IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN"

Transkripsi

1 41 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Lokasi Lokasi penelitian adalah lahan kering di wilayah Kabupaten Bogor yang berada pada ketinggian m di atas permukaan laut, meliputi tiga kecamatan sebagai sampel, yaitu Kecamatan Babakan Madang, Sukamakmur, dan Cigudeg yang masing-masing mewakili Wilayah Pengembangan Bogor Tengah, Bogor Timur, dan Bogor Barat. Secara geografis Kabupaten Bogor terletak antara koordinat 6 o o Lintang Selatan dan 106 o o Bujur Timur (Gambar 3) yang berdekatan dengan Ibukota Negara sebagai pusat pemerintahan, jasa dan perdagangan dengan aktivitas pembangunan yang cukup tinggi, dengan batasan wilayah sebagai berikut: - Sebelah Utara : Kabupaten Tanggerang (Provinsi Banten), Kabupaten/Kota Bekasi dan Kota Depok, - Sebelah Timur : Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta, - Sebelah Selatan : Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, - Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Gambar 3. Lokasi penelitian di Kabupaten Bogor

2 42 Jika dilihat dari posisi geografinya seperti di atas, maka Kabupaten Bogor merupakan wilayah yang sangat strategis karena letaknya yang berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang, Kabupaten/Kota Bekasi dan Kota Depok di sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Karawang di sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur di sebelah selatan serta berbatasan dengan Kabupaten Lebak di sebelah Barat. Salah satu fungsi strategisnya adalah sebagai daerah penyangga Ibu Kota Negara DKI Jakarta. Oleh karena itu, perkembangan pembangunan yang sangat pesat dikhawatirkan dapat mengancam kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan di Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor yang termasuk dalam agroekologi lahan kering beriklim basah juga sangat rentan terhadap proses degradasi lahan akibat erosi oleh curah hujan dengan jumlah dan intensitas yang cukup tinggi. Luas lahan kering di Kabupaten Bogor mencapai ,14 ha atau sekitar 75% dari luas total Kabupaten Bogor ( ,15 ha), di mana 7.251,9 ha berada di Kecamatan Babakan Madang, ,2 ha di Kecamatan Sukamakmur, dan ha di Kecamatan Cigudeg. Adapun penggunaan lahannya antara lain: untuk pertanian, perkebunan, kehutanan, padang penggembalaan dan lahan kosong (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008; BPS, 2008). Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja dengan mengacu pada hasil pemetaan lahan kritis yang telah dilaksanakan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor pada tahun 2008, di mana masing-masing lahan dikelompokan menjadi lima kelas lahan yaitu sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis dan tidak kritis, dengan asumsi bahwa lokasi tersebut dapat mewakili lahan kering yang tidak terdegradasi sampai sangat terdegradasi. Pertimbangan lainnya adalah arahan pembangunan di wilayah Kabupaten Bogor yang terdiri dari tiga wilayah pembangunan yaitu Bogor Barat, Bogor Tengah dan Bogor Timur. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor tahun 2008, luas lahan kritis di Kabupaten Bogor mencapai ,98 ha dengan rincian: kelas sangat kritis 320 ha, kelas kritis ha, kelas agak kritis 9.572,22 ha, dan kelas potensial kritis 5.912,76 ha. Adapun luas lahan kritis di Kecamatan

3 43 Babakan Madang, Sukamakmur, dan Cigudeg berturut-turut: 897,24 ha; 1.424,31 ha; dan 1.126,27 ha Luasan lahan kritis berikut kelas kekritisan di tiga kecamatan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 9. Dari data tersebut terlihat bahwa berdasarkan kelas kekritisannya 46% berada dalam kategori kritis, 28% agak kritis, 21% potensial kritis dan 5% sangat kritis. Tabel 9. Luas lahan kritis tiap kategori di lokasi penelitian Kecamatan Sangat Kritis (ha) Kritis (ha) Agak Kritis (ha) Potensial Kritis (ha) Luas Total (ha) Babakan Madang - 536,50 258,00 102,74 897,24 Cigudeg 180,00 554,00 105,00 287,27 1,126,27 Sukamakmur - 510,00 594,77 319, ,31 Jumlah 180, ,50 957,77 709, Persentase (%) 5,22 46,42 27,78 20,58 100,00 Sumber : Monografi Pertanian dan Kehutanan ( 2008). Terbentuknya lahan-lahan kritis disebabkan oleh kesalahan dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan yang berakibat pada penurunan daya dukung lahan untuk pertanian terutama untuk tanaman pangan, menurunnya peresapan air ke dalam tanah serta meningkatkan peluang terjadinya bencana banjir dan kekeringan Karakteristik Fisik Lingkungan a. Iklim Iklim khususnya curah hujan di Indonesia merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap proses degradasi lahan terutama di Indonesia bagian barat seperti di Kabupaten Bogor. Hal ini disebabkan karena tingginya jumlah dan intensitas hujan di Kabupaten Bogor. Rata-rata curah hujan tahunan di Kabupaten Bogor berkisar antara mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian wilayah timur dengan curah hujan kurang dari mm/tahun. Suhu rata-rata di wilayah Kabupaten Bogor adalah 20 o -30 o C, dengan rata-rata tahunan sebesar 25 o C (BAPPEDA, 2007). Suhu rata-rata di masing-masing Wilayah Pengembangan Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 10.

4 44 Tabel 10. Kondisi temperatur di wilayah Kabupaten Bogor No Temperatur Kabupaten Bogor WP Barat WP Tengah WP Timur 1 Rata-rata ( o C) Minimal ( o C) Maksimal ( o C) Sumber : RTRW Kabupaten Bogor (BAPPEDA, 2007). Pada penelitian ini data curah hujan yang tersedia di lokasi penelitian diperoleh dari tiga stasiun pengamat curah hujan yaitu : Stasiun Sukamakmur mewakili wilayah penelitian di Kecamatan Sukamakmur, Stasiun Cimanggu mewakili wilayah penelitian di Kecamatan Babakan Madang dan Stasiun Cikasungka mewakili wilayah penelitian di Kecamatan Cigudeg. Data iklim lainnya seperti suhu, kelembaban udara, kecepatan angin, dan radiasi sinar matahari diperoleh dari stasiun Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Bogor di Dramaga dan stasiun Balai Penelitian Hidrologi dan Agroklimat di Cimanggu. Selang waktu pengamatan tiap stasiun bervariasi dan data iklim ada yang tidak lengkap atau tidak sama. Pada stasiun Cikasungka selang waktu pengamatan dari tahun 2005 sampai 2009, stasiun Cimanggu selang waktu pengamatan dari tahun 2000 sampai 2009, stasiun Gadog selang waktu pengamatan dari tahun , sedangkan untuk Stasiun Sukamakmur selang waktu pengamatan tahun dan Gambar 3 menunjukan grafik rata-rata curah hujan bulanan di lokasi penelitian. Berdasarkan data curah hujan tersebut terlihat bahwa kondisi iklim sangat dipengaruhi oleh curah hujan, dimana musim kemarau dimulai pada bulan Mei Oktober dan musim hujan di mulai pada bulan November sampai dengan April. Curah hujan paling rendah terjadi pada bulan Juli dan Agustus, sementara itu pada bulan Januari dan Februari tercatat semua stasiun menunjukan curah hujan tertinggi. Curah hujan terendah tercatat di Stasiun Sukamakmur dengan rata-rata curah hujan tahunan 2.393,6 mm/tahun dan curah hujan tertinggi yaitu 4.443,3 mm/tahun tercatat di Stasiun Cimanggu-Bogor. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951), curah hujan > 2000 mm/tahun termasuk klasifikasi iklim A.

5 45 Curah Hujan (mm) 550,0 500,0 450,0 400,0 350,0 300,0 250,0 200,0 150,0 100,0 50,0 0,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des CH Cigudeg CH Babakan Madang CH Sukamakmur Gambar 4. Grafik rata-rata curah hujan bulanan di lokasi penelitian Curah hujan yang sangat tinggi di lokasi penelitian yaitu lebih dari 2500 mm/tahun baik di Kecamatan Sukamakmur, Babakan Madang maupun Cigudeg, merupakan penyebab utama terjadinya degradasi lahan melalui erosi air. Hal ini disebabkan curah hujan yang tinggi baik jumlah dan intensitasnya di lokasi penelitian akan memperbesar kemampuan hujan dalam menimbulkan erosi (indeks erosivitas hujan tinggi). Berdasarkan hasil perhitungan, indeks erosivitas hujan di lokasi penelitian lebih besar dari Menurut kriteria FAO (1979), nilai erosivitas hujan lebih dari 1000 tergolong sangat berbahaya bagi tanah karena dapat merusak dan menghancurkan agregat/struktur tanah menjadi partikel-partikel tanah yang lebih kecil dan mudah hanyut bersama aliran permukaan pada setiap kejadian hujan. Disamping curah hujan, suhu udara adalah penyebab utama terpenting perubahan iklim dan proses degradasi lahan melalui pelapukan batuan. Data suhu udara yang tersedia berasal dari satu stasiun yaitu stasiun Cimanggu-Bogor. Temperatur pada stasiun ini berkisar antara 26,2º C 28,4º C dengan rata-rata suhu udara tahunan berkisar antara 27,2º C. Suhu tertinggi tercatat pada bulan September dan Oktober sedangkan suhu terendah tercatat pada bulan Januari dan Februari. Tabel 11 menyajikan data iklim di lokasi penelitian.

