MAGMA STORAGE 1. PENDAHULUAN 2. BUKTI MAGMA STORAGE DI DALAM KERAK BUMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MAGMA STORAGE 1. PENDAHULUAN 2. BUKTI MAGMA STORAGE DI DALAM KERAK BUMI"

Transkripsi

1 MAGMA STORAGE 1. PENDAHULUAN Magma dari mantel yang terdorong ke atas akan menemui dua kemungkinan, yang pertama langsung mencapai permukaan bumi atau terhenti di kerak untuk beberapa saat sebelum akhirnya tererupsi, dengan kata lain magma tersimpan terlebih dahulu di kerak. Penyimpanan magma di kerak bumi ini dikenal juga dengan istilah magma storage.magma storage dapat terjadi secara permanen, di mana magma berhenti di kerak bumi lalu mendingin membentuk tubuh intrusi tanpa sempat mencapai permukaan.magma storage dapat juga terjadi secara temporer.di bawah ini tiga hal yang dipengaruhi magma storage: 1. komposisi magma, 2. sifat fisik magma (misal viskositas), 3. ukuran dan frekuensi erupsi. 2. BUKTI MAGMA STORAGE DI DALAM KERAK BUMI Manusia belum bisa secara langsung masuk ke dalam gunung api untuk membuktikan keberadaan magma storage. Tetapi terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa pada umumnya magma tersimpan di dalam kerak sebelum terjadi erupsi.berikut ini beberapa bukti tersebut. 2.1 Kaldera dan magma chamber Suatu letusan gunung berapi dapat menyebabkan terbentuknya morfologi berupa kaldera.kaldera terbentuk karena lapisan permukaan runtuh ke reservoir magma setelah magma tererupsi.umumnya, semakin besar letusan, semakin besar kaldera yang terbentuk. Tabel 1. Data erupsi gunung api berserta kaldera dan volum material yang dihasilkan.

2 2.2 Bukti Petrologi Kajian petrologi terhadap batuan hasil beku dapat memberikan informasi apakah batuan tersebut berasal magma yang tererupsi langsung dari mantel atau dari magma yang tersimpan di dalam kerak. Di mantel, magma terbentuk pada kedalaman, suhu, dan tekanan tertentu.magma yang tererupsi langsung dari mantel memiliki komposisi, suhu, dan tekanan yang mencerminkan kedalaman di mana magma tersebut terbentuk.jika sebelum erupsi tersimpan di kerak, magma akan mengalami pendinginan sehingga memungkinkan terjadinya kristalisasi yang menyebabkan turunnya suhu dan perubahan komposisi magma. 2.3 Bukti dari Observasi Geofisika a. Observasi dengan teknik seismik Observasi ini dapat dilakukan dengan tiga cara yang memanfaatkan gelombang seismik akibat pergerakan magma. - Seismic gap Ketika terdorong menuju atau di dalam magma chamber, dinding magma magma memberikann tekanan kepada dinding magma chamber sehingga timbul getaran yang tidak dapat dirasakan oleh manusia namun dapat direkam oleh alat khusus.getaran ini hanya terjadi di dinding magma chamber, tidak di dalam magma itu sendiri. Oleh karena itu, jika sumber getaran diplot pada diagram akan terdapat seismic gap yang bersesuaian dengan tempat di mana magma tersimpan. Gambar 1. Seismic gap pada magma.

3 - P wave delay time Kecepatan gelombang P akan menurun ketika melalui medium cair. Sehingga waktu tiba gelombang yang melalui magma akan lebih lambat dari pada gelombang yang melalui batuan. Perbedaan waktu tiba gelombang P ini dianalisis untuk menentukan letak magma chamber. - Volcanic tremor Volcanic tremor adalah gelombang seismik yang diakibatkan pergerakan magma di dalam saluran seperti pipa di dalam gunung api. Sehingga dengan memonitor volcanic tremor kita dapat mengetahuipergerakan magma.selain itu, jika lokasi sumber gelombang dipetakan secara akurat, kita dapat mengetahui batas magma storage di mana dike mulai terbentuk.volcanic tremor dapat terjadi secara terus menerus selama berjam-jam bahkan berhari-hari, berbeda dengan gempa bumi yang hanya terjadi sesaat.perbandingan keduanya diperlihatkan gambar di bawah ini. Gambar 2. (A) Sinyal gempa bumi, (B) volcanic tremor. Penelitian yang dilakukan di Gunung Api Usu, Jepang, selama 25 hari pada April 2000 menunjukkan bahwa intensitas volcanic tremor bersesuaian dengan peninngkatan elevasi permukaan gunung api. Kesesuaian ini ditunjukkan pada diagram berikut. Studi seismik menggunakan sumber buatan di Axial Volcano, sebuah gunung api basal tipe shield di Juan de Fuca ridge (Samudera Pasifik) memberikan pengetahuan baru mengenai kondisi fisik di dalam magma chamber. Studi ini menunjukkan bahwa low velocity zone di bawah gunung api berukuran kurang lebih 8x12 km jika dilihat dari atas. Namun kaldera yang terbentuk akibat erupsi tahun 1998 hanya berdimensi 3x8 km. Volum magma chamber diperkirakan 250 km 3.Jumlah ini jauh lebih kecil dari

4 magma yang tererupsi yaitu ~5-21 km 3.Hal ini membuktikan bahwa magma chamber tidak seluruhnya terisi oleh magma cair.namun sebagian volumnya (di bagian dinding) berupa mush atau magma yang telah mengalami kristalisasi karena lebih dulu mengalami pendinginan dari pada magma yang berada di tengah magma chamber.kondisi di dalam magma chamber tersebut ditunjukkan dengan kontur di bawah ini.

5 b. Observasi dengan teknik deformasi Teknik deformasi mencakup leveling, tilt measurement, GPS (Global Positioning System), dan EDM (Electronic Distance Measurement). Yang akan kita bahas lebih detil di bab ini adalah metode tilt measurement (pengukuran kemiringan). Observasi dilakukan dengan tiltmeter yang mengukur sudut kemiringan permukaan gunung api di suatu titik tertentu dalam suatu periode waktu. Erupsi dan intrusi pada umumnya disertai dengan inward tilting atau permukaan yang miring ke dalam atau deflation. Sedangkan periode di antara intrusi atau erupsi diasosiasikan dengan outward tilting atau permukaan gunung api yang miring ke luar atau inflation. Perubahan kemiringan ini bersesuaian dengan perubahan elevasi permukaan gunung apiseperti yang ditunjukkan oleh diagram di bawah ini pada observasi di gunung api Krafla selama Gambar 3. Data tilt (a) bersesuaian dengan data elevasi (b).

