A. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KABUPATEN DAIRI. Pegunungan Bukit Barisan melintang di sepanjang Pulau Sumatera dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KABUPATEN DAIRI. Pegunungan Bukit Barisan melintang di sepanjang Pulau Sumatera dengan"

Transkripsi

1 35 BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI DASAR MASYARAKAT ADAT DI KABUPATEN DAIRI MENGKLAIM TANAH YANG SUDAH BERSERTIPIKAT HAK MILIK SEBAGAI MILIK MASYARAKAT ADAT A. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KABUPATEN DAIRI Pegunungan Bukit Barisan melintang di sepanjang Pulau Sumatera dengan posisi yang jauh lebih dekat ke pantai barat. Tanah Dairi terletak di lintangan ini. Kedudukannya: di utara berbatasan dengan Karo, di timur laut dengan Karo dan Simalungun, di timur dengan Simalungun dan Samosir, di tenggara dengan Samosir dan Humbang Hasundutan, di selatan dengan Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah (Manduamas yang sejajar dengan Barus), dan Aceh (termasuk Singkil). Adapun perbatasan mulai dari barat daya hingga barat laut adalah Aceh 68. Tanah Dairi biasa juga disebut Tanah Pakpak sebab penduduk aslinya memang orang Pakpak. Sejak tahun 2003 Dairi sebagai kabupaten telah dipecah. Hasilnya adalah Kabupaten Pakpak Bharat di belahan selatan. Dengan begitu wilayah Kabupaten Dairi yang semula sekitar hektar kini kurang lebih tinggal setengahnya. Setelah pemecahan ternyata sebutan Tanah Pakpak tadi masih saja jamak dipakai 69. Kabupaten Dairi memiliki potensi alam yang sangat kaya, seperti keindahan alam daerahnya, hasil pertanian yang beraneka ragam dan melimpah, serta beberapa daerah memiliki kandungan bahan tambang yang sangat berharga. pukul Wib 69 Ibid. 68 Sejarah Muasal Suku Pakpak-Pakpak Bharat Blog.mht, diakses tanggal 15 April 2013, 35

2 36 Sesuai dengan keadaan alam dan topografinya sektor pertanian berperan dominan dalam mendukung perekonomian masyarakat. Secara umum, masyarakat Dairi merupakan petani. Hal ini didukung oleh keadaan tanah yang sangat subur. Hasil pertanian yang sangat terkenal dari Sidikalang adalah kopi. Hampir semua orang di Indonesia dan di Sumatera Utara pada khususnya sudah mengenal Bubuk Kopi Sidikalang. Kopi Sidikalang terkenal karena rasanya yang khas yang benarbenar berasa kopi ketimbang kopi-kopi pabrik yang lebih berasa manis 70. Sebenarnya Dairi tak seberapa jauh dari ibukota Sumatera Utara. Jarak Medan-Sidikalang hanya berkisar 150 kilometer. Jarak yang dalam kondisi normal bisa dicapai sekitar tiga jam dengan kendaraan pribadi. Lintasannya eksotik sehingga pasti disukai para penikmat alam. Katakanlah kita akan melawat ke Sidikalang. Setelah meninggalkan Medan kita akan disambut alam Karo yang elok. Jalan menuju Berastagi yang menanjak berkelok-kelok kemungkinan akan kontan mengingatkan kita pada kitaran Cisarua-Puncak-Cipanas, terutama sejak lokasi pemandian Sembahe. Hutan terjaga yang menghampar di sepanjang kedua sisi jalan menuju Sibolangit merupakan kelebihan kawasan ini dibanding jalur Puncak yang tersohor. Sejak dari Berastagi ladang menghampar menjadi penampakan yang umum. Pun selewat Kabanjahe dan Merek yang di sisinya menghampar Tongging dan tepi Danau Toba bagian utara. Nyata betul bahwa agribisnis merupakan penghidup penduduk Karo. Namun, selepas wilayah Karo atmosfirnya menjadi lain. 70 Ibid.

3 37 Kendati jarak Medan-Sidikalang tak jauh dan lintasannya eksotik, tak banyak orang dari ibukota provinsi Sumatera Utara itu yang pernah menjejak bumi Dairi. Biasanya sampai kota wisata Berastagi saja mereka. Yang lanjut hanya sebatas mereka yang berkampung di Tanah Pakpak atau menjalankan urusan dinas ke sana. Satu lagi, yang akan menghadiri pesta adat. Kalau orang Medan saja demikian, bisa dibayangkan mereka yang berasal dari tempat lain yang lebih jauh. Namun, keadaan mulai berubah setelah Taman Wisata Iman (TWI), di Sitinjo, pinggir Sidikalang, berdiri tahun Sejak itu tanah Dairi mulai dijejak oleh turis termasuk dari Jakarta bahkan mancanegara. Sesungguhnya keterpencilan Dairi sebelum pembukaan Taman Wisata Iman ini merupakan ironi. Terutama kalau kita mengingat sejarah lama 71. Kata pakpak dalam bahasa Pakpak bermakna tinggi. Bisa jadi karena berdiam di dataran tinggi atau pegunungan maka masyarakatnya dirujuk sebagai orang Pakpak. Ada pula yang menyebut pakpak berasal dari nama orang. Alkisah, tiga pemuda bersahabat karib bertolak dari Singkil. Nama mereka adalah si Gayo, si Karo, dan si Pakpak. Pemuda Gayo melangkah mengikuti sungai Kali Alas. Ia tiba di tanah Gayo. Melanjut ke Kutacane dia dan menetap selamanya. Pemuda Karo mengikuti Lae Ulun dan tiba di tanah Karo. Di sana ia tinggal permanen. Adapun pemuda Pakpak, ia mengikuti Lae Renun dan sampai di Pegagan Hilir. Di sana ia bergabung dengan penduduk asli dan membentuk perkampungan. Seperti kedua sobatnya ia pun menjadi migran yang berdiam menetap. Namanya kemudian diabadikan untuk seluruh kawasan. 71 Ibid.

4 38 Tanoh Pakpak terbagi atas lima sub wilayah, yakni: Simsim, Keppas, Pegagan (semuanya terdapat di Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat), Kelasen (Kecamatan Parlilitan - Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kecamatan Manduamas dan Barus - Kabupaten Tapanuli Tengah) dan Boang (Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Subulussalam). Dalam administratif di 5 Kabupaten yakni: Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Dairi, Kabupaten Humbang Hassundutan, Kabupaten Tapanuli Tengah (Sumatera Utara) dan Kabupaten Singkel (NAD) 72. Wilayah Pakpak Keppas diawali yang dari daerah Sicikeh-cikeh (daerah Parawitasa=Hutan Lindung) hinga meluas ke daerah Sitinjo (marga Capah) ke Simpang Tolu (marga Kudadiri), daerah Sidikalang (marga Ujung), Sidiangkat (marga Angkat) wilayah Bintang-Pancuran (marga Bintang). Marga Sinamo dan Gajah Manik pergi dan tinggal ke wilayah Pakpak Simsim. Pada masa sebelum tiba masa penjajahan di Dairi, maka Struktur pemerintahan yang ada adalah 73 : 1. Raja Ekuten atau Takal Aur, sebagai pemimpin satu suak atau yang terdiri dari beberapa suku 2. Pertaki, sebagai pemimpin satu kuta atau kapung setingkat dibawah raja Erkuten 3. Sulang Silima,sebagai pembantu Pertaki pada setiap kuta (kampung). Kesatuan komunitas terkecil yang umum di kenal hingga saat ini disebut Lebuh dan Kuta. Lebuh merupakan bagian dari Kuta yang di huni oleh klen kecil sementara kuta adalah gabungan dari lebuh-lebuh yang dihuni oleh suatu klen 72 Masyarakat Pakpak Dinasbudpar.mht, diakses tanggal 15 April 2013, pukul Wib 73 Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, tahun 2012

5 39 besar (marga) tertentu. Jadi setiap lebuh dan kuta dimiliki oleh klen atau marga tertentu dan dianggap sebagai penduduk asli, sementara marga tertentu dikategorikan sebagai pendatang. Selain itu orang Pakpak menganut prinsip Patrilineal dalam memperhitungkan garis keturunan dan pembentukan klen (kelompok kekerabatan)nya yang disebut marga. Dengan demikian berimplikasi terhadap sistem pewarisan dominan diperuntukkan untuk anak laki-laki saja. Bentuk perkawinannya adalah eksogami marga, artinya seseorang harus kawin diluar marganya dan kalau kawin dengan orang semarga dianggap melanggar adat karena dikategorikan sebagai sumbang (incest). Berdasarkan dialek dan wilayah persebarannya, Pakpak dapat diklasifikasikan menjadi lima bagian besar yang disebut Suak, yaitu 74 : 1. Pakpak Simsim, yakni orang Pakpak yang menetap dan memilki hak ulayat di wilayah Simsim meliputi wilayah Salak, Situje, Situju, Kerajaan, Pergetteng-getteng Sengkut, Tinada dan Jambu. Marga-marganya antara lain Berutu, Padang, Solin, Cibro, Sinamo, Boang Manalu, Manik, Banurea, Sitakar, Kabeaken, Lembeng, Tinendung dan lain-lain. 2. Pakpak Keppas, yakni orang Pakpak yang menetap dan memiliki hak ulayat di wilayah Sidikalang, Sitelu Nempu, Siempat Nempu, Silima Pungga-Pungga, Tanoh Pinem, Parbuluan, Lae Hulung. Adapun margamarganya yaitu Angkat, Bintang, Capah, Ujung, Berampu, Pasi, Maha, dan lain-lain. 74 Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD)_ Pakpak.mht, diakses tanggal 15 April 2013, pukul Wib

6 40 3. Pakpak Pegagan, yakni orang Pakpak yang menetap dan memilki hak ulayat di wilayah Pegagan meliputi Sumbul, Tiga Baru, Silalahi, dan Tiga Lingga. Adapun marga-marganya yaitu Lingga, Matanari, Maibang, Kaloko, Manik Sikettang, dan lain-lain. 4. Pakpak Kelasen, yakni orang Pakpak yang menetap dan memilki hak ulayat di wilayah Kelasen meliputi wilayah Parlilitan, Pakkat, Barus dan Manduamas. Adapun marga-marganya misalnya Tinambunan, Tumangger, Turuten, Maharaja, Pinayungen, Anak Ampun, Berasa, Gajah, Ceun, Meka, Mungkur, Kesogihen dan lain-lain. 5. Pakpak Boang, yakni orang Pakpak yang menetap dan memilki hak ulayat di wilayah Boang meliputi Aceh Singkil yakni Simpang Kiri, Simpang Kanan, Lipat Kajang dan Kota Subulussalam. Adapun marga-marganya misalnya Saraan, Sambo, Bancin, Kombih, Penarik, dan lain-lain. Masyarakat Pakpak mengenal hubungan Peradatan Sulang Silima yang agak mirip dengan Dalihan Natolu di masyarakat Toba dan Sangkep Enggeloh/Rakut Sitellu di masyarakat Karo. Adapun unsur sulang silima itu adalah 75 : 1. Sukut; 2. Dengan sebeltek Si kaka-en (Saudara sekandung yang lebih tua) 3. Dengan sebeltek Si kedek-en (Saudara sekandung yang lebih muda) 4. Kula-kula/ puang (Kelompok pihak pengantin perempuan) 5. Berru (Kelompok pihak pengantin laki-laki). 75 Ibid.

7 41 Sulang silima yang masih dianggap keberadaannya adalah Lembaga Adat Sulang Silima yang dibentuk dan anggotanya dipilih sendiri oleh para marganya. Walaupun sulang silima ini menjadi satu kesatuan, tetapi di dalam pembentukannya juga masih berdasarkan ke 5(lima) unsur yang diharuskan tetapi sudah menjadi satu kesatuan bukan lagi berdasarkan keturunan keluarga satu empungnya (keluarga). Adapun peranan sulang silima pada saat ini sangat terlihat dalam usaha untuk pengamanan amanah atau warisan tanah ulayat marganya. Dalam pelaksanaannya sendiri Lembaga Adat Pakpak Sulang Silima Marga Ujung untuk saat ini dipimpin oleh Raja Ardin Ujung sebagai Ketua. Dimana Lembaga Adat Pakpak Sulang Silima Marga Ujung ini didirikan berdasarkan Akta Notaris nomor 2 tanggal 25 April Tujuan pendirian dari Lembaga Adat ini adalah untuk memelihara dan melestarikan adat kebudayaan Marga Ujung baik moril maupun materil dan ikut serta dalam pembangunan dan memelihara serta melindungi hak-hak pusaka, warisan adat dan benda-benda budaya milik pusaka Marga Ujung 76. Apabila ada perbuatan-perbuatan hukum serta permasalahan mengenai tanah marga, maka penyelesaiannya diserahkan kepada Sulang Silima sebagai Lembaga Adat Tertinggi suku Pakpak pada masa sekarang ini. Tanah merupakan satu kesatuan dengan kehidupan masyarakat Dairi atau menunjukkan identitas tentang keberadaan anggota masyarakat tersebut sehingga tanah menentukan hidup matinya masyarakat tersebut. Tanah dikuasai oleh marga 76 Wawancara dengan Raja Ardin Ujung, Ketua Lembaga Adat Pakpak Sulang Silima Marga Ujung, Tanggal 4 April 2013

8 42 sebagai pemilik ulayat tersebut. Adapun bentuk-bentuk tanah yang ada sebagai berikut 77 : a. Tanah tidak diusahai : tanah karangan Longon-longoon (hutan dan tidak pernah dikunjungi orang), Tanah Kayu Ntua (tanah yang luas penuh dengan pohon-pohon tua yang besar), Tanah Talin Tua (tanah pekuburan untuk selama-lamanya), Tanah Balik batang (tanah bekas ladang yang tidak diusahai lagi) dan Rambah Keddep /jempalan (lapangan yang luas dan subur tempat kerbau untuk makan). b. Tanah yang diusahai: Tahuma Pargadongen (lading ubi), Perkemenjemen (ladang kemenyan dan Bungus (tanah luas dan banyak terdapat tanaman tua). c. Tanah Perpulungen yaitu embal-embal (warisan) dan Jalangan (tanah yang subur yang tidak diketahui siapa pemilik tanah tersebut dan dapat digarap). d. Tanah sembahen : tanah yang dijadikan tempat untuk melakukan ritual khusus menyembah nenek moyang yang mempunyai sifat magis (keramat), pada saat ini fungsi tanah ini sudah tidak dipergunakan lagi dan dijadikan tempat untuk berladang. e. Tanah Persediaan yaitu tanah cadangan dimana tanah itu tetap hak marga, tanah yang dijaga oleh Permangmang (orang yang sangat dihormati) dan tidak boleh diganggu. 77 Olivia Banurea, Analisis Yuridis atas jual lepas tanah adat & kendala pendaftarannya. Study pada tanah adat suku pak-pak di kabupaten Pak-pak Bharat(Tesis). Fakultas Hukum USU, 2012

9 43 f. Lebbuh : tanah perkampungan untuk setiap marga bermukim. Jenis-jenis tanah/lahan menurut penggunaannya sesuai kecamatan yang terdapat di Kabupaten Dairi tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 2 Jenis-jenis tanah/lahan menurut Penggunaannya sesuai kecamatan yang terdapat di Kabupaten Dairi (Ha) No. Kecamatan Sawah Pekarangan/ bangunan Lahan Tandus Hutan Negara Sementara Tidak Diusahakan Lainnya 1 Sidikalang Berampu Sitinjo Parbuluan Sumbul Silahisabu ngan 7 Silima Punggapungga 8 Lae Parira Siempat Nempu 10 Siempat Nempu Hulu 11 Siempat Nempu Hilir 12 Tigalingga Gunung Sitember

10 44 14 Pegagan Hilir 15 Tanah Pinem Jumlah Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Dairi Tahun 2011 Seiring dengan perkembangan jaman, serta pesatnya kebutuhan akan tanah, maka pengalihan tanah dapat dilakukan asalkan sesuai dengan tata cara adat istiadat dan telah mendapat izin dari Sulang Silima. Disinilah peran serta dan pentingnya Sulang Silima sebagai Kepala Adat. B. Kedudukan Hukum Adat Dalam Hukum Tanah Nasional Salah satu peninggalan pemerintah kolonial Belanda terhadap Bangsa Indonesia adalah terjadinya keanekaragaman hukum di segala bidang. Hal ini juga terjadi pada hukum pertanahan bangsa Indonesia yang pada masa penjajahan bersifat dualisme yaitu dengan berlakunya secara bersamaan peraturan hukum tanah barat yang termuat dalam Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan peraturan hukum tanah adat untuk masyarakat pribumi. Namun dengan lahirnya hukum agraria Nasional yaitu UUPA pada tanggal 24 September 1960 maka secara total hukum agraria kolonial Belanda dihapuskan dan mulai berlaku UUPA. Keberadaan UUPA telah mengakhiri dualisme hukum pertanahan di Indonesia dan menciptakan hukum Nasional yang tunggal yang didasarkan pada hukum adat sebagaimana diatur dalam penjelasan umum UUPA. Pilihan terhadap

11 45 hukum adat tentang tanah untuk hukum Agraria Nasional dikemukakan antara lain karena sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat 78. Selain hukumnya, UUPA juga mengunifikasi hak-hak penguasaan atas tanah, baik hak-hak atas tanah maupun hak-hak jaminan atas tanah. Dalam konsiderans UUPA dinyatakan bahwa perlu adanya hukum agraria nasional yang berdasarkan atas hukum adat tentang tanah. Juga bahwa dalam Pasal 5 UUPA dinyatakan bahwa Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat. Dari ketentuan pasal 5 UUPA tersebut diatas jelas bahwa dasar hukum agraria (tanah) nasional adalah hukum adat. Tetapi hukum adat yang dimaksud adalah hukum adat yang dibatasi dengan suatu persyaratan yang disebut dibelakangnya, yaitu tidak boleh bertentangan dengan: 1. Kepentingan nasional dan Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa 2. Sosialisme Indonesia 3. Ketentuan-ketentuan UUPA 4. Peraturan peraturan lain di bidang agraria 5. Dengan unsur-unsur agama Pernyataan UUPA bahwa hukum tanah Nasional berdasarkan hukum adat dan bahwa hukum tanah nasional ialah hukum adat, menunjukkan adanya hubungan fungsional antara hukum adat dan hukum tanah nasional. Dalam pembangunan hukum tanah nasional, hukum adat berfungsi sebagai sumber utama dalam mengambil bahan-bahan yang diperlukan, sedangkan dalam hubungannya 78 Mohammad Koesnoe, Catatan-catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Surabaya, Universitas Airlangga, 1979, hlm 82

12 46 dengan hukum tanah nasional yang positif, norma-norma hukum adat berfungsi sebagai hukum yang melengkapi 79. C. Keberadaan Hak Masyarakat Dalam Hutan Adat Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya wajib disyukuri. Karunia yang diberikan-nya, dipandang sebagai amanah, karenanya hutan harus diurus dan dimanfaatkan dengan akhlak mulia dalam rangka beribadah, sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional 80. Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mewajibkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan berkelanjutan. Oleh karena itu penyelenggaraan kehutanan harus dilakukan dengan asas manfaat dan 79 Suharti Agustina, Pengaruh Pola Pikir Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Tarutung Terhadap Perkembangan Pendaftaran Tanah, Tesis, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, 2007, halaman Lihat Penjelasan UU Kehutanan nomor 41 tahun 1999

13 47 lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia. Sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang Pemerintahan daerah, maka pelaksanaan sebagian pengurusan hutan yang bersifat operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah tingkat propinsi dan tingkat kabupaten/kota, sedangkan pengurusan hutan yang bersifat nasional atau makro, wewenang pengaturannya dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Mengantisipasi perkembangan aspirasi masyarakat, maka dalam undang undang kehutanan ini hutan di Indonesia digolongkan ke dalam hutan negara dan hutan hak 81. Hutan negara ialah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hakhak atas tanah menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, termasuk di dalamnya hutan-hutan yang sebelumnya dikuasai masyarakat hukum adat yang disebut hutan ulayat, hutan marga, atau sebutan lainnya. Dimasukkannya hutanhutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat dalam pengertian hutan negara, adalah sebagai konsekuensi adanya hak menguasai dan mengurus oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, dapat melakukan kegiatan pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan 82. Sedangkan hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah menurut ketentuan UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, seperti hak milik, hak guna usaha 81 Ibid. 82 Ibid.

14 48 dan hak pakai. Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat 83. Pasal 4 Undang-undang Kehutanan nomor 41 tahun 1999 menyebutkan: (1) Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. (2) Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi wewenang kepada Pemerintah untuk: a. mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; b. menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan c. mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan. (3) Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Pasal 5 undang-undang Kehutanan nomor 41 tahun 1999 menyebutkan: (1) Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari:a. hutan negara, dan b. hutan hak (2) Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat berupa hutan adat. (3) Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya. (4) Apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat kembali kepada Pemerintah. Pasal 1(3) UU Kehutanan menyebutkan bahwa kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Bahwa untuk menentukan sebuah kawasan sebagai kawasan hutan harus dilakukan kegiatan pengukuhan kawasan hutan yang menurut pasal 14 (1) UU kehutanan menyatakan Berdasarkan inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pemerintah 83 Ibid.

15 49 menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan. Selanjutnya agar memberikan kepastian hukum atas suatu kawasan hutan, maka harus dilakukan kegiatan pengukuhan kawasan hutan 84. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 45/PUU-IX/2011, dimana para pemohon mengajukan pengujian Pasal 1(3) UU Kehutanan. Kegiatan penunjukan kawasan hutan adalah merupakan bagian dari kegiatan pengukuhan kawasan hutan sebagaimana diatur dalam pasal 15 UU kehutanan menyebutkan: (1) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan melalui proses sebagai berikut: a. penunjukan kawasan hutan, b. penataan batas kawasan hutan, c. pemetaan kawasan hutan, dan d. penetapan kawasan hutan. (2) Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah. Dalam penjelasan Pasal 5 (1) UU Kehutanan menyebutkan Penunjukan kawasan hutan adalah kegiatan persiapan pengukuhan kawasan hutan, antara lain berupa: a. pembuatan peta penunjukan yang bersifat arahan tentang batas luar; b. pemancangan batas sementara yang dilengkapi dengan lorong-lorong batas; c. pembuatan parit batas pada lokasi-lokasi rawan; dan 84 Elviana Sagala, Op.Cit., hlm 88

16 50 d. pengumuman tentang rencana batas kawasan hutan, terutama di lokasilokasi yang berbatasan dengan tanah hak. Berdasarkan Pasal 1(3), Pasal 14,Pasal 15 UU Kehutanan, pengertian kawasan hutan hanya ditafsirkan sebagai kegiatan penunjukan, bukan dengan kegiatan pengukuhan kawasan hutan, menimbulkan ketidakpastian hukum kawasan hutan dan tumpang tindih dalam pemberian izin kawasan hutan 85. Dalam putusannya Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Frasa ditunjuk dan atau dalam pasal 1(3) UU kehutanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 tahun 2004 tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU No. 1 tahun 2004 atas perubahan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-undang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Pikir Masyarakat Adat Di Kabupaten Dairi Terhadap Tanah Ulayat Hak ulayat merupakan seperangkat wewenang-wewenang dan kewajibankewajiban suatu masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Bahwa hak ulayat itu dikatakan masih hidup dan berkembang dalam masyarakat apabila masih ada masyarakat dari suatu persekutuan hukum adat itu sendiri, oleh sebab itu seandainya suatu lingkungan dari suatu masyarakat hukum adat itu tidak ada lagi maka jangan ditimbulkan lagi hak ulayat itu, hal ini dapat kita cermati dari kriteria Hak Ulayat yaitu 86 : 1. Harus ada lingkungan dari pada masyarakat hukum adat itu sendiri. 85 Ibid. 86 H. Affan Mukti, Op.Cit.,halaman 35

17 51 2. Ada orang yang diangkat sebagai pengetua adat. 3. Masih didapati adanya tatanan hukum adat itu sendiri yang mengenal adanya suatu lingkungan hidup dan berada dalam suatu lingkungan persekutuan hukum adat. Berdasarkan pasal 3 UUPA dapat disimpulkan prinsip-prinsip hak ulayat yaitu: 1. Masih terdapat di dalam masyarakat dan masih ada atau masih merupakan kenyataan hidup dalam arti bahwa hak ulayat tersebut masih berfungsi dalam masyarakat dan masih dipengaruhi oleh masyarakat sebagai suatu lembaga dalam masyarakatnya, dengan kata lain tidak akan menghidup-hidupkan kembali hak ulayat yang sudah tidak ada lagi. 2. Bahwa hak ulayat harus disesuaikan dengan kepentingan nasional ini memberi arti bahwa prinsip Nasionalitas artinya bahwa kepentingan Nasional lebih diutamakan daripada kepentingan dari suatu masyarakat hukum adat itu sendiri 3. Harus disesuaikan kepada kepentingan Negara artinya bahwa hak ulayat harus dapat memberi inspirasi dalam pelaksanaan pembangunan Negara 4. Harus didasarkan kepada persatuan bangsa artinya hak ulayat yang selama ini diketahui hanya melayani anggotanya saja, sedangkan orang luar hanya diperoleh apabila telah membayar sesuatu kepada pengetua adatnya (dalam adat batak disebut pago-pago) 5. Hak ulayat tersebut harus mengacu dan tidak bertentangan dengan undangundang atau peraturan lain yang diterbitkan pemerintah.

18 52 Dengan demikian hak ulayat itu diakui oleh Undang-undang Pokok Agraria, tetapi pengakuan itu disertai dengan 2 (dua) syarat yaitu: mengenai eksistensinya dimana hak ulayat itu diakui sepanjang menurut kenyataannya masih ada, di daerah-daerah dimana hak-hak itu tidak ada lagi, tidak akan dihidupkan kembali dan di daerah-daerah dimana tidak pernah ada hak ulayat tidak akan dilahirkan hak ulayat baru, demikian juga mengenai pelaksanaan hak ulayat harus sedemikian rupa sehingga sesuai kepentingan Nasional dan Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa dan tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang. Hak ulayat dengan hak perseorangan itu berada senantiasa dalam saling pengaruh yang tidak putus-putusnya, yang bersifat mengempis dan mengembang 87. Dalam pasal 5 UUPA menyebutkan Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan lainnya segala sesuatu mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Pasal ini menjelaskan bahwa hukum adat diberikan kembali sebagai dasar hukum yang sudah lama tidak mendapatkan kedudukan pada Pemerintahan Kolonial, dengan demikian setelah Kemerdekaan Republik Indonesia, maka tidak dimungkinkan adanya dualisme hukum dan tentu adanya reorientasi terhadap pelaksanaan hukum Indonesia yang akan mampu serta dapat memahami jiwa dari hukum adat tersebut. 87 Fauzie Ridwan, Hukum Tanah Adat, Multi Disiplin Pembudayaan Pancasila, Jakarta, Dewaruci Press, 1982, hlm 25

19 53 Informasi tentang sejarah/ asal usul tanah di Kabupaten Dairi, khususnya Sidikalang sebagai ibukota Kabupaten, Ketua Lembaga Adat Pakpak Sulang Silima marga Ujung Raja Ardin Ujung menyatakan bahwa dulunya tanah yang ada di Sidikalang adalah tanah ulayat marga Ujung. Kabupaten Dairi merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang usianya cukup tua. Pemerintahan Kabupaten Dairi telah ada sebelum masa penjajahan Belanda antara tahun 1852 sampai tahun Pada jaman setelah kemerdekaan, pemerintah daerah pada waktu itu mempergunakan fasilitas tanah yang ada untuk mendirikan bangunanbangunan untuk kegiatan pemerintahan seperti pendirian Kantor Polisi, dan pemerintah daerah juga membagi-bagikan tanah kepada masyarakat, dilengkapi dengan admistrasinya. Salah satunya adalah kepada X, yang kemudian surat kepemilikan haknya dibuktikan dengan Sertipikat Hak Milik yang dikeluarkan oleh Departemen Dalam Negeri (Kepala Sub Direktorat Agraria Kabupaten Dairi) tanggal 20 November Jadi memang pada awalnya tanah yang dimiliki sebagai tanah ulayat marga Ujung, tetapi kemudian oleh pemerintah daerah dibagi-bagikan kepada masyarakat dan juga dipergunakan untuk pembangunan sarana kegiatan pemerintahan. Sebagaimana diketahui bahwa Hak ulayat harus disesuaikan dengan kepentingan Nasional, dan harus mengandung prinsip Nasionalitas artinya bahwa kepentingan Nasional lebih diutamakan daripada kepentingan suatu masyarakat hukum adat itu sendiri. 88 Wawancara dengan Raja Ardin Ujung, Ketua Lembaga Adat Pakpak Sulang Silima Marga Ujung, Tanggal 4 April 2013

20 54 Tanah yang dimiliki oleh X telah bersertifikat Hak Milik sejak tahun Lalu di tahun 2010 pihak yang menamakan diri masyarakat adat pemilik tanah ulayat marga Ujung mengklaim tanah yang dimiliki oleh X sebagai milik Ulayat marga Ujung. Faktor-faktor yang menyebabkan pihak masyarakat adat mengklaim tanah tersebut sebagai tanah ulayat marga Ujung adalah: 1. Berdasarkan sejarah/asal-usul tanah di Sidikalang (Ibukota Kabupaten Dairi) adalah tanah ulayat Marga Ujung. Mereka hanya bersandar pada kepemilikan historis. Sementara mereka tidak memahami dengan baik proses dan perkembangan yang ada, dimana tanah-tanah yang sebelumnya tanah ulayat marga Ujung, untuk beberapa lokasi sudah banyak yang berakhir hak ulayatnya, dimana tanah itu dipergunakan untuk kepentingan pemerintahan daerah, dan sudah banyak yang menjadi tanah hak milik. Dalam pasal 3 UUPA disebutkan prinsip hak ulayat bahwa hak ulayat itu diakui sepanjang menurut kenyataannya masih ada, di daerah-daerah dimana hak-hak itu tidak ada lagi, tidak akan dihidupkan kembali dan di daerah-daerah dimana tidak pernah ada hak ulayat tidak akan dilahirkan hak ulayat baru. 2. Pada dasarnya tidak ada alas hak/ bukti yang dimiliki pihak yang menamakan diri pemilik tanah ulayat marga Ujung (dalam hal ini atas nama Y ), yang membuktikan bahwa benar tanah tersebut adalah miliknya. Seyogianya jika ada hak seseorang atas tanah harus didukung oleh bukti hak, dapat berupa sertipikat, bukti hak non sertipikat dan atau pengakuan/ keterangan yang dapat dipercaya kebenarannya. Jika

21 55 penguasaan atas tanah hanya didasarkan atas kekuasaan, arogansi atau kenekatan semata, pada hakekatnya penguasaan tersebut sudah melawan hukum. Tegasnya berdasarkan hukum tidak dapat disebut bahwa yang bersangkutan mempunyai hak atas tanah tersebut. 3. Lembaga Hukum Adat Pakpak Sulang Silima Marga Ujung Kabupaten Dairi untuk saat ini yang resmi diketuai oleh Raja Ardin Ujung, sementara dari Pihak Y (pihak yang mengklaim sebagai pemilik tanah ulayat marga Ujung) mendirikan Lembaga Hukum Adat Pakpak Sulang Silima Marga Ujung khusus Kalang jehe, dimana mereka menciptakan alas hak tersendiri terhadap tanah tersebut. Tentu saja alas hak yang dikeluarkan sekitar tahun 2010 tersebut tidak sah, karena tanah tersebut telah bersertipikat hak milik sejak tahun 1975 dan tidak pernah dialihkan ke pihak lain. Dalam hal ini muncul suatu kejanggalan, dimana tanah tersebut sudah bersertipikat sejak tahun 1975 dan tidak pernah ada sengketa atau pengalihan hak, mengapa di tahun 2010 baru muncul pihak masyarakat adat yang mengklaim tanah tersebut sebagai tanah milik mereka. Dalam rentang waktu yang cukup lama sekitar 35 tahun tiba-tiba muncul pernyataan dan klaim bahwa tanah tersebut adalah tanah ulayat. Suatu pernyataan dan klaim yang keliru, karena Ketua Lembaga Adat Sulang Silima Marga Ujung sendiri menyatakan bahwa benar bahwa tanah tersebut memang dulunya tanah ulayat, tapi sejak tahun 1975 tanah tersebut sudah menjadi tanah bersertipikat hak milik. Dan sebagai Ketua Lembaga Adat Sulang Silima Marga Ujung, Raja Ardin Ujung menyatakan pada dasarnya mengetahui

22 56 riwayat tanah-tanah ulayat di Kabupaten Dairi khususnya Kota Sidikalang. Dan untuk tanah yang disengketakan tersebut memang bukan tanah ulayat lagi. Pihak yang mengklaim bertindak diluar kelembagaan adat Sulang Silima yang sah. Sudah diupayakan penyelesaian dengan persuasif kepada pihak yang mengklaim, tapi tidak dapat diterima, maka oleh pemilik sertipikat hak milik diselesaikan dengan menempuh jalur hukum. 4. Faktor pendidikan. Pengetahuan yang baik berkolerasi dengan tingkat pendidikan yang diperoleh. Orang dengan pengetahuan tinggi, relatif dapat memperoleh pengetahuan lebih baik. Dari hasil penelitian yang diperoleh, pihak yang mengklaim diri sebagai pemilik tanah ulayat marga Ujung memiliki pengetahuan yang kurang memadai tentang keberadaan tanah dan alas hak tanah yang mereka kuasai dengan arogansi dan itikad tidak baik. 5. Faktor emosi. Tingkat emosi para pihak yang bersengketa terkadang menjadi salah satu faktor yang menghambat proses musyawarah, hal ini berkaitan dengan tingkat emosi atau tempramen. Tempramen para pihak sangat berpengaruh pada proses musyawarah. Pada awalnya pihak X sebagai pemilik hak atas tanah telah menawarkan solusi musyawarah dan secara adat dalam penyelesaian konflik pertanahan yang ada, tetapi pihak Y (yang menamakan diri pemilik ulayat tanah marga Ujung) tidak mau melaksanakan musyawarah, dan tidak mau mengalah, tetap berpendirian bahwa tanah yang dipersengketakan adalah tanah ulayat marga Ujung.

23 57 Akhirnya oleh pihak X melakukan laporan ke pihak kepolisian terkait dengan tindakan dari pihak Y Bila dilihat azas Hak Menguasai Negara (HMN) maka tanah-tanah yang ada di Indonesia terbagi kepada 89 : 1. Tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau lebih populer dengan sebutan tanah Negara yaitu tanah-tanah yang diatasnya belum ada diberikan hak/pengakuan kepada siapapun, baik kepada orang maupun badan hukum dan kekuasaan Negara atas tanah Negara tersebut penuh 2. Tanah yang dikuasai tidak langsung oleh Negara atau lebih popular dengan sebutan tanah hak yaitu tanah-tanah yang diatasnya sudah ada hak seseorang atau badan hukum, baik hak adat maupun hak lainnya berdasarkan ketentuan UUPA dan kekuasaan Negara atas tanah itu tidak penuh atau kekuasaan Negara dimaksud telah dibatasi oleh hak yang diberikan kepada orang dan atau badan hukum itu. Dengan demikian tidak ada tanah diluar 2(dua) jenis tanah yang disebut diatas, dalam arti jika ada sebidang tanah pasti tanah tersebut kalau bukan tanah Negara pasti tanah hak atau sebaliknya. Dan perlu dipahami bahwa jenis tanah manapun yang dimaksud, tetap dikuasai oleh Negara atau tidak ada tanah di Indonesia yang tidak dikuasai oleh Negara. Tegasnya semua tanah yang ada di Indonesia, yang berhak/berwenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya, menentukan dan mengatur pemberian hak atas tanah kepada orang/badan hukum serta perbuatanperbuatan hukum oleh orang/badan hukum atas tanah tersebut adalah Negara. 89 Tampil Anshari Siregar, Op.Cit., halaman 17

24 58 Untuk menentukan keberadaan hak ulayat dalam masyarakat, pemerintah perlu melakukan penelitian apakah hak ulayat itu mengalami perubahan dengan adanya perkembangan zaman, dalam arti mengembang atau mengempisnya hak ulayat dalam masyarakat, sesuai dengan sifat dan dinamisnya hukum adat dalam masyarakat. Peraturan itu harus dibuat dalam bentuk undang-undang. Dan harus akomodatif terhadap kepentingan masyarakat adat dan kepentingan nasional. Di samping itu pemerintah harus mengambil kebijaksanaan yang tegas, tentang apakah masih ada atau tidak hak ulayat di daerah tertentu. Pada umumnya, permasalahan utama yang berkenaan dengan eksistensi hak ulayat yang dilematis adalah kesulitan untuk menghilangkan kebiasaan untuk segera menerapkan aturan-aturan yang bersifat formal dengan pendekatan legalistik semata, karena dengan pendekatan ini, dapat menimbulkan pengingkaran terhadap hukum yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan. Untuk itu perlu adanya kesadaran. Berhadapan dengan hak ulayat berarti keharusan untuk membuka diri untuk memahami kesadaran hukum suatu masyarakat yang terealisasi dalam tindakan nyata sehari-hari, berdasarkan sudut pandang dan pola pikir masyarakat yang bersangkutan 90. Untuk memahami secara utuh keberadaan hak ulayat di suatu daerah, diperlukan pemahaman yang utuh tentang struktur kemasyarakatannya, termasuk pola-pola kekuasaan yang berlaku di dalam masyarakat hukum adat setempat. Pola kekuasaan yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan penentuan siapa yang berwenang menentukan, apa yang perlu ditentukan dan dalam forum apa keputusan tentang pelaksanaan kewenangan tersebut dijalankan. Hal ini dimaksud 90 Elsa Syarif, Op.Cit.,halaman 205

25 59 sebagai langkah antisipasi untuk tidak berurusan dengan pihak-pihak yang tidak berkompeten dalam menentukan eksistensi hak ulayat di suatu daerah tertentu. Hak ulayat sesungguhnya berfungsi sosial, sama seperti hak-hak atas tanah yang lain. Oleh karena itu, hak ulayat harus dapat diberikan kepada pihak lain jika hal tersebut diperlukan bagi kepentingan umum atau kepentingan lain yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan dan hajat hidup orang banyak 91. Pengakuan terhadap hak masyarakat hukum adat mewujudkan penghormatan kepada hak orang lain dan upaya perlindungannya secara wajar. Hak ulayat itu tidak bersifat ekslusif. Masyarakat hukum adat berkewajiban turut serta mewujudkan tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memberikan kesempatan kepada pihak-pihak diluar anggota masyarakat hukum adat untuk ikut menggunakan tanah berikut sumber daya alamnya dengan caracara yang disepakati bersama 92. Perlunya pihak lain mengakui dan menghormati hak ulayat dan permohonan untuk memanfaatkannya dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Hal ini dilakukan dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat hukum yang bersangkutan dan mengindahkan tata cara yang hidup dalam masyarakat tersebut. Selain itu juga memberikan ganti kerugian dalam wujud yang bermanfaat bagi masyarakat hukum yang bersangkutan yang dengan pengorbanannya berupa pemberian tanah wilayahnya tersebut berhak atas peningkatan taraf hidupnya Ibid., halaman Maria SW.Sumardjono, Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi dan Implementasi, Jakarta, Buku Kompas, 2001, hlm Ibid., hlm 66

BAB I PENDAHULUAN. besar terdiri dari dataran tinggi dan bukit-bukit yang terletak antara

BAB I PENDAHULUAN. besar terdiri dari dataran tinggi dan bukit-bukit yang terletak antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Kabupaten Dairi mempunyai luas 191.625 hektar yaitu sekitar 2,68% dari luas propinsi Sumatera Utara (7.160.000 H). Dimana Kabupaten Dairi terletak disebelah barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam suku, ras, agama dan adat istiadat. Wilayah negara kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. macam suku, ras, agama dan adat istiadat. Wilayah negara kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah bangsa yang majemuk, bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama dan adat istiadat. Wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Dairi terletak di sebelah barat laut Provinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Dairi terletak di sebelah barat laut Provinsi Sumatera Utara. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Dairi berada di Dataran Tinggi Bukit Barisan dengan ketinggian sekitar 400-1.700 meter diatas permukaan laut, Luas wilayah Kabupaten Dairi 192.780

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Sumatera merupakan salah satu dari lima pulau terbesar yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Sumatera merupakan salah satu dari lima pulau terbesar yang terdiri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Sumatera merupakan salah satu dari lima pulau terbesar yang terdiri dari sepuluh Provinsi. Salah satu provinsi yang ada di Pulau Sumatera adalah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Museum merupakan suatu lembaga yang sifatnya tetap dan tidak mencari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Museum merupakan suatu lembaga yang sifatnya tetap dan tidak mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Museum merupakan suatu lembaga yang sifatnya tetap dan tidak mencari keuntungan dalam melayani masyarakat dan dalam pengembangannya terbuka untuk umum, yang

Lebih terperinci

BAB II SYARAT SYARAT JUAL LEPAS TANAH ADAT DI PAK PAK BHARAT. A. Profil Singkat Kabupaten Pak Pak Bharat Dan Masyarakat Pak-Pak

BAB II SYARAT SYARAT JUAL LEPAS TANAH ADAT DI PAK PAK BHARAT. A. Profil Singkat Kabupaten Pak Pak Bharat Dan Masyarakat Pak-Pak BAB II SYARAT SYARAT JUAL LEPAS TANAH ADAT DI PAK PAK BHARAT A. Profil Singkat Kabupaten Pak Pak Bharat Dan Masyarakat Pak-Pak 1. Kondisi Wilayah Pak Pak Bharat Kabupaten Pak-Pak Bharat sebagai hasil pemekaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum alam telah menentukan bahwa keadaan tanah yang statis menjadi tempat tumpuan

Lebih terperinci

BAB II SUKU PAKPAK. Suku Pakpak adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Pulau

BAB II SUKU PAKPAK. Suku Pakpak adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Pulau BAB II SUKU PAKPAK 2.1. Defenisi Pakpak Suku Pakpak adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Pulau Sumatera Indonesia. Tersebar di beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara dan Aceh, yakni di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1 Letak Geografis Kabupaten Dairi Kabupaten Dairi merupakan salah satu kabupaten dari 18 kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara 9. Wilayah Kabupaten Dairi yang beribukotakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku bangsa yang tersebar di seluruh nusantara. Setiap daerah memiliki suku asli dengan adatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diuntungkan oleh ilmu-ilmu sosial, dan sebaliknya. Salah satu ilmu sosial sebagai

BAB I PENDAHULUAN. diuntungkan oleh ilmu-ilmu sosial, dan sebaliknya. Salah satu ilmu sosial sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah adalah cara untuk mengetahui masa lampau. Bangsa yang belum mengenal tulisan mengandalkan mitos, dan yang sudah mengenal tulisan pada umumnya mengandalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai suku yang tersebar dari sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai suku yang tersebar dari sabang sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia memiliki berbagai suku yang tersebar dari sabang sampai merauke, masing-masing suku kaya akan adat istiadat, budaya yang berbeda-beda, tergantung pada letak

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sidikalang merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Dairi,

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sidikalang merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Dairi, BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Letak Geografis Sidikalang merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Jarak kecamatan dengan pusat pemerintahan hanya

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT,

BUPATI PAKPAK BHARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN SITELLU TALI URANG JULU, KECAMATAN PERGETTENG-GETTENG SENGKUT, KECAMATAN PAGINDAR, KECAMATAN TINADA DAN KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditempuh dari setiap daerah maka akan cepat mengalami perkembangan,

BAB I PENDAHULUAN. ditempuh dari setiap daerah maka akan cepat mengalami perkembangan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang terus mengalami perubahanperubahan yang menuju pada perkembangan baik fisik maupun sosialnya. Aspek fisik seperti letak yang

Lebih terperinci

PROFIL WILAYAH KABUPATEN DAIRI

PROFIL WILAYAH KABUPATEN DAIRI PROFIL WILAYAH KABUPATEN DAIRI 1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Dairi 1.1 Letak Geografis Wilayah Kanupaten Dairi Kabupaten Dairi terletak di sebelah Barat Daya Provinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar.tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia dan tanah tidak dapat dipisahkan.

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN HAK PERORANGAN WARGA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan bahasa Pakpak yang digunakan oleh masyarakat suku Pakpak. Masyarakat suku Pakpak merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah diketahui bahwa penduduk Indonesia adalah multietnik (plural society). Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB II. Gambaran Umum Daerah Penelitian. Wilayah Kecamatan Pergetteng getteng Sengkut terdiri dari 5 wilayah Administrasi

BAB II. Gambaran Umum Daerah Penelitian. Wilayah Kecamatan Pergetteng getteng Sengkut terdiri dari 5 wilayah Administrasi BAB II Gambaran Umum Daerah Penelitian Gambaran Wilayah Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut Wilayah Kecamatan Pergetteng getteng Sengkut terdiri dari 5 wilayah Administrasi Desa,yaitu Aornakan I, Aornakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air,

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur sebagaimana yang telah dicita-citakan. Secara konstitusional bahwa bumi, air, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya masih bercorak agraria, maka bumi, air dan ruang angkasa sebagai karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Singkat Kabupaten Dairi dan Desa Bongkaras

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Singkat Kabupaten Dairi dan Desa Bongkaras BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Sejarah Singkat Kabupaten Dairi dan Desa Bongkaras 2.1.1 Sejarah Singkat Kabupaten Dairi. Dairi merupakan sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihuni oleh

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihuni oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihuni oleh berbagai suku,golongan, dan lapisan masyarakat. Mengingat hal itu, sudah

Lebih terperinci

Tanjung Mulia, Desa Mbinalun sebagai pemekaran dari Desa Tanjung Muli

Tanjung Mulia, Desa Mbinalun sebagai pemekaran dari Desa Tanjung Muli PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN DESA AORNAKAN II KECAMATAN PERGETTENG-GETTENG SENGKUT, DESA PERJAGA, DESA MALUM, DESA MBINALUN KECAMATAN SITELLU TALI URANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanah Dairi terletak di bagian pegunungan bukit barisan melintang di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanah Dairi terletak di bagian pegunungan bukit barisan melintang di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah Dairi terletak di bagian pegunungan bukit barisan melintang di sepanjang pulau sumatera dengan posisi yang jauh lebih dekat ke pantai Barat. disebelah utara

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN LOKASI DESA BANGUN. km, sedangkan jarak Desa ke Ibukota kabupaten sekitar 15 km. Jarak dengan

BAB II GAMBARAN LOKASI DESA BANGUN. km, sedangkan jarak Desa ke Ibukota kabupaten sekitar 15 km. Jarak dengan BAB II GAMBARAN LOKASI DESA BANGUN 2.1. Letak dan Lokasi Desa Bangun merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi. Jarak Desa Bangun ke Ibukota kecamatan sekitar 7 km,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau yang dihuni oleh berbagai suku,golongan, dan lapisan masyarakat. Mengingat hal itu, sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting, karena selain bertujuan menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena tanah mempunyai nilai ekonomi, ekologi, dan nilai sosial dalam kehidupan. Kenyataan sejarah menunjukkan

Lebih terperinci

1. Hak individual diliputi juga oleh hak persekutuan.

1. Hak individual diliputi juga oleh hak persekutuan. Van Vollenhoven menyebutkan enam ciri hak ulayat, yaitu persekutuan dan para anggotanya berhak untuk memanfaatkan tanah, memungut hasil dari segala sesuatu yang ada di dalam tanah dan tumbuh dan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS SELATAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT, DAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat untuk menetap, tetapi lebih

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS SELATAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT, DAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis di Provinsi Sumatera Utara, suku Batak terdiri dari 5 sub etnis yaitu : Batak Toba (Tapanuli), Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing,

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING MAKALAH Oleh : Hukum Agraria Dosen : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PENJELASAN ATAS QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : 14 TAHUN 2002 TENTANG KEHUTANAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM I. UMUM Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dikaruniai oleh Allah Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I. diperhitungkan berdasarkan garis keturunan laki-laki, artinya laki-lakilah yang. menjadi patokan dalam penghitungan garis keturunan.

BAB I. diperhitungkan berdasarkan garis keturunan laki-laki, artinya laki-lakilah yang. menjadi patokan dalam penghitungan garis keturunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ditinjau dari aspek-aspek kesamaan atau kemiripan dari berbagai kebudayaan yang dimiliki etnis Pakpak merupakan sub etnis Batak, seperti adanya kesamaan struktur sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pokok-pokok pikiran yang tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menekankan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik dan ekologis.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dimensi ekonomi, sosial, kultural, politik dan ekologis. BAB I PENDAHULUAN Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia di muka bumi. Tanah menjadi kebutuhan dasar manusia sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hak Menguasai Dari Negara Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berdasarkan hukum dan demokrasi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang dengan gugusan ribuan pulau dan jutaan manusia yang ada di dalamnya. Secara wilayah daratan,

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KAMPUNG KUTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS SELATAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT, DAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II. ASAS- ASAS PERLINDUNGAN MASYARAKAT dan MASYARAKAT ADAT

BAB II. ASAS- ASAS PERLINDUNGAN MASYARAKAT dan MASYARAKAT ADAT BAB II ASAS- ASAS PERLINDUNGAN MASYARAKAT dan MASYARAKAT ADAT A. Prinsip Umum tentang Perlindungan Bagi Masyarakat dan Masyarakat Adat Dimana ada masyarakat disitu ada hukum (ubi societes ibi ius), hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN 2.1 Letak Geografis Sumbul Pegagan Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Sumbul Pegagan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan membagi hutan menjadi hutan negara dan hutan hak. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Utara memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional, dan bahasa daerah. Semua etnis memiliki budaya yang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat I. PEMOHON Assosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang diwakili oleh Ir.

Lebih terperinci

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH -1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH I. UMUM Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mengamanatkan agar bumi, air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia

BAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia itu sama sekali tidak dapat di pisahkan dari tanah. Mereka hidup di atas tanah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan pusat pemukiman dan kegiatan masyarakat, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan pusat pemukiman dan kegiatan masyarakat, memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan pusat pemukiman dan kegiatan masyarakat, memiliki batasan wilayah administrasi yang sifatnya non agraris, orang-orang didalamnya bersifat individualis.

Lebih terperinci

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN - Supardy Marbun - ABSTRAK Persoalan areal perkebunan pada kawasan kehutanan dihadapkan pada masalah status tanah yang menjadi basis usaha perkebunan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan data dan uraian yang terdapat pada bab sebelumnya, maka dalam bab ini dapat dilihat bahwa adat sistem perkawinan suku Pakpak Kelasen sudah mengalami

Lebih terperinci

HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA

HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA Sumber: www.survivalinternational.org I. PENDAHULUAN Konsep hukum tanah nasional bersumber pada hukum adat, sehingga mengakui adanya hak ulayat masyarakat hukum adat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat hidup bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pembangunan menjadi poin krusial yang menguras perhatian pemerintah, khususnya di negara-negara berkembang. Masalah ketimpangan masih menjadi isu besar pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan tindakan masyarakatnya diatur oleh hukum. Salah satu hukum di Indonesia yang telah lama berlaku

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa penggalian kekayaan alam di hutan secara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHUTANAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Di dalam sistem hukum nasional demikian halnya dengan hukum tanah, maka harus sejalan dengan kontitusi yang berlaku di negara kita yaitu Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang memiliki kebiasaan, aturan, serta norma yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BUPATI PAKPAK BHARAT,

BUPATI PAKPAK BHARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN DESA CIKAOK, DESA NAPATALUM PERLAMBUKEN, DESA PAGINDAR, DESA LAE MBENTAR DI KECAMATAN SALAK, DESA KUTA JUNGAK, DESA SIEMPAT

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat I. PEMOHON 1. IR. Abdon Nababan (Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara)........ Pemohon I.

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENELITIAN BAB IV ANALISIS PENELITIAN Pada bab ini akan menjelaskan tentang keberadaan masyarakat, status tanah, hak atas tanah, serta alat bukti hak atas tanah adat di Kampung Naga dan Kasepuhan Ciptagelar, sebagai

Lebih terperinci

REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010

REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010 REUSAM KAMPUNG BATU BEDULANG KECAMATAN BANDAR PUSAKA KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR : 147 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM ( ADAT MERAGREH UTEN ) BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa Masyarakat

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK SERTIPIKAT HAK MILIK YANG DIKLAIM SEBAGAI MILIK MASYARAKAT ADAT DI KABUPATEN DAIRI MERRY CHRISTINA GULTOM ABSTRACT

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK SERTIPIKAT HAK MILIK YANG DIKLAIM SEBAGAI MILIK MASYARAKAT ADAT DI KABUPATEN DAIRI MERRY CHRISTINA GULTOM ABSTRACT M E R R Y C H R I S T I N A G U L T O M 1 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK SERTIPIKAT HAK MILIK YANG DIKLAIM SEBAGAI MILIK MASYARAKAT ADAT DI KABUPATEN DAIRI MERRY CHRISTINA GULTOM ABSTRACT Land has a high

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan hubungan satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan tersebut dapat dilakukan antara individu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II REFLEKSI DAERAH KABUPATEN DAIRI. Daerah Dairi sebelum penjajahan Belanda meliputi:

BAB II REFLEKSI DAERAH KABUPATEN DAIRI. Daerah Dairi sebelum penjajahan Belanda meliputi: BAB II REFLEKSI DAERAH KABUPATEN DAIRI 2.1 Daerah Kabupaten Dairi Daerah Dairi sebelum penjajahan Belanda meliputi: 1) Daerah Pegagan, terdiri dari Pegagan Hilir, yaitu daerah Kecamatan Tinga Lingga, Pegagan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah merupakan benda tidak bergerak yang mutlak perlu bagi kehidupan manusia. Hal ini dapat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1974 TENTANG PENGAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut bentuk dan cara pendekatan terhadap karya sastra dan gejala

BAB I PENDAHULUAN. disebut bentuk dan cara pendekatan terhadap karya sastra dan gejala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan suatu kegiatan mengekspresikan diri yang diwujudkan dalam bentuk karya yaitu yang disebut karya sastra. Sastra boleh juga disebut karya seni karena

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hak Atas Tanah Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Tanah yang luas serta kekayaan alam yang melimpah merupakan bagian dari negara Indonesia. Baik tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula ruang angkasa adalah merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat I. PEMOHON Assosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang diwakili oleh Ir. H. Isran

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

2 kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; c. bahwa ha

2 kenyataannya masih ada, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; c. bahwa ha BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.742, 2015 KEMEN. ATR. Tata Cara Hak Komunal Tanah. Hukum Adat. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis memiliki cerita rakyat dan folklore yang berbeda-beda, bahkan setiap etnis

BAB I PENDAHULUAN. etnis memiliki cerita rakyat dan folklore yang berbeda-beda, bahkan setiap etnis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia meupakan Negara yang kaya akan kebudayaan dan Indonesia juga merpakan Negara yang multikultural yang masih menjunjung tinggi nilainilai pancasila. Terdapat

Lebih terperinci