PREVALENSI SEROLOGI AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS SEKTOR IV DI DESA PASAWAHAN, KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI ISAIAS GILANG ADITYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PREVALENSI SEROLOGI AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS SEKTOR IV DI DESA PASAWAHAN, KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI ISAIAS GILANG ADITYA"

Transkripsi

1 1 PREVALENSI SEROLOGI AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS SEKTOR IV DI DESA PASAWAHAN, KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI ISAIAS GILANG ADITYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 2 ABSTRAK ISAIAS GILANG ADITYA. Prevalensi Serologi Avian Influenza Pada Unggas Sektor IV Di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh SRI MURTINI dan RETNO D. SOEJOEDONO. Penelitian telah dilakukan untuk mengetahui prevalensi serologi (seroprevalensi) terhadap Avian Influenza (AI) pada unggas yang dipelihara oleh masyarakat di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Sampel darah diambil dari unggas yang belum pernah divaksinasi, dengan metode purposive sampling. Uji serologis dari sampel serum terhadap AI dilakukan dengan menggunakan uji Penghambatan Aglutinasi (Haemaglutination Inhibition Test) mikrotitrasi. Antigen AI H5N1 standar 4 HAU/0,025 ml yang digunakan berasal dari Balitvet. Rataan titer antibodi dihitung berdasarkan Geometric Mean Titer (GMT). Hasil uji menyatakan bahwa sebanyak 72 dari 236 sampel atau sekitar 30,51% mengandung antibodi terhadap AI dan tersebar pada empat RW di Desa Pasawahan. Jumlah unggas yang memiliki antibodi terhadap AI pada RW I sebesar 37,5% (18 dari 48 sampel) dengan rataan titer antibodi 1,97, RW II sebesar 31,37% (16 dari 51 sampel) dengan rataan titer antibodi 1,92, RW III sebesar 33,33% (30 dari 90 sampel) dengan rataan titer antibodi 1,67, dan RW VI sebesar 17,02% (8 dari 47 sampel) dengan rataan titer antibodi 1,37. Hasil tersebut menunjukkan adanya paparan virus Avian Influenza H5 secara alami pada unggas sektor IV di Desa Pasawahan mengingat unggas-unggas tersebut belum pernah divaksinasi. Adanya paparan tersebut disebabkan oleh sifat pemeliharaan yang masih ekstensif sehingga menyebabkan unggas dapat dengan mudah kontak satu sama lain baik secara langsung ataupun tidak langsung. Kontak antar unggas tersebut dapat menjadi sumber infeksi antar unggas. Kata kunci: Seroprevalensi, Avian Influenza, Uji Penghambatan Aglutinasi

3 3 PREVALENSI SEROLOGI AVIAN INFLUENZA PADA UNGGAS SEKTOR IV DI DESA PASAWAHAN, KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI ISAIAS GILANG ADITYA (B ) Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

4 4 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Prevalensi Serologi Avian Influenza Pada Unggas Sektor IV Di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Nama : Isaias Gilang Aditya NRP : B Disetujui Pembimbing I Pembimbing II Dr. drh. Sri Murtini, MSi Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS NIP NIP Diketahui Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP Tanggal Lulus:

5 5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 1 Januari 1985 dari ayah Widodo Basuki dan ibu Sri Rahayu. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) ditempuh di SD Kristen Dharmawiyata Bandar Lampung dari tahun 1991 sampai tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Kristen BPK Penabur Bandar Lampung dari tahun 1997 sampai tahun Pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) ditempuh di SMU Negeri 2 Bandar Lampung dari tahun 2000 hingga lulus tahun Penulis masuk ke Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus di Komisi Pelayanan Anak dan Kelompok Pra Alumni UKM PMK IPB.

6 6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas segala penyertaan dan kehendaknya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. drh. Sri Murtini, MSi. dan Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS. yang telah membimbing penulis dari awal penelitian hingga selesainya penulisan tugas akhir ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. drh. Sus Derthi Widyari, MS. sebagai pembimbing akademik atas bimbingannya selama penulis melakukan studi di Fakultas Kedokteran Hewan. Kepada keluarga di rumah (Bapak, Ibu, Lintang, dan Danang), terima kasih atas dukungan dan doanya selama ini yang selalu menjadi kekuatan bagi penulis dalam menjalani studi. Terima kasih kepada staf dan laboran Laboratorium Imunologi: Drh. Ika, drh. Okti, Pak Lukman, Pak Enur, dan Mas Wahyu yang telah banyak membantu di dalam penelitian. Terima kasih juga kepada temanteman satu bimbingan penelitian (Ani dan Kunto) dan seluruh angkatan 40. Perjuangan kita masih panjang kawan! Kiranya tulisan kecil ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan. Bogor, Agustus 2007 Isaias Gilang Aditya

7 7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Avian Influenza (AI) di Dunia... 3 Sejarah Avian Influenza (AI) di Indonesia... 3 Keadaan Peternakan Sektor IV di Indonesia... 5 Virus Avian Influenza... 5 Penyebaran Virus AI... 7 Gejala Klinis dan Masa Inkubasi... 8 Uji Serologis untuk Identifikasi Virus... 8 Survei Epidemiologi... 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Alat Metode Penelitian Evaluasi Titer Antibodi Terhadap AI Prevalensi Serologi HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Penghambatan Aglutinasi Titer antibodi Pada Setiap Daerah KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 25

8 8 DAFTAR TABEL Halaman 1. Hasil Uji HI Serum Unggas Terhadap Antigen H5N1 Pada Empat RW di Desa Pasawahan Hasil Uji HI Serum Terhadap Antigen H5N1 Berdasarkan Jenis Unggas... 15

9 9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. HI Test Menggunakan Microplate Histogram Titer Antibodi Sampel Serum RW I Histogram Titer Antibodi Sampel Serum RW II Histogram Titer Antibodi Sampel RW III Histogram Titer Antibodi Sampel Serum RW VI... 18

10 10 DAFTAR LAMPIRAN 1. Kuisioner Peternak Hasil Kuisioner Terhadap Peternak Peta Desa Pasawahan... 32

11 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Desa Pasawahan terletak di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi dengan luas sekitar 625 hektar dan memiliki jumlah penduduk 8355 orang. Jumlah bulan hujan rata-rata di daerah ini adalah empat bulan setiap tahunnya, dengan suhu rata-rata harian o C. Desa ini memiliki bentang wilayah daerah berbukit dengan ketinggian rata-rata 447 meter dari permukaan laut. Sebagian besar penduduk Desa Pasawahan bekerja sebagai petani ataupun buruh tani. Untuk menambah penghasilan mereka, sebagian penduduk memiliki usaha sampingan sebagai peternak. Jenis ternak yang ada di Desa Pasawahan adalah kuda sejumlah 5 ekor, domba sejumlah 50 ekor, dan ayam sejumlah 6198 ekor (Anonim 2006b). Banyaknya jumlah ternak ayam yang dipelihara masyarakat tersebut, maka diperlukan perhatian terhadap kemungkinan timbulnya penyakit seperti Avian Influenza. Wabah Avian Influenza (AI) telah menyebabkan kematian jutaan unggas di dunia, terutama unggas domestikasi. Penyakit ini juga mewabah di dalam negeri sejak tahun Dampak yang ditimbulkan dari kejadian ini adalah lumpuhnya sektor industri perunggasan dan produk ikutannya. Penyakit ini juga bersifat zoonosis, sehingga masyarakat menjadi khawatir untuk mengkonsumsi produkproduk asal unggas karena takut tertular (Rahardjo 2004). Penyakit AI digolongkan sebagai penyakit List A oleh OIE, karena penyakit tersebut bersifat luas penyebarannya (melewati batas negara), menular pada manusia, dan mempunyai konsekuensi sosial ekonomi serta perdagangan hewan dan produkproduk asal hewan (OIE 2005b). Wabah penyakit ini, dengan berjalannya waktu semakin meluas karena kurangnya perhatian dan pemahaman masyarakat tentang penyakit AI. Biosekuriti yang lemah pada peternakan unggas juga menyebabkan kejadian penyakit AI terus meluas (Malole 2006). Sejauh ini penanganan penyakit AI belum menunjukkan hasil yang optimal, hal ini ditunjukkan dengan makin luasnya wilayah yang terinfeksi AI.

12 12 Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah endemis AI (OIE 2005a). Sifat penyakit ini begitu mudah menyebar dengan cepat. Oleh karena itu perlu dilakukan survey untuk mengetahui sejauh mana tingkat penyebaran penyakit ini sehingga dapat diambil tindakan untuk mencegah penyakit ini. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi peternakan rakyat dan prevalensi serologis pada unggas sektor IV Di desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Manfaat Penelitian Hasil penelitian berguna untuk memberikan informasi mengenai status kejadian AI pada peternakan rakyat yang ada di desa Pasawahan untuk kemudian dapat ditentukan langkah apa yang akan diambil guna menyikapi fakta yang ada di desa tersebut.

