Keadaan Faali Kuda Sumba... Yofa Yuandira Saefullah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Keadaan Faali Kuda Sumba... Yofa Yuandira Saefullah"

Transkripsi

1 KEADAAN FAALI KUDA SUMBA SEBELUM DAN SESUDAH PERTANDINGAN (Perlombaan Pacuan Kuda Di Lapangan Rihi Eti, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) THE STATE OF SUMBA FAALI A HORSE BEFORE AND AFTER THE MATCH (The Racetrack In The Field Rihi Eti, East Sumba, East Nusa Tenggara) Yofa Yuandira Saefullah*, Sri Bandiati Komar Prajoga**, An An Yulianti** Universitas Padjadjaran Jln. Raya BandungSumedang Km 21 Jatinangor *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yuandirayofa@yahoo.com ABSTRAK Penelitian mengenai Keadaan Faali Kuda Sumba Sebelum dan Sesudah Pertandingan di Pacuan Kuda Tradisional dilaksanakan di Lapangan Pacuan Kuda Rihi Eti Kota Waingapu Kabupaten Sumba Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur dimulai sejak tanggal 20 Oktober hingga 7 November Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana keadaan faali kuda Sumba sebelum dan sesudah pertandingan di Lapangan Rihi Eti. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Sampel ditentukan berdasarkan kuda Sumba jantan dan betina yang mengikuti pacuan kelas D dan D mini yang berumur antara 47 tahun. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 30 ekor terdiri dari 15 jantan dan 15 betina. Berdasarkan data dan hasil analisis yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kuda Sumba betina maupun jantan mempunyai keadaan faali yang relatif sama. Kata Kunci : Kuda Sumba, Keadaan, Suhu Tubuh, Respirasi, dan Frekuensi Denyut Jantung. ABSTRACT Research about Physiological Condition of Sumba horses before and after race at Rihi Eti track of Waingapu East Sumba East Nusa Tenggara from 20th Oct to 7th Nov, Research objectives was take out how Physiological Condition Sumba horses before and after race at Rihi Eti track. Research methods use Descriptive, and data was collected using purposive sampling, that 15 male and 15 female were 4 7 years old. The number of samples to be taken as many as 30 heads. Result showed that physiological condition of Sumba horses before and after race was relatively same. Keywords: Sandelwood horse, the state, body temperature, respiration, and frequency heartbeat. 1

2 PENDAHULUAN Kuda Sumba (Sandalwood) berasal dari kuda poni Sumba di pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Poni Sumba dan juga poni Timor, merupakan turunanturunan dari hasil persilangan antara kuda liar Asia dan kuda Tarpan yang dibawa ke Indonesia sebagai kuda kavaleri ketika menaklukkan Indonesia di tahun 1292 (Australian Pony Study Book/APSB, 2011). Kuda sumba atau sering disebut kuda Sandelwood memiliki penampilan yang primitive, Kuda Sumba memiliki ciri khas tersendiri yaitu memiliki tinggi cm, memiliki postur tubuh proposional, telinga kecil, leher pendek, suri tegak, kaki yang kuat, daya tahan tubuh baik dan mata ekspresif (Simon dan Schuster s, 1988). Tradisi masyarakat sumba dalam perawatan kuda untuk dijadikan kuda pacu biasanya kuda diperlakukan secara spesial dimulai dari perawatan sampai pemberian pakan untuk memberikan kekuatan tubuh kuda pada saat dipacu. Sebagai kuda pacu maka perlu diketahui kondisi fisiologis kuda tersebut agar dapat dengan cepat menyesuaikan tubuhnya dengan lingkungan sekitar sehingga pembentukan panas tubuh dapat disesuaikan dengan kebutuhannya. Sehingga apabila terdapat kelebihan energi (panas) yang terbentuk harus dapat dikeluarkan dari dalam tubuh melalui berbagai cara. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kondisi tubuh agar tetap normal yaitu dengan melakukan peningkatan dari frekuensi respirasi, denyut jantung, dan mempertahankan suhu tubuh agar konstan. Kuda sumba juga dapat diketahui kondisi fisiologisnya melalui pengukuran status faali diantaranya adalah frekuensi pernafasan (respirasi), denyut jantung (pulsus), dan suhu tubuh (temperatur). Kondisi status faali ternak merupakan indikasi dari kesehatan dan adaptasi ternak terhadap lingkungannya. Frekuensi respirasi berfungsi sebagai salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan atau keadaan kuda. Semakin banyak atau semakin berat aktifitas kuda, maka frekuensi pernafasan kuda semakin meningkat (Schmidt, 1997). Frekuensi denyut jantung pada kuda bervariasi sesuai dengan kondisi fisiologis kuda itu sendiri. Suhu tubuh pada kuda dapat menentukan keadaan fisiologis kuda itu sendiri. Semakin sering kuda itu beraktifitas maka suhu tubuh relatif tinggi. Hal ini akan cepat direspon dengan melakukan proses homeostasis agar suhu tetap konstan. Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat diduga bahwa keadaan status faali (frekuensi respirasi, frekuensi denyut jantung, suhu tubuh) dapat mencerminkan kesehatan pada kuda untuk menjadi kuda pacu yang baik. 2

3 BAHAN DAN METODE (1) Bahan dan Peralatan Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuda Sumba (Sandalwood) betina dan jantan berjumlah 30 ekor dengan umur dan berat yang relatif sama. Kuda sumba yang diteliti adalah kuda sumba yang mengikuti perlombaan pacuan kuda pada bulan Oktober tahun 2015 di lapangan kuda Rihi Eti, Kota Waingapu, Nusa Tenggara Timur. Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah Termometer infra red gun, Stetoskop, Laptop, Alat tulis kerja (ATK), Kamera. (2) Metode Penelitian Metode Penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Metode deskriptif digunakan karena minimnya literatur mengenai kuda sumba (Sandalwood) sehingga perlu digali informasi mengenai kuda (Sandalwood) Sumba tersebut. Pengambilan sampel kuda sumba (Sandalwood) jantan dan betina sebanyak 30 ekor dengan umur dan berat badan yang relatif sama. Pengambilan sampel dilakukan pada saat 1 minggu sebelum pacuan kuda di Lapangan rihi Eti Kota Waingapu Kabupaten Sumba Timur. (3) Peubah Yang Diamati Frekuensi Respirasi Pengukuran frekuensi respirasi dilakukan dengan mendekatkan punggung tangan atau telapak tangan pada hidung kuda sumba sehingga terasa hembusan nafasnya. Perlakuan tersebut dilakukan sebelum dan sesudah dipacu. Pengukuran frekuensi pernafasan dilakukan selama satu menit dan diulangi sebanyak tiga kali, kemudian data yang diperoleh dirataratakan. Frekuensi Denyut Jantung Pengukuran frekuensi denyut jantung pada kuda dilakukan dengan menggunakan stetoskop di bagian dada sebelah kiri atas pada tulang rusuk ke 3 dan ke 4. Perlakuan tersebut dilakukan sebelum dan sesudah dipacu. Pengukuran frekuensi denyut jantung dilakukan selama satu menit dan diulangi sebanyak tiga kali, hasil yang diperoleh kemudian dirataratakan. 3