6 2.4 Bukti Geologi Sill dan laccolith adalah bukti geologi paling sederhana yang menunjukkan adanya magma storage.sill merupakan magma yang menerobos sejajar lapisan batuan. Supply magma yang terus-menerus menyebabkan sill membesar dan membentuk laccolith. Gambar 4. (a) Sill, (b) laccolith.

7 Gambar di bawah ini merupakan sill di bawah Kastil Bamburgh, di Northumbria, dengan ketebalan 2-3m hingga >60 m. Garis putih merupakan dasar sill. 3. Formasi dan Pertumbuhan Magma Chamber Magma chamber adalah zona penyimpanan magma dalam kurun waktu tertentu. Dalam proses penyimpanan ini magma chamber mempengaruhi karakter sistem gunungapinya. Dari studi kasus batuan intrusi dan magma chamber yang aktif menunjukkan bahwa zona penyimpanan magma ini bervariasi baik bentuk maupun ukuran.pertumbuhan magma chamber tidak dapat diketahui secara jelas namun berdasarkan studi dari intrusi dan magma chamber yang telah membeku dan tererosi menunjukkan bahwa kebanyakan magma chamber berkembang dari intrusi dengan bentuk sill. Masalah utama dalam pertumbuhan sebuah magma chamber adalah sebuah magma chamber harus selalu mendapatkan pasokan magma baru baik secara kontinu maupu berkala. Semua intrusi yang sampai ke kerak akan mengalami pembekuan, sebuah dike kecil yang mengintrusi hingga lapisan kerak yang dangkal dapat membeku dalam hitungan hari atau bahkan hitungan jam. Dike dengan ukuran yang lebih besar meskipun sulit, namun dapat tetap membeku alam jangka waktu tahun, dekade, bahkan abad, tergantung dari ketebalan intrusi dan nilai kontras suhu antara magma dan batuan sekitarnya.sebuah intrusi dapat berkembang menjadi magma chamber bila tidak membeku.pembekuan sebuah intrusi dapat dicegah bila terdapat pasokan panas yang terus menerus.yang mana secara fisik pasokan panas yang dimaksud berupa magma baru. Sebagai

8 contoh sebuah dike yang mendapatkan pasokan panas dari magma baru yang bergerak ke atas dari lapisan dibawahnya. Peristiwa ini sering terjadi namun saat dike mulai membeku. Gambar 2.1 Grafik Waktu Pembekuan Vs Ukuran Intrusi Grafik ini memperlihatkan waktu yang dibutuhkan untuk bekurangnya panas (heat loss) sehingga menyebabkan pembekuan pada berbagai ukuran intrusi.garis solid menunjukkan waktu yang dibutuhkan sebuah intrusi untuk membeku dalam keadaan yang memiliki kontras suhu sebesar 1000 C. Sementara garis putus-putus menunjukkan waktu yang dibutuhkan sebuah intrusi untuk membeku dalam keadaan yang memiliki kontras suhu sebesar 500 C, dan Garis yang berupa titik-titik menunjukkan waktu yang dibutuhkan sebuah intrusi untuk membeku dalam keadaan yang memiliki kontras suhu sebesar 200 C. Injeksi magma terhadap sebuah intrusi akan memanaskan intrusi tersebut dan batuan disekelilingnya sehingga akan menurunkan nilai kontras suhu antara intrusi tersebut dan batuan disekelilingnya sehingga akan memperlambat laju pendinginannya, memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk intrusi itu membeku. Dengan itu peluang intrusi untuk menjadi sebuah magma chamber akan tetap terjaga. Bila pasokan magma segar yang kontinu ini terjadi pada kerak yang lebih dalam maka plumbing system dapat berubah seiring dengan waktu. Brush Mash mengenalkan sistem tentang Mush Coloumns atau Kolom Magma.Ia menggambarkan Plumbing system sebagai zona panas dimana magma selalu terus berjalan melewati daerah itu, sehingga magma tidak sempat membeku sepenuhnya konsep ini sering disebut Heat Pipes. Masih belum dapat diketahui apakah magma yang lewat pada zoa ini berjalan secara kontinu atau keluar secara berkala berupa kumpulan-kumpulan magma. Namun kedua hal ini dapat terjadi di gunungapi yang berbeda ataupun dalam satu gunungapi yang sama namun dalam periode yang berbeda.

9 Gambar 2.2 Dike yang mengintrusi Dike yang lebih tua. Contoh dari sebuah dike yang mengintrusi di tengahtengah dike yang lebih tua. Singkapan ini dapat terlihat akibat adanya erosi pada bagian dalam dari gunungapi Ko alu, Hawaii. Garis putus-putus yang lebih panjang (bagian luar) menunjukkan batas dike yang lebih tua. Sedangkan garis putus-putus yang lebih pendek (bagian dalam) menunjukkan batas dike yang lebih muda. Sebagai contoh di Gunungapi Kilauea selama 50 tahun menunjukkan pasokan magma ke magma chamber yang cenderung kontinu yaitu sekitar 0,05 km 3 per tahun atau sekitar 1,6 m 3 s -1. Dibandingkan dengan data sebelum tahun 1950 dimana laju pasokan magmanya cederung lebih lambat yaitu hanya sekitar km 3 per tahun atau sekitar 0,03 m 3 s -1. Hal ini mengindikasikan bahwa meskipun disebut kontinu namun jumlah pasokan magmanya berubah sepanjang waktu.hal ini diyakini bahwa pasokan magma dapat bersifat kontinu dalam sewaktu gunungapinya berada dalam peiode aktif, namun dapat berubah menjadi lebih lambat saat gunungapi tersebut tidak lagi aktif. Baik itu bersifat kontinu ataupun berkala, pasokan magma memang berpengaruh pada frekuensi dan tipe erupsi gunung api tersebut, namun dalam konteks pertumbuhannya yang menjadi penting ialah pasokan magma yang cukup untuk mencegah pembekuan dari magma tersebut. Gambar 2.3 Gambar pemetaan 3D Gunungapi Kilauea, Hawaii. Peta 3 Dimensi tersebut dibuat berdasarkan data seismik yang telah diolah. ini menunjukkan sistem magmatik dari Gunungapi Kilauea, Hawaii, Dapat terlihat bagian dari Heat Pipes dan juga Magma Chamber dari Gunungapi Kilauea.

