REAKSI STIMULASI ELEKTROEJAKULATOR DAN KARAKTERISTIK SEMEN KUCING DOMESTIK (Felis catus) FAJRIATI RAFELIA HAPSARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REAKSI STIMULASI ELEKTROEJAKULATOR DAN KARAKTERISTIK SEMEN KUCING DOMESTIK (Felis catus) FAJRIATI RAFELIA HAPSARI"

Transkripsi

1 REAKSI STIMULASI ELEKTROEJAKULATOR DAN KARAKTERISTIK SEMEN KUCING DOMESTIK (Felis catus) FAJRIATI RAFELIA HAPSARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRACT FAJRIATI RAFELIA HAPSARI. Reaction of Electroejaculation Stimulation and Semen Characteristic of Domestic Cat (Felis catus). Under direction of R. IIS ARIFIANTINI and Rr SOESATYORATIH. This study aims to determined the characteristics of domestic cats (Felis catus) semen collected by electroejaculator. Semen was collected from 21 sexually mature tomcats. Stimulation of electroejaculator were 1 V, 2 V and 3 V with 10 repetition at each voltage with a time of stimulation 5 seconds and rest 5 seconds (on-off). During stimulation reaction of the cats were recorded. Ejaculate semen was evaluated macroscopically and microscopically. The results showed at any level of stimulation lead to different clinical symptoms. At 0 V stimulation the cat was unconsciousness; at 1 V stimulation the abdominal muscles was contracted, muscles around praeputium was twitched, legs trembled and convulsions, cats did inspiration and gasped when the stimulation was on, then returned to normal when stimulation stopped; at 2 V stimulation abdominal contractions got stronger, the cats were vocalize, the hind legs and praeputium were contraction, and the penis was erected; at 3 V stimulation the vocalize was louder, contraction of the hind legs was getting stronger, cloning occurred and then ejaculation; at 0 V cat was breathe more deeply and returned to normal. Cats were erectioned at ± seconds and ejaculation was occured at 94 ± second. Macroscopic evaluation demonstrated that semen volume was ± ml, whitish in color, ph 7 ± 0.65, and the semen consistency was aqueous. Microscopic evaluation demonstrated no visible of mass movements due the slightly of sperm concentration. Semen motility was 68 ± 9:09% with the individual scoring of 4:39 ± Viable spermatozoa was ± 6.93% with a spermatozoa concentration was x 10 6 ± x 10 6 /ml and sperm normality 87 ± 4.71% Key words : cat semen, electroejaculator, stimulation, evaluation.

3 RINGKASAN FAJRIATI RAFELIA HAPSARI. Reaksi Stimulasi Elektroejakulator dan Karakteristik Semen Kucing Domestik (Felis catus). Dibimbing oleh R. IIS ARIFIANTINI dan Rr SOESATYORATIH. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik semen kucing domestik (Felis catus) yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator. Sebanyak 21 ekor kucing jantan digunakan dalam penelitian ini. Stimulasi elektroejakulator diberikan bertingkat mulai dari 1 V, 2 V, dan 3 V pada masing-masing voltase diberikan 10 kali ulangan dengan waktu rangsangan dan istirahat masing-masing 5 detik. Reaksi yang terjadi saat kucing diberi stimulasi dicatat. Semen yang diejakulasikan dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil penelitian menunjukkan setiap tingkat stimulasi elektrik menimbulkan gejala klinis berbeda. Pada stimulai 0 V kesadaran tidak ada; stimulasi 1 V otot abdomen berkontraksi, otot sekitar praeputium berkedut-kedut, kaki bergetar dan kejang, kucing melakukan inspirasi dan napas tertahan saat arus listrik menginduksi kontraksi, kembali normal saat arus listrik dihentikan; stimulasi 2 V kontraksi abdomen semakin kuat, terdengar bunyi erangan, kaki belakang dan praeputium kontraksi, ereksi; stimulasi 3 V suara erangan semakin keras, kontraksi kaki belakang semakin kuat, terjadi cloning, kemudian ejakulasi; pada 0 V kucing bernapas lebih dalam dan kembali normal. Kucing mulai ereksi detik ke ± dan ejakulasi pada detik ke 94 ± Secara makroskopis semen kucing mempunyai volume rata-rata ± µl, berwarna putih keruh, ph 7 ± 0.65, dan konsistensi semen encer. Pada evaluasi semen secara mikroskopis gerakan massa tidak begitu terlihat karena konsentrasi sedikit. Motilitas semen kucing 68 ± 9.09% dengan skoring individual 4.39 ± Rasio hidup mati spermatozoa ± 6.93%. Konsentrasi spermatozoa x 10 6 ± x 10 6 /ml. Spermatozoa kucing mempunyai viabilitas ± 6.93% dengan normalitas spermatozoa sebesar 87 ± 4.71%.

4 REAKSI STIMULASI ELEKTROEJAKULATOR DAN KARAKTERISTIK SEMEN KUCING DOMESTIK (Felis catus) FAJRIATI RAFELIA HAPSARI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Reaksi Stimulasi Elektroejakulator dan Karakteristik Semen Kucing Domestik (Felis catus) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2011 Fajriati Rafelia Hapsari NIM B

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB

7 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Reaksi Stimulasi Elektroejakulator dan Karakteristik Semen Kucing Domestik (Felis catus) Nama : Fajriati Rafelia Hapsari NIM : B Lokasi Penelitian : Laboratorium URR Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor Menyetujui Komisi Pembimbing Dr Dra R Iis Arifiantini MSi Pembimbing I drh Rr. Soesatyoratih MSi Pembimbing II Mengetahui Dr. Nastiti Kusumorini. Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal lulus :

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Salatiga pada tanggal 23 Juni 1989 dari ayah Bahrudin SH, MM. dan ibu drh Sri Hartiyani. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis bersekolah di Taman Kanak-kanak Pertiwi pada tahun Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Susukan 1 selama 4 tahun, kemudian pindah ke SDN Cebongan 2 selama 1 tahun, dan terakhir SDN Gondoriyo 1 selama 1 tahun dari tahun 1995 sampai Pada tahun 2001 penulis melanjutkan studinya pada Sekolah Menengah Pertama di SMPN 3 Salatiga. Kemudian melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Tengaran. Setelah lulus pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa Kedokteran Hewan melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di beberapa organisasi seperti: Organisasi Mahasiswa Daerah dari tahun 2007 sebagai anggota, Himpunan Minat dan Profesi Hewan Ruminansia sebagai pengurus divisi kewirausahaan periode dan sebagai Bendahara 1 periode , serta Komunitas Seni Teater Ilmiah (Steril) dan Gita Klinika ( ). Selain itu penulis sering terlibat di beberapa acara di FKH IPB sebagai panitia. Penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan kerja magang libur, antara lain di KBPS Bandung Selatan Pengalengan (2008) dan Peternakan Sapi Perah dan Kambing Etawa di Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang (2009).

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kasih sayang dan karunia-nya sehingga skripsi yang berjudul Reaksi Stimulasi Elektroejakulator dan Karakteristik Semen Kucing Domestik (Felis catus) ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si selaku pembimbing skripsi pertama 2. Drh. Rr. Soesatyoratih M.Si selaku pembimbing skripsi kedua. 3. Dr. drh. Joko Pamungkas M.Sc selaku dosen pembimbing akademik. 4. Bapak, dan ndut yang selalu mendukung baik secara material maupun spiritual. 5. Keluarga besar Laboratorium unit Rehabilitasi Reproduksi (URR) Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik Patologi, dan Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. 6. Rumah Sakit Hewan IPB. 7. Seluruh dosen dan staf FKH IPB. 8. Para sahabat: Niken, Sandra, Yasmin, Divo, Riri, Ayu Jegeg, Bundi, Lisa, Lia, Otonk, Acox, Amel, dan Rina. 9. Sahabat-sahabat Gi44nuzzi, Ruminers, dan Steril crews. 10. Teman-teman angkatan lain: 41, 42, 43, 45, 46, dan 47 atas dukungan moralnya. 11. Teman-teman Puri Sembilan Inez, Ivon, Sri, Anis, Nela, bu Yanti dan banyak lagi. 12. Partner penelitian dan perjuangan : Angel dan Adit. 13. And last but not least : drh. Sri Hartiyani, my beloved mom, as the first and biggest supporter for my life, whose words had inspiring me to be a great person, and a great veterinarian. Bogor, Agustus 2011 Penulis

