bahwa peningkatan kekeruhan perairan akan mengurangi atau mencegah potosintesis maupun produktifitas tanaman. Banyaknya kadar TSS di Teluk Youtefa disebabkan banyaknya partikel-partikel tersuspensi yang terdiri dari pasir, lumpur, pasir halus maupun jasad renik terutama akibat adanya kikisan tanah atau akibat erosi yang terbawa ke badan air melalui beberapa sungai yang bermuara ke Teluk Youtefa. Hal ini sesusi dengan pendapat Effendi (003) bahwa TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus. Hal yang sama juga dikemukakan Saeni (1989) bahwa tingginya kadar padatan tersuspensi disebabkan buangan industri yang belum mengalami pengolahan. Untuk mengurangi kadar TSS diperairan dapat dilakukan dengan memanfaatkan biomassa yang ada. Seperti yang dilakukan Cossellu M, (010), bahwa pemanfaatan serat alga dapat mengurangi sedimen dan bahan organik di beberapa teluk. Hasil pengukuran TSS perairan Teluk Youtefa ditunjukkan pada gambar 7 mg/l BM = 0 Lokasi pengamatan Gambar 7 Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter TSS pasang surut

4 Derajat keasaman (ph) Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan kualitas air. ph mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki ph rendah. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai nilai ph sekitar 7-8,5. Nilai ph sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya nitrifikasi akan berakhir jika ph rendah. Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada ph rendah. Nilai ph menunjukkan tingkat keasaman atau kekuatan asam dan basa dalam air. Besarnya ph mempengaruhi kelarutan dan bentuk senyawa kimia dalam badan air serta ph juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Perubahan ph dalam air akan mempengaruhi perubahan dan aktivitas biologis. Menurut Adeyemo et al (008) diacu dalam Suwari, (010), bahwa pertumbuhan organisme perairan dapat berlangsung dengan baik pada kisaran ph 6,5-8,. Kategori ph dikatakan buruk jika hasil uji laboratorium mendekati nilai 6 (bersifat asam) atau mendekati nilai 9 (bersifat basa) Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ph air pada saat pasang di perairan Teluk Youtefa berfluktuasi disetiap stasiun. Nilai terendah 7, di stasiun 4 dan 7 abe pantai dan pantai abe, nilai tertinggi 7,5 di stasiun,3,8,9, dan nilai ph rata-rata adalah 7,4. Kemudian nilai ph pada saat surut berkisar antara 7,1-7,6. Nilai tertinggi di stasiun 3 entrop adalah 7,6, nilai terendah di stasiun 4 pantai abe adalah 7,. Nilai tersebut masih sesuai dengan baku mutu air laut untuk biota laut yaitu 7 8,5. Nilai ph perairan Teluk Youtefa pada sembilan stasiun pada saat pasang dan surut berkisar antara 7,1 7,6 (gambar 8). Nilai rata-rata pada saat pasang dan surut adalah 7,4. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Teluk Youtefa masih berada dalam kisaran yang dapat ditolerir untuk organisme akuatik.

5 103 BM = 7,5-8,5 Lokasi pengamatan Gambar 8 Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter ph pasang surut Fluktuasi nilai ph dapat dipengaruhi beberapa hal antara lain akibat limbah organik yang dapat membebaskan karbon dioksida jika mengalami proses penguraian. Kemudian juga dapat disebabkan pengaruh masukan pencemar yang bersifat fluktuatif Kandungan oksigen terlarut (DO) Oksigen terlarut merupakan parameter penting yang dibutuhkan oleh semua organisme, seperti ikan. Penurunan oksigen dalam perairan akan sangat berbahaya bagi kehidupan organisme akuatik. Kebanyakan ikan pada beberapa perairan tercemar mati bukan karena daya racun bahan buangan secara langsung, akan tetapi karena kekurangan oksigen dalam perairan akibat digunakan untuk proses degradasi bahan organik oleh mikroorganisme. Connel dan Miller. (1995) diacu dalam Selanno (009), mengemukakan bahwa sebagian besar dari zat pencemar yang menyebabkan oksigen terlarut berkurang adalah limbah organik. Lee et al. (1978) mengemukakan bahwa kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan.

6 104 BM>5 mg/l Lokasi pengamatan Gambar 9. Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter DO Pasang surut Hasil penelitian menunjukkan bahwa oksigen terlarut pada sembilan stasiun di perairan Teluk Youtefa pada saat pasang berkisar antara,60 mg/l 6,00 mg/l (gambar 9) dengan nilai rata-rata 5,17 mg/l atau sesuai dengan baku mutu. Nilai kandungan oksigen terlarut di perairan Teluk Youtefa pada sembilan stasiun lebih tinggi di stasiun delapan (5,80 mg/l), sedangkan nilai terendah terdapat di stasiun empat (,60 mg/l). Nilai rata-rata pada saat pasang dan surut adalah 4,89 mg/l (lampiran 1). Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian UNIPA (006) yaitu,0 mg/l pada stasiun yang sama (stasiun 4). Kemudian nilai DO pada saat surut berkisar antara 1,67 mg/l - 5,75 mg/l dengan rata-rata 4,61 mg/l. Nilai tertinggi terdapat di stasiun 7 (5,75 mg/l, nilai terendah terdapat di stasiun 4 (1,67 mg/l). Rendahnya nilai oksigen terlarut diduga akibat pengaruh limbah (effluent) organik yang berasal dari limbah domestik yang masuk ke dalam perairan teluk melalui dua sungai (sungai acai dan sungai siborghoni) yang secara geografis sangat berdekatan muaranya (± 50 m). Hal ini sesuai dengan pendapat Saeni (1989) bahwa oksigen terlarut berkurang akibat digunakan dalam penghancuran bahan organik. Kemudian penurunan kadar oksigen terlarut dapat terjadi karena adanya penambahan beban pencemaran organik dalam jumlah besar, yang disebabkan oleh buangan limbah cair yang melebihi kemampuan self purification teluk dan adanya bahan kimia yang dapat teroksidasi oleh oksigen. Kandungan oksigen terlarut yang rendah menunjukkan bahwa kondisi sungai secara umum telah tercemar oleh bahan organik. Limbah domestik, pertanian, sampah yang dibuang ke sungai dan menuju

7 105 teluk menjadi penyebab utama tingginya tingkat pencemaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Emily et al (010) bahwa kadar oksigen terlarut, 0 mg/l di Teluk Greenwich Rhode Island USA sangat rendah akibat limbah, pellet dan peningkatan sedimen. Kemudian menurut Lee et al, (1978) bahwa tingkat pencemaran perairan akibat bahan buangan organik dapat dievaluasi berdasarkan konsentrasi oksigen terlarut dan BOD 5. Sedangkan menurut Clark (003) bahwa konsentrasi bahan organik yang tinggi di perairan akan menyebabkan tingginya pemakaian oksigen terlarut diperairan menurun Kandungan oksigen biokimia (BOD) BOD merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu 0 0 C selama lima hari dalam keadaan tanpa cahaya. BOD digunakan sebagai cara untuk mengindikasikan pencemaran organik di perairan. Semakin banyak bahan organik yang terdapat dalam perairan, maka semakin besar nilai oksigen yang dibutuhkan, sehingga nilai BOD semakin besar yang mengindikasikan tingginya tingkat pencemaran. mg/l BM 0 Lokasi pengamatan Gambar 30. Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter BOD pasang surut Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai BOD pada saat pasang berkisar antara 7,9 mg/l - 1,0 mg/l (gambar 30) dengan nilai rata-rata keseluruhan 9,7 mg/l. Nilai tertinggi terdapat di stasiun 4 (1,0 mg/l), nilai terendah terdapat di stasiun 7

8 106 (7,9 mg/l). Kemudian pada saat surut berkisar antara 8,1 mg/l 8 mg/l. Nilai tertinggi terdapat di stasiun 4, terendah di stasiun 7. Nilai rata-rata pada saat pasang dan surut adalah 10,33 mg/l (lampiran 1). Berdasarkan baku mutu kualitas air nilai ambang batas BOD untuk biota laut adalah 0 mg/l (Keputusan Mennteri Lingkungan Hidup RI nomor 51 tahun 004) masih berada dibawah ambang batas atau baku mutu. Hal ini sesuai dengan pendapat Effendi (003) bahwa perairan yang memiliki nilai BOD lebih dari 0 mg/l dianggap telah mengalami pencemaran. Nilai BOD yang tinggi secara tidak langsung memberikan petunjuk tentang kandungan bahan-bahan organik yang tersuspensikan. Nilai BOD yang rendah mencerminkan rendahnya kegiatan mikroorganisme di dalam air. Kandungan nilai BOD di perairan Teluk Youtefa diduga dipengaruhi bahan buangan organik dan aktivitas organisme pengurai, dipengaruhi oleh suhu, keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yetti et al, (011) bahwa peningkatan kadar BOD di perairan dapat disebabkan banyaknya sampah organik yang mencemari perairan. Kemudian menurut Lee et al (1978) bahwa indikator BOD merupakan indikator penting dalam menentukan tingkat pencemaran perairan Nitrat dan amonia Nitrat adalah bentuk utama nitrogen diperairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman. Nitrat dihasilkan dari proses oksidasi senyawa nitrogen di perairan. Pembuangan kotoran biasanya mengandung nitrat dalam jumlah yang besar. Unsur ini merupakan nutrien bagi tanaman, sehingga meningkatkan kelimpahan fitoplankton di perairan. Pengkayaan ini akan menguntungkan zooplankton dan memperbanyak jumlah rantai-rantai makanan lainnya (Clark, 1986). Dijelaskan bahwa jika bahan buangan organik dirombak oleh bakteri tidak hanya karbondioksida dan air, tetapi juga nitrogen dilepaskan sebagai bahan anorganik yang secara alami terkandung dalam komponen protein hewan dan tanaman.

9 107 mg/l Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar nitrat di perairan Teluk Youtefa pada saat pasang 0,004 mg/l 0, 06 mg/l (gambar 31). Nilai nitrat tertinggi terdapat pada stasiun empat (0,06 mg/l) dan terendah pada stasiun satu (0,004) dengan nilai rata-rata keseluruh an 0,7 mg/l. Kemudian kadar nitrat pada saat surut berkisar antara 0,004 mg/l-0,34 mg/l. Nilai tertinggi terdapat di stasiun 4 (0,34 mg/l), nilai terendah terdapat di stasiun 6 (0,004 mg/l dengan nilai rata-rata 0,05 mg/l. Nilai rata-rata pada saat pasang dan surut adalah 0,01 mg/l (lampiran 1). Nilai tersebut telah melampaui baku mutu air laut untuk biota laut. Kelimpahan nutrien di suatu perairan, akan menimbulkan masalah terjadinya blooming populasi mikroorganisme yang dapat mengurangi kadar oksigen dalam perairan. Aktifitas masyarakat dan tekanan penduduk dalam memanfaatkan teluk sebagai tempat penampungan limbah berpotensi meningkatkan nilai nitrat di perairan. BM 0,008 Lokasi pengamatan Gambar 31. Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter NO 3 pasang surut mg/l BM 0,3 Lokasi pengamatan Gambar 3. Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter NH 3 pasang surut

10 108 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar amonia perairan Teluk Youtefa pada saat pasang berkisar antara 0,03 mg/l - 0,4 mg/l dengan nilai rata-rata 0,08 mg/l. Nilai tertnggi terdapat di lokasi 4 (0,4 mg/l), nilai terendah terdapat di lokasi 7 (0,03 mg/l). Kemudian pada saat surut nilai amoniak berkisar antara 0,05 0,6 mg/l (gambar 3). Nilai tertinggi terdapat di lokasi 4 (0,6 mg/l), nilai terendah terdapat di lokasi 7 (0,05 mg/l). Nilai rata-rata antara pasang dan surut adalah 0,087 mg/l (lampiran 1). Amonia bebas yang tidak terionisasi bersifat toksik bagi organisme akuatik. Menururt Effendi (003), toksisitas amonia terhadap organisme akuatik dipengaruhi oleh ph, kadar oksigen terlarut, dan suhu. Pada ph rendah amonia bersifat racun jika jumlahnya banyak, sedangkan pada kondisi ph tinggi amonia akan bersifat racun meskipun kadarnya rendah. Abel (1989) mengemukakan bahwa amonia sangat beracun bagi organisme. Secara umum, kadar amonia di perairan Teluk Youtefa belum melampaui nilai baku mutu yang mensyaratkan nilai amonia maksimum 0,3 mg/l. Maka dapat disimpulkan bahwa perairan Teluk Youtefa mengindikasikan tidak terjadi pencemaran air oleh amonia Kadar fospat Senyawa fosfat merupakan anion yang tidak dikehendaki dalam suatu perairan karena bisa menjadi faktor pembatas eutrofikasi dan dapat mengakibatkan efek negatif bagi proses kehidupan akuatik. Kandungan fosfat yang tinggi dalam perairan dapat menyebabkan eutrofikasi yakni meningkatnya pertumbuhan alga dan menurunkan kadar oksigen terlarut dalam air. Senyawa fosfor di perairan dapat bersumber dari buangan hewan, pelapukan tumbuhan, erosi tanah, limbah industri, limbah domestik, dan limbah pertanian. mg/l Lokasi pengamatan Gambar 33 Kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan parameter PO 4 pasang surut

