IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LIGHT ON DI WILAYAH KABUPATEN BANTUL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LIGHT ON DI WILAYAH KABUPATEN BANTUL"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LIGHT ON DI WILAYAH KABUPATEN BANTUL RINGKASAN SKRIPSI Oleh : JEFRI SULISTIYANTO NIM JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013

2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN LIGHT ON DI WILAYAH KABUPATEN BANTUL Oleh Jefri Sulistiyanto dan Argo Pembudi. M,Si. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam jalannya proses implementasi kebijakan menyalakan lampu motor di siang hari atau Light on di wilayah Kabupaten Bantul, serta mengetahui faktor yang mendorong dan menghambat implementasi kebijakan tersebut. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian diskriptif dengan pendekatan kualitatif. Informan penelitian ini adalah pikah Satlantas Polres Bantul, pihak Dishub Kab. Bantul dan 55 orang pengendara sepeda motor di Bantul. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi langsung, serta studi dokumentasi. Peneliti mempunyai peranan yang sangat besar sehingga seakan-akan peneliti menjadi instrumen tunggal dalam penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis interaktif, yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data, dan verifikasi data, sedangkan uji keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan Light on di Kabupaten Bantul belum mencapai keberhasilan karena masih banyak kelompok sasaran yang belum mau menyalakan lampu motor saat berkendara pada siang hari. Aspek komunikasi, sumber daya, diposisi, struktur birokrasi yang terdapat dalam diri implementor secara umum sebenarnya sudah cukup memadai untuk mendukung implementasi kebijakan Light on di Bantul. Faktor pendorong dan penghambat diantaranya adalah adanya inovasi Klik on, adanya kalangan terpelajar di Bantul, kebiasaan kelompok sasaran, kesadaran kelompok sasaran akan pentingnya keselamatan masih rendah, citra buruk implementor di mata kelompok sasaran, penegakan hukum yang kurang tegas. Kata kunci : Implementasi kebijakan, Light on I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepeda motor adalah salah satu alat transportasi yang sedang banyak digemari oleh masyarakat di indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah pengendara sepeda motor mengalami peningkatan yang cukup signifikan, namun tidak diikuti dengan bertambah panjangnya badan jalan sehingga menimbulkan permasalahan kepadatan lalu lintas. Tidak terkecuali di Kabupaten Bantul yang mayoritas masyarakatnya menggunakan sepeda 1

3 motor sebagai alat transportasi. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya Masyarakat Bantul yang menggantungkan hidupnya di Kota Yogyakarta, karena letaknya yang cukup dekat maka mereka lebih memilih melakukan perjalanan pulang-pergi dengan menggunakan sepeda motor setiap harinya. Dalam beberapa tahun terakhir peningkatan jumlah pengendara sepeda motor ini semakin terasa dengan meningkatnya kepadatan arus lalu lintas di jalan raya karena banyaknya pengendara sepeda motor, bahkan setiap pagi hari dan jam pulang kerja tidak jarang terjadi kemacetan di beberapa ruas jalan di Kabupaten Bantul. Bertambahnya jumlah sepeda motor tersebut juga diiringi dengan bertambahnya angka kecelakaan lalu lintas dari tahun ke tahun. Kecelakaan tersebut didominasi oleh kecelakaan yang melibatkan sepeda motor. Jadi, wajar jika kecelakaan sepeda motor mendominasi berbagai kasus kecelakaan di jalan raya. Tingginya angka kecelakaan tersebut tentunya menimbulkan keprihatinan yang besar bagi pemerintah, oleh karena itu sebagai upaya mengatasi masalah tingginya angka kecelakaan tersebut pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab ataskeselamatan masyarakat, mengeluarkan sebuah kebijakan yang berkaitan dengan lalu lintas jalan raya. Kebijakan pemerintah tersebut dikenal sebagai Kebijakan Menyalakan lampu motor siang hari yang lebih familiar disebut sebagai Light on dengan alasan untuk mengurangi angka kecelakaan pengguna sepeda motor. Peraturan tersebut tertuang pada Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-Undang ini ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 26 Mei 2009 yang kemudian disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 22 Juni Dalam UU tersebut terdapat peraturan baru bagi pengendara bermotor khususnya pengendara sepeda motor. ( diakses pada15 februari 2013) 2

4 Dari berbagai peristiwa kecelakaan yang terjadi, didapatkan fakta bahwa sebagian besar kecelakaan terjadi pada roda dua atau sepeda motor. Selain itu, kecelakaan juga banyak memakan korban jiwa. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 ini melihat bahwa lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum. Pasal 107 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan bahwa (1) Pengemudi kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu, (2) Pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari. Menyalakan lampu motor siang hari dianggap sebagai sebuah solusi yang tepat oleh pemerintah dalam rangka mengurangai tingginya angka kecelakaan khususnya kecelakaan sepeda motor. Lampu utama pada sepeda motor berfungsi untuk memberikan penerangan di saat berkendara, misalnya di saat gelap lampu pada kendaraan dapat dinyalakan untuk memberikan penerangan agar pengendara dapat terus mengendarai kendaraannya sampai ke tempat tujuan dengan selamat. Selain untuk alat penerangan saat berkendara, lampu juga dapat berfungsi sebagai sign atau penanda di jalan bahwa ada kendaraan. Dengan adanya lampu kendaraan yang sedang menyala maka dengan melihat cahaya lampu tersebut orang akan segera tahu bahwa ada kendaraan yang sedang melintas. Maka dari itu lampu yang ada pada kendaraan bermotor dapat merupakan salah satu kelengkapan kendaraan bermotor yang sangat vital dan harus ada pada setiap kendaraan bermotor. Itulah yang menjadikan alasan mengapa pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut. Namun seperti biasa, dalam sebuah kebijakan publik yang diambil oleh pemerintah pasti mengundang pro dan kontra dari masyarakat. Salah satunya adalah ayat kedua pada pasal 3

5 tersebut yang berbunyi Pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari tak pelak telah mengundang kontroversi di kalangan masyarakat. Satu pihak mengatakan bahwa peraturan tersebut dikeluarkan untuk menekan angka kecelakaan yang selalu meningkat setiap tahunnya. Sementara pihak lainnya berpendapat bahwa peraturan tersebut suatu kekeliruan yang dipaksakan kepada masyarakat. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa kebijakan menyalakan lampu motor di siang hari adalah pemborosan energi. Tidak hanya berhenti sampai disitusaja, implementasi kebijakan Light on ini juga terkesan kurang serius, hal ini terlihat dari upaya sosialisasi serta penindakan yang dilakukan oleh pihak implementor yang kurang tegas sehingga membuat masyarakat bertanya-tanya tentang eksistensi kebijakan Light on ini Di Kabupaten Bantul sendiri implementasinya terlihat tidak serius, terbukti dengan banyaknya pengendara sepeda motor yang tidak menyalakan lampu namun hanya dibiarkan saja oleh petugas.mengingatpentingnya tujuan kebijakan tersebut, pihak implementor seharusnya tetap melaksanakan kebijakan tersebut secara konsisten seperti saat awal-awal kebijakan ini digalakkan.berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai implementasi kebijakan menyalakan lampu motor disiang hari secara mendalam. Oleh karena itu, tugas akhir ini berjudul Implementasi Kebijakan Light on Di Wilayah Kabupaten Bantul. B. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah: a. Mengetahui secara mendalam Implementasi kebijakan Light on di wilayah Kabupaten Bantul. b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan Light on di wilayah Kabupaten Bantul. 4