10 Magma chamber sangat berpengaruh pada aktivitas sistem gunung api terlebih dalam efeknya terhadap skala dan frekuensi erupsi sebuah gunungapi. Magma chamber yang kecil akan menghasilkan erupsi yang kecil namun sering terjadi, sedangkan magma chamber yang besar akan menghasilkan erupsi dengan skala besar namun jarang terjadi Ketika plumbing system yang dalam terbentuk, maka magma chamber yang disuplai akan terus berubah baik dalam bentuk maupun ukurannya. Sebuah intrusi pada kerak bumi meskipun sangat rentan untuk membeku, dapat berkembang menjadi sebuah magma chamber bila mendapatkan pasokan magma baru yang cukup. Karena itu plumbing system yang dalam sangat berpengaruh karena dapat terus menyuplai magma yang segar. Di daerah Skaeergard, Greenland intrusi berupa sill berkembang menjadi menyerupai lacolith.selain suplai magma, defomasi lapisan disekitarnya juga mempengaruhi perubahan bentuk dan ukuran magma chamber. Gambar 2.4 Skema Intrusi di daerah Skaeergard, Greenland Skema ini menunjukkan perubahan formasi intrusi yang terjadi di Skaeergard, Greenland. Dapat terlihat dimulai dari intrusi berupa dike di bagian bawah, berkembang menjadi sill yang melebar secara lateral. Kemudian menggembung ke atas membentuk formasi lacolith yang kompleks. Saat magma chamber mengembang dan tekanan didalamnya bertambah, maka mulai terjadi retakan pada dinding-dinding magma chamber yang kemudian merekah keluar. Saat rekahan ini cukup besar dan merambat ke dinding dan langit-langit magma chamber, maka dinding-dinding magma chamber dapat runtuh dan akhirnya meleleh ke dalam magma, hal ini mempengaruhi 3 hal yaitu perubahan bentuk chamber, bertambahnya volume chamber, dan menurunnya suhu chamber. Bentuk magma chamber sangat bervariasi mulai dari bentuk sill, ataupun lacolith yag sederhana hingga bentuk-bentuk yang lebih kompleks. Perubahan bentuk magma chamber dipengaruhi oleh suplai magma, deformasi dan retakan lapisan sekellingnya, pembekuan dan lain sebagainya

11 Jangka hidup magma chamber, penelitian tentang deformasi dan penelitian dengan menggunakan metode seismic telah menunjukkan fenomena unik di gunungapi Etna di Sisilia, Itali.Pada gunungapi Etna tidak ditemukan sistem penyimpanan magma yang memiliki ukuran singnifikan.kemudian diketahui bahwa pada Gunungapi Etna telah terjadi fenomena struktur mayor, salah satunya ialah runtuhnya sisi timur gunungapi ini yang menghasikan tanah longsor dangan skala yang besar.melalui runtuhan ini dapat diteliti aliran lava kuno, yang mana dapat terbentuk dari penyimpanan magma selama kurun waktu tertentu dalam kondisi tekanan yang rendah.hal ini mengindikasikan bahwa di Gunungapi Etna pernah ada magma chamber yang dangkal. Karena itu distribusi tekanan pada suatu gunungapi sangat berpengaruh dalam jangka hidup sebuah magma chamber. Pada contoh kasus Gunungapi Etna, fenomena runtuhan yang berskala besar mengakibatkan perubahan tekanan dalam tubuh gunungapi, bila tekanan rendah ini mencapai jalur pasokan magma dalam kurun waktu yang cukup lama maka magma chamber tersebut dapat membeku, sebaliknya bila tekanan tinggi, maka magma dapat bergerak langsung keluar ke permukaan sehingga tidak sempat membentuk magma chamber yang baru. 4. Magma Chamber dan Pengaruhnya Terhadap Sistem Vulkanik Dalam suatu sistem Vulkanik, Magma Chamber memiliki peranan penting dalam mempengaruhi keseluruhan proses yang terjadi dalam suatu gunung api. Hal ini dimungkinkan karena magma chamber mewakili sebuah pos sementara untuk magma selama perjalanannya menuju permukaan. 4.1 Fraksinasi Dalam Magma Chamber Magma terbentuk di dalam mantel dalam komposisi yang basaltik. Tetapi justru yang menarik, saat magma berhasil keluar melalui serangkaian fenomena gunung api, tak jarang justru ditemukan magma yang komposisi telah jauh berbeda dari asalnya. Dari magma asam (Felsic) hingga ke magma Basa (Mafic). Walaupun banyak alasan mengapa perubahan komposisi ini dapat terjadi, namun ruang penyimpanan dan evolusi magma memiliki peranan penting. Magma chamber sebagai tempat penyimpanan magma akan mengalami pendinginan dan Kristalisasi Fraksional. Kristalisasi Fraksional adalah proses dimana magma yang mendingin mengkristal menjadi beberapa mineral dan secara progressif mengalami perubahan komposisi. Magma yang basaltik, membutuhkan waktu yang lama untuk mengalami Kristalisasi Fraksional. Karenanya, dua hal yang menjadi faktor pengontrol dari Kristalisasi Fraksional, yaitu yang

12 pertama seberapa kontinyu suplai magma ke Magma Chamber, dan yang kedua, seberapa sering gunung api tersebut mengalami Erupsi. Jika magma chamber mendapat suplai secara kontinyu, maka jeda waktu untuk mendingin akan terminimalisir, sehingga tidak banyak waktu bagi magma untuk Kristalisasi Fraksional. Begitu juga dengan frekuensi erupsi, apabila erupsi makin sering terjadi, maka bisa dipastikan waktu yang didapat oleh magma untuk mendingin. Contoh kasus pengaruh adanya Kristalisasi Fraksional adalah perbandingan antara aktivitas vulkanik di Hawai dan Islandia. Di hawai, magma tersuplai secara kontinyu dalam waktu yang relatif singkat, sehingga gunung api di Hawai meletus umumnya secara epusif lava yang basa. Tetapi, di Islandia, dimana erupsi jarang terjadi, maka pada tahun 1875 di Askja terjadi eruspsi gunung api yang cukup besar berupa eksplosif yang melibatkan antara magma basaltik dan Rhyolitik. 4.2 Hubungan Antara Frekuensi Erupsi dan Magnitude Setiap gunung api, memiliki variasi tersendiri dalam hal frekuensi maupun magnitude dari erupsi yang dihasilkannya. Beberapa gunung api meletus dalam rentang waktu yang sangat singkat misalnya dari beberapa menit hingga beberapa jam dengan volume erupsi yang kecil. Namun, ada pula gunung api yang meletus dalam rentang waktu ratusan ribu tahun, tetapi justru mampu memuntahkan ribuan kilometer kubik material letusan. Dari grafik diatas, terlihat hubungan antara frekuensi erupsi dan volume letusan yang dihasilkan. Point pertama yang didapat adalah semakin sering frekuensi letusan, maka akan semakin

