S K R I P S I. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "S K R I P S I. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik"

Transkripsi

1 FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS BAGI PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK YANG USIA PERKAWINAN TAHUN DI WILAYAH PATANGPULUHAN PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN-YOGYAKARTA S K R I P S I Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik Oleh: Njo Mei Fang NIM: PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017

2 ii

3 iii

4 PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan kepada Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang iv

5 MOTTO Sebab segala sesuatu adalah dari Dia dan oleh Dia, dan kepada Dia; Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya. (Rm 11:36) v

6 vi

7 vii

8 ABSTRAK Skripsi ini berjudul FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS BAGI PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK YANG USIA PERKAWINAN TAHUN DI WILAYAH PATANGPULUHAN PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN-YOGYAKARTA, dipilih penulis untuk membantu pasangan suami istri Katolik yang kurang menghayati perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. Dalam perkawinan Katolik, pasangan suami istri mengikrarkan janji perkawinan untuk setia seumur hidup dalam suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit, dalam upaya mewujudkan ciri/ sifat perkawinan Katolik, yakni unitas dan indissolubilitas. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun, ditemukan pasangan suami istri menghayati janji perkawinan untuk tetap setia seumur hidup didukung oleh beberapa faktor antara lain: faktor kepribadian, faktor internal keluarga, faktor budaya, faktor kesehatan dan faktor fisik dalam upaya dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas; sedangkan faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang indissolubilitas, yakni: faktor iman, ekonomi dan sosial. Faktorfaktor di atas membantu pasangan suami istri Katolik dalam upaya mewujudkan perkawinan yang bahagia bersama pasangan dan tidak ingin bercerai. Dalam penelitian juga ditemukan pasangan mengalami hambatan dalam upaya mewujudkan janji perkawinan untuk setia seumur hidup, ketika mengalami suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit. Hambatan dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas menyebabkan perkawinan yang tidak bahagia bersama pasangan dan ingin bercerai. Beberapa hambatan yang dialami antara lain: kurang puas dalam hubungan seks dengan pasangan dan masalah anak; menyimpan dan sukar melupakan kesalahan pasangan yang menyakitkan hati serta kurang mengampuni dan tidak menerima pasangan yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali; tidak terlibat dalam kegiatan doa di lingkungan bersama pasangan dan anak-anak; pasangan lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga dan keterlibatan di lingkungan dan masyarakat kadang membuat keluarga harmonis. Penulis dalam skripsi ini mengusulkan program pendampingan iman yang sesuai, yakni rekoleksi untuk mengingatkan kembali pasangan suami istri Katolik akan janji pernikahannya dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. Dengan demikian kebahagiaan dan kesetiaan dalam hidup perkawinan di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran semakin terwujud. viii

9 ABSTRACT This thesis entitled SUPPORTING FACTOR IN AN EFFORT TO FORM THE UNITAS AND INDISSOLUBILITAS MARRIAGE FOR CATHOLIC COUPLES AGE YEARS OF MARRIAGE IN PATANGPULUHAN AREA OF SECRED HEART OF JESUS PUGERAN PARISH. It is chosen by the writer to help catholic couples who have less understanding of the unity and inseparable of marriage. In catholic marriage, a husband and a wife states their marriage vow to live faithfully in good and bad, in sickness and healthy, in an effort to form the feature/nature of catholic marriage, that is unity and inseparable. Based on research done to catholic couples ages15-30 years of marriage, it was found that couples experience to the full their marriage vow to be always faithful a long their life, supported by some factors such as: personality factor, family internal factor, cultural factor, health factor, and physical factor for the unity marriage. However, the supporting factors for the inseparable marriage are: faith, economic and social factors. The above factors help the catholic couples to form a happy family and far from divorce. In the research it is also found that couples experience obstacles in the effort to form their marriage vow to live faithfully a long their life when they experience the good and bad, sickness and healthy. Those Obstacles causes unhappy marriage and willingness to divorce. Those obstacles are: unsatisfied sexual intercourse with spouse and children problem, keeping and uneasy to forget hurting mistake of the spouse, uneasy to forgive and to receive back unfaithful spouse to be reunited; not participate in prayer activity in the community together with the spouse and children; the spouse chooses job more than the family and to participate actively in the community and society maybe to build a harmony family. The writer in the thesis suggests a suitable faith assistance program, that is recollection to remind catholic couples for their marriage vows in effort to form unity and inseparable marriage. Thus, happiness and faithfulness of marriage in Patangpuluhan area of Sacred Heart of Jesus Pugeran Parish could be realized. ix

10 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih, atas segala rahmat dan kasih- Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS BAGI PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK YANG USIA PERKAWINAN TAHUN DI WILAYAH PATANGPULUHAN PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN- YOGYAKARTA. Skripsi ini diajukan guna memberikan sumbangan pemikiran, gagasan, dan inspirasi bagi siapapun yang memilki kerinduan dalam mengembangkan Gereja Katolik di manapun berada. Proses penyusunan skripsi ini, berjalan dengan lancar karena dukungan dan kebaikan dari banyak orang, sehingga memampukan penulis untuk tetap semangat meskipun mengalami banyak kesulitan. Penulis mengalami pendampingan, dukungan, motivasi, serta perhatian, yang diyakini sebagai karya Tuhan dalam membimbing serta memampukan penulis menyelesaikan skripsi dengan penuh kesetiaan. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ, selaku dosen pembimbing utama dan dosen penelitian yang telah setia meluangkan waktu untuk membimbing dan mendampingi penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan, sehingga penulis termotivasi dalam penyusunan skripsi dari awal hingga akhir. 2. Drs. F.X. Heryatno W. W., S.J., M.Ed., selaku dosen pembimbing akademik x

11 dan dosen penguji II yang telah meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberi masukan sehubungan dengan skripsi ini. 3. P. Banyu Dewa HS, S. Ag., M. Si., selaku dosen penguji III yang telah meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberikan masukan demi semakin baiknya skripsi ini. 4. Para dosen Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini dengan penuh kasih dan sepenuh hati. 5. Staf dan karyawan Prodi PAK yang turut memberi perhatian dan dukungan bagi penulis. 6. Sr. Yosepha Bahketah, KKS sebagai Pemimpin Umum Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani studi di Prodi PAK. 7. Para Suster KKS yang selalu mendukung, mendoakan dan memberi semangat kepada penulis selama menjalani masa studi. 8. RD. F. Ngadiyono, RP. Sarto Mitakda SVD, dan Br. Rein Sihura BM, yang menyemangati, mendoakan, memotivasi dan mendukung penulis selama menjalani studi. 9. Keluarga yang senantiasa memberikan cinta dan perhatian serta dukungan doa kepada penulis. 10. RD. Paulus Supriyo selaku Romo Kepala Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan xi

12 xii

13 DAFTAR ISI JUDUL... PERSETUJUAN PEMBIMBING... PENGESAHAN... PERSEMBAHAN... MOTTO... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 4 C. Tujuan Penulisan... 5 D. Manfaat Penulisan... 5 E. Metode Penulisan... 7 F. Sistematika Penulisan... 7 BAB II. FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT MEMPENGARUHI UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN KATOLIK YANG UNITAS DAN INDIS SOLUBILITAS A. Perkawinan Katolik Hakikat Tujuan a. Kesejahteraan Suami Istri (Bonum Coniugum) ) Pengertian Kesejahteraan ) Aspek-Aspek Sejahtera Seutuhnya i ii iii iv v vi vii viii ix x xiii xix xiii

14 3) Kesejahteraan Suami Istri ) Beberapa Upaya Menyejahterakan Pasangan b. Kelahiran Anak (Prokreasi) c. Pendidikan Anak Ciri/Sifat Perkawinan Katolik a. Unitas (kesatuan) ) Dasar Unitas ) Pengertian Unitas ) Implikasi atau konsekuensi Unitas b. Indissolubilitas (tak terputuskan) ) Dasar Indissolubilitas ) Pengertian Indissolubilitas ) Implikasi atau konsekuensi Indissolubilitas Sakramental Janji Perkawinan Katolik B. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Mempengaruhi Upaya Mewujudkan Perkawinan Yang Unitas a) Faktor Kepribadian b) Faktor Internal Keluarga c) Faktor Budaya d) Faktor Kesehatan e) Faktor Fisik C. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Mempengaruhi Upaya Mewujudkan Perkawinan Yang Indissolubilitas.. 46 a) Faktor Iman/ Agama b) Faktor Ekonomi c) Faktor Sosial (relasi dengan orang lain) BAB III. PENELITIAN TERHADAP PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK YANG USIA PERKAWINAN TAHUN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS DI WILAYAH PATANG- PULUHAN PAROKI HKTY PUGERAN-YOGYAKARTA xiv

15 A. Gambaran Umum Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta Sejarah Paroki Keadaan Geografis Keadaan Demografis Visi Misi Gereja Situasi Umum Umat Paroki a. Situasi Kependudukan ) Gambaran Umum ) Keadaan Umat ) Jenis Kelamin dan Hubungan Kekeluargaan ) Kesukuan (Etnis) ) Struktur Usia b. Situasi Sosial Ekonomi ) Keadaan Ekonomi Keluarga ) Kegiatan Ekonomi c. Tingkat Pendidikan d. Situasi Perkawinan ) Perkawinan Katolik ) Perkawinan Beda Gereja ) Perkawinan Beda Agama ) Perkawinan Bermasalah B. Gambaran Umum Perwujudan Perkawinan Yang Unitas dan Indissolubilitas Di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran- Yogyakarta C. Penelitian Tentang Faktor-Faktor Pendukung Dalam Upaya Mewujudkan Perkawinan Yang Unitas dan Indissolubilitas Di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta Metodologi Penelitian a. Latar Belakang Penelitian b. Tujuan Penelitian c. Manfaat Penelitian xv

16 d. Jenis Penelitian e. Tempat dan Waktu Penelitian f. Responden Penelitian g. Instrumen Penelitian h. Variabel Penelitian Laporan Hasil dan Pembahasan Penelitian a. Gambaran Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Perkawinan Yang Unitas dan Indissolubilitas Di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta ) Faktor-faktor yang berpengaruh pada unitas perkawinan a) Faktor Kepribadian b) Faktor Internal Keluarga c) Faktor Budaya d) Faktor Kesehatan e) Faktor Fisik ) Faktor-faktor yang berpengaruh pada indissolubilitas perkawinan a) Faktor Iman b) Faktor Ekonomi c) Faktor Sosial ) Bahagia Bersama Pasangan ) Keinginan Tidak Bercerai b. Keterbatasan Penelitian c. Kesimpulan Penelitian BAB IV. PENGOLAHAN HASIL PENELITIAN DALAM UPAYA ME- WUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDIS- SOLUBILITAS A. Unitas (Kesatuan) Faktor Pendukung a. Faktor Kepribadian b. Faktor Internal Keluarga xvi

17 c. Faktor Budaya d. Faktor Kesehatan e. Faktor Fisik Faktor Penghambat B. Indissolubilitas (Tak Terputuskan) Faktor Pendukung a. Faktor Iman b. Faktor Ekonomi c. Faktor Sosial Faktor Penghambat C. Bahagia Dengan Pasangan D. Tidak Ingin Bercerai BAB V. PROGRAM PEMBINAAN IMAN: REKOLEKSI BAGI PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK USIA PERKAWINAN TAHUN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PER- KAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS DI WILAYAH PATANGPULUHAN PAROKI HKTY PUGERAN- YOGYAKARTA A. Latar Belakang Pemilihan Program Dalam Bentuk Rekoleksi B. Usulan Program Dalam Bentuk Rekoleksi Bagi Pasangan Suami Istri Katolik Yang Usia Perkawinan Tahun Di Wilayah Pantangpuluhan Paroki HKTY Pugeran Yogyakarta C. Tema Dan Tujuan Rekoleksi D. Matriks Program E. Gambaran Pelaksanaan Program F. Contoh Salah Satu Pelaksanaan Program BAB VI. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran 1 : Surat Permohonan Izin Penelitian... (1) xvii

18 Lampiran 2 : Surat Telah Melakukan Penelitian... (2) Lampiran 3 : Kuisioner Penelitian... (3) Lampiran 4 : Salah Satu Contoh Jawaban Responden Penelitian... (10) Lampiran 5 : Rekap Hasil Kuisioner Penelitian... (20) xviii

19 DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti singkatan Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8. Kej : Kejadian Ul : Ulangan Mal : Malaekhi Hos : Hosea Mat : Matius Mrk : Markus Luk : Lukas Kor : Korintus Ef : Efesus B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja KGK : Katekismus Gereja Katolik. Dicetak oleh Percetakan Arnoldus, Ende, KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II, 25 Januari xix

20 GE : Gravissimum Educationis. Pernyataan Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen, 28 Oktober GS : Gaudium Et Spes. Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang GerejaDewasa ini, 7 Desember LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November FC : Familiaris Consortio. Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II tentang Peran Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern, 22 November CC : Casti Cannubii. Ensiklik Paus Pius XI tahun HV : Humanae Vitae. Ensiklik Paus Paulus VI tahun C. Singkatan Lain Art. : Artikel Bdk. : Bandingkan Kan. : Kanonik UU : Undang-Undang RI No Th : Republik Indonesia : Nomor : Tahun PIL : Pria Idaman Lain WIL TTM KSPL : Wanita Idaman Lain : Teman Tapi Mesra : Kitab Suci Perjanjian Lama xx

21 KSPB PMI LCD RT RW SJ Pr dsb. km PS : Kitab Suci Perjanjian Baru : Palang Merah Indonesia : Liquid Crystal Display : Rukun Tetangga : Rukun Warga : Serikat Yesus : Projo : dan sebagainya : kilometer : Puji Syukur xxi

22 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hidup perkawinan merupakan panggilan dari Allah. Oleh karena itu hidup perkawinan adalah sakral dan kudus, yang mendorong pasangan suami istri menghayati kesucian persatuan laki-laki dan perempuan. Hal ini ditegaskan Susianto Budi (2015: 9) mengatakan Hubungan cinta kasih suami istri bersifat luhur, mulia, dan ilahi, dikehendaki Allah dan menunjuk kepada kesatuan Kristus dan Gereja-Nya (bdk. Ef 5:11-22). Dalam menjalani hidup panggilan berkeluarga, penulis mengamati adanya pasangan suami istri Katolik yang mengalami hambatan dalam hidup perkawinan, sehingga mengakibatkan ketidak-setiaan pasangan suami istri terhadap komitmen untuk saling menyerahkan diri seutuhnya dan perceraian, seperti terdapat dalam Dokumen Konsili Vatikan II Gaudium et Spes artikel 47 mengatakan: Akan tetapi tidak dimana-mana martabat lembaga itu bersama-sama berseri semarak, sebab disuramkan oleh poligami, malapetaka perceraian, apa yang disebut percintaan bebas, dan cacat cedera lainnya. Selain itu cinta perkawinan sering dicemarkan oleh cinta diri, gila kenikmatan dan ulah cara yang tidak halal melawan timbulnya keturunan. Kecuali itu situasi ekonomis, sosio-psikologis dan kemasyarakatan dewasa ini menimbulkan gangguan-gangguan yang tidak ringan terhadap keluarga (GS, art. 47). Yohannes Paulus II dalam Amanat Apostolik Familiaris Consortio artikel 6 menggambarkan situasi keluarga dalam dunia dewasa ini sebagai berikut: Tidak sedikit tanda-tanda merosotnya berbagai nilai yang mendasar: salah pengertian teoretis maupun praktis tentang tidak saling tergantungnya suami istri; salah faham yang serius mengenai hubungan kewibawaan antara orangtua dan anak-anak; kesukaran-kesukaran konkret yang dialami oleh keluarga sendiri dalam menyalurkan nilai-nilai; makin banyaknya

23 2 perceraian; malapetaka pengangguran; makin kerapnya sterilisasi; tumbuhnya mentalitas yang jelas-jelas kontraseptif (FC, art. 6). Di tengah kesulitan dan tantangan zaman, ditemukan semakin meningkat presentase jumlah perceraian dan sikap-sikap egois lainnya yang merusak relasi dan komunikasi keluarga merupakan fenomena yang memprihatinkan dan membuat keluarga masuk dalam kegelisahan (bdk. GS, art. 47 dan FC, art. 1). Agung Prihartana (2013: 27) mengatakan bahwa Keluarga mengabaikan bahkan tidak setia pada rahmat pengudusan dan sakramen baptis dan perkawinan (bdk. FC, art. 58). Selain itu ditemukan pasangan suami istri Katolik yang mampu mewujudkan hidup perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. Cinta perkawinan itu setia dan eksklusif dari semua yang lain dan itu sampai mati (HV, art. 12). Hello (2006: 16-17) mengatakan bahwa Walaupun kesetiaan suami istri seringkali memberikan kesulitan-kesulitan, namun bukan hal yang mustahil, sebab kesetiaan merupakan sesuatu yang terhormat dan berguna serta memperoleh penghargaan tertinggi. Barang siapa setia sampai akhir, ia akan menuai kebahagiaan. Kesetiaan dalam perkawinan bagi seorang Kristiani dipahami sebagai tak terceraikan dan tak terbatalkan. Penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian kepada pasangan suami istri Katolik mengenai faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, alasannya: pertama pasangan suami istri Katolik lebih mudah untuk memberikan jawaban secara jujur, sehingga penelitian yang dilaksanakan lebih akurat; kedua membantu pasangan suami istri Katolik semakin menghayati janji perkawinan dan mewujudkan perkawinan yang unitas dan

24 3 indissolubilitas; ketiga membantu pasangan suami istri Katolik semakin mewujudkan kesetiaan dan kebahagian dalam hidup perkawinan. Faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, antara lain: faktor iman, pada saat pasangan suami istri Katolik menghayati perkawinan sebagai lambang cinta kasih Kristus kepada Gereja-Nya bersifat total, penuh, tidak terbatas dan berlangsung kekal abadi, sehingga mereka mampu menghayati perkawinan yang bersifat unitas dan indissolubilitas (bdk. Ef 5:21-32); faktor sosial, pada saat pasangan suami istri terus menerus menjaga keutuhan dalam cinta yang eksklusif dan sepenuhnya sepanjang hidup atau kekal tak terceraikan (bdk. Mat 19:6), sehingga praktek poligami, apapun alasannya bertentangan dengan kehendak Allah sendiri (bdk. GS, art. 49). Penulis memilih usia perkawinan antara tahun, alasannya: pertama pada usia perkawinan tahun dianggap pasangan suami istri Katolik sudah matang dalam menjalani hidup perkawinan; kedua usia sekitar tahun, saat itu pasangan suami istri Katolik telah melewati masa krisis dalam perkawinan; ketiga pasangan suami istri masih lengkap atau keduanya masih hidup. Penulis memilih tempat di Wilayah Patangpuluhan, Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY) Pugeran-Yogyakarta, alasannya: pertama tempat penulis berdomisili, sehingga lebih mudah dalam melaksanakan penelitian; kedua Gereja di Wilayah Patangpuluhan bernaung dalam perlindungan Keluarga Kudus Nazaret, Yesus, Maria, Yosef yang menjadi teladan bagi keluarga Kristiani; ketiga jumlah pasangan suami istri Katolik yang akan diteliti sebanyak 46 pasang dari 8 lingkungan.

25 4 Rubiyatmoko (2015: 20) menjelaskan ciri-ciri hakiki perkawinan ialah unitas dan indissolubilitas, yang dalam perkawinan Kristiani memperoleh kekukuhan khusus atas dasar sakramen (bdk. kan. 1056). Kedua kekhasan ini esensial, karena terlekat dan terkandung dalam setiap perkawinan sebagai realitas natural. Kedua sifat ini merupakan data hukum ilahi kodrati, yang sudah tertanam dalam kodrat manusia sebagai tatanan fundamental bagi kebaikan umat manusia. Catur Raharso (2014: 100) mengatakan bahwa Kesetiaan adalah konsekuensi langsung dan logis dari kesatuan atau monogami. Penulis tertarik melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai faktorfaktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, dengan mengambil judul skripsi Faktor-Faktor Pendukung Dalam Upaya Mewujudkan Perkawinan Yang Unitas Dan Indissolubilitas Bagi Pasangan Suami Istri Katolik Yang Usia Perkawinan Tahun Di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran- Yogyakarta. B. RUMUSAN MASALAH Penulis mengidentifikasikan beberapa permasalahan yang muncul sebagai berikut: 1. Apa pengertian perkawinan Katolik yang berciri unitas dan indissolubilitas? 2. Apa faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas bagi pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta?

26 5 3. Bagaimana upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas bagi pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta? C. TUJUAN PENULISAN Beberapa tujuan dari penulisan sebagai berikut: 1. Menambah wawasan mengenai ciri perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. 2. Mengetahui faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas bagi pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta. 3. Memberikan sumbangan program pendampingan iman kepada tim kerasulan keluarga untuk membantu pasangan suami istri Katolik agar semakin mewujudkan perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. 4. Memenuhi salah satu syarat kelulusan Sarjana Strata I Program Studi Pendidikan Agama Katolik Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. D. MANFAAT PENULISAN Adapun manfaat dari penulisan ini adalah: 1. Bagi Pasangan Suami Istri Katolik a. Pasangan suami istri Katolik diharapkan semakin memahami sifat perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. b. Pasangan suami istri Katolik diharapkan semakin mengetahui faktor pendukung

27 6 dalam upaya mewujudkan perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. c. Pasangan suami istri Katolik diharapkan semakin mengupayakan penghayatan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas dalam hidup sehari-hari. d. Pasangan suami istri Katolik diharapkan semakin meningkatkan kekudusan hidup perkawinan. 2. Bagi penulis a. Penulis sebagai seorang biarawati semakin diperkaya dalam pemahaman mengenai perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. b. Penulis dibantu dalam melaksanakan tugas perutusan Kongregasi yang fokusnya pada Kerasulan Keluarga. 3. Bagi Pembaca a. Pembaca semakin memahami perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. b. Pembaca semakin mengetahui faktor pendukung dalam mewujudkan perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. 4. Bagi Kampus Memberikan ide-ide dan pengetahuan bagi mahasiswa prodi PAK dalam mencari bahan mengenai faktor-faktor pendukung bagi pasangan suami istri Katolik dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas.

28 7 E. METODE PENULISAN Metode Penulisan yang akan digunakan penulis dengan penelitian kualitatif dan studi pustaka. Penulis mengumpulkan data dengan menyebarkan kuisioner kepada pasangan suami istri Katolik berupa pertanyaan tertutup (memilih jawaban yang sudah tersedia) dan pertanyaan terbuka (jawaban menurut pendapat sendiri), agar memperoleh data yang lengkap mengenai faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan Indissolubilitas bagi pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran- Yogyakarta. Defenisi metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 1989: 3). Studi Pustaka digunakan untuk memperkuat teori mengenai ciri hakiki perkawinan Katolik. F. SISTEMATIKA PENULISAN Gambaran umum mengenai sistematika penulisan yang akan dibahas di dalam penulisan skripsi, sebagai berikut: Bab I berisikan pendahuluan, meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. Bab II berisikan faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas, meliputi deskripsi perkawinan Katolik: hakikat perkawinan, tujuan perkawinan, ciri-ciri perkawinan yang unitas dan indissolubilitas menyangkut dasar, pengertian dan implikasinya, sakramental, janji perkawinan. Kemudian faktor pendukung dan faktor

29 8 penghambat mempengaruhi upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, antara lain: faktor kepribadian, internal keluarga, budaya, kesehatan, fisik, iman/agama, ekonomi dan sosial atau relasi dengan orang lain. Bab III berisikan penelitian terhadap pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran- Yogyakarta, meliputi gambaran umum Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta; gambaran umum perwujudan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta; penelitian tentang faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta. Bab IV berisikan pengolahan hasil penelitian dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, meliputi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, bahagia dengan pasangan dan tidak ingin bercerai. Bab V berisikan program pembinaan iman: rekoleksi bagi pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta, meliputi: latar belakang pemilihan program, usulan program dalam bentuk rekoleksi, tema dan tujuan rekoleksi, matriks program, gambaran pelaksanaan program, contoh pelaksanaan program. Bab VI Penutup berisikan kesimpulan dan saran. Demikian proses berpikir penulis yang dituangkan dalam skripsi ini. Penulis berharap penulisan mengenai faktor pendukung dalam upaya mewujudkan

30 9 perkawinan yang Unitas dan Indissolubilitas berguna bagi pasangan suami istri khususnya dan Gereja pada umumnya.

31 BAB II FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT MEMPENGARUHI UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN KATOLIK YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS Bab ini secara khusus mendalami ciri/sifat dari perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas menyangkut: dasar, pengertian dan implikasinya. Namun sebelum membahas mengenai ciri/sifat perkawinan, terlebih dahulu disampaikan mengenai perkawinan Katolik, menyangkut hakikat perkawinan; tujuan perkawinan antara lain kesejahteraan suami istri (bonum coniugum), kelahiran anak (prokreasi) dan pendidikan anak; janji perkawinan untuk setia pada pasangan dalam suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit; dan sakramen perkawinan. Kemudian mendalami faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas antara lain: kepribadian, internal keluarga, budaya, kesehatan, fisik, iman/agama, ekonomi dan sosial atau relasi dengan orang lain. Hal ini menjadi pokok pembahasan mengenai faktor pendukung bagi pasangan suami istri Katolik dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. A. PERKAWINAN KATOLIK 1. Hakikat Hakikat perkawinan menurut Kej 1:26-28 merupakan persatuan antara seorang pria dan seorang wanita, yang diberkati oleh Allah sendiri, dan diberi

32 11 tugas bersama oleh-nya untuk meneruskan generasi manusia serta memelihara dunia. Kemudian menurut Kej 2:18-25 mengatakan bahwa kesatuan erat antara seorang pria dan seorang wanita, atas dorongan Allah sendiri, yang mendorong suami mampu dan mau meninggalkan ayah ibunya serta hidup bersatu dengan istrinya sedemikian erat, sehingga keduanya menjadi satu manusia baru (Hadiwardoyo, 2004: 13-14). Pendahuluan dalam Konsili Trente yang mengatakan bahwa Sejak awal mula perkawinan merupakan suatu ikatan tetap dan tak terputuskan (indissolubilitas), yang didasarkan pada Kej 2:23-24; Mat 19:5 dan Mrk 10:8. Penegasan Konsili bukan penegasan historis atau seolah-olah begitulah nyatanya awal perkawinan di antara manusia, melainkan suatu keterangan teologis atau apa yang dimaksud Pencipta (Groenen, 1993: 249). Hal ini ditegaskan kembali dalam ensiklik Humanae Vitae artikel 8 mengatakan bahwa Perkawinan itu lembaga yang didirikan oleh Pencipta. Ajaran Gereja mengenai hakikat perkawinan mulai zaman Bapa-bapa Gereja sampai zaman ini mengatakan perkawinan mempunyai martabat suci, karena diberkati oleh Allah dan direstui oleh Tuhan Yesus. Setelah suami istri mengungkapkan janji nikah, maka perkawinan menjadi sah. Perkawinan sah antara dua orang Kristen merupakan sebuah Sakramen. Perkawinan sebagai lembaga Ilahi dan komunitas seluruh hidup berdasarkan kasih serta lambang dari partisipasi dalam hubungan kasih Kristus dan Gereja (Hadiwardoyo, 2015: 48-61). Hakikat perkawinan sebagai sebuah perjanjian antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk kebersamaan seluruh hidup terdapat dalam Kitah Hukum Kanonik kan :

33 12 Perjanjian (feodus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk diantara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen. Beberapa defenisi perkawinan antara lain: pertama perkawinan adalah sebuah persekutuan hidup suami istri yang penuh, total dan eksklusif, tak terputuskan, yang melibatkan seluruh pribadi dalam semua aspek kehidupan dan aktivitas: material-ekonomis, cinta kasih, afeksi, pelayaanan dan perhatian, relasi seksual (Catur Raharso, 2014: 47); kedua perkawinan adalah persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita, atas dasar ikatan cinta kasih yang total, dengan persetujuan bebas dari keduanya yang tidak dapat ditarik kembali, dengan tujuan antara lain: kelangsungan bangsa, perkembangan pribadi dan kesejahteraan keluarga (Gilarso, 2015: 9); ketiga Abineno (1982: 28-38) mengatakan bahwa Perkawinan adalah suatu persekutuan hidup antara suami dan istri yang total, eksklusif, dan kontinyu. Gaudium et Spes art. 48 mengatakan bahwa Perkawinan merupakan persekutuan hidup dan cinta kasih yang mesra, yang diciptakan oleh pencipta dan dilengkapi dengan hukumnya, diwujudkan oleh perjanjian nikah atau persetujuan pribadi yang tak dapat ditarik kembali. Kemudian seorang teolog keluarga bernama M. Foley yang dikutip oleh Hello (2006: 16) mengatakan bahwa Dalam perkawinan seorang pria ditambah seorang wanita berkembang menjadi satu kesatuan yang menghasilkan dua pribadi yang lebih kaya dan lebih mendalam. Beragamnya wujud perkawinan, maka C. Groenen (1993: 19) mengusulkan defenisi perkawinan dari segi sosio-antropoligis, yakni Perkawinan ialah hubungan yang kurang lebih mantap dan stabil antara pria dan wanita (seorang

34 13 atau beberapa orang) justru sebagai pria dan wanita, jadi hubungan seksual, yang oleh masyarakat yang bersangkutan (kurang lebih luas) sedikit banyak diatur, diakui dan dilegalisasikan. Hadiwardoyo (2007: 5-7) melihat hakikat perkawinan dari tiga sudut pandang yang berbeda, yakni: pertama sudut pandang yuridis bahwa perkawinan pada hakikatnya merupakan suatu ikatan sah antara seorang pria dan seorang wanita, sebagai suami istri; kedua sudut pandang psikologis bahwa perkawinan pada hakikatnya merupakan persatuan menyeluruh antara seorang pria dan seorang wanita, yang masing-masing tetap unik; ketiga sudut pandang religius bahwa setiap perkawinan yang sah merupakan lambang dari Perkawinan Suci antara Allah dan umat-nya. Beberapa pendapat di atas mengenai hakikat perkawinan, maka penulis memilih persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita yang didasarkan cinta kasih yang total dengan persetujuan bebas dari keduanya yang tidak dapat ditarik kembali. 2. Tujuan Tujuan perkawinan menekankan unitif dari perkawinan, yakni kesatuan erat antara suami-isteri itu sendiri (bdk. Kej 2:18-25) dan ditegaskan dalam Mat 19:6 bahwa Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Dengan demikian di dalam tujuan perkawinan secara inplisit mengandung unsur unitif dan indissolubilitas, kesatuan yang erat bersifat indissolubilitas.