10 x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Felis catus... 3 Anatomi Organ Reproduksi Jantan... 5 Endokrinologi Reproduksi Kucing Jantan... 8 Teknik Koleksi Semen Kucing... 9 Vagina Buatan... 9 Elektroejakulator Membilas Vagina Setelah Kawin Koleksi dari Urin Secara Cystocentesis Kucing Jantan Setelah Ejakulasi Sediaan Anastesi Spermatogenesis Morfologi Sel Spermatozoa MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Hewan Percobaan Bahan Penelitian Alat Penelitian Metode Penelitian Evaluasi Semen Evaluasi Semen Secara Makroskopis Volume Warna Derajat Keasaman (ph) Kekentalan/Konsistensi Evaluasi Semen Secara Mikroskopis Gerakan Massa Motilitas Spermatozoa Rasio Spermatozoa Hidup Konsentrasi Spermatozoa... 19

11 xi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Kucing Hasil Elektroejakulator Volume Semen Derajat Keasaman (ph) Semen Warna dan Konsistensi Semen Gerakan Massa Motilitas Spermatozoa Rasio Spermatozoa Hidup Mati Konsentrasi Morfologi Spermatozoa Normal KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 32

12 xii DAFTAR TABEL Halaman 1 Bobot badan, diameter testis, waktu ereksi dan ejakulasi kucing domestik Felis catus Gejala-gejala klinis akibat penggunaan elektroejakulator pada kucing domestik jantan yang dianastesi Karakteristik semen kucing domestik (Felis catus)... 26

13 xiii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kucing domestik Skema anatomi organ reproduksi jantan Testikel kucing A. sudut pandang lateral... 6 B. sudut pandang medial Kelenjar prostata kucing sudut pandang dorsal Penis kucing Vagina buatan Morfologi spermatozoa mamalia A. Primata B. Rodensia Morfologi spermatozoa kucing Standar penghitungan hemacytometer... 19

14 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan minat terhadap hewan kesayangan terutama kucing menimbulkan adanya keinginan untuk menjaga atau meningkatkan kualitas keturunan. Hal ini menjadi salah satu alasan dilakukannya Inseminasi Buatan (IB) pada kucing, terutama kucing ras. Semen kucing dapat dikoleksi menggunakan vagina buatan, elektroejakulator (EE) pada kucing jantan yang dianastesi, pembilasan vagina setelah kawin (postcoitum recovery) dan dengan koleksi dari urin secara cystocentesis (penghisapan pada vesica urinaria) kucing jantan setelah ejakulasi (Johnston et al. 2001) serta dari cauda epididymis (Tittarelli et al. 2006; Zambeli & Cunto 2006). Penggunaan EE terutama ditujukan untuk koleksi semen pada hewan liar seperti harimau, rusa ataupun pada monyet. Model EE yang digunakan pada hewan bervariasi baik ukuran panjang dan diameter tongkat perangsang (probe) maupun tingkat rangsangan yang diberikan. Rangsangan umumnya diberikan secara bertingkat dari voltase (V) rendah perlahan-lahan dinaikkan secara gradual dengan intensitas rangsangan dan istirahat yang sama (Arifiantini et al. 2005). Upaya perlindungan terhadap jenis kucing liar yang hampir punah menjadikan IB sebagai hal yang patut diperhitungkan. Inseminasi buatan merupakan serangkaian kegiatan mulai dari koleksi, evaluasi, pengolahan semen sampai dengan deposisi semen di alat reproduksi kucing betina yang sedang estrus. Untuk mendapatkan kualitas keturunan yang baik maka kualitas semen yang akan digunakan untuk IB juga harus baik. Keberhasilan IB ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya kualitas semen segar yang di preservasi. Kualitas semen segar dapat di evaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis kualitas semen yang dapat di uji adalah volume (banyaknya semen yang diejakulasikan), warna semen, kekentalan, dan derajat keasaman. Warna semen normal adalah putih keruh sampai krem. Pemeriksaan kualitas semen segar secara mikroskopis adalah untuk menghitung konsentrasi, motilitas, morfologi spermatozoa normal, persentase spermatozoa yang hidup.

15 2 Mengingat pentingnya dilakukan pengujian kualitas semen segar sebelum proses preservasi, penelitian ini dilakukan untuk menguji kualitas semen dari ejakulat menggunakan elektroejakulator pada kucing jantan domestik. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mempelajari reaksi kucing domestik jantan terhadap stimulasi elektrik menggunakan elektroejakulator. (2) Menguji kualitas semen dari ejakulat menggunakan elektroejakulator pada kucing domestik jantan.

16 3 TINJAUAN PUSTAKA Felis catus Kucing domestik (Felis catus) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di Near East sekitar tahun yang lalu. Namun, inisiasi domestikasi mungkin dimulai ribuan tahun yang lalu di mana manusia dan nenek moyang kucing menjadi semakin saling ketergantungan. Proses domestikasi mungkin dimulai selama periode ketika manusia berhenti berburu kawanan hewan liar dan mengadopsi lebih banyak gaya hidup pertanian, terutama di Fertile Crescent. Perubahan ini terjadi tahun yang lalu dan dimungkinkan oleh domestikasi serealia liar tertentu dan rumput-rumputan. Hubungan manusia dan kucing bermanfaat untuk mengontrol tikus yang merusak tanaman, yang juga telah bergabung dengan peradaban manusia. Menurut Wastlhuber (1991) kucing domestik yang ada sekarang ini merupakan evolusi dari kucing liar Afrika (F. silvestris lybica) di zaman Mesir kuno sekitar tahun lampau. Meskipun banyak kucing yang menjadi hewan peliharaan, kucing modern tidak didomestikasi secara penuh dalam pengertian klasik. Kucing modern tetap mandiri jika diperlukan, dengan mempertahankan kemampuan berburu yang tajam bahkan ketika makanan tersedia, dan menunjukkan spektrum perilaku mulai dari hewan peliharaan yang tidak dapat dijinakkan hingga hewan peliharaan yang sangat lembut. Kucing tersebar ke hampir seluruh bagian dunia lama, mungkin sepanjang rute perdagangan antara peradaban kuno. Meskipun menyebar dengan cepat, kucing tetap mirip dengan nenek moyang mereka yaitu kucing liar (Felis silvestris subspp) dalam bentuk dan fungsi. Spesies nenek moyang kucing domestik tetap kompatibel dengan pertanian manusia. Alur gen antara kucing liar dan jinak yang modern, dan antara kucing modern dan subspesies kucing liar, belum berdampak negatif dalam peran kucing sebagai karnivora kecil di ekosistem yang didominasi oleh manusia. Bahkan, dengan adanya sekelompok liar kucing modern di sekitar pinggiran desa dan pertanian telah menguntungkan untuk pengendalian hama dan

17 4 penyakit zoonosis terkait (Lipinski et al. 2007). Adapun klasifikasi F. catus menurut LaBruna (2001) adalah sebagai berikut: kingdom : Animalia filum : Chordata kelas : Mammalia ordo : Carnivora famili : Felidae genus : Felis spesies : Felis catus Famili kucing (felidae) terdiri dari 76 spesies. Menurut laporan Convention of International Trade of Endangered Species (CITES 2011). Kucing domestik adalah salah satu felidae yang tidak termasuk dalam spesies hewan liar (Hermansson 2006). Gambar 1 Kucing domestik. Felis catus merupakan salah satu dari famili felidae yang berukuran kecil, tetapi merupakan predator yang cerdas dan efisien. Karakteristik fisik yang dimiliki kucing antara lain tubuh yang fleksibel dan padat, penglihatan dan adaptasi visual yang tajam pada malam hari, cakar (kuku) yang dapat ditarik masuk, gigi yang tajam, dan pengurangan jumlah gigi mencerminkan adaptasi karnivora. Jambang yang panjang, kaki depan mampu berotasi sehingga pads mampu mencapai muka saat proses washing, kaki belakang kucing mempunyai kekuatan yang sangat besar sehingga dapat membantu kucing pada saat akan menerkam, dan ekor yang panjang serta fleksibel membantu menjaga keseimbangan (Edwards 2005).