4 Keadaan Faali Kuda Sumba Yofa Yuandira Saefullah Suhu Tubuh Pengukuran suhu tubuh pada kuda sumba dilakukan dengan menggunakan infrared thermometer gun dengan menembakan laser ke tubuh kuda. Perlakuan tersebut dilakukan sebelum dan sesudah dipacu. Pengukuran suhu tubuh dilakukan sampai angka parameternya tetap atau tidak berubah dan diulangi sebanyak tiga kali, kemudian hasil yang diperoleh dirataratakan. (4) Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik Data yang terkumpul akan dianalisis menggunakan statistika deskripitf (Mean, Ragam, Standar deviasi, Koefisien variasi), analisis linier sederhana (Sudjana, 2005). 1. Ratarata/Mean ( ) Keterangan : = Ratarata n = Jumlah nilai data = Jumlah sampel 2. Ragam ( Keterangan: = Peubah kei x n i = Ratarata sampel = Banyaknya data sampel =1,2,3, Simpangan Baku ( Keterangan: = Ragam 4

5 Keadaan Faali Kuda Sumba Yofa Yuandira Saefullah 4. Koefisien Variasi (KV) Keterangan: s = Simpangan baku = Ratarata sampel 5. Pertambahan Status Faali ( ) Frekuensi Pernafasan = ( ) Denyut Jantung = ( ) Suhu = HASIL DAN PEMBAHASAN Frekuensi Respirasi pada Tabel 1. Hasil pengukuran frekuensi respirasi yang dilakukan pada kuda sumba dapat dilihat Tabel 1. Analisis Data Frekuensi Respirasi Kuda Sumba Betina Sebelum dan Sesudah Dipacu Nilai Sebelum Dipacu Sesudah Dipacu Ratarata 34,13 52,87 Ragam 63,41 76,78 Simpangan Baku 7,96 8,76 Koefisien Variasi (%) 23 16,5 Minimal Maksimal Pada tabel 1 terlihat bahwa frekuensi respirasi pada kuda Sumba betina sebelum dipacu memiliki nilai minimal 24 kali dengan nilai maksimal 52 kali dengan rataan jumlah respirasi sebanyak 34,13 kali/menit. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Arifin dkk. (2013) yang menyatakan respirasi normal pada kuda dewasa saat diam yaitu antara kali/menit. Sesudah dipacu ternyata frekuensi respirasi pada kuda Sumba betina meningkat dengan nilai minimal 45 kali, nilai maksimal 69 kali dengan rataan jumlah respirasi sebanyak 5

6 52,87 kali/menit. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas yang meningkat sehingga terjadi pembentukan panas (Energi) dalam tubuh, dan kuda akan berusaha mengeluarkan panas yang terbentuk dalam tubuh untuk mempertahankan suhu tubuh yang relatif konstan (Homeostasis), salah satunya dengan respirasi. Koefisien variasi sebelum dipacu sebesar 23% dan sesudah dipacu sebesar 16,5% menunjukan bahwa data populasi yang diamati tidak seragam. Tabel 2. Analisis Data Frekuensi Respirasi Kuda Sumba Jantan Sebelum dan Sesudah Dipacu Nilai Sebelum Dipacu Sesudah Dipacu Ratarata 35,6 57,2 Ragam 105,26 107,46 Simpangan Baku 10,26 10,37 Koefisien Variasi (%) 28,8 18,1 Minimal Maksimal Tabel 2 menunjukkan bahwa rataan frekuensi respirasi pada kuda Sumba jantan sebelum dipacu adalah 35,6 kali/menit, lebih tinggi dari betina yaitu 34,13 kali/menit. Hal tersebut terjadi karena salah satunya dipengaruhi oleh faktor hormon. Hormon dalam tubuh kuda jantan yang lebih tinggi mempengaruhi frekuensi respirasi jantan sehingga frekuensinya lebih tinggi dari betina. Kondisi tersebut juga dipengaruhi oleh lingkungan dan cuaca lokasi penelitian di Waingapu, Sumba Timur dimana temperatur harian pada saat penelitian berkisar antara antara dengan kelembaban udara mencapai 80%. Hal ini sejalan dengan pendapat Purwanto dkk (1995) yang menyatakan bahwa temperatur dan kelembaban udara akan meningkatkan penambahan panas dalam tubuh dan menyebabkan peningkatan pengeluaran udara melalui saluran respirasi. Pada tabel 2 terlihat bahwa frekuensi respirasi kuda Sumba jantan sesudah dipacu memiliki nilai minimal 43 kali, nilai maksimal 80 kali dengan ratarata jumlah respirasi sebanyak 57,2 kali/menit. Koefisien variasi sebelum dipacu sebesar 28,8% dan sesudah dipacu sebesar 18,1% menunjukan bahwa data populasi yang diamati tidak seragam. Dari Tabel 1 dan 2 tersebut didapatkan hasil frekuensi respirasi kuda betina dan jantan relatif berbeda, frekuensi respirasi betina yang lebih rendah baik sebelum maupun sesudah 6

7 dipacu dibandingkan jantan. Hal tersebut dapat terjadi karena betina lebih dapat mengendalikan frekuensi respirasi dalam peningkatan aktivitas dibandingkan dengan jantan sehingga jumlah frekuensi respirasi yang dihasilkan oleh betina lebih rendah dibandingkan dengan jantan. Perbedaan frekuensi respirasi sebelum dan sesudah dipacu ini disebabkan pada saat pacuan kuda melakukan aktivitas fisik yang tinggi yaitu berlari cepat. Aktivitas tersebut menyebabkan laju respirasi lebih tinggi dari sebelumnya dalam upaya mempertahankan panas yang relatif tetap di dalam tubuh dengan cara meningkatkan frekuensi respirasi (Johnson, 1995). Tabel 3. Waktu frekuensi respirasi yang diperlukan Kuda Sumba untuk kembali ke keadaan normal sesudah dipacu. Sesudah Dipacu Jantan Jumlah Ternak (ekor) Betina 5 ₁ 5 ₂ 5 ₃ > 5 ₃ Ket : 5 ₁ 5 ₃ : Selang waktu 5 menit Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa terdapat 7 ekor (46%) kuda Sumba jantan frekuensi respirasinya sudah kembali ke keadaan normal dalam waktu 15 menit, sedangkan 8 ekor (54%) lainnya membutuhkan waktu lebih dari 15 menit untuk kembali ke keadaan relatif normal. Pada kuda Sumba betina terdapat 2 ekor (13%) yang sudah kembali ke keadaan normal dalam waktu 10 menit, kemudian 5 menit selanjutnya terdapat 8 ekor (53%) yang sudah kembali ke keadaan normal, sedangkan 5 ekor (34%) lainnya membutuhkan waktu lebih dari 15 menit untuk kembali ke keadaan normal. 7

8 Frekuensi Denyut Jantung Tabel 4. Analisis Data Frekuensi Denyut Jantung Kuda Sumba Betina Sebelum dan Sesudah Dipacu Nilai Sebelum Dipacu Sesudah Dipacu Ratarata 54,07 70,67 Ragam 44,78 17,95 Simpangan Baku 6,69 4,24 Koefisien Variasi (%) 12,3 5,9 Minimal Maksimal Pada tabel 4 terlihat bahwa frekuensi denyut jantung sebelum dipacu pada kuda Sumba betina memiliki nilai minimal 40 kali, nilai maksimal 68 kali dengan rataan jumlah denyut jantung sebanyak 54,07 kali/menit. Jumlah rataan frekuensi denyut jantung kuda Sumba sebelum dipacu tersebut berbeda dengan pendapat Hawcroft (1990) yang menyatakan bahwa kuda dalam keadaan tenang denyut jantungnya adalah denyut permenit, hal ini dikarenakan kondisi cuaca dan lingkungan di tempat penelitian Hawcroft berbeda dengan kondisi cuaca di Sumba Timur. Frekuensi denyut jantung kuda Sumba betina sesudah dipacu memiliki nilai minimal 62 kali, nilai maksimal 80 kali dengan rataan jumlah denyut jantung sebanyak 70,67 kali/menit. Hal tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh aktivitas fisik yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Subroto (1985) yang menyatakan bahwa ternak yang mengalami aktivitas tinggi atau stress akan meningkat denyut jantungnya untuk sementara waktu. Koefisien variasi baik sebelum dipacu dan sesudah dipacu pada kuda Sumba betina nilainya dibawah 15%, yaitu sebesar 12,3% dan 5,9% menunjukan bahwa data populasi yang diamati seragam, sesuai pendapat Nasoetion (1992) yang menyatakan bahwa koefisien variasi kurang dari 15% menunjukan bahwa populasi yang diamati hampir seragam. 8

9 Tabel 5. Analisis Data Frekuensi Denyut Jantung Kuda Sumba Jantan Sebelum dan Sesudah Dipacu Nilai Sebelum Dipacu Sesudah Dipacu Ratarata 54,4 69,4 Ragam 49,26 43,97 Simpangan Baku 7,02 6,63 Koefisien Variasi (%) 12,9 9,5 Minimal Maksimal Tabel 5 menunjukan bahwa frekuensi denyut jantung sebelum dipacu pada kuda Sumba jantan memiliki nilai minimal 36 kali, nilai maksimal 64 kali dengan rataan jumlah denyut jantung sebanyak 54,4 kali/menit. Jumlah rataan frekuensi denyut jantung kuda Sumba sebelum dipacu tersebut berbeda dengan pendapat Hawcroft (1990) yang menyatakan bahwa kuda dalam keadaan tenang denyut jantungnya adalah denyut per menit, hal ini dikarenakan kondisi cuaca dan lingkungan di tempat penelitian Hawcroft berbeda dengan kondisi cuaca di Sumba Timur. Frekuensi denyut jantung kuda Sumba jantan sesudah dipacu memiliki nilai minimal 54 kali, nilai maksimal 79 kali dengan rataan jumlah denyut jantung sebanyak 69,4 kali/menit. Peningkatan tersebut sesuai dengan angka ratarata menurut pendapat Wilson (2009) yang menyatakan bahwa seekor kuda yang melakukan aktivitas pacuan akan meningkat denyut jantungnya menjadi 60 denyut permenit atau lebih tergantung dari aktivitas yang dilakukan, hal tersebut dapat terjadi karena kuda Sumba telah mampu beradaptasi dengan baik pada aktivitas yang dilakukan sehingga tidak terjadi peningkatan yang tinggi. Koefisien variasi sebelum dipacu sebesar 12,9% dan sesudah dipacu sebesar 9,5% menunjukan bahwa data populasi yang diamati seragam, sesuai pendapat Nasoetion (1992) yang menyatakan bahwa koefisien variasi kurang dari 15% menunjukan bahwa populasi yang diamati hampir seragam. Dari Tabel 4 dan 5 tersebut didapatkan hasil frekuensi denyut jantung kuda Sumba betina dan jantan relatif berbeda, frekuensi denyut jantung kuda Sumba betina lebih cepat kembali ke keadaan normal dalam waktu 15 menit dibandingkan dengan kuda Sumba jantan. Hal tersebut dapat terjadi karena betina lebih dapat mengendalikan frekuensi denyut jantung 9

10 dalam peningkatan aktivitas dibandingkan dengan jantan sehingga jumlah frekuensi denyut jantung yang dihasilkan oleh betina lebih rendah dibandingkan dengan jantan. Tabel 6. Waktu frekuensi denyut jantung yang diperlukan Kuda Sumba untuk kembali ke keadaan normal sesudah dipacu Sesudah Dipacu Jantan Jumlah Ternak (ekor) Betina 5 ₁ 5 ₂ 5 ₃ > 5 ₃ Ket : 5 ₁ 5 ₃ : Selang waktu 5 menit Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa frekuensi denyut jantung kuda Sumba jantan 8 ekor (53%) sudah kembali ke keadaan normal dalam waktu 15 menit, sedangkan 7 ekor (47%) lainnya membutuhkan waktu lebih dari 15 menit untuk kembali ke keadaan normal. Pada kuda Sumba betina terdapat 3 ekor (20%) yang sudah kembali ke keadaan normal dalam waktu 10 menit, kemudian 5 menit selanjutnya terdapat 6 ekor (40%) yang sudah kembali ke keadaan normal, sedangkan 9 ekor (60%) lainnya belum kembali normal dan membutuhkan waktu lebih dari 15 menit untuk kembali ke keadaan normal. Suhu Tubuh Tabel 7. Analisis Data Suhu Tubuh Kuda Sumba Betina Sebelum dan Sesudah Dipacu Nilai Sebelum Dipacu Sesudah Dipacu Ratarata 38,57 41,54 Ragam 0,76 0,78 Simpangan Baku 0,87 0,88 Koefisien Variasi (%) 2,2 2,1 Minimal 37 40,1 Maksimal 39,6 43,1 Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa suhu tubuh kuda Sumba betina sebelum dipacu memiliki nilai minimal 37 o C, nilai maksimal 39,6 o C dengan rataan suhu tubuh sebesar 10

11 38,56 o C. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Frape (1986) yang menyatakan bahwa rataan suhu tubuh kuda berkisar antara 37 38,5, karena kuda yang diteliti dalam keadaan normal dan memiliki kondisi kesehatan yang baik. Suhu tubuh pada kuda Sumba betina sesudah dipacu memiliki nilai minimal 40,1 o C, nilai maksimal 43,1 o C dengan rataan suhu tubuh sebesar 41,54 o C. Peningkatan suhu tubuh ini dikarenakan aktivitas yang dilakukan oleh kuda sehingga akan meningkatkan aktivitas otot dalam tubuh seperti yang dikatakan oleh Brown dan Smith (1984) bahwa aktivitas otot dalam tubuh kuda akan meningkatkan suhu tubuh. Koefisien variasi baik sebelum dipacu dan sesudah dipacu pada kuda Sumba betina sebesar 2,2% dan 2,1% menunjukan bahwa data populasi yang diamati seragam. Tabel 8. Analisis Data Suhu Tubuh Kuda Sumba Jantan Sebelum dan Sesudah Dipacu Nilai Sebelum Dipacu Sesudah Dipacu Ratarata 38,92 42,21 Ragam 0,70 0,95 Simpangan Baku 0,84 0,98 Koefisien Variasi (%) 2,1 2,3 Minimal 37,8 41,1 Maksimal 40,5 43,7 Tabel 8 menunjukan bahwa suhu tubuh kuda Sumba jantan sebelum dipacu memiliki nilai minimal 37,8 o C, nilai maksimal 40,5 o C dengan rataan suhu tubuh sebesar 38,91 o C. Hal tersebut hampir sesuai dengan pendapat Frape (1986) yang menyatakan bahwa rataan suhu tubuh kuda berkisar antara 37 38,5, karena kuda yang diteliti dalam keadaan normal dan memiliki kondisi kesehatan yang baik. Pada tabel 8 terlihat bahwa suhu tubuh pada kuda Sumba jantan sesudah dipacu memiliki nilai minimal 41,1 o C, nilai maksimal 43,7 o C dengan rataan suhu tubuh sebesar 42,21 o C. Hal ini sejalan dengan pernyataan Duke s (1995) yang menyatakan bahwa suhu pada ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah aktivitas yang tinggi. Aktivitas yang tinggi dalam hal ini adalah aktivitas pacuan. 11

12 Berdasarkan tabel 7 dan 8, dapat diketahui bahwa kuda Sumba betina lebih mampu mengendalikan suhu tubuhnya dengan baik meskipun suhu tubuh kuda Sumba betina tidak berbeda jauh dengan kuda Sumba jantan. Temperatur tubuh sebelum dipacu dan sesudah dipacu mempunyai kisaran yang relatif sama. Hal ini disebabkan karena kuda termasuk ternak homeoterm maka dengan dilakukannya aktivitas, ternak tersebut akan tetap mempertahankan kisaran suhu tubuhnya dalam keadaan normal, sesuai dengan pendapat Loving (2006) yang telah dijelaskan sebelumnya. Tabel 9. Waktu suhu tubuh yang diperlukan Kuda Sumba untuk kembali ke keadaan normal sesudah dipacu Sesudah Dipacu Jantan Jumlah Ternak (ekor) Betina 5 ₁ 5 ₂ 5 ₃ > 5 ₃ Ket : 5 ₁ 5 ₃ : Selang waktu 5 menit Pada tabel 9 dapat dilihat bahwa suhu tubuh kuda Sumba jantan 5 ekor (33%) sudah kembali ke keadaan normal dalam waktu 10 menit, 5 menit selanjutnya terdapat 5 ekor (33%) yang kembali ke keadaan normal, sedangkan 5 ekor (33%) lainnya membutuhkan waktu lebih dari 15 menit untuk kembali ke keadaan normal. Pada kuda Sumba betina terdapat 6 ekor (40%) yang sudah kembali ke keadaan normal dalam waktu 10 menit, kemudian 5 menit selanjutnya terdapat 4 ekor (27%) yang sudah kembali ke keadaan normal, sedangkan 5 ekor (33%) lainnya belum kembali normal dan membutuhkan waktu lebih dari 15 menit untuk kembali ke keadaan normal. 12

13 KESIMPULAN Berdasarkan data dan hasil analisis yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kuda Sumba betina maupun jantan mempunyai keadaan faali yang relatif sama baik sebelum dan sesudah pertandingan. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada dosen pembimbing utama Prof. Dr. Ir. Sri Bandiati KP dan kepada dosen pembimbing anggota Ir. An an Yulianti, M.Si yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan motivasi, saran, serta bimbingan dalam penulisan dan penyelesaian penyusunan artikel ilmiah ini. Kepada Tim Ekspedisi Sumba dan semua temanteman Fapet Burgo 2012 yang telah banyak membantu selama penelitian. DAFTAR PUSTAKA Campbell, N.A., L.G. Mitchell, and J.B. Reece Biology. Singapore : The Benyaminper Cummings Publishing Co. California Ghalem, S., N. Khebichat, K. Nekkaz The Physiology of Animal Respiration: Study of Domestic Animal. Article ID , 8 pages. Hardjosubroto, Wartomo Aplikasi Pemuliabiakan di Lapangan. PT. Grasindo. Jakarta. Hawcroft Clinical TextBook for Veterinary Technicians fifth edition. Philadelphia : Saunders. Hickman, J Horse Management. Second Edition. Academic Press, Inc. USA. Johnson, E. B., R. J. Mackay, and J. A. Hernandez An epidemiologic study of anhidrosis in horses in Florida. J. Am. Vet. Med. Assoc. Loving, N. S Heat Stress. Alberta Horse Industry. Canada. diakses pada tanggal 10 Juni Schmidt, K. and Nielsen Animal Physiology 5th edition. Cambridge University Press. Cambridge Simon and Schuster's.1988 : Horses and Ponies. New York; Americas Sudjana Metode Statistika.Tarsito.Bandung. Soehardjono, O Kuda. Yayasan Pamulang, Jakarta. 13

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Detaseman Kavaleri Berkuda (Denkavkud) berada di Jalan Kolonel Masturi, Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di kelasnya. Kuda dari spesies Equus caballus yang dahulu merupakan bangsa dari jenis kuda liar, kini sudah

Lebih terperinci

Korelasi Lingkar Dada Dengan Status Faali...Thaufan Maulana Thamsil

Korelasi Lingkar Dada Dengan Status Faali...Thaufan Maulana Thamsil KORELASI LINGKAR DADA DENGAN STATUS FAALI PADA KUDA KAVALERI (Kasus Di Detasemen Kavaleri Berkuda Pusat Kesenjataan Kavaleri TNI-AD Parongpong Lembang Kabupaten Bandung Barat) Thaufan Maulana Thamsil*,

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah kuda kavaleri yang telah lulus program remonte di

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah kuda kavaleri yang telah lulus program remonte di III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Alat Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian adalah kuda kavaleri yang telah lulus program remonte di Detasemen Kavaleri Berkuda (Denkavkud) Pusat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan di bidang olahraga, sarana rekreasi maupun sebagai hewan

PENDAHULUAN. dapat dimanfaatkan di bidang olahraga, sarana rekreasi maupun sebagai hewan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuda merupakan hewan pseudoruminan yang umumnya dimanfaatkan sebagai ternak kerja. Hewan ini merupakan ternak monogastrik yang memiliki banyak manfaat untuk kehidupan manusia.

Lebih terperinci

Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual

Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual Deviation of Local Sumba Horse Body Weight Between Actual Body Weight Based on Lambourne Formula Nurjannah

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. berumur 4-7 tahun sebanyak 33 ekor yang mengikuti perlombaan pacuan kuda

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. berumur 4-7 tahun sebanyak 33 ekor yang mengikuti perlombaan pacuan kuda 16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian adalah kuda Sumba jantan yang berumur 4-7 tahun sebanyak 33 ekor yang mengikuti perlombaan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. berumur 4 7 tahun sebanyak 33 ekor dari populasi yang mengikuti perlombaan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. berumur 4 7 tahun sebanyak 33 ekor dari populasi yang mengikuti perlombaan 18 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian adalah kuda Sumba jantan yang berumur 4 7 tahun sebanyak 33 ekor dari populasi yang

Lebih terperinci

Evaluasi Konformasi Tubuh Menggunakan Rumus Thomas Pada Kuda Lokal Sumba. Evaluation Of Body Conformation Using Thomas Formula In Local Sumba Horse

Evaluasi Konformasi Tubuh Menggunakan Rumus Thomas Pada Kuda Lokal Sumba. Evaluation Of Body Conformation Using Thomas Formula In Local Sumba Horse Evaluasi Konformasi Tubuh Menggunakan Rumus Thomas Pada Kuda Lokal Sumba Evaluation Of Body Conformation Using Thomas Formula In Local Sumba Horse Vini Nur Alfiani*, Sri Bandiati Komar**, Nena Hilmia**

Lebih terperinci

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT QUANTITATIVE CHARACTERISTICS OF PASUNDAN CATTLE IN VILLAGE FARMING Dandy Dharma Nugraha*, Endang Yuni Setyowati**, Nono Suwarno** Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Kajian Status Kuda Faali Kuda Polo... M Arif Rahman

Kajian Status Kuda Faali Kuda Polo... M Arif Rahman KAJIAN STATUS FAALI KUDA POLO SEBELUM DAN SESUDAH DILATIH DI NUSANTARA POLO CLUB (Kuda, status faali, frekuensi respirasi, frekuensi denyut jantung, suhu tubuh) STUDY OF THE PHYSIOLOGICAL STATUS OF POLO

Lebih terperinci

PENYIMPANGAN BOBOT BADAN MENURUT RUMUS SCHOORL TERHADAP BOBOT BADAN AKTUAL PADA KUDA POLO DI NUSANTARA POLO CLUB

PENYIMPANGAN BOBOT BADAN MENURUT RUMUS SCHOORL TERHADAP BOBOT BADAN AKTUAL PADA KUDA POLO DI NUSANTARA POLO CLUB PENYIMPANGAN BOBOT BADAN MENURUT RUMUS SCHOORL TERHADAP BOBOT BADAN AKTUAL PADA KUDA POLO DI NUSANTARA POLO CLUB THE DIVERGENCE OF BODY WEIGHT USING THE SCHOORL FORMULA TO ACTUAL BODY WEIGHT OF POLO PONY

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuda Sumba atau lebih dikenal Sandal memiliki keistimewaan memiliki daya tahan tinggi terhadap iklim tropis dan juga memiliki kecepatan lari yang baik dengan warna bulu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. atau kuda Sandelwood Pony, hasil perkawinan silang kuda poni lokal (grading

PENDAHULUAN. atau kuda Sandelwood Pony, hasil perkawinan silang kuda poni lokal (grading 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuda Sumba merupakan kuda poni yang kemudian diberi nama kuda Sandel atau kuda Sandelwood Pony, hasil perkawinan silang kuda poni lokal (grading up) dengan kuda Arab

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAYA TAHAN PANAS SAPI PASUNDAN DI BPPT CIJEUNGJING KECAMATAN CIJEUNGJING KABUPATEN CIAMIS

IDENTIFIKASI DAYA TAHAN PANAS SAPI PASUNDAN DI BPPT CIJEUNGJING KECAMATAN CIJEUNGJING KABUPATEN CIAMIS IDENTIFIKASI DAYA TAHAN PANAS SAPI PASUNDAN DI BPPT CIJEUNGJING KECAMATAN CIJEUNGJING KABUPATEN CIAMIS IDENTIFICATION HEAT TOLERANCE PASUNDAN CATTLE IN BPPT CIJEUNGJING SUB-DISTRICK CIJEUNGJING DISTRICTS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng) yang mempunyai kekhasan tertentu bila dibandingkan dengan sapi-sapi lainnya.

Lebih terperinci

Penyimpangan Bobot Badan dengan Rumus Winter Alfi Fauziah

Penyimpangan Bobot Badan dengan Rumus Winter Alfi Fauziah PENYIMPANGAN BOBOT BADAN DUGAAN BERDASAR RUMUS WINTER TERHADAP BOBOT BADAN AKTUAL KUDA POLO DI NUSANTARA POLO CLUB DEVIATION OF ESTIMATED BODY WEIGHT BASED ON WINTER FORMULA TO ACTUAL BODY WEIGHT OF POLO

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dagingnya untuk dikonsumsi oleh manusia, yang selanjutnya meningkat untuk

PENDAHULUAN. dagingnya untuk dikonsumsi oleh manusia, yang selanjutnya meningkat untuk I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuda sudah dikenal manusia sejak lama, dahulu kuda hanya dimanfaatkan dagingnya untuk dikonsumsi oleh manusia, yang selanjutnya meningkat untuk ditunggangi sebagai sarana

Lebih terperinci

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta

Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluation Of Salako Cumulative Index On Local Ewes In Neglasari Darangdan District

Lebih terperinci

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT Erwin Jatnika Priyadi*, Sri Bandiati Komar Prajoga, dan Deni Andrian Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha peternakan, salah satu jenis ternak yang cocok dikembangkan adalah kambing. Pada tahun 2010 dan 2011,

Lebih terperinci

Penyimpangan Bobot Badan Dugaan Mohammad Firdaus A

Penyimpangan Bobot Badan Dugaan Mohammad Firdaus A PENYIMPANGAN BOBOT BADAN DUGAAN MENGGUNAKAN RUMUS WINTER DAN RUMUS ARJODARMOKO TERHADAP BOBOT BADAN AKTUAL SAPI PASUNDAN DI KABUPATEN GARUT (Kasus di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut) DEVIATION OF PRESUMPTION

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur 25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kabupaten Sumba Timur terletak di antara 119 45 120 52 Bujur

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kuda Pony dengan tinggi pundak kurang dari 140 cm. dianggap sebagai keturunan kuda-kuda Mongol (Przewalski) dan kuda Arab. 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Kuda Menurut Blakely dan Bade (1991) secara umum klasifikasi zoologis ternak kuda adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Sub Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai simbol status sosial pada kebudayaan tertentu. Seiring

I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai simbol status sosial pada kebudayaan tertentu. Seiring 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuda Equus caballus telah dikenal banyak orang sebagai hewan yang memiliki banyak fungsi. Hubungan kuda dengan manusia sangat erat kaitannya seperti peranan kuda sebagai

Lebih terperinci

Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kuda Sumba Jantan, Sumba Timur...Fajar R

Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kuda Sumba Jantan, Sumba Timur...Fajar R IDENTIFIKASI SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF PADA KUDA SUMBA JANTAN (Kasus Peternakan Kuda Di Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) IDENTIFICATION OF QUALITATIVE AND QUANTITATIVE

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN Characterization Quantitative Characters Of Kosta Buck In Pandeglang Regency Province Banten Fajar Purna

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Kuda (Equus caballus) yang saat ini terdapat di seluruh dunia berasal dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Kuda (Equus caballus) yang saat ini terdapat di seluruh dunia berasal dari 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Asal Usul Kuda Kuda (Equus caballus) yang saat ini terdapat di seluruh dunia berasal dari binatang kecil, oleh beberapa ilmuwan disebut sebagai Eohippus atau Dawn horse yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Analisis Deskriptif Tinggi Pundak dan Panjang badan dengan panjang langkah Trot kuda delman.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Analisis Deskriptif Tinggi Pundak dan Panjang badan dengan panjang langkah Trot kuda delman. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Deskriptif Tinggi Pundak dan Panjang badan dengan panjang langkah Trot kuda delman. Tabel 2. Hasil analisis Tinggi Pundak dan Panjang Badan dengan panjang langkah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung 22 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung Madu Plantation Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga Januari 2015 di kandang peternakan Koperasi Gunung Madu Plantation,

Lebih terperinci

RESPON FISIOLOGIS KAMBING BOERAWA JANTAN FASE PASCASAPIH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI

RESPON FISIOLOGIS KAMBING BOERAWA JANTAN FASE PASCASAPIH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI RESPON FISIOLOGIS KAMBING BOERAWA JANTAN FASE PASCASAPIH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI The Physiologic Response Of Boerawa Goat Pascasapih In Lowland And Upland Hadi Pramono a, Sri Suharyati b,

Lebih terperinci

Korelasi Antara Nilai Frame Score Dan Muscle Type... Tri Antono Satrio Aji

Korelasi Antara Nilai Frame Score Dan Muscle Type... Tri Antono Satrio Aji Korelasi antara Nilai Frame Score dan Muscle Type dengan Bobot Karkas pada Sapi Kebiri Australian Commercial Cross (Studi Kasus di Rumah Potong Hewan Ciroyom, Bandung) Correlation between Frame Score and

Lebih terperinci

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar PERFORMA PRODUKSI PUYUH PETELUR (Coturnix-coturnix Japonica) HASIL PERSILANGAN WARNA BULU HITAM DAN COKLAT THE PRODUCTION PERFORMANCE OF LAYING QUAIL (Coturnix-coturnix Japonica) COME FROM BLACK AND BROWN

Lebih terperinci

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA Arif Qisthon dan Sri Suharyati Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof. Sumantri

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Sumber :Nusantara-Polo.com Ilustrasi 1. Nusantara Polo Club Nusantara Polo Club adalah sebuah club olahraga kuda polo satu satunya berada di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Ornagisasi dan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Potong atau BPPT merupakan salah satu UPTD lingkup Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan sapi perah FH laktasi dengan total 100 ekor yaitu 23 ekor laktasi 1, 37 ekor laktasi 2, 25 ekor laktasi 3, dan 15 ekor laktasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi pengembangan usaha peternakan kambing masih terbuka lebar karena populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai 1.012.705 ekor. Menurut data

Lebih terperinci

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN PERSENTASE KARKAS DAN TEBAL LEMAK PUNGGUNG DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING Fajar Muhamad Habil*, Siti Nurachma, dan Andiana Sarwestri Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

Evaluasi Penyimpangan Bobot Badan...Muhammad Iqbal

Evaluasi Penyimpangan Bobot Badan...Muhammad Iqbal EVALUASI PENYIMPANGAN BOBOT BADAN DUGAAN BERDASARKAN RUMUS WINTER TERHADAP BOBOT BADAN AKTUAL PADA SAPI PASUNDAN EVALUATION OF ESTIMATED BODY WEIGHT BASE ON WINTER FORMULA AND ACTUAL BODY WEIGHT DEVIATION

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. untuk alat transportasi, yaitu delman. Delman merupakan alat transportasi yang

PENDAHULUAN. untuk alat transportasi, yaitu delman. Delman merupakan alat transportasi yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia kuda umumnya dimanfaatkan tenaganya sebagai penghela untuk alat transportasi, yaitu delman. Delman merupakan alat transportasi yang masih banyak ditemui di

Lebih terperinci

Kecepatan Lari Kuda Pacu Indonesia (KPI)... Malda

Kecepatan Lari Kuda Pacu Indonesia (KPI)... Malda HUBUNGAN ANTARA TINGGI PUNDAK DAN PANJANG BADAN TERHADAP KECEPATAN LARI KUDA PACU INDONESIA (KPI) PADA KUDA KELAS DERBY THE RELATIONSHIP THE HEIGHT AND THE LENGHT OF ITS BODY AGAINST RUNNING SPEED RACE

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Bangsa Sapi Potong Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus), dan sapi Eropa (Bos taurus). Bangsa-bangsa

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km

PEMBAHASAN. Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km 23 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Kondisi Geografis Pulau Sumba terletak di Barat-Daya Propinsi NTT, berjarak sekitar 96 km di sebelah selatan Pulau Flores, 295 km di sebelah Barat-Daya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang cukup besar dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Seiring dengan

PENDAHULUAN. yang cukup besar dan memiliki daya tahan tubuh yang kuat. Seiring dengan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sudah sejak lama kuda dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia, zaman dahulu kuda digunakan untuk alat transportasi karena kuda mempunyai tenaga yang cukup besar dan memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. olahraga polo. Tinggi kuda polo berkisar antara 142 sampai dengan 159 cm

HASIL DAN PEMBAHASAN. olahraga polo. Tinggi kuda polo berkisar antara 142 sampai dengan 159 cm IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Kuda Polo Kuda yang menjadi objek penelitian adalah kuda yang sedang aktif olahraga polo. Tinggi kuda polo berkisar antara 142 sampai dengan 159 cm dengan rataan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Jumlah Kuda Delman yang Diamati pada Masing-masing Lokasi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini menggunakan data sekunder pengamatan yang dilakukan oleh Dr. Ir. Ben Juvarda Takaendengan, M.Si. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Lokasi penelitian dilakukan di Nusantara Polo Club bertempat di kawasan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Lokasi penelitian dilakukan di Nusantara Polo Club bertempat di kawasan 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Nusantara Polo Club bertempat di kawasan Jagorawi Golf & Country Club, Jalan Karanggan Raya, Kampung Kranji

Lebih terperinci

Penyimpangan Bobot Badan Dugaan Nahl B. Dirgareindo

Penyimpangan Bobot Badan Dugaan Nahl B. Dirgareindo PENYIMPANGAN BOBOT BADAN DUGAAN MENGGUNAKAN RUMUS ARJODARMOKO TERHADAP BOBOT BADAN AKTUAL SAPI PASUNDAN (Kasus di Kecamatan Tegal Buleud, Kabupaten Sukabumi) DEVIATION OF PRESUMPTION BODY WEIGHT TO ACTUAL

Lebih terperinci

Jurnal Zootek ( Zootrek Journal ) Vol. 35 No. 2 : (Juli 2015) ISSN

Jurnal Zootek ( Zootrek Journal ) Vol. 35 No. 2 : (Juli 2015) ISSN PENGARUH PENINGKATAN RASIO KONSENTRAT DALAM RANSUM KAMBING PERANAKAN ETTAWAH DI LINGKUNGAN PANAS ALAMI TERHADAP KONSUMSI RANSUM, RESPONS FISIOLOGIS, DAN PERTUMBUHAN Arif Qisthon* dan Yusuf Widodo* ABSTRAK

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBOS JANTAN. (Correlation of Body Measurements and Body Weight of Male Dombos)

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBOS JANTAN. (Correlation of Body Measurements and Body Weight of Male Dombos) Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 653 668 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN DOMBOS JANTAN (Correlation of

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina dewasa tidak bunting sebanyak 50 ekor di Kecamatan Cibalong,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bobot Badan Bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh dapat menjadi acuan untuk mengevaluasi performa dan produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh mempunyai kegunaan untuk menaksir

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: mengukur diameter lingkar dada domba

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: mengukur diameter lingkar dada domba 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Domba Lokal betina dewasa sebanyak 26 ekor dengan ketentuan domba

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Desa Koto Perambahan Kecamatan Kampar Timur Kabupaten Kampar Provinsi Riau, pada bulan Oktober sampai November 2014. 3.2.

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur 14 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan adalah ayam hasil persilangan pejantan Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Malaysia dan Indonesia, mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et al., 2002). Murtidjo

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Alat Percobaan Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah puyuh Malon betina dewasaumur 4-5 bulan. Jumlah puyuh Malon yang dijadikan sampel sebanyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,

Lebih terperinci

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton Umaris Santoso, Siti Nurachma dan Andiana Sarwestri Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran umarissantoso@gmail.com

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Manajemen Pemeliharaan dan Pakan Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa teras bendung di sebelah utara dan desa jeruk

Lebih terperinci

Evaluasi Konformasi Tubuh Menggunakan Metode Thomas pada Kuda Poni Argentina (Polo) Di Nusantara Polo Club

Evaluasi Konformasi Tubuh Menggunakan Metode Thomas pada Kuda Poni Argentina (Polo) Di Nusantara Polo Club Evaluasi Konformasi Tubuh Menggunakan Metode Thomas pada Kuda Poni Argentina (Polo) Di Nusantara Polo Club Evaluation Of Body Conformation Using Thomas Method on Argentina Ponies (Polo) In Nusantara Polo

Lebih terperinci

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1 L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1 PERSAMAAN LAJU PERTUMBUHAN DOMBA LOKAL JANTAN DAN BETINA UMUR 1-12 BULAN YANG DITINJAU DARI PANJANG BADAN DAN TINGGI PUNDAK (Kasus Peternakan Domba Di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station Local Duck Breeding and Production Station merupakan suatu unit pembibitan dan produksi itik lokal yang berada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

PENDUGAAN REPITABILITAS SIFAT KECEPATAN DAN KEMAMPUAN MEMPERTAHANKAN KECEPATAN PADA KUDA PACU SULAWESI UTARA

PENDUGAAN REPITABILITAS SIFAT KECEPATAN DAN KEMAMPUAN MEMPERTAHANKAN KECEPATAN PADA KUDA PACU SULAWESI UTARA 55 PENDUGAAN REPITABILITAS SIFAT KECEPATAN DAN KEMAMPUAN MEMPERTAHANKAN KECEPATAN PADA KUDA PACU SULAWESI UTARA Pendahuluan Kuda pacu Indonesia merupakan ternak hasil silangan antara kuda lokal Indonesia

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. selama 2 bulan, yakni mulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 2013.

METODOLOGI PENELITIAN. selama 2 bulan, yakni mulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 2013. III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar selama bulan, yakni mulai dari Bulan Mei sampai dengan Bulan Juli 013. 3..

Lebih terperinci

A. I. Purwanti, M. Arifin dan A. Purnomoadi* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

A. I. Purwanti, M. Arifin dan A. Purnomoadi* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj HUBUNGAN ANTARA LINGKAR DADA DENGAN BOBOT BADAN KAMBING JAWARANDU BETINA DI KABUPATEN KENDAL (Correlation between Chest Girth and Body Weight of

Lebih terperinci

Status fisiologi dan pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal lepas sapih pada perkandangan dengan bahan atap dan ketinggian kandang berbeda

Status fisiologi dan pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal lepas sapih pada perkandangan dengan bahan atap dan ketinggian kandang berbeda Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 23 (1): 1-6 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Status fisiologi dan pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal lepas sapih pada perkandangan dengan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Secara Astronomis Kabupaten Sumba Timur terletak di antara 119 45 120 52 Bujur Timur (BT) dan 9 16 10 20 Lintang Selatan (LS). Berdasarkan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan adalah 48 ekor itik Cihateup fase grower dengan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan adalah 48 ekor itik Cihateup fase grower dengan 18 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan adalah 48 ekor itik Cihateup fase grower dengan rata-rata berat badan 1037±47,305 gram. Itik diperoleh

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Peternakan Domba Indocement Citeureup, Bogor selama 10 minggu. Penelitian dilakukan pada awal bulan Agustus sampai pertengahan bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh pemberian vitamin B komplek terhadap

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh pemberian vitamin B komplek terhadap 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh pemberian vitamin B komplek terhadap pemulihan konsumsi pakan, fisiologis ternak dan bobot badan kambing Kacang pasca-transportasi dilakukan di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Kambing Boerawa merupakan jenis kambing persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing merupakan hewan yang

Lebih terperinci

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan RINGKASAN DADANG SUHERMAN. Penentuan Suhu Kritis Atas pada Sapi Perah Dara Berdasarkan Respon Fisiologis dengan Manajemen Pakan melalui Simulasi Artificial Neural Network. Dibimbing oleh BAGUS P PURWANTO,

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Bekasi adalah rumah potong hewan yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun 2009. RPH kota Bekasi merupakan rumah potong dengan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian 17 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada 11 Maret hingga 5 Juni 011. Waktu penelitan dibagi menjadi enam periode, setiap periode perlakuan dilaksanakan selama 14 hari. Penelitian

Lebih terperinci

Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatf Pada Kalkun... Fauzy Eka Ferianto

Identifikasi Sifat-Sifat Kuantitatf Pada Kalkun... Fauzy Eka Ferianto IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KALKUN (Meleagris gallopavo) JANTAN DAN BETINA DEWASA IDENTIFICATION OF QUANTITATIVE TRAITS OF ADULT MALE AND FEMALE TURKEYS (Meleagris gallopavo) ABSTRAK Fauzy Eka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe medium atau disebut juga ayam tipe dwiguna selain sebagai ternak penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging (Suprianto,2002).

Lebih terperinci

PERFORMA KUDA DELMAN SEBAGAI ALAT TRANSPORTASI DI KOTA BOGOR SKRIPSI ANGGA

PERFORMA KUDA DELMAN SEBAGAI ALAT TRANSPORTASI DI KOTA BOGOR SKRIPSI ANGGA PERFORMA KUDA DELMAN SEBAGAI ALAT TRANSPORTASI DI KOTA BOGOR SKRIPSI ANGGA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ANGGA. D14050172.

Lebih terperinci

Pengukuran Sifat Kuantitatif...Fachri Bachrul Ichsan.

Pengukuran Sifat Kuantitatif...Fachri Bachrul Ichsan. PENGUKURAN SIFAT-SIFAT KUANTITATIF Coturnix coturnix Japonica JANTAN LOKAL DAN Coturnix coturnix Japonica JANTAN LOKAL HASIL SELEKSI MEASUREMENT OF QUANTITATIVE TRAITS OF LOCAL MALE Coturnix Coturnix Japonica

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA THE QUANTITATIVE OF LOCAL GOAT FEMALE AS A SOURCE OF BREED AT KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga

Hubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN BOBOT BADAN KAWIN PERTAMA SAPI PERAH FRIES HOLLAND DENGAN PRODUKSI SUSU HARIAN LAKTASI PERTAMA DAN LAKTASI KEDUA DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS) PANGALENGAN JAWA

Lebih terperinci

Penambahan Putih Telur Pada Mineral Blok Dengan Level Yang Berbeda Terhadap Respons Fisiologis Domba Lokal Jantan Lepas Sapih

Penambahan Putih Telur Pada Mineral Blok Dengan Level Yang Berbeda Terhadap Respons Fisiologis Domba Lokal Jantan Lepas Sapih JURNAL PETERNAKAN VOLUME : 01 NO : 02 TAHUN 17 E-ISSN. 2599-1736 36 Penambahan Putih Telur Pada Mineral Blok Dengan Level Yang Berbeda Terhadap Respons Fisiologis Domba Lokal Jantan Lepas Sapih Jungjungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TERNAK STATUS FAALI DOMBA & MANUSIA. Hilmi Alarshi Andika Hendi P Bayu Sulistyo

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TERNAK STATUS FAALI DOMBA & MANUSIA. Hilmi Alarshi Andika Hendi P Bayu Sulistyo LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TERNAK STATUS FAALI DOMBA & MANUSIA Hilmi Alarshi 200110120117 Andika Hendi P. 200110120121 Bayu Sulistyo 200110120136 Eneng Dian S.A 200110120139 Tharfi Hanifah 200110120154

Lebih terperinci

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan IDENTIFIKASI BOBOT BADAN DAN UKURAN UKURAN TUBUH ITIK BALI (Kasus Di Kelompok Ternak Itik Manik Sari Dusun Lepang Desa Takmung Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung Provinsi Bali) IDENTIFICATION OF

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Keadaan Umum Balai Pengembangan Ternak Domba Margawati merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang mempunyai tugas

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING

HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING Agung Gilang Pratama*, Siti Nurachma, dan Andiana Sarwestri Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membuka sempurna. Pada kondisi tanah yang lembab, tahapan pemunculan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membuka sempurna. Pada kondisi tanah yang lembab, tahapan pemunculan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fase muncul lapang (Emergence) Fase muncul (emergency) merupakan periode munculnya koleoptil di atas permukaan tanah dimana daun pertama dan kedua telah muncul namun belum

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik 21 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik Rambon Jantan dan 20 ekor Itik Cihateup Betina, 4 ekor

Lebih terperinci