MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA KUCING DOMESTIK (Felis catus) RADITYA NANDIASA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA KUCING DOMESTIK (Felis catus) RADITYA NANDIASA"

Transkripsi

1 MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA KUCING DOMESTIK (Felis catus) RADITYA NANDIASA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRACT RADITYA NANDIASA. Sperm Morphology and Morphometry of Domestic Cat (Felis catus). Under direction of R. IIS ARIFIANTINI and R. TAUFIQ PURNA NUGRAHA The objective of the research was to study the sperm morphology and morphometry of domestic cat (Felis catus). Semen were obtained from five sexually mature cats using electroejaculator and evaluated macro- and microscopically. Semen samples were stained with carbofuchsin (William s stains). Sperm morphology was assested from 200 cells for each sample in three times repetition. Sperm morphometry such as the length, width and head area and the length of midpiece and principal tail were counted in three times repetition using sperm morphology analyzed software (ImageJ) from 50 cells for each sample. Result of the research indicated that the primary and secondary abnormalities were ± 3.11% and 7.97 ± 1.97% respectively. Headless and dag defect abnormalities were the most common primary and secondary abnormality that were found on all examined samples. The length, width and area of sperm head were 5.13 ± 0.20 µm, 3.01 ± 0.31 µm and ± 1.68 µm. The length of midpiece and principal tail were 7.62 ± 0.22 µm and ± 0.29 µm. The total sperm length was ± 0.56 µm. Key words :sperm morphology, sperm morphometry, domestic cat

3 ABSTRAK RADITYA NANDIASA. Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Kucing Domestik (Felis catus). Dibimbing oleh R. IIS ARIFIANTINI dan R. TAUFIQ PURNA NUGRAHA Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai morfologi dan morfometri spermatozoa kucing domestik (Felis catus). Lima ekor kucing yang telah dewasa kelamin dikoleksi semennya menggunakan elektroejakulator. Semen dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Sampel semen diwarnai menggunakan pewarnaan carbofuchsin (William s stain). Morfologi dievaluasi dari 200 sel untuk setiap sampel dengan tiga kali pengulangan. Morfometri spermatozoa dihitung menggunakan perangkat lunak ImageJ. Variabel yang diukur pada bagian kepala spermatozoa adalah panjang, lebar dan luas sedangkan untuk bagian ekor adalah panjang midpiece dan ekor bagian utama dari 50 sel untuk setiap sampel dengan tiga kali pengulangan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa abnormalitas primer dan sekunder pada kucing domestik masing-masing adalah ± 3.11% dan 7.97 ± 1.97%. Headless dan dag defect adalah abnormalitas yang paling banyak ditemukan pada semua sampel. Panjang, lebar dan luas daerah kepala spermatozoa berturut-turut adalah 5.13 ± 0.20 µm, 3.01 ± 0.31 µm dan ± 1.68 µm. Panjang midpiece dan ekor bagian utama adalah 7.62 ± 0.22 µm dan ± 0.29 µm. Panjang total spermatozoa adalah ± 0.56 µm. Kata kunci: morfologi spermatozoa, morfometri spermatozoa, kucing domestik

4 MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA KUCING DOMESTIK (Felis catus) RADITYA NANDIASA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Kucing Domestik (Felis catus) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2011 Raditya Nandiasa NIM B

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Kucing Domestik (Felis catus) Nama : Raditya Nandiasa NIM : B Disetujui, Dr. R. Iis Arifiantini, M.Si Pembimbing I drh. R. Taufiq Purna Nugraha, M.Si Pembimbing II Diketahui, Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal lulus :

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala hikmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Kucing Domestik (Felis catus). Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Keluarga atas dukungannya secara moril dan materil. 2. Dr. R. Iis Arifiantini, M.Si dan drh. R. Taufiq Purna Nugraha selaku dosen pembimbing atas arahan, nasehat dan pengalaman yang diberikan. 3. Bondan Achmadi, SE dan staf Depertemen Klinik, Reproduksi dan Patologi atas setiap bantuannya. 4. Angeline Budiawan dan Fajriati Rafelia Hapsari sebagai teman sepenelitian atas jerih payahnya dalam menyelesaikan rangkaian penelitian, penulisan skripsi dan seminar bersama-sama. 5. Yanotama Tirta Laksana yang selalu mendampingi sepanjang suka dan duka pengerjaan tugas akhir serta telah memberikan bantuan dalam segala hal, motivasi dan kasih sayang yang berlimpah. 6. Keluarga besar UKM PMK IPB atas setiap doa, dukungan, penguatan, persaudaraan, dan persekutuan yang indah yang selalu hadir. 7. Keluarga besar Gianuzzi 44 atas dorongan semangat dan persahabatan yang spesial. Penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan dan memperkaya informasi di bidang reproduksi hewan. Bogor, September 2011 Raditya Nandiasa

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 Juni 1989 dari ayah Wishnu Santoso dan ibu Yani Wijaya. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis memulai jenjang sekolah pada tahun 1995 di SD PSKD kwt. VIII di Depok, kemudian melanjutkan sekolah ke SMP 6 PSKD di Depok. Setelah lulus SMP, penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Depok. Tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 1 Depok dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan mayor Kedokteran Hewan. Selama menjalani program S1, penulis tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Agria Swara pada tahun ajaran 2007/2008 dan UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut Pertanian Bogor (PMK IPB) selama tahun ajaran 2007/2008 hingga 2010/2011. Dalam UKM PMK IPB penulis menjabat sebagai Wakil Koordinator I Bidang Pembinaan Komisi Pelayanan Anak (2009/2010) dan Koordinator Kelompok Pra-alumni (2010/2011).

10 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR ii iii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Tujuan 2 TINJAUAN PUSTAKA. 3 Tinjauan Umum Kucing Domestik... 3 Organ Reproduksi Kucing. 4 Spermatogenesis 5 Morfologi Spermatozoa Morfometri Spermatozoa Pewarnaan Spermatozoa BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Persiapan Kucing.. 10 Koleksi Semen dengan Elektroejakulator. 10 Karakteristik Semen Morfologi dan Morfometri Spermatozoa.. 11 Analisis Data. 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Kucing Domestik Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Kucing Domestik SIMPULAN. 23 DAFTAR PUSTAKA.. 24 LAMPIRAN 27

11 ii DAFTAR TABEL Halaman 1 Karakteristik semen kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator Morfologi kepala dan ekor spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator Persentase abnormalitas primer spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator Persentase abnormalitas sekunder spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator Hasil pengukuran morfometri spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator Morfometri spermatozoa dari beberapa mamalia.. 21

12 iii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kucing domestik Testis kucing dari sisi lateral Penis kucing Morfologi spermatozoa dari beberapa mamalia 8 5 Variabel morfometri sel spermatozoa 12 6 Morfologi spermatozoa kucing... 17

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Kucing merupakan salah satu hewan karnivora yang banyak dipelihara sebagai hewan kesayangan. Kucing terutama kucing keturunan murni (pure breed) sering dikembangbiakan oleh karena itu dibutuhkan penelitian-penelitan mengenai reproduksi hewan tersebut. Selain itu, penelitian terhadap aspek reproduksi kucing penting untuk melestarikan jenis-jenis kucing yang terancam punah. Penelitian reproduktif ini akan lebih menguntungkan jika menggunakan hewan model, yaitu kucing domestik (Felis catus). Fertilitas kucing jantan dan betina menentukan keberhasilan proses reproduksi. Penelitian-penelitian sebelumnya melaporkan bahwa abnormalitas spermatozoa yang tinggi pada kucing dapat menurunkan kemampuannya untuk penetrasi oosit in vitro, dibandingkan dengan spermatozoa dari pejantan dengan tingkat abnormalitas yang rendah (Howard et al. 1993). Salah satu cara mengetahui fertilitas kucing jantan adalah menguji kualitas semennya. Pengujian kualitas semen dapat dilakukan secara makroskopis ataupun mikroskopis. Pengujian makroskopis terdiri dari penilaian terhadap volume, konsistensi, warna, dan ph semen. Pengujian mikroskopis meliputi gerakan individu, gerakan massa, motilitas, konsentrasi, viabilitas, serta morfologi spermatozoa. Morfologi spermatozoa menggambarkan bentuk spermatozoa. Morfologi spermatozoa telah banyak dilaporkan pada berbagai hewan diantaranya pada kancil (Najamudin 2010), kerbau (Arifiantini & Ferdian 2006), sapi bali (Arifiantini et al. 2006a), sapi potong (Arifiantini et al. 2010), sapi perah (Purwantara et al. 2010), dan kuda (Morrell et al. 2008). Spermatozoa terdiri atas bagian kepala dan ekor dan mempunyai ukuran yang berbeda untuk masing-masing spesies (Gage & Freckleton 2003). Ukuranukuran spermatozoa tersebut dikenal dengan istilah morfometri spermatozoa. Informasi mengenai morfometri spermatozoa semen segar penting untuk diketahui agar perubahan morfometri pada saat proses preservasi dapat diketahui. Morfometri spermatozoa telah dilaporkan diantaranya pada sapi bali (Arifiantini et al. 2006b), kelelawar (Nugraha 2010) dan kuda (Hidalgo et al. 2005).