13 kecil volumenya dan sebaliknya. Yang kedua, ukuran dari magma chamber pastilah juga turut termasuk mempengaruhi lamanya waktu erupsi dari sebuah gunung api Kehadiran magma chamber menjadi semakin terlihat karena peranannya dalam mempengaruhi suatu gunung api dalam aktivitas vulkaniknya. Sebuah pemodelan matematika sederhana, mengkorelasikan hubungan antara tekananan pada magma chamber dengan kemampuan maksimal magma chamber untuk terjadinya Chamber Failure. Chamber failure adalah suatu keadaan dimana magma chamber tidak mampu lagi menahan tekanan baik dari luar, maupun dari dalam (dari magma), sehingga kemudian magma chamber akan terbentuk retakan yang bisa membuat dike menyebar, dan apabila chamber failure tersebut dalam kondisi yang lebih besar rusaknya, maka dapat mengakibatkan terjadinya letusan yang sangat hebat karena adanya kehilangan tekanan dalam jumlah besar secara tiba tiba dari suatu gunung api. Secara matematis : Dimana : P L P σt = tekanan disekitar country rock (batuan disekitar magma chamber) akibat adanya tekanan pembebanan = Tekanan dari dalam magma = Kemampuan regang maksimal dari country rock. Apabila perbedaan tekanan tersebut melebihi dua kali batas kemampuan regangnya, maka magma chamber akan mengalami failure. Baik itu dari mulai retakan, hingga pecah. Kondisi failure ini tercapai karena tekanan yang mengenai dindind chamber meningkat seiring dengan tibanya magma yang baru dari level kedalaman yang lebih besar. Sedangkan voluma maksimal yang dapat ditambahkan ke magma chamber sebelum terjadinya failure, diberikan dalam suatu persamaan : Dimana : V = volume yang ditambahkan ke dalam magma chamber V c β s = volume awal Chamber = Bulk Modulus dari magma = pertambahan fraksional yang dapat diterima oleh chamber secara inelastis Dari semua hubungan matematis yang diberikan, bisa terlihat bahwa semakin besar ukuran magma chamber, maka akan semakin memberikan efek erupsi yang besar, namun lebih sedikit frekuensinya.

14 4.3 Volatile dan Chamber Failure. Selain akibat dari perbedaan tekanan yang tidak mampu lagi diterima oleh magma chamber, ada faktor lain lagi yang turut mempengaruhi terjadinya chamber failure, yaitu kehadiran volatile. Volatile adalah zat tambahan yang turut larut didalam magma seperti gas. Zat volatile seperti CO 2 dan H 2 O, terlarut didalam magma sejak dari kedalaman mantel, secara berangsur angsur, naiknya magma ke atas akan menjadikan tekanan terhadap magma berkurang, dan otomatis membuat zat volatile seperti gas tersebut tersaturasikan dan membentuk gelembung gas. Kemudian, gelembung gas inilah yang terperangkap didalam magma chamber dan menaikkan tekanan didalam magma chamber itu sendiri. Hingga akhirnya, saat tekanan terus meningkat dan tak mampu dibendung oleh dinding magma chamber, maka chamber failurepun akan terjadi.

Resume Presentasi Mengenai Pengertian Magma, Tipe Magma, Proses Migrasi Magma, Dapur Magma, dan Tipe Gunung Api

Resume Presentasi Mengenai Pengertian Magma, Tipe Magma, Proses Migrasi Magma, Dapur Magma, dan Tipe Gunung Api Resume Presentasi Mengenai Pengertian Magma, Tipe Magma, Proses Migrasi Magma, Dapur Magma, dan Tipe Gunung Api PENGERTIAN MAGMA Magma adalah cairan atau larutan silika pijar yang terbentuk secara alamiah

Lebih terperinci

TIPE MAGMA MIGRASI MAGMA DAPUR MAGMA TIPE GUNUNGAPI

TIPE MAGMA MIGRASI MAGMA DAPUR MAGMA TIPE GUNUNGAPI TIPE MAGMA MIGRASI MAGMA DAPUR MAGMA TIPE GUNUNGAPI MATA KULIAH FISIKA GUNUNG API UNIVERSITAS GADJAH MADA MAGMA Magma adalah cairan atau larutan silika pijar yang terbentuk secara alamiah dan bersifat

Lebih terperinci

Fisika Gunung Api JENIS SKALA DAN FREKUENSI LETUSAN

Fisika Gunung Api JENIS SKALA DAN FREKUENSI LETUSAN Fisika Gunung Api JENIS SKALA DAN FREKUENSI LETUSAN PENDAHULUAN Erupsi dari gunungapi memperlihatkan berbagai macam karakter, seperti : Tipe Erupsi Produk yang dihasilkan Endapan Piroklastik, Aliran Lava

Lebih terperinci

Eruption styles, scales, and frequencies

Eruption styles, scales, and frequencies Eruption styles, scales, and frequencies Berbagai macam erupsi vulkanik menunjukkan berbagai jenis karakter, hasil, dan frekuensi erupsi yang berbeda-beda. Setiap erupsi vulkanik bersifat unik, yang berarti

Lebih terperinci

AsaI Gejaia Volkanisme (Kegunungapian) Pada beberapa tempat di bumi sering tertihat suatu massa cair pijar yang dikenal dengan nama magma, keluar

AsaI Gejaia Volkanisme (Kegunungapian) Pada beberapa tempat di bumi sering tertihat suatu massa cair pijar yang dikenal dengan nama magma, keluar AsaI Gejaia Volkanisme (Kegunungapian) Pada beberapa tempat di bumi sering tertihat suatu massa cair pijar yang dikenal dengan nama magma, keluar mencapai permukaan bumi melalui retakan pada kerak bumi

Lebih terperinci

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, api) adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan

Lebih terperinci

BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK

BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK Bentuklahan asal vulkanik merupakan bentuklahan yang terjadi sebagai hasil dari peristiwa vulkanisme, yaitu berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan magma naik ke permukaan

Lebih terperinci

MIGRASI MAGMA. 1. Pendahuluan. 2. Pembentukan Diapire

MIGRASI MAGMA. 1. Pendahuluan. 2. Pembentukan Diapire MIGRASI MAGMA 1. Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas tentang bagaimana dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pergerakan magma dari sumber menuju permukaan bumi. Pergerakan magma ini terjadi akibat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Gunungapi Sinabung adalah gunungapi stratovolkano berbentuk kerucut, dengan tinggi puncaknya 2460 mdpl. Lokasi Gunungapi Sinabung secara administratif masuk

Lebih terperinci

TIPE ERUPSI, SKALA, DAN FREKUENSINYA

TIPE ERUPSI, SKALA, DAN FREKUENSINYA TIPE ERUPSI, SKALA, DAN FREKUENSINYA PENDAHULUAN Letusan gunung api menunjukan berbagai variasi karakter, produk, skala maupun frekuensi letusannya. Pada bab sebelumya telah dijelaskan tentang faktor dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyaknya parameter dan banyaknya jenis mekanisme sumber yang belum diketahui secara pasti, dimana parameter tersebut ikut mempengaruhi pola erupsi dan waktu erupsi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Distribusi Hiposenter Gempa dan Mekanisme Vulkanik Pada persebaran hiposenter Gunung Sinabung (gambar 31), persebaran hiposenter untuk gempa vulkanik sangat terlihat adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyertai kehidupan manusia. Dalam kaitannya dengan vulkanisme, Kashara

BAB I PENDAHULUAN. menyertai kehidupan manusia. Dalam kaitannya dengan vulkanisme, Kashara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas vulkanisme dapat mengakibatkan bentuk bencana alam yang menyertai kehidupan manusia. Dalam kaitannya dengan vulkanisme, Kashara (Hariyanto, 1999:14) mengemukakan

Lebih terperinci

Tipe Gunungapi Komposit (Strato( Strato) Sifat Gunungapi Tipe Strato

Tipe Gunungapi Komposit (Strato( Strato) Sifat Gunungapi Tipe Strato Tipe Gunungapi Komposit (Strato( Strato) MacDonald (1972) G. Merapi, 16 Juni 2006 Morofologi lereng berundak, kerucut simetri dan tubuh besar dapat setinggi 3 km, jenis gunungapi terindah Tubuhnya tersusun

Lebih terperinci

Kelompok VI Karakteristik Lempeng Tektonik ATRIA HAPSARI DALIL MALIK. M HANDIKA ARIF. P M. ARIF AROFAH WANDA DIASTI. N

Kelompok VI Karakteristik Lempeng Tektonik ATRIA HAPSARI DALIL MALIK. M HANDIKA ARIF. P M. ARIF AROFAH WANDA DIASTI. N Kelompok VI Karakteristik Lempeng Tektonik Created By: ASRAWAN TENRIANGKA ATRIA HAPSARI DALIL MALIK. M HANDIKA ARIF. P M. ARIF AROFAH WANDA DIASTI. N 1. JENIS LEMPENG Berdasarkan jenis bahan batuan pembentuknya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Schieferdecker (1959) maar adalah suatu cekungan yang umumnya terisi air, berdiameter mencapai 2 km, dan dikelilingi oleh endapan hasil letusannya.

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014 \ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pattern Recognition Konsep utama dari Pattern Recognition adalah tentang ketidakpastian (uncertainty) (Bishop, 2006). Pattern Recognition disebut juga sebagai proses klasifikasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xv DAFTAR

Lebih terperinci

SISTEM VULKANISME DAN TEKTONIK LEMPENG

SISTEM VULKANISME DAN TEKTONIK LEMPENG SISTEM VULKANISME DAN TEKTONIK LEMPENG I. Mekanisme Pelelehan Batuan Suatu batuan tersusun atas campuran dari beberapa mineral dan cenderung dapat meleleh pada suatu kisaran suhu tertentu ketimbang pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.1 Peta sebaran gunungapi aktif di Indonesia (dokumen USGS).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1.1 Gambar 1.1 Peta sebaran gunungapi aktif di Indonesia (dokumen USGS). xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki gunungapi terbanyak di dunia yaitu berkisar 129 gunungapi aktif (Gambar 1.1) atau sekitar 15 % dari seluruh gunungapi yang ada di bumi. Meskipun

Lebih terperinci

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir] SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir] III.1. Komponen Sistem Panasbumi Menurut Goff & Janik (2000) komponen sistem panasbumi yang lengkap terdiri dari

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI. kehidupan manusia. 1.Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan dan dampaknya terhadap kehidupan.

STANDAR KOMPETENSI. kehidupan manusia. 1.Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan dan dampaknya terhadap kehidupan. STANDAR KOMPETENSI Memahami Lingkungan kehidupan manusia. 1.Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan dan dampaknya terhadap kehidupan. INDIKATOR : I. Mendeskripsikan proses alam endogen

Lebih terperinci

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran Morfologi Gunung Ungaran Survei geologi di daerah Ungaran telah dilakukan pada hari minggu 15 Desember 2013. Studi lapangan dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36 PENGERTIAN BATUAN BEKU Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Merapi adalah salah satu gunung api yang sangat aktif di Indonesia yang terletak di daerah berpenduduk padat di Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI Penginderaan jauh atau disingkat inderaja, berasal dari bahasa Inggris yaitu remote sensing. Pada awal perkembangannya, inderaja hanya merupakan teknik

Lebih terperinci

TEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI

TEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI TEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI ARINI ROSA SINENSIS SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) NURUL HUDA 2017 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lokasi Objek Penelitian Berdasarkan bentuk morfologinya, puncak Gunung Lokon berdampingan dengan puncak Gunung Empung dengan jarak antara keduanya 2,3 km, sehingga merupakan

Lebih terperinci

ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK

ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK ASOSIASI BATUAN BEKU TERHADAP LEMPENG TEKTONIK Batuan beku adalah batuan yang berasal dari pendinginan magma. Pendinginan tersebut dapat terjadi baik secara Ekstrusif dan Intrusif. Batuan beku yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang

BAB I PENDAHULUAN. Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan rumusan masalah Bumi kita tersusun oleh beberapa lapisan yang mempunyai sifat yang berbeda-beda, diantaranya mantel bumi dimana terdapat magma yang terbentuk akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lokasi penelitian adalah Ranu Segaran, terletak di sebelah timur Gunung Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran

Lebih terperinci

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS

BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS BAB II Studi Potensi Gempa Bumi dengan GPS 2.1 Definisi Gempa Bumi Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran pada kerak bumi yang terjadi akibat pelepasan energi secara tiba-tiba. Gempa bumi, dalam hal

Lebih terperinci

ILMU PENGETAHUAN BUMI DAN ANTARIKSA (VULKANIK)

ILMU PENGETAHUAN BUMI DAN ANTARIKSA (VULKANIK) ILMU PENGETAHUAN BUMI DAN ANTARIKSA (VULKANIK) Makalah Dipresentasikan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi mata kuliah IPBA Jurusan Pendidikan Fisika UIN Alauddin Makassar Oleh KELOMPOK II ASDAR ASHAR

Lebih terperinci

Dalam pengembangannya, geodinamika dapat berguna untuk : a. Mengetahui model deformasi material geologi termasuk brittle atau ductile

Dalam pengembangannya, geodinamika dapat berguna untuk : a. Mengetahui model deformasi material geologi termasuk brittle atau ductile Geodinamika bumi 9. GEODINAMIKA Geodinamika adalah cabang ilmu geofisika yang menjelaskan mengenai dinamika bumi. Ilmu matematika, fisika dan kimia digunakan dalam geodinamika berguna untuk memahami arus

Lebih terperinci

Definisi Vulkanisme. Vulkanisme

Definisi Vulkanisme. Vulkanisme VULKANISME Definisi Vulkanisme Vulkanisme Semua gejala di dalam bumi sebagai akibat adanya aktivitas magma disebut vulkanisme. Gerakan magma itu terjadi karena magma mengandung gas yang merupakan sumber

Lebih terperinci

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara 7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara G. Kie Besi dilihat dari arah utara, 2009 KETERANGAN UMUM Nama Lain : Wakiong Nama Kawah : Lokasi a. Geografi b. : 0 o 19' LU dan 127 o 24 BT Administrasi : Pulau Makian,

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Disusun oleh: Anita Megawati 3307 100 082 Dosen Pembimbing: Ir. Eddy S. Soedjono.,Dipl.SE.,MSc.,

Lebih terperinci

MAGMA GENERATION. Bab III : AND SEGREGATION

MAGMA GENERATION. Bab III : AND SEGREGATION MAGMA GENERATION Bab III : AND SEGREGATION VOLCANIC SYSTEM Parfitt, 2008 Chapter 3 : Magma Generation and Segregation MEKANISME PELELEHAN MAGMA Temperatur di mana pelelehan pertama dimulai pada batuan

Lebih terperinci

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN

KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN KARAKTERISTIK GEMPABUMI DI SUMATERA DAN JAWA PERIODE TAHUN 1950-2013 Samodra, S.B. & Chandra, V. R. Diterima tanggal : 15 November 2013 Abstrak Pulau Sumatera dan Pulau Jawa merupakan tempat yang sering

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa bumi dan struktur dalam bumi

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa bumi dan struktur dalam bumi 20 BAB III TEORI DASAR 3.1 Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik Seismologi adalah ilmu yang mempelajari gempa bumi dan struktur dalam bumi dengan menggunakan gelombang seismik yang dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi. BENTUK LAHAN ASAL VULKANIK 1.Dike Terbentuk oleh magma yang menerobos strata batuan sedimen dengan bentuk dinding-dinding magma yang membeku di bawah kulit bumi, kemudian muncul di permukaan bumi karena

Lebih terperinci

BADAN GEOLOGI - ESDM

BADAN GEOLOGI - ESDM Studi Kasus Merapi 2006 : Peranan Pengukuran Deformasi dalam Prediksi Erupsi A. Ratdomopurbo Kepala BPPTK-PVMBG Sosialisasi Bidang Geologi -----------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur 4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur G. Lewotobi Laki-laki (kiri) dan Perempuan (kanan) KETERANGAN UMUM Nama Lain Tipe Gunungapi : Lobetobi, Lewotobi, Lowetobi : Strato dengan kubah lava Lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NOMOR 57 BANDUNG 40122 JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 TELEPON: 022-7215297/021-5228371 FAKSIMILE:

Lebih terperinci

geografi Kelas X LITOSFER II KTSP & K-13 H. VULKANISME a. Pengertian Vulkanisme b. Gejala Vulkanisme

geografi Kelas X LITOSFER II KTSP & K-13 H. VULKANISME a. Pengertian Vulkanisme b. Gejala Vulkanisme KTSP & K-13 Kelas X geografi LITOSFER II H. VULKANISME a. Pengertian Vulkanisme Vulkanisme adalah peristiwa yang berhubungan dengan naiknya magma dari mantel bawah Bumi, baik magma yang berwujud padat,

Lebih terperinci

Semakin ke arah dacite, kandungan silikanya semakin besar.

Semakin ke arah dacite, kandungan silikanya semakin besar. Afinitas magma merupakan perubahan komposisi komposisi kimia yang terkandung didalam magma yang disebabkan oleh oleh adanya factor factor tertentu. Aktifitas aktifitas magma ini bisa berbeda satu sama

Lebih terperinci

Vulkanisme. Yuli Ifana Sari

Vulkanisme. Yuli Ifana Sari Vulkanisme Yuli Ifana Sari Konsep Penting Vulkanisme: transpot magma dr dlm ke permukaan bumi. Proses alam yg berhubungan dg kegiatan kegunungapian, mulai dr asal usul pembentukan magma di dlm bumi hingga

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Instalasi Nuklir. Kegempaan. Evaluasi Tapak. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Instalasi Nuklir. Kegempaan. Evaluasi Tapak. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR No.840, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Instalasi Nuklir. Kegempaan. Evaluasi Tapak. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN 44 BAB III METODA PENELITIAN 3.1. Metoda Pembacaan Rekaman Gelombang gempa Metode geofisika yang digunakan adalah metode pembacaan rekaman gelombang gempa. Metode ini merupakaan pembacaan dari alat yang

Lebih terperinci

DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA

DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA DERET BOWEN DAN KLASIFIKASI BATUAN BEKU ASAM DAN BASA Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah mineralogi Dosen pengampu : Dra. Sri Wardhani Disusun oleh Vanisa Syahra 115090700111001

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian Data geomagnet yang dihasilkan dari proses akusisi data di lapangan merupakan data magnetik bumi yang dipengaruhi oleh banyak hal. Setidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pulau Jawa dianggap sebagai contoh yang dapat menggambarkan lingkungan busur kepulauan (island arc) dengan baik. Magmatisme yang terjadi dihasilkan dari aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak.

