MIGRASI MAGMA. 1. Pendahuluan. 2. Pembentukan Diapire

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MIGRASI MAGMA. 1. Pendahuluan. 2. Pembentukan Diapire"

Transkripsi

1 MIGRASI MAGMA 1. Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas tentang bagaimana dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pergerakan magma dari sumber menuju permukaan bumi. Pergerakan magma ini terjadi akibat arus konveksi yang terjadi dalam mantle, berlangsung dengan pelan, dalam volume yang cukup besar, dan bergerak melalui rekahan-rekahan batuan yang cukup besar. Bentuk-bentuk pergerakan magma dapat berupa diapire dan dike. Densitas dan suhu struktur kerak dan mantel mengontrol lokasi dimana diapire dan dike memberi kemungkinan paling besar untuk mendominasi gerakan magma. Parameter densitas juga menentukan kisaran kedalaman dimana magma terakumulasi dalam suatu reservoir sebelum akhirnya keluar ke permukaan atau membentuk intrusi dangkal. 2. Pembentukan Diapire Diapire berasal dari tubuh batuan yang meleleh menjadi magma dengan volume 2 25% dari volume total batuan yang meleleh (host rock), kemudian mengalir menuju permukaan karena adanya gaya buoyancy yang lebih besar dibandingkan gaya buoyancy batuan di sekitarnya. Pergerakan diapire ini akan menyebabkan deformasi pada batuan yang dilewatinya. Tingkat deformasi ini berlangsung dari deformasi yang ringan hingga berat yang dipengaruhi oleh suhu dan tekanan batuan asal. Jika suhu dan tekanan pada batuan yang meleleh kecil, maka magma yang dihasilkan memiliki volume yang sedikit dan kekentalannya cukup tinggi sehingga akan menghasilkan deformasi yang cukup ringan. Berlaku kebalikannya, jika suhu dan tekanan pada batuan yang meleleh besar, maka magma yang dihasilkan memiliki volume yang banyak dan kekentalannya cukup rendah sehingga akan menghasilkan deformasi yang cukup besar. Diberikan dua kasus munculnya diapire : pergerakan ke atas dari mantel plume yang akan membentuk mayor hotspot seperti yang terdapat di rangkaian gunungapi Hawaii, dan munculnya tubuh diapire yang lebih kecil di atas zona subduksi di batas continental atau di busur kepulauan. Pertama kita harus menentukan gaya buoyancy yang bekerja pada diapire yang dipengaruhi oleh radius R, dan gaya tarik (drag force = D) yang merupakan hasil deformasi batuan mantle plastis di sekitarnya. Kecepatan diapire dapat dihitung dengan persamaan : U = D/F D = 4πηRU

2 F = (4/3)πR 3 gδρ Sehingga U = (R 2 gδρ)/(3η) Dimana U = kecepatan diapire (m/s) R = kedalaman host rock (m) g = percepatan gravitasi (m/s 2 ) Δρ = perbedaan densitas (kg/m 3 ), dimana Δρ = ραδt η= viskositas host rock (Ns/m 2 atau Pa.s) Untuk diapire yang muncul sebagai hotspot, R diasumsikan 400 km. Densitas mantel ρ = 3300 kg m -3, koefisien ekspansi volume batuan α = 3 x 10-5 K -1, dan perbedaan temperature antara plume dengan batuan sekitarnya ΔT = 200 K, sehingga perbedaan densitas Δρ = ραδt = ~20 kg m -3, viskositas mantel η = Pa.s maka kecepatan diapire U = ~0,3 meter per tahun. Untuk diapire di zona subduksi, R diasumsikan 5 km. Hal ini dikontrol dengan baik oleh kontras densitas yang lebih besar daripada contoh sebelumnya jika komposisinya dipengaruhi oleh sedimen hidrat dasar laut, di mana Δρ bernilai sekitar 100 kg m -3. Dalam kasus ini, kecepatan diapire U sebesar 0.25 milimeter per tahun, lebih dari 1000 kali lebih lambat daripada mantel plume. 3. Perubahan Diapire Menjadi Dike Di lingkungan benua, diapire berhenti naik ketika mencapai dasar kerak benua. Hal ini karena gaya buoyant menjadi netral. Kandungan silika yang lebih tinggi pada batuan kerak menyebabkan densitasnya lebih rendah daripada mantle plume meskipun temperaturenya lebih tinggi. Dalam kasus seperti ini, dimana densitas tubuh batuan lebih rendah daripada batuan di bawahnya namun lebih tinggi daripada batuan di atasnya, maka gaya buoyancynya dikatakan netral atau telah mencapai neutral buoyancy level. Ketika diapire berhenti, panas dapat ditransfer secara konduksi ke batuan kerak di atasnya dan karena temperatur solidus lebih rendah dibandingkan dengan material plume, batuan kerak meleleh membentuk riolit, dan riolit yang meleleh ini dapat naik membentuk diapire menuju kerak yang lebih dangkal. Dalam kasus lain, berhentinya diapire dapat disebabkan oleh strain akibat mantel plume itu sendiri pada batuan di sekeliling plume. Nilai strain ini merupakan pengukuran dari laju deformasi host rock, dan diperoleh dari kecepatan plume dengan diameternya. Persamaan 3.1 menunjukkan bahwa diapire yang lebih besar naik lebih cepat daripada yang lebih kecil. Dengan demikian, jika parameter lain tetap, strain berbanding lurus dengan diameter. Menggunakan nilai-nilai dari bab sebelumnya, strain akibat mantel plume akan bernilai sekitar 1, s -1, sedangkan pada diapire yang ada di zona subduksi sekitar 1, s -1. Nilai ini kira-kira sepuluh kali dan dua kali