14 2 Tujuan Mengingat informasi mengenai morfologi dan morfometri spermatozoa kucing belum banyak dilaporkan, penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai morfologi dan morfometri spermatozoa kucing domestik (Felis catus) yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator.

15 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik Kucing domestik (Felis catus, Linneaus 1758) (Gambar 1) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di Near East sekitar 9000 hingga tahun yang lalu namun inisiasi domestikasi mungkin dimulai ribuan tahun yang lalu saat manusia dan nenek moyang kucing menjadi semakin saling tergantung. Proses domestikasi mungkin dimulai selama periode ketika manusia berhenti berburu kawanan hewan liar dan mengadopsi lebih banyak gaya hidup pertanian. Perubahan ini terjadi sampai dengan tahun yang lalu dan dimungkinkan oleh domestikasi serealia liar tertentu dan rumput-rumputan yang menyebabkan manusia membutuhkan kucing untuk mengontrol tikus yang merusak tanaman (Lipinski et al. 2007). Menurut Wastlhuber (1991) kucing domestik yang ada sekarang ini kemungkinan merupakan evolusi dari kucing liar Afrika (F. silvestris lybica) di zaman Mesir kuno sekitar 3000 hingga 4000 tahun lampau. Meskipun banyak kucing telah dipelihara, kucing tidak sepenuhnya kehilangan kemampuannya untuk berburu sehingga sifat kucing pada saat ini bervariasi, yaitu dari tidak dapat dijinakkan hingga sangat lembut (Lipinski et al. 2007). Adapun klasifikasi kucing menurut Linneaus (1758) adalah : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Carnivora Famili : Felidae Genus : Felis Spesies : Felis catus

16 4 Gambar 1 Kucing domestik. Organ Reproduksi Kucing Alat kelamin jantan pada kucing terbagi dalam empat subbagian seperti karnivora pada umumnya. Subbagian pertama meliputi testis, epididimis, duktus deferens, korda spermatikus, dan tunika. Subbagian kedua terdiri dari kelenjarkelenjar asesoris, subbagian ketiga penis, dan yang terakhir uretra. Testis kucing (Gambar 2) turun dan menempati skrotum antara minggu kedua dan ketiga setelah kelahiran. Epididimis melekat pada perbatasan dorsolateral dari testis. Kaput epididimis dimulai dari medial permukaan testis, namun saat mencapai posisi dorsolateral dilanjutkan menjadi korpus dan kauda. Duktus deferens merupakan saluran berdinding otot tebal dan berfungsi menyalurkan sperma dari kauda epididimis ke dalam uretra (Schatten & Constantinescu 2007). korda spermatikus duktus deferens korpus epididimis kaput epididimis kauda epididimis testis arteri testikuler Gambar 2 Testis kucing dari sisi lateral (Schatten & Constantinescu 2007).

17 5 Kelenjar asesoris yang berkembang pada kucing adalah kelenjar prostat dan bulbouretralis sedangkan kelenjar vesikular tidak berkembang. Kelenjar prostat memiliki dua bagian yaitu bagian badan dan diseminasi. Kelenjar bulbouretralis bentuknya sangat kecil (memiliki diameter lebih dari 5 mm) (Schatten & Constantinescu 2007). Penis pada kucing (Gambar 3) berada di ventral skrotum. Penis disusun oleh dua buah korpora cavernosa, satu pada tiap sisi dan sebuah korpus spongiosum yang berada di tengah. Pejantan dewasa memiliki glans penis pada bagian ujung penis dengan panjang 5 sampai dengan 10 mm, berbentuk kerucut yang mengarah ke kaudal dan memiliki 120 hingga 150 buah duri penis (penile spines). Peran duri pada proses kopulasi belum diketahui secara pasti namun diperkirakan duri ini berfungsi memberikan stimulasi seksual pada jantan atau betina, menghalangi penarikan penis dari vagina atau meningkatkan stimulasi betina untuk induksi ovulasi. Os penis pada kucing berukuran panjang 3 sampai dengan 5 mm dan berada di ujung glans penis pada kucing jantan dewasa (Johnston et al. 2001). papila kerucut glans penis Gambar 3 Penis kucing (Schatten & Constantinescu 2007). Spermatogenesis Spermatozoa dihasilkan dari stem sel (sel induk) melalui suatu siklik dan proses yang terorganisir serta kompleks. Proses ini disebut spermatogenesis dan terjadi di dalam tubulus seminiferus dari hewan yang dewasa seksual. Pembentukan spermatozoa adalah salah satu sistem pembaharuan paling produktif yang terjadi dalam tubuh hewan. Setiap hari jutaan spermatozoa diproduksi dari induk spermatogonium (Costa et al. 2006).

18 6 Proses perkembangan sel germinal jantan dari spermatogonia menjadi spermatozoa disebut spermatogenesis. Perkembangan ini terjadi di dalam tubuli seminiferi. Spermatogenesis terbagi menjadi tiga fase, yaitu spermatositogenesis (tahap proliferasi; Costa et al. 2006), meiosis dan spermiogenesis (tahap diferensiasi; Costa et al. 2006). Proses spermatositogenesis diawali dengan perkembangan sel-sel germinal primordial menjadi spermatogonia tipe A yang diploid. Sel-sel ini tetap berada dekat membran basal dan selanjutnya akan membelah. Spermatogonia tipe A secara ekstrim tahan terhadap paparan toksik dan apabila diperlukan dapat membentuk kembali sel germinal di dalam tubuli seminiferi. Beberapa spermatogonia tipe A berdiferensiasi menjadi spermatogonia tipe B diploid yang selanjutnya akan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer (spermatosit I) diploid. Sel spermatosit primer adalah produk akhir dari proses spermatositogenesis (Schatten & Constantinescu 2007). Selama fase meiosis, materi genetik spermatosit diduplikasi, direkombinasi dan dipisahkan (Costa et al. 2006). Proses ini terdiri dari dua tahap, yaitu meiosis I yang mengubah spermatosit primer menjadi spermatosit sekunder (spermatosit II) dan meiosis II yang mengubah spermatosit sekunder menjadi spermatid haploid. Spermatosit sekunder sulit ditemukan pada preparat histologi karena keberadaannya langsung menginisiasi terjadinya meiosis II (Schatten & Constantinescu 2007). Tahap akhir spermatogenesis disebut spermiogenesis yang mencakup pengembangan dari spermatid dengan bentuk membulat menjadi spermatozoa yang berbentuk memanjang dan siap untuk keluar dari tubulus seminiferus (Schatten & Constantinescu 2007). Empat peristiwa utama terjadi sebagai bagian dari tahap ini, yaitu fase golgi, fase tudung, fase akrosom, dan fase pematangan. Di akhir tahap spermiogenesis, spermatozoa yang telah matang disimpan dalam epididimis dan menunggu hingga dapat keluar dari tubuh jantan untuk melaksanakan fungsi reproduktifnya, yaitu membuahi oosit (Theunissen 2011). Meskipun proses spermatogenesis mirip dalam semua mamalia, terdapat karakteristik khusus antar spesies dalam hubungannya dengan kronologi peristiwa, proporsi volumetrik yang dihasilkan oleh komponen parenkim testis, jumlah generasi spermatogonium, populasi sel di tubulus seminiferus, produksi

19 7 sperma harian, tingkat sel sertoli, dan hasil spermatogenesis secara umum (Costa et al. 2006). Morfologi Spermatozoa Spermatozoa pada hewan mamalia merupakan sel panjang yang motil. Sebuah sel sperma memiliki kepala dan ekor (Gambar 4). Kepala terdiri dari sebuah nukleus dengan kepadatan tinggi, kromatin kental yang diselimuti teka perinuklear, sebuah akrosom dan membran plasma. Fungsi utama dari bagian kepala adalah untuk penetrasi pada oosit, membawa genom haploid jantan, dan inisiasi perkembangan embrionik setelah fertilisasi. Ekor dapat terbagi menjadi bagian penghubung (connecting piece), bagian tengah (midpiece), bagian utama (principle piece), dan bagian ujung (end-piece). Bagian penghubung merupakan bagian rangkaian penghubung yang pendek antar kepala dengan ekor yang terdiri dari segmen-segmen, jaringan fibrosa dan kapitulum. Bagian tengah berfungsi sebagai membran pelindung mitokondria yang merupakan pengatur energi untuk motilitas sperma. Bagian ini dimulai dari distal bagian penghubung sampai annulus (struktur yang membatasi bagian tengah dengan bagaian utama). Bagian utama ekor merupakan daerah yang dimulai dari annulus sampai ujung ekor. Secara keseluruhan, ekor berguna untuk mendorong spermatozoa bergerak melalui uterus dan tuba falopii hingga bertemu dan berpenetrasi pada oosit (Schatten & Constantinescu 2007). Berdasarkan kejadiannya, abnormalitas morfologi spermatozoa dapat dibedakan menjadi abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas morfologi juga dapat dibagi berdasarkan dampaknya, yaitu abnormalitas mayor dan minor. Abnormalitas primer terjadi pada bagian kepala, bersifat genetik dan berdampak mayor terhadap fertilitas sedangkan abnormalitas sekunder umumnya terjadi pada bagian ekor dan mudah terseleksi pada pengujian motilitas (Arifiantini et al. 2010).

20 8 a b c d e f g h Kepala Ekor Gambar 4 Morfologi spermatozoa dari beberapa mamalia (a) sapi, (b) babi, (c) domba, (d) kuda, (e) anjing, (f) kucing, (g) manusia, (h) tikus (Schatten & Constantinescu 2007). Barth dan Oko (1989) mengatakan bahwa abnormalitas primer dapat terjadi karena kelainan pada saat proses spermatogenesis yang terjadi di tubuli seminiferi, sedangkan abnormalitas sekunder terjadi kerusakan spermatozoa selama perjalanan melalui epididimis, selama fase ejakulasi atau setelah ejakulasi terjadi. Kerusakan spermatozoa setelah ejakulasi bisa terjadi akibat kesalahan dalam penanganan dan perlakuan terhadap spermatozoa seperti pemanasan yang berlebihan, heat shock, kontaminasi dengan zat lain seperti air, urin dan antiseptik. Morfometri Spermatozoa Morfometri didefinisikan sebagai pengukuran bentuk. Pengkajian terhadap morfometri spermatozoa yang masih jarang dilaporkan ini perlu dilakukan untuk mengetahui karakteristik ukuran-ukuran spermatozoa pada berbagai hewan. Arruda et al. (2002) berpendapat bahwa pengetahuan terhadap morfometri spermatozoa diperlukan untuk pengkajian terhadap upaya kriopreservasi semen

21 9 mengingat terdapat perbedaan yang signifikan terhadap ukuran spermatozoa semen segar dengan semen yang telah mengalami kriopreservasi. Panjang spermatozoa manusia dan hewan domestik secara umum adalah sekitar 50 µm sedangkan spermatozoa rodensia dapat mencapai panjang 100 hingga 250 µm. Hewan mamalia yang memiliki spermatozoa terpanjang adalah Homey opossum (Tarsipens rostratus), yaitu sepanjang 350 µm (Schatten & Constantinescu 2007). Pewarnaan Spermatozoa Pewarnaan yang umum digunakan untuk spermatozoa adalah eosin, eosinnigrosin (EN) dan William s. Eosin merupakan zat warna dengan sifat asam dan termasuk ke dalam kelompok molekul yang memiliki cincin kuinoid yang ditautkan pada cincin non-kuinoid melalui atom-atom C dan O. Pewarnaan EN merupakan pewarnaan ganda untuk memberikan efek kontras sehingga memberi batas yang jelas pada sel. Zat warna dasar yang digunakan dalam pewarnaan William s adalah basic fuchsin dan eosin. Baik basic fuchsin, yang merupakan zat warna yang termasuk dalam golongan trifenil metan, maupun eosin dapat mewarnai sitoplasma (Gunarso 1989). Salah satu pewarnaan yang sering digunakan untuk spermatozoa adalah pewarnaan William s. Pewarnaan ini mempunyai kelebihan dalam hal kejernihan hasil yang didapatkan sehingga pengamatan morfologi dan morfometri spermatozoa dapat dilakukan dengan mudah. Selain itu pewarnaan ini tidak perlu dilakukan bersamaan dengan evaluasi semen. Preparat ulas yang dikeringudarakan dari sampel yang ada dapat langsung diwarnai atau didiamkan dalam waktu yang cukup lama. Kekurangan pewarnaan William s adalah tidak dapat digunakan untuk membedakan dan menghitung jumlah spermatozoa yang hidup dan mati seperti pada pewarnaan eosin-nigrosin (Arifiantini 2006a).

22 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga Juni 2011 di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Reproduksi, Bagian Zoologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong, Bogor. Kucing dipelihara dalam kandang individual di Rumah Sakit Hewan Institut Pertanian Bogor selama penelitian berlangsung. Metode Penelitian Persiapan kucing Lima ekor kucing domestik yang digunakan dalam penelitian ini memiliki bobot 3 sampai dengan 4 kg dan diperoleh di daerah Bogor. Sebelum dikoleksi semennya, kucing diadaptasikan selama satu bulan, diperiksa kesehatannya secara klinis dan dari gambaran darah, diberi obat cacing, campuran kuning telur dan madu, serta vitamin. Selama proses penelitian, kucing diberikan pakan kering (My Dear Cat ) dua kali sehari masing-masing sebanyak 50 g dan minum ad libitum. Koleksi semen dengan elektroejakulator Kucing dipuasakan selama 12 jam sebelum dilakukan pembiusan menggunakan kombinasi ketamine HCl dan diazepam secara intravena pada vena cephalica antibrachii dorsalis kanan atau kiri. Setelah kucing terbius, bagian preputium dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi dengan NaCl fisiologis untuk mencegah semen terkontaminasi kotoran. Koleksi semen dilakukan dengan elektroejakulator (Fujihira Industry, Jepang) dan mengadopsi teknik Howard et al. (1990). Probe elektroejakulator diberi pelumas berupa gel dan dimasukkan secara perlahan ke dalam anus dan diarahkan ke bagian ventral tubuh (sekitar 7 sampai dengan 9 cm). Setiap kucing dikoleksi semennya sebanyak tiga kali dengan waktu antar koleksi satu minggu.

23 11 Karakteristik semen Karakteristik semen dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Pengujian makroskopis terdiri atas penilaian terhadap volume, konsistensi, warna, dan ph semen (ph special indicator paper). Pengujian mikroskopis meliputi gerakan individu (scoring 0 sampai dengan 5), motilitas spermatozoa (0 hingga 100%), konsentrasi spermatozoa/ml (Neubauer chamber), dan viabilitas (persentase spermatozoa hidup dan mati). Morfologi dan morfometri spermatozoa Morfologi spermatozoa dinilai dengan pewarnaan carbofuchsin atau William s stain (Arifiantini et al. 2006a). Satu tetes semen segar dibuat preparat ulas dan dikeringudarakan. Pewarnaan dilakukan sekaligus pada seluruh sampel dengan cara difiksasi di atas bunsen, direndam dalam alkohol absolut selama 4 menit dan dikeringudarakan. Selanjutnya preparat dicelupkan berulang kali dalam larutan chloramin 0.5% selama 1 sampai 2 menit atau hingga mukus hilang dan ulasan terlihat jernih, dicuci dalam air destilasi, dicelupkan dalam alkohol 95% dan diwarnai dengan carbofuchsin selama 8 hingga 10 menit. Preparat yang telah diwarnai dicuci dengan air mengalir hingga ulasan terlihat jernih dan dikeringkan. Morfologi spermatozoa dihitung dari 200 spermatozoa menggunakan mikroskop (Olympus CH 20) dengan pembesaran 1000 X. Kelainan morfologi kepala diantaranya adalah pearshape (kepala berbentuk buah pir), narrow (kepala menyempit), narrow at the base (kepala menyempit di bagian post akrosom), headless (tanpa kepala), abaxial (posisi ekor tidak di tengah), undeveloped (kepala tidak berkembang), microcephalus (kepala kecil), macrocephalus (kepala besar), diadem (kepala berlubang di bagian nukleus), knobbed acrosome (KA) defect (bagian akrosom melekuk ke arah dalam atau luar), round head (kepala membulat), double head (kepala ganda), detached head (kepala patah atau terlepas), dan abnormal contour (kelainan pada kontur kepala). Kelainan morfologi ekor termasuk tailless (tanpa ekor), bent tail (ekor melipat), coiled tail (ekor menggulung), dan dag defect (ekor menggulung di bawah kepala). Persentase spermatozoa yang abnormal adalah jumlah spermatozoa abnormal

24 12 (kepala dan ekor) dibagi total spermatozoa (jumlah spermatozoa normal dan abnormal) dikali 100%. Pengukuran morfometri spermatozoa dapat dilakukan dengan bantuan perangkat lunak imagej ver 1.43h ( Preparat ulas yang sudah diwarnai, diamati dan difoto mengunakan mikroskop (Nikon Optihot-2, Jepang) yang dilengkapi dengan kamera digital (Canon PS S5IS, Jepang) dengan pembesaran lensa objektif 100 X (Nugraha 2010). Sebanyak 50 spermatozoa per sampel dilakukan analisis yang meliputi panjang kepala, lebar kepala, area kepala, panjang ekor bagian tengah (midpiece), panjang ekor (utama dan akhir) dan panjang total sperma (Gambar 1). Semua pengukuran dilakukan dalam satuan mikrometer (µm). Gambar 5 Variabel morfometri sel spermatozoa. panjang kepala (a), lebar kepala (b), area kepala (c), panjang ekor bagian tengah (midpiece) (d), panjang ekor (utama dan akhir) (e) dan panjang total sperma (a, d dan e) (Arifiantini et al. 2006b). Analisis Data Data disampaikan dalam bentuk rataan dan simpangan baku dari tiga kali pengulangan untuk setiap sampel.

25 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Kucing Domestik Pengujian kualitas semen segar diawali dengan pengujian secara makroskopis. Semen kucing yang dikoleksi dengan elektroejakulator memiliki konsistensi encer-sedang dan warna putih keruh. Semen dengan konsentrasi spermatozoa yang tinggi akan mempunyai warna yang lebih putih dibandingkan dengan semen yang memiliki konsentrasi spermatozoa lebih rendah. Warna kekuningan tampak pada semen yang terkontaminasi urin dan terkadang warna kekuningan tersebut dapat muncul pada semen yang dikoleksi dengan elektroejakultor terutama dengan voltase tinggi (Axnér & Linde-Forsberg 2002). Semen kucing domestik memiliki volume senilai ± µl. Derajat keasaman (ph) semen yang diperoleh dalam penelitian ini (7.26 ± 0.43) termasuk dalam kisaran normal, yaitu 6.60 hingga 8.80 (Axnér & Linde-Forsberg 2002). Pengamatan terhadap karakteristik semen segar secara mikroskopis pada penelitian ini menghasilkan nilai motilitas, gerakan individu, viabilitas, dan konsentrasi spermatozoa. Persentase spermatozoa yang motil (bergerak secara progresif) diperoleh sebesar ± 13.04%. Menurut Axnér dan Linde-Forsberg (2002), motilitas spermatozoa pada kucing sangat bervariasi. Axnér dan Linde- Forsberg (2002) menyatakan kisaran persentase motilitas spermatozoa kucing senilai 56 hingga 84% sedangkan Howard et al. (1990) menilai lebih tinggi, yaitu ± 5.90%. Gerakan spermatozoa juga dapat dinilai secara individu dengan skala 0 sampai 5. Skala 0 menyatakan tidak ada pergerakan sama sekali dan skala 5 menyatakan adanya gerakan yang sangat cepat ke arah depan (Axnér & Linde- Forsberg 2002). Dalam penelitian ini diperoleh nilai gerakan individu sebesar 4.60 ± Howard et al. (1990) mendapatkan nilai gerakan individu sebesar 4.20 ± 0.30 dalam penelitiannya. Nilai viabilitas dan konsentrasi spermatozoa yang diperoleh dalam penelitian ini secara berurutan adalah ± 8.51% dan ± x 10 6 /ml (Tabel 1). Seperti motilitas, konsentrasi spermatozoa juga sangat bervariasi. Axnér dan Linde-Forsberg (2002) menyatakan kisaran konsentrasi spermatozoa kucing yang dikoleksi dengan elektroejakulator adalah sebesar 168

26 14 hingga 361 x 10 6 /ml sedangkan konsentrasi spermatozoa yang dikoleksi dengan vagina buatan ada dalam kisaran 96 hingga 5101 x 10 6 /ml. Tabel 1 Karakteristik semen kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator Parameter Rata-rata Makroskopis Konsistensi Encer-sedang Warna Putih keruh Volume (µl) ± ph 7.26 ± 0.43 Mikroskopis Motilitas (%) ± Gerakan individu (scoring 0-5) 4.60 ± 0.55 Viabilitas (%) ± 8.51 Konsentrasi (juta/ml) ± Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Kucing Domestik Abnormalitas morfologi dapat digolongkan menjadi abnormalitas primer (pada bagian kepala) dan abnormalitas sekunder (pada bagian ekor). Hasil penelitian ini menunjukkan morfologi kepala spermatozoa yang normal adalah ± 3.11%, berkisar antara hingga 92.50% sedangkan morfologi ekor spermatozoa yang normal adalah ± 1.97% dengan kisaran sampai dengan 95.50% (Tabel 2). Axnér dan Linde-Forsberg (2002) mengkaji laporan dari beberapa peneliti dan menyimpulkan bahwa jumlah abnormalitas spermatozoa pada kucing berkisar antara sampai dengan 90.00%. Howard et al. (1993) mendefinisikan istilah normospermik bagi kucing jantan dewasa yang menghasilkan spermatozoa dengan morfologi normal lebih dari 60% per ejakulat dan teratospermik bagi pejantan dewasa yang memproduksi spermatozoa dengan morfologi normal kurang dari 40% per ejakulat. Axnér et al. (1997) dalam penelitiannya memperoleh tingkat abnormalitas kepala, kerusakan akrosom, abnormalitas akrosom, dan abnormalitas midpiece spermatozoa kucing masingmasing sebesar ± 7.00%, 2.40 ± 4.60%, 1.80 ± 1.30%, dan 5.10 ± 5.70%.

27 15 Tabel 2 Morfologi kepala dan ekor spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator 1 : jantan 1, 2 : jantan 2, 3 : jantan 3, 4 : jantan 4, 5 : jantan 5 Axnér dan Linde-Forsberg (2002) menyatakan bahwa morfologi spermatozoa kucing sangat dipengaruhi oleh variasi individu dan cara fiksasi. Pengelompokan jenis abnormalitas pun berbeda-beda antar peneliti. Selain itu, teknik pembuatan preparat, seperti jenis pewarnaan yang digunakan dapat mempengaruhi identifikasi morfologi. Kelainan bentuk kepala seperti pear shaped, narrow, narrow at the base, abnormal contour, undeveloped, dan kepala dengan ukuran abnormal (microcephalus atau macrocephalus) lebih mudah terlihat dengan preparat yang diwarnai sedangkan kelainan seperti knobbed acrosome (KA) defect, detached head, abaxial, dan kelainan-kelainan pada ekor lebih mudah dinilai dengan preparat basah (Axnér & Linde-Forsberg 2002). Morfologi spermatozoa juga dipengaruhi oleh teknik koleksi semen (Axnér et al. 1998). Semen yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator memiliki jumlah abnormalitas sekunder lebih tinggi dibandingkan dengan semen yang dikoleksi langsung dari kauda epididimis. Tingkat abnormalitas juga berbeda antara ejakulat satu dan kedua meskipun dilakukan dalam waktu pembiusan yang sama (Axnér et al. 1997). Berbagai jenis abnormalitas primer ditemukan dalam penelitian ini (Tabel 3) dengan abnormalitas yang paling banyak ditemukan berupa spermatozoa yang tidak memiliki kepala (headless) sebesar 2.88%. Spermatozoa tanpa kepala juga ditemukan dalam urin tikus pada umur 8 sampai 11 minggu dan merupakan kejadian fisiologis terkait dengan pematangan sel sertoli (Shimomura et al. 2008). Detached head (kelainan berupa patah atau terlepasnya kepala dari bagian leher

28 16 dan ekor) sebesar 2.77% dan nilai ini hampir sama dengan laporan Axnér et al. (1997), yaitu 2.50 ± 2.20%. Kelainan ini biasanya diakibatkan oleh hipoplasia testikular, degenerasi testis atau peradangan pada ampula dan epididimis. Selain itu, faktor genetik merupakan predisposisi terjadinya kelainan ini (McGowan et al. 1995). Spermatozoa narrow atau tapered head (Barth & Oko 1989) yang ditemukan sebanyak 2.07% dalam penelitian ini dan merupakan kelainan bentuk pada kepala berupa terjadinya penyempitan pada daerah akrosom serta post akrosom. Kelainan ini diakibatkan oleh perkembangan yang tidak sempurna pada fase spermatosit primer sehingga substansi spermatozoa pada daerah kepala tidak tersebar secara merata dan kepala mengalami penekanan sehingga bentuknya menyempit. Narrow at the base merupakan abnormalitas primer yang ditandai dengan penyempitan post akrosom spermatozoa yang pada penelitian ini ditemukan sebanyak 1.25%. Abaxial dapat diklasifikasikan sebagai abnormalitas primer maupun sekunder. Kelainan ini ditandai dengan bergesernya tempat bertaut ekor pada kepala. Abnormalitas ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang bersifat herediter dan pada penelitian ini ditemukan sebesar 2.13%. Pada ternak kuda dan babi kelainan ini tidak mempengaruhi fertilitas, tetapi pada sapi jika ditemukan dalam jumlah yang tinggi akan mengganggu fertilitas (Barth & Oko 1989). Variable size merupakan kelainan ukuran kepala spermatozoa yang lebih kecil (microcephalus) atau lebih besar (macrocephalus) dari ukuran normal spermatozoa pada spesies tersebut. Ukuran kepala spermatozoa akan mempengaruhi jumlah kromosom yang terkandung di dalamnya. Kelainan ini akibat faktor genetik tetapi microcephalus dapat juga disebabkan oleh perubahan lingkungan, luka, demam, atau radang testis (orchitis) yang kronis (Barth & Oko 1989). Dalam penelitian ini microcephalus ditemukan 1.83%, lebih banyak dibandingkan dengan macrocephalus yang hanya 0.5%. Kejadian microcephalus dan macrocephalus sebesar 0.10 ± 0.02% dan 0.10 ± 0.03% pada kucing domestik di wilayah Amerika (Howard et al. 1990). Stachecki et al. (1993) tidak menemukan kelainan microcephalus tetapi menemukan 0.30 ± 0.10%

29 17 macrocephalus pada spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi melalui epididimis. Gambar 6 Morfologi spermatozoa kucing (a) normal, (b) headless, (c) round head, (d) detached head, (e) abaxial, (f) abnormal contour, (g) microcephalus, (h) narrow, (i) macrocephalus, (j) bent tail, (k) double head dan dag defect, (l) coiled tail. Spermatozoa dengan bentuk pear shaped atau pyriform memiliki pembesaran pada bagian akrosom dan menyempit pada bagian post akrosom sehingga terbentuk batas yang jelas diantara keduanya (Barth & Oko 1989). Kelainan jenis ini ditemukan sebanyak 0.80%. Kelainan ini bersifat genetik dan dalam jumlah tinggi dapat menurunkan fertilitas (Chenoweth 2005). Abnormalitas

30 18 ini terjadi akibat proses spermiogenesis yang tidak sempurna yang disebabkan oleh gangguan regulasi panas dan gangguan hormonal pada testis (McGowan et al. 1995). Knobbed acrosome (KA) defect ditemukan sebesar 1.35% dalam penelitian ini. Kelainan ini disebabkan oleh berlebihnya matriks akrosomal sampai ke bagian apeks dari kepala spermatozoa dan terlambatnya pembentukan fase akrosomal saat spermiogenesis (Barth & Oko 1989). Kelainan ini ditandai dengan adanya lekukan ke arah dalam atau luar kepala pada daerah akrosom. Abnormalitas ini terjadi pada individu yang mengalami gangguan regulasi panas pada testis, misalnya karena penyakit sistemik, toksisitas, defisiensi nutrisi, dan deposisi lemak sekitar skrotum, dapat diwariskan kepada keturunan yang berikutnya (McGowan et al. 1995) serta mengakibatkan infertilitas pada sapi, babi dan domba (Chenoweth 2005). Tabel 3 Persentase abnormalitas primer spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator No Parameter Rata-rata (%) 1 Headless Detached head Narrow Abaxial Microcephalus KA defect Narrow at the base Abnormal contour Pear shaped Undeveloped Macrocephalus Double head Round head Diadem : jantan 1, 2 : jantan 2, 3 : jantan 3, 4 : jantan 4, 5 : jantan 5 Teratoid adalah spermatozoa yang mengalami penyimpangan struktur sehingga kehilangan kemampuan untuk melakukan fertilisasi. Teratoid adalah istilah yang diberikan oleh Barth dan Oko (1989) untuk kelainan contour

31 19 (permukaan kepala tidak rata dan konformitas tidak teratur) dan undeveloped (tidak berkembang, terlihat kepala kecil dan ekor pendek serta tidak disusun oleh materi genetik yang lengkap). Undeveloped disebabkan akibat gangguan yang parah pada spermatogenesis terutama pada saat spermiogenesis atau degenerasi pada tubulus dan fibriosis (McGowan et al. 1995). Dalam penelitian ini ditemukan abnormal contour dan undeveloped masing-masing 1.18% dan 0.60%. Double head (bicephalic) adalah kelainan spermatozoa berupa kepala ganda dengan ukuran yang sama atau berbeda dan terjadi akibat kerusakan genetik. Round head adalah bentuk kepala spermatozoa yang membulat tanpa batas akrosom yang jelas. Kedua jenis kelainan ini ditemukan dalam jumlah yang sama dalam penelitian ini, yaitu 0.35%. Howard et al. (1990) melaporkan hasil yang hampir sama untuk jenis kelainan ini yaitu 0.20 ± 0.20% dan Stachecki et al. (1993) sebesar 0.30 ± 0.10% tetapi pada semen dikoleksi dari epididimis. Diadem adalah kelainan pada kepala spermatozoa berupa adanya lubanglubang pada bagian apeks nukleus yang disebabkan oleh invaginasi membran nuklear ke dalam nukleoplasma. Diadem disebut juga pouches, craters atau nuclear vacuoles karena bentuk lubang terlihat seperti kantung. Abnormalitas jenis ini dapat meningkat seiring kondisi stres karena cedera, kekurangan pakan, kondisi iklim yang ekstrim, serta kondisi lain yang tidak mendukung (Barth & Oko 1989; McGowan et al. 1995). Abnormalitas ini pada spermatozoa kucing ditemukan 0.05%, hanya pada jantan 4. Axnér et al. (1997) melaporkan nilai yang hampir sama yaitu 0.03 ± 0.10% pada kucing-kucing di wilayah Swedia. Jenis abnormalitas sekunder yang paling banyak ditemukan dalam penelitian ini adalah dag defect sebanyak 2.73%. Abnormalitas ini ditandai dengan ekor melipat, melingkar, dan fraktur bagian distal dari midpiece spermatozoa dengan atau tanpa adanya sitoplasmik droplet dibagian distal. Dag defect pertama kali ditemukan pada sapi perah jenis Jersey dan diduga bersifat herediter dan dapat disebabkan oleh gangguan testis atau epididimis (McGowan et al. 1995). Semen sapi normal dapat memiliki kelainan ini maksimal 4%. Jumlah dag defect lebih dari 50% akan berimplikasi terhadap gangguan fertilitas (Chenoweth 2005).

32 20 Bent tail terjadi akibat disfungsi testis dan epididimis. Kelainan ini dapat juga terjadi sebagai artefak yang diakibatkan oleh cold shock atau pada lingkungan dengan tekanan osmotik yang tidak sesuai, misalnya kontaminasi air akibat vagina buatan yang bocor (McGowan et al. 1995). Dalam penelitian ini diperoleh persentase abnormalitas bent tail sebesar 2.20%, nilai ini cukup kecil jika dibandingkan dengan Axnér et al. (1997) yang dapat mencapai 6.70 ± 4.80%. Tabel 4 Persentase abnormalitas sekunder spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator No Parameter Rata-rata (%) 1 Dag defect Bent tail Tailless Coiled tail : jantan 1, 2 : jantan 2, 3 : jantan 3, 4 : jantan 4, 5 : jantan 5 Coiled tail merupakan bentuk ekor spermatozoa yang menggulung dibagian ujungnya dan disebabkan oleh faktor-faktor yang mirip dengan bent tail (McGowan et al. 1995). Dalam penelitian ini ditemukan abnormalitas coiled tail hanya 1.13% sedangkan Axnér et al. (1997) menemukan jumlah yang sangat tinggi yaitu ± 17.50%. Tailless (kepala tanpa ekor) merupakan kelainan spermatozoa yang akan terjadi pada individu yang mengalami degenerasi testis, hipoplasia testis dan gangguan sistem saluran reproduksi seperti epididimitis atau ampulitis (McGowan et al. 1995). Jenis abnormalitas ini ditemukan sebanyak 2.00% (Tabel 4). Informasi mengenai morfometri spermatozoa kucing masih terbatas. Hasil pengukuran morfometri spermatozoa pada penelitian ini adalah panjang, lebar dan luas kepala masing-masing 5.13 ± 0.20 µm, 3.01 ± 0.31 µm dan ± 1.68 µm 2, panjang midpiece 7.62 ± 0.22 µm, panjang ekor (utama dan akhir) ± 0.29 µm, serta panjang total spermatozoa ± 0.56 µm (Tabel 5). Ukuran ini tidak jauh berbeda dengan morfometri spermatozoa kucing domestik di wilayah Amerika (Terrell 2011). Peneliti tersebut melaporkan panjang dan lebar kepala, panjang midpiece, panjang ekor bagian utama serta panjang spermatozoa kucing

33 21 domestik masing-masing adalah 4.54 ± 0.15, 2.22 ± 0.10, 7.68 ± 0.13, ± 0.76, dan ± 0.88 µm. Tabel 5 Hasil pengukuran morfometri spermatozoa kucing domestik yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator Rata-rata Luas kepala (µm 2 ) ± 1.68 Lebar kepala (µm) ± 0.31 Panjang kepala (µm) ± 0.20 Panjang midpiece (µm) ± 0.22 Panjang ekor (µm) ± 0.29 Panjang spermatozoa ± : jantan 1, 2 : jantan 2, 3 : jantan 3, 4 : jantan 4, 5 : jantan 5 Hewan Tabel 6 Morfometri spermatozoa dari beberapa mamalia Luas kepala (µm 2 ) Lebar kepala (µm) Panjang kepala (µm) Panjang midpiece (µm) Panjang ekor (µm) Beruang Bison ± ± ± ± ± 2.15 Sapi ± ± ± Anjing ± ± ± ± Kambing ± ± ± Kelinci Domba ± ± ± Kuda ± ± ± Kelelawar ± ± ± ± ± 2.43 Rusa ± ± ± Sumber: 1 Àlvarez et al. (2008), 2 Peggea et al. (2011), 3 Beletti et al. (2005), 4 Rijsselaere et al. (2004), 5 Hidalgo et al. (2007), 6 Gravance dan Davis (1995), 7 Martí et al. (2011), 8 Hidalgo et al. (2005), 9 Nugraha (2010), 10 Soler et al. (2005) Panjang spermatozoa manusia dan hewan domestik secara umum adalah sekitar 50 µm sedangkan spermatozoa rodensia dapat mencapai panjang 100 hingga 250 µm (Schatten & Constantinescu 2007). Morfometri sepermatozoa kucing sangat kecil dibandingkan dengan spermatozoa mamalia pada umumnya. Sebagai pembanding, hewan ternak seperti sapi, domba dan kambing memiliki luas kepala spermatozoa antara hingga µm 2 (Tabel 6). Ukuran spermatozoa kucing juga lebih kecil dibandingkan dengan kelinci meskipun ukuran tubuh kedua hewan tersebut tidak jauh berbeda. Morfometri spermatozoa

34 22 kucing lebih mendekati ukuran spermatozoa kuda apabila dilihat dari luas, lebar dan panjang kepala. Teknik pewarnaan dan umur hewan diketahui dapat mempengaruhi nilai morfometri spermatozoa. Pengaruh nyata terhadap teknik pewarnaan ditemukan pada pengukuran panjang kepala dan ekor bagian utama spermatozoa sapi bali tetapi tidak ditemukan pada lebar dan panjang midpiece (Arifiantini et al. 2006b) dan panjang total spermatozoa anoa yang diwarnai dengan teknik William s lebih panjang dibandingkan dengan pewarnaan dengan eosin-nigrosin (Yudi et al. 2008). Perbedaan yang nyata terjadi pada panjang kepala, midpiece dan ekor utama antara anoa dewasa dan anoa muda tetapi tidak berbeda nyata pada lebar kepala dan panjang total telah dilaporkan oleh Yudi et al. (2008).

35 SIMPULAN Abnormalitas morfologi spermatozoa kucing domestik yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar ± 3.11% untuk abnormalitas primer dan 7.97 ± 1.97% untuk abnormalitas sekunder. Headless dan dag defect merupakan jenis abnormalitas yang paling banyak ditemukan. Panjang, lebar dan luas daerah kepala spermatozoa adalah 5.13 ± 0.20 µm, 3.01 ± 0.31 µm dan ± 1.68 µm 2. Panjang midpiece dan ekor (utama dan akhir) adalah 7.62 ± 0.22 µm dan ± 0.29 µm serta panjang total spermatozoa adalah ± 0.56 µm.

36 DAFTAR PUSTAKA Àlvarez M, García-Macías V, Martínez-Pastor F, Martínez F, Borragán S, Mata M, Garde J, Anel L, De Paz P Effects of cryopreservation on head morphometry and its relation with chromatin status in brown bear (Ursus arctos) spermatozoa. Theriogenology 70: Arifiantini RI, Ferdian F Tinjauan aspek morfologi dan morfometri spermatozoa kerbau rawa (Bubalus bubalis) yang dikoleksi dengan teknik masase. J Vet 7: Arifiantini RI, Wresdiyanti T, Retnani EF. 2006a. Pengujian morfologi spermatozoa sapi bali (Bos sondaicus) menggunakan pewarnaan William s. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis Fapet Undip 31: Arifiantini RI, Wresdiyanti T, Retnani EF. 2006b. Kaji banding morfometri spermatozoa sapi bali (Bos sondaicus) menggunakan pewarnaan William s, eosin, eosin nigrosin dan formol saline. Jurnal Sains 24: Arifiantini RI, Purwantara B, Riyadhi M Occurrence of sperm abnormality of beef cattle at several artificial insemination centers in Indonesia. Animal Production 12: Arruda RP, Ball BA, Gravance CG, Garcia AR Effect of extender and cryoprotectants on stalion sperm head morphometry. Theriogenology 58: Axnér E, Strom B, Linde-Forsberg C Sperm morphology is better in the second ejaculate than in the first in domestic cats electoejaculated twice during the same period of anesthesia. Theriogenology 47: Axnér E, Strom B, Linde-Forsberg C Morphology of spermatozoa in the cauda epididymidis before and after electroejaculation and a comparison with ejaculated spermatozoa in the domestic cat. Theriogenology 50: Axnér E, Linde-Forsberg C Semen collection and assessment, and artificial insemination in the cat. International Veterinary Information Service. Barth AD, Oko RJ Abnormal Morfology of Bovine Spermatozoa. Iowa : Iowa State University Press. Beletti ME, Costa LF, Viana MP A comparison of morphometric characteristics of sperm from fertile Bos taurus and Bos indicus bulls in Brazil. Animal Reproduction Science 85: Chenoweth PJ Genetic sperm defect. Theriogenology 64: Costa DS, Paula TAR, Matta SLP da Cat, Cougar, and Jaguar Spermatogenesis: a Comparative Analysis. Brazilian Archives of Biology and Technology 49: Gage MJG, Freckleton RP Relative testis size and sperm morphometry across mammals: no evidence for an association between sperm competition and sperm length. Proc R Soc Lond B 270:

