ANALISIS TATANIAGA BERAS DI DESA KENDUREN, KECAMATAN WEDUNG, KABUPATEN DEMAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS TATANIAGA BERAS DI DESA KENDUREN, KECAMATAN WEDUNG, KABUPATEN DEMAK"

Transkripsi

1 ANALISIS TATANIAGA BERAS DI DESA KENDUREN, KECAMATAN WEDUNG, KABUPATEN DEMAK SKRIPSI PANDU ADITAMA H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 RINGKASAN PANDU ADITAMA Analisis Tataniaga Beras di Desa Kenuren, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan SUPREHATIN). Bidang pertanian merupakan aset besar dan menjadi sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan khususnya untuk menunjang ketahanan pangan. Kebutuhan terhadap pangan merupakan kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi karena hal ini berkaitan dengan hajat hidup manusia. Salah satu produk pertanian yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat adalah beras. Beras masih menjadi bahan pangan utama yang di konsumsi masyarakat Indonesia saat ini. Hal ini dikarenakan beras masih dipandang sebagai produk pangan yang mudah didapat, ketersediaannya melimpah, dan bergizi. Selain pandangan tentang beras tersebut, beberapa lapisan masyarakat menganggap bahwa dengan mengonsumsi beras memiliki value lebih dibandingkan bahan pangan lainnya. Pandangan-pandangan itulah yang menyebabkan masyarakat Indonesia tidak dapat lepas dari ketergantungan terhadap beras, sehingga kebutuhan beras nasional terus mengalami peningkatan. Kabupaten Demak merupakan salah satu sentra produksi beras di Provinsi Jawa Tengah. Kontribusi Kabupaten Demak dalam menjaga ketahanan pangan nasional terbukti dengan diberikannya beberapa penghargaan oleh Presiden Republik Indonesia dalam kurun waktu dua tahun terakhir yaitu tahun 2009 dan 2010 yaitu Penghargaan Peningkatan Produksi Padi dan Penghargaan Ketahanan Pangan. Namun di tengah prestasi tersebut, masih terdapat permasalahan pada tataniaga beras di kabupaten ini. Salah satu permasalahan yang muncul adalah rendahnya harga GKP (gabah kering panen) pada tingkat petani. Diduga permasalahan ini diakibatkan oleh ketergantungan petani terhadap tengkulak dalam memasarkan hasil panennya pada saat panen raya. Selain itu, adanya gap harga yang tinggi di tingkat petani dan konsumen juga menjadikan suatu masalah pada saluran tataniaga dimana petani dapat dikatakan belum tersejahterakan. Naik turunnya harga beras pada tingkat konsumen tidak banyak mempengaruhi harga di tingkat petani. Petani harus mengikuti mekanisme pasar dimana hal ini lebih banyak merugikan petani. Peran BULOG seharusnya dapat menyelamatkan petani jika BULOG mampu menyerap beras langsung dari petani di saat terjadi panen raya. Namun fakta yang terjadi di lapang adalah BULOG membeli sebagian besar beras yang beredar di pasar dari lembaga grosir dan Rice Milling Unit (RMU) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) mengidentifikasi saluran, lembaga, fungsi, serta menganalisis struktur dan perilaku pasar tataniaga beras di Kabupaten Demak, Jawa Tengah dan 2) menganalisis efisiensi tataniaga beras pada setiap saluran tataniaga di Desa Kenduren, Kecamatan Wedung, dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer s share, serta rasio keuntungan, dan biaya. Penelitian ini menggunakan motode snowball dimana informasi yang diperoleh tidak terputus dari satu lembaga ke lembaga tataniaga yang lain. Wawancara dilakukan kepada 30 responden petani, 5 responden tengkulak, 3 responden RMU, 2 responden grosir, 5 responden ritel, dan 30 responden konsumen individu. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan tabulasi untuk menjelaskan

3 karakteristik petani, saluran tataniaga beras, lembaga dan fungsi tataniaga beras, serta struktur dan perilaku pasar beras. Analisis biaya tataniaga, margin tataniaga, farmer s share, dan rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk melihat efisiensi harga dan operasional tataniaga beras di lokasi penelitian. Hasil yang didapatkan dari penelitian di lapangan menunjukkan bahwa secara umum, ada enam saluran tataniaga beras di Kabupaten Demak. Lembagalembaga yang terlibat dalam alur pemasaran tersebut yaitu petani, tengkulak, RMU, grosir, dan ritel. Tengkulak masih menjadi pihak yang dominan yang menerima penjualan gabah hasil panen petani. Sebagian besar tengkulak membeli hasil panen dengan sistem tebas. Sistem tebas ini banyak dipilih sebagian besar petani karena petani membutuhkan uang cepat dan kemudahan fasilitas untuk panen. Berdasarkan fungsi BULOG sebagai lembaga yang memberikan jaminan harga dan pasar bagi produsen atau petani, BULOG dinilai belum berfungsi. Hal ini ditunjukkan dengan aktivitas BULOG yang hanya menyerap beras dari grosir dan RMU. Seharusnya BULOG mampu menyerap gabah hasil panen petani yang harganya cenderung rendah ketika panen raya. Berdasarkan pendekatan analisis marjin tataniaga, farmer s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya, saluran tataniaga 1B adalah saluran yang lebih efisien dibandingkan saluran yang lain sehingga saluran ini layak untuk dipilih petani dan layak untuk terus dikembangkan. Saluran tersebut memiliki total marjin yang terkecil yaitu sebesar Rp 1.464,00. Berdasarkan analisis farmer s share, saluran 1B memiliki nilai terbesar yaitu sebesar 71 persen. Sedangkan melalui analisis rasio keuntungan dan biaya, saluran yang paling efisien adalah saluran 3A dengan rata-rata rasio sebesar 3,64. Namun dari keenam saluran tersebut, saluran IB merupakan saluran yang memiliki volume perdagangan terbesar yaitu 2.581,9 ton atau 21,22 persen dari total pangsa pasar perdagangan beras yang berarti paling memberikan prospek kepada petani dan seluruh lembaga untuk memasarkan produknya.

4 ANALISIS TATANIAGA BERAS DI DESA KENDUREN, KECAMATAN WEDUNG, KABUPATEN DEMAK PANDU ADITAMA H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul Skripsi Nama NIM : Analisis Tataniaga Beras di Desa Kenduren, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak : Pandu Aditama : H Menyetujui, Pembimbing Suprehatin, SP, MAB NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Tataniaga Beras di Desa Kenduren, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2011 Pandu Aditama H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Karanganyar pada tanggal 9 Agustus Penulis adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda (Alm.) Joko Wiyono Priyohatmojo dan Ibunda Endang Ekawatie Harnaningsih. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Bejen 3 pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 1 Karanganyar. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Karanganyar diselesaikan pada tahun Semua lembaga pendidikan tersebut berada di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada Program Mayor Agribisnis di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Untuk melengkapi pemahaman tentang keilmuan komunikasi, penulis juga mengikuti Program Minor Komunikasi pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi di dalam kampus, seperti Ketua Lorong Lima Asrama C2 Tingkat Persiapan Bersama tahun , Ketua Organisasi Mahasiswa Daerah Solo dan sekitarnya pada tahun , Ketua Unit Kegiatan Mahasiwa Center of Entrepreneurship Development for Youth (UKM CENTURY) pada tahun , dan Ketua Departemen Money Hunting Department, Himpunan Mahasiswa Peminat Agribisnis (MHD HIPMA) pada tahun Selama punyusunan skripsi, penulis juga aktif berkontribusi di Gugus Bisnis dan Kewirausahaan (G- BIKE) FEM IPB sebagai Asisten Peneliti di tahun Prestasi yang pernah diraih penulis antara lain Juara 1 Bola Basket dalam Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2011, Finalis Lomba Business Plan Wirausaha Muda Mandiri (WMM) tahun 2010 dengan judul Pengembangan Budidaya Ikan Nila Merah Melalui Sistem Agribisnis, dan Finalis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Ambassador (FEM Ambassador) tahun Saat ini penulis juga sedang mengelola sebuah bisnis kuliner dengan nama usaha Petjel Madioen Mbak Ika dan berstatus sebagai owner.

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Sistem Tataniaga Beras di Desa Kenduren, Kecamatan Wedung, Kabupaten Demak. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah dan pemimpin terbaik bagi umat manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis saluran tataniaga beras yang ada di Desa Kenduren; mengidentifikasi dan menganalisis lembaga-lembaga yang terlibat beserta fungsinya dalam tataniaga beras di Desa Kenduren; mengidentifikasi dan menganalisis struktur dan perilaku pasar beras di Desa Kenduren; dan menganalisis keragaan pasar beras yang ada di wilayah Desa Kenduren dengan pendekatan biaya tataniaga, marjin tataniaga, farmer s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Skripsi ini diharapkan dapat berguna dan memberikan manfaat kepada semua pihak baik mahasiswa, akademisi, pelaku usahatani padi dan lembaga tataniaga beras, dan pemerintah selaku pembuat kebijakan. Bogor, November 2011 Pandu Aditama viii

9 UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi tidak terlepas dari bantuan, motivasi, doa, dan kerjasama dari berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Ayahanda (Alm.) Joko Wiyono Priyohatmojo dan Ibunda Endang Ekawatie Harnaningsih, orang tua tercinta sekaligus motivator hidup yang telah mencurahkan segalanya hingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan di IPB dengan baik. Semoga Ananda dapat menjadi manusia yang bermanfaat seperti yang diharapkan. 2. Suprehatin, SP, MAB, selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu, bimbingan, masukan, dan perhatian kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3. Dr. Ratna Winandi, MM, selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Yanti Nuraeni M, SP, MAgribuss, selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis pada sidang penulis yang telah meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan saran kepada penulis untuk perbaikan skripsi 5. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc, yang senantiasa mengarahkan dan membantu penulis dalam menjalani masa-masa perkuliahan sebagai Wali Akademik di Departemen Agribisnis FEM IPB. 6. Seluruh dosen dan staf kependidikan Departemen Agribisnis FEM IPB 7. Yeka Hendra Fatika, SP dan Arif Karyadi Uswandi, SP yang telah memberikan banyak kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman berharga selama bergabung di G-BIKE (Gugus Bisnis dan Kewirausahaan) 8. Kakanda Tunjungsih Priyaningrum, SE, MM, dan Kakanda Pilar Krisnadi, S.sos serta seluruh keluarga besar yang telah membantu penulis secara moral dan meterial selama menuntut ilmu di IPB. 9. Keluarga Bapak Lurah H. Farid di Grobogan, yang telah berkenan memberikan tempat untuk tinggal selama penulis menjalani penelitian. ix

10 Terima kasih atas kehangatan yang diberikan. Keluarga Bapak Nurhadi di Ciampea Udik, yang menjadikan Gladikarya menjadi penuh makna. Semoga tali silaturahim terus terjaga. 10. Dini Amrilla Utomo, SE atas waktu dan kesetiaannya mendampingi penulis dalam menjalani suka duka di Bogor. 11. Jendral (Septian Chandra Pamungkas, A.Md; Thomas Hendratno, A.Md; Faizal Rachman, S.Pi; dan Kurniawan Wahyu N, Ahli Pratama atas kebersamaan dalam mencari Sebuah Arti Hidup. Pondok Slenge an (Rendra Eka Ardhya, Parubahan Harahap, Aulia Bahadori M., Baskoro Sukoco, Alfarizi, dan Dimas F.K.) yang selama ini menjadi pelipur lara bagi penulis. G-BIKEmania (Riska Pujiati, SE; Hata Madia Kusumah; Yahya Hendriana, SE; Sigit Sutrinso; Anten Rahmith, SE; Octiasari, SE; dan Ana Zufrida) yang telah bersama-sama berpetualang ke tempat-tempat luar biasa. Okky Pandu Dewanata, SE; Hasanudin, SE; M. Rizqiadi; Randy Hazemi; Dede Juliandar; dan Ginda Pramana P. atas semua canda tawa yang akan selalu terkenang oleh penulis serta POKRAW Babakan Lio yang menjadi tempat mencurahkan keluh kesah kami. 12. Nugroho Bagus Utomo, SE dan Nia Ertin Pratika, SE PMMI atas semangat dan ide-ide briliannya yang mampu menyemangati penulis selama di Bogor. Petjel Madioen Mbak Ika yang menjadi harapan bagi penulis dan Teh Yeni PMMI yang telah bekerja keras dengan tulus. 13. Keluarga Besar UKM CENTURY dan HIPMA IPB yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk bekerja sama dengan orang-orang hebat. Keluarga Besar Agribisnis FEM IPB khususnya angkatan 44, teman-teman seperjuangan yang telah berjuang bersama demi kehidupan yang lebih baik. Teman-teman Lorong Lima Asrama Putra C2 dan TPB B25/26 yang telah memberikan banyak kenangan indah dari sebuah kebersamaan. 14. Semua pihak yang telah bersedia membantu penulis semasa penulis menyelesaikan pendidikan di IPB yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Bogor, November 2011 Pandu Aditama x

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Beras Penelitian Terdahulu Studi Empirik Saluran Tataniaga Beras Studi Empirik Lembaga dan Fungsi Tataniaga Studi Empirik Struktur dan Perilaku Pasar Beras Studi Empirik Biaya dan Marjin Tataniaga Beras Studi Empirik Farmer s Share Rasio Keuntungan dan Biaya III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Tataniaga Lembaga dan Saluran Tataniaga Konsep Efisiensi Tataniaga Konsep Margin Tataniaga Konsep Farmer s Share pada Tataniaga Konsep Rasio Keuntungan dan Biaya Konsep Struktur Pasar Konsep Perilaku Pasar Kerangka Pemikiran Operasional IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Analisis Saluran Tataniaga Analisis Lembaga dan Fungsi Tataniaga Analisis Struktur Pasar Analisis Perilaku Pasar Analisis Efisiensi Tataniaga Analisis Margin Tataniaga xiv xv xvi

12 Analisis Farmer s Share Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Definisi Operasional Penelitian V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Wilayah dan Topografi Deskripsi Karakteristik Petani Responden Kategori Umur Petani Kategori Pendidikan Formal Petani Responden Kategori Pengalaman Usahatani Petani Responden Kategori Luas Lahan yang Diusahakan Petani Responden Kategori Status Penguasaan Petani Responden Kategori Sifat Usahatani Petani Responden Deskripsi Karakteristik Pedagang Responden Responden Tengkulak Responden Rice Milling Unit (RMU) Responden Grosir Responden Ritel VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Analisis Saluran Tataniaga Beras Kabupaten Demak Analisis Saluran Tataniaga dengan Konsumen Individu sebagai Konsumen Akhir Analisis Saluran Tataniaga dengan Subdivre BULOG sebagai Konsumen Akhir Analisis Lembaga dan Fungsi Tataniaga Beras Kabupaten Demak Analisis Struktur Pasar Tataniaga Beras Kabupaten Demak Perilaku Pasar Tataniaga Beras di Kabupaten Demak Praktik Pembelian dan Penjualan Sistem Penentuan Harga dalam Transaksi Sistem Pembayaran yang Digunakan dalam Transaksi Kerjasama antar Lembaga Tataniaga Beras Analisis Biaya dan Margin Tataniaga Analisis Biaya dan Marjin Tataniaga Saluran A Analisis Biaya dan Marjin Tataniaga Saluran B Analisis Farmer s Share Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Analisis Keuntungan Saluran A Analisis Keuntungan Tataniaga Saluran B VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran xii

13 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram Data Konsumsi Pangan per Kapita Indonesia Tahun Jumlah Penduduk, Produksi, Konsumsi, dan Impor Beras Indonesia Tahun Luas Panen, Produktivitas, Produksi Padi Sawah Kabupaten Demak Tahun Rata-rata Harga GKP, GKG, dan Beras di Wilayah Sentra Produksi Padi Pulau Jawa Tahun Karakteristik dan Struktur Pasar Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Padi Kabupaten Demak Tahun Luas Wilayah, Luas Sawah, dan Total Produksi Padi Kabupaten Demak per Kecamatan Tahun Farmer s Share pada Setiap Saluran Tataniaga A di Desa Kenduren Tahun Farmer s Share pada Setiap Saluran Tataniaga B di Desa Kenduren Tahun xiv

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Pola Panen Padi di Indonesia Tahun Kurva Margin Tataniaga Bagan Kerangka Pemikiran Operasional Saluran Tataniaga Beras A Desa Kenduren Tahun Saluran Tataniaga Beras B Desa Kenduren Tahun xv

16 Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi per Provinsi di Indonesia Tahun Kategori Karakteristik Responden Petani Kecamatan Wedung Data Responden Petani Kecamatan Wedung Data Responden Pedagang Desa Kenduren Lembaga dan Fungsi Tataniaga Beras di Kabupaten Demak Jawa Tengah Tahun Biaya-biaya Tataniaga pada Setiap Lembaga Tataniaga Analisis Marjin Tataniaga pada Setiap Lembaga Tataniaga Tabel Rasio Keuntungan dan Biaya Tataniaga Beras xvi

17 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset besar dan menjadi sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan untuk menunjang ketahanan pangan. Kebutuhan terhadap pemenuhan pangan merupakan kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi karena hal ini berkaitan dengan hajat hidup manusia. Salah satu produk pertanian yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat adalah beras. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram Nutrisi Satuan Beras Gandum Sorgum Jagung Karbohidrat Gram 78,9 74,1 73,0 72,4 Protein Gram 6,8 11,8 11,0 10,0 Lemak Gram 6,8 1,2 73,0 10,0 Kalori Gram 360,0-332,0 361,0 Vitamin B1 Mg - - 0,4 2,3 Serat - - 0,4-2,3 Air ,5 Sumber: Badan Pusat Statistik 2010(a) Keterangan: - tidak terdapat data Beras masih menjadi bahan pangan utama yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia hingga saat ini. Hal ini dikarenakan beras dipandang sebagai produk pangan yang mudah didapat, ketersediaannya melimpah, dan bergizi. Beras dikatakan bergizi karena kandungan karbohidrat dalam beras merupakan yang tertinggi di atas bahan pangan lainnya (Tabel 1). Tabel 2. Data Konsumsi Pangan per Kapita Indonesia Tahun 2010 Komoditas Pangan Konsumsi per Kapita (kg/orang/tahun) Beras 139 Gandum 17 Jagung 70 Kedelai 40 Sumber: Badan Pusat Statistik 2010(a) Konsumsi beras di Indonesia berada pada peringkat pertama pada konsumsi komoditas pangan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 dimana konsumsi

18 beras per kapita Indonesia lebih tinggi dibandingkan bahan pangan lainnya. Hal ini membuktikan betapa pentingnya ketersediaan beras bagi masyarakat. Jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat menjadikan ketersediaan beras sebagai suatu hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Dalam hal ini, petani lokal masih menjadi tulang punggung dalam penyediaan beras secara nasional. Meskipun demikian, pertumbuhan produksi beras nasional belum mampu memenuhi pertumbuhan konsumsi setiap tahunnya yang cenderung meningkat dan lebih besar dari produksi sehingga pemerintah harus melakukan impor untuk menjaga ketersediaan beras (Tabel 3). Tabel 3. Jumlah Penduduk, Produksi, Konsumsi, dan Impor Beras Indonesia Tahun Tahun Jumlah Penduduk Produksi Konsumsi Impor (jiwa) (juta ton) (juta ton) (juta ton) ,96 35,88 1, ,96 36,38 3, ,41 36,50 2, ,02 36,00 0, ,83 35,85 0, ,96 35,74 0, ,30 35,90 2, ,00 36,35 0, ,31 37,10 0, ,37 38,00 1, ,00 38,55 0,95 Sumber : USDA (2011) 1 Keterangan: - tidak terdapat data Rata-rata dana pengadaan dalam negeri dalam 4 5 bulan periode pengadaan mencapai 5-7 triliun per tahun yang mengalir langsung ke petani pedesaan, dan bahkan selama satu tahun bisa mencapai lebih dari 11 triliun. Dan tersebut semakin meningkat seiring dengan besarnya serapan pengadaan dalam negeri sehingga memberikan multiplier effects yang mendorong pembangunan pedesaan dengan peningkatan pendapatan dan perluasan lapangan kerja. Tidak semua daerah di Indonesia mampu memenuhi jumlah kebutuhan beras penduduk karena berbagai keterbatasan, terutama aspek kesesuaian iklim dan lahan. Hal ini berimplikasi pada adanya daerah yang mengalami defisit dan 1 [USDA] [ Diakses 30 April 2011] 2

19 ada daerah yang menjadi daerah surplus produksi beras. Daerah yang mengalami defisit tersebut membutuhkan pasokan beras dari daerah dengan surplus beras. Kondisi ini menciptakan kegiatan tataniaga beras dari satu daerah ke daerah lain. Dalam industri beras di Indonesia, aspek tataniaga memiliki peran yang penting. Beras merupakan komoditi yang dipengaruhi faktor musim dalam penyediaannya. Adanya lag dalam penyediaan beras disebabkan oleh produksi padi yang sangat tergantung pada musim tanam dan hal ini secara tidak langsung telah terpola dengan sendirinya. Gambar 1. Pola Panen Padi di Indonesia Tahun Sumber: Data Strategis Indonesia BPS (2010) Gambar 1 menggambarkan pola musim padi dimana terjadi panen raya pada selang waktu Januari Mei. Pada selang waktu tersebut terjadi pasokan beras yang melimpah. Sedangkan pada musim paceklik yang terjadi pada selang waktu September-Desember, pasokan beras akan berkurang. Tidak lancarnya aspek tataniaga dapat menghambat pasokan beras ke daerah dengan produksi padi yang defisit. BULOG memiliki peran penting dalam keadaan suatu daerah yang sedang dalam defisit ketersediaan beras. Berdasarkan prinsip ekonomi, kurangnya stok suatu barang pada sebuah pasar sedangkan permintaan tetap atau bertambah maka akan menaikkan harga barang tersebut. Tidak semua kalangan masyarakat mampu membeli beras ketika harga tinggi, sehingga peran BULOG adalah dengan 3

20 menyalurkan Raskin (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin 2. Terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang menjadi wilayah surplus produksi beras. Provinsi-provinsi sebagai wilayah penghasil beras dengan produksi yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Lampung, Banten, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Pulau Jawa merupakan wilayah yang memiliki produksi beras tertinggi di Indonesia. Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur adalah tiga provinsi penghasil beras terbesar di Indonesia dengan jumlah berturut-turut ton, ton, dan ton (Badan Pusat Statistik 2010) (Lampiran 1). Tabel 4. Luas Panen, Produktivitas, Produksi Padi Sawah Kabupaten Demak Tahun Tahun Total Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kw/Ha) , , , , ,82 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Demak (2010)(b) Kabupaten Demak adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki peran penting dalam rangka menjaga ketahanan pangan nasional. Hal ini terbukti dengan diberikannya dua penghargaan nasional oleh Presiden Republik Indonesia yaitu Penghargaan Peningkatan Produksi Padi dan Penghargaan Ketahanan Pangan pada tahun Untuk penghargaan peningkatan produksi padi, Kabupaten Demak telah memperolehnya dua tahun berturut-turut 3. Penghargaan pada tahun 2009 diberikan karena produksi padi Demak tahun 2007 sebesar ton, meningkat pada 2008 menjadi ton atau naik 5,03 persen. Kemudian penghargaan berikutnya diperoleh karena produksi padi Demak di tahun 2008 sebesar ton, meningkat pada tahun 2009 mencapai jumlah ton. Prestasi dalam peningkatan produksi padi 2 [diakses 22 Desember 2011] 3 [diakses 8 Maret 2011] 4

21 yang dicapai Kabupaten Demak tersebut merupakan keberhasilan yang searah dengan gerakan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yang diusung pemerintah Perumusan Masalah Secara umum, tataniaga beras belum dapat terlepas dari kendala-kendala dalam proses menyalurkan beras dari petani hingga konsumen. Masalah utama yang sering kali terjadi adalah rendahnya harga gabah yang diterima petani, terutama pada saat panen raya dan tingginya harga beras yang terjadi di tingkat konsumen akhir. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa pasar beras tidak simetris dan kurang terintegrasi. Artinya, jika harga beras di tingkat konsumen naik, kenaikan tersebut tidak tersampaikan ke tingkat petani. Namun jika harga beras di kota turun, penurunan tersebut akan segera menyebabkan turunnya harga gabah di tingkat petani sehingga petani selalu berada pada posisi yang tidak diuntungkan oleh mekanisme pasar. Dalam kebijakan perberasan, peran BULOG sebagai penyeimbang harga di pasar seharusnya dapat melindungi harga pada tingkat petani. Inpres tersebut dengan jelas menugaskan BULOG untuk menjaga harga di tingkat produsen melalui pengadaan dalam negeri. Pengadaan tersebut dilakukan dengan menyerap surplus yang dipasarkan petani selama periode panen berdasarkan HPP. Selain untuk melindungi petani, pengadaan dalam negeri juga berperan sebagai jaminan pasar atas produksi petani. Jumlah pengadaan dalam negeri setiap tahunnya berkisar antara 1,5 2 juta ton setara beras, sekitar 5 7 persen dari total produksi per tahun atau sekitar persen dari surplus yang dipasarkan petani selama bulan Maret Mei. Pengadaan gabah BULOG mengikuti pola produksi tersebut dimana karakteristik produksi gabah tidak sama antar waktu dan antar tempat. Jumlah pengadaan BULOG sebagian besar (70 persen) dilakukan di daerah produsen (Jawa dan Sulawesi Selatan) dan sebagian besar (60 persen) dilakukan selama panen raya (Januari Mei). Produksi beras yang terus meningkat merupakan sebuah prestasi bagi bangsa Indonesia. Namun dengan meningkatnya produksi dalam negeri, akan menimbulkan sebuah kendala bagi harga di tingkat produsen. Permintaan gabah 5

22 dan beras yang bersifat inelastis, keterbatasan gudang swasta, relatif lemahnya industri penggilingan padi, dan iklim yang basah terutama saat panen raya, menjadi faktor yang juga berpengaruh terhadap harga di tingkat produsen. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik maka stabilitas gabah atau beras dalam negeri di masa yang akan datang akan tergantung. Jaminan harga di tingkat produsen memiliki posisi yang sangat penting dalam menjaga keberlanjutan produksi karena sangat berkaitan langsung dengan kesejahteraan petani. Jaminan harga ini diberikan pemerintah melalui kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang dicantumkan pada Instruksi Presiden (Inpres) No. 7/2009 tentang Kebijakan Perberasan dimana telah ditetapkan bahwa HPP gabah dan beras untuk GKP di petani sebesar Rp 2.640,- per kilogram, GKG di penggilingan sebesar Rp 3.300,- per kilogram, dan beras di gudang BULOG sebesar Rp 5.060,- per kilogram. Berdasarkan laporan penelitian Kementrian Pertanian dengan judul Kajian Stok Beras Nasional Tahun 2011, jika dibandingkan dengan harga gabah yang berasal dari kabupaten-kabupaten sentra produksi yang lain di Pulau Jawa, harga gabah di Kabupaten Demak merupakan yang terendah. Kabupaten-kabupaten tersebut antara lain Kabupaten Cianjur dan Karawang untuk Provinsi Jawa Barat serta Kabupaten Tuban dan Lamongan untuk Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan Tabel 5, rata-rata harga gabah tertinggi adalah di Kabupaten Karawang dengan harga gabah kering panen (GKP) mencapai Rp 4.000,00 per kilogram dan gabah kering giling (GKG) sebesar Rp 4.200,00 per kilogram. Tingginya harga gabah di Kabupaten Karawang disebabkan oleh dua faktor, yang pertama karena rendemen GKP ke beras di Kabupaten Karawang yang tinggi yaitu mencapai persen. Rendemen gabah di Kabupaten Demak sebesar persen masih rendah jika dibandingkan dengan Kabupaten Karawang. Faktor yang ke dua adalah banyaknya Rice Milling Unit (RMU) yang tersebar di setiap desa. Hal ini menyebabkan tingginya persaingan antar pelaku usaha dan menyebabkan tingginya permintaan akan gabah. 6

23 Tabel 5. Rata-rata Harga GKP, GKG, dan Beras di Wilayah Sentra Produksi Padi Pulau Jawa Tahun Tingkat Lembaga Produk Harga Beras di Wilayah Sentra Produksi Padi (Rp) Jawa Jawa Barat Jawa Timur Tengah Cianjur Karawang Tuban Lamongan Demak Petani GKP GKG Konsumen Individu Beras Sumber: Kementrian Pertanian Jika dibandingkan dengan HPP, harga jual di pasar GKG dan GKP di Kabupaten Demak lebih rendah dari harga dasar pemerintah kecuali harga beras. Sedangkan harga GKP, GKG, dan beras di kabupaten yang lain secara keseluruhan setara bahkan lebih besar dari HPP. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi suatu masalah di Kabupaten Demak dimana harga GKP dan GKG jauh lebih rendah namun harga beras jauh di atas HPP. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan BPS Distribusi Jawa Tengah, gabah didominasi kelompok kualitas rendah yaitu 52,09 persen, disusul GKP 39,07 persen dan GKG sebanyak 8,84 persen 4. Dari hasil survei tersebut terlihat harga gabah tertinggi di tingkat petani mencapai Rp 3.630,00 per kilogram berasal dari kelompok kualitas GKP di Kabupaten Semarang, sedangkan harga terendah sebesar Rp 2.000,00 per kilogram berasal dari Kabupaten Demak. Pada tingkat RMU, harga gabah tertinggi mencapai Rp 3.700,00 per kilogram yang juga berasal dari kualitas GKP di Kabupaten Semarang, sedangkan harga terendah sebesar Rp 2.020,00 per kilogram juga berada di Kabupaten Demak. Selain masalah harga, ketersediaan beras di Kabupaten Demak juga dinilai menjadi kendala ketika aliran produk dari petani hingga konsumen akhir tidak berjalan lancar. Sering kali penggilingan kekurangan stok karena gabah di daerah panen justru dipasarkan ke luar daerah oleh tengkulak melalui pedagang-pedagang besar. Selain itu, penggilingan yang tidak memiliki akses permodalan yang baik, tidak mampu menjalankan usahanya secara kontinyu sehingga banyak gabah yang 4 [diakses 8 Maret 2011] 7

24 tidak tersalurkan ke daerah setempat. Kendala lain yang muncul adalah semakin banyaknya RMU keliling yang menyediakan jasa giling bagi petani-petani yang memiliki gabah. RMU keliling tersebut secara legalitas tidak mempunyai izin operasi, namun pemerintah daerah tidak dapat melakukan kontrol atas keberadaan RMU keliling tersebut yang semakin bertambah banyak jumlahnya. Pada tingkat konsumen, terjadi kenaikan harga beras sepanjang bulan Januari hingga Februari Harga beras golongan beras medium mencapai harga Rp 6.700,00 per kilogram, sedangkan beras super sudah mencapai harga Rp 7.100,00 per kilogram dari harga normal Rp 5.200,00 per kilogram 5. Kondisi tersebut membuat masyarakat merasa sulit karena meskipun memiliki uang namun warga tetap mengalami kesulitan dalam membeli beras dikarenakan stok beras yang berada di petani maupun RMU sudah kosong. Konsumen yang ingin membeli beras dengan harga murah kalah bersaing dengan pedagang beras lokal yang juga kesulitan untuk membeli beras dalam jumlah besar. Bahkan raskin yang banyak dicari oleh warga kelas bawah juga sulit ditemukan. Raskin dijual sesuai harga pemerintah yaitu Rp 1.600,00 per kilogram. Penjualan raskin tersebut tentunya tidak dapat menurunkan harga beras di pasaran karena stoknya yang terbatas. Fakta yang telah diuraikan tersebut mengindikasikan adanya permasalahan yang muncul pada lembaga-lembaga yang ada pada saluran tataniaga beras di Kabupaten Demak. Permasalahan tersebut terjadi dalam hal harga dimana terjadi gap yang besar pada tingkat harga petani dan konsumen akhir. Selain masalah pada harga, ketersediaan beras bagi konsumen juga terdapat kendala dimana terjadi hambatan dalam penyaluran beras sehingga konsumen merasakan kesulitan dalam membeli beras. Besarnya gap harga mengindikasikan adanya rantai tataniaga yang panjang pada komoditi tersebut. Banyaknya lembaga yang terdapat dalam sebuah tataniaga beras yang panjang menggambarkan bagaimana perilaku dan karakteristik pasar pada komoditi tersebut serta proses pembentukan harga yang terjadi. Sebagai salah satu sentra produksi beras, tingginya harga beras di tingkat konsumen dan kurangnya stok beras di tingkat produsen merupakan 5 [diakses 8 Maret 2011] 8

25 kontradiksi yang layak untuk diketahui pada keadaan yang sebenarnya di lapang. Permasalahan tersebut mendorong peneliti untuk mengkaji lebih jauh tentang fungsi masing-masing lembaga dalam setiap saluran tataniaga, proses pembentukan harga dalam rantai tataniaga, bagian harga yang diterima petani, tingkat harga dari satu tingkat pasar ke tingkat pasar lainnya, serta kegiatan penambahan nilai dan marjin yang diperoleh berbagai pelaku pasar dalam tataniaga beras di Kabupaten Demak. Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana saluran, lembaga, fungsi, struktur, dan perilaku pasar tataniaga beras di Desa Kenduren? 2) Bagaimana efisiensi tataniaga beras pada setiap saluran tataniaga di Desa Kenduren melalui pendekatan marjin tataniaga, farmer s share, dan rasio keuntungan dan biaya? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi saluran, lembaga, fungsi, serta menganalisis struktur dan perilaku pasar tataniaga beras di Desa Kenduren. 2) Menganalisis efisiensi tataniaga beras pada setiap saluran tataniaga di Desa Kenduren dengan pendekatan marjin tataniaga, farmer s share, serta rasio keuntungan, dan biaya Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihakpihak yang berkepentingan, yaitu: 1) Bagi Penulis Sebagai sarana dalam meningkatkan kemampuan penulis untuk mengidentifikasi dan memecahkankan masalah yang ada serta wujud pengaplikasian ilmu yang telah didapatkan selama kuliah melalui kegiatan turun lapang. 9

26 2) Bagi Lembaga-Lembaga Terkait Penelitian ini dapat memberikan evaluasi dan rekomendasi mengenai sistem tataniaga beras. Selain itu, lembaga yang terkait dapat menjadikan penelitian ini sebagai sumber informasi terbaru terkait tataniaga beras yang ada di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. 3) Bagi Kalangan Akademisi Sebagai salah satu sumber informasi dan referensi mengenai kajian tataniaga beras yang dapat digunakan untuk literatur penelitian-penelitian selanjutnya Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup kajian tataniaga beras pada tingkat kabupaten. Pengambilan data dilakukan dari tingkat petani, tengkulak, RMU, Subdrive BULOG, grosir, ritel, dan konsumen individu. Batasan responden petani adalah petani yang berada di Desa Kenduren, Kecamatan Wedung, dimana desa tersebut memiliki produksi padi terbesar di Demak pada tahun 2011 sehingga diharapkan mampu merepresentasikan kegiatan tataniaga beras yang terjadi di Desa Kenduren. Periode pengamatan yang digunakan adalah pada musim tanam padi tahun Cakupan penelitian ini adalah saluran tataniaga beras kelas medium yang dipasarkan di tingkat kabupaten karena beras kualitas medium merupakan beras yang sebagian besar di produksi oleh petani dan dikonsumsi masyarakat Kabupaten Demak. 10

27 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Beras Beras adalah produk dari proses pengolahan gabah yang merupakan hasil utama tanaman padi. Untuk menjadi beras, gabah perlu diolah sedemikian rupa melewati beberapa tahapan. Setelah proses panen, tanaman padi harus dirontokkan terlebih dahulu malainya sehingga didapatkan GKP. GKP kemudian dijemur hingga kering dan menjadi GKG. Proses berikutnya adalah melakukan penggilingan GKG sehingga caryopsis terlepas dari pericarpus dan lapisan aleuron-nya. Bagian caryopsis itulah yang disebut sebagai beras (Siregar 1987). Menurut Sawit dan Lakollo (2007), beras tidak hanya merupakan komoditas ekonomi, melainkan juga sebagai komoditas sosial politik. Hal ini karena beras dibutuhkan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia sehingga berperan penting terhadap kondisi ekonomi makro, inflasi, risiko ketahanan pangan, pengangguran, dan kemiskinan. Beras juga merupakan komoditas yang unik, karena telah menjadi bahan pangan utama bagi negara-negara berkembang. Menurut Dawe (1997) dan Tsuji (1998), dalam Ammang dan Sawit (2001) karakteristik beras adalah: 1) Produksi dan konsumsi beras 90 persen dilakukan di Asia. Hal ini berbeda dengan gandum dan jagung yang diproduksi oleh banyak negara di dunia. 2) Harga beras sangat tidak stabil dibandingkan komoditas pangan lainnya, misalnya gandum. Selama tahun 1954 sampai 1994 harga beras mencapai harga tertinggi 600 dolar AS per ton dan terendah 200 dolar AS/ton. 3) Sebesar 80 persen perdagangan beras dikuasai oleh enam negara yaitu; Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Pakistan, China, dan India. Oleh karena itu pasar beras internasional tidak sempurna, harga beras akan ditentukan oleh kekuatan oligopoli tersebut. 4) Pada tahun 1998 misalnya, Indonesia mengimpor sekitar 31persen dari total beras yang diperdagangkan di dunia. 5) Banyak negara Asia, memperlakukan beras sebagai wage goods dan political goods. Pemerintahan di banyak negara Asia akan terganggu stabilitasnya apabila harga beras tidak stabil/tinggi.

28 6) Sejak lama masyarakat Indonesia menempatkan padi dan beras sebagai lambang kesejahteraan. Misalnya masyarakat Pulau Jawa yang menggambarkan padi sebagai jelmaan dari Dewi Sri yang merupakan perlambang kesejahteraan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai topik tataniaga yang membahas komoditi beras bukan menjadi sebuah topik yang baru. Oleh karena itu, penyusunan skripsi ini mengacu pada hasil penelitian-penelitian sebelumnya sebagai sumber informasi dan referensi. Hasil penelitian terdahulu yang digunakan sebagai sumber referensi yaitu jurnal, laporan penelitian, dan skripsi Studi Empirik Saluran Tataniaga Beras Saluran tataniaga beras yang telah dikaji dalam penelitian terdahulu umumnya memiliki saluran yang panjang. Panjangnya saluran tersebut disebabkan karena banyaknya lembaga-lembaga perantara dari petani hingga konsumen akhir. Penelitian terdahulu pada umumnya menggunakan metode tabulasi dan deskriptif dalam mengidentifikasi lembaga dan fungsi tataniaga dalam sebuah saluran. Untuk mengetahui pola saluran tataniaga, digunakan metode snowball dengan petani sebagai titik awal penelitian. Titik akhir beberapa saluran tataniaga beras berada di pasar kecamatan atau kabupaten. Namun pada umumnya para pedagang beras dan penggilingan beroperasi pada cakupan pasar yang lebih luas dan melintasi batas kabupaten bahkan antar provinsi dan antar pulau. Saluran tataniaga tersebut tidak hanya menunjukan aliran produk tetapi juga memperlihatkan bagaimana aliran modal yang berlangsung (Supriatna 2002 dan Ellis et al. 1992). Aliran perdagangan tersebut terjadi dikarenakan lokasi sentra produksi tidak sama dengan lokasi pusat konsumsinya (Wiboonpongse et al. 2001). Penelitian Nafis (2010) membahas mengenai sistem tataniaga beras organik tersertifikasi yang terdiri dari lima saluran tataniaga. Pada salah satu saluran teridentifikasi bahwa terdapat kebocoran pada saluran tersebut. Kebocoran yang dimaksud di sini adalah karena adanya peran tunggal tengkulak pada saluran 12

29 tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa peran tengkulak dapat menyebabkan tidak efisiennya saluran tersebut karena berpengaruh pada nilai yang diterima petani yang cenderung bernilai kecil. Pada penelitian Aniro (2009), penelusuran yang dilakukan terhadap saluran pemasaran juga telah mengidentifikasikan bahwa untuk padi pandan wangi terdapat dua saluran yaitu (1) petani pedagang di Pasar Tani Departemen Pertanian konsumen dan (2) petani Gapoktan Citra Sawargi CV Quasindo retail konsumen. Pemasaran beras varietas unggul baru terdiri dari tiga saluran yaitu (1) petani pedagang pengumpul konsumen; (2) petani pedagang pengumpul pedagang besar (grosir) konsumen; dan (3) petani pedagang pengumpul pedagang pengecer konsumen Studi Empirik Lembaga dan Fungsi pada Tataniaga Beras Lembaga pada saluran tataniaga menunjukkan pelaku pasar yang beroperasi dalam kegiatan jual beli. Untuk mengetahui siapa saja pelaku pasar yang terlibat dapat ditinjau dari beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait komoditas padi. Saluran tataniaga yang panjang biasanya dicirikan dengan benyaknya lembaga tataniaga. Dalam kegiatan jual beli tersebut setiap lembaga melakukan fungsinya. Menurut Kohls dan Uhls (1990), fungsi tataniaga dikelompokkan kedalam tiga fungsi utama yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi pelancar. Melalui penelitian Gandhi (2008) dapat diketahui bahwa lembaga-lembaga yang terlibat dalam perdagangan beras pandan wangi dari petani hingga konsumen akhir adalah terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang besar daerah, pedagang besar luar daerah, pasar swalayan, pedagang pengecer daerah, dan pedagang pengecer luar daerah. Penelitian Aniro (2009) menunjukkan bahwa terdapat tujuh lembaga tataniaga dalam sistem tataniaga beras pandan wangi yaitu petani, tengkulak, Gapoktan Sawargi, RMU beras, pabrik beras, distributor, dan retail. Menurut fungsinya, petani hanya melakukan fungsi pertukaran saja yaitu dengan menjual gabah kepada pembeli. Sedangkan tengkulak, Gapoktan Sawargi, RMU beras, dan pabrik beras selain melakukan fungsi pertukaran dan fungsi fisik (pengeringan, penggilingan/pengolahan, dan transportasi), juga melakukan fungsi 13

30 pelancar yaitu permodalan, penanggungan risiko, dan informasi. Untuk distributor dan retail juga melakukan ketiga fungsi tersebut kecuali fungsi pengeringan dan penggilingan. Kategorisasi ditemukan pada penelitian Ellis et al. (1992) yang membagi lembaga tataniaga berdasarkan fungsinya menjadi pedagang gabah-gabah, pedagang gabah-beras, penggilingan, dan pedagang beras-beras. Namun kategorisasi tersebut perlu memperhatikan fleksibilitas pada masing-masing lembaga tataniaga yang memiliki kemampuan melewati batasan kategori dimana lembaga tataniaga mungkin dapat melakukan fungsi penjualan beras dan gabah dalam waktu bersamaan. Suatu lembaga tataniaga juga mungkin berganti fungsi dari satu musim ke musim lainnya. Proses pengkategorian lembaga tataniaga juga menggunakan pendekatan fungsi yang dijalankan dan atau skala usaha. Lembaga tataniaga yang umumnya terlibat dapat dikategorikan menjadi petani, pedagang pengumpul, kelompok tani, pengumpul luar daerah, pedagang grosir, pedagang ritel (Zalukhu 2009, Murdani 2008, dan Mardianto et al. 2005), komisioner/broker, dan eksportir (Wiboonpongse et al. 2001) Studi Empirik Struktur dan Perilaku Pasar Beras Efisiensi pasar pada sebuah saluran tataniaga dapat dilihat dari kondisi struktur dan perilaku pasar. Dalam melihat efisiensi kondisi sebuah pasar dilakukan melalui identifikasi komponen biaya tataniaga, marjin tataniaga, rasio keuntungan dan biaya, serta farmer s share yang diperoleh petani. Secara umum struktur pasar beras merupakan suatu pasar yang termasuk dalam pasar persaingan tidak sempurna yang cenderung pada pasar oligopoli. Hal ini diindikasikan dengan rendahnya hambatan keluar masuk pasar, konsentrasi petani yang lebih banyak dari pedagang beras, tidak adanya diferensiasi dalam kualitas produk, dan informasi pasar yang mudah diperoleh semua lembaga tataniaga (Ministry of Agriculture and Rural Development of Vietnam 1999, Rusastra et al. 2001, dan Bank Indonesia 2009). Perilaku pasar beras merupakan sikap lembaga tataniaga dalam mengambil keputusan. Perilaku pasar beras di tingkat petani merupakan turunan akumulatif dari perilaku pasar di atasnya. Perilaku pasar beras dianalisis dengan melihat 14

31 bagaimana mekanisme pembentukan harga di setiap lembaga. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme pembentukan harga maka analisis dilakukan melalui pendekatan lokasi penjualan, pembeli dominan, cara pembayaran, dan ikatan dengan pembelinya (Rusastra et al. 2001). Lokasi penjualan di tingkat petani umumnya dilakukan di sawah atau bukan di sawah. Sekitar 80 persen petani di Indonesia menjual hasil panennya di sawah. Petani yang menjual hasil panennya di sawah pada umumnya menjual dengan sistem tebasan. Hal ini tidak menunjukan lemahnya data tawar petani tetapi karena petani melihat adanya kelebihan dari sistem tebasan dan menguntungkan pada kedua belah pihak (Rusastra et al. 2001). Namun pernyataan ini perlu dikaji kembali karena sistem tebas di sisi lain dapat merugikan petani. Petani secara umum adalah petani kecil yang memiliki akses permodalan lemah sehingga terkadang sistem panen tebas merupakan jalan pintas untuk segera mendapatkan uang. Pembeli hasil panen yang dominan di tingkat petani adalah pedagang pengumpul meskipun pada dasarnya petani telah memiliki banyak pilihan dalam menjual hasil panennya (Rusastra et al dan Sutawi 2009). Hasil penelitian yang berbeda ditemukan di daerah Karawang dimana petani lebih dominan menjual langsung hasil panennya kepada pedagang/penggilingan (Sidik dan Purnomo 1991, dalam Mardianto 2005). Sistem pembayaran yang biasanya ditemui dalam praktik tataniaga beras yaitu sistem pembayaran tunai dan sistem tunda bayar. Rusastra et al. (2001) menyatakan bahwa 73,3 persen petani menerima pembayaran secara tunai. Sedangkan sisanya sebanyak 26,7 persen menerima pembayaran sekitar satu hingga dua minggu setelah penjualan hasil panen. Mekanisme tunda bayar ini terkait dengan adanya ikatan antara petani dan pedagang berupa ikatan langganan, ikatan kekeluargaan, dan ikatan modal. Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam konsep struktur dan perilaku pasar pada lembaga yang terlibat dalam tataniaga beras. Secara umum petani menghadapi pasar persaingan tidak sempurna dan cenderung bersifat oligopoli. Petani yang menjual hasil panennya melalui sistem tebas karena ada pengaruh dari peran tengkulak atau 15

32 pedagang pengumpul yang dominan. Hal ini dapat dikaitkan dengan keinginan petani dalam mendapatkan uang dalam waktu yang cepat dan ikatan dengan tengkulak tersebut. Sistem pembayaran yang berlaku pada umumnya adalah tunai dan tunda bayar Studi Empirik Biaya dan Marjin Tataniaga Beras Biaya tataniaga merupakan komponen yang tidak dapat dihindarkan dalam proses penyampaian produk dari petani hingga ke konsumen. Besarnya biaya yang ditanggung oleh lembaga tataniaga berbeda-beda. Hal ini berkaitan dengan fungsifungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga tersebut. Biaya tataniaga tersebut termasuk biaya transportasi, biaya buruh angkut, biaya pengeringan, biaya pengemasan, biaya overhead, biaya penggilingan, dan biaya bunga (Ellis etial. 1992, Wiboonpongse et al. 2001, dan Sutawi 2009). Pada umumnya biaya pengolahan dan transportasi merupakan komponen biaya yang memiliki proporsi terbesar terhadap biaya total (Sutawi 2009). Marjin tataniaga merupakan selisih antara harga jual dengan harga beli yang dikeluarkan. Marjin tataniaga dihitung dengan data harga pembelian dan penjualan terakhir responden. Hidayat (2010) melakukan analisis pendapatan usahatani dan tataniaga padi organik di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Saluran tataniaga padi organik yang dapat dikatakan paling efisien adalah saluran tataniaga III karena memiliki total margin tataniaga yang terkecil. Hal ini sesuai dengan Dahl dan Hammond (1977) yang menyatakan bahwa marjin tataniaga menggambarkan perbedaan harga di tingkat konsumen dengan harga di tingkat produsen. Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsifungsi tataniaga yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat, semakin besar perbedaan harga antar produsen dengan harga di tingkat konsumen sehingga tingkat marjin yang kecil mengindikasikan bahwa tidak terdapat gap harga yang ekstrim yang membuat sebuah saluran tidak efisien. Penggilingan merupakan lembaga tataniaga yang mendapatkan marjin terbesar dalam tataniaga beras di Indonesia. Hal ini terkait fungsi pengolahan 16

33 gabah menjadi beras yang dilakukan oleh penggilingan (Ellis et al. 1992). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian tataniaga beras yang dilakukan Wiboonpongse et al. (2001) di Thailand Studi Empirik Farmer s Share Dalam penelitian Nafis (2010) saluran tataniaga padi organik tersertifikasi di Kabupaten Tasikmalaya dapat dikatakan paling efisien adalah saluran tataniaga IV karena memiliki total marjin tataniaga terkecil dan nilai farmer share terbesar yaitu 95 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa biasanya saluran dengan jumlah lembaga terkecil akan memiki nilai farmer s share besar. Namun saluran ini bukanlah saluran tataniaga yang potensial untuk dikembangkan untuk saat ini karena hanya ada satu lembaga tataniaga yang ada pada saluran ini yaitu Gapoktan Simpatik. Oleh karena itu peneliti tidak dapat secara langsung menentukan sebuah saluran yang efisien hanya berdasarkan pada farmer s share saja, akan tetapi perlu melihat aspek lain seperti persebaran rasio keuntungan dan biaya, dan analisis marjin Rasio Keuntungan dan Biaya Nafis (2010) menganalisis bahwa meskipun total marjin tataniaga dan farmer s share terkecil, namun rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga pada saluran I lebih merata di setiap lembaga tataniaga. Selain itu saluran I merupakan saluran dengan volume beras organik terbesar yaitu 70 persen dari beras yang dihasilkan oleh Gapoktan Simpatik. Sehingga saluran I merupakan saluran yang perlu dikembangkan. Pada penelitian Hidayat (2010) juga menunjukkan bahwa meskipun rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga pada saluran III bukan merupakan rasio terbesar tetapi penyebaran rasio pada setiap lembaga tataniaga lebih merata dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya. Disamping itu, saluran tataniaga III paling banyak digunakan oleh petani sehingga volume penditribusian padi organik paling banyak dilakukan melalui saluran III. Dilihat dari rasio keuntungan terhadap biaya pedagang pengumpul merupakan lembaga yang memiliki rasio terbesar. Meskipun marjin tataniaga 17

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kelompok Tani Harum IV Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi) SKRIPSI OCTIASARI H34070084 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor) Skripsi AHMAD MUNAWAR H 34066007 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR)

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA PADI VARIETAS UNGGUL (STUDI KASUS PADI PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG KABUPATEN CIANJUR) Oleh PRIMA GANDHI A14104052 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI

ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI ANALISIS PENDAPATAN DAN MARGIN PEMASARAN PADI RAMAH LINGKUNGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) (Kasus: Desa Ponggang Kecamatan Sagalaherang Kabupaten Subang, Jawa-Barat) Oleh : MUHAMMAD UBAYDILLAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras bagi bangsa Indonesia dan negara-negara di Asia bukan hanya sekedar komoditas pangan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan penting pada perekonomian nasional. Untuk mengimbangi semakin pesatnya laju pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A 14105605 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR

PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR PERSEPSI DAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP KEAMANAN PANGAN SUSU FORMULA DENGAN ADANYA ISU BAKTERI Enterobacter sakazakii DI KECAMATAN TANAH SAREAL BOGOR SKRIPSI INTAN AISYAH NASUTION H34066065 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) 74 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 74-81 Erizal Jamal et al. ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1) Erizal Jamal, Hendiarto, dan Ening Ariningsih Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI

EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI EVALUASI KEMITRAAN PETANI PADI DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DESA CIBURUY, KECAMATAN CIGOMBONG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI OKTIARACHMI BUDININGRUM H34070027 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor pertanian masih menjadi mata pencaharian umum dari masyarakat Indonesia. Baik di sektor hulu seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A

ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR. Oleh : Endang Pudji Astuti A ANALISIS PREFERENSI DAN KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP BERAS DI KECAMATAN MULYOREJO SURABAYA JAWA TIMUR Oleh : Endang Pudji Astuti A14104065 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. DAFTAR ISI DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN. iv viii xi xii I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 9 1.3. Tujuan Penelitian 9 1.4. Manfaat Penelitian 10

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan dalam pembangunan Indonesia, namun tidak selamanya sektor pertanian akan mampu menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan berbagai dampak yang serius. Dampak yang timbul akibat krisis ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya Boks Pola Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya Pendahuluan Salah satu komoditas yang memiliki kontribusi besar bagi inflasi Kota Palangka Raya adalah beras. Konsumsi beras

Lebih terperinci

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia yang setiap tahun bertambah sehingga permintaan beras mengalami peningkatan juga dan mengakibatkan konsumsi beras seringkali melebihi produksi. Saat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR ANALISIS RENCANA KEMITRAAN ANTARA PETANI KACANG TANAH DENGAN CV MITRA PRIANGAN (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur) SKRIPSI TIARA ASRI SATRIA H34052169 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI

ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI ANALISIS KINERJA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS DAN EFISIENSI TEKNIK USAHATANI PADI (Kasus Petani Binaan Lembaga Pertanian Sehat, Kab. Bogor, Jawa Barat) Oleh : Amir Mutaqin A08400033 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sampai saat ini 95% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok,

Lebih terperinci

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN Latar Belakang Beras berperan besar dalam hidup dan kehidupan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya golongan menengah kebawah. Bahkan

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 1 & 2

81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 1 & 2 81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) ANALISIS SISTEM TATANIAGA BERAS PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, KABUPATEN CIANJUR PROVINSI JAWA BARAT Eva Yolynda Aviny

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

ANALISIS HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) BERAS TERHADAP KETAHANAN PANGAN SUMATERA UTARA

ANALISIS HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) BERAS TERHADAP KETAHANAN PANGAN SUMATERA UTARA ANALISIS HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH (HPP) BERAS TERHADAP KETAHANAN PANGAN SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH: LISA CHINTHIA 080304019 AGRIBISNIS PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tren produksi buah-buahan semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini disebabkan terjadinya kenaikan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Perkembangan tersebut tampak pada

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H14101089 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH: ERWINA SIREGAR SEP/AGRIBISNIS

SKRIPSI OLEH: ERWINA SIREGAR SEP/AGRIBISNIS ANALISIS SISTEM PEMASARAN SALAK (Studi Kasus : Kecamatan Padangsidempuan Hutaimbaru, Kota Padangsidempuan) SKRIPSI OLEH: ERWINA SIREGAR 030304019 SEP/AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) SKRIPSI PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR Oleh PITRI YULIAN SARI H 34066100 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus : Kelompok Wanita Tani Hanjuang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Skripsi SRI ROSMAYANTI H 34076143 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALOKASI PRODUK DAN MARKETED SURPLUS PADI DI KABUPATEN KARAWANG

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALOKASI PRODUK DAN MARKETED SURPLUS PADI DI KABUPATEN KARAWANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALOKASI PRODUK DAN MARKETED SURPLUS PADI DI KABUPATEN KARAWANG SKRIPSI YAHYA HENDRIYANA H34070138 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu komoditi hortikultura yang memiliki kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, PDB komoditi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU

Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU Boks 1 PROFIL PETANI PADI DI MALUKU Daerah sentra beras di Maluku terletak di Buru, Maluku Tengah, dan Seram Bagian Barat. Beras yang dihasilkan merupakan beras dari padi sawah. Selain itu, terdapat juga

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Wilayah dan Topografi Kabupaten Demak berada di bagian utara Propinsi Jawa Tengah yang terletak antara 6º43'26" - 7º09'43" LS dan 110º48'47" BT dan terletak sekitar

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode 1982-2003) OLEH M. FAHREZA H14101011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Pertanian di Indonesia Tahun Pertanian ** Pertanian. Tenaga Kerja (Orang) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa, dari jumlah penduduk tersebut sebagian bekerja dan menggantungkan sumber perekonomiannya

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM BESARAN KARAKTERISTIK MARKETABLE SURPLUS BERAS Oleh : Nunung Kusnadi Rita Nurmalina

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya sektor pertanian memegang peranan penting dalam tatanan pembangunan nasional. Peran yang diberikan sektor pertanian antara

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009 Sembilan bahan pokok (Sembako) merupakan salah satu masalah vital dalam suatu Negara. Dengan demikian stabilitasnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : PEMODELAN STOK GABAH/BERAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan beberapa alasan, pertama, sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pangan merupakan salah satu masalah nasional yang sangat penting dari keseluruhan proses pembangunan dan ketahanan nasional suatu bangsa. Pangan menyangkut kesejahteraan

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI Pendahuluan 1. Situasi perberasan yang terjadi akhir-akhir ini (mulai Maret 2008) dicirikan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR

OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR OPTIMALISASI PRODUKSI KAIN TENUN SUTERA PADA CV BATU GEDE DI KECAMATAN TAMANSARI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MAULANA YUSUP H34066080 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil komoditas pertanian berupa padi. Komoditas padi dikonsumsi dalam bentuk beras menjadi nasi.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki

I. PENDAHULUAN. sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia, yaitu sebagai dasar pembangunan sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memiliki peranan penting

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang pernah dikenal melakukan swasembada beras namun pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang pernah dikenal melakukan swasembada beras namun pada pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang pernah dikenal melakukan swasembada beras namun pada pembangunan masa lampau lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007 Pendahuluan 1. Produksi padi di Indonesia mengikuti siklus musim, dimana panen raya dimulai pada bulan Februari sampai

Lebih terperinci

4 PEMBANGUNAN MODEL. Gambar 13. Diagram sebab-akibat (causal loop) antar faktor sediaan beras. Bulog Jumlah penduduk. Pedagang pengumpul

4 PEMBANGUNAN MODEL. Gambar 13. Diagram sebab-akibat (causal loop) antar faktor sediaan beras. Bulog Jumlah penduduk. Pedagang pengumpul 4 PEMBANGUNAN MODEL Deskripsi Model Berdasarkan studi literatur dan observasi lapangan dapat dikenali beberapa pelaku utama yang berperan dalam pendistribusian beras dari tingkat petani sampai ke konsumen.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia berhasil meningkatkan produksi padi secara terus-menerus. Selama

I. PENDAHULUAN. Indonesia berhasil meningkatkan produksi padi secara terus-menerus. Selama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi padi nasional terus menerus mengalami peningkatan sepanjang empat tahun terakhir. Pada saat dunia mengalami penurunan produksi pangan, Indonesia berhasil meningkatkan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG ANALISIS POTENSI TENAGA KERJA DALAM KELUARGA UNTUK PENGEMBANGAN USAHATERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI AYU PRIHARDHINI SEPTIANINGRUM PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN

Lebih terperinci