13 13 TINJAUAN PUSTAKA Avian Influenza (AI) di Dunia Penyakit Avian Influenza telah lama diketahui, dan semakin lama penyebarannya pun semakin meluas. Sejak ditemukan di Skotlandia pada tahun 1959, wabah virus AI berjangkit di beberapa negara Eropa dan Afrika. Tercatat belasan negara pernah terkena wabah virus ini seperti Afrika Selatan, Inggris, Australia, Belanda, Belgia, Amerika Serikat, Kanada, dan Irlandia. Australia dan Inggris adalah dua negara yang banyak mengalami kasus AI sejak (Soejoedono & Handharyani 2005). Pada April 1981 ilmuwan Amerika berkumpul di Beltsville, Maryland, untuk mendiskusikan kriteria bagi isolat highly pathogenic yang menyebabkan outbreaks di Amerika. Para ilmuwan tersebut memutuskan bahwa kriteria virus Influenza yang bersifat highly pathogenic terhadap unggas adalah virus yang menyebabkan mortalitas minimal 75% dalam 8 hari pada sedikitnya 8 ayam sehat yang peka berumur 4-8 minggu, yang diinokulasikan secara IM, IV, atau kantong hawa caudal dengan menggunakan virus dari cairan alantois atau kultur sel yang bebas bakteri (Cross 1985). AI termasuk dalam golongan penyakit yang bersifat pandemik atau panzootik, yaitu penyakit yang dalam waktu singkat menyebar ke berbagai negara (Sudardjat 1992). Memasuki abad ke-21, wabah AI kembali menggemparkan dunia. Organisasi kesehatan dunia WHO melaporkan adanya sejumlah orang meninggal akibat virus ini di beberapa negara diantaranya adalah Thailand, Malaysia, Korea, Cina, Jepang, Hongkong, Vietnam, Laos, Kamboja, Taiwan, dan Indonesia. Sampai pertengahan tahun 2005, WHO melaporkan bahwa kasus AI di dunia mencapai 108 kasus dan 56 orang diantaranya meninggal dunia (Soejoedono & Handharyani 2005), sedangkan sampai Febuari 2007 tercatat di seluruh dunia ada 274 kasus pada manusia dan 167 diantaranya meninggal dunia (WHO 2007a). Sejarah Avian Influenza (AI) di Indonesia Menurut Tabbu et al. (2005), keberadaan Avian Influenza (AI) di Indonesia pertama kali adalah saat ditemukannya virus Influenza tipe A subtipe H4N2 yang

14 14 diidentifikasi pada burung nuri, pelikan, dan itik tahun Evaluasi serologik juga menunjukkan bahwa virus Influenza ditemukan pada ayam dan itik di berbagai daerah di Indonesia. Namun, penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa virus tersebut tergolong tidak virulen sehingga Indonesia masih dinyatakan bebas AI sampai tahun Awal kejadian AI di Indonesia diduga muncul pertama kali pada saat terjadinya kematian jutaan ayam pada peternakan komersial di Jawa Barat pada bulan Agustus 2003 (Soejoedono & Handharyani 2005). Kasus tersebut meluas ke berbagai daerah di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Bali, dan beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan. Berdasarkan data Dirjen Peternakan RI tahun 2004 ada 9 propinsi, yang terdiri dari 51 kabupaten/kota dengan jumlah kematian ayam/unggas mencapai 4,1 juta ekor. Jenis unggas yang terserang meliputi ayam ras petelur, pedaging, ayam bibit, ayam buras, ayam Arab, itik, burung puyuh, burung merpati, burung perkutut, dan burung merak (Tabbu et al. 2005). Menurut Rahardjo (2004), rincian daerah di Indonesia yang mengalami kejadian kematian unggas secara besar-besaran sejak Agustus 2003 sampai Januari 2004 adalah Jawa Timur (13 kabupaten), Jawa Tengah (17 kabupaten), Jawa Barat (6 kabupaten), Banten (1 kabupaten), Daerah Istimewa Yogyakarta (3 kabupaten), Lampung (3 kabupaten), Bali (5 kabupaten), Kalimantan Selatan (1 kabupaten), Kalimantan Timur (1 kabupaten), dan Kalimantan Tengah (1 kabupaten) dengan tingkat kematian mencapai 4,7 juta ekor. Daerah di Indonesia yang terkena kasus AI semakin hari semakin meluas. Sampai bulan juni 2007 tercatat 31 propinsi di Indonesia telah terjadi kasus infeksi AI pada unggas. Wabah AI telah menimbulkan dampak dan kerugian pada semua pihak, khususnya peternak. Penyakit ini juga menimbulkan dampak sosial yang serius karena bersifat zoonosis. Banyak orang meninggal karena terinfeksi AI di Indonesia. Sampai bulan Juni 2007 tercatat sebanyak 101 orang terinfeksi AI dan 80 diantaranya meninggal dunia (WHO 2007b).

15 15 Keadaan Peternakan Sektor IV di Indonesia Kajian seroepidemiologi AI (flu burung) telah dilakukan pada berbagai jenis unggas umbaran seperti ayam kampung, itik, entok, angsa, burung merpati, dan burung piaraan yang diyakini dapat menjadi sumber penularan virus AI pada manusia di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi. Kajian dilakukan atas kerjasama Ditjen Peternakan, Departemen Pertanian dengan Fakultas Kedokteran Hewan dari IPB, UGM, Unair, dan Unud. Hasil kajian menunjukkan adanya antibodi spesifik terhadap virus AI, baik yang diambil dari daerah bebas maupun daerah tertular. Tim AI Fakultas Kedokteran Hewan IPB melakukan kajian di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Hasil kajian menyatakan bahwa pada ayam yang tidak pernah divaksin di daerah yang belum pernah terjadi kasus AI menunjukkan adanya antibodi spesifik dan virus AI dari unggas-unggas yang diperiksa (Fadilah R et al. 2007) Virus Avian Influenza (AI) Virus Avian Influenza (AI) disebut juga Fowl Plaque Virus (FPV). Virus ini masuk dalam golongan virus Influenza tipe A, famili Orthomyxoviridae, genus Influenzavirus (Rott & Klenk 1985; Malole 1988). Menurut Malole (1988), terminologi famili yang dipakai sesuai dengan kemampuan virus pada kelompok tersebut untuk berikatan dengan lendir atau mukoprotein yang terdapat dalam saluran napas dan organ-organ lainnya. Secara umum, virus Orthomyxoviridae ukurannya kira-kira nm, peka terhadap ether, rusak oleh asam, mengandung RNA serabut tunggal, bersimetri heliks, dan memiliki amplop di sekeliling nukleokapsidnya. Virus mengalami pematangan di dekat membran sel. Pada permukaan partikel virus terdapat penonjolan-penonjolan yang terdiri dari haemaglutinin dan neuraminidase. Menurut Rott dan Klenk (1985), secara umum, genom virus Influenza A terdiri atas 8 RNA tunggal yang terpisah dengan polaritas negatif. Tiga gen terbesar virus dan gen ke-5 berperan dalam pembentukan komponen internal virus. Gen ke-4 dan 6 mengkode sintesis glikoprotein, haemaglutinin, dan neuraminidase. Sedangkan dalam dalam situs internetnya, ISDA (Infectious

16 16 Society Disease of America) menyatakan bahwa genom virus ini terdiri dari 10 gen yang mengatur pembentukan protein-protein yang berbeda (delapan protein struktural dan dua protein non-struktural). Protein-protein ini meliputi: tiga enzim transkriptase, dua glikoprotein permukaan (haemaglutinin dan neuraminidase), dua protein matrix, satu protein nukleokapsid, dan dua protein nonstruktural (ISDA 2006). Hal yang penting untuk diperhatikan adalah bahwa gen-gen ini bisa mengalami rekombinasi genetik dengan gen dari virus Influenza A dengan subtipe yang lain ketika kedua jenis virus tersebut menginfeksi sel inang yang sama. Melalui cara ini, dapat tercipta virus baru yang mengandung kombinasi genetik dari kedua virus induk. Konsekuensi yang timbul dari keadaan ini adalah terjadinya perubahan antigenisitas dan patogenisitas, sehingga sulit diproduksi vaksin yang ideal (Soeharsono 2002). Hal ini juga menyebabkan virus dapat menginfeksi inang dengan jenis yang berbeda dari sebelumnya. Pernah ada bukti yang menunjukkan bahwa setelah virus AI dengan subtipe H7N1 mengalami genetic reassortment dengan virus AI subtipe H3N2, virus jenis baru dihasilkan. Ternyata virus baru ini bersifat non-patogen, walaupun kedua virus induk bersifat patogen. Namun, setelah mengalami rekombinasi genetik dengan virus AI yang lain, beberapa virus baru yang dihasilkan memiliki sifat patogen (Rott & Klenk 1985). Sedangkan menurut Rahardjo (2004), mutasi pada virus AI dapat terjadi melalui antigenic drift atau perubahan susunan materi genetik pada satu virus, ataupun melalui antigenic shift, yaitu penataan genetik dari beberapa subtipe yang mengarah pada timbulnya evolusi virus. Virus RNA umumnya mempunyai laju mutasi yang sangat tinggi, yaitu sekitar 10-3 /gen/tahun. Jadi, untuk seluruh genoma virus AI yang mempunyai panjang pasang basa (nukleotida), setiap tahun diperkirakan terjadi mutasi sebanyak nukleotida atau sekitar 4-5 asam amino yang mengalami perubahan. Antigen haemaglutinin yang sudah diketahui dan dipelajari ada 15 macam (H 1 -H 15 ) dan 9 neuraminidase (N 1 -N 9 ). Jika keduanya dikombinasikan, maka akan terdapat 135 kemungkinan subtipe (strain) virus yang muncul. Beberapa subtipe yang sudah dikenal antara lain H 1 N 1, H 1 N 2, H 2 N 2, H 3 N 3, H 5 N 1, H 7 N 7, dan H 9 N 1. Namun, ada jenis baru yang ditemukan, yaitu H 16, pada isolat dari burung camar