6 II. KAJIAN TEORI A. Kebijakan Publik Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang menyentuh pengelolaan sumberdaya publik. Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur penelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial dan manusia demi kepentingan publik. Carl I. Frederick dalam Riant Nugroho(2008: 53) mendefinisikan kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang,kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditunjukkan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Menurut Bridgeman dan Davis dalam Edi Suharto (2011: 3) kebijakan publik pada umumnya mengandung pengertian mengenai whatever government choose to do or not to do, artinya kebijakan publik adalah apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Sedangkan Thomas R. Dye dalam Riant Nugroho (2008: 54) mendefinisikan kebijakan publik sebagai what goveenment do, why they do, and what difference make it atau dalam bahasa Indonesia segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda. B. Arti Penting Kebijakan Publik Riant Nugroho (2006: 52) mengatakan bahwa setiap hal yang ada di dunia pasti ada tujuannya. Demikian pula kebijakan publik, hadir dengan tujuan tertentu, yaitu mengatur kehidupan bersama demi mencapai tujuan bersama yang telah disepakati. 5

7 Kebijakan Publik Masyarakat pada kondisi awal Masyarakat pada masa transisi Masyarakat yang dicitacitakan Sumber : Riant Nugroho (2006: 52) Gambar 1. Ideal Kebijakan Publik Gambar di atas menggambarkan dengan jelas bahwa kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan. Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi, dan Keadilan) dan UUD 1945 (Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan hukum dan tidak semata-mata kekuasaan), kebijakan publik adalah seluruh prasarana dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Disini kita bisa meletakkan kebijakan publik sebagai manajemen pencapaian tujuan nasional. Dapat kita simpulkan bahwa: a. Kebijakan publik mudah untuk dipahami karena maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional. b. Kebijakan publik mudah diukur karena ukurannya jelas, yakni sejauh mana kemejuan pencapaian cita-cita sudah ditempuh. C. Bentuk-Bentuk Kebijakan Publik Riant Nugroho (2008: 61) mengatakan bahwa teori tentang kebijakan memang sangat banyak, namun secara sederhana bentuk kebijakan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: a. Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum, atau mendasar yaitu dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang 6

8 terkodifikasi secara formal dan legal. Setiap peraturan dari tingkat Pusat atau Nasional hingga tingkat desa atau kelurahan merupakan salah satu bentuk kebijakan publik. Undang Undang No. 10/2004 tentang Peraturan Perundang-undangan Pasal 17 mengatur jenis dan hierarki Peraturan perundang-undangan sebagai berikut: 1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun ) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 3) Peratuan Pemerintah 4) Peraturan Presiden 5) Peraturan Daerah b. Kebijakan publik yang berifat messo atau menengah, atau penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berbentuk Peraturan Mentri, Surat Edaran Mentri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, dan Peratiran Wali Kota. Kebijakannya dapat pula berbentuk Surat Keputusan Bersam atau SKB antar-mentri, gubernur, dan bupati atau wali kota. c. Kebijakan publik yang bersifat mikro adalah kebijakan yang mengatur pelaksanaan atau implementasi kebijakan di atasnya. Bentuk kebijakannya adalah peraturan yang dikeluarkan oleh aparat publik di bawah mentri, gubernur, dan bupati atau wali kota. D. Tujuan Kebijakan Kebijakan publik adalah keputusan otoritas negara yang bertujuan mengatur kehidupan bersama. Menurut Riant Nugroho(2008: 68) setiap kebijakan mengandung lebih dari satu tujuan. Kebijakan publik selalu mengandung multi-tujuan yaitu untuk menjadikan kebijakan itu menjadi kebijakan yang adil dan seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan bersama. Tujuan kebijakan publik dapat dibedakan sebagai berikut: a. Mendistribusikan sumber daya negara kepada masyarakat, termasuk alokasi, realokatif, dan redistribusi, versus mengabsorbsi atau menyerap sumber daya ke dalam negara. b. Regulatif versus deregulatif. 7

9 Kebijakan regulatif bersifat mengatur dan membatasi, sedangkan kebijakan deregulatif adalah kebijakan yang bersifat membebaskan. c. Dinamisasi versus stabilisasi. Kebijakan dinamisasi adalah kebijakan yang bersifat menggerakkan sumber daya nasional untuk mencapai kemajuan tertentu yang dikehendaki, sedangkan kebijakan stabilitas adalah kebijakan yang bersifat mengerem dinamika yang terlalu cepat agar tidak merusak sistem yang ada, baik sestem politik, keamanan, ekonomi, maupun sosial d. Memperkuat negara versus memperkuat masyarakat/pasar. Kebiijakan yang memperkuat negara adalah kebijakan-kebijakan yang mendorong lebih besar peran negara, sementara kebijakan yang memperkuat pasar adalah kebijakan yang mendorong lebih besar peran publik atau mekanisme pasar daripada peran negara. E. Implementasi Kebijakan Presmann dan Waldavsky dalam Jones, Charles O. (1991: 295) mengatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tahapan lanjut dari formulasi kebijakan. Pada tahap formulasi diterapkan strategi dan tujuan-tujuan kebijakan. Sedangkan tindakan (action) untuk mencapai tujuan diselenggarakan pada tahap implementasi kebijakan, implementasi adalah suatu proses interaksi antara suatu perangkat tujuan dan tindakan yang mampu untuk mencapainya. Grindle dalam Wahab (1991: 45) Mengatakan bahwa implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedurprosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Dari beberapa pemikiran di atas menunjukkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu hal yang sangat penting, bahkan lebih penting dari pembuatan keputusan. Oleh karena itu, implementasi 8

10 kebijakan merupakan tahapan yang strategis dan menentukan terhadap pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan dalam tahap formulasi sebuah kebijakan. F. Model-Model Implementasi Kebijakan George Edward III dalam Riant Nugroho (2006 : 40) menegaskan bahwa masalah utama administrasi publik adalah: Lack of attention to implementation. Dikatakannya, without effective implementation to decission of policemakers will not be carried out seccessfully. Edward menyarankan untuk memperhatikan isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu communication, resource, disposition or attitude, dan bureaucratic structures. a. Communication berkenan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan atau publik. b. Resource berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia. Hal ini berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out kebijakan secara efektif. c. Disposition berkenaan dengan kesediaan para implementor untuk melaksanakan kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan. d. Bureaucratic structures berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggaraan implementasi kebijakan publik. Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi bereaucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif. Di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi kebijakan karena kurangnya koordinasi dan kerja sama diantara lembaga-lembaga negara dan/atau pemerintahan. 9