6 46 Tabel 11. Data komponen iklim di lokasi penelitian No. Unsur Iklim Bulan Jumlah Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Rerata 1 Curah Hujan (mm) - Cigudeg 365,6 309,9 275,9 280,4 197,4 190,6 125,2 100,3 162,5 250,6 314,6 230,6 2803,5 - Babakan Madang 401,9 416,2 455,0 501,5 405,7 359,3 218,7 167,9 282,7 398,6 439,3 396,6 4443,3 - Sukamakmur 138,1 493,5 265,2 229,5 197,7 207,9 64,8 70,0 67,0 126,9 190,3 342,9 2393,6 2 Suhu ( C) 26,5 26,2 27,2 27,3 27,5 27,5 27,2 27,6 28,2 28,4 27,6 26,7 27,2 3 Kelembaban (%) 82,2 85,6 80,1 83,2 80,4 77,1 72,7 67,1 64,8 68,6 75,5 79,8 79,4 4 Kecepatan angin (Km/jam) 2,3 2,3 2,4 1,8 1,8 1,8 1,8 1,8 2,3 2,3 2,3 3,2 2,2 5 Penyinaran (%) 28,6 36,8 41,4 69,4 71,3 72,0 80,0 82,0 72,4 83,5 51,6 41,3 60,9 Sumber : BMG Dramaga, Balitklimat Cimanggu, Cikasungka Cigudeg, Stasiun Sukamakmur. Data kelembaban udara yang tersedia berasal dari stasiun Cimanggu, dengan rata-rata kelembaban udara adalah 79,4%. Kelembaban terendah terjadi pada bulan Agustus Oktober dan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari Mei. Kecepatan angin dan penyinaran matahari hanya tersedia di Stasiun Dramaga. Rata rata kecepatan angin tercatat 2,2 km/jam dengan kecepatan angin tertinggi terjadi pada bulan Desember (3,2 km/jam) dan kecepatan angin terendah terjadi pada bulan April-Agustus (1,8 km/jam). Penyinaran matahari bervariasi antara 28,6% - 82%, dimana penyinaran terendah terjadi pada bulan Januari dan tertinggi terjadi pada bulan Agustus. Penyinaran tertinggi terjadi pada musim kemarau dimana langit relatif bersih dari awan. Temperatur dan kelembaban dalam proses degradasi berperan dalam pelapukan. Menurut Ismangil dan Hanudin (2005), pelaku utama proses pelapukan mineral adalah ion H, di mana dengan kondisi lembab maka memungkinkan adanya peningkatan konsentrasi ion H sehingga meningkatkan kondisi asam yang dapat mempercepat proses pelarutan mineral/batuan. Demikian juga temperatur dapat berpengaruh terhadap proses hidrolisis. Pengaruhnya adalah suhu mampu meningkatkan konsentrasi ion H sehingga pelapukan mineral dipercepat dengan meningkatnya suhu. Jika dilihat dari data temperatur dan kelembaban yang cukup tinggi di lokasi penelitian, maka proses degradasi mineral/batuan dapat dipercepat melalaui pengaruh temperatur dan kelembaban tersebut.

7 47 b. Bahan induk Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil interpretasi peta tanah di lokasi penelitian menunjukkan bahwa bahan pembentuk tanah lokasi penelitian sebagian besar berasal dari batuan gunung berapi (volkan) dan sebagian dari batuan sedimen berupa bahan aluvium, batu pasir, batu liat dan batu kapur terutama di Kecamatan Cigudeg dan Sukamakmur. Bahan volkan membentuk tanah dengan tekstur sedang sampai halus, tanahnya berwarna kuning kecoklatan, dan mempunyai Bulk density (BD) relatif rendah, sedangkan tanah yang terbentuk dari batuan sedimen bertekstur halus sampai sangat halus, berwarna coklat kemerahan, dan Bulk densitynya relatif tinggi. penelitian dapat dilihat pada Tabel 12. Jenis bahan induk di lokasi Tabel 12. Penyebaran bahan induk di lokasi penelitian No Bahan induk Cigudeg Babakan Madang Sukamakmur ha % ha % ha % 1 Aluvium 1.175,3 7,7 572,7 5,8 716,3 5,0 2 Andesit ,0 77, ,8 61, ,6 37,2 3 Batukapur 176,3 1,2 0,0 0,0 29,0 0,2 4 Batupasir/batu liat 1.660,6 10, ,2 26, ,1 57,6 5 Volkan campuran 468,8 3,1 0,0 0,0 0,0 0,0 6 Tuff volkan 0,0 0,0 600,2 6,1 0,0 0,0 Jumlah ,0 100, ,0 100, ,0 100,0 Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bogor (2007). Bahan induk volkan di lokasi penelitian didominasi batuan andesit (37,2-77,2%) dan sebagaian kecil tuff volkan dan volkan campuran. Batuan andesit merupakan jenis batuan yang kaya dengan mineral yang mengandung besi dan Mg, dan plagioklas Ca yang mudah lapuk dan menghasilkan liat dan besi bebas dengan status basa tinggi. Menurut Rachim (2007), batuan andesit memiliki kandungan kuarsa sangat rendah, akibatnya kandungan pasir yang terbentuk relatif rendah, disamping itu tipe tanah yang terbentuk cenderung kaya akan liat, dengan sedikit pasir kuarsa. Horison permukaan pada umumnya bertekstur lempung atau lempung berliat dengan warna tanah cenderung merah gelap atau coklat gelap karena

8 48 tingginya kandungan besi bebas. Status basa dan ph relatif tinggi, Al-dd rendah atau tidak terukur. Karena tingkat pelapukan di lokasi penelitian sudah cukup lanjut, maka status basa dan ph menjadi rendah, warna tanah menjadi coklat kekuningan. Demikian juga dengan Al-dd, nilainya meningkat dan jenis mineral liat yang terbentuk didominasi oleh montmorilonit. Bahan induk batuan sedimen di lokasi penelitian didominasi batu pasir dan batu liat (10,9-57,6%), disusul bahan aluvium (5,0-7,7%) dan batu kapur. (0,2-1,2%). Bahan induk batuan sedimen ini terbentuk dari pecahan bahan mineral atau batuan yang biasanya telah ditransportasikan dengan berbagai cara sebelum pada akhirnya dideposisikan. Tanah yang terbentuk dari bahan induk batu pasir biasanya bertekstur kasar (khususnya dipermukaan) dan sangat permeabel, disamping itu status basa, unsur hara, dan ph rendah, terutama jika terbentuk di iklim lembab. Namun demikian, jika batu pasir tersemen besi, warna tanah cenderung merah. Apabila feldspar > 25% disebut sedimen berpasir akosik, dan bila feldspar sangat tinggi disebut arkose. Tanah yang terbentuk dari sisa batuan tersebut cenderung bertekstur liat, karena feldspar melapuk membentuk liat, dengan kandungan hara relatif tinggi akibat terlepas dari feldspar. Tanah yang berkembang dari sedimen batu liat pada umumnya bertekstur liat relatif impermeabel, akibatnya pencucian sedikit dengan solum dangkal, status basa dan ph relatif tinggi. Di lokasi penelitian, tanah-tanah yang berkembang dari batu liat pada umumnya jenis Ultisol. Hal ini ditunjukkan oleh basa-basa yang sudah banyak tercuci karena umurnya sudah cukup tua (umumnya tertier) (Rachim,2007). Bahan aluvium di lokasi penelitian adalah sedimen sekunder yang berasal dari landskap yang telah dilapuk dan lebih tua. Sedimen ini terjadi di daerah dengan curah hujan dan suhu tinggi. Bahan asal biasanya masam, mineral mudah lapuk rendah sampai sedang, dan tekstur bervariasi dari pasir hingga liat tergantung lingkungan deposisi. Sedimen ini mengandung liat tinggi dan dengan besi membentuk agregat struktur granular dan gumpal halus dengan mineral liatnya biasanya kaolinit. Bahan induk sedimen batu kapur dijumpai di Kecamatan Cigudeg dan Sukamakmur, sedangkan di Kecamatan Babakan Madang tidak dijumpai. Batu