35 14 Ajaran Gereja mengenai tujuan perkawinan mulai zaman Bapa-bapa Gereja sampai zaman ini, sebagai berikut: memudahkan pembagian warisan dan menurunkan anak-anak yang sah serta sehat, membentuk kesatuan jiwa suami istri dalam kasih rohaniah dan menurunkan anak-anak, pengaturan nafsu seksual dan terbuka pada keturunan (Hadiwardoyo, 2015: 63-78). Pedoman Pastoral Keluarga art. 7 mengatakan bahwa Perkawinan adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, melahirkan anak, membangun hidup kekerabatan yang bahagia dan sejahtera. Kemudian Pedoman Pastoral Keluarga art. 8 mengatakan bahwa Perkawinan adalah suatu ikatan suci demi kesejahteraan suami istri dan kelahiran anak serta pendidikannya itu tidak hanya tergantung pada kemauan manusiawi semata-mata, tetapi juga pada kehendak Allah. Setiap keputusan yang dipilih mengandung tujuan yang hendak dicapai, sebagaimana seorang laki-laki dan seorang perempuan memutuskan untuk menikah. Rubiyatmoko (2012: 19) dengan sederhana menunjukkan adanya 3 tujuan utama perkawinan (bdk. kan ) yakni: kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum), kelahiran anak (prokreasi) dan pendidikan anak (bonum prolis). Kemudian Catur Raharso (2014: 60) melihat tujuan perkawinan dalam dua aspek, yaitu kesejateraan suami istri dan kesejahteraan anak. Selanjutnya Gilarso (2015: 11-12) mengatakan: Tujuan perkawinan yang layak dikejar oleh suami istri ialah: pertama pengembangan dan pemurnian cinta kasih suami istri; kedua kelahiran dan pendidikan anak; ketiga pemenuhan kebutuhan seksual dan keempat lainlain seperti kesejahteraan keluarga, jaminan perlindungan dan keamanan,

36 15 demi ketenangan, nama baik, kerukunan keluarga, jaminan nafkah/ ekonomi, sah dan sehatnya keturunan dan sebagainya. Beberapa pendapat di atas mengenai tujuan perkawinan, maka penulis memilih kesejahteraan dan kebahagiaan suami istri menyangkut relasi interpersonal antara suami istri, persekutuan jiwa dan hati untuk saling menolong dan membantu, terbuka bagi kelahiran anak serta mendampingi dan mendidik anak sesuai dengan iman Katolik. a. Kesejahteraan Suami Istri (Bonum Coniugum) 1) Pengertian Kesejahteraan Kesejahteraan menurut pandangan Gereja terdapat dalam surat apostolik Paus Yohanes Paulus II Familiaris Consortio bagian II art merumuskan bahwa Keluarga sejahtera dalam kesetiaan kepada rencana Allah. Kemudian kesejahteraan menurut pandangan negara pasal 1 ayat 11 UU RI no. 10 th tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejatera merumuskan sebagai berikut: Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Selain itu dirumuskan dalam Piagam Hak-Hak Keluarga mengenai kesejahteraan keluarga yang terdapat dalam mukadimahnya yang isinya: bahwa hak-hak, kebutuhan mendasar, kebaikan dan nilai-nilai keluarga seringkali diingkari dan tak jarang digerogoti oleh undang-undang, lembaga-lembaga dan program-program sosio-ekonomis, maka Gereja Katolik mulai menyadari bahwa kesejahteraan pribadi, masyarakat dan Gereja sendiri itu juga melewati jalan keluarga. Oleh karena itu Gereja selalu menganggap bahwa pewartaan tentang rencana Allah tentang pernikahan dan keluarga merupakan bagian dari perutusannya, dan

37 16 berjuang untuk mengembangkannya serta membelanya melawan semua yang menyerangnya. Beberapa pengertian di atas, maka keluarga disebut sejahtera bukan hanya dilihat dari segi jasmani, ketika segala materi terpenuhi, namun juga segi rohani, ketika hubungan dengan Tuhan dan relasi pasangan, relasi dengan keluarga dan masyarakat terjalin dengan baik dan harmonis. 2) Aspek-Aspek Sejahtera Seutuhnya Pedoman persiapan perkawinan di lingkungan Katolik mengatakan bahwa Keluarga sejahtera seutuhnya dalam segala aspeknya berpegang pada visi dan paham manusia seutuhnya, termasuk dalam kehidupan keluarga. Keanekaragaman aspek keluarga sejahtera itu tidak bisa berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan di dalam keutuhan manusia dan keluarga yang sama. Dalam upaya untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga utuh meliputi berbagai aspek yang saling berkaitan dan merupakan upaya terus menerus dalam mewujudkannya di tengah dunia yang terbatas ini. Aspek-aspek keluarga sejahtera meliputi Aspek Fisik, Psikis, Intelektual, Kultural, Religius, Moral, Sosial. 3) Kesejahteraan Suami Istri Ukuran kesejahteraan suami istri menurut Kej 2:18-25 adalah penghargaan seseorang terhadap pasangan nikahnya (Bambang Alriyanto, 1996: 3); ketika pasangan suami istri sadar akan pemenuhan secara terus menerus dalam diri mereka sendiri hingga cinta timbal balik mereka tetap ada dan total (Eminyan, 2005: 34); ketika pasangan suami istri dapat memenuhi kebutuhan akan sandang,

38 17 pangan, papan serta pendidikan yang memadai (Eminyan, 2005: 21); ketika pasangan suami istri bersatu dan rela menyerahkan diri demi kebahagiaan pasangannya (Gilarso, 2015: 11); ketika masing-masing pihak memahami hak dan kewajiban, saling berkorban dan saling memberi (Haskim dan Laendra, 1980: 19). Kesejahteraan pasangan secara abstrak bisa didefenisikan sebagai suami istri itu sendiri yang saling menyerahkan dan menerima diri pribadi (Catur Raharso, 2014: 62). Hal ini ditegaskan oleh St.Thomas Aquino yang dikutip oleh Catur Raharso (2014: 63) mengatakan bahwa Cinta selalu mengarahkan seseorang kepada dua objek sekaligus, kepada apa yang baik dan bernilai (bonum), dan kepada orang yang dicintai itu. Dengan demikian pengertian kesejahteraan suami istri dalam perkawinan bukanlah kesejahteraan individualistik dua bujangan yang hidup bersama, melainkan kesejahteraan dualistik dan altruistik sebagai pasangan. Kesejahteraan suami istri mengandung pengertian yang sangat kompleks dan dinamis, karena konsep kesejateraan sangat kontekstual, ditentukan oleh faktor budaya, mentalitas, pandangan dan gaya hidup, hukum, serta latar belakang pendidikan serta situasi sosial ekonomi (Catur Raharso, 2014: 63). Jadi kesejahteraan suami istri dapat tercapai jika masing-masing pribadi pasangan saling menghargai dan menempatkan pasangannya sebagai patner cinta kasih dalam mewujudkan kesejateraan keluarga. Kesejahteraan suami istri adalah komunitas intim hidup dan cinta pasangan itu sendiri, yang mereka bangun, pertahankan dan upayakan selalu dan bersamasama. Hal ini menuntut secara konkret pada masing-masing pihak beberapa karakteristik kehendak yakni: hidup dan tinggal bersama, mencukupi kebutuhan-

39 18 kebutuhan hidup pasangan, berpartisipasi dalam pengambilan keputusankeputusan mengenai hidup perkawinan dan keluarga (Catur Raharso, 2014: 63-64). Dalam mengupayakan bonum coniugum terdapat dua aspek yakni: pertama aspek eksternal dan lahiriah, diwujudkan dengan membangun kehidupan sebagai pasangan; kedua aspek internal, diwujudkan dengan integrasi spiritual dan afektif (Catur Raharso, 2014: 64). Hal ini tidak boleh dimengerti sekadar sebagai kehidupan bersama secara fisik, melainkan lebih-lebih solidaritas (pelayanan dan bantuan timbal balik) dan partisipasi pada setiap situasi kondisi vital pasangan. Catur Raharso (2014: 65-66) mengatakan bahwa Kesejahteraan suami istri dibangun atas dasar kemampuan untuk saling menyesuaikan dan menyempurnakan diri demi pasangannya, yang juga diwujudkan dalam relasi seksual sebagai wujud penyerahan diri mereka secara timbal balik (bdk. kan ). Pedoman persiapan perkawinan di lingkungan Katolik mengatakan bahwa Dalam mewujudkan dan menghayati kesatuan hati dan jiwa yang dicitacitakan, sehingga terciptalah kebahagiaan hidup berkeluarga, pada suami istri melekat beberapa pokok tanggungjawab yang meliputi membina dan mengembangkan hidup bersama, membina dan mengembangkan kesetiaan satu sama lain, mengembangkan komitmen seumur hidup, menghormati nilai pribadi manusia, mengembangkan relasi dan komunikasi serta saling mendukung dan menghayati iman. Dalam membangun kesejahteraan, pasangan suami istri mengalami hambatan karena perilaku egosentris, ketika pasangan tidak mampu melihat atau memahami suatu hal atau peristiwa di sekitarnya menurut pikiran dan perasaan pasangannya (Raharso, 2014: 66).

40 19 4) Beberapa Upaya Menyejahterakan Pasangan Beberapa upaya menyejahterakan pasangan antara lain: memberikan nafkah lahiriah (sandang, pangan dan papan) dan nafkah batiniah (hubungan seksual), memberikan kebebasan kepada pasangannya untuk memelihara imannya dan melaksanakan kewajiban agamanya, memberikan kebebasan-kebebasan lain yang sewajarnya kepada pasangan lainnya untuk mengembangkan dirinya, tidak berlaku kasar (secara fisik, moral atau psikologis) atau bahkan menyiksa pasangannya (Raharso. 2014: 64). b. Kelahiran Anak (Prokreasi) Kitab Suci Perjanjian Lama (KSPL) dalam Kej 2:18 mengatakan bahwa Tuhan Allah berfirman "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia," dan Kej 2:23 mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia dari awal pria dan wanita, serta Kej 1:28 mengatakan bahwa Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu. (bdk. GS, art. 50). Paus Paulus VI dalam ensiklik Human Vitae artikel 12 mengatakan bahwa Hubungan seks suami istri itu mempunyai dua makna yang tak terpisahkan, yakni menyatukan suami istri dan menurunkan anak (unitif dan prokreatif). Kemudian Konsili Vatikan II dalam Gaudium et Spes art. 50a mengatakan bahwa Perbuatan khas pernikahan, dari kodratnya terarah kepada kelahiran dan pendidikan anak. Pedoman Pastoral Keluarga art. 13 mengatakan bahwa dengan melahirkan kehidupan baru (prokreasi), secara istimewa suami istri mengambil bagian dalam

41 20 karya penciptaan-nya (bdk. FC, art. 28) dan Kej 1:28 memperlihatkan dengan jelas bahwa Allah sendirilah yang mengangkat mereka menjadi rekan kerja dalam karya penciptaan. Catur Raharso (2014: 68) menegaskan bahwa Agar ada kesepakatan nikah, perlulah mempelai sekurang-kurangnya mengetahui bahwa perkawinan adalah suatu persekutuan tetap antara pria dan wanita yang terarah pada kelahiran anak, dengan suatu kerjasama seksual. Hasil dari relasi intim suami istri saling memberi diri dan menikmati cinta secara sempurna adalah mengadakan, membesarkan dan mendidik anak. Anak adalah buah kasih orangtua. Anak adalah milik Allah yang dititipkan pada orangtua membuat mereka menjadi lebih manusia (Hello, 2006: 18). Perkawinan adalah lembaga yang ditetapkan secara bijaksana oleh Allah Pencipta untuk mewujudkan rencana kasih-nya bagi umat manusia, melalui penyerahan diri timbal balik yang khas, personal dan eksklusif, suami istri membentuk persekutuan hidup untuk saling membantu mencapai kesempurnaan pribadi, serta kerjasama dengan Allah dalam menciptakan generasi baru dan mendidiknya. Cinta kasih suami istri yang mengantar mereka untuk saling mengenal hingga menjadikan mereka satu daging, tidak hanya untuk suami istri berdua, melainkan memampukan mereka untuk pemberian diri setinggi mungkin sebagai rekan kerja Allah dalam meneruskan kehidupan baru dan menumbuhkembangkannya menjadi pribadi manusia (Catur Raharso, 2014: 69-70). c. Pendidikan Anak Tanggungjawab menyejahterakan anak, terkandung pula kewajiban untuk mendidik anak-anak. Dalam Gravissimum Educationis art. 3 mengatakan:

42 21 Karena telah memberikan kehidupan kepada anak-anak mereka, orangtua terikat kewajiban yang sangat berat untuk mendidik anak-anak mereka, dan karena itu mereka harus diakui sebagai pendidik pertama dan utama anakanak mereka. Tugas mendidik ini begitu berat, sehingga kalau tidak ada sulit untuk dilengkapi. Kemudian dalam FC, art. 36 mengatakan: Tugas mendidik berakar dalam panggilan utama suami istri untuk berperan serta dalam karya penciptaan Allah. Dengan membangkitkan dalam dan demi cinta kasih seorang pribadi yang baru yang dalam dirinya mengembangkan diri, orangtua sekaligus bertugas mendampinginya secara efektif untuk menghayati hidup manusiawi sepenuhnya. Catur Raharso (2014: 75) menegaskan kembali pernyataan di atas dengan mengutip KHK kan mengatakan bahwa Orangtua mempunyai kewajiban sangat berat dan hak primer untuk sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial dan kultur, maupun moral dan religius. Pendidikan anak harus mengarah pada pendidikan demi masa depan anak-anak terdapat dalam GS, art. 52a mengatakan: Anak-anak harus dididik sedemikian rupa sehingga setelah mereka dewasa, dapat mengikuti dengan penuh rasa tanggungjawab panggilan mereka termasuk juga panggilan khusus, dan memilih status hidup, bila mereka memilih status hidup pernikahan, semoga mereka dapat membangun keluarganya sendiri dalam situasi moral, sosial dan ekonomi yang menguntungkan mereka. Pedoman Pastoral Keluarga art. 9 mengatakan bahwa Berkat rahmat sakramen perkawinan, suami istri menerima rahmat istimewa yang membuat mereka lebih mampu menjadi suci dan mendidik anak-anak secara Katolik (bdk. LG, art. 11). Kemudian Pedoman Pastoral Keluarga art. 10 mengatakan bahwa Kehadiran anak-anak dalam keluarga merupakan anugerah sangat berharga dan sekaligus mahkota cinta kasih dalam perkawinan.

43 22 Maka anak-anak selayaknya dicintai, dihargai, diterima sepenuhnya dan dikembangkan sebaik mungkin oleh kedua orangtua. Tugas mendidik anak bersumber dari panggilan asli orangtua untuk berpartisipasi dalam karya penciptaan Allah. Karena cinta dan demi cinta orangtua telah melahirkan kehidupan baru. Selanjutnya kelahiran baru (anak) ini terpanggil untuk berkembang dan bertumbuh menjadi pribadi manusia yang utuh dan dewasa. Karena itu, sangatlah logis dan natural bahwa orangtua memiliki tugas dan tanggungjawab utama dan langsung untuk membantu secara efektif anak-anak mereka agar dapat hidup sepenuhnya sebagai pribadi manusia (Catur Raharso, 2014: 75). Hello (2006: 19) mengatakan bahwa Orangtua dapat melakukan tugasnya sebagai pembimbing utama yang mengarahkan, menuntun, memberikan pengertian dan pemahaman yang benar tentang sesuatu hal sesuai kaidah-kaidah iman kristiani. Keluarga menjadi tempat pertama dan utama dalam pendidikan iman (bdk. Ul 6:7). 3. Ciri-ciri Perkawinan Katolik Kitab Suci Perjanjian Baru (KSPB) dalam Mrk 10:8; Mat 19:5 dan 1Kor 7 mengajarkan ciri/sifat perkawinan Katolik yakni monogami dan sifat tak terputuskan. Ajaran Gereja mengenai ciri-ciri perkawinan mulai zaman Bapa-bapa Gereja sampai zaman ini sebagai berikut: ikatan perkawinan antara orang-orang Kristen bersifat monogam dan tak terputuskan setelah diucapkannya janji nikah dan setelah dilakukan consummatio oleh suami istri karena perkawinan

44 23 merupakan lambang hubungan kasih antara Kristus dan Gereja. Perkawinan sah antara dua orang kristen benar-benar merupakan sebuah sakramen dan ikatannya bersifat tak terputus, monogami dan menolak poligami berdasarkan hukum ilahi HV, art. 9 dan GS, art. 49 mengatakan bahwa Cinta suami istri adalah setia dan eksklusif sampai akhir hidup, demikianlah mempelai dan pengantin memahaminya pada hari mereka dengan bebas dan sadar saling mengikat dengan janji nikah mereka. Kemudian FC, art. 19 mengatakan bahwa Perjanjian kasih perkawinan suami isteri bukanlah dua, melainkan satu dan dipanggil untuk senantiasa tumbuh dalam kesatuan dan kesetiaan setiap hari, dengan berpegang teguh pada janji perkawinan untuk penyerahan diri timbal balik. Perkawinan Katolik memiliki ciri-ciri hakiki, yang membedakannya dengan perkawinan lain. Rubiyatmoko (2012: 20) mengungkapkan kekhasan perkawinan Katolik dengan mengutip KHK kan mengatakan Ciri-ciri hakiki (proprietates) perkawinan ialah unitas (kesatuan) dan indissolubilitas (tak terputuskan), yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan khusus atas dasar sakramen. Dua ciri hakiki perkawinan, yaitu kesatuan (unitas) dan tak terputuskan (indissolubilitas) yang merupakan ciri esensial karena melekat dan terkandung dalam setiap perkawinan sebagai realitas natural (Catur Raharso, 2014: 94). Perkawinan yang baik harus memiliki dan memperjuangkan ciri-ciri berikut: monogami, tak terceraikan, terbuka bagi keturunan dan keluarga Kristiani adalah Gereja mini (Gilarso, 2015: 12-13). Berdasarkan beberapa pendapat mengenai ciri perkawinan Katolik, maka penulis memilih monogami artinya perkawinan yang dilakukan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menolak adanya poligami; dan tak

45 24 terceraikan artinya suatu perkawinan yang berlangsung seumur hidup dan tidak dapat diputuskan dengan alasan apapun dan oleh siapapun, kecuali oleh kematian. a. Unitas (kesatuan) 1) Dasar Unitas Dasar unitas terungkap dalam KSPL dan KSPB menjadi satu daging (Kej 2:24; Mrk 10:8; Mat 19:5; Ef 5:31) yang isinya Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Cinta kasih suami isteri sungguh-sungguh merupakan cinta kasih perjanjian yang bersifat eksklusif dan tetap (bdk. Ams 5:15-20). Kej 1:27 dan Kej 2:24 dengan tegas dan berwibawa merestui cita-cita suci perkawinan monogam sebagai perkawinan yang memenuhi kehendak Allah, karena melambangkan kesetiaan kasih antara Yahwe dan umat-nya (Bambang Alriyanto, 1996: 3, 5). Kemudian St. Paulus dalam 1Kor 7 dan Ef 5 dengan sikap yang cukup keras dan tegas memperjuangkan nilai perkawinan yang monogam tak terceraikan, dengan berpegang pada faham penciptaan (Bambang Alriyanto, 1996: 58). Paus Pius XI dalam ensiklik Casti Cannubii mengatakan bahwa ikatan perkawinan bersifat monogami dan tak terputus berdasarkan hukum ilahi dan perlu dilaksanakan dengan kasih yang teguh. Kemudian Konsili Vatikan II dalam konstitusi Gaudium et Spes bahwa praktik poligami dan perceraian mengaburkan martabat perkawinan, dan sifat monogami dan tak terputusnya ikatan perkawinan muncul dari sifat kodrati kasih suami istri, diajarkan oleh Kristus sendiri, dan mengungkapkan kesetaraan derajat pria dan wanita.

46 25 Selanjutnya Paus Pius VI dalam ensiklik Humanae Vitae menghubungkan sifat monogami dan tak terputusnya ikatan perkawinan dengan sifat-sifat khas kasih suami istri yang eksklusif dan setia. Akhirnya Paus Yohanes Paulus II dalam amanat apostoliknya Familiaris Consortio mengajarkan bahwa sifat monogam dan tak terputusnya ikatan perkawinan bersumber pada kasih suami istri dan disempurnakan oleh Roh Kudus dalam Sakramen Perkawinan. Rubiyatmoko (2012: 21) menegaskan kembali dengan mengutip kan Ciri hakiki perkawinan ialah unitas (kesatuan) menunjuk unsur unitif dan monogam perkawinan. Dengan unsur unitif dimaksud sebagai unsur yang menyatukan suami istri secara lahir dan batin. Sedangkan unsur monogam menyatakan bahwa perkawinan dinyatakan sah jika dilaksanakan hanya antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kemudian Katekismus Gereja Katolik (KGK) artikel 1645 mengatakan bahwa Kesatuan perkawinan yang dikukuhkan oleh Tuhan tampak secara jelas dari martabat pribadinya yang sama baik pria maupun wanita, yang harus diterima dalam cinta kasih timbal balik dan penuh. Dasar monogami dapat dilihat dalam martabat pribadi manusia yang tiada taranya pria dan wanita saling menyerahkan dan menerima diri dalam cinta kasih total tanpa syarat dan secara eksklusif. Hal ini mau menegaskan bahwa pasangan suami istri saling menyerahkan diri secara total dan eksklusif, sehingga tidak ada alasan untuk poligami (Go, 2005: 17). Pedoman persiapan perkawinan di lingkungan Katolik mengatakan bahwa Persekutuan suami istri berakar dalam sifat saling melengkapi secara kodrati, yang terdapat antara pria dan wanita, dan makin dikukuhkan oleh kerelaan pribadi suami istri untuk bersama-sama melaksanakan seluruh rencana hidup mereka,

47 26 saling berbagi apa yang dimiliki dan seluruh kenyataan mereka. Hal ini mau mengatakan bahwa dalam perkawinan, seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan cinta yang penuh, total, dan tidak terbagi-bagi, saling menyerahkan diri seutuhnya, sehingga mendorong suami istri untuk mewujudkan persatuan yang semakin kaya di antara mereka. Dalam kehidupan di masyarakat, dapat ditemukan pasangan suami istri yang tidak setia pada dasar monogami perkawinan dengan melakukan tindakan poligami, karena alasan istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, cacat badan atau penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan, dan bila istri tidak dapat melahirkan keturunan. Tentu hal ini bertentangan dengan monogami, karena istri diperlakukan menurut sifat-sifat tertentu dan tidak menurut martabatnya sebagai manusia. bdk. dengan gagasan janji perkawinan: kasih-setia dalam sukaduka, untung-malang, sehat-sakit (Go, 2005: 17). 2) Pengertian Unitas Pandangan Gereja mengenai unitas sebagai perjanjian pernikahan pria dan wanita Bukan lagi dua melainkan satu (Mat 19:6; bdk. Kej 2:24), yang dipanggil untuk tetap bertumbuh dalam persekutuan melalui kesetiaan dari hari ke hari terhadap janji pernikahan untuk saling menyerahkan diri seutuhnya. Pandangan Negara mengenai unitas terdapat dalam UU RI no. 1/1974 bab 1 pasal 3 mendefenisikan perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Kesatuan atau unitas menunjuk unsur unitif dan monogam perkawinan. Dengan unsur unitif dimaksudkan sebagai unsur yang menyatukan suami istri

48 27 secara lahir batin. Sedangkan unsur monogam menyatakan bahwa perkawinan hanya sah jika dilaksanakan hanya antara seorang laki-laki dan seorang perempuan (Rubiyatmoko, 2012: 21). Perkawinan adalah kesatuan (unitas, unity) relasi antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup sebagai suami istri sepanjang hayat melalui perjanjian yang bersifat eksklusif (Catur Raharso, 2014: 95). Tindakan atau perilaku yang bertentangan dengan kesatuan relasi suami istri, yaitu poligami (poligini artinya seorang pria beristri lebih dari satu perempuan atau poliandri artinya seorang wanita bersuami lebih dari satu laki-laki), sekaligus kontra ketidaksetiaan, karena ketidaksetiaan melanggar kesatuan perkawinan karena kesetiaan adalah konsekuensi langsung dan logis dari kesatuan atau monogami (Catur Raharso, 2014: 97, 100). Selanjutnya Go (2005: 16) mengatakan bahwa Monogami berarti perkawinan antara seorang pria dan seorang perempuan, jadi lawan dari poligami atau poliandri. Keseluruhan defenisi mengenai unitas mengandung pengertian bahwa perkawinan itu antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bersatu lahir batin seumur hidup secara eksklusif. 3) Impikasi atau konsekuensi Unitas Pasangan suami istri dengan mengikrarkan janji perkawinan menyadari konsekuensi dari perkawinan untuk tetap setia dan mencintai pasangannya dengan tidak poligami. Implikasi atau konsekuensi unitas dengan mengesampingkan poligami simultan dan poligami suksesif serta hubungan intim dengan pihak ketiga (Go, 2005: 16-17). Selain itu mewujudkan tanggungjawab membina perkawinan

49 28 dengan kesetiaan (Go, 1990: 7). Dalam hal ini menolak poligami simultan maksudnya dituntut ikatan perkawinan dengan hanya satu jodoh pada waktu yang sama dan poligami suksesif artinya berturut-turut kawin cerai, sedangkan hanya perkawinan pertama yang dianggap sah, sehingga perkawinan berikutnya tidak sah. KHK kan.1056 mengenai ikatan perkawinan yang unitas, eksklusif dan indissolubilitas. Kemudian ditegaskan dalam Gaudium et Spes artikel 49 mengatakan bahwa Sebagai pemberian diri timbal balik antara dua pribadi, persatuan yang mesra itu, begitu pula kepentingan anak-anak menuntut kesetiaan seutuhnya dari suami istri, dan meminta kesatuan yang tak terceraikan antara mereka. b. Indissolubilitas (tak terputuskan) 1) Dasar Indissolubilitas Go (2005: 18) mengatakan dasar indissolubilitas terungkap dalam KSPB misalnya Mrk 10:2-12; Mat 5:31-32; 19:2-12; Luk 16:18. Dalam Kitab Suci dikisahkan orang Farisi bertanya kepada Yesus Apakah diperbolehkan suami menceraikan istrinya? Yesus menegaskan Apa yang telah dipersatukan Allah, janganlah itu diceraikan manusia (Mat 19:6) dan pasangan suami istri yang bercerai serta kawin lagi melakukan perbuatan zinah (bdk. Mat 19:9; Mrk 10:12). Jelas dalam teks Mat 19:2-12 dan Mrk 10:2-12 menyatakan penolakan Yesus terhadap perceraian. Ia memahami izin perceraian yang diberikan oleh hukum Musa sebagai suatu hal yang terpaksa diberikan karena ketegaran hati orang-orang Israel dan sebagai suatu hal yang melawan rencana Allah, alasannya karena Allah

50 29 sendiri yang telah menyatukan suami-istri, agar mereka menjadi satu daging. Dengan perkataan lain Yesus mengajarkan bahwa perkawinan itu menurut kehendak Allah harus bercirikan tak terceraikan (Hadiwardoyo, 2004: 22). Pedoman persiapan perkawinan di lingkungan Katolik mengatakan bahwa Pasangan suami istri Katolik menyadari bahwa perkawinan itu dikehendaki dan diberkati oleh Allah, sehingga tidak ada satu alasanpun dapat memutuskan perkawinan. Bila terjadi perceraian kemudian menikah lagi, mereka hidup dalam perzinahan. Sifat perkawinan yang tak dapat diputuskan berakar pada panggilan Allah yang mempersatukan seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri, sehingga apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia (bdk. Mat 19:6) dan memperoleh dasar kebenarannya dalam rencana yang diwahyukan oleh Allah, Ia menghendaki serta menganugerahkan sifat tak terbatalkan pernikahan sebagai buah hasil, sebagai lambang dan tuntutan cinta yang mutlak setia, kasih Allah terhadap manusia dan kasih Tuhan Yesus terhadap Gereja. Dalam perkawinan pasangan suami istri selain dituntut untuk hidup dalam persekutuan (kesatuan), juga hidup dalam penyerahan diri seumur hidup, demi kesejahteraan pasangan maupun demi kepentingan anak-anak, sehingga tidak ada alasan apapun untuk bercerai. Ajaran Kitab Suci dengan tegas mengatakan kepada pasangan suami istri untuk setia dan menolak percerian maupun perzinahan, yang menjadi tantangan dalam menghayati janji perkawinan jaman sekarang, sebab perceraian dan perselingkuhan zaman ini dianggap hal yang biasa, sehingga orang kurang menghayati janji perkawinan yang diikrarkan untuk setia seumur hidup dengan pasangannya.

51 30 Ajaran Gereja dalam Konsili Trente Denzinger artikel 1801 mengatakan bahwa Perkawinan sebagai sakramen, tandanya perkawinan itu sendiri, yang merupakan kesatuan kehendak dan kesatuan tubuh. Tanda ini menghasilkan apa yang ditandakan yakni kesatuan yang tak terceraikan di antara dua pribadi dan menunjuk kepada realitas yang lebih dalam yaitu kesatuan Kristus dan Gereja- Nya. Hal ini ditegaskan kembali oleh Konsili Vatikan II dalam Gaudium et Spes art. 48 mengatakan: Persekutuan mesra hidup perkawinan dan cinta itu telah ditegakkan oleh Pencipta sendiri dan diaturnya dengan undang-undang-nya, dan sudah jauh berakar di dalam janji perkawinan dengan kesepakatan pribadi yang tak dapat ditarik kembali. Karenanya dengan tindakan kemanusiaan itu, dengan mana suami istri saling memberi dan menerima, timbullah suatu perkerabatan yang menurut kehendak Ilahi maupun di mata masyarakat merupakan sesuatu yang bersifat kekal. Kemudian Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio art. 20 mengatakan bahwa Cinta suami istri juga berciri tak terputus, karena penuhnya cinta itu, maka perceraian ditolak secara tegas oleh Kristus. Selanjutnya dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK) art mengajarkan tentang unitas dan indissolubilitas. Keseluruhan ajaran Gereja menegaskan bahwa perkawinan yang telah diikarkan itu sifatnya kekal dan tak terputuskan, kecuali kematian. 2) Pengertian Indissolubilitas Kitab Suci Perjanjian Baru menegaskan bahwa seorang pria dan seorang wanita, yang telah dipersatukan oleh Allah dalam ikatan perkawinan, tidak boleh

52 31 diceraikan manusia (bdk. Mat 19:6). Hal ini mengatakan persekutuan suami istri tidak hanya bercirikan kesatuan, tetapi juga tak terbatalkan. GS, art. 49 mengatakan bahwa Sebagai pemberian diri timbal balik antara dua pribadi itu, begitu pula kepentingan anak-anak menuntut kesetiaan seutuhnya dari suami istri, dan meminta kesatuan yang tak terceraikan antara mereka. UU RI no. 1/1974 bab 1 pasal 1 mencita-citakan perkawinan yang bahagia dan kekal. Rubiyatmoko (2012: 21) mengutip KHK 1983 kan mengatakan Ciri hakiki perkawinan adalah perkawinan yang telah dilangsungkan secara sah menurut tuntutan hukum, mempunyai akibat tetap dan tidak dapat diceraikan atau diputuskan oleh kuasa manapun kecuali kematian. Kemudian Catur Raharso (2014: 101) mengatakan bahwa Sifat tak terputuskan (Indissolubilitas) menunjukkan bahwa ikatan perkawinan bersifat absolut, eksklusif dan berlangsung seumur hidup, serta tidak dapat diputuskan oleh kuasa apapun kecuali kematian. Pemahaman perkawinan sifatnya absolut, eksklusif, seumur hidup dan tak terputuskan, maka hendaknya pasangan suami istri Katolik bersikap kontra perceraian (indissolubility) yang dapat menimbulkan berbagai dampak negatif khususnya bagi anak-anak yang menjadi korban dari perceraian. Indissolubility merupakan sebuah nilai fundamental yang perlu dibela, karena perceraian membawa dampak negatif yang tak tersembuhkan, khususnya terhadap anak-anak (Catur Raharso, 2014: 109). Go (2005: 17) mengatakan bahwa Sifat tak terputuskannya ikatan perkawinan artinya ikatan perkawinan berlaku seumur hidup karena perkawinan berarti penyerahan diri total tanpa syarat, juga tanpa pembatasan waktu di dunia fana ini.

53 32 Dua kategori indissolubilitas yakni interna atau relativa, yaitu ikatan perkawinan yang tidak dapat diputuskan atas dasar konsensus (persetujuan) dan kehendak (kemauan) suami istri, namun diputuskan oleh kuasa gerejawi yang berwenang dan externa atau absoluta, jika perkawinan tidak dapat diputuskan oleh kuasa manusiawi manapun, kecuali oleh kematian (Susianto Budi, 2015: 13-14). Ikatan perkawinan dapat diputuskan oleh kuasa Gereja, karena diyakini kuasa yang telah diberikan dari Yesus Kristus kepada Petrus dan para rasul lainnya, sekali untuk selamanya demi melaksanakan misi yakni keselamatan manusia, termasuk kuasa untuk menetapkan dan melepaskan ikatan nikah (bdk. kan ). Eminyan (2005: 42-43) mengutip pendapat etnolog besar W. Schmidt bahwa perkawinan bersifat indissolubilitas sudah diakui sejak awal budaya manusia ada dan indissolubilitas dihargai begitu tinggi oleh Homerus dalam ceritacerita kepahlawanannya. Indissolubilitas tidak hanya merupakan bentuk perkawinan yang memberikan kondisi-kondisi yang sangat menguntungkan bagi keluarga, tetapi juga bahwa indissolubilitas sama sekali esensial baginya. Indissolubilitas menentang perceraian yang merusak keutuhan dan kesejahteraan pasangan suami istri serta kebahagiaan anak-anak yang telah dipercayakan Tuhan untuk dipelihara dan dididik, karena ketidaksetiaan dan egoisme. 3) Implikasi atau Konsekuensi Indissolubilitas Indissolubilitas dapat bersifat interna, yaitu ikatan perkawinan tidak dapat diputuskan oleh kemauan dan persetujuan suami istri (karena mereka tidak

54 33 mempunyai hak dan kuasa untuk mencabut kembali konsensus perkawinan yang telah mereka ikrarkan). Namun dapat diputuskan atas intervensi kuasa gerejawi yang berwenang. Hal ini disebut Indissolubilitas relativa yaitu ikatan perkawinan tersebut memang tidak dapat diputuskan atas dasar konsensus dan kehendak suami istri itu sendiri, namun dapat diputuskan oleh kuasa grejawi yang berwenang. Sedangkan indissolubilitas bersifat externa, jika perkawinan tersebut tidak dapat diputuskan oleh kuasa manusiawi manapun. Hal ini disebut Indissolubilitas absoluta yaitu jika ikatan perkawinan tidak dapat diputuskan oleh kuasa manapun kecuali oleh kematian (Rubiyatmoko, 2012: 22). Indissolubilitas menunjukkan bahwa ikatan nikah bersifat absolut, eksklusif dan berlangsung seumur hidup, serta tidak dapat diputuskan selain oleh kematian (Catur Raharso, 2014: 101). Hal ini sejalan dengan Visi Allah Pencipta bahwa ikatan perkawinan merupakan kehendak Ilahi (Kej 1:27; Kej 2:24) dan konsekuensi kodrat manusia dari perkawinan natural dan perkawinan sakramen (Balun, 2011: 52-61). KHK kan mengatakan bahwa Kekeliruan mengenai unitas dan indissolubilitas atau mengenai martabat sakramental perkawinan asalkan tidak menentukan kemauan, tidak meniadakan kesepakatan perkawinan. Hal ini menegaskan bahwa tidak ada alasan untuk membatalkan perkawinan, baik yang dilangsungkan secara sakramen, yakni perkawinan antara dua orang yang dibaptis; maupun secara non sakramen, yakni perkawinan dimana salah satunya dibaptis atau keduanya tidak dibaptis (Rubiyatmoko, 2012: 21).

