Gambar 1.2 Beberapa Spot di Kawasan Keraton Surakarta Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2012
|
|
- Yanti Pranata
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dinamis dari suatu kota dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat dari berbagai bidang, diantaranya bidang ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Proses perkembangan yang terjadi kemudian menciptakan sejarah yang terekam dalam peninggalan sejarah, baik dalam bentuk berwujud (tangible) maupun tidak berwujud (intangible). Peninggalan sejarah kota tersebut tentu saja menjadi karakteristik identitas tersendiri, sehingga diperlukan upaya pelestarian peninggalan urban heritage yang dimiliki. Keraton Kasunanan Surakarta dengan romantika kesejarahan yang dimilikinya dari waktu ke waktu merupakan rangkaian pusaka (heritage) yang menjadi daya tarik yang perlu dilestarikan dan dikembangkan dengan bijaksana. Sebagai suatu keraton yang bersejarah dan pusat kebudayaan Jawa, Keraton Surakarta menjadi salah satu kota kuno di Indonesia yang tetap hidup, bahkan makin hari makin berkembang, dari segi kehidupan masyarakatnya maupun segi spasialnya dengan masih kentalnya nuansa budaya tradisional kerajaan masa lampau yang berarsitektur Jawa maupun Kolonial seiring dengan sejarah penjajahan bangsa Eropa di Indonesia di masa lampau. Keraton Surakarta mempunyai sistem tatanan wilayah yang terdiri dari Alun-Alun (Utara-Selatan), Sitihinggil (Utara-Selatan), Baluwarti, dan Kedhaton, yang semua melambangkan tatanan sosial masyarakat, dari lapisan masyarakat rakyat biasa, para punggawa (abdi dalem) sebagai lapisan di atasnya, para bangsawan (putro dan sentono) sebagai lapisan tipis di bawah raja dan raja yang berada di lapisan puncak tertinggi. Secara keseluruhan bangunan-bangunan keraton terbentang dari Gapuro Gladhag sampai Gapuro Gading memiliki unsur fisik dan non fisik bernilai filosofis-religius yang melambangkan susunan perjalanan hidup manusia agar dapat hidup selamat di dunia dan akhirat. Selain itu nama-nama tempat dan bangunan yang ada di dalam Kompleks Keraton tersebut juga melambangkan suatu pesan tuntunan hidup untuk menjadi manusia yang utama, sebagai syarat untuk mendapatkan keselamatan hidup. Menurut pandangan hidup kejawen, keraton sebagai Pusering Tanah Jawi dan Sumbering Kabudayaan Jawi yaitu menjadi titik pusat jagat raya dan sumber kebudayaan dengan konsep kosmis, kosentris dan melingkar, serta menjadi pusat orientasi kehidupan masyarakat Jawa (Yosodipuro, 1994). Budaya keraton mengarahkan masyarakat memiliki nilai-nilai luhur budaya pembentuk 1
2 pandangan hidup dan cerminan perjalanan hidup manusia di dunia hingga di alam baka Sangkan Paraning Dumadi hingga Manunggaling Kawula Gusti, yang kesemuanya terdapat dalam konsep semiotika ruang kawasan dan wujud fisik Raja dianggap titisan atau dewa dan berperan sebagai Sayyidin Panatagama Kalifatullah (pemimpin agama) yang diakui memiliki kelebihan dan kedekatan dengan Yang Maha Kuasa. Gambar 1.1 Sistem Tatanan Wilayah Keraton Surakarta Sumber : Sasana Pustaka Keraton Surakarta Gambar 1.2 Beberapa Spot di Kawasan Keraton Surakarta Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2012 Permukiman Baluwarti sebagai warisan kampung tradisional kerajaan yang bersejarah (historical urban center), keberadaannya menjadi sangat penting bagi artefak kota Surakarta. Kawasan yang terdapat di dalam lingkaran tembok benteng Kompleks Keraton Surakarta ini merupakan bentuk permukiman tradisional yang hingga saat ini masih aktif dihuni serta memiliki latar belakang sejarah, wujud fisik (artefak), maupun aktifitas yang khas. Kawasan Baluwarti merupakan sub sistem wilayah keraton yang menjadi tempat pemukiman para pangeran dan bangsawan, pejabat tinggi keraton, para abdi dalem, pembantu terdekat raja serta para prajurit. Sedangkan Kedhaton merupakan sub sistem tempat tinggal raja beserta keluarganya. 2
3 Keraton sebagai pusat kawasan Baluwarti, telah menjadi lambang kelestarian budaya dan adat-istiadat yang diwariskan turun temurun dan masih berlangsung hingga saat ini, dianggap memiliki kekuatan magis dan segala kegiatannya mengandung berbagai sistem dan aturan. Nilai budaya diwariskan turun temurun dalam kehidupan menjadi sumber pandangan, orientasi kehidupan masyarakat yang mempunyai kepercayaan dan mengakui adanya keselarasan hubungan dekat antara alam semesta dan manusia (makro dan mikro kosmos). Masyarakat Baluwarti berpendapat antara manusia, dunia, dan goib (Adi Kodrati), sebagai satu kesatuan pengalaman perjalanan hidup manusia. Warisan leluhur diyakini sebagai dasar identitas bagi individu agar mendapatkan tempat dan pengakuan dari masyarakat luas. Sistem nilai budaya merupakan tingkatan paling abstrak dari hidup dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat (Koentjaraningrat, 1974:32). Dalam pola pikir masyarakat Baluwarti, keraton merupakan representasi jagat raya dalam bentuk kecil yaitu kesejajaran makrokosmos (jagad raya) dengan mikrokosmos (keraton), yang menggambarkan bahwa manusia selalu berada di bawah pengaruh kekuatan alam dari berbagai penjuru yang dapat menghasilkan kemakmuran, kesejahteraan, dan juga bencana. Adanya mitos terhadap kekuatan alam telah memberikan pengaruh terhadap pikiran dan penafsiran akan adanya kekuatan tertentu, sehingga tidak jarang diadakan upacara khusus sebagai usaha menciptakan keharmonisan hidup dengan alam. Keharmonisan itu dicapai dengan cara membangun suatu kerajaan atau Keraton yang dianggap sebagai alam semesta dalam skala kecil (Brotodiningrat, 1978). Secara morfologi, kawasan Baluwarti yang merupakan subcore area bagi keraton, pada awalnya dipengaruhi oleh konsep tata ruang Kotaraja Kerajaan Mataram, namun saat ini pola kehidupannya mulai berubah, pemanfaatan fungsi rumah dan permukiman juga mulai bergeser dengan tatanan ruang dan bentukan bangunan kebanyakan sesuai keinginan serta kebutuhan masing-masing penghuni, sehingga terasa kurang mempunyai keterkaitan (linkage) dengan Keraton Surakarta. Padahal permukiman Baluwarti seharusnya memiliki unsur fisik dan non fisik yang tersusun secara filosofis-religius mengatur olah pikir dan batin manusia dalam upaya mencapai keselarasan hidup. Sebagai akibat dari proses perubahan tersebut, cepat atau lampat dikuatirkan dapat mempengaruhi kualitas lingkungan permukiman, bahkan dapat menghilangkan identitas sebagai bentuk permukiman tradisional. 3