3 lebih besar daripada rata-rata strain di tempat lain di mantel di mana konveksi terjadi tanpa pelelehan. Cara dimana batuan terdeformasi atau dengan kata lain reologinya, tergantung pada komposisi, temperature, dan strain. Jika temperature hot rock konstan dan strain meningkat, responsnya berubah dengan cepat dari liquid yang sangat kental (plastic solid) menjadi solid yang elastic dan rapuh. Strain konstan dan menurunnya temperature juga akan menimbulkan perubahan dari plastis menjadi elastic dan mendorong terbentuknya rekahan. Diapire selalu bergerak dari lingkungan panas menuju lingkungan yang lebih dingin, dan rekahan akan mulai terbentuk ketika respons batas reologi antara plastis dan elastis berpotongan, dan hal ini kemungkinan besar terjadi pada temperature yang lebih tinggi dan kedalaman yang lebih dalam, untuk diapire yang lebih besar dan lebih cepat. Sulit untuk memprediksi dengan tepat kondisi di mana terjadi transisi dari elastic menjadi plastis karena sulit untuk membuat tiruan kondisi mantel di laboratorium. Jika diasumsikan menunggu satu tahun atau kira-kira 3x10 7 s, untuk melakukan eksperimen di mana sampel batuan terdeformasi 100% atau dengan kata lain ditekan hingga ketebalannya menjadi setengahnya dalam peralatan laboratorium bertekanan tinggi dan bertemperatur tinggi, rata-rata strain bernilai ~3 x 10-8 s -1 (30 juta kali lebih cepat daripada di mantel). Ekstrapolasi untuk perbedaan skala waktu yang sangat besar ini akan menyebabkan ketidakakuratan. Mantel plume yang mencapai dasar kerak dapat menimbulkan rekahan. Terdapat dua faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Pertama perubahan komposisi di mana sacara umum densitas kerak menjadi lebih kecil daripada mantel termasuk material panas dalam plume. Maka gaya apung plume menghilang dan plume berhenti. Material di bawahnya tetap naik dan plume menyebar ke samping di sepanjang batas yang meningkatkan tingkat strain rata-rata. Temperatur batuan kerak juga lebih dingin daripada batuan mantel, sehingga lebih mendekati temperature transisi plastiselastisnya. Maka temperature batuan yang lebih rendah dan kenaikan strain akan membentuk rekahan sehingga plume dapat mencapai dasar kerak. Perlu diingat bahwa kenaikan strain pada batuan di dalam plume bagian atas berlangsung seperti pada batuan kerak, maka proses penggabungan lapisan yang mneleleh menjadi dike dapat terjadi di dalam plume itu sendiri. 4. Penyebaran Dike Dimanapun perubahan dari deformasi plastis ke rekahan rapuh batuan terjadi, rekahan mulai timbul dari banyak penyebab yang dapat mengkonsentrasikan tekanan. Jika terbentuk rekahan pada kerak di atas daerah yang mengandung magma, liquid akan mulai mengalir ke dalam rekahan untuk mengisi ruang dalam rekahan tersebut. Sifat utama rekahan adalah meruncing di

4 ujung yang dapat berkembang menjadi unfractured rock yang dibatasi oleh kecepatan gelombang suara dalam batuan (gelombang deformasi material ketika dia menjalar). Kecepatan gelombang suara batuan lebih kecil daripada kecepatan gelombang suara sebenarnya, tetapi masih dalam orde km/s. bagaimanapun, ada batas kecepatan di mana magma dapat mengalir melalui celah sempit rekahan. Kecepatan ini dikontrol oleh lebar rekahan dan viskositas magma. Kecepatan mengalir magma dapat mencapai seribu kali labih kecil daripada kecepatan suara dalam batuan. Kecepatan aliran magma yang melalui urat sempit ini menentukan kecepatan dike yang mengalir ke atas. Orientasi tekanan sangat dipengaruhi oleh besarnya tekanan pada batuan yang retak. Namun, karena fluida tidak dapat menahan differential stress, aliran fluida akan menghilangkan perbedaan tekanan sehingga tekanan di sekitar fluida akan sama besar di segala arah. Batuan kerak yang temperaturnya lebih dingin akan dengan mudah melawan deformasi jangka peendek dan juga dapat menjaga non zero stress difference. Pada dasarnya, tekanan pada tubuh batuan merupakan gaya kompresi vertical yang menggambarkan berat batuan di atasnya. Gaya horizontal berbeda dengan gaya vertikalnya di mana nilainya 30% lebih kecil daripada gaya vertical. Usaha yang bekerja untuk mendeformasi batuan akan diminimalkan jika rekahan terbuka dalam bentuk bidang dengan sudut yang hampir sama dan gaya kompresi berarah horizontal menyebabkan terbentuknya rekahan berarah vertical. Magma akan mengisi rekahan tersebut sehingga dalam bentuk dike. Pada kedalaman yang dangkal di kerak, kehadiran lapisan batuan densitas rendah dapat menyebabkan gaya kompresi berarah vertical dan menghasilkan rekahan berarah horizontal. Magma yang mengisi rekahan horizontal ini disebut dengan sill. Beberapa literature tentang penyebaran dike membahas dua kasus yang paling utama, tentang kondisi yang memungkinkan rekahan mulai terbentuk dan kondisi yang menyebabkan dike berhenti menyebar/ membentuk dike baru. Properti batuan mengontrol sangat berperan dalam mengontrol proses-proses tersebut, dimana properti batuan ini disebut dengan kekasaran rekahan dan ini adalah ukuran dari intensitas maksimum tekanan yang dialami oleh dike terutama pada puncaknya. Puluhan juta Pa m 1/2 tampak seperti angka yang mengesankan, namun ukuran kekerasan rekahan (fracture toughness) dapat dimasukkan ke dalam konteks dengan mempertimbangkan intensitas tekanan (stress intensity) pada ujung dike pada suatu internal excess pressure. pelelehan diasumsikan terjadi pada jarak vertikal H = 3 km. Hal ini akan menyebabkan sedikit pelelehan yang cukup untuk membentuk suatu jaringan pipa/saluran yang saling berhubungan sehingga memungkinkan lelehan masuk ke rekahan. Effective excess pressure (ΔP) didefinisikan sebagai tekanan yang lebih besar dari beban batuan litostatik lokal.