55 34 4. Sakramental Kitab Kejadian memberikan gambaran bahwa Allah sungguh memberkati perkawinan (bdk. Kej 1:28). Campur tangan Allah itulah yang menjadi dasar yang kuat untuk menjadikan perkawinan sebagai sakramen. Sebagaimana Pedoman Pastoral Katolik art. 6 mengatakan bahwa Dengan Sakramen Perkawinan, suami istri Katolik menandakan misteri kesatuan dan cinta kasih yang subur antara Kristus dan Gereja dan ikut serta menghayati misteri itu (bdk. Ef 5:32). Sakramen yaitu tanda mata atau tanda cinta dari Tuhan kepada manusia. Setiap sakramen adalah tanda kehadiran Tuhan dan sarana dalam tangan Tuhan untuk menghubungi manusia, agar kita selalu dekat dengan-nya dan merasa dicintai oleh-nya. Dalam Sakramen Perkawinan, tanda kehadiran Tuhan mencintai umat-nya diwujudkan melalui manusia sendiri, ketika kedua mempelai di hadapan imam dan para saksi mengucapkan janji setia. Sekali mereka dipersatukan oleh Allah dengan saling menerimakan Sakramen Perkawinan, Tuhan menetapkan manusia pria untuk menjadi tanda cinta-nya bagi si wanita, dan Tuhan mengangkat manusia wanita untuk menampakkan kehadiran-nya, demikian pula pria dan wanita, sebagai suami istri menjadi alat dalam tangan Tuhan untuk menampakkan kebaikan-nya dan semakin mendekatkan hidup mereka kepada Tuhan (Gilarso, 2015: ). Sakramen adalah lambang atau simbol kelihatan yang menghadirkan karya keselamatan Allah. Perkawinan Katolik adalah sakramen artinya perkawinan Katolik melambangkan serta menghadirkan Allah yang menyelamatkan. Paham perkawinan sebagai sakramen berasal dari ajaran Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus 5:11-22 dijelaskan bahwa hubungan cinta kasih suami

56 35 istri bukan hanya luhur dan mulia, tetapi bersifat Ilahi, karena dikehendaki oleh Allah dan menunjuk kepada kesatuan Kristus dan Gereja-Nya (Susianto Budi, 2015: 9). Gereja Katolik mengenal Sakramen Perkawinan sebagai salah satu dari ketujuh Sakramen. Hal ini menunjukkan bahwa perkawinan adalah suatu hal yang luhur. Dengan adanya Sakramen Perkawinan secara lahiriah ada tanda yang menyatakan bahwa Allah hadir dalam kehidupan perkawinan dan Allah menjadi saksi cinta kasih sang suami dan istri (bdk. Mal 2:14). Perkawinan dijadikan sakramen karena Kitab Suci menjunjung tinggi perkawinan, bahkan St.Paulus menegaskan supaya suami-istri saling mencintai seperti Kristus mencintai umat- Nya atau jemaat/ Gereja-Nya (bdk. Ef 5:21-33). Hubungan suami istri dalam perkawinan Katolik digambarkan dengan sikap Yahwe yang penuh cinta kasih dan setia kepada Israel (bdk. Ul 24:1-4). Kemudian Santo Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Efesus menggambarkan perkawinan seperti cinta kasih Kristus sebagai penyelamat dengan Gereja sebagai isteri-nya, dan ketaatan penuh cinta kasih dari Gereja terhadap Kristus sang mempelai (bdk. Ef 5:21-32). Hal ini ditegaskan kembali dalam Familiaris Consortio artikel 13 mengatakan bahwa Perkawinan antara dua orang terbaptis merupakan simbol nyata dari perjanjian baru dan kekal antara Kristus dan Gereja, merupakan sakramen, peristiwa keselamatan. Kitab Hukum Kanonik mengatakan bahwa perkawinan sakramen, apabila perkawinan itu dilaksanakan secara sah antara dua orang yang dibaptis (bdk. Kan , KGK art. 1240). Rubiyatmoko (2012: 20) mengutip kan menyebutkan Kristus telah mengangkat perkawinan menjadi sakramen, sehingga

57 36 sifat perkawinan di antara orang-orang yang telah dibaptis adalah sakramen ( 2). KHK kan diakhiri dengan frasa antara orang-orang yang dibaptis diangkat oleh Kristus ke martabat sakramen. Hal ini menegaskan bahwa perkawinan antara dua orang yang dibaptis secara sah, baik dibaptis dalam Gereja Katolik ataupun dalam Gereja Kristen non Katolik diangkat ke martabat sakramen. Maka sakramen perkawinan adalah cinta kasih suami istri kristiani yang dinyatakan dalam kesepakatan nikah timbal balik dalam sebuah ritus liturgis (Catur Raharso, 2014: 81, 84). Pedoman persiapan perkawinan di lingkungan Katolik mengatakan bahwa Sakramen berarti tanda efektif yang menunjukkan dan menyalurkan rahmat. Sakramen Perkawinan, artinya suami istri diberi anugerah dan tugas untuk memperjelas dalam dirinya sendiri kasih Tuhan kepada dunia. Beberapa pendapat mengenai Sakramen Perkawinan, maka penulis memilih Sakramen Perkawinan sebagai lambang kehadiran Kristus yang mencintai Gereja-Nya, dihayati oleh pasangan suami istri Kristiani dalam perkawinan. 5. Janji Perkawinan Katolik Janji atau sumpah berarti memilih untuk melayani orang lain, mengabdikan diri seutuhnya pada seseorang. Bila orang mengikat diri pada seorang lain maka berarti ia terikat secara ganda. Dengan demikian ia harus melayani, apapun yang akan terjadi pada dirinya atau partnernya. Mengikat janji merupakan persetujuan, suatu jaminan yang diberikan menyangkut diri seseorang, merupakan keharusan yang membebaskan dan memberikan keleluasaan. Dengan berupaya memenuhi

58 37 janji, orang semakin rela untuk melayani. Perkawinan Kristen merupakan bentuk pelayanan serta janji yang menuntut banyak dari manusia untuk melayani: dalam untung dan malang, seumur hidup (Burtchell, 1990: 32). Janji perkawinan memiliki rumusan yang di dalamnya memperlihatkan kesediaan untuk menjadi satu bukan hanya satu daging, namun satu roh. Hal ini selaras dengan rumusan dari Komisi Liturgi KAS (2012: 42) isinya: MP: Dihadapan imam, para saksi dan seluruh umat yang hadir di sini, saya MP memilih engkau MW menjadi istri saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit. Saya mau mengasihi dan menghormatimu sepanjang hidup saya. MW: Di hadapan imam, para saksi dan seluruh umat yang hadir di sini saya MW memilih engkau MP menjadi suami saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit. Saya mau mengasihi dan menghormatimu sepanjang hidup saya. Dalam janji perkawinan terdapat 3 janji pokok, yakni: pertama janji untuk setia dalam untung dan malang, sehat dan sakit, suka dan duka, dalam kelebihan dan kekurangan; kedua janji untuk mengasihi dan menghormati sepanjang hidup; ketiga janji untuk mendidik anak-anak yang dipercayakan Tuhan secara Katolik. Janji perkawinan mengandung makna secara inplisit tujuan dari perkawinan untuk kesejahteraan suami istri dan sifat perkawinan yang unitas dan indissolubilitas yakni untuk setia pada pasangan dalam situasi apapun. Janji perkawinan berakar dari kitab Hos 2:18-19 yang merupakan janji Allah kepada Israel, yang isinya Aku akan menjadikan engkau isteri-ku untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau isteri-ku dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang. Aku akan menjadikan engkau isteri-ku dalam kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal TUHAN. Dalam seluruh perjanjian antara Allah dengan Israel, dimana Allah menjadikan Israel

59 38 sebagai istri-nya, senantiasa setia dan mengasihinya sepanjang waktu, walaupun Israel tidak setia dan menghianati Allah. B. FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT MEM- PENGARUHI UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS 1. Faktor Kepribadian Dalam perkawinan, dua pribadi yang berbeda sikap dan karakter menjadi satu. Injil Matius memberi gambaran mengenai proses dua pribadi menjadi satu: Mereka bukan lagi dua, melainkan satu (bdk. Mat 19:6; Kej 2:24). Perkawinan merupakan proses menjadi satu, apabila suami istri memiliki pribadi yang matang dan siap memberi diri untuk mencintai pribadi yang lain, sedangkan bagi pasangan yang belum matang, perkawinan hanyalah merupakan tempat pelarian dan persembunyian. Ketika perkawinan menjadi tempat persembunyian bagi pasangan individu-individu yang lemah, yang bersama-sama melarikan diri dari partisipasi aktif, maka perkawinan merugikan pasangan itu maupun masyarakat. Perkawinan persembunyian dari dua individu yang belum matang tidak akan langgeng. Perkawinan saling membelakangi dari dua orang yang disatukan oleh kesamaan paranoia dan pertahanan diri terhadap lingkungan sekitar merupakan perkawinan yang tidak kreatif (Hommes, 1992: ). Perkawinan adalah suatu persekutuan hidup antara suami istri artinya antara dua orang yang pada satu pihak berbeda (sebagai pria dan wanita), tetapi dipihak lain sama (sebagai manusia yang diciptakan menurut gambar Allah). Keduanya merupakan suatu dwitunggal yang hidup bersama dan bekerja bersama. Perbedaan mereka sebagai pria dan wanita dikehendaki oleh Allah, maksudnya

60 39 supaya mereka saling membantu, saling mengisi dan saling melengkapi (Abineno, 1983: 16). Bagus Irawan (2007: 73) menemukan sejumlah keluarga mengalami masalah relasi suami istri sebanyak 42 kasus dari 100 kasus yang diteliti sebagai penyebab relasi suami istri antara lain: ketidak-dewasaan pribadi dari salah satu atau keduanya 16,7%, ketidak-cocokan watak 4,8%, lunturnya rasa tertarik atau cinta satu sama lain 19,0%, perbedaan pandangan yang sulit disatukan 11,9%, campur tangan pihak ketiga 47,6%. Kemudian hasil riset pada tahun 2007 menunjukkan 35,29% responden mengatakan konflik dalam keluarga dipicu oleh pribadi pasangan. Karakter dan kepribadian suami istri yang kurang dewasa atau matang sering menjadi penyebab dan pemicu terjadinya konflik, pertengkaran dan ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Ketidakdewasaan pribadi itu dapat muncul dalam beberapa rupa sikap atau tindakan: menuntut, tidak menerima dan menghargai keunikan pribadi, melindungi privacy, menyimpan luka, melemparkan kesalahan pada pasangan (Agung Prihartana, 2013: 29-47). Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio artikel 15 mengatakan bahwa Dalam pernikahan dan keluarga terbentuk suatu kompleks hubungan antar pribadi: suami dan istri, orangtua dan anak, kakak dan adik, melalui relasi-relasi itu setiap anggota diintegrasikan ke dalam keluarga manusia dan keluarga Allah yakni Gereja. Kemudian FC, art. 18 mengatakan: Prinsip dan kekuatan dari relasi itu adalah cinta kasih. Keluarga yang didasarkan pada cinta kasih serta dihidupkan olehnya merupakan persekutuan pibadi-pribadi: suami dan istri, orangtua dan anak-anak, sanak saudara. Cinta kasih antara suami istri dijabarkan dari situ secara lebih luas, cinta kasih antar anggota keluarga, antara orangtua dan anak, antara kakak beradik, kaum kerabat dan anggota keluarga dihidupkan dan ditopang oleh dinamika yang tak kunjung henti yang mengantar keluarga kepada

61 40 persekutuan yang kian mendalam dan intensif, dan itu mendasari dan menjiwai rukun hidup pernikahan dan keluarga. Maka perlu dibangun kesadaran agar setiap pasangan mampu menerima keunikan pasangannya, sebab ketidakmampuan memahami keunikan pasangan ini terus berlangsung, maka dapat menimbulkan berbagai persoalan dalam kehidupan pasangan suami istri tersebut. Dengan demikian suami istri benar-benar terbuka, saling percaya, saling menerima kelebihan dan kekurangan pasangan untuk saling melengkapi karena didasari oleh cinta. 2. Faktor Internal Keluarga Pada awal perkawinan, biasanya semua masih terasa mudah dan berjalan dengan sewajarnya. Suami dan istri masih mau saling mendahului dalam usaha membahagiakan pasangannya dan dengan iklas mau berkorban untuk pasangan. Dalam suasana seperti itu, proses penyesuaian diri antara suami dan istri dapat berjalan dengan lancar dan berhasil. Relasi suami istri yang dibangun masih dekat, intim dan hangat. Namun keadaan seperti itu biasanya tidak berlangsung lama. Selang beberapa waktu kemudian sifat-sifat dan watak yang sebenarnya mulai tampak dan suasana mulai berubah (Gilarso, 2015: 41-42). Banyak alasan yang dapat dikemukakan sebagai latar belakang terjadinya perubahan tersebut. Sebut saja misalnya soal usaha penyesuaian suami istri satu sama lain. Tantangan pertama yang dihadapi suami istri adalah masalah penyesuaian diri satu sama lain (Gilarso, 2015: 42). Bila dianalisis lebih saksama lagi, ternyata faktor utama yang menyebabkan renggangnya relasi suami istri adalah karena kurangnya komunikasi antara suami dan istri (Gilarso, 2015: 43).

62 41 Kurangnya perhatian terhadap pasangan karena kesibukan dalam bekerja misalnya, menjadi sebuah persoalan besar justru karena tidak dibarengi dengan komunikasi yang baik. Suami atau istri tidak mengkomunikasikan apa yang dilakukannya, sehingga apa yang dilakukan itu bisa menimbulkan interpretasi keliru dari pasangannya. Situasi hidup suami istri tanpa komunikasi yang baik ini dapat menimbulkan perasaan jengkel, kecewa, frustrasi dan dapat menyulut kemarahan satu sama lain. Lebih lanjut, situasi seperti itu bisa menimbulkan perasaan curiga dan hilangnya kepercayaan terhadap pasangan. Tanpa komunikasi yang dilandasi dengan penerimaan diri satu sama lain niscaya akan muncul dampak negatif bagi relasi suami istri itu dan tentu mengancam keutuhan perkawinan mereka. Dalam masyarakat Indonesia, perkawinan bukan saja dianggap sebagai soal suami dan istri, tetapi juga sebagai soal orangtua dan keluarga. Suami istri yang kawin langsung atau tidak langsung berhubungan dengan orangtua dan keluarga mereka (Abineno, 1983: 17). Bagus Irawan (2007: 101) menemukan sejumlah keluarga mengalami masalah kondisi anak-anak sebanyak 23 kasus dari 100 kasus yang diteliti sebagai penyebab masalah internal keluarga antara lain: anak sakit atau cacat 7,4%, anak menikah dengan orang yang tidak disetujui orangtua 22%, tidak adanya anak 7,4%, anak jauh dari orangtua 3,7%, anak belum punya jodoh 25,9%, anak berhubungan seks sebelum nikah 33,3%. Kemudian hasil riset pada tahun 2007 menunjukkan 11,76% responden mengatakan ketegangan dalam relasi suami istri dapat dipicu oleh persoalan anak. Tidak jarang terjadi perbedaan sikap antara suami istri dalam mengasuh dan mendidik anak (Agung Prihartana, 2013: 50).

63 42 Bagus Irawan (2007: ) mengutip pendapat Purwa Hadiwardoyo menyatakan bahwa Dalam masyarakat yang statis, pendidikan anak-anak dilakukan dengan cara yang cukup mudah, melalui contoh dan latihan. Anakanak dilatih untuk sabar, tekun dan tabah, sopan dan hormat pada pembesar, rukun dengan sesama, mau mengalah pada yang lebih muda, rajin bekerja dsb. Pendek kata, orangtua mendidik anak-anak seperti mereka dulu dididik oleh orangtua mereka. Dalam masyarakat dinamis, pendidikan seperti itu tidak mencukupi lagi. Anak-anak membutuhkan pendidikan model baru yang mempersiapkan mereka menghadapi masyarakat baru dengan nilai-nilai baru seperti kreativitas, produktivitas dan profesionalitas. Faktor internal keluarga yang dimaksudkan adalah lebih menyangkut relasi personal yang dibangun dalam kehidupan keluarga; relasi yang dibangun antara suami istri dan anak-anak. Dengan kata lain, bagian ini hendak menyoroti hubungan atau relasi ke dalam yang dibangun di dalam keluarga. Usaha untuk membangun relasi ke dalam yang kokoh akan sangat membantu suami istri dalam menjalani hidup perkawinannya. 3. Faktor Budaya Dalam kehidupan masyarakat Jawa menghendaki keselarasan dan keserasian dengan pola pikir hidup saling menghormati. Dengan hidup saling menghormati akan menumbuhkan kerukunan, baik di lingkungan rumah tangga maupun di dalam masyarakat luas. Keadaan rukun dimana semua pihak berada dalam kedamaian, suka bekerjasama, saling asah, asih dan asuh baik dalam hubungan keluarga, kehidupan sosial, rukun tetangga dan rukun satu kampung.

64 43 Kerukunan dilandasi dengan adanya saling percaya antar pribadi. Adanya keterbukaan terhadap siapa saja, adanya rasa tanggung-jawab dan merasa adanya saling ketergantungan atau rasa kebersamaan (Bratawijaya, 1997: 81). Hal ini menggambarkan pola dasar kehidupan masyarakat Jawa dalam menciptakan keharmonisan dengan saling menghormati. Demikian juga pasangan suami istri saling menghormati, sehingga menciptakan kerukunan dalam membangun rumah tangga dengan saling bekerjasama, saling asah, asih dan asuh, yang dilandasi saling percaya, keterbukaan, dan tanggungjawab, sehingga dapat menangkal gangguan yang datang baik dari dalam maupun dari luar untuk mewujudkan perkawinan yang langgeng. Prinsip kerukunan hidup adalah mencegah terjadinya konflik karena bila terjadi konflik bagi masyarakat Jawa akan berkesan secara mendalam dan selalu diingat atau sukar untuk melupakan. Komunikasi akan terputus dan untuk memulihkan kerukunan diperlukan pihak ketiga biasanya orang yang lebih tua dan banyak pengalamannya (Bratawijaya, 1997: 81). Dampak negatif dari masyarakat Jawa bila terjadi konflik akan menyimpan dan selalu mengingat, hal ini bisa terjadi dalam hidup perkawinan, ketika terjadi konflik, mereka akan memendam dan menutup diri sehingga tidak terjadi dialog. Hal ini dapat mengganggu dalam hidup perkawinan. Usaha menjaga kerukunan yaitu adanya kebiasaan dalam mengatasi persoalan selalu dengan musyawarah untuk mufakat. Dalam musyawarah setiap individu bebas mengeluarkan pendapatnya membantu memecahkan persoalan/ masalah (Bratawijaya, 1997: 81). Dampak positif dari masyarakat Jawa dalam mengatasi masalah dengan musyawarah untuk mufakat, sehingga persoalan/

65 44 masalah dapat diselesaikan dengan baik karena dengan pertimbangan matang. Hal ini juga dialami pasangan suami istri ketika menghadapi persoalan, mereka membicarakan dan memutuskan yang terbaik bagi kehidupan bersama, sehingga tercipta kerukunan dalam keluarga, yang membuat perkawinan menjadi langgeng. 4. Faktor Kesehatan Kej 2:24 menggambarkan kesatuan pria dan wanita Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Kesatuan pasangan suami istri dalam melaksanakan pengudusan hidup perkawinan dengan tiga cara yakni: pemberian diri, kesediaan melayani dan mencintai apa adanya (Agung Prihartana, 2013: 57). Pemberian suami atau istri kepada pasangannya itu tidak hanya sekedar sebuah hadiah atau ciuman atau pesta ketika ulang tahun kelahiran atau perkawinan saja, tetapi lebih dari itu pemberian yang berarti tetapi seringkali berat adalah kesetiaan di waktu malang, duka dan sakit. Karena pada saat itulah cinta sejati yang berarti mengasihi dan memberikan diri sedang diuji kesejatian dan keasliannya (Agung Prihartana, 2013: 59). Suami istri memahami dan menghayati perkawinan sebagai sebuah pelayanan, untuk berusaha semaksimal mungkin membangun suasana yang membahagiakan dalam rumah tangga mereka. (Prihartana, 2013: 66). Kesetiaan menjadi kunci untuk bertahan dalam ikatan perkawinan, karena adanya kesediaan untuk saling menerima diri apa adanya (Agung Prihartana, 2013: 70). Banyak pasangan suami istri yang gagal menjalankan kehidupan rumah tangganya karena salah satu pasangan yang seharusnya saling melengkapi dan

66 45 bahu membahu menjalani hidup, tidak bisa berbuat banyak. Sebaliknya pasangan hidupnya menjadi sangat bergantung dan membutuhkan perhatian total. Kegiatan rumah tangga menjadi tanggungjawab satu orang, baik urusan domestik atau publik, terlebih jika sudah mempunyai anak (Tjia, 2014: 10). 5. Faktor Fisik Pernikahan dipahami sebagai persekutuan seluruh hidup, maka suami istri bertanggungjawab untuk membina dan mengembangkan hidup bersama. Dalam mengembangkan hidup bersama pasangan suami istri menghidupi janji perkawinan yang diikrarkan untuk setia dalam untung dan malang. Hal ini mengandung konsekuensi untuk setia pada pasangan dalam situasi kondisi apapun. Dalam kenyataan ditemukan kesulitan bagi pasangan untuk mewujudkan janji perkawinan untuk setia dalam untung dan malang, contohnya ketika salah satu dari pasangan muda mengalami kecelakaan, sehingga menjadi cacat dan kondisi fisiknya tidak lagi menarik, yang dulunya cantik, ganteng, dan gagah, sekarang berubah. Hal ini menjadi tantangan sekaligus kesulitan bagi pasangan suami istri dalam menghayati janji pernikahan karena tergoda untuk berpaling dan mencari pasangan lain yang lebih menarik. Selain itu karena pasangan kurang mampu merawat dan mengurus diri untuk tetap tampil menarik di depan pasangannya. Hal ini menjadi salah satu penyebab kehadiran orang ketiga dalam kehidupan perkawinan yang dapat menghancurkan kesatuan dalam kehidupan rumah tangga. Hasil riset yang dilakukan Prihartana pada tahun 2007 menunjukkan 11,78% responden mengatakan kehadiran orang ketiga dapat menjadi pemicu

67 46 konflik dalam keluarga. Kehadiran orang ketiga misalnya pria idaman lain (PIL) atau wanita idaman lain (WIL), teman tapi mesra (TTM), mertua atau saudara kandung yang tinggal serumah dengan pasangan suami istri (Prihartana, 2013: 49). C. FAKTOR PENDUKUNG DAN FAKTOR PENGHAMBAT MEM- PENGARUHI DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG INDISSOLUBILITAS 1. Faktor Iman/ Agama Fenomena banyak agama dengan iman kepercayaan yang berbeda-beda adalah fenomena yang umum dalam masyarakat kita. Dalam konteks masyarakat yang majemuk itu, kita hidup dan berinteraksi satu dengan yang lain. Oleh karena interaksi tersebut, maka perkawinan campur (matrimonia mixta) tidak dapat dihindari. Perkawinan campur (matrimonia mixta) terdiri atas perkawinan campur beda agama (disparitas cultus) adalah perkawinan yang terjadi antara seorang yang baptis Katolik atau yang diterima dalam Gereja Katolik dengan seorang yang tak dibaptis sedangkan perkawinan campur beda gereja (mixta religio) adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh orang baptis Katolik atau yang diterima dalam Gereja Katolik dengan orang baptis tidak Katolik (Rubiyatmoko, 2012: 131). Alasan utama dari larangan perkawinan campur beda Gereja dan beda agama adalah keyakinan bahwa bentuk kesatuan suami istri (perkawinan) memiliki bahaya dan kesulitan yang sangat serius, khususnya terkait dengan pelaksanaan dan penghayatan iman pihak Katolik dan pembaptisan serta pendidikan anak-anak secara Katolik (Rubiyatmoko, 2012: 132).

68 47 Perkawinan orang-orang Kristen bukan saja persekutuan hidup, tetapi juga persekutuan kepercayaan. Perkawinan sebagai persekutuan kepercayaan maksudnya ialah bahwa suami dan istri dalam hidup mereka mempunyai atau paling sedikit harus cukup banyak mempunyai persesuaian paham tentang soalsoal prinsipiil, seperti: makna hidup ini, maksud dan tujuan perkawinan, tugas suami istri, tanggung-jawab orangtua, pendidikan anak dan lain-lain (Abineno, 1983: 15). Kenyataan menunjukkan bahwa perbedaan agama dan perbedaan Gereja adalah faktor yang secara mendalam mempengaruhi keberlangsungan hidup perkawinan bagi pasangan. Hasil riset keluarga yang pernah dilakukan oleh Komisi keluarga KWI di beberapa paroki di tiga keuskupan: Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Bandung dan Keuskupan Bogor memperlihatkan bahwa pasangan suami istri yang berbeda agama mempunyai masalah atau kesulitan dalam melaksanakan kewajiban agamanya (Agung Prihartana, 2013: 51). Bagus Irawan (2007: 153) menemukan sejumlah keluarga mengalami masalah relasi dengan Tuhan sebanyak 4 kasus dari 100 kasus yang diteliti sebagai penyebab masalah iman/ agama antara lain: perbedaan agama 75%, sikap memusuhi agama 25% (Berdasarkan pandangan Kitab Suci misalnya Ef 5:31-32; Hos 2:4-10, suami istri Katolik dipanggil untuk menghayati perkawinan mereka sebagai lambang dari Perkawinan Rohani antara Kristus dan Gereja. Berdasarkan Sakramen Perkawinan yang menghadirkan Kristus sendiri, suami istri Katolik diharapkan menghayati perkawinan mereka sebagai sebuah tabernakel, tempat Kristus hadir dalam keluarga mereka. Dalam kenyataannya, perkawinan campur yang dapat rukun dan bahagia

69 48 boleh dikatakan jarang. Dalam konteks kawin campur itu, dibutuhkan kematangan dan kedewasaan pasangan untuk menyikapi kenyataan keputusan mereka untuk hidup dalam perkawinan campur. Tanpa sikap kedewasaan dan kematangan suami istri kawin campur berada dalam bahaya yang mengancam keutuhan perkawinan mereka. 2. Faktor Ekonomi Ekonomi adalah salah satu cara untuk mencapai kesejahteraan dengan menyediakan produk dan jasa. Hal itu dilaksanakan berdasarkan prinsip bahwa Allah menciptakan segala sesuatu untuk kesejahteraan semua orang. Tetapi sistem perekonomian kita dewasa ini belum mendukung tercapainya kesejahteraan pada semua orang. Pedoman Pastoral Keluarga artikel 40 mengajak keluarga-keluarga untuk: pertama, merencanakan dan mengelola ekonomi rumah tangganya dengan memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dasar bagi semua anggotanya; kedua mengembangkan pendidikan yang menekankan sikap hemat, sederhana dan ugahari, dengan kebiasaan menabung, menghindari sikap aji mumpung, sehingga biaya-biaya tidak terduga dapat tertangani; ketiga menjauhi sikap minimalis dengan membangun semangat kerajinan dan kerja keras; keempat membangun sikap solider dan semangat berbagi; kelima mengembangkan sikap jujur dan terbuka dalam hal keuangan rumah tangga. Kebutuhan ekonomi adalah kebutuhan dasar manusia yang sangat penting. Manusia membutuhkan pangan, sandang dan papan serta kesehatan, pendidikan dan fasilitas-fasilitas lain yang perlu untuk hidup dan berkembang. Maka Suami

70 49 istri dalam hidup berumahtangga harus hidup dengan hemat pada tahun-tahun pertama perkawinan dan mengatur ekonomi keluarga dengan meniadakan pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu yang biasa mereka buat sebelum kawin (Abineno, 1983: 18). Dimensi hidup dalam bidang ekonomi ini sering terabaikan dan kurang diperhatikan secara serius oleh pasangan-pasangan yang hendak menikah. Padahal bidang ini rentan terhadap persoalan dan bisa menjadi ancaman terhadap keutuhan perkawinan. Kalau ekonomi rumah tangga morat marit, kebahagiaan rumah tangga sungguh-sungguh dapat terancam (Gilarso, 2015: 135). Salah satu contoh pentingnya bidang ini adalah soal pengaturan keuangan. Bagus Irawan (2007: 51) menemukan sejumlah keluarga mengalami masalah berhubungan dengan ekonomi sebanyak 6 kasus dari 100 kasus yang diteliti sebagai penyebab masalah ekonomi antara lain: hutang 14,3%, pengangguran 14,3%, kemalasan 28,8%, pemborosan 14,3%, pemerasan, penipuan 14,3%, kebodohan 14,3%. Kemudian Agung Prihartana (2013: 47-48) menunjukkan 29,41% responden mengatakan faktor ekonomi dapat menjadi pemicu konflik dalam keluarga, diantaranya hanya salah satu (suami atau istri) yang bekerja, sehingga penghasilan kecil, sedangkan pengeluaran cukup besar; suami istri sama-sama tidak bekerja atau menganggur dan hanya tergantung pada pemberian dari orangtua; suami atau istri merasa masih mempunyai kewajiban membantu saudara kandung yang membutuhkan dan masih ada beberapa penyebab lainnya. Bagus Irawan (2007: 51-52) mengutip pendapat Margery D. Rosen mengatakan bahwa Masalah keuangan menjadi sumber utama pertengkaran

71 50 banyak pasangan suami istri. Hal ini disebabkan ketika salah satu atau kedua pasangan merasa cemas akan uang. Masing-masing memiliki persepsi yang berbeda terhadap makna uang. Bagi orang tertentu, uang berarti keamanan, tanpa uang orang itu kalut dan bingung. Namun bagi yang lain, uang bisa berarti harga diri dan sebuah kebanggaan. Sering terjadi, bila masalah keuangan, pasangan bukannya berusaha saling memahami dan bekerjasama mencari solusi, namun justru menyatakan bahwa pernikahan mereka telah berakhir. 3. Faktor Sosial (relasi dengan orang lain) Bagus Irawan (2007: 131) menemukan sejumlah keluarga mengalami masalah relasi dengan umat dan masyarakat sebanyak 9 kasus dari 100 kasus yang diteliti sebagai penyebab masalah sosial antara lain: bentrok dengan tetangga 11,1%, dikucilkan oleh lingkungan 44,4%, rasa malu dalam setiap kontak dengan umat dan masyarakat 44,4%. Kemudian Agung Prihartana (2013: 49) menunjukkan bahwa 11,78% responden mengatakan kehadiran orang ketiga dapat menjadi pemicu konflik dalam keluarga. Kehadiran orang ketiga misalnya pria idaman lain (PIL) atau wanita idaman lain (WIL), teman tapi mesra (TTM), mertua atau saudara kandung yang tinggal serumah dengan pasangan suami istri. Bagus Irawan (2007: ) mengutip pendapat R. M. Mac Iver dan Charles H. Page, yang mendefinisikan masyarakat sebagai an union of families, gabungan atau kumpulan dari keluarga-keluarga. Hal ini mengatakan masyarakat berasal dari hubungan antar individu. Jadi dapat dikatakan keluarga inti dari masyarakat. Setiap keluarga dapat menganggap dirinya sebagai pusat dari masyarakat. Sebagai pusat dan sekaligus anggota masyarakat, keluarga

72 51 mempunyai relasi dengan masyarakat di luarnya. Setiap individu dalam suatu keluarga membawa citra keluarga di dalam masyarakat. Hubungan yang baik antar keluarga menghasilkan hubungan masyarakat yang baik pula. Setiap anggota keluarga merupakan wakil dari keluarganya dalam kehidupan sosial. Hal ini dapat kita lihat misalnya pada masyarakat Jawa, anggota-anggotanya berhak mewakili keluarga keluar seperti perkawinan dan kelahiran. Demikian beberapa faktor pendukung maupun faktor penghambat mempengaruhi dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas.