4 Seiring dengan berjalannya waktu serta tuntutan dan sistem kehidupan, Baluwarti telah mengalami tahap perubahan dari masa ke masa, yang nampak pada hunian, sarana dan prasarana, serta elemen-elemen atau unsur-unsur pembentuk struktur lingkungan Baluwarti di masa lampau dan di masa sekarang. Melalui pengamatan awal Baluwarti terlihat mempunyai karakter dan keunikan, khususnya dalam pola tatanan ruangnya dan mempunyai struktur lingkungan yang menyatu dengan Keraton Kasunanan Surakarta. Gambar 1.3 Kondisi perkampungan di Kawasan Baluwarti Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2012 Dalam pengamatan awal terhadap lingkungan permukiman Baluwarti, terlihat gejala perubahan sosio-kultural maupun fisik lingkungannya. Kondisi sebagian besar kawasan Baluwarti sekarang ini sudah menunjukkan kesemrawutan bentuk, façade dan space usenya (tata guna ruang atau lahan). Hal tersebut akan menyebabkan berkurangnya nilai religious atau kesakralan kawasan, ketidakefesienan pemanfaatan lahan dan penurunan nilai lahan. Perkembangan kawasan Baluwarti mengakibatkan berbagai peralihan fungsi, aktivitas, maupun arsitektur, hingga mempengaruhi kepadatan maupun aktivitas yang mengakibatkan penurunan amenity pubik serta kekacauan space use yang kurang relevan dalam mendukung kawasan sebagai pusat budaya. Pemanfaatan ruang yang tidak tepat pada kawasan menjadikan hilangnya nilai kesakralan dan memberi dampak negatif bagi façade-façade kawasan itu sendiri, maupun urban space yang dilingkupinya. Di sisi lain dalam hubungannya dengan perwujudan nyata, latar belakang kebudayaan memberikan corak-corak logika, etika dan estetika yang didiskripsikan dalam suatu wujud : ruang, elemen, ragam hias, arsitektur, serta urban space dengan elemen-elemen tradisionalnya. 4
5 Melihat gejala perubahan kawasan, maka menjadi suatu hal penting untuk ditemukan adalah berkaitan dengan struktur permukiman tersebut dilihat dari kajian semiotika dan morfologi kawasan. Semiotika berkembang sejalan dengan perkembangan postmodern yang awalnya dikembangkan dalam lingkup kajian bahasa dan mulai bersinggungan dengan arsitektur ketika mulai disadari bahwa arsitektur dan kawasan kota juga merupakan serangkaian tanda dan bahasa. Sehingga kajian yang dilakukan berangkat dari adanya fenomena perubahan yang terjadi pada lingkungan permukiman dalam konteks hubungan interrelasi dari unsur-unsur utama lingkungan, sebagai pembentuknya yang dikaitkan dengan perubahan sosio-kultural masyarakatnya. Hasil dari penelitian semiotika pembentuk ruang kawasan Baluwarti ini nantinya digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengelolaan dan penataan kawasan Baluwarti sebagai bentuk permukiman tradisional yang memiliki suasana spesifik, memerlukan penanganan mendetail dalam penataan bangunan dan lingkungannya, guna menunjang potensi-potensi sejarah dan melestarikan artefak-artefak pusaka budaya yang dimiliki, agar tetap lestari (tidak luntur) menghadapi perkembangan jaman yang ada. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian Perumusan masalah kawasan yang dicermati dan dikaji lebih lanjut, diperlukan sebagai embrio bagi pedoman penataan dan pengendalian pemanfaatan ruang, serta indikator perubahan pola bentuk dan struktur, yaitu : a. Elemen-elemen urban desian yang bersifat tradisional telah semakin hilang. b. Wujud perkembangan tata ruang kawasan yang sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai tradisional pada kawasan. c. Terjadinya perubahan semiotika ruang dan unsur pembentuk permukiman. 1.3 Pertanyaan Penelitian Perwujudan permukiman Baluwarti tidak dapat lepas dari kondisi kehidupan sosial budaya masyarakatnya dan berpegaruh pada bentuk dan kondisi lingkungan fisik permukimannya. Hal tersebut menyebabkan munculnya beberapa pertanyaan penelitian seperti berikut ini : a. Seperti apakah kondisi yang menunjukkan bahwa elemen-elemen urban desain yang bersifat tradisional di kawasan Baluwarti telah semakin hilang? b. Bagaimanakah kondisi ruang sakral dan ruang profan pada permukiman tradisional di kawasan Baluwarti? 5