11 109 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fosfat (P-PO 4 ) di perairan Teluk Youtefa pada saat pasang berkisar 0,001 mg/l 0,3 mg/l (gambar 33), nilai tertinggi terdapat di lokasi 4 (0,3 mg/l), nilai terendah terdapat di lokasi (0,001 mg/l), dengan nilai rata-rata keseluruhan 0,1 mg/l. Kemudian nilai fosfat pada saat surut berkisar antara 0,03 mg/l 0,5 mg/l. Nilai tertinggi terdapat di stasiun 4 (0,5 mg/l), nilai terendah terdapat di stasiun,7,dan 8 masing-masing 0,03 mg/l. Nilai rata-rata antara pasang dan surut adalah 0,08 mg/l (lampiran 1). Berdasarkan KMA baku mutu air laut untuk biota laut yang mempersyaratkan kadar fosfat maksimum 0,015, maka dapat disimpulkan bahwa dari 9 stasiun pengamatan perairan Teluk Youtefa pada saat pasang dan surut tidak memenuhi baku mutu. Sumber P-PO 4 di perairan Teluk Youtefa diduga bersumber dari limbah domestik terutama detergen dan kotoran manusia, dan limbah pertanian. Hal ini sesuai dengan pendapat Garcia, (010) bahwa di teluk Lorenzo Spayol Utara terjadi proses eutrofikasi sehingga menghasilkan ganggang akibat peningkatan fosfat. Fosfat dapat masuk ke perairan Teluk Youtefa melalui saluran sungai. Gambar 34. Muara Sungai Sibhorgoni Gambar 35. Muara Sungai Acai Gambar 36. Tumpukan sampah di Sungai Acai Gambar 37. WC penduduk yang bermukim di atas perairan Teluk Youtefa

12 110 Gambar 34 memperlihatkan kondisi air berwarna kemerah-merahan akibat banyaknya sedimen dari hulu. Kemudian gambar 35 memperlihatkan kondisi air berwarna hitam akibat tingginya pasokan limbah domestik dari hulu. Mukhtasor. (007) mengemukakan bahwa pencemaran dapat membahayakan ekosistem laut karena ekosistem dan biota perairan sangat rentan terhadap bahan pencemar. 5.. Status mutu air dan indeks pencemaran perairan Teluk Youtefa Metode indeks storet Pendekatan menggunakan metode indeks storet digunakan untuk menganalisis status pencemaran yang sebenarnya telah terjadi di Teluk Youtefa. Nilai maksimum, minimum, dan rata-rata yang dipergunakan merupakan hasil tabulasi dari nilai rata-rata setiap lokasi/stasiun pada saat pasang dan surut. Menentukan status kualitas air atau indeks mutu lingkungan perairan Teluk Youtefa adalah menggunakan metode STORET. Indeks kualitas air STORET (IKA-STORET) adalah suatu nilai yang dapat menggambarkan tentang kondisi kualitas air dari data mentah tentang kualitas air yang kemudian ditransformasikan menjadi suatu indeks. Metode indeks STORET dapat menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi umum kualitas air Teluk Youtefa. Data parameter fisika dan kimia air berdasarkan hasil pengamatan dibandingkan dengan nilai baku mutu air laut untuk biota laut yang mencakup nilai minimum, rata-rata, dan maksimum setiap parameter yang kemudian diberi skor penilaian dan disesuaikan dengan tingkat pencemarannya. Baik buruknya kualitas perairan dapat diketahui dengan melihat parameter-parameter yang tidak memenuhi baku mutu sesuai dengan yang ditetapkan. Hasil evaluasi kualitas air Teluk Youtefa berdasarkan indeks Storet disajikan pada lampiran, sedangkan status mutu perairan Teluk Youtefa menururt sistem STORET disajikan pada tabel 16 dan gambar 38. Tabel 16. Status mutu kualitas air menururt sistem nilai STORET Teluk Youtefa. No Lokasi/Stasiun Skor Klasifikasi 1 Entrop -6 Tercemar sedang Pantai abe -33 Tercemar berat 3 Abepantai/Nafri -17 Tercemar sedang

13 111 Berdasarkan representasi masing-masing parameter pada tabel 16 memperlihatkan kondisi status mutu perairan Teluk Youtefa menurut sistem nilai storet tidak dapat ditolerir lagi oleh biota laut atau perairan ini dalam status tercemar. Kondisi tersebut bagi kegiatan perikanan dan budidaya yang sering dilakukan pada perairan ini adalah sangat beresiko. Oleh karena itu, kondisi ini akan menjadi perhatian semua pihak pengguna teluk untuk lebih berhati-hati memanfaatkan sumberdaya laut di dalamnya. Tingginya pemanfaatan ruang perairan teluk seperti saat ini, tentu mengindikasikan adanya pencemaran di Teluk Youtefa. Kondisi dan kenyataan seperti ini, memacu semua pihak untuk berupaya melakukan penanganan secara serius pendekatan kelembagaan dan teknologi yang tepat untuk penanganan masalah pencemaran harus dilakukan dengan komitmen yang jelas dan tegas. Abepantai Entro p Pantai abe Gambar 38. Skor indeks STORET perairan Teluk Youtefa Kondisi mutu air untuk pantai abe cendrung menururn dibanding mutu air di entrop dan abepantai (gambar 38), dengan status mutu air bervariasi mulai dari tercemar ringan hingga tercemar berat. Nilai indeks STORET di lokasi entrop adalah -6 (lampiran ), lokasi pantai abe adalah -33 (lampiran -a), dan lokasi abepantai adalah -17 (lampiran -b). Parameter yang memberikan kontribusi rendahnya nilai indeks STORET di lokasi abepantai adalah fosfat, TSS, dan nitrat. Kemudian di lokasi pantai abe yang memberikan kontribusi rendahnya nilai indeks STORET adalah fosfat, nitrat, TSS, DO, dan BOD. Sedangkan yang memberikan

14 11 kontribusi bagi rendahnya nilai indeks STORET di lokasi entrop adalah fosfat, nitrat, DO, dan TSS. Berdasarkan nilai indeks STORET, jika parameter yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat pencemaran kurang dari 10 parameter, maka sudah cukup untuk menyatakan bahwa perairan Teluk Youtefa dalam kondisi buruk jika terdapat tiga parameter kimia yang nilai konsentrasi minimum, maksimum dan rataratanya telah melampauai baku mutu Indeks pencemaran Teluk Youtefa Pada penelitian ini tingkat pencemaran air Teluk Youtefa relatif terhadap parameter kualitas air yang diijinkan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 004 didasarkan pada hasil analisis parameter fisik dan kimia yakni total padatan tersuspensi, derajat keasaman, amoniak total, kandungan oksigen biokimia, kandungan oksigen terlarut, nitrat, dan fospat. Hasil analisis kualias air kemudian dibandingkan dengan baku mutu air sesuai dengan peruntukannya menggunakan langkah-langkah penentuan indeks pencemaran. Perairan akan semakin tercemar untuk suatu peruntukan (j) jika nilai (Ci/Lij) R dan atau (C i/ L ij ) M lebih besar dari 1,0. Tingkat pencemaran suatu badan air akan semakin besar jika nilai maksimum C i /L ij dan atau nilai rata-rata C i /L ij makin besar. Perhitungan indeks pencemaran air Teluk Youtefa dapat dilihat pada lampiran 3 dan rangkuman hasil perhitungan indeks pencemaran disajikan pada tabel 17. Tabel 17. Indeks pencemaran Teluk Youtefa pada sembilan titik pengamatan No Stasiun C i /L ij IP Kategori Rerata Maks 1 Entrop 1,91 6,5 4,87 Cemar ringan Entrop 1,67 3,15,51 Cemar ringan 3 Entrop 3,4 6,09 4,58 Cemar ringan 4 Pantai Abe 1 3,84 7,7 5,81 Cemar sedang 5 Pantai abe 1,99 5,15 3,90 Cemar ringan 6 Pantai abe 3,11 6,33 48,8 Cemar ringan 7 Abepantai 1 1,9 6,63 4,88 Cemar ringan 8 Abepantai 1,73 5,76 4,5 Cemar ringan 9 Abepantai 3 3,05 6,1 4,89 Cemar ringan

15 113 Berdasarkan hasil perhitungan indeks pencemaran pada tabel 17 di atas dan nilai indek pencemaran Sumitomo dan Nemerow, menunjukkan bahwa perairan Teluk Youtefa telah mengalami pencemaran pada tingkat ringan hingga sedang oleh beberapa parameter fisika dan kimia. Kondisi ini berbeda dengan status mutu air berdasarkan indeks STORET. Parairan Teluk Youtefa berdasarkan indeks STORET berada dalam tercemar sedang dan tercemar berat. Perbedaan ini menunjukkan bahwa indeks pencemaran Sumitomo dan Nemerow memiliki toleransi yang cukup besar terhadap pencemaran. Tabel 17 juga menunjukkan bahwa untuk zona entrop tingkat pencemaran paling rendah dengan nilai indeks pencemaran,51. Nilai indeks pencemaran tertinggi berada pada zona pantai abe 1 dengan nilai indeks pencemaran 5,81 (tercemar sedang). Tingkat pencemaran air di perairan Teluk Youtefa kategori cemar ringan dan cemar sedang. Tingkat pencemaran tertinggi berada pada stasiun 4 yaitu pantai abe. Hal tersebut terjadi diduga disebabkan pada stasiun 4 ada dua muara sungai yang bermuara (Sibhorgoni dan Acai) ke perairan Teluk Youtefa jaraknya relatif berdekatan yaitu ± 50 meter, dan pada daerah aliran sungai tersebut banyak menerima masukan limbah domestik, pertanian, dan dampak galian C Beban pencemaran, kapasitas asimilasi, flushing time perairan Teluk Youtefa Beban pencemaran muara sungai di sekitar Teluk Youtefa Beban pencemaran menggambarkan suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah. Sumber pencemar di Teluk youtefa adalah air limbah domestik, dan air limbah pertanian. Bahan pencemar tersebut masuk ke Teluk Youtefa melalui beberapa cara pengalirannya seperti saluran drainase kemudian ke sungai dan selanjutnya terbawa ke Teluk Youtefa. Beban pencemaran dihitung untuk mengetahui dan mengidentifikasi sumber pencemar, jenis pencemar dan besarnya nilai beban pencemar yang masuk ke perairan Teluk Youtefa. Kemudian dilanjutkan dengan menghitung debit air sungai dengan konsentrasi parameter kualitas air yang diteliti. Beban pencemaran

16 114 yang diamati adalah beban pencemaran mulai tahun pada masing masing sungai (Tabel 18 dan Lampiran 4-7.) Tabel 18. Beban pencemaran sungai tahun 008 sampai tahun 011 (ton/bulan Parameter TSS 44,61 959,71 139,77 166,17 BOD 61,41 104,84 11,7 144,40 COD 150,93 79,49 501,7 700,36 NH 3 3,03 5,3 6,45 8,53 NO 3 5,64 10,14 15,87 3,33 PO 4 3,89 8,9 9,1 16, Kapasitas asimilasi perairan Teluk Youtefa Gambaran umum kondisi perairan sungai dan perairan Teluk Youtefa dengan pendekatan beberapa parameter, baik parameter pendukung maupun parameter indikator, ternyata belum dapat memastikan bagaimana kondisi kualitas lingkungan perairan Teluk Youtefa yang sebenarnya. Oleh karena itu analisis beban pencemaran dan analisis kapasitas asimilasi diharapkan dapat menjawab permasalahan lingkungan yang telah terjadi selama ini, khususnya di perairan Teluk Youtefa. Analisis kapasitas asimilasi didasarkan pada analisis hubungan antara kualitas air dengan beban limbahnya. Nilai kapasitas asimilasi diperoleh berdasarkan grafik hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter bahan pencemar di perairan pesisir Teluk Youtefa dengan beban pencemaran tersebut di muara sungai yang bermuara ke Teluk Youtefa. Kemudian nilai hasil perhitungan dari beban limbah dan konsentrasi masing-masing parameter dibandingkan dengan nilai baku mutu untuk biota laut dan budidaya laut. Tabel 19. Kapasitas asimilasi perairan Teluk Youtefa Tahun 011 No Parameter Fungsi y R Beban Kapasitas Pencemaran Asimilasi (ton/bln) (ton/bln) 1. PO 4 y = 0, ,103x 0, BOD y = 0, x 0, NH 3 y = 0, ,013x 0, COD y = 0, x 0, NO 3 y = 0, ,0034x 0, TSS y = 0, ,98x 0,

17 115 Hasil analisis perhitungan regresi menggunakan minitab 14 dapat dilihat pada lampiran Kandungan oksigen biokimia (BOD). Penyebab utama tingginya konsentrasi BOD di dalam perairan adalah bahan-bahan buangan seperti kotoran hewan, kotoran manusia, tanaman-tanaman yang mati, limbah domestik, dan pemotongan daging. Hasil analisis beban pencemaran BOD atau kebutuhan oksigen biologi dari sungai bervariasi masing masing sungai. Beban pencemaran terbanyak bersumber dari sungai Acai dibanding sungai Siborgoni, sungai PTC entrop dan sungai Hanyaan Y 0,0481x+0,668 = 0,0481X + 0,668 R = 0,935 0,935 Gambar 39. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di Teluk Youtefa dengan indikator BOD Tahun Hasil perpotongan garis regresi (gambar 39) dengan garis baku mutu menghasilkan perpotongan nilai kapasitas asimilasi sebesar 7 ton/bulan. Hasil analisis hubungan konsentrasi BOD di laut dengan beban pencemaran organik indikator BOD di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R = 0,935 atau 93 % variasi sampel konsentrasi BOD dijelaskan oleh beban BOD. Persamaan regresinya adalah Y = 0, x (dimana P-value = 0,033 < α = 0,05, mean square error (MSE) atau varian residual (S sebesar 0,99 dan standart deviasi (s) = 0,546, yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada (signifikan). Variasi sampel konsentrasi BOD dijelaskan oleh beban BOD, artinya bahwa besarnya akumulasi beban BOD di laut merupakan kontribusi dari sungaisungai yang bermuara ke perairan Teluk Youtefa. Akan tetapi bila analisis

18 116 dilanjutkan dengan grafik pendugaan beban pencemaran dengan kapasitas asimilasi ternyata dari indikator BOD, perairan Teluk Youtefa belum tercemar karena nilai kapasitas asimilasinya belum terlampaui Total padatan tersuspensi (TSS) Berbagai aktivitas manusia di darat dapat memberikan masukan partikel ke laut yang kemudian larut dalam kolom air dan akan terukur sebagai total suspended solid. Hasil analisis beban pencemaran total suspended solid atau padatan tersuspensi total dari sungai bervariasi masing masing sungai. Beban pencemaran terbanyak bersumber dari sungai Acai dibanding sungai Sibhorgoni, sungai PTC dan sungai Hanyaan. Hasil analisis hubungan konsentrasi padatan tersuspensi total di laut dengan beban pencemaran organik indikator padatan tersuspensi total di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R = 0,94 atau atau 9,4 % variasi sampel konsentrasi TSS dijelaskan oleh beban TSS. Persamaan regresinya adalah Y = 0, ,98x (dimana P-value = 0,039 < α = 0,05, mean square error (MSE) atau varian residual (S sebesar 37,97 dan standart deviasi (s) = 6,16, yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada (signifikan). Y = 0,0344X+130,98 R = 0,94 Gambar 40. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di Teluk Youtefa dengan indikator TSS tahun

19 117 Variasi sampel konsentrasi TSS dijelaskan oleh beban TSS, artinya bahwa beban pencemaran di perairan Teluk Youtefa merupakan implementasi dari masukan beban pencemaran organik TSS dari sungai. Hal ini memperkuat simpulan dari Kartahadimadja dan Pariwono (1994) bahwa padatan tersuspensi perairan Teluk Pelabuhan ratu diduga karena semakin banyaknya padatan tersuspensi yang dibawa oleh air sungai ke muara yang kemudian disebarkan oleh gerakan aliran di muara dan arus arus laut ke perairan pantai serta daerah laut yang lebih jauh. Berdasarkan perhitungan (gambar 40) diperoleh perpotongan garis regresi dengan garis baku mutu menghasilkan perpotongan kapasitas asimilasi sebesar.354 ton/bulan. Selanjutnya analisis pendugaan kapasitas asimilasi ternyata berada di atas baku mutu, sehingga pendekatan parameter TSS untuk menduga pencemaran organik dapat menjelaskan bahwa pengaruh masukan dari darat konsentrasi bahan-bahan pencemar di laut sudah terlihat menunjukkan hubungan yang signifikan. Berdasarkan grafik pendugaan beban pencemaran dengan kapasitas asimilasi ternyata dari indikator TSS, perairan Teluk Youtefa telah tercemar karena nilai kapasitas asimilasinya telah terlampaui Amonia (NH 3 ) Amonia bersifat mudah larut dalam air, banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia, serta industri bubur kertas. Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan amonia. Amonia yang terdapat dalam mineral masuk ke badan air melalui erosi tanah.

20 118 Y = 0,009 x + 0,013 R = 0,95 Gambar 41. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di Teluk Youtefa dengan indikator NH 3 Tahun Hasil analisis hubungan konsentrasi amoniak di laut dengan beban pencemaran organik indikator amoniak di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R = 0,954 atau 95,4 % variasi sampel konsentrasi amoniak dijelaskan oleh beban amoniak. Penentuan nilai kapasitas asimilasi digunakan persamaan regresi Y= 0, ,013x (dimana P-value = 0,04 < α = 0,05, mean square error (MSE) atau varian residual (S sebesar 0,00003 dan standart deviasi (s) = 0,005, yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada (signifikan). Nilai koefisien determinasi model regresi (R = 95,4) artinya 95,4 % variasi sampel konsentrasi NH 3 dijelaskan oleh beban NH 3 Grafik pendugaan nilai kapasitas asimilasi (gambar 41) memperlihatkan bahwa kondisi perairan Teluk Youtefa belum tercemar dengan indikator amoniak karena nilai kapasitas asimilasinya belum terlampaui (54). Kondisi ini memperlihatkan bahwa perairan Teluk Youtefa belum tercemar bahan organik amoniak karena nilai kapasitas asimilasinya belum terlampaui Nitrat (NO 3 ) Untuk mengetahui berapa besar beban pencemaran organik dengan indikator NO 3 yang masuk ke perairan Teluk Youtefa melalui perairan sungai yang bermuara ke teluk dilakukan analisis beban pencemaran. Hasil analisis beban pencemaran nitrat dari sungai bervariasi masing masing sungai. Beban pencemaran terbanyak bersumber dari sungai Acai dibanding sungai Sibhorgoni, sungai PTC dan sungai Hanyaan