11 Sumber: Dwiyanto (2009:33) Gambar 3. Model implementasi kebijakan Edward III G. Konsepsi UU No.22 Tahun 2009 Terkait Kebijakan Light on Dalam Undang-Undang ini pembinaan bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) sebagai berikut: a. Urusan pemerintahan di bidang prasarana Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang Jalan; b. Urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; c. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang industri; d. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang teknologi; dan e. Urusan pemerintahan di bidang registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. 10

12 Seiring dengan peningkatan jumlah kecelakan sepeda motor di jalan raya, maka muncul pemikiran dari pemerintah untuk berupaya menekan angka kecelakaan tersebut yang semakin hari semakin meningkat. Pemerintah akhirnya mengambil keputusan untuk mengeluarkan pasal 107 dalam UU No. 22 tahun 2009 yang berbunyi: (1) Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama Kendaraan bermotor yang digunakan di Jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu. (2) Pengemudi Sepeda Motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari. H. Penelitian Relevan Penelitian yang pernah dilakukan dalam mengkaji permasalahan kebijakan DRL ini salah satunya adalah penelitian yang berjudul PROGRAM MENYALAKAN LAMPU SEPEDA MOTOR DI SIANG HARI atau DAYTIME RUNNING LIGHTS (DRL) OLEH SATUAN LALU LINTAS POLRESTA OGAN KOMERING ULU (OKU) SUMATERA SELATAN yang dilakukan oleh Wira Prayatna. Penelitian ini menjelaskan tentang kinerja Satuan lalu lintas Polres OKUdalam melaksanakan program DRL ini di lingkungan masyarakat Kabupaten OKU. Implementasi kebijakan tersebut dilakukan melalui beberapa tahap yaitu pengenalan, pembinaan dan peneguran dan melakukan upaya penegakkan hukum bagi yang melanggar aturan ini. Namun fakta yang ditemukan di lapangan Program DRL ini masih belum berjalan dengan baik di wilayah hukum Polres OKU. I. Kerangka Pemikiran UU No. 22 Tahun 2009Pasal 107 ayat (2) 1 Implementasi 2 Rekomendasi UU No. 22 Tahun 2009 pasal 107 ayat (2) UU No. 22 Tahun Pasal 107 ayat (2) Faktor yang mempengaruhi: Komunikasi Sumber Daya

13 Gambar 5. Kerangka Pemikiran III. J. Pertanyaan Penelitian a. Siapa implementor dan kelompok sasaran dari implementasi kebijakan Light on di wilayah Kabupaten Bantul? b. Bagaimana tahap-tahap proses implementasi kebijakan Light on yang dilaksanakan di Kabupaten Bantul? c. Bagaimana strategi atau upaya yang dilakukan oleh Satlantas Polres Bantul dalam implementasi kebijakan Light on di Kabupaten Bantul? d. Bagaimana tanggapan pengendara sepeda motor di wilayah Kabupaten Bantul terhadap kebijakan Light on ini? e. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi kebijakan Light on di Kabupaten Bantul? f. Bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan yang ada dalam implementasi kebijakan Light on ini? METODE PENELITIAN A. DesainPenelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yakni peneliti bermaksud menggambarkan fenomena-fenomena 12

14 sosialyang terjadi saat penelitian dilakukan, yaitu mengenai hal-hal yang berhubungan dengan implementasi Kebijakan Light on di wilayah Kabupaten Bantul. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi penelitian ini dimaksudkan untuk mempersempit ruang lingkup penelitian sehingga penelitian yang akan dilakukan diharapkan akan lebih mendalam. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bantul, tepatnya di kantor Satlantas Polres Bantul dan kantor Dinas Perhubungan Kabupaten Bantul, dan di wilayah sekitar kabupaten Bantul antara Bulan Juli sampai dengan September C. Jenis dan Sumber Data Data merupakan faktor penting dalam penelitian. Data-data yang terkumpul akan dianalisa guna memecahkan masalah.lofland dan Lofland (1984) dalam Moleong (2009:157) menegaskan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. a. Data Primer b. Data Sekunder D. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1. Wawancara Wawancara dilakukan dengan Kanit Dikyasa Saltantas Polres Bantul, anggota Unit Dikyasa Satlantas Polres Bantul, anggota Unit Bin Ops Satlantas Polres Bantul, anggota Unit Laka Satlantas Polres Bantul, Anggota Unit Turjawali Satlantas Polres Bantul, kepala bidang lalu lintas Dishub Kabupatan Bantul dan 55 orang pengendara sepeda motor di Bantul. 2. Observasi Peneliti mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang berhubungan dengan 13

15 kebijakan Light on di Kabupaten Bantul. Sebagai contohnya adalah peneliti mengamati dan mencatat berapa persentase pengendara yang menyalakan lampu motornya pada siang hari di beberapa lampu merah dan di jalan-jalan utama yang ada di Bantul.Selain mencatat dan mengamati peneliti juga mengabadikan momen tersebut dalam bentuk foto-foto. 3. Studi Dokumentasi Dalam penelitian ini peneliti melihat secara langsung diperoleh melalu buku-buku, dokumen-dokumen tertulis, peratunan-peraturan, website, blog internet, surat kabar serta penelitian yang berhubungan dengan kebijakan Light on di Wilayah Kabupaten Bantul dan kemudian mengkajinya untuk dibandingkan dengan hasil observasi dan wawancara. Selain itu, data dokumentasi ini dapat diperoleh melalui foto-foto yang didapatkan langsung oleh peneliti maupun dari pihak Satlantas Polres Bantul. E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama (Moleong, 2010: 9). Peneliti mempunyai peranan yang sangat besar dalam proses pengumpulan data sehingga seakan-akan peneliti menjadi instrumen tunggal dalam penelitian ini. Selain itu peneliti juga dapat beradaptasi dengan perubahan fenomena yang ada dilapangan serta dapat berhubungan dengan responden atau objek lainnya sehingga dapat memperoleh informasi sesuai dengan yang dibutuhkan. Dalam hal ini adalah informasi mengenai implementasi KebijakanLight on di wilayah Kabupaten Bantul. F. Pengujian Kredibilitas Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan sumber. Sumber yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pihak Satlantas Polres Bantul, Dinas perhubungan Kabupaten Bantul serta pihak kelompok sasaran. Dari ketiga sumber tersebut selanjutnya 14

