EFEKTIVITAS AMELIORAN ABU VULKANIK MERAPI DALAM MENGUBAH SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN KEDELAI ZUMI NURHASANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS AMELIORAN ABU VULKANIK MERAPI DALAM MENGUBAH SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN KEDELAI ZUMI NURHASANAH"

Transkripsi

1 1 EFEKTIVITAS AMELIORAN ABU VULKANIK MERAPI DALAM MENGUBAH SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN KEDELAI ZUMI NURHASANAH DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 211

2 2 ABSTRAK ZUMI NURHASANAH Efektivitas Amelioran Abu Vulkanik Merapi dalam Mengubah Sifat Kimia Tanah Ultisol dan Pertumbuhan Kedelai. Dibimbing oleh CHARLENA dan A. KASNO. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh abu vulkanik Merapi pada perubahan sifat kimia tanah Ultisol serta pada pertumbuhan dan produksi kedelai. Kandungan abu vulkanik yang sebagian besar berupa mineral cepat lapuk seperti volkan kaca, labradorit, augit, bitownit, hiperstin, dan hornblende dengan komposisi total unsur tertinggi meliputi Ca, Na, K, dan Mg berpotensi menambah cadangan mineral, memperkaya susunan kimia dan memperbaiki sifat fisik tanah. Abu ini diaplikasikan pada jenis tanah Ultisol yang kurang subur. Pada penelitian ini, amelioran abu vulkanik ditambahkan pada tanah dengan dosis ; 2.5; 5; 1; 2; dan 4 t/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan abu vulkanik Merapi tidak meningkatkan ph tanah. Namun, semakin tinggi dosis abu vulkanik yang ditambahkan, semakin tinggi pula Nilai Tukar Kation (K, Ca, dan Mg) dan Kapasitas Tukar Kation tanah. Selain itu, abu vulkanik dapat menurunkan kemasaman (Al dd dan H dd ) pada tanah Ultisol. Analisis jaringan tanaman menunjukkan bahwa sebagian besar hara N, P, dan K terdapat pada biji kedelai, sedangkan Ca dan Mg sebagian besar terdapat pada daun dengan serapan hara tertinggi pada dosis 2 t/ha. Penambahan abu vulkanik Merapi dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan hasil kedelai dengan dosis terbaik 2 t/ha. ABSTRACT ZUMI NURHASANAH Effectiveness of Merapi Volcanic Ash Ameliorant in Improving Chemical Properties of Ultisol Soil and Growth of Soybean. Supervised by CHARLENA and A. KASNO. This research was carried out to study the effect of Merapi volcanic ash in improving chemical properties of Ultisol soil and its influence on the growth and production of soybean. The volcanic ash largely consist of minerals, such as glass volkan, labradorite, augite, bitownite, hiperstine, and hornblende with high total composition elements including Ca, Na, K and Mg that are potential to increase reserves of minerals, enrich chemical composition and physical properties of soil. The volcano ash was given on the Ultisol soil which is infertile. In this work, amelioran volcanic ash was applied at dosage of ; 2.5; 5; 1; 2; and 4 t/ha. The result showed that the addition of Merapi volcanic ash did not increase the soil ph. However, the higher the dose of the applied volcanic ash the higher the value of Cation Exchange (K, Ca, and Mg) and Cation Exchange Capacity gained. In addition, the volcanic ash can reduce the acidity (Al dd and H dd ) of Ultisol soil. Plant tissue analysis showed that most of the N, P, and K nutrients were present in soybeans, while most of the Ca and Mg were in the leaves with the highest nutrient uptake in a dose of 2 t/ha. Merapi volcanic ash application can increase plant height, leaf number, and soybean yields with the best dose of 2 t/ha.

3 3 EFEKTIVITAS AMELIORAN ABU VULKANIK MERAPI DALAM MENGUBAH SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN KEDELAI ZUMI NURHASANAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 211

4 4 Judul Skripsi Nama NIM : Efektivitas Amelioran Abu Vulkanik Merapi dalam Mengubah Sifat Kimia Tanah Ultisol dan Pertumbuhan Kedelai : Zumi Nurhasanah : G Disetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, Dr. Charlena, M.Si Ir. A. Kasno, M.Si NIP NIP Diketahui, Ketua Departemen Kimia Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS NIP Tanggal lulus:

5 5 PRAKATA Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan hidayah dan rahmat-nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Efektivitas Amelioran Abu Vulkanik Merapi dalam Mengubah Sifat Kimia Tanah Ultisol dan Pertumbuhan Kedelai ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh abu vulkanik gunung Merapi terhadap perubahan sifat kimia tanah Ultisol dan pertumbuhan kedelai. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari 211 sampai Agustus 211 di Rumah Kaca dan Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Charlena, M.Si dan Ir. A. Kasno, M.Si selaku pembimbing yang selalu memberi bimbingan, motivasi, saran, dan meluangkan waktunya kepada penulis selama berkonsultasi. Terima kasih kepada Balai Penelitian Tanah yang telah memberikan fasilitas dan penggunaan peralatan selama penulis melaksanakan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu serta seluruh keluarga yang senantiasa mendoakan, memberi motivasi, dan kasih sayang yang tiada henti. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bu Linca, Pak Narya, Pak Ikhwan, Ka Tia, Mba Puji, Mba Iin dan para pegawai di Laboratorium Kimia dan Rumah Kaca, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Tidak lupa juga kepada temanteman S.M, Kimia 43, dan Kimia 44. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, November 211 Zumi Nurhasanah

6 6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 11 September 1987 dari pasangan Sutono dan Rusminah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMAN 1 Kebumen pada tahun 26 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 27, penulis diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama kuliah penulis aktif di kepanitiaan yang diadakan di IPB. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian dengan judul Ekstrak Etanol Daun Bambu (Dendrocalamus asper) yang Berpotensi Menurunkan Kadar Asam Urat. Penulis juga berkesempatan menjalani kegiatan Praktik Lapang di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor.

7 7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 BAHAN DAN METODE... 1 Bahan dan Alat... 1 Metode... 2 Preparasi Sampel Tanah di Laboratorium... 2 Preparasi Sampel Tanaman di Laboratorium... 2 HASIL DAN PEMBAHASAN... 5 Analisis Tanah Awal Ultisol... 5 Analisis ph Tanah Setelah Inkubasi 2 Minggu dan Setelah Panen... 6 Analisis P-tersedia Tanah Setelah Inkubasi 2 Minggu dan Setelah Panen.. 7 Analisis Kemasaman Tanah Setelah Inkubasi 2 Minggu dan Setelah Panen... 8 Analisis KTK Tanah Setelah Inkubasi 2 Minggu dan Setelah Panen... 9 Analisis NTK Tanah Setelah Inkubasi 2 Minggu dan Setelah Panen... 9 Serapan Hara Tanaman Pengamatan Tanaman SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 17

8 8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Analisis awal tanah Ultisol Pengaruh dosis abu terhadap tinggi tanaman Pengaruh dosis abu terhadap jumlah daun Pengaruh dosis abu terhadap hasil kedelai DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Perbandingan ph setelah inkubasi 2 minggu dan setelah panen Kadar P-tersedia setelah inkubasi 2 minggu dan setelah panen Kadar Al 3+, H + setelah inkubasi 2 minggu dan setelah panen Nilai KTK tanah 2 minggu inkubasi dan setelah panen Nilai NTK tanah 2 minggu inkubasi dan setelah panen Serapan hara N tanaman kedelai Serapan hara P tanaman kedelai Serapan hara K tanaman kedelai Serapan hara Ca tanaman kedelai Serapan hara Mg tanaman kedelai Pengaruh dosis abu vulkanik terhadap bobot kering biji DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Gambar tanaman kedelai 8 MST Diagram alir penelitian Klasifikasi tekstur menurut USDA Kriteria penilaian hasil analisis tanah Data analisis tanah setelah 2 minggu inkubasi Data analisis tanah setelah panen Data analisis abu vulkanik Merapi Contoh perhitungan analisis tanah Analisis serapan hara N tanaman kedelai Analisis serapan hara P tanaman kedelai Analisis serapan hara K tanaman kedelai Analisis serapan hara Ca tanaman kedelai Analisis serapan hara Mg tanaman kedelai... 36