6 c. Apakah wujud perkembangan ruang kawasan permukiman tradisional di Baluwarti pada saat ini telah menyimpang dari konsep semiotika, serta dari sumbu konsepsi simbolisme tradisional yang telah ada sebelumnya? d. Faktor-faktor apa saja yang menyebakan terjadinya perubahan nilai dan makna pada konsep semiotika ruang kawasan Baluwarti? e. Bagamanakah arahan yang perlu dikembangkan, agar perubahan atau penyimpangan nilai semiotika kawasan tidak semakin berlanjut, sehingga dapat melestarikan dalam upaya mempertahankan konsep awal Baluwarti? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menemukan elemen-elemen urban desain dan perubahannya yang memiliki nilai semiotika tanda makna yang bernilai historis namun mengalami perubahan sebagai pembentuk struktur permukiman di Baluwarti yang bermanfaat untuk penyusunan arahan atau guideline dalam penanganan perkembangan kawasan Baluwarti. 1.5 Sasaran Penelitian Rangkaian proses penelitian ini diharapkan menjadi dasar acuan perencanaan urban desain pada kawasan Baluwarti yang berupa suatu rancangan lingkungan yang berfungsi untuk mengendalikan wujud struktural pemanfaatan ruang kawasan. Rancangan tersebut diharapkan mampu memberikan keuntungan secara kualitatif dibidang arsitektur perkotaan dan sosial budaya melalui pemanfaatan urban artefak dan relation connection conceptual visual dengan memperhatikan bagian kawasan yang mengalami gejala-gejala perubahan, khususnya perubahan pada elemen tradisionalnya. 1.6 Manfaat Penelitian Setelah dilakukannya rangkaian penelitian ini, maka diharapkan akan diperoleh beberapa manfaat bagi warga dan komunitas setempat, antara lain : a. Semakin banyak kegiatan sakral atau religious yang tinggi nilainya yang nantinya dapat meningkatkan kualitas kawasan. b. Mampu menjadi alat pengendali pembangunan fisik pada kawasan agar dapat memperbaiki potensi dan nilai asset kawasan serta dapat menciptakan suatu kawasan yang manusiawi dan rekreatif sesuai dengan kultur dan budaya yang ada pada kawasan Baluwarti. 6
7 1.7 Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup Penelitian ini dibatasi pada permukiman yang terdapat di Kawasan Keraton Surakarta dan secara materi berhubungan dengan bentuk fisik tata lingkungan serta sosio-kultural permukiman. Sebagai kampung tradisional yang mengikuti konsep semiotika simbolisme, Baluwarti termasuk lingkungan konsentris yang berada di dalam jeron beteng yakni diantara benteng Kedhaton dan tembok Baluwarti. Unsur-unsur struktur permukiman Baluwarti dikategorikan berdasar pengelompokan hunian, menurut peran dan fungsi masing-masing, yakni area Bangsawan, area abdi dalem, dan area fasilitas umum keraton. Gambar 1.4 Peta Kawasan Baluwarti Sumber : Data Bakosurtanal, 2010 Penentuan unit-unit informasi dalam penelitian ini berbasis dari acuan teori yang berkaitan dengan tujuan penelitian berdasarkan hasil pengamatan di lapangan agar mendapat gambaran yang kontektual. Berikut ini beberapa kriteria dasar di dalam penggalian unit-unit informasi, antara lain yaitu ; a. Berdasarkan teori (theory based) dan ground riset. b. Mengandung pengertian yang jelas dan tegas. c. Bersifat operasional, sederhana, praktis, mudah dilaksanakan, dan mudah digunakan dalam pengolahan data dan analisis. d. Menggunakan kajian semiotika ruang melalui morfologi perkembangan wajah kawasan Keraton Surakarta dan hubungan antar perkampungan yang ada pada kawasan Keraton Surakarta. Dari penentuan unit informasi tersebut, maka akan nampak kekuatan-kekuatan nilai dan makna yang saling mempengaruhi dan menciptakan jaringan antar bagian yang ada pada kawasan, serta hirarki dan dinamika hubungan antar bagian dari masa ke masa dalam membentuk suatu permukiman tradisional. 7
8 1.8 Batasan Penelitian Batasan penelitian memfokuskan pada semiotika ruang sebagai unsur pembentuk pemukiman di Kawasan Baluwarti Keraton Surakarta dengan kajian semiotika simbolisasi falsafah hidup dan morfologi perkembangan kawasan. Wujud dinamika perkembangan tatanan fisik lingkungan permukiman berupa perubahan permukiman dalam kurun waktu tertentu yang dapat diartikan sebagai sesuatu dalam arti positif maupun negatif. Perubahan mengacu pada prinsip form follow function, kata follow ditentukan oleh lingkaran kebutuhan dan aktivitas manusia, sedangkan kata form dipilih untuk memenuhi kepuasan dalam konteks kebutuhan tersebut. Jadi apabila aktifitas dan kebutuhan manusia berubah, maka bentuk dan tanda makna juga akan berubah (Schultz, 1991). Penelitian ini mengambil judul Semiotika Ruang sebagai Unsur Pembentuk Permukiman Tradisional Baluwarti Keraton Surakarta. Semiotika yang dimaksud di pada judul tersebut diterjemahkan sebagai suatu makna yang terdapat dalam unsur kerangka kawasan (framework), sehingga terjadi suatu pertalian urban tissue antara unsur-unsur pembentuk kawasan pemukiman tradisional Baluwarti dengan segala bentuk aktivitas masyarakat sehari-hari dan politis kekuasaan keraton. Penelitian ini bukanlah penelitian sejarah kota, walau banyak menggunakan data sejarah. Data sejarah diperlukan hanya untuk mengetahui keadaan mula-mula ruang kawasan, yang berguna bagi pemahaman bentuk dan konsep awal. Penelitian dengan pendekatan kesejarahan selalu memerlukan pembatasan temporal dan spasial yang jelas sehingga dapat menempatkan peristiwa-peristiwa dalam kaitan hubungan yang jelas, sehingga tidak diperoleh gambaran yang timpang dan mengambang. Bentuk permukiman Baluwarti dilihat sebagai suatu konfigurasi pola-pola geometris yang dipandang sebagai kesatuan sistem spasial, fisik, dan stylistik unsur penunjang aktifitas perilaku kehidupan masyarakatnya yang mengacu pada makna khusus kawasan seputar keraton sejak era Paku Buwono II (era Keraton Surakarta pindah dari Pajang Kartasura ke Desa Sala) sampai pada era Paku Buwono XIII (era sekarang). 1.9 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan tinjauan cultural heritage kawasan Baluwarti dilihat dari perkembangan fisik kawasan yang semakin tinggi aktivitasnya dan menjelma sebagai perkampungan padat penduduk dan beberapa berubah fungsi dari hunian ke komersial. 8