17 17 kepala hitam yang ditemukan di Swedia dan Belanda pada tahun 1999 dan dilaporkan dalam literatur pada tahun 2005 (ISDA 2006), sehingga sampai saat ini terdapat 16 haemaglutinin dan 9 neuraminidase yang diketahui. Subtipe H5N1 diketahui paling ganas dibanding subtipe lainnya dari virus AI. Virus ini menyebar dengan cepat dan menimbulkan tingkat kematian yang tinggi. Virulensi virus AI sangat tinggi, namun sangat rentan terhadap panas. Virus ini dapat bertahan hidup di air selama empat hari pada suhu 22 o C dan lebih dari 30 hari pada suhu 0 o C, tetapi akan mati dengan pemanasan pada suhu minimal 60 o C selama 3 jam (Soejoedono & Handharyani 2005). Sedangkan menurut Rahardjo (2004), virus AI dalam daging ayam mati pada pemanasan 80 o C selama 1 menit, dan pada telur ayam pada pemanasan 64 o C selama 4,5 menit. Dalam kasus yang terjadi di lapangan, dapat ditemukan virus jenis baru dari berbagai macam induk semang, sehingga dibutuhkan pencatatan yang jelas dari setiap virus hasil isolasi dari lapangan. Penamaan virus disusun berturut-turut sebagai berikut: tipe, asal induk semang, asal geografik virus, nomor galur, tahun pertama diisolasi, dan subtipe dalam tanda kurung. Contoh: A/swine/Iowa/15/30 (H 1 N 1 ) adalah tipe A, asal hewan babi, diisolasi pertama kali di Iowa, nomor strain 15, diisolasi tahun 1930, dan subtipe H 1 N 1 (Soeharsono 2002). Penyebaran Virus AI Virus AI terutama menyerang berbagai macam unggas seperti ayam, kalkun, angsa, unggas air, burung laut, dan burung liar. Virus bisa menyebabkan infeksi subklinis, gangguan pernapasan ringan, atau bahkan bersifat fatal dan kontagius. Penyebarannya sangat luas hingga bisa menyerang induk semang yang beragam seperti manusia, primata, babi, musang, kuda, sapi, anjing laut, dan paus (Cross 1985). Unggas air, terutama itik, merupakan reservoir alamiah virus. Hampir setiap subtipe yang diketahui berhasil diisolasi dari hewan ini, hingga timbul dugaan bahwa pemaparan yang terus-menerus akan menyebabkan virus menjadi bagian dari flora normal pada saluran intestinal. Fakta-fakta menunjukkan bahwa itik menyebarkan infeksi pada mamalia dan unggas lainnya. Selain itu, migrasinya

18 18 yang luas menyebabkan penyebaran virus pada hampir seluruh belahan dunia (Cross 1985). Gejala Klinis dan Masa Inkubasi Penyakit AI mempunyai masa inkubasi kurang lebih 48 jam, namun dapat berbeda-beda pada tiap individu. Gejala klinis yang ditimbulkan juga bervariasi. Pada kasus yang sangat ganas (akut) pada unggas ditandai dengan kematian tinggi tanpa disertai gejala klinis (Murphy et al. 2006). Namun pada umumnya gejala yang ditimbulkan oleh infeksi virus AI akan menunjukkan gejala klinis sebagai berikut (Dirjen Peternakan 2005): Jengger, pial, kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu berwarna biru keunguan (sianosis). Kadang-kadang ada cairan dari mata dan hidung. Pembengkakan di daerah bagian muka dan kepala. Pendarahan di bawah kulit (subkutan). Pendarahan titik (ptechie) pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki, Batuk, bersin, dan ngorok. Unggas mengalami diare dan kematian tinggi. Jika dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, maka terlihat adanya peradangan pada langit-langit mulut, trakhea, dan laring. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya akumulasi sel-sel radang (limfosit) pada jengger ayam yang terinfeksi (Soejoedono & Handharyani 2005). Pada manusia yang terinfeksi oleh virus AI, gejala klinis yang nampak mirip dengan gejala klinis penyakit influenza pada umumnya. Gejala itu meliputi demam, batuk, nyeri otot, pneumonia, sesak napas akut, dan kadang-kadang terjadi konjunctivitis. Keadaan ini sangat berbahaya jika tidak ditangani dengan serius karena dapat menyebabkan kematian (CDC 2006). Uji Serologis untuk Identifikasi Virus Sifat virus sebagai antigen yang dapat bereaksi secara spesifik dengan antibodi, telah dimanfaatkan untuk mengembangkan beberapa metode sebagai usaha mengidentifikasi virus atau antibodinya. Metode-metode tersebut berguna

19 19 dalam usaha menetapkan diagnosa penyakit yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lainnya. Oleh karena metode-metode tersebut menggunakan serum maka disebut juga uji serologi. Menurut Malole (1988), terdapat dua cara pendekatan dalam usaha mendiagnosis penyakit atau infeksi yang disebabkan oleh virus, yaitu: 1. Virus atau antigen yang akan diidentifikasi direaksikan dengan beberapa macam antibodi yang telah diketahui identitasnya, misalnya antibodi X, Y, dan Z. Bila terjadi reaksi antara virus dengan antibodi Y maka berarti virus tersebut adalah virus Y. Virus tersebut dapat berasal langsung dari hewan yang sakit atau dari biakan suatu media. 2. Sebaliknya bila ingin diketahui jenis antibodi yang terdapat dalam suatu serum maka serum tersebut direaksikan dengan beberapa macam virus yang telah diketahui identitasnya. Serum yang digunakan di sini berasal dari hewan yang telah diinfeksi oleh virus secara alamiah atau buatan. Uji serologi yang sering digunakan salah satunya adalah Uji Hemaglutinasi (Haemaglutination Test / HA Test) dan Uji Penghambatan Hemaglutinasi (Haemaglutination Inhibition Test / HI Test). Uji ini digunakan karena relatif murah dan spesifik. Selain untuk identifikasi virus, Uji HI dapat juga dipakai untuk menentukan banyaknya antibodi yang terkandung dalam serum yang erat kaitannya dengan tingkat kekebalan seekor hewan terhadap virus tertentu. Pada Uji HI untuk tujuan pengukuran titer antibodi, digunakan virus dan antibodi yang homolog. Penghitungan titer antibodi dilakukan pada pengenceran tertinggi di mana antibodi masih bisa menghambat hemaglutinasi yang dilakukan oleh virus (Peacock & Tomar 1980). Survei Epidemiologi Epidemiologi adalah kajian mengenai penyebab, dinamika, dan penyebaran penyakit pada suatu populasi. Resiko infeksi pada seekor suatu populasi ditentukan oleh sifat virus (misalnya keragaman antigenik), inang dan populasi inang, faktor perilaku, lingkungan, dan ekologi yang mempengaruhi penularan

20 20 virus dari inang kepada yang lainnya. Epidemiologi, yang dapat dipandang sebagai bagian dari biologi lingkungan, berusaha menggabungkan berbagai faktor menjadi satu kesatuan (Fenner et al. 1995). Sudardjat (2004) menyatakan bahwa survei epidemiologi adalah suatu pengamatan dan penyidikan (investigasi) terhadap populasi hewan yang berada dalam suatu wilayah tertentu. Kegiatan survei dilakukan berdasarkan pengamatan dan penyidikan klinik, patologik, serologik, dan mikrobiologik, serta mengenai lingkungan hewan dan lingkungan secara keseluruhan. Kegunaan survei epidemiologi salah satunya adalah untuk mengetahui prevalensi suatu penyakit yang diperkirakan sedang mewabah. Prevalensi adalah salah satu istilah yang dipakai dalam epidemiologi. Sulit untuk mengukur kejadian dari penyakit kronis, terutama bila mulainya tidak dapat diketahui, dan untuk penyakit yang demikian itu biasanya ditentukan tingkat prevalensinya, yaitu nisbah antara jumlah kasus yang terjadi pada suatu populasi dengan besarnya populasi pada suatu waktu tertentu. Jadi prevalensi adalah gambaran kilat dari frekuensi yang berlaku pada suatu saat tertentu, dan itu merupakan fungsi dari kejadian dan jangka waktu penyakit. Seroprevalensi atau prevalensi serologi berkaitan dengan proporsi hewan dalam populasi yang mempunyai antibodi terhadap virus tertentu (Fenner et al. 1995).