9 1 PENDAHULUAN Lahan kering termasuk salah satu sumber daya lahan yang memiliki potensi besar dalam mendukung pembangunan pertanian di Indonesia, baik ditinjau dari luas arealnya yang mencapai hampir 144 juta ha, maupun terbukanya peluang produksi berbagai komoditas pertanian (Abdurachman 25). Luas lahan kering di Indonesia sekitar 24.3% didominasi oleh Podsolik Merah Kuning (Ultisol). Dari segi kimia tanah, jenis tanah Ultisol termasuk tanah yang kurang subur, bereaksi masam, mengandung Al, Fe, dan Mn dalam jumlah tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Lahan masam pada umumnya miskin bahan organik dan hara makro seperti N, P, K, Ca, dan Mg (Subandi 27). Oleh karena itu, peningkatan produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan dan pemberian bahan organik (Prasetyo dan Suriadikarta 29). Ameliorasi telah banyak dilakukan untuk meningkatkan kesuburan tanah, seperti penelitian Mahbub dan Suryanto (29) yang menerapkan abu janjang kelapa sawit sebagai amelioran tanah Ultisol. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian abu janjang sawit berpengaruh nyata terhadap peningkatan ph, KTK, kejenuhan basa, dan penurunan kejenuhan Al. Penelitian yang dilakukan oleh Widyati (29) memanfaatkan lumpur industri pulp dan kertas sebagai amelioran dapat juga meningkatkan C-organik dan hara N, P, K tanah. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Muzar (28) menerapkan limbah cair kelapa sawit pada tanah Ultisol dan pengaruhnya terhadap tanaman kedelai menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis limbah yang diberikan maka kandungan C- Organik, ph, N-total, P-tersedia, dan K dd semakin meningkat dengan penurunan Al dd. Selain menggunakan jenis amelioran di atas, perbaikan tanah dapat juga dilakukan dengan penambahan abu vulkanik. Abu vulkanik atau pasir vulkanik merupakan bahan material jatuhan yang disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan gunung berapi. Abu vulkanik bersifat basaltik andesit karena mengandung silikat sebesar 56%. Selain itu, abu vulkanik tersusun oleh mineral cepat lapuk seperti gelas volkan (5%) dengan unsur utama Si, labradorit sebesar 26%, augit sebesar 13%, bitownit, hiperstin [(Mg,Fe)SiO 3 ], dan hornblende[ca 2 (Mg,Fe,Al) 5 (Al,Si) 8 O 22 (OH) 2 ] Mineral-mineral tersebut berpotensi sebagai penambah cadangan mineral, memperkaya susunan kimia dan memperbaiki sifat fisik tanah setelah mengalami pelapukan fisik maupun kimia di dalam tanah sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki tanah-tanah miskin atau tanah yang sudah mengalami pelapukan lanjut. Penelitian mengenai abu vulkanik sebagai amelioran sebelumnya telah dilakukan oleh Sediyarso dan Suping (1987) yang menggunakan abu gunung Galunggung sebagai amelioran. Hasilnya menunjukkan bahwa penambahan abu vulkanik dapat meningkatkan ph dan K dd (Ca dan Mg). Selain itu, Zuraida (1999) menggunakan abu Gunung Kelud pada tanah gambut serta pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah dan pertumbuhan jagung. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian abu vulkanik Gunung Kelud dapat meningkatkan kadar hara K, Na, Ca, Mg, dan Zn. Semakin tinggi dosis abu yang diberikan maka kadar K dan Na semakin menurun, sedangkan kadar Ca, Mg, dan Zn semakin meningkat. Selain itu, pemberian abu vulkanik dengan dosis semakin tinggi dapat meningkatkan tinggi tanaman, berat kering bagian atas, dan akar tanaman jagung. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh abu vulkanik terhadap perubahan sifat kimia tanah Ultisol dan pertumbuhan kedelai. Tanah yang bercampur abu vulkanik dengan kandungan bervariasi serta tingkat kesuburan yang berbeda, kemungkinan pengaruhnya juga berbeda, baik terhadap kegunaan tanah untuk pertanian maupun perubahan sifat-sifat tanah terutama susunan kimianya. Perubahan sifat-sifat kimia tanah di antaranya dapat dilihat dari analisis ph, P Bray 1, nilai tukar kation (NTK), kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), dan kemasaman dapat ditukar (Al dan H). Manfaat penelitian ini, abu vulkanik diharapkan bisa dimanfaatkan sebagai bahan amelioran untuk memperbaiki tanah yang kurang subur sehingga produktivitasnya meningkat. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Penelitian menggunakan contoh tanah Ultisol yang diambil dari daerah Kecamatan Kentrong, Rangkasbitung, serta menggunakan contoh abu vulkanik yang

10 2 diambil dari Dusun Kopeng, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta (7 o S, 11 o E). Selain itu, digunakan juga benih kedelai varietas Wilis, pupuk urea, SP-36, KCl, kompos jerami, pot, kantong plastik, karung, serta bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan tanaman di laboratorium. Peralatan yang digunakan dalam penelitian di antaranya peralatan untuk mengambil contoh tanah, peralatan untuk melakukan percobaan di rumah kaca, dan peralatan untuk analisis di laboratorium, seperti tabung perkolasi, tabung digestion, blok digestion, ph meter, Spektrofotometer UV-VIS, dan AAS. Metode Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 buah perlakuan dan setiap perlakuan diulang 3 kali. Dengan demikian unit percobaan yang dilibatkan sebanyak 3 x 6 = 18 unit pot. Perlakuan dilakukan dengan manambahkan abu vulkanik Gunung Merapi dengan dosis ; 2.5; 5; 1; 2; dan 4 t/ha. Abu vulkanik yang digunakan terlebih dahulu diayak menggunakan ayakan 6 mikron. Selain itu, contoh tanah yang akan digunakan ditumbuk, diayak, dan dianalisis terlebih dahulu kadar haranya. Penelitian dilakukan menggunakan 5 kg contoh tanah. Contoh tanah yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam pot, kemudian ditambah abu vulkanik sesuai dengan dosisnya. Contoh tanah dan abu vulkanik dicampur sampai homogen. Kemudian disiram sampai pada kapasitas lapang. Campuran tanah dan abu vulkanik diinkubasi selama 2 minggu. Selanjutnya tanah ditanam 3 biji benih kedelai, tanaman kedelai dipelihara sampai panen. Pemeliharaan yang perlu dilakukan adalah penyiraman, penjarangan, penyiangan serta pengamatan. Selain ditambah abu vulkanik, setelah penanaman kedelai campuran tanah dan abu vulkanik ditambah dengan pupuk urea dengan dosis 1 kg/ha, pupuk SP-36 dan KCl masing-masing dengan dosis 2 kg/ha. Pengamatan tanaman dilakukan terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah tanam. Pada saat panen tanaman diamati bobot kering akar, tanaman dan biji kedelai. Selain itu, juga diamati perubahan sifat kimia tanah dan kadar hara dalam akar, tanaman dan biji kedelai. Contoh tanah diambil setelah tanaman kedelai dipanen. Tanah setelah inkubasi 2 minggu dan panen dianalisis ph, P Bray, KTK (Ca, Mg, K) dan KTK terekstrak NH 4 OAc 1N ph 7, dan kemasaman dapat ditukar (Al dan H) terekstrak KCl 1N. Contoh akar, tanaman, dan biji dianalisis hara N, P, K, Ca dan Mg. Preparasi Sampel Tanah di Laboratorium Pengeringan.Contoh tanah disebarkan di atas tampah yang dialasi kertas sampul dan diberi label. Akar-akar atau sisa tanaman segar, kerikil, dan kotoran lain dibuang, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 4 o C selama + 3 jam. Penumbukan/Pengayakan.Contoh tanah disiapkan dengan ukuran partikel < 2 mm dan <.5 mm sebagai berikut: contoh ditumbuk pada lumpang porselen dan diayak dengan ayakan dengan ukuran lubang 2 mm untuk analisis tekstur, P dan K ekstrak HCl 25%, P- Bray, KTK dan NTK, dan kemasaman dapat ditukar (Al dan H). Kemudian, disimpan dalam plastik yang sudah diberi nomor contoh. Contoh <.5 mm diambil dari contoh < 2 mm, digiling dan diayak dengan ayakan.5 mm untuk analisis C-organik dan N-total. Preparasi Sampel Tanaman di Laboratorium Contoh yang berasal dari lapangan sebelum dianalisis terlebih dahulu dicuci dengan air bebas ion untuk menghilangkan debu-debu dan kotoran lainnya yang dapat memberikan kesalahan pada hasil analisis. Contoh tanaman tersebut secepatnya dikeringkan dalam oven (7 o C) selama + 3 jam. Contoh yang telah kering kemudian digiling dengan grinder mesin yang menggunakan filter dengan kehalusan.5 mm. Contoh yang telah digiling dimasukkan ke dalam botol plastik ditutup rapat-rapat agar tidak terkontaminasi. Penetapan kadar air kering mutlak (Balittanah 29) Sebanyak 1. g contoh ditimbang dalam pinggan aluminium yang telah diketahui bobotnya. Dikeringkan dalam oven pada suhu 15 o C selama 4 jam. Pinggan diangkat dan dimasukkan ke dalam eksikator. Setelah contoh dingin kemudian timbang. Kadar Air (%) = (kehilangan bobot / bobot contoh) x 1 Faktor koreksi kadar air (fk) = 1 / (1 kadar air)

11 3 Penetapan ph tanah (Balittanah 29) Sebanyak 5. g sampel tanah ditimbang dua kali, masing-masing dimasukkan ke dalam botol kocok, ditambahkan 25 ml air bebas ion ke botol yang satu (ph H 2 O), dan 25 ml KCl 1 M ke dalam botol lainnya (ph KCl). Kemudian dikocok menggunakan mesin pengocok selama 3 menit. Suspensi tanah diukur dengan ph meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer ph 7. dan ph 4.. Tekstur tanah (Balittanah 29) Sebanyak 1. g contoh tanah ditimbang, dimasukan ke dalam gelas piala 8 ml, ditambah 5 ml H 2 O 2 1% kemudian dibiarkan semalam. Keesokan harinya ditambah 25 ml H 2 O 2 3%, dipanaskan sampai tidak berbusa. Selanjutnya ditambahkan air bebas ion sampai volume 2 ml dan ditambahkan 2 ml HCl 2N. Didihkan diatas pemanas listrik selama + 3 menit. Diangkat dan setelah agak dingin diencerkan dengan air bebas ion sampai volume 7 ml. Selanjutnya, dicuci dengan akuades dengan dienap-tuangkan sampai bebas asam, kemudian ditambah 1 ml larutan peptisator Na 4 P 2 O 7 4%. Suspensi tanah yang telah diberi peptisator diayak dengan ayakan 5 mikron sambil dicuci dengan air bebas ion. Filtrat ditampung dalam silinder 5 ml untuk pemisahan debu dan liat. Butiran yang tertahan ayakan dipindahkan dalam pinggan aluminium yang telah diketahui bobotnya. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 15 o C selama satu malam, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Untuk pemisahan debu dan liat, filtrat dalam silinder diencerkan menjadi 5 ml, diaduk selama satu menit dan segera dipipet sebanyak 2 ml ke dalam pinggan aluminium. Filtrat dikeringkan pada suhu 15 o C selama satu malam, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Untuk pemisahan liat diaduk lagi selama satu menit lalu dibiarkan selama 3 jam 3 menit pada suhu kamar. Suspensi liat dipipet sebanyak 2 ml pada kedalaman 5.2 cm dari permukaan cairan dan dimasukkan ke dalam pinggan aluminium. Suspensi liat dikeringkan dalam oven pada suhu 15 o C selama satu malam, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. fraksi pasir fraksi debu fraksi liat Jumlah fraksi = A g = 25 (B - C) g = 25 (C.95) g = A + 25 (B.95) g Pasir (%) = A / {A + 25 (B.95)} x 1 Debu (%) = {25(B - C)} / {A + 25 (B.95)} x 1 Liat (%) = {25 (C -,95)} / {A + 25 (B.95)} x 1 Keterangan A = bobot pasir B = bobot debu + liat + peptisator C = bobot liat + peptisator 1 = konversi ke % Analisis C-organik (Balittanah 29) Sebanyak.5 g sampel tanah ukuran,5 mm ditimbang, dimasukkan ke dalam labu ukur 1, ditambahkan 5 ml K 2 Cr 2 O 7 1 N, lalu dikocok. Selanjutnya ditambahkan 7.5 ml H 2 SO 4 pekat, dikocok lalu didiamkan selama 3 menit. Diencerkan dengan air bebas ion, dibiarkan supaya dingin kemudian ditera, dikocok, dan didiamkan. Keesokan harinya diukur absorbansnya menggunakan spektrofotometer ( =561 nm). Kadar C-organik (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1 ml -1 x 1 mg contoh -1 x fk Analisis N-total (Balittanah 29) Sebanyak.25 g contoh tanah ukuran <.5 mm ditimbang, kemudian dimasukan ke dalam tabung digest. Selanjutnya ditambahkan.25 g campuran selen dan 2.5 ml asam sulfat pekat, didestruksi hingga suhu 35 o C (3-4 jam). Destruksi selesai bila keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih (sekitar 4 jam). Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas ion sampai tepat 25 ml. Selanjutnya dikocok sampai homogen dan dibiarkan semalam agar partikel mengendap. Sebanyak 1 ml ekstrak dan deret standar dipipet ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan berturut-turut larutan Sangga Tartrat dan Nafenat masing-masing sebanyak 2 ml, dikocok. Selanjutnya ditambahkan 2 ml NaOCl 5%, dikocok dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm setelah 15 menit sejak pemberian pereaksi. Kadar nitrogen (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1 ml -1 x 1/mg contoh x fp x fk

12 4 Penentuan fosfor dan kalium ekstrak HCl 25% (Balittanah 29) Sebanyak 2. g sampel tanah ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam botol kocok, kemudian ditambahkan 1 ml HCl 25% lalu dikocok dengan mesin kocok selama 5 jam. Selanjutnya disaring dan dibiarkan semalam. Untuk penentuan fosfor, diambil.5 ml ekstrak jernih ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 9.5 ml air bebas ion dan dikocok. Setelah diencerkan, diambil 1 ml ekstrak contoh encer dan deret standar masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml larutan pereaksi pewarna P dan dikocok. Selanjutnya dibiarkan selama 3 menit, lalu diukur absorbansnya menggunakan spektrofotometer UV-Vis (693 nm). Untuk penentuan kalium, diambil 1 ml ekstrak jernih sampel ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 9 ml air bebas ion dan dikocok. Setelah diencerkan, ekstrak contoh dan deret standar kalium diukur menggunakan AAS. Kadar P potensial mg P 2 O 5 (1 g) -1 = ppm kurva x (ml ekstrak/1 ml) x (1 g/g contoh) x fp x (142/19) x fk Kadar K potensial mg K 2 O (1g) -1 = ppm kurva x 1 x 94/78 x fk Penetapan P tersedia metode Bray 1 (Balittanah 29) Sebanyak 2. g contoh tanah ditimbang, kemudian ditambahkan 2 ml pengekstrak Bray 1, dikocok selama 5 menit, kemudian disaring. Dipipet 1 ml ekstrak jernih ke dalam tabung reaksi. Contoh dan deret standar masing-masing ditambahkan pereaksi pewarna fosfat sebanyak 5 ml, dikocok dan dibiarkan 3 menit. Selanjutnya, diukur absorbansnya menggunakan spektrofotometer UV-Vis (693 nm). Kadar P 2 O 5 tersedia (ppm) = ppm kurva x ml ekstrak/1. ml x 1g/g contoh x fp x 142/19 x fk Penentuan KTK dan NTK (Balittanah 29) Sebanyak 2.5 g contoh tanah ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam tabung perkolasi yang telah dilapisi filter flock dan pasir terlebih dahulu, lapisan atas ditutup dengan penambahan pasir. Ketebalan setiap lapisan pada sekeliling tabung diupayakan sama dan disiapkan pula blanko. Kemudian diperkolasi dengan amonium asetat ph 7. sebanyak 2 x 25 ml dengan selang waktu 3 menit. Filtrat ditampung dalam labu ukur 5 ml, diimpitkan dengan amonium asetat ph 7. untuk pengukuran kation dapat ditukar: K, Ca, dan Mg. Selanjutnya, tabung perkolasi yang masih berisi contoh, diperkolasi dengan 8 ml etanol 96% untuk menghilangkan kelebihan amonium dan perkolat dibuang. Selanjutnya diperkolasi dengan NaCl 1% sebanyak 5 ml, filtrat ditampung dalam labu ukur 5 ml dan diimpitkan dengan larutan NaCl 1%. Pengukuran Kapasitas Tukar Tation (KTK) cara Kolorimetri Sebanyak.5 ml perkolat NaCl dan deret + standar NH 4 masing-masing dipipet ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan 9.5 ml akuades (pengenceran 2x). Ditambahkan berturut-turut larutan sangga Tartrat, Na-fenat, dan NaOCl 5% masing-masing sebanyak 2 ml, dikocok dan dibiarkan 15 menit. Selanjutnya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm. KTK (me/1g) = me kurva x 5 ml 1 ml -1 x 1g 2.5 g -1 x.1 x fp x fk Pengukuran Nilai Tukar Kation (NTK) K, Ca, dan Mg Sebanyak 1 ml perkolat NH 4 -Ac dan deret standar K, Ca, Mg masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 ml akuades (pengenceran 1x) dan ditambahkan 1 ml larutan La.25%. Kemudian diukur dengan AAS (untuk Ca dan Mg) dan flamefotometer (untuk K). Kation (me/1g) = (ppm kurva/bst kation) x ml ekstrak 1. ml -1 x 1 g g contoh -1 x.1 x fp x fk Kejenuhan basa = jumlah kation dd /KTK x 1 % Penentuan Kemasaman dapat ditukar (Al dan H) (Balittanah 29) Sebanyak 2.5 g tanah < 2 mm sampel tanah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam botol kocok 5 ml, selanjutnya ditambahkan 25 ml KCl 1N. Campuran dikocok dengan mesin kocok selama 3 menit kemudian disaring. Ekstrak jernih dipipet 5 ml ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 3 tetes indikator PP kemudian dititar dengan NaOH baku sampai warna merah jambu. Ditambahkan sedikit larutan

13 5 penitar HCl agar warna merah jambu tepat hilang. Selanjutnya ditambah 1 ml NaF 4% (warna ekstrak akan merah kembali). Kemudian dititar dengan HCl baku sampai warna merah tepat hilang. Kemasaman (Al dd dan H dd ) (cmol (+) kg -1 ) = (T1 - Tb1) x N NaOH x 5/1 x 1/5 x fk Al dd (cmol (+) kg -1 ) = (T2 - Tb2) x N HCl x 5/1 x 1/5 x fk H dd (cmol (+) kg -1 ) = kemasaman dd Al dd Penentuan Kadar Hara N, P, K, Ca, dan Mg Sebanyak.125 g contoh tanaman ditimbang, kemudian dimasukan ke dalam tabung digest. Selanjutnya ditambahkan.25 g campuran selen dan 2.5 ml asam sulfat pekat, didestruksi hingga suhu 35 o C (3-4 jam). Destruksi selesai bila keluar uap putih dan didapat ekstrak jernih (sekitar 4 jam). Tabung diangkat, didinginkan dan kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas ion sampai tepat 25 ml. Selanjutnya dikocok sampai homogen dan dibiarkan semalam agar partikel mengendap. Ekstrak jernih digunakan untuk pengukuran N. Sebanyak.125 g contoh tanaman <.5 mm ditimbang ke dalam tabung digestion. ditambahkan 3.5 ml HNO 3 p.a. dan.5 ml HClO 4 p.a. dan biarkan satu malam. Besoknya dipanaskan dalam digestions blok dengan suhu 1 o C selama satu jam, kemudian suhu ditingkatkan menjadi 15 o C. Setelah uap kuning habis suhu digestion blok ditingkatkan menjadi 2 o C. Destruksi selesai setelah keluar asap putih dan sisa ekstrak kurang lebih.5 ml. Tabung diangkat dan dibiarkan dingin. Ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga volume tepat 25 ml dan di kocok sampai homogen. Ekstrak jernih digunakan untuk pengukuran P, K, Ca, dan Mg. Pengukuran N Sebanyak.1 ml ekstrak contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan.9 ml standar N, dikocok. Kemudian ditambahkan berturut-turut larutan sangga tartrat, Na-fenat, dan NaOCl 5%, masing-masing sebanyak 2 ml, dikocok dan dibiarkan selama 15 menit. Selanjutnya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis (636 nm). Pengukuran P Sebanyak.1 ml ekstrak contoh dan deret standar PO 4 ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan,9 ml air bebas ion dan kocok. Selanjutnya ditambahkan 5 ml pereaksi pewarna P. Dikocok sampai homogen dan dibiarkan 3 menit. Selanjutnya diukur dengan spektrofotometer UV-Vis (693 nm). Pengukuran K, Ca, dan Mg Dipipet 1 ml ekstrak dan deret standar masing-masing ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 9 ml akuades. Selanjutnya ditambahkan larutan La.25%. Kemudian dikocok sampai homogen. Kandungan Ca dan Mg diukur dengan AAS sedangkan kadar K diukur dengan flamefotometer. Serapan hara = Kadar hara (%) x Bobot HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis tanah awal Ultisol Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal, mempunyai agregat yang kurang stabil dan permeabilitas rendah (Darmawijaya 1997). Analisis sifat kimia tanah Ultisol yang digunakan untuk percobaan disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa jenis tanah Ultisol yang digunakan bersifat sangat masam dengan tekstur liat berdasarkan klasifikasi tekstur menurut USDA (Lampiran 3). Menurut Prasetyo dan Suradikarta (29) Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah Ultisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Bila lapisan mengalami erosi maka tanah menjadi miskin bahan organik dan hara, sedangkan ph tanah sangat berpengaruh pada ketersediaan hara tanaman dan mikroorganisme. Pada ph rendah kadar Al, Mn, dan Fe menjadi lebih larut dan dapat bersifat toksik bagi tanaman (Donald 23). Kandungan P 2 O 5 potensial dan P 2 O 5 tersedia tergolong rendah dengan kandungan K 2 O potensial juga tergolong rendah berdasarkan kriteria analisis tanah (Lampiran 4). Selain itu, diperoleh kandungan Al dd hasil analisis sebesar 8.95 cmol(+)kg -1, menurut

14 6 penelitian dilakukan oleh Winarso et al. (29) konsentrasi Al tanah Ultisol di daerah Kentrong, Banten sekitar 6.2 cmol(+)kg -1 dan konsentrasi ini dapat mengakibatkan toksik bagi tanaman. Tingginya kandungan Al pada tanah Ultisol merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kandungan P 2 O 5 di dalam tanah. Fosfat dapat diikat kuat oleh Al dan Fe pada tanah-tanah masam sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Tabel 1 Analisis awal tanah Ultisol Parameter Satuan Nilai ph H 2O 4.21 KCl 3.71 Tekstur Pasir % 8 Bahan Organik Ekstrak HCl 25% Debu % 26 Liat % 66 C % 3.13 N %.36 C/N 7 P 2O 5 mg/1g K 2O mg/1g P-Bray 1 P 2O 5 ppm 6.7 NTK K me/1g.2 Na me/1g.2 Ca me/1g.43 Mg me/1g.5 KTK me/1g 1.94 Al dd cmol(+)/kg 8.95 H dd cmol(+)/kg 1.15 KB % 26.7 Nilai NTK dan KTK tergolong rendah. Kehilangan kation atau mineral yang dapat dipertukarkan pada tanah Ultisol sangat berhubungan dengan rendahnya muatan negatif permukaan atau kapasitas pertukaran kation. Akibatnya, banyak mineral dalam bentuk kation tercuci dan tanah menjadi miskin hara (Rosmarkam dan Yuwono 22). Nilai kejenuhan basa tergolong rendah, yaitu sebesar 26.7%, hal ini menunjukkan bahwa 73.3% kation dalam tanah ditempati oleh ion H + dan Al 3+. Menurut Utomo (28) tanah Ultisol merupakan tanah mineral yang berkembang dan mengalami pelapukan lanjut serta pencucian intensif. Pencucian intensif menyebabkan tanah bereaksi masam dengan kejenuhan basa rendah sampai lapisan bawah. Jenis tanah yang digunakan mempunyai kandungan C-organik tergolong tinggi dan kandungan N-total tergolong sedang dengan nisbah C/N tergolong rendah menurut kriteria analisis tanah (Lampiran 4). Analisis ph tanah setelah inkubasi 2 minggu dan setelah panen Reaksi tanah (ph) perlu diketahui karena setiap tanaman memerlukan lingkungan ph tertentu. Selain itu, ph juga mempengaruhi ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Perbedaan pengukuran ph tanah dalam H 2 O dan KCl menunjukkan karakteristik muatan. Pada tanah dengan muatan positif, ph lebih rendah diukur di dalam H 2 O, sedangkan untuk muatan negatif ph lebih rendah diukur di dalam larutan KCl. Pengaruh penambahan abu vulkanik Merapi tidak meningkatkan ph tanah. Terjadi sedikit peningkatan nilai ph pada saat inkubasi 2 minggu (Lampiran 5), tetapi analisis tanah pada saat setelah panen menunjukkan bahwa nilai ph kembali menurun (Lampiran 6). Hasil ini sama seperti yang dilakukan oleh Zuraida (1999), pemberian abu vulkanik pada tanah gambut meningkatkan ph dibandingkan kondisi awal, tetapi pada akhirnya nilai ph cenderung menurun kembali mendekati ph awal. Gambar 1 menunjukkan bahwa ph tanah setelah panen lebih rendah dibandingkan setelah 2 minggu inkubasi. Selain itu, Gambar 1 juga menunjukkan bahwa kemasaman cadangan (kemasaman dalam KCl) lebih rendah dibandingkan kemasaman aktif (kemasaman dalam H 2 O), hal ini disebabkan pada tanah masam terdapat hidrogen dan aluminium yang dapat dipertukarkan, salah satunya menggunakan kation lain pada unbuffered salt solution (KCl 1M) (Rowell 1995). Ion Al 3+ menggantikan ion K + dari larutan KCl selanjutnya ion Al 3+ akan terhidrolisis dan membentuk Al(OH) 3 serta membebaskan ion H + sehingga ph tanah semakin masam. Al 3+ + H 2 O Al(OH) 2+ + H + Al (OH) H 2 O Al(OH) 3 + 2H + Kemasaman aktif atau kemasaman aktual disebabkan oleh adanya ion H + dalam larutan tanah, sedangkan kemasaman potensial atau kemasaman tertukarkan dihasilkan oleh ion H + dan Al 3+ tertukarkan yang diadsorbsi oleh koloid tanah.

15 7 ph H 2 O ph KCl Dosis abu (t/ha) (a) Dosis abu (t/ha) (b) Gambar 1 Perbandingan ph setelah inkubasi 2 minggu ( ) dan setelah panen ( ) (a) ph H 2 O, (b) ph KCl. Kation-kation Al pada tanah masam dapat juga mempengaruhi peningkatan kemasaman tanah karena apabila ion-ion Al mengalami hidrolisis akan meningkatkan konsentrasi ion H + di dalam tanah sehingga ph tanah menurun (Muzar 28). Dengan pelepasan H +, maka tanah relatif menjadi masam. Sampai tingkat kemasaman tertentu, Al tertukar dianggap kation yang dominan pengaruhnya terhadap kemasaman tanah (Rosmarkam dan Yuwono 22). Analisis P-tersedia tanah setelah inkubasi 2 minggu dan setelah panen Fosfor di dalam tanah terdapat dalam tiga bentuk yaitu H 2 PO 4 -, HPO 4 2-, dan PO 4 3-, tetapi pada umumnya fosfor diserap tanaman dalam bentuk ion ortofosfat primer (H 2 PO 4 - ) dan ion ortofosfat sekunder (HPO 4 2- ) karena ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman. Bentuk ion ortofosfat primer dan ion ortofosfat sekunder di dalam tanah bergantung pada ph tanah. Pada ph rendah, tanaman lebih banyak menyerap ion ortofosfat primer, sedangkan pada ph yang lebih tinggi ion ortofosfat sekunder lebih banyak diserap tanaman. H 2 PO 4 - +OH - +OH - H 2 O + HPO 4 2- H 2 O + PO 4 3- Reaksi diatas menggambarkan pada kisaran ph asam sampai basa, larutan tanah mengandung berbagai bentuk anion fosfat (Depdikbud 1991). Fosfat dalam suasana asam (H 2 PO 4 - ) diikat sebagai senyawa Fe-fosfat, Al-fosfat yang sukar larut. NH 4 F yang terkandung dalam pengekstrak Bray akan membentuk senyawa dengan Fe dan Al dengan membebaskan ion fosfat. Ion fosfat dan molibdat berkondensasi dalam larutan asam heteropoli menghasilkan asam molibdofosfat heteropoli (asam fosfat molibdat) berwarna kuning. Asam fosfat molibdat yang dihasilkan direduksi dengan asam askorbat sehingga menghasilkan kompleks warna biru (biru molibdem) yang dapat larut. Intensitas warna biru sebanding dengan banyaknya fosfor yang mula-mula dimasukkan dalam asam heteropoli selektif menghasilkan warna biru (Basset et al. 1994). Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut: PO MoO H + H 7[P(Mo 2O 7) 6] + 1 H 2O (kompleks kuning) H 7[P(Mo 2O 7) 6] + C 6H 8O 6 biru molibdem Pengaruh penambahan abu vulkanik Merapi dapat meningkatkan kadar P-tersedia di dalam tanah, semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan kadar P-tersedia juga semakin meningkat, kecuali pada dosis 2.5 t/ha (Lampiran 5). Tingginya kadar P 2 O 5 potensial dan tersedia sebesar mg/1g dan 89 mg/kg (Lampiran 7) pada analisis abu vulkanik merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kadar fosfat di dalam tanah juga semakin meningkat. Gambar 2 menunjukkan bahwa kadar fosfat tanah setelah panen cenderung menurun dibandingkan setelah 2 minggu inkubasi, kecuali pada dosis dan 2.5 t/ha yang justru meningkat. Kadar P (ppm) Dosis abu (t/ha) Gambar 2 Kadar P-tersedia setelah inkubasi 2 minggu ( ) dan setelah panen ( ).

16 8 Menurut Anwar dan Sudadi (24) banyak tanah yang dapat menjerap fosfat dalam jumlah banyak dan mengkonversinya menjadi bentuk lebih tidak tersedia bagi tanaman. Bentuk anion fosfat yang dijerap secara spesifik dibedakan sebagai bentuk retensi dan bentuk fiksasi. Tisdale dan Nelson (1975) membedakan bentuk fosfat teretensi dan terfiksasi sehubungan dengan ekstraksinya dengan asam encer. Fosfat yang diretensi masih dapat terekstrak oleh asam encer dan relatif lebih mudah berubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Fenomena ini terkadang disebut sebagai jerapan ikutan (ko-adosopsi). Sedangkan fosfat yang difiksasi merupakan bentuk fosfat terjerap yang tidak dapat diekstrak dengan asam encer dan tidak dapat segera tersedia bagi tanaman. Reaksi fiksasi dapat terjadi antara fosfat dengan Alhidroksida, Fe-hidroksida, maupun dengan mineral silikat. Liat akan bereaksi cepat dengan fosfat membentuk fosfat hidroksida yang sukar larut. H O Al OH + H 2 PO 4 - Al H 2 PO 4 + OH - O (larut) O (tidak larut) H Analisis kemasaman dapat ditukar (Al dan H) tanah setelah inkubasi 2 minggu dan setelah panen Kemasaman dapat ditukar terdiri atas Al 3+ dan H + pada koloid tanah. Al 3+ dan H + ini dapat ditukar oleh K + dari pengekstrak KCl 1 M. Selanjutnya dilakukan titrasi menggunakan NaOH dan HCl dengan reaksi sebagai berikut: H + (aq) + NaOH H 2 O + Na + Al 3+ (aq) + 3NaOH H O H Al(OH) 3(s) + 3Na + (aq) Al(OH) 3(s) +3NaF (aq) 3NaOH (aq) +AlF 3(s) NaOH + HCl (Rowell 1995) NaCl +H 2 O Pengaruh penambahan abu vulkanik Merapi dapat menurunkan kadar Al setelah panen. Semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan, kemasaman (Al dan H) di dalam tanah semakin menurun (Lampiran 6). Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar Al dan H setelah panen menurun dibandingkan setelah 2 minggu inkubasi. Kadar Al sangat berhubungan dengan ph tanah. Semakin rendah ph tanah, semakin tinggi Al dan sebaliknya (Rosmarkam dan Yuwono 22). Tanah dengan nilai ph rendah mengandung ion Al 3+ tinggi. Tingkat toksisitas Al bergantung pada jenis tanaman dan kadar Al. Pertukaran Al 3+ bergantung pada muatan negatif permukaan mineral liat dan bahan organik tanah. Aluminium yang dapat dipertukarkan terutama dalam bentuk monomer ion heksa aqua [Al(H 2 O) 6 ] 3+, bentuk inilah yang bersifat toksik bagi tanaman (Donald 23). Al + H (me/1g) Al dd (me/1g) H dd (me/1g) ,4 1,2 1,,8,6,4,2, Dosis abu (t/ha) (a) Dosis abu (t/ha) (b) Dosis abu t/ha) (c) Gambar 3 Kadar Al 3+, H + setelah inkubasi 2 minggu ( ) dan setelah panen ( ), (a) kemasaman, (b) Al dd, (c) H dd. Menurut Rowell (1995) selain dikarenakan bahan organik tanah mampu

17 9 membentuk kompleks dengan sisi reaktif permukaan humus, mineral yang dominan mengontrol kelarutan aluminium dalam mineral tanah adalah gibsit dan kaolinit. Al 3+ Al(OH) 3(s) Al 3+ (aq) + 3OH - (aq) bereaksi dengan air menghasilkan hidroksi Al berupa AlOH 2+ dan Al(OH) + 2 di dalam larutan. Al 3+ + H 2 O Al(OH) 2+ + H + Al(OH) 2+ Al(OH) H + Analisis KTK tanah setelah inkubasi 2 minggu dan setelah panen Kapasitas Pertukaran Kation (KTK) merupakan jumlah total kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid. Koloid tanah (mineral liat dan humus) bermuatan negatif sehingga dapat menjerap kation. Muatan pada permukaan tanah dapat bersumber dari substitusi isomorfik dalam kisi kristal dan ionisasi gugus fungsional pada permukaan padatan penyusun matriks tanah. Substitusi isomorfik merupakan proses penggantian kation pusat pada kisi kristal oleh kation lain yang memiliki ukuran yang relatif sama tanpa menyebabkan kerusakan srtuktur mineralnya (Depdikbud 1991). Kation dapat ditukar seperti Ca 2+, Mg 2+, K +, dan Na + dalam kompleks jerapan tanah + dapat ditukar dengan kation NH 4 dari pengekstrak sehingga kation terlepas dan terdapat bebas dalam larutan tanah. Untuk penetapan KTK tanah, kelebihan kation penukar NH + 4 dicuci dengan etanol 96% agar NH + 4 yang tidak terjerap dalam koloid tanah bisa tercuci. Selanjutnya, NH + 4 yang terjerap diganti dengan kation Na + dari larutan NaCl, sehingga NH + 4 yang terjerap dalam koloid tanah dapat diukur sebagai KTK. - Na NH 4 - K NH 4 - Ca NH NH 4 - Mg NH 4 - dll + - NH NH NH NH NH NH 4 - Na + - Na + + NaCl - Na + - Na + - Na + Pengaruh penambahan abu vulkanik Merapi dapat meningkatkan KTK tanah, semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan nilai KTK cenderung meningkat (Lampiran 5). Gambar 4 menunjukkan bahwa perbandingan nilai KTK hampir sama antara pengamatan 2 minggu inkubasi dan setelah panen. Menurut Donald (23) mineral tanah dapat ditunjukkan dalam dua jenis muatan yaitu muatan permanen (konstan) dan muatan variabel (bergantung ph). Nilai KTK tanah dengan tekstur liat pada lapisan tanah bawah menunjukkan bahwa nilai KTK relatif konstan pada tanah dengan ph antara 2.5 dan 5, tetapi meningkat pada ph antara 5 dan 7. KTK (me/1g) , Dosis abu (t/ha) Gambar 4 Nilai KTK tanah 2 minggu inkubasi ( ) dan setelah panen ( ). Kenyataan menunjukkan bahwa KTK dari berbagai tanah sangat beragam bahkan tanah sejenisnya pun berbeda nilai KTKnya. Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri, diantaranya reaksi tanah atau ph, tekstur tanah atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik, pengapuran dan pemupukan (Hakim et al. 1986). Analisis NTK tanah setelah inkubasi 2 minggu dan setelah panen Koloid liat pada umumnya bermuatan negatif. Muatan negatif ini dinetralkan dengan menarik kation-kation seperti K +, Na +, Mg 2+, Ca 2+ dan lain lain. Hal ini dapat terjadi karena gaya elektrostatis pada permukaan liat. Kation-kation yang dijerap umumnya dalam bentuk hidrat, jumlah molekul-molekul air yang mengelilingi kation menentukan jarak kation dengan kompleks jerapan. Karena kation-kation dijerap pada permukaan kristal, dan bukan di dalam kristal maka kation-kation tersebut dapat dipertukarkan dengan kation lainnya. Mekanisme ini akan menghambat kehilangan ion dari tanah dan mempertahankan ion-ion

18 1 dalam bentuk yang dapat diserap tanaman (Anwar dan Sudadi 24). Pengaruh penambahan abu vulkanik Merapi dapat meningkatkan kadar hara K, Ca, dan Mg dibandingkan kontrol (Lampiran 5). Hasil ini sesuai yang dilakukan Zuraida (1999) penambahan abu vulkanik gunung Kelud meningkatkan kadar Ca dan Mg, tetapi kadar Na dan K menurun. Gambar 5 menunjukkan bahwa kandungan hara K setelah penen meningkat, sedangkan kandungan hara Ca dan Mg menurun dibandingkan setelah 2 minggu inkubasi. Penurunan kadar hara Ca dan Mg di dalam tanah salah satunya dikarenakan sebagian hara sudah diserap tanaman. Kadar K (me/1g) Kadar Ca (me/1g) Kadar Mg (me/1g),4,4,3,3,2,2,1,1, ,8,6,4,2, Dosis abu (t/ha) (a) Dosis abu (t/ha) (b) Dosis abu (t/ha) (c) Gambar 5 Nilai NTK tanah inkubasi 2 minggu ( ) dan setelah panen ( ), (a) K, (b) Ca, (c) Mg. Meningkatnya kadar hara seperti K, Ca, dan Mg salah satunya dikarenakan abu vulkanik tersusun oleh mineral mudah lapuk. Mineral mudah lapuk merupakan jenis mineral yang dapat melapuk dan melepaskan unsur-unsur penyusunnya ke dalam tanah pada waktu proses pembentukan tanah contohnya plagioklas, amfibol, dan piroksin (Prasetyo et al. 24). Sampel tanah dengan susunan mineral didominasi oleh mineral mudah lapuk berarti tanah tersebut mempunyai cadangan sumber hara tanah yang tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anda dan Wahdini (21) abu vulkanik tersusun oleh volkan kaca (5%) dengan unsur utama Si, labradorit sebesar 26% (Na dan Ca), augit sebesar 13% (Mg, Fe, dan Ca), bitownit (Na dan Ca), hiperstin (Mg, Fe, dan Ca), dan hornblende (Fe, Mg, Ca, dan Na) (Tafakresnanto dan Prasetyo (21); Prasetyo et al. (24) dalam Pramuji dan Bastaman 29). Dengan berjalannya waktu, terjadi pelapukan mineral-mineral menjadi sumber penambah kation dan anion yang kemudian dapat dimanfaatkan tanaman. Suhu dan kelembaban tergolong dalam variabel lingkungan utama yang berpengaruh terhadap kecepatan pelapukan. Pelapukan merupakan fenomena melemahnya ikatan ion-ion dalam mineral dan batuan melalui proses-proses disintregasi dan alterasi sebagai akibat aktivitas kimia, fisik, dan biologi (Anwar dan Sudadi 24). Proses pelapukan fisik maupun kimia mengakibatkan terjadinya pelapukan batuan yang merupakan fenomena awal terjadinya proses pembentukan tanah. Dimana proses pelapukan melibatkan beberapa reaksi seperti oksidasi, reduksi, oksidasi-reduksi, hidrasi, hidrolisis, dan pelarutan. Secara kimiawi, di dalam lingkungan dimana batuan terbentuk, struktur dan valensi ion-ion dalam mineral bersifat stabil, tetapi bersifat sebaliknya dalam lingkungan fisik dan kimia di permukaan tanah. Banyak jenis mineral yang mengandung kation seperti Ca 2+, Mg 2+, Na +, dan K + yang terhidrolisis pada proses pelapukan kimia berdasarkan reaksi berikut. (Ca, Mg, Na, K, Al)silikat + H 2 O Ca 2+ + Mg 2+ + Na + + K + + Al(OH) 3 + Si(OH) 4 + OH - (Wild 1995) Kebanyakan reaksi kimia liat tanah seperti pertukaran kation terjadi pada permukaan liat. Permukaan reaktif pada permukaan liat tanah dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (1) permukaan siloksan, terbentuk oleh ikatan Si-O-Si pada

19 11 Si-tetrahedra, (2) permukaan oksihidroksida, terbentuk oleh ikatan O-Al-OH pada Aloktahedra, dan (3) permukaan pada bahan amorf yang dapat dibedakan sebagai permukaan silanol (-Si-OH), aluminol (-Al- OH), dan ferrol (-Fe-OH). Kecepatan jerapan dan pertukaran kation proporsional dengan luas permukaan. Luas permukaan meningkat dengan penurunan ukuran partikel (Anwar dan Sudadi 24). Efisiensi pertukaran kation-kation dalam tanah sangat ditentukan oleh beberapa faktor, di antaranya: (1) Kepekatan ion, semakin tinggi kepekatan suatu kation semakin efisien perpindahannya, (2) Aktivitas ion, semakin besar ukuran ion terhidrasi semakin rendah aktivitas pergerakannya, urutan aktivitas ion yang berhidrasi menurut seri Ostwald Ca 2+ > Mg 2+ > K + > Na +, (3) Jenis liat, ukuran kemudahan tukar pada mineral liat Montmorillonit dan Kaolinit Ca 2+ > Mg 2+ > K + > Na +, Mika K + > Ca 2+ > Mg 2+ > Na + (Rowell 1995). Urutan kemudahan penggantian kation menurut deret lyotrop sebagai berikut Na + > K + > Mg 2+ > Ca 2+. Berdasarkan nilai KTK dan NTK tanah diperoleh nilai kejenuhan basa. Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah (Hardjowigeno 23). Nilai kejenuhan basa setelah 2 minggu inkubasi dan setelah panen berkisar antara 19-28%. Kation-kation basa merupakan unsur yang diperlukan tanaman. Selain itu, basa-basa umumnya mudah tercuci sehingga tanah dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Hardjowigeno 23). Serapan hara tanaman Selain analisis tanah dilakukan juga analisis terhadap jaringan tanaman meliputi akar, batang, daun, dan biji kedelai. Hara diserap tanaman dalam bentuk ion positif (NH 4 +, K +, Ca 2+, dan Mg 2+ ) dan ion negatif (NO 3 -, HPO 4 -, dan Cl - ). Ion ini umumnya terikat dalam kompleks jerapan tanah berupa koloid anorganik dan koloid organik. Dalam keadaan normal, faktor-faktor utama yang mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman diantaranya: (1) ada tidaknya dalam larutan tanah, (2) tingkat interaksi dengan kecepatan pembebeasan dalam fase tanah, (3) aktivitas jasad renik, dan (4) seleksi akar tanaman pada saat penyerapan (Depdikbud 1991). Serapan N Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion NO - 3 atau NH + 4. Tanaman di lahan kering - umumnya menyerap ion NO 3 relatif lebih besar dibandingkan ion NH + 4. Nitrogen mempunyai peran utama bagi tanaman untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, terutama batang, cabang, dan daun. Selain itu, nitrogen juga berperan penting dalam proses fotosintesis (Santoso 21). Gambar 6 menunjukkan bahwa sebagian besar hara N terdapat pada biji kedelai. Berdasarkan penggolongan menurut Rosmarkam dan Yuwono (22) kandungan hara N pada biji kedelai tergolong sedang sampai tinggi sedangkan pada daun, batang, dan akar tergolong sangat rendah. Tingginya kadar nitrogen pada biji kedelai berhubungan dengan senyawa protein yang banyak terdapat dalam biji kedelai. Protein pada hakekatnya merupakan persenyawaan kompleks dari asam-asam amino. Kandungan N dalam kebanyakan protein sekitar 16%, kandungan N mudah dianalisis sebagai NH 3 dengan metode Kjeldahl. Serapan N Serapan N Dosis Abu (t/ha) (a) Dosis abu (t/ha) (b) Gambar 6 Serapan hara N tanaman kedelai, (a) daun ( ), batang ( ), akar ( ) (b) biji ( ). Pengaruh penambahan abu vulkanik Merapi dapat meningkatkan serapan N.

20 12 Semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan maka serapan N pada daun dan biji kedelai semakin meningkat, sedangkan pada batang dan akar tanaman kedelai, serapan N cenderung menyebar. Serapan hara N tertinggi diperoleh pada dosis 2 t/ha, kecuali pada daun serapan tertinggi pada dosis 4 t/ha (Lampiran 9). Serapan P Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H 2 PO 4 - ) dan ion ortofosfat sekunder (HPO 4 2- ). Sebagian besar fosfor di dalam tanaman berfungsi sebagai zat pembangun dan terikat dalam senyawasenyawa organik dan hanya sebagian kecil terdapat dalam bentuk anorganik sebagai ionion fosfat (Santosa 21). Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa sebagian besar fosfor terdapat pada biji kedelai. Kandungan P pada biji kedelai tergolong sedang sampai tinggi, sedangkan pada daun, batang, dan akar tergolong sangat rendah. Menurut Rosmarkam dan Yuwono (22) fosfor ditemukan relatif dalam jumlah lebih banyak dalam buah dan biji tanaman. Serapan P,4,3,3,2,2,1,1, Serapan P Dosis abu (t/ha) (a) Dosis abu (t/ha) (b) Gambar 7 Serapan hara P tanaman kedelai, (a) daun ( ), batang ( ), akar ( ) (b) biji ( ). Pengaruh penambahan abu vulkanik Merapi dapat meningkatkan serapan hara P. Semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan maka serapan P pada daun dan biji semakin meningkat, sedangkan pada batang dan akar tanaman kedelai, serapan P cenderung menyebar. Serapan tertinggi sebagian besar diperoleh pada dosis 2 t/ha (Lampiran 1). Bagian tanaman yang berkaitan dengan pembiakan generatif seperti daun-daun bunga, tangkai sari, kepala sari, butir tepung sari, daun buah, dan bakal biji banyak mengandung fosfor. Jadi, untuk pembentukan bunga dan buah banyak diperlukan fosfor. Selain itu, fosfor juga berperan dalam sintesa hijau daun, fosfor mendorong pertumbuhan akar-akar muda yang berguna bagi resistensi terhadap kekeringan (Santoso 21). Serapan K Kalium diserap tanaman dalam bentuk ion K +. Ion kalium mempunyai fungsi psikologis pada asimilasi zat arang. Kalium berperan selama pembentukan bunga dan buah. Oleh karena itu, kalium mudah bergerak. Selain itu, kalium berfungsi pada pembentukan jaringan penguat (Santosa 21). Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa sebagian besar hara K terdapat pada biji kedelai. Kandungan hara K pada biji kedelai tergolong sangat tinggi, pada daun tergolong sedang, sedangkan pada batang dan akar tergolong sangat rendah (Rosmarkam dan Yuwono 22). Serapan K Serapan K Dosis abu (t/ha) (a) Dosis abu (t/ha) (b) Gambar 8 Serapan hara K tanaman kedelai, (a) daun ( ), batang ( ), akar ( ) (b) biji ( ). Pengaruh penambahan abu vulkanik Merapi dapat meningkatkan serapan hara K.

21 13 Semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan maka serapan K pada daun dan biji kedelai semakin meningkat, sedangkan pada akar serapan K cenderung menyebar dengan serapan tertinggi pada dosis 2 t/ha (Lampiran 11). Berbeda dengan serapan pada daun, akar, dan biji, serapan pada batang menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis abu serapan hara K semakin rendah. Serapan Ca Kalsium diserap tanaman dalam bentuk Ca 2+. Unsur ini terdapat sebagai kalsium oksalat pada lamela-lamela tengah dari dinding-dinding sel. Selain itu, terdapat juga pada batang yang berpengaruh baik pada pertumbuhan ujung dan bulu-bulu akar. Fungsi kalsium di antaranya sebagai pengatur permeabilitas dari dinding sel (Santosa 21). Kalsium terdapat pada tanaman yang banyak mengandung protein karena Ca juga berperan dalam pembuatan protein atau bagian yang aktif dari tanaman (El Frando 21). Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui bahwa sebagian besar Ca terdapat pada bagian daun. Serapan Ca Serapan Ca Dosis abu (t/ha) (a) Dosis abu (t/ha) (b) Gambar 9 Serapan hara Ca tanaman kedelai, (a) biji ( ), batang ( ), akar ( ) (b) daun ( ). Pengaruh penambahan abu vulkanik Merapi dapat meningkatkan serapan Ca. Semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan maka serapan Ca semakin meningkat. Pada daun dan akar serapan tertinggi pada dosis 2 t/ha, sedangkan pada biji dan batang serapan tertinggi pada dosis 4 t/ha (Lampiran 12). Menurut hasil analisis, kandungan Ca pada daun kedelai tergolong sedang, pada biji dan batang tergolong rendah, sedangkan pada akar tergolong sangat rendah. Serapan Mg Magnesium diserap tanaman dalam bentuk Mg 2+ dan merupakan bagian dari hijau daun yang tidak dapat digantikan oleh unsur lain, kecuali di dalam hijau daun terdapat pula sebagai ion di dalam air-sel. Walaupun Magnesium diserap tanaman dalam jumlah yang sedikit dibandingkan unsur makro lain seperti N, P, dan Ca, tetapi Mg 2+ mempunyai peranan penting dalam penyusunan klorofil. Menurut G.H Collings (1995) dalam Santoso (21) kadar magnesium dari klorofil tanaman sebesar 2.7%. Gambar 1 menunjukkan bahwa sebagian besar Mg terdapat pada bagian daun. Hal ini berkaitan dengan adanya Mg yang terdapat pada klorofil daun. Klorofil merupakan kelompok pigmen fotosintesis yang terdapat dalam tumbuhan, menyerap cahaya merah, biru dan ungu, serta merefleksikan cahaya hijau yang menyebabkan tumbuhan memperoleh ciri warnanya. Terdapat dalam kloroplas dan memanfaatkan cahaya yang diserap sebagai energi untuk reaksi-reaksi cahaya dalam proses fotosintesis (Rifai 1996). Serapan Mg Serapan Mg ,1,1,1,1,,, Dosis abu (t/ha) (a) Dosis abu (t/ha) (b) Gambar 1 Serapan hara Mg tanaman kedelai, (a) daun ( ), biji ( ) (b) batang ( ), akar ( ).

22 14 Pengaruh penambahan abu vulkanik Merapi dapat meningkatkan serapan Mg. Semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan maka serapan Mg pada akar, daun, dan biji semakin meningkat dengan serapan tertinggi pada dosis 2 t/ha, sedangkan pada batang serapan Mg cenderung menyebar dengan serapan tertinggi pada dosis t/ha (Lampiran 13). Menurut Rosmarkam dan Yuwono (22) semakin tinggi penyerapan K maka semakin rendah penyerapan Mg. Berdasarkan kriteria analisis tanaman, kandungan Mg pada daun tergolong sedang, pada buah tergolong rendah, sedangkan pada batang dan akar tergolong sangat rendah. Pengamatan tanaman Permasalahan pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah masam diantaranya ph tanah rata-rata kurang dari 4, kandungan hara, bahan organik, P-tersedia dan KTK tanah tergolong rendah. Selain itu, tingginya kandungan unsur Mn 2+ dan aluminium reaktif (Al 3+ ) dapat meracuni akar tanaman dan menghambat pembentukan bintil akar tanaman legum. Distribusi perakaran tanaman juga relatif dangkal sehingga tanaman kurang tahan terhadap kekeringan dan banyak terjadi pencucian hara sampai lapisan bawah (Hairiah et al. 25). Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun dilakukan setelah 2, 4, 6, dan, 8 minggu setelah tanam. Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan maka tinggi tanaman juga semakin meningkat pada minggu ke 2 dan 8, sedangkan pada minggu ke 4 dan 6 untuk dosis 4 t/ha nilainya lebih rendah dibandingkan dosis 2 t/ha. Hal ini mungkin dikarenakan dosis abu yang ditambahkan terlalu berlebihan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh dosis abu terhadap tinggi tanaman berbeda nyata pada minggu ke 2, 6, dan 8. Tabel 2 Pengaruh dosis abu terhadap tinggi tanaman Dosis abu (t/ha) Tinggi tanaman kedelai (cm) ke-2 ke-4 ke-6 ke c 39.5 a 7. b 79.5 b bc 39.9 a b 12. ab bc 4.73 a ab 12. ab bc 41. a ab 13.5 ab ab a a a a a ab a Tabel 3 menunjukkan bahwa, semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan maka jumlah daun juga semakin meningkat dengan jumlah daun terbanyak pada dosis 2 t/ha. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh dosis abu terhadap jumlah daun berbeda sangat nyata pada minggu ke 4 dan ke 6 dengan nilai F hitung 6.11 dan 6.66, sedangkan pada minggu ke 2 dan 8 untuk dosis 2 t/ha nilainya berbeda nyata terhadap kontrol. Tabel 3 Pengaruh dosis abu terhadap jumlah daun Dosis abu (t/ha) Jumlah daun ke-2 ke-4 ke-6 ke b 41. c b b ab bc b 19. b ab bc ab 126. b ab 5.67 ab ab 147. b a a a a ab a 115. a ab Tabel 4 menunjukkan bahwa peningkatan dosis abu vulkanik tidak berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar dan batang, tetapi untuk dosis abu 2 t/ha pada bobot kering daun dan biji nilainya berpengaruh nyata terhadap kontrol. Tabel 4 juga menunjukkan bahwa bobot kering akar, batang, daun, dan biji tertinggi pada dosis 2 t/ha. Tabel 4 Pengaruh dosis abu terhadap hasil tanaman kedelai Dosis abu Bobot kering (g/pot) (t/ha) Akar Batang Daun Biji.687 a 3.2 a a a a 3.28 a 3.29 ab 1.8 a a a 3.76 ab 1.45 ab a a ab ab a a 4.3 b b 4.82 a a ab ab Gambar 11 menunjukkan kurva hubungan antara dosis abu vulkanik dengan bobot kering biji untuk mengetahui pengaruh dosis abu yang ditambahkan terhadap hasil produksi kedelai. Berdasarkan kurva diperoleh persamaan -.3x x , dari persamaan ini dapat diketahui bahwa bobot kering biji maksimum sebesar gram akan diperoleh pada saat dosis abu vulkanik yang ditambahkan sebesar t/ha.

23 15 Bobot kering biji (g) 12, ,5 11 1,5 1 9,5 9 8,5 8 y = -.3x x Gambar 11 Pengaruh dosis abu vulkanik terhadap bobot kering biji. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan abu vulkanik tidak meningkatkan ph tanah, tetapi semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan maka nilai NTK (K, Ca, dan Mg) dan KTK semakin meningkat. Selain itu, abu vulkanik juga dapat menurunkan kemasaman (Al dd dan H dd ) pada tanah Ultisol. Semakin tinggi dosis abu yang ditambahkan maka serapan hara N, P, K, Ca, dan Mg juga semakin meningkat. Peningkatan dosis abu vulkanik Merapi berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering daun dan biji. Akan tetapi, tidak berbeda nyata terhadap bobot kering akar dan batang dengan dosis abu terbaik yaitu 2 t/ha. Saran Perlu dilakukan analisis silikat untuk mengetahui apakah silikat berpengaruh terhadap sifat kimia tanah sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karena sebagian besar abu vulkanik tersusun oleh mineral silikat. Abu vulkanik Gunung Merapi dapat digunakan sebagai bahan amelioran tanah masam. DAFTAR PUSTAKA Abdurachman A. 25. Rangkuman Bahasan Lahan Kering di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Anda M, Wahyu W. 21. Sifat, Komposisi Mineral, dan Kandungan Berbagai Unsur pada Abu Erupsi Merapi, Oktober- November 21. Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, siap terbit. Anwar, Sudadi. 24. Kimia Tanah. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [Balittanah] Balai Penelitian Tanah. 29. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Basset J, RC Denney, GH Jeffery, J Mendham Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik Edisi keempat. AH Pudjaatmaka dan L Setiono penerjemah. Jakarta: Kedokteran EGC. Darmawijaya MI Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. [Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kimia Tanah. Jakarta: Balai Pustaka. Donald S. 23. Environmental Soil Chemistry. London: Academic Press. El Frando Edo. 21. Unsur Kalsium. [terhubung Berkala]. [8 Oktober 211]. Hairiah K., Widianto, dan D Suprayogo. 25. Dapatkah pengembangan budidaya tanaman pangan pada tanah masam selaras dengan konsep pertanian sehat?. Dalam Makarim, et al. (penyunting). Prosiding Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan Sub-optimal. Puslitbangtan Bogor Hakim et al Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung. Hardjowigeno HS. 23. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. Mahbub IH, Suryanto. 29. Aplikasi Abu Janjang Kelapa Sawit Sebagai Amelioran Beberapa Sifat Kimia Ultisol. Jambi : Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

24 16 Muzar A. 28. Aplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit terhadap Tanah Ultisol dan Pengaruhnya pada Tanaman Kedelai. Jurnal Agrivigor 8: Pramuji dan Bastaman. 29. Teknik Analisis Mineral Tanah untuk Menduga Cadangan Sumber Hara. Buletin Teknik Pertanian 14(2):8-82. Prasetyo BH, JS Adiningsih, K Subagyono, dan RDM Simanungkalit. 24. Mineralogi, kimia, fisika, dan biologi lahan sawah. hlm Dalam F. Agus (Ed.). Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Prasetyo, Suriadikarta. 29. Karakteristik, Potensi, dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25:2. Rifai MA dkk Kamus Biologi Bagian Fisiolog. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Rosmarkam, Yuwono. 22. Ilmu Kesuburan Tanah. Yogyakarta: Kanisius. Rowell DL Soil Science Method & Applications. Singapore: Longman Singapore Publisers. Santoso SC. 21. Mineral Bagi Tanaman. [ Terhubung Berkala]. [9 Oktober 211]. Sediyarso M, Suping Pengaruh Abu Galunggung terhadap Tanah Pertanian. Bogor: Pusat Penelitian Tanah. Tafakresnanto C dan BH Prasetyo. 21. Peranan data mineral tanah dalam menunjang interpretasi sumber daya tanah. Jurnal Tanah dan Air 2(1): Tisdale SJ, WL Nelson and JD Beaton Soils and Soil Fertility. New York: Mc Grow Hill Book. [USDA] United State Department of Agricultural Soil Taxonomy A Basis System of Soil Classification for Making and Interpreting Soil. Washington DC:Government Printing Office. Utomo B. 28. Perbaikan Sifat Tanah Ultisol untuk Meningkatkan Pertumbuhan Eucalyptus Urophylla pada Ketinggian - 4 meter [karya ilmiah]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Widyati E. 29. Pemanfaatan Sludge Industri Pulp dan Kertas sebagai Amelioran Tanah untuk Memacu Rehabilitasi Lahan. Jurnal BS 44: Wild A Soils and Environment. Cambridge University Press. Winarso S, Eko H, Syekhfani, dan Didik S. 29. Pengaruh Kombinasi Senyawa Humik dan CaCO 3 terhadap Aluminium dan Fosfat Typic Peleudult Kentrong Banten. Jurnal Tanah Tropica 14: Zuraida Penggunaan Abu Volkan sebagai Amelioran pada Tanah Gambut dan Pengaruhnya terhadap Sifat Kimia Tanah dan Pertumbuhan Jagung [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Subandi. 27. Teknologi Produksi dan Strategi Pengembangan Kedelai pada Lahan Kering Masam. Jurnal Iptek Tanaman Pangan 2:1.

25 LAMPIRAN 17

26 18 Lampiran 1 Gambar tanaman kedelai 8MST Dosis abu t/ha 2.5 t/ha Dosis abu t/ha 5 t/ha Dosis abu t/ha 1 t/ha Dosis abu t/ha 2 t/ha Dosis abu t/ha 4 t/ha

27 19 Lampiran 2 Diagram alir penelitian Penumbukan Tanah Pengayakan Tanah kasar Pengeringan dalam Oven Penimbangan Tanah Pengayakan Tanah ukuran 2 mm Pengayakan Abu Pengayakan Tanah ukuran,5 mm Penimbangan Abu Aplikasi Abu ke Tanah Analisis Tanah Awal (kadar air, ph, tekstur, C- Organik, N-Total, P dan K ekstrak HCl 25%, P-Bray 1,NTK, KTK, kemasaman dapat ditukar (Al dd dan H dd ) Inkubasi 2 minggu Sampling tanah Penanaman Kedelai Analisis tanah (kadar air, ph, P-Bray 1, NTK, KTK, dan kemasaman dapat ditukar (Al dd dan H dd ) Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur 2, 4, 6, dan 8 minggu Analisis tanah (kadar air, ph, P- Bray 1, NTK, KTK, dan kemasaman dapat ditukar (Al dd dan H dd ) Setelah panen Analisis Daun, Biji, Batang, dan Akar (N, P, K, Ca, dan Mg)

28 Lampiran 3 Klasifikasi tekstur menurut USDA 2

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida

Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida LAMPIRAN Lampiran 1. Laporan Hasil Pengujian Residu Pestisida 53 Lampiran 2. Aplikasi Dosis Herbisida Selama 1 Musim Tanam No Blok Kebun Petak Luas (Ha) Aplikasi 1 (Liter) Aplikasi 2 (Liter) Ametryn 2,4-D

Lebih terperinci

Perbaikan Sifat Tanah dengan Dosis Abu Vulkanik Pada Tanah Oxisols

Perbaikan Sifat Tanah dengan Dosis Abu Vulkanik Pada Tanah Oxisols Perbaikan Sifat Tanah dengan Dosis Abu Vulkanik Pada Tanah Oxisols 32 Tia Rostaman, Antonius Kasno, dan Linca Anggria Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 s/d juni 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di perkebunan PT. Asam Jawa Kecamatan Torgamba, Kabupaten

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu Tegi Kabupaten Tanggamus dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

Lampiran 2. Dosis pupuk NPKMg-TE untuk pemupukan bibit kelapa sawit Dura x Pisifera standar kebun

Lampiran 2. Dosis pupuk NPKMg-TE untuk pemupukan bibit kelapa sawit Dura x Pisifera standar kebun LAMPIRAN 111 Lampiran 2. Dosis pupuk NPKMg-TE untuk pemupukan bibit kelapa sawit Dura x Pisifera standar kebun Minggu Setelah Tanam Cara Aplikasi Dosis (g) Jenis pupuk 5 Siram 0.5 NPK 15.15.6.4.TE *) (150

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2015. Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan di kawasan hutan konservasi Desa Kerumutan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)= LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter 1. Timbang 10 gram tanah, masukkan ke dalam botol kocok. 2. Tambahkan air destilata 10 ml. 3. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei Sampel Salvinia 17 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret Mei 2012. Sampel Salvinia molesta diambil dari Waduk Batu Tegi Tanggamus. Analisis sampel

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta serta. B.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta serta. B. IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Desember 2016 hingga Maret 2017 di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta serta Laboratorium

Lebih terperinci

Ektrak KCl 1 N : Sebanyak 74,55 g kristal KCl dilarutkan ke dalam labu takar 1000 ml dengan akuades.

Ektrak KCl 1 N : Sebanyak 74,55 g kristal KCl dilarutkan ke dalam labu takar 1000 ml dengan akuades. LAMPIRAN Lampiran 1 Pembuatan pereaksi dan larutan Ektrak KCl 1 N : Sebanyak 74,55 g kristal KCl dilarutkan ke dalam labu takar 1 ml dengan akuades. Ektrak CaCl 2,1 M : Sebanyak 1,48 g kristal CaCl 2 dilarutkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia.

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH Berikut diuraikan prosedur analisis contoh tanah menurut Institut Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. Pengujian Kandungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret hingga Juli

III. BAHAN DAN METODE. Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret hingga Juli 27 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di kebun percobaan BPTP Lampung, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret hingga Juli 2009.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur penetapan kemasaman tanah (ph) H 2 O

Lampiran 1. Prosedur penetapan kemasaman tanah (ph) H 2 O Lampiran 1. Prosedur penetapan kemasaman tanah (ph) H 2 O Bahan-bahan - air destilasi - larutan kalium chloride (KCl) 1N ditimbang 373 g KCl yang sudah dikeringkan di dalam oven pengering 105 o C, dilarutkan

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan contoh tanah dilaksanakan di petak percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang, Jawa Barat. Sementara analisis tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan sampel yaitu, di sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH Komponen kimia tanah berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari tanah yang berperan dalam menjerap

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk 31 LAMIRAN Lampiran 1 Kandungan dan Dosis upuk Jenis upuk Kandungan Dosis upuk daun Mn, Fe, Cu, Mo, Zn, B 3 g/10 liter/20 pohon NK N (15%), (15%), K (15%) 200 g/pohon upuk organik 500 g/pohon Lampiran

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag

Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag LAMPIRAN 38 39 Tabel Lampiran 1. Komposisi Kimia Blast Furnace Slag dan Electric Furnace Slag Kadar total Satuan BF Slag Korea EF Slag Indonesia Fe 2 O 3 g kg -1 7.9 431.8 CaO g kg -1 408 260.0 SiO 2 g

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang sungai Kali Pucang, Cilacap. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit Lampiran 1. Prosedur Penelitian 1. Sifat Kimia Tanah a. C-Organik Ditimbang g tanah kering udara telah diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml Ditambahkan 10 ml K 2

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April hingga

Lebih terperinci

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU Oleh : Sri Utami Lestari dan Azwin ABSTRAK Pemilihan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal mempunyai agregat yang kurang stabil dan permeabilitas rendah. Tanah ini

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian tahun pertama. Penanaman tahun pertama dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2014. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Deskripsi varietas Grobogan Nama Varietas : Grobogan SK : 238/Kpts/SR.120/3/2008 Tahun : 2008 Tetua : Pemurnian populasi Lokal Malabar Grobogan Rataan Hasil : 3,40 ton/ha Potensi Hasil : 2,77

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Pupuk super fosfat tunggal

Pupuk super fosfat tunggal Standar Nasional Indonesia Pupuk super fosfat tunggal ICS 65.080 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan Februari-Juli 2016. Percobaan dilakukan di Rumah Kaca dan laboratorium Kimia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012. Pengambilan contoh tanah dilakukan di beberapa tanah sawah di Pulau

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG Rossi Prabowo 1*,Renan Subantoro 1 1 Jurusan Agrobisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Tanah, dan Laboratorium Teknologi Hasil

III. BAHAN DAN METODE. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Tanah, dan Laboratorium Teknologi Hasil 19 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Tanah, dan Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

II. BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 15 II. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan inkubasi dan percobaan rumah kaca. Percobaan inkubasi beserta analisis tanah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Proses pengomposan dilaksanakan di Talang Padang Kabupaten Tanggamus Januari - Februari 2013 sedangkan analisis dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan

Lebih terperinci

METODE ANALISIS. ph H 2 O (1:5) Kemampuan Memegang Air (Water Holding Capacity)

METODE ANALISIS. ph H 2 O (1:5) Kemampuan Memegang Air (Water Holding Capacity) METODE ANALISIS ph H 2 O (1:5) Alat - Alat penumbuk - Ayakan 0,5 mm - Timbangan - Mesin pengocok - ph meter - Botol kocok Bahan - Air aquades Metode - Haluskan bahan dan ayak dengan ayakan 0,5 mm - Timbang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan Kering di desa Cibadung Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Tanah di lokasi penelitian masuk dalam sub grup Typic Hapludult.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Juni 2014 sampai Januari

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 )

Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Bulan Lampiran 1. Data Iklim Wilayah Dramaga pada Bulan Februari hingga Mei 2011 Suhu Rata-rata ( o C) Curah Hujan (mm) Intensitas Penyinaran (cal/cm 2 ) Penguapan (mm) Kelembaban Udara (%) Februari 25.6

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Anda (2010) abu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Anda (2010) abu vulkanik mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tanah dan 4 TINJAUAN PUSTAKA Debu Vulkanik Gunung Sinabung Abu vulkanik merupakan bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan.secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas

Lebih terperinci

Desikator Neraca analitik 4 desimal

Desikator Neraca analitik 4 desimal Lampiran 1. Prosedur Uji Kadar Air A. Prosedur Uji Kadar Air Bahan Anorganik (Horwitz, 2000) Haluskan sejumlah bahan sebanyak yang diperlukan agar cukup untuk analisis, atau giling sebanyak lebih dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan April 2014 sampai

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017 Juli Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017 Juli Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2017 Juli 2017. Penelitian dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan di

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Agustus 2009 di kebun Parungaleng, Cijayanti, Bogor dan Laboratorium Fisika, Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 35 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari penelitian survei dan penelitian pot. Penelitian survei pupuk dilaksanakan bulan Mei - Juli 2011 di Jawa Barat, Jawa

Lebih terperinci

Lampiran 2. Prosedur Analisis Logam Dalam Sedimen dengan metode USEPA 3050B (APHA, 1992)

Lampiran 2. Prosedur Analisis Logam Dalam Sedimen dengan metode USEPA 3050B (APHA, 1992) L A M P I R A N Lampiran 1. Data Kualitas Perairan St. Lokasi Koordinat Kedalaman Temperatur Bujur Lintang (m) (0C) Salinitas 1 Muara Angke 106.7675-6.1035 3.1 27.6 2 2 Laut 106.744-6.0939 3.2 29.7 10

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di Laboratorium Kesuburan Tanah, dan Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

Lampiran 1 Lay out penelitian I

Lampiran 1 Lay out penelitian I LAMPIRAN 65 Lampiran 1 Lay out penelitian I 66 Lampiran 2 B. humidicola tanpa N (A), B. humidicola dengann (B), P. notatum tanpa N (C), P. notatum dengan N (D), A. compressus tanpa N (E), A.compressus

Lebih terperinci