16 dilakukan kroscek untuk mendapatkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaran atau keabsahannya. G. Teknik Analisis Data 1. Pengumpulan Data Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan, dialami, dan temuan tentang apa yang dijumpai selama penelitian yang merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya. Data yang dimaksudkan adalah datayang berhubungan dengan permasalahan tentang implementasi Kebijakan Light on di wilayah Kabupaten Bantul. 2. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses dimana peneliti melakukan pemilihan serta pemusatan perhatian pada penyederhanaan data hasil penelitian. Proses ini juga dinamakan sebagai proses transformasi data, yaitu perubahan dari data yang bersifat kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan menjadi data yang siap pakai. catatan-catatan lapangan itu kemudian disusun secara sistematis agar memberikan gambaran yang lebih tajam serta mempermudah pelacakan kembali apabila sewaktu-waktu data diperlukan kembali. 3. Display atau Penyajian Data Penyajian data dapat berupa bentuk tulisan atau kata-kata hasil wawancara dengan puihak implementor maupun kelompok sasaran kebijakan Light on, gambar atau foto-foto hasil dari observasi peneliti maupun yang berasal dari dokumentasi-dokumentasi milik implementor, serta grafik dan tabel yang berhubungan dengan implementasi kebijakan Light on di Bantul. Tujuan penyajian data adalah untuk menggabungkan informasi sehingga dapat 15

17 IV. menggambarkan keadaan yang terjadi serta mempermudah peneliti dalam melihat keseluruhan hasil penelitian. 4. Penarikan Kesimpulan Tahap penarikan kesimpulan ini menyangkut interpretasi peneliti, yaitu penggambaran makna dari data yang ditampilkan. Peneliti berupaya mencari makna dibalik data yang dihasilkan dalam penelitian serta menganalisa data kemudian membuat kesimpulan. Data-data yang sudah di reduksi dan disajikan dalam susunan yantg sistematis tersebut kemudian dianalisa guna menghasilkan sebuah kesimpulan dari penelitian mengenai implementasi kebijakan Light on di Bantul ini. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Kebijakan menyalakan lampu motor di siang hari atau Light on adalah salah satu upaya yang dibuat untuk menekan angka kecelekaan lalu lintas seminimal mungkin, namun sebenarnya kebijakan Ligh on ini bukan satu-satunya upaya yang dilakukan oleh petugas kepolisian dalam rangka mengurangi atau menekan angka kecelakaan dijalan raya. Kebijakan Light on merupakan bagian dari safety riding yang digalakkan oleh petugas kepolisian. Safety riding adalah cara berkendara yang aman demi keselamatan diri sendiri dan juga orang lain meliputi kelengkapan kendaraan (kaca spion, lampu, rem dan lain sebagainya) dan juga kelengkapan pengandara (jaket, sepatu, helm SNI, sarung tangan dan sebagainya). Dari hasil pengamatan secara langsung oleh peneliti, untuk beberapa bulan terakhir kurang lebih hanya 50% dari seluruh pengendara sepeda motor yang ada di jalan-jalan utama di Kabupaten Bantul yang mau menyalakan lampu di siang hari. Namun dari hasil wawancara yang dilakukan kepada 55 orang pengendara sepeda motor di wilayah Kabupaten Bantul, hanya 17 orang yang mengatakan setuju dengan Kebijakan Light on. Sedangkan 38 orang lainnya mengatakan tidak 16

18 setuju dengan kebijakan Light on karena berbagai alasan, seperti membuat bensin lebih boros, boros aki dan lampu, pemanasan global, menyilaukan mata, dan lain sebagainya. Terlepas dari munculnya fenomena-fenomena di lapangan tersebut, keberhasilan kebijakan Light on ini juga dapat dilihat dari tolak ukur keberhasilan atau tujuan dari kebijakan tersebut. Tujuan utama dibuatnya kebijakan tersebut adalah untuk mengurangi atau menekan tingginya angka kecelakaan yang terjadi di jalan raya. Dengan melihat data kecelakaan dari Satlantas Polres Bantul, maka dapat diketahui jumlah kejadian kecelakaan yang terjadi sebelum adanya Light on sampai sekarang, kemudian dapat dianalisis apakah ada perubahan jumlah kejadian kecelakaan dari sebelum adanya Light on hingga sekarang. Namun karena keterbatasan waktu dan akses, peneliti hanya memperoleh data kecelakaan tahun 2008 sampai dengan tahun B. Pembahasan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, Implementasi kebijakan Light on di Bantul ini secara umum dibagi menjadi tiga tahap pelaksanaan, yaitu tahap sosialisasi, tahap pelaksanaan dan tahap penindakan. Tahap sosialisasi meliputi sosialisasi dari pimpinan (Kapolri) kepada implementor (Satlantas Polres Bantul), sosialisasi kepada semua anggota Satlatas Polres Bantul dan sosialisasi kepada kelompok sasaran (pengguna sepeda motor di Bantul). Dari keseluruhan tahap sosialisasi tersebut sudah dapat berjalan tanpa dengan lancar. Pelaksanaan kebijakan Light on di Bantul ini ternyata tidak berjalan lancar karena terjadi pro dan kontra di masyarakat. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan para pengendara sepeda motor, mayoritas dari mereka tidak setuju dengan kebijakan Light on karena mereka merasa bahwa kebijakan ini lebih banyak menimbulkan kerugian dari pada keuntungan bagi mereka. Sedangkan dari pihak implementor dalam hal ini Satlantas Polres Bantul terdapat dua pernyataan yang agak berbeda, di satu sisi petugas yang sehari harinya bekerja di kantor menyatakan 17

19 bahwa implementasi kebijakan Light on ini sudah termasuk berhasil karena mayoritas pengendara sudah mau menjalankan peraturan yang ada yaitu menyalakan lampu motor pada siang hari setidaknya di jalan-jalan utama di Kabupaten Bantul. V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan maka dapat diambil kesimpulan bahwa, Implementasi kebijakan Light on di Kabupaten Bantul dari tahun 2010 hingga sekarang dapat dikatakan belum mencapai keberhasilan karena masih banyak kelompok sasaran yang belum mau menyalakan lampu motornya saat berkendara di siang hari. Implementasi kebijakan Light on di Wilayah Kabupaten Bantul secara terinci dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Komunikasi Sosialisasi yang dilakukan Satlantas Polres Bantul dalam implementasi kebijakan Light on di Kabepaten Bantul sudah dengan maksimal. Jika dilihat dari aspek kejelasan dan konsistensi, komunikasi yang dilakukan memang sudah baik, namun masih mengalami kendala pada aspek transmisi, yakni daya tanggap masyarakat masih kurang sehingga menghambat jalannya implementasi kebijakan Light on di wilayah Kabupaten Bantul. 2. Sumber daya Secara umum Satlantas Polres Bantul sudah mempunyai sumber daya manusia dan sumber daya finansial yang mencukupi. Secara kualitas sumber daya manusia yang dimiliki implementor sudah memenuhi, akan tetapi dari segi kuantitas, implementor memang mempunyai keterbatasan jumlah personil. Sehingga pengawasan tidak bisa dilakukan dengan maksimal. 3. Disposisi Dalam implementasi kebijakan Light on di wilayah Kabupaten Bantul, Satlantas Polres Bantul sebagai implementor telah mampu 18