73 BAB III PENELITIAN TERHADAP PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK YANG USIA PERKAWINAN TAHUN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS DI WILAYAH PATANGPULUHAN PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN-YOGYAKARTA A. GAMBARAN UMUM PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN-YOGYAKARTA Gambaran umum Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta, meliputi: sejarah paroki, keadaan geografis, keadaan demografis, visi-misi, situasi umum umat paroki diambil dari diambil dari buku kenangan 80 tahun Peduli, Berbagi, Gembira dan buku Menancap Semakin Dalam, Menjulang Semakin Tinggi, serta arsip data Paroki HKTY Pugeran. 1. Sejarah Paroki Sejarah Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta diambil dari buku Kenangan 80 tahun Peduli, Berbagi, Gembira halaman 16 dan buku Menancap Semakin Dalam, Menjulang Semakin Tinggi halaman Kraton Ngayogyakarta merupakan suatu kompleks yang dikelilingi oleh benteng berbentuk bujur sangkar, dengan sudut-sudutnya yang dinamakan pojok beteng dan gerbang-gerbangnya yang dinamakan plengkung. Di sebelah Selatan Pojok Beteng Kulon, sudut benteng sebelah Barat-Selatan, terdapat kampung bernama Pugeran, berasal dari nama Pangeran Puger, seorang tokoh bangsawan Kraton Ngayogyakarta di masa lampau.

74 53 Pada tanggal 5 November 1933, upacara peletakan batu pertama untuk pembangunan Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY) di kampung Pugeran, yang dipimpin oleh Rm. Rietra SJ., saat itu bertugas di Gereja Santo Fransiscus Xaverius Kidul Loji, didampingi Rm. De Kuyper SJ., dan Rm. A. Soegijapranata SJ., serta dibantu seorang awam bernama Sastrowinoto. Pembangunan Gereja HKTY Pugeran dirancang oleh arsitek Belanda Th. Van Oyen. Delapan bulan kemudian, tepatnya pada hari Minggu Pon, 8 Juli 1934, bangunan gereja yang sudah jadi diberkati oleh Pater A. Van Kalken, SJ., Superior Misi Serikat Yesus di Hindia-Belanda saat itu. Pemberkatan gereja ini dipersembahkan kepada Hati Kudus Tuhan Yesus (Sacratissimi Cordis Iesu) sebagai ungkapan dan rasa syukur atas limpahan kasih Tuhan kepada Ordo Serikat Yesus yang genap 75 tahun berkarya di Hindia-Belanda. Sejak pemberkatan tersebut, Gereja Pugeran menjadi sebuah gereja paroki, dikenal dengan nama Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY) Pugeran, terpisah dari Paroki Santo Fransiskus Xaverius Kudul Loji yang telah ada sebelumnya. Pastor pertama yang ditunjuk Romo A. Djajasepoetra, SJ., kemudian menjadi Uskup Agung Jakarta. Pembaptisan pertama yang tercatat dalam buku baptis (Liber Baptismorum) paroki ini dilakukan untuk Bapak F. X. Suyatna dari Padokan pada tanggal 9 Juli Pemberkatan gereja sebagai tonggak sejarah tanda awal mulainya umat Allah di Yogyakarta bagian selatan untuk njumenengaken Kraton Dalem di bumi Mataram lengkap dengan warna khas, yaitu budaya Jawa. Arsitektural bangunan utama gereja yang diakui oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata sebagai cagar budaya, digolongkan dalam bentuk kombinasi Joglo-Tajug. Bentuk atap yang digunakan adalah Joglo sebagai simbol

75 54 warga Gereja adalah suatu keluarga besar, dengan kombinasi atap Tajug di bagian tengahnya. Tajug ini menguatkan vertikalitas, sebagai simbol keabadian Tuhan. Dalam kerangka pemikiran Jawa inilah Tajug yang dilengkapi dengan lonceng dimaknai sebagai kebersamaan umat Allah yang sedang berziarah menuju kembali kepada sangkan paraning dumadi. Kejawaan gereja akan semakin kental dirasakan manakala kita menemukan sumur yang terletak di sisi kanan bangunan gereja. Orang menyebutnya sebagai Sumur Yakub. Dalam kacamata Jawa, sumur ini pantas untuk disebut sebagai sumur pendhita yang biasa digunakan untuk keperluan-keperluan suci. Di halaman depan gereja, di bawah kerimbunan pohon sawo kecik, terpasang patung Yesus dengan tangan terjulur ke depan dengan tulisan berbahasa Jawa Ija Ingsoen Karahajonira yang artinya Akulah Keselamatanmu. Patung ini memperlihatkan secara jelas Hati-Nya yang bernyala, yang siap sedia melindungi siapa saja yang berseru kepada-nya. Tulisan ini sekali lagi terlihat pada bagian atas altar, dalam bahasa Latin: Salus Vestra Ego Sum. Menurut sejarawan, J. Weitjens, SJ., Paroki HKTY Pugeran memiliki 2 keistimewaan, yaitu: sebagai Gereja Katolik pertama di Indonesia yang gembalanya adalah Putera Indonesia, yaitu Romo A. Djajasepoetra, SJ. ( ), yang kemudian menjadi Uskup Agung Jakarta; dan sebagai Gereja Katolik pertama yang berhasil memasukkan gamelan secara resmi sebagai perlengkapan ibadat (1958). Sejarah Gereja HKTY Pugeran tidak dapat dilepaskan dari sosok Romo A. Sandiwan Brata, Pr., yang pada waktu Clash II (19 Desember Juni 1949) membuka pintu lebar-lebar untuk menampung para pengungsi akibat agresi

76 55 Belanda ke Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota negara. Saat itu di kompleks gereja dibangun dapur umum dan pos PMI untuk mendukung perjuangan Bangsa Indonesia. Dapur umum itu sendiri, oleh banyak pihak yang mengetahui saat itu, hanyalah bentuk kamuflase yang dibuat, agar para pejuang yang berasal dari selatan Yogyakarta dapat memasuki kota. 2. Keadaan Geografis Keadaan Geografis Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta diambil dari buku Kenangan 80 tahun Peduli, Berbagi, Gembira halaman Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus (HKTY) Pugeran memiliki luas wilayah sekitar 64 km 2, meliputi pinggir selatan Kota Yogyakarta (sebagian Kecamatan Wirobrajan, Ngampilan, Kraton, Mergangsan, dan seluruh kecamatan Mantrijeron) dan sebagian wilayah Kabupaten Bantul (Kecamatan Sewon dan Kasihan). Wilayah Paroki HKTY Pugeran yang paling utara berjarak ± 500 meter dari pusat kota (kantor pos besar) Yogyakarta, sedangkan yang paling selatan berjarak ± 9 km dari pusat kota Yogyakarta. Ditinjau dari wilayah penggembalaan paroki-paroki, batas-batas wilayah penggembalaan Paroki HKTY Pugeran adalah sebagai berikut: a. Sebelah Barat: Paroki Santa Maria Assumpta Gamping, dan Paroki Santa Theresia Sedayu. b. Sebelah Timur: Paroki Santo Yusup Bintaran. c. Sebelah Utara: Paroki Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji, Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak Bercela Kumetiran, dan Paroki Santo Yusup Bintaran. d. Sebelah Selatan: Paroki Santo Yakobus Bantul.

77 56 Wilayah penggembalaan Paroki HKTY Pugeran yang terletak di daerah kota Yogyakarta merupakan kawasan pemukiman penduduk yang cukup padat, sementara di sebelah selatan masih terdapat area persawahan, perkampungan, hingga perumahan modern yang masih terus bermunculan. Perkampungan yang padat dengan hotel-hotel melati di daerah Prawirotaman juga termasuk dalam wilayah penggembalaan paroki ini. Dari segi bentang alam, sebagian besar wilayah penggembalaan Paroki HKTY Pugeran merupakan dataran rendah yang cendrung datar, kecuali beberapa perbukitan di wilayah Gunung Sempu dan sekitarnya. Dari segi transportasi, Gereja HKTY Pugeran memiliki lokasi yang cukup strategis karena berada di tepi jalan utama yang menghubungkan kota Yogyakarta dengan Kabupaten Bantul. Dekade 1960-an, jalan depan Gereja HKTY Pugeran bahkan juga dilalui kereta api jurusan Yogya-Palbapang. Saat ini, untuk menuju Gereja HKTY Pugeran, umat dapat naik bus Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) jurusan Yogya-Samas, Yogya-Srandakan, Yogya-Sorobayan, Yogya-Wates- Kokap, Yogya-Tempel, dan Yogya-Godean, yang semuanya melalui jalan depan Gereja HKTY Pugeran. Selain itu, umat dapat menggunakan bus kota jalur 5 atau jalur 17 (turun di Pojok Beteng Kulon) atau bus Trans Jogja (turun di halte depan SMPN 7 Yogyakarta), sedangkan jarak dekat, rute dari dan ke Gereja HKTY Pugeran dapat ditempuh dengan menggunakan becak. Ketersediaan transportasi ini kurang bermanfaat bagi umat Paroki Pugeran, karena sebagian besar bus hanya melalui jalan utama kota/ kabupaten. Wilayah Paroki Pugeran sangat luas menyebabkan tidak seluruh umat dapat mengakses Gereja HKTY Pugeran dengan mudah dan cepat. Oleh karena

78 57 itu, untuk mempermudah pelayanan kepada umat, dibentuklah Kring yang kemudian berkembang menjadi Lingkungan dan Sektor yang kemudian menjadi Wilayah (gabungan dari beberapa Lingkungan yang berdekatan). Saat ini Paroki HKTY Pugeran memiliki 19 Wilayah dan 87 Lingkungan. Beberapa Wilayah dan Lingkungan yang terletak di sekitar Gereja Induk HKTY Pugeran dan daerah Njeron Beteng (kawasan di dalam benteng Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat) adalah sebagai berikut: a. Wilayah Gereja Barat Selatan, terdiri dari 4 Lingkungan. b. Wilayah Gereja Barat Utara, terdiri dari 5 Lingkungan. c. Wilayah Gereja Tengah Utara, terdiri dari 4 Lingkungan. d. Wilayah Gereja Tengah Selatan, terdiri dari 5 Lingkungan. e. Wilayah Gereja Timur, terdiri dari 7 Lingkungan. f. Wilayah Kadipaten, terdiri dari 3 Lingkungan. g. Wilayah Panembahan, terdiri dari 3 Lingkungan. h. Wilayah Patehan, terdiri dari 4 Lingkungan. Dalam perkembangannya, umat Wilayah Kadipaten, Panembahan, dan Patehan yang merupakan hasil pemekaran dari Wilayah Kraton membentuk paguyuban yang dikenal dengan nama Paguyuban Ketua Wilayah Eks Kraton. Paguyuban ini bersifat informal, namun memiliki peran cukup penting, salah satunya untuk mengkoordinasikan penyelenggaraan Perayaan Ekaristi Natal Malam dan Malam Paskah di Sasono Hinggil Dwi Abad, sebuah bangunan milik Kraton Yogyakarta di sebelah Utara Alun-Alun Kidul. Di samping Sektor atau Wilayah, di Paroki HKTY Pugeran tumbuh dan berkembang gereja-gereja kecil yang dinamakan Gereja Wilayah. Sebuah Gereja

79 58 Wilayah dikelola oleh satu atau lebih Wilayah yang bekerjasama di bawah pimpinan seorang Koordinator Wilayah. Saat ini terdapat tiga Koordinasi Wilayah di Paroki HKTY Pugeran, dan satu Gereja Wilayah: a. Koordinasi Wilayah Gereja Brayat Minulya Wirobrajan, terdiri dari 5 wilayah dan 25 lingkungan. b. Koordinasi Wilayah Gereja Salib Suci, terdiri dari 3 wilayah dan 13 lingkungan. c. Koordinasi Wilayah Gereja Santo Yusup Padokan, terdiri dari. 2 wilayah dan 10 lingkungan d. Wilayah Gereja Santo martinus Bangunharjo, terdiri dari 4 lingkungan. Di samping memiliki gedung yang digunakan untuk peribadatan secra rutin (termasuk Perayaan Ekaristi Hari Minggu dan Hari Raya Natal atau Paskah), masing-masing Gereja Wilayah memiliki sejarah dan spiritualitasnya sendiri, yang dihidupi dan dikembangkan dalam berbagai kegiatan khas Wilayah. 3. Keadaan Demografis Keadaan Demografis Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta diambil dari buku Kenangan 80 tahun Peduli, Berbagi, Gembira halaman 18. Delapan puluh tahun telah berlalu, namun bangunan Gereja HKTY Pugeran tidak tampak mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan hanya pada atapnya yang semula sirap diganti metal dan lantainya yang kini berkeramik. Di samping itu, antara gereja dan patung Hati Kudus Tuhan Yesus di depannya terdapat sebuah prasasti yang dibangun pada tahun 1984, pada saat Pesta Emas Gereja HKTY Pugeran. Perubahan lain di bagian dalam gereja hanyalah

80 59 penggantian patung Bunda Maria yang rusak akibat gempa tahun 2006 dan pergantian lampu-lampu, agar umat semakin dapat beribadah dengan nyaman. Berbeda dengan kondisi bangunan, setelah 80 tahun berdiri, kondisi umat Paroki HKTY Pugeran telah mengalami perubahan yang cukup signifikan. Di masa awal berdirinya, Paroki ini terdiri atas 10 lingkungan (saat itu disebut kring). Kini menjadi 87 lingkungan. Jumlah umat saat ini yang mencapai an jiwa tentulah merupakan jumlah yang besar untuk sebuah paroki. Berdasarkan pendataan umat tahun 2011, komposisi terbesar, yakni 60,4%, adalah usia produktif (19-59 tahun). Hal yang perlu dicermati, kegiatan ekonomi umat dalam bidang setengah terampil sebanyak 26% dan Ibu Rumah Tangga sebanyak 16,6%, sedangkan bidang terampil sebanyak 1,6% dan bidang usaha sebanyak 5,7%. Inilah salah satu tantangan bagi Paroki HKTY Pugeran saat ini. 4. Visi-Misi Gereja Visi-Misi Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta diambil dari buku Menancap Semakin Dalam, Menjulang Semakin Tinggi halaman Visi Paroki HKTY mengatakan bahwa Sebagai persekutuan paguyuban murid Tuhan Yesus Kristus, Umat Allah Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran yang berakar pada budaya Jawa, dalam bimbingan Roh Kudus, menjadi berkat dan sahabat bagi seluruh umat dan masyarakat melalui ungkapan dan perwujudan imannya.

81 60 Penjelasan lebih lanjut mengenai Visi sebagai berikut: a. Sebagai persekutuan paguyuban murid Tuhan Yesus Kristus, Umat Allah Paroki HKTY Pugeran yang berakar pada budaya Jawa, merupakan rumusan identitas umat di Paroki Pugeran, yang mengandung unsur-unsur jati diri sebagai bagian dari Gereja Universal dan Keuskupan Agung Semarang (KAS), seperti tersebut dalam: 1) Jati diri universal: Kerajaan Allah, Umat Allah, Murid Yesus Kristus. 2) Jati diri kesatuan dengan gereja KAS: persekutuan paguyuban murid Yesus yang signifikan dan relevan bagi umat dan masyarakat, yang secara konkret adalah masyarakat Jawa. b., menjadi berkat dan sahabat bagi seluruh umat dan masyarakat, merupakan kekhasan/visi/sesanti Paroki Pugeran yang berlatar belakang: 1) Spiritualitas bersumber dari sejarah Gereja Paroki sebagai Gereja yang terkait dengan penampungan pengungsi korban perang kemerdekaan. 2) Spiritualitas bersumber pada pelindung yaitu Hati Kudus Tuhan Yesus: sapaan Allah, tanggapan Umat dan perutusan bagi dunia. 3) Kondisi/ situasi intenal-eksternal paroki (demografi, budaya, sosial, ekonomi, keadaan alam dsb). a) Wilayah kota, pinggiran dan desa. b) Kental budaya Jawa. c) Jumlah umat besar (lebih jiwa) dengan berbagai pekerjaan, tingkat pendidikan, ekonomi menengah ke bawah, banyak pusat-pusat perbelanjaan. d) Keadaan alam: lahan-sawah, pegunungan, bantaran sungai, jalan besar (jalan raya dan jalan ring road).

82 61 Visi/sesanti menjadi berkat dan sahabat bagi umat dan masyarakat, merupakan pernyataan mau menjadi apa (to be) yang sangat konsisten dengan bunyi alinea I Arah Dasar (ARDAS) : semakin signifikan dan relevan bagi warganya dan masyarakat. Rumusan ini sangat khas bagi Paroki Pugeran yang memiliki umat dan lingkungan masyarakat yang plural, sekaligus mencerminkan spiritualitas pelindung yaitu Hati Kudus Tuhan Yesus yang menonjolkan sisi sapaan Allah, tanggapam Umat dan perutusan bagi dunia. a. Kata Berkat dan sahabat adalah dua kata yang khas banyak dipakai di budaya Jawa. Berkat merupakan tanda kasih berupa makanan yang dibawa pulang untuk dinikmati seluruh keluarga sehabis seseorang mengikuti acara kenduri (doa dengan ujud tertentu, dan makanan itu sudah didoakan bersama), sedangkan sahabat (sadulur, paseduluran) juga kata yang dijunjung tinggi di budaya Jawa, karena bernuansa adanya perjumpaan antar pribadi atau kelompok sampai menyentuh hati. b. Kata Seluruh dan umat dan masyarakat : 1) Seluruh mengandung makna penghargaan terhadap pluralitas sebagai ciri umat dan masyarakat Paroki dan juga heterogenitas kondisi yang dimiliki Paroki. 2) Umat dan masyarakat memuat orientasi ke dalam Gereja (umat) dan ke luar Gereja (masyarakat). c. Pengungkapan iman mengarah pada kepentingan (dalam konteks) ibadah internal umat. d. Perwujudan iman menunjuk pada pentingnya pelaksanaan aksi internal umat maupun eksternal, yaitu masyarakat.

83 62 e. Melalui dimaksudkan bahwa pengungkapan maupun perwujudan iman bukanlah tujuan melainkan hanya sarana yang dipilih untuk menjadikan seluruh umat sebagai murid Tuhan Yesus Kristus untuk menjalani tugas perutusan-nya. f. Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta ingin menjadi signifikan dan relevan bagi umat maupun masyarakat sebagai salah satu ciri utama Gereja di KAS. Misi Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta sebagai berikut: a. menyelenggarakan liturgi dan peribadatan yang menyentuh hati dan menggerakkan perutusan. b. menyelenggarakan pelayanan umat dan masyaakat dengan semangat solidaritas dan subsidiaritas. c. menyelenggarakan pewartaan yang membuat umat mengenali, mencintai dan menghadirkan Kristus. d. membangun paguyuban-paguyuban umat yang memperkuat iman dan memberdayakan kharisma-kharisma. e. melaksanakan reksa pastoral yang kredibel. Dalam 5 rumusan misi ini tercakup semua tugas perutusan Gereja: liturgia, koinonia, kerygma dan diakonia: a. Misi no 1 dalam rangka mewujudkan iman yang tangguh sekaligus misioner melalui karya liturgia. b. Misi no 2 dalam rangka mewujudkan signifikansi dan relevansi bagi warganya dan masyarakat melalui karya-karya diakonia. c. Misi no 3 dalam rangka mewujudkan karya kerygma dan koinonia dalam rangka mewujudkan iman yang tangguh sekaligus misioner.

84 63 d. Misi no 4 dalam rangka mewujudkan karya-karya diakonia dengan menghargai pluralitas yang memberdayakan dan optimalisasi peran awam. e. Misi no 5 dalam rangka mewujudkan tata penggembalaan berkualitas, yang kredibel: transparan dan akuntabel. 5. Situasi Umum Umat Paroki Situasi Umum Umat Paroki diambil dari arsip data Paroki HKTY Pugeran halaman a. Situasi Kependudukan 1) Gambaran Umum Data yang terhimpun dalam sensus umat Katolik tahun 2011, umat Katolik berjumlah jiwa dalam KK, yang terbagi dalam 19 wilayah dan 87 lingkungan. Keadaan umat dibagi menurut wilayah tempat tinggal dan agama. Tabel 1. Keadaan Umat No Wilayah Lingkungan Jlh KK Jlh Umat Gereja Pusat Paroki 1. Gereja Barat Selatan 4 2. Gerja Barat Utara Gereja Tengah Utara Gereja Tengah Selatan Gereja Timur Kadipaten Panembahan Patehan Wilayah Gereja Brayat Minulyo 25

85 Non Katolik Katolik ke Non Katolik ke Kristen Katekumen Ketanggungan Ngestiharjo Kidul Ngestiharjo Lor Patangpuluhan Wirobrajan Wilayah Gereja Salib Suci Gunung Sempu 1. Bangunjiwo Kembaran Taman Tirto Wilayah Gereja Santo Martinus Bangunharjo Wilayah Gereja Santo Yusup Padokan 1. Jongonalan Padokan Total (Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 1-4) 2) Keadaan Umat Tabel 2. Keadaan Umat berdasarkan Agama No Wilayah Jlh Umat Gereja Pusat Paroki 1. Gereja Barat Selatan 2. Gerja Barat Utara Gereja Tengah Utara Gereja Tengah Selatan Gereja Timur

86 65 6. Kadipaten Panembahan Patehan Wilayah Gereja Brayat Minulyo 1. Ketanggungan Ngestiharjo Kidul Ngestiharjo Lor Patangpuluhan Wirobrajan Wilayah Gereja Salib Suci Gunung Sempu 1. Bangunjiwo Kembaran Taman Tirto Wilayah Gereja Santo Martinus Bangunharjo Wilayah Gereja Santo Yusup Padokan 1. Jongonalan Padokan Total (Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 5-8) Keadaan umat di Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta berdasarkan tabel di atas sebagai berikut: umat Katolik, 296 orang non Katolik, 114 orang Katolik pindah ke non, 21 orang Katolik pindah ke Kristen dan 212 orang katekumen.

87 66 Tabel 3. Keadaan Umat berdasarkan Wilayah No Wilayah Jumlah Umat Persentase (%) 1. Gereja Pusat Paroki ,97 2. Gereja Brayat Minulyo ,70 3. Gereja Salib Suci Gunung Sempu ,41 4. Gereja Santo Martinus Bangunharjo 517 4,1 5. Gereja Santo Yusup Padokan ,82 Total (Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 1-4) Tabel di atas menunjukkan mayoritas umat Katolik masih berpusat di wilayah pusat paroki dengan jumlah jiwa (43,97%) dan tersebar di wilayah Gereja Brayat Minulyo berjumlah jiwa (24,70%), wilayah Gereja Salib Suci Gunung Sempu berjumlah jiwa (13,41%), wilayah Gereja Santo Martinus Bangunharjo berjumlah 517 jiwa (4,1 %) dan wilayah Gereja Santo Yusup Padokan berjumlah jiwa (13,82%). 3) Jenis Kelamin dan Hubungan Kekeluargaan Tabel 4. Jenis Kelamin No Wilayah Jenis Kelamin Jumlah Umat L P Gereja Pusat Paroki 1. Gereja Barat Selatan Gerja Barat Utara 3. Gereja Tengah Utara Gereja Tengah Selatan Gereja Timur

88 67 6. Kadipaten Panembahan Patehan Wilayah Gereja Brayat Minulyo 1. Ketanggungan Ngestiharjo Kidul Ngestiharjo Lor Patangpuluhan Wirobrajan Wilayah Gereja Salib Suci Gunung Sempu 1. Bangunjiwo Kembaran Taman Tirto Wilayah Gereja Santo Martinus Bangunharjo Wilayah Gereja Santo Yusup Padokan 1. Jongonalan Padokan Total (Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 9-12) Tabel di atas menunjukkan komposisi umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta menurut jenis kelamin relatif seimbang, yakni pria jiwa (46,76%) dan wanita jiwa (53,24%).

89 Kep. RT Pasangan Anak Anak Angkat Cucu Orangtua Kakak/ Adik Famili Lain Jlh Umat 68 Tabel 5. Hubungan Anggota Rumah Tangga No Wilayah Gereja Pusat Paroki 1. Gereja Barat Selatan 2. Gerja Barat Utara 3. Gereja Tengah Utara 4. Gereja Tengah Selatan 5. Gereja Timur 6. Kadipaten 7. Panembahan 8. Patehan Wilayah Gereja Brayat Minulyo 1. Ketanggungan 2. Ngestiharjo Kidul 3. Ngestiharjo Lor 4. Patangpuluhan 5. Wirobrajan Wilayah Gereja Salib Suci Gunung Sempu 1. Bangunjiwo 2. Kembaran 3. Taman Tirto Wilayah Gereja Santo Martinus Bangunharjo Wilayah Gereja Santo Yusup Padokan 1. Jongonalan

90 Jawa Tionghoa Sunda/ Bali Kalimantan Nusa Tenggara Sulawesi Papua Lainnya Jlh Umat Padokan Total (Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 17-20) 4) Kesukuan (Etnis) Tabel 6. Suku Bangsa No Wilayah Gereja Pusat Paroki 1. Gereja Barat Selatan 2. Gereja Barat Utara 3. Gereja Tengah Utara 4. Gereja Tengah Selatan 5. Gereja Timur 6. Kadipaten 7. Panembahan 8. Patehan Wilayah Gereja Brayat Minulyo 1. Ketanggungan 2. Ngestiharjo Kidul 3. Ngestiharjo Lor 4. Patangpuluhan 5. Wirobrajan Wilayah Gereja Salib Suci Gunung Sempu

91 0-6 th th th th th th th th th th th Jlh Umat Bangunjiwo 2. Kembaran 3. Taman Tirto Wilayah Geeja Santo Martinus Bangunharjo Wilayah Gereja Santo Yusup Padokan 1. Jongonalan 2. Padokan Total (Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 21-24) Tabel di atas menunjukkan mayoritas umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta adalah suku Jawa jiwa (94,96%) dan yang lainnya suku Tionghoa 320 jiwa, suku Sunda/ Bali 34 jiwa, suku Kalimantan 65 jiwa, suku Sulawesi 50 jiwa, suku Papua 14 jiwa dan suku lainnya 95 jiwa. 5) Struktur Usia Tabel 7. Kelompok Usia No Wilayah Gereja Pusat Paroki 1. Gereja Barat Selatan 2. Gerja Barat Utara 3. Gereja Tengah Utara

92 Gereja Tengah Selatan 5. Gereja Timur 6. Kadipaten 7. Panembahan 8. Patehan Wilayah Gereja Brayat Minulyo 1. Ketanggungan 2. Ngestiharjo Kidul 3. Ngestiharjo Lor 4. Patangpuluhan 5. Wirobrajan Wilayah Gereja Salib Suci Gunung Sempu 1. Bangunjiwo 2. Kembaran 3. Taman Tirto Wilayah Gereja Santo Martinus Bangunharjo Wilayah Gereja Santo Yusup Padokan 1. Jongonalan 2. Padokan Total (Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 13-16) Tabel di atas menunjukkan kelompok usia anak sekolah, usia produktif dan usia purnakarya. Kelompok usia anak sekolah, mencakup: a) Anak belum sekolah, play group dan Taman Kanak-Kanak (TK) usia 0-6 tahun, sebanyak 132 jiwa. b) Anak usia Sekolah Dasar (SD) usia 7-12 tahun, sebanyak 804 jiwa.

93 Bisa membantu Biasa Perlu Dibantu 72 c) Anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) usia tahun, sebanyak 425 jiwa. d) Anak usia Sekolah Menengah Atas (SMA) usia tahun, sebanyak 480 jiwa Kelompok usia produktif, mencakup: a) Beberapa anak muda usia tahun melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi (PT), sementara ada yang memilih untuk bekerja, sebanyak 974 jiwa (8,35). b) Usia tahun bekerja sebagai tulang punggung perekonomian keluarga, sebanyak jiwa (51,84%). Kelompok usia purnakarya mencakup usia di atas 60 tahun. Beberapa dari mereka masih produktif dan terlibat dalam Gereja dan masyarakat, namun karena faktor usia, kelompok ini rentan penyakit sebanyak jiwa (24,02%). Jadi mayoritas umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta, usia produktif jiwa (60,19%) kemudian usia purnakarya jiwa (24,02%) dan usia sekolah 1.841jiwa (15,79%). b. Situasi Sosial Ekonomi 1) Keadaan Ekonomi Keluarga Tabel 8. Status Ekonomi Keluarga Status Ekonomi Keluarga No Wilayah Jumlah Umat Gereja Pusat Paroki

94 73 1. Gereja Barat Selatan 2. Gerja Barat Utara Gereja Tengah Utara Gereja Tengah Selatan Gereja Timur Kadipaten Panembahan Patehan Wilayah Gereja Brayat Minulyo 1. Ketanggungan Ngestiharjo Kidul Ngestiharjo Lor Patangpuluhan Wirobrajan Wilayah Gereja Salib Suci Gunung Sempu 1. Bangunjiwo Kembaran Taman Tirto Wilayah Gereja Santo Martinus Bangunharjo Wilayah Gereja Santo Yusup Padokan Jongonalan Padokan Total (Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 25-32) Pengelompokan berdasarkan status ekonomi keluarga dapat dibagi 3 kelompok, yaitu kategori keluarga yang bisa membantu, biasa dan perlu dibantu.

95 Terampil Pendidik Kesehatan Pegawai Usaha Setengah Terampil Tukang Tidak Terampil R B - S Sekolah Ibu Rumah Tangga Pensiun Non Job Beum Tahu Jumlah Umat 74 Keluarga yang bisa membantu adalah rumah tangga yang memiliki kemampuan ekonomi mapan, rumah cukup besar, kendaraan (mobil dan motor), dan kekayaan di atas rata-rata masyarakat sekitarnya. Keluarga biasa adalah mereka yang memiliki penghasilan tetap, rumah permanen ukuran sedang, memiliki kendaraan pribadi (motor), dan standar kehidupan yang biasa. Keluarga yang perlu dibantu adalah mereka yang memiliki rumah sendiri namun kurang layak atau rumah kontrakan. Dalam hal ini mencakup mereka yang menumpang tinggal, bekerja kasar, dan berpenghasilan rendah. Seringkali mereka mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup, pendidikan dan kesehatan. Tabel di atas menunjukkan keluarga yang bisa membantu 736 KK (17,45%), keluarga yang biasa KK (71,24%) dan keluarga yang perlu dibantu 477 KK (11,31%). Berdasarkan data yang diperoleh, Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta, status ekonomi mayoritas keluarga biasa. 2) Kegiatan Ekonomi Tabel 9. Kegiatan Ekonomi No Wilayah Gereja Pusat Paroki 1. Gereja Barat Selatan 2. Gerja Barat Utara 3. Gereja Tengah Utara 4. Gereja Tengah Selatan 5. Gereja Timur

96 Kadipaten 7. Panembahan 8. Patehan Wilayah Gereja Brayat Minulyo 1. Ketanggungan 2. Ngestiharjo Kidul 3. Ngestiharjo Lor 4.. Patangpuluhan 5. Wirobrajan Wilayah Gereja Salib Suci Gunung Sempu 1. Bangunjiwo 2. Kembaran 3. Taman Tirto Wilayah Gereja Santo Martinus Bangunharjo Wilayah Gereja Santo Yusup Padokan 1. Jongonalan 2. Padokan Total (Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 33-37) Dalam pendataan KAS, mereka yang dikategorikan memiliki kegiatan ekonomi atau termasuk angkatan kerja adalah umat Katolik yang berusia lebih dari 15 tahun. Mereka dapat termasuk ke dalam salah satu dari 75 jenis kegiatan ekonomi. Berdasarkan jenis pekerjaan tersebut dibuat kategori sebagai berikut: a) Terampil: ahli ekonomi, dokter hewan, kontraktor, olahragawan, pejabat DPR, pemborong, penerbangan, pengarang, psikolog, tenaga managemen, manager, peneliti, konsultan.

97 76 b) Pendidik: pengajar pra sekolah, SD, SLB, SMP, SMA, dosen, katekis dan guru agama. c) Kesehatan: apoteker, bidan, dokter gigi, dokter umum/ ahli, dan perawat. d) Pegawai: petugas pelaksanaan pemegang kas, pemeliharaan gedung, pekerja sosial, PNS, polisi, tentara, tenaga pemasaran, dan tenaga administrasi. e) Usaha perdagangan: besar, sedang dan kecil. f) Setengah Terampil: guide tourist, satpam, penjual jasa, jasa uang, swasta, dan tenaga jasa. g) Tukang: juru masak, pandai besi, pemahat, teknisi, tukang batu, tukang cat, tukang jahit, kayu, las listrik dan pengrajin kulit. h) Tidak Terampil: buruh tani, pekerja kasar/ buruh, petani/ peternak, sopir, serabutan, buruh pabrik, buruh perusahaan, buruh tambang dan nelayan. i) Romo/ Bruder/ Suster. j) Sekolah: pelajar dan mahasiswa. k) Ibu Rumah Tangga. l) Pensiun/ invalid. m) Non Job: non job, PHK dan mencari pekerjaan Tabel di atas menunjukkan kegiatan umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta, sebagai berikut: terampil 155 jiwa (1,59%); pendidik 402 jiwa (4,12%); kesehatan 89 jiwa (0,91%); pegawai 692 jiwa (7,09%); usaha 550 jiwa (5,64%); setengah terampil jiwa (25,92%); tukang 317 jiwa (3,25%); tidak terampil 478 jiwa (4,90%); Romo-Bruder-Suster 27 jiwa (0,28%); sekolah jiwa (14.35%); Ibu Rumah Tangga jiwa (16,49%); pensiun/ invalid jiwa (10,45%); non job 431 jiwa (4,42%) dan belum tahu 58 jiwa (0,59%).