9 Lingkup substansi melalui pengkajian aspek fisik dan non-fisik kawasan Baluwarti, yang meliputi kesesuaian dengan konsep tata ruang negara Mataram (Jawa), yaitu sistem klasifikasi semiotik simbolisme, pola gradasi kesakralan, kawasan pertahanan, dan pola pergerakan ritual, serta kajian elemen kawasan. Pengkajian tersebut untuk meningkatkan kualitas dan sense of place kawasan Baluwarti dalam mempertahankan identitas sebagai permukiman tradisional. Gambar 1.5 Posisi Lokasi Penelitian di Kota Surakarta Sumber : Secara administratif, wilayah kampung Baluwarti merupakan kawasan sebuah kelurahan, yaitu Kelurahan Baluwarti, dengan luas wilayah ± 40,70 Ha tersebut terbagi dalam 14 kampung, yaitu Mloyosuman, Tamtaman, Carangan, Gondorasan, Lumbung Wetan, Sekulanggen (Lumbung Kulon), Wirengan, Ngelos, Hordenasan, Langensari, Mangkuyudan, Gambuhan Lor, Gambuhan Kidul, dan Suronatan. Dengan lokasi yang berada di tengah kota Surakarta, kampung Baluwarti dapat dicapai dari empat arah penjuru mata angin. Utara : melalui pintu gerbang Kori Brajanala Lor (utara). Selatan : melalui pintu Kori Brajanala Kidul (Selatan). Barat : melalui Lawang Gapit Kulon. Timur : kompleks Baluwarti bisa dicapai melalui Lawang Gapit Wetan. 9
10 Gambar 1.6 Citra Satelit Lokasi Penelitian Sumber : diambil dari Google Earth, 2012 Gambar 1.7 Peta Akses Masuk Kawasan dan Pembagian Kampung Sumber : Hasil Survei Eksisting Peneliti,
11 1.10 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang secara khusus mengambil lokasi di Kawasan Keraton Kasunanan Surakarta pernah dilakukan oleh L.Adam (1940), Timothy E.Behrend (1982), Darsiti Suratman (1989), Sidharta dan Eko Budiharjo (1989), Sri Lestari (1990), Fakultas Teknik UGM (1992), Sumarlina (1993), Direktorat Tata Bangunan Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum (1993), Danang Rudatin (1994), dan Bambang Erwin (1998). a. L. Adam dalam karya tulisnya De Pleinen Poorten En Gebouwen van De Keraton van Jogjakarta. Penelitian ini menjelaskan secara deskriptif ruangruang, gerbang-gerbang serta bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta dan Surakarta, serta melacak kemiripan-kemiripan tata ruang dan bangunan antara Keraton Plered, Mojokerta, Kartosuro, Surakarta, dan Yogyakarta, Kanoman dan Kasepuhan Cirebon. Dalam penelitian tersebut dijelaskan beberapa fungsi ruang halaman bangunan dan tafsiran arti nama kori dan gapura. Uraian Adam tentang keraton banyak dibantu oleh Ny. A Resinck, Ir V.R van Romoundt, Stutterheim, Pegeaud Resident van der Capellen, controleur agrarian A.Jongkers, N.Y.A. Pepezak. Dari isi uraiannya diduga Adam menggunakan metode deskriptif dengan teknik survey lapangan, kepustakaan, dan wawancara. Uraiannya tidak memperlihatkan analisis. Karya Adam dalam daftar referensi Darsiti termasuk dalam referensi jenis artikel dan catatan. b. Timothy Earl Behrend (1982), berusaha mengungkap keberadaan Keraton Kasunanan Surakarta dipandang dari konsep kosmogoni. Dikatakan bahwa keraton dianggap sebagai pusat dunia (makrokosmos) yang berbentuk lingkaran yang tersusun secara konsentrik. Semakin mendekati pusat keraton (kedhaton) semakin bersifat sakral, dan sebaliknya makin menjauhi pusat makin berkurang nilai kesakralannya memiliki peran penting dalam mendukung keberadaan keraton sebagai pusat asal peradaban, budaya, dan pemerintahan. c. Darsiti Soeratman (1989) dalam Kehidupan Dunia Keraton Surakarta yang diterbitkan oleh Taman Siswa Yogyakarta adalah cuplikan desertasi doktorat. Fokus penelitian adalah tata cara norma kehidupan keraton termasuk dalam konsep tata ruang kawasan yang menerapkan pola mancalima (mengutip pendapat G.P. Rouffaer). Uraian tentang kaitan budaya arsitektural keraton diambil dari pendapat para ahli seperti L.Adam, Th.Pigeaud, serta B.H.M. Vlekke. Beliau menggunakan bahan dokumenter dan metode sejarah. 11
12 d. Sidharta dan Eko Budiharjo (1989) dalam suatu penelitian yang dilakukan terutama dalam usaha pelestarian bangunan-bangunan di kawasan Keraton Kasunanan Surakarta yang harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip kerja konservasi untuk bangunan yang bernuansa historis. e. Sri Lestari (1990) menyusun skripsi S-1 Fakultas Sastra dan Budaya UGM dengan judul Unsur Unsur Arsitektur Barat di Keraton Surakarta, melakukan telaah terhadap ornamen-ornamen dari bangunan Keraton dengan metoda eksplorasi deskriptif. Substansi studi adalah mencari unsurunsur dan ornamen bengunan yang bercorak Arsitektur Barat dan menelusuri sebab-sebabnya melalui studi sejarah Keraton Surakarta. f. Fakultas Teknik UGM (1992) yang melakukan penelitian berjudul Studi Pemanfaatan Potensi Keraton Kasunanan Surakarta, merupakan studi pengembangan kawasan wisata budaya lebih memusatkan pada mengidentifikasikan potensi di dalam keraton. g. Sumarlina (1993) melakukan penelitian arkeologi dengan judul Pola Tata Kota Surakarta Awal dan Perkembangannya, berdasarkan data artefak dan toponomi yang menggambarkan perkembangan pola tata kota Surakarta. Kota Surakarta yang dasari oleh konsep-konsep Jawa Islam, mempunyai perkembangan yang lebih berbeda dengan kota-kota kerajaan Islam lainnya, yaitu dipengaruhi oleh faktor politik ikut menentukan perkembangan kota. h. Direktoral Tata Bangunan Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Kotamadya Surakarta (1993), telah melakukan penelitian berjudul Penyusunan Identifikasi Data Kawasan Keraton Pasar Gede Mangkunegaran Surakarta, yang mengidentifikasi data dalam usaha melestarikan tiga kawasan tersebut diatas. Lokus penelitian meliputi tiga kawasan, lebih banyak membahas hal-hal yang melatarbelakangi kehidupan masyarakat di Baluwarti ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, dan budaya. i. Danang Rudatin (1994) menyusun skripsi S-1 Fakultas Sastra dan Budaya UGM, dengan judul Pintu Gerbang Keraton Surakarta, Tinjauan Terhadap Keletakan, Fungsi, dan Bentuknya. Studi yang dilakukan dalam bentuk eksplorasi deskriptif istilah-istilah dari elemen gapura dan plengkung secara grafis, dilihat dari keletakan, fungsi yang dikaitkan dengan penamaan, dan unsur-unsur yang membentuk style dikaitkan dengan elemen-elemen candi. j. Bambang Erwin (1998) melakukan penelitian dengan judul Perubahan Spasial Lingkungan di Baluwarti Surakarta. Penelitian yang dilakukannya untuk memperoleh gambaran secara deskriptif perubahan spasial lingkungan Baluwarti dan menemukan faktor-faktor yang menyebabkan 12
13 terjadinya perubahan secara keseluruhan, berdasarkan kurun waktu tahun Melalui pengkajian terhadap perubahan spasial secara fisik lingkungan non fisik dari masyarakat Baluwarti pada masa tertentu, diharapkan dapat diidentifikasi faktor-faktor yang berubah dan mampu memberikan solusi pelestarian kawasan Baluwarti sebagai salah satu kawasan urban heritage di Kota Surakarta. Semua penelitian di atas adalah penjelasan secara diskriptif fenomena fakta sejarah lokal dengan tidak mengkaitkan dengan fenomena tanda dan makna yang terdapat pada kawasan permukiman di Keraton Surakarta. Sehingga penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah usaha membentuk rumusan pengertian tentang semiotika ruang kawasan sebagai unsur utama pembentuk struktur permukiman tradisional Baluwarti Keraton Surakarta Sistematika Penelitian Nantinya penyajian thesis yang mengambil judul Semiotika Ruang sebagai Unsur Utama Pembentuk Struktur Permukiman Tradisional Baluwarti di Keraton Surakarta ini disusun menurut sistematika baku, dengan uraian sebagai berikut ini : BAB I : PENDAHULUAN Bagian ini diawali dengan uraian mengenai latar belakang penelitian yang mencakup alasan dalam pemilihan obyek dan beberapa makna penting yang nantinya diperoleh melalui penelitian kedua obyek tersebut. Perumusan masalah penelitian ditetapkan dalam bab ini yang menjadi dasar dalam penetapan tujuan dan manfaat penelitian ini. Beberapa batasan penelitian diuraikan secara jelas yang mencakup beberapa pengertian khusus dan lingkup wilayah penelitian. BAB II : KAJIAN PUSTAKA Bagian ini akan menguraikan beberapa konsep dan landasan teoritik yang berisi tentang teori pelestarian kota pusaka, semiotika ruang, morfologi kawasan, teori simbol dalam arsitektur perkotaan, teori mengenai unsur pembentuk permukiman tradisional, teori pelestarian kawasan heritage, serta teori tentang Kawasan Keraton Surakarta. BAB III : RANCANGAN PENELITIAN Pada bab ini diuraikan tentang metoda penelitian yang digunakan, yaitu metode penelitian kualitatif dengan pendekatan rasionalistik yang penerapannya dalam studi kasus diteliti dan dijelaskan suatu metoda pengumpulan data yang dilaksanakan dalam penelitian. Selain itu dijelaskan pula langkah-langkah penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan akhir penelitian. 13
14 BAB IV : GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Sejarah singkat berdirinya Keraton Kasunanan Surakarta, perkembangan Keraton Surakarta, gambaran umum wilayah penelitian, kondisi sosial budaya, perkembangan pembangunan Keraton Surakarta, bentuk dan struktur lingkungan permukiman di Kawasan Keraton Surakarta, area ndalem pangeran, area sentana dalem dan abdi dalem, area fasilitas-fasilitas umum. BAB V: ANALISA PEMBAHASAN Bab ini merupakan uraian analisis data yang disajikan secara deskriptif dan menyeluruh yang dikaitkan dengan teori-teori yang telah diuraikan pada bagian kajian pustaka. Analisis dilakukan dengan menguraikan semiotika (makna dan tanda) yang terdapat pada perkampungan di kawasan Baluwarti, analisis morfologi susunan ruang kawasan, analisis identitas dan spasial kawasan (path, edges, district, nodes, landmark, dan visual), analisa pola dan struktur kawasan Baluwarti, serta analisa perubahan sosial budaya dan ekonomi masyarakat di kawasan Baluwarti. Dari hasil analisa tersebut akan nampak apakah terjadi degradasi pada kawasan tradisional Baluwarti yang menyebabkan melemahnya daya hidup dan metabolisme kawasan. BAB VI: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan menguraikan berbagai temuan penting dalam penelitian ini yang disusun dalam suatu kesimpulan hasil penelitian serta kemudian sebagai tindak lanjut hasil penelitian tersebut akan diberikan beberapa rekomendasi guideline yang berkaitan dengan hasil penelitian. Kemudian menentukan konsep dasar yang dapat digunakan sebagai guideline lingkungan tradisional Baluwarti yang berguna untuk membuat suatu konsep pengendalian perubahan dan perkembangan fisik kawasan dengan memperhatikan unsur-unsur urban components concept, the idea of reconstruction concept, cultural scanes concept (spiritual, cultural, dan tourism), art and craft concept, traditional festifal market place concept, serta street for people concept (pedestrian environment, traffic management, dan arcade) 14
BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI
BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau
Lebih terperinciBAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan
BAB 6 PENUTUP Pada bab ini disampaikan kesimpulan hasil studi pengembangan konsep revitalisasi tata lingkungan tradisional Baluwarti, saran untuk kepentingan program revitalisasi kawasan Baluwarti, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kotagede adalah sebuah kota lama yang terletak di Yogyakarta bagian selatan yang secara administratif terletak di kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebagai kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah keberadaan kota Surakarta tidak bisa terlepas adanya keraton Surakarta yang secara proses tidak dapat terlepas pula dari kerajaan pendahulunya yakni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara
Lebih terperinciBab VI. KESIMPULAN dan SARAN
Bab VI KESIMPULAN dan SARAN 6.1 Kesimpulan Karakter suatu tempat berkaitan dengan adanya identitas, dimana didalamnya terdapat tiga aspek yang meliputi : aspek fisik, aspek fungsi dan aspek makna tempat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kota Kota merupakan suatu komponen yang rumit dan heterogen. Menurut Branch (1996: 2) kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu atau lebih penduduk, sedangkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan Rossler, 1995). Lanskap budaya pada beberapa negara di dunia
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan
533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.
Lebih terperinciSTUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR
STUDI POLA MORFOLOGI KOTA DALAM PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA DI KABUPATEN KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: LAELABILKIS L2D 001 439 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D
STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang
Lebih terperinciSURAT PERNYATAAN KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR v DAFTAR TABEL vii ABSTRAK viii ABSTRACT. ix
DAFTAR ISI halaman SURAT PERNYATAAN KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI i DAFTAR GAMBAR v DAFTAR TABEL vii ABSTRAK viii ABSTRACT. ix BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Permasalahan.. 5 1.3 Keaslian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Perumusan Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Perumusan Masalah 1. Latar belakang dan pertanyaan penelitian Berkembangnya arsitektur jaman kolonial Belanda seiring dengan dibangunnya pemukiman bagi orang-orang eropa yang tinggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami. perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan fungsi baru untuk menunjang ragam aktivitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni
Lebih terperinciIdentitas, suatu objek harus dapat dibedakan dengan objek-objek lain sehingga dikenal sebagai sesuatu yang berbeda atau mandiri.
PENDAHULUAN.1 Latar Belakang Dalam memahami citra kota perlu diketahui mengenai pengertian citra kota, elemenelemen pembentuk citra kota, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan citra kota dan metode
Lebih terperinciKAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR
KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR Oleh: RINA AFITA SARI L2D 306 021 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAKSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta, atau yang disingkat DIY, memiliki keistimewaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul 1.1.1 Judul Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual 1.1.2 Pemahaman Esensi Judul Ruang komunal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat yang mendiami daerah tertentu mempunyai suku dan adat istiadat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman suku bangsa dan keanekaragaman kebudayaan yang akan menjadi modal dasar sebagai landasan pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menelusuri kota Yogyakarta tidak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi Kampung Kauman. Kampung Kauman terletak di sebelah barat alun-alun utara kota Yogyakarta, Berada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Menurut sejarah yang diceritakan K.R.T. Darmodipuro, dahulu di tepi sungai
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Menurut sejarah yang diceritakan K.R.T. Darmodipuro, dahulu di tepi sungai Kabanaran, dibagian timur sungai Premulung, terdapat sebuah pasar yang besar yang termasuk
Lebih terperinciSTUDI PERKEMBANGAN DAN PELESTARIAN KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 33, No. 1, Desember 2005: 112-124 STUDI PERKEMBANGAN DAN PELESTARIAN KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA Nurul Sri Hardiyanti Alumnus Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN LITERATUR
BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting
Lebih terperinciPERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D
PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gambar 1-3 Gambar 1. Geger Pecinan Tahun 1742 Gambar 2. Boemi Hangoes Tahun 1948 Gambar 3.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Solo telah banyak mengalami bencana ruang kota dalam sejarah perkembangannya. Setidaknya ada tiga peristiwa tragedi besar yang tercatat dalam sejarah kotanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan. pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi fungsi dan bentuk fisiknya. Kawasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pada perkembangannya memiliki dinamika yang tinggi sebagai akibat dari proses terjadinya pertemuan antara pelaku dan kepentingan dalam proses pembangunan. Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat
Lebih terperinciWALIKOTA PALANGKA RAYA
1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN BANGUNAN BERCIRIKAN ORNAMEN DAERAH KALIMANTAN TENGAH DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, dan dilandasi adat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Gelebet, dalam bukunya yang berjudul Aristektur Tradisional Bali (1984: 19), kebudayaan adalah hasil hubungan antara manusia dengan alamnya. Kelahirannya
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari pengaruh saat Keraton Yogyakarta mulai dibuka sebagai salah satu obyek kunjungan pariwisata
Lebih terperinciGambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : BAPEDDA Surakarta
11 BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian mengenai pengaruh konsep lanskap Keraton terhadap lanskap Kota ini dilakukan pada kawasan Keraton Kesunanan dan kawasan Kota. Peta lokasi penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan.
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan. 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman perwujudan bangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kota Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pariwisata dan kebudayaan juga merupakan pintu gerbang keluar masuknya nilai-nilai budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kota pastinya memiliki nilai sejarah tersendiri, dimana nilai sejarah ini yang menjadi kebanggaan dari kota tersebut. Peristiwa peristiwa yang telah terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang. Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota Semarang sebelah utara, berbatasan
Lebih terperinciPENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: OCTA FITAYANI L2D
PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA-KOTA AWAL DI KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR Oleh: OCTA FITAYANI L2D 001 448 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2005 ABSTRAK
Lebih terperinciAbito Bamban Yuuwono. Abstrak
PERAN PENDAMPINGAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN KRATON YOGYAKARTA SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA MEMINIMALISIR DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA Abito Bamban
Lebih terperinciSTUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR
STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : ADIB SURYAWAN ADHIATMA L2D 000 394 JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya dengan ragam kebudayaan. Kekayaan budaya itu tersimpan dalam kebudayaan daerah dari suku-suku bangsa yang memiliki
Lebih terperinciTugas akhir ismail yakub BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
96 34D D52 PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Tinjauan umum Surakarta Dalam strategi pengembangan nasional maupun kebijaksanaan Pemerintah Daerah Tingkat Jawa Tengah, kota Surakarta telah ditetapkan sebagai
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEKTUR BANGUNAN BERCIRI KHAS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciRully. Abstrak. Kata kunci: peran pendampingan masyarakat, degradasi kualitas kawasan
PERAN PENDAMPINGAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN KRATON SURAKARTA SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA MEMINIMALISIR DEGRADASI KUALITAS KAWASAN CAGAR BUDAYA Rully Abstrak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II pada tahun 1744 sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid
BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Pengertian judul : MUSEUM MUSIK TRADISONAL JAWA TENGAH DI BENTENG VASTENBURG SURAKARTA adalah sebagai berikut : Museum : Gedung yang digunakan sebagai tempat untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. elemen fisik yang menunjukan rupa kota itu sendiri. Aspek fisik dan sosial ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1 Karakter Kawasan Perkotaan Kota merupakan ruang bagi berlangsungnya segala bentuk interaksi sosial yang dinamis dan variatif. Sebagai sebuah ruang, kota terbentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kawasan Ampel (Koridor Jalan Nyamplungan - Jalan Pegirian) Sebagai pusat ibadah dan pusat dakwah Islam yang dirintis oleh Sunan Ampel, kawasan ini menjadi penting
Lebih terperinciPERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D
PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI
BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai Dasar Pertimbangan, Konsep Pelestarian, Arahan pelestarian permukiman tradisional di Desa Adat
Lebih terperinciKAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D
KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciButulan sebagai Ruang Harmoni dan Keselarasan pada Arsitektur di Laweyan Surakarta
TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Butulan sebagai Ruang Harmoni dan Keselarasan pada Arsitektur di Laweyan Surakarta Rinaldi Mirsyad (1), Sugiono Soetomo (2), Mussadun (3), Asnawi Manaf (3) rinaldi mirsyad_husain@yahoo.com
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah destinasi pariwisata di Indonesia yang memiliki beragam produk wisata andalan seperti wisata sejarah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik sudah diakui masyarakat internasional sebagai warisan budaya Indonesia. Selain sebagai karya kreatif yang sudah berkembang sejak jaman dahulu serta sebagai hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia khususnya di daerah perkotaan sibuk dengan pekerjaannya yang terlalu menyita waktu. Akibatnya mereka berusaha mencari kegiatan yang dapat melepaskan keletihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Dari uraian pada bab-bab terdahulu, dapat dikemukakan. beberapa temuan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini.
BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Dari uraian pada bab-bab terdahulu, dapat dikemukakan beberapa temuan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini. 1. Perkembangan morfologi dan aspek-aspek simbolik di Kota
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM WILAYAH
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemampuan pariwisata sebagai generator pertumbuhan ekonomi telah diketahui oleh insan pariwisata, sehingga harapan sektor pariwisata sebagai andalan untuk meningkatkan
Lebih terperinciPERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR
PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : YUNIKE ELVIRA SARI L2D 002 444 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciSTUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR
STUDI KOMPARATIF POLA MORFOLOGI KOTA GRESIK DAN KOTA DEMAK SEBAGAI KOTA PERDAGANGAN DAN KOTA PUSAT PENYEBARAN AGAMA ISLAM TUGAS AKHIR Oleh : SEVINA MAHARDINI L2D 000 456 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN
Lebih terperinciKESIMPULAN. Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan. penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau
1 KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan keseluruhan uraian dapat disimpulkan penemuan penelitian sebagai berikut. Pertama, penulisan atau penyalinan naskah-naskah Jawa mengalami perkembangan pesat pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batik merupakan salah satu warisan budaya Indonesia. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah bagian dari suatu ekosistem yang harus diperhatikan eksistensinya. Manusia harus menciptakan lingkungan budayanya menjadi enak dan nyaman. Orang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dan sesungguhnya kota itu benar-benar terletak di jalan yang masih tetap (dilalui manusia) QS. Al-Hijr: 76.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu kota terbentuk berdasarkan interaksi sosial antar kelompokkelompok individu yang bersifat heterogen menjadi suatu komunitas yang membentuk permukiman relatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN. WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian DESAIN KAWASAN WISATA PUSAT KERAJINAN PERAK, KAB. BANTUL, perlu diketahui tentang : Desain : Kerangka bentuk atau rancangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibu kota negara yang terus berkembang mengalami permasalahan dalam hal penyediaan hunian yang layak bagi warga masyarakatnya. Menurut data kependudukan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Deskripsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian judul DP3A Revitalisasi Kompleks Kavallerie Sebagai Hotel Heritage di Pura Mangkunegaran Surakarta yang mempunyai arti sebagai
Lebih terperinciP E N D A H U L U A N
BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Bangunan dan kawasan kota adalah artefak-artefak yang penting dalam sejarah perkembangan suatu kota. Mereka kadang-kadang dijaga dan dilestarikan dari penghancuran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ada di Indonesia. Sebagai salah satu unsur keistimewaan DIY, maka pada dasarnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Kraton Yogyakarta merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang ada di Kota Yogyakarta. Keberadaan Kraton Yogyakarta itu sendiri menjadi salah satu unsur
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR CITY HOTEL DI BENTENG VASTENBURG SURABAYA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR CITY HOTEL DI BENTENG VASTENBURG SURABAYA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik DIAJUKAN OLEH : Wiwit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 DESKRIPSI JUDUL Pengembangan Wisata Api Abadi Mrapen sebagai Pusat Energi Alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 DESKRIPSI JUDUL Agar dapat memberikan kejelasan mengenai maksud dari judul yang diangkat, maka tiap-tiap kata dari judul tersebut perlu dijabarkan pengertiannya, yaitu sebagai berikut
Lebih terperinciTengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang publik atau public space adalah tempat orang berkumpul untuk melakukan aktivitas dengan tujuan dan kepentingan tertentu serta untuk saling bertemu dan berinteraksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Berlakunya Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, memiliki implikasi yang sangat luas dan menyeluruh dalam kebijaksanaan dan pengelolaan daerah. Wilayah
Lebih terperinciBAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran
BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran Siak Sri Indrapura merupakan ibukota kabupaten Siak. Secara administratif,
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam terdiri dari puncak-puncak kebudayaan daerah dan setiap kebudayaan daerah mempunyai ciri-ciri khas masing-masing. Walaupun
Lebih terperinciIDENTIFIKASI PEMANFAATAN ALUN-ALUN MALANG
124 Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.7 No.2 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN ALUN-ALUN MALANG Wiwik Dwi Susanti Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
BAB 3 METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat diskriptif kualitatif, sehingga dalam penelitian ini dilakukan dalam dua bagian, yang pertama adalah penelitian lapangan dan yang kedua adalah penelitian
Lebih terperinciREVITALISASI TAMAN BALEKAMBANG SEBAGAI TEMPAT REKREASI DI SURAKARTA
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR REVITALISASI TAMAN BALEKAMBANG SEBAGAI TEMPAT REKREASI DI SURAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN PENATAAN KAWASAN ALUN-ALUN BANJARNEGARA SEBAGAI KAWASAN FESTIVAL YANG REKREATIF A. LATAR BELAKANG
A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Alun-alun adalah tanah lapang yang berada di pusat sebuah kota yang pada zaman dahulu merupakan milik kerajaan yang digunakan untuk melakukan upacara resmi kerajaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Robert Sharer dan Wendy Ashmore mengartikan arkeologi sebagai ilmu
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Robert Sharer dan Wendy Ashmore mengartikan arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat dan budaya masa lampau melalui tinggalan materialnya. Arkeologi
Lebih terperinciPOLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244
POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 Oleh : INDRA KUMALA SULISTIYANI L2D 303 292 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sustainable tourism development, village tourism, ecotourism, merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat, bahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia disamping sebagai pusat kegiatan Pemerintahan, perdagangan dan jasa, pariwisata dan kebudayaan juga sekaligus merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Semarang merupakan Ibu Kota Jawa Tengah yang sekaligus memiliki potensi sebagai kota pesisir yang terletak di tepian Laut Jawa. Potensi pesisir tersebut berimplikasi
Lebih terperinciLANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAN KAWASAN KORIDOR JALAN GATOT SUBROTO SURAKARTA Sebagai kawasan wisata belanja yang bercitra budaya Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan produk budaya yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Permukiman, perkotaan dan lansekap suatu daerah terbentuk sebagai hasil dari sistem kebudayaan
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian mengenai fenomena pergeseran konsepsi masyarakat terhadap Tugu Yogyakarta dari tetenger menjadi public place maka didapatkan bahwa terjadi
Lebih terperinci, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak penduduk yang di dalamnya terdapat masyarakat yang berbeda suku, adat, kepercayaan (agama) dan kebudayaan sesuai daerahnya masing-masing.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perancangan Marina Central Place di Jakarta Utara (Sebagai Lokasi Sentral Bisnis dan Wisata Berbasis Mixed Use Area)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Perancangan Marina Central Place di Jakarta Utara (Sebagai Lokasi Sentral Bisnis dan Wisata Berbasis Mixed Use Area) Perancangan : Proses penerapan berbagai teknik
Lebih terperinci