21 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung selama enam bulan, yaitu selama bulan Agustus 2006-Januari Pengambilan sampel darah dilakukan di Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. Penghitungan titer antibodi terhadap virus AI dilakukan di Bagian Mikrobiologi Medik, Departemen Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bahan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah serum yang diperoleh dari unggas yang belum divaksinasi milik masyarakat di Desa Pasawahan, antigen AI H5N1 dari Balai Penelitian Veteriner Bogor, suspensi sel darah merah yang diperoleh dari ayam sehat yang dipelihara oleh Bagian Mikrobiologi Medik di Kandang Penelitian Ladang Terpadu FKH IPB, dan Larutan PBS (Phosphat Buffer Saline). Peralatan yang digunakan berupa tabung mikro, spoit 3 ml, kapas beralkohol, kapas kering, spidol tahan air, sarung tangan, masker, label nama, cooler box, ice pack, kartu kendali, dan kuisioner peternak. Sedangkan untuk uji di laboratorium dibutuhkan pipet mikro dan microplate. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan kegiatan observasional, dan pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling atau dengan pertimbangan tertentu, yaitu unggas belum pernah divaksinasi dan lokasi di Kecamatan Cicurug yang pernah terjadi kasus AI pada unggas, yaitu salah satunya adalah Desa Pasawahan. Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan spoit 3 ml melalui vena axillaris (vena sayap) sebanyak 1-2 ml, kemudian penghisap spoit agak ditarik untuk memperbesar ruang bagian dalam spoit. Tujuannya adalah untuk memperluas permukaan darah agar serum yang dihasilkan jumlahnya cukup. Spoit

22 22 yang telah berisi darah lalu dimasukkan ke dalam cooler box yang sudah berisi ice pack untuk menjaga agar sampel tidak rusak. Setelah sampai di laboratorium, spoit disimpan pada suhu 4 o C selama satu malam untuk mendapatkan serum. Serum ini akan digunakan dalam Uji Penghambatan Aglutinasi (HI test). Kuisioner sebanyak 17 eksemplar diberikan secara acak pada saat pengambilan sampel kepada peternak dengan tujuan untuk mengetahui profil secara umum peternakan di daerah tersebut. Evaluasi titer antibodi terhadap AI Titer antibodi ayam terhadap virus AI dilakukan dengan uji Penghambatan Aglutinasi/Haemaglutination Inhibition test (HI Test) mikrotitrasi metode β (Soejoedono et al. 2005). Penyiapan Uji HI Uji mikrotitrasi menggunakan Virus standar 4 HAU/0,025 ml yang diperoleh dari pengenceran stok virus. Sel darah merah ayam 0,5% Darah utuh (whole blood) ditambahkan antikoagulan Natrium Sitrat 0,38% disentrifugasi pada 1500 rpm (PLC Series ) selama menit. Supernatan dibuang, sedangkan endapan yang merupakan sel darah merah dicuci/dibilas dengan larutan PBS pada tempat yang sama, kemudian disentrifugasi kembali. Pencucian dilakukan sebanyak tiga kali. Hasilnya akan didapatkan sel darah merah dengan konsentrasi 100%, kemudian dilakukan pengenceran dengan menambahkan larutan PBS secara bertingkat hingga didapatkan sel darah merah 0,5%. Uji HI metode β Uji HI yang dilakukan adalah dengan metode Beta (β). Pada uji ini digunakan virus yang tetap dan serum yang diencerkan dengan prosedur sebagai berikut: Virus standar 4 HAU/0,025 ml sebanyak 0,025 ml dimasukkan ke dalam masing-masing sumur microplate (U bottom microplate). Pada sumur pertama ditambahkan serum sebanyak 0,025 ml, kemudian dilakukan pengenceran dengan cara menghisap dan mengeluarkan

23 23 campuran menggunakan micropipet lalu memindahkan 0,025 campuran ke sumur berikutnya lalu dilakukan pencampuran hingga sumur ke 8. Selanjutnya dari sumur ke 8 campuran dibuang sebanyak 0,025 ml. Microplate digoyang kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit. Kemudian suspensi sel darah merah 0,5% sebanyak 0,025 ml ditambahkan ke dalam setiap sumur. Microplate diinkubasi kembali pada suhu ruang. Dilakukan pembacaan hasil apabila eritrosit pada sumur kontrol telah mengendap. Rataan titer antibodi dihitung dengan menggunakan Geometric Mean Titer (GMT) menggunakan rumus: Log 2 GMT = (Log 2 t 1 )(S 1 ) + (Log 2 t 2 )(S 2 ) (Log 2 t n )(S n ) N Keterangan : N = Jumlah contoh serum yang diamati t = Titer antibodi pada pengenceran tertinggi (yang masih dapat menghambat aglutinasi sel darah merah) S = Jumlah contoh serum yang bertiter t n = Titer antibodi pada sampel ke-n Gambar 1. HI Test Menggunakan Microplate Hasil uji negatif Hasil uji positif *Sumber: Prevalensi Serologi Prevalensi serologi atau seroprevalensi dihitung dengan rumus Prevalensi serologis (P) = Jumlah hewan yang terdeteksi positif uji Jumlah hewan yang beresiko

24 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Penghambatan Aglutinasi Sebanyak 72 dari 236 sampel atau sekitar 30,51% menunjukkan adanya antibodi terhadap AI. Unggas-unggas tersebut belum pernah divaksinasi, sehingga hasil positif ini menunjukkan bahwa hewan pernah terpapar oleh virus Avian Influenza (AI) subtipe H5 secara alamiah. Tingginya tingkat paparan ini kemungkinan disebabkan oleh tidak adanya barrier alamiah antara desa Pasawahan dengan daerah di sekitarnya, karena daerah-daerah di Kabupaten Sukabumi pernah terjadi kasus AI. Kondisi ini memudahkan terjadinya lalu lintas ternak unggas dari satu tempat ke tempat lainnya yang dapat berpotensi memperluas penyebaran penyakit AI. Antibodi yang terbentuk dalam tubuh hewan bereaksi terhadap antigen hemaglutinin yang terdapat pada permukaan luar virus. Menurut Goodsell (2006), hemaglutinin berfungsi untuk menginisiasi mekanisme infeksi yang dilakukan oleh virus terhadap sel target. Kemampuan ini juga berlaku terhadap sel darah merah (eritrosit) sehingga dapat menyebabkan aglutinasi. Antibodi yang dihasilkan merupakan manifestasi dari mekanisme imunologis yang bertujuan untuk menginaktifkan virus atau mengurangi jumlah virus yang masih virulen sampai batas ambang tertentu sehingga tidak berbahaya lagi bagi tubuh hewan. Antibodi terdapat dalam berbagai cairan tubuh, namun konsentrasi paling tinggi dan mudah diperoleh dalam jumlah banyak untuk dianalisis adalah dalam serum (Tizard 1988). Sampel serum yang menunjukkan hasil positif tersebut berasal dari keempat daerah pengambilan sampel, yaitu RW I sebanyak 18 dari 48 sampel atau 37,5%, RW II sebanyak 16 dari 51 sampel atau 31,37%, RW III sebanyak 30 dari 90 sampel atau 33,33%, dan RW VI sebanyak 8 dari 47 sampel atau 17,02%. Secara umum seroprevalensi pada setiap RW sama dan mendekati seroprevalensi keseluruhan sampel. Hal ini menunjukkan tingkat paparan yang sama pada tiap daerah karena unggas-unggas berkeliaran dengan bebas yang memberikan peluang penyebaran virus AI.