5 5. Perangkap Dike 1. Perangkap Stress Setelah magma pada dike melewati gaya apung netral kemudian gaya apung tersebut lama kelamaan menjadi negatif, stress pada ujung atas dike akan menurun seiring dengan dike yang semakin tumbuh ke atas.berdasarkan persamaan (3.3) tanda berubah menjadi negatif. Rincian cukup rumit karena, sekarang Δρm yang tidak konstan sepanjang tanggul, eqn 3.3 harus diganti dalam bentuk persamaan integral yang menambah kontribusi ke stress di ujung dari setiap segmen vertikal kecil dike menggunakan nilai lokal Δρ m. Akhirnya intensitas tegangan pada ujung menjadi lebih kecil dari fracturetoughness dan pertumbuhan ke atas akan berhenti. Seiring dengan menigkatnya jarak dari puncak dike maka magnitude akan semakin membesar dan kemudian gaya apung menjadi negatif yang dapat diilustrasikan dengan memisalkan suatu nilai untuk Δρ m pada persamaan (3.3) yang bernilai negatif yaitu ketika magma lebih padat daripada host rock dengan menetapkan nilai ΔP sebesar 4.4 Mpa. Mulanya, seiring pertambahan H, suku pertama dari persamaa (3.3) akan jauh lebih besar dari suku kedua dan stress intensity pada puncak dike juga meningkat. namun, ketika dike terus tumbuh, suku kedua dari persamaan tersebut akan meningkat jauh lebih besar dibandingkan suku pertama dan stress intensity dari maksimum kemudian menurun.

6 2. Perangkap Densitas Densitas kerak menurun ketika semakin mendekati permukaan. Di beberapa tempat, terutama di continental area, kerak terdiri terutama dari batuan sedimen, sedangkan pada daerah lain, terutama di dasar laut akan terbentuk dari batuan vulkanik. Deposit sedimen oleh akumulasi material klastik, kemudian terpadatkan menjadi batu oleh berat akumulasi material di atasnya. Batuan vulkanik yang meletus baik sebagai fragmental piroklastik atau lava yang mengandung gelembung gas, dan terpadatkan sehingga membentuk batuan vulkanik. Efek dari proses pemadatan akan menghasilkan profil densitas seperti ditunjukkan pada Gambar Gambar 3.3a profil densitas pada kerak samudera dan Gambar. 3.3b profil densitas pada kerak benua. Angka-angka ini juga memprediksi kisaran kedalaman di mana pada satu daerah terdiri dari dua macam densitas magma, magma D dengan kepadatan 3000 kg m-3 dan L merupakan magma dengan densitas yang lebih kecil, sekitar 2700 kg m-3. Kedua magma diproduksi ketika partial melting dimulai di suatu tempat di mantel. Magma D memiliki daya apung netral pada dasar kerak samudera (Gambar 3.3a) dan benua (Gambar 3.3b), karena inilah pada kedalaman tersebut densitas batuan sekitar akan menurun dan menjadi lebih rendah dari densitas magma.jika gaya apung lokal adalah satu-satunya faktor yang mengontrol maka magma akan terus terjebak di dasar kerak. Bagaimanapun, situasi yag terjadi tidak sesederhana demikian. Magma terbentuk dari pelelehan pada mantle dengan gaya buoyancy relative yang bekerja di sekitarnya dan gaya buoyancy positif pada mantle dapat mengimbangi gaya buoyancy negative yang menghambat

7 pergerakan magma ke permukaaan. Hal tersebut dapat dihitung dengan menganggap magma akan muncul dari pelelehan sebagian sumber ke batuan-batuan di atasnya hingga tekanan yang mendesak oleh berat kolom liquid magma adalah sama dengan tekanan yang mendesak sumber batuan yang tidak meleleh. Untuk sumber yang berada dalam mantle, tekanan sebagai fungsi kedalaman z sama dengan tekanan P sebagai fungsi berat dari batuan di atasnya dan ini dapat ditentukan dengan mengalikan kedalaman z, rerata densitas ρ dari batuan-batuan di atasnya dan percepatan gravitasi g. Figure 3.4 menunjukkan kondisi umum dari model 2 layer kerak dan mantle sederhana. Ketebalan dan densitas rerata kerak disimbolkan z crust dan ρ crust ; densitas rerata mantle ρ mantle dan kedalaman sumber magma z source di bawah dasar kerak. Tekanan pada kedalaman sumber magma ditulis dalam bentuk persamaan [(ρ crust. g. z crust) + (ρ mantle. g. z source)]. Jika densitas magma ρ magma, maka tekanan pada dasar kolom magma dengan tinggi z magma adalah (ρ magma. g. z magma). Dengan menyelesaikan dua persamaan di atas akan diperoleh persamaan untuk menentukan z magma, yaitu : z magma = [(ρ crust. z crust) + (ρ mantle. z source)] / ρ magma (3.4) Dengan mengurangkan z magma dari total kedalaman sumber (z crust + z source) diperoleh nilai kedalaman bawah permukaan puncak dike. Tabel 3.1 menunjukkan hasil perhitungan profil densitas pada figure 3.3. Untuk kasus pada kepulauan tengah samudra, dike yang mengandung densitas magma D dapat mencapai di atas level buoyancy netral di dasar kerak, tetapi tetap terperangkap di bawah permukaan untuk seluruh sumber meleleh pada kedalaman 21,4 km. Semakin dalam sumber, memungkinkan magma mencapai permukaan dalam bentuk erupsi.

8 6. Akibat Perangkap Dike Jika kondisi yang mengontrol berkembangnya dike tidak dapat lagi memungkinkan dike tersebut bergerak ke atas, maka memungkinkan dike akan berkembang ke arah lateral untuk menampung lebih banyak magma. Hal tersebut mudah dibuktikan dengan mempertimbangkan tekanan yang bekerja di sekitar dike dapat dengan mudah membuat dike berkembang ke arah lateral pada kedalaman dimana gaya buoyancynya sudah mencapai titik netral, dan ini merupakan alasan dasar mengapa reservoir-reservoir magma berada pada kerak. Figure 3.5 di bawah ini menggambarkan tipe-tipe sistem geologi dimana jebakan-jebakan dike mempengaruhi prosesproses akumulasi magma secara lateral atau magma tersebut dapat terus mengalir sampai permukaan. Untuk kasus giant dike swarm yang merupakan akumulasi sejumlah besar magma berarah lateral, secara teoritis kita dapat menghitung luas areanya dengan mempertimbangkan parameterparameter seperti tekanan litostatik local (ΔP d), tinggi kolom magma (z magma), Poisson s ratio (v), dan modulus geser (π), sehingga dapat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut : W = [(1 v)/μ] z magma {ΔP d + [z magma. g. (ρ magma ρ crust)/π]} (3.5) ΔP d = Δρ m g H (3.6)

9 Tabel 3.2 menunjukkan rerata luas area dike yang mengandung magma seperti telah dituliskan pada Tabel 3.1.

10 7. Kesimpulan Saat sel konveksi baru terbentuk di mantel, maka akan bergerak ke atas membentuk mantel plume, mengalami proses partial melting seiring penurunan tekanan dan menghasilkan tubuh lelehan densitas rendah yang bercampur dengan padatan dari sisa diapire yang muncul di sekeliling batuan matel. Batuan ini, meskipun berbentuk padat tetapi memiliki sifat fluida yang sangat kental dalam waktu yang lama dan memiliki tingkat deformasi yang lambat. Dengan cara yang sama, sedimen-sedimen basah dan batuan dasar samudra menunjam masuk di zona subduksi, menciptakan area partial melting densitas rendah yang menghasilkan diapire. Diapire pada zona subduksi memiliki ukuran yang jauh lebih kecil daripada diapire mantle plume. Pergerakan diapire melambat ketika mencapai kedalaman yang lebih dangkal karena penurunan temperature membuat host rock semakin kental. Diapire berhenti bergerak ketika diapire berhenti naik, dimana kondisi yang paling sering terjadi adalah ketika diapire mencapai dasar kerak yang densitasnya lebih rendah daripada densitas mantel. Kecepatan dan ukuran/dimensi diapire mengontrol tingkat strain host rock yang dilalui diapire. Jika tingkat strain terlalu tinggi, respons perubahan host rock dari viscous ke elastic dan kemudian hancur memungkinkan dike mulai terbentuk. Proses ini cenderung terjadi pada kedalaman yang lebih dalam untuk diapire mantel plume yang besar dibandingkan diapire yang lebih kecil, yaitu diapire pada zona subduksi. Tingkat pelelehan menentukan banyaknya daerah partial melting yang meleleh menjadi dike yang dipengaruhi juga oleh viskositas magma. Kemampuan dike untuk mulai terbentuk dan akhir pembentukannya dikontrol oleh kekasaran rekahan semu (apparent fracture roughness) dari host rock yang tergantung pada strain batuan, beban kompresi dari batuan di atasnya, serta kehadiran gas yang dikeluarkan dari magma dan terakumulasi di puncak rekahan. Dike dapat terperangkap atau dengan kata lain berhenti tumbuh ketika tekanan di puncak dike menjadi lebih kecil daripada kekasaran rekahan lokalnya. Jika dike berhenti dengan cara seperti ini dan masih ada suplai magma dari daerah sumber, maka akan muncul dike baru. Ukuran dan bentuk dike yang terbentuk dari sumber magma dikontrol oleh distribusi tekanan dan kekuatan batuan yang dilewatinya. Di lingkungan samudra, hal ini termasuk di gunungapi mid-oceanic ridge (MOR) dan rangkaian gunungapi perisai di atas mantel plume yang jauh dari MOR. Di lingkungan benua, dike dapat terperangkap dalam bentuk kumpulan dike yang sangat luas atau keluar dalam bentuk flood basalt.

SISTEM VULKANISME DAN TEKTONIK LEMPENG

SISTEM VULKANISME DAN TEKTONIK LEMPENG SISTEM VULKANISME DAN TEKTONIK LEMPENG I. Mekanisme Pelelehan Batuan Suatu batuan tersusun atas campuran dari beberapa mineral dan cenderung dapat meleleh pada suatu kisaran suhu tertentu ketimbang pada

Lebih terperinci

MAGMA GENERATION. Bab III : AND SEGREGATION

MAGMA GENERATION. Bab III : AND SEGREGATION MAGMA GENERATION Bab III : AND SEGREGATION VOLCANIC SYSTEM Parfitt, 2008 Chapter 3 : Magma Generation and Segregation MEKANISME PELELEHAN MAGMA Temperatur di mana pelelehan pertama dimulai pada batuan

Lebih terperinci

BAB 6 Steady explosive eruptions

BAB 6 Steady explosive eruptions BAB 6 Steady explosive eruptions INTRODUCTION Pada bagian (bab) sebelumnya telah dibahas bagaimana magma mengembang (terbentuk) di permukaan, volatile dissolves ketika mulai meluruh dan membentuk gelembung

Lebih terperinci

PAPER LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI FOTO DAN GEOOPTIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

PAPER LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI FOTO DAN GEOOPTIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO PAPER 7 BUSUR MAGMATISME Disusun Oleh: Rayto Wahyu, ST 211001131200** LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI FOTO DAN GEOOPTIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG MARET

Lebih terperinci

Kelompok VI Karakteristik Lempeng Tektonik ATRIA HAPSARI DALIL MALIK. M HANDIKA ARIF. P M. ARIF AROFAH WANDA DIASTI. N

Kelompok VI Karakteristik Lempeng Tektonik ATRIA HAPSARI DALIL MALIK. M HANDIKA ARIF. P M. ARIF AROFAH WANDA DIASTI. N Kelompok VI Karakteristik Lempeng Tektonik Created By: ASRAWAN TENRIANGKA ATRIA HAPSARI DALIL MALIK. M HANDIKA ARIF. P M. ARIF AROFAH WANDA DIASTI. N 1. JENIS LEMPENG Berdasarkan jenis bahan batuan pembentuknya,