BAB I PENDAHULUAN. adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bumi memiliki struktur dalam yang hampir sama dengan telur. Kuning telurnya adalah inti, putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI Secara morfologi, Patahan Lembang merupakan patahan dengan dinding gawir (fault scarp) menghadap ke arah utara. Hasil interpretasi kelurusan citra SPOT menunjukkan adanya kelurusan

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR ISI PROGRAM MEDIA (GBIM) : Pengembangan Fungsional Geologi : Pemahaman Magma dan Vulkanisme

GARIS-GARIS BESAR ISI PROGRAM MEDIA (GBIM) : Pengembangan Fungsional Geologi : Pemahaman Magma dan Vulkanisme Jenis diklat Mata Diklat Jumlah Jam TIU GARIS-GARIS BESAR ISI PROGRAM MEDIA (GBIM) : Pengembangan Fungsional Geologi : Pemahaman Magma dan Vulkanisme : 16 JP : Setelah mengikuti mata diklat ini, peserta

Lebih terperinci

Bab V Korelasi Hasil-Hasil Penelitian Geolistrik Tahanan Jenis dengan Data Pendukung

Bab V Korelasi Hasil-Hasil Penelitian Geolistrik Tahanan Jenis dengan Data Pendukung Bab V Korelasi Hasil-Hasil Penelitian Geolistrik Tahanan Jenis dengan Data Pendukung V.1. Hasil Metoda Geolistrik Tahanan Jenis Hasil penelitian geolistrik yang dilakukan oleh Badan Vulkanologi dan Mitigasi

Lebih terperinci

1. Kebakaran. 2. Kekeringan

1. Kebakaran. 2. Kekeringan 1. Kebakaran Salah satunya kebakaran hutan adalah bentuk kebakaran yang tidak dapat terkendali dan seringkali terjadi di daerah hutan belantara. Penyebab umum hal ini seperti petir, kecerobohan manusia,

Lebih terperinci

1 AL A LUVI A FAN A S A l l uvi v a i l fan:

1 AL A LUVI A FAN A S A l l uvi v a i l fan: SEBARAN JENIS TANAH PADA LANSEKAP ANDISOL ANDISOL-1 Tanah berkembang dari abu vulkan (abu vulkan,batu apung, lava,dsb) Tebal lapisan minimal 60 cm Wilayah perbukitan 1 DAERAH FLUVIAL Bila kekuatan alirang

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor adalah tingkat ketebalan tanah yang tinggi dengan kekuatan antar material yang rendah. Salah satu pembentuk

Lebih terperinci

Note : Kenapa Lempeng bergerak?

Note : Kenapa Lempeng bergerak? Note : Kenapa Lempeng bergerak? Lapisan paling atas bumi, kerak bumi (litosfir), merupakan batuan yang relatif dingin dan bagian paling atas berada pada kondisi padat dan kaku. Di bawah lapisan ini terdapat

Lebih terperinci

01/04/2011 AL A F L ISO IS L L DAN DA ULT UL ISO IS L P L A P DA A DA VUL V K UL A K NIK A 3

01/04/2011 AL A F L ISO IS L L DAN DA ULT UL ISO IS L P L A P DA A DA VUL V K UL A K NIK A 3 APLIKASI ANALISIS LANSEKAP SEBARAN ALFISOL DAN ULTISOL PADA LANSEKAP ALFISOL Kandungan liat pada hor. B lebih tinggi Horison argilik Proses akumulasi liat pada hor. B (argilik, kandik) Beriklim sedang

Lebih terperinci

BAB 6 Steady explosive eruptions

BAB 6 Steady explosive eruptions BAB 6 Steady explosive eruptions INTRODUCTION Pada bagian (bab) sebelumnya telah dibahas bagaimana magma mengembang (terbentuk) di permukaan, volatile dissolves ketika mulai meluruh dan membentuk gelembung

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Lokasi Kompleks Gunung Guntur

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Lokasi Kompleks Gunung Guntur Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Lokasi Kompleks Gunung Guntur Daerah penelitian meliputi Kompleks Gunung Guntur terdiri dari Kaldera Pangkalan atau Kamojang, Kaldera Gandapura, dan puncak-puncak

Lebih terperinci

Oleh: Dr. Darsiharjo, M.S.

Oleh: Dr. Darsiharjo, M.S. Oleh: Dr. Darsiharjo, M.S. SEMINAR NASIONAL PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN DAN PENYADARAN MASYARAKAT TERHADAP BAHAYA BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI TANGGAL 20 APRIL 2005 G e o g r a f i KAJIAN GEOGRAFI Fenomena

Lebih terperinci

PENGARUH GEMPA TEKTONIK TERHADAP AKTIVITAS GUNUNGAPI : STUDI KASUS G. TALANG DAN GEMPABUMI PADANG 30 SEPTEMBER 2009

PENGARUH GEMPA TEKTONIK TERHADAP AKTIVITAS GUNUNGAPI : STUDI KASUS G. TALANG DAN GEMPABUMI PADANG 30 SEPTEMBER 2009 PENGARUH GEMPA TEKTONIK TERHADAP AKTIVITAS GUNUNGAPI : STUDI KASUS G. TALANG DAN GEMPABUMI PADANG 30 SEPTEMBER 2009 Ahmad BASUKI., dkk. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Terjadinya suatu

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. A. Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. akumulasi stress (tekanan) dan pelepasan strain (regangan). Ketika gempa terjadi,

III. TEORI DASAR. A. Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik. akumulasi stress (tekanan) dan pelepasan strain (regangan). Ketika gempa terjadi, 1 III. TEORI DASAR A. Tinjauan Teori Perambatan Gelombang Seismik Gempa bumi umumnya menggambarkan proses dinamis yang melibatkan akumulasi stress (tekanan) dan pelepasan strain (regangan). Ketika gempa

Lebih terperinci

MONITORING GUNUNG API DENGAN METODE MAGNETIK

MONITORING GUNUNG API DENGAN METODE MAGNETIK MONITORING GUNUNG API DENGAN METODE MAGNETIK 1. Pendahuluan Monitoring gunung api merupakan serangkaian kegiatan pengukuran, analisa, dan interpretasi data Gunung Api dengan tujuan untuk dapat memprediksi

Lebih terperinci

PAPER LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI FOTO DAN GEOOPTIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

PAPER LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI FOTO DAN GEOOPTIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO PAPER 7 BUSUR MAGMATISME Disusun Oleh: Rayto Wahyu, ST 211001131200** LABORATORIUM PALEONTOLOGI, GEOLOGI FOTO DAN GEOOPTIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG MARET

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

II. VOLKANISME DAN BENTUKLAHAN BENTUKAN VOLKANIK

II. VOLKANISME DAN BENTUKLAHAN BENTUKAN VOLKANIK III. VOLKANISME DAN BENTUKLAHAN BENTUKAN VOLKANIK Volkanisme adalah proses keluamya magma ke permukaan bumi beserta gejalagejala yang menyertainya. Magma dalam perjalanan ke permukaan bumi akan mengalami

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Geologi Daerah Penelitian Berdasrkan peta geologi daerah Leles-Papandayan yang dibuat oleh N. Ratman dan S. Gafoer. Tahun 1998, sebagian besar berupa batuan gunung api,

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan da

2015, No Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan da BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.620, 2015 BAPETEN. Instalasi Nuklir. Aspek Kegunungapian. Evaluasi. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG EVALUASI TAPAK

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1.

BAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1. BAB II TINJAUAN GEOLOGI 2.1. Struktur Geologi Proses terjadinya sumber panas bumi di Indonesia merupakan hasil dari interaksi tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan

Lebih terperinci

TUGAS MITIGASI BENCANA LETUSAN GUNUNG API. Virgian Rahmanda

TUGAS MITIGASI BENCANA LETUSAN GUNUNG API. Virgian Rahmanda TUGAS MITIGASI BENCANA LETUSAN GUNUNG API Virgian Rahmanda 1215051054 A. Pengertian Letusan Gunung Api Letusan gunung merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG EVALUASI TAPAK INSTALASI NUKLIR UNTUK ASPEK KEGUNUNGAPIAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG EVALUASI TAPAK INSTALASI NUKLIR UNTUK ASPEK KEGUNUNGAPIAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG EVALUASI TAPAK INSTALASI NUKLIR UNTUK ASPEK KEGUNUNGAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

EVALUASI SEISMIK DAN VISUAL KEGIATAN VULKANIK G. EGON, APRIL 2008

EVALUASI SEISMIK DAN VISUAL KEGIATAN VULKANIK G. EGON, APRIL 2008 EVALUASI SEISMIK DAN VISUAL KEGIATAN VULKANIK G. EGON, APRIL 28 KRISTIANTO, AGUS BUDIANTO Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Letusan G. Egon

Lebih terperinci

KORELASI PARAMETER SUHU AIR PANAS, KEGEMPAAN, DAN DEFORMASI LETUSAN G. SLAMET APRIL - MEI 2009

KORELASI PARAMETER SUHU AIR PANAS, KEGEMPAAN, DAN DEFORMASI LETUSAN G. SLAMET APRIL - MEI 2009 KORELASI PARAMETER SUHU AIR PANAS, KEGEMPAAN, DAN DEFORMASI LETUSAN G. SLAMET APRIL - MEI 009 Estu KRISWATI dan Oktory PRAMBADA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Jalan Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I BENTUK MUKA BUMI

BAB I BENTUK MUKA BUMI BAB I BENTUK MUKA BUMI Tujuan Pembelajaran: Peserta didik mampu mendeskripsikan proses alam endogen yang menyebabkan terjadinya bentuk muka bumi. 2. Peserta didik mempu mendeskripsikan gejala diastropisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pegunungan Selatan memiliki sejarah geologi yang kompleks dan unik sehingga selalu menarik untuk diteliti. Fenomena geologi pada masa lampau dapat direkonstruksi dari

Lebih terperinci

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH

BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH BATUAN PEMBENTUK PERMUKAAN TANAH Proses Pembentukan Tanah. Tanah merupakan lapisan paling atas pada permukaan bumi. Manusia, hewan, dan tumbuhan memerlukan tanah untuk tempat hidup. Tumbuh-tumbuhan tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Hindia-australia dan Lempeng Filipina dan. akibat pertumbukan lempeng-lempeng tersebut (Gambar 2).

BAB 1 PENDAHULUAN. lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Hindia-australia dan Lempeng Filipina dan. akibat pertumbukan lempeng-lempeng tersebut (Gambar 2). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan peta jalur lempeng dunia, wilayah Indonesia terletak pada pertemuan lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Hindia-australia dan Lempeng Filipina dan Lempeng Pasifik

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Daerah Sumatera merupakan salah satu daerah yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks, baik dari segi sedimentologi, vulkanologi, tektonik dan potensi sumber daya

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.3. linier. effusif. sentral. areal. eksplosif

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.3. linier. effusif. sentral. areal. eksplosif SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.3 1. Erupsi gunung api berupa ledakan yang mengeluarkan benda-benda padat seperti batu, kerikil dan debu vulkanik merupakan erupsi....

Lebih terperinci

PENGERTIAN GEMPA DAM MACAM-MACAM GEMPA

PENGERTIAN GEMPA DAM MACAM-MACAM GEMPA PENGERTIAN GEMPA DAM MACAM-MACAM GEMPA GEMPA BUMI 1. PENGERTIAN GEMPA Gempa adalah pergeseran tiba-tiba dari lapisan tanah di bawah permukaan bumi. Ketika pergeseran ini terjadi, timbul getaran yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and Trans Asiatic Volcanic Belt dengan jajaran pegunungan yang cukup banyak dimana 129 gunungapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan energi saat ini semakin meningkat khususnya di wilayah Indonesia. Hal ini terlihat dari pertumbuhan jumlah penduduk dan industri di Indonesia yang bertambah

Lebih terperinci

1. Tenaga Endogen : Tektonisme, Vulkanisme, dan seisme 2. Tenaga Eksogen : Sinar matahari, udara, air, erosi, dan organisme

1. Tenaga Endogen : Tektonisme, Vulkanisme, dan seisme 2. Tenaga Eksogen : Sinar matahari, udara, air, erosi, dan organisme Bab 3. Litosfer A. Batuan Penyusun Lapisan Bumi 1. Batuan beku : batuan yang berasal dari magma yang membeku a. Batuan beku dalam/plutonik granit, slenit, dionit, gabro b. Batuan beku gang/korok/porfisik

Lebih terperinci

VOLCANIC HAZARDS AND MONITORING

VOLCANIC HAZARDS AND MONITORING VOLCANIC HAZARDS AND MONITORING 1. PERSEPSI AWAL TENTANG GUNUNG API DAN AKTIVITASNYA Selama hampir 18 abad,gunung api selalu di kaitkan dengan mitos mitos kuno tuhan dan iblis.sampailah pada saat seorang

Lebih terperinci

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan

Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Proses Pembentukan dan Jenis Batuan Penulis Rizki Puji Diterbitkan 23:27 TAGS GEOGRAFI Kali ini kita membahas tentang batuan pembentuk litosfer yaitu batuan beku, batuan sedimen, batuan metamorf serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Jawa (Busur Sunda) merupakan daerah dengan s umber daya panas bumi terbesar (p otensi cadangan dan potensi diketahui), dimana paling tidak terdapat 62 lapangan

Lebih terperinci

KERAGAMAN BENTUK MUKA BUMI: Proses Pembentukan, dan Dampaknya Terhadap Kehidupan

KERAGAMAN BENTUK MUKA BUMI: Proses Pembentukan, dan Dampaknya Terhadap Kehidupan KERAGAMAN BENTUK MUKA BUMI: Proses Pembentukan, dan Dampaknya Terhadap Kehidupan 1. Proses Alam Endogen Hamparan dataran yang luas, deretan pegunungan yang menjulang tinggi, lembah-lembah dimana sungai

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.5

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.5 1. Perhatikan peristiwa alam berikut ini! SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.5 1. Pergantian musim. 2. Perubahan lama waktu siang dan malam.kutub bumi 3. Terjadinya pembelokan

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci