KARAKTERISTIK SEMEN SEGAR, MORFOLOGI, DAN PENGUJIAN KEUTUHAN MEMBRAN PLASMA SPERMATOZOA KELINCI LOP DAN REX INNES MAULIDYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK SEMEN SEGAR, MORFOLOGI, DAN PENGUJIAN KEUTUHAN MEMBRAN PLASMA SPERMATOZOA KELINCI LOP DAN REX INNES MAULIDYA"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK SEMEN SEGAR, MORFOLOGI, DAN PENGUJIAN KEUTUHAN MEMBRAN PLASMA SPERMATOZOA KELINCI LOP DAN REX INNES MAULIDYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Karakteristik Semen Segar, Morfologi, dan Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa Kelinci Lop dan Rex adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 Innes Maulidya B

3 ABSTRACT INNES MAULIDYA. B Characteristics of Raw Semen, Sperm Morphology, and Plasma Membrane Integrity Test of Lop and Rex Rabbits. Directed by Prof. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, MSi. The study was conducted to investigate the quality of semen between Lop and Rex breed. Semen samples was collected by using artificial vagina and evaluated macro and microscopically. The evaluation included semen volume, ph, consistency, color, mass movement, motility, individual scores, concentration, and viability. The sperm morphology was examination using carbofuchsin eosin staining and the plasma membran integrity was determine using Hypo-Osmotic Swelling test (HOS test). Hypo-Osmotic solution was modified by mixing fructose and sodium citrate into three different osmotic pressure: 50, 100, and 150 mosm/kg. All data were analyzed statistically using analysis of variance (ANOVA), whereas the data from HOS test were analyzed using completely randomized design (CRD) with three factor patterns. The result showed that mass movement, motility, and individual scores of Rex s sperm was superior compare than Lop s, but there were no difference in other parameters. The respons of plasma membrane integrity showed that Rex s sperm was faster (15 minute) compare than Lop s (30 minute). This fact may relate to the composition structure of the plasma membrane and seminal plasma. Key words: Rabbit, Lop, Rex, membrane integrity, semen, sperm

4 RINGKASAN INNES MAULIDYA. B Karakteristik Semen Segar, Morfologi, dan Pengujian Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa Kelinci Lop dan Rex. Dibimbing oleh oleh Prof. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, MSi. Penelitian dilakukan untuk mempelajari kualitas semen dari kelinci Lop dan Rex. Sampel semen dikoleksi menggunakan vagina buatan, semen lalu dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Evaluasi yang dilakukan meliputi pemeriksaan volume semen, ph, konsistensi, warna semen, gerakan massa, motilitas, skor individu, konsentrasi, dan viabilitas. Morfologi spermatozoa diwarnai menggunakan pewarnaan Williams dan keutuhan membran plasma spermatozoa diuji dengan Hypo-Osmotic Swelling test (HOS test). Larutan hipoosmotik yang digunakan merupakan campuran Fruktosa dan Natrium sitrat bertekanan osmotik 50, 100, dan 150 mosm/kg. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA, sedangkan data HOS test dianalisis menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan pola tiga faktor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gerakan massa, motilitas, dan skor individu spermatozoa kelinci Rex berbeda (P<0.05) dengan kelinci Lop, tetapi tidak berbeda (P>0.05) untuk parameter lainnya. Pada pengujian membran plasma utuh (MPU), spermatozoa kelinci Rex berespon (coil) 15 menit lebih cepat dibandingkan kelinci Lop. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan komposisi struktur membran plasma dan plasma semen. Kata kunci: Kelinci, Lop, Rex, keutuhan membran, semen, spermatozoa

5 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

6 KARAKTERISTIK SEMEN SEGAR, MORFOLOGI, DAN PENGUJIAN KEUTUHAN MEMBRAN PLASMA SPERMATOZOA KELINCI LOP DAN REX INNES MAULIDYA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

7 Judul Skripsi Nama NRP : Karakteristik Semen Segar, Morfologi, dan Pengujian Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa Kelinci Lop dan Rex : Innes Maulidya : B Disetujui, Pembimbing Prof. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, MSi NIP Mengetahui, Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB Drh. H. Agus Setiono, MS, Ph.D, APVet NIP Tanggal Lulus :

8 KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohiim Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga penulisan skripsi yang berjudul Karakteristik Semen Segar, Morfologi, dan Pengujian Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa Kelinci Lop dan Rex dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan, membimbing, dan membantu penulis selama ini. 2. Drh. Muhidin Nurdin selaku dosen penilai seminar serta kepada Drh. Adi Winarto Ph.D PAVet dan Dr. drh. H. Akhmad Arif Amin selaku dosen penguji atas saran dan masukan yang telah diberikan. 3. Dr. drh. Amrozi selaku dosen pembimbing akademik penulis atas segala bimbingannya selama ini. 4. Bapak Ekon Maludi, Bapak Sinto, dan karyawan Indira Farm dan Istana Kelinci yang telah menyediakan kelinci sebagai sampel dalam penelitian serta menyediakan tempat untuk melakukan penelitian. 5. Dr. drh. Amrozi selaku kepala Unit Rehabilitasi dan Reproduksi (URR) FKH IPB yang telah memberikan izin penelitian di laboratorium Fisiologi Reproduksi, serta kepada Bapak Bondan dan segenap staf URR atas bantuan yang diberikan selama penelitian. 6. Staf laboratorium Embriologi dan Histologi atas bantuannya. 7. Ayah, Ibu, Dila, Vira, dan seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan do a, semangat, dan kasih sayangnya kepada penulis. 8. Adit Fahrizal atas do a dan dukungan yang diberikan. 9. Teman-teman satu penelitian, Irena, Rice, dan Rizal yang telah membantu penulis hingga dapat menyelesaikan penelitian ini. 10. Sahabatku Sarah, Ulan, dan Tia atas dukungan dan kebersamaannya. 11. Amink, Desray, Hana, Fara, dan rekan-rekan Avenzoar 45 atas kebersamaannya selama ini. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, September 2012 Innes Maulidya

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 25 Oktober 1990 dari pasangan Bapak Ekon Maludi dan Ibu Widyawati Noor. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN Sindang Barang 2 pada tahun 2002, sekolah menengah pertama di SMPN 6 Bogor pada tahun 2005, sekolah menengah atas di SMAN 5 Bogor pada tahun 2008 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB memilih Fakultas Kedokteran Hewan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi mahasiswa Uni Konservasi Fauna (UKF), Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) Satwa Liar FKH IPB, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kabinet Katalis periode

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Tinjauan Umum Kelinci... 3 Fisiologi Semen... 6 Evaluasi Semen... 6 Morfologi Spermatozoa... 7 Pengujian Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa... 9 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Persiapan Kelinci Persiapan Vagina Buatan dan Koleksi Semen Evaluasi Semen Pemeriksaan Morfologi Spermatozoa Pengujian Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Kelinci Lop dan Rex Morfologi Spermatozoa Segar Kelinci Lop dan Rex Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 40

11 DAFTAR TABEL Halaman 1 Karakteristik semen segar kelinci Lop dan Rex yang dikoleksi menggunakan vagina buatan Jenis abnormalitas spermatozoa primer kelinci Lop dan Rex yang dikoleksi menggunakan vagina buatan (%) Jenis abnormalitas spermatozoa sekunder kelinci Lop dan Rex yang dikoleksi menggunakan vagina buatan (%) Morfologi kepala dan ekor spermatozoa kelinci Lop dan Rex yang dikoleksi menggunakan vagina buatan (%) MPU semen segar kelinxi Lop dan Rex pada beberapa tekanan osmotik yang diinkubasi selama satu jam (%) Waktu optimal pengujian MPU semen segar kelinci Lop dan Rex pada beberapa larutan hipoosmotik... 32

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kelinci Lop Kelinci Rex Struktur Spermatozoa (Adellman & Cahill 1989) Komponen vagina buatan (kiri) dan vagina buatan (kanan) Proses pewarnaan eosin nigrosin Kamar hitung Neubauer dan bidang hitungnya Hasil koleksi semen kelinci Spermatozoa hidup (kepala berwarna putih) dan spermatozoa mati (kepala berwarna merah, tanda panah), pewarnaan eosin nigrosin Diagram persentase jenis abnormalitas spermatozoa primer kelinci Lop dan Rex Morfologi kepala spermatozoa kelinci Lop dan Rex (a) normal, (b) abnormal contour, (c) KA defect, (d) detached head, (e) macrocephalus, (f) microcephalus, (g) narrow, (h) taperred, (i) pearshaped, (j) round head (perbesaran 1000X) Diagram persentase jenis abnormalitas spermatozoa sekunder kelinci Lop dan Rex Morfologi ekor spermatozoa kelinci Lop dan Rex (a) normal, (b) abaxial tail, (c) bowed midpiece, (d) DMPR abnormality, (e) teratoid form, (f) bent PP, (g) coiled PP, (h) double tail (perbesaran 1000X) Respon spermatozoa (coil) saat terpapar larutan hipoosmotik (tanda panah) Diagram persentase spermatozoa coil kelinci Lop dan Rex dalam larutan bertekanan 50 mosm/kg Diagram persentase spermatozoa coil kelinci Lop dan Rex dalam larutan bertekanan 100 mosm/kg Diagram persentase spermatozoa coil kelinci Lop dan Rex dalam larutan bertekanan 150 mosm/kg... 32

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Karakteristik semen segar kelinci Lop Karakteristik semen segar kelinci Rex Persentase MPU semen segar kelinci Lop Persentase MPU semen segar kelinci Rex Tekanan osmotik semen segar kelinci Lop dan Rex... 44

14 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini, kelinci menjadi salah satu hewan kesayangan yang semakin digemari di Indonesia. Berbagai breed kelinci mulai dibudidayakan untuk memenuhi berbagai keperluan, seperti pemanfaatan daging, kulit dan rambut, serta sebagai hewan laboratorium dan hewan kesayangan (Sarwono 2001). Berdasarkan perbedaan ukuran tubuh, warna dan panjang rambut, pertumbuhan, serta manfaat satu dengan lainnya, terdapat lebih dari 72 breed kelinci yang tersebar luas di dunia termasuk di Indonesia. Beberapa breed kelinci yang banyak diketahui, dipelihara, dan dibudidayakan oleh peternak Indonesia antara lain kelinci Angora, Lop, Flemish Giant, Rex, Dutch, English Spot, Himalayan, Lion Head, Satin, Nederland Dwarf, New Zealand, Hotot, Harlequine, Tan, Polish, Havana, Chinchila, dan Californian. Diantara berbagai breed kelinci yang ada, kelinci Lop dan Rex memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya dengan kelinci breed lain. Ciri khas kelinci Lop terletak pada telinga yang menggantung dari pangkal kepala hingga samping pipi dengan ujung membulat, tidak seperti kelinci pada umumnya yang memiliki telinga tegak (Sarwono 2001). Ciri khas ini menyebabkan kelinci Lop terlihat lucu dan menarik sehingga digemari banyak orang sebagai kelinci hias. Kelinci Lop juga dapat dimanfaatkan sebagai penghasil daging karena ukurannya yang besar. Kelinci Rex memiliki ciri khas pada rambutnya yang halus dan lembut seperti beludru (Sarwono 2001). Karena keindahan rambutnya, breed kelinci ini banyak dibudidayakan sebagai penghasil rambut untuk bahan pembuatan jaket dan aksesoris pakaian. Kelinci Rex juga dapat dimanfaatkan sebagai hewan kesayangan dan penghasil daging. Potensi besar yang dimiliki kelinci Lop dan Rex harus dimanfaatkan dengan baik. Salah satu upaya untuk meningkatkan potensi tersebut adalah dengan mengetahui potensi reproduksi jantan kedua breed kelinci yang dipengaruhi oleh organ reproduksi, libido, dan kualitas semen yang diejakulasikan (Togun & Egbunike 2006). Semen merupakan sekresi dari organ kelamin jantan yang terdiri atas spermatozoa dan plasma semen (Garner & Hafez 2000). Pemeriksaan terhadap kualitas semen merupakan upaya untuk mengetahui fertilitas hewan

15 2 jantan. Pemeriksaan dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan secara makroskopis terdiri atas pengukuran volume semen, konsistensi, warna, dan ph semen, sedangkan pemeriksaan secara mikroskopis terdiri atas gerakan massa, gerakan individu, motilitas, konsentrasi, viabilitas, dan morfologi spermatozoa. Spermatozoa terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dan ekor (Garner & Hafez 2000). Keseluruhan bagian ini dibungkus oleh membran plasma yang berfungsi sebagai pelindung terhadap perubahan lingkungan, unsur transport dari dalam ke luar sel atau sebaliknya (Pinto & Kozink 2008), serta menjaga intergritas biokimia dan struktur spermatozoa (Amorim et al. 2009). Membran plasma yang mengalami kerusakan akan menyebabkan terganggunya komponen-komponen dalam spermatozoa seperti akrosom di bagian kepala yang mengandung enzimenzim penting untuk fertilisasi ataupun mengganggu mitokondria jika kerusakan terjadi pada bagian ekor. Kerusakan dapat menyebabkan terjadinya penurunan fungsi membran plasma sehingga penurunan kualitas spermatozoa dapat terjadi. Mengingat pentingnya fungsi membran plasma, maka dilakukan pengujian terhadap keutuhan membran plasma dengan uji khusus yang disebut Hypo- Osmotic Swelling test (HOS test). Pengujian terhadap keutuhan membran plasma spermatozoa telah banyak dilaporkan pada berbagai hewan, antara lain pada kambing (Fonseca et al. 2005), sapi (Correa & Zavos 1994), babi (Zou & Yang 2000), kuda (Neild et al. 1999), dan manusia (Jayendran et al. 1984), akan tetapi pengujian ini masih jarang dilakukan pada kelinci. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari karakteristik semen segar baik secara makroskopis dan mikroskopis, terutama morfologi dan keutuhan membran plasma spermatozoa kelinci Lop dan Rex. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakteristik semen segar baik secara makroskopis dan mikroskopis, terutama morfologi dan keutuhan membran plasma spermatozoa kelinci Lop dan Rex.

16 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kelinci Kelinci yang banyak diternakkan saat ini berasal dari kelinci liar (Orytolagus cuniculus) yang telah mengalami domestikasi, tersebar di kawasan Afrika Utara, Eropa, Australia, Selandia Baru, Chili, serta pulau-pulau di Pasifik dan Atlantik. Klasifikasi kelinci adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Mammalia Ordo : Lagomorpha Famili : Leporidae Sub famili : Leporine Genus : Lepus, Pentalagus, Bunolagus, Nesolagus, Romerolagus, Brachylagus, Sylvilagus, Oryctolagus, dan Poelagus. Spesies : Lepus spp., Pentalagus spp., Bunolagus spp., Nesolagus spp., Romerolagus spp., Brachylagus spp., Sylvilagus spp., Oryctolagus spp., dan Poelagus spp. Di Indonesia khususnya Pulau Jawa, kelinci pada mulanya merupakan ternak hias yang dipelihara oleh Belanda. Pada perkembangannya, kelinci mulai meluas ke kalangan rakyat biasa dan banyak diternakkan oleh petani-petani di daerah pegunungan. Breed kelinci pertama yang diternakkan di Indonesia adalah Nederland Dwarf yang pada awalnya merupakan usaha sambilan berskala kecil. Pada tahun 1980, pemerintah Indonesia mulai menggalakkan pemeliharaan kelinci sebagai sumber daging, akan tetapi usaha ini tidak berjalan mulus seperti di daerah Eropa dan Asia. Berdasarkan bobotnya, kelinci dewasa dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu tipe kecil, sedang, dan besar. Ketiga tipe tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Tipe kecil (small and dwarf breeds). Kelinci tipe ini dimanfaatkan sebagai ternak biasa atau sebagai hewan kesayangan karena sifatnya yang jinak dan mudah dipelihara. Memiliki bobot kg dan dewasa kelamin pada 4-6 bulan. Beberapa breed kelinci tipe kecil antara lain Lop Dwarf, Dutch, Polish, dan English Angora.

17 4 2. Tipe sedang (medium breeds). Kelinci tipe ini dimanfaatkan sebagai penghasil daging, bulu, dan kulit. Bobotnya adalah antara 2-4 kg. Mencapai dewasa kelamin pada umur 7-8 bulan. Beberapa breed kelinci tipe sedang antara lain Rex, New Zealand White, English spot, dan Californian. 3. Tipe berat (giant breeds). Kelinci tipe ini dimanfaatkan sebagai penghasil daging, bulu, dan kulit seperti tipe sedang. Bobot yang dapat dicapai adalah hingga 8 kg. Kelinci tipe ini mencapai dewasa kelamin pada umur bulan. Beberapa breed kelinci tipe berat antara lain Flemish Giant dan Giant Chinchilla (Sarwono 2001). Terdapat lebih dari 72 breed kelinci yang tersebar luas di dunia. Beberapa breed kelinci yang sudah dibudidayakan di Indonesia, antara lain: 1. Kelinci Lop Kelinci Lop memiliki kepala lebar, mata hitam, serta tubuh kompak dan padat. Ciri khas kelinci Lop terletak pada telinga yang menggantung dari pangkal kepala hingga samping pipi dengan ujung membulat, tidak seperti kelinci pada umumnya yang memiliki telinga tegak (Gambar 1). Perubahan posisi telinga terlihat setelah usia kelinci 2-4 bulan. Ciri khas ini yang menyebabkan kelinci Lop terlihat lucu dan menarik sehingga digemari banyak orang sebagai kelinci hias. Gambar 1 Kelinci Lop.

18 5 Lop melahirkan 6-8 ekor anak setiap kali bunting. Kemampuan beranak tiap induk cukup besar, yaitu mencapai 36 ekor per tahun. Anak Lop tumbuh cepat dan berdaging padat. Rata-rata bobot anak setelah berumur 65 hari adalah 1.8 kg dan bobot dewasa mencapai kg, karenanya Lop juga banyak diternakkan untuk diambil dagingnya (Sarwono 2001). Beberapa jenis kelinci Lop antara lain English Lop, Holland Lop, Dwarf Lop, American Fuzzy Lop, Angora Lop, dan French Lop. Diantara beberapa jenis kelinci Lop tersebut, English Lop merupakan jenis yang paling terkenal, berwarna kuning, coklat, dan hitam kekuningkuningan. 2. Kelinci Rex Kelinci Rex memiliki proporsi tubuh yang baik dengan bagian belakang membulat, tulang kuat, kepala lebar, dan telinga tegak. Ciri khas kelinci Rex terletak pada rambutnya yang halus dan lembut seperti beludru dengan panjang hingga 1.27 cm. Karena keindahan rambutnya, kelinci ini banyak dibudidayakan sebagai penghasil rambut selain sebagai kelinci hias. Rambut Rex yang eksotis digunakan sebagai bahan baku pembuatan jaket atau aksesoris pakaian. Bobot dewasa Rex dapat mencapai kg. Ukurannya yang besar juga dimanfaatkan peternak Rex untuk diambil dagingnya (Sarwono 2001). Gambar 2 Kelinci Rex.

19 6 Kelinci Rex melahirkan 6-7 ekor anak setiap kali bunting dan setiap tahun kelinci ini dapat melahirkan hingga 6 kali. Warna rambut kelinci Rex sangat bervariasi antara lain putih, hitam, biru, ungu merah muda (Lilac), coklat emas (Nutria, Cinnamon), merah kuning keemasan, coklat gelap kehitam-hitaman (Havana), bertotol (Dalmation), kombinasi hitam dan oranye (Harlequin), dan seperti kucing Siam (Siamese Sable). Kelinci Rex yang paling terkenal adalah White Rex, yang berambut putih mulus dan tebal. Kualitas rambutnya sangat baik, lembut seperti beludru. Breed ini disebut juga Ermine Rex. Fisiologi Semen Semen merupakan sekresi dari organ kelamin jantan yang terdiri atas spermatozoa dan plasma semen (Garner & Hafez 2000). Spermatozoa pada semen dihasilkan oleh testis dan dipengaruhi oleh hormon gonadotropin dan gonad, sedangkan plasma semen merupakan campuran sekresi dari epididimis dan kelenjar-kelenjar kelamin seperti kelenjar vesikularis dan prostat. Plasma semen berperan dalam keberhasilan reproduksi karena digunakan sebagai media transport dan energi bagi spermatozoa. Semen memiliki larutan buffer nitrat, bikarbonat, kation, ph sedikit basa ( ), dan tekanan osmotik yang hampir sama dengan darah. Evaluasi Semen Semen yang telah dikoleksi segera mungkin dievaluasi untuk mengetahui kuantitas dan kualitas semen sebelum semen itu digunakan. Hal ini karena hanya semen dengan kualitas baik yang memiliki kemampuan fertilisasi yang tinggi. Keberhasilan fertilisasi dari ejakulasi secara pasti hanya dapat ditentukan setelah inseminasi, akan tetapi cara ini memakan waktu dan biaya. Karenanya, tes laboratorium dikembangkan untuk memperkirakan kualitas in vitro dan mengorelasikan parameter kualitas semen tersebut dengan kesuburan in vivo. Tes laboratorium ini dapat digunakan untuk memprediksi kesuburan pejantan (Rodríguez-Martínez 2003; Carluccio et al. 2004). Menurut Freshman (2002), evaluasi semen mencakup gross evaluation, pengukuran ph, motilitas, morfologi, konsentrasi spermatozoa, sitologi, kultur semen, dan alkaline phosphate. Secara umum, evaluasi semen yang dilakukan

20 7 mencakup evaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis, volume semen, ph, konsistensi, dan warna semen dapat dinilai, sedangkan secara mikroskopis, gerakan massa, motilitas, skor individu, konsentrasi, viabilitas, dan morfologi dapat dinilai. Morfologi Spermatozoa Garner dan Hafez (2000) membagi spermatozoa menjadi dua bagian, yaitu kepala dan ekor. Kepala spermatozoa berbentuk bulat, lonjong, dan pipih. Kepala spermatozoa terdiri atas bagian akrosom anterior dan post akrosomal posterior. Akrosom anterior dibungkus oleh tudung akrosom yang merupakan struktur berupa dua lapis membran diantara plasma membran dan anterior kepala spermatozoa. Kandungan tudung akrosom adalah akrosin, hyaluronidase, dan enzim hidrolitik lainnya yang berfungsi untuk menembus ovarium dan membran oosit. Kepala juga berisi kromosom atau untaian DNA (Barth & Oko 1989). Ekor spermatozoa terdiri atas bagian penghubung (connecting piece), bagian tengah (midpiece), bagian utama (principle piece), dan bagian ujung (endpiece). Ekor terdiri atas aksonema yang tersusun oleh sembilan pasang mikrotubulus yang melingkari 2 inti filament. Aksonema dibungkus oleh banyak mitokondria yang berfungsi sebagai sumber energi bagi motilitas spermatozoa. Fruktosa yang terkandung dalam semen merupakan sumber pembentuk adenosine triphosphate (ATP) pada mitokondria. Ekor spermatozoa berfungsi sebagai penggerak lokomosi dengan gelombang di daerah implantasi ekor kepala, mendorong spermatozoa bergerak melalui uterus dan tuba Falopii hingga bertemu dan berpenetrasi pada oosit (Schatten & Gheorghe 2007), keberhasilan fertilisasi bergantung pada hal ini. Kelainan terhadap morfologi spermatozoa atau abnormalitas secara alami dapat ditemukan pada spermatozoa karena kurang sempurnanya proses dalam organ reproduksi hewan. Abnormalitas dipicu oleh penyakit, heat stress, perlakuan kriopreservasi, dan musim (Barth & Oko 1989). Tingginya persentase spermatozoa abnormal berkorelasi dengan kesuburan pada kelinci (Lavara et al. 2005). Penilaian terhadap abnormalitas spermatozoa dibantu dengan pewanaan William.

21 8 Barth dan Oko (1989) mengklasifikasikan abnormalitas spermatozoa ke dalam dua kelompok, yaitu abnormalitas spermatozoa primer dan sekunder. Abnormalitas spermatozoa primer merupakan abnormalitas yang terjadi pada bagian kepala spermatozoa karena adanya kelainan saat proses spermatogenesis dalam tubuli seminiferi. Abnormalitas spermatozoa primer meliputi pyriform (pearshaped), narrow at the base (taperred), abnormal countour, undeveloped, narrow, variable size (macrocephalus, microcephalus), double head, detached head, dan diadem. Gambar 3 Struktur spermatozoa (Adelman & Cahill 1989). Abnormalitas spermatozoa sekunder terjadi pada bagian ekor akibat kerusakan selama perjalanan spermatozoa melalui epididimis dan selama fase ejakulasi atau setelah ejakulasi yang meliputi kesalahan penanganan dan perlakuan terhadap spermatozoa seperti heat shock, pemanasan berlebihan, dan karena kontaminasi urin, air, atau antiseptik (Chenoweth 2005). Abnormalitas spermatozoa sekunder meliputi abaxial tail, coiled tails (simple bent, under the head, double folded), dan abnormal midpiece. Abnormalitas dianggap serius

22 9 apabila abnormalitas spermatozoa primer yang ditemukan mencapai 18-20% karena dapat menurunkan fertilitas (Barth & Oko 1989). Pengujian Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa Seluruh bagian spermatozoa diselimuti oleh membran plasma yang berfungsi sebagai pelindung terhadap perubahan lingkungan, sebagai unsur transport dari dalam ke luar sel atau sebaliknya (Pinto & Kozink 2008), serta menjaga integritas biokimia dan struktur spermatozoa (Amorim et al. 2009). Keutuhan membran plasma akan menentukan kualitas spermatozoa. Hypo- Osmotic Swelling test (HOS test) merupakan uji khusus yang digunakan untuk mengetahui keutuhan membran plasma spermatozoa (Lodhi et al. 2008). Mocé et al. (2004), Daader dan Seleem (2005), dan Safaah et al. (2008) menunjukkan bahwa HOS test dapat digunakan untuk menilai hasil fertilisasi in vitro dari semen kelinci. Dasar dari HOS test adalah hukum osmosis. Saat spermatozoa terpapar oleh medium hipoosmotik, bahan biokimia aktif pada spermatozoa akan meningkatkan volume spermatozoa dengan mengalirkan air masuk ke dalam spermatozoa hingga tercapai keseimbangan antara kompartemen dalam spermatozoa dengan lingkungan ekstraseluler. Proses ini menyebabkan spermatozoa membengkak, terjadi perubahan ukuran dan bentuk spermatozoa yang dapat dievaluasi menggunakan mikroskop fase kontras (Cabrita et al. 1999; Fonseca et al. 2005). Pembengkakan mudah teramati pada bagian ekor yang menunjukkan adanya kebengkokan ekor (coil).

23 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Materi Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian adalah vagina buatan, mikroskop cahaya, gelas objek dan penutup, water bath, heating table, ph paper, pipet, mikropipet, pipet Pasteur, counting chamber, tabung Eppendorf, stopwatch, counter, termometer, termos, spoit, aluminium foil, dan bak pencuci. Bahan yang digunakan antara lain semen kelinci yang berasal dari 3 ekor kelinci Lop dan 3 ekor kelinci Rex (berbobot badan kg dalam usia produktif), 1 ekor kelinci Lop betina, 1 ekor kelinci Rex betina, alkohol, NaCl 0.9%, KY Jelly, larutan Hipoosmotik (Natrium Sitrat dan Fruktosa), bahan pewarnaan Eosin Nigrosin, dan bahan pewarnaan Williams (alkohol absolut, chloramin 0.5%, air destilasi, alkohol 95%, dan larutan Williams). Metode Penelitian Persiapan Kelinci Kelinci jantan dipelihara dalam kandang individual, dipelihara juga kelinci betina sebagai pemancing (teaser) di kandang lain. Persiapan Vagina Buatan dan Koleksi Semen Komponen vagina buatan, yaitu outer layer, inner linner, termometer, tabung penampung, KY Jelly, spoit, dan karet disiapkan (Gambar 4). Inner linner dimasukkan ke dalam outer layer dan diikat pada kedua ujungnya menggunakan karet. Melalui lubang kecil pada outer layer, air hangat bersuhu 40 o C dimasukkan dengan menggunakan spoit hingga inner linner mengembang. KY jelly lalu dioleskan pada sepertiga bagian depan vagina buatan. Tabung penampung kemudian dipasangkan pada bagian belakang vagina buatan, sedangkan bagian depan dibiarkan terbuka sebagai tempat penis intromisi (Gambar 4).

24 11 Daerah sekitar preputium kelinci dibersihkan dengan menggunakan NaCl 0.9%. Teaser kemudian dimasukkan ke dalam kandang pejantan atau didekatkan dengan pejantan. Pejantan dibiarkan menaiki pemancing (mounting). Pada saat yang bersamaan, vagina buatan diarahkan pada penis kelinci. Koleksi semen dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval waktu 3 hari. Gambar 4 Komponen vagina buatan (kiri) dan vagina buatan (kanan). Evaluasi Semen Evaluasi semen yang dilakukan meliputi evaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis, volume semen, ph, konsistensi, serta warna semen dapat dinilai. Sedangkan secara mikroskopis, gerakan massa, motilitas, skor individu, konsentrasi, viabilitas, dan morfologi spermatozoa dapat dinilai. Evaluasi Makroskopis: 1. Warna dapat dinilai langsung dengan menggunakan indra penglihatan, akan diperoleh warna putih, krem, atau kuning. 2. Volume dapat dilihat langsung dari skala yang ditunjukkan pada tabung penampung. 3. Konsistensi didapatkan dengan menggoyangkan tabung berisi semen, akan diperoleh hasil encer, sedang, atau kental.

25 12 4. ph dapat diketahui dengan membaca hasil pada ph paper yang dicelupkan pada semen. Evaluasi Mikroskopis: 1. Gerakan massa Gerakan massa dapat dinilai dengan mengamati pergerakan spermatozoa menyerupai gelombang pada mikroskop perbesaran 100X, yaitu dengan meneteskan satu tetes semen ke atas permukaan gelas objek dan selanjutnya dilihat di bawah mikroskop. Pemeriksaan dilakukan minimal pada lima lapang pandang berbeda. Hasil yang diperoleh adalah (+++), (++), (+), atau (-). 2. Skor individu dan Motilitas Skor individu dan motilitas dapat dinilai dengan bentuan cairan isotonis NaCl 0.9%. Satu tetes semen dicampurkan dengan empat tetes NaCl 0.9% dan ditutup gelas penutup, lalu diamati di mikroskop perbesaran 400X. Skor individu spermatozoa dinilai berdasarkan kecepatan pergerakan spermatozoa (1-5), sedangkan motilitas dinilai berdasarkan banyaknya spermatozoa yang bergerak progressive dan dinyatakan dalam persen (%). Pemeriksaan dilakukan minimal pada lima lapang pandang berbeda. 3. Viabilitas Viabilitas dinilai menggunakan bantuan pewarnaan Eosin Nigrosin. Satu tetes spermatozoa dicampur dengan empat tetes pewarna Eosin Nigrosin lalu diulas, difiksasi di atas meja pemanas, dan diamati di bawah mikroskop perbesaran 400X. Sebanyak sepuluh lapang pandang spermatozoa dihitung. Spermatozoa hidup akan memiliki kepala berwarna putih, sedangkan spermatozoa mati akan memiliki kepala berwarna merah. Gambar 5 Proses pewarnaan eosin nigrosin.

26 13 Perhitungan: 4. Konsentrasi Spermatozoa Sebanyak 5 µl semen dicampurkan dengan 95 µl formol salin. Kemudian campuran tersebut diteteskan pada counting chamber. Konsentrasi spermatozoa adalah jumlah spermatozoa dalam counting chamber x 10 6 dengan satuan spermatozoa per ml. Gambar 6 Kamar hitung Neubauer dan bidang hitungnya. Pemeriksaan Morfologi Spermatozoa Morfologi spermatozoa diwarnai dengan pewarnaan Williams. Dari sampel semen segar yang ada, dibuat preparat ulas dan difiksasi di atas meja pemanas. Preparat ulas yang telah siap kemudian dicuci dalam alkohol absolut selama 4 menit dan dikeringudarakan. Selanjutnya preparat dicelupkan berulang kali dalam larutan chloramin 0.5% selama 1-2 menit atau hingga lendir (mucous) hilang dan ulasan terlihat jernih. Preparat kemudian dicuci dalam air destilasi. Setelah itu preparat dicelupkan dalam alkohol 95%. Selama 8-10 menit selanjutmya, preparat diwarnai dengan larutan Williams. Langkah terakhir, preparat dicuci dengan air mengalir hingga ulasan terlihat jernih dan dikeringkan. Sebanyak sepuluh lapang pandang diperiksa dari preparat yang telah diwarnai. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop cahaya perbesaran 400X.

27 14 Perhitungan: Pengujian Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa Pengujian dilakukan menggunakan larutan campuran g Natrium Sitrat dan g Fruktosa dalam 100 ml aquadest dan diatur tekanannya menjadi 50 mosm/kg (TO 50 ), 100 mosm/kg (TO 100 ), dan 150 mosm/kg (TO 150 ). Sebanyak 10 µl semen dari masing-masing kelinci dicampur dengan 2 ml larutan sesuai perlakuan. Campuran kemudian diinkubasi dalam water bath (37 o C) dan diamati setiap 15 menit selama 1 jam. Pemeriksaan dilakukan dengan perbesaran 400X pada sepuluh lapang pandang. Spermatozoa dengan membran plasma utuh akan memperlihatkan kebengkokan ekor (coil). Perhitungan: Analisis Data Data dianalisis secara statistik menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dilanjutkan dengan Uji Duncan untuk melihat perbedaan antar breed. Data yang diperoleh dari HOS test dianalisis menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola tiga faktor, yaitu faktor breed, tekanan osmotik, dan waktu. Seluruh data dianalisis menggunakan komputer dengan program SAS Data disajikan dalam bentuk rataan ± standar deviasi.

28 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Kelinci Lop dan Rex Evaluasi terhadap semen sangat diperlukan untuk memperoleh informasi mengenai kualitas semen. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai pedoman dalam upaya meningkatkan kualitas spermatozoa (Brun et al. 2002). Perbedaan karakteristik semen pada berbagai inidividu dipengaruhi oleh breed, genetik, pakan, status kesehatan, kondisi pemeliharaan, musim, umur, dan frekuensi koleksi semen (Alvarino 2000). Evaluasi semen dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan secara makroskopis meliputi pengukuran volume semen, konsistensi, warna semen, dan ph, sedangkan pemeriksaan secara mikroskopis meliputi pemeriksaan terhadap gerakan massa, motilitas, skor individu, konsentrasi, viabilitas, dan morfologi spermatozoa (Tabel 1). Tabel 1 Karakteristik semen segar kelinci Lop dan Rex yang dikoleksi menggunakan vagina buatan Parameter Breed Lop Rex Makroskopis Volume (ml) 0.47± ±0.24 Warna putih-krem putih-krem Konsistensi encer-kental encer-kental ph 7.28± ±0.19 Mikroskopis Gerakan Massa 2.33±0.71 a 2.67±0.50 b Motilitas (%) 40.00±9.35 a 61.67±12.58 b Skor Individu (0-5) 3.67±0.50 a 4.00±0.43 b Konsentrasi (10 6 /ml) ± ± Viabilitas (%) 47.94± ±18.10 Morfologi normal (%) 87.93± ±3.27 Morfologi abnormal (%) 12.07± ±3.27 Superskrip dengan notasi berbeda menyatakan perbedaan yang nyata (p<0.05) Makroskopis Volume semen yang diperoleh dari kelinci Lop dan Rex adalah sebanyak 0.47±0.23 ml dan 0.44±0.24 ml. Hasil ini menunjukkan bahwa volume kelinci

29 16 Lop lebih banyak dibandingkan kelinci Rex, tetapi secara statistik tidak berbeda (P>0.05). Garcia-Tomas et al. (2006) memperoleh nilai yang lebih tinggi, yaitu 1.19±0.43 ml. Ogbuewu et al. (2009) dan El-Azim dan El-Kamash (2011) juga memperoleh nilai yang lebih tinggi, yaitu sebesar ml, akan tetapi nilai tersebut tidak terlalu berbeda dengan hasil yang diperoleh dari penelitian. Perbedaan volume yang diperoleh setiap peneliti terutama disebabkan karena adanya perbedaan breed kelinci yang digunakan. Variasi umur, bobot badan, status kesehatan dan reproduksi, kualitas pakan, serta frekuensi koleksi semen juga berpengaruh terhadap volume semen yang dihasilkan (Johnson et al. 2000). Gambar 7 Hasil koleksi semen kelinci. Konsistensi dan warna semen yang teramati pada kelinci Lop dan Rex adalah sama, yaitu encer hingga kental dengan semen berwarna putih hingga krem (Gambar 7). Garner dan Hafez (2000) menjelaskan bahwa warna dan konsistensi dipengaruhi oleh riboflavin (hasil sekresi kelenjar vesikularis) dan banyaknya jumlah spermatozoa yang terkandung dalam semen. Kedua parameter ini dapat digunakan untuk memprediksi secara cepat konsentrasi spermatozoa dalam semen. Semen dengan konsistensi kental dan berwarna keruh menunjukkan bahwa semen memiliki konsentrasi spermatozoa yang tinggi. Sekresi prostat yang bersifat asam dan sekresi kelenjar vesikularis yang bersifat basa berhubungan dengan ph semen. Pengukuran ph sangat penting mengingat ph merupakan faktor pembatas kelangsungan hidup spermatozoa

30 17 dalam semen. Kelinci memiliki ph basa (El-Azim & El-Kamash 2011), ph yang asam dapat menurunkan kelangsungan hidup spermatozoa. Adanya penimbunan asam laktat (produk sampingan metabolisme spermatozoa) atau karena adanya disfungsi dari salah satu atau kedua kelenjar aksesori pada saluran reproduksi jantan dapat menyebabkan ph menjadi asam. Pada penelitian ini semen kelinci Lop dan Rex memiliki ph yang sama (P>0.05), yaitu 7.28±0.44 dan 7.38±0.19. Nilai ini hampir sama dengan ph kelinci Sinai dan Balady yang diteliti oleh El- Azim dan El-Kamash (2011) dan Garcia-Tomas et al. (2006), yaitu 7.33 hingga Perbedaan ph disebabkan karena perbedaan breed dan faktor lingkungan termasuk pakan. Mikroskopis Gerakan massa merupakan gerakan spermatozoa dalam kelompok sehingga membentuk gelombang menyerupai awan. Gerakan massa yang teramati pada kelinci Rex dan Lop adalah 2.67±0.50 dan 2.33±0.71, kedua nilai ini berbeda (P<0.05) secara statistika. Motilitas dan skor individu merupakan gerakan dan kecepatan spermatozoa secara individual. Spermatozoa motil dan skor individu pada kelinci Rex adalah 61.67±12.58% dan 4.00±0.43. Nilai ini berbeda (P<0.05) dengan kelinci Lop, yaitu sebesar 40.00±9.35% dan 3.67±0.50. Motilitas digunakan sebagai acuan kualitas semen dan indikasi fertilitas, meskipun motilitas tidak secara langsung mempengaruhi hasil kebuntingan pada teknik fertilisasi in vitro maupun intra cytoplasmic sperm injection (ICSI) (Moghadam et al. 2005). Motilitas sangat erat hubungannya dengan fertilitas, karena hanya spermatozoa yang memiliki motilitas progressive yang dapat mencapai tempat terjadinya fertilisasi. Beberapa peneliti melaporkan hasil pemeriksaan motilitas yang beragam. Kelinci New Zealand White memiliki motilitas 74.50% (Ogbuewu et al. 2009), 60.27% (El-Haekam et al. 1992), dan 68.21% (El-Azim & El-Kamash 2011), Balady 63.21%, sedangkan Sinai 63.11% (El-Azim & El-Kamash 2011). Perbedaan motilitas berhubungan dengan breed, perlakuan, dan metode koleksi semen. Konsentrasi semen kelinci Lop adalah ± x 10 6 /ml dan Rex adalah ± x 10 6 /ml, tidak ada perbedaan (P>0.05) meskipun secara rataan konsentrasi spermatozoa Rex lebih tinggi. Nilai konsentrasi kedua breed

31 18 tersebut hampir sama dengan laporan Garcia-Tomas et al. (2006), yaitu ± x 10 6 /ml. Perbedaan konsentrasi dipengaruhi oleh teknik koleksi semen, breed, umur, dan status kesehatan hewan (Setiadi et al. 2006). Viabilitas spermatozoa kelinci Lop (47.94±15.02%) lebih rendah daripada kelinci Rex (61.40±18.10%), akan tetapi keduanya lebih rendah dibandingkan dengan temuan Garcia-Tomas et al. (2006) dan El-Azim dan El-Kamash (2011), yaitu sebesar % (Gambar 8). Gambar 8 Spermatozoa hidup (kepala berwarna putih) dan spermatozoa mati (kepala berwarna merah, tanda panah), pewarnaan eosin nigrosin. Seluruh parameter evaluasi dari kelinci Lop dan Rex yang diteliti menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan hasil penelitian lainnya. Meskipun demikian, kedua kelinci tersebut terbukti fertil, karena secara in vivo telah menghasilkan banyak anak melalui perkawinan alami. Sehingga kemungkinan kualitas tersebut normal dan merupakan karakteristik dari semen pada kedua kelinci tersebut. Morfologi Spermatozoa Segar Kelinci Lop dan Rex Morfologi spermatozoa menunjukkan kualitas semen serta status kesehatan tubuli seminiferi dan epididimis. Kelainan pada morfologi atau abnormalitas dapat terjadi pada sebagian atau seluruh bagian spermatozoa baik kepala, leher, atau ekor. Abnormalitas spermatozoa secara alami dapat ditemukan akibat proses spermatogenesis yang kurang sempurna. Abnormalitas spermatozoa yang tinggi akan berdampak pada keberhasilan fertilisasi.

32 19 Abnormalitas Spermatozoa Primer Abnormalitas pada bagian kepala spermatozoa atau abnormalitas spermatozoa primer terjadi karena adanya kelainan saat proses spermatogenesis dalam tubuli seminiferi (Chenoweth 2005). Abnormalitas spermatozoa primer yang ditemukan adalah pearshaped, taperred, narrow, abnormal contour, round head, macrocephalus, microcephalus, double head, knobbed acrosome defect (KA defect), dan detached head (Tabel 2 dan Gambar 10). Tabel 2 Jenis abnormalitas spermatozoa primer kelinci Lop dan Rex yang dikoleksi menggunakan vagina buatan (%) No Jenis abnormalitas L 1 L 2 L 3 Rataan R 1 R 2 R 3 Rataan 1 Pear shaped ± ± Taperred ± ± Narrow ± ± Abnormal contour ± ± Round head ± ± Macrocephalus ± ± Microcephalus ± ± Double head ± ± K A defect ± ± Detached head ± ± 0.57 Ket : L (kelinci Lop), R (kelinci Rex) Jenis abnormalitas spermatozoa primer yang paling banyak ditemukan pada kedua breed kelinci adalah detached head, yaitu sebesar 4.08±1.95% pada kelinci Lop dan 2.94±0.57% pada kelinci Rex. Detached head ditandai dengan kepala spermatozoa tanpa ekor karena tidak sempurnanya membran plasma yang menghubungkan bagian posterior kepala dengan basal ekor. Spermatozoa tanpa ekor menyebabkan spermatozoa tidak dapat bergerak. Hal ini disebabkan karena fungsi ekor adalah sebagai penggerak spermatozoa (Schatten & Gheorghe 2007). Detached head diakibatkan oleh hipoplasia testis, degenerasi testis, atau akibat peradangan pada ampula dan epididimis. Predisposisi kejadian detached head adalah faktor genetik (McGowan et al. 1995). Secara fisiologis, abnormalitas kepala tanpa ekor dapat terjadi terkait dengan pematangan sel sertoli (Shimomura et al. 2008). Abnormal contour dan KA defect merupakan jenis abnormalitas spermatozoa primer yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan spermatozoa

33 20 dalam membuahi sel telur. Penyebab utama kedua jenis abnormalitas ini adalah kelainan genetik (Barth & Oko 1989). Pada abnormal contour, terjadi perubahan struktur kepala spermatozoa menjadi tidak rata dan tidak teratur. Adanya perubahan struktur ini menyebabkan spermatozoa kehilangan kemampuannya dalam melakukan fungsi fertilisasi (Barth & Oko 1989). Abnormalitas ini terjadi karena degenerasi sel primordial pada tubuli seminiferi testis. Abnormal contour pada kelinci Lop ditemukan sebesar 1.92±0.83%, sedangkan pada kelinci Rex sebesar 1.52±0.06%. Jenis abnormalitas KA defect ditandai dengan adanya lekukan ke bagian dalam atau luar kepala spermatozoa pada daerah akrosom. Berlebihnya matriks akrosomal dari kepala spermatozoa dan terlambatnya pembentukan fase akrosomal saat spermiogenesis menjadi penyebab terjadinya KA defect (Barth & Oko 1989). Struktur akrosom yang tidak utuh menyebabkan enzim-enzim pada kepala spermatozoa tidak mampu menginduksi sel telur, akibatnya tidak ada spermatozoa yang berhasil berpenetrasi masuk ke dalam zona pelusida (Thundathil et al. 2000). Jenis abnormalitas ini ditemukan pada kelinci Lop sebesar 0.77±0.71% dan 1.56±0.61% pada kelinci Rex. Gambar 9 Diagram persentase jenis abnormalitas spermatozoa primer kelinci Lop dan Rex. Jenis abnormalitas spermatozoa primer berikutnya adalah perubahan bentuk kepala spermatozoa menjadi narrow, taperred, dan pearshaped. Ketiga bentuk

34 21 abnormalitas spermatozoa ini berpengaruh terhadap kemampuan fertilitas (Barth & Oko 1989; Chenoweth 2005). Bentuknya yang berbeda, lebih kecil, dan ramping menyebabkan pergerakan ketiga bentuk spermatozoa ini lebih progressive. Hal ini dapat diamati pada saat pemeriksaan motilitas spermatozoa. Pada kelici Lop dan Rex narrow ditemukan sebesar 2.31±0.48 dan 1.72±0.44%. Narrow ditandai dengan penyempitan pada bagian kepala spermatozoa secara menyeluruh karena tidak sempurnanya fase spermatosit primer dan tidak meratanya penyebaran substansi spermatozoa pada daerah kepala. Taperred memiliki morfologi yang hampir sama dengan narrow, akan tetapi penyempitan pada taperred hanya terjadi pada bagian post akrosom dengan batas yang tidak jelas. Persentase abnormalitas yang terjadi pada Lop dan Rex adalah 1.15±0.99 dan 0.77±0.66%. Pearshaped ditandai dengan pembesaran pada bagian akrosom yang berisi kromatin dan penyempitan bagian post akrosom dengan batasan yang jelas (Barth & Oko 1989). Abnormalitas ini disebabkan karena tidak sempurnanya pembentukan akhir tudung akrosom akibat gangguan regulasi panas dan hormonal pada testis saat proses spermiogenesis (McGowan et al. 1995). Pearshaped bersifat genetik (Chenoweth 2005), pada kelinci Lop dan Rex ditemukan sebesar 0.60±0.57 dan 1.01±0.35%. Round head merupakan jenis abnormalitas kepala yang ditandai dengan bentuk kepala spermatozoa menjadi bulat tanpa adanya batasan akrosom yang jelas. Abnormalitas ini merupakan kelainan yang disebabkan karena faktor genetik. Round head yang ditemukan pada kelinci Lop sebesar 0.71±0.13% dan pada kelinci Rex sebesar 0.46±0.61%. Variabel size adalah jenis abnormalitas spermatozoa primer yang ditandai dengan ukuran kepala mengecil (microcephalus) atau membesar (macrocephalus). Perbedaan ukuran kepala spermatozoa dipengaruhi oleh jumlah kromosom yang dikandungnya. Abnormalitas jenis ini terjadi akibat defisiensi atau kelebihan kromatin inti (bahan pembentuk kromosom) yang terjadi saat metafase pada fase meiosis. Variabel size bersifat genetik, tetapi dapat juga dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, adanya luka, demam, dan orchitis kronis (Barth & Oko 1989). Kedua jenis variabel size dapat menurunkan kemampuan fertilitas dari spermatozoa.

35 22 a b c d e f g h i j Gambar 10 Morfologi kepala spermatozoa kelinci Lop dan Rex (a) normal, (b) abnormal contour, (c) KA defect, (d) detached head, (e) macrocephalus, (f) microcephalus, (g) narrow, (h) taperred, (i) pearshaped, (j) roundhead (perbesaran 1000X).

36 23 Microcehalus dapat menyebabkan terlihatnya progressive movement saat pemeriksaan motilitas spermatozoa akibat ukuran kepala yang kecil dan kemampuan ekor yang meningkat, sedangkan macrocephalus dapat menyebabkan melambatnya pergerakan spermatozoa karena ketidakmampuan ekor melakukan pergerakan dengan ukuran kepala spermatozoa yang besar. Microcephalus dan macrocephalus yang ditemukan pada kelinci Lop adalah sebesar 0.92±0.31% dan 0.56±0.38%, sedangkan pada kelinci Rex sebesar 0.72±0.03% dan 0.45±0.46%. Jenis abnormalitas terakhir yang ditemukan adalah double head yang ditandai dengan kepala ganda berukuran sama atau berbeda pada satu ekor. Double head hanya ditemukan pada kelinci Lop, yaitu sebesar 0.34±0.45%. Abnormalitas ini disebabkan karena kelainan genetik pada sel primordial dan kesalahan pada saat spermiogenesis. Tingginya abnormalitas spermatozoa primer pada semen berhubungan dengan menurunnya fertilitas pejantan (Saacke 2008; Sarder 2004). Hal ini terjadi karena kepala spermatozoa berisi nukleus sebagai pembawa materi genetik dan acrosomal enzyme untuk melakukan fertilisasi. Abnormalitas Spermatozoa Sekunder Abnormalitas pada bagian leher dan ekor spermatozoa atau abnormalitas spermatozoa sekunder terjadi setelah proses spermiasi, yaitu saat perjalanan spermatozoa dari tubuli seminiferi testis menuju epididimis (Chenoweth 2005). Pemeriksaan terhadap ekor dapat dengan mudah teramati saat melakukan evaluasi motilitas spermatozoa, yaitu ditemukannya pergerakan spermatozoa tidak progressive. Abnormalitas spermatozoa sekunder yang ditemukan adalah distal midpiece reflex abnormality (DMPR abnormality), segmental aplasia of mitokondrial sheat (SA mitokondrial), bowed midpiece, bent principal piece (bent PP), coiled principal piece (coiled PP), abaxial tail, double tail, dan teratoid forms (Tabel 3 dan Gambar 12). Abaxial tail merupakan abnormalitas spermatozoa sekunder yang paling banyak ditemukan pada kelinci Lop, yaitu sebesar 3.93±2.21%. Pada kelinci Rex, abnormalitas ini hanya ditemukan sebesar 0.85±0.57%. Abaxial tail merupakan abnormalitas genetik yang bersifat herediter (Barth & Oko 1989) dan tidak mempengaruhi fertilitas karena kepala spermatozoa tetap utuh. Abaxial tail

37 24 dicirikan dengan letak pangkal ekor yang bergeser dari tengah kepala spermatozoa ke samping dan membentuk fosa implantasi di tempat tersebut. Jenis abnormalitas ini normal ditemukan pada babi (McIntosh 1990). Tabel 3 Jenis abnormalitas spermatozoa sekunder kelinci Lop dan Rex yang dikoleksi menggunakan vagina buatan (%) No Jenis abnormalitas L 1 L 2 L 3 L R 1 R 2 R 3 R 1 DMPR abnormality ± ± SA mitokondrial ± ± Bowed midpiece ± ± Bent PP ± ± Coiled PP ± ± Abaxial tail ± ± Double tail ± ± Teratoid forms ± ± 0.40 Ket : L (Kelinci Lop), R (Kelinci Rex) Abnormalitas midpiece yang ditemukan adalah bowed midpiece dan DMPR abnormality. Abnormalitas pada midpiece atau leher spermatozoa merupakan abnormalitas genetik yang bersifat kongenital dan herediter (Chenoweth 2005). Kedua abnormalitas ini terjadi akibat preparasi yang salah, proses abnormal selama ejakulasi (Bloom 1968), dan tidak sempurnanya proses pematangan spermatozoa (Barth & Oko 1989). Bowed midpiece ditemukan pada kelinci Lop dan Rex sebesar 2.40±1.69 dan 0.44±0.13%. Bowed midpiece ditandai dengan adanya lengkungan membentuk huruf U pada bagian leher spermatozoa, sedangkan DMPR abnormality ditandai dengan melingkarnya leher spermatozoa. Bowed midpiece tidak menyebabkan penurunan fertilitas, begitu juga DMPR abnormality. Kedua jenis abnormalitas ini hanya menyebabkan penurunan motilitas karena terdapat membran yang membungkus bagian leher yang melingkar. Pada kelinci Rex, DMPR abnormality merupakan jenis abnormalitas sekunder yang paling banyak ditemukan, yaitu sebesar 1.21±1.00%. Abnormalitas spermatozoa sekunder yang ditemukan berikutnya adalah bent PP dan coiled PP. Bent PP terjadi akibat disfungsi testis dan epididimis. McGowan et al. (1995) menjelaskan bahwa penyebab terjadinya bent PP adalah

38 25 akibat cold shock dan perbedaan tekanan osmotik dengan lingkungan. Bent PP ditemukan pada kelinci Lop dan Rex sebesar 1.25±1.18% dan 1.14±0.41%. Coiled PP ditandai dengan ekor yang menggulung sederhana pada bagian ujung. Abnormalitas ini disebabkan karena preparasi yang kurang tepat dan pematangan yang tidak sempurna pada spermatozoa (Barth & Oko 1989). Coiled PP dapat menyebabkan terganggunya motilitas spermatozoa akibat adanya membran yang membungkus bagian melingkar tersebut. Pada kelinci Lop coiled PP tidak ditemukan, sedangkan pada kelinci Rex jenis abnormalitas ini ditemukan sebesar 0.63±0.58%. Gambar 11 Diagram persentase jenis abnormalitas spermatozoa sekunder kelinci Lop dan Rex. Abnormalitas jenis SA mitokondrial ditemukan sebesar 1.02±1.13% pada kelinci Lop dan 1.19±1.69% pada kelinci Rex. Abnormalitas ini bersifat serius karena mitokondria diperlukan sebagai tempat mengkonversi adenosine triphosphate (ATP) dan adenosine diphosphate (ADP) menjadi energi yang diperlukan untuk pergerakan spermatozoa (Silva & Gadella 2006). Pergerakan spermatozoa sangat berpengaruh terhadap fertilitas. Double tail ditandai dengan adanya dua ekor pada satu kepala spermatozoa. Sama halnya dengan double head, abnormalitas ini terjadi akibat kelainan genetik. Pada kelinci Lop dan Rex, abnormalitas ini ditemukan sebesar 0.36±0.26% dan 0.14±0.15%. Teratoid form ditandai dengan adanya ekor di dalam kepala

39 26 spermatozoa. Teratoid form pada kelinci Lop dan Rex ditemukan sebesar 0.72±0.45% dan 0.52±0.40%. Teratoid form merupakan abnormalitas genetik dan tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. a b c d e f g h Gambar 12 Morfologi ekor spermatozoa kelinci Lop dan Rex (a) normal, (b) abaxial tail, (c) bowed midpiece, (d) DMPR abnormality, (e) teratoid form, (f) bent PP, (g) coiled PP, (h) double tail (perbesaran 1000X). Tingginya abnormalitas spermatozoa sekunder dipengaruhi oleh ejakulasi yang tidak sempurna dan akibat perlakuan yang tidak tepat saat koleksi semen, seperti pemanasan, pendinginan, penambahan antibiotik, atau terkontaminasi zat

40 27 berbahaya (Barth & Oko 1989). Arifiantini dan Ferdian (2004) juga menjelaskan bahwa kesalahan preparasi spermatozoa dapat menyebabkan peningkatan jumlah abnormalitas spermatozoa sekunder yang ditemukan. Abnormalitas spermatozoa yang ditemukan pada kelinci Lop dan Rex tidak berbeda (P>0.05), baik abnormalitas spermatozoa primer maupun sekunder. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas kedua breed kelinci jika dilihat dari tingkatan abnormalitas yang teramati sama, meskipun jumlah abnormalitas pada kelinci Lop lebih tinggi dibandingkan pada kelinci Rex. Tabel 4 Morfologi kepala dan ekor spermatozoa kelinci Lop dan Rex yang dikoleksi menggunakan vagina buatan (%) Pejantan Kepala Ekor Total Spermatozoa Normal Abnormal Normal Abnormal Abnormal L ± ± ± ± ± 3.49 L ± ± ± ± ± 2.55 L ± ± ± ± ± 0.59 Rata-Rata ± ± ± ± ± 2.06 R ± ± ± ± ± 3.39 R ± ± ± ± ± 2.83 R ± ± ± ± ± 4.36 Rata-Rata ± ± ± ± ± 3.27 Ket: L (kelinci Lop), R (Kelinci Rex) Berdasarkan hasil penelitian, persentase morfologi kepala dan ekor spermatozoa normal pada kelinci Lop sebesar 86.64±0.79 dan 89.21±2.23. Kelinci Rex memperoleh persentase morfologi kepala dan ekor spermatozoa normal lebih tinggi secara deskriptif dibandingkan kelinci Lop, yaitu sebesar 88.77±1.73 dan 93.76±2.26 (Tabel 4), tetapi tidak terdapat perbedaan secara statistik (P>0.05). El- Haekam et al. (1992) memperoleh nilai persentase morfologi kepala dan ekor normal kelinci yang hampir sama, yaitu 91.21% dan 91.87% untuk kelinci New Zealand White serta 90.85% dan 91.61% untuk kelinci Californian. Perbedaan persentase normalitas setiap peneliti dapat disebabkan karena perbedaan dalam teknik koleksi dan penanganan semen, breed, kualitas hewan yang digunakan (Toelihere 1993), perbedaan iklim, heat stress, dan musim (Barth & Oko 1989). Abnormalitas kepala dan ekor yang ditemukan pada kelinci Lop adalah 13.36±0.79 dan 10.79±2.23% dengan total 12.07±2.06%, sedangkan pada kelinci Rex sebesar 11.23±1.73 dan 6.24±2.26% dengan total 8.74±3.27% (Tabel 4).

41 28 Abnormalitas dianggap serius jika abnormalitas yang ditemukan mencapai 18-20% karena dapat menurunkan fertilitas (Barth & oko 1989). Persentase abnormalitas spermatozoa yang ditemukan pada kedua breed kelinci kurang dari 20%. Hasil ini menunjukkan bahwa kelinci yang digunakan secara umum memiliki kualitas spermatozoa yang baik karena kelinci mendapatkan manajemen pakan dan pemeliharaan yang baik. Koleksi semen menggunakan vagina buatan pada hewan yang belum terbiasa juga dapat meningkatkan abnormalitas spermatozoa yang terjadi (Arifiantini & Ferdian 2004). Nilai abnormalitas spermatozoa primer yang tinggi dapat juga dipengaruhi oleh umur. Hewan tua cenderung memiliki abnormalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan hewan muda (Padrik & Jaakma 2002). Keutuhan Membran Plasma Spermatozoa Pengujian membran plasma utuh (MPU) spermatozoa bertujuan untuk mengetahui kualitas spermatozoa (Lodhi et al. 2008). Pengujian ini perlu dilakukan mengingat fungsi membran plasma yang sangat penting. Membran plasma spermatozoa berfungsi sebagai pelindung organel-organel sel spermatozoa terhadap perubahan lingkungan, mengatur keluar masuknya za-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan dalam proses metabolisme, menjaga keseimbangan elektrolit intra dan ekstraseluler, serta menjaga intergritas biokimia dan struktur spermatozoa (Pinto & Kozink 2008; Amorim et al. 2009). Spermatozoa dengan MPU menunjukkan kebengkokan ekor (coil) saat berada dalam larutan hipoosmotik. Pengujian MPU pada spermatozoa kelinci Lop dan Rex dilakukan dengan menggunakan larutan bertekanan 50 mosm/kg (TO 50 ), 100 mosm/kg (TO 100 ), dan 150 mosm/kg (TO 150 ) pada suhu 37ºC selama satu jam dan diamati setiap 15 menit (Tabel 5). Pemilihan larutan hipoosmotik yang digunakan disesuaikan dengan tekanan osmotik semen kelinci yang diperoleh. Tekanan osmotik semen kelinci Lop adalah 300, 300, dan 320 mosm/kg, sedangkan tekanan osmotik semen kelinci Rex adalah 270, 290, dan 300 mosm/kg. Pada awal pemeriksaan, yaitu pada menit ke-0, persentase spermatozoa coil lebih rendah dibandingkan pemeriksaan pada menit berikutnya baik pada spermatozoa kelinci Lop maupun kelinci Rex. Hasil ini menunjukkan bahwa

42 29 belum banyak spermatozoa yang bereaksi terhadap larutan hipoosmotik. Hal ini berkaitan dengan plasma semen yang memberikan efek stabil pada spermatozoa (Setiadi et al. 2006) sehingga reaksi berjalan lambat. Pengencer atau krioprotektan pada semen beku dan cair juga memberikan kestabilan pada spermatozoa di awal pemeriksaan (Rusiyantono 2008). Tabel 5 MPU semen segar kelinci Lop dan Rex pada beberapa tekanan osmotik yang diinkubasi selama 1 jam (%) Tekanan Ras Masa inkubasi (menit ke-) mosm/kg 100 mosm/kg Lop 22.42±13.73 b 32.09±19.05 b 55.03±9.29 a 35.02±4.51 a,b 32.28±2.43 b Rex 25.99±7.45 b 69.77±32.89 a 59.52±13.44 a 48.63±6.40 a,b 37.52±7.99 a,b Lop 23.36±5.58 b 26.33±5.68 b 32.82±3.18 b 46.29±5.51 a 44.35±4.96 a Rex 24.88±9.02 b 35.15±18.68 a,b 60.16±22.13 a 44.18±8.39 a,b 39.79±8.47 a,b 150 Lop 18.58± ± ± ± ±13.19 mosm/kg Rex 14.50± ± ± ± ±2.97 Superskrip dengan notasi berbeda menyatakan perbedaan yang nyata (p<0.05) Saat terpapar larutan hipoosmotik, spermatozoa yang memiliki tekanan osmotik lebih tinggi (hiperosmotik) akan bereaksi terhadap larutan untuk mempertahankan fungsi normalnya. Spermatozoa akan menunjukkan kemampuannya dalam mengatur volume sel, terutama regulatory volume increase (RVI) (Petrunkina et al. 2005). Kemampuan spermatozoa untuk mengatur volume sel didapatkan saat spermatozoa berada dalam epididimis (Yeung et al. 2004). Kegagalan untuk mengatur volume sel dalam keadaan fisiologis dapat menjadi salah satu sumber infertilitas (Yeung et al. 2006). Reaksi spermatozoa diawali dengan terjadinya aliran air dari larutan hipoosmotik ke dalam sel spermatozoa melalui membran plasma. Hal ini menyebabkan komposisi air bertambah pada spermatozoa sehingga terjadi perubahan ukuran dan bentuk spermatozoa, serta penurunan tekanan osmotik spermatozoa (Fonseca et al. 2005). Pembengkakan terus terjadi dan semakin memuncak hingga mencapai ekor. Akibatnya, coil terjadi di ujung hingga tengah atau tepat di bawah kepala spermatozoa (Gambar 13). Coil terjadi akibat gangguan kontraksi dan relaksasi ekor karena aliran ion dari ekor ke medium

43 30 hipoosmotik. Proses tersebut terus berlangsung hingga tercapai keseimbangan antara kompartemen dalam spermatozoa dengan lingkungan ekstraseluler. Gambar 13 Respon spermatozoa (coil) saat terpapar larutan hipoosmotik (tanda panah). Dalam TO 50, spermatozoa kelinci Lop mengalami coil dari menit ke-0 hingga menit ke-30, lalu mengalami penurunan pada menit berikutnya. Pada menit ke-30, persentase spermatozoa coil mencapai 55.03±9.29%, berbeda (P<0.05) dengan menit sebelumnya (Gambar 14). Hasil ini menunjukkan bahwa pemeriksaan MPU spermatozoa kelinci Lop dalam TO 50, sebaiknya dilakukan pada menit ke-0 hingga menit ke-30 dan optimal dilakukan pada menit ke-30. Hal berbeda ditunjukkan oleh spermatozoa kelinci Rex, kenaikan persentase spermatozoa coil hanya terjadi hingga menit ke-15, yaitu mencapai 69.77±32.89%, lalu mengalami penurunan hingga menit ke-60 (Gambar 14). Hasil ini menunjukkan bahwa pemeriksaan MPU spermatozoa kelinci Rex dalam TO 50 sebaiknya dilakukan pada menit ke-0 hingga menit ke-15, dengan hasil optimal pada menit ke-15 (Tabel 6). Dalam TO 100 dan TO 150, spermatozoa kelinci Rex juga mencapai respon tertinggi atau puncak coil lebih cepat dibandingkan kelinci Lop, yaitu pada menit ke-30 (60.16±22.13%) dalam TO 100 dan pada menit ke-15 (34.12±31.07%) dalam TO 150, sedangkan kelinci Lop dalam TO 100 dan TO 150 mengalami puncak coil pada

44 31 menit ke-45 (Gambar 15 dan 16). Hasil ini menunjukkan bahwa pemeriksaan MPU spermatozoa kelinci Rex sebaiknya dilakukan pada menit ke-0 hingga menit ke-30 dengan waktu optimal pada menit ke-30 (TO 100 ) dan pada menit ke-15 (TO 100 ), sedangkan kelinci Lop sebaiknya diperiksa pada menit ke-0 hingga menit ke-45 dengan waktu optimal pada menit ke-45 dalam TO 100 dan TO 150 (Tabel 6). Gambar 14 Diagram persentase spermatozoa coil kelinci Lop dan Rex dalam larutan bertekanan 50 mosm/kg. Gambar 15 Diagram persentase spermatozoa coil kelinci Lop dan Rex dalam larutan bertekanan 100 mosm/kg.

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kelinci Tipe kecil ( small and dwarf breeds

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kelinci Tipe kecil ( small and dwarf breeds TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kelinci Kelinci yang banyak diternakkan saat ini berasal dari kelinci liar (Orytolagus cuniculus) yang telah mengalami domestikasi, tersebar di kawasan Afrika Utara, Eropa,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Kelinci Lop dan Rex Evaluasi terhadap semen sangat diperlukan untuk memperoleh informasi mengenai kualitas semen. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

PENGUJIAN MORFOLOGI SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos Sondaicus) MENGGUNAKAN PEWARNAAN "WILLIAMS"

PENGUJIAN MORFOLOGI SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos Sondaicus) MENGGUNAKAN PEWARNAAN WILLIAMS PENGUJIAN MORFOLOGI SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos Sondaicus) MENGGUNAKAN PEWARNAAN "WILLIAMS" [Sperm Morphology Assesment of Bali Bull Cattle Using "Williams" Stain] R.I. Arifiantini, T. Wresdiyati, dan E.F.

Lebih terperinci

PENANGANAN SEMEN DARI TEMPAT KOLEKSI KE LAB HINDARI SINAR MATAHARI LANGSUNG USAHAKAN SUHU ANTARA O C HINDARI DARI KOTORAN TERMASUK DEBU

PENANGANAN SEMEN DARI TEMPAT KOLEKSI KE LAB HINDARI SINAR MATAHARI LANGSUNG USAHAKAN SUHU ANTARA O C HINDARI DARI KOTORAN TERMASUK DEBU PENANGANAN SEMEN DARI TEMPAT KOLEKSI KE LAB HINDARI SINAR MATAHARI LANGSUNG USAHAKAN SUHU ANTARA 32-35 O C HINDARI DARI KOTORAN TERMASUK DEBU PENANGANAN SEMEN DI LAB PERALATAN BERSIH WAKTU EVALUASI ( 15-30

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA

KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 RINGKASAN ADITYA. Kajian

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian diawali dengan survey untuk mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan (UPTD BIB) Tuah Sakato, Payakumbuh. 3.2. Materi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 Mei

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3 o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. TUGAS AKHIR - SB 091358 Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP. 1507 100 016 DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. Kebutuhan pangan (ikan air tawar) semakin meningkat Kualitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik Kucing domestik (Felis catus, Linneaus 1758) (Gambar 1) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Maret hingga 27 April 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Maret hingga 27 April 2017 di 23 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Maret hingga 27 April 2017 di Balai Inseminasi Buatan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah yang bertempat di Sidomulyo

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai dengan Januari 2015 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.2. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kelinci Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kelinci Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Lapang Bagian Produksi Ternak Ruminansia Kecil Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi, Bagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel semen sapi yang diuji dalam penelitian ini berasal dari 13 (76.47%) BIB ditambah satu laboratorium IB dari total 17 BIB/BIBD yang ada di Indonesia, dengan jumlah total sapi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH Hanum, A. N., E. T. Setiatin, D. Samsudewa, E. Kurnianto, E. Purbowati, dan Sutopo Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Hubungan Bobot Badan dengan Konsentrasi, Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah dilaksanakan pada bulan Juli -

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Teen.) Steenis) dalam pengencer tris kuning telur tehadap kualitas semen kambing Peranakan Etawah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2015 sampai 25 Mei 2015.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2015 sampai 25 Mei 2015. 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2015 sampai 25 Mei 2015. Berlokasi di Laboratorium Reproduksi, Pemuliaan dan Kultur Sel Hewan Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kambing Peranakan Etawah Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah yang berasal dari India yang memiliki iklim tropis/subtropis dan beriklim kering dengan

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C Takdir Saili, Hamzah, Achmad Selamet Aku Email: takdir69@yahoo.com Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 12 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan yaitu semen yang berasal dari lima ekor kambing PE umur 2-3 tahun. 3.1.2 Bahan dan Peralatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Domba Ekor Tipis Domba ekor tipis merupakan domba yang bersifat profilik yaitu mampu mengatur jumlah anak yang akan dilahirkan sesuai dengan ketersediaan pakan yang

Lebih terperinci

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR A. Winarto dan N. Isnaini Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang Abstrak

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah

KAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Semen Kambing Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara umum diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 013 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.. Materi Materi yang digunakan dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai 22 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPTD-BIBD) Lampung Tengah. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. ` Bahan dan Peralatan 3.1.1. Objek Penelitian Objek pada penelitian ini yaitu semen yang berasal dari domba yang ada di breeding station Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 dengan selang waktu pengambilan satu minggu. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. diberi lima perlakuan. Domba yang digunakan ini adalah domba lokal yang

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. diberi lima perlakuan. Domba yang digunakan ini adalah domba lokal yang 20 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 TernakPercobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak domba lokal jantan umur 2 tahun sebagai sumber penghasil sperma yang

Lebih terperinci

KUALITAS SEMEN DOMBA LOKAL PADA BERBAGAI KELOMPOK UMUR SEMEN QUALITY OF RAM AT DIFFERENT AGE-GROUP

KUALITAS SEMEN DOMBA LOKAL PADA BERBAGAI KELOMPOK UMUR SEMEN QUALITY OF RAM AT DIFFERENT AGE-GROUP KUALITAS SEMEN DOMBA LOKAL PADA BERBAGAI KELOMPOK UMUR SEMEN QUALITY OF RAM AT DIFFERENT AGE-GROUP Cindy Alvionita* Siti Darodjah Rasad** Nurcholidah Solihati** Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Kelinci 2.2 Klasifikasi dan Jenis-jenis Kelinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Kelinci 2.2 Klasifikasi dan Jenis-jenis Kelinci II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Kelinci Kelinci semula merupakan hewan liar yang sulit dijinakkan. Kelinci dijinakkan sejak 2000 tahun silam dengan tujuan keindahan, bahan pangan dan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Semen merupakan salah satu komponen penting dalam penghantaran spermatozoa baik secara konseptus alami maupun inseminasi buatan (IB). Keberhasilan IB sangat dipengaruhi oleh kualitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i PRASYARAT GELAR...ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv RIWAYAT HIDUP...v UCAPAN TERIMAKSIH...vi ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii RINGKASAN...ix DAFTAR

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO (Effect of Various Diluter on Frozen Semen Quality of Dombos Texel in Wonosobo Regency) YON SUPRI ONDHO, M.I.S.

Lebih terperinci

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI

MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI MATERI 6 TRANSPORTASI SEL GAMET DAN FERTILISASI MK. ILMU REPRODUKSI 1 SUB POKOK BAHASAN Transport spermatozoa pada organ reproduksi jantan (tubuli seminiferi, epididimis dan ejakulasi) Transport spermatozoa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Hasil evaluasi semen segar merupakan pemeriksaan awal semen yang dijadikan dasar untuk menentukan kelayakan semen yang akan diproses lebih lanjut. Pemeriksaan

Lebih terperinci

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH Gambar mas Disusun oleh Mas Mas Mas Faisal Ernanda h0510030 Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 Mas tolong

Lebih terperinci

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH UMUR TERHADAP UKURAN EPIDIDIMIS, ABNORMALITAS SPERMATOZOA DAN VOLUME SEMEN PADA SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN UNGARAN (The

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER

PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER PENGARUH LAMA SIMPAN SEMEN DENGAN PENGENCER TRIS AMINOMETHAN KUNING TELUR PADA SUHU RUANG TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING BOER M Fajar Agustian, M Nur Ihsan dan Nurul Isnaini Bagian Produksi Ternak,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal IV Dusun Wawar Lor, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian dari

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Budi Setyono, SPi dan Suswahyuningtyas Balai Benih Ikan Punten Batu email:

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal 3(2): , Juli 2014 On Line at :

Animal Agriculture Journal 3(2): , Juli 2014 On Line at : On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH UMUR TERHADAP UKURAN TESTIS, VOLUME SEMEN DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA PADA SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN UNGARAN (Influence

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11--18 April 2014 di Laboratoium Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah Lampung,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Dari hasil penampungan semen yang berlangsung pada bulan Oktober 2003 sampai dengan Juli 2004 dan rusa dalam kondisi rangga keras memperlihatkan bahwa rataan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari

PENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan komoditas ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kambing yang banyak dikembangkan yaitu jenis kambing Peranakan Etawah (PE).

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

DAYA HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMA ENTOK (Cairina moschata) YANG DITAMPUNG 3 DAN 6 HARI SEKALI DALAM PENGENCER YANG BERBEDA SKRIPSI.

DAYA HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMA ENTOK (Cairina moschata) YANG DITAMPUNG 3 DAN 6 HARI SEKALI DALAM PENGENCER YANG BERBEDA SKRIPSI. DAYA HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMA ENTOK (Cairina moschata) YANG DITAMPUNG 3 DAN 6 HARI SEKALI DALAM PENGENCER YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh MUHAMMAD FAHIM RIDHO PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan pola faktorial dengan dua faktor, yaitu suhu dan lama thawing, dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,

PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai

Lebih terperinci

PENGARUH PENGENCER SEMEN TERHADAP ABNORMALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA KAMBING LOKAL PADA PENYIMPANAN SUHU 5ºC

PENGARUH PENGENCER SEMEN TERHADAP ABNORMALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA KAMBING LOKAL PADA PENYIMPANAN SUHU 5ºC J. Agroland 16 (2) : 187-192, Juni 2009 ISSN : 0854 641X PENGARUH PENGENCER SEMEN TERHADAP ABNORMALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA KAMBING LOKAL PADA PENYIMPANAN SUHU 5ºC The Effect of Semen Diluter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH JARAK DAN WAKTU TEMPUH TERHADAP POST THAWING MOTILITY, ABNORMALITAS DAN SPERMATOZOA HIDUP SEMEN BEKU (The Effect of Travel Distance and

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap

PENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing adalah salah satu ternak yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian menggunakan data sekunder di Laboratorium Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang, Bandung, Jawa Barat. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder produksi

Lebih terperinci

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C Takdir Saili *, Hamzah, Achmad Selamet Aku Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari

Lebih terperinci

Spermatogenesis dan sperma ternak

Spermatogenesis dan sperma ternak J0A09 dari 5. MATERI PRAKTIKUM 3 : Spermatogenesis dan sperma ternak TUJUAN PRAKTIKUM : Mahasiswa dapat menyebutkan tahapan pembentukan spermatozoa dan menjelaskan komposisi semen serta struktur/morfologi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG

KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG KARAKTERISTIK SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KELINCI FLEMISH GIANT, ENGLISH SPOT, DAN REX DI KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI LIDIA FAFARITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI Oleh: Connie AstyPakpahan Ines GustiPebri MardhiahAbdian Ahmad Ihsan WantiDessi Dana Yunda Zahra AinunNaim AlfitraAbdiGuna Kabetty T Hutasoit Siti Prawitasari Br Maikel Tio

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Abnormalitas Spermatozoa Pemeriksaan abnormalitas spermatozoa dihitung dari jumlah persentase spermatozoa yang masih memiliki cytoplasmic droplet dan spermatozoa yang mengalami abnormalitas sekunder.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Januari-Februari 2014 di III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Januari-Februari 2014 di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Tuah Sakato Payakumbuh Sumatra Barat. 3.2. Sampel

Lebih terperinci

MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer

MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer MUHAMMAD RIZAL AMIN. Efektivitas Plasma Semen Sapi dan Berbagai Pengencer dalam Meningkatkan Kualitas Semen Beku Kerbau Lumpur (Bubalzts bztbalis). Dibimbing oleh MOZES R. TOELlHERE sebagai Ketua, TUTY

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pejantan Peranakan Etawah berumur 1,5-3 tahun dan dipelihara di Breeding

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pejantan Peranakan Etawah berumur 1,5-3 tahun dan dipelihara di Breeding 15 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek pada penelitian ini adalah semen yang didapat dari kambing pejantan Peranakan Etawah berumur 1,5-3 tahun dan dipelihara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki kebutuhan konsumsi daging sapi yang meningkat setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. Ketersediaan daging sapi ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

KUALITAS SEMEN SAPI BALI SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEKUAN MENGGUNAKAN PENGENCER SARI WORTEL

KUALITAS SEMEN SAPI BALI SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEKUAN MENGGUNAKAN PENGENCER SARI WORTEL SKRIPSI KUALITAS SEMEN SAPI BALI SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEKUAN MENGGUNAKAN PENGENCER SARI WORTEL Oleh: Suroso Priyanto 10981008442 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18--25 April 2014 di Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Insemninasi Buatan Daerah Lampung, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING THE EFFECT OF GLYCEROL LEVEL ON TRIS-YOLK EXTENDER

Lebih terperinci

GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B

GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B GAMBARAN MORFOLOGI DAN FREKUENSI TAHAPAN SPERMATOGENESIS PADA DOMBA GARUT BASRIZAL B04103026 DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

Tatap muka ke 4&5 PENILAIAN ATAU EVALUASI SPERMA

Tatap muka ke 4&5 PENILAIAN ATAU EVALUASI SPERMA Tatap muka ke 4&5 PokokBahasan: PENILAIAN ATAU EVALUASI SPERMA 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti cara - cara menilai sperma Mengerti sperma yang baik dan buruk 2. Tujuan Intruksional Khusus Mampu melaksanakan

Lebih terperinci