9 49 kapur ini kaya dengan besi, sehingga menghasilkan tanah yang berwarna merah dan bersifat masam yang dikenal denan Alfisol atau dulu disebut Mediteran Merah Kuning (Rachim, 2007). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa bahan induk sangat terkait dengan karakteristik tanah yang terbentuk baik sifat fisik maupun sifat kimianya. Menurut Kosmas et al. (1999), bahan induk dapat dijadikan sebagai salah satu indikator dalam penilaian kualitas lahan. Mereka mengelompokkan bahan induk menjadi tiga kelas, yaitu : 1) baik, terdiri dari : shale, schist, basic (batuan bersifat basa), ultra basic (batuan bersifat sangat basa), conglomerates (konglomerat), unconsolidated (batuan tidak padu); 2) sedang, terdiri dari : limestone (batu kapur), marbel, granit, rhyolite, ignibrite, gneiss, siltstone (batu debu), sandstone (batu pasir) ; dan 3) jelek, terdiri dari : marl dan pyroclastics. Kaitannya dengan degradasi lahan, Kurnia et al. (2007) mengelompokkan bahan induk menjadi tiga yaitu : 1) bahan induk yang tahan terhadap proses degradasi, 2) bahan induk yang agak tahan terhadap proses degradasi, dan 3) bahan induk yang peka terhadap proses degradasi. Jenis bahan induk untuk tiap kelompok dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa tanah-tanah yang berkembang dari bahan induk volkan seperti Ultisol, Inceptisol, Oxisol, dan Vertisol memiliki kepekaan tanah terhadap erosi sangat rendah sampai sedang. Tanah yang berkembang dari bahan induk abu volkan seperti Andisol memiliki kepekaan tanah terhadap erosi sangat rendah sampai tinggi (Dangler dan El-Swaify, 1976 dalam Dariah et al., 2004). Hasil penelitian Kurnia dan Suwardjo (1984), menunjukkan bahwa tanah-tanah di pulau Jawa yang berkembang dari bahan induk tufa volkan sperti Ultisol dan Oxisol memiliki kepekaan tanah terhadap erosi sangat rendah. Tanah yang berkembang dari bahan induk batu liat dan batu liat berkapur seperti Ultisol dan Entisol memiliki kepekaan tanah terhadap erosi yang rendah. Tanah yang berkembang dari bahan induk breksi berkapur dan napal seperti Alfisol dan Vertisol memiliki kepekaan tanah terhadap erosi sedang. Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut, maka jenis bahan induk tanah di lokasi penelitian yang berasal dari bahan volkan dan sedimen akan membentuk tanah yang berpotensi untuk mengalami proses degradasi tergantung pada lingkungan pembentukannya.

10 50 c. Topografi Lokasi penelitian mempunyai topografi yang sangat beragam, mulai dari datar sampai bergunung. Topografi di Kecamatan Cigudeg didominasi berbukit sampai bergunung (67%), di Kecamatan Babakan Madang berombak sampai berbukit (69%), sedangkan di Kecamatan Sukamakmur berombak sampai bergunung. Rincian topografi daerah penelitian disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Kondisi topografi di lokasi penelitian Simbol Topografi Lereng Beda Tinggi Cigudeg Babakan Madang Sukamakmur (%) (m) ha % ha % ha % f Datar <1 < ,3 7,7 573, n Agak datar 1-3 < ,3 9, , u Berombak 3-8 < ,2 7, , r Bergelombang ,9 7, , c Berbukit kecil ,7 10,0 69, h Berbukit ,6 37, , m Bergunung >30 > ,0 19,7 716, Jumlah , ,0 100,0 Sumber : Peta Tanah Kabupaten Bogor skala 1: (BAPPEDA, 2007). Pengaruh relief yang menonjol terhadap sifat tanah, antara lain adalah kondisi drainase dan erosi. Pada daerah bergelombang-bergunung umumnya berdrainase baik-cepat dan proses erosi berlangsung cukup intensif terutama pada daerah terbuka yang telah diusahakan pertanian. Hal ini dicirikan dengan adanya singkapansingkapan batuan, erosi alur dan erosi parit di beberapa tempat, serta kedalaman tanah dangkal dan sebagaian lapisan A terkikis, bahkan hilang seluruhnya (Gambar 5). Singkapan batuan Erosi alur Erosi parit Gambar 5. Singkapan batuan, bentuk erosi alur dan erosi parit di lokasi penelitian pada lahan dengan topografi bergelombang

11 51 e. Tanah Tanah sebagai media tumbuh tanaman adalah salah satu sumberdaya alam yang sangat penting untuk dijaga kelestariannya sehingga tidak mengalami proses degradasi. Tanah dalam proses pembentukannya dipengaruhi oleh lima faktor pembentuk tanah, yaitu: bahan induk, iklim, relief/topografi, vegetasi, dan waktu. Faktor pembentuk tanah yang dominan di daerah pengkajian adalah bahan induk, iklim dan relief/topografi. Tanah-tanah di daerah ini berkembang dari bahan induk volkan yang berasal dari erupsi Gunung Salak yang didominasi oleh andesit, tuff volkan, dan volkan campuran yang umumnya berbahan halus. Di daerah penelitian kondisi iklim juga sangat berpengaruh terhadap pembentukan tanah, dimana tanah terbentuk pada kondisi curah hujan tinggi, sehingga pelapukan berlangsung dengan intensitas cukup tinggi. Begitu juga pengaruh relief terhadap pembentukan sangat nyata. Daerah penelitian memiliki rejim kelembaban termasuk udik dengan curah hujan tahunan >2500 mm dan rejim temperatur isohiperthermik dengan perbedaan suhu kurang dari 8 o C (BAPPEDA, 2005). Tanah di daerah pengkajian mempunyai kelas kedalaman tanah bervariasi dari sangat dangkal sampai sangat dalam, namun secara umum didominasi oleh kelas sangat dangkal sampai sedang (<100 cm), kelas sangat dangkal sampai dangkal dijumpai di lereng volkan atau di daerah bawahnya yang mempunyai batuan yang muncul ke permukaan tanah. Tanah-tanah di daerah penelitian diklasifikasikan menurut sistem klasifikasi tanah Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003). Berdasarkan sifat morfologi dan hasil analisis, tanah di lokasi penelitian ditemukan 5 ordo tanah, yaitu: Inceptisol, Andisol, Oxisol, Ultisol, dan Alfisol (Tabel 14). Tabel 14. Penyebaran jenis tanah di lokasi penelitian No Ordo Tanah Cigudeg Babakan Madang Sukamakmur Ha % Ha % Ha % 1 Inceptisol 8.844,4 57, ,0 53, ,9 59,5 2 Andisol 6.380,9 41, ,7 19, ,5 20,4 3 Oxisol 0,0 0, ,1 21, ,6 20,0 4 Alfisol 52,7 0,3 0,0 0,0 29,0 0,2 5 Ultisol 0,0 0,0 601,2 6,1 0,0 0,0 Jumlah ,0 100, ,0 100, ,0 100,0 Sumber : Peta Tanah Kabupaten Bogor skala 1: (BAPPEDA, 2005).

12 52 Dari Tabel 14 terlihat bahwa di Kecamatan Cigudeg ditemukan jenis tanah Inceptisol, Andisol dan Alfisol, demikian juga di Kecamatan Sukamakmur ditemukan jenis tanah tersebut ditambah Ultisol, sedangkan di Kecamatan Babakan Madang tidak ditemukan jenis tanah Alfisol, karena memang di Kecamatan Babakan Madang tidak ditemui bahan kapur. Menurut Rachim (2007), tanah Alfisol berkembang dari bahan induk sedimen batu kapur. Adapun sifat dari masing-masing jenis tanah dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Inceptisol Inceptisol adalah tanah mineral yang telah mengalami perkembangan penampang tanah atau tanah mineral dengan perkembangan pada tahap awal yang dicirikan oleh terbentuknya karatan dan struktur yang lemah. Tanah ini berkembang dari bahan induk volkan, sedimen, dan alluvium. Kedalaman tanah bervariasi dan umumnya bersolum dalam (BAPPEDA, 2005). Ordo tanah ini menurunkan dua grup tanah, yaitu Dystrudepts dan Eutrudepts. Dystrudepts adalah inceptisols yang mempunyai kejenuhan basa <50%, dan di daerah penelitian ini terbentuk dari bahan volkan dan sedimen. Kondisi drainase baik, tekstur tanah umumnya lempung berliat sampai liat, konsistensi lekat dan agak plastis sampai plastis, dan gembur. Tanah umumnya bereaksi masam (ph 4,0-5,0). Dystrudepts yang mempunyai penampang tanah dangkal (<50cm) diklasifikasikan Lithic Dystrudepts dengan penyebaran di daerah yang agak terjal dan berbatu, sedangkan yang mempunyai kapsitas tukar kation liat rendah (16-24 me/100 g tanah) diklasifikasikan ke dalam Oxic Dystrudepts. Andic Dystrudepts merupakan inceptisols yang terbentuk dari bahan volkan dan mempunyai penampang tanah dalam (>50cm) dengan warna tanah agak gelap, gembur, dan berat isi <1,0g/cm 3. Eutrudepts adalah inceptisols yang mempunyai kejenuhan basa >50%. Tanah bereaksi agak masam (ph 5,5-7,0), drainase baik, tekstur tanah umumnya liat, konsistensi lekat dan plastis, gumpal membulat sampai granular. Pada umumnya tanah ini bersolum dalam (>50cm). Eutrudepts yang banyak dijumpai di lokasi penelitian diklasifikasikan sebagai Typic Eutrudepts.