98 Buta Aksara SD SLTP SLTA D1 - D S S2 - S Msh. Sekolah th Putus Sekolah Jumlah Umat Berdasarkan data yang diperoleh, Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran- Yogyakarta, kegiatan ekonomi mayoritas setengah terampil. c. Tingkat Pendidikan Tabel 10. Tingkat Pendidikan No Wilayah Gereja Pusat Paroki 1. Gereja Barat Selatan 2. Gerja Barat Utara 3. Gereja Tengah Utara 4. Gereja Tengah Selatan 5. Gereja Timur 6. Kadipaten 7. Panembahan 8. Patehan Wilayah Gereja Brayat Minulyo 1. Ketanggungan 2. Ngestiharjo Kidul 3. Ngestiharjo Lor 4. Patangpuluhan 5. Wirobrajan Wilayah Gereja Salib Suci Gunung Sempu 1. Bangunjiwo 2. Kembaran 3. Taman Tirto

99 Sah Katolik Beda Agama Beda Gereja Luar Gereja Bermasalah Wilayah Gereja Santo Martinus Bangunharjo Wilayah Gereja Santo Yusup Padokan 1. Jongonalan 2. Padokan Total (Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 38-41) Tabel di atas menunjukkan jenjang pendidikan yang mencerminkan potensi intelektual dan tantangannya. Tingkat pendidikan umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta, sebagai berikut: buta aksara 113 jiwa (0,97%); SD jiwa (11,16%); SLTP jiwa (10,19%); SLTA jiwa (29,36%); D1- D3 989 jiwa (8,48%); S jiwa (15,65%); S2-S3 165 jiwa (1,41%); Masih sekolah jiwa (15,34%); 0-6 th 845 jiwa (7,24%); putus sekolah 22 jiwa (0,18%). Berdasarkan data yang diperoleh, mayoritas pendidikan umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta SLTA. d. Situasi Perkawinan Tabel 11. Situasi Perkawinan No Wilayah Gereja Pusat Paroki 1. Gereja Barat Selatan 2. Gerja Barat Utara

100 79 3. Gereja Tengah Utara Gereja Tengah Selatan Gereja Timur Kadipaten Panembahan Patehan Wilayah Gereja Brayat Minulyo 1. Ketanggungan Ngestiharjo Kidul Ngestiharjo Lor Patangpuluhan Wirobrajan Wilayah Gereja Salib Suci Gunung Sempu 1. Bangunjiwo Kembaran Taman Tirto Wilayah Gereja Santo Martinus Bangunharjo Wilayah Gereja Santo Yusup Padokan Jongonalan Padokan Total (Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 38-41)

101 80 Situasi Perkawinan di Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta sebagai berikut: 1) Perkawinan Katolik Data di atas menunjukkan umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran- Yogyakarta, yang perkawinan kedua pasangan Katolik sebanyak pasangan. KHK kan menyebutkan sifat perkawinan di antara orang-orang yang telah dibaptis adalah sakramen (Rubiyatmoko, 2015: 20). 2) Perkawinan Beda Gereja Data di atas menunjukkan umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran- Yogyakarta, ditemukan perkawinan beda gereja sebanyak 346 pasang. Perkawinan campur beda Gereja karena kedua pasangan berasal dari Gereja yang berbeda, satu dari Gereja Katolik, sedangkan pihak lain termasuk anggota Gereja Kristen yang tidak berada dalam kesatuan penuh Gereja Katolik (bdk. Kanon 205). Perkawinan beda Gereja mempunyai sifat sakramental sejauh dilaksanakan secara sah antara dua orang yang sama-sama telah dibaptis secara sah (bdk. Kanon ) (Rubiyatmoko, 2015: 131). 3) Perkawinan Beda Agama Data di atas menunjukkan umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran- Yogyakarta yang perkawinan beda agama, ketika salah satu pasangan beragama lain bukan Kristen sebanyak 96 pasang. Perkawinan beda agama adalah perkawinan yang terjadi antara seorang baptis Katolik atau yang diterima dalam Gereja Katolik dengan seorang yang tak dibaptis, seperti yang dinormakan dalam kanon Karena dilaksanakan oleh orang-orang yang tidak semuanya baptis,

102 81 maka secara teknis yuridis bukan perkawinan sakramental dan ikatannya bersifat natural saja (Rubiyatmoko, 2015: 131). 4) Pekawinan bermasalah Data di atas menunjukkan umat Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran- Yogyakarta yang perkawinan bermasalah, ketika salah satu atau kedua pasangan terdapat halangan nikah sebanyak 44 pasang. Halangan nikah adalah semua halangan nikah yang sudah ditentukan oleh hukum Gereja dalam kanon ditentukan 12 halangan nikah yang membuat seseorang tidak mampu untuk melangsungkan pernikahan secara sah (Rubiyatmoko, 2015: 57, 66). B. GAMBARAN UMUM PERWUJUDAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS DI WILAYAH PATANGPULUHAN PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN - YOGYAKARTA Data perkawinan di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran- Yogyakarta sebagai berikut: pasangan suami istri yang perkawinan sah Katolik sebanyak 254 pasangan, beda agama sebanyak 34 pasangan dan beda gereja sebanyak 11 pasangan. Pasangan suami istri di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta yang memenuhi syarat penelitian mereka yang usia perkawinannya tahun sebanyak 46 pasangan, sebagai berikut: Lingkungan Yohanes Rasul Bugisan Kidul sebanyak 3 pasangan; Lingkungan Basilius Agung Bugisan Lor sebanyak 3 pasangan; Lingkungan Klemens Bugisan Wetan sebanyak 5 pasangan; Lingkungan Dominikus Patangpuluhan Lor 1 sebanyak 12 pasangan; Lingkungan Petrus Patangpuluhan Lor 2 sebanyak 7 pasangan; Lingkungan Keluarga Kudus Patangpuluhan Lor 3 sebanyak 7 pasangan; Lingkungan Paulus

103 82 Sindurejan 1 sebanyak 7 pasangan; Lingkungan Mikael Sindurejan sebanyak 2 pasangan. C. PENELITIAN TENTANG FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS DI WILAYAH PATANGPULUHAN PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN-YOGYAKARTA 1. Metodologi Penelitian Wasito (1997: 6) mengatakan bahwa Penelitian sebagai usaha yang sistematik untuk memperoleh fakta atau prinsip (menemukan, mengembangkan, menguji kebenaran) dengan cara mengumpulkan dan menganalisa data (informasi) yang dilaksanakan dengan teliti, jelas, sistematik, dan dapat dipertanggungjawabkan (metode ilmiah). Untuk mengetahui faktor pendukung dalam mewujudkan unitas dan indissolubilitas bagi pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran- Yogyakarta, penulis mengadakan penelitian terlebih dahulu. Adapun metodologi penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: a. Latar Belakang Penelitian Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta merupakan sebuah Paroki dengan jumlah umat sebesar jiwa berdasarkan statistik tahun Umat di Paroki tersebar di 19 Wilayah dan 87 Lingkungan. (Arsip Data Paroki HKTY Pugeran, 2013: 18). Dalam Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta terdapat pasangan suami istri Katolik yang menghayati janji perkawinan untuk setia pada pasangannya seumur

104 83 hidup dan merupakan sifat/ ciri perkawinan Katolik. Penulis membatasi pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun karena pada usia perkawinan tersebut pasangan suami istri masih lengkap atau keduanya masih hidup dan mereka sudah berpengalaman dalam hidup berkeluarga. Penulis memilih wilayah Patangpuluhan alasannya: pertama masih ditemukan pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun setia dalam hidup perkawinan Katolik; kedua, lokasinya tempat tinggal penulis, sehingga lebih mudah melaksanakan penelitian. Penelitian yang dilaksanakan untuk menemukan faktor-faktor pendukung bagi pasangan suami istri dalam menghayati janji perkawinan untuk setia seumur hidup dan merupakan sifat perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. Akhir dari penelitian akan dilaksanakan program yang sesuai, agar semakin membantu pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta dalam menghidupi janji perkawinannya dan semakin mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. b. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis untuk mengetahui: 1) Sejauhmana pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta memahami sifat/ciri perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. 2) Sejauhmana pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta telah melaksanakan janji perkawinan untuk setia seumur hidup.

105 84 3) Faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas bagi pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta. c. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diperoleh antara lain: 1) Membantu pasangan suami istri Katolik semakin memahami perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. 2) Membantu pasangan suami istri Katolik menemukan faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. 3) Model pendampingan iman, agar pasangan suami istri Katolik semakin mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta. d. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ex Post Facto, yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian melihat kembali ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang diasumsikan sebagai penyebab dan telah beroperasi pada masa yang lalu (Jamal Ma mur Asmani, 2011: 190). Penelitian ini menggunakan metode survei. Metode survei adalah metode penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil. Tujuan utamanya mengumpulkan informasi tentang variabel dari sekelompok objek/populasi (Jamal Ma Mur Asnani, 2011: 44).

106 85 e. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta, pada bulan Oktober f. Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah seluruh pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta. Adapun pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Dalam purposive sampling, pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau karakteristik tertentu yang dipandang mempunyai hubungan yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sutrisno Hadi, 2004: 90). Teknik purposive sampling ini ditujukan kepada para pasangan suami istri perkawinan Katolik di Gereja Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran- Yogyakarta, yang diwakili oleh pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan. Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta. Jumlah populasi pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta keseluruhan 299 pasangan. Populasi yang akan diteliti sebanyak 41 pasangan dari jumlah keseluruhan pasangan suami istri Katolik yang memenuhi syarat yakni

107 86 pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta. g. Instrumen Penelitian Instrumen atau alat yang digunakan dalam penelitian adalah kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengambilan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Data yang diperoleh melalui penggunaan kuesiner adalah data yang dikategorikan sebagai data faktual. Kuesioner dapat bersifat tertutup atau terbuka. Dalam penelitian ini memakai keduanya. Kuesioner bersifat tertutup artinya kuesioner yang menyediakan alternatif jawaban atas pertanyaan yang diberikan. Sedangkan kuesioner bersifat terbuka artinya kuesioner yang tidak menyediakan alternatif jawaban atas pertanyaan, sehingga responden mempunyai kebebasan untuk memberikan jawaban. h. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini variabel yang akan penulis teliti yakni faktorfaktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. Variabel ini akan dibuat dalam penyusunan instrumen yang terdiri dari dua bentuk pertanyaan yaitu pertanyaan tertutup (memilih jawaban yang sudah tersedia) dan pertanyaan terbuka (jawaban menurut pendapat sendiri). Jumlah responden yang diteliti sebanyak 41 pasangan dengan usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran- Yogyakarta.

108 Jumlah 87 Tabel 10. Variabel Penelitian No Variabel yang diungkapkan Aspek yang diungkapkan No Soal Tertutup Terbuka (1) (2) (3) (4) (5) 1. Kepribadian 1-2, Faktor-faktor yang berpengaruh pada unitas perkawinan 2. Internal Keluarga 3. Budaya 4. Kesehatan 5. Fisik 3-4, , , , (a,b,c) 2 (a,b,c) Kebahagiaan 17, Faktor-faktor yang berpengaruh pada indissolubilitas perkawinan 1. Iman/ Agama 2. Ekonomi 3. Sosial 4. Keinginan Cerai 11-12, , , , 36 3 (a,b,c) 5 18 Item keseluruhan Laporan Hasil dan Pembahasan Penelitian a. Gambaran faktor-faktor yang berpengaruh pada unitas dan indissolubilitas perkawinan di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta Penelitian terhadap 46 pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun sebagai responden, namun sebanyak 41 pasangan suami istri Katolik yang mengumpulkan kuisioner. Penelitian akan dijabarkan dengan menggunakan diagram batang, agar lebih mudah dilihat dan dimengerti. Hasil penelitian sebagai berikut:

109 88 1) Faktor-faktor yang berpengaruh pada unitas perkawinan a) Faktor Kepribadian (1) Dalam diskusi bersama pasangan, terjadi perbedaan pendapat, dan pendapat saya selalu diterima. Keterangan: S (Sering), KK (Kadang-Kadang), J (Jarang), TP (Tidak Pernah) Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 5 pasangan (12%) menyatakan sering dan 31 pasangan menyatakan kadang-kadang (76%), 3 pasangan menyatakan jarang (7%) dan 2 pasangan mengatakan tidak pernah (5%). Hasil penelitian membuktikan bahwa dalam diskusi terjadi perbedaan pendapat dengan pasangan, sebagian besar pasangan menyatakan kadang-kadang pendapatnya diterima dan sebagian kecil pasangan menyatakan jarang bahkan tidak pernah.

110 89 (2) Pada saat pasangan melakukan kesalahan atau kekeliruan, saya dengan mudah berbicara kasar atau melakukan tindakan kasar terhadap pasangan. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 2 pasangan (5%) menyatakan sering dan 5 pasangan menyatakan kadang-kadang (12%), 15 pasangan menyatakan jarang (37%) dan 19 pasangan mengatakan tidak pernah (46%). Hasil penelitian membuktikan bahwa pada saat pasangan melakukan kesalahan atau kekeliruan, sebagian besar pasangan menyatakan jarang bahkan tidak pernah berbicara kasar atau melakukan tindakan kasar terhadap pasangan. (19) Apakah Anda puas dalam hubungan seks dengan pasangan Anda? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

111 90 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 22 pasangan (54%) menyatakan sering dan 18 pasangan menyatakan kadang-kadang (44%), 3 istri menyatakan jarang dan 1 istri menyatakan tidak pernah (2%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian pasangan sering dan kadang-kadang puas dalam melakukan hubungan seks dengan pasangannya dan sebanyak 4 istri menyatakan jarang dan tidak pernah puas dalam hubungan seks. (20) Apakah konflik dalam rumah tangga menguntungkan keluarga Anda? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

112 91 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 10 pasangan (24%) menyatakan kadang-kadang dan 7 pasangan menyatakan jarang (17%), dan 24 pasangan menyatakan tidak pernah (59%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian pasangan menyatakan bahwa konflik dalam rumah tangga tidak pernah menguntungkan keluarga dan sebagian kecil pasangan menyatakan kadang-kadang dan jarang menguntungkan keluarga bila terjadi konflik. b) Faktor Internal Keluarga (3) Pada saat anak berbuat salah dan pasangan memarahi dan menghukumnya, saya selalu membela anak di depan pasangan. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

113 92 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 3 pasangan (7%) menyatakan sering dan 12 pasangan menyatakan kadang-kadang (29%), 11 pasangan menyatakan jarang (27%) dan 15 pasangan menyatakan tidak pernah (37%). Hasil penelitian membuktikan bahwa pasangan tidak pernah, kadangkadang bahkan jarang membela anak di depan pasangan bila anak berbuat salah dan pasangan memarahinya dan sebagian kecil pasangan sering membela anak yang melakukan kesalahan di depan pasangan. (4) Dalam kesibukan kerja, saya tetap meluangkan waktu untuk berkumpul bersama pasangan dan anak-anak. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

114 93 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 32 pasangan (78%) menyatakan sering dan 9 pasangan menyatakan kadang-kadang (21,5%), dan 1 pasangan menyatakan jarang dan tidak pernah (0,5%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering meluangkan waktu untuk berkumpul bersama pasangan dan anak-anak di tengah kesibukan kerja dan sebagian kecil pasangan menyatakan kadang-kadang. (21) Apakah anak-anak mempersatukan keluarga Anda? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

115 94 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 35 pasangan (85%) menyatakan sering dan 6 pasangan menyatakan kadang-kadang (15%), dan 1 suami yang menyatakan jarang Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan anak-anak mempersatukan keluarga dan sebagian kecil pasangan menyatakan kadang-kadang anak mempersatukan keluarga. (22) Apakah keterbukaan dan kejujuran menceritakan segala sesuatu dengan pasangan lebih menguntungkan dalam keluarga Anda? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

116 95 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 24 pasangan (59%) menyatakan sering dan 13 pasangan menyatakan kadang-kadang (32%), 3 pasangan yang menyatakan jarang (7%), dan 1 pasangan yang menyatakan tidak pernah (2%) Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan keterbukaan dan kejujuran menceritakan segala sesuatu dengan pasangan lebih sering dan kadang-kadang menguntungkan dalam keluarga. c) Faktor Budaya (5) Pada saat terjadi kesalahpahaman dengan pasangan, saya cenderung untuk diam dan tidak membesar-besarkan masalah. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

117 96 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 15 pasangan (37%) menyatakan sering dan 18 pasangan menyatakan kadang-kadang (44%), 1 pasangan yang menyatakan jarang (2%), dan 7 pasangan yang menyatakan tidak pernah (17%) Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan kadang-kadang dan sering diam dan tidak membesar-besarkan masalah bila terjadi kesalah-pahaman dengan pasangan (6) Pada saat pasangan melakukan tindakan yang menyakitkan hati, saya selalu menyimpan dan sukar melupakan kesalahannya. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

118 97 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 10 pasangan (24%) menyatakan sering dan 12 pasangan menyatakan kadang-kadang (29%), 8 pasangan yang menyatakan jarang (20%), dan 11 pasangan yang menyatakan tidak pernah (27%) Hasil penelitian membuktikan bahwa jawaban merata dari pasangan menyatakan sering, kadang-kadang, jarang dan tidak pernah menyimpan dan sukar melupakan kesalahan pada saat pasangan melakukan tindakan yang menyakitkan hati. (23) Apakah sikap mengalah dengan pasangan membantu menciptakan keharmonisan dalam keluarga Anda? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

119 98 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 27 pasangan (66%) menyatakan sering dan 12 pasangan menyatakan kadang-kadang (30%), 1 pasangan yang menyatakan jarang (2%), dan 1 pasangan yang menyatakan tidak pernah (2%) Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sikap mengalah dengan pasangan lebih sering dan kadang-kadang membantu menciptakan keharmonisan dalam keluarga. (24) Apakah setiap pengambilan keputusan penting, anda bermusyawarah untuk mufakat dengan pasangan Anda? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

120 99 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 27 pasangan (66%) menyatakan sering dan 14 pasangan menyatakan kadang-kadang (34%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan setiap pengambilan keputusan penting, sering dan kadang-kadang bermusyawarah untuk mufakat dengan pasangan. d) Faktor Kesehatan (7) Pada saat pasangan jatuh sakit, saya membawanya untuk berobat dan melayani pasangan dengan penuh kasih. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

121 100 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 35 pasangan (86%) menyatakan sering, 3 pasangan menyatakan kadang-kadang (7%) dan 3 pasangan menyatakan tidak pernah (7%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering membawa pasangan untuk berobat dan melayani dengan penuh kasih pada saat pasangan jatuh sakit. (8) Pada saat pasangan mengalami kegagalan, saya dengan mudah untuk menyalahkannya. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

122 101 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 3 pasangan (7%) menyatakan sering, 7 pasangan menyatakan kadang-kadang (17%), 10 pasangan menyatakan jarang (24%) dan 21 pasangan menyatakan tidak pernah (52%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan tidak pernah dan jarang dengan mudah menyalahkan pasangan ketika mengalami kegagalan. (25) Apakah di tengah kesibukan kerja, Anda tetap menjaga kesehatan dengan makan makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

123 102 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 16 pasangan (40%) menyatakan sering, 20 pasangan menyatakan kadang-kadang (48%), 4 pasangan menyatakan jarang (10%) dan 1 pasangan menyatakan tidak pernah (2%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan kadang-kadang dan sering menjaga kesehatan dengan makan makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup di tengah kesibukan kerja. (26) Apakah Anda tetap setia, apabila pasangan Anda tidak dapat memenuhi kewajiban secara lahir dan batin? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

124 103 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 32 pasangan (79%) menyatakan sering, 7 pasangan menyatakan kadang-kadang (17%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%) dan 1 pasangan menyatakan tidak pernah (2%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering untuk tetap setia pada saat pasangan tidak dapat memenuhi kewajiban secara lahir dan batin tetap dan sebagian kecil pasangan menyatakan kadangkadang. e) Faktor Fisik (9) Pada saat pasangan menjadi cacat akibat sakit atau kecelakaan, saya tetap mencintainya dan menemaninya. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

125 104 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 35 pasangan (86%) menyatakan sering, 3 pasangan menyatakan kadang-kadang (7%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%) dan 2 pasangan menyatakan tidak pernah (5%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering untuk tetap mencintai dan menemani pada saat pasangan menjadi cacat karena sakit atau kecelakaan. (10) Dalam pergaulan saya bertemu dengan lawan jenis yang lebih menarik dibandingkan pasangan saya, namun saya tetap setia dan tidak tergoda untuk berpaling dari pasangan. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

126 105 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 27 pasangan (66%) menyatakan sering, 4 pasangan menyatakan kadang-kadang (10%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%) dan 9 pasangan menyatakan tidak pernah (22%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering tetap setia dan tidak tergoda berpaling dari pasangan ketika bertemu lawan jenis yang lebih menarik di dalam pergaulan dan sebagian kecil pasangan menyatakan tidak pernah tergoda untuk berpaling dari pasangan. (27) Apakah Anda tetap setia, apabila pasangan Anda menjadi cacat dan tidak menarik lagi? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

127 106 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 33 pasangan (81%) menyatakan sering, 4 pasangan menyatakan kadang-kadang (10%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%) dan 3 pasangan menyatakan tidak pernah (7%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering tetap setia pada saat pasangan menjadi cacat dan tidak menarik lagi. (28) Apakah Anda tetap menerima dan mengampuni pasangan Anda yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

128 107 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 20 pasangan (49%) menyatakan sering, 11 pasangan menyatakan kadang-kadang (27%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%) dan 9 pasangan menyatakan tidak pernah (22%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering mengampuni pasangan yang selingkuh, dan sebagian kecil pasangan menyatakan kadang-kadang dan tidak pernah mengampuni pasangan yang selingkuh. 2) Faktor-faktor yang berpengaruh pada indissolubilitas perkawinan a) Faktor Iman (11) Pada saat terjadi ketidakcocokan di dalam rumahtangga, saya tetap mengasihi pasangan. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

129 108 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 31 pasangan (76%) menyatakan sering, 6 pasangan menyatakan kadang-kadang (15%), 3 pasangan menyatakan jarang (7%) dan 1 pasangan menyatakan tidak pernah (2%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering tetap mengasihi pasangan pada saat terjadi ketidakcocokan di dalam rumah tangga. (12) Ada doa di lingkungan, saya bersama pasangan dan anak-anak mengikutinya. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

130 109 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 9 pasangan (22%) menyatakan sering, 17 pasangan menyatakan kadang-kadang (42%), 7 pasangan menyatakan jarang (17%) dan 8 pasangan menyatakan tidak pernah (19%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan kadang-kadang mengikuti doa lingkungan bersama pasangan dan anak-anak, sebagian kecil pasangan menyatakan sering, tidak pernah dan jarang untuk mengikuti doa lingkungan bersama pasangan dan anak-anak. (29) Apakah doa membantu Anda ketika menghadapi kesulitan menjalani hidup perkawinan? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

131 110 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 37 pasangan (91%) menyatakan sering, 2 pasangan menyatakan kadang-kadang (5%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%) dan 1 pasangan menyatakan tidak pernah (2%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan doa sering membantu ketika menghadapi kesulitan menjalani hidup perkawinan. (30) Apakah Perayaan Ekaristi semakin menguatkan anda dalam karya dan keluarga anda? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

132 111 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 38 pasangan (93%) menyatakan sering, 2 pasangan menyatakan kadang-kadang (5%), dan 1 pasangan menyatakan tidak pernah (2%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan perayaan Ekaristi sering semakin menguatkan dalam karya dan keluarga. b) Faktor Ekonomi (13) Pada saat saya hendak membantu keluarga, terlebih dahulu saya membicarakannya dengan pasangan. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

133 112 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 23 pasangan (56%) menyatakan sering, 14 pasangan menyatakan kadang-kadang (34%), dan 4 pasangan menyatakan jarang (10%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering dan kadang-kadang terlebih dahulu membicarakanya dengan pasangan pada saat hendak membantu keluarga. (14) Ada tawaran promosi barang-barang, saya tidak tergoda untuk membeli yang bukan kebutuhan. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

134 113 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 16 pasangan (39%) menyatakan sering, 17 pasangan menyatakan kadang-kadang (42%), 5 pasangan menyatakan jarang (12%), dan 3 pasangan menyatakan tidak pernah (7%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan kadang-kadang dan sering tidak tergoda untuk membeli barang yang bukan kebutuhan. (31) Apakah keluarga lebih penting dibandingkan dengan pekerjaan Anda? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

135 114 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 23 pasangan (56%) menyatakan sering, 17 pasangan menyatakan kadang-kadang (42%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering keluarga lebih penting dibandingkan dengan pekerjaan. (32) Apakah Anda tetap setia, apabila pasangan tidak memiliki pekerjaan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan lahiriah dalam keluarga? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

136 115 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 32 pasangan (78%) menyatakan sering, 7 pasangan menyatakan kadang-kadang (17%), 2 pasangan menyatakan jarang (5%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering tetap setia pada saat pasangan tidak memiliki pekerjaan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan lahiriah dalam keluarga. c) Faktor Sosial (15) Ada kegiatan gotong-royong di dalam masyarakat (RT/ RW), saya meluangkan waktu untuk ambil bagian di dalamnya. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

137 116 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 23 pasangan (56%) menyatakan sering, 13 pasangan menyatakan kadang-kadang (32%), 4 pasangan menyatakan jarang (10%), dan 1 pasangan menyatakan tidak pernah (2%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering dan kadang-kadang meluangkan waktu untuk ambil bagian di dalam kegiatan masyarakat. (16) Ada warga yang kemalangan atau hajatan, saya ambil bagian untuk membantunya. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

138 117 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 24 pasangan (59%) menyatakan sering, 14 pasangan menyatakan kadang-kadang (34%), dan 3 pasangan menyatakan jarang (7%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering dan kadang-kadang ambil bagian untuk membantu warga yang kemalangan atau hajatan. (33) Apakah Anda dan pasangan Anda menjalin relasi yang baik dengan lingkungan dan masyarakat sekitar? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

139 118 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 28 pasangan (69%) menyatakan sering, 12 pasangan menyatakan kadang-kadang (29%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering menjalin relasi yang baik dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. (34) Apakah keterlibatan Anda di dalam kegiatan di lingkungan dan masyarakat sekitar semakin membuat keluarga Anda harmonis? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

140 119 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 22 pasangan (53%) menyatakan sering, 17 pasangan menyatakan kadang-kadang (42%), 2 pasangan menyatakan jarang (5%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering dan kadang-kadang keterlibatan di dalam masyarakat sekitar semakin membuat keluarga harmonis. 3) Bahagia bersama pasangan (17) Saya bahagia dalam hidup perkawinan bersama pasangan. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

141 120 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 32 pasangan (78%) menyatakan sering, 7 pasangan menyatakan kadang-kadang (17%), 2 pasangan menyatakan jarang (5%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering bahagia dalam hidup perkawinan bersama pasangan. (35) Apakah Anda merasa bahagia hidup bersama pasangan Anda? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

142 121 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 31 pasangan (76%) menyatakan sering, 8 pasangan menyatakan kadang-kadang (19%), 2 pasangan menyatakan jarang (5%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan sering bahagia hidup bersama pasangan. 4) Keinginan tidak bercerai (18) Pada saat terjadi pertengkaran atau konflik dengan pasangan, saya ingin meninggalkan pasangan. Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

143 122 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 2 pasangan (5%) menyatakan sering, 6 pasangan menyatakan kadang-kadang (15%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%), dan 32 pasangan menyatakan tidak pernah (78%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan tidak pernah ingin meninggalkan pasangan pada saat terjadi pertengkaran atau konflik pasangan. (36) Apakah Anda punya keinginan untuk meninggalkan pasangan Anda? Jenis Kelamin S KK J TP Suami Istri

144 123 Tabel dan diagram di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 1 pasangan menyatakan jarang (2%), 4 pasangan menyatakan kadang-kadang (10%), 1 pasangan menyatakan jarang (2%), dan 35 pasangan menyatakan tidak pernah (86%). Hasil penelitian membuktikan bahwa sebagian besar pasangan menyatakan tidak pernah punya keinginan untuk meninggalkan pasangan. b. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari adanya keterbatasan dari hasil penelitian ini. Keterbatasan dari 46 pasangan yang menerima kuisioner, namun sebanyak 41 pasangan yang memenuhi kriteria, sedangkan sebanyak 4 pasangan beda agama hanya salah satu yang mengumpulkan dan 1 pasangan yang pindah domisili. Kemudian ada beberapa pasangan menjawab semua pertanyaan sama dengan pasangannya. Selain itu pasangan mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan, sebab belum pernah dialami oleh pasangan, sehingga jawabannya

145 124 ragu-ragu. Pertanyaan kuisioner dalam penelitian masih dapat dikembangkan lagi, agar semakin menemukan faktor pendukung lainnya dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. c. Kesimpulan Penelitian Faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas sebagai berikut: faktor internal keluarga sebanyak 35 pasangan (85%) menyatakan bahwa anak-anak sering mempersatukan keluarga; faktor kesehatan sebanyak 35 pasangan (85%) menyatakan bahwa pada saat pasangan jatuh sakit, saya sering membawanya untuk berobat dan melayani pasangan dengan penuh kasih; faktor fisik sebanyak 35 pasangan (85%) menyatakan bahwa ketika pasangan menjadi cacat akibat sakit atau kecelakaan, saya tetap mencintainya dan menemaninya; faktor kepribadian sebanyak 31 pasangan (76%) menyatakan bahwa di dalam diskusi bersama pasangan, terjadi perbedaan pendapat, dan kadang-kadang pendapat saya selalu diterima; faktor budaya sebanyak 27 pasangan (66%) menyatakan bahwa sering mengalah dengan pasangan untuk membantu menciptakan keharmonisan dalam keluarga dan setiap pengambilan keputusan penting, anda bermusyawarah untuk mufakat dengan pasangan. Faktor-faktor pendukung dalam mewujudkan perkawinan yang indissolubilitas sebagai berikut: faktor iman sebanyak 38 pasangan (93%) menyatakan perayaan Ekaristi sering semakin menguatkan dalam karya dan keluarga; faktor ekonomi sebanyak 32 pasangan (78%) menyatakan sering tetap setia pada saat pasangan tidak memiliki pekerjaan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan lahiriah dalam keluarga; faktor sosial sebanyak 28 pasangan (69%)

146 125 menyatakan anda dan pasangan anda sering menjalin relasi yang baik dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. Selain menemukan faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, juga ditemukan pasangan suami istri Katolik yang mengalami kesulitan dan tantangan dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. Faktor-faktor penghambat dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas sebagai berikut: faktor kepribadian sebanyak 18 pasangan (44%) menyatakan kurang puas dalam hubungan seks dengan pasangan; faktor internal keluarga sebanyak 12 pasangan (29%) menyatakan membela anak yang berbuat salah pada saat pasangan sedang memarahi dan menghukumnya; faktor budaya sebanyak 10 pasangan (24%) menyatakan menyimpan dan sukar melupakan kesalahan, pada saat pasangan melakukan tindakan yang menyakitkan hati; faktor fisik sebanyak 9 pasangan (22%) menyatakan tidak menerima dan mengampuni pasangan yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali; dan faktor kesehatan sebanyak 7 pasangan (17%) menyatakan mudah untuk menyalahkan pasangan pada saat mengalami kegagalan. Faktor-faktor penghambat dalam mewujudkan perkawinan yang indissolubilitas sebagai berikut: faktor ekonomi sebanyak 18 pasangan (44%) menyatakan pekerjaan kadang lebih penting dibandingkan keluarga; faktor sosial sebanyak 17 pasangan (42%) menyatakan keterlibatan di lingkungan dan masyarakat kadang membuat keluarga harmonis; faktor iman sebanyak 9 pasangan (22%) menyatakan tidak pernah mengikuti doa di lingkungan bersama pasangan dan anak-anak.