21 119 Y = 0,0011 x + 0,0034 R = 0,99 Gambar 4. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di Teluk Youtefa dengan indikator NO 3 tahun Hasil analisis hubungan konsentrasi nitrat di laut dengan beban pencemaran organik indikator nitrat di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R = 0,99 atau 99 % variasi sampel konsentrasi nitrat dijelaskan oleh beban nitrat. persamaan regresi Y = 0, ,0034x (dimana P-value = 0,004< α = 0,05, mean square error (MSE) atau varian residual (S sebesar 0, dan standart deviasi (s) = 0,00093, yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada (signifikan). Grafik pendugaan nilai kapasitas asimilasi (gambar 4) memperlihatkan bahwa kondisi perairan Teluk Youtefa telah tercemar dengan indikator Nitrat karena nilai kapasitas asimilasinya telah terlampaui. Kondisi ini memperlihatkan bahwa perairan Teluk Youtefa telah tercemar bahan organik. Kondisi seperti ini kemungkinan bisa mengakibatkan terakumulasinya limbah domestik di perairan Teluk Youtefa. Aktifitas penggunaan pupuk untuk kegiatan pertanian oleh penduduk sekitar bantaran sungai juga berpotensi dalam menyumbangkan nitrat di perairan. Ketersediaan nitrogen yang diperlukan untuk mensintesa protein tumbuhan diketahui berasal dari senyawa organik maupun dari anorganik termasuk nitrat Fosfat (PO 4 ) Posfat merupakan anion yang tidak diinginkan dalam air, karena keberadaannya menjadi faktor pembatas eutrofikasi dan menimbulkan efek negatif

22 10 bagi kehidupan ekosistem akuatik. Effendi (003) mengemukakan bahwa posfat merupakan fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan Y = 0,008 x + 0,103 R = 0,9 Gambar 43. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di Teluk Youtefa dengan indikator PO 4 tahun Hasil analisis hubungan konsentrasi posfat di laut dengan beban pencemaran organik indikator posfat di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R = 0,9 atau 9 % variasi sampel konsentrasi posfat dijelaskan oleh beban posfat. Persamaan regresinya adalah Y = 0, ,103x (dimana P-value = 0,039 < α = 0,05, mean square error (MSE) atau varian residual (S sebesar 0,0006 dan standart deviasi (s) = 0,016, yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada (signifikan). Nilai koefisien determinasi model regresi (R = 9,4) artinya 9,4 % variasi sampel konsentrasi PO 4 dijelaskan oleh beban PO 4. Dari gambar 43 terlihat bahwa kondisi perairan Teluk Youtefa telah tercemar dengan parameter fosfat karena kapasitas asimilasinya telah terlampaui (1) Kebutuhan oksigen kimiawi COD Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non biodegradable) menjadi CO dan H O.

23 11 Y = 0,093+53,06 R = 0,93 Gambar 44. Grafik pendugaan beban pencemaran dan kapasitas asimilasi di Teluk Youtefa dengan indikator COD tahun Hasil analisis hubungan konsentrasi COD di laut dengan beban pencemaran organik indikator COD di sungai menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hubungan tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi model regresi R = 0,93 atau 93 % variasi sampel konsentrasi COD dijelaskan oleh beban COD. Persamaan regresinya adalah Y = 0, ,06x (dimana P-value = 0,03 < α = 0,05, mean square error (MSE) atau varian residual (S sebesar 5, dan standart deviasi (s) = 7, yang berarti ada kesesuaian model regresi dengan data yang ada (signifikan). Nilai koefisien determinasi model regresi (R = 93) artinya 93 % variasi sampel konsentrasi COD dijelaskan oleh beban COD. Dari gambar 44 terlihat bahwa kondisi perairan Teluk Youtefa telah tercemar dengan parameter COD karena kapasitas asimilasinya telah terlampaui (86) flushing time (Waktu dirus) Waktu dirus atau flushing time adalah waktu pembilasan dari massa air tawar oleh air laut, merupakan sala satu aspek dari proses pencampuran yang penting untuk mengetahui penyebaran dari suatu bahan yang dibuang atau ditimbun diperairan pantai atau perairan laut, dengan asumsi laju air tawar yang didirus sama dengan limpasan sungai. Maka untuk kasus tertentu, seperti perairan teluk atau perairan semi tertutup lainnya, perairan tersebut dapat dianggap sebagai baskom yang sederhana, dimana pada bagian hulunya limpasan air tawar dari sungai yang masuk, sedangkan pada bagian hilirnya terjadi aliran dua lapis yaitu massa air dari perairan teluk mengalir ke laut lepas dilapisan permukaan dan massa air laut mengalir masuk ke teluk dilapisan bawah permukaan (Dahuri, 008).

24 1 Laut memiliki luas dan volume air yang sangat besar, sehingga biasanya dijadikan sebagai tempat pembuangan bahan-bahan yang tidak berguna. Begitu juga dengan daerah estuari selalu digunakan untuk tempat penampungan berbagai jenis limbah khsusnya limbah cair dari daerah hulu maupun sekitarnya. Oleh karena itu selama perkembangan penduduk serta industri yang semakin bertambah, bisa menimbulkan masalah serius terhadap badan perairan. Oleh karena itu untuk pengelolaan ekosistem estuari sangat diperlukan dengan pendekatan konsep flushing time, (Tomezak, 000 diacu dalam Selanno, 009). Konsep flushing time digunakan untuk mengevaluasi dimana, bagaimana dan berapa kuantitas substansi yang dapat terbuang ke laut lepas. Kemudian dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menangani kecelakaan tumpahan minyak atau bahan racun. Berdasarkan hasil analisis, bahwa nilai flushing time total ke empat sungai yang ada di Teluk Youtefa adalah 7,69 jam, sedangkan rata-ratanya adalah 1,9 jam (tabel 0). Maka dengan demikian dalam waktu 7,69 jam massa air laut dapat membilas massa air tawar dari sungai-sungai tersebut. Demikian halnya dengan nilai flushing time sungai PTC sangat kecil (0,58 jam) dibanding dengan sungai lainnya. Oleh karena itu dengan nilai waktu dirus yang kecil tersebut, maka penyebaran bahan-bahan buangan yang berasal dari setiap muara sungai ke laut akan relatif cepat. Hal ini dapat dilihat pada penyebaran nilai tertinggi maupun terendah parameter yang diukur ternyata menyebar pada beberapa tempat yang berbeda-beda. Tabel 0. Nilai flushing time menggunakan pendekatan Dahuri, et al (008) Nama Sungai t t t V(S-S1)/SR V(S-S1)/SR V(S-S1)/SR (detik) (jam) (jam) S. Acai 3074,6 0, ,85 S. Sibhorgoni ,6 5, ,13 S. PTC.118,15 0, ,58 S. Hanyaan 4.07,50 1, ,11 Total FT 7.689,89 7, ,69 Rerata 6.9,47 1,9 1,9

25 13 Keterangan: S = Rata-rata salinitas air laut tiap musim S1 = Rerata salinitas air sungai tiap musim R atau Q = debit rerata tiap musim untuk tiap sungai V (m 3 ) = Vol air DAS dari perkalian luas penampang (m ) x kedalaman segmen DAS (m) Pengaruh flushing time (waktu dirus) terhadap sedimentasi Sedimen yang masuk ke dalam kolom air penyebarannya dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi perairan misalnya kecepatan arus. Apabila kecepatan arus dalam teluk besar, maka akan membantu membawa atau memindahkan partikel sedimen menjauhi sumber. Partikel-partikel sedimen akan tersebar secara horizontal dan vertikal pada kolom air, tergantung pada kecepatan arus yang mengatur proses pencampuran massa air. Kemudian sebaliknya jika kecepatan arusnya rendah, maka partikel sedimen tersebut cendrung mengendap pada muara-muara sungai atau pada pantai. Pendekatan lain untuk melihat seberapa cepat kemungkinan partikelpartikel sedimen yang masuk ke laut itu menyebar, dapat dijelaskan menggunakan perhitungan waktu dirus (flushing time). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa makin kecil nilai waktu dirus maka semakin cepat bahan partikel halus akan terbawa ketempat lain. Faktor lain yang cukup berpengaruh juga adalah karakteristik sungai. Secara umum sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Youtefa merupakan sungai-sungai kecil, sehingga volume air yang masuk ke laut dengan cepat dapat terbilas, khususnya untuk bahan sedimen melayang akan mudah ketempat lain, tetapi bahan sedimen besar secara gravitasi akan tenggelam dan mengendap pada dasar badan air Pengaruh flushing time (waktu dirus) terhadap kapasitas asimilasi Nilai flushing time dapat digunakan sebagai petunjuk bagaimana bahan yang masuk dari sungai dapat dengan cepat terbilas dan terbawa menjauh dari sumbernya. Dalam hubungannya dengan kemampuan suatu ekosistem untuk menerima limbah, maka nilai waktu dirus ini juga sangat mempengaruhi. Makin kecil nilai waktu dirus, maka makin cepat juga bahan atau bahan pencemar tercanpur di perairan. Maka dengan demikian kapasitas asimilasi suatu perairan juga makin besar.

26 14 Kemudian kemungkinan terakumulasi bahan pencemar dalam kolom air juga akan terus bertambah karena peningkatan kegiatan di perairan Teluk Youtefa. Oleh karena itu, semakin besar kemampuan teluk untuk mengasimilasi bahan-bahan pencemar yang masuk bukan berarti memberikan kesempatan untuk membuang bahan pencemar ke dalam teluk, tetapi informasi ini menjadi masukan bagi pengembangan wilayah perairan Teluk Youtefa dengan kegiatan pengelolaan limbah sehingga memenuhi baku mutu suatu peruntukan, sehingga beban masukan dapat dikendalikan dan tidak melebihi kapasitas asimilasinya. Tinggi (cm) Waktu (jam) : Waktu pengambilan sampel. : Pasang dan surut Gambar 45. Kondisi pasang surut dan waktu pengembilan sampel air laut Kondisi pasang surut (gambar 45) memperlihatkan bahwa pada waktu pengambilan sampel pagi hari (antara jam ) menunjukkan pasang tertinggi (amplitudo) antara cm, dan surut terendah terjadi antara jam Strategi pengendalian pencemaran Teluk Youtefa Hasil analisis menggunakan metode Storet dan metode Indeks Pencemaran, bahwa status perairan Teluk Youtefa telah tercemar ringan sampai berat. Hal ini menandakan bahwa kapasitas asimilasi ekosistem Teluk Youtefa telah terlampaui oleh sebagian beban pencemaran (pollution lood) yang masuk ke dalam teluk. Strategi pengurangan terhadap bertambahnya beban pencemaran menjadi alternatif pilihan yang harus dilakukan.

27 Pendekatan kelembagaan Kelembagaan adalah wadah kerjasama antar stakeholder untuk pengendalian pencemaran perairan Teluk Youtefa. Kelembagaan pengendalian pencemaran perairan bertujuan untuk mempersiapkan bentuk kelembagaan yang lebih tepat dalam kaitannya dengan implementasi otonomi daerah, meningkatkan koordinasi antar sektor/dinas Kota Jayapura dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pengendalian pencemaran tidak bersifat parsial dan sektoral. Pengurangan beban pencemaran memiliki peran yang cukup penting secara kelembagaan. Pendekatan ini lebih pada koordinasi lintas instansi terkait dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pengawasan lingkungan. Tugas pengelolaan lingkungan perairan dari setiap instansi terkait meliputi penyusunan dan perencanaan kebijakan, kesamaan visi dan kordinasi lintas sektoral, pembangunan prasarana pengolahan limbah, pemantauan dan evaluasi, pengaturan perizinan, dan pengaturan denda. Pengawasan terhadap lingkungan hidup di wilayah Kota dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh pejabat pengawas lingkungan hidup untuk mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundangan dibidang lingkungan hidup Pendekatan hukum Mengatasi permasalahan degradasi lingkungan hidup akibat pencemaran dapat dilakukan melalui pendekatan hukum. Status perairan Teluk Youtefa yang tercemar ringan sampai berat membutuhkan instrumen-instrumen untuk mengurangi beban pencemaran. Instrumen yang bisa digunakan dalam pendekatanm hukum yaitu 1) Menggunakan baku mutu air laut, sehingga mutu air limbah yang dibuang ke badan perairan tidak melebihi baku mutu peruntukannya; ) Penerapan penggunaan baku butu air limbah (buangan) untuk menilai kualitas parameter fisik, parameter kimia, dan parameter biologi air sebelum dibuang ke badan perairan sehingga tidak menyebabkan pencemaran lingkungan Komitmen dan dukungan pemerintah daerah dalam penegakan hukum. Komitmen pemerintah daerah untuk penegakan hukum merupakan salah satu aspek utama dalam peningkatan pentaatan selain pemanfaatan instrumen-

28 16 instrumen lainnya. Hal ini dapat dilakukan melalui sistem pengawasan pembuangan limbah cair/padat yang lebih ketat dan penegakan hukum. Pemerintah daerah perlu melakukan pengawasan pembuangan air limbah ke badan perairan, dan melakukan pemantauan secara berkala Pendekatan sosial budaya Pendekatan sosial budaya penting diperhatikan untuk mengurangi beban pencemaran yang masuk kedalam perairna Teluk Youtefa. Metode pendekatan ini dilakukan berdasarkan pada pemikiran bahwa hubungan manusia dan lingkungan salah satu kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Persepsi masyarakat terhadap peningkatan kualitas lingkungan hidup sangat membantu memulihkan kondisi lingkungan hidup dari degradasi dan penanggulangan pencemaran. Pendekatan sosial budaya untuk mengurangi beban pencemaran dapat dilakukan dengan menyadarkan masyarakat tentang bahaya pencemaran bagi manusia, organisme, serta kerugian ekonomi yang bisa terjadi, dan penurunan nilai estetika, melakukan gerakan bersih pantai secara berkelanjutan Pendekatan ekonomi Mengurangi beban pencemaran dapat dilakukan dengan metode pendekatan ekonomi yaitu 1) insentif positif berupa subsidi, keringanan pajak, kemudahan untuk mengakses bank sehingga bisa memacu aktifitas ekonomi berwawasan lingkungan. Insentif dapat diberikan untuk mencegah aktivitas yang merusak lingkungan hidup, ) Disinsentif yaitu kebijakan yang menghasilkan pendapatan atau pajak dan pungutan untuk mencegah aktivitas yang tidak berwawasan lingkungan. Kemudian penetapan pajak dan pungutan sebagai harga atas terjadinya pencemaran lingkungan sebagai cerminan pelayanan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan hidup Pendekatan penataan ruang wilayah Teluk Youtefa secara terpadu Metode pengendalian bahan pencemar/mengurangi beban pencemaran di perairan Teluk Youtefa dapat dilakukan melalui pendekatan penataan ruang terpadu serta arah pengembangan wilayah yang sesuai termasuk langkah-langkah pengendalian terhadap pencemaran lingkungan hidup. Brackhahu (001) mengemukakan bahwa rencana tata ruang merupakan alat yang dapat digunakan

29 17 untuk koordinasi antar pemerintah lokal, provinsi, serta sektor, dan para pemangku kepentingan. Dalam rangka pengembangan Kota Jayapura khsusnya perairan Teluk Youtefa, dan untuk menghindari tumpang tindih pemanfaatan ruang teluk, maka pemerintah daerah menyusun rencana tata ruang wilayah yang lebih menekankan pada sektor perikanan dan pariwisata sehingga arahannya lebih mengarah pada perlindungan ekosistem perairan Pembuatan zonasi Teluk Youtefa Pengendalian pencemaran perairan Teluk Youtefa dapat dilakukan dengan pendekatan penetapan kawasan yaitu: 1) memberikan perlindungan bagi kawasan bagian bawah, ) kawasan pelindung sempadan pantai yang proporsional dengan bentuk dan kondisi pantai, minimal 100 meter dari pasang tertinggi ke arah darat, kemudian kawasan sumber air atau daerah aliran sungai, kawasan bencana alam, dan kawasan lindung. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 00 menyebutkan 3 kriteria khusus penetapan kawasan lindung yaitu: 1. Aspek sosial terdiri dari unsur; a) tingkat dukungan masyarakat terhadap kawasan lindung yang direncanakan; b) kesehatan masyarakat, sejauh mana kawasan lindung mengatasi dampak pencemaran; c) rekreasi; d) estetika; e) konflik kepentingan; f) keamanan; g) aksesibilitas; h) kesadaran publik. Aspek ekologis terdiri dari: a) keragaman hayati; b) kealamian; c) ketergantungan spesies terhadap lokasi; d) keterwakilan; e) keunikan; f) integritas; g) produktivitas; h) kerentanan. 3. Aspek ekonomi terdiri dari: a) spesies penting; b) kepentingan perikanan; c) manfaat ekonomi dan pariwisata; d) ancaman. Berdasarkan hasil penelitian bahwa kualitas perairan Teluk Youtefa dapat menurun bukan hanya berdampak pada penurunan kualitas air saja, tetapi dapat berdampak pada ekosistem teluk secara umum. Kriteria lain yang bisa digunakan adalah penetapan kawasan budidaya perikanan misalnya KJA untuk budidaya jenis biota tertentu dengan beberapa pertimbangan seperti arus pantai, faktor keamanan, pasang surut, salinitas, suhu,

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi penelitian terletak di belakang Perumahan Nirwana Estate, Cibinong yang merupakan perairan sungai kecil bermuara ke Situ Cikaret sedangkan yang terletak di belakang Perumahan,

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 1. Latar belakang Air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Air diperlukan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, pengairan dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air Air merupakan materi yang paling berlimpah, sekitar 71 % komposisi bumi terdiri dari air, selain itu 50 % hingga 97 % dari seluruh berat tanaman dan hewan terdiri

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 A. PEMANTAUAN KUALITAS AIR DANAU LIMBOTO Pemantauan kualitas air ditujukan untuk mengetahui pengaruh kegiatan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terbagi atas 6 bagian, yaitu : 1. Analisa karakteristik air limbah yang diolah. 2.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1)

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1) LAMPIRAN 48 Lampiran 1. Hasil rata-rata pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Way Perigi Parameter Satuan Baku Mutu Kelas I 1) Baku Mutu Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Kelas III 2) Stasiun 1

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH Rezha Setyawan 1, Dr. Ir. Achmad Rusdiansyah, MT 2, dan Hafiizh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT 77 VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT Abstrak Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka yang terletak di antara pesisir Kota Dumai dangan Pulau Rupat. Berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik).

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat Polusi Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, baik industri maupun domestik, yang kehadirannya pada suatu saat tertentu tidak dikehendaki

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis

TINJAUAN PUSTAKA. bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis TINJAUAN PUSTAKA Perairan Sungai Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis (tergenang)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Umar Ode Hasani Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Email : umarodehasani@gmail.com Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput).

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah tersebut dapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN Jalil 1, Jurniati 2 1 FMIPA Universitas Terbuka, Makassar 2 Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma,

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Penentuan carrying capacity dalam lingkungan dapat didekati secara biologi dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan konsep ekologi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen Kualitas air merupakan salah satu sub sistem yang berperan dalam budidaya, karena akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

Gambar 12 Peta Teluk Youtefa

Gambar 12 Peta Teluk Youtefa 65 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan di Teluk Youtefa yang menerima beban limbah domestik, pertanian, dan peternakan melalui 4 sungai yang bermuara ke Teluk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki ceruk, saluran masuk (inlet), saluran pengeluaran (outlet) dan berhubungan langsung dengan sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu

BAB I PENDAHULUAN. Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era industrialisasi, semakin banyak orang yang menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktifitas wisata (Mulyaningrum, 2005). Lebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu Berdasarkan analisis ANAVA (α=0.05) terhadap Hubungan antara kualitas fisik dan kimia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki lebih dari 500 danau dengan luas keseluruhan lebih dari 5.000 km 2 atau sekitar 0,25% dari luas daratan Indonesia (Davies et al.,1995), namun status

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia, dan manusia selama hidupnya selalu membutuhkan air. Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang merupakan salah satu DAS pada DAS di Kota Bandar Lampung. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Air Kualitas air secara biologis ditentukan oleh banyak parameter, yaitu parameter mikroba pencemar, patogen dan penghasil toksin. Banyak mikroba yang sering bercampur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disempurnakan dan diganti dengan Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari daerah tangkapannya sedangkan kualitas pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan

Lebih terperinci