Lebih terperinci

TEORI PEMBENTUKAN LAUT TEORI KONVEKSI OLEH: MUH.AQRAM RAMADHAN L

TEORI PEMBENTUKAN LAUT TEORI KONVEKSI OLEH: MUH.AQRAM RAMADHAN L TUGAS INDIVIDU GEOLOGI LAUT TEORI PEMBENTUKAN LAUT TEORI KONVEKSI OLEH: MUH.AQRAM RAMADHAN L111 14 024 DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Lebih terperinci

TEORI LEMPENG TEKTONIK

TEORI LEMPENG TEKTONIK TEORI LEMPENG TEKTONIK ABSTRAK Teori tektonik lempeng merupakan teori yang sangat penting untuk dipelajari, karena teori ini mampu menjelaskan teka-teki geologi yang sebelumnya masih menjadi perdebatan

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR ANALISIS LANSEKAP TEKTONISME

TUGAS TERSTRUKTUR ANALISIS LANSEKAP TEKTONISME TUGAS TERSTRUKTUR ANALISIS LANSEKAP TEKTONISME Oleh: Nama : Wulan Kartika Wardani NIM : 135040200111089 Kelas : D PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016 TEKTONISME

Lebih terperinci

TRANSIENT VULCANIC ERUPTION

TRANSIENT VULCANIC ERUPTION TRANSIENT VULCANIC ERUPTION Letusan transient dapat terjadi ketika ada kontak antara magma dengan air permukaan atau air bawah permukaan (disebut juga air meteoric, karena dihasilkan oleh air hujan dari

Lebih terperinci

ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK

ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK Batuan beku adalah batuan yang berasal dari pendinginan magma. Pendinginan tersebut dapat terjadi baik secara Ekstrusif dan Intrusif. Batuan beku yang berasal

Lebih terperinci

Dalam pengembangannya, geodinamika dapat berguna untuk : a. Mengetahui model deformasi material geologi termasuk brittle atau ductile

Dalam pengembangannya, geodinamika dapat berguna untuk : a. Mengetahui model deformasi material geologi termasuk brittle atau ductile Geodinamika bumi 9. GEODINAMIKA Geodinamika adalah cabang ilmu geofisika yang menjelaskan mengenai dinamika bumi. Ilmu matematika, fisika dan kimia digunakan dalam geodinamika berguna untuk memahami arus

Lebih terperinci

Fisika Gunung Api JENIS SKALA DAN FREKUENSI LETUSAN

Fisika Gunung Api JENIS SKALA DAN FREKUENSI LETUSAN Fisika Gunung Api JENIS SKALA DAN FREKUENSI LETUSAN PENDAHULUAN Erupsi dari gunungapi memperlihatkan berbagai macam karakter, seperti : Tipe Erupsi Produk yang dihasilkan Endapan Piroklastik, Aliran Lava

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kestabilan Massa Air Pelapisan massa air merupakan sebuah kondisi yang menggambarkan bahwa dalam kolom air massa air terbagi secara vertikal kedalam beberapa lapisan. Pelapisan

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN DAN PEMISAHAN MAGMA

PEMBENTUKAN DAN PEMISAHAN MAGMA PEMBENTUKAN DAN PEMISAHAN MAGMA 1. Pendahuluan Pada bab sebelumnya, telah dijelaskan bahwa suatu erupsi vulkanik dapat ditampilkan sebagai puncak dari rangkaian proses fisika dan kimia (Figure 1.21, Parfitt

Lebih terperinci

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, api) adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan

Lebih terperinci

Pengertian Dinamika Geologi. Dinamika Geologi. Proses Endogen. 10/05/2015 Ribka Asokawaty,

Pengertian Dinamika Geologi. Dinamika Geologi. Proses Endogen. 10/05/2015 Ribka Asokawaty, Pengertian Dinamika Geologi Dinamika Geologi Dinamika Geologi merupakan semua perubahan geologi yang terus-menerus terjadi di bumi, baik karena proses eksogen maupun proses endogen. Ribka F. Asokawaty

Lebih terperinci

MAGMA STORAGE 1. PENDAHULUAN 2. BUKTI MAGMA STORAGE DI DALAM KERAK BUMI

MAGMA STORAGE 1. PENDAHULUAN 2. BUKTI MAGMA STORAGE DI DALAM KERAK BUMI MAGMA STORAGE 1. PENDAHULUAN Magma dari mantel yang terdorong ke atas akan menemui dua kemungkinan, yang pertama langsung mencapai permukaan bumi atau terhenti di kerak untuk beberapa saat sebelum akhirnya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda?

Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda? Gempabumi Sumba 12 Februari 2016, Konsekuensi Subduksi Lempeng Indo-Australia di Bawah Busur Sunda Ataukah Busur Banda? Supriyanto Rohadi, Bambang Sunardi, Rasmid Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN 1950-2013 Samodra, S.B. & Chandra, V. R. Diterima tanggal : 15 November 2013 Abstrak Pulau Sumatera dan Pulau Jawa merupakan tempat yang sering

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

TEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI

TEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI TEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI ARINI ROSA SINENSIS SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) NURUL HUDA 2017 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir] SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir] III.1. Komponen Sistem Panasbumi Menurut Goff & Janik (2000) komponen sistem panasbumi yang lengkap terdiri dari

Lebih terperinci

TIPE MAGMA MIGRASI MAGMA DAPUR MAGMA TIPE GUNUNGAPI

TIPE MAGMA MIGRASI MAGMA DAPUR MAGMA TIPE GUNUNGAPI TIPE MAGMA MIGRASI MAGMA DAPUR MAGMA TIPE GUNUNGAPI MATA KULIAH FISIKA GUNUNG API UNIVERSITAS GADJAH MADA MAGMA Magma adalah cairan atau larutan silika pijar yang terbentuk secara alamiah dan bersifat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Distribusi Data Gayaberat Daerah pengukuran gayaberat yang diambil mencakup wilayah Kabupaten Magelang, Semarang, Salatiga, Boyolali, Klaten dan Sleman,Yogyakarta. Dengan batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang

BAB I PENDAHULUAN. Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan rumusan masalah Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang berbeda-beda, diantaranya mantel bumi dimana terdapat magma yang terbentuk akibat

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BABI PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tektonisme adalah proses yang terjadi akibat pergerakan, pengangkatan, lipatan dan patahan pada struktur tanah di suatu daerah. Yang di maksud lipatan adalah bentuk muka

Lebih terperinci

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA.1 Sifat-Sifat Fluida Fluida merupakan suatu zat yang berupa cairan dan gas. Fluida memiliki beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

Lebih terperinci

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Penulis Rizki Puji Diterbitkan 23:27 TAGS GEOGRAFI Kali ini kita membahas tentang batuan pembentuk litosfer yaitu batuan beku, batuan sedimen, batuan metamorf serta

Lebih terperinci

aptudika.web.ugm.ac.id

aptudika.web.ugm.ac.id aptudika.web.ugm.ac.id 41. Siklus hidrologi berperan serta dalam merubah bentuk permukaan bumi melalui proses: A. presipitasi dan evaporasi B. evaporasi dan transpirasi C. transpirasi dan infiltrasi D.

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

C iklm = sebagai tensor elastisitas

C iklm = sebagai tensor elastisitas Teori elastisitas menjadi dasar pokok untuk mendiskripsikan perambatan gelombang elastik. Tensor stress σ ik dan tensor strain ε ik dihubungkan oleh persamaan keadaan untuk suatu medium. Pada material

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Mekanika Fluida Mekanika fluida adalah subdisiplin dari mekanika kontinyu yang mempelajari tentang fluida (dapat berupa cairan dan gas). Fluida sendiri merupakan zat yang bisa

Lebih terperinci

Note : Kenapa Lempeng bergerak?

Note : Kenapa Lempeng bergerak? Note : Kenapa Lempeng bergerak? Lapisan paling atas bumi, kerak bumi (litosfir), merupakan batuan yang relatif dingin dan bagian paling atas berada pada kondisi padat dan kaku. Di bawah lapisan ini terdapat

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. A. Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. akumulasi stress (tekanan) dan pelepasan strain (regangan). Ketika gempa terjadi,

III. TEORI DASAR. A. Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. akumulasi stress (tekanan) dan pelepasan strain (regangan). Ketika gempa terjadi, 1 III. TEORI DASAR A. Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik Gempa bumi umumnya menggambarkan proses dinamis yang melibatkan akumulasi stress (tekanan) dan pelepasan strain (regangan). Ketika gempa

Lebih terperinci

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut. HUKUM STOKES I. Pendahuluan Viskositas dan Hukum Stokes - Viskositas (kekentalan) fluida menyatakan besarnya gesekan yang dialami oleh suatu fluida saat mengalir. Makin besar viskositas suatu fluida, makin

Lebih terperinci

TRANSIENT VOLCANIC ERUPTION

TRANSIENT VOLCANIC ERUPTION TRANSIENT VOLCANIC ERUPTION 1. PENDAHULUAN Sifat gelembung gas yang terbentuk di magma yang naik berbeda-beda, tergantung pada kecepatan naiknya magma. Pada kecepatan tinggi, gelembung gas terperangkap

Lebih terperinci

AsaI Gejaia Volkanisme (Kegunungapian) Pada beberapa tempat di bumi sering tertihat suatu massa cair pijar yang dikenal dengan nama magma, keluar

AsaI Gejaia Volkanisme (Kegunungapian) Pada beberapa tempat di bumi sering tertihat suatu massa cair pijar yang dikenal dengan nama magma, keluar AsaI Gejaia Volkanisme (Kegunungapian) Pada beberapa tempat di bumi sering tertihat suatu massa cair pijar yang dikenal dengan nama magma, keluar mencapai permukaan bumi melalui retakan pada kerak bumi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1.

BAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1. BAB II TINJAUAN GEOLOGI 2.1. Struktur Geologi Proses terjadinya sumber panas bumi di Indonesia merupakan hasil dari interaksi tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

9/17/ FLUIDA. Padat. Fase materi Cair. Gas

9/17/ FLUIDA. Padat. Fase materi Cair. Gas 6. FLUIDA 9/17/01 Padat Fase materi Cair Gas 1 1 Massa Jenis dan Gravitasi Khusus 9/17/01 m ρ Massa jenis, rho (kg/m 3 ) V Contoh (1): Berapa massa bola besi yang padat dengan radius 18 cm? Jawaban: m

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Bahan konstruksi yang mulai diminati pada masa ini adalah baja. Baja merupakan salah satu bahan konstruksi yang sangat baik. Baja memiliki sifat keliatan dan kekuatan yang

Lebih terperinci

Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure)

Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure) Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure) Disiapkan oleh: Bimastyaji Surya Ramadan ST MT Team Teaching: Ir. Chandra Hassan Dip.HE, M.Sc Pengantar Fluida Hidrolika Hidraulika merupakan satu topik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) sedimentasi (pengendapan), pemisahan sentrifugal, filtrasi (penyaringan), pengayakan (screening/sieving). Pemisahan mekanis partikel fluida menggunakan gaya yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB 3. Pembentukan Lautan

BAB 3. Pembentukan Lautan BAB 3. Pembentukan Lautan A. Pendahuluan Modul ini membahas tentang teori dan analisa asal-usul lautan yang meliputi hipotesa pelepasan lempeng, teori undasi dan teori tektonik lempeng. Selain itu dalam

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa bumi dan struktur dalam bumi

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa bumi dan struktur dalam bumi 20 BAB III TEORI DASAR 3.1 Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa bumi dan struktur dalam bumi dengan menggunakan gelombang seismik yang dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA I HMKK 325. Dr. Aqli Mursadin Rachmat Subagyo, MT

MEKANIKA FLUIDA I HMKK 325. Dr. Aqli Mursadin Rachmat Subagyo, MT MEKANIKA FLUIDA I HMKK 325 Dr. Aqli Mursadin Rachmat Subagyo, MT FLUIDA SEBAGAI KONTINUM Dalam membahas hubungan-hubungan aliran fluida secara matematik atau analitik, perlu diperhatikan bahwa struktur

Lebih terperinci

BAB II GELOMBANG ELASTIK DAN EFEK VIBRASI

BAB II GELOMBANG ELASTIK DAN EFEK VIBRASI BAB II GELOMBANG ELASTIK DAN EFEK VIBRASI 2. 1 Gelombang Elastik Gelombang elastik adalah gelombang yang merambat pada medium elastik. Vibroseismik merupakan metoda baru dikembangkan dalam EOR maupun IOR

Lebih terperinci

Resume Presentasi Mengenai Pengertian Magma, Tipe Magma, Proses Migrasi Magma, Dapur Magma, dan Tipe Gunung Api

Resume Presentasi Mengenai Pengertian Magma, Tipe Magma, Proses Migrasi Magma, Dapur Magma, dan Tipe Gunung Api Resume Presentasi Mengenai Pengertian Magma, Tipe Magma, Proses Migrasi Magma, Dapur Magma, dan Tipe Gunung Api PENGERTIAN MAGMA Magma adalah cairan atau larutan silika pijar yang terbentuk secara alamiah

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan lokal. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut.

Lebih terperinci

Oleh : Upi Supriatna, S.Pd

Oleh : Upi Supriatna, S.Pd Oleh : Upi Supriatna, S.Pd Tenaga endogen adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi yang menyebabkan perubahan pada kulit bumi. Tenaga endogen ini sifatnya membentuk permukaan bumi menjadi tidak rata.

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.2

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.2 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.2 1. Naiknya Pulau Simeuleu bagian utara saat terjadi gempa di Aceh pada tahun 2004 merupakan contoh gerakan.... epirogenetik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Panas merupakan suatu bentuk energi yang ada di alam. Panas juga merupakan suatu energi yang sangat mudah berpindah (transfer). Transfer panas disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

PENGUKURAN VISKOSITAS. Review Viskositas 3/20/2013 RINI YULIANINGSIH. Newtonian. Non Newtonian Power Law

PENGUKURAN VISKOSITAS. Review Viskositas 3/20/2013 RINI YULIANINGSIH. Newtonian. Non Newtonian Power Law PENGUKURAN VISKOSITAS RINI YULIANINGSIH Review Viskositas Newtonian Non Newtonian Power Law yz = 0 + k( yz ) n Model Herschel-Bulkley ( yz ) 0.5 = ( 0 ) 0.5 + k( yz ) 0.5 Model Casson Persamaan power law

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.... i HALAMAN PENGESAHAN.... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH.... iii KATA PENGANTAR.... iv ABSTRAK.... v ABSTRACT.... vi DAFTAR ISI.... vii DAFTAR GAMBAR.... ix DAFTAR TABEL....

Lebih terperinci

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal

Horizontal. Kedalaman. Laut. Lintang. Permukaan. Suhu. Temperatur. Vertikal Temperatur Air Laut Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur insitu (selanjutnya disebut sebagai temperatur saja) dan temperatur potensial. Temperatur

Lebih terperinci

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : REKAYASA TANAH & BATUAN 1 SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Sifat fisik batuan

Lebih terperinci

ACARA III VISKOSITAS ZAT CAIR

ACARA III VISKOSITAS ZAT CAIR ACARA III VISKOSITAS ZAT CAIR A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Tujuan Praktikum Menentukan koefisien Viskositas (kekentalan) zat cair berdasarkan hukum Stokes 2. WaktuPraktikum Senin, 18 Mei 2015 3. Tempat

Lebih terperinci

Yang kedua adaah diketemukannya fosil-fosil yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang tersebar luas dan terpisah di beberapa benua :

Yang kedua adaah diketemukannya fosil-fosil yang berasal dari binatang dan tumbuhan yang tersebar luas dan terpisah di beberapa benua : Teori Tektonik Lempeng Pembentukan bentuk muka bumi dapat dijabarkan melalui Teori Tektonik Lempeng. Teori ini awalnya berasal dari pengembangan hipotesa yang dikatakan oleh Alfred Wagener. Dia mengatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''- 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Lokasi Penelitian Tempat penelitian secara administratif terletak di Gunung Rajabasa, Kalianda, Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini merupakan suatu studi kasus pekerjaan perbaikan struktur kantilever balok beton bertulang yang diakibatkan overloading/ beban yang berlebihan. Tujuan dari

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi Metode geologi yang dipakai adalah analisis peta geologi regional dan lokal dari daerah penelitian. Untuk peta geologi regional, peta yang dipakai adalah peta geologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Material Beton II.1.1 Definisi Material Beton Beton adalah suatu campuran antara semen, air, agregat halus seperti pasir dan agregat kasar seperti batu pecah dan kerikil.

Lebih terperinci

BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK

BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK Bentuklahan asal vulkanik merupakan bentuklahan yang terjadi sebagai hasil dari peristiwa vulkanisme, yaitu berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan magma naik ke permukaan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km BAB III STUDI KASUS APANGAN 3.1. Umum Pada bab ini akan dilakukan studi kasus pada pipa penyalur minyak yang dipendam di bawa tana (onsore pipeline). Namun karena dibutukan untuk inspeksi keadaan pipa,

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan

BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan BAB III STUDI KASUS 1 : Model Geologi dengan Struktur Lipatan Dalam suatu eksplorasi sumber daya alam khususnya gas alam dan minyak bumi, para eksplorasionis umumnya mencari suatu cekungan yang berisi

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) DAFTAR NOTASI A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1) a c a m1 / 3 a m /k s B : Koefisien-koefisien yang membentuk elemen matrik tridiagonal dan dapat diselesaikan dengan metode eliminasi Gauss : amplitudo

Lebih terperinci

Eruption styles, scales, and frequencies

Eruption styles, scales, and frequencies Eruption styles, scales, and frequencies Berbagai macam erupsi vulkanik menunjukkan berbagai jenis karakter, hasil, dan frekuensi erupsi yang berbeda-beda. Setiap erupsi vulkanik bersifat unik, yang berarti

Lebih terperinci

FIsika KTSP & K-13 FLUIDA STATIS. K e l a s. A. Fluida

FIsika KTSP & K-13 FLUIDA STATIS. K e l a s. A. Fluida KTSP & K-13 FIsika K e l a s XI FLUID STTIS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi fluida statis.. Memahami sifat-sifat fluida

Lebih terperinci

Bab VI Interpretasi Tomogram Bawah Permukaan Kompleks Gunung Guntur

Bab VI Interpretasi Tomogram Bawah Permukaan Kompleks Gunung Guntur Bab VI Interpretasi Tomogram Bawah Permukaan Kompleks Gunung Guntur VI.1 Hasil Studi Tomografi di Daerah Tektonik dan Vulkanik Beberapa keberhasilan studi tomografi baik di daerah tektonik maupun daerah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mendekati atau melampaui tegangan vertikal. ringan terjadi pada pergeseran tanah sejauh mm, kerusakan yang

BAB II LANDASAN TEORI. mendekati atau melampaui tegangan vertikal. ringan terjadi pada pergeseran tanah sejauh mm, kerusakan yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Likuifaksi Gempa bumi merupakan fenomena alam yang tidak dapat dicegah. Gelombang gempa menimbulkan guncangan tanah pada suatu kondisi tertentu dan salah satunya dapat menyebabkan

Lebih terperinci

FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES

FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES FISIKA DASR MAKALAH HUKUM STOKES DISUSUN OLEH Astiya Luxfi Rahmawati 26020115120033 Ajeng Rusmaharani 26020115120034 Annisa Rahma Firdaus 26020115120035 Eko W.P.Tampubolon 26020115120036 Eva Widayanti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TEGANGAN (STRESS) r (1)

PENDAHULUAN TEGANGAN (STRESS) r (1) HND OUT FISIK DSR I/LSTISITS LSTISITS M. Ishaq PNDHULUN Dunia keteknikan khususnya Material ngineering, Studi geofisika, Civil ngineering dll adalah beberapa cabang keilmuan yang amat membutuhkan pemahaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR

GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR Gaya a) Gaya merupakan suatu vektor yang dapat merubah gerak dan arah pergerakan suatu benda. b) Gaya dapat bekerja secara seimbang terhadap suatu benda (gaya gravitasi

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 27 PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA Oleh : 1 Sri Widodo, Bakrun 1,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng

ALIRAN FLUIDA. Kode Mata Kuliah : Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng ALIRAN FLUIDA Kode Mata Kuliah : 2035530 Bobot : 3 SKS Oleh MARYUDI, S.T., M.T., Ph.D Irma Atika Sari, S.T., M.Eng Apa yang kalian lihat?? Definisi Fluida Definisi yang lebih tepat untuk membedakan zat

Lebih terperinci

Suhu rata rata permukaan laut

Suhu rata rata permukaan laut Oseanografi Fisis 2 Sifat Fisis & Kimiawi Air Laut Suhu Laut Suhu rata rata permukaan laut Distribusi vertikal Suhu Mixed layer Deep layer Distribusi vertikal Suhu Mixed Layer di Equator lebih tipis dibandingkan

Lebih terperinci

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)

INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) INVESTIGASI KARAKTERISTIK PERPINDAHAN PANAS PADA DESAIN HELICAL BAFFLE PENUKAR PANAS TIPE SHELL AND TUBE BERBASIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Mirza Quanta Ahady Husainiy 2408100023 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA 4.1 PERHITUNGAN DATA Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan data berupa ketinggian permukaan fluida uji (h), debit aliran dari ketinggian permukaan fluida

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Distribusi Hiposenter Gempa dan Mekanisme Vulkanik Pada persebaran hiposenter Gunung Sinabung (gambar 31), persebaran hiposenter untuk gempa vulkanik sangat terlihat adanya

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING

BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 6. 1 Pendahuluan Menurut Nelson (1985), sistem rekahan khususnya spasi rekahan dipengaruhi oleh komposisi batuan, ukuran butir, porositas, ketebalan lapisan,

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gas alam adalah bahan bakar fosil bentuk gas yang sebagian besar terdiri dari metana (CH4). Pada umumnya tempat penghasil gas alam berlokasi jauh dari daerah dimana

Lebih terperinci

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak.

BAB I PENDAHULUAN. adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bumi memiliki struktur dalam yang hampir sama dengan telur. Kuning telurnya adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geologi Daerah Penelitian Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. Ratman dan S. Gafoer. Tahun 1998, sebagian besar berupa batuan gunung api,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian 3.1 Pendahuluan Analisis pengaruh interaksi tanah-struktur terhadap faktor amplifikasi respons permukaan dilakukan dengan memperhitungkan parameter-parameter yang berkaitan

Lebih terperinci

Rheologi. Stress DEFORMASI BAHAN 9/26/2012. Klasifikasi Rheologi

Rheologi. Stress DEFORMASI BAHAN 9/26/2012. Klasifikasi Rheologi Rheologi Sifat-sifat rheologi didefinisikan sebagai sifat mekanik yang menghasilkan deformasi dan aliran bahan yang disebabkan karena adanya stress/gaya Klasifikasi Rheologi Stress DEFORMASI BAHAN 1 Stress

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI 3.1 KONDISI ALIRAN FLUIDA Sebelum melakukan simulasi, didefinisikan terlebih dahulu kondisi aliran yang akan dipergunakan. Asumsi dasar yang dipakai

Lebih terperinci

BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS

BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS BAB II GEMPA ACEH DAN DAMPAKNYA TERHADAP BATAS II.1 Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran sesaat akibat terjadinya sudden slip (pergeseran secara tiba-tiba) pada kerak bumi. Sudden slip terjadi

Lebih terperinci