147 BAB IV PENGOLAHAN HASIL PENELITIAN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS Ciri Perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas merupakan kekhasan perkawinan Katolik. Dasar unitas terungkap dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan Kitab Suci Perjanjian Baru menjadi satu daging (Kej 2:24; Mrk 10:8; Mat 19:5; Ef 5:31) yang bunyinya Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Cinta kasih suami istri sungguh-sungguh merupakan cinta kasih perjanjian yang bersifat eksklusif dan tetap (bdk. Ams 5:15-20). Kej 1: 27 dan Kej 2: 24 dengan tegas dan berwibawa merestui cita-cita suci perkawinan monogam sebagai perkawinan yang memenuhi kehendak Allah, karena melambangkan kesetiaan kasih antara Yahwe dan umat-nya. Kemudian St. Paulus dalam 1Kor 7 dan Ef 5 dengan sikap yang cukup keras dan tegas memperjuangkan nilai perkawinan yang monogam tak terceraikan dengan berpegang pada faham penciptaan. Konsili Vatikan II mengajarkan mengenai ciri perkawinan terdapat dalam GS, art. 48 mengatakan Persatuan mesra sebagai saling serah diri antara dua pribadi, begitu pula kesejahteraan anak-anak, menuntut kesetiaan suami istri yang sepenuhnya dan menjadikan tidak terceraikannya kesatuan mereka mutlak perlu. FC, art. 19 mengatakan Perjanjian kasih perkawinan suami istri bukanlah dua, melainkan satu dan dipanggil untuk senantiasa tumbuh dalam kesatuannya dengan kesetiaan. Dengan ini setiap hari mereka berpegang teguh pada janji perkawinan

148 127 penyerahan diri timbal balik. Kemudian KGK, art mengatakan bahwa Kesatuan perkawinan yang dikukuhkan oleh Tuhan tampak secara jelas dari martabat pribadinya yang sama baik pria maupun wanita, yang harus diterima dalam cinta kasih timbal balik dan penuh. Hal ini terdapat juga dalam KHK kan mengatakan bahwa Ciri-ciri hakiki (proprietates) perkawinan ialah unitas (kesatuan) dan indissolubilitas (tak terputuskan), yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan khusus atas dasar sakramen. Hasil pengolahan data dalam upaya mewujudkan ciri-ciri perkawinan Katolik sebagai berikut: A. UNITAS (KESATUAN) Ciri unitas (kesatuan) menunjuk unsur unitif dan monogam perkawinan. Unsur unitif dimaksud sebagai unsur yang menyatukan suami istri secara lahir dan batin, sedangkan unsur monogam menyatakan bahwa perkawinan dinyatakan sah jika dilaksanakan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. 1. Faktor Pendukung Hasil penelitian di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta, terhadap 41 pasangan suami istri Katolik usia perkawinan tahun diperoleh data mengenai beberapa faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas antara lain: faktor kepribadian, internal keluarga, budaya, kesehatan dan fisik. a. Faktor Kepribadian Keterangan: S (Sering), KK (Kadang-Kadang), J (Jarang), TP (Tidak Pernah) No Keterangan Pasangan Persen (%) 1. Dalam diskusi bersama pasangan, terjadi KK: 31 76%

149 128 perbedaan pendapat, dan pendapat Anda selalu diterima. 2. Pada saat pasangan melakukan kesalahan atau kekeliruan, Anda dengan mudah berbicara kasar atau melakukan tindakan kasar terhadap pasangan Anda. 19. Apakah Anda puas dalam hubungan seks dengan pasangan Anda? 20. Apakah konflik dalam rumah tangga menguntungkan keluarga Anda? KK: 15 37% S: 22 54% TP: 24 59% Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 31 pasangan (76%) menyatakan kadang-kadang dalam diskusi bersama pasangan, terjadi perbedaan pendapat, dan pendapat saya selalu diterima. b. Faktor Internal Keluarga No Keterangan Pasangan Persen (%) 3. Pada saat anak berbuat salah dan pasangan memarahi dan menghukumnya, Anda selalu membela anak di depan pasangan Anda. TP: 15 37% 4. Dalam kesibukan kerja, Anda tetap meluangkan waktu untuk berkumpul bersama pasangan dan anak-anak. 21. Apakah anak-anak mempersatukan keluarga Anda? 22. Apakah keterbukaan dan kejujuran menceritakan segala sesuatu dengan pasangan lebih menguntungkan dalam keluarga Anda? S: 32 78% S: 35 85% S: 24 59%

150 129 Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 35 pasangan (85%) menyatakan sering anak-anak mempersatukan keluarga. c. Faktor Budaya No Keterangan Pasangan Persen (%) 5. Pada saat terjadi kesalahpahaman dengan pasangan, Anda cendrung untuk diam dan tidak membesar-besarkan masalah. KK: 18 44% 6. Pada saat pasangan melakukan tindakan yang menyakitkan hati, Anda selalu menyimpan dan sukar melupakan kesalahannya. 23. Apakah sikap mengalah dengan pasangan membantu menciptakan keharmonisan dalam keluarga Anda?. 24. Apakah setiap pengambilan keputusan penting, Anda bermusyawarah untuk mufakat dengan pasangan Anda?. KK: 12 29% S: 27 66% S: 27 66% Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 27 pasangan (66%) menyatakan sering sikap mengalah dengan pasangan membantu menciptakan keharmonisan dalam keluarga dan setiap pengambilan keputusan penting, saya bermusyawarah untuk mufakat dengan pasangan. d. Faktor Kesehatan No Keterangan Pasangan Persen (%) 7. Pada saat pasangan jatuh sakit, Anda membawanya untuk berobat dan melayani pasangan Anda dengan penuh kasih. S: 35 85%

151 Pada saat pasangan Anda mengalami kegagalan, Anda dengan mudah untuk menyalahkannya. 25. Apakah di tengah kesibukan kerja, Anda tetap menjaga kesehatan dengan makan makan yang bergizi dan istirahat yang cukup?. 26. Apakah Anda tetap setia, apabila pasangan Anda tidak dapat memenuhi kewajiban secara lahir dan batin?. TP: 21 52% KK: 20 48% S: 32 79% Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 35 pasangan (85%) menyatakan sering pada saat pasangan jatuh sakit, saya membawanya untuk berobat dan melayani pasangan dengan penuh kasih. e. Faktor Fisik No Keterangan Pasangan Persen (%) 9. Pada saat pasangan Anda menjadi cacat akibat sakit atau kecelakaan, Anda tetap mencintainya dan menemaninya. S: 35 85% 10. Dalam pergaulan, Anda bertemu dengan lawan jenis yang lebih menarik dibandingkan pasangan Anda, namun Anda tetap setia dan tidak tergoda untuk berpaling dari pasangan Anda. 27. Apakah Anda tetap setia, apabila pasangan Anda menjadi cacat dan tidak menarik lagi?. 28. Apakah Anda tetap menerima dan mengampuni pasangan Anda yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali?. S: 27 66% S: 33 81% S: 20 49%

152 131 Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 35 pasangan (85%) menyatakan sering tetap mencintai dan menemani pasangan, apabila pasangan menjadi cacat akibat sakit atau kecelakaan. 2. Faktor Penghambat Dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas (kesatuan) atau keutuhan dari perkawinan mengalami berbagai tantangan dan kesulitan. Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan antara lain: a. Faktor Kepribadian Sebanyak 18 pasangan (44%) menyatakan kadang-kadang puas dalam hubungan seks dengan pasangan. b. Faktor Internal Keluarga Sebanyak 12 pasangan (29%) menyatakan kadang-kadang membela anak di depan pasangan pada saat anak berbuat salah dan pasangan memarahi dan menghukumnya. c. Faktor Budaya Sebanyak 10 pasangan (24%) menyatakan sering menyimpan dan sukar melupakan kesalahan, pada saat pasangan melakukan tindakan yang menyakitkan hati. d. Faktor Kesehatan Sebanyak 7 pasangan (17%) menyatakan kadang-kadang mudah untuk menyalahkan pasangan pada saat mengalami kegagalan. e. Faktor Fisik Sebanyak 9 pasangan (22%) menyatakan tidak pernah menerima dan

153 132 mengampuni pasangan yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali. B. INDISSOLUBILITAS (TAK TERPUTUSKAN) Dasar indissolubilitas terdapat dalam Kitab Suci misalnya Mrk 10:2-12; Mat 5:31-32; 19:2-12; Luk 16:18. Dalam Kitab Suci dikisahkan orang Farisi bertanya kepada Yesus apakah diperbolehkan suami menceraikan istrinya.? Yesus menegaskan Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia (Mat 19:6). Pasangan suami istri yang bercerai serta kawin lagi melakukan perbuatan zinah (bdk. Mat 19:9; Mrk 10:12). Dalam teks Mat 19:2-12 dan Mrk 10:2-12 menyatakan penolakan Yesus terhadap perceraian. Ia memahami izin perceraian yang diberikan oleh hukum Musa sebagai suatu hal yang terpaksa diberikan karena ketegaran hati orang-orang Israel dan sebagai suatu hal yang melawan rencana Allah, alasannya karena Allah sendiri yang telah menyatukan suami-istri, agar mereka menjadi satu daging. Dengan perkataan lain Yesus mengajarkan bahwa perkawinan itu menurut kehendak Allah harus bercirikan tak terceraikan. Gaudium et Spes art. 49 mengatakan bahwa Sebagai pemberian diri timbal balik antara dua pribadi, persatuan yang mesra itu, begitu pula kepentingan anakanak menuntut kesetiaan seutuhnya dari suami istri, dan meminta kesatuan yang tak terceraikan antara mereka. Kemudian LG, art. 41 mengatakan bahwa Para suami istri dan orangtua Kristiani wajib, menurut cara hidup mereka, dengan cinta yang setia seumur hidup saling mendukung dalam rahmat dan meresapkan ajaran Kristiani maupun keutamaan-keutamaan Injil di hati keturunan, yang penuh kasih mereka terima dari Allah, serta FC, art. 20 mengatakan bahwa Cinta suami istri

154 133 juga berciri tak terputus, karena penuhnya cinta itu, maka perceraian ditolak secara tegas oleh Kristus. Kemudian dalam KGK, art mengatakan bahwa Mereka dipanggil untuk terus menerus bertumbuh dalam persekutuan mereka melalui kesetiaan dari hari ke hari terhadap janji pernikahan mereka untuk saling menyerahkan diri seutuhnya. 1. Faktor Pendukung Berdasarkan hasil penelitian di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta, terhadap 41 pasangan suami istri Katolik usia perkawinan tahun diperoleh data faktor-faktor pendukung dalam mewujudkan ciri indissolubilitas perkawinan antara lain: faktor iman, ekonomi dan sosial sebagai berikut: a. Faktor Iman Keterangan: S (Sering), KK (Kadang-Kadang), J (Jarang), TP (Tidak Pernah) No Keterangan Pasangan Persen (%) 11. Pada saat terjadi ketidakcocokan dalam rumahtangga, Anda tetap mengasihi pasangan Anda. S: 31 76% 12. Ada doa di lingkungan, Anda bersama pasangan dan anak-anak mengikutinya. 29. Apakah doa membantu Anda ketika menghadapi kesulitan menjalani hidup perkawinan?. 30. Apakah Perayaan Ekaristi semakin menguatkan Anda dalam karya dan keluarga Anda?. KK: 17 42% S: 37 91% S: 38 93% Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 38 pasangan (93%) menyatakan sering Perayaan Ekaristi semakin menguat-

155 134 kan saya dalam karya dan keluarga. b. Faktor Ekonomi No Keterangan Pasangan Persen (%) 13. Pada saat Anda hendak membantu keluarga, terlebih dahulu Anda membicarakannya dengan pasangan. S: 23 56% 14. Ada tawaran promosi barang-barang, Anda tidak tergoda untuk membeli yang bukan kebutuhan. 31. Apakah keluarga lebih penting dibandingkan dengan pekerjaan Anda?. 32. Apakah Anda tetap setia, apabila pasangan tidak memiliki pekerjaan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan lahiriah dalam keluarga?. KK: 17 42% S: 23 56% S: 32 78% Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 32 pasangan (78%) menyatakan sering tetap setia pada saat pasangan tidak memiliki pekerjaan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan lahiriah dalam keluarga a. Faktor Sosial No Keterangan Pasangan Persen (%) 15. Ada kegiatan gotong-royong di dalam masyarakat (RT/ RW), Anda meluangkan waktu untuk ambil bagian di dalamnya. S: 23 56% 16. Ada warga yang kemalangan atau hajatan, Anda ambil bagian untuk membantunya. 33. Apakah Anda dan pasangan Anda menjalin relasi yang baik dengan lingkungan dan masyarakat sekitar?. S: 24 59% S: 28 69%

156 Apakah keterlibatan Anda di dalam kegiatan di lingkungan dan masyarakat sekitar semakin membuat keluarga Anda harmonis?. S: 22 53% Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 28 pasangan (69%) menyatakan sering saya dan pasangan menjalin relasi yang baik dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. 2. Faktor Penghambat Dalam upaya mewujudkan kesetiaan dan perkawinan yang tak terputuskan (indissolubilitas), mengalami berbagai tantangan dan kesulitan. Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan antara lain: a. Faktor Iman Sebanyak 9 pasangan (22%) menyatakan tidak pernah mengikuti doa di lingkungan bersama pasangan dan anak-anak. b. Faktor Ekonomi Sebanyak 18 pasangan (44%) menyatakan kadang-kadang keluarga lebih penting dibandingkan dengan pekerjaan. c. Faktor Sosial Sebanyak 17 pasangan (42%) menyatakan keterlibatan di dalam kegiatan di lingkungan dan masyarakat sekitar kadang membuat keluarga harmonis. Setelah mengetahui faktor-faktor pendukung dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, juga ditemukan dampak dari

157 136 perwujudan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas antara lain: bahagia dan tidak ingin bercerai. C. BAHAGIA DENGAN PASANGAN No Keterangan Pasangan Persen (%) 17. Anda bahagia dalam hidup perkawinan bersama pasangan. S: 32 78% 35. Apakah Anda merasa bahagia hidup bersama pasangan Anda?. S: 31 76% Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 32 pasangan (78%) menyatakan sering bahagia dalam hidup perkawinan bersama pasangan. D. TIDAK INGIN BERCERAI No Keterangan Pasangan Persen (%) 18. Pada saat terjadi pertengkaran atau konflik dengan pasangan, Anda ingin meninggalkan pasangan. S: 32 78% 36. Apakah Anda punya keinginan untuk meninggalkan pasangan Anda?. TP: 35 85% Tabel di atas menunjukkan dari 41 responden mendapat respon sebanyak 35 pasangan (85 %) menyatakan tidak pernah mempunyai keinginan untuk meninggalkan pasangan. Hasil penelitian yang penulis laksanakan di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta, terhadap 41 pasangan suami istri Katolik usia perkawinan tahun diperoleh data sebanyak 32 pasangan (78%) yang merasa bahagia dalam perkawinan dan sebanyak 35 pasangan (85%) tidak ingin bercerai,

158 137 walaupun mengalami kesulitan dan tantangan di dalam mewujudkan janji perkawinan yang telah diikrarkannya untuk setia dalam suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit seumur hidup dan upaya mewujudkan ciri/sifat perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. Selain itu terdapat sebagian kecil mengalami hambatan dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. Beberapa faktor penghambat dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan kebahagiaan bersama pasangan antara lain: kurang puas dalam hubungan seks dengan pasangan; masalah anak dapat mengakibatkan konflik dengan pasangan; menyimpan dan sukar melupakan kesalahan pasangan yang menyakitkan hati; kurang mengampuni dan tidak menerima pasangan yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali; sikap mudah menyalahkan pasangan pada saat mengalami kegagalan. Kemudian faktor-faktor penghambat dalam upaya mewujudkan perkawinan yang indissolubilitas dan tidak ingin bercerai bersama pasangan antara lain: pasangan lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga, keterlibatan di lingkungan dan masyarakat membuat keluarga harmonis, tidak terlibat dalam mengikuti doa di lingkungan bersama pasangan dan anakanak.

159 BAB V PROGRAM PEMBINAAN IMAN: REKOLEKSI BAGI PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK YANG USIA PERKAWINAN TAHUN DALAM UPAYA MEWUJUDKAN PERKAWINAN YANG UNITAS DAN INDISSOLUBILITAS DI WILAYAH PATANGPULUHAN PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN-YOGYAKARTA Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta memiliki jumlah umat sekitar jiwa, dengan jumlah perkawinan Katolik sekitar pasangan (Tim Penyusun HKTY Pugeran, 2013: 1-4, 38-41). Hasil penelitian penulis terhadap pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta menunjukkan adanya pasangan suami istri Katolik yang telah memahami dan mewujudkan ciri perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas, namun masih ditemukan pasangan suami istri Katolik yang mengalami hambatan dalam mewujudkannya. Melihat kenyataan ini, maka perlu adanya peningkatkan pendampingan bagi pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta, yang memiliki 8 lingkungan. Dalam melaksanakan pendampingan keluarga, Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta memiliki tim kerasulan keluarga, terdapat di pusat paroki maupun di gereja-gereja wilayah. Kegiatan pendampingan bagi pasangan suami istri Katolik selama ini telah dilaksanakan oleh tim kerasulan keluarga dalam bentuk rekoleksi, yang pelaksanaannya pada akhir pekan dan menginap di tempat lain.

160 139 Hasil penelitian penulis terhadap pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran- Yogyakarta, ditemukan beberapa hambatan yang dihadapi pasangan suami istri Katolik dalam upaya mewujudkan ciri perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubiitas. Maka sebagai tindak lanjut dari penelitian tersebut, penulis memberikan sumbangan pemikiran mengenai model pendampingan dalam bentuk rekoleksi kepada tim kerasulan keluarga untuk membantu pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta. Rekoleksi ini sebagai upaya dalam mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera, khususnya dalam mewujudkan ciri perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. Tujuan rekoleksi mengingatkan kembali pasangan suami istri Katolik akan janji perkawinan yang telah mereka ikrarkan untuk tetap setia seumur hidup dalam keadaan suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit dengan pasangan. Rekoleksi akan dikemas secara menarik dan sesuai dengan keadaan serta kebutuhan peserta, sehingga dapat membangkitkan minat dalam mengikuti kegiatan rekoleksi serta semakin meningkatkan pemahaman mengenai ciri/ sifat perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. A. LATAR BELAKANG PEMILIHAN PROGRAM DALAM BENTUK REKOLEKSI Pendampingan pasangan suami istri Katolik merupakan salah satu bentuk pastoral keluarga yang sangat dibutuhkan, khususnya pendampingan bagi pasangan suami istri Katolik dalam menghadapi perkembangan zaman yang penuh godaan dalam hidup perkawinan. Keluarga Katolik merupakan Gereja mini. Maka

161 140 Paroki perlu meningkatkan perhatian dan pendampingan bagi pasangan suami istri Katolik dalam menghayati janji perkawinan untuk setia seumur hidup dalam keadaan suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit, serta sebagai upaya mewujudkan perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. Berdasarkan hasil penelitian pada bab IV, diperoleh data bahwa pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun mengalami hambatan dalam upaya mewujudkan ciri perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. Rangkuman hambatan sebagai berikut: sebanyak 44% kadang merasa puas dalam hubungan seks dengan pasangan dan lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga; sebanyak 42% kadang keterlibatan di lingkungan dan masyarakat membuat keluarga harmonis; sebanyak 29% kadang masalah anak dapat mengakibatkan konflik dengan pasangan; sebanyak 24% sering menyimpan dan sukar melupakan kesalahan pasangan yang menyakitkan hati; sebanyak 22% kurang mengampuni dan tidak menerima pasangan yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali dan tidak terlibat dalam mengikuti doa di lingkungan bersama pasangan dan anak-anak; sebanyak 17% kadang mudah menyalahkan pasangan pada saat mengalami kegagalan. Beberapa hambatan di atas dialami beberapa pasangan suami istri Katolik di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta dalam upaya mewujudkan perkawinan Katolik unitas dan indissolubilitas, mengakibatkan kurang bahagia hidup dengan pasangan dan kadang ingin bercerai. Maka salah satu model pendampingan keluarga dalam bentuk rekoleksi, agar pasangan suami istri Katolik semakin menyadari janji perkawinan yang pernah mereka ikrarkan dan membantu pasangan semakin mewujudkan ciri perkawinan Katolik yang

162 141 unitas dan indissolubilitas. Selain itu, rekoleksi memiliki waktu yang lebih efektif dan efisien serta jumlah pasangan yang hadir mengikuti rekoleksi relatif banyak, agar dapat saling memperkaya dan meneguhkan satu sama lain dalam pengalaman hidup perkawinan melalui sharing. Rekoleksi berasal dari bahasa Inggris, yakni re-collect artinya mengumpulkan kembali. Rekoleksi adalah khalawat pendek selama beberapa hari. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, khalawat artinya pengasingan diri untuk menenangkan pikiran atau mencari ketenangan batin. Rekoleksi, re-collectio, sebagai usaha untuk memperkembangkan kehidupan iman atau rohani (Mangunhardjana, 1984: 7). Rekoleksi diartikan sebagai kesempatan bertemu dengan Tuhan, sebagai suatu latihan rohani untuk memperteguh iman Kristiani (Kila, 1996: 5). Penulis mengusulkan rekoleksi sebagai program pendampingan untuk pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta. Gereja mengingatkan kembali pasangan suami istri Katolik akan janji perkawinan, agar semakin menyadari dan menghayati janji perkawinan yang telah mereka ikrarkan dihadapan Allah dan Umat Allah untuk setia seumur hidup, dalam suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit, sehingga semakin mewujudkan keluarga Kristiani yang kokoh, khususnya dalam menghadapi berbagai godaan dalam hidup perkawinan.

163 142 B. USULAN PROGRAM DALAM BENTUK REKOLEKSI BAGI PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK YANG USIA PERKAWINAN TAHUN DI WILAYAH PATANGPULUHAN PAROKI HKTY PUGERAN-YOGYAKARTA Penulis memberikan sumbangan pemikiran berupa kegiatan pembinaan iman dalam bentuk rekoleksi. Rekoleksi merupakan kegiatan yang cocok bagi pasangan suami istri Katolik, karena waktu yang diperlukan cukup efektif, sehingga materi akan tersampaikan. Dengan adanya rekoleksi ini, pasangan suami istri Katolik merasa semakin disapa dan diperhatikan oleh Gereja, sehingga diharapkan semakin menyadari dan menghayati janji perkawinan yang telah mereka ikrarkan untuk setia seumur hidup dalam suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit. Dalam melaksanakan janji perkawinan, pasangan suami istri Katolik mewujudkan perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas, sehingga membentuk keluarga bahagia dan menjadi Gereja mini. Rekoleksi ini merupakan tindak lanjut dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta. Pendampingan keluarga dalam bentuk rekoleksi ini dibuat sebagai usaha untuk semakin meningkatkan kesadaran dan penghayatan janji perkawinan dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, sehingga menciptakan keluarga Kristiani yang bahagia. Sasaran dalam kegiatan rekoleksi ini adalah pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta

164 143 C. TEMA DAN TUJUAN PROGRAM REKOLEKSI Berdasarkan prioritas hambatan yang telah ditemukan pada bab IV, maka dalam pelaksanaan rekoleksi penulis membaginya dalam 4 tema sebagai berikut: tema I dan tema II untuk menanggapi hambatan dalam mewujudkan unitas, sedangkan tema III dan tema IV untuk menanggapi hambatan dalam mewujudkan indissolubilitas. Tema-tema rekoleksi sebagai berikut: tema I mengenai membangun komunikasi relasi harmonis suami istri untuk menanggapi masalah kepuasan dalam hubungan seks dengan pasangan dan masalah anak yang dapat mengakibatkan konflik dengan pasangan berdasarkan pertanyaan nomor 19 dan 3; tema II mengenai pengampunan dalam keluarga untuk menanggapi masalah sukar melupakan kesalahan pasangan yang menyakitkan hati dan kurang mengampuni pasangan yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali berdasarkan pertanyaan nomor 6 dan 28; tema III mengenai bertumbuh dalam cinta akan Kristus melalui doa untuk menanggapi masalah tidak terlibat dalam mengikuti doa di lingkungan bersama pasangan dan anak-anak berdasarkan pertanyaan nomor 12; tema IV mengenai kesetiaan hubungan suami istri dalam perkawinan Kristiani untuk menanggapi masalah lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga dan keterlibatan di lingkungan dan masyarakat membuat keluarga harmonis berdasarkan pertanyaan nomor 31 dan 34. Maka tema umum rekoleksi yakni Menghadirkan Kerahiman Allah dalam Hidup Perkawinan. Rekoleksi ini akan diawali dengan pengantar singkat mengenai tema rekoleksi yakni menghadirkan Kerahiman Allah dalam hidup perkawinan pada saat mengalami hambatan dalam upaya mewujudkan perkawinan

165 144 yang unitas dan indissolubilitas. Kemudian mengingatkan pasangan suami istri Katolik akan ciri/sifat perkawinan Katolik dalam setiap pertemuan. Dalam pertemuan pertama akan dipaparkan ciri perkawinan yang unitas dengan 2 tema yakni membangun komunikasi relasi harmonis suami istri dan pengampunan dalam keluarga. Dalam pertemuan kedua dipaparkan ciri perkawinan yang indissolubilitas dengan 2 tema yakni bertumbuh dalam cinta akan Kristus melalui doa dan kesetiaan hubungan suami istri dalam perkawinan Kristiani. Pada akhir rekoleksi ditutup dengan menonton video Keluarga Cemara dan peneguhan. Materi rekoleksi ini disusun sesuai dengan hasil penelitian dan kebutuhan pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta. Adapun tema umum dan tujuan umum serta tema-tema dalam usulan progam rekoleksi sebagai berikut: Tema Umum : Menghadirkan Kerahiman Allah dalam Hidup Perkawinan Tujuan Umum : Pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta semakin menghadirkan Kerahiman Allah dalam hidup perkawinan, sehingga dapat mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. Pengantar: Tema umum rekoleksi dalam kaitannya dengan tema I, II, III dan IV Sebelum masuk materi, penulis memberikan pengantar tema umum Menghadirkan Kerahiman Allah dalam Hidup Perkawinan dengan tujuan mengingatkan kembali pasangan suami istri akan janji perkawinan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa ditemukan pasangan yang belum menghayati perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, sehingga mereka mengalami ketidak-

166 145 bahagiaan dalam hidup bersama pasangan dan mempunyai keinginan untuk meninggalkan pasangan. Penulis mengajak pasangan menghadirkan kerahiman Allah untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam hidup perkawinan. Kerahiman adalah sebuah kata kunci yang menunjukkan tindakan Allah terhadap manusia. Yesus Kristus adalah wajah kerahiman Bapa. dengan kata-kata- Nya, perbuatan-perbuatan-nya, dan seluruh pribadi-nya menyatakan kerahiman Allah. Kerahiman merupakan jembatan yang menghubungkan Allah dan manusia, membuka hati kepada sebuah harapan dikasihi selamanya meskipun kedosaan manusia. Kerahiman Allah dengan perhatian-nya yang penuh kasih dan menginginkan kesejahteraan serta kebahagiaan, penuh sukacita dan penuh damai, sehingga menjadi tanda lebih efektif dari kasih Allah yang menghibur, mengampuni, dan menanamkan harapan serta membawa kebaikan dan kelembutan Allah dalam hidup. Mendalami kerahiman Allah dalam hidup perkawinan, mengajak pasangan suami istri Katolik mengatasi hambatan-hambatan dalam hidup perkawinan dengan membangun komunikasi relasi harmonis, saling mengampuni dalam keluarga, hidup dalam persekutuan cinta akan Kristus melalui doa, dan setia dalam hidup perkawinan, sehingga dapat mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, bahagia dan sejahtera. Tujuannya agar pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta semakin menghadirkan Kerahiman Allah dalam mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas.

167 146 Tema I: Membangun Komunikasi Relasi Harmonis Suami Istri Pada tema pertama, penulis memilih materi membangun komunikasi relasi harmonis suami istri, untuk mengingatkan kembali pasangan suami istri Katolik membangun komunikasi seks dalam menanggapi masalah kepuasan dalam hubungan seks dengan pasangan dan komunikasi dari kepala ke kepala (diskusi) dalam mendidik anak-anak untuk menanggapi masalah anak yang dapat mengakibatkan konflik dengan pasangan. Tujuannya agar pasangan suami istri Katolik semakin membangun komunikasi harmonis dalam membangun hidup bersama, sehingga semakin tercipta kesatuan dan kebahagiaan di dalam keluarga. Tema II: Pengampunan Dalam Keluarga Pada tema kedua, penulis memilih materi pengampunan dalam keluarga, untuk mengingatkan kembali pasangan suami istri Katolik bersikap terbuka dan murah hati dalam menanggapi masalah sukar melupakan kesalahan pasangan yang menyakitkan hati dan kurang mengampuni pasangan yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali. Tujuannya agar pasangan suami istri Katolik semakin bermurah hati dan bersikap rahim untuk mengampuni kesalahan dan tindakan menyakitkan hati yang dilakukan pasangan. Tema III: Bertumbuh Dalam Cinta Akan Kristus Melalui Doa Pada Tema III, penulis memilih materi bertumbuh dalam cinta akan Kristus melalui doa, untuk mengingatkan kembali pasangan suami istri Katolik sebagai anggota Gereja supaya berkumpul dalam persekutuan bersama umat beriman lainnya untuk berdoa dalam menanggapi masalah tidak terlibat dalam mengikuti

168 147 doa di lingkungan bersama pasangan dan anak-anak. Tujuannya agar pasangan suami istri Katolik semakin menghidupkan semangat koinonia umtuk terlibat dalam doa di lingkungan bersama pasangan dan anak-anak. Tema IV: Kesetiaan Hubungan Suami Istri Dalam Perkawinan Kristiani Pada tema IV, penulis memilih materi kesetiaan hubungan suami istri dalam perkawinan Kristiani, untuk mengingatkan kembali pasangan suami istri Katolik akan janji perkawinan, sehingga lebih mencintai pasangan dan keluarga, dalam menanggapi masalah lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga dan sibuk terlibat di lingkungan dan masyarakat dapat mengganggu keharmonisan dalam keluarga. Tujuannya agar pasangan suami istri Katolik semakin setia dalam hidup perkawinan dan mencintai keluarga walaupun sibuk dalam pekerjaan maupun dalam berelasi di masyrarakat. Penutup: Pemutaran video singkat dan Peneguhan Pada penutupan kegiatan rekoleksi, penulis memilih memutar video singkat Keluarga Cemara dengan harapan pasangan suami istri Katolik semakin diteguhkan dalam hidup berkeluarga. Tujuannya agar pasangan suami istri Katolik semakin diteguhkan dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, tetap setia dengan pasangan dalam suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit.

169 148

170 149

171 150

172 151

173 152 E. GAMBARAN PELAKSANAAN PROGRAM Proses pelaksanaan program rekoleksi akan dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan dengan 4 tema. Setiap pertemuan selama 2 hari, dimulai hari Sabtu sore sampai malam hari, kemudian dilanjutkan hari Minggu pagi sampai siang hari. Setiap kali pertemuan mendalami salah satu dari ciri perkawinan Katolik. Pada pertemuan pertama mendalami perkawinan yang unitas dengan 2 tema dan pada pertemuan kedua mendalami perkawinan yang indissolubilitas dengan 2 tema. Setiap pertemuan mengajak pasangan suami istri Katolik berefleksi melihat kembali perjalanan hidup perkawinan yang telah mereka jalani dalam suka dan duka hidup bersama pasangan, kemudian menemukan hambatan dalam mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas serta kebahagiaan hidup perkawinan. Setelah itu mengajak pasangan suami istri Katolik untuk mengolah dan mencari solusi yang tepat bersama pasangan dalam mewujudkan janji perkawinan dan khususnya ciri perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. Pada bagian penutup penulis akan memberikan beberapa peneguhan. Pertemuan rekoleksi akan dilaksanakan di Wisma Asih Gereja Brayat Minulyo dengan waktu setiap kali pertemuan selama ± 4 jam. Gambaran pelaksanaan pertemuan rekoleksi sebagai berikut: pada pertemuan pertama diawali dengan lagu dan doa pembukaan, kemudian perkenalan dari pendamping dan peserta, dilanjutkan dengan pengantar mengenai tema dan tujuan rekoleksi secara keseluruhan selama 30 menit. Setelah itu masuk tema pertama dengan penyampaian alasan dan tujuannya, dilanjutkan membaca kitab suci dan kemudian sharing pengalaman peserta selama 40 menit. Kemudian peserta dipersilakan untuk istirahat sejenak untuk menikmati makan malam selama

174 menit. Setelah santap malam dilanjutkan dengan penyampaian materi selama 90 menit, kemudian dengan tanya jawab selama 45 menit. Pertemuan diakhiri dengan doa penutup dan pengumuman lain-lain selama 5 menit. Keesokan harinya dengan tema II, diawali dengan doa dan lagu pembukaan sesuai dengan tema selama 5 menit, dilanjutkan dengan penyampaian tema dan tujuannya selama 5 menit. Setelah itu menonton video singkat selama 5 menit, dilanjutkan membaca kitab suci dan diskusi selama 30 menit. Kemudian sharing pengalaman peserta selama 40 menit. Setelah itu peserta dipersilakan untuk istirahat sejenak untuk menikmati makan siang selama 30 menit. Kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi selama 90 menit dan tanya jawab selama 40 menit. Pertemuan diakhiri dengan doa penutup dan pengumuman lain-lain selama 5 menit. Selanjutnya pada pertemuan kedua dengan tema III diawali dengan doa dan lagu pembukaan sesuai dengan tema selama 5 menit, dilanjutkan dengan penyampaian tema dan tujuannya selama 5 menit. Setelah itu membaca kitab suci dan sharing pengalaman selama 30 menit. Kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi selama 90 menit. Setelah itu istirahat sejenak untuk menikmati makan malam selama 30 menit, dilanjutkan diskusi selama 45 menit dan tanya jawab selama 30 menit. Pertemuan diakhiri dengan doa penutup dan pengumuman selama 5 menit. Keesokan harinya dengan tema IV, diawali dengan doa dan lagu pembukaan sesuai dengan tema selama 5 menit, dilanjutkan dengan penyampaian tema dan tujuannya selama 5 menit. Setelah itu menonton video singkat selama 10 menit, dilanjutkan membaca kitab suci dan sharing pengalaman peserta selama 30

175 154 menit. Setelah itu penyampaian materi selama 90 menit, kemudian peserta dipersilakan untuk istirahat sejenak untuk menikmati makan siang selama 30 menit. Setelah makan dilanjutkan dengan tanya jawab selama 40 menit dan ditutup dengan menonton video keluarga cemara selama 25 menit. Pertemuan diakhiri dengan peneguhan serta doa dan lagu penutup selama 15 menit. A. CONTOH SALAH SATU PELAKSANAAN PROGRAM PENGANTAR DAN TEMA I 1. Lagu: PS Doa Pembukaan Allah Bapa Yang Maha Baik, kami mengucap syukur kepada-mu, karena pada saat ini Engkau mengumpulkan kami di tempat ini untuk sejenak melihat perjalanan hidup perkawinan kami masing-masing. Kami bersyukur kepada-mu karena Engkau telah mempersatukan pria dan wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga-keluarga Kristiani. Bapa, peliharalah kami selalu dalam kesatuan cinta yang sempurna dan curahkanlah roh pengertian, kesabaran, pengampunan dan kebaikan hati, sehingga kami mampu mewujudkan rencana-mu dalam hidup berkeluarga. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami yang hidup dan berkuasa bersama Bapa dalam persatuan dengan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. Amin. 1. Perkenalan Pendamping memperkenalkan diri, kemudian mempersilakan peserta untuk memperkenalkan diri dan pasangannya serta berasal dari lingkungan mana.

176 Pengertian rekoleksi Bapak ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus. Pada sore hari ini, kita akan mengadakan rekoleksi keluarga, khususnya pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun. Rekoleksi berasal dari kata Re-Collectare yang memiliki pengertian mengumpulkan kembali, merefleksikan, mencatat, dan doa. Rekoleksi merupakan latihan rohani yang dilaksanakan untuk membantu orang memperteguh iman Kristianinya, dalam hal ini bagi pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran- Yogyakarta. 3. Pengantar Tema Umum Tema umum rekoleksi yang akan kita dalami bersama adalah Menghadirkan Kerahiman Allah dalam Hidup Perkawinan dan tujuannya untuk kembali mengingatkan pasangan suami istri akan janji perkawinan dan ciri perkawinan Katolik yang unitas dan indissolubilitas. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa ditemukan hambatan-hambatan dalam hidup perkawinan, sehingga mereka mengalami ketidak-bahagiaan dalam hidup bersama pasangan dan mempunyai keinginan untuk meninggalkan pasangan. Oleh karena itu, saya mohon bantuan bapak ibu terlibat aktif ikut ambil bagian dalam kegiatan ini. Saya memberikan kesempatan bagi bapak ibu untuk menyampaikan pertanyaan maupun pendapat dan saya akan berusaha untuk menanggapinya. Kerahiman adalah sebuah kata kunci yang menunjukkan tindakan Allah terhadap manusia. Yesus Kristus adalah wajah kerahiman Bapa, dengan kata-kata- Nya, perbuatan-perbuatan-nya, dan seluruh pribadi-nya menyatakan kerahiman

177 156 Allah. Kerahiman merupakan jembatan yang menghubungkan Allah dan manusia, membuka hati kepada sebuah harapan dikasihi selamanya meskipun kedosaan manusia. Kerahiman Allah dengan perhatian-nya yang penuh kasih dan menginginkan kesejahteraan serta kebahagiaan, penuh sukacita dan penuh damai, sehingga menjadi tanda lebih efektif dari kasih Allah yang menghibur, mengampuni, dan menanamkan harapan serta membawa kebaikan dan kelembutan Allah dalam hidup. Mendalami kerahiman Allah dalam hidup perkawinan, mengajak pasangan suami istri Katolik mengatasi hambatan-hambatan dalam hidup perkawinan antara lain: masalah kepuasan dalam hubungan seks dan masalah anak dapat mengakibatkan konflik dengan pasangan dengan membangun komunikasi relasi harmonis suami istri; masalah kurang mengampuni dan sukar melupakan kesalahan pasangan yang menyakitkan hati serta tidak menerima pasangan yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali dengan pengampunan dalam keluarga; masalah tidak terlibat dalam mengikuti doa di lingkungan bersama pasangan dan anak-anak dengan bertumbuh dalam cinta akan Kristus melalui doa; masalah pasangan lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga dan pergaulan di lingkungan dan masyarakat yang mengganggu keharmonisan dalam keluarga dengan setia dalam hidup perkawinan, sehingga dapat mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, bahagia dan sejahtera. Tujuan umum rekoleksi ini akan menghantar pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran- Yogyakarta, semakin menghadirkan Kerahiman Allah dalam mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas.

178 157 Tema I: Membangun Komunikasi Relasi Harmonis Suami Istri 4. Pengantar Tema I Setiap orang yang akan memasuki hidup perkawinan tentu mempunyai cita-cita ingin hidup bahagia: saling mencintai, dapat akrab dan mesra dengan pasangannya. Cita-cita demikian memang wajar dan sangat indah, tetapi tidaklah mudah untuk diwujudkan. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak keluarga atau perkawinan mengalami kekecewaan, gagal mewujudkan cita-cita untuk mencapai kebahagiaan yang diidam-idamkan. Salah satu penyebab utamanya karena suami istri tidak berkomunikasi dengan baik. Maka dalam tema pertama ini, saya memilih materi membangun komunikasi relasi harmonis suami istri untuk mengingatkan kembali pasangan suami istri Katolik membangun komunikasi seks untuk menanggapi masalah kepuasan dalam hubungan seks dengan pasangan dan komunikasi dari kepala ke kepala (diskusi) dalam mendidik anak-anak untuk menanggapi masalah anak yang dapat mengakibatkan konflik dengan pasangan. Tujuan: Pasangan suami istri semakin membangun komunikasi harmonis dalam membangun hidup bersama, sehingga semakin tercipta kesatuan dan kebahagiaan di dalam keluarga. 5. Teks Kitab Suci (Ams. 31: 10-31) 10 Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada permata. 11 Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan. 12 Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya. 13 Ia mencari bulu domba dan rami, dan senang bekerja dengan tangannya. 14 Ia serupa kapal-kapal saudagar, dari jauh ia mendatangkan

179 158 makanannya. 15 Ia bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan. 16 Ia membeli sebuah ladang yang diingininya, dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya. 17 Ia mengikat pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya. 18 Ia tahu bahwa pendapatannya menguntungkan, pada malam hari pelitanya tidak padam. 19 Tangannya ditaruhnya pada jentera, jari-jarinya memegang pemintal. 20 Ia memberikan tangannya kepada yang tertindas, mengulurkan tangannya kepada yang miskin. 21 Ia tidak takut kepada salju untuk seisi rumahnya, karena seluruh isi rumahnya berpakaian rangkap. 22 Ia membuat bagi dirinya permadani, lenan halus dan kain ungu pakaiannya. 23 Suaminya dikenal di pintu gerbang, kalau ia duduk bersama-sama para tua-tua negeri. 24 Ia membuat pakaian dari lenan, dan menjualnya, ia menyerahkan ikat pinggang kepada pedagang. 25 Pakaiannya adalah kekuatan dan kemuliaan, ia tertawa tentang hari depan. 26 Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya. 27 Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya. 28 Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia: 29 Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua. 30 Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipujipuji. 31 Berilah kepadanya bagian dari hasil tangannya, biarlah perbuatannya memuji dia di pintu-pintu gerbang.

180 Sharing Pengalaman Saya mempersilakan bapak ibu untuk mensharingkan pengalamannya, bagaimana anda mengkomunikasikan perasaan kecewa kepada pasangan anda? Apakah secara langsung mengkomunikasikan hal itu dalam arti menyampaikan secara lisan dalam pembicaraan berdua atau melalui perantara (teman, anggota keluarga atau surat)? 7. Penyampaian Materi: a. Apa itu Komunikasi? Komunikasi berarti pembicaraan yang bersifat dua arah dimana seorang menyampaikan gagasan, pikiran, isi hati atau rencananya sementara pihak lain mendengarkannya, atau sebaliknya. Komunikasi selalu mengandaikan adanya keterbukaan dan kejujuran antara kedua belah pihak serta kesediaan untuk mau mengerti dan memahami orang lain. Dengan adanya keterbukaan, orang diharapkan dengan leluasa mau menyampaikan apa yang hendak disampaikannya dan pihak lain dipercaya akan menerimanya. Tanpa adanya keterbukaan dan kepercayaan dari kedua belah pihak tidak akan terjadi komunikasi dalam arti yang sebenarnya. Demikian halnya komunikasi antara suami istri tetap menuntut adanya keterbukaan dan kepercayaan dari keduanya. Suami percaya bahwa apa yang disampaikannya akan didengarkan oleh istrinya dan istri percaya bahwa suaminya menyampaikan kebenaran kepadanya tanpa ada hal-hal yang disembunyikannya. Dengan adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri banyak masalah dalam hidup perkawinan dan keluarga dapat diselesaikan dengan baik. Dengan

181 160 demikian, kedua belah pihak dapat berjalan beriringan: saling membantu dan melengkapi tanpa ada pihak yang merasa disingkirkan. Orang bijak mengatakan Dengan komunikasi yang baik, separoh persoalan hidup sudah diselesaikan. b. Empat Jenis Bahasa Komunikasi Dalam membantu menghidupkan atau memperlancar komunikasi antara suami istri, baiklah kita melihat empat jenis bahasa komunikasi yang sangat relevan untuk dipahami oleh pasangan suami istri dalam usaha untuk semakin memperdalam relasi di antara mereka: 1) Komunikasi dari kepala ke kepala (diskusi) Jenis komunikasi ini berupa omongan mulai dari basa basi tukar informasi, sampai dengan tukar pikiran, tukar pendapat dan pandangan. Komunikasi seperti ini disebut diskusi. Bila komunikasi seperti ini terjadi, perlu diusahakan agar tidak menimbulkan pertengkaran. Perbedaan pendapat, pikiran dan pandangan yang terjadi di antara suami istri adalah hal yang wajar. Maka, agar hal itu tidak berlanjut menjadi perdebatan sengit, perlu dihindarkan ungkapan kata-kata yang mempersalahkan, menuduh, menggurui dan mencari menang sendiri. Dalam diskusi kita harus pandai-pandai mendengarkan dengan baik dan mampu menangkap maksud di balik kata-kata pasangan, sehingga perbedaan pendapat dapat menghasilkan kesepakatan atau kesimpulan yang dapat diterima satu sama lain sebagai suatu solusi dari persoalan yang ada.

182 161 2) Komunikasi dari hati ke hati (dialog) Inilah komunikasi yang mengutarakan isi hati dan perasaan kita. Komunikasi seperti ini kita sebut dialog. Dalam dialog kita saling mengungkapkan isi hati dan perasaan atas dasar saling percaya dan menerima. Jadi, bukan adu pikiran dan pendapat. Karena yang diungkapkan adalah isi hati dan perasaan yang muncul secara spontan dari lubuk hatinya, maka tidak boleh didebat ataupun dibantah. Perasaan hanya dapat diterima dan tidak dapat dipersalahkan. Mengungkapkan perasaan itu bagi banyak orang tidak mudah terutama perasaan yang negatif (sedih, kecewa, sakit hati, dendam) atau perasaan yang kurang menyenangkan (takut, malu, minder, khawatir dan sebagainya). Namun perasaan negatif itu merupakan bagian dalam hidup kita. Kalau hanya kita simpan akan menjadi beban dan lama kelamaan pada suatu saat dapat meledak menjadi bentuk kemarahan, kata-kata pedas, kasar dan menyakitkan. Sebab itu perasaan negatif pun perlu kita ungkapkan, karena pada dasarnya perasaan itu bersifat netral dan tidak mempunyai nilai moral baik atau jelek. Perasaan merupakan ungkapan jati diri kita yang sebenarnya, maka perlu kita komunikasikan dan kita dialogkan. Dengan komunikasi dari hati ke hati, kita dapat memperkenalkan diri kita secara lebih mendalam. 3) Komunikasi badan Ini adalah komunikasi tanpa kata-kata (non verbal), merupakan ungkapan cinta, perhatian dan kasih sayang satu sama lain. Yang termasuk ke dalam jenis komunikasi ini misalnya pandangan mata, senyuman, belaian, gandengan tangan,

183 162 rangkulan, dekapan, ciuman, dan sebagainya. Komunikasi badan atau bahasa badan ini penting untuk menciptakan suasana akraab dan mesra (tetapi dimaksudkan bukan untuk rangsangan seksual), maka dapat dilakukan oleh orangtua di depan mata anak-anaknya. Belaian dan sentuhan lembut dirasakan sebagai sesuatu yang berarti untuk mengungkapkan rasa cinta dan mendekatkan hati. Tanda kasih sayang yang mencerminkan hubungan yang akrab, suami istri dianjurkan untuk membiasakan diri menggunakan bahasa badan ini beberapa kali sehari karena bahasa badan adalah ungkapan dan tanda kemesraan, tanpa maksud dan tujuan yang mengarah ke hubungan seks. Tetapi bila suami istri ingin mengadakan hubungan seks, dapat mengawalinya dengan bahasa badan dalam aneka macam bentuk/ variasinya seperti yang disebut di atas. 4) Komunikasi seks (hubungan seks) Hubungan seks merupakan komunikasi yang paling intim dan puncak dalam relasi suami istri sebagai perwujudan nyata kesatu-paduan jiwa dan raga. Hubungan seks bukan pertama-tama untuk mencari kepuasan biologis, melainkan merupakan bahasa komunikasi suami istri yang mempersatukannya dalam kasih mesra. Hubungan seks bukan hanya aktivitas biologis, melainkan juga psikologis, emosional dan spiritual. Dengan kata lain, hubungan seks melibatkan seluruh pribadi manusia dan relasi yang terjadi antara suami istri. Dalam Kitab Kejadian 1: 28 isinya Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu. Allah sendiri menghendaki agar manusia melakukan

184 163 hubungan seks setelah diberkati untuk melanjutkan keturunan (bdk. GS art. 50). Ajaran Gereja dalam ensiklik HV art.12, Paus Paulus VI mengajarkan bahwa Hubungan seks suami istri itu mempunyai dua makna yang tak terpisahkan, yakni menyatukan suami istri dan menurunkan anak (unitif dan prokreatif). Selanjutnya KHK kan menegaskan bahwa agar ada kesepakatan nikah, perlulah mempelai sekurang-kurangnya mengetahui bahwa perkawinan adalah suatu persekutuan tetap antara pria dan wanita yang terarah pada kelahiran anak, dengan suatu kerjasama seksual. Dalam perkawinan bila pasangan menolak kelahiran atau consumatum, maka perkawinan dapat dibatalkan. Bagaimana supaya hubungan seks dapat memuaskan suami maupun istri? Masing-masing harus memperhitungkan perbedaan kebutuhan, keinginan dan harapan, sifat dan pembawaan pasangannya. Kita perlu paham, bahwa umumnya pria lebih fokus pada seks dalam arti sempit (biologis) dan punya pola dasar gerak cepat ; sedangkan wanita lebih mengutamakan kasih sayang, kehangatan, kemesraan, rasa aman (segi psikologis dan emosional) dan punya pola dasar lambat yang memerlukan waktu lebih lama untuk bisa terangsang secara seksual dan mencapai kepuasannya. Memang bagi pria, seks merupakan kegiatan sesaat, sedangakan bagi wanita merupakan kegiatan sehari. Perbedaan ini bila tidak cukup diperhatikan akan mengakibatkan hubungan seks menjadi kurang memuaskan, dan menjadi sumber kekecewaan yang membuat buruknya relasi suami istri.

185 164 c. Komunikasi Suami Istri Berciri Sakramental Komunikasi antara suami istri yang telah dibaptis mempunyai ciri khusus dan disempurnakan menjadi sakramen (dimensi sakramental komunikasi). Komunikasi mereka merupakan tanda kehadiran Allah. Dalam lembaga perkawinan, Gereja membentuk ikatan atau relasi suami istri itu menjadi ikatan/ relasi yang tak terputuskan. Maka relasional perkawinan Katolik ini mendapat suatu dimensi baru, makna baru dari nilai-nilai khusus Kristiani, artinya menjadi tanda dan wujud yang paling jelas bercirikan nilai-nilai penyelamatan Kristus. Dengan kata lain, meskipun suami istri yang mewujudkan perkawinan, namun sebagai Sakramen Perkawinan merupakan tindakan atau karya Kristus sendiri. Kristuslah yang membuat perkawinan suami istri menjadi tanda yang menghadirkan peristiwa penyelamatan. Kristus pula yang membuat relasi dinamis antara suami istri menjadi tanda yang memperlihatkan relasi dinamis yang terus berlangsung antara Kristus dan Gereja-Nya. Dimensi sakramental ini perlu dipahami, agar suami istri menghayati hidup perkawinan dalam relasi dan komunikasi yang akrab dan membawa kegembiraan dan kebahagiaan yang menjadi wujud keselamatan yang dicari setiap orang. 8. Tanya Jawab Setelah menyampaikan materi, saya mempersilakan peserta untuk bertanya dan menanggapi untuk semakin mendalami materi yang diberikan.

186 Doa Penutup Allah Bapa dalam Surga, kami bersyukur atas kesempatan yang membahagiakan ini, dimana kami bersama-sama dapat saling mendengarkan dan menguatkan satu sama lain. Kami sungguh menyadari bahwa membangun komunikasi yang baik adalah kunci sukses bagi kehidupan berumah tangga. Bantulah kami dalam mewujudkan harapan dan cita-cita kami ini, agar hidup keluarga kami sungguh diwarnai dan ditopang oleh semangat saling mendengarkan dan mengerti satu sama lain. Dengan pengantaraan Yesus Kristus Putra-Mu, Tuhan kami yang hidup dan berkuasa bersama Bapa dalam persatuan dengan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. Amin 10. Lagu Penutup: PS 661 (Andaikan Aku Pahami) Andaikan aku pahami bahasa semuanya hanyalah bahasa cinta kunci setiap hati Ajarilah kami Tuhan, bahasa cinta kasih Andaikan aku lakukan yang luhur dan mulia jika tanpa cinta kasih hampa dan tak berguna Ajarilah kami Tuhan, bahasa cinta kasih Cinta itu lemah lembut, sabar dan murah hati tidak cari keuntungan tidak megahkan diri Ajarilah kami Tuhan, bahasa cinta kasih

187 BAB VI PENUTUP Dalam bab penutup, penulis akan memaparkan rangkuman isi bab-bab sebelumnya, yaitu gagasan penting yang menjadi kesimpulan dari skripsi ini. Pada bagian berikutnya akan diuraikan beberapa saran dan usulan dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas bagi beberapa pihak yang bersangkutan selama penulis menyusun skripsi. A. KESIMPULAN Dalam Gereja Katolik, kita mengenal dua panggilan hidup sebagai umat beriman yakni hidup selibat menjadi imam, biarawan-biarawati atau selibat awam dan hidup berkeluarga. Kedua panggilan ini sama-sama baiknya dan sama-sama dikehendaki Allah, terdapat dalam Kej. 1: mengatakan bahwa Persatuan antara seorang pria dan seorang wanita, yang diberkati oleh Allah sendiri, serta diberi tugas bersama oleh-nya untuk meneruskan generasi manusia (bdk. Mat.19: 6; Mrk. 10: 8). Kemudian dalam Kej. 2: 24 mengatakan bahwa kesatuan erat antara seorang pria dan seorang wanita, atas dorongan Allah sendiri Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging (bdk. Mat 19: 5). Selanjutnya ditegaskan oleh St. Paulus dalam 1Kor.7: 17 mengatakan bahwa Hendaklah tiaptiap orang tetap hidup seperti yang telah ditentukan Tuhan baginya dan dalam keadaan seperti waktu ia dipanggil Allah. Inilah ketetapan yang kuberikan kepada

188 167 semua jemaat. St. Paulus dalam 1Kor. 7 mengajarkan agar orang hidup sesuai dengan panggilannya untuk hidup selibat atau hidup berkeluarga. Hasil penelitian penulis lakukan pada 41 pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki Hati Kudus Tuhan Yesus Pugeran-Yogyakarta, menunjukkan beberapa faktor pendukung bagi pasangan suami istri dalam upaya mewujudkan unitas dan indissolubilitas yakni: anak-anak sering mempersatukan keluarga; perhatian dan pelayanan penuh kasih pada saat pasangan jatuh sakit; tetap mencintai dan menemani pasangan yang menjadi cacat akibat sakit atau kecelakaan; dalam diskusi terjadi perbedaan, pendapat pasangan diterima; sikap mengalah dengan pasangan dan bermusyawarah untuk mufakat setiap pengambilan keputusan penting; perayaan Ekaristi sering semakin menguatkan dalam karya dan keluarga; tetap setia pada saat pasangan tidak memiliki pekerjaan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan lahiriah dalam keluarga; sering menjalin relasi yang baik dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. Dalam penelitian juga menemukan pasangan suami istri Katolik yang mengalami hambatan dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan kebahagiaan bersama pasangan antara lain: kurang puas dalam hubungan seks dengan pasangan; masalah anak dapat mengakibatkan konflik dengan pasangan; menyimpan dan sukar melupakan kesalahan pasangan yang menyakitkan hati; kurang mengampuni dan tidak menerima pasangan yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali; sikap mudah menyalahkan pasangan pada saat mengalami kegagalan. pasangan lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan keluarga,

189 168 keterlibatan di lingkungan dan masyarakat membuat keluarga harmonis, tidak terlibat dalam mengikuti doa di lingkungan bersama pasangan dan anak-anak. Maka dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas perlu diadakan peningkatan dalam pendampingan pasangan suami istri Katolik, yang selama ini telah dilaksanakan di Paroki HKTY Pugeran- Yogyakarta. Penulis mengusulkan pendampingan iman dalam lingkup lebih kecil di wilayah, agar dapat melibatkan lebih banyak pasangan suami istri Katolik dan mudah dijangkau serta lebih mempererat persaudaraan. Bentuk pendampingan yang digunakan adalah rekoleksi. Tujuan rekoleksi mengajak pasangan suami istri Katolik untuk mengumpulkan kembali pengalaman-pengalaman akan kasih Allah dalam hidup perkawinan. Pengalaman-pengalaman itu dihadirkan kembali, direnungkan, dimaknai dan diolah agar semakin menyadarkan kembali pasangan suami istri Katolik akan janji perkawinan dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, sehingga terwujud keluarga Katolik yang bahagia dan sejahtera dalam perkawinan. B. SARAN Hasil penelitian yang penulis lakukan menemukan beberapa hal dalam hidup perkawinan pasangan suami istri Katolik yang usia perkawinan tahun di Wilayah Patangpuluhan Paroki HKTY Pugeran-Yogyakarta, baik yang mendukung maupun hambatan dalam mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. Beberapa saran sebagai bahan pertimbangan demi kebaikan di masa mendatang.

190 Bagi Pasangan Suami Istri Katolik a. Pasangan suami istri Katolik agar semakin menyadari janji perkawinan yang pernah diikrarkannya untuk setia seumur hidup dengan pasangannya dalam suka dan duka, untung dan malang, sehat dan sakit, dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. b. Pasangan suami istri Katolik agar semakin mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas serta semakin mewujudkan perkawinan bahagia dengan pasangan dan tidak ingin bercerai. 2. Bagi Romo Paroki Romo Paroki agar semakin memberikan perhatian dan pendampingan, khususnya bagi pasangan suami istri Katolik yang mengalami hambatan dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas, sehingga mereka merasa semakin disapa dan diperhatikan misalnya melalui kunjungan keluarga, konsultasi keluarga, pembicara dalam seminar keluarga, mengundang para ahli dalam memberikan pendampingan keluarga. 3. Bagi Tim Kerasulan Keluarga Tim kerasulan keluarga di paroki maupun di wilayah, agar semakin bekerjasama dalam pendampingan pasangan suami istri Katolik secara berkala dan berkesinambungan. Pendampingan pasangan suami istri Katolik sangat dibutuhkan zaman sekarang ini, agar semakin membantu pasangan suami istri dalam menghadapi berbagai tantangan dan godaan yang dapat menghancurkan hidup perkawinan Katolik. Maka dibutuhkan pendampingan yang relevan sesuai dengan

191 170 kebutuhan pasangan suami istri zaman ini; sehingga tim kerasulan keluarga perlu menguasai media yang relevan, agar dalam memberikan materi lebih menarik. Selain itu semakin perlu bekerjasama dengan pihak-pihak lain, seperti: ahli ekonomi, ahli psikologi, ahli hukum perkawinan gereja dan lain sebagainya. Kemudian perlu mengadakan evaluasi kegiatan untuk mengukur tingkat keberhasilan proses pendampingan. 4. Bagi Ketua Lingkungan Ketua lingkungan agar tetap mengingatkan dan mengajak pasangan suami istri Katolik berserta anak-anaknya untuk terlibat aktif dalam kegiatan hidup menggereja. Demikian uraian kesimpulan dan saran yang diusulkan penulis terkait dengan pemaparan dan hasil penelitian dalam bab sebelumnya. Saran yang penulis usulkan di atas ditujukan kepada pasangan suami istri Katolik, Romo paroki, Tim kerasulan keluarga dan Ketua lingkungan, dengan harapan semakin membantu pasangan suami istri Katolik dalam upaya mewujudkan perkawinan yang unitas dan indissolubilitas. Penulis menyadari penelitian ini masih awal dan belum sempurna, maka perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui masalah-masalah selanjutnya.

192 DAFTAR PUSTAKA 1. KITAB SUCI DAN DOKUMEN GEREJA LAI. (1992). Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia. Konsili Vatikan II. (2013). Dokumen Konsili Vatikan II. (R. Hardawiryana, SJ., Penerjemah). Jakarta: Obor bekerjasama dengan: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966). Konferensi Waligereja Indonesia. (1992). Perkawinan dan Keluarga dalam Katekismus Gereja Katolik. Jakarta: Komisi Keluarga KWI. (1994). Kasih Setia Dalam Suka Duka Pedoman Persiapan Perkawinan di Lingkungan Katolik. Jakarta: PT Afandhani Pramandiri. (2011). Pedoman Pastoral Keluarga. Jakarta: Obor. Yohanes Paulus II. (2006). Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici). Bogor: Grafika Mardi Yuana.. (2011). Familiaris Consosrtio (Keluarga). Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II (Seri Dokumen Gerejawi No. 30). (R. Hardawiryana, SJ., Penerjemah). Bogor: Grafika Mardi Yuana. Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang. (2012). Pedoman Pastoral Liturgi Perkawinan. Semarang: Komisi Liturgi Keuskupan. 2. BUKU-BUKU Abineno, J. L. Ch. (1982). Manusia, Suami & Istri, Perkawinan & Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.. (1983). Perkawinan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Agung Prihartana, BR. (2013). Menjadi Anugerah Bagi Pasangan. Yogyakarta: Bajawa Press. Bagus Irawan, Al. (2007). Menyingkapi masalah-masalah keluarga. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Balun, Bernard S. (2011). Perkawinan Katolik pedoman memperoleh dispensasi Gereja. Yogyakarta: Lamalera. Bambang Alriyanto, Ignatius. (1996). Monogami dalam Kitab Suci. Jakarta: Celesty Hieronika. Bratawijaya. (1997). Mengungkap dan Mengenal Budaya Jawa. Jakarta: Pradnya Paramita. Burtchaell, James T. (1990). Keputusan Untuk Menikah. Yogyakarta: Kanisius. Catur Raharso, Alf. (2014). Paham Perkawinan dalam Hukum Gereja Katolik. Malang: Dioma. Eminyan. Maurice. (2005). Teologi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius. Gilarso, T. (2015). Membangun Keluarga Kristiani. Yogyakarta: Kanisius. Go, Piet. (1990). Kesetiaan Suami-Isteri dan Soal Penyelewengan. Malang: Dioma. (2005). Hukum Perkawinan Gereja Katolik. Malang: Dioma

193 172 Groenen, C. (1993). Perkawinan Sakramental. Yogyakarta: Kanisius. Haskim dan Laendra. (1980). Keluarga Sejahtera. Padang: Yayasan Bina Putera. Hello, Yosef Marianus. (2006). Menjadi Keluarga Beriman. Yogyakarta: Pustaka Nusatama. Hermawan Wasito. (1997). Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia. Hommes, Anne. (1992). Perubahan Peran Pria dan Wanita dalam Gereja dan Masyarakat. Yogyakarta: Kanisius. Jamal Ma mur Asnani. (2011). Tuntunan Lengkap Metodologi Praktis Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Diva Press. Ketut Adi Hardana, I. (2012). 12 Tema Misa Rekoleksi Keluarga. Jakarta: Obor. Kila, Pius. (1996). Rekoleksi dan Retret Remaja. Yogyakarta: Kanisius. Mangunhardjana, A.M. (1984). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius. Moleong, Lexy J. (1989). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya. Purwa Hadiwardoyo, Al. (2004). Perkawinan dalam Tradisi Katolik. Yogyakarta: Kanisius.. (2007). Suami Istri Katolik Memahami Panggilan dan Perutusannya. Semarang: Komisi Pendampingan Keluarga.. (2013). Ringkasan ajaran Gereja tentang keluarga dan masyarakat. Yogyakarta: Bajawa Press.. (2015). Ajaran Gereja Katolik tentang Perkawinan. Yogyakarta: Kanisius. Rubiyatmoko, Robertus. (2012). Perkawinan Katolik menurut Kitab Hukum Kanonik. Yogyakarta: Kanisius Susianto Budi, Silvester. (2015). Kupas Tuntas Perkawinan Katolik. Yogyakarta: Kanisius. Sutrisna Hadi. (2004). Metodologi Reasearch II. Yogyakarta: Andi Tim Redaksi. (2013). Menancap Semakin Dalam, Menjulang Semakin Tinggi. Yogyakarta: Gereja HKTY Pugeran.. (2014). Kenangan 80 tahun Peduli, Berbagi, Gembira. Yogyakarta: Gereja HKTY Pugeran. A. ARTIKEL Tjia, Cesellia. (2014). Mengelola Pertengkaran, dalam Majalah Kana, Tahun IX. 2014: B. ARSIP Arsip Data Paroki HKTY Pugeran. (2013).

194 Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian

195 Lampiran 2: Surat Telah Melakukan Penelitian (2)

196 Lampiran 3: Kuisioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN PASANGAN SUAMI ISTRI KATOLIK YANG USIA PERKAWINAN TAHUN DI WILAYAH PATANGPULUHAN PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS PUGERAN A. Identitas Jenis Kelamin Usia Perkawinan Pekerjaan : L/ P (lingkari jawaban yang benar) : th : B. Petunjuk Pengisian Kuesioner 1. Anda dimohon untuk membaca dengan cermat dan teliti pada setiap soal di bawah ini. 2. Jawablah dengan jujur dan sesuai dengan suara hati anda. 3. Berilah tanda centang ( ) pada jawaban tersedia. Keterangan: S = Sering J = Jarang KK = Kadang-Kadang TP = Tidak Pernah Contoh No Pertanyaan Jawaban 1. Ada undangan pernikahan, saya selalu mengajak pasangan untuk menghadirinya. S KK J TP I. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan keadaan dan situasi Anda. No Pertanyaan Jawaban S KK J TP 1. Dalam diskusi bersama pasangan, terjadi perbedaan pendapat, dan pendapat saya selalu diterima. 2. Pada saat pasangan melakukan kesalahan atau kekeliruan, saya dengan mudah berbicara kasar atau melakukan tindakan kasar terhadap pasangan. (3)

197 3. Pada saat anak berbuat salah dan pasangan memarahi dan menghukumnya, saya selalu membela anak di depan pasangan. 4. Dalam kesibukan kerja, saya tetap meluangkan waktu untuk berkumpul bersama pasangan dan anak-anak. 5. Pada saat terjadi kesalahpahaman dengan pasangan, saya cendrung untuk diam dan tidak membesar-besarkan masalah. 6. Pada saat pasangan melakukan tindakan yang menyakitkan hati, saya selalu menyimpan dan sukar melupakan kesalahannya. 7. Pada saat pasangan jatuh sakit, saya membawanya untuk berobat dan melayani pasangan dengan penuh kasih. 8. Pada saat pasangan mengalami kegagalan, saya dengan mudah untuk menyalahkannya. 9. Pada saat pasangan menjadi cacat akibat sakit atau kecelakaan, saya tetap mencintainya dan menemaninya. 10. Dalam pergaulan saya bertemu dengan lawan jenis yang lebih menarik dibandingkan pasangan saya, namun saya tetap setia dan tidak tergoda untuk berpaling dari pasangan. 11. Pada saat terjadi ketidakcocokan dalam rumahtangga, saya tetap mengasihi pasangan. 12 Ada doa di lingkungan, saya bersama pasangan dan anak-anak mengikutinya. 13. Pada saat saya hendak membantu keluarga, terlebih dahulu saya membicarakannya dengan pasangan. (4)

198 14. Ada tawaran promosi barang-barang, saya tidak tergoda untuk membeli yang bukan kebutuhan. 15. Ada kegiatan gotong-royong di dalam masyarakat (RT/ RW), saya meluangkan waktu untuk ambil bagian di dalamnya. 16. Ada warga yang kemalangan atau hajatan, saya ambil bagian untuk membantunya. 17. Saya bahagia dalam hidup perkawinan bersama pasangan. 18. Pada saat terjadi pertengkaran atau konflik dengan pasangan, saya ingin meninggalkan pasangan. II. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sesuai dengan keadaan keluarga Anda saat ini dengan cara memberikan tanda centang ( ) untuk jawaban yang dipilih! Contoh: Keterangan: 1 = Ya, Sering 3 = Ya, Jarang 2 = Ya, Kadang-kadang 4 = Tidak Pernah No Pertanyaan Jawaban Apakah Anda dalam hidup bersama pasangan dan anak-anak selalu harmonis?. No Pertanyaan Jawaban Apakah Anda puas dalam hubungan seks dengan pasangan Anda?. (5)

199 20. Apakah konflik dalam rumah tangga menguntungkan keluarga Anda?. 21. Apakah anak-anak mempersatukan keluarga Anda?. 22. Apakah keterbukaan dan kejujuran menceritakan segala sesuatu dengan pasangan lebih menguntungkan dalam keluarga Anda?. 23. Apakah sikap mengalah dengan pasangan membantu menciptakan keharmonisan dalam keluarga Anda?. 24. Apakah setiap pengambilan keputusan penting, anda bermusyawarah untuk mufakat dengan pasangan Anda?. 25. Apakah di tengah kesibukan kerja, Anda tetap menjaga kesehatan dengan makan makan yang bergizi dan istirahat yang cukup?. 26. Apakah Anda tetap setia, apabila pasangan Anda tidak dapat memenuhi kewajiban secara lahir dan batin?. 27. Apakah Anda tetap setia, apabila pasangan Anda menjadi cacat dan tidak menarik lagi?. 28. Apakah Anda tetap menerima dan mengampuni pasangan Anda yang telah berselingkuh untuk hidup bersatu kembali?. 29. Apakah doa membantu Anda ketika menghadapi kesulitan menjalani hidup perkawinan?. (6)

200 30. Apakah Perayaan Ekaristi semakin menguatkan anda dalam karya dan keluarga anda?. 31. Apakah keluarga lebih penting dibandingkan dengan pekerjaan Anda?. 32. Apakah Anda tetap setia, apabila pasangan tidak memiliki pekerjaan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan lahiriah dalam keluarga?. 33. Apakah Anda dan pasangan Anda menjalin relasi yang baik dengan lingkungan dan masyarakat sekitar?. 34. Apakah keterlibatan Anda di dalam kegiatan di lingkungan dan masyarakat sekitar semakin membuat keluarga Anda harmonis?. 35. Apakah Anda merasa bahagia hidup bersama pasangan Anda?. 36. Apakah Anda punya keinginan untuk meninggalkan pasangan Anda?. III. Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan keadaan keluarga Anda saat ini! 1. Faktor-faktor berikut ini: (a) kepribadian, (b) internal keluarga, (c) budaya, (d) kesehatan dan (e) fisik, yang berpengaruh pada unitas (keutuhan) perkawinan. a. Urutkan faktor-faktor tersebut mulai dari yang paling mendukung! (contoh a-c-d-b-e) b. Faktor mana yang paling mendukung Anda dalam mewujudkan keutuhan keluarga? Berikan alasannya? (7)

201 c. Faktor mana yang paling menghambat Anda dalam mewujudkan keutuhan keluarga? Berikan alasannya? 2. Faktor-faktor berikut ini: (a) iman, (b) ekonomi dan (c) sosial, yang berpengaruh pada indissolubilitas (tak terceraikan) dalam perkawinan. a. Urutkan faktor-faktor tersebut mulai dari yang paling mendukung! b. Faktor mana yang paling mendukung Anda dalam mewujudkan kesetiaan? Berikan alasannya? c. Faktor mana yang paling menghambat Anda dalam mewujudkan kesetiaan? Berikan alasannya? 3. Faktor-faktor berikut ini: (a) kepribadian, (b) internal keluarga, (c) budaya, (d) kesehatan, (e) fisik, (f) iman, (g) ekonomi dan (h) sosial, yang berpengaruh dalam mewujudkan unitas (keutuhan) dan indissolubilitas (tak terceraikan) dalam perkawinan. a. Urutkan faktor-faktor tersebut mulai dari yang paling mendukung! b. Faktor mana yang paling mendukung Anda mewujudkan keharmonisan di dalam keluarga? Berikan alasannya? c. Faktor mana yang paling menghambat Anda mewujudkan keharmonisan di dalam keluarga? Berikan alasannya? (8)

202 4. Apakah Anda bahagia hidup bersama pasangan Anda? Jelaskan! 5. Apakah Anda punya keinginan untuk menceraikan pasangan Anda? Jelaskan! (9)

203 Lampiran 4: Salah Satu Contoh Jawaban Responden Penelitian (10)

204 (11)

205 (12)

206 (13)

207 (14)

208 (15)

209 (16)

210 (17)

211 (18)

212 (19)

213 Lampiran 5: Rekap Hasil Kuisioner Penelitian (20)

214 (21)

215 (22)

216 (23)

217 (24)

218 (25)

219 (26)

220 (27)

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, sebagai seorang yang amat akrab dengannya, sebagai seorang yang bersatu erat

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, sebagai seorang yang amat akrab dengannya, sebagai seorang yang bersatu erat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuhan menciptakan manusia sebagai pria dan wanita, dua pribadi yang memiliki kesepadanan satu terhadap yang lain. Antara pria dan wanita ada dorongan untuk saling membantu,

Lebih terperinci

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan subyek yang ikut berperan 14 1 7. PERTANYAAN UNTUK DISKUSI Menurut Anda pribadi, manakah rencana Allah bagi keluarga Anda? Dengan kata lain, apa yang menjadi harapan Allah dari keluarga Anda? Menurut Anda

Lebih terperinci

KELUARGA DAN PANGGILAN HIDUP BAKTI 1

KELUARGA DAN PANGGILAN HIDUP BAKTI 1 1 KELUARGA DAN PANGGILAN HIDUP BAKTI 1 Pontianak, 16 Januari 2016 Paul Suparno, S.J 2. Abstrak Keluarga mempunyai peran penting dalam menumbuhkan bibit panggilan, mengembangkan, dan menyertai dalam perjalanan

Lebih terperinci

KELUARGA KATOLIK MENUJU ERA PERADABAN KASIH INDONESIA

KELUARGA KATOLIK MENUJU ERA PERADABAN KASIH INDONESIA KELUARGA KATOLIK MENUJU ERA PERADABAN KASIH INDONESIA melalui penguatan kebiasaan dan tradisi iman, martabat luhur perkawinan dan kesejahteraan hidup berkeluarga KELUARGA, SUKACITA INJIL ALASAN MENIKAH

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Gereja adalah persekutuan umat beriman yang percaya kepada Kristus. Sebagai sebuah persekutuan iman, umat beriman senantiasa mengungkapkan dan mengekspresikan

Lebih terperinci

MEMBANGUN BONUM CONIUGUM DENGAN MEMBINA RELASI INTERPERSONAL DALAM HIDUP BERKELUARGA MENURUT KANON KITAB HUKUM KANONIK 1983 SKRIPSI

MEMBANGUN BONUM CONIUGUM DENGAN MEMBINA RELASI INTERPERSONAL DALAM HIDUP BERKELUARGA MENURUT KANON KITAB HUKUM KANONIK 1983 SKRIPSI MEMBANGUN BONUM CONIUGUM DENGAN MEMBINA RELASI INTERPERSONAL DALAM HIDUP BERKELUARGA MENURUT KANON 1055 1 KITAB HUKUM KANONIK 1983 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR!

PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR! PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR! 1. Simbol perkawinan bahtera yang sedang berlayar mempunyai makna bahwa perkawinan... A. merupakan perjalanan yang menyenangkan B. ibarat mengarungi samudra luas yang penuh

Lebih terperinci

BAB VIII PERKAWINAN AGAMA KATOLIK DAN KETIDAKTERCERAIKANNYA

BAB VIII PERKAWINAN AGAMA KATOLIK DAN KETIDAKTERCERAIKANNYA Modul ke: BAB VIII PERKAWINAN AGAMA KATOLIK DAN KETIDAKTERCERAIKANNYA Fakultas MKCU Dosen : Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. www.mercubuana.ac.id Program Studi Psikologi PERKAWINAN AGAMA KATOLIK DAN

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PERWUJUDAN JANJI PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI-ISTRI DENGAN USIA PERKAWINAN 5-15 TAHUN DEMI MENJAGA KEUTUHAN PERKAWINAN DI PAROKI HATI KUDUS TUHAN YESUS GANJURAN, BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA S

Lebih terperinci

XII. Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan

XII.  Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan Bab XII A. Pengantar Bernyani Kucinta Keluarga Tuhan Kucinta k luarga Tuhan, terjalin mesra sekali semua saling mengasihi betapa s nang kumenjadi k luarganya Tuhan Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi

Lebih terperinci

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018

KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018 Jenjang Pendidikan : SMP Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik Kurikulum : 2006 Jumlah Kisi-Kisi : 60 KISI-KISI UJIAN SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (USBN) TAHUN PELAJARAN 2017/2018 NO KOMPETENSI DASAR

Lebih terperinci

KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL

KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL Warta 22 November 2015 Tahun VI - No.47 KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL Hasil Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia IV (sambungan minggu lalu) Tantangan Keluarga dalam Memperjuangkan Sukacita Anglia 9.

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL. kemampuan

KISI-KISI PENULISAN SOAL. kemampuan KISI-KISI PENULISAN SOAL Jenis Sekolah : SMP Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kurikulum : 2006 Alokasi Waktu : 120 Menit Jumlah soal : 40 + 5 Bentuk Soal : Pilihan Ganda dan Uraian

Lebih terperinci

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEUTUHAN CIPTAAN

KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEUTUHAN CIPTAAN KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEUTUHAN CIPTAAN DALAM KONSTITUSI KITA Kita mengembangkan kesadaran dan kepekaan terhadap masalah-masalah keadilan, damai dan keutuhan ciptaan.para suster didorong untuk aktif

Lebih terperinci

BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA

BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA A. KOMPETENSI 1. Standar Kompetensi Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah dan penerusannya oleh Gereja, sehingga dapat mengembangkan hidup bersama dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas

Lebih terperinci

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan 11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

Tata Upacara Pernikahan Sipil

Tata Upacara Pernikahan Sipil Tata Upacara Pernikahan Sipil 1 Penyerahan calon mempelai oleh wakil keluarga K Romo yang kami hormati. Atas nama orang tua dan keluarga dari kedua calon mempelai, perkenankanlah kami menyerahkan putra-putri

Lebih terperinci

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.

03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. 03. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna,

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) 10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 2 Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 2 Perkawinan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki kodrat alam sejak lahir sampai meninggal dunia hidup bersama-sama dengan manusia lain, atau manusia tidak dapat hidup menyendiri, terpisah dari kelompok

Lebih terperinci

Jodoh dan pernikahan yang sempurna

Jodoh dan pernikahan yang sempurna Menemukan jodoh atau pasangan hidup yang tepat bukanlah hal yang sederhana dan tidak dapat dianggap remeh. Banyak pasangan suami-istri pada akhirnya menyesal menikah karena merasa salah memilih pasangan.

Lebih terperinci

MATERI II PRIA SEBAGAI SUAMI DAN AYAH DALAM KELUARGA

MATERI II PRIA SEBAGAI SUAMI DAN AYAH DALAM KELUARGA PRIA SEBAGAI SUAMI DAN AYAH DALAM KELUARGA 1. PENGANTAR ikut berperan serta dalam membangun Dalam tema ini akan dibicarakan peranan pria baik sebagai suami maupun ayah dalam keluarga. Sebagai suami jelas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN 2

DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN 2 !!! DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN 2 I. HAKEKAT, TUJUAN, DAN SPIRITUALITAS 3 II. ALASAN DAN DASAR 4 III. MANFAAT 5 IV. KEGIATAN-KEGIATAN POKOK 5 V. KEGIATAN-KEGIATAN LAIN 6 VI. ORGANISASI 6 VII. PENDAFTARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN I Allah Tritunggal Kami percaya kepada satu Allah yang tidak terbatas, yang keberadaan-nya kekal, Pencipta dan Penopang alam semesta yang berdaulat; bahwa

Lebih terperinci

Gereja di dalam Dunia Dewasa Ini

Gereja di dalam Dunia Dewasa Ini ix U Pengantar ndang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan

Lebih terperinci

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling A. Latar Belakang Masalah Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling membutuhkan dan cenderung ingin hidup bersama. Berdasarkan sifatnya manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

Itu? Apakah. Pernikahan

Itu? Apakah. Pernikahan Apakah Pernikahan Itu? Pemikahan adalah hasil dari suam rencana ilahi Itu bukan hasil kerja atau penemuan manusia, melainkan penciptaan Allah. Tempat yang dipilih untuk memulaikannya adalah Taman Eden.

Lebih terperinci

BAB VII SEKSUALITAS MANUSIA

BAB VII SEKSUALITAS MANUSIA Modul ke: BAB VII SEKSUALITAS MANUSIA Fakultas MKCU Dosen : Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. www.mercubuana.ac.id Program Studi Psikologi SEKSUALITAS MANUSIA A. PENDAHULUAN Sex merupakan hal yang dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah sesuatu yang sangat sakral. Kesakralan itu berada dalam proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan menjalaninya

Lebih terperinci

5 Bab Empat. Penutup. Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang

5 Bab Empat. Penutup. Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang 5 Bab Empat Penutup Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai kesimpulan yang merupakan uraian singkat dari bab pendahuluan dan ketiga bab di atas, guna membuktikan kebenaran hipotesis penelitian dan hal-hal

Lebih terperinci

KISI KISI PENULISAN SOAL US TAHUN PELAJARAN

KISI KISI PENULISAN SOAL US TAHUN PELAJARAN KISI KISI PENULISAN SOAL US TAHUN PELAJARAN 2012 2013 Sekolah : Bentuk soal : PG Mata Pelajaran : Agama Katolik Alokasi wkatu : 120 Menit Kurikulum acuan : KTSP Penyusun : Lukas Sungkowo, SPd Standar Kompetensi

Lebih terperinci

MATERI V BERTUMBUH DALAM CINTA AKAN KRISTUS MELALUI DOA

MATERI V BERTUMBUH DALAM CINTA AKAN KRISTUS MELALUI DOA BERTUMBUH DALAM CINTA AKAN KRISTUS MELALUI DOA 1. PENGANTAR Keluarga Kristiani dipanggil untuk menjadi rasul kehidupan Setiap pasangan suami-istri dipanggil oleh Tuhan untuk bertumbuh dan berkembang dalam

Lebih terperinci

Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap

Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap Pengantar Selama ini selain bulan Mei, kita mengenal bulan Oktober adalah bulan Maria yang diperingati setiap tahunnya oleh seluruh umat katolik sedunia untuk menghormati Santa Perawan Maria. Bapa Suci

Lebih terperinci

Level 2 Pelajaran 11

Level 2 Pelajaran 11 Level 2 Pelajaran 11 PERNIKAHAN (Bagian 2) Oleh Don Krow Hari ini kita akan kembali membahas mengenai pernikahan, dan satu pertanyaan yang muncul adalah, Apakah itu pernikahan? Apakah anda pernah memikirkan

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Keluarga merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak, dalamnya harus terdapat keseimbangan, keselarasan kasih sayang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

Rahasia Nikah & Rahasia Ibadah (Bagian I)

Rahasia Nikah & Rahasia Ibadah (Bagian I) Rahasia Nikah & Rahasia Ibadah (Bagian I) Setelah Allah selesai menciptakan langit, bumi dan segala isinya maka pada hari ke 6 Allah menciptakan manusia supaya berkuasa atas segala ciptaannya (Kejadian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan

BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS. Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan BAB IV ANALISIS DATA DAN REFLEKSI TEOLOGIS A. Kaus Nono dalam Perkawinan Meto Di dalam pasal 1 Undang-Undang No.1, 1974 menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

Lebih terperinci

PERSIAPAN HIDUP BERKELUARGA. Paroki SP. Maria Regina Purbowardayan, Sabtu, 14 Mei 2016

PERSIAPAN HIDUP BERKELUARGA. Paroki SP. Maria Regina Purbowardayan, Sabtu, 14 Mei 2016 PERSIAPAN HIDUP BERKELUARGA Paroki SP. Maria Regina Purbowardayan, Sabtu, 14 Mei 2016 ALASAN MENIKAH 1. Bukan hanya karena sudah umur, 2. Bukan hanya karena sudah hamil/ seks bebas. 3. Bukan hanya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

Bab Sembilan-Belas (Chapter Nineteen) Realitas dalam Kristus (In-Christ Realities)

Bab Sembilan-Belas (Chapter Nineteen) Realitas dalam Kristus (In-Christ Realities) Bab Sembilan-Belas (Chapter Nineteen) Realitas dalam Kristus (In-Christ Realities) Di seluruh suratan-suratan dalam Perjanjian Baru, kita temukan frase-frase seperti dalam Kristus, bersama Kristus, melalui

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perkawinan Katolik pada dasarnya bersifat atau berkarakter hakiki tak terputuskan (indissoluble).

BAB V PENUTUP. perkawinan Katolik pada dasarnya bersifat atau berkarakter hakiki tak terputuskan (indissoluble). BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang telah ada, penulis sampai pada kesimpulan bahwa perkawinan Katolik pada dasarnya bersifat atau berkarakter hakiki tak terputuskan (indissoluble).

Lebih terperinci

KESEJATIAN IMAM YANG BERTINDAK IN PERSONA CHRISTI MELALUI PELAYANAN SAKRAMEN EKARISTI DALAM TERANG ENSIKLIK ECCLESIA DE EUCHARISTIA NO.

KESEJATIAN IMAM YANG BERTINDAK IN PERSONA CHRISTI MELALUI PELAYANAN SAKRAMEN EKARISTI DALAM TERANG ENSIKLIK ECCLESIA DE EUCHARISTIA NO. KESEJATIAN IMAM YANG BERTINDAK IN PERSONA CHRISTI MELALUI PELAYANAN SAKRAMEN EKARISTI DALAM TERANG ENSIKLIK ECCLESIA DE EUCHARISTIA NO. 29 (Sebuah Tinjauan Teologis) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Filsafat

Lebih terperinci

Level 2 Pelajaran 10

Level 2 Pelajaran 10 Level 2 Pelajaran 10 PERNIKAHAN (Bagian 1) Oleh Don Krow Hari ini kita akan bahas mengenai pernikahan. Pertama-tama, saya ingin sampaikan beberapa data statistik: 75% dari seluruh rumah tangga memerlukan

Lebih terperinci

TATA GEREJA PEMBUKAAN

TATA GEREJA PEMBUKAAN TATA GEREJA PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya gereja adalah penyataan Tubuh Kristus di dunia, yang terbentuk dan hidup dari dan oleh Firman Tuhan, sebagai persekutuan orang-orang percaya dan dibaptiskan ke

Lebih terperinci

Tahun C Hari Minggu Biasa III LITURGI SABDA. Bacaan Pertama Neh. 8 : 3-5a

Tahun C Hari Minggu Biasa III LITURGI SABDA. Bacaan Pertama Neh. 8 : 3-5a 1 Tahun C Hari Minggu Biasa III LITURGI SABDA Bacaan Pertama Neh. 8 : 3-5a. 6-7. 9-11 Bagian-bagian Kitab Taurat Allah dibacakan dengan jelas, dengan diberi keterangan-keterangan sehingga pembacaan dimengerti.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia

Lebih terperinci

Pertobatan Sejati Suatu Syarat

Pertobatan Sejati Suatu Syarat Pertobatan Sejati Suatu Syarat Agama Menjamin Kebahagiaan Keluarga. Agama keluarga adalah satu kuasa yang ajaib. Tingkah laku suami terhadap istri dan istri terhadap suami akan membuat kehidupan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masyarakat Indonesia tergolong heterogen dalam segala aspeknya. Dalam aspek agama jelaslah bahwa terdapat enam agama yang diakui di Indonesia yakni Agama Islam, Hindu,

Lebih terperinci

Pernikahan Kristen Sejati (2/6)

Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Nama Kursus   : Pernikahan Kristen yang Sejati Nama Pelajaran : Memilih Pasangan Kode Pelajaran : PKS-P02                    Pelajaran 02 - MEMILIH

Lebih terperinci

dibacakan pada hari Sabtu-Minggu, 1-2 Maret 2014

dibacakan pada hari Sabtu-Minggu, 1-2 Maret 2014 SURAT GEMBALA PRAPASKA 2014 KEUSKUPAN AGUNG SEMARANG dibacakan pada hari Sabtu-Minggu, 1-2 Maret 2014 Allah Peduli dan kita menjadi perpanjangan Tangan Kasih-Nya untuk Melayani Saudari-saudaraku yang terkasih,

Lebih terperinci

Tugas Seorang. Istri

Tugas Seorang. Istri Tugas Seorang Istri Seorang wanita yang mengetahui bahwa peranannya sebagai istri merupakan suatu tanggung jawab besar, adalah orang yang bijaksana. Ia sudah siap untuk menerima petunjuk dari Allah bagaimana

Lebih terperinci

MATERI IX PENDIDIKAN SEX DALAM KELUARGA KRISTIANI MATERI IX 7. PERTANYAAN UNTUK DISKUSI 1. PENGANTAR 2. DOA PEMBUKAAN

MATERI IX PENDIDIKAN SEX DALAM KELUARGA KRISTIANI MATERI IX 7. PERTANYAAN UNTUK DISKUSI 1. PENGANTAR 2. DOA PEMBUKAAN 7. PERTANYAAN UNTUK DISKUSI Bagaimana Anda sebagai orang tua menanamkan nilainilai dibawah ini kepada anak-anak Anda? Kesucian seks dalam hidup Kristiani Kemurnian/pantang bertarak dalam perkawinan Penghormatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan suatu lembaga suci yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah menjadi

Lebih terperinci

Katekese Sakramen Tobat

Katekese Sakramen Tobat Katekese Sakramen Tobat Dalam KATEKISMUS GEREJA KATOLIK (KGK), Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit dikelompokkan dalam sebutan Sakramen Penyembuhan. Sakramen ini berdayaguna untuk menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik perempuan atau

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

BAGIAN SATU PENGAKUAN IMAN

BAGIAN SATU PENGAKUAN IMAN Bagian Satu 11 Kompendium Katekismus Gereja Katolik *************************************************************** BAGIAN SATU PENGAKUAN IMAN 12 Kompendium 14 Kompendium Lukisan ini menggambarkan tindakan

Lebih terperinci

RENUNGAN KITAB 1Tesalonika Oleh: Pdt. Yabes Order

RENUNGAN KITAB 1Tesalonika Oleh: Pdt. Yabes Order RENUNGAN KITAB 1Tesalonika Oleh: Pdt. Yabes Order Bacaan Alkitab hari ini: 1Tesalonika 1 HARI 1 MENJADI TELADAN Mengingat waktu pelayanan Rasul Paulus di Tesalonika amat singkat, mungkin kita heran saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan atau laba. Untuk mencapai tujuan itu, perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan atau laba. Untuk mencapai tujuan itu, perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam dunia bisnis-komersial, salah satu tujuan perusahaan adalah mendapatkan keuntungan atau laba. Untuk mencapai tujuan itu, perusahaan melakukan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

PERANAN KURSUS PERSIAPAN PERKAWINAN DALAM RANGKA MEMBANGUN HIDUP IMAN KELUARGA MUDA DI PAROKI SANTO MARKUS MELAK KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR SKRIPSI

PERANAN KURSUS PERSIAPAN PERKAWINAN DALAM RANGKA MEMBANGUN HIDUP IMAN KELUARGA MUDA DI PAROKI SANTO MARKUS MELAK KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR SKRIPSI PERANAN KURSUS PERSIAPAN PERKAWINAN DALAM RANGKA MEMBANGUN HIDUP IMAN KELUARGA MUDA DI PAROKI SANTO MARKUS MELAK KUTAI BARAT KALIMANTAN TIMUR SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari

menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling mulia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup menyendiri atau terpisah dari kelompok manusia lainnya. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Harapan merupakan satu syarat yang sangat penting bagi hidup manusia. Tanpa harapan,

BAB I PENDAHULUAN. Harapan merupakan satu syarat yang sangat penting bagi hidup manusia. Tanpa harapan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Harapan merupakan satu syarat yang sangat penting bagi hidup manusia. Tanpa harapan, seorang manusia tidak dapat berada. Manusia mengalami keberadaannya sebagai kerinduan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk

Lebih terperinci

O L E H : TONY D. SAHERTIAN, S.Si., M.Pd.K

O L E H : TONY D. SAHERTIAN, S.Si., M.Pd.K O L E H : TONY D. SAHERTIAN, S.Si., M.Pd.K I Tes 5 : 12 22 DEFENISI KELUARGA : MENURUT KBBI TENTU SAJA BERBEDA DENGAN PENGERTIAN KELUARGA MENURUT KRISTEN. KELUARGA GAPAT DILAMBANGKAN DENGANGEREJA SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik.

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik. BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam bab IV ini akan dipaparkan suatu refleksi teologis tentang PAK dalam keluarga dengan orang tua beda agama. Refleksi teologis ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu PAK keluarga

Lebih terperinci

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK 1 MODUL PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK IMAN KATOLIK Fakultas Program Studi Tatap Muka Reguler Kode MK Disusun Oleh MKCU PSIKOLOGI 02 MK900022 Drs. Petrus Yusuf Adi Suseno, M.H. Abstract Pada Bab

Lebih terperinci

MATERI III WANITA SEBAGAI ISTRI DAN IBU DALAM KELUARGA

MATERI III WANITA SEBAGAI ISTRI DAN IBU DALAM KELUARGA WANITA SEBAGAI ISTRI DAN IBU DALAM KELUARGA 1. PENGANTAR pembela dan pejuang kehidupan Dalam bagian ini akan ditekankan peranan wanita sebagai istri dan ibu dalam keluarga melengkapi pembahasan materi

Lebih terperinci

Liturgi Anak yang Hidup

Liturgi Anak yang Hidup Liturgi Anak yang Hidup 50 Tahun Sacrosanctum Concilium Makasar, 16 Oktober 2013 RD.Sridanto Aribowo, MA.Lit Gereja yang Peduli kepada Anak Sejarah Gereja menunjukkan anak kerap menjadi subyek maupun obyek

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami 114 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami dibawah tangan pada masyarakat batak toba di Kota Bandar Lampung saat ini, maka dapat disimpulkan

Lebih terperinci

Kabar Gembira di tengah Gaya Hidup Modern

Kabar Gembira di tengah Gaya Hidup Modern Kabar Gembira di tengah Gaya Hidup Modern Yang dimaksud dengan Kabar Gembira adalah Injil dalam arti Sabda Allah dalam Alkitab. Jadi maksud dari tema diatas adalah peran Injil di tengah gaya hidup modern,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang penting yaitu pada waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, dan waktu ia meninggal dunia (Ali Afandi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

Studi Perbandingan Katolik Roma (5) API PENYUCIAN

Studi Perbandingan Katolik Roma (5) API PENYUCIAN API PENYUCIAN "Gereja mempercayai adanya Api Penyucian, bukan sebagai suatu tempat tersendiri yang lain daripada surga maupun neraka. Api Penyucian diterima sebagai orang meninggal yang belum layak menikmati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera, tuntutan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera, tuntutan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk individu, memiliki emosi yang memerlukan perhatian, kasih sayang, harga diri, pengakuan dan tanggapan emosional dari manusia lainnya dalam kebersamaan

Lebih terperinci

BAB IV. Refleksi Teologis. sekolah adalah perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan. Dimana sudah sangat

BAB IV. Refleksi Teologis. sekolah adalah perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan. Dimana sudah sangat BAB IV Refleksi Teologis Salah satu perbedaan yang dihadapi baik didalam gereja, masyarakat, maupun didalam sekolah adalah perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan. Dimana sudah sangat tertanam

Lebih terperinci

Pdt. Gerry CJ Takaria

Pdt. Gerry CJ Takaria Orang-orang Kristen tidak boleh bersifat statis. Jika Roh Kristus diam di dalam mereka (Rm. 8:9) maka mereka akan mengalami proses perubahan. Di dalam Kitab Suci gambaran pengalaman orang-orang percaya

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan. Persoalan perselingkuhan dalam hubungan pernikahan merupakan sebuah

BAB V PENUTUP Kesimpulan. Persoalan perselingkuhan dalam hubungan pernikahan merupakan sebuah BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Persoalan perselingkuhan dalam hubungan pernikahan merupakan sebuah pengkhianatan terhadap komitmen yang telah diikrarkan dan berdampak serius terhadap individu dan hubungan

Lebih terperinci

BAB TIGA PENYELAMATAN ALLAH

BAB TIGA PENYELAMATAN ALLAH BAB TIGA PENYELAMATAN ALLAH Minggu ke-3, ARTI DAN HAKIKAT PENYELAMATAN ALLAH 19. Pert : Apakah yang dimaksud dengan penyelamatan Allah? Jwb : Penyelamatan Allah adalah tindakan Allah melepaskan manusia

Lebih terperinci

Orang-orang Kristen tidak boleh bersifat statis. Jika Roh Kristus diam di dalam mereka (Rm. 8:9) maka mereka akan mengalami proses perubahan.

Orang-orang Kristen tidak boleh bersifat statis. Jika Roh Kristus diam di dalam mereka (Rm. 8:9) maka mereka akan mengalami proses perubahan. Orang-orang Kristen tidak boleh bersifat statis. Jika Roh Kristus diam di dalam mereka (Rm. 8:9) maka mereka akan mengalami proses perubahan. Pengalaman keselamatan menyangkut 1. pertobatan, 2. pengakuan,

Lebih terperinci

BAB ENAM BEBERAPA WARISAN ROHANI YANG PENTING DALAM KEHIDUPAN GEREJA

BAB ENAM BEBERAPA WARISAN ROHANI YANG PENTING DALAM KEHIDUPAN GEREJA BAB ENAM BEBERAPA WARISAN ROHANI YANG PENTING DALAM KEHIDUPAN GEREJA Minggu ke-22, SEPULUH HUKUM TUHAN 217. Pert : Apakah pedoman dasar bersikap dan bertingkahlaku orang percaya dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

DOAKAN PARA WANITA DAN PARA GADIS AGAR MEREKA MEMILIH KESUCIAN

DOAKAN PARA WANITA DAN PARA GADIS AGAR MEREKA MEMILIH KESUCIAN KALENDER DOA PROYEK HANA FEBRUARI 2013 DOAKAN PARA WANITA DAN PARA GADIS AGAR MEREKA MEMILIH KESUCIAN Para wanita dan para gadis yang merindukan romantika, cinta, penerimaan, dan keamanan. Akibatnya, berkali-kali

Lebih terperinci

TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK STASI MUARA ASA DI PAROKI YOHANES PENGINJIL LINGGANG MELAPEH TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK S K R I P S I

TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK STASI MUARA ASA DI PAROKI YOHANES PENGINJIL LINGGANG MELAPEH TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK S K R I P S I TANGGUNGJAWAB KELUARGA KATOLIK STASI MUARA ASA DI PAROKI YOHANES PENGINJIL LINGGANG MELAPEH TERHADAP PENDIDIKAN IMAN ANAK S K R I P S I Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, dari sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu kenyataan atas keinginan

Lebih terperinci

Roh Kudus. Penolong dan Penghibur HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS

Roh Kudus. Penolong dan Penghibur HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS HIDUP BARU BERSAMA KRISTUS Roh Kudus Penolong dan Penghibur GEREJA YESUS SEJATI Pusat Indonesia Jl. Danau Asri Timur Blok C3 number 3C Sunter Danau Indah Jakarta 14350 Indonesia Telp. (021) 65304150, 65304151

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

Pembaptisan Air. Pengenalan

Pembaptisan Air. Pengenalan Pembaptisan Air Pengenalan Penting sekali bagi kita membaca Alkitab dan mempelajari apa yang Tuhan katakan kepada umatnya. Saya percaya kita perlu meneliti Kitab Suci secara menyeluruh untuk mengetahui

Lebih terperinci