18 5 Anatomi organ reproduksi kucing jantan Seperti karnivora pada umumnya, alat kelamin jantan pada kucing terbagi dalam empat subbagian. Subbagian pertama meliputi testis, epididimis, duktus deferens, korda spermatikus, dan tunika. Subbagian kedua terdiri dari kelenjarkelenjar asesoris, subbagian ketiga penis, dan yang terakhir uretra (Junaedi 2006; Constantinescu 2007). Diagram anatomi dari skrotum, testis dan epididimis, prostata, penis dan preputium dapat dilihat pada gambar Sayatan oblique abdominal bagian luar 7. Kanal inguinal 8.Ssayatan oblique abdominal bagian dalam 9. Penampang melintang fascia 10. Fascia sprematik internal 11. Peritoneum luar 12. Peritoneum dalam 13.Llamina luar 14. Lamina dalam 15. Canal vagina 16. Cavum vagina 17. Testikel 18. Epididimis 19. Duktus deferens 20. Finukulus spermatikus 21. Pembuluh darah testis 22. Otot halus 23. Jaringan ikat 24. Fascia spermatikus eksternal 25. Kulit 26. Tunika dartos 27. Kulit skrotum 30. Ligamen epididimis 31. Ligamen skrotum 32. Musculus cremaster 33. Septum interdortoic 34. Penis 35. Ligamentum testis 36. Rape skrotalis Gambar 2 Skema anatomi organ reproduksi jantan (Constantinescu 2007). Pada perkembangannya, testis kucing turun dan menempati skrotum dalam waktu yang lambat. Testis berada dalam skrotum antara minggu kedua dan ketiga setelah kelahiran. Bentuk testis membulat dan beratnya 1/750 sampai 1/1850 dari bobot badan. Panjang axis setiap testis berorientasi miring, kranioventral. Tunika albugineanya tebal dan mediastinum testis terletak di tengah testis. Arteri-arteri yang berjalan dalam tunika albuginea memberikan karakteristik pada permukaan testis (Constantinescu 2007).

19 6 A Gambar 3 Testis kucing: A. testikel kucing sudut pandang lateral; B. testikel kucing sudut pandang medial (Constantinescu 2007). Epididimis melekat pada perbatasan dorsolateral dari testis. B Kaput epididimis di mulai dari medial permukaan testis, namun saat mencapai posisi dorsolateral dilanjutkan menjadi korpus dan kauda. melebihi kepala testis. Kaput epididimis sedikit Tunika albuginea epididimis lebih tipis dibandingkan dengan albuginea testis. Panjang duktus epididimis 1.5 sampai 3 mm dan berlikuliku. Kauda epididimis melekat pada ekor testis dengan ligamentum pendek dari testis dan untuk fascia spermatic internal secara langsung (karena fascia spermatic internal melekat pada kauda epididimis). Ligamen skrotum bergabung dengan fascia spermatic internal menuju dartos. Duktus deferens dimulai sebagai plexus sepanjang perbatasan epididimis dari testis dan medial ke epididimis dengan arah kaudokranial karena posisi testis. Setelah melewati duktus deferens, kaput epididimis masuk ke dalam korda spermatikus dan berlanjut hingga cincin vaginal. Dalam rongga perut, duktus deferens membuat kurva dalam arah dorsokaudal untuk memasuki rongga panggul dan mencapai uretra. Dalam rute dari awal sampai akhir, mesoduktus deferens yang juga merupakan bagian dari funikulus spermatikus, melekat ke duktus deferens. Sebelum mencapai uretra, duktus deferens melintasi ureter di bagian ventral, kemudian melintasi bagian dorsal dari ligamen lateral kandung kemih. Untuk mencapai uretra, duktus deferens menembus kelenjar prostat dan membuka sisi lateral dari colliculus seminalis (Constantinescu 2007). Kelenjar assesoris yang berkembang pada kucing adalah kelenjar prostat dan bulbouretralis sedangkan kelenjar vesikular tidak berkembang. Kelenjar prostat memiliki dua bagian yaitu bagian badan dan diseminasi. Bagian badan memiliki dua lobus, kiri dan kanan dengan permukaan yang tidak rata. Kelenjar ini melekat pada dinding uretra bagian atap dan lateral. Bagian diseminasi terdiri dari lobus-lobus kecil. Kelenjar bulbouretralis bentuknya sangat kecil (memiliki

20 7 diameter lebih dari 5 mm) dan melekat pada dinding uretra bagian dorsolateral yaitu pada arcus ischiadicus seperti terlihat pada gambar 4 (Constantinescu 2007). Ureter Kandung kemih Duktus deferens Kelenjar prostata Kelenjar bulbourethralis Uretra Glans penis Korpus kavernosum penis Gambar 4 Kelenjar prostata kucing sudut pandang dorsal (Constantinescu 2007). Penis pada kucing (gambar 5) berada di ventral skrotum. Penis disusun oleh dua buah corpora cavernosa, satu pada tiap sisi dan sebuah korpus spongiosum yang berada di tengah. Pejantan dewasa memiliki glans penis pada bagian ujung penis dengan panjang 5 sampai 10 mm, berbentuk kerucut yang mengarah ke caudal dan memiliki 120 sampai 150 buah duri penis (penile spines) tergantung kadar androgen setiap individu. Duri-duri penis dengan panjang dan diameter dasarnya sebesar 0.1 sampai 0.7 mm ini berjejer membentuk 6 hingga 8 buah lingkaran (Johnston et al. 2001). Duri penis Glans penis Gambar 5 Penis kucing (Constantinescu 2007).

21 8 Secara histologi, duri penis disusun oleh jaringan ikat inti diselimuti epitel tanduk yang mirip dengan papilla pada lidah kucing. Peran duri pada proses kopulasi belum diketahui secara pasti namun diperkirakan duri ini berfungsi memberikan stimulasi seksual pada betina, menghalangi penarikan penis dari vagina (oleh karena itu lokasinya adalah di ujung penis), atau meningkatkan stimulasi betina untuk induksi ovulasi. Os penis pada kucing berukuran panjang 3 sampai 5 mm dan berada di ujung glans penis pada kucing jantan dewasa. Kucing tidak memiliki muskulus cremaster tetapi memiliki musculus levator scrota yang berasal dari musculus sphincter anal externus dan masuk ke dalam septum scrotal (Johnston et al. 2001). Endokrinologi Reproduksi Kucing Jantan Fisiologi reproduksi hewan jantan dikontrol secara endokrin oleh sekresi Hypothalamic Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) pada tingkat paracrine di hipotalamus. GnRH merangsang kelenjar hipofise anterior untuk mengekskresikan dua hormon gonadotropin, yaitu Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH). Hipofise anterior bertanggung jawab untuk berbagai hormon yang mengontrol banyak aspek dari aktivitas fisiologis. LH merupakan perangsang utama testosteron di dalam testis. Testosteron disekresikan oleh sel-sel leydig yang dirangsang oleh LH di dalam testis. Jumlah testosteron yang diekskresikan akan berbanding lurus dengan jumlah LH yang tersedia. Sedangkan FSH merupakan perangsang utama terjadinya spermatogenesis. FSH akan berikatan dengan reseptor-reseptor FSH spesifik yang melekat pada sel-sel sertoli dalam tubulus seminiferus. Pengikatan ini mengakibatkan sel-sel tumbuh dan mengekresikan berbagai unsur spermatogenik. Secara bersamaan testosteron yang berdifusi ke dalam tubulus dari sel-sel leydig di dalam ruang interstisial mempunyai efek tropik yang kuat terhadap spermatogenesis. Untuk mendorong terjadinya spermatogenesis dibutuhkan FSH maupun testosteron. Walaupun rangsangan awal testosteron yang terjadi sedikit, selanjutnya testosteron akan mempertahankan spermatogenesis untuk waktu yang lama (Guyton & Hall 2005).

22 9 Teknik Koleksi Semen Kucing Semen kucing telah dapat dikoleksi menggunakan: 1) vagina buatan dengan ejakulasi kucing jantan secara sadar, 2) elektroejakulator pada kucing jantan yang teranestesi, 3) membilas vagina setelah kawin (postcoitus recovery), dan 4) koleksi dari urine secara cystocentesis (penghisapan pada vesica urinaria) kucing jantan setelah ejakulasi (Johnston et al. 2001). Vagina buatan Vagina buatan (artificial vagina) berbentuk pipet karet silinder 2 ml dengan ujung depan berupa lubang untuk penis dan ujung belakang disambungkan dengan tabung koleksi (test tube) sebesar 3 x 44 mm. Johnston et al. (2001) menyebutkan tabung vagina buatan dan tabung koleksi dimasukkan ke dalam botol polyethylene yang diisi dengan air 52 C untuk membuat suhu vagina buatan sekitar 44 sampai 46 C. Gambar 6 Vagina buatan (Zambelli & Cunto 2006). Kucing jantan harus dilatih untuk mengejakulasikan semen ke dalam vagina buatan. Latihan dapat dilakukan pada pejantan berulang kali menggunakan betina yang estrus. Lima kucing laboratorium yang dipilih secara acak, tiga dari lima kucing tersebut sudah terlatih untuk ejakulasi ke dalam vagina buatan setelah 2 minggu melakukan latihan dengan betina estrus (Johnston et al. 2001)

23 10 Elektroejakulator Elektroejakulasi (EE) pertama dilaporkan dilakukan pada kucing yang teranastesi dengan ketamin HCL. Ejakulat diperoleh dengan cara memberikan 180 stimulus sebesar 2-8 Volt (V) menggunakan rectal probe Teflon dan stainless steel. Penelitian dilakukan dengan melihat penggunaan ejakulator dengan waktu yang pendek berangkaian dan dalam waktu yang lama, serta mengenai efek tegangan dan aplikasi perubahan tegangan terhadap kualitas semen pada kucing jantan yang teranastesi dengan ketamin HCL yang di rangsang menggunakan automatic stimulus delivery ejaculator (Johnston et al. 2001). Johnston et al. (2001) menyebutkan ketika 4 rangkaian ejakulat diperoleh pada koleksi seminal tunggal mingguan selama 22 minggu, tampak adanya efek yang signifikan pada rangkaian ejakulat tersebut yaitu volume semen dan jumlah spermatozoa per ejakulat. Pengulangan mingguan anastesi dan ejakalutor tidak mengubah kualitas semen secara signifikan, walaupun terdapat kecenderungan bahwa volume ejakulat menjadi meningkat. Pada penelitian aplikasi tegangan, tampak adanya efek pada jumlah spermatozoa per ejakulat kucing akibat jenis kucing dan akibat besarnya aplikasi besarnya tegangan yang digunakan. Menurut Hermansson (2006), spermatozoa kucing hasil penampungan dengan rangsangan EE mempunyai spesifikasi yang lebih baik. Sperma mempunyai integritas membran dan akrosom yang lebih baik daripada pengambilan spermatozoa melalui epididimis dari individu yang sama. Spermatozoa kucing juga tidak menampakkan cold shock pada saat cooling. Osmolaritas antara hasil ejakulasi dari vagina buatan dan elektroejakulator tidak berbeda nyata. Osmolaritas semen yang dikoleksi sebanding dengan semakin tinggi tegangan voltase, hal ini menunjukkan efek voltase pada osmolaritas hasil ejakulasi. Motilitas sperma lebih rendah dengan koleksi menggunakan EE (Johnston et al. 2001). Membilas Vagina Setelah Kawin Dengan pembilasan vagina pada kucing betina postcoitus (setelah kawin), atau koleksi spesimen sitologi vagina setelah kopulasi, mungkin akan diperoleh spermatozoa. Ketika pembilasan vagina dengan 1 ml larutan saline yang

24 11 dilakukan segera setelah kawin antara 5 kucing normal betina dan 5 kucing normal jantan, didapatkan sampai spermatozoa (Johnston et al. 2001). Koleksi dari Urin Secara Cystocentesis Kucing Jantan Setelah Ejakulasi Kucing jantan dilaporkan 15 sampai 90% (rata-rata 46.80%) dari ejakulat mengalami aliran balik (retrograde) ke dalam vesika urinaria selama ejakulasi. Koleksi semen dengan cystocentesis (pengisapan pada vesika urinaria) dari kucing jantan setelah ejakulasi diikuti dengan pemeriksaan sedimen urin untuk menemukan spermatozoa adalah prosedur yang berguna pada praktek hewan kecil untuk melihat kucing tersebut memproduksi sperma atau tidak (Johnston et al. 2001). Sediaan Anastesi Teknik koleksi semen menggunakan elektroejakulator membutuhkan anastesi selama prosedur berlangsung. Anastesi berfungsi untuk menenangkan hewan dan salah satu prosedur keamanan selama percobaan. Anastesi merupakan metode yang dapat dipercaya, aman, dan cocok untuk teknik koleksi semen dengan menggunakan elektroejakulator (Axnér & Linde-Forsberg 2002). Salah satu metode anestesi yang dapat digunakan untuk penanganan selama percobaan adalah iv (intravenous anaesthesia). Metode iv mempunyai kelebihan yaitu efek yang lebih cepat. Kombinasi ketamin HCl dan diazepam dapat dipakai secara iv. Ketamin adalah anastetik umum dengan cara kerja yang cepat. Sediaan ini juga bersifat analgesik dan menekan kerja kardiopulmonari. Sinner & Graf (2008) menyatakan metabolisme ketamin diperantarai oleh enzim mikrosomal hati. Potensi anestetik ketamin terletak pada isomer S(+) yang tiga sampai empat kali lebih tinggi dari isomer R(-). Ketamin dengan bagian S(+) dapat digunakan untuk premedikasi, sedasi, induksi, dan maintenance untuk anastesi umum. Sediaan ini termasuk dalam dissociative anaesthesia. Ketamin dengan isomer S(+) adalah anestetik ideal untuk pasien yang mengalami trauma, pasien dengan hypovolemic dan septic shock, serta pasien dengan penyakit pulmonum. Tidak seperti anastesi iv lainnya, ketamin juga bersifat analgesik. Aksi nociceptive ketamin membantu menjaga keseimbangan saat dikombinasikan

25 12 dengan sediaan lain. Profil kardiovaskular berhubungan dengan stimulasi simpatetik sentral dan menghambat uptake katekolamin neuronal sehingga ketamin lebih dipilih untuk pasien yang kurang stabil secara hemodinamis. Aktivasi simpatetik dapat menetralkan efek negatif inotropik ketamin pada miokardium secara langsung (Bovil 2006; Sinner & Graf 2008). Hasil yang bagus dapat dilihat pada individu sehat adalah efek inotropik positif dengan meningkatnya tekanan darah arterial, detak jantung, dan cardiac output. Pasien yang mengalami kegagalan pada miokardium akan berkurang kemampuan kontraksi saat diekspose dengan ketamin, akan terjadi kemunduran tampilan kardiak dan ketidakstabilan kardiovaskular (Bovil 2006). Efek bronkodilatori pada ketamin membuat sediaan ini dapat digunakan untuk menginduksi dan maintenance anastesi pada pasien dengan penyakit asma dan bronchial akut (Sinner & Graf 2008). Diazepam dimetabolisme dalam hati dan sisa obat yang tak dapat diubah akan diekskresikan dalam urin. Dua jalur utama metabolisme diazepam adalah formasi N-desmethyldiazepam dan temazepam yang dikatalisatori oleh CYP (cytochrome P450) isoform yang berbeda. Metabolit potensial ketiga adalah 4- hydroxydiazepam atau oxazepam dengan kegunaan yang lebih sedikit dibanding N-desmethyldiazepam dan temazepam (Sinner & Graf 2008). Diazepam menekan level subkortikal (limbik primer, talamus, dan hipotalamus). Diazepam menghasilkan anxiolytic, sedatif, relaksan otot lurik, dan efek antikovulsan. Mekanisme secara detail belum diketahui, tetapi mekanisme postulat seperti serotonin antagonis, akitifitas peningkatan pelepasan gammaaminobutyric acid (GABA), mengurangi pelepasan asetilkolin di Sistem Saraf Pusat (SSP). Reseptor spesifik diazepam pada mamalia berada di otak, ginjal, hati, paru-paru, dan jantung. Pada hampir semua spesies, reseptor terletak lebih sedikit pada bagian white matter (Plumb & Pharm 1999). Spermatogenesis Menurut Pineda dan Faulkner (2003), spermatogenesis merupakan proses kompleks yang terdiri dari pembelahan dan diferensiasi sel untuk pembentukan spermatozoa. Spermatozoa dibentuk di tubulus seminiferus, dimulai dengan

26 13 pembelahan sel diikuti dengan metamorfosis dari sel yang mempunyai kemampuan diferensiasi yang tinggi dan berpotensiasi motil (spermatozoon). Fase testikular dari spermatogenesis terdiri dari fase diploid atau spermatositogenesis dan fase haploid atau spermiogenesis (Pineda & Faulkner 2003; Manandhar & Sutovsky 2007). Spermatositogenesis atau tahap ploriferatif adalah tahap dimana primitive germ cell berlipat ganda dengan pembelahan secara mitosis dan diikuti dengan pembelahan secara meiosis. Sedangkan spermiogenesis adalah tahap diferensiasi dimana nukleus dan sitoplasma mengalami perubahan morfologi menjadi bentuk sel sperma (Pineda & Faulkner 2003). Spermatositogenesis dimulai dengan berkumpulnya spermatogonia primordial pada tepi membran basal dari epitel germinativum dan diproses menuju lumen. Spermatogonia diaktivasi dalam bentuk aktif spermatogonia tipe A, terdapat beberapa generasi dari spermatogonia tipe A, tergantung dari spesiesnya. Sebagian besar spermatogonia tipe A dibagi dalam bentuk spermatogonia intermediet (Pineda & Faulkner 2003). Spermatogonia tipe A ini akan membelah empat kali untuk membentuk 16 sel yang lebih sedikit berdiferensiasi, yaitu spermatogonia tipe B. Spermatogonia tipe B akan bermigrasi ke arah sentral di antara sel-sel sertoli. Setiap spermatogonia tipe B di dalam lapisan sel sertoli akan mengalami modifikasi dan melakukan pembelahan mitosis terakhir untuk menjadi spermatosit primer (Guyton & Hall 2005). Spermatositogenesis dibentuk dari pembelahan spermatozoon secara mitosis yang akan berubah menjadi spermatosit sekunder (Pineda & Faulkner 2003). Proses selanjutnya adalah spermiogenesis yang merupakan serangkaian proses yang panjang dan berurutan. Spermiogenesis berawal di tubulus seminiferus dan berakhir di epididimis. Proses ini dibagi menjadi beberapa tahap yang lebih kecil yaitu karakterisasi pembentukan morfogenetik terutama pembentukan akrosom dan nukleus serta tingkat kondensasi kromatin (Manandhar & Stutovsky 2006). Dalam fase ini terbentuk sel sperma yang belum dewasa atau spermatid yang berkembang di antara sel sertoli di tubulus seminiferus sampai menjadi spermatozoa sempurna dan masuk kedalam lumen epididimis (Rosenfeld 2001).

27 14 Morfologi Sel Spermatozoa Spermatozoa pada hewan mamalia merupakan sel panjang yang motil. Sebuah sel sperma memiliki kepala dan ekor. Kepala terdiri dari sebuah nukleus dengan kepadatan tinggi, kromatin kental yang diselimuti teka perinuklear, sebuah akrosom dan membran plasma. Fungsi utama dari bagian kepala adalah untuk penetrasi pada oosit, membawa genom haploid jantan, dan inisiasi perkembangan embrionik setelah fertilisasi (Manandhar & Sutovsky 2007). 1. Kepala Ekor: 2. Bagian penghubung 3. Bagian tengah 4. Bagian utama 5. Bagian ujung A B Gambar 7 Morfologi spermatozoa mamalia: A. Primata; B. Rodensia (Manandhar & Sutovsky 2007). Ekor dapat terbagi menjadi bagian penghubung (connecting piece), bagian tengah (mid-piece), bagian utama (principle piece), dan bagian ujung (end-piece). Bagian penghubung merupakan bagian rangkaian penghubung yang pendek antar kepala dengan ekor yang terdiri dari segmen-segmen, jaringan fibrosa dan kapitulum. Bagian tengah berfungsi sebagai membran pelindung mitokondria yang merupakan pengatur energi untuk motilitas sperma. Bagian ini dimulai dari distal bagian penghubung sampai annulus (struktur yang membatasi bagian tengah dengan bagaian utama). Bagian utama ekor merupakan daerah yang dimulai dari annulus sampai ujung ekor. Secara keseluruhan, ekor berguna untuk

28 15 mendorong spermatozoa bergerak melalui uterus dan tuba falopii hingga bertemu dan berpenetrasi pada oosit. (Manandhar & Sutovsky 2007). Spermatozoa kucing memiliki panjang kira-kira 26 μm, lebih pendek dibandingkan dengan spermatozoa anjing yang memiliki panjang sekitar 36 μm. Persentase spermatozoa yang memiliki morfologi abnormal pada ejakulat ditentukan dengan pemeriksaan 200 spermatozoa menggunakan phase-contrast microscopy atau mikroskop cahaya setelah dilakukan perwarnaan dengan Diff- Quik* atau perwarnaan eosin-nigrosin (Johnston et al. 2001). Bagian utama Kepala Bagian ujung Bagian tengah Gambar 8 Morfologi spermatozoa kucing. Morfologi spermatozoa kucing diperiksa dengan mikroskop cahaya dan mikroskop scanning elektron. Persentase rata-rata spermatozoa yang memiliki morfologi normal di atas 70% pada kucing. Abnormalitas morfologi dari spermatozoa kucing berupa macrocephalus, microcephalus, kepala ganda, ekor ganda, ekor memuntir ke depan, badan (mid-piece) bengkok, adanya droplet sitoplasma pada distal, kepala lepas, dan ekor putus (Johnston et al. 2001).

29 16 MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel dan penelitian dilaksanakan di laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR), Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Waktu pengambilan sampel bulan Juli 2010 sampai bulan Mei Materi Penelitian Hewan percobaan Semen yang digunakan berasal dari kucing domestik (Felis catus) jantan sebanyak 21 ekor dalam kondisi sehat dan telah dewasa kelamin. Bobot badan kucing domestik berkisar antara 3 sampai 4 kg. Kucing dipelihara dalam kandang secara individual dan diberi pakan dry cat food (My Dear Cat ) sebanyak 50 g/hari. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore. Kucing diadaptasikan satu minggu sebelum dikoleksi agar terbiasa dengan kandang dan pakan. Pemeriksaan darah untuk setiap kucing dilakukan setelah kucing diadaptasikan, pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui kesehatan kucing dan kelayakan untuk model pengambilan semen segar. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gel, NaCl fisiologis, aqua destilata, perwarna eosin-nigrosin, formosaline, alkohol 70%, ketamin 10 mg/kg BB, dan diazepam 0.25 mg/kg BB. Alat Penelitian Peralatan yang digunakan adalah elektroejakulator dengan probe yang mempunyai tiga elektroda stainless-steel longitudinal (Fujihara Industry, Japan), gelas piala, mikropipet, ph-special indicator paper berskala , tabung Eppendorf, tabung Erlenmeyer, pipet, object glass dan cover glass, mikroskop

30 17 cahaya listrik (Olympus CH 20), kamar hitung Neubauer, mikropipet dan tip, tissue, syringe 1 ml, alat hitung, dan heating table. Metode Penelitian Kucing yang akan dikoleksi semennya dianastesi terlebih dahulu dengan ketamin HCl 10 mg/kg BB dan diazepam 0.25 mg/kg BB secara intravena pada vena chepalica antibrachii dorsalis. Setelah kucing dianastesi, daerah di sekitar praeputium dibersihkan menggunakan NaCl fisiologis. Semen kucing koleksi menggunakan elektroejakulator (EE) dengan berbagai tingkat voltase satu minggu sekali dengan mengadopsi teknik koleksi semen yang dilakukan oleh Howard (1990). Probe yang digunakan untuk perangsangan adalah Teflon rectal probe dengan 3 elektroda stainless-steel longitudinal. Probe dimasukkan ke arah ventral rektum ± 5 cm, feses dikosongkan agar tidak menghambat stimulasi elektrik dari EE. Pemberian rangsangan dilakukan secara bertahap, mulai 1 V, 2 V, dan 3 V, pada masing-masing voltase diberikan 10 kali pengulangan dengan waktu rangsangan 5 detik setiap kali pengulangan dan waktu istirahat 5 detik (onoff). Respon yang dilihat selama perangsangan adalah kedutan daerah praeputium, konvulsi kaki belakang, tremor, suara erangan, waktu ereksi, dan ejakulasi. Waktu ereksi adalah waktu mulai diberikannya stimulasi sampai terjadinya ereksi, sedangkan ereksi adalah peningkatan turgiditas (pembesaran) organ (Arifiantini et al. 2005). Waktu ejakulasi adalah lama waktu mulai diberikannya stimulasi sampai terjadinya ejakulasi, sedangkan ejakulasi adalah gerak untuk mengosongkan epididimis, uretra dan kelenjar assesoris pada hewan jantan (Arifiantini et al. 2005). Semen hasil ejakulasi dikoleksi dengan tabung Eppendorf, segera setelah ejakulasi semen kucing dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Evaluasi semen Evaluasi semen secara makroskopis Volume. Volume dihitung menggunakan mikropipet (0-200 mikron).

31 18 Warna. Warna semen dinilai secara visual. Pada kucing semen normal berwarna putih keruh. Warna kuning menunjukkan kontaminasi dengan urin atau eksudat peradangan, warna hijau mungkin menunjukkan eksudat purulen, warna merah menunjukkan adanya darah, warna coklat menunjukkan adanya darah lama yang biasanya berasal dari kelenjar prostata, dan sampel jernih menunjukkan azoospermia. Kekentalan/Konsistensi. Konsistensi diamati dengan cara memiringkan tabung Eppendorf dan dikembalikan ke tempat semula. Kriteria penilaian, encer, sedang sampai kental. Derajat keasaman (ph). ph ditentukan dengan menggunakan ph special indicator paper. ph normal kucing antara 6.6 sampai 8.8. Evaluasi semen secara mikroskopis Gerakan Massa. Gerakan massa dilakukan dengan cara meletakkan 1 tetes semen segar pada sebuah gelas objek yang dihangatkan, gerakan massa dinilai di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 X. Persentase motilitas spermatozoa. Penilaian persentase motilitas spermatozoa dilakukan secara subjektif kuantitatif, dengan cara meletakkan satu tetes semen pada objek gelas yang hangat, ditambah dengan NaCL fisiologis satu berbanding satu, dihomogenkan dan ditutup dengan cover glass. Persentase motilitas dinilai dengan membandingkan jumlah spermatozoa yang bergerak progresif dengan spermatozoa yang tidak progresif, dibawah mikroskop dengan 400 X pada lima lapang pandang berbeda. Penilaian diberikan dari 0 (mati semua) sampai 100% (motil semua). Persentase spermatozoa hidup. Satu tetes semen diletakkan pada satu buah gelas objek, ditambah dengan 4 tetes larutan eosin-nigrosin kemudian dihomogenkan, campuran yang telah homogen dibuat preparat ulas dan dikeringkan dalam waktu 15 detik. Penghitungan persentase spermatozoa hidup dilakukan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 400 X. Spermatozoa hidup, ditandai dengan kepala yang tidak menyerap warna/transparan, sedangkan spermatozoa yang telah mati menyerap warna ungu dari eosin-nigrosin. Spermatozoa dihitung dari 10 lapang pandang yang berbeda secara acak.

32 19 Spermatozoa hidup = x 100% Konsentrasi. Penghitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan menggunakan kamar hitung Neubauer. Semen diencerkan dengan perbandingan 1 µl.semen dan 99 µl larutan formosaline, larutan dihomogenkan dan dimasukan pada kotak hitung Neubauer yang telah diberi cover glass, selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 X dan di hitung spermatozoa yang tersebar pada 4 kotak di sudut dan 1 kotak di bagian tengah kamar hitung Neubauer. Gambar 9 Standar penghitungan hemacytometer. a) Kotak hitung Neubauer pembesaran 100X untuk mengetahui lingkaran sentral tempat penghitungan, b) Gambar terdiri dari 16 kotak dengan penentuan batas atas dan kanan setiap kotak masuk dalam penghitungan. Keterangan : Rumus menghitung jumlah sel sperma per ml setiap ejakulasi Jumlah spermatozoa/ml = N x 5 x DF x Kotak hitung 1 + kotak hitung 2 = N / 2 N DF a = adalah jumlah rata-rata sel yang dihitung setiap kotak hitung = adalah faktor pengenceran. Faktor pengenceran yang digunakan pada penghitungan konsentrasi sperma kucing adalah 100 dari pengernceran 1 µl semen dan 99 µl larutan formosaline. 5 = adalah faktor koreksi yang dibutuhkan karena hanya 5 dari 25 kotak dalam chamber yang dihitung (25/5) = adalah faktor koreksi yang dibutuhkan karena volume setiap penghitungan di bawah cover slip adalah ml per chamber. b

33 20 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas semen kucing domestik dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya genetik, teknik pengambilan semen dan teknik evaluasi semen. Produksi semen pada satu individu jantan dipengaruhi oleh aktifitas reproduksi, yang terjadi secara optimal setelah dewasa kelamin. Kucing domestik yang digunakan dalam penelitian ini tidak diketahui umurnya, sehingga menggunakan parameter berat badan. Kucing yang dipakai pada penelitian ini memiliki bobot badan rata-rata 3.73 ± 0.33 kg, bobot 3 sampai 4 kg diasumsikan sudah memiliki umur yang cukup (dewasa) untuk dilakukan pengoleksian semen. Ukuran testis berkisar antara 1.19 ± 0.31 cm untuk testis kanan dan 1.12 ± 0.09 cm untuk testis kiri (Tabel 1). Waktu ereksi pada kucing dicapai dalam waktu ± detik. Waktu ereksi tercepat terjadi pada detik ke 5 dengan pemberian stimulasi 1 V pertama dan terlama pada pemberian stimulasi 3 V kedua detik ke 110. Variasi waktu terjadinya ereksi pada kucing dapat terjadi karena faktor sensitifitas syaraf kucing terhadap rangsangan EE. Menurut Arifiantini et al. (2005) semakin tinggi tegangan yang diberikan, maka stimulasi terhadap syaraf parasimpatis dari medulla spinalis sacrum ke bagian genitalia eksternal semakin tinggi untuk merangsang terjadinya ereksi. Ereksi distimulasi oleh refleks yang timbul dari suatu input (sensor taktil non-genital, bau yang khas, penglihatan dan pendengaran) serta refleks spinal berupa stimulasi genital yang ditimbulkan menuju kortek serebral (Martin 1978). Ejakulasi pada kucing rata-rata terjadi pada detik ke ± 27.85, ejakulasi tercepat terjadi pada stimulasi 2 V pertama pada detik ke 55 sedangkan waktu ejakulasi terlama terjadi pada detik ke 130 dengan stimulasi 3 V pada rangsangan ke 6 (Tabel 1). Hasil yang bervariasi ini dipengaruhi oleh kondisi individu kucing, kecepatan refleks spinal untuk merangsang terjadinya ejakulasi, ketepatan dari letak probe.

34 21 Tabel 1 Bobot badan, diameter testis, waktu ereksi dan ejakulasi pada kucing domestik (Felis catus) Variabel Rata-rata Bobot badan (kg) 3.73 ± 0.33 Diameter testis (cm): - kanan 1.19 ± kiri 1.12 ± 0.09 Waktu ereksi (detik) ± Waktu ejakulasi (detik) ± Penggunaan EE pada saat koleksi semen menimbulkan perubahan gejala klinis pada kucing yang diberi perlakuan. Gejala klinis yang muncul berbedabeda bergantung pada tingkat rangsangan yang diberikan. Pada saat penetrasi probe ke dalam rektum, kucing yang telah dianastesi tidak memperlihatkan adanya reaksi dan tidak ada kesadaran terhadap pengaruh lingkungan. Pemberian obat bius kombinasi ketamin HCl 10 mg/kg BB dan diazepam 0.25 mg/kg BB secara iv membantu menenangkan kucing tersebut. Pada stimulasi 1 V pertama, otot abdomen mulai berkontraksi, abdomen menegang dan nafas tertahan saat arus listrik menginduksi kontraksi pada kucing. Kucing akan melakukan inspirasi ketika terjadi kontraksi. Kaki mulai bergetar dan kejang serta praeputium berkedut-kedut. Kontraksi abdomen semakin kuat pada pemberian stimulasi 2 V. Peningkatan stimulasi ini membuat kontraksi pada kaki belakang dan daerah praeputium semakin kuat sehingga terjadi ereksi. Kucing mulai mengerang pada pemberian stimulasi 2 V. Bunyi erangan ini merupakan indikator adanya kesakitan pada kucing tersebut meskipun pembiusan telah dilakukan. Seperti dinyatakan oleh Palmer (2005) stimulasi EE merangsang peningkatan serum progesteron, yang akan menginduksi sapi untuk mengeluarkan suara sebagai indikator adanya kesakitan. Pada pemberian stimulasi 3 V, kucing mengerang semakin kuat, kontraksi otot kaki belakang semakin kuat dan terjadi cloning kemudian ejakulasi. Rangsangan ejakulasi terjadi akibat stimulasi pada nervous hypogastric, menyebabkan kontraksi otot halus pada epididimis dan duktus deferens yang akan mendorong spermatozoa dan cairan plasma menuju ampula (Martin 1978). Nervous hypogastric adalah serabut syaraf eferen (syaraf simpatis) yang terdapat

35 22 pada pelvis. Pendapat ini sesuai dengan Watson (1978), yang menyatakan bahwa pengeluaran spermatozoa dan cairan seminal dari ampula dan kelenjar asesoris ke dalam uretra merupakan suatu aksi dari sistem syaraf simpatis. Hubungan antara reaksi ereksi dan ejakulasi pada kambing dengan penggunaan EE dapat terjadi sebagai berikut, yaitu terjadi reaksi ereksi lebih dahulu baru disusul ejakulasi, ataupun terjadi ejakulasi baru disusul dengan reaksi ereksi serta terjadi ejakulasi tanpa disertai reaksi ereksi (Arifiantini et al. 2005). Tetapi pada kucing reaksi yang terjadi selalu berurutan, yakni reaksi ereksi yang kemudian diikuti oleh ejakulasi, setelah stimulasi voltase ditingkatkan (Tabel 2). Tabel 2 Gejala-gejala klinis akibat penggunaan elektroejakulator pada kucing domestik jantan yang dianastesi Voltase Keterangan (V) 0 Kesadaran tidak ada 1 Otot abdomen berkontraksi dan praeputium berkedut-kedut. Saat arus listrik diberikan, kucing melakukan inspirasi dan nafas tertahan, kemudian kembali normal saat arus listrik dihentikan. Kaki bergetar dan kejang. 2 Kontraksi abdomen makin kuat, terdengar bunyi erangan, kaki belakang dan praeputium mulai kontraksi, kemudian terjadi ereksi. 3 Erangan semakin keras, kontraksi kaki belakang semakin kuat dan terjadi cloning, kemudian ejakulasi. 0 Nafas lebih dalam, kembali normal. Prosedur anastesi pada koleksi semen kucing menggunakan EE diperlukan untuk mempermudah penanganan dan mengurangi tingkat stres hewan kucing selama proses pengambilan semen. Pada penelitian ini anastesi dilakukan dengan kombinasi ketamin HCl dan diazepam. Souza et al. (2009) menggunakan kombinasi tiletamin dan zolazepam yang mirip cara kerjanya dengan ketamin dan diazepam sebagai protokol anastesi selama dilakukan perangsangan dengan EE. Zolazepam bekerja pada GABA mendorong terjadinya relaksasi otot dan mengurangi kejang. Tiletamin bekerja dengan menekan kerja Sistem Syaraf Pusat (SSP). Tiletamin bekerja mengikat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) dan non-nmda glutamat yang bersifat eksitatori (menghasilkan eksitasi) dengan menurunkan efek eksitatori, mengurangi iritasi jaringan dan tetap menjaga refleks okular selama anastesi. Denyut jantung, laju pernapasan, dan tekanan darah lebih

36 23 tinggi pada kucing yang dianastesi menggunakan kombinasi ketamin-diazepam (Ozkan et al. 2010). Pada penelitian ini digunakan kombinasi ketamin dan diazepam karena mempunyai waktu anastesi yang pendek ± 30 menit. Kombinasi ketamin diazepam lebih mampu merangsang terjadinya ereksi dan ejakulasi dibanding ketamin-xilazine. Karakteristik Semen Kucing Hasil Elektroejakulator Karakteristik semen berbeda-beda, bergantung pada jenis hewan dan teknik koleksi yang dilakukan. Pada kucing karakteristik semennya sangat bervariasi antar individu ataupun antar waktu koleksi semen dilakukan. Volume semen Kucing merupakan hewan dengan volume semen yang sedikit dan sulit untuk dikoleksi (Zambelli et al. 2010). Volume semen kucing hasil penelitian ini adalah ± µl, sangat beragam dengan kisaran 20 sampai dengan 100 µl. Nilai ini sangat kecil jika dibandingkan dengan volume semen ternak dengan ukuran tubuh dan berat yang hampir sama, seperti pada semen ayam mencapai 600 µl (Johari et al. 2009) dan kelinci ± 0.08 µl (Mourvaki et al. 2010). Volume semen kucing menggunakan teknik koleksi yang sama rata-rata adalah ± µl (Baran et al. 2004); µl (Malandain 2005); µl (Thuwanut 2010); dan ± µl (Zambelli et al. 2010). Volume semen yang didapatkan pada penelitian ini lebih sedikit daripada volume semen yang dilaporkan oleh beberapa peneliti tersebut namun masih dalam kisaran normal menurut Axnér dan Linde-Forsberg (2002) yang melaporkan bahwa volume semen kucing dengan elektroejakulator berkisar antara µl. Volume semen kucing yang dikoleksi menggunakan elektroejakulator lebih banyak dibandingkan dengan volume semen kucing yang dikoleksi menggunakan vagina buatan (Johnston et al. 2001; Axnér & Linde-Forsberg 2002) hal ini disebabkan stimulasi dari elektroejakulator akan meningkatkan sekresi dari kelenjar asesoris (Axnér & Linde-Forsberg 2002). Volume semen menggunakan elektroejakulator sangat bervariasi bergantung dari kondisi masingmasing kucing (Zambelli & Cunto 2006).

TINJAUAN PUSTAKA Felis catus

TINJAUAN PUSTAKA Felis catus 3 TINJAUAN PUSTAKA Felis catus Kucing domestik (Felis catus) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di Near East sekitar 9000 10 000 tahun yang lalu.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kucing Domestik Kucing domestik (Felis catus, Linneaus 1758) (Gambar 1) menempati sebagian besar penjuru dunia. Bukti arkeologi menunjukkan domestikasi kucing terjadi di

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

Sistem Reproduksi Pria meliputi: A. Organ-organ Reproduksi Pria B. Spermatogenesis, dan C. Hormon pada pria Organ Reproduksi Dalam Testis Saluran Pengeluaran Epididimis Vas Deferens Saluran Ejakulasi Urethra

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kucing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kucing TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kucing Kucing termasuk ke dalam Famili Felidae dan terdiri dari tiga genus yaitu Phantera, Felis dan Acinonyx. Pembagian genus ini bukan berdasarkan perbedaan ukuran tubuh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai April 2012 bertempat di Indira Farm Hamtaro and Rabbit House, Istana Kelinci, dan di Unit Rehabilitasi

Lebih terperinci

R.I. Arifiantini, T.L. Yusuf, dan M. Riyadhi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK

R.I. Arifiantini, T.L. Yusuf, dan M. Riyadhi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK STIMULASI BAILEY ELEKTROEJAKULATOR PADA VOLTASE YANG BERBEDA TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMATOZOA DOMBA LOKAL (The Stimulation of Bailey Electroejaculator at Various Voltages on the Semen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 dengan selang waktu pengambilan satu minggu. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA

KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA KAJIAN MORFOLOGI DAN MORFOMETRI SPERMATOZOA ANOA (Bubalus Sp) DENGAN PEWARNAAN WILLIAMS DAN EOSIN-NIGROSIN ADITYA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 RINGKASAN ADITYA. Kajian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki

Lebih terperinci

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO

FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI. Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO FISIOLOGI FUNGSI ORGAN REPRODUKSI LAKI-LAKI Dr. Akmarawita Kadir., M.Kes., AIFO 1 ISI I. Fungsi Komponen Sistem Reproduksi Pria II. Spermatogenesis III. Aktivitas Seksual Pria IV. Pengaturan Fungsi Seksual

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Hubungan Bobot Badan dengan Konsentrasi, Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah dilaksanakan pada bulan Juli -

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Perbedaan Kualitas Semen Segar Domba Batur dalam Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret sampai dengan 1 Mei

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera cordifolia (Teen.) Steenis) dalam pengencer tris kuning telur tehadap kualitas semen kambing Peranakan Etawah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Penelitian diawali dengan survey untuk mengetahui

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis

Lebih terperinci

Sohibul Himam ( ) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

Sohibul Himam ( ) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008 MAKALAH TENTANG THERMOREGULASI (PENGATURAN SUHU) PADA TESTIS Oleh Sohibul Himam (0710510087) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008 1 Pendahuluan Testis merupakan organ kelamin primer bagi

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah hewan percobaan

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan 4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kelinci Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Kelinci Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Lapang Bagian Produksi Ternak Ruminansia Kecil Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Unit Rehabilitasi Reproduksi, Bagian

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal IV Dusun Wawar Lor, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah pada bulan Maret Juni

Lebih terperinci

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

Function of the reproductive system is to produce off-springs. Function of the reproductive system is to produce off-springs. The Gonad produce gamets (sperms or ova) and sex hormones. All other reproductive organs are accessory organs Anatomi Sistem Reproduksi Pria

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang meliputi motilitas, dan morfologinya. Salah satu penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas sperma

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan (UPTD BIB) Tuah Sakato, Payakumbuh. 3.2. Materi

Lebih terperinci

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi

HORMONAL PRIA. dr. Yandri Naldi FUNGSI REPRODUKSI PRIA DAN HORMONAL PRIA dr. Yandri Naldi Fisiologi Kedokteran Unswagati cirebon Sistem reproduksi pria Sistem reproduksi pria meliputi organ-organ reproduksi, spermatogenesis dan hormon

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH Hanum, A. N., E. T. Setiatin, D. Samsudewa, E. Kurnianto, E. Purbowati, dan Sutopo Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

Spermatogenesis dan sperma ternak

Spermatogenesis dan sperma ternak J0A09 dari 5. MATERI PRAKTIKUM 3 : Spermatogenesis dan sperma ternak TUJUAN PRAKTIKUM : Mahasiswa dapat menyebutkan tahapan pembentukan spermatozoa dan menjelaskan komposisi semen serta struktur/morfologi

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

PENANGANAN SEMEN DARI TEMPAT KOLEKSI KE LAB HINDARI SINAR MATAHARI LANGSUNG USAHAKAN SUHU ANTARA O C HINDARI DARI KOTORAN TERMASUK DEBU

PENANGANAN SEMEN DARI TEMPAT KOLEKSI KE LAB HINDARI SINAR MATAHARI LANGSUNG USAHAKAN SUHU ANTARA O C HINDARI DARI KOTORAN TERMASUK DEBU PENANGANAN SEMEN DARI TEMPAT KOLEKSI KE LAB HINDARI SINAR MATAHARI LANGSUNG USAHAKAN SUHU ANTARA 32-35 O C HINDARI DARI KOTORAN TERMASUK DEBU PENANGANAN SEMEN DI LAB PERALATAN BERSIH WAKTU EVALUASI ( 15-30

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai 22 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPTD-BIBD) Lampung Tengah. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spermatogenesis Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi hanya di tubuli seminiferi yang terletak di testes (Susilawati,

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

TIU : Mahasiswa diharapkan. proses fisiologi organ. berkaitan dengan fungsi ternak jantan sebagai pemacek. TIK :

TIU : Mahasiswa diharapkan. proses fisiologi organ. berkaitan dengan fungsi ternak jantan sebagai pemacek. TIK : TIU : Mahasiswa diharapkan mampu memahami proses fisiologi organ reproduksi jantan khususnya yang berkaitan dengan fungsi ternak jantan sebagai pemacek. TIK : 1.Mahasiswa memahami proses ereksi dan ejakulasi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE

BAB III MATERI DAN METODE 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Ternak (KTT) Manunggal IV Dusun Wawar Lor, Desa Bedono, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).

Lebih terperinci

DAYA HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMA ENTOK (Cairina moschata) YANG DITAMPUNG 3 DAN 6 HARI SEKALI DALAM PENGENCER YANG BERBEDA SKRIPSI.

DAYA HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMA ENTOK (Cairina moschata) YANG DITAMPUNG 3 DAN 6 HARI SEKALI DALAM PENGENCER YANG BERBEDA SKRIPSI. DAYA HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMA ENTOK (Cairina moschata) YANG DITAMPUNG 3 DAN 6 HARI SEKALI DALAM PENGENCER YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh MUHAMMAD FAHIM RIDHO PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3 o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban

Lebih terperinci

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING Ginjal dilihat dari depan BAGIAN-BAGIAN SISTEM PERKEMIHAN Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai dengan Januari 2015 di Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru. 3.2. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11--18 April 2014 di Laboratoium Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah Lampung,

Lebih terperinci

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN

DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN DIKTAT EMBRIOLOGI HEWAN Tim Penyusun: Dr. Agung Pramana W.M., MS. Dr. Sri Rahayu, M.Kes. Dr. Ir. Sri Wahyuningsih, MS. Drs. Aris Soewondo, MS. drh. Handayu Untari drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed

OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed OLeh : Titta Novianti, S.Si. M.Biomed Sel akan membelah diri Tujuan pembelahan sel : organisme multiseluler : untuk tumbuh, berkembang dan memperbaiki sel-sel yang rusak organisme uniseluler (misal : bakteri,

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu : Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 12 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan yaitu semen yang berasal dari lima ekor kambing PE umur 2-3 tahun. 3.1.2 Bahan dan Peralatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. B. Alat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i PRASYARAT GELAR...ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv RIWAYAT HIDUP...v UCAPAN TERIMAKSIH...vi ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii RINGKASAN...ix DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

BAB III METODE PENELITIAN. motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan, 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan, perlakuan, pengamatan jumlah, morfologi, viabilitas, dan motilitas spermatozoa terhadap hewan coba dilaksanakan di rumah hewan,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI Oleh: Connie AstyPakpahan Ines GustiPebri MardhiahAbdian Ahmad Ihsan WantiDessi Dana Yunda Zahra AinunNaim AlfitraAbdiGuna Kabetty T Hutasoit Siti Prawitasari Br. Maikel Tio

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dan Penyebaran Bandikut

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dan Penyebaran Bandikut TINJAUAN PUSTAKA Sistematika dan Penyebaran Bandikut Sistematika zoologis Bandikut adalah sebagai berikut (Petocz 1994) (Gambar 1): Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Mammalia

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba

III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Tahap Persiapan Hewan Percobaan Aklimatisasi Domba 17 III. METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama delapan bulan yang dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2010. Penelitian dilakukan di kandang Mitra Maju yang beralamat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Besar Veteriner Wates sebagai tempat pembuatan preparat awetan testis.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Besar Veteriner Wates sebagai tempat pembuatan preparat awetan testis. BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2004 Pebruari 2005 di Sub Laboratorium Biologi Laboratorium Pusat MIPA UNS Surakarta sebagai tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

Tatap muka ke 4&5 PENILAIAN ATAU EVALUASI SPERMA

Tatap muka ke 4&5 PENILAIAN ATAU EVALUASI SPERMA Tatap muka ke 4&5 PokokBahasan: PENILAIAN ATAU EVALUASI SPERMA 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti cara - cara menilai sperma Mengerti sperma yang baik dan buruk 2. Tujuan Intruksional Khusus Mampu melaksanakan

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18--25 April 2014 di Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Insemninasi Buatan Daerah Lampung, Kecamatan Terbanggi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. random pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar jantan.

BAB III METODE PENELITIAN. random pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar jantan. 34 BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorik dengan post-test only control group design. Pemilihan hewan uji sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI LAPORAN PRAKTIKUM EMBRIOLOGI Oleh: Connie AstyPakpahan Ines GustiPebri MardhiahAbdian Ahmad Ihsan WantiDessi Dana Yunda Zahra AinunNaim AlfitraAbdiGuna Kabetty T Hutasoit Siti Prawitasari Br Maikel Tio

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai

Lebih terperinci

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI

KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI KAJIAN MORFOLOGI SALURAN PERNAFASAN BURUNG WALET LINCHI (Collocalia linchi) DENGAN TINJAUAN KHUSUS PADA TRAKEA DAN PARU-PARU REZA HELMI SYAFIRDI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dengan rancangan percobaan post-test only control group design. Pengambilan hewan uji sebagai sampel

Lebih terperinci

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C Takdir Saili, Hamzah, Achmad Selamet Aku Email: takdir69@yahoo.com Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5

METODOLOGI PENELITIAN. eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5 (lima) kelompok

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. TUGAS AKHIR - SB 091358 Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP. 1507 100 016 DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP. Kebutuhan pangan (ikan air tawar) semakin meningkat Kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Blustru (Luffa aegyptica Roxb.) Tumbuhan Luffa aegyptica Roxb. disebut dengan blustru (Gambar 2.1) merupakan tumbuhan khas Tropis dan sering digunakan sebagai makanan terutama

Lebih terperinci

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial

Lebih terperinci

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian 2 spermatozoa yang diambil dari cauda epididimis domba lokal yang diberi pakan limbah tauge dan Indigofera.sp. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengamati kualitas dan kemampuan/daya simpan

Lebih terperinci

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. diberi lima perlakuan. Domba yang digunakan ini adalah domba lokal yang

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. diberi lima perlakuan. Domba yang digunakan ini adalah domba lokal yang 20 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 TernakPercobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak domba lokal jantan umur 2 tahun sebagai sumber penghasil sperma yang

Lebih terperinci