EVALUASI TINGKAH LAKU DAN RESPON FISIOLOGIS KAMBING PE BETINA YANG DIPELIHARA PADA JENIS KANDANG BERBEDA DI DAERAH PASCA TAMBANG PASIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI TINGKAH LAKU DAN RESPON FISIOLOGIS KAMBING PE BETINA YANG DIPELIHARA PADA JENIS KANDANG BERBEDA DI DAERAH PASCA TAMBANG PASIR"

Transkripsi

1 EVALUASI TINGKAH LAKU DAN RESPON FISIOLOGIS KAMBING PE BETINA YANG DIPELIHARA PADA JENIS KANDANG BERBEDA DI DAERAH PASCA TAMBANG PASIR SKRIPSI WAWAN DWI APRIANTO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN WAWAN DWI A. D Evaluasi Tingkah Laku dan Respon Fisiologis Kambing PE Betina yang Dipelihara pada Jenis Kandang Berbeda di Daerah Pasca Tambang Pasir. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Muhamad Baihaqi, S. Pt., M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Mohamad Yamin, M.Agr.Sc. Kambing PE merupakan ternak ruminansia yang berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan daging dan susu. Produktivitas bisa dikatakan dengan baik jika salah satu indikator kesejahteraan ternak baik. Salah satu indikator kesejahteraan ternak dapat dilihat dari tingkah laku ternak. Pemeliharaan yang dilakukan oleh kelompok peternak Simpay Tampomas menggunakan dua tipe kandang yaitu kandang panggung dan kandang alas tanah. Perbedaan sistem perkandangan tersebut perlu dikaji pengaruhnya terhadap tingkah laku hewan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perbedaan tingkah laku kambing Peranakan Etawah di kandang panggung dan alas tanah di daerah pasca penambangan pasir. Sampel yang digunakan adalah Kambing Betina PE berumur 2,5 tahun sebanyak 16 ekor, terdiri dari 8 ekor dipelihara di kandang panggung dan sisanya di pelihara di kandang alas tanah. Data Frekuensi diolah menggunakan 2 uji yaitu : uji Friedman untuk data pengamatan berulang dengan perlakuan lebih dari 2, dan Mann Whiteney untuk data frekuensi yang independent, jika berbeda nyata digunakan uji banding rataan, sedangkan data lama waktu kejadian diolah dengan menggunakan uji t. Perbandingan dilakukan terdiri dari dua aspek yaitu durasi waktu dan perbedaan kandang. Data fisiologis diolah dengan uji t untuk mengetahui nilai rataan yang berbeda. Hasil penelitian seluruh tingkah laku antara kandang panggung dengan kandang alas tanah tidak berbeda nyata kecuali frekuensi tingkah laku agonistic yang berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi di kandang alas tanah. Hasil penelitian pada waktu yang berbeda di kandang alas panggung menunjukkan frekuensi tingkah laku agonistic dan makan berbeda nyata (P<0,05) tertinggi pada sore hari, lama waktu tingkah laku agonistic, makan, dan eliminasi berbeda nyata (P<0,05) tertinggi pada sore hari. Hasil Penelitian pada waktu yang berbeda di kandang tanah menunjukkan bahwa pada frekuensi tingkah laku agonistic berbeda nyata (P<0,05) tertinggi pada pagi hari, akan tetapi lama waktu makan tingkah laku agonistic berbeda nyata (P<0,05) tertinggi pada sore hari. Frekuensi tingkah laku makan dan vokalisasi berbeda nyata (P<0,05) tertinggi pada sore hari, dan lama waktu tingkah laku makan berbeda nyata (P,0,05) tertinggi pada sore hari. Pengamatan pagi hari dengan waktu yang berbeda menunjukkan frekuensi dan lama waktu tidak berbeda nyata (P>0,05) antara kandang panggung dan kandang alas tanah. Pengamatan siang hari dengan waktu yang berbeda menunjukkan frekuensi dan lama waktu tingkah laku makan berbeda nyata (P<0,05) antara kandang panggung dan tanah. Sore hari frekuensi dan lama waktu tingkah laku agonistic berbeda nyata antara kandang panggung dan kandang tanah. Hasil uji T pengukuran data fisiologis menunjukkan bahwa denyut jantung dan suhu rektal kambing PE pada pagi dan siang hari di kandang panggung nyata lebih tinggi i

3 (P<0,01) dibandingkan di kandang alas tanah, denyut jantung pada sore hari di kandang tanah menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan kandang panggung. Kesimpulan Lahan pasca tambang pada daerah penelitian ini memiliki suhu dan kelembaban rata-rata relatif nyaman untuk ternak. Secara umum tingkah laku keseluruhan antara kandang panggung dan kandang alas tanah pada daerah pasca tambang pasir tidak berbeda nyata kecuali frekuensi tingkah laku agonistic tertinggi berada dii kandang alas tanah. Berdasarkan frekuensi tingkah lagu agonistic dan tingkah laku vokalisasi tertinggi pada kandang alas tanah. Secara umum suhu rektum dan denyut jantung kambing betina PE antara kandang panggung dan kandang alas tanah masih dikisaran suhu yang ideal walaupun dalam statistika didapatkan hasil yang berbeda nyata, akan tetapi denyut jantung pada sore hari di kandang alas tanah di atas normal. Hasil kajian dengan data tingkah laku dan fisiologis ternak direkomendasikan peternak simpay tampomas untuk menggunakan kandang panggung. Kata Kunci : peranakan etawah, tingkah laku, fisiologis, tipe kandang, pasca tambang pasir ii

4 ABSTRACT Evaluation Behaviors and Physiological Responds of Etawah Grade Doe Maintained at Difference Types of Barn on Sand Reclamation Land Aprianto, W. D., Baihaqi M. and Yamin, M. This study was aimed to examine the effect of different barn type on doe Etawah grade behavior at Simpay Tampomas farm, Sumedang. The study used 16 goats (52.81 ± 5.49 kg) at the age of years old. The doe Etawah grade behaviors observed were at the different time: morning (6:00 am to 8:00 am), early afternoon (12:00 am - 02:00 pm), and late afternoon (04:00 pm to 06:00 pm). The treatments were types of stages: ground stage and stable stage. Parameters observed were eating behavior, vocalizations, allelomimetic, eliminative, and agonistic. The Mann Whiteney and Friedman test were used to analyzed difference of frequency, while duration and physiology data were analyzed by using T test to analyzed animal behavior difference. The result showed that agonistic behavior mostly occurred in the morning, but eating behavior and vocalizations occurred in the afternoon, while allelomimetic behavior mostly occurred during early afternoon, either on stable or ground stage. The eliminative behavior had different characteristics. Goats in the stable stage presented more eliminative behavior in the early noon, while the ground stage the goat presented the behavior in the late noon. The heart rate and rectal temperature of goat in both cages in the morning were significantly different (P<0.01) from ones in the late noon. Heart rate of goats in the late noon was different (P<0.05) between stables stage, but was not different (P>0.05) for rectal temperature. In Conclusion overall behavior of goat on ground stage and stable stage were not significant different except frequency of agonistic behavior. Behavior Etawah of grade seen that the afternoon were prone to the existence of time that treatment more. The physiological response of Etawah grade the best, on the stable stage. Key words : etawah grade, behavior, physiological, barn, sand reclamation.

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 18 April 1988 dari pasangan almarhum Bapak Mustari dan almarhum Ibu Wastatik. Penulis mengawali pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri 1 Bulurejo pada tahun 1994 dan diselesaikan pada tahun Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama di mulai pada tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2003 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Cluring. Penulis kemudian melanjutkan ke sekolah tingkat umum di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Purwoharjo pada tahun 2004 dan lulus pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui program SNMPTN (Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri). Pada tahun 2009 penulis diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di kegiatan asisten praktikum dan mengajar di bimbingan belajar RUSA.

6 EVALUASI TINGKAH LAKU DAN RESPON FISIOLOGIS KAMBING PE BETINA YANG DIPELIHARA PADA JENIS KANDANG BERBEDA DI DAERAH PASCA TAMBANG PASIR Wawan Dwi Aprianto D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

7 KATA PENGANTAR Puji syukur alhamdulillahirabbil alamin saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan segala karunia dan rahmat-nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini berjudul Evaluasi Tingkah Laku dan Respon Fisiologis Kambing PE Betina yang Dipelihara pada Jenis Kandang Berbeda di Daerah Pasca Tambang Pasir. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan pada bulan Juli 2011 bertempat di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas, Desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini mengamati tentang pengaruh kandang terhadap kesejahteraan ternak. Kesejahteraan ternak selalu dikaitkan dengan tingkah laku stres pada ternak. Salah satu cara menangani stres pada ternak, dengan cara membuat sistem perkandangan yang baik. Perkandangan merupakan salah satu sarana yang dibuat untuk memodifikasi pengaruh buruk lingkungan. Tujuan peletakan ternak di kandang adalah untuk memudahkan penanganan pemeliharaan ternak, melindungi ternak dari serangan hewan buas dan melindungi ternak dari cekaman panas. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh tipe alas kandang yang berbeda (panggung dan tanah) terhadap parameter yang diamati, berupa tingkah laku ternak dan fisiologis ternak. Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, harapan besar penulis adanya sumbangan pemikiran dari berbagai pihak untuk perbaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca. Bogor, September 2012 Penulis

8 UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan rahmat telah diberikan selama proses penulisan skripsi ini sehingga sekripsi ini selesai dengan waktunya, penulis menerima banyak bantuan dari berbagai pihak, baik berupa peminjaman buku, doa, semangat dan dorongan moril lainya. Ucapan terimakasih setulus hati saya ucapkan kepada Muhamad Baihaqi S.Pt.MSc dan Dr.Ir. Mohamad Yamin M.Agr.Sc, yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, membaca, mengarahkan penulis untuk membuat skripsi ini dengan baik. Terimakasih saya ucapkan kepada Dr.Ir Afton Atabany M.Si dan Dr.Ir Asep Sudarman sebagai dosen penguji sidang yang telah memberi masukan dan mengevaluasi tulisan penulis agar lebih baik dan benar. Akhirnya secara khusus penulis perlu sampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Almarhum Ayah dan Bunda, saya mendoakan anda semoga diterima di sisinya. Terimakasih kepada kakak tertua saya Didik Eko Pujianto yang telah membiayai saya selama ini. Ucapan terimakasih yang mendalam kepada Yayasan Karya Salemba Empat yang telah memberikan beasiswa kepada saya, tim Penelitian Sumedang (Hendro, Euis, Nia, Atik, dan Dewi), Bramada Winiar Putra S.Pt, Delvita Yuniza, dan Dinar Puspa Indah. Kepada keluarga besar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, FAPET IPB terimakasih atas segala pelajaran dan pengalaman berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Bogor, September 2012 Penulis

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Kambing Etawah dan Peranakan Etawah... 3 Kandang... 3 Kandang Induk... 4 Tingkah Laku... 5 Tingkah laku Makan... 5 Tingkah Laku Agonistic... 6 Tingkah Laku Kambing... 7 Sistem Pemeliharaan Terhadap Tingkah Laku Kambing... 7 Suhu dan Kelembaban... 8 Denyut Jantung... 9 Respon Fisiologis Terhadap Kandang Respon Fisiologis Terhadap Pakan dan Waktu Pemberian Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Alat Pakan Prosedur Pengambilan Data Tingkah Laku Data Pendukung i ii iii iv v vi vii ix x xi viii

10 Rancangan dan Analsis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Alas Tanah Tingkah Laku Kambing PE Betina di Tipe Kandang Panggung pada Waktu yang Berbeda Tingkah Laku Kambing PE Betina di Tipe Kandang Alas Tanah pada Waktu yang Berbeda Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Kandang Alas Tanah pada Waktu yang Berbeda Kondisi Fisiologis Kambing PE Betina Suhu Tubuh Denyut Jantung KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Etogram atau Gambaran Tingkah Laku Kambing Contoh Pengamatan Seluruh Tingkah Laku Kambing PE Betina Contoh Tabel Rataan dari Tabel Rataan Suhu dan Kelembaban di Kandang Panggung dan Tanah pada Pagi, Siang, dan Sore Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Alas Tanah Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Alas Tanah Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Pagi Hari Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Pagi Hari Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Siang Hari Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Siang Hari Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Sore Hari Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Sore Hari Rataan Suhu Rektal Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Waktu yang Berbeda Rataan Denyut Jantung Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah x

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tipe Kandang Panggung di Lokasi Penelitian Tipe Kandang Alas Tanah di Lokasi Penelitian Layout Kandang Panggung dari Samping Layout Kandang Panggung dari Atas Layout Kandang Alas Tanah dari Samping Layout Kandang Alas Tanah dari Atas Lokasi Peternakan Simpay Tampomas di Kabupaten Sumedang... 20

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Perbandingan Rataan Lama Waktu Kejadian Tingkah Laku di Kandang Panggung dan Alas Tanah Perbadingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung Perbandingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Alas Tanah Perbandingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Pagi Hari Perbandingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Siang Hari Perbandingan Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah pada Siang Hari Perbandingan Rataan Suhu Rektal Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah Perbandingan Rataan Denyut Jantung Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah Hasil Uji T Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah Hasil Uji T Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung Hasil Uji T Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Alas Tanah Hasil Uji T Rataan Lama Waktu Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Alas Tanah pada Pagi, Siang dan Sore Hasil Uji T Rataan Denyut Jantung dan Suhu Rektal Kambing PE Betina di Kandang Panggung dan Tanah Hasil Uji Friedmen Tingkah Laku Kambing PE Betina di Kandang Panggung pada Waktu yang Berbeda Hasil Uji Friedmen Tingkah Laku Kandang Alas Tanah pada Waktu yang Berbeda Hasil Uji Analis Ragam Rataan Suhu di Kandang Panggung Hasil Uji Analisis Ragam Rataan Suhu di Kandang Tanah Hasil Uji Analisis Ragam Rataan Kelembaban di Kandang Tanah Hasil Uji Analisis Ragam Rataan Kelembaban di Kandang Tanah xii

14 20. Hasil Uji Mann Whiteney Frekuensi Kejadian Seluruh Tingkah Laku di Kandang Panggung dan Tanah Hasil Uji Mann Whiteney Frekuensi Kejadian Seluruh Tingkah Laku di Kandang Panggung dan Tanah pada Pagi Hari Hasil Uji Mann Whiteney Frekuensi Kejadian Seluruh Tingkah Laku di Kandang Panggung dan Tanah pada Siang Hari Hasil Uji Mann Whiteney Frekuensi Kejadian Seluruh Tingkah Laku di Kandang Panggung dan Tanah pada Sore Hari xiii