20 menunjukkan disposisi atau karakter yang baik, diantaranya adalah kejujuran, komitmen, demokratis. 4. Struktur Birokrasi Satlantas Polres Bantul sudah mempunyai struktur birokrasi dan SOP yang jelas, hanya saja mereka terhambat dengan sistem hierarki yang kaku. Wewenang implementor dalam Implementasi kebijakan Light on di Bantul ini hanya sebatas apa yang diperintahkan oleh pimpinan saja, sehingga dalam situasi-situaasi tertentu tidak dapat mengambil keputusan secara cepat. B. Implikasi Implementasi kebijakan Light on di wilayah Kabupaten Bantul belum berjalan dengan optimal sehingga perilaku kelompok sasaran dalam hal ini para pengendara sepeda motor belum bisa berubah seperti yang diharapkan oleh implementor, yakni belum mau menyalakan lampu saat berkendara pada siang hari, karena belum adanya kesedaran berlalu lintas dari kelompok sasaran. Selain itu angka kecelakaan lalu lintas jalan di Kabupaten Bantul masih tinggi khususnya yang melibatkan sepeda motor. C. Saran 1. Pembuat kebijakan (decision maker) Seharusnya Kapolri memberikan perintah kepada implementor yakni Satlantas Polres Bantul untuk memberikan sanksi yang tegas sesuai dengan yang tertulis dalam UU No. 22 tahun 2009 Pasal 293 ayat (2) tentang ketentuan pemberian sanksi kepada pelanggar kebijakan tersebut agar implementasi kebijakan Light on dapat mencapai keberhasilan. 2. Implementor Satlantas Polres Bantul sebagai implementor kebijakan Light on ini seharusnya mau menegur atau mengingatkan pada para pengendara yang tidak menyalakan lampu saat berkendara di siang hari seperti pada saat awal-awal kebijakan ini diimplementasikan. 19

21 3. Kelompok sasaran Kelompok sasaran dalam hal ini para pengendara sepeda motor hendaknya mau menyalakan lampu saat berkendara di siang hari sertamematuhi peraturan lalu lintas yang ada, karena pada hakekatnya kebijakan Light on ini dibuat demi meningkatkan keselamatan diri mereka sendiri. DAFTAR PUSTAKA Abdul Wahab. (2008). Analisis Kebijakan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta:Bumi Aksara. AG Subarsono. (2011). Analisis Kebijakan Publik: Konsep Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dwiyanto Indiahono. (2009). Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis. Yogyakarta: Gava Media. Edi Suharto. (2011). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Haris Herdiansyah. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika Ismail Nawawi. (2009). Public Policy. Surabaya: PNM. Jones, Charles O. (1991). Pengantar Kebijakan publik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Leo Agustino. (2006). Politik & Kebijakan Publik. Bandung: AIPI Bandung Moleong, Lexy J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Riant Nugroho. (2006). Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang. Jakarta: Media Komputindo.. (2008). Public Policy. Jakarta : PT Elexmedia Komputindo Kelompok Gramedia. Samodra Wibawa, dkk. (1994). Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Tachjan.(2006). Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: Lemlit Unpad 20

22 Sumber peraturan-peraturan Surat Telegram Dirlantas Polda DIY No:ST/63/IX/2011 tanggal 30 September 2011 Surat Telegram Kapolres Bantul No:ST/598/X/2011 tanggal 6 Oktober 2011 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sumber Artikel Internet Badan Pusat Statistik. Jumlah Kecelakaan, Koban Mati, Luka Berat, Luka Ringan, dan Kerugian Materi yang Diderita Tahun diakses pada 10 Februari 2013 pukul WIB. BPS Kab. Bantul. (2011). Jumlah Kecelakaan, Koban Mati, Luka Berat, Luka Ringan, dan Kerugian Materi yang Diderita Tahun diakses pada 10 Februari 2013 pukul WIB. Calvariatmc. (2011). Kecelakaan Lalu Lintas. diakses pada 21 februari 2013 pukul WIB. Ferry Hadary. (2011). Menyalakan Lampu Sepeda Motor Di Siang Hari, Masihkah Menjadi Kontroversi? diakses pada 21 Juli 2013 pukul WIB Hartanti Widayani. (2011). Tingkat Kepatuhan Pengendara Sepeda Motor Terhadap Kewajiban Menyalakan Lampu Utama Di Siang Hari. diakses pada15 februari 2013 pukul WIB Kompas. (2011).Inilah Manfaat Menyalakan Lampu Motor pada Siang Hari. motor-pada-siang-hari.html. diakses pada 3 April 2013 pukul WIB. Kompasiana. (2013). Denda bagi Lampu Motor yang Tak Menyala Disiang Hari. diakses pada 20 Maret 2013 pukul WIB. Satlantas Polres Palu. (2013). Mengapa Kita Harus Menyalakan Lampu Pada Siang Hari??, diakses pada 20 januari 2013 pukul WIB. 21

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan pulang-pergi dengan menggunakan sepeda motor setiap harinya.

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan pulang-pergi dengan menggunakan sepeda motor setiap harinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepeda motor adalah salah satu alat transportasi yang sedang banyak digemari oleh masyarakat di indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah pengendara sepeda motor mengalami

Lebih terperinci

Foto 5. public adress Foto 7. public adress

Foto 5. public adress Foto 7. public adress LAMPIRAN DAFTAR LAMPIRAN 1. Dokumentasi Penelitian 2. Pedoman wawancara 3. UU No.22 tahun 2009 4. Surat Telegram Kapolres Bantul No:ST/598/X/2011 5. Surat Ijin Penelitian DOKUMENTASI PENELITIAN Foto 1.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Penelitian ini

BAB II KAJIAN TEORI. meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Penelitian ini BAB II KAJIAN TEORI Menurut Snelbecker dalam Moleong (57: 2010) teori merupakan separangkat proposisi yang berinteraksi secara sintaksi dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah

I. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan masyarakat saat ini maka kebutuhan sarana dan prasarana yang terkait dengan transportasi guna mendukung produktivitas di berbagai bidang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, terutama di kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Selain itu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

ANALISIS PELANGGARAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR TERHADAP UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

ANALISIS PELANGGARAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR TERHADAP UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN ANALISIS PELANGGARAN PENGENDARA SEPEDA MOTOR TERHADAP UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (Studi Kasus pada Satlantas Kepolisian Resor Subang Jawa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan penggunaan sepeda motor di Negara Indonesia sebagai salah

PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan penggunaan sepeda motor di Negara Indonesia sebagai salah PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan dan penggunaan sepeda motor di Negara Indonesia sebagai salah satu alat transportasi semakin tinggi. Hal ini dikarenakan rata-rata masyarakat Indonesia lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting dalam memperlancar pembangunan yang pemerintah laksanakan, karena merupakan sarana untuk masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi yang serba modern saat ini salah satu produk modern yang banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan sepeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

BAB I PENDAHULUAN. Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) menerangkan bahwa lalu lintas dan angkutan jalan adalah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian tiap hari di seluruh dunia. Berdasarkan laporan POLRI, angka

BAB I PENDAHULUAN. kematian tiap hari di seluruh dunia. Berdasarkan laporan POLRI, angka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah kendaraan di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Terutama kendaraan sepeda motor juga mengalami peningkatan. Jumlah kendaraan sepada motor pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha. Tahun Mobil Penumpang Bis Truk Sepeda Motor Jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha. Tahun Mobil Penumpang Bis Truk Sepeda Motor Jumlah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki populasi penduduk ke - 5 terbanyak di dunia setelah negara Brazil. Jumlah penduduk Negara Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta

I. PENDAHULUAN. Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan di dalam masyarakat yang harmonis akan terpelihara dengan baik jika tercipta suatu keamanan dan suatu kerukunan, yang mana tiap-tiap individu di dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan alat komunikasi jaman moderen yang sangat praktis karena dapat dibawa kemanamana. Kecanggihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa. Untuk menunjang pembangunan tersebut salah satu sarana yang di

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa. Untuk menunjang pembangunan tersebut salah satu sarana yang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa ini membawa dampak positif bagi masyarakat Indonesia, yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan antara Das Sein dengan Das Sollen adalah suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan antara Das Sein dengan Das Sollen adalah suatu hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenjangan antara Das Sein dengan Das Sollen adalah suatu hal yang lazim ditemui di dunia hukum. Demikian halnya dengan proses penegakan suatu perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan mobilitas sosial masyarakat, sehingga Negara merasa penting untuk mengaturnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pada saat ini banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para penegak hukum dan aparat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. mencapai tujuan nasional (Lemhannas,1997). Mencermati kondisi masyarakat

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. mencapai tujuan nasional (Lemhannas,1997). Mencermati kondisi masyarakat 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Ketahanan wilayah merupakan bagian dari Ketahanan Nasional yang secara terus menerus harus ditingkatkan, sehingga akan menciptakan situasi yang kondusif dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang semakin banyak, serta kemajuan teknologi yang semakin canggih membawa implikasi semakin ramainya transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah memberikan dampak luas terhadap berbagai segi kehidupan, khususnya bagi lalu lintas dan angkutan jalan. Seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia berlandaskan hukum, tidak berdasarkan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menimbulkan dampak lain, yaitu dengan semakin tinggi kepemilikan

I. PENDAHULUAN. masyarakat menimbulkan dampak lain, yaitu dengan semakin tinggi kepemilikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan dan perkembangan teknologi yang sangat pesat dewasa ini yang diikuti dengan pertambahan penduduk yang cukup tinggi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di dalamnya diatur oleh hukum. Tujuan dibuatnya hukum ini adalah untuk menciptakan suatu masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peranan yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembangunan negara Indonesia. Kemajuan dan perkembangan lalu lintas dan angkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan jumlah penduduk merupakan permasalahan yang memiliki dampak terhadap seluruh aspek kehidupan, salah satunya terhadap lalu lintas. Semakin banyakn

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepatuhan hukum masyarakat merupakan salah satu bagian dari budaya hukum, dalam budaya hukum dapat dilihat dari tradisi perilaku masyarakat kesehariannya yang sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berpindah atau bergerak tersebut akan semakin intensif. Hal ini tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. untuk berpindah atau bergerak tersebut akan semakin intensif. Hal ini tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi di kota akan terus berkembang jika pertumbuhan penduduk serta kebutuhannya untuk bergerak atau berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu 120 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang kesadaran hukum siswa dalam berlalu lintas yang dilakukan di SMA Negeri I Cipatat maka penulis dapat mengambil kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang mengintegrasikan bagian-bagian masyarakat dan hukum

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang mengintegrasikan bagian-bagian masyarakat dan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin modern suatu masyarakat, semakin banyak bidang-bidang kehidupan yang di atur oleh hukum. Hal ini terutama disebabkan oleh karena suatu masyarakat modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kota, terutama kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. suatu kota, terutama kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting untuk dimiliki oleh suatu kota, terutama kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Sistem

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TERHADAP TINGKAT KESADARAN DAN KEPATUHAN MASYARAKAT SUMENEP

TINJAUAN YURIDIS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TERHADAP TINGKAT KESADARAN DAN KEPATUHAN MASYARAKAT SUMENEP TINJAUAN YURIDIS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TERHADAP TINGKAT KESADARAN DAN KEPATUHAN MASYARAKAT SUMENEP Abshoril Fithry Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir terjadi diberbagai daerah terutama di kota-kota besar. Kondisi semacam

BAB I PENDAHULUAN. hampir terjadi diberbagai daerah terutama di kota-kota besar. Kondisi semacam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini permasalahan jumlah penduduk merupakan permasalahan yang memiliki dampak terhadap seluruh aspek kehidupan, salah satunya adalah permasalahan lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena yang sering dijumpai di Kota Bandung diantaranya yaitu banyaknya pengguna sepeda motor di jalan raya, khususnya di jam-jam tertentu, seperti saat jam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang mengandung arti bahwa hukum. merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang mengandung arti bahwa hukum. merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang mengandung arti bahwa hukum merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh negara-negara yang telah maju dan juga oleh Negaranegara yang sedang berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas adalah salah satu permasalahan yang dihadapi kota-kota besar di

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas adalah salah satu permasalahan yang dihadapi kota-kota besar di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalu lintas adalah salah satu permasalahan yang dihadapi kota-kota besar di Indonesia. Ini telah terbukti dengan indikasi-indikasi meningkatnya jumlah kecelakaan lalu

Lebih terperinci

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN: IMPLEMENTASI SISTEM KEAMANAN SWAKARSA (STUDI PATROLI KEAMANAN POLISI) DI KECAMANTAN KATINGAN HILIR, KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Oleh Santi Bahar Ising dan Indra Chusin Program Studi Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, dengan jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara hukum, dengan jumlah penduduk Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum, dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak hukum di Indonesia harus ditegakkan dengan sebaik mungkin. Hukum di Indonesia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tipe Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian

METODE PENELITIAN. Tipe Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian 36 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian Deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Nazir (2005: 55), penelitian deskriptif

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. penelitian yang berupaya menggambarkan suatu fenomena atau kejadian dengan

III. METODE PENELITIAN. penelitian yang berupaya menggambarkan suatu fenomena atau kejadian dengan III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Tipe Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini deskriptif, yakni jenis penelitian yang berupaya menggambarkan suatu fenomena atau kejadian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Widya Budhi Wicoksono, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Widya Budhi Wicoksono, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang sangat pesat ini, serta jumlah penduduk yang terus bertambah sehingga dibutuhkan sarana dan prasarana transportasi yang memadai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa pulau. Indonesia sebagai negara kepulauan memerlukan peran transportasi yang baik, berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi kota-kota besar seperti Jakarta maupun Bandung adalah masalah lalu lintas. Hal tersebut terbukti dengan angka kemacetan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkatnya berbagai aktivitas pemenuhan kebutuhan, salah satunya adalah

I. PENDAHULUAN. meningkatnya berbagai aktivitas pemenuhan kebutuhan, salah satunya adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan suatu kota dikaitkan dan dipengaruhi oleh jumlah penduduknya. Pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang besar menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang beralamat di Jalan Wates-Yogya KM 02, Kecamatan Pengasih,

BAB III METODE PENELITIAN. yang beralamat di Jalan Wates-Yogya KM 02, Kecamatan Pengasih, 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kepolisian Resor (Polres) Kulon Progo yang beralamat di Jalan Wates-Yogya KM 02, Kecamatan Pengasih, Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk memecahkan masalah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI UU NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (Studi Kasus di SMA Negeri 4 Kota Magelang) ABSTRAK

IMPLEMENTASI UU NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (Studi Kasus di SMA Negeri 4 Kota Magelang) ABSTRAK 1 IMPLEMENTASI UU NOMOR TAHUN 009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (Studi Kasus di SMA Negeri 4 Kota Magelang) Iwan Kurniawan*, Hartuti Purnaweni**, Rihandoyo*** * wanwan9585@yahoo.com; ** hartutipurnaweni@gmail.com;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu bentuk problematika yang sering menimbulkan permasalahan di jalan raya. Hal tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lebih lambat dari pertumbuhan lalu lintas menyebabkan tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lebih lambat dari pertumbuhan lalu lintas menyebabkan tingginya angka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya kepadatan lalu lintas yang disebabkan mudahnya kepemilikan kendaraan bermotor serta perkembangan sarana dan prasarana lalu lintas yang lebih lambat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa ini membawa dampak positif bagi masyarakat Indonesia yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kendaraan bermotor baik kendaraan roda dua, roda empat

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kendaraan bermotor baik kendaraan roda dua, roda empat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kendaraan bermotor baik kendaraan roda dua, roda empat atau lebih di Desa Citeureup terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari kantor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. pemantapan integrasi nasional guna memperkukuh ketahanan nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas beribu pulau, terletak memanjang di garis khatulistiwa, serta di antara dua benua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan, atau perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Dengan berjalannya kesadaran

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 1. VISI DAN MISI Sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten Lamandau dalam bidang Perhubungan komunikasi dan Informatika dituntut adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta. Lalu lintas di Yogyakarta sudah semakin padat dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta. Lalu lintas di Yogyakarta sudah semakin padat dengan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Selain dikenal sebagai kota wisata budaya, Yogyakarta juga dikenal sebagai kota pelajar. Tidak heran apabila Yogyakarta dibanjiri warga pendatang yang berasal dari

Lebih terperinci

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas Mengenal Undang Undang Lalu Lintas JAKARTA, Telusurnews Sejak Januari 2010 Undang Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 sudah efektif diberlakukan, menggantikan Undang Undang Nomor 14 Tahun 1992. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi masyarakat perkotaan dengan mobilitas tinggi, berlalu lintas merupakan salah satu aktifitas yang dilakukan hampir setiap hari. Aktifitas berlalu lintas di jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. Kecelakaan lalu lintas jalan raya merupakan permasalahan yang semakin lama menjadi semakin majemuk dan semakin

Lebih terperinci

STRATEGI SATUAN LALU LINTAS POLISI WILAYAH KOTA BESAR SURABAYA DALAM MENCIPTAKAN MASYARAKAT SANTUN BERLALU LINTAS DI JALAN SKRIPSI

STRATEGI SATUAN LALU LINTAS POLISI WILAYAH KOTA BESAR SURABAYA DALAM MENCIPTAKAN MASYARAKAT SANTUN BERLALU LINTAS DI JALAN SKRIPSI STRATEGI SATUAN LALU LINTAS POLISI WILAYAH KOTA BESAR SURABAYA DALAM MENCIPTAKAN MASYARAKAT SANTUN BERLALU LINTAS DI JALAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pada

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM SAFETY RIDING UNTUK MENEKAN ANGKA KECELAKAAN DI KOTA SURABAYA SKRIPSI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM SAFETY RIDING UNTUK MENEKAN ANGKA KECELAKAAN DI KOTA SURABAYA SKRIPSI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM SAFETY RIDING UNTUK MENEKAN ANGKA KECELAKAAN DI KOTA SURABAYA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN VETERAN Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kecelakaan lalu lintas dewasa ini dilaporkan semakin meningkat padahal telah banyak sarana dan prasarana untuk mengantisipasi kecelakaan lalu lintas, contohnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata lain terjadi kemacetan lalu lintas dan berbagai gangguan lalu lintas lainnya. termasuk ancaman keselamatan lalu lintas.

BAB I PENDAHULUAN. kata lain terjadi kemacetan lalu lintas dan berbagai gangguan lalu lintas lainnya. termasuk ancaman keselamatan lalu lintas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam aktivitasnya setiap hari, Transportasi darat khususnya bidang lalu lintas dan angkutan jalan merupakan komponen yang sangat penting dari sektor Perhubungan. Dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. implementasi kebijakan pengelolaan air limbah domestik di Kota Yogyakarta,

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. implementasi kebijakan pengelolaan air limbah domestik di Kota Yogyakarta, BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai implementasi kebijakan pengelolaan air limbah domestik di Kota Yogyakarta, maka dapat

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya BAB VI PENUTUP Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dalam bab ini penulis akan menarik suatu kesimpulan dan memberikan saran-saran yang diharapkan akan memberikan manfaat

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian sangat penting keberadaannya didalam proses penelitian yang dilakukan secara terencana dan sistematis, metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi darat berperan sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional serta mempunyai kontribusi terbesar dalam melayani mobilitas manusia maupun distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pola kehidupan masyrakat Indonesia. Tingkat pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pola kehidupan masyrakat Indonesia. Tingkat pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman sekarang ini membawa perubahan besar terhadap pola kehidupan masyrakat Indonesia. Tingkat pertumbuhan penduduk yang cepat dan terus bertambah,

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan ini adalah : 1. Variabel-variabel bebas yang memiliki hubungan signifikan dengan variabel terikat perilaku safety

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlengkapan kendaraan bermotor sudah di atur dalam Undang-Undang No

BAB I PENDAHULUAN. perlengkapan kendaraan bermotor sudah di atur dalam Undang-Undang No 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui kasus pelanggaran kendaraan bermotor saat ini semakin banyak bahakan menjadi salah satu polemik di Negeri ini, mengingat masih kurangnya kesadaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat mencemaskan. Berdasarkan data BPS 1, dalam satu dekade terakhir jumlah kecelakaan lalu lintas dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan dalam kehidupan masyarakat diatur oleh hukum. Hukum di Indonesia dimuat dalam bentuk konstitusi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk di Indonesia dewasa ini telah mengalami proses integrasi damai

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk di Indonesia dewasa ini telah mengalami proses integrasi damai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk di Indonesia dewasa ini telah mengalami proses integrasi damai ataupun konflik dalam bidang politik, ekonomi, perdagangan, dan sosial. Proses tersebut sejalan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KONTRIBUSI TATA TERTIB SEKOLAH TERHADAP KEDISIPLINAN SISWA KELAS 3B DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) NUR HIDAYAH SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI KONTRIBUSI TATA TERTIB SEKOLAH TERHADAP KEDISIPLINAN SISWA KELAS 3B DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) NUR HIDAYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI KONTRIBUSI TATA TERTIB SEKOLAH TERHADAP KEDISIPLINAN SISWA KELAS 3B DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) NUR HIDAYAH SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014 Oleh: SITI MARFU AH A 510 100 183

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi rahasia umum apabila perkembangan lalu lintas pada saat ini begitu pesat hal ini beriringan pula dengan perkembangan jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bogor merupakan salah satu kota yang sedang berkembang di Indonesia dari segi wisata dan fasilitas umum yang terus dikembangkan oleh pemerintahan Kota Bogor,

Lebih terperinci

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II Ada banyak hal yang termasuk kategori pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Dan sudah seharusnya masyarakat mengetahui jenis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong (2000: 3) penelitian kualitatif adalah prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. tahun 2010 jumlah kecelakaan yang terjadi sebanyak sedangkan pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. tahun 2010 jumlah kecelakaan yang terjadi sebanyak sedangkan pada tahun BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sangat sering terjadi. Jumlah kecelakaan dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Di Indonesia, pada tahun 2010

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai upaya polisi dalam menanggulangi pelanggaran Undang-undang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai upaya polisi dalam menanggulangi pelanggaran Undang-undang 120 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan mengenai upaya polisi dalam menanggulangi pelanggaran Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Berdasarkan Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Berdasarkan Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, sepeda motor yang tidak memenuhi persyaratan teknis merupakan sebuah pelangaran lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi lalu lintas di jalan raya semakin padat, bahkan bisa dibilang menjadi sumber kekacauan dan tempat yang paling banyak meregang nyawa dengan sia-sia. Kecelakaan

Lebih terperinci

Skripsi. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan. Pendidikan Strata 1. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Skripsi. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan. Pendidikan Strata 1. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 1 Hubungan Terpaan Sosialisasi Tertib Lalu Lintas Kementerian Perhubungan di Televisi dan Interaksi Peer Group dengan Perilaku Tertib Berlalu Lintas Pelajar dan Mahasiswa Semarang Skripsi Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan sejarah khususnya pembangunan dibidang penegakan supremasi

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan sejarah khususnya pembangunan dibidang penegakan supremasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Republik Indonesia memiliki peran penting dalam tonggak perjalanan sejarah khususnya pembangunan dibidang penegakan supremasi hukum, mulai dari pengamanan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN HELM SNI TERHADAP TINGKAT KETAATAN MASYARAKAT DALAM HUBUNGANNYA DENGAN FUNGSI HUKUM SEBAGAI ALAT PENGENDALI SOSIAL

EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN HELM SNI TERHADAP TINGKAT KETAATAN MASYARAKAT DALAM HUBUNGANNYA DENGAN FUNGSI HUKUM SEBAGAI ALAT PENGENDALI SOSIAL EFEKTIVITAS PEMBERLAKUAN HELM SNI TERHADAP TINGKAT KETAATAN MASYARAKAT DALAM HUBUNGANNYA DENGAN FUNGSI HUKUM SEBAGAI ALAT PENGENDALI SOSIAL Oleh : Eddhie Praptono, SH.MH Abstrak Salah satu perubahan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan. Begitu pun dalam hal lalu-lintas atau transportasi.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan. Begitu pun dalam hal lalu-lintas atau transportasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan sosial dengan kata lain perubahan sosial merupakan gejala yang melekat disetiap kehidupan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 92 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa yang telah di bahas dalam bab V sebelumnya, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: Kondisi tingkat penyalahgunaan narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan lalu lintas yang terjadi di kota Bandung dari hari ke hari

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan lalu lintas yang terjadi di kota Bandung dari hari ke hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan lalu lintas yang terjadi di kota Bandung dari hari ke hari semakin meningkat, terutama pada saat akhir pekan kenyamanan berkendara di Bandung menjadi

Lebih terperinci

UPAYA MENEKAN TINGGINYA ANGKA KECELAKAAN LALU LINTAS MELALUI SOSIALISASI UU NO

UPAYA MENEKAN TINGGINYA ANGKA KECELAKAAN LALU LINTAS MELALUI SOSIALISASI UU NO UPAYA MENEKAN TINGGINYA ANGKA KECELAKAAN LALU LINTAS MELALUI SOSIALISASI UU NO. 22 TAHUN 2009 BAGI WARGA DESA TAMPINGAN KECAMATAN BOJA KABUPATEN KENDAL Anis Widyawati Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka Pemerintah Kota Metro sejak tahun 2010 telah mencanangkan Program

BAB I PENDAHULUAN. maka Pemerintah Kota Metro sejak tahun 2010 telah mencanangkan Program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan Visi Kota Metro menjadi Kota Pendidikan maka Pemerintah Kota Metro sejak tahun 2010 telah mencanangkan Program Jam Belajar Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh pengendara sepeda motor di

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh pengendara sepeda motor di BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh pengendara sepeda motor di Kabupaten Sanggau merupakan tugas dan fungsi dari kepolisian lalu lintas Polres Sanggau. Berbagai upaya

Lebih terperinci

a. Manusia 89,56 % b. Jalan dan lingkungan 564% 5,64 c. Kendaraan 4,80 %

a. Manusia 89,56 % b. Jalan dan lingkungan 564% 5,64 c. Kendaraan 4,80 % Traffic safety (keselamatan lalulintas) l li Penyebab kecelakaan di Indonesia: a. Manusia 89,56 % b. Jalan dan lingkungan 564% 5,64 c. Kendaraan 4,80 % Manusia penyebab utama kecelakaan lalulintas Penyebab

Lebih terperinci

STUDI TENTANG KESADARAN HUKUM SISWA DALAM BERLALU LINTAS:

STUDI TENTANG KESADARAN HUKUM SISWA DALAM BERLALU LINTAS: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini permasalahan jumlah penduduk merupakan permasalahan yang memiliki dampak terhadap seluruh seluruh aspek kehidupan, salah satunya adalah permasalahan lalu

Lebih terperinci