13 53 2) Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat andic. Sifat andic dipengaruhi oleh mineral alofan, imogolit, ferrihidrit atau senyawa kompleks humus-aluminium. Bahan-bahan tersebut hanya ditemukan pada tanah yang berkembang dari bahan volkan muda dan pada umumnya berada di dataran tinggi > 1000 m dpl. Adanya bahan-bahan tersebut menyebabkan tanah mempunyai sifat sangat khas terutama terhadap sifat kesuburan tanahnya antara lain retensi fosfat tinggi. Di lapangan sifat andic diduga dengan pengukuran ph NaF, estimasi kandungan gelas volkan, tekstur, dan sifat smeary. Andisols di daerah penelitian menempati daerah atas dan merupakan lahan kering. Andisols di daerah penelitian dijumpai pada landform volkan. Umumnya tanah ini diusahakan untuk kebun campuran. Andisol mempunyai warna tanah hitam karena mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi, berpenampang dalam (>50cm), drainase baik, tekstur lempung berdebu sampai lempung liat berdebu, konsistensi sangat gembur sampai gembur (lembab), tidak lekat dan tidak plastis (basah). Tanah bereaksi agak masam (ph 5,0-6,0). Ordo tanah ini diduga menurunkan sub grup tanah yaitu Typic Hapludands, dan Lithic Hapludands. 3) Alfisol Tanah di daerah penelitian yang sudah mempunyai perkembangan lanjut dicirikan oleh adanya horizon illuviasi liat silikat atau horizon argilik dengan kejenuhan basa pada subhorizon tersebut >35%. Alfisol di daerah penelitian dijumpai pada landform karst dan tektonik yang berkembang dari sedimen kapur atau napal. Umumnya tanah ini diusahakan untuk pengembangan tanaman tahunan. Kondisi drainase baik, tekstur tanah liat, konsistensi teguh, lekat dan plastis (basah), serta ph tanah dari agak masam sampai netral (ph 5,5-6,5). Alfisol yang ditemukan umumnya bersolum dalam (>50 cm) dan diklasifikasikan Hapludalfs. Ordo Alfisol ini menurunkan subgrup Typic Hapludalfs.

14 54 4) Ultisol Tanah-tanah di daerah penelitian yang sudah mempunyai perkembangan lanjut dan dicirikan oleh adanya horizon illuviasi liat silikat baik sebagai horizon argilik maupun kandik diklasifikasikan sebagai Ultisol. Kejenuhan basa pada subhorizon tersebut <35% sebagian atau seluruhnya. Ultisol umumnya mempunyai warna merah kekuningan berpenampang dalam (>50 cm), tekstur liat, konsistensi teguh, drainase baik, reaksi tanah masam, (ph 4,0-4,5). Tanah ini menurunkan Grup Paleudults dan Hapludults. Paleudults adalah ultisols yang dicirikan oleh adanya horizon argilik dengan KTK >16 me/100 g liat. Tanah ini bersolum dalam, tekstur liat, gembur, lekat dan plastis. Sifat kimia tanah umumnya miskin unsur hara, akan tetapi mempunyai sifat fisik tanah yang baik. Hapludults adalah ultisols yang mempunyai kandungan bahan organik rendah, N total rendah sampai sedang, P 2 O 5 total rendah, K 2 O total rendah, susunan kation basa (Ca, Mg, K, Na) rendah, kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa rendah. 5) Oxisol Oxisol adalah tanah-tanah yang sudah mengalami pelapukan yang sangat lanjut, sehingga sifat-sifat kimia tanah buruk atau sangat buruk; atau tingkat kesuburannya rendah sampai sangat rendah. Hal ini dicirikan oleh KTK liat sangat rendah < 16 me/100 g liat. Dari pengamatan tekstur diperkirakan pada lapisan atas kandungan liat mencapai 40% atau lebih (berdasarkan berat) dalam fraksi tanah halus pada 25 cm teratas. Disamping itu dijumpai horison kandik yang memiliki sifat-sifat mineral mudah lapuk < 10% di dalam 100 cm dari permukaan tanah. Dengan adanya sifat penciri tersebut maka, tanah di lokasi penelitian dikategorikan dalam ordo Oxisol. Ordo tanah ini menurunkan grup tanah Hapludox dengan ciri-ciri morfologi tanah berwarna kuning atau coklat kemerahan hingga merah, penampang tanah dalam (>50cm), tekstur liat berdebu, konsistensi gembur, drainase baik, reaksi tanah masam sampai agak masam (ph 4,5-5,5), kandungan bahan organik rendah, N-total rendah, P 2 O 5 total rendah, K 2 O total rendah, susunan kation basa (Ca, Mg, K, Na) rendah, kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa rendah.

15 55 Secara umum jenis tanah tidak dapat dihubungkan dengan tingkat degradasi lahan, karena jenis tanah memiliki sifat yang kompleks menyangkut karakteristik fisik, kimia, dan lingkungannya (penggunaan lahan dan tindakan pengelolaannya). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Firmansyah (2008) yang menyatakan tingkat degradasi lahan tidak berhubungan langsung dengan taksa tanah, akan tetapi sangat berhubungan dengan karakteristik lahannya. Dengan melihat karakteristik fisik lingkungan seperti di atas, di mana curah hujan sangat tinggi (>2000 mm/th), kondisi topografi berbukit sampai bergunung dengan lereng yang curam, bahan induk berupa volkan dan sedimen yang peka terhadap erosi, maka lahan di lokasi penelitian sangat berpotensi untuk terdegradasi (Saba, 2001). Hal ini dapat dilihat dari data luas lahan kritis di lokasi penelitian yang cukup tinggi (3.448 ha atau 13% dari luas wilayah penelitian) dan persentase batuan di permukaan serta singkapan batuan yang cukup tinggi (> 15%). f. Sifat Fisika-Kimia dan Kesuburan Tanah Sifat fisika-kimia tanah dan kesuburan tanah sangat dipengaruhi oleh bahan induk tanah serta tingkat pelapukan yang telah terjadi. Penetapan sifat fisika-kimia dan status kesuburan di daerah pengkajian ditentukan dari contoh tanah yang telah diambil secara komposit dari beberapa pewakil yang dianggap representatif dan dianalisis di laboratorium. Hasil analisis labororium contoh tanah disajikan pada Lampiran 5. Beberapa sifat fisika-kimia tanah hasil analisis di laboratorium diuraikan sebagai berikut: 1) Tekstur Tanah Tekstur tanah menurut Rachim (2007) adalah perbandingan relatif antara butir-butir primer pasir, debu, dan liat dalam massa tanah, yang dinyatakan dalam persen. Tekstur tanah merupakan salah sati ciri tanah yang bersifat cenderung permanen, kalaupun tekstur lapisan olah dapat berubah, namun perubahan tersebut lebih disebabkan oleh beberapa kemungkinan, salah satunya adalah adanya penghilangan lapisan permukaan karena erosi air. Berdasarkan hasil analisis laboratorium, maka tekstur di lokasi penelitian didominasi oleh liat (clay) dan liat berdebu (silty clay), disamping tekstur lempung liat berdebu (silty clay loam), lempung berliat (clay loam), lempung liat

16 56 berpasir (sandy clay loam), dan lempung berdebu (silty loam). Seperti telah dijelaskan di atas bahwa lokasi penelitian yang didominasi bahan induk batuan andesit dan batu pasir, serta liat menyebabkan tipe tanah yang terbentuk kaya akan liat. Sebaran tekstur untuk masing-masing kecamatan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 15. 2) Struktur Tanah Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur ini terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lainlain (Hardjowigeno, 2003). Oleh karena itu, Arsyad (2006) mendefinisikan struktur tanah sebagai ikatan butir-butir primer ke dalam butir-butir sekunder. Terdapat dua aspek struktur tanah yang penting dalam hubungannya dengan erosi, yaitu : 1) sifat-sifat fisiko kimia liat yang menyebabkan terjadinya flokulasi, dan 2) adanya bahan pengikat butir-butir primer sehingga terbentuk agregat yang mantap. Tabel 15. Karakteristik fisik dan kimia tanah di lokasi penelitian No Variabel Kecamatan Cigudeg Babakan Madang Sukamakmur 1 Kelas Tekstur liat liat liat berdebu 2 Struktur granular, gumpal membulat, gumpal bersudut 3 Bulk density (g/cc) Permeabilitas (cm/jam) (cepat) (agk cepat) (agk cepat) 5 ph 4.83 (masam) 4.93 (masam) 4.88 (masam) 6 C-organik (%) 2.01(sedang) 1.58 (rendah) 1.78 (rendah) 7 N-total (%) 0.21 (sedang) 0.16 (rendah) 0.18 (rendah) 8 P Bray I (ppm) 6.00 (sgt rendah) 3.26 (sgt rendah) 2.61 (sgt rendah) 9 Ca (me/100g) 2.81 (rendah) 2.72 (rendah) 3.80 (rendah) 10 Mg (me/100g) 1.24 (sedang) 1.29 (sedang) 1.62 (sedang) 11 K (me/100g) 0.24 (sedang) 0.22 (sedang) 0.24 (sedang) 12 Na (me/100g) 0.22 (rendah) 0.23 (rendah) 0.26 (rendah) 13 KTK (me/100g) (sedang) 16.11(sedang) (sedang) 14 KB (%) (rendah) (rendah) (rendah) 15 Al-dd (me/100g) 4.02 (tinggi) 2.72 (sedang) 3.46 (tinggi) 16 H-dd (me/100g) Sumber : Hasil deskripsi dan analisis tanah Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian IPB.

17 57 Terdapat lima mekanisme pengikatan butir-butir primer menjadi agregat yang diperkirakan bekerja di dalam tanah, yaitu : 1) pengikatan secara fisik butirbutir primer oleh mycelia dan actinomycetes; 2) pengikatan secara kimia butir-butir primer melalui ikatan antara bagian-bagian positif butir-butir liat dengan gugusan negatif (carboxyl atau hidrosulfit) pada senyawa organik yang berbentuk rantai panjang; 3) pengikatan secara kimia butir-butir primer oleh ikatan antara bagian negatif liat dengan gugusan negatif (carboxyl) pada senyawa organik berantai panjang dengan perantara pertautan basa (Ca, Mg, Fe) dan ikatan hidrogen; 4) pengikatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan antara bagian-bagian negatif liat dengan gugusan positif (ammine, amide, amino) pada senyawa organik berbentuk rantai; dan 5) pengikatan secara kimia butir-butir liat bermuatan negatif melalui pertautan kation dan pengikatan secara kimia butir-butir liat melalui bagian positif suatu butir dengan bagian-bagian negatif butir lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan secara deskriptif di lapangan (Tabel 15), lokasi penelitian pada tanah lapisan atas memiliki struktur granular, gumpal membulat dan gumpal bersudut dimana struktur granular lebih mendominasi. Hal ini disebabkan karena di lokasi penelitian merupakan daerah beriklim basah dengan curah hujan yang cukup tinggi, sehingga terbentuk struktur tanah granular pada lapisan atas (Hardjowigeno, 2003). 3) Bulk density (BD) Bulk density adalah perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah (Hardjowigeno, 2003). Menurut Rachim (2007), Bulk density merupakan perbandingan antara berat suatu tanah yang diketahui volumenya dengan berat air dengan volume yang sama, atau berat per satuan volume. Bulk density adalah nisbah massa terhadap volume bulk atau partikel tanah makroskopik ditambah dengan ruang pori dalam contoh. Bulk density biasanya dinyatakan dalam satuan g/cc dan merupakan petunjuk kepadatan tanah, di mana makin padat suatu tanah makin tinggi Bulk density, yang berarti makin sulit meloloskan air atau ditembus akar tanaman. Pada umumnya Bulk density berkisar dari 1,1-1,6 g/cc, namun ada beberapa jenis tanah mempunyai Bulk density kurang dari 0,90 g/cc, misalnya tanah Andisol seperti yang dijumpai di lokasi penelitian. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa nilai bulk density

18 58 di lokasi penelitian berkisar antara 0,99-1,08g/cc. Sebaran nilai bulk density di tiga kecamatan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 15 terdahulu. 4) Permeabilitas Tanah Permeabilitas tanah adalah kemampauan tanah untuk meloloskan air per satuan waktu, dan sangat ditentukan oleh tekstur tanah, struktur tanah, dan kandungan bahan organik tanah. Berdasarkan hasil analisis di laboratorium, maka besarnya nilai permeabilitas tanah di lokasi penelitian berkisar antara 11,43 cm/jam sampai 12,90 cm/jam dan masuk dalam kelas agak cepat sampai cepat. Dengan demikian kemampuan tanah untuk meloloskan air cukup baik, sehingga kemungkinan untuk terjadinya aliran permukaan kecil. Sebaran nilai permeabilitas di tiga kecamatan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 15 terdahulu. 5) Reaksi Tanah (ph) Reaksi tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara dalam tanah. Berdasarkan hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tanah-tanah di daerah pengkajian mempunyai ph masam (4,83 4,93). Kemasaman tanah ini akibat dari curah hujan di lokasi penelitian tergolong tinggi dan bahan pembentuk tanahnya terdiri dari bahan volkan yang cenderung agak masam (intermedier). Sebaran nilai ph di tiga kecamatan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 15 terdahulu. 6) Bahan Organik Tanah (BO) Bahan organik berpengaruh penting terhadap sifat fisik dan kimia tanah. Pengaruhnya terhadap fisik tanah antara lain: merangsang granulasi, menurunkan daya kohesi, serta meningkatkan kemampuan menahan air. Pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah adalah ketersediaan hara (N, P,dan S dalam bentuk organik) dan penambahan Kapasitas Tukar Kation (KTK). Berhubung sumber bahan organik umumnya terkonsentrasi di lapisan atas, maka kadar bahan organik menurun sejalan dengan kedalaman tanah. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kandungan bahan organik tanah di lokasi penelitian tergolong sangat rendah sampai sedang (1,58-2,01%). Sebaran nilai C-organik tanah di tiga kecamatan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 15 terdahulu.

19 59 7) Nitrogen Total (N) Nitrogen merupakan unsur hara esensial bagi tanaman. Nitrogen di dalam tanah terdapat dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Bentuk-bentuk N anorganik tanah meliputi NH + 4, NO - 3, NO - 2, N 2 O, NO, dan N elemen, sedangkan bentuk-bentuk N organik tanah meliputi asam-asam amino atau protein, asam amino bebas, gula amino, dan senyawa kompleks lainnya. Tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk NH atau NO 3. Kadar N-total tanah di lokasi penelitian tergolong rendah sampai sedang (0,16-0,21). Sebaran nilai N-total di tiga kecamatan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 15 terdahulu. 8) Phosfat (P) Phosfat merupakan unsur hara esensial setelah nitrogen, berfungsi untuk pembentukan protein, ATP, ADP, dan menstimulasi pembentukan akar. Di dalam tanah, unsur hara P berada dalam bentuk organik dan anorganik yang ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh ph tanah. Pada ph tanah 6,0-7,0 merupakan ph yang optimum bagi ketersediaan hara P. Tanaman umumnya - = menyerap P dalam bentuk H 2 PO 4 dan HPO 4. Penyerapan P oleh tanaman dengan jalan difusi sehingga selain faktor kimia tanah, faktor fisik tanah juga berpengaruh terhadap penyerapan P oleh tanaman. Adanya bahan alofan, imogolit, ferrihidrit atau senyawa kompleks humus-aluminium sangat mempengaruhi ketersediaan hara P. Berdasarkan hasil analisis, lokasi penelitian umumnya mempunyai kadar P-tersedia (Bray I)) sangat rendah (2,61-6,00 ppm). Sebaran nilai P-tersedia di tiga kecamatan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 15 terdahulu. 9) Basa-basa dapat dipertukarkan (Ca, Mg, K, dan Na) Selain berfungsi sebagai unsur hara yang penting bagi tanaman, Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) juga mempengaruhi (ph) tanah. Kandungan basa-basa tanah di lokasi penelitian sangat menentukan besarnya nilai KTK dan Kejenuhan Basa tanah yang dapat dijadikan indikator kesuburan tanah. Nilai tukar Ca berkisar antara 2,72-3,80 me/100g (rendah), nilai tukar Mg berkisar antara 1,24-1,62 me/150g (sedang), nilai tukar K berkisar antara 0,22-0,24 me/100g (sedang), dan nitai tukar Na berkisar antara 0,22-0,26 me/100g (rendah). Sebaran nilai

20 60 basa-basa dapat ditukar di tiga kecamatan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 15 terdahulu. 10) Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kapasitas Tukar kation merupakan kemampuan tanah untuk menahan dan menukarkan kation-kation/basa-basa. KTK yang tinggi merupakan petunjuk untuk menahan unsur hara tanah yang besar. Nilai KTK tanah di lokasi penelitian tergolong sedang (16,1-19,25 me/100g). Sebaran nilai KTK di tiga kecamatan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 15 terdahulu. 11) Kejenuhan Basa (KB) Kejenuhan basa merupakan gambaran tentang banyaknya basa-basa pada kompleks adsorpsi, dinyatakan sebagai bandingan jumlah basa-basa yang dapat ditukarkan dalam miliekivalen yang terdapat dalam 150 gram tanah terhadap nilai KTK efektif tanah. Pada umumnya makin tinggi kejenuhan basa suatu tanah, nilai ph-nya juga semakin tinggi dan kesuburan tanahnya relatif lebih baik. Sebaliknya, rendahnya nilai kejenuhan basa, maka ph nya rendah, karena sebagian dari kompleks adsorbsi ditempati oleh kation-kation Al 3+ dan H +. Kejenuhan basa di lokasi penelitian berkisar antara 24,47-30,07% (rendah). Hal ini menunjukkan bahwa basa-basa tanah sudah banyak yang tercuci oleh curah hujan yang cukup tinggi melalui proses erosi. Sebaran nilai KB di tiga kecamatan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel ) Kesuburan Tanah Kesuburan tanah alami ditentukan oleh tingkat perkembangan tanah dan komposisi bahan pembentuk tanah. Tingkat perkembangan tanah diantaranya dicerminkan oleh nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan Basa (KB) (Tabel 15). Tanah-tanah dengan KTK rendah umumnya telah mengalami perkembangan lanjut, dan sebaliknya. Nilai KB menunjukkan bahwa tanah semakin tua maka kation-kation yang ada dalam kompleks jerapan umumnya makin rendah, sehingga KB-nya rendah. Tanah-tanah Ultisol dan Oxisol adalah jenis tanah yang dijumpai di lokasi penelitian disamping Inceptisol, Andisol, dan Alfisol yang merupakan tanah yang kurang subur karena sudah mengalami tingkat pelapukan lanjut dengan KB < 35% akibat curah hujan tinggi (Fauzi et al. 2004;

21 61 Prasetyo dan Suharta, 2004; Rachim 2007). Hasil penelitian Firmansyah (2003), dibandingkan tanah yang tidak terdegradasi maka tanah terdegradasi lebih rendah 38% C-organik dan 55% basa-basa dapat ditukar. Selain itu, ph cenderung lebih rendah terutama pada tanah mineral Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Karakteristik sosial ekonomi masyarakat setempat yang perlu diketahui dalam penelitian ini antara lain : keadaan penduduk meliputi jumlah penduduk menurut usia dan tingkat pendidikan, kepadatan; mata pencaharian, dan penggunaan lahan dan vegetasi serta kondisi pertanian saat ini. a. Keadaan Penduduk Jumlah penduduk di tiga kecamatan terpilih disajikan pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16 terlihat bahwa di Kecamatan Babakan Madang mempunyai tingkat kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan dua kecamatan lainnya, yaitu sebesar 994 jiwa/km 2. Berada pada urutan kedua adalah Kecamatan Cigudeg dengan 757 jiwa/km 2 dan berikutnya Kecamatan Sukamakmur dengan 517 jiwa/km 2. Kepadatan penduduk di Kecamatan Babakan Madang termasuk kelas kepadatan tinggi, sedangkan Kecamatan Cigudeg dan Sukamakmur kelas kepadatan penduduknya termasuk kelas sedang. Tabel 16. Jumlah penduduk, luas kecamatan dan kepadatannya di lokasi penelitian tahun Jumlah Penduduk No Desa Total (jiwa) Lakilaki (jiwa) Perempuan (jiwa) Luas (Km 2 ) Kepadatan 2 (jiwa/km ) Kelas Kepadatan*) 1 Sukamakmur , Sedang 2 Babakan Madang , Tinggi 3 Cigudeg , Sedang Jumlah , Sumber : Monografi Kecamatan Sukamakmur (2009). Laporan Bulanan Kecamatan Babakan Madang, September Profil Kecamatan Cigudeg, 2008 dan Monografi Cigudeg (2009). Keterangan : *) Kelas kepadatan penduduk : Rendah = < 400 jiwa/km 2 ; Sedang = jiwa/km 2 ; Tinggi = > 800 jiwa/km 2

22 62 Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan kepadatan penduduk sebesar 10% ( orang/km 2 dan orang/km 2 ) dapat meningkatkan jumlah lahan terdegradasi dilihat dari peningkatan besarnya erosi sebesar 0,6% pada lahan dataran rendah dengan ketinggian < 1500 m dpl dan 2,6% pada lahan dataran tinggi dengan ketinggian >1500 m dpl (Pender et al., 2004). Lokasi penelitian dengan tingkat kepadatan >500 orang/km 2 tentunya sangat besar pengaruhnya terhadap proses degradasi lahan. Dilihat dari usia produktif (15 54 tahun) seperti pada Tabel 17, penduduk di Kecamatan Cigudeg mempunyai penduduk usia produktif yang lebih tinggi ( jiwa) dibandingkan Kecamatan Babakan Madang ( jiwa) dan Kecamatan Sukamakmur ( jiwa). Sementara itu penduduk usia nonproduktif (kurang dari 15 tahun dan di atas 55 tahun) paling tinggi dimiliki oleh Kecamatan Cigudeg ( jiwa), kemudian Kecamatan Babakan Madang ( jiwa) dan Kecamatan Sukamakmur ( jiwa). Tabel 17. Sebaran jumlah penduduk menurut usia di lokasi penelitian tahun No Kelompok Usia Kecamatan (jiwa) Sukamakmur Babakan Madang Cigudeg tahun tahun tahun tahun > 55 tahun Jumlah Sumber : Monografi Kecamatan Sukamakmur (2009). Laporan Bulanan Kecamatan Babakan Madang, September Profil Kecamatan Cigudeg, 2008 dan Monografi Cigudeg (2009). Jika dilihat dari Tabel 18 dapat diketahui bahwa SDM di Kecamatan Sukamakmur lebih baik jika dibandingkan dengan Kecamatan Babakan Madang dan Cigudeg. Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase orang yang tamat SD, SLTP, Diploma dan Perguruan Tinggi, dimana Kecamatan Sukamakmur sebesar 63%, Kecamatan Babakan Madang sebesar 57%, dan Kecamatan Cigudeg sebesar 27%. Namun demikian persentase tersebut masih jauh dari tingkat pendidikan yang diharapkan (> 80%). Jika dilihat dari umur produktivitasnya yaitu penduduk yang berumur tahun, maka kecamatan Babakan Madang memiliki umur

23 63 produktivitas penduduk yang paling tinggi yaitu 77%, jika dibandingkan dengan Kecamatan Cigudeg, dan Sukamakmur yang masing-masing sebesar 55%. Tabel 18. Sebaran jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di lokasi penelitian tahun Kecamatan No Uraian Sukamakmur Babakan Madang Cigudeg Jiwa % Jiwa % Jiwa % 1. Belum Sekolah , , Tidak Tamat SD/Sederajat , , Tamat SD , , Tamat SLTP , , Tamat SLTA , , Tamat Akademik 245 0, , Tamat Perguruan Tinggi 58 0, , Buta Huruf , , Jumlah , , Sumber : Monografi Kecamatan Sukamakmur (2009). Laporan Bulanan Kecamatan Babakan Madang, September Profil Kecamatan Cigudeg, 2008 dan Monografi Cigudeg (2009). Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka semakin tinggi pula produktivitas tenaga kerjanya (sektor pertanian), dan sebaliknya tingkat pendidikan masyarakat yang rendah akan mengakibatkan rendahnya produktivitas tenaga kerja yang menyebabkan rendahnya efisiensi usahatani di pedesaan, dan akan berpengaruh pula terhadap tingkat penyerapan aplikasi dan alih teknologi tepat guna, serta akan menyulitkan kegiatan penyuluhan. Kondisi masyarakat tersebut di atas mengakibatkan perlunya peningkatan sumberdaya manusia (SDM) pertanian agar mampu menerapkan teknologi pertanian dalam kegiatan usaha pertaniannya, melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan. Hasil penelitian Pender et al. (2004) menunjukkan bahwa suatu wilayah dengan SDM pertanian yang rendah (tingkat pendidikan dasar) dapat meningkatkan besarnya erosi 7% pada lahan dataran rendah dan 12,5% pada lahan dataran tinggi dalam memanfaatkan lahannya. Dengan demikian rendahnya SDM akan mempengaruhi tindakan pengelolaan lahan yang berpotensi mempercepat proses degradasi lahan

24 64 b. Mata Pencaharian Penduduk Mata pencaharian penduduk di lokasi penelitian sebagian besar masih bergerak di sektor pertanian, yaitu di Kecamatan Cigudeg sebanyak KK (52%) dari KK, di Kecamatan Babakan Madang sebanyak (45%) dari KK, dan di Kecamatan Sukamakmur sebanyak KK (43%) dari KK. Jumlah rumah tangga yang bermatapencaharian di bidang pertanian tersebut di Kecamatan Sukamakmur merupakan petani pemilik sekaligus penggarap dan sebagaian kecil sebagai buruh tani. Sebaliknya di Kecamatan Babakan Madang, sebagian besar rumah tangga bermatapencaharian sebagai buruh tani hampir 50%, sisanya merupakan petani pemilik-penggarap dan penggarap masing-masing 25%, sedangkan di Kecamatan Cigudeg tidak ada data mengenai status rumah tangga taninya. Data selengkapnya mengenai mata pencaharian rumah tangga di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Sebaran jumlah penduduk menurut mata pencaharian di lokasi penelitian tahun No. Mata pencaharian Kecamatan (KK) Sukamakmur Babakan Madang Cigudeg 1. Petani Petani Pemilik Tanah Petani Penggarap Tanah Buruh Tani Pengusaha (besar, menengah, kecil) 3. Buruh (perkebunan, pertambangan, industri, bangunan) 4. Pedagang PNS/TNI/POLRI Lain-lain (pengrajin, industri kecil, pertukangan, pengemudi/ jasa, pensiunan/ purnawirawan) Jumlah Sumber : Monografi Kecamatan Sukamakmur (2009). Laporan Bulanan Kecamatan Babakan Madang, September Kecamatan Cigudeg Dalam Angka, 2008 dan Monografi Cigudeg (2009). Selain di bidang pertanian, penduduk di lokasi penelitian juga sangat menggantungkan hidupnya sebagai buruh di perkebunan, pertambangan, industri dan bangunan dengan persentase di atas 20%. Di Kecamatan Babakan Madang yang lokasinya dekat dengan Kota Bogor, penduduknya banyak yang mata

25 65 pencahariannya sebagai pengusaha dengan persentase di atas 20%. Penduduk di Kecamatan Sukamakmur selain sebagai petani, banyak juga yang bermatapencaharian sebagai pedagang, dengan persentase kurang lebih 25%. Mata pencaharian penduduk sangat terkait dengan pemanfaatan lahan, karena sebagian besar penduduk di lokasi penelitian menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Pemanfaatan lahan yang baik dapat mengurangi proses degradasi lahan, sebaliknya pemanfatan lahan yang tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah dapat mempercepat proses degradasi lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan lahan untuk pertanian potensi degradasi lahan lebih tinggi jika dibandingkan dengan lahan yang pemanfaatannya untuk hutan maupun padang rumput/padang penggembalaan (Wu dan Tiessen, 2002). c. Penggunaan Lahan dan Vegetasi Penggunaan lahan (landuse) senantiasa berubah dari waktu ke waktu seiring dengan adanya pemanfaatan sumberdaya lahan oleh manusia. Penggunaan lahan di muka bumi terbagi menjadi dua bagian, yaitu lahan yang masih alami dan lahan hasil budidaya manusia. Beberapa jenis penggunaan lahan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Sawah Tegalan Padang rumput Kebun Kelapa Sawit Padang penggembalaan Kebun Campuran Gambar 6. Beberapa jenis penggunaan lahan di lokasi penelitian Pada umumnya pemanfaatan lahan di tiga kecamatan pada lokasi penelitian terdiri dari pertanian (lahan sawah dan lahan kering), hutan, perkebunan, dan lainlain. Berdasarkan penggunaan lahan di Kecamatan Sukamakmur pada Tabel 20

26 66 terlihat bahwa pertanian lahan kering lebih mendominasi dibandingkan dengan pertanian lahan basah, sehingga potensi untuk pengembangan pertanian cenderung ke arah pertanian lahan kering. Sekitar 7.896,89 ha (58,79% dari total luas wilayah) digunakan untuk pertanian tanaman pangan. Tabel 20. Penggunaan lahan dan vegetasi di lokasi penelitian No Penggunaan Lahan Sukamakmur (ha) Babakan Madang (ha) Cigudeg (ha) 1 Sawah a. Irigasi Teknis - 172,00 45,00 b. Irigasi ½ teknis 777,00 405,00 324,00 c. Irigasi Sederhana 691,00 175, ,00 d. Tadah Hujan 891,00 263, ,00 e. Pasang Surut 930,00-2 Tanah Kering a. Pemukiman/pekarangan 2.552, ,00 606,00 b. Tegalan/kebun 1.463, , ,00 c. Ladang/tanah huma 592, ,00 d. Ladang penggembalaan 298,00 13,00 248,72 3 Lahan Basah a. Rawa - 0,50 - b. Situ/Danau ,00 c. Kolam/empang/balong 411,16 1,50 47,00 3 Tanah Hutan a. Hutan Homogen 1.105, b. Hutan Konservasi - 642,00 - c. Hutan Lindung - 498,00 - d. Hutan Heterogen 3.131, e. Hutan Produksi - 394,00 - f. Hutan Belukar 573, g. Hutan Rakyat - 60,00-4 Tanah Perkebunan a. Perkebunan Negara , ,00 b. Perkebunan Rakyat - 110, ,00 5 Tanah Keperluan Fasilitas Umum a. Lapangan Olah Raga 8,00 15,20 12,00 b. Taman Rekreasi 2,90 50,00 5,00 c. Kuburan - 25,70 297,29 6 Lain-lain (tanah tandus, tanah pasir) 5, Jumlah , , ,01 Sumber : Monografi Kecamatan Sukamakmur (2009). Laporan Bulanan Kecamatan Babakan Madang (2009). Profil Kecamatan Cigudeg (2008). Luas lahan untuk pertanian di Kecamatan Babakan Madang sekitar ha atau 37,67% dari luas wilayah kecamatan dan penggunaan terbesar untuk pertanian

27 67 lahan kering. Pengembangan pertanian di kecamatan ini dikhawatirkan akan sulit untuk dilaksanakan mengingat sebagian besar wilayah ini diperuntukan bagi pengembangan pemukiman dan sebagian besar lahan kepemilikannya udah berpindah ke pengembang (PT. Sentul City). Walaupun demikian dirasa perlu untuk tetap mempertahankan lahan-lahan pertanian yang ada saat ini dan meningkatkan produktivitasnya karena ada indikasi terjadi degradasi lahan. Dengan berkembangnya usaha penambangan batu di kecamatan ini, semakin memperbesar proses degradasi lahan. Penggunaan lahan di Kecamatan Cigudeg tidak berbeda jauh dengan Kecamatan Babakan Madang yaitu sebagian besar wilayah pertanian digunakan untuk pertanian tanaman pangan seluas ha atau sekitar 64,21% dengan sistem pertanian lahan kering. Penggunaan lahan lain yang cukup luas adalah perkebunan, baik perkebunan negara maupun perkebunan rakyat dengan komoditas utama kelapa sawit. Degradasi lahan di Kecamatan Cigudeg juga merupakan ancaman yang cukup serius terhadap lahan-lahan produktif untuk pertanian. Banyaknya usaha penambangan batu seperti di Kecamatan Babakan Madang juga memperbesar proses degradasi lahan dan mengancam kelestarian sumberdaya lahan untuk usaha pertanian. Penggunaan lahan di Kecamatan Sukamakmur agak berbeda dengan penggunaan lahan di Kecamatan Babakan Madang dan Cigudeg di mana di Kecamatan Sukamakmur terdapat penggunaan lahan hutan berupa hutan homogen, hutan heterogen dan hutan belukar dengan luas hampir ha (36%) disamping penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering (tegalan, kebun campur, dan ladang penggembalaan) sebesar 45% dan sisanya 19% adalah pertanian lahan basah dan pemukiman/fasilitas umum. Penggunaan lahan dan jenis vegetasi berpengaruh terhadap tutupan lahan, di mana dengan semakin banyak vegetasi yang tumbuh, misalnya hutan, kebun campuran dan padang rumput maka tutupan lahan semakin rapat, hal ini dapat melindungi tanah dari tumbukan air hujan secara langsung dan melindungi tanah terhadap erosi dan aliran permukaan sehingga proses degradasi lahan dapat dikurangi. Sebaliknya, lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya pertanian baik padi, palawija dan sayuran maka lahan akan semakin terbuka. Hal ini menyebabkan lahan mudah mengalami erosi sebagai penyebab utama terjadinya degradasi lahan. Hasil

28 68 penelitian Marques et al. (2007), menunjukkan bahwa tutupan vegetasi 0-40% berkorelasi maksimum dengan besarnya aliran permukaan dan kehilangan tanah pada intensitas hujan yang tinggi. Korelasi positif terjadi pada tutupan vegetasi 40-60% dan jika tutupan vegetasi > 60% terjadi penurunan nilai erosivitas hujan. d. Kondisi sektor pertanian Kondisi sektor pertanian di lokasi penelitian diutamakan pada sektor pertanian tanaman pangan. Tanaman pangan yang dimaksud rneliputi tanaman bahan makanan, sayuran dan buah-buahan. Sementara tanaman bahan makanan meliputi padi-padian, jagung, umbi-umbian dan kacang-kacangan (Tabel 21). Dari Tabel 21 terlihat bahwa komoditas yang banyak diusahakan di lokasi penelitian adalah padi sawah dan ubikayu, sedangkan komoditas yang lain tidak begitu banyak, dan hanya diusahakan sebagai usaha sampingan. Padi sawah banyak diusahakan di Kecamatan Sukamakmur dan Cigudeg dengan produktivitas sekitar 6 ton/ha, sedangkan di Kecamatan Babakan Madang sangat sedikit. Hal ini karena di Kecamatan Babakan Madang didominasi lahan kering. Selain padi sawah, komoditas tanaman pangan yang banyak diusahakan di lokasi penelitian adalah ubikayu, terutama di Kecamatan Sukamakmur dan Babakan Madang dengan produktivitas sekitar 18 ton/ha. Berdasarkan wawancara dengan penduduk setempat, komoditas ubikayu banyak diusahakan karena pemasarannya mudah dan banyak dicari oleh bandar untuk dikirim ke pabrik pengolahan ubikayu untuk diolah menjadi tepung. Keragaan tanaman ubikayu dan produksinya di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 7. Tanaman ubikayu pada lereng curam Tanaman ubikayu pada lereng landai Hasil ubikayu Gambar 7. Keragaan komoditas ubikayu dan produksinya di lokasi penelitian

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Bln/Thn 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Rataan Jan 25.9 23.3 24.0 24.4 24.7

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal.

GELISOLS. Pustaka Soil Survey Staff Soil Taxonomy, 2 nd edition. USDA, NRCS. Washington. 869 hal. GELISOLS Gelisols adalah tanah-tanah pada daerah yang sangat dingin. Terdapat permafrost (lapisan bahan membeku permanen terletak diatas solum tanah) sampai kedalaman 2 meter dari permukaan tanah. Penyebaran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 5.1.1 Letak, kondisi geografis, dan topografi Kabupaten Bangli terletak di tengah-tengah pulau Bali, dan menjadi satusatunya kabupaten yang tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanah Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya, sebagaimana menurut Soil Survey Staff (2010) : 1. Didalam

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super "Solusi Quipper" F. JENIS TANAH DI INDONESIA

geografi Kelas X PEDOSFER II KTSP & K-13 Super Solusi Quipper F. JENIS TANAH DI INDONESIA KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini kamu diharapkan memiliki kemampuan untuk memahami jenis tanah dan sifat fisik tanah di Indonesia. F. JENIS TANAH

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah. lingkungan berhubungan dengan kondisi fisiografi wilayah. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik dan Fisiografi Wilayah Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor internal dari tanaman itu sendiri yaitu berupa hormon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun. Berdasarkan iklimnya, lahan kering

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Inventarisasi Tahap inventarisasi merupakan tahap yang dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang mendukung dan dibutuhkan pada perencanaan jalur hijau jalan ini. Berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan

Evaluasi Lahan. proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan merupakan proses penilaian atau keragaab lahan jika

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal LAMPIRAN 45 46 Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal No Sifat Kimia Tanah Nilai Keterangan 1 ph (H 2 O) 4,59 Masam 2 Bahan Organik C-Organik (%) 1,22 Rendah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Persyaratan penggunaan lahan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) 25-28 22 25 28 32 Kelas keesuaian lahan S1 S2 S3 N Ketersedian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas

IV. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Analisis terhadap sampel tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Fakultas IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian telah dilaksanakan di 4 (empat) desa di Kecamatan Windusari yaitu Desa Balesari, Desa Kembangkunig, Desa Windusari dan Desa Genito. Analisis terhadap

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Survei Tanah BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan 22 TATACARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di empat lokasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sifat-sifat Tanah. Sifat Morfologi dan Fisika Tanah. Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat-sifat Tanah Sifat Morfologi dan Fisika Tanah Pedon Berbahan Induk Batuliat Sifat morfologi dan fisika tanah masing-masing horison pada pedon pewakil berbahan induk batuliat disajikan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH ACARA III DERAJAT KERUT TANAH

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH ACARA III DERAJAT KERUT TANAH LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR ILMU TANAH ACARA III DERAJAT KERUT TANAH Semester : Genap 2011/2012 Disusun Oleh : Nama : Bagus Satrio Pinandito NIM : A1C011072 Rombongan : 12 Asisten : KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI JENIS TANAH DI WILAYAH SAGALAHERANG, SUBANG

DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI JENIS TANAH DI WILAYAH SAGALAHERANG, SUBANG DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI JENIS TANAH DI WILAYAH SAGALAHERANG, SUBANG Asep Mulyono 1, Dedi Mulyadi 2, dan Rizka Maria 2 1 UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana Liwa LIPI E-mail: asep.mulyono@lipi.go.id

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian dan Letak Geografis Lokasi penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara VIII. PT. Perkebunan Nusantara VIII, Perkebunan Cikasungka bagian Cimulang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet 57 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet Sektor pekebunan dan pertanian menjadi salah satu pilihan mata pencarian masyarakat yang bermukim

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

II. PEMBENTUKAN TANAH

II. PEMBENTUKAN TANAH Company LOGO II. PEMBENTUKAN TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Isi A. Konsep pembentukan tanah B. Faktor pembentuk tanah C. Proses pembentukan tanah D. Perkembangan lapisan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah. wilayahnya, sehingga kondisi iklim pada masing-masing penggunaan lahan adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah. wilayahnya, sehingga kondisi iklim pada masing-masing penggunaan lahan adalah 40 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kualitas dan Karakteristik Lahan Sawah Data iklim yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data keadaan wilayah penelitian. Kecamatan Imogiri memiliki satu tipe iklim di

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA

KLASIFIKASI TANAH INDONESIA Klasifikasi Tanah Indonesia KLASIFIKASI TANAH INDONESIA (Dudal dan Supraptoharjo 1957, 1961 dan Pusat Penelitian Tanah (PPT) Bogor 1982) Sistem klasifikasi tanah yang dibuat oleh Pusat Penelitian Tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perekonomian Indonesia, sektor pertanian secara tradisional dikenal sebagai sektor penting karena berperan antara lain sebagai sumber utama pangan dan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan yang tidak diserap tanah dan tidak tergenang di permukaan tanah, tetapi bergerak ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Material Vulkanik Merapi Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas Wilayah dan Pemanfaatan Lahan Kabupaten Temanggung secara geografis terletak antara garis 110 0 23-110 0 00 30 Bujur Timur dan antara garis 07 0 10-07

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI UMUM WILAYAH

BAB IV DESKRIPSI UMUM WILAYAH 16 BAB IV DESKRIPSI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian secara geografis terletak pada koordinat 0,88340 o LU- 122,8850 o BT, berada pada ketinggian 0-500 m dpl (Gambar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian

II. TINJAUAN PUSTAKA. mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Drainase Menurut Suripin (2004), drainase adalah mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN

IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN IV. POTENSI SUMBER ENERGI TERBARUKAN 4.1. Angin Potensi sumberdaya alam di wilayah Kecamatan Nusa Penida yang merupakan daerah kepulauan yang terletak di pantai selatan Nusa Tenggara terutama adalah kecepatan

Lebih terperinci