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan ternak ruminansia yang berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan daging dan susu di Indonesia. Menurut Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011), populasi kambing di Indonesia pada tahun adalah ekor. Jumlah tersebut memberi kontribusi besar terhadap pemenuhan daging nasional setelah daging sapi dengan rata rata pemotongan kambing dalam satu tahun sebesar ekor/tahun. Menurut Devendra dan McLeroy (1982), produktivitas rata-rata biologis kambing yaitu 8%-28% lebih tinggi dibandingkan sapi. Jumlah anak per kelahiran (litter size) bervariasi dengan rata-rata satu sampai dengan tiga ekor dengan tingkat produksi susu yang melebihi dari kebutuhan untuk anaknya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai produk komersial dan tidak mengganggu proses reproduksinya. Pemanfaatan pola adaptasi yang baik terhadap lingkungan membuat kambing PE tetap lestari hingga sekarang. Pola adaptasi suatu hewan dapat diamati dengan melihat tingkah laku hewan tersebut, sebagai respon awal terhadap lingkungan yang dihadapi lebih lanjut dengan respon yang telah diketahui. Tingkah laku hewan merupakan cara hewan merespon pengaruh lingkungan yang ada di sekitarnya. Identifikasi tingkah laku hewan merupakan awal untuk melihat kesejahteraan ternak. Ternak bisa dikatakan sejahtera apabila produksi dan tingkah lakunya normal, salah satu faktor yang mempengaruhi kesejahteraan ternak adalah pemberian naungan. Pemberian naungan tidak terlepas dari sistem perkandangan. Manfaat kandang membuat ternak nyaman sehingga menjamin kesejahteraan ternak yang dipelihara. Kandang juga diperlukan untuk melindungi ternak dari pencurian, gangguan alam, hujan, sinar matahari, gangguan binatang buas dan kedinginan. Penggunaan tipe kandang yang lazim digunakan oleh masyarakat adalah dua tipe yaitu, kandang panggung dan kandang alas tanah. Tata cara perkandangan yang intensif akan sejalan dengan usaha perbaikan hidup.. Peternakan di Desa Cibeureum Wetan Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, menggunakan model yang saling berintegrasi satu dengan lain yang disebut dengan peternakan terpadu. Pola integrasi dari peternakan di Desa Cibeureum Wetan dengan menggabungkan sektor pertanian dan peternakan. Sektor 1

16 pertanian di daerah tersebut adalah sektor penanaman serta pengembangbiakan bibit Buah Naga, sedangkan sektor peternakan dengan membudidayakan ternak kambing PE. Pemeliharaan kambing di area tersebut menggunakan sistem perkandangan tradisional yang beralas tanah dan perkandangan semi-modern yang beralas panggung. Perbedaan sistem perkandangan tersebut perlu dikaji pengaruhnya terhadap tingkah laku hewan tersebut untuk mengetahui metode kandang tersebut tetap memenuhi kesejahteraan ternak yang keberlanjutanya dapat menunjang produksi ternak. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkah laku dan respon fisologis kambing PE betina yang dipelihara di kandang alas panggung dan alas tanah. 2

17 TINJAUAN PUSTAKA Kambing Etawah dan Peranakan Etawah Kambing Etawah yaitu kambing yang berasal dari distrik Etawah daerah antara sungai Yamuna dan Chambal Provinsi Uttar Pradesh, India (Mason, 1981). Kambing Etawah didatangkan ke Indonesia bertujuan untuk memperbaiki kambing kambing lokal yang memilki tubuh kecil, dengan cara persilangan antara kambing lokal dengan kambing Etawah, yang menghasilkan kambing Peranakan Etawah (PE). Berdasarkan tipe kambing PE tipe kambing dwiguna yaitu kambing yang dapat menghasilkan daging dan susu. Keunggulan Kambing PE dibandingkan ternak lokal sejenis adalah kambing PE betina mampu menghasilkan susu 1,2 liter/ekor/hari selama masa laktasi (Balai Penelitian Ternak, 2001). Kambing PE memiliki karakteristik tubuh yang besar dengan bobot badan kambing jantan mencapai 90 kg, sedangkan betina mencapai 60 kg. Sarwono (2008) menyatakan bahwa kambing PE mempunyai ciri-ciri antara kambing kacang dengan kambing Etawah, yaitu bagian hidung atas melengkung, panjang telinga antara cm menggantung ke bawah, sedikit kaku, warna bulu bervariasi antara hitam, putih, dan coklat. Kambing jantan mempunyai bulu yang tebal dan agak panjang di bawah leher dan pundak, sedangkan bulu kambing betina agak panjang terdapat di bagian bawah ekor ke arah garis kaki. Kandang Kandang memiliki arti yang sangat penting untuk menghindari pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan bagi usaha peternakan sehingga dengan adanya kandang maka penggunaan makanan untuk produksi dapat teratasi dengan baik. Perkandangan juga berfungsi sebagai pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pengawasan terhadap pertumbuhan ternak (Sosromidjojo dan Soeraji, 1978). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Budoyo (1978) menyatakan bahwa kandang diperlukan untuk melindungi ternak dari pencurian, gangguan alam, hujan, sinar matahari, gangguan binatang buas, dan kedinginan. Sosroamidjojo dan Soepardi (1976) menyatakan bahwa dalam pembuatan kandang hal yang perlu diperhatikan beberapa masalah antara lain: (1) biologi ternak masing masing memiliki sistem perkandangan tersendiri, (2) teknik konstruksi bangunan kandang harus bersih, sirkulasi baik, ternak terhindar dari pengaruh cuaca yang merugikan, kandang harus 3

18 kuat, dan sesuai dengan ternak yang akan dikandangkan, dan (3) ekonomis, biaya pembuatan kandang harus murah tetapi masih memenuhi persyaratan yang tercantum pada poin 1 dan 2. Menurut Devendra dan Buns (1994), ada dua tipe kandang kambing yang umum dipakai di daerah tropis, yaitu kandang pada tanah dan kandang panggung. Peternakan kambing di Indonesia umumnya menggunakan tipe kandang panggung. Hal tersebut karena kandang panggung mempunyai kelebihan dalam mengurangi pengaruh lingkungan yaitu suhu, kelembaban dan curah hujan, serta tergantung tujuan berternak kambing untuk produksi susu atau produksi daging (Devendra dan McLeroy, 1982). Pembuatan bangunan kandang harus bersih dan berventilasi agar ternak dapat terjaga kesehatannya karena ternak dikandangkan setiap hari. Kandang panggung yang baik memiliki tinggi kandang di atas tanah minimal 100 cm, pondasi kandang terbuat dari beton atau batu sungai dengan bentuk trapesium agar mudah dalam pembersihan kotoran, tinggi alas dengan tempat pakan antara cm, tujuannya adalah agar kambing mudah mengambil pakan dari tempat pakan, celah kandang untuk keluar masuk kepala kambing mengambil pakan adalah 20 x 25 cm. Pembuatan celah kandang kambing jantan harus lebih tinggi daripada celah kandang pada kambing betina, tujuannya adalah untuk menjaga kualitas rambut bagian leher kambing jantan akibat bergesekan dengan dinding kandang. Tinggi celah kambing betina cenderung lebih pendek agar anak kambing tidak keluar kandang melalui celah tersebut (Atabany, 2001). Kandang Induk Kandang induk merupakan tempat yang khusus untuk mengandangkan kambing betina induk PE agar mempermudah dalam penanganan. Kandang induk dibagi menjadi dua, yaitu kandang induk bunting dan kandang induk kering. Kandang induk kering digunakan untuk mengelompokkan kambing betina yang sudah tidak menyusui lagi anaknya (Sarwono, 2008), bentuk kandang induk masa kering dibuat dengan menggunakan bentuk sistem kandang koloni atau berkelompok. Kandang koloni berfungsi sebagai kandang perkawinan. Kambing biasanya diletakkan di dalam kandang koloni dengan kepadatan ternak pada tiap kandang sebanyak 5-10 ekor ternak dengan ukuran 3 x 5 m 2. Kandang diberi sekat ruang masing-masing sekat kandang bertujuan untuk diberi pintu untuk keluar masuknya 4

19 ternak. Bentuk kandang induk yang sedang bunting lebih dari tiga bulan dan induk yang sedang mengasuh anak atau menyusui dibuat dengan sistem tipe kandang tunggal atau individu. Ukuran kandang bersalin 1 x 1 m 2 sampai 1,5 x 1,5 m 2 (Mariono, 2007). Tingkah Laku Ethology merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku hewan. Tingkah laku berasal dari kata ethos yang berarti karakter atau alam dan logos yang berarti ilmu. Ilmu tingkah laku berkaitan dengan penentuan karakteristik hewan terhadap lingkunganya serta respon berupa tingkah laku terhadap lingkungan yang dihadapinya (Gonyou, 1991). Proses terjadinya tingkah laku hewan adalah ekspresi dari upaya hewan untuk beradaptasi atau menyesuaikan dengan kondisi internal dan eksternal yang berbeda, yaitu perilaku dapat digambarkan sebagai respon hewan untuk stimulus. Studi tingkah laku perilaku (etologi) melibatkan tidak hanya hewan apa saja yang diamati akan tetapi juga kapan, bagaimana, mengapa dan dimana perilaku terjadi (Lehner, 1979). Tingkah Laku Makan Tingkah laku makan masing-masing ternak berbeda-beda dari tiap bangsa yang berbeda. Peningkatan produksi dapat dicapai jika ternak makan dengan agresif sehingga memakan pakan lebih banyak (Ensminger, 2002). Tingkah laku makan lain adalah merumput, memakan hijauan hasil pemotongan atau penyimpanan, dan konsentrat. Cara makan pada kambing adalah meramban browse leguminosa dan tanaman yang agak lebih tinggi darinya) berbeda dengan domba yang cenderung grazing (merenggut) rumput dengan bibir bagian atas hingga memotong bagian bawah rumput (Ensminger, 2002). Tingkah laku makan lain adalah ruminasi. Ruminasi adalah proses mengunyah kembali pakan yang dikeluarkan dari retikulorumen, kemudian dikunyah dengan bantuan saliva. Kambing melakukan ruminasi sebanyak 15 kali per hari dengan lama waktu per ruminasi sekitar menit, sehingga dalam satu hari total waktu yang digunakan untuk ruminasi adalah antara 8-10 jam (Ensminger, 2002). Menurut Tomaszewska et al. (1993), pengunyahan selama makan dan ruminasi dapat mengurangi ukuran partikel dan mengubah bentuk pakan. Tingkat pengurangan 5

20 ukuran partikel pakan dicerna atau bahan yang diruminasi akan ditentukan oleh waktu yang diperlukan untuk makan, ruminasi, dan jumlah kunyahan per satuan waktu dalam setiap kegiatan dan oleh tingkat keefektifan pengunyahan. Umumnya kambing menyukai berbagai jenis hijauan, karenanya dapat membedakan antara rasa pahit, manis, asam, dan asin (Kilgour dan Dalton, 1984). Tomaszewska et al. (1991) mengatakan bahwa pada siang hari dengan suhu yang tinggi, kambing akan merumput lebih sedikit, waktu yang digunakan untuk ruminasi lebih singkat dengan istirahat yang relatif lama. Tingkah Laku Agonistic Tingkah laku agonistic merupakan suatu kegiatan mengais, menanduk, dan mendorong dengan bahu, lari bersama, dan menerjang (menendang, berkelahi, melarikan diri, menanduk) pada kambing, terlentang sambil tidak bergerak, menggigil (pada anak yang masih muda) mendengus, dan menghentakkan kaki pada kambing (Hafez, 1968), menurut Frazer (1975), tingkah laku agonistic merupakan tingkah laku yang memperlihatkan tingkah laku aktif dan pasif, tingkah laku aktif seperti berkelahi, berlari, serta tingkah laku agresif. Tingkah laku agonistic juga diperkuat oleh Ensminger (2002), mengatakan bahwa tingkah laku agonistic pada kambing jantan diperlihatkan pada saat berkelahi dengan mundur terlebih dahulu kemudian menyerang dengan cara menumbukkan kepalanya atau tanduknya pada kepala lawan, kambing akan terus berkelahi sampai salah satu dari mereka berhenti dan menyerah, biasanya kambing sebelum berkelahi akan mendengus. Pola perilaku agonistic merupakan interaksi sosial antara satwa yang dikategorikan beberapa tingkat konflik, yaitu dalam memperoleh makanan, pasangan seksual, dan perebutan wilayah istirahat dengan melakukan tindakan yang bersifat ancaman menyerang dan perilaku patuh (Hart, 1985). Perilaku agonistik ini merupakan hal yang penting dalam menetapkan dan mempertahankan hubungan dominan dan subordinat antara tingkatan sosial spesies. Kandungan hormon testoteron yang tinggi pada mamalia jantan mengakibatkan tingkah laku berkelahi lebih tinggi jika dibandingkan dengan betina (Ensminger, 2002). 6

21 Tingkah Laku Kambing Keseluruhan tingkah laku kambing dapat dilihat pada Tabel 1 yang berbentuk etogram. Tabel 1. Etogram atau Gambaran Tingkah Laku Kambing. Tingkah Laku Gambaran Karakteristik Ingestive Browsing, makan legum-legum, ranting muda, menguyah, menjilati garam, minum, dan menyusu. Investigatory Mengangkat kepala, mengarahkan mata, telinga, dan hidung kearah gangguan. Mencium kambing lain atau benda lainnya. Allelomimetik Berlari bersama, tidur bersama, dan menumbuk rintangan dengan kaki tegap bersamaan. Agonistik Mengais, mendorong dengan bahu, menanduk, lari bersama dan menerjang, bunching, lari, kedinginan, mendengus dan menghentakan kaki. Eliminatif Kambing mengangkat ekor pada saat buang air besar dan menghasilkan kotoran berbentuk pelet. Kambing betina jongkok pada saat buang urin. Selama musim tak kawin, kambing jantan membuang urinnya dengan sedikit dan tidak terjadi ekstensi dari penis yang keluar dari prepotium. Allow grooming Kambing menjilat-jilat dan membersihkan bulu, bergantian ataupun secara resiprok. Sumber : Hafez (1968) Sistem Pemeliharaan Terhadap Tingkah Laku Kambing Pemeliharaan kambing dengan sistem penggembalaan bebas, di daerah sub tropis periode merumput terjadi paling banyak ketika pagi sampai sore hari, sedangkan pada daerah tropis siklus merumput, pada siang hari, ternak beristirahat di bawah naungan atau dekat tempat air dan terdapat periode yang panjang pada malam hari. Pola tingkah laku makan kambing pada saat makan, kambing akan menolak setiap tanaman yang terkontaminasi dengan aroma air seni dan fesesnya, tingkah laku makan pada kambing di alam liar dengan cara browsing. Tingkah laku browsing ini bertujuan untuk memakan berupa kulit kayu, daun, tunas, semak, dan cabang yang memiliki rasa yang lebih pahit dari rumput. Kemampuan kambing dalam 7

22 menoleransi terhadap pakan yang rasanya pahit dari pada pakan yang memiliki rasa asin dan manis. Kebutuhan konsumsi air yang diperlukan kambing hanya 188 cc/kg/24 jam, hampir sama dengan unta yaitu 185 cc/kg/24 jam, sedangkan untuk domba dan sapi adalah 197 cc/kg/24 jam dan 347 cc/kg/24 jam, mengakibatkan kambing tahan terhadap daerah yang beriklim kemarau dengan curah hujan sedikit. Efek dari pemberian air yang sedikit mengakibatkan terjadinya pengurangan ekskresi urin dengan konsentrasi urea yang meningkat dan pekat (Cakra et al., 2008). Kambing dipelihara di kandang intensif akan kehilangan ikatan berpasangan, berkurangnya sifat agresif, dan perpanjangan musim kawin (Tomaszewska et al., 1993). Menurut Roussel (1992) tingkah laku kambing yang sudah didomestikasi sebagian besar kegiatannya dilakukan untuk makan dan menghabiskan sebagian besar merumput di kandang. Kambing yang didomestikasi akan cenderung lebih baik dalam reproduksi dan performa pertambahan bobot badan, hal ini karena manusia akan memilih bangsa-bangsa kambing yang baik untuk disilangkan, sedangkan di alam liar kesempatan untuk terjadi inbreeding sangat tinggi yang mengakibatkan penurunan kualitas dari keturunan yang dihasilkan. Kambing yang sudah terdomestikasi akan cenderung tidak takut jika didekati manusia, sedangkan kambing yang masih liar akan cenderung menghindar dan lari jika bertemu dengan manusia. Suhu dan Kelembaban Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi produksi dan reproduksi ternak, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku ternak (Esmay, 1982). Hasil penelitian Smith dan Mangkuwidjojo (1988) menjelaskan bahwa kambing memerlukan suhu optimum antara o C untuk menunjang produksinya, sedangkan untuk suhu rektal kambing pada kondisi normal adalah 38,5-40 o C dengan rataan 39,4 o C atau antara 38,5-39,7 o C. Kambing akan berusaha menurunkan suhu tubuhnya melalui proses respirasi akibat suhu lingkungan yang tinggi (Yeates et al., 1975). Keadaan lingkungan yang kurang nyaman juga membuat kambing mengurangi konsumsi pakan dan meningkatkan konsumsi minum. Mekanisme pelepasan panas tubuh dilakukan melalui empat cara yaitu : radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. Radiasi adalah transfer energi secara elektromegnetik, tidak 8

23 memerlukan medium untuk merambat dengan kecepatan cahaya. Konduksi merupakan transfer panas secara langsung antara dua materi padat yang berhubungan langsung tanpa ada transfer panas molekul. Panas menjalar dari suhu tinggi ke suhu yang rendah. Konveksi adalah suatu perambatan melalui aliran cair dan gas. Besarnya konveksi tergantung pada luas kontak dan perbedaan suhu. Evaporasi merupakan perubahan dari zat cair menjadi uap air. Pengaruh suhu dan kelembaban yang tinggi menyebabkan evaporasi lambat sehingga pelepasan panas tubuh terhambat (McDowell, 1972). Cekaman panas pada ternak akan mengakibatkan energinya berkurang sehingga aktivitasnya terganggu, seperti laju pertumbuhan menurun, laju penafasan, dan denyut jantung meningkat (Curtis, 1983). Denyut Jantung Jantung adalah struktur maskular berongga yang bentuknya menyerupai kerucut. Jantung terdiri dari dua bagian kiri dan kanan. Masing-masing bagian terdiri dari atrium yang berfungsi menerima curahan darah dari pembuluh vena, dan ventrikel yang berfungsi memompakan darah dari jantung ke seluruh tubuh melalui arteri (Frandson, 1992). Satu denyut jantung terdiri dari satu sistole dan diastole. Siklus jantung terdiri atas satu periode relaksasi yang disebut diastole, yaitu periode pengisian jantung dengan darah, kemudian diikuti oleh satu periode kontraksi yang disebut sistol (Guyton, 1997). Peningkatan laju denyut jantung akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu lingkungan, gerakan, dan aktivitas otot (Edey, 1983). Adisuwardjo (2001) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi denyut jantung yaitu (1) aktivitas, (aktivitas yang tinggi meningkatkan frekuensi kerja jantung) (2) ion kalsium, ion kalsium memicu sistol yaitu kontraksi salah satu ruangan jantung pada proses pengosongan ruang tersebut, (3) kadar CO 2, dapat menaikkan frekuensi maupun kekuatan kontraksi jantung, (4) acetylcolin, mengurangi frekuensi jantung, (5) adrenalin, dapat menaikkan frekuensi jantung, (6) morphin, dapat menurunkan denyut jantung, (7) suhu tubuh, semakin tinggi suhu tubuh maka frekuensi denyut jantung semakin meningkat, (8) berat badan, semakin berat badan seseorang frekuensi denyut jantung semakin besar, dan (9) usia, usia muda memiliki frekuensi denyut jantung lebih cepat. 9

24 Respon Fisiologis Terhadap Kandang Suhu pada kandang alas tanah lebih tinggi dari pada suhu pada kandang panggung hal ini dikarena gesekan aliran udara pada permukaan tanah lebih besar sehingga aliran udara pada kandang alas tanah terhambat menyebabkan terhalangnya pertukaran udara dari kandang ke lingkungan. Faktor lain yang menyebabkan suhu kandang alas tanah lebih tinggi adalah feses yang tertampung pada tanah mengalami proses fermentasi yang dapat menghasilkan gas metan dan amonia. Proses fermentasi ini dapat meningkatkan suhu kandang yang akan mengakibatkan bertambahnya beban panas. Kandang alas panggung keadaannya akan lebih nyaman dibandingkan kandang alas tanah karena gaya gesek udara pada lantai panggung lebih rendah. Pembuatan celah kandang dengan lantai slat bambu akan mengakibatkan aliran udaranya lebih lancar karena dari sela-sela bilah bambu angin dapat masuk (Puspani et al., 2008). Penurunan suhu kandang tidak hanya dengan modifikasi lantai kandang saja, tetapi juga dengan penggunaan naungan atau atap. Menurut Qiston dan Suharti (2011) penggunaan naungan atau atap dapat menciptakan kondisi yang lebih nyaman yang ditunjukkan dengan lebih rendah suhu rektal dan frekuensi denyut jantung. Rataan suhu rektal kambing yang diberi naungan yaitu 38,7 o C dan rataan denyut jantung kambing yang diberi naungan adalah dan 86,6 kali/menit, sedangkan rataan denyut jantung kambing yang tidak diberi naungan yaitu 39,10 o C dan dan suhu rektal kambing yang tidak diberi naungan yaitu 107,7 kali/menit. Respon Fisiologis Terhadap Pakan dan Waktu Pemberian Pakan Tingkah laku kambing akan berubah dari kegiatan merumput atau mengkonsumsi pakan untuk menghindari kondisi yang tidak menyenangkan. Respon untuk menghindari kondisi tersebut kambing mengurangi konsumsi pakan dan energi metabolis yang tersedia. Gangguan lain terhadap keseimbangan energi berasal dari perubahan fisiologi, endokrin, dan pencernaan yang selanjuya menurunkan energi yang tersedia (Setianah, 2004). Meningkaya suhu cenderung mengurangi konsumsi pakan. Hal ini adalah upaya ternak untuk mengurangi produksi tubuh panas dengan cara mengurangi pakan yang berserat, melakukan aktivitas fisik rendah, mencari naungan, dan mengubah aktivitas merumput dari siang menjadi malam. Dampak langsung dari stres panas dapat dilihat dalam perubahan konsumsi air dan konsumsi 10

25 pakan. Jika suhu naik, maka kebutuhan air juga akan naik sehingga harus menyediakan banyak air. Namun, jika air langka, maka kambing akan menyesuaikan diri dengan cara memanfaatkan kadar air pada hijauan (Cakra et al., 2008). Pemberian pakannya pada pagi hari yaitu mulai pukul WIB berefek baik pada ternak karena pada pagi hari ternak memiliki waktu yang lama untuk mengunyah makanan tersebut. Semakin banyak waktu yang diberikan kepada ternak kambing untuk mengkonsumsi pakan, maka akan menghasilkan bobot badan yang lebih optimal. Sebaliknya, pemberian pakan pada ternak kambing pada pukul WIB, ternak tidak memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mengkonsumsi pakan dan mengunyah pakan dengan baik, sehingga akan menghasilkan bobot badan yang kurang optimal (Setianah, 2004). Akibat Heat stress jangka panjang adalah terjadi penurunan produktivitas anak pada ternak. Jika kambing bunting, terutama mendekati akhir kehamilan, kurangnya makan akibat dari stres panas dapat mengurangi asupan nutrisi yang diperlukan oleh janin dan mengakibatkan kelaparan pada janin. Di sisi lain, jika kambing betina kekurangan pasokan energi karena stres panas akan menyebabkan tidak adanya perkembangan folikel. Hal juga juga berlaku untuk reproduksi sperma. Kondisi panas yang ekstrim dapat mempengaruhi reproduksi langsung yaitu : (1) Terjadi degenerasi antara sperma dan ovum dalam saluran reproduksi, (2) penciptaan ketidak seimbangan hormon melalui tindakan dari hipotalamus dan (3) menekan libido dan tindakan fisik untuk kawin (Roussel, 1992). 11

26 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus Lokasi penelitian di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas, Desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Materi Ternak Ternak yang digunakan adalah 16 ekor kambing PE betina dewasa (I 3 ) dengan berat badan yang relatif sama yaitu 52,81 ± 5,49 kg dengan koevisien keseragaman 11,24%. Ternak kemudian diletakkan di kandang panggung dan kandang tanah masing-masing 8 ekor. Kepadatan di tiap-tiap kandang 4 ekor/koloni. Kambing PE tersebut diambil dari peternakan yang sama dengan sistem pemeliharaan yang sama. Alat Peralatan yang digunakan meliputi pencatat waktu, thermohigrometer, kamera, cat semprot, meteran, timbangan berat badan, thermometer klinis, stetoskop, alat tulis dan komputer. Kandang yang digunakan adalah kandang kelompok alas panggung dan kandang alas tanah. Kandang panggung di area peternakan Simpay Tampomas, bahan terbuat dari bahan kayu dan bambu yang berasal dari sisa sisa bangunan yang kurang dimanfaatkan. Letak kandang berada di tengah kebun buah naga, atap kandang terbuat dari genting, luas kandang 9,6 m 2 dengan panjang 6 m dan lebar 1,6 m, tidak terdapat kanopi pepohonan yang menaungi kandang tersebut, ventilasi angin bebas keluar masuk, pondasi terbuat dari semen, lantai kandang terbuat dari bambu dengan celah antara 1-2 cm, jarak antara lantai kandang dengan tanah adalah 1 m dan arah kandang membujur dari utara ke selatan. Gambar Kandang panggung dapat dilihat pada Gambar 1, 3, dan 4. Kandang alas tanah di area penelitian, beratap genting, tinggi atap kandang dari tanah adalah 2,5 m, luas kandang 12,5 m 2 dengan panjang 5 m dan lebar 2,5 m, Lantai kandang alas tanah ditumpuk dengan ranting sisa pakan hijauan, terdapat

27 dinding dari anyaman bambu yang rapat, pada ventilasi atas ada beberapa bagian anyaman yang renggang sehingga ventilasi angin tidak bebas keluar masuk (Gambar 2), di dekat kandang terdapat kanopi pohon lamtoro (Leuaena leucocephala), ternak langsung bersentuhan dengan tanah dan arah kandang dari arah melebar dari barat ke timur. Gambar kandang alas tanah dapat dilihat pada Gambar 2, 5, dan 6 Bentuk tempat pakan kambing di lokasi penelitian umumnya trapesium dan segi empat memanjang terbuat dari kayu dan bambu. Tempat makan mempunyai ukuran rata rata 200 cm 2 dengan rataan panjang 40 cm dan lebar 50 cm / kandang koloni. Celah kandang untuk keluarnya kepala kambing bila mengambil pakan mempunyai ukuran yaitu 20,60 cm untuk kandang alas panggung, sedangkan untuk kandang alas tanah 17,10 cm Gambar 1. Tipe Kandang Panggung di Lokasi Penelitian Gambar 2. Tipe Kandang Alas Tanah di Lokasi Penelitian 13

28 U S Gambar 3. Layout Kandang Panggung dari Samping Tempat Pakan Kandang Anak Kandang Bunting B 6 m Jalan 1,6 m Kandang Penelitian 1 Kandang Penelitian 2 Kandang Dara Kandang Pejantan T 0,46 m Tempat Pakan Gambar 4. Layout Kandang Panggung dari Atas T B 2,5 m Gambar 5. Layout Kandang Alas Tanah dari Samping 14

29 5 m 2,5 m Kandang Penelitian 1 Kandang Penelitian 2 Kandang Dara Kandang Pejantan U 0,5 m 1, 25m Bak Pakan Jalan Bak Pakan S Kandang Anakan Kandang Bunting Gambar 6. Layout Kandang Alas Tanah dari Atas Pakan Pemberian pakan kambing PE di lokasi penelitian menggunakan sistem potong angkut cut and carry yaitu pakan diambil di lokasi pegunungan Simpay Tampomas kemudian dibawa ke kandang untuk diberikan ke ternak. Peternak memberikan pakan kambing induk kering hanya berupa hijauan saja. Tenaga kerja di lokasi penelitian terdiri dari 5 orang, terdiri dari 3 orang pencari rumput, 1 orang manajer dan 1 orang pemberi pakan dan pembersih kandang. Populasi kambing PE di areal penelitian adalah 225 ekor yang terdiri dari betina laktasi 23 ekor, betina bunting 20 ekor, betina kering 85 ekor, pejantan dewasa 5 ekor, dan anak kambing sebanyak 92 ekor. Pakan yang diberikan rata rata perhari sebanyak 140 kg /16 ekor berat segar. Frekuensi pemberian pakan di lokasi penelitian hanya sekali sehari yaitu pada pukul WIB. Pakan yang digunakan adalah pakan yang biasa digunakan di peternakan ini yaitu pakan hijauan rumput gajah, pakan dari legum yaitu Calliandra haematocephala dan Gliricidia sepium. Pemberian air minum pada kambing PE dilokasi penelitian jarang dilakukan karena keterbatasan air. Ternak mendapat suplai air berasal dari hijaun pakan segar yang diberikan pada ternak. Prosedur Ternak yang digunakan adalah 16 ekor kambing PE betina. Penimbangan bobot badan dilakukan untuk mengetahui keseragaman bobot badan. Indentifikasi ternak dilakukan dengan memberikan cat warna di bagian paha ternak. Penyesuaian kandang dilakukan selama 2 minggu, digunakan untuk adaptasi ternak. Jumlah 15

30 perlakuan digunakan ada dua yaitu alas panggung dan alas tanah dengan ulangan 8 ekor ternak di setiap kandang. Pengambilan Data Tingkah Laku Pengamatan tingkah laku dengan mengamati tingkah laku kambing betina PE yang dipelihara secara tradisional dan Semi-intensif. Pemeliharaan secara tradisional dilakukan di kandang alas tanah, sedangkan pemeliharan secara Semi-intensif dilakukan di kandang panggung. Pengambilan data pengamatan dilakukan selama seminggu sekali, setiap pengamatan diambil data tiga kali dengan waktu sebagai berikut, pagi ( WIB), siang ( WIB) dan sore hari pukul ( WIB). Peubah yang diamati adalah frekuensi dan lama waktu kejadian tingkah laku. Pengamatan tingkah laku ini dilakukan sampai mendapatkan 5 kali ulangan. Pengamatan tingkah laku ternak dengan menggunakan metode focal sampling yaitu metode pengamatan tingkah laku ternak dengan cara menyeleksi tingkah laku ternak yang dianggap penting dan menyeleksi ternak yang diamati tanpa memperhatikan tingkah laku ternak yang lain (Altman, 1973). Pengambilan data ini dilakukan dengan 16 ulangan ternak yang berbeda. Pengamatan tingkah laku dilakukan setiap ekor selama 5 menit dan jeda antara pengamatan individu yang berbeda adalah 1 menit. Tabel 2 menunjukkan contoh formulir pengamatan yang digunakan untuk mengamati seluruh tingkah laku yang terjadi. Tabel 3 menunjukkan contoh formulir pengamatan rataan interpretasi dari data Tabel 2. Tabel 2. Contoh Pengamatan Seluruh Tingkah Laku Kambing PE Betina No Kambing Tingkah laku Frekuensi Waktu Lama Waktu Makan 3 0:00 2:18 2:18 Merawat diri 4 2:18-3:46 1:28 Membuang kotoran 1 3:46 3:52 0:06 Makan 2 3:52-4:46 0:54 Merawat diri 1 4:46-5:00 0:14 Total Menit 5 16

31 Tabel 3. Contoh Tabel Rataan dari Tabel 2 No Kambing.. Tingkah laku Total frekuensi Menit Konversi/menit Makan 5 3:12 3,2 Merawat diri 5 2:42 2,7 Vokalisasi Buang kotoran 1 0:06 0,1 Melawan Peubah peubah yang diamati pada pengamatan tingkah laku kambing Betina PE saat di kandang sebagai berikut : 1. Tingkah laku makan (ingestive), yaitu tingkah laku mengkonsumsi pakan baik dalam bentuk padatan maupun cairan, serta tingkah laku ruminasi yaitu suatu proses memamah kembali makanan yang berasal dari lambung dan masih kasar kemudian dikeluarkan kembali dan dikunyah di mulut, kemudian dicerna kembali. Apabila kambing melakukan tingkah laku makan dicatat frekuensi dan waktunya. 2. Tingkah laku melawan (agonistic) yaitu tingkah laku perilaku agresivitas yang mengarah pada temperamental, pertentangan. diperlihatkan dengan cara menumbukkan tanduk, menghentakkan kaki, dan mendengus. Apabila kambing melakukan tingkah laku melawan dicatat frekuensi dan waktunya. 3. Tingkah laku membuang kotoran yaitu perilaku membuang kotoran baik feses maupun urin. Apabila kambing melakukan tingkah laku membuang kotoran dicatat frekuensi dan waktunya. 4. Tingkah laku merawat diri (Care giving), kambing merawat tubuhnya dengan cara menjilati tubuhnya dan kambing lain, menggaruk tubuhnya serta menggosok tubuhnya sendiri kedinding kandang auto self grooming ataupun saling menjilati allow grooming. Apabila kambing melakukan tingkah laku merawat diri dicatat frekuensi dan waktunya. 5. Tingkah laku vokalisasi, yaitu tingkah laku mengeluarkan suara. Apabila kambing melakukan tingkah laku vokalisasi dicatat frekuensi dan waktunya. 17

32 Data Pendukung Peubah peubah lain yang diamati sebagai data pendukung adalah mengukur data mencatat suhu dan kelembaban di lingkungan kandang menggunakan alat thermohigrometer diletakkan dibagian langit-langit kandang. Peletakan pengukuran Thermohigrometer yang benar seharusnya diletakkan di dekat ternak sejajar dengan ketinggian ternak. Pencatatan dilakukan pada pagi ( WIB), siang ( WIB) dan sore hari pukul ( WIB). Pengukuran fisiologi Kambing PE. Pengukuran denyut jantung dilakukan dengan cara menggunakan stetoskop diletakan pada bagian urat nadi dibagian sela antara kaki depan dengan dada. Pengukuran dilakukan selama 15 detik kemudian untuk menghitung jumlah denyut nadi per menit jumlah denyut nadi hasil pengukuran dikalikan empat. Pengukuran suhu rektum dilakukan menggunakan thermometer kliniks. Thermometer kliniks dimasukkan ke dalam anus dengan kedalaman 5 cm kemudian dilihat suhu yang ditunjukkan setelah bunyi tanda tertentu. Pengukuran suhu rektal dan denyut jantung dilakukan selesai pengambilan data tingkah laku. Rancangan dan Analisis Data Analisis data suhu dan kelembaban menggunakan uji analisis ragam. Sebelum dilakukan analisis ragam dilakukan terlebih dahulu uji asumsi yang terdiri dari uji kenormalan, kehomogenan ragam, kebebasan galat, dan keaditivan, jika nilai analisis ragam berbeda nyata di lakukan uji lanjut Tukey. Analisis data penilaian frekuensi kejadian tingkah laku dianalisis dengan uji non parametrik Mann Whiteney, digunakan untuk data yang mengandung unsur dengan pengukuran tidak berulang dengan n = 2, sedangkan analisis Friedman digunakan untuk data yang mengalami pengukuran berulang dengan perlakuan lebih dari dua, jika setelah di uji dengan Uji Friedman berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji banding rataan atau Multiple Comparison of Means Ranks, dengan rumus sebagai berikut : [Ri Rj] Z [ k (N + 1) / 6 ] 0,5 Jika [Ri Rj] lebih besar dari Z [ k (N + 1) / 6 ] 0,5, maka perbedaan Ri dan Rj adalah nyata pada taraf. 18

33 Rumus uji Friedman : t H t / 2; db ( k 1)( n 1) nk( k 1) 6 Rumus Uji Man Whiteney : Data lama waktu kejadian tingkah laku dan fisiologis ternak dianalisis dengan menggunakan uji t untuk mengetahui nilai rataan yang berbeda. Rumus uji t : Keterangan : t = Nilai t. N = Banyaknya Sempel. X = Nilai Rata Rata SD = Standar Deviasi. µ0 = Rataan standard deviasi. 19

34 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kecamatan Cimalaka memiliki populasi kambing PE sebanyak ekor. Keberadaan kambing PE di kecamatan Cimalaka diawali dengan adanya usaha pemanfaatan lahan kritis, akibat penggalian tambang pasir yang merusak lingkungan. Pemanfaatan lahan kritis yang dipelopori oleh seorang petani pelestari lingkungan, yaitu Uha Juhari dari desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka (Hariyadi et al., 2002). Lahan yang digunakan kelompok peternak Simpay Tampomas adalah lahan bekas galian penambangan pasir. Luas keseluruhan dari peternakan Simpay Tampomas adalah hektar, dengan jumlah populasi kambing yang dipelihara ekor ternak. Lahan di daerah penelitian berbatu, sehingga tidak bisa ditanami oleh tanaman pangan. Tanaman yang tumbuh di daerah penelitian adalah Calliandra haematocephala dan Gliricidia sepium. Kambing dipelihara dengan sistem semi intensif baik di kandang alas tanah ataupun di kandang alas panggung. Kandang di area penelitian terdiri dari kandang koloni dan kandang individu. Kandang koloni digunakan untuk kambing betina kering, kandang betina menyusui, kandang anakan, lepas sapih, sedangkan kandang individu digunakan untuk kambing pejantan. Lokasi di desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, bisa dilihat di peta pada gambar di bawah ini. Sumber : Gambar 7. Lokasi Peternakan Simpay Tampomas di Kabupaten Sumedang

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Lokasi penelitian di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kambing Etawah dan Peranakan Etawah Kandang

TINJAUAN PUSTAKA Kambing Etawah dan Peranakan Etawah Kandang TINJAUAN PUSTAKA Kambing Etawah dan Peranakan Etawah Kambing Etawah yaitu kambing yang berasal dari distrik Etawah daerah antara sungai Yamuna dan Chambal Provinsi Uttar Pradesh, India (Mason, 1981). Kambing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kecamatan Cimalaka memiliki populasi kambing PE sebanyak 1.858 ekor. Keberadaan kambing PE di kecamatan Cimalaka diawali dengan adanya usaha pemanfaatan lahan kritis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Suhu dan Kelembaban

TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Suhu dan Kelembaban TINJAUAN PUSTAKA Domba Garut Domba garut memiliki sifat profilik atau memiliki anak lebih dari satu dengan jumlah anak perkelahiran ialah 1.97 ekor. Domba garut merupakan domba yang berasal dari persilangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba

TINJAUAN PUSTAKA Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba diperkirakan didomestikasi pada tahun 7.200 SM, pusat domba yang pertama kali didomestikasi di daerah Asia Tengah dan Eropa Bagian Tenggara (Hart, 1985). Domba yang pertama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Malaysia dan Indonesia, mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et al., 2002). Murtidjo

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi pengembangan usaha peternakan kambing masih terbuka lebar karena populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai 1.012.705 ekor. Menurut data

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMELIHARAAN

MANAJEMEN PEMELIHARAAN MANAJEMEN PEMELIHARAAN PERKANDANGAN KANDANG TERNAK LEBIH NYAMAN MEMUDAHKAN TATALAKSANA PEMELIHARAAN LEBIH EFISIEN KANDANG - KONTRUKSI KANDANG SESUAI - MANAJEMEN KESEHATAN BAIK - KONTRUKSI KANDANG TIDAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin pesat, permintaan produk hasil peternakan yang berupa protein hewani juga semakin meningkat. Produk hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Kambing Boerawa merupakan jenis kambing persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing merupakan hewan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Ternak Kambing Kambing (Capra hircus) merupakan salah satu jenis ternak yang pertama dibudidayakan oleh manusia untuk keperluan sumber daging, susu, kulit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1. 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Januari 2010. Pemeliharaan ternak di Laboratorium Lapang, kandang blok B sapi perah bagian IPT Perah Departemen

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, mengakibatkan meningkatnya produk peternakan. Broiler merupakan produk peternakan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Bangsa Sapi Potong Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus), dan sapi Eropa (Bos taurus). Bangsa-bangsa

Lebih terperinci

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005). 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam ras merupakan ayam yang mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

TINJAUAN PUSTAKA. Domba TINJAUAN PUSTAKA Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan asal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan

Lebih terperinci

Gambar 2. Induk Babi Bunting yang Segera Akan Beranak

Gambar 2. Induk Babi Bunting yang Segera Akan Beranak METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2009 di Peternakan Babi Rachel Farm yang berada di Kampung Cina, Desa Tajur Halang, Kecamatan Tajur Halang, Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 mencapai 237,64 juta jiwa atau naik dibanding jumlah penduduk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN

BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VII KANDANG DAN PERKANDANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Sapi pedaging memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Bligon. Kambing Bligon (Jawa Randu) merupakan kambing hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Bligon. Kambing Bligon (Jawa Randu) merupakan kambing hasil TINJAUAN PUSTAKA Kambing Bligon Kambing Bligon (Jawa Randu) merupakan kambing hasil persilangan antara kambing kacang dengan kambing Peranakan Ettawa (PE). Kambing Bligon memiliki bentuk tubuh yang agak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA Arif Qisthon dan Sri Suharyati Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof. Sumantri

Lebih terperinci

RESPON FISIOLOGIS DOMBA YANG DIBERI MINYAK IKAN DALAM BENTUK SABUN KALSIUM

RESPON FISIOLOGIS DOMBA YANG DIBERI MINYAK IKAN DALAM BENTUK SABUN KALSIUM RESPON FISIOLOGIS DOMBA YANG DIBERI MINYAK IKAN DALAM BENTUK SABUN KALSIUM SKRIPSI R. LU LUUL AWABIEN PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ternak Kambing Kambing adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh peternakan rakyat dan merupakan salah satu komoditas kekayaan plasma nutfah (Batubara

Lebih terperinci

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian 17 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada 11 Maret hingga 5 Juni 011. Waktu penelitan dibagi menjadi enam periode, setiap periode perlakuan dilaksanakan selama 14 hari. Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pameungpeuk merupakan salah satu daerah yang berada di bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, secara

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

METODE. Lokasi dan Waktu

METODE. Lokasi dan Waktu METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di peternakan domba PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. yang berada di desa Tajur Kecamatan Citeureup, Bogor. Penelitian dilakukan selama 9 minggu mulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Garut

TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Garut TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba termasuk ordo Actiodactyla, sub ordo Ruminantia, famili Bovidae, genus Ovis, dan species Ovis aries (Mason, 1984). Domba hidup secara berkelompok-kelompok. Tiap kelompok

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga Januari 2015 di kandang peternakan Koperasi Gunung Madu Plantation,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani dengan

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU DOMBA GARUT AKIBAT PENCUKURAN SERTA PRODUKSI WOL PADA STATUS FISIOLOGIS YANG BERBEDA SKRIPSI AAN MA ANI

TINGKAH LAKU DOMBA GARUT AKIBAT PENCUKURAN SERTA PRODUKSI WOL PADA STATUS FISIOLOGIS YANG BERBEDA SKRIPSI AAN MA ANI TINGKAH LAKU DOMBA GARUT AKIBAT PENCUKURAN SERTA PRODUKSI WOL PADA STATUS FISIOLOGIS YANG BERBEDA SKRIPSI AAN MA ANI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kabupaten Sumedang maka sebagai bab akhir penulisan skripsi ini,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Kabupaten Sumedang maka sebagai bab akhir penulisan skripsi ini, BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan Hasil penelitian mengenai Pengembangan budidaya Kambing Peranakan Etawa (PE) di Desa Cibeureum Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang maka sebagai bab

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Peranakan Etawah Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo Ruminansia, Famili Bovidae, dan Genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burns,

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan manusia. Untuk meningkatkan produktivitas ternak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Peternakan adalah suatu kegiatan usaha untuk meningkatkan biotik berupa hewan ternak dengan cara meningkatkan produksi ternak yang bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng) yang mempunyai kekhasan tertentu bila dibandingkan dengan sapi-sapi lainnya.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994)

TINJAUAN PUSTAKA. sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Termoregulasi Sapi Perah Termoregulasi adalah pengaturan suhu tubuh yang bergantung kepada produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tersebut ke lingkungan,

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penampilan Produksi Sapi Madura Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) dengan sapi PO maupun sapi Brahman, turunan dari Bos indicus. Sapi

Lebih terperinci