2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tahapan pertanian presisi (Chartuni, 2007)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tahapan pertanian presisi (Chartuni, 2007)"

Transkripsi

1 5 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pertanian Presisi Pertanian presisi merupakan sebuah konsep manajemen yang mengumpulkan data dari berbagai sumber untuk menghasilkan sebuah keputusan yang berkenaan dengan produksi pertanian (Shields, 1998). Menurut Brase (2005), pertanian presisi (precision agriculture) juga disebut sebagai pertanian spesifik lokasi yang bertujuan mengumpulkan data untuk pengambilan keputusan mengenai produksi pertanian yang sesuai dengan lokasi tertentu. Secara umum, pertanian presisi didefinisikan sebagai sistem menejemen produksi pertanian yang berbasis teknologi informasi untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola faktor-faktor produksi untuk mengoptimumkan keuntungan, daya tahan, dan perlindungan sumber daya lahan (Singh, 2007). Menurut Chartuni (2007) ada tiga tahapan dalam penerapan pertanian spesifik, yaitu: pengumpulan data, intrepretasi data, dan aplikasi di lapangan. Gambar 1 menunjukkan tahapan penerapan pertanian spesifik. Gambar 1 Tahapan pertanian presisi (Chartuni, 2007) Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui kondisi komponen-komponen pendukung produksi, seperti topografi, hara tanah, dan kondisi lingkungan. Data-data tersebut kemudian diolah dan diinterpretasikan sebagai hasil (keputusan) mengenai teknis produksi dilapangan. Selanjutnya, aplikasi dari keputusan tersebut dilaksanakan sebagai pekerjaan produksi di lapangan. Penerapan konsep pertanian presisi memberi warna baru dalam usaha produksi pertanian di seluruh dunia.

2 6 Sejak diaplikasikannya GPS (Global Positioning System) lima belas tahun lalu, konsep pertanian presisi mulai bermunculan di banyak negara. Penggunaan GPS dalam pertanian banyak dimanfaatkan untuk: aplikasi pestisida, aplikasi kapur, aplikasi pupuk, dan untuk pemantauan proses panen pada lahan yang sangat luas (Grisso, 2009). Penggunaan sistem navigasi berbasis GPS membantu operator mengurangi kesalahan aplikasi dan tumpang tindih dalam pekerjaan lahan yang sebelumnya sangat bergantung pada akurasi visual. Selain untuk mengurangi kesalahan faktor manusia dalam pekerjaan, keuntungan penerapan pertanian presisi dapat dilihat dari dua aspek lainnya, yaitu: aspek ekonomi dan lingkungan. Keuntungan ekonomi dapat diperoleh karena konsep pertanian presisi memberi hasil keluaran (keputusan) yang meminimalkan biaya operasi dan meningkatkan pendapatan. Sementara itu, keuntungan dari sisi lingkungan dapat diperoleh karena konsep pertanian presisi memiliki kemampuan untuk mengelola keputusan dalam mengurangi dampak pada sumber daya alam (Brase, 2005). Beberapa komponen teknologi yang menjadi syarat diterapkannya konsep pertanian presisi antara lain: Geographical Information Systems (GIS), Global Positioning Systems (GPS), sensors, Variable Rate Technology (VRT), dan Yield Monitoring (YM) (Rains dan Thomas, 2009). Global Positioning System (GPS) Posisi dari sebuah titik di sebuah ruang dapat diketahui jika dilakukan pengukuran jarak dari titik tersebut terhadap titik lain yang telah diketahui posisinya (Bao, 2005). Global Positioning System (GPS) adalah salah satu teknologi kunci yang memungkinkan penentuan posisi sebuah titik pada pola keruangan. GPS terdiri atas konstelasi 24 satelit pada ketinggian orbit di atas bumi yang menempati 6 orbit yang mengelilingi bumi. Satelit ini secara terus menerus mentransmisikan sinyal radio yang diambil dan diuraikan dengan penerima khusus (Rains dan Thomas 2009). Penentuan lokasi titik dilakukan menggunakan persamaan (1), (2), dan (3) (Bao, 2005): (1) (2) (3)

3 7 Karena terdapat tiga parameter yang tidak diketahui dan tiga persamaan penyelesaian, maka ketiga parameter tersebut seharusnya dapat dicari solusinya. Secara teoritis, seharusnya terdapat dua solusi pada tiap persamaan karena bentuk persamaan yang ada adalah persamaan kuadrat ordo kedua. Menggunakan linearisasi dan pendekatan iterasi, maka ketiga parameter yang tidak diketahui dapat dicari solusinya. Ilustrasi perhitungan dapat dilihat pada Gambar 2. Satelit 3 Satelit 1 Satelit 2 Titik yang diukur Gambar 2 Ilustrasi penentuan lokasi menggunakan GPS (Bao, 2005) Pembacaan GPS memberikan informasi posisi dalam pasangan latitude-longitude, tetapi ditransformasikan menjadi koordinat x,y untuk penggunaan dalam sistem koordinat lapangan. Srivastava et al. (2006) menyatakan bahwa Transformasi mengasumsikan bumi sebagai elips dengan properti yang diberikan oleh J.P Snyder pada tahun 1978 dalam Srivastava et al (2006) dan memanfaatkan persamaan (4) dan (5): [ ] (4) ( ) [ ] (5) (6) Di mana : Lat = latitude (radian) Lon = longitude (radian) dlat = diferensial dari latitude

4 8 dlon = diferensial dari longitude dx dy = diferensial dari dimensi x (timur-barat) = diferensial dari dimensi y (utara-selatan) a = jari-jari equator ( m) b = jari-jari polar ( m) Persamaan (4) dan (5) harus diintegralkan untuk memperoleh koordinat bidang. Jika dua titik di lapangan cukup dekat (biasanya dalam perubahan 1 menit dalam longitude atau latitude), hasil integrasi berikut mendekati bentuk persamaan (7) dan (8) dengan beberapa variabel yang dijelaskan oleh persamaan (9) dan (10) : Di mana : x x 0 = perpindahan dalam arah timur-barat (m) y y 0 = perpindahan dalam arah utara selatan (m) x 0 y 0 Lon 0 Lat 0 = posisi referensi x = posisi referensi y = posisi referensi longitude = posisi referensi latitude (7) (8) [ ] (9) ( ) [ ] (10) Akurasi GPS dalam menentukan posisi dipengaruhi oleh cuaca dan aktivitas penerima. Menurut Ehsani (2003) akurasi GPS biasa yang bekerja pada aktivitas dinamis akan menurun dibandingkan jika dioperasikan pada aktivitas statis. Untuk meningkatkan akurasi penentuan lokasi, maka digunakan metode Real Time Kinematic (RTK) dimana pada metode tersebut dua receiver GPS melakukan tracking pada satelit yang sama sehingga akurasi pengukuran dapat meningkat hingga 2-5 cm (El-Rabbany, 2002). Selain itu, dikenal juga metode penentuan Real Time Differensial GPS yang menggunakan receiver base dengan posisi statis dan dapat memberi koreksi jarak pada rover melalui format Radio Technical Commission for Maritime Service (RTCM) sehingga posisi rover dilapangan dapat menjadi lebih akurat. Ilustrasi penggunaan DGPS diperlihatkan pada Gambar 3.

5 9 Gambar 3 Penggunaan DGPS (El-Rabbany, 2002) Kemampuan DGPS untuk memberikan data posisi hingga akurasi sentimeter telah membuat sebuah revolusi pada teknis pertanian. Beberapa contoh penerapan DGPS untuk kegiatan pertanian antara lain: pengambilan data sampel tanah berdasarkan posisi sampling dapat mempermudah pembuatan peta kesuburan tanah, jika DGPS diintegrasikan dengan sistem pemandu udara maka proses penyemprotan menggunakan pesawat udara (baik untuk pupuk ataupun pestisida) dapat lebih akurat dan memiliki dosis variabel sesuai data kesuburan tanah atau kondisi tanaman yang telah ada (Gambar 3). Selain itu, kegunaan DGPS dalam proses panen sangat membantu petani skala besar untuk membuat panduan bagi mesin panen agar bekerja pada posisi lahan yang telah siap dipanen (El-Rabbany, 2002). Gambar 4 Penggunaan DGPS untuk penyemprotan (El-Rabbany, 2002)

6 10 Geographic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografi (GIS dalam bahasa Inggris) merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen perangkat keras, perangkat lunak, data geografis, dan sumber daya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukkan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Tim Teknis Nasional, 2007). GIS sudah banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari. Selain itu, GIS sudah banyak diterapkan untuk bidang pertanian, militer, kependudukan, pariwisata, dan bidang-bidang lainnya (Sutton, 2009). Saat ini telah banyak software aplikasi untuk pembuatan GIS, di antaranya Arc View, Quantum GIS, Map Info, Arc Info, dan sebagainya. Hasil keluaran pengolahan data raster pada software aplikasi merupakan sebuah peta digital yang memiliki berbagai informasi, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5. Kedua gambar tersebut merupakan pemetaan satu daerah yang sama, namun setelah diolah menggunakan aplikasi GIS dapat diperoleh dua informasi yang berbeda yaitu: peta topografi dan peta pariwisata. Gambar 5 Hasil pengolahan GIS Manfaat yang diperoleh dari hasil olahan peta pada Gambar 5 sangat banyak, salah satu contohnya untuk rencana pembangunan infrastruktur dalam rangka pemanfaatkan potensi obyek wisata. Dalam bidang pertanian GIS sudah banyak digunakan untuk peta kesuburan lahan, peta aplikasi pupuk, dan peta aplikasi pestisida. Solahudin (2010) menggunakan pengolahan citra digital untuk memetakan posisi dan jumlah gulma pada lahan kedelai untuk aplikasi herbisida seperti pada Gambar 6.

7 Gambar 6 Pemetaan gulma pada lahan kedelai (Solahudin, 2006) Peta gulma yang terbentuk dapat memberi informasi untuk referensi dosis herbisida yang harus diterapkan menggunakan Variable Rate Applicator. Sementara itu, Astika (2010) membuat peta kebutuhan unsur hara tanaman padi sawah menggunakan pengolahan citra digital berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD). Warna hijau tanaman padi dibandingkan dengan warna hijau pada BWD sehingga dapat diketahui kebutuhan unsur hara N, P, dan K. data-data tersebut kemudian disusun menjadi peta dosis pemupukan (Gambar 7) yang dibutuhkan sebagai referensi bagi aplikasi mesin pemupuk berbasis VRT. Gambar 7 Peta kondisi tanaman padi berdasarkan BWD (Astika, 2010)

8 12 Variable Rate Applicator (VRA) VRA merupakan sebuah sistem terintegrasi yang dapat mengeluarkan output sesuai dengan kebutuhan objek. Di dalam bidang pertanian teknologi VRA banyak digunakan untuk aplikasi pupuk maupun herbisida atau pestisida. Penelitian yang dilakukan oleh Mohammadzamani (2009) menyimpulkan bahwa penggunaan VRA pada aplikasi herbisida dapat mengurangi penggunaan herbisida 13% dibanding metode URT. Penggunaan metode pertanian presisi dalam aplikasi VRA dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: map-based dan sensor-based (Setiawan, 2001). Map-based VRA merupakan metode penggunaan VRA yang didasari oleh kebutuhan pemupukan lahan dalam sebuah peta pemupukan. Metode ini membutuhkan teknologi GPS untuk mengetahui posisi VRA sehingga dosis yang dikeluarkan akan sesuai dengan kebutuhan hara tanah pada lokasi tersebut. Sementara itu, metode sensor-based lebih mengedepankan penggunaan sensor hara tanah yang dapat menduga kebutuhan pupuk oleh tanah secara real time sehingga pada metode kedua teknologi GPS tidak lagi diperlukan. Pada tahun 2010, Azis melakukan penelitian mengenai kontrol kecepatan metering device pada mesin pemupuk dosis variabel (Gambar 8). Gambar 8 Uji kontrol dosis pupuk (Azis, 2010) Hasil penelitian tersebut menginformasikan bahwa perubahan laju putaran metering device dapat proporsional dengan jumlah pupuk yang dikeluarkan sehingga pengaturan dosis pupuk dapat dilakukan. Lebih jauh lagi, penelitian lanjutan untuk

9 13 pengembangan mesin pemupuk laju variabel telah dilakukan oleh Sapsal (2011). Unit pemupuk yang dibuat oleh Azis dikembangkan menjadi 4 unit yang bekerja secara seri dan disambungkan dengan traktor penanam bibit padi sawah (Transplanter) sehingga dapat diaplikasikan pada lahan sawah (Gambar 9) Antena GPS 2. Modul Kontrol Variable Rate Granular Fertilizer Applicator 4. Traktor Penanam Padi 5. Sensor Putaran Roda Penggerak Gambar 9 Mesin pemupuk dosis variabel (Setiawan, 2010) Peranan Unsur N, P, dan K dalam Pertumbuhan Tanaman Padi Tanaman padi memiliki tiga tahapan pertumbuhan, yaitu: fase vegetatif, fase reproduktif, dan fase pemasakan (Suratno, 1997). Ketiga fase tersebut sangat mempengaruhi jumlah pupuk yang harus diaplikasikan agar diperoleh hasil panen yang maksimal. Tiga unsur hara yang sangat mempengaruhi pertumbuhan padi antara lain: Nitrogen (N), Phospor (P), dan Kalium (K). Unsur hara N berperan penting pada fase pertama pertumbuhan tanaman padi. Fase pertama atau vegetatif, meliputi pertumbuhan tanaman dari mulai berkecambah sampai dengan inisiasi primordia malai (hari ke-0 hingga 60 setelah berkecambah). Fase ini merupakan tahapan yang menyebabkan perbedaan umur panen karena lama fase-fase reproduktif dan pemasakan tidak dipengaruhi oleh varietas maupun lingkungan. Selama fase vegetatif, jumlah anakan bertambah dengan cepat, tanaman bertambah tinggi, dan daun tumbuh secara regular. Pada fase vegetatif sangat dibutuhkan hara Nitrogen agar tanaman dapat tumbuh dengan baik (Suratno, 1997). Namun, menurut Sugiyanta (2007) efisiensi pemupukan N tidak akan meningkat setelah aplikasi dosis pemupukan N mencapai 60 kg N/ha. Pada dosis tersebut diperoleh efisiensi pemupukan sebesar 34 kg

10 14 gabah/kg N dengan hasil gabah mencapai 6.73 ton/ha tetapi hasil gabah tidak meningkat walaupun dosis N dinaikkan hingga 180 kg N/ha (Tedjasarwana dan Permadi (1991) dalam Sugiyanta (2007)). Menurut Witt et al (1999) dalam Sugiyanta (2007) efisiensi hara N pada padi sawah berkisar kg gabah/kg N. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan aplikasi pupuk N pada tanaman padi tidak serta merta meningkatkan hasil produksi padi, namun ada titik optimal yang harus dicapai untuk memperoleh hasil yang maksimal. Unsur hara selanjutnya, yaitu P berperan dalam proses fotosintesis, glikolisis, metabolism asam amino, dan menyimpan serta memindahkan energi yang mengintegrasikan membran. Fase selanjutnya, reproduktif, ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas pada batang bersamaan dengan inisiasi primordia malai. Pada fase ini kebutuhan hara P sangat besar sehingga kekurangan jenis unsur hara ini sebaiknya dapat dicegah agar pertumbuhan produksi padi tidak terganggu (Mario, 2008). Unsur hara ketiga (K) berfungsi sebagai osmoregulan, aktivasi enzim, pengatur ph di tingkat selular, keseimbangan kation-anion tingkat sel, pengaturan transpirasi melalui pengaturan bukaan stomata, dan transportasi asimilat (Sugiyanta, 2007). Selain itu, unsur K juga berperan dalam memperkuat dinding sel tanaman dan terlibat dalam lignifikasi jaringan sklerenkim yang dihubungkan dengan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Unsur K dapat diperoleh dari air irigasi sungai dan pengembalian jerami ke lahan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemupukan K dengan dosis 100 kg KCl dapat meningkatkan hasil dari 3.84 ton gabah/ha menjadi 5.12 ton gabah/ha. Di samping itu, aplikasi jerami padi sebanyak 5 ton/ha memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan pemupukan 100 kg KCl. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengembalian jerami ke lahan dapat mensubstitusi penggunaan pupuk Kalium (Syam dan Hermanto (1995) dalam Sugiyanta (2007)). Rekomendasi Takaran Pupuk Aplikasi pupuk pada budidaya padi sawah harus diperhitungkan agar diperoleh respon pertumbuhan tanaman yang baik. Menurut Mario (2008) terdapat beberapa cara untuk menentukan dosis rekomendasi bagi kebutuhan unsur hara tanaman (Nitrogen, Fosfat, dan Kalium). Unsur Nitrogen yang dibutuhkan tanaman dapat diukur

11 15 menggunakan Bagan Warna Daun (BWD) dengan membandingkan warna skala pada BWD dengan warna aktual daun yang sedang diamati. Secara umum, rekomendasi pemupukan N yang telah dikeluarkan oleh Deptan dalam kartu BWD (Tabel 1) dapat menjadi acuan dalam aplikasi pemupukan. Namun terdapat juga satu pola yang menjadi ketetapan seperti pada contoh, apabila pada suatu daerah tanaman padi di suatu lokasi menghasilkan gabah sebanyak 3 t/ha tanpa pemupukan N, sedangkan target hasil adalah 6 t/ha, maka tambahan pupuk urea yang diperlukan adalah sekitar 325 kg tanpa penggunaan bagan warna daun (BWD) dan 250 kg dengan BWD (Deptan, 2007). Tabel 1. Rekomendasi Pemberian Pupuk N Tingkat hasil (GKG) Nilai warna daun dengan BWD 5 t/ha 6 t/ha 7 t/ha 8 t/ha Takaran urea (kg/ha) Antara 3 dan atau Sementara itu, rekomendasi takaran unsur P pada pemupukan dapat dilakukan menggunakan analisis tanah metode HCl 25%. Hasil analisis tanah akan mengkategorikan kondisi tanah kedalam status P rendah, sedang atau tinggi, selanjutnya jumlah pupuk P yang harus diaplikasikan disesuaikan dengan kriteria status P seperti pada Tabel 2 (Mario, 2008). Tabel 2. Rekomendasi Pemberian Pupuk P Status Hara P Tanah Kadar P 2 O 5 (ekstrak HCl 25%) (mg/100g tanah) Takaran P ++ (kg SP36/ha/musim) Rendah < Sedang Tinggi >40 50* *) dapat diberikan satu kali dua musim tanam Berbeda dengan unsur N dan P, penambahan unsur K akan menghasilkan respon yang baik jika diaplikasikan pada tanah dengan kadar K rendah. Sementara aplikasi

12 16 pada tanah dengan kandungan K sedang dan tinggi tidak memberikan respon yang besar. Takaran pupuk K pada tanah ditetapkan berdasarkan analisis tanah dengan metode HCl 25%. Atas dasar hasil analisis, status K tanah dapat dipilah dalam kriteria rendah, sedang, dan tinggi. Tabel 3 menunjukkan rekomendasi takaran pupuk K berdasarkan status K tanah (Mario, 2008). Tabel 3. Rekomendasi Pemberian Pupuk K Status Hara K Tanah Kadar K 2 O (ekstrak HCl 25%) (mg/100g tanah) Takaran K ++ (kg KCl/ha/musim) Rendah < Sedang Tinggi >20 50 Teknis Pemupukan Padi Sawah Pemupukan padi sawah memiliki beberapa istilah seperti: pemupukan berimbang, pemupukan spesifik lokasi, dan pengelolaan hara spesifik lokasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pemupukan berimbang mengacu kepada keseimbangan antara unsur hara yang dibutuhkan tanaman padi berdasarkan sasaran hasil yang ingin dicapai dengan ketersediaan hara dalam tanah (Buresh, 2006). Sementara itu, penerapan pemupukan berimbang belum dapat direalisasikan di masyarakat karena penggunaan metode URT yang masih mendominasi dan didukung oleh ketersediaan peralatan yang cukup banyak bagi pelaksanaan metode URT. Menurut Buresh (2006), tahapan dosis pemupukan didasari oleh umur tanam sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Tahapan Dosis Pemupukan Pertumbuhan Awal Anakan Aktif Primordia Matang Gambar Umur, (HST) Nitrogen Fosfor dan Takaran sedang ( kg urea/ha) Berdasarkan BWD** Berdasarkan BWD** 100%

13 17 Sulfur* Kalium 50% - 100% - *) Bila diperlukan; **) Bagan Warna Daun Bila perlu 50% - Dosis yang diberikan merupakan dosis seragam dengan satuan kilogram per hektar. Aplikasi pemupukan dilapangan sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan yang menjadi tempat tumbuh tanaman padi. Pada umumnya, waktu aplikasi pupuk pada padi sawah sangat dipengaruhi oleh jenis pupuk yang diaplikasikan. Menurut Maspary (2011), jika digunakan kombinasi pupuk Urea, SP36, dan KCl dengan perbandingan ( kg/ha: kg/ha: kg/ha) maka satu hari sebelum penanaman dilakukan penyebaran pupuk SP36 100%. Setelah umur 7 hari setelah tanam (HST) dilakukan penyebaran Urea 30% dengan KCl 50%. Ketika umur 20 HST lakukan penyebaran Urea 40% dan setelah umur 30 HST lakukan penyebaran Urea 30% dan KCl 50%. Jika digunakan Urea, SP36 dan KCl namun mempunyai BWD, maka proses aplikasi pertama dan kedua sama seperti diatas namun setiap minggu diperlukan pengetesan warna daun menggunakan BWD. Jika hasil pengetesan tersebut dirasa membutuhkan penambahan Urea maka dilakukan penambahan dengan jumlah yang sedikit (10%). Pengetesan dilakukan sampai tanaman berumur 40 HST. Pada umur 30 HST KCl yang tersisa 50% diaplikasikan seluruhnya. Sementara itu, jika digunakan pupuk Urea dan NPK Phonska (100 kg/ha: 300 kg/ha), maka pada umur 7 HST berikan Urea 30% dan NPK Ponska 50%. Pada umur 20 HST, berikan Urea 40% dan setelah umur 30 HST berikan Urea 30% dan NPK Ponska 50%. Jika menggunakan BWD, pada 7 HST pupuk NPK Ponska dapat diberikan 50% tanpa diiringi oleh Urea. Satu minggu kemudian, lakukan tes BWD dan jika tanaman membutuhkan Urea maka dapat diaplikasikan sebesar 10%. Hal tersebut dilakukan hingga tanaman berumur 40 HST, pada umur 30 HST NPK Ponska yang tersisa 50% diberikan semuanya. Selanjutnya, jika digunakan Urea dan NPK Pelangi (100 kg/ha dan 300 kg/ha). Berikan NPK Pelangi 100% saat tanaman berumur 1 HST, setelah satu minggu berikan Urea 30%. Ketika umur 20 HST, maka berikan Urea 40% dan saat tanaman berumur 30 HST 30% Urea terakhir dapat diberikan. Jika BWD dimiliki, maka aplikasikan NPK Pelangi 100% pada 1 HST, setelah 7 HST lakukan pengetesan menggunakan BWD dan jika hasil tes dirasa perlu aplikasi Urea maka pupuk Urea dapat ditambahkan 10%, dan

14 18 demikian seterusnya dilakukan penambahan Urea setelah dilakukan tes BWD setiap satu minggu sekali.

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Penelitian 19 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama sepuluh bulan, dimulai pada bulan Januari 2012 hingga September 2012. Penelitian dilaksanakan di tiga tempat yang berbeda,

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN OMISSION PLOT Kajian Efektifitas Pengelolaan Lahan Sawah Irigasi Pada Kawasan Penambangan Nikel Di Wasile - Maluku Utara I. PENDEKATAN PETAK OMISI Kemampuan tanah menyediakan

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMUPUKAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMUPUKAN Tujuan Berlatih : Setelah selesai

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Apa yang dimaksud dengan PHSL?

Apa yang dimaksud dengan PHSL? Usahatani padi sawah di Indonesia dicirikan oleh kepemilikan lahan yang kecil (< 0.5 ha) Teknik budidaya petani bervariasi antar petani dan antar petakan Pemupukan Hara Spesifik Lokasi (PHSL) merupakan

Lebih terperinci

Formulir PuPS versi 1.1

Formulir PuPS versi 1.1 Formulir PuPS versi 1.1 Penyusunan Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Spesifik Lokasi Oleh : Isnawan, BP3K Nglegok Diisi dengan memberi tanda cek ( ) pada kotak tersedia Nama : Lokasi : Luas lahan : (Isi

Lebih terperinci

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari: AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH TEKNOLOGI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN IRIGASI DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH Oleh : Chairunas, Basri AB, Tamrin, M.. Nasir Ali dan T.M. Fakhrizal PENDAHULUAN Kelebihan pemakaian dan atau tidak tepatnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A34104064 PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Semawung, Kec. Andong, Boyolali (lahan milik Bapak Sunardi). Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Tanaman padi saat berumur 1-3 MST diserang oleh hama keong mas (Pomacea caanaliculata). Hama ini menyerang dengan memakan bagian batang dan daun tanaman yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat

I. PENDAHULUAN. dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang berperan penting dalam pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Kebutuhan terhadap gizi ini dapat diperoleh dari

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh : PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI Oleh : BP3K KECAMATAN SELOPURO 2016 I. Latar Belakang PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat hasil. Penggunaan benih bermutu tinggi dalam budidaya akan menghasilkan panen tanaman yang tinggi

Lebih terperinci

Teknologi BioFOB-HES (High Energy Soil)

Teknologi BioFOB-HES (High Energy Soil) Upaya meningkatkan produksi padi Indonesia terus dilakukan dalam upaya untuk mencapai swasembada beras. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi laju peningkatan kebutuhan beras yang diperkirakan mencapai 41,5

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

APLIKASI DOSIS PEMUPUKAN

APLIKASI DOSIS PEMUPUKAN APLIKASI DOSIS PEMUPUKAN Secara umum, tanaman butuh makanan, termasuk tanaman padi. Dengan makanan yang cukup (pupuk organik -kompos dan POC- dan pupuk anorganik), maka perkembangan fase vegetatif dan

Lebih terperinci

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso

BUDIDAYA PADI RATUN. Marhaenis Budi Santoso BUDIDAYA PADI RATUN Marhaenis Budi Santoso Peningkatan produksi padi dapat dicapai melalui peningkatan indeks panen dan peningkatan produksi tanaman setiap musim tanam. Padi Ratun merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012). 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang penting karena mempunyai kandungan protein yang relatif tinggi. Manfaat yang dapat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

Rekomendasi pemupukan NPK dengan simulasi program PuPS untuk tanaman padi spesifik lokasi di Desa Bener, Kecamatan Ngrampal, KabupatenSragen

Rekomendasi pemupukan NPK dengan simulasi program PuPS untuk tanaman padi spesifik lokasi di Desa Bener, Kecamatan Ngrampal, KabupatenSragen Agrivet (2015) 19: 13-21 Rekomendasi pemupukan NPK dengan simulasi program PuPS untuk tanaman padi spesifik lokasi di Desa Bener, Kecamatan Ngrampal, KabupatenSragen NPK fertilizer recommendation with

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data pengamatan, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. Pengamatan selintas dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Tanah Analisis tanah merupakan salah satu pengamatan selintas untuk mengetahui karakteristik tanah sebelum maupun setelah dilakukan penelitian. Analisis tanah

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis dalam Pertanian Presisi Aplikasi pada Kegiatan Pemupukan di Perkebunan Tebu

Sistem Informasi Geografis dalam Pertanian Presisi Aplikasi pada Kegiatan Pemupukan di Perkebunan Tebu Sistem Informasi Geografis dalam Pertanian Presisi Aplikasi pada Kegiatan Pemupukan di Perkebunan Tebu Sigit Prabawa a, Bambang Pramudya b, I Wayan Astika c, Radite Praeko Agus Setiawan d, dan Ernan Rustiadi

Lebih terperinci

PERANAN PUPUK NPK PADA TANAMAN PADI

PERANAN PUPUK NPK PADA TANAMAN PADI No. O 1/LPTP/IRJAl99-00 PERANAN PUPUK NPK PADA TANAMAN PADI Disusun oleh: Abdul Wahid Rauf Syamsuddin. T Sri Rahayu Sihombing DEPARTEMEN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN Loka Pengkajian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Lahan 4. 1. 1. Sifat Kimia Tanah yang digunakan Tanah pada lahan penelitian termasuk jenis tanah Latosol pada sistem PPT sedangkan pada sistem Taksonomi, Tanah tersebut

Lebih terperinci

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI

PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI PENDUGAAN PRODUKTIVITAS PADI DENGAN PENGOLAHAN CITRA YANG DIAMBIL DARI PESAWAT TERBANG MINI I Wayan Astika 1, Hasbi M. Suud 2, Radite P.A. Setiawan 1, M. Faiz Syuaib 1, M. Solahudin 1 1 Departemen Teknik

Lebih terperinci

PEMUPUKAN TANAMAN JAGUNG

PEMUPUKAN TANAMAN JAGUNG PEMUPUKAN TANAMAN JAGUNG A. DEFINISI Pemupukan adalah penambahan satu atau beberapa hara tanaman yang tersedia atau dapat tersedia ke dalam tanah/tanaman untuk dan atau mempertahankan kesuburan tanah yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH

SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH SISTEM BUDIDAYA PADI GOGO RANCAH 11:33 PM MASPARY Selain ditanam pada lahan sawah tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul 147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

Modul Praktikum Kesuburan Tanah

Modul Praktikum Kesuburan Tanah r. S Modul Praktikum Kesuburan Tanah Mata Praktikum: Kesuburan Tanah (KESTAN) SKS: 1 Tujuan: 1. Mahasiswa secara praktek mengetahui keragaan pertumbuhan tanaman pada tanah subur dan tidak subur. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI Jln. Pramuka No. 83, Arga Makmur, Bengkulu Utara 38111 Phone 0737-521330 Menjadi Perusahaan Agrobisnis Nasional Terdepan dan Terpercaya Menghasilkan sarana produksi dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemupukan Tanaman Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemupukan Tanaman Padi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemupukan Tanaman Padi Keberadaan bahan organik tanah sangat berpengaruh dalam mempertahankan kelestarian dan produktivitas tanah serta kualitas tanah melalui aktivitas mikroba

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di berbagai bidang memerlukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Salah satu kendala peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah defisiensi nutrisi Zn.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Penyusun I Wayan Suastika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi merupakan komoditas utama yang selalu dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Tetapi ada banyak hal yang menjadi kendala dalam produktivitas budidaya tanaman padi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang memiliki sumber

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang memiliki sumber I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman serealia yang memiliki sumber karbohidrat yang cukup tinggi. Seiring bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanaman jagung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Padi Padi termasuk golongan tumbuhan Graminae dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu merupakan bubung atau ruang kosong. Panjang tiap ruas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Rancangan Prototipe Mesin Pemupuk Prototipe yang dibuat merupakan pengembangan dari prototipe pada penelitian sebelumnya (Azis 211) sebanyak satu unit. Untuk penelitian ini prototipe

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan bijibijian dari keluarga rumput-rumputan. Jagung merupakan tanaman serealia yang menjadi

Lebih terperinci

Kata kunci : kompos, Azolla, pupuk anorganik, produksi

Kata kunci : kompos, Azolla, pupuk anorganik, produksi KAJIAN APLIKASI KOMPOS AZOLLA DAN PUPUK ANORGANIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL PADI SAWAH (Oryza sativa L) Gatot Kustiono 1), Indarwati 2), Jajuk Herawati 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Mojosari,Mojokerto

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida

Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Padi Hibrida Oleh : Dandan Hendayana, SP (PPL Kec. Cijati Cianjur) Saat ini tanaman padi hibrida merupakan salah satu alternatif pilihan dalam upaya peningkatan produksi

Lebih terperinci

Pendahuluan menyediakan dan mendiseminasikan rekomendasi teknologi spesifik lokasi

Pendahuluan menyediakan dan mendiseminasikan rekomendasi teknologi spesifik lokasi Tim Pengkaji Pendahuluan Rata-rata produktivitas kedelai di NTB pada Tahun 2014 yaitu 1,29 ton/ha. (BPS. 2015) Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan perluasan areal Pajale, BPTP bertugas menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk sayuran unggulan nasional yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat, namun belum banyak keragaman varietasnya, baik varietas

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn:

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn: STATUS HARA LAHAN SAWAH DAN REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH PASANG SURUT DI KECAMATAN RANTAU RASAU KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI Busyra Buyung Saidi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang relatif

Lebih terperinci

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi 4.1.1 Tinggi Tanaman Tinggi tanaman pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST masingmasing perlakuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36, 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di lahan sawah irigasi Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Pagung, Kabupaten Tanggamus dari bulan November 2014 sampai April

Lebih terperinci

KAJIAN PUPUK MAJEMUK NPK (30-6-8) DAN PUPUK ORGANIK KUJANG PADA PADI SAWAH VARIETAS INPARI 13 DI DAERAH PENGAIRAN SETENGAH TEKNIS DI PURWAKARTA

KAJIAN PUPUK MAJEMUK NPK (30-6-8) DAN PUPUK ORGANIK KUJANG PADA PADI SAWAH VARIETAS INPARI 13 DI DAERAH PENGAIRAN SETENGAH TEKNIS DI PURWAKARTA KAJIAN PUPUK MAJEMUK NPK (30-6-8) DAN PUPUK ORGANIK KUJANG PADA PADI SAWAH VARIETAS INPARI 13 DI DAERAH PENGAIRAN SETENGAH TEKNIS DI PURWAKARTA Study of Composite NPK Fertilizer (30-6-8) and Kujang Organic

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi

Latar Belakang. Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi Latar Belakang Produktivitas padi nasional Indonesia dalam skala regional cukup tinggi dan menonjol dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia, kecuali Cina, Jepang, dan Korea. Namun keberhasilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Keseimbangan unsur hara dalam tanah perlu dipertahankan, untuk menjaga agar terpeliharanya kesuburan tanah. Keseimbangan secara alami terjadi di bawah hutan perawan yang belum

Lebih terperinci

MEMUPUK TANAMAN JAGUNG

MEMUPUK TANAMAN JAGUNG PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) MEMUPUK TANAMAN JAGUNG Disusun Oleh : Yoni Hudawan, S.Pt BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN (BBPP) KETINDAN JAWA TIMUR 2016 MEMUPUK

Lebih terperinci

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL

ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL ANALISIS KETELITIAN DATA PENGUKURAN MENGGUNAKAN GPS DENGAN METODE DIFERENSIAL STATIK DALAM MODA JARING DAN RADIAL Oleh : Syafril Ramadhon ABSTRAK Ketelitian data Global Positioning Systems (GPS) dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1.Tinggi Tanaman Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida pada umur 28 dan 45 HST (lampiran 1), bahwa F-hitung lebih besar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando, I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini beras masih merupakan pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando, 2007) kebutuhan beras dari tahun-ketahun

Lebih terperinci

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara Penentuan Takaran Pupuk Fosfat untuk Tanaman Padi Sawah Sarlan Abdulrachman dan Hasil Sembiring 1 Ringkasan Pemanfaatan kandungan fosfat tanah secara optimal merupakan strategi terbaik untuk mempertahankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman padi merupakan tanaman yang termasuk genus Oryza L. yang meliputi kurang lebih 25 spesies dan tersebar di daerah tropis dan subtropis seperti di Asia, Afrika,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Curah hujan selama penelitian dari bulan Oktober 2009 sampai Januari 2010 tergolong tinggi sampai sangat tinggi yaitu berkisar antara 242.1-415.8 mm/bulan dengan

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

1 SET A. INDIVIDU PETANI

1 SET A. INDIVIDU PETANI 1 SET A. INDIVIDU PETANI Pengelolaan Tanaman Padi Versi beta Indonesia Apakah rekomendasi pemupukan yang diperlukan akan digunakan untuk: O lahan sawah individu petani O lahan sawah kelompok tani sehamparan

Lebih terperinci

INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI JAGUNG

INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI JAGUNG 8 Highlight Balitsereal 2008 INOVASI TEKNOLOGI PRODUKSI JAGUNG PTT Jagung pada Lahan Sawah Sub Optimal Untuk peningkatan produksi jagung, komponen-komponen teknologi yang telah dihasilkan dari penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Lahan Sawah Tadah Hujan Sawah tadah hujan adalah lahan sawah yang sangat tergantung pada curah hujan sebagai sumber air untuk berproduksi. Jenis sawah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di Desa Luhu Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. Waktu penelitian dari bulan Maret sampai bulan

Lebih terperinci

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT

DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT DENGAN HIBRIDA HASIL PRODUKSI PADI MENINGKAT Penerapan Padi Hibrida Pada Pelaksanaan SL - PTT Tahun 2009 Di Kecamatan Cijati Kabupaten Cianjur Jawa Barat Sekolah Lapang (SL) merupakan salah satu metode

Lebih terperinci