25 25 Tabel 1 Hasil uji HI serum unggas terhadap antigen H5N1 pada empat RW di Desa Pasawahan Hasil Uji Asal Sampel Jumlah Sampel Positif Terhadap AI Negatif Terhadap AI RW I (37,5%) 30 (62,5%) RW II (31,37%) 35 (68,63%) RW III (33,33%) 60 (66,67%) RW VI 47 8 (17,02%) 39 (82,98%) Berdasarkan jenis unggas, hasil positif ditunjukkan oleh ayam sebanyak 64 sampel atau 27,12%, entok sebanyak 5 sampel atau 2,12 %, dan angsa sebanyak 3 sampel atau 1,27%. Infeksi virus AI pada entok dan angsa tidak menyebabkan gejala klinis yang berarti sebagaimana yang terjadi pada unggas-unggas liar. Hal ini disebabkan karena entok ataupun angsa hanya mempunyai sedikit enzim atau protein yang berfungsi untuk memecah prekursor hemaglutinin yang inaktif menjadi bentuk aktifnya. Bentuk aktif inilah yang kemudian menginisiasi mekanisme infeksi terhadap tubuh inang (Anonim 2006a). Di dalam ensiklopedia bebas Wikipedia disebutkan bahwa enzim ini tergolong ke dalam enzim proteolisis atau protease (Anonim 2007). Unggas air (entok dan angsa) berbeda dengan unggas lainnya, misalnya pada ayam, jumlah enzim proteolisis pada unggas air tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan ayam sehingga paparan virus AI akan menyebabkan timbulnya gejala klinis yang cukup berarti pada ayam, bahkan mungkin sekali menyebabkan kematian. Tabel 2 Hasil uji HI serum terhadap antigen H5N1 berdasarkan jenis unggas Jenis Unggas Jumlah Sampel Hasil Uji Positif Terhadap AI Negatif Terhadap AI Ayam (28,57%) 160 (71,43%) Entok 9 5 (55,56%) 4 (44,44%) Angsa 3 3 (100%) 0 (0%) Hasil kuisioner yang dikumpulkan menerangkan bahwa sebagian besar masyarakat beternak unggas sebagai usaha sambilan (90,91%), bukan merupakan

26 26 usaha pokok. Sebagian besar penduduk mempunyai mata pencaharian pokok sebagai petani ataupun buruh tani (Anonim 2006b). Hal ini berdampak pada sistem pemeliharaan yang ekstensif atau usaha peternakan tidak dikembangkan secara maksimal. Cara pemeliharaan ini terkait dengan tingkat pendidikan warga yang rata-rata masih rendah. Sebagian besar peternak mempunyai tingkat pendidikan SD (83,33%) yang berkorelasi positif dengan tingkat pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan unggas. Sistem pemeliharaan yang ekstensif memberi kontribusi positif terhadap penyebaran virus AI karena unggas-unggas peliharaan yang berkeliaran dapat dengan mudah kontak satu sama lain, walaupun ada beberapa peternak yang memelihara unggasnya dalam kandang tertutup (37,5%). Jika unggas yang terinfeksi berkontak dengan hewan lain yang peka, akan dapat menimbulkan akibat yang fatal. Demikian halnya dengan kebersihan tempat makan dan minum. Sebagian besar peternak membersihkan tempat makan dan minum hanya seminggu sekali (62,5%). Ini dapat menjadi media penyebaran virus AI. Kegiatan membersihkan pekarangan yang yang hanya dilakukan 3 hari (40%) dan seminggu sekali (60%) serta penanganan kotoran ternak secara open dumping (62,5%) juga dapat menjadi sumber penularan virus. Kontak antara hewan dapat terjadi secara langsung, antara lain melalui saliva, sekreta hidung, feces dan darah unggas ataupun kontak tidak langsung melalui kotoran ataupun makanan dan minuman yang terkontaminasi (Anonim 2007) Kesadaran peternak akan kesehatan ternak cukup baik. Hal ini terlihat dari vaksinasi AI yang pernah dilakukan (80%) dan pelaporan kepada petugas dinas jika ada ternak yang sakit (77,78%). Selain itu, jika ada kematian mendadak, peternak melaporkan kejadian tersebut kepada petugas dinas untuk kemudian diberi tindak lanjut (77,78%). Peternak yang tidak melapor melakukan tindakan penguburan bagi ternaknya yang mengalami kematian (100%). Namun demikian, kegiatan vaksinasi dan pelaporan kepada petugas dinas harus terus dilaksanakan karena masih ada peternak yang belum pernah melakukan vaksinasi terhadap unggas peliharaannya ataupun tidak melaporkan jika ada unggas yang sakit. Hal ini berguna untuk mengurangi resiko terjadinya wabah pada desa tersebut. Semua peternak menempatkan ternak unggas yang baru langsung berdekatan dengan ternak lama. Hal ini dapat menimbulkan penularan penyakit antar ternak

27 27 karena status kesehatan ternak yang baru tidak diketahui. Jika ternak yang baru tersebut terpapar virus AI dan tidak menunjukkan gejala klinis (subklinis), maka dapat berpotensi menularkan virus kepada ternak yang lama, terlebih jika berada dalam kondisi fisik yang rentan. Selain itu, tidak adanya penanganan atau pengendalian khusus terhadap orang atau barang yang hendak memasuki area peternakan juga dapat memperbesar peluang penyebaran virus AI secara pasif. Meskipun sejauh ini belum pernah ada kasus kematian unggas yang disebabkan oleh virus AI, namun tetap dibutuhkan perhatian dan penanganan yang serius dari para peternak dalam menjaga dan melindungi kesehatan ternaknya. Titer Antibodi Pada Setiap Daerah Titer Ab (End Point) Sampel Serum Gambar 1 Histogram titer antibodi sampel serum RW I Titer Ab (End Point) Sampel Serum Gambar 2 Histogram titer antibodi sampel serum RW II

28 Titer Ab (End Point) Sampel Serum Gambar 3 Histogram titer antibodi sampel serum RW III Titer Ab (End Point) Sampel Serum Gambar 4 Histogram titer antibodi sampel serum RW VI Titer antibodi sejumlah sampel yang diambil dari setiap daerah menunjukkan hasil yang bervariasi. RW I menunjukkan hasil 2 1, 2 2, 2 3, 2 4, 2 5, dan 2 6 masingmasing sebanyak 7, 1, 5, 3, 1, dan 1 dengan rataan titer antibodi (GMT) sebesar 1,97. RW II menunjukkan hasil 2 1, 2 2, 2 3, 2 4, 2 5, dan 2 7 masing-masing sebanyak 3, 5, 2, 3, 2, dan 1 dengan rataan titer antibodi sebesar 1,92. RW III menunjukkan hasil 2 1, 2 2, 2 3, 2 4, 2 5, dan 2 6 masing-masing sebanyak 16, 5, 2, 3, 1, dan 3 dengan rataan titer antibodi sebesar 1,67. RW VI menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu 2 1, 2 2, 2 4, dan 2 5 masing-masing sebanyak 2, 3, 2, dan 1 dengan rataan titer antibodi sebesar 1,37. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar unggas mempunyai titer antibodi yang rendah dan jauh dari titer antibodi protektif 2 4 ( 16), yaitu tingkat titer antibodi yang menunjukkan kekebalan hewan terhadap infeksi, sebagaimana yang direkomendasikan oleh organisasi kesehatan hewan

29 29 dunia atau OIE (Alfons 2005), walaupun ada juga beberapa sampel yang memiliki titer antibodi protektif. Nilai GMT adalah nilai yang menggambarkan rataan dari keseluruhan titer antibodi serum pada suatu kelompok hewan. Variasi hasil titer antibodi ini berkaitan erat dengan respon pembentukan antibodi pada tiap individu. Respon dalam membentuk antibodi sifatnya individual dan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kondisi kesehatan hewan secara umum, genetik, umur, asupan nutrisi dari pakan, stress, kondisi lingkungan, dan cara pemeliharaan (White & Fenner 2006). Secara keseluruhan, sampel serum menunjukkan hasil positif sebanyak 72 sampel atau 30,51% dengan GMT sebesar 1,72. Nilai ini sangat kecil dan jauh dari nilai titer antibodi yang protektif yaitu 2 4 ( 16). Hal ini disebabkan antara lain oleh besarnya proporsi sampel yang menunjukkan hasil negatif dan rendahnya rataan nilai titer antibodi dari sampel yang menunjukkan hasil positif. Hanya 21 sampel atau sekitar 8,90% dari total keseluruhan yang mempunyai titer antibodi protektif. Unggas yang mempunyai titer antibodi protektif ini umumnya dapat bertahan menghadapi infeksi yang diakibatkan oleh virus AI. Adanya antibodi dalam serum menunjukkan bahwa virus mungkin masih ada dalam tubuh sehingga keberadaan antibodi berfungsi untuk melawan infeksi, atau kemungkinan juga virus sudah tidak ada lagi tubuh karena sudah tereliminasi oleh antibodi. Rendahnya titer antibodi (2 1, 2 2, 2 3 ) menunjukkan derajat infeksi ringan karena hewan baru saja terinfeksi. Pada awal infeksi jumlah virus sedikit sehingga hewan tidak mampu memproduksi antibodi dalam jumlah yang cukup tinggi. Jika infeksi baru saja terjadi atau belum berjalan lama, maka antibodi yang terdeteksi dalam serum jumlahnya masih sedikit sehingga pada hasil uji HI menunjukkan tingkat titrasi (pengenceran) yang rendah. Semakin lama hewan terpapar dengan virus, maka akan semakin banyak jumlah antibodi yang terdeteksi dalam serum sehingga pada hasil uji HI akan menunjukkan tingkat titrasi yang tinggi dalam jangka waktu tertentu. Keberadaan virus dalam tubuh hewan dapat dideteksi dengan pengambilan spesimen berupa swab cloaca. Isolat ini kemudian ditumbuhkan dalam media Telur Embrio Tertunas (TET) umur 10 hari. Tujuannya adalah untuk mempropagasi virus. Setelah kurang lebih 7 hari, cairan alantois diambil untuk

30 30 mengidentifikasi virus dengan uji HA yang dilanjutkan dengan uji HI, maupun diidentifikasi dengan teknik molekuler (PCR) (Suwarno et al. 2006). Pada beberapa sampel yang diperiksa, terdapat unggas yang memiliki titer antibodi lebih dari 2 4. Hal ini menunjukkan bahwa dalam tubuh hewan tersebut, virus yang masuk cukup untuk menggertak pembentukan antibodi dalam jumlah yang tinggi. Kondisi tersebut dapat terjadi jika paparan berjalan cukup lama dan terus-menerus ada di dalam tubuh. Antibodi dapat terdeteksi dalam waktu yang cukup lama dan akan hilang dalam waktu 8-12 bulan setelah paparan berakhir (Beard & Hanson 1984, diacu dalam Amanu & Rohi 2005).

31 31 KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa unggas-unggas milik masyarakat Desa Pasawahan, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi telah terpapar virus AI subtipe H5 secara alamiah yang dibuktikan dengan adanya sejumlah unggas (30,51%) yang mempunyai antibodi terhadap virus AI subtipe H5. SARAN Saran yang dapat diberikan adalah perlu adanya peningkatan kebersihan pada lingkungan peternakan rakyat, penataan lokasi perkandangan unggas, penyuluhan masyarakat, pelaksanaan vaksinasi yang teratur, dan monitoring yang konsisten dan berkelanjutan guna mengendalikan infeksi AI pada unggas di Desa Pasawahan.

32 32 DAFTAR PUSTAKA Alfons MPW Pengaruh Berbagai Metode Dan Dosis Terhadap Efikasi Vaksin Avian Influenza (AI) Inaktif. [Skripsi]. Bogor: FKH IPB Anonim. 2006a. Avian Influenza: Coming together to Tackle and Shared Problem. The Veterinary Record Vol. 159 No. 21: b. Profil Desa/Kelurahan Pasawahan. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Sukabumi Influenza A virus subtype H5N1. http: // en.wikipedia.org/ wiki /H5N1 [23 Januari 2007] Beard CW, Hanson RP New Castle Disease in Disease of Poultry diacu dalam Amanu S, Rohi OK Studi Serologis Dengan Uji Hambatan Aglutinasi Terhadap Angsa Yang Dapat Bertindak Sebagai Pembawa New Castle Disease Di D.I Yogyakarta. Jurnal Sains Veteriner Vol. 23 No. 1: 8-12 [CDC] The Centers for Disease Control and Prevention Avian Influenza Infection in Humans. [19 Juni 2006] Cross GM Avian Influenza in the United States and Exotic Disease Planning in Australia. Di dalam: Della-Porta AJ, editor. Veterinary Viral Deseases: Their Significance in South-East Asia and the Western Pasific. Australia: Academic Press Australia Dirjen Peternakan Bagaimana Terhindar Dari Flu Burung (Avian Influenza). Jakarta: Dirjen Peternakan Departemen Pertanian Fadilah R, Iswandari, Polana A Beternak Unggas Bebas Flu Burung. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka Fenner FJ, Gibbs EPJ, Murphy FA, Rott R, Studdert MJ, White DO Virologi Veteriner (Edisi Kedua). Semarang: IKIP Semarang Press. Terjemahan dari Veterinary Virology. Goodsell DS Hemaglutinin. http :// org/ pdb/ static.do?p= education_ discussion / molecule _ of _ the _ month /pdb76 _ 1. html [23 Januari 2007] [ISDA] Infectious Society Disease of America Avian Influenza (Bird Flu): Implications for Human Disease. idsa/ influenza/avianflu/biofact/avflu_human. htm1#_use_of_seasonal. [9 September 2006]

33 33 Malole MB Virologi. Bogor: Pusat Antar Universitas IPB Malole MB Biosekuriti Penting, Karena Vaksinasi Tidak Selalu Berhasil. Majalah Poultry Indonesia September 2006 Murphy FA, Gibbs EPJ, Horzinek MC, Studdert MJ Veterinary Virology (Third Edition). California: Academic Press [OIE] Office International dez Epizooties. 2005a. Highly Pathogenic Avian Influenza in Indonesia. eng/ info/ hebdo/ais_76.htm#sec5. [9 September 2006]. 2005b. Old Classification of Diseases Notifiable to the OIE. maladies/en_oldclassification.htm. [9 September 2006] Peacock JE, Tomar RH Manual of Laboratory Immunology. London: Henry Kimpton Publishers Rahardjo Y Avian Influenza, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasannya, Hasil Investigasi Kasus Lapangan. Jakarta: PT Gallus Indonesia Utama Rott R, Klenk HD Virus Determined Differences in the Pathogenicity of Avian Influenza Viruses. Di dalam: Della-Porta AJ, editor. Veterinary Viral Deseases: Their Significance in South-East Asia and the Western Pasific. Australia: Academic Press Australia Soeharsono Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Yogyakarta: Kanisius Soejoedono RD, Sunartatie T, Murtini S, Poetri ON Penuntun Praktikum Penyakit Infeksius PHK 401. Bogor: FKH IPB Soejoedono RD, Handharyani E Flu Burung. Depok: Penebar Swadaya Sudardjat S Epidemiologi Veteriner Terapan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian Epidemiologi & Ekonomi Veteriner. Jakarta: Yayasan Agribisnis Indonesia Mandiri Suwarno, Rahardjo AP, Fauziah, Srihanto EA Karakteristik Virus Avian Influenza dengan Uji Serologik dan Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction. Media Kedokteran Hewan Vol 22. No. 2: Tabbu CR Kajian AI Tahun 2005 (DIY, Jateng, Jatim). September 2006]

34 34 Tizard I Pengantar Imunologi Veteriner. Surabaya: Airlangga University Press. Terjemahan dari An Introduction to Veterinary Immunology. White DO, Fenner FJ Medical Virology. USA: Academic Press [WHO] World Health Organization. 2007a. Cumulative Number of Confirmed Human Cases of Avian Influenza A/(H5N1) Reported to WHO. en/index.html [ 24 Febuari 2007]. 2007b. Cumulative Number of Confirmed Human Cases of Avian Influenza A/(H5N1) Reported to WHO. http: // 9/en/index.html [10 Juli 2007]

35 35 LAMPIRAN 1. Kuisioner Peternak KUISIONER UNTUK PETERNAK Nama Enumerator:... I. KARAKTERISTIK PETERNAK RESPONDEN 1. Nama Peternak : Umur : Pendidikan Formal SD/Sederajat :...tahun SLTP/Sederajat :...tahun SLTA/Sederajat :...tahun Perguruan Tinggi/Sederajat :...tahun 4. Alamat Peternak Desa/Kelurahan :... Kecamatan :... Kabupaten/Kota :... Propinsi : Jenis dan jumlah ternak unggas yang dipelihara (jawaban dapat lebih dari satu) Ayam buras :...ekor Itik :...ekor Burung :...ekor Angsa :...ekor Lain-lain, sebutkan jenis dan jumlahnya: Tujuan dalam budidaya ternak unggas Usaha pokok Usaha sambilan Lain-lain, Sebutkan: Luas lahan yang digunakan untuk budidaya ternak unggas (bangunan kandang dan halaman umbaran) =...m 2 8. Apakah ternak unggas yang Saudara pelihara pernah mengalami kasus kematian karena penyakit Flu Burung/AI? Pernah, sebutkan waktunya Bulan:... Tahun:... Tidak pernah (langsung ke pertanyaan No. 12)

36 36 9. Jika pernah, berapa jumlah ternak Saudara yang mati pada saat itu?...ekor 10. Darimana Saudara tahu bahwa kematian ternak tersebut disebabkan penyakit Flu Burung/AI? Petugas Dinas Dokter Hewan Poskeswan Sesama Peternak Lain-lain Sebutkan: Apakah hingga saat ini kasus tersebut masih terjadi di desa Saudara? Ya, sebutkan waktunya : Bulan... Tahun... Tidak 12. Apakah pernah dilakukan vaksinasi Flu Burung/AI terhadap ternak saudara? Ya Tidak, sebutkan alasannya: (Langsung ke pertanyaan no. 15) 13. Jika ya, sudah berapa kali vaksinasi dilakukan? Satu kali Dua kali Tiga kali Lebih dari tiga kali 14. Siapa yang melakukan vaksinasi tersebut? Petugas Dinas Dokter Hewan Poskeswan Vaksinasi sendiri Lain-lain, Sebutkan: Bagaimana sistem pemeliharaan ternak unggas yang Saudara lakukan? Unggas selalu berada dalam kandang tertutup Unggas dipelihara dalam kandang yang dilengkapi dengan tempat umbaran berpagar Unggas dibiarkan berkeliaran bebas di pekarangan rumah yang berpagar Unggas dibiarkan berkeliaran bebas di dalam dan di luar pekarangan rumah Lain-lain Sebutkan: Untuk melindungi ternak Saudara dari penularan penyakit, apakah ada perlakuan/tindakan pengendalian khusus bagi setiap orang/barang yang akan memasuki area peternakan Saudara?

37 37 Ada Tidak ada (Langsung ke pertanyaan No. 18) 17. Jika ada, sebutkan perlakuan/tindakan pengendalian yang Saudara terapkan tersebut 1)... 2)... 3)... 4)... 5) Cara yang biasa Saudara lakukan untuk menjaga kebersihan tempat pakan ternak Mencuci tempat pakan ternak setiap hari Mencuci tempat pakan ternak setiap 3 hari sekali Mencuci tempat pakan ternak seminggu sekali Lain-lain, sebutkan: Cara yang biasa Saudara lakukan untuk menjaga kebersihan tempat minum ternak Mencuci tempat minum ternak setiap hari Mencuci tempat minum ternak setiap 3 hari sekali Mencuci tempat minum ternak seminggu sekali Lain-lain, sebutkan: Cara yang biasa Saudara lakukan untuk menjaga kebersihan halaman/pekarangan kandang Membersihkan/menyapu setiap hari Membersihkan/menyapu tiga hari sekali Membersihkan/menyapu seminggu sekali Lain-lain, sebutkan: Cara yang biasa Saudara lakukan dalam menangani kotoran ternak Ditimbun di atas permukaan tanah (open dumping) Ditimbun pada lubang tanah (tertutup/terbuka* pilih salah satu ) Disimpan dalam karung tertutup Lain-lain, sebutkan: Apakah saudara biasa melaporkan ke petugas dinas/kcd setempat jika ternak saudara terserang penyakit? Ya Tidak, sebutkan alasannya...(langsung ke pertanyaan No. 24) 23. Jika ya, bagaimana menurut saudara respon/tanggapan petugas dinas/kcd setempat terhadap laporan Saudara? Sangat cepat Cepat Lambat Sangat lambat

38 Jika tidak, tindakan apa yang biasa Saudara lakukan untuk mengatasi ternak yang sakit? Menjual ternak yang sakit Memotong ternak yang sakit Segera memisahkan ternak yang sakit dari yang sehat untuk dibeeikan pengobatan Lain-lain, Sebutkan: Apakah Saudara biasa melaporkan ke petugas Dinas/KCD/Poskeswan setempat jika ternak Saudara mengalami kematian mendadak? Ya Tidak 26. Jika tidak, tindakan apa yang biasa Saudara lakukan untuk menangani bangkai ternak tersebut? Mengubur bangkai ternak Membakar bangkai ternak Membuang bangkai ternak ke sungai terdekat Lain-lain, Sebutkan: Jika Saudara melakukan pembelian ternak baru, tindakan apa yang biasa Saudara lakukan? Langsung menempatkan ternak tersebut berdekatan dengan ternak lama Menempatkan ternak baru secara tertutup dan terpisah dari ternak lama (tanpa kontak) selama kurang lebih 2 minggu Lain-lain, Sebutkan:...

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya 10 MATERI DAN METODA Waktu Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu FKH-IPB, Departemen Ilmu Penyakit Hewan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flu burung yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah avian flu atau avian influenza (AI) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh virus tipe A dan B dan ditularkan oleh unggas.

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI FLU BURUNG AVIAN FLU AVIAN INFLUENZA BIRD FLU RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI VIRUS INFLUENZA Virus famili orthomyxoviridae Tipe A,B,C Virus A dan B penyebab wabah pada manusia Virus C

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena

Lebih terperinci

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO DepKes RI 2007 Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum : Dapat menjelaskan dasar dasar Flu Burung, pandemi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANI SITI NURFITRIANI.

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN 69 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI KELURAHAN WANGUNSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMBANG KECAMATAN LEMBANG TAHUN 2007 1. Nama : 2. Alamat : Kelurahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza strain tipe A. Penyakit yang pertama diidentifikasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (AI) DI RW02 KELURAHAN PANUNGGANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANUNGGANGAN KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 21 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai Maret sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Mikrobiologi Medis, laboratorium Terpadu unit pelayanan mikrobiologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Newcastle disease (ND) merupakan suatu penyakit pada unggas yang sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dan menyerang berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)?

INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)? INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)? Virus influenza A H7 adalah kelompok virus influenza yang biasanya beredar di antara burung. Virus influenza A (H7N9) adalah salah satu sub-kelompok di

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND)

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) Newcastle Disease (ND) pertama kali ditemukan di Newcastle Inggris pada tahun 1926. Virus ini menyerang berbagai macam spesies burung dan unggas. Tingkat kematian

Lebih terperinci

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi 1 Lab Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jl Raya Sesetan-Gang Markisa No 6 Denpasar Telp: 0361-8423062; HP: 08123805727 Email: gnmahardika@indosat.net.id;

Lebih terperinci

PROFIL TITER ANTIBODI Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI) PADA ITIK PETELUR FASE STARTER DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

PROFIL TITER ANTIBODI Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI) PADA ITIK PETELUR FASE STARTER DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU PROFIL TITER ANTIBODI Newcastle Disease (ND) dan Avian Influenza (AI) PADA ITIK PETELUR FASE STARTER DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU Profile of Antibody Titre Against Newcastle Disease (ND)

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK ISOLASI DAN IDENTIFIKASI VIRUS Avian influenza ASAL BEBEK (Isolation and Identification of Avian Influenza Virus from Ducks) HARIMURTI NURADJI, L. PAREDE dan R.M.A. ADJID Balai Besar Penelitian Veteriner,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu.

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu. Virus Influenza menempati ranking pertama untuk penyakit infeksi. Pada tahun 1918 1919 perkiraan sekitar 21 juta orang meninggal terkena suatu pandemik influenza. Influenza terbagi 3 berdasarkan typenya

Lebih terperinci

PROFIL TITER ANTIBODI Avian Influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND) PADA ITIK PEJANTAN DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

PROFIL TITER ANTIBODI Avian Influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND) PADA ITIK PEJANTAN DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU PROFIL TITER ANTIBODI Avian Influenza (AI) dan Newcastle Disease (ND) PADA ITIK PEJANTAN DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU Profile Of Antibody Titre Against and Avian Influenza (AI) and Newcastle

Lebih terperinci

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 8 BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai Juli sampai dengan Agustus 2010. Pemeliharaan ayam broiler dimulai dari Day Old Chick (DOC)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Virus avian influenza tipe H5N1 yang dikenal dengan Flu Burung adalah suatu virus yang umumnya menyerang bangsa unggas yang dapat menyebabkan kematian pada manusia.

Lebih terperinci

Tinjauan Mengenai Flu Burung

Tinjauan Mengenai Flu Burung Bab 2 Tinjauan Mengenai Flu Burung 2.1 Wabah Wabah adalah istilah umum baik untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong virus RNA (Ribonucleic acid)

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 18 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2013 sampai dengan April 2014. Sampel diambil dari itik dan ayam dari tempat penampungan unggas, pasar unggas dan peternakan

Lebih terperinci

Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)

Pertanyaan Seputar Flu Burung (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006) Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006) Reproduced from FAQ "Frequently Asked Question" of Bird Flu in

Lebih terperinci

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit Penyakit influensa pada unggas (Avian Influenza/A1) yang saat ini kita kenal dengan sebutan flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influensa tipe A dari Family Orthomyxomiridae. Virus ini

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG FLU BABI DENGAN SIKAP PETERNAK BABI DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI DI DESA BRONTOWIRYAN NGABEYAN KARTASURA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG FLU BABI DENGAN SIKAP PETERNAK BABI DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI DI DESA BRONTOWIRYAN NGABEYAN KARTASURA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TENTANG FLU BABI DENGAN SIKAP PETERNAK BABI DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT FLU BABI DI DESA BRONTOWIRYAN NGABEYAN KARTASURA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

AVIAN INFLUENZA. Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso

AVIAN INFLUENZA. Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso AVIAN INFLUENZA Dr. RINALDI P.SpAn Bagian Anestesi/ICU Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof.DR.Sulianti Saroso Flu burung atau Avian Influenza adalah jenis influenza pada binatang yang sebenarnya telah ditemukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati merupakan modal dasar dan faktor dominan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, perdagangan dan teknologi

Lebih terperinci

Penyebaran Avian Flu Di Cikelet

Penyebaran Avian Flu Di Cikelet 6 Bab II Penyebaran Avian Flu Di Cikelet 2.1 Sejarah virus Avian Flu Avian Flu merupakan infeksi virus influenza A subtipe H5N1 yang umumnya menyerang unggas, burung, ayam dan babi, tetapi setelah menyerang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan. Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Kesehatan merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional Indonesia. Pembangunan Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas kesadaran itu, Departemen Pertanian (2011) mengarahkan pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit PENDAHULUAN Latar Belakang Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit pernafasan pada unggas dan termasuk list A Office International des Epizooties (OIE) sebagai penyakit yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, pemeliharaan stamina tubuh, percepatan regenerasi sel dan menjaga sel darah merah (eritrosit) agar tidak mudah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah penyakit menular ganas pada babi yang disebabkan oleh virus dengan gejala utama gangguan reproduksi

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMAKASIH... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : MEDIA INDONESIA Edisi 27 Pebruari 2006) Flu burung, penyakit yang ditulari hewan ke manusia akis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANI SITI NURFITRIANI.

Lebih terperinci

Swine influenza (flu babi / A H1N1) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae.

Swine influenza (flu babi / A H1N1) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae. Arie W, FKM Undip FLU BABI PIG FLU SWINE FLU Terbaru : Influensa A H1N1 Swine influenza (flu babi / A H1N1) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae. Bersifat wabah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus avian influenza (AI) mulai muncul pertama kali di Italia 100 tahun yang lalu pada tahun 1878. Tercatat penyakit ini muncul di berbagai negara di dunia yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Sistem Kekebalan Tubuh Pada Unggas

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Sistem Kekebalan Tubuh Pada Unggas 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur putih termasuk dalam jenis ayam petelur ringan. Ayam ini mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu spesies ikan yang cukup luas dibudidayakan dan dipelihara di Indonesia adalah ikan mas dan koi (Cyprinus carpio) karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Lebih terperinci

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran :

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran : !!"!!#$ Dewasa ini virus H5N1 atau yang lazim dikenal sebagai virus flu burung (Avian Influenza) telah mewabah dimana mana. Virus ini pada awalnya hanya menginfeksi unggas. Namun akhir akhir ini diberitakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung atau avian influenza adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan itik (Soejoedono

Lebih terperinci

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl DIAGNOSA PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA SAP] DENGAN TEKNIK UJI PENGIKATAN KOMPLEMEN Yusuf Mukmin Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Brucellosis adalah penyakit bakterial

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya Menteri Pertanian RI Rapat Koordinasi AI/Flu Burung Tingkat Menteri Di Kementerian Pertanian, 27 Desember 2012 Perkembangan Kasus

Lebih terperinci

UJI PENEGUHAN REAL TIME PCR AVIAN INFLUENZA DI BBKP SURABAYA TERHADAP METODE UJI STANDAR AVIAN INFLUENZA SESUAI STANDAR OIE.

UJI PENEGUHAN REAL TIME PCR AVIAN INFLUENZA DI BBKP SURABAYA TERHADAP METODE UJI STANDAR AVIAN INFLUENZA SESUAI STANDAR OIE. UJI PENEGUHAN REAL TIME PCR AVIAN INFLUENZA DI BBKP SURABAYA TERHADAP METODE UJI STANDAR AVIAN INFLUENZA SESUAI STANDAR OIE. OLEH: FITRIA ARDHIANI, ROFIQUL A LA, FIFIN KURNIA SARI, RETNO OKTORINA LABORATOIUM

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-I

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kasus rabies sangat ditakuti dikalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan

Lebih terperinci

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( )

NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease. tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin ( ) Pendahuluan : NEWCASTLE DISEASE VIRUS,,,, Penyebab Newcastle Disease tahukan Anda???? Margareta Sisca Ganwarin (078114032) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Newcastle Disease (ND) juga di kenal

Lebih terperinci

PROFIL LEUKOSIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA (AI) INAKTIF SUBTIPE H5N1

PROFIL LEUKOSIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA (AI) INAKTIF SUBTIPE H5N1 PROFIL LEUKOSIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA (AI) INAKTIF SUBTIPE H5N1 FAISAL MUHAMAD NU MAN SUMANTRI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau flu unggas (Avian Influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit

Lebih terperinci

Demam sekitar 39?C. Batuk. Lemas. Sakit tenggorokan. Sakit kepala. Tidak nafsu makan. Muntah. Nyeri perut. Nyeri sendi

Demam sekitar 39?C. Batuk. Lemas. Sakit tenggorokan. Sakit kepala. Tidak nafsu makan. Muntah. Nyeri perut. Nyeri sendi Flu Burung DEFINISI Flu burung didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe H5N1 yang menyerang burung, ungggas, ayam yang dapat menyerang manusia dengan gejala demam >38?C,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara

Lebih terperinci

AKABANE A. PENDAHULUAN

AKABANE A. PENDAHULUAN AKABANE Sinonim : Arthrogryposis Hydranencephaly A. PENDAHULUAN Akabane adalah penyakit menular non contagious yang disebabkan oleh virus dan ditandai dengan adanya Arthrogryposis (AG) disertai atau tanpa

Lebih terperinci

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta

Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta Sains Peternakan Vol. 11 (2), September 2013: 79-83 ISSN 1693-8828 Kajian Vaksin Avian Influesa (AI) pada Ayam Buras dengan Sistem Kandang Kurung di Gunung Kidul Yogyakarta W. Suwito 1, Supriadi 1, E.

Lebih terperinci

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH 29-211 Sri Handayani Irianingsih *, Rama Dharmawan * Dessie Eri Waluyati ** dan Didik Arif Zubaidi *** * Medik Veteriner pada Laboratorium

Lebih terperinci

Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS

Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS 23 Apr 2003 Kasus sindrom pernapasan akut parah, atau lebih dikenal dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) masih menempatkan berita utama di sebagian

Lebih terperinci

Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging

Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (3): 150-155 ISSN 1410-5020 Waktu Vaksinasi Avian Influenza (AI) yang Tepat untuk Menghasilkan Respon Imunologis Protektif pada Ayam Ras Pedaging The Best Timing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A (H5N1) yang ditularkan oleh unggas yang dapat menyerang manusia. Nama lain dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merebaknya kasus flu burung di dunia khususnya Indonesia beberapa tahun terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maternal antibodi atau yang bisa disebut maternally derived antibodies atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maternal antibodi atau yang bisa disebut maternally derived antibodies atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maternal Antibodi pada Anak Babi (Piglet) Maternal antibodi atau yang bisa disebut maternally derived antibodies atau kekebalan turunan dari induk pada anak babi yang induknya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN UNGGAS DAN PENGENDALIAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan ilmu pengobatan tidak menjamin manusia akan bebas dari penyakit. Hal ini disebabkan karena penyakit dan virus juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

Deteksi Respon Antibodi dengan Uji Hemaglutinasi Inhibisi dan Titer Proteksi terhadap Virus Avian Influenza Subtipe H5N1

Deteksi Respon Antibodi dengan Uji Hemaglutinasi Inhibisi dan Titer Proteksi terhadap Virus Avian Influenza Subtipe H5N1 INDRIANI et al.: Deteksi respon antibodi dengan uji hemaglutinasi inhibisi dan titer proteksi terhadap virus avian influenza subtipe H5N1 Deteksi Respon Antibodi dengan Uji Hemaglutinasi Inhibisi dan Titer

Lebih terperinci

Mengapa disebut sebagai flu babi?

Mengapa disebut sebagai flu babi? Flu H1N1 Apa itu flu H1N1 (Flu babi)? Flu H1N1 (seringkali disebut dengan flu babi) merupakan virus influenza baru yang menyebabkan sakit pada manusia. Virus ini menyebar dari orang ke orang, diperkirakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., PENDAHULUAN Latar Belakang Tortikolis adalah gejala yang umum terlihat di berbagai jenis unggas yang dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., 2014). Menurut Capua

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN AVIAN INFLUENZA (AI)/ FLU BURUNG DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu PENDAHULUAN Latar Belakang Rabies merupakan penyakit hewan menular yang bersifat zoonosis. Kejadian rabies sangat ditakuti di kalangan masyarakat, karena mengakibatkan penderitaan yang berat dengan gejala

Lebih terperinci