37 25 Gravance CG, Davis RO Automated sperm morphometry analysis (ASMA) in the rabbit. J Androl 16: Gunarso W Mikroteknik. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor. Hidalgo M, Rodríguez I, Dorado J, Sanz J, Soler C Effect of sample size and staining methods on stallion sperm morphometry by the Sperm Class Analyzer. Vet Med 50: Hidalgo M, Rodríguez I, Dorado J The effect of cryopreservation on sperm head morphometry in Florida male goat related to sperm freezability. Animal Reproduction Science 100: Howard JG, Brown JL, Bush M, Wildt DE Teratospermic and normospermic domestic cats: ejaculate traits, pituitary-gonadal hormones, and improvement of spermatozoa motility and morphology after swim-up processing. J Androl 11: Howard JG, Donoghue AM, Johnston LA, Wildt DE Zona pellucida filtration of structurally abnormal spermatozoa and reduced fertilization in teratospermic cats. Biol Reprod 49: Johnston SD, Kustritz MVR, Olson PNS Canine and Feline Theriogenology. Philadelphia: W. B. Saunders Company. Lipinski MJ, Froenicke L, Baysac KC, Billings NC, Leutenegger CM, Levy AM, Longeri M, Niini T, Ozpinar H, Slater MR, Pedersen NC, Lyons LA The ascent of cat breeds: genetic evaluations of breeds and worldwide random bred populations. Genomics 91: Martí JI, Aparicio IM, García-Herreros M Sperm morphometric subpopulations are differentially distributed in rams with different maturity age in cryopreserved ejaculates. Theriogenology 76: McGowan M, Galloway D, Taylor E, Entwistle K, Johnston P Veterinarians Examination of Bulls. Queensland : Australia Association of Cattle Veterinarians. Morrell JM, Johannisson A, Dalin A, Hammar L, Sandebert T, Rodriguez- Martinez H Sperm morphology and chromatin integrity in Swedish warmblood stallions and their relationship to pregnancy rate. Acta Veterinaria Scandinavica 50:2. Najamudin Kajian pola reproduksi pada kancil (Tragulus javanicus) dalam mendukung pelestariannya [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nugraha Anatomi komparatif organ reproduksi jantan pada genus Cynopterus dengan tinjauan khusus pada bakulum, penile spine dan spermatozoa [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Peggea RBG, Krishnakumar S, Whiteside D, Elkin B, Parlevlieta JM, Thundathilb JC Sperm characteristics in plains (Bison bison bison) versus wood (Bison bison athabascae) bison. Theriogenology 75:

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik Kucing domestik (Felis catus, Linneaus 1758) (Gambar 1) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di

Lebih terperinci

PENGUJIAN MORFOLOGI SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos Sondaicus) MENGGUNAKAN PEWARNAAN "WILLIAMS"

PENGUJIAN MORFOLOGI SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos Sondaicus) MENGGUNAKAN PEWARNAAN WILLIAMS PENGUJIAN MORFOLOGI SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos Sondaicus) MENGGUNAKAN PEWARNAAN "WILLIAMS" [Sperm Morphology Assesment of Bali Bull Cattle Using "Williams" Stain] R.I. Arifiantini, T. Wresdiyati, dan E.F.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Kelinci Lop dan Rex Evaluasi terhadap semen sangat diperlukan untuk memperoleh informasi mengenai kualitas semen. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel semen sapi yang diuji dalam penelitian ini berasal dari 13 (76.47%) BIB ditambah satu laboratorium IB dari total 17 BIB/BIBD yang ada di Indonesia, dengan jumlah total sapi

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA

KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 RINGKASAN ADITYA. Kajian

Lebih terperinci

PENANGANAN SEMEN DARI TEMPAT KOLEKSI KE LAB HINDARI SINAR MATAHARI LANGSUNG USAHAKAN SUHU ANTARA O C HINDARI DARI KOTORAN TERMASUK DEBU

PENANGANAN SEMEN DARI TEMPAT KOLEKSI KE LAB HINDARI SINAR MATAHARI LANGSUNG USAHAKAN SUHU ANTARA O C HINDARI DARI KOTORAN TERMASUK DEBU PENANGANAN SEMEN DARI TEMPAT KOLEKSI KE LAB HINDARI SINAR MATAHARI LANGSUNG USAHAKAN SUHU ANTARA 32-35 O C HINDARI DARI KOTORAN TERMASUK DEBU PENANGANAN SEMEN DI LAB PERALATAN BERSIH WAKTU EVALUASI ( 15-30

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH UMUR TERHADAP UKURAN EPIDIDIMIS, ABNORMALITAS SPERMATOZOA DAN VOLUME SEMEN PADA SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN UNGARAN (The

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Felis catus

TINJAUAN PUSTAKA Felis catus 3 TINJAUAN PUSTAKA Felis catus Kucing domestik (Felis catus) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di Near East sekitar 9000 10 000 tahun yang lalu.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 dengan selang waktu pengambilan satu minggu. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal 3(2): , Juli 2014 On Line at :

Animal Agriculture Journal 3(2): , Juli 2014 On Line at : On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH UMUR TERHADAP UKURAN TESTIS, VOLUME SEMEN DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA PADA SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN UNGARAN (Influence

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kelinci Tipe kecil ( small and dwarf breeds

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kelinci Tipe kecil ( small and dwarf breeds TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kelinci Kelinci yang banyak diternakkan saat ini berasal dari kelinci liar (Orytolagus cuniculus) yang telah mengalami domestikasi, tersebar di kawasan Afrika Utara, Eropa,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i PRASYARAT GELAR...ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv RIWAYAT HIDUP...v UCAPAN TERIMAKSIH...vi ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii RINGKASAN...ix DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Hubungan Bobot Badan dengan Konsentrasi, Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah dilaksanakan pada bulan Juli -

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C Takdir Saili, Hamzah, Achmad Selamet Aku Email: takdir69@yahoo.com Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH Hanum, A. N., E. T. Setiatin, D. Samsudewa, E. Kurnianto, E. Purbowati, dan Sutopo Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI

PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI PENGARUH PENGHILANGAN RAFINOSA DALAM PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN KAMBING BOER SELAMA SIMPAN DINGIN SKRIPSI Oleh : Abdul Rhochim NIM. 135050100111049 PROGRAM STUDI PETERNAKAN

Lebih terperinci

GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B

GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B04103026 DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

Abnormalitas spermatozoa domba dengan frekuensi penampungan berbeda

Abnormalitas spermatozoa domba dengan frekuensi penampungan berbeda PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 1, Nomor 4, Juli 2015 ISSN: 2407-8050 Halaman: 930-934 DOI: 10.13057/psnmbi/m010449 Abnormalitas spermatozoa domba dengan frekuensi penampungan berbeda Spermatozoa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dan Penyebaran Bandikut

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dan Penyebaran Bandikut TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Penyebaran Bandikut Sistematika zoologis Bandikut adalah sebagai berikut (Petocz 1994) (Gambar 1): Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mammalia

Lebih terperinci

MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA BABI YORKSHIRE DALAM NILAI EJAKULAT DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS AGUS PRASTOWO

MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA BABI YORKSHIRE DALAM NILAI EJAKULAT DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS AGUS PRASTOWO MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA BABI YORKSHIRE DALAM NILAI EJAKULAT DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS AGUS PRASTOWO FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Ringkasan AGUS PRASTOWO (B04104050).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI Oleh: Connie AstyPakpahan Ines GustiPebri MardhiahAbdian Ahmad Ihsan WantiDessi Dana Yunda Zahra AinunNaim AlfitraAbdiGuna Kabetty T Hutasoit Siti Prawitasari Br Maikel Tio

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C Takdir Saili *, Hamzah, Achmad Selamet Aku Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari

Lebih terperinci

Spermatogenesis dan sperma ternak

Spermatogenesis dan sperma ternak J0A09 dari 5. MATERI PRAKTIKUM 3 : Spermatogenesis dan sperma ternak TUJUAN PRAKTIKUM : Mahasiswa dapat menyebutkan tahapan pembentukan spermatozoa dan menjelaskan komposisi semen serta struktur/morfologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah hewan percobaan

Lebih terperinci

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN Tim Penyusun: Dr. Agung Pramana W.M., MS. Dr. Sri Rahayu, M.Kes. Dr. Ir. Sri Wahyuningsih, MS. Drs. Aris Soewondo, MS. drh. Handayu Untari drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SEMEN SEGAR, MORFOLOGI, DAN PENGUJIAN KEUTUHAN MEMBRAN PLASMA SPERMATOZOA KELINCI LOP DAN REX INNES MAULIDYA

KARAKTERISTIK SEMEN SEGAR, MORFOLOGI, DAN PENGUJIAN KEUTUHAN MEMBRAN PLASMA SPERMATOZOA KELINCI LOP DAN REX INNES MAULIDYA KARAKTERISTIK SEMEN SEGAR, MORFOLOGI, DAN PENGUJIAN KEUTUHAN MEMBRAN PLASMA SPERMATOZOA KELINCI LOP DAN REX INNES MAULIDYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peranan Inseminasi Buatan (IB) dan Seleksi Pejantan Pada Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Peranan Inseminasi Buatan (IB) dan Seleksi Pejantan Pada Sapi TINJAUAN PUSTAKA Peranan Inseminasi Buatan (IB) dan Seleksi Pejantan Pada Sapi Inseminasi buatan merupakan bioteknologi yang pertama diterapkan untuk meningkatkan genetik dan reproduksi pada hewan ternak.

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA

TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA TEKNIK PEMBUATAN PREPARAT SMEAR SEL SPERMA LAPORAN PRAKTIKUM diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Mikroteknik disusun oleh: Kelompok 1 Kelas C Adam Andytra (1202577) Devi Roslina (1200351)

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kucing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kucing TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kucing Kucing termasuk ke dalam Famili Felidae dan terdiri dari tiga genus yaitu Phantera, Felis dan Acinonyx. Pembagian genus ini bukan berdasarkan perbedaan ukuran tubuh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kelinci Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kelinci Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Lapang Bagian Produksi Ternak Ruminansia Kecil Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi, Bagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Besar Veteriner Wates sebagai tempat pembuatan preparat awetan testis.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Besar Veteriner Wates sebagai tempat pembuatan preparat awetan testis. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2004 Pebruari 2005 di Sub Laboratorium Biologi Laboratorium Pusat MIPA UNS Surakarta sebagai tempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Abnormalitas Spermatozoa Pemeriksaan abnormalitas spermatozoa dihitung dari jumlah persentase spermatozoa yang masih memiliki cytoplasmic droplet dan spermatozoa yang mengalami abnormalitas sekunder.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH JARAK DAN WAKTU TEMPUH TERHADAP POST THAWING MOTILITY, ABNORMALITAS DAN SPERMATOZOA HIDUP SEMEN BEKU (The Effect of Travel Distance and

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing adalah salah satu ternak yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

KUALITAS SEMEN DOMBA LOKAL PADA BERBAGAI KELOMPOK UMUR SEMEN QUALITY OF RAM AT DIFFERENT AGE-GROUP

KUALITAS SEMEN DOMBA LOKAL PADA BERBAGAI KELOMPOK UMUR SEMEN QUALITY OF RAM AT DIFFERENT AGE-GROUP KUALITAS SEMEN DOMBA LOKAL PADA BERBAGAI KELOMPOK UMUR SEMEN QUALITY OF RAM AT DIFFERENT AGE-GROUP Cindy Alvionita* Siti Darodjah Rasad** Nurcholidah Solihati** Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN (The Effects of Scrotal Diameter and Testical Volume in Semen Volume and

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Kimia untuk pembuatan ekstrak Myrmecodia pendens Merr. &

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Kimia untuk pembuatan ekstrak Myrmecodia pendens Merr. & 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi untuk pengaklimatisasian hewan uji serta

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Teen.) Steenis) dalam pengencer tris kuning telur tehadap kualitas semen kambing Peranakan Etawah

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lingkup Tempat Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI JENIS DAN TINGKAT ABNORMALITAS PRIMER PADA SPERMATOZOA SAPI PEJANTAN DI BEBERAPA BALAI INSEMINASI BUATAN DI INDONESIA MUHAMMAD RIYADHI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Hasil evaluasi semen segar merupakan pemeriksaan awal semen yang dijadikan dasar untuk menentukan kelayakan semen yang akan diproses lebih lanjut. Pemeriksaan

Lebih terperinci

Oleh : dr Hiratna SpPK

Oleh : dr Hiratna SpPK Oleh : dr Hiratna SpPK Sperma : ejakulat yg berasal dari seorg berupa cairan kental & keruh yg berisi sekret dari kel prostat, kel2 lain & spermatozoa. Pem sperma penting dlm masalah fertilitas & infertilitas,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Menurut ww.fishbase.org klasifikasi ikan lele sangkuriang adalah sebagai berikut: Class : Actinopterygii Ordo : Siluriformes Sub Ordo

Lebih terperinci

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

Function of the reproductive system is to produce off-springs. Function of the reproductive system is to produce off-springs. The Gonad produce gamets (sperms or ova) and sex hormones. All other reproductive organs are accessory organs Anatomi Sistem Reproduksi Pria

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3 o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian diawali dengan survey untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Domba Ekor Tipis Domba ekor tipis merupakan domba yang bersifat profilik yaitu mampu mengatur jumlah anak yang akan dilahirkan sesuai dengan ketersediaan pakan yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal IV Dusun Wawar Lor, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah pada bulan Maret Juni

Lebih terperinci

REAKSI STIMULASI ELEKTROEJAKULATOR DAN KARAKTERISTIK SEMEN KUCING DOMESTIK (Felis catus) FAJRIATI RAFELIA HAPSARI

REAKSI STIMULASI ELEKTROEJAKULATOR DAN KARAKTERISTIK SEMEN KUCING DOMESTIK (Felis catus) FAJRIATI RAFELIA HAPSARI REAKSI STIMULASI ELEKTROEJAKULATOR DAN KARAKTERISTIK SEMEN KUCING DOMESTIK (Felis catus) FAJRIATI RAFELIA HAPSARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRACT FAJRIATI RAFELIA

Lebih terperinci

L.N. Varasofiari, E.T. Setiatin, dan Sutopo Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRACT ABSTRAK

L.N. Varasofiari, E.T. Setiatin, dan Sutopo Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRACT ABSTRAK Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 201 208 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj EVALUASI KUALITAS SEMEN SEGAR SAPI JAWA BREBES BERDASARKAN LAMA WAKTU PENYIMPANAN (Evaluation

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR PEJANTAN DAN FREKUENSI PENAMPUNGAN TERHADAP VOLUME DAN MOTILITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG

PENGARUH UMUR PEJANTAN DAN FREKUENSI PENAMPUNGAN TERHADAP VOLUME DAN MOTILITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG PENGARUH UMUR PEJANTAN DAN FREKUENSI PENAMPUNGAN TERHADAP VOLUME DAN MOTILITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG THE INFLUENCE OF AGE AND SEMEN COLLECTION FREQUENCY ON THE VOLUME

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR A. Winarto dan N. Isnaini Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang Abstrak

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Tatap muka ke 4&5 PENILAIAN ATAU EVALUASI SPERMA

Tatap muka ke 4&5 PENILAIAN ATAU EVALUASI SPERMA Tatap muka ke 4&5 PokokBahasan: PENILAIAN ATAU EVALUASI SPERMA 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti cara - cara menilai sperma Mengerti sperma yang baik dan buruk 2. Tujuan Intruksional Khusus Mampu melaksanakan

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu Thawing pada Kualitas Spermatozoa Sapi Pejantan Friesian Holstein

Pengaruh Suhu Thawing pada Kualitas Spermatozoa Sapi Pejantan Friesian Holstein JS V 32 (1), Juli 2014 JURNAL SAIN VETERINER ISSN : 0126-0421 Pengaruh Suhu Thawing pada Kualitas Spermatozoa Sapi Pejantan Friesian Holstein The Effect of Thawing Temperature on Sperm Quality of Friesian

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

Kualitas Semen Kambing Peranakan Boer. Quality of Semen Crossbreed Boer Goat. M. Hartono PENDAHULUAN. Universitas Lampung ABSTRACT

Kualitas Semen Kambing Peranakan Boer. Quality of Semen Crossbreed Boer Goat. M. Hartono PENDAHULUAN. Universitas Lampung ABSTRACT Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 10 (1):52-58 ISSN 1410 5020 Kualitas Semen Kambing Peranakan Boer Quality of Semen Crossbreed Boer Goat M. Hartono Universitas Lampung ABSTRACT The research was

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diberi 2-ME Hasil pengamatan pengaruh ekstrak etanol biji labu kuning

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yaitu bulan Januari sampai Maret 2012. Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac. MAULUDDIN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada ternak sapi telah banyak diterapkan di Indonesia. Menurut SNI 4896.1 (2008),

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir ini, para peneliti mencoba mengatasi masalahmasalah reproduksi pada hewan melalui teknologi transplantasi sel germinal jantan atau disebut juga transplantasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan, 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan, perlakuan, pengamatan jumlah, morfologi, viabilitas, dan motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN UPAYA KRIOPRESERVASI SEMEN DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI BENIH LELE DUMBO (Clarias gariepinus Burchell 1822) L U T F I

KARAKTERISTIK DAN UPAYA KRIOPRESERVASI SEMEN DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI BENIH LELE DUMBO (Clarias gariepinus Burchell 1822) L U T F I KARAKTERISTIK DAN UPAYA KRIOPRESERVASI SEMEN DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI BENIH LELE DUMBO (Clarias gariepinus Burchell 1822) L U T F I SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci