KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI"

Transkripsi

1 KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI Oleh Junita Fitrianti F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 Special Thanks Fur Allah SWT atas Rahmat dan hidayah-nya serta umur panjang dan Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan Mama, papa dan saudara-saudaraku ( Teh Lia, Maz Decky, Kak Anti, dan Dewi) Hoerip Satyagraha atas perhatian, dukungan dan doanya Sahabat-sahabatku tersayang Anti, Anita, Delly, Indi, Nana, Nina dan Memey Atas kasih sayang dan kebersamaannya Tim Ekspedisi PL Ate (Agra TS), Babeh (Anjar R) Ceuceu (Gilang Anggita), Ima, Mas Ado, Nano (Ratna Ika), Pican (Ichsan) dan Pei (Peri) Atas petualangan dan semangatnya TEP ers angkatan 39 Big Bro, Baby, 1rid, Mas Ukie, Uwie, Ika, Rina, Vera, Diah, Yumi, Kakak Ndut (Agung), Gilang, Egis, Dias dan semuanya yang tidak sempat tersebut Atas kebersamaan selama masa kuliah Thanks fur everything that u ve already give to me. May Allah SWT always give the Bless to us. Amin.

3 KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : JUNITA FITRIANTI F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN ================================================== KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : Junita Fitrianti F Dilahirkan pada tanggal 22 Juni 1984 Di Bogor Tanggal Lulus : Juni 2006 Menyetujui Bogor, Juni 2006 Dr. Ir I Wayan Budiastra, M Agr Pembimbing Mengetahui, Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian

5 Junita Fitrianti. F Kajian Teknik Penyimpanan Dan Pengemasan Jambu Biji (Psidium guajava L.) Dalam Kemasan Transportasi. Dibawah bimbingan Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr RINGKASAN Indonesia merupakan negara penghasil komoditas hortikultura yang potensial. Buah-buahan sebagai komoditas hortikultura memiliki potensi untuk dikembangkan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri. Di daerah tropis, buah dan sayuran cepat mengalami kerusakan terutama disebabkan oleh kondisi suhu dan kelembaban lingkungan. Kurangnya penanganan pasca panen (pengangkutan, sortasi, pengemasan dan penyimpanan) ikut mempengaruhi nilai perubahan mutu dari produk. Perubahan mutu selama proses penyimpanan terjadi karena buah-buahan dan sayuran masih melakukan respirasi, dimana selama proses respirasi tersebut produk mengalami pematangan dan kemudian diikuti dengan proses pembusukkan. Kecepatan respirasi produk tergantung dari suhu penyimpanan, ketersediaan oksigen untuk berespirasi dan karakteristik produk itu sendiri. Jambu biji merupakan salah satu jenis buahbuahan yang belum mendapatkan perhatian khusus di Indonesia. Umumnya jambu biji diperdagangkan dalam keadaan segar setelah dipetik. Masalah yang sering dihadapi setelah panen adalah keadaan teksturnya yang mudah rusak akibat pengaruh mekanis, disamping tingkat kematangannya yang sering kali tidak merata dan penentuan suhu penyimpanan pun menjadi kendala sehingga menurunkan nilai jualnya. Buah jambu yang menjadi matang selama pengangkutan atau selama proses penyimpanan, dalam kondisi lingkungan yang kurang baik akan menyebabkan buah jambu mengalami kerusakan, baik dalam penampakan, kepadatan, aroma dan nilai gizi. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menentukan suhu penyimpanan dan pengemasan yang optimum untuk buah jambu biji dalam kemasan transportasi selama penyimpanan. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan : 1). Mempelajari laju respirasi jambu biji pada beberapa tingkat suhu penyimpanan, 2). Membandingkan laju respirasi antara kemasan yang menggunakan bahan pembungkus koran dengan kemasan yang tidak menggunakan bahan pembukus koran, 3). Membandingkan teknik pengemasan yang mengalami perlakuan sortasi dan yang tidak terhadap masa simpan jambu biji, 4). Mengamati perubahan parameter mutu dari buah jambu biji selama penyimpanan, dan 5). Menentukan jenis perlakuan pra pengemasan (sortasi dan tanpa sortasi) dan suhu penyimpanan yang optimum berdasarkan uji tingkat kesukaan konsumen dan uji pembobotan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jambu biji merah dengan umur petik 108 hari yang diperoleh dari perkebunan di daerah Cilebut, Bogor, selang plastik ¼ inchi, lilin (malam), gas O 2, CO 2 dan N 2. Sedangkan alat yang digunakan terdiri dari : Continous Gas Analyzer tipe IRA-107, Portable Oxygen Tester POT-101, Rheometer tipe CR-300DX, Chromameter tipe CR-200, Refraktometer dan timbangan digital. Adapun peralatan tambahan lain yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain stoples, wadah, dan lemari pendingin.

6 Tahapan penelitian yang dilakukan terdiri dari dua tahapan, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi pengukuran laju respirasi jambu biji dengan perlakuan sortasi dan tidak sortasi dan dengan tiga tingkatan suhu penyimpanan, yaitu suhu 5 o C, 10 o C dan suhu ruang. Sedangkan penelitian utama meliputi pengamatan parameter mutu (kekerasan, warna, rasa, dan aroma) dari buah jambu biji yang disimpan pada kemasan dengan tingkatan suhu yang berbeda dan uji organoleptik serta uji pembobotan. Perlakuan penggetaran dilakukan selama 3 jam pada alat simulasi pengangkutan yang setara dengan km di jalan luar kota atau kurang lebih 10 jam perjalanan truk dengan kecepatan 60 km/jam Berdasarkan data pengamatan didapatkan laju respirasi minimum dialami oleh jambu biji dalam kemasan kardus dengan perlakuan sortasi yang disimpan pada suhu 5 o C sedangkan laju respirasi maksimum dialami oleh kemasan kardus tanpa perlakuan sortasi pada suhu 30 o C. Laju respirasi buah jambu biji antara kemasan kardus dengan bahan pembungkus koran berpengaruh nyata dengan kemasan kardus tanpa bahan pembungkus koran pada berbagai suhu penyimpanan. Suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap laju respirasi, tingkat kerusakan mekanis, susut bobot, dan kekerasan pada akhir masa penyimpanan, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut dan perubahan warna (nilai L, a, b). Jenis perlakuan pra pengemasan (sortasi dan tanpa sortasi) berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan mekanis dan kekerasan pada akhir masa penyimpanan, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap laju respirasi, susut bobot, total padatan terlarut dan perubahan warna ( nilai L, a, b). Berdasarkan uji tingkat kesukaan dan uji pembobotan terhadap parameter mutu buah jambu biji pada berbagai jenis perlakuan dan suhu penyimpanan maka didapatkan bahwa perlakuan yang optimum adalah buah jambu biji yang disortasi dan disimpan pada suhu 10 o C. Ada beberapa saran yang dapat dilakukan untuk menunjang penelitian ini, diantaranya :1). Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh berbagai jenis kemasan terhadap masa simpan jambu biji dengan memperhitungkan nilai ekonomis, 2). Penyimpanan buah jambu biji sebaiknya disimpan pada suhu 10 o C, 3). Penyimpanan jambu biji ini direkomendasikan untuk konsumen pada tingkat skala supermarket, dan 4). Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan bahan pengisi yang berbeda pada kemasan kardus karton.

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Junita Fitrianti dan dilahirkan di Bogor tanggal 22 Juni Penulis adalah anak keempat dari pasangan Kuswaryo dan Enduh Nuria. Penulis menamatkan pendidikan di SD Negeri Pengadilan V Bogor pada tahun 1996, SMP Negeri 2 Bogor pada tahun 1999, dan SMU Negeri I Bogor pada tahun Pada tahun 2002, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Insititut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Semasa kuliah, penulis aktif sebagai pengurus HIMATETA sebagai anggota Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia ( ). Selain itu, penulis juga pernah menjabat sebagai Ketua klub bahasa inggris yang bernaman Teta s English Club (Teknik Pertanian English Club) Departemen Teknik Pertanian pada tahun Penulis pernah menjadi salah satu finalis PIMNAS pada Program Kreativitas Mahasiswa (Kewirausahaan) pada tahun Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang di PTPN VIII Perkebunan Tambaksari Subang, Jawa Barat dengan judul Mempelajari Aspek Keteknikan Pertanian dalam Proses Pengolahan Teh Hitam CTC di Perkebunan Tambaksari Subang, Jawa Barat. Selama 2 bulan. Sementara itu penulis mengakhiri masa studinya di program S1 dengan melakukan penelitian yang berjudul Kajian Teknik Penyimpanan dan Pengemasan Jambu Biji (Psidium guajava L.) Dalam Kemasan Transportasi.

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Teknik Penyimpanan dan Pengemasan Jambu Biji (Psidium guajava L.) Dalam Kemasan Transportasi. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Selama melaksanakan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si dan Dr. Ir. Suroso, M.Agr selaku dosen penguji atas ide dan masukannya pada perbaikan skripsi. 3. Kedua orangtua penulis atas segala perhatian dan doa restunya. 4. Bapak Sulyaden, Bapak Karna, Bapak Ahmad dan Bapak Harto yang telah banyak membantu penulis selama penelitian. 5. Teman-teman TPP dan TEP 39 atas dorongan, bantuan, dan semangatnya. 6. Semua pihak yang telah turut membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun atas segala kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Bogor, Juni 2006 Penulis

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA... 5 A. Jambu Biji Botani Jambu Biji Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Jambu Biji... 7 B. Kemasan... 9 C. Laju Respirasi D. Penyimpanan Suhu Rendah III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat B. Alat dan Bahan C. Tahapan Penelitian D. Pengamatan Pengaruh Pembungkusan Koran, Jenis Perlakuan dan Suhu Penyimpanan terhadap Laju Respirasi Pengaruh Jenis Perlakuan (sortasi dan tanpa sortasi) dan Suhu Penyimpanan terhadap Parameter Mutu selama Penyimpanan a. Tingkat Kerusakan Penyimpanan b. Laju Susut Bobot c. Laju Perubahan Kekerasan d. Perubahan Warna... 21

10 e. Total Padatan Terlarut f. Uji Organoleptik dan Uji Pembobotan D. Rancangan Percobaan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Laju Respirasi B. Tingkat Kerusakan Mekanis C. Susut Bobot D. Kekerasan E. Total Padatan Terlarut F. Warna Nilai L Nilai a Nilai b G. Uji Organoleptik Uji Hedonik Terhadap Suhu Penyimpanan a. Kekerasan b. Warna c. Rasa d. Aroma e. Uji Pembobotan Uji Hedonik Terhadap Jenis Perlakuan a. Kekerasan b. Warna c. Rasa d. Aroma e. Uji Pembobotan V. KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL LAMPIRAN... 64

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Perkembangan produksi buah jambu biji di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2005) 2 Tabel 2. Sifat fisik kultivar jambu biji (Sjaifullah et al,. 1991)... 7 Tabel 3. Nilai gizi dan komposisi kimia jambu biji (Mitra, 1997)... 8 Tabel 4. Klasifikasi komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasinya (Mitra, 1997). 12 Tabel 5. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap umur simpan (Thomson, 1996) Tabel 6. Data rata-rata laju respirasi CO 2 dan O 2 buah jambu biji dengan pembungkus koran Tabel 7. Data rata-rata laju respirasi CO 2 dan O 2 buah jambu biji tanpa pembungkus koran Tabel 8. Nilai pembobot terhadap parameter mutu buah jambu biji Tabel 9. Data skor pembobot terhadap suhu penyimpanan jambu biji Tabel 10.Data skor pembobot terhadap jenis perlakuan (sortasi dan tanpa sortasi)... 55

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Diagram alir metode penelitian Gambar 2. Timbangan Gambar 3. Rheometer Gambar 4. Refraktometer Gambar 5. Laju respirasi CO 2 buah jambu biji dibungkus koran dengan perlakuan sortasi dan tanpa sortasi pada suhu penyimpanan Gambar 6. Laju respirasi CO 2 buah jambu biji tanpa pembungkus koran dengan perlakuan sortasi dan tanpa sortasi pada suhu penyimpanan 27 Gambar 7. Laju respirasi O 2 buah jambu biji dibungkus koran dengan perlakuan sortasi dan tanpa sortasi pada suhu penyimpanan 28 Gambar 8. Laju respirasi O 2 buah jambu biji tanpa pembungkus koran dengan perlakuan sortasi dan tanpa sortasi pada suhu penyimpanan 28 Gambar 9. Laju respirasi CO 2 dan O 2 buah jambu biji dengan bahan pembungkus koran Gambar 10. Laju respirasi CO 2 dan O 2 buah jambu biji tanpa bahan pembungkus koran Gambar 11. Penyusunan buah jambu biji dalam kemasan kardus karton dengan bahan pembungkus koran 30 Gambar 12. Perubahan kerusakan jambu biji terhadap suhu penyimpanan. 31 Gambar 13. Perubahan susut bobot jambu biji terhadap suhu penyimpanan. 33 Gambar 14. Perubahan kekerasan jambu biji terhadap suhu penyimpanan.. 35

13 Gambar 15. Perubahan total padatan terlarut jambu biji terhadap suhu penyimpanan.. 36 Gambar 16. Perubahan warna (nilai L) jambu biji terhadap suhu penyimpanan.. 38 Gambar 17. Perubahan warna (nilai a dan b) buah jambu biji pada kemasan karton dengan perlakuan sortasi yang disimpan pada suhu 5 o C.. 42 Gambar 18. Perubahan warna (nilai a dan b) buah jambu biji pada kemasan karton tanpa perlakuan sortasi yang disimpan pada suhu 5 o C.. 42 Gambar 19. Perubahan warna (nilai a dan b) buah jambu biji pada kemasan karton dengan perlakuan sortasi yang disimpan pada suhu 10 o C.. 43 Gambar 20. Perubahan warna (nilai a dan b) buah jambu biji pada kemasan karton tanpa perlakuan sortasi yang disimpan pada suhu 10 o C 43 Gambar 21. Perubahan warna (nilai a dan b) buah jambu biji pada kemasan karton dengan perlakuan sortasi yang disimpan pada suhu 30 o C Gambar 22. Perubahan warna (nilai a dan b) buah jambu biji pada kemasan karton tanpa perlakuan sortasi yang disimpan pada suhu 30 o C 44 Gambar 23. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter kekerasan dengan skala 5 yang disimpan pada berbagai tingkat suhu penyimpanan. 45 Gambar 24. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter warna dengan skala 5 yang disimpan pada berbagai tingkat suhu penyimpanan. 46 Gambar 25. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter rasa dengan skala 5 yang disimpan pada berbagai tingkat suhu penyimpanan. 47

14 Gambar 26. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter aroma dengan skala 5 yang disimpan pada berbagai tingkat suhu penyimpanan. 48 Gambar 27. Nilai pembobotan pada berbagai perlakuan tingkat suhu penyimpanan dan lama penyimpanan.. 50 Gambar 28. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter kekerasan dengan skala 5 dengan berbagai jenis kemasan. 52 Gambar 29. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter warna dengan skala 5 dengan berbagai jenis kemasan. 53 Gambar 30. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter rasa dengan skala 5 dengan berbagai jenis kemasan Gambar 31. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter aroma dengan skala 5 dengan berbagai jenis kemasan Gambar 32. Nilai pembobotan pada berbagai perlakuan jenis kemasan penyimpanan dan lama penyimpanan. 55 Gambar 33. Penampakan buah jambu biji yang disimpan pada suhu 5 o C pada hari ke Gambar 34. Penampakan buah jambu biji yang disimpan pada suhu 10 o C pada hari ke Gambar 35. Penampakan buah jambu biji yang disimpan pada suhu 30 o C pada hari ke Gambar 36. Penampakan buah jambu biji yang disimpan pada suhu 5 o C pada hari ke Gambar 37. Penampakan buah jambu biji yang disimpan pada suhu 10 o C pada hari ke Gambar 38. Penampakan buah jambu biji yang disimpan pada suhu 30 o C pada hari ke

15 Gambar 39. Penampakan buah jambu biji yang disimpan pada suhu 5 o C pada hari ke Gambar 40. Penampakan buah jambu biji yang disimpan pada suhu 10 o C pada hari ke Gambar 41. Penampakan buah jambu biji yang disimpan pada suhu 30 o C pada hari ke Gambar 42. Penampakan buah jambu biji yang disimpan pada suhu 5 o C pada hari ke Gambar 43. Penampakan buah jambu biji yang disimpan pada suhu 10 o C pada hari ke

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data laju respirasi O 2 dan CO 2 jambu biji dengan bahan pembungkus koran dalam kardus dengan perlakuan sortasi pada suhu penyimpanan 5 o C. 65 Lampiran 2. Data laju respirasi O 2 dan CO 2 jambu biji dengan bahan pembungkus koran dalam kardus dengan perlakuan sortasi pada suhu penyimpanan 10 o C Lampiran 3. Data laju respirasi O 2 dan CO 2 jambu biji dengan bahan pembungkus koran dalam kardus dengan perlakuan sortasi pada suhu penyimpanan 30 o C 67 Lampiran 4. Data laju respirasi O 2 dan CO 2 jambu biji dengan bahan pembungkus koran dalam kardus tanpa perlakuan sortasi pada suhu penyimpanan 5 o C 68 Lampiran 5. Data laju respirasi O 2 dan CO 2 jambu biji dengan bahan pembungkus koran dalam kardus tanpa perlakuan sortasi pada suhu penyimpanan 10 o C.. 69 Lampiran 6. Data laju respirasi O 2 dan CO 2 jambu biji dengan bahan pembungkus koran dalam kardus tanpa perlakuan sortasi pada suhu penyimpanan 30 o C.. 70 Lampiran 7. Data laju respirasi O 2 dan CO 2 jambu biji tanpa bahan pembungkus koran dalam kardus dengan perlakuan sortasi pada suhu penyimpanan 5 o C 71 Lampiran 8. Data laju respirasi O 2 dan CO 2 jambu biji tanpa bahan pembungkus koran dalam kardus dengan perlakuan sortasi pada suhu penyimpanan 10 o C.. 72 Lampiran 9. Data laju respirasi O 2 dan CO 2 jambu biji tanpa bahan pembungkus koran dalam kardus dengan perlakuan sortasi pada suhu penyimpanan 30 o C.. 73 Lampiran 10. Data laju respirasi O 2 dan CO 2 jambu biji tanpa bahan pembungkus koran dalam kardus tanpa perlakuan sortasi pada suhu penyimpanan 5 o C. 74

17 Lampiran 11. Data laju respirasi O 2 dan CO 2 jambu biji tanpa bahan pembungkus koran dalam kardus tanpa perlakuan sortasi pada suhu penyimpanan 10 o C 75 Lampiran 12. Data laju respirasi O 2 dan CO 2 jambu biji tanpa bahan pembungkus koran dalam kardus tanpa perlakuan sortasi pada suhu penyimpanan 30 o C 76 Lampiran 13. Konversi angkutan truk berdasarkan data Lembaga Uji Konstruksi BPPT 1986 (Soedibyo, 1992).. 77 Lampiran 14. Analisis ragam laju respirasi buah jambu biji dengan bahan pembungkus koran Lampiran 15. Analisis ragam laju respirasi buah jambu biji tanpa bahan pembungkus koran Lampiran 16. Analisis ragam laju respirasi buah jambu biji dengan dan tanpa bahan pembungkus koran Lampiran 17. Analisis ragam kerusakan mekanis buah jambu biji Lampiran 18. Analisis ragam susut bobot buah jambu biji Lampiran 19. Analisis ragam kekerasan buah jambu biji Lampiran 20. Analisis ragam total padatan terlarut buah jambu biji Lampiran 21. Analisis ragam warna (nilai L) buah jambu biji Lampiran 22. Analisis ragam warna (nilai a) buah jambu biji Lampiran 23. Analisis ragam warna (nilai b) buah jambu biji Lampiran 24. Formulir uji hedonik Lampiran 25. Formulir pembobotan untuk parameter mutu dalam uji hedonik Lampiran 26. Analisis ragam uji hedonik dari parameter kekerasan buah jambu biji Lampiran 27. Analisis ragam uji hedonik dari parameter warna buah jambu biji Lampiran 28. Analisis ragam uji hedonik dari parameter rasa buah jambu biji Lampiran 29. Analisis ragam uji hedonik dari parameter aroma buah jambu biji

18 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil komoditas hortikultura yang potensial. Buah-buahan sebagai komoditas hortikultura memiliki potensi untuk dikembangkan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri. Buah-buahan dan sayur-sayuran merupakan sumber utama vitamin, mineral dan gizi yang dibutuhkan manusia. Kebutuhan buah dan sayuran akan selalu meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan pendapatan perkapita. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika (2004) bahwa terjadi peningkatan nilai ekspor sayuran pada tahun 2002 dan 2003 yaitu sebesar 33 juta dolar AS menjadi 33.2 juta dolar AS, sedangkan untuk nilai ekspor buah-buahan terjadi peningkatan dari 62.9 juta dolar AS pada tahun 2002 menjadi 65.4 juta dolar AS pada tahun Di daerah tropis, buah dan sayuran cepat mengalami kerusakan terutama disebabkan oleh kondisi suhu dan kelembaban lingkungan. Suhu yang tinggi menyebabkan kelembaban lingkungan menjadi rendah sehingga laju respirasi pada buah dan sayuran akan meningkat dan dapat memperpendek masa simpan. Selain itu, penanganan pasca panen yang kurang baik seperti pemanenan terlalu awal, penanganan pematangan buah yang salah dan distribusi buah yang kurang optimal akan dapat menurunkan mutu produk tersebut. Buah-buahan pada umumnya mempunyai musim dan penyebaran tertentu, sehingga penanganan untuk memperpanjang masa simpan buah sangat diperlukan. Usaha ini bertujuan untuk menjaga agar setelah tiba di tangan konsumen, selain mutu kesegarannya masih baik, kandungan vitamin dan nilai gizi lainnya masih tinggi. Perubahan mutu selama proses penyimpanan terjadi karena buah-buahan dan sayuran masih melakukan respirasi, dimana selama proses respirasi tersebut produk mengalami pematangan dan kemudian diikuti dengan proses pembusukkan. Kecepatan respirasi produk tergantung dari suhu penyimpanan, ketersediaan oksigen untuk berespirasi dan karakteristik produk itu sendiri. Menurut Kader (1992),

19 kisaran kehilangan pasca panen buah segar dan sayuran diperkirakan mencapai 5-25% pada negara-negara maju dan 20-50% pada negara-negara berkembang. Jambu biji merupakan salah satu jenis buah-buahan yang belum mendapatkan perhatian khusus di Indonesia. Umumnya jambu biji diperdagangkan dalam keadaan segar setelah dipetik. Masalah yang sering dihadapi setelah panen adalah keadaan teksturnya yang mudah rusak akibat pengaruh mekanis, disamping tingkat kematangannya yang sering kali tidak merata sehingga menurunkan nilai jualnya. Buah jambu yang menjadi matang selama pengankutan atau selama proses penyimpanan, dalam kondisi lingkungan yang kurang baik akan menyebabkan buah jambu mengalami kerusakan, baik dalam penampakan, kekerasan, aroma dan nilai gizi. Adapun perkembangan areal luas lahan panen dan hasil produksi buah jambu biji di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan produksi buah jambu biji di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2005). Tahun Produksi (kuintal) Untuk memperpanjang umur simpan, buah-buahan dan sayuran perlu disimpan pada suhu rendah. Sebagai contoh, sayuran daun biasanya disimpan pada suhu antara 0-4 o C, sedangkan untuk sayuran buah biasanya disimpan pada suhu o C. Selain itu biasanya juga dapat dikombinasikan dengan pemberian lapisan lilin, pengontrolan dan memodifikasi gas-gas yang terlibat dalam proses respirasi serta pemakaian bahan penyerap selama penyimpanan. Saluran distribusi produk pertanian khususnya sayuran dan buahbuahan memiliki rantai yang panjang sehingga akan sangat mempengaruhi

20 mutu komoditas pada saat sampai di tujuan karena sifat dari produk pertanian yang mudah rusak. Kerusakan-kerusakan tersebut berupa resiko lingkungan (environmental hazards), misalnya akibat suhu dan kelembaban, resiko fisis (gesekan, impak, tekanan dan benturan) serta resiko lainnya seperti investasi organisme, kontaminasi dan pencurian (Friedman dan Kipness, 1977). Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan jumlah produksi sayuran dengan kondisi mutu yang lebih baik oleh konsumen, maka diperlukan suatu penanganan pasca panen yang tepat untuk dapat mengurangi kerusakan tersebut, misalnya, kerusakan akibat resiko fisis, upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan cara pemberian kemasan yang memadai. Upaya tersebut diharapkan dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan sayuran tersebut. Selain itu, cara lain yang mempengaruhi umur simpan dari suatu produk adalah jenis kemasan yang digunakan. Kemasan berperan dalam menjaga kelembaban udara, komposisi gas yang tepat bagi produk sehingga umur simpan menjadi lebih panjang. Konstruksi dan dimensi kemasan, jumlah dan dimensi komoditas yang dikemas, dan sifat fisiologis pasca panen produk hortikultura harus diperhatikan agar dapat memberikan perlindungan yang optimal. Ukuran, bahan dan jenis kemasan yang digunakan pun perlu diperhatikan pula karena nilai jual produk hortikultura dapat terpengaruh, terutama untuk kalangan pasar ekspor. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya yang berjudul Pengaruh Kemasan dan Goncangan Terhadap Mutu Fisik Jambu Biji (Psidium guajava L.) Selama Transportasi. Menurut Pradnyawati (2006) kemasan yang optimal yang dapat digunakan selama proses distribusi buah jambu biji adalah kemasan karton tipe RSC dan flute ganda dengan bahan koran sebagai pembungkus buah.

21 B. Tujuan Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menentukan suhu penyimpanan dan pengemasan yang optimum untuk buah jambu biji dalam kemasan transportasi selama penyimpanan. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan : 1. Mempelajari laju respirasi jambu biji pada beberapa tingkat suhu penyimpanan 2. Membandingkan laju respirasi antara kemasan yang menggunakan bahan pembungkus koran dengan kemasan yang tidak menggunakan bahan pembukus koran. 3. Membandingkan teknik pengemasan yang mengalami perlakuan sortasi dan yang tidak terhadap masa simpan jambu biji. 4. Mengamati perubahan parameter mutu dari buah jambu biji selama masa penyimpanan 5. Menentukan jenis perlakuan pra pengemasan (sortasi dan tanpa sortasi) dan suhu penyimpanan yang optimum berdasarkan uji tingkat kesukaan konsumen dan uji pembobotan.

22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jambu Biji 1. Botani Jambu Biji Jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan tanaman buah yang berasal dari benua Amerika bagian tropis antara Meksiko dan Amerika Serikat. Tanaman ini tersebar di berbagai negara seperti India, Florida, Afrika Barat dan Afrika Selatan serta beberapa negara di lautan Pasifik (Mitra, 1997). Di Indonesia, tanaman ini dapat dijumpai di daerah dengan ketinggian sampai dengan 1200 mdpl (Lembaga Biologi Nasional, 1980). Taksonomi tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Myrtales : Myrtaceae : Psidium : Psidium guajava Linn. Kata Psidium adalah pembelokkan dari suku kata side yang berarti kecubung, sedangkan kata guajava berasal dari bahasa spanyol guajaba yang berarti jambu biji, maka Psidium guajava dapat diartikan secara bebas sebagai buah jambu yang bentuknya seperti kecubung dan berbiji banyak. Di Indonesia istilah jambu biji untuk tiap daerah berbeda-beda, misalnya di Aceh dikenal dengan nama glima breueh, di Sumatra dikenal dengan nama jambu biji, jambu susu atau biawas, di Manado dikenal dengan nama gojawas, di Kalimantan dikenal dengan nama Libu atau Nyibu sedangkan di Jawa Barat dikenal dengan nama jambu klutuk atau jambu biji ataupun jambu batu.

23 Tanaman ini merupakan tumbuhan semak atau pohon berukuran kecil yang dapat mencapai ketinggian 10 meter dengan cabang yang banyak. Permukaan kulit batang licin,keras dan mudah terkelupas serta berwarna coklat muda. Tinggi pohon dapat mencapai 5-7 m dengan garis tengah batang cm. Letak daun bersilang, berhadap-hadapan atau mengarah pada ujung dahan (LBN-LIPI, 1980). Tanaman ini berbunga putih, dimana kelopak bunganya berbentuk lonceng dan berbulu, sedangkan tajuk bunganya terdiri dari 4 5 lembar berbentuk telur terbalik yang panjangnya sekitar 1 2 cm (Anonymous, 1976). Buah jambu biji yang masih muda berwarna hijau tua, semakin matang warna akan menjadi hijau muda sampai kekuning-kuningan. Buah yang masak dagingnya lunak dan mudah rusak serta membusuk. Buah jambu termasuk dalam kelompok buah yang berpola respirasi klimaterik. Tanaman jambu biji dapat dipetik 2-3 kali seminggu selama 8-10 minggu musim panen. Pada setiap satu hektar, jambu biji yang dapat dihasilkan sebanyak ton/tahun (Soetopo, 1992). Varietas jambu biji bermacam-macam diantaranya adalah jambu bangkok, jambu susu, jambu paris, jambu sukun, dan jambu biasa (Mitra, 1997), sedangkan jenis jambu biji yang umum terdapat di Indonesia, adalah : 1. Jambu biji biasa : daging buah berwarna merah, bijinya banyak, bertekstur lunak dan rasa buah enak. 2. Jambu susu : daging buah berwarna putih, berbiji sedikit, dan rasa buah tidak seenak jambu biji biasa. 3. Jambu sukun : daging buah berwarna putih, tidak berbiji dan rasa buah hambar. 4. Jambu bangkok : daging buah berwarna putih, berbiji sedikit, bertekstur keras, diameter antara 7 15 cm, rasa agak hambar dan aroma tidak sebaik jambu biji biasa.

24 Beberapa sifat fisik jambu biji dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat fisik kultivar jambu biji (Sjaifullah et al,. 1991) Sifat fisik Bangk Susu Paris Biasa ok Berat (gr) Diameter (cm) Panjang Lebar Tebal daging (mm) Bagian yang dapat dimakan (%) Biji (%) Daging pada biji (%) Warna daging Putih Putih putih buah kekuningan Kekuningan Merah 2. Komposisi Kimia dan Nilai Gizi Jambu Biji Jambu biji memiliki kadar vitamin A dan C yang tinggi. Meskipun jambu biji kaya akan asam askorbat, namun jumlahnya bervariasi tergantung pada lokasi geografis, pemeliharaan, iklim, dan cara penanaman. Kulit dan daging buah bagian luar banyak mengandung asam askorbat, terutama saat masih hijau dan menurun sejalan dengan proses pematangannya. Daging buah yang berwarna merah juga mengandung lebih banyak asam askorbat dibandingkan dengan jambu biji yang daging buahnya berwarna putih. Dalam sebuah jambu biji terkandung cukup banyak mineral besi, fosfat, dan kapur. Adapun nilai kandungan gizi yang tedapat di dalam buah jambu biji dapat dilihat pada Tabel 3.

25 Tabel 3. Nilai gizi dan komposisi kimia jambu biji (Mitra, 1997) No Komposisi Zat Gizi Nilai Gizi Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar lemak (%) Kadar protein (%) Serat Kasar (%) Pulp (%) Gula pereduksi (%) Gula nonpereduksi (%) Total gula (%) Total padatan terlarut (%) Rasio gula-asam PH Asam pekat (%) Total pektin (%) Calsium (mg %) Fosfor (mg %) Klorofil (mg %) Vitamin A (IU) Karoten (mg %) Xantofil (mg %) Asam askorbat (mg %) Tiamin (mg %) Riboflavin (mg %) Menurut SIN , jambu biji yang disajikan dalam bentuk utuh dan segar, dikemas dengan keranjang atau bahan lain dengan berat bersih maksimal 50 kg dan ditutup dengan anyaman bambu atau bahan lain kemudian diikat dengan tali rotan atau bahan lain. Jambu biji juga dapat dikemas dengan bahan kemasan untuk produk hortikultura pada umumnya,

26 seperti kertas, karton gelombang, peti kayu, plastik, serat goni, dan sebagainya. B. Kemasan Secara umum, kemasan merupakan sesuatu benda yang digunakan sebagai wadah atau tempat bahan yang akan dikemas dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. Sedangkan secara khusus, kemasan adalah wadah atau tempat yang digunakan untuk mengemas suatu komoditas dan telah dilengkapi dengan tulisan atau label yang menjelaskan tentang isi, kegunaan dan hal lainnya yang diperlukan. Fungsi kemasan secara keseluruhan, diantaranya 1). Sebagai tempat atau wadah bagi produk, 2). Sebagai pelindung produk terhadap kehilangan uap air, zat volatil dan serangan hama dan penyakit, 3). Sebagai bahan penunjang selama pengangkutan dan transportasi, 4). Mengurangi terjadinya kehilangan air dan 5). Sebagai sarana promosi. Selama distribusi produk-produk hortikultura biasanya mengalami luka memar akibat pukulan, kompresi, vibrasi, serta gesekan (Hambali, 1995). Memar pukulan terjadi karena komoditas atau kemasannya jatuh ke atas permukaan yang keras. Penanganan jenis memar ini dapat dilakukan dengan menggunakan bantalan di dalam kemasan dan menyatukan serta melakukan pengisian produk ke dalam kemasan dengan baik. Memar akibat kompresi terjadi karena pengisian kemasan yang berlebihan sehingga komoditas harus menahan beban tumpukan yang cukup besar. Memar vibrasi dan gesekan terjadi akibat gesekan sesama produk di dalam kemasan atau gesekan antara produk dengan kemasan. Kerusakan tipe ini dapat dikurangi dengan merancang ukuran kemasan serta pengisian yang tepat dengan menghindari adanya ruangan kosong terlalu besar di bagian atas kemasan. Pengemasan buah maupun sayuran yang dilakukan di Indonesia biasanya menggunakan keranjang dan peti dengan bahan pembantu berupa merang, daun-daun kering, pelepah batang pisang, tikar atau kertas koran, potongan-potongan kertas, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut digunakan sebagai bahan pelapis dinding kemasan atau sebagai bahan pengganjal untuk

27 melindungi buah atau sayur terhadap pergeseran dengan dinding kemasan atau sebagai bahan pengisi di sela-sela antara setiap komoditas yang dikemas untuk mencegah terjadinya pergeseran letak komoditas (Poernomo, 1978). C. Laju Respirasi Respirasi merupakan suatu proses metabolisme dengan menggunakan O 2 dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, protein, dan lemak yang akan menghasilkan CO 2, air dan sejumlah besar elektronelektron. Menurut Winarno dan Kartakusumah (1981), respirasi adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa yang lebih kompleks seperti pati, gula, protein, lemak dan asam organik, sehingga menghasilkan molekul sederhana seperti CO 2, air serta energi dan molekul lain yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi sintesa. Proses respirasi dapat dibedakan menjadi tiga tingkat, yaitu 1) pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, 2) oksidasi gula menjadi asam piruvat, dan 3) transformasi asam piruvat dan asam-asam organik lainnya menjadi CO 2, energi dan air. Secara sederhana proses respirasi dapat digambarkan dengan persamaan reaksi kimia berikut : C 6 H 12 O 6 + 6O 2 6CO 2 + 6H 2 O kkal energi Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa glukosa diperlukan untuk proses respirasi. Glukosa ini diperoleh dari cadangan makanan yang disimpan dalam bentuk buah atau umbi. Setiap respirasi 180 gr glukosa mengkonsumsi 190 gr O 2 akan menghasilkan 264 CO 2, 108 gr air dan 674 kal energi (Ryall dan Pentzer, 1982). Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O 2 yang diserap, CO 2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang timbul. Dalam praktek, jumlah air yang dilepas tidak ditentukan karena reaksi berlangsung dalam udara sebagai medium dan jumlah air yang dihasilkan dalam reaksi sangat sedikit. Energi yang dikeluarkan juga tidak dapat ditentukan karena berbagai bentuk energi yang dihasilkan tidak dapat diukur hanya dengan menggunakan satu alat saja. Menurut Pantastico (1989), proses respirasi yang terjadi pada

28 buah dan sayuran ditentukan dengan pengukuran laju penggunaan O 2 dan laju pengeluaran CO 2. Dengan pengukuran CO 2 dan O 2 dimungkinkan untuk mengevaluasi sifat proses respirasi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi laju respirasi antara lain konsentrasi O 2 dan CO 2 serta suhu penyimpanan. Penekanan laju respirasi dapat terjadi pada konsentrasi CO 2 tinggi. Bila konsentrasi CO 2 dalam atmosfer simpanan bertambah, jumlah CO 2 yang terlarut dalam sel atau tergabung dengan beberapa zat penyusun sel juga bertambah. Konsentrasi CO 2 dan sel tinggi mengarah ke perubahan-perubahan fisiologi, misalnya penurunan reaksi-reaksi sintesis pematangan, penghambatan beberapa kegiatan enzimatik dan penghambatan sintesis klorofil serta penghilangan warna hijau. Penyimpanan dengan suhu rendah juga dapat menekan laju respirasi. Pengaruh suhu, konsentrasi O 2 dan CO 2 yang sesuai dapat menghambat pematangan dan respirasi. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka akan semakin tinggi pula laju respirasi suatu bahan. Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk menduga daya simpan sayuran dan buah sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai laju jalannya metabolisme, oleh karena itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan buah. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek. Hal ini menunjukkan laju kemunduran mutu (Pantastico, 1989). Klasifikasi komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasi dapat dilihat pada Tabel 4.

29 Tabel 4. Klasifikasi komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasinya (Mitra, 1997) Kelas Kisaran pada 5 o C (41 F) (mg CO 2 /kg-jam) Komoditi Sangat rendah <5 Kurma, kacang-kacangan. buah kering Rendah 5-10 Apel, jeruk, anggur Sedang Apricot, pisang Tinggi Strawbery, alpukat Sangat tinggi Artichoke, bunga potong Sangat-sangat Asparagus, brokoli, jamur, >60 tinggi jamur, bayam, jagung manis proses respirasi, dimana semakin banyak oksigen yang digunakan maka akan semakin aktif. Berdasarkan aktivitas respirasi tersebut, sifat hasil tanaman dapat diklasifikasikan menjadi sifat klimaterik dan non-klimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang mengalami proses pematangan jika disimpan yang ditandai dengan perubahan warna secara fisik atau buah yang menjelang masak aktivitas respirasinya naik sedemikian rupa (secara mencolok dan sangat cepat), yang selanjutnya menurun setelah lewat masak, misalnya alpukat, nangka, pisang, jambu, pepaya, sirsak, dan lain-lain. Sedangkan buah non klimaterik merupakan buah yang menjelang masak aktivitas respirasinya menurun (menjelang masak optimal dan setelah lewat masak maka perubahan aktivitas respirasi berlangsung tidak mencolok), biasanya ditandai dengan proses pembusukkan, misalnya anggur, semangka, dan jeruk. Menurut Muchtadi dan Sugiono (1992), selama periode pra klimaterik laju respirasi rendah, selama periode klimaterik laju respirasi meningkat dengan cepat sampai maksimum dan pematangan buah dimulai. Pada pasca klimaterik laju respirasi mulai turun kembali, proses sintesa praktis terhenti dan proses-proses dekomposisi menjadi efektif dan buah mulai rusak.

30 D. Penyimpanan Pada Suhu Rendah Pengontrolan lingkungan perlu dilakukan karena proses kerusakan pasca panen merupakan fungsi suhu dan waktu. Sumber kerusakan seperti aktifitas fisiologi, aktifitas mikoroba, dan evaporasi, semuanya memiliki faktor pembatas suhu dan kelembaban. Penyimpanan merupakan suatu cara memelihara produk setelah pemanenan dalam jangka waktu tertentu sebelum dijual dan dikonsumsi. Penyimpanan bertujuan untuk mengendalikan laju transpirasi, respirasi, dan infeksi oleh mikroorganisme dan mempertahankan produk dalam kondisi yang paling berguna bagi konsumen. Penyimpanan yang umumnya dilakukan adalah penyimpanan pada suhu rendah, dimana suhu diset di atas titik beku sehingga tidak membeku dan daya simpannya lebih lama. Setiap produk hortikultur mempunyai karakteristik tersendiri, dimana menurut Muchtadi (1992), karakteristik penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu varietas, iklim, tempat tumbuh, kondisi tanah, derajat kematangan, dan perlakuan sebelum penyimpanan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan mutu produk, tetapi tanpa adanya perlakuan pendinginan maka hasil yang diperoleh pun menjadi kurang optimal. Produk hortikultur segar mengandung kadar air tinggi, yaitu 80 90%, sehingga proses transpirasi pun mudah untuk terjadi. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan berat, tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan (Muchtadi, 1992). Produk hortikultur yang kehilangan air akan layu dan keriput. Hal tersebut dapat dicegah melalui penyimpanan pada suhu dan kelembaban yang optimal. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap umur simpan dapat dilihat pada Tabel 5.

31 Tabel 5. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap umur simpan (Thomson, 1996) Komoditi Kondisi optimal Umur simpan hortikultura T ( o C) RH (%) optimal (minggu) Aprikot Alpukat Nanas Pisang Apel Belimbing Durian Jambu biji Melon

32 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung mulai tanggal 1 Maret sampai dengan 1 Mei Lokasi penelitian adalah Laboratorium TPPHP (Teknik Pengolahan Pasca Panen Hasil Pertanian), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. B. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jambu biji merah dengan umur petik 108 hari yang diperoleh dari perkebunan di daerah Cilebut, Bogor dan dibawa dengan menggunakan angkutan umum dalam keranjang bambu yang dilapisi pelepah pisang untuk menghindari lecetnya kulit. Bahan lain yang dipergunakan adalah selang plastik ¼ inchi, lilin (malam), gas O 2, CO 2 dan N Alat Peralatan yang digunakan terdiri dari : Continous Gas Analyzer tipe IRA-107 untuk mengukur konsentrasi CO 2, Portable Oxygen Tester POT-101 untuk mengukur konsentrasi O 2, Rheometer tipe CR-300DX untuk mengukur kekerasan buah, Chromameter tipe CR-200 untuk mengetahui perubahan warna buah, Refraktometer untuk mengukur kadar gula bahan dan timbangan digital untuk mengetahui susut bobot produk. Adapun peralatan tambahan lain yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain stoples, wadah, dan lemari pendingin.

33 C. Tahapan Penelitian 1. Jambu biji dimasukkan ke dalam kardus karton dengan bahan pengisi kertas koran yang membungkus jambu biji perbuah. 2. Jambu biji dibungkus kertas koran satu per satu dengan susunan sama dengan kemasan kardus karton di atas yaitu susunan lurus 2 lapis dengan kapasitas 40 buah (11 kg). 3. Penggetaran dilakukan selama 3 jam pada arah vertikal dengan frekuensi 3.78 Hz dan amplitudo 3.03 cm. 4. Setelah perlakuan penggetaran, jambu biji dari kemasan mendapatkan perlakuan pra pengemasan (sortasi dan tanpa sortasi). Perlakuan sortasi yang dilakukan adalah mengamati dan memisahkan buah jambu biji yang dianggap rusak karena goncangan dengan buah yang masih dalam kondisi baik, kemudian buah yang sudah rusak diganti dengan buah yang masih baik kondisinya dan mendapatkan perlakuan yang sama pada saat penggetaran. 5. Ambil sebagian sampel pada kemasan yang telah mendapatkan perlakuan pra pengemasan untuk dilakukan pengukuran laju respirasi (pengukuran kadar O 2 dan CO 2 ) dan sebagian lainnya disimpan untuk pengamatan parameter mutu pada suhu 5 o C, 10 o C dan ruang. Perlakuan yang diberikan pada pengukuran laju respirasi adalah membandingkan buah jambu biji yang dibungkus koran dan yang tidak dibungkus koran. 6. Selama dalam penyimpanan dilakukan pengamatan terhadap tingkat kerusakan, susut bobot, tingkat kekerasan, total padatan terlarut. Perubahan warna dan uji organoleptik serta uji pembobotan. Sampel yang diamati adalah jambu biji yang dibungkus koran dan disimpan didalam kemasan karton. Secara ringkas, metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

34 Persiapan jambu biji (jenis, ukuran, dan bobot yang seragam) Pengemasan Kardus karton dengan bahan pembungkus koran Penggetaran di atas meja getar f = 3.78 Hz dan A = 3.03 cm cm selama 3 jam Perlakuan sortasi Tanpa perlakuan sortasi Buah tidak dibungkus koran Buah dibungkus koran Pengukuran laju respirasi pada suhu 5 o C, 10 o C dan ruang Pengamatan Tingkat kerusakan, susut bobot, uji kekerasan, uji total padatan terlarut, uji warna dan uji organoleptik serta uji pembobotan selama 10 hari penyimpanan, pada suhu 5 o C, 10 o C dan ruang Gambar 1. Diagram alir metode penelitian.

35 D. Pengamatan 1. Pengaruh Pembungkusan Koran, Jenis Perlakuan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi. Pada tahapan ini dilakukan pengukuran laju respirasi buah jambu biji dengan tiga perlakuan yaitu perlakuan pembungkusan koran dan tanpa pembungkus koran, perlakuan pra pengemasan (sortasi dan tanpa sortasi) serta perlakuan penyimpanan pada berbagai tingkat suhu penyimpanan, yaitu 5, 10, dan suhu ruang. Pengukuran aktivitas respirasi dilakukan dengan menggunakan buah jambu biji yang telah dikemas dalam kemasan transportasi yang optimal. Kemasan yang digunakan adalah kemasan karton tipe RSC dengan menggunakan bahan koran sebagai pembungkus buah (Pradnyawati, 2006). Untuk mencegah masuk keluarnya gas O 2 dan CO 2 kedalam dan keluar dari kemasan maka bagian atas kemasan ditutup rapat dan dilapisi lilin (wax) pada bagian leher. Konsentrasi gas di dalam kemasan diukur melalui dua lubang pada bagian atas kemasan yang dihubungkan dengan selang plastik ke alat continous gas analyzer dan portable oxygen tester untuk mengetahui konsentrasi gas CO 2 dan O 2. Setiap perlakuan ini dilakukan sebanyak 2 kali ulangan dan diamati setiap 3 jam hari pertama, Setiap 6 jam pada hari kedua, tiap 12 jam pada hari ketiga, 24 jam pada hari selanjutnya sampai konsentrasi O 2 dan CO 2 dalam stoples konstan. Data yang diperoleh pada pengukuran laju respirasi berupa penambahan konsentrasi gas O 2 & CO 2 selama pengamatan pada beberapa tingkatan suhu.laju respirasi dihitung menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Mannaperumma & Singh (1989) V dx R = x.. (1) W dt Keterangan R : Laju respirasi (ml/kg jam) V : Volume bebas (l) W : Berat sampel (kg)

36 dx : Perubahan konsentrasi gas terhadap waktu (/jam) dt Data yang diperoleh pada saat pengukuran laju respirasi berupa perubahan besarnya konsentrasi gas O 2 dan CO 2 selama pengamatan pada suhu 5 o C, 10 o C, dan suhu ruang. Suhu penyimpanan yang dipilih adalah suhu dengan laju respirasi terkecil. 2. Pengaruh Jenis Perlakuan (sortasi dan tanpa sortasi) dan Suhu Penyimpanan Terhadap Parameter Mutu Selama Penyimpanan Parameter mutu yang diamati terhadap komoditi jambu biji yang disimpan, yaitu : a. Tingkat kerusakan Penyimpanan Uji tingkat kerusakan penyimpanan dilakukan segera setelah jambu biji digoncangkan atau digetarkan dan selama masa penyimpanan. Kriteria rusak didasarkan pada terdapatnya luka memar dan luka goresan pada kulit buah. Uji ini dilakukan secara visual. Jumlah kerusakan dalam satu kemasan dihitung dengan persamaan : JumlahRusak % rusak = 100% TotalSampel b. Laju Susut Bobot Pengukuran terhadap susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan bobot (berat basah) bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan selama periode pengamatan. Pengukuran dilakukan dengan mengambil sampel secara acak kemudian ditimbang dan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Susut bobot (%) = W W a x 100%... (2) W Dimana : W = berat bahan pada awal penyimpanan (gr) W a = berat bahan pada akhir penyimpanan (gr)

37 Gambar 2. Timbangan. c. Laju Perubahan Kekerasan Kekerasan jambu biji diukur menggunakan Rheometer. Alat diset pada beban maksimum 10 kg dan kedalaman tusukan 10 mm. Kecepatan tusuk probe yang digunakan 60 mm/menit. Jambu biji yang akan diukur kekerasannya diletakan pada alat kemudian ditusuk pada tiga titik berbeda dengan tiga kali pengulangan dan diambil nilai rataannya. Nilai kekerasan yang rendah diperlihatkan oleh angka kekerasan yang kecil karena nilai kekerasan berhubungan dengan penusukan jarum Rheometer. Jika bahan tersebut keras maka diperlukan gaya yang besar untuk menusuk ke dalam buah jambu biji, sedangkan jika bahan tersebut lunak maka gaya yang dibutuhkan untuk menusuk bahan menjadi kecil. Gambar 3. Rheometer

38 d. Perubahan Warna Pengujian terhadap warna dari komoditi dilakukan dengan alat Chromameter tipe CR-200. Data warna yang digunakan pada peneltian kali ini dinyatakan dari tingkat L (tingkat kecerahan), nilai a (merahhijau) dan b (tingkat kehijauan). Menurut Soekarto (1990), parameter L menunjukkan tingkat kecerahan (cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam). Tingkat L bernilai 0 untuk warna hitam dan bernilai 100 untuk warna putih. Nilai L yang semakin besar menunjukkan bahwa buah semakin rusak karena warnanya akan semakin pucat. Nilai (a) menyatakan warna akromatik merah-hijau, bernilai +a dari untuk warna merah dan bernilai a dari 0-(-80) untuk warna hijau. Nilai (a) pada kulit yang semakin mendekati 0 menunjukkan bahwa buah semakin matang dan cepat rusak, sedangkan nilai (a) pada daging yang semakin besar menunjukkan bahwa daging buah mendekati rusak. Nilai (b) menyatakan warna kromatik kuning-biru. Nilai (+b) akan semakin besar jika warna semakin kuning sedangkan nilai (-b) akan semakin kecil jika warna semakin biru. e. Total Padatan Terlarut Pengukuran kadar gula dilakukan dengan menggunakan Refraktometer model N-1 Atago dalam satuan o Brix. Pengukuran kadar gula dilakukan pada hari ke 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 dengan dua kali ulangan. Masing-masing sampel perlakuan diambil secara acak dan diukur nilai kadar gulanya selama masa penyimpanan.

39 Gambar 4. Refraktometer f. Uji Organoleptik dan Uji Pembobotan Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap buah jambu biji yang disimpan pada berbagai tingkat suhu. Panelis yang digunakan berjumlah 15 orang. Uji hedonik dilakukan terhadap parameter kekerasan, warna, rasa dan aroma produk secara keseluruhan. Sampel disajikan secara berurutan kepada panelis dan panelis diminta memberi penilaian terhadap sampel pada lembar penilaian seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 24. Selanjutnya dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjutan (uji Duncan) terhadap data sensori yang dihasilkan untuk mengetahui sampel yang paling disukai oleh konsumen baik dari segi kekerasan, warna, rasa dan aroma. Setelah itu dilakukan uji pembobotan. Sebelum data diolah panelis diminta untuk menentukan parameter yang paling penting dari produk buah jambu biji dan diberi skor kepentingannya seperti terlihat pada Lampiran 25. Parameter yang paling penting diberi skor tertinggi (nilai 4) sedangkan yang sangat tidk penting diberi skor terendah (nilai 1). Dengan menjumlahkan total skor pada masing-masing parameter mutu (kekerasan, warna, rasa dan aroma) kemudian dibagi total skor untuk semua parameter mutu dan dikalikan 100%, maka didapatkan persen skor untuk masing-masing parameter mutu. Nilai ini kemudian dikalikan dengan skor kesukaan panelis pada uji hedonik untuk masing-masing perlakuan.

40 E. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor (RAL Faktorial) dengan 2 kali ulangan perlakuan. Faktor yang digunakan adalah : A = Jenis Perlakuan A1 = Kardus dengan perlakuan sortasi A2 = Kardus tanpa perlakuan sortasi B = Suhu Penyimpanan B1 = 5 o C B2 = 10 o C B3 = Ruang (30 o C) Model umum dari rancangan percobaan ini adalah : Y ijk = µ + A i + B j + (AB) ij + Є ijk dimana : Y ijk = pengamatan pada perlakuan A ke-i dan B ke-j µ = nilai rata-rata harapan A i B j (AB) ij Є ijk = perlakuan A ke-i = perlakuan B ke-j = interaksi A ke-i dan B ke-j = pengaruh galat percobaan dari perlakuan A ke-i, B ke-j, pada ulangan ke-k dengan : i = 1, 2, 3 (level suhu) j = 1, 2, 3 (level jenis perlakuan) k = 1, 2 (level ulangan) Data-data pengamatan dianalisis dengan menggunakan tabel sidik ragam untuk mengetahui pengaruh dan interaksinya dan menggunakan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).

41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengukuran Laju Respirasi Berdasarkan hasil perlakuan penggetaran selama 3 jam, didapatkan nilai frekuensi dan amplitudo, yaitu sebesar 3.78 Hz dan 3.03 cm. Untuk mendapatkan data nilai jarak tempuh selama transportasi, maka nilai frekuensi rata-rata harus dikonversi dengan cara mengalikan jumlah seluruh luas vibrator selama satu jam dengan nilai jumlah setara panjang jalan (Lampiran 13). Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa penggetaran selama 3 jam pada alat simulasi pengangkutan setara dengan km di luar kota atau kurang lebih 10 jam perjalanan truk dengan kecepatan 60 km/jam. Setelah perlakuan penggetaran, dilakukan pengukuran laju respirasi buah jambu biji. Proses respirasi sayur-sayuran dan buah-buahan ditandai dengan adanya penurunan konsentrasi O 2 dan peningkatan CO 2. Laju respirasi merupakan indikator yang baik mengenai kegiatan metabolisme dalam jaringan dan merupakan petunjuk yang berguna dalam memperkirakan daya simpan suatu komoditi (Apandi, 1984). Menurut Pantastico (1989) penentuan laju respirasi dapat dilakukan melalui pengukuran laju konsumsi O 2 atau dengan penentuan laju produksi CO 2. Konsentrsi O 2 dan CO 2 yang terukur memiliki satuan persen (%) kemudian untuk memperoleh nilai laju respirasi, nilai konsentrasi tersebut harus dikalikan dengan volume bebas dalam kemasan (ml) dan dibagi dengan berat komoditas yang diukur (kg) dan waktu pengukuran (jam). Laju respirasi memiliki satuan ml/kg jam. Data rata-rata laju respirasi CO 2 dan O 2 untuk jambu biji dengan dan tanpa pembungkus koran dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.

42 Tabel 6. Data rata-rata laju respirasi CO 2 dan O 2 buah jambu biji dengan pembungkus koran. Perlakuan Suhu Penyimpanan Keterangan 5 o C 10 o C 30 o C CO 2 O 2 CO 2 O 2 CO 2 O 2 Perlakuan pra Sortasi pengemasan Tanpa sortasi Lama penyimpanan (jam) Tabel 7. Data rata-rata laju respirasi CO 2 dan O 2 buah jambu biji tanpa pembungkus koran. Perlakuan Suhu Penyimpanan Keterangan 5 o C 10 o C 30 o C CO 2 O 2 CO 2 O 2 CO 2 O 2 Perlakuan pra Sortasi pengemasan Tanpa sortasi Lama penyimpanan (jam) Dari Tabel 6 dan 7 dapat dilihat bahwa nilai laju respirasi maksimum dialami oleh jambu biji dalam kemasan karton tanpa perlakuan sortasi yang disimpan pada suhu 30 o C sedangkan laju respirasi minimum dialami oleh jambu biji pada kemasan dengan perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 5 o C. Lama penyimpanan berbeda untuk setiap perlakuan suhu penyimpanan, dimana untuk suhu penyimpanan 30 o C setelah jam ke-144, pengamatan laju respirasi tidak dilakukan lagi karena buah jambu biji dianggap telah mengalami kerusakan akibat munculnya jamur dan kapang yang menyebabkan laju respirasi pada buah menjadi tidak normal atau sangat tinggi. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 14 dan 15) dan tabel uji lanjut dapat dilihat bahwa jenis perlakuan pra pengemasan (sortasi dan tanpa sortasi) dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap laju respirasi buah jambu biji selama penyimpanan, sedangkan suhu penyimpanan berpengaruh

43 nyata terhadap laju respirasi jambu biji. Grafik perubahan laju respirasi CO 2 dan O 2 jambu biji dapat dilihat pada Gambar 5, 6, 7 dan 8. Dari tabel 6 dan 7 dapat dilihat pula bahwa nilai rata-rata laju respirasi CO 2 dan O 2 minimum dialami oleh jambu biji yang dibungkus dengan koran. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 16) dapat dilihat bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap laju respirasi buah jambu biji selama penyimpanan. Sedangkan jenis perlakuan pra pengemasan (sortasi dan tanpa sortasi), jenis pembungkusan (dibungkus dan tanpa dibungkus koran), interaksi antara jenis perlakuan dan suhu, interaksi antara jenis perlakuan dan jenis pembungkusan serta interaksi antara jenis pembungkusan, jenis perlakuan dan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan laju respirasi jambu biji selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum disimpan dalam kemasan, buah jambu biji disortasi terlebih dahulu dan dibungkus dengan koran, kemudian setelah itu dapat disimpan pada suhu 5 o C.

44 90 80 Laju Respirasi (ml/kg jam) Waktu (jam) KS5 KTS5 KS10 KTS10 KS30 KTS30 Gambar 5. Laju respirasi CO 2 buah jambu biji dibungkus koran dengan perlakuan sortasi dan tanpa sortasi pada suhu penyimpanan. Laju Respirasi (ml/ kg jam) Waktu (jam) KS5 KTS5 KS10 KTS10 KS30 KTS30 Gambar 6. Laju respirasi CO 2 buah jambu biji tanpa pembungkus koran dengan perlakuan sortasi dan tanpa sortasi pada suhu penyimpanan.

45 Laju Respirasi (ml/kg jam) Waktu (jam) KS5 KTS5 KS10 KTS10 KS30 KTS30 Gambar 7. Laju respirasi O 2 buah jambu biji dibungkus koran dengan perlakuan sortasi dan tanpa sortasi pada suhu penyimpanan Laju Respirasi (ml/kg jam) Waktu (jam) KS5 KTS5 KS10 KTS10 KS30 KTS30 Gambar 8. Laju respirasi O 2 buah jambu biji tanpa pembungkus koran dengan perlakuan sortasi dan tanpa sortasi pada suhu penyimpanan.

46 Dari data diatas dapat diketahui bahwa suhu dapat mempengaruhi laju respirasi. Phan et al. (1986) menyatakan bahwa laju respirasi buah-buahan antara 0 o C dan 35 o C meningkat kali untuk setiap kenaikan 7.8 o C. Berdasarkan hasil pengamatan, laju respirasi jambu biji pada suhu 5 o C lebih lambat dibandingkan laju respirasi jambu biji pada suhu 10 o C dan suhu ruang (30 o C). Hal ini terjadi karena rendahnya suhu penyimpanan akan menekan peningkatan konsentrasi O 2 yang digunakan untuk berespirasi. Beberapa faktor yang mengakibatkan adanya perbedaan aktivitas metabolisme di dalam jaringan komoditi, diantaranya :1). Faktor internal : tingkat perkembangan, susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan, 2). Faktor luar selain dipengaruhi oleh suhu dan tingkat kerusakan juga dipengaruhi oleh oksigen dan karbon dioksida yang tersedia. Perlakuan sortasi maupun tanpa sortasi tidak mempengaruhi laju respirasi yang terjadi pada buah jambu biji selama penyimpanan, karena jenis kemasan yang digunakan selama penyimpanan merupakan kemasan yang baik dalam mempertahankan mutu dari buah jambu biji. Sementara itu jenis pembungkusan (koran dan tanpa koran) pun tidak berpengaruh nyata terhadap laju respirasi buah jambu biji selama penyimpanan, hal ini menunjukkan bahwa dengan atau tanpa bahan pembungkus koran laju respirasi buah jambu biji akan menghasilkan nilai yang tidak berbeda nyata terutama pada hal penentuan masa simpan produk tersebut. Pengukuran laju respirasi jambu biji dengan dan tanpa bahan pembungkus koran dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. Gambar 9. Laju respirasi jambu biji dengan bahan pembungkus koran.

47 Gambar 10. Laju respirasi jambu biji tanpa bahan pembungkus koran. B. Tingkat Kerusakan Penyimpanan Selama penyimpanan dilakukan pengamatan parameter mutu pada buah jambu yang dibungkus dengan koran. Susunan buah jambu biji dalam kemasan karton dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Penyusunan buah jambu biji dalam kemasan kardus karton dengan bahan pembungkus koran.

48 Tingkat kerusakan penyimpanan buah jambu biji yang terjadi selama masa penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 12. Tingkat Kerusakan (%) Lama Penyimpanan (hari ke-) KS5 KTS5 KS10 KTS10 KS30 KTS30 Gambar 12. Perubahan kerusakan jambu biji terhadap suhu penyimpanan. Keterangan : KS5 = Kardus dengan perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 5 o C KTS5 = Kardus tanpa perlakuan sortasidan disimpan pada suhu 5 o C KS10 = Kardus dengan perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 10 o C KTS10 = Kardus tanpa perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 10 o C KS30 = Kardus dengan perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 30 o C KTS30 = Kardus tanpa perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 30 o C Dari Gambar 12 dapat diketahui bahwa kemasan karton tanpa perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 30 o C memiliki tingkat kerusakan tertinggi selama 6 hari penyimpanan, yaitu sebesar 89.58%. Sedangkan kemasan karton dengan perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 5 o C memiliki tingkat kerusakan terendah, yaitu sebesar 48.67% setelah 6 hari penyimpanan. Setelah proses penggetaran, buah jambu biji mengalami luka berupa goresan sehingga memicu buah untuk melakukan proses respirasi lebih cepat dibandingkan buah yang masih utuh, akibatnya terjadi penurunan mutu jambu biji selama masa penyimpanan. Pada kemasan tanpa sortasi, terlihat tingkat kerusakan mekanis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kardus dengan perlakuan sortasi. Dengan adanya perlakuan sortasi maka buah yang rusak

49 akan digantikan dengan yang masih dalam keadaan baik sehingga masa simpannya pun akan lebih lama. Selain itu, suhu penyimpanan pun ikut mempengaruhi tingkat kerusakan yang terjadi selama masa penyimpanan. Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat bahwa tingkat kerusakan penyimpanan jambu biji yang disimpan pada suhu 5 o C memiliki tingkat kerusakan yang lebih rendah dibandingkan pada suhu penyimpanan 30 o C. Tinggi rendahnya suhu penyimpanan yang digunakan akan mempengaruhi masa penyimpanan produk, dimana pada suhu penyimpanan yang rendah akan memiliki masa simpan yang relatif lebih lama dibandingkan pada suhu penyimpanan yang tinggi. Selain itu, suhu penyimpanan akan mempengaruhi proses respirasi yang terjadi. Selama masa penyimpanan, buah mengalami proses pematangan yang ditandai dengan meningkatnya laju respirasi. Adanya kerusakan buah yang terjadi akan memicu buah untuk berespirasi lebih cepat dibandingkan dengan buah yang utuh, sehingga proses pematangan pun akan lebih cepat. Proses respirasi yang terjadi akibat kerusakan buah selama penggetaran akan dapat diminimalkan oleh suhu penyimpanan yang rendah. Suhu penyimpanan yang rendah akan menahan laju peningkatan konsentrasi O 2 yang digunakan untuk proses respirasi. Suhu penyimpanan pun berkaitan dengan transpirasi yang terjadi dimana jika semakin tinggi suhu maka proses transpirasinya tinggi dan tegangan permukaan berkurang sehingga pada akhirnya menyebabkan buah mengalami pengkerutan dan penurunan mutu. Lamanya masa simpan juga berpengaruh terhadap jumlah kerusakan. Semakin lama waktu penyimpanan, maka semakin tinggi tingkat kerusakan mekanis yang terjadi. Selama penyimpanan, buah jambu biji yang disimpan pada suhu 30 o C dan tidak mengalami perlakuan sortasi hanya dapat disimpan disimpan hingga hari ke-6, sedangkan untuk jambu biji yang disimpan pada suhu 5 o C dan 10 o C baik keduanya mengalami perlakuan sortasi maupun tidak disortasi, dapat disimpan hingga hari ke-10. Hasil analisis ragam (Lampiran 17) dan uji lanjut pada Tabel 10 dan Tabel 11 terlihat bahwa jenis perlakuan dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan mekanis buah jambu biji, sedangkan interaksi diantara keduanya tidak berpengaruh nyata.

50 C. Susut Bobot Perubahan susut bobot jambu biji dengan perlakuan sortasi dan tanpa sortasi dilakukan dengan mengukur jambu biji setiap 2 hari selama 10 hari. Dari analisis sidik ragam (Lampiran 18) dan uji lanjut pada Tabel 12 dan 13, terlihat bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap susut bobot jambu biji selama penyimpanan. Pada lama penyimpanan sampai hari ke-10 diperoleh f hitung untuk umur simpan 2 hari, untuk umur simpan 4 hari, untuk umur simpan 6 hari, untuk umur simpan 8 hari dan untuk umur simpan 10 hari. Sedangkan jenis perlakuan dan interaksi antara suhu dan jenis perlakuan pra pengemasan tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah jambu biji. Grafik perubahan susut bobot jambu biji yang terjadi selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 13. Susut Bobot (%) Lama Penyimpanan (hari) KS5 KTS5 KS10 KTS10 KS30 KTS30 Gambar 13. Perubahan susut bobot jambu biji terhadap suhu penyimpanan. Hasil pengamatan menunjukkan selama penyimpanan bobot jambu biji mengalami penurunan untuk semua perlakuan. Hal ini disebabkan karena pada proses respirasi yang mengubah gula menjadi CO 2 dan H 2 O terjadi penguapan air. Berkurangnya kandungan air pada jambu biji akan menurunkan berat basah bahan tersebut, berarti akan meningkatakan penyusutan bobot dari bahan. Berkurangnya kandungan air menimbulkan perubahan pada produk yang disimpan, yaitu penampakan, tekstur dan bobotnya (Pantastico, 1989).

51 Persentase susut bobot jambu biji terkecil sampai hari ke-6 adalah pada kardus dengan perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 5 o C yaitu sebesar 3.47% dari berat awal bahan sebelum disimpan dan susut bobot tertinggi pada kardus tanpa perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 30 o C yaitu sebesar 12.27% dari kondisi berat awal bahan sebelum disimpan. Setelah penyimpanan hari ke-10, terlihat bahwa kardus dengan perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 5 o C tetap memiliki persentase susut bobot terkecil yaitu sebesar 6.05% sedangkan susut bobot terbesar terjadi pada kardus tanpa perlakuan sortasi yang disimpan pada suhu 10 o C yaitu sebesar 8.93% dari berat awal bahan sebelum disimpan. D. Kekerasan Pengukuran uji kekerasan dilakukan sebagai salah satu indikasi terjadinya kerusakan pada buah jambu biji, dimana semakin kecil nilai tekan jambu biji maka akan semakin rusak jambu biji tersebut. Menurut Pantastico (1986) ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif pada vakuola, permebilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel. Buah-buahan akan kehilangan airnya karena proses transpirasi dan respirasi setelah pemanenan, sehingga tekanan turgornya menjadi semakin kecil dan menyebabkan komoditi tersebut menjadi lunak. Air sel yang menguap membuat sel menciut sehingga ruangan antar sel menyatu dan zat pektin menjadi saling berikatan. Tingkat kekerasan buah jambu biji yang terjadi selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 14.

52 Tingkat Kekerasan (N) Lama Penyimpanan (hari ke-) KS5 KTS5 KS10 KTS10 KS30 KTS30 Gambar 14. Perubahan kekerasan jambu biji terhadap suhu penyimpanan. Pada Gambar 16 dapat diketahui bahwa kekerasan buah jambu biji selama penyimpanan mengalami penurunan. Menurunnya kekerasan terjadi karena degradasi pektin yang dikatalis oleh enzim esterase yang menghasilkan asam poligalakturanat bebas dan metanol serta enzim poligalakturonase. Pengurangan ketegangan juga berhubungan dengan pembentukan zat pektin yang larut dalam air. Proses respirasi membutuhkan air yang diambil dari sel sehingga menyebabkan terjadinya pengurangan air pada sel yang membuat sel kehilangan kekerasannya. Semakin cepat laju respirasi, maka kekerasannya juga akan cepat menurun. Berdasarkan data diatas terlihat bahwa kekerasan terendah dialami oleh kemasan kardus tanpa perlakuan sortasi yang disimpan pada suhu 30 o C yaitu sebesar 0.72 N, 0.45 N, 0.35 N dan 0.25 N pada hari ke-0, ke-2, ke-4, dan ke-6 masa penyimpanan. Sedangkan kekerasan tertinggi dialami oleh kemasan kardus dengan perlakuan sortasi yang disimpan pada suhu 5 o C yaitu sebesar 0.90 N, 0.81 N, 0.69 N dan 0.56 N pada hari ke-0, ke-2, ke-4 dan ke-6 masa penyimpanan. Pada analisis ragam (Lampiran 19) terlihat bahwa jenis perlakuan dan suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kekerasan pada akhir penyimpanan. Sedangkan interaksi antara suhu penyimpanan dan jenis perlakuan pra pengemasan tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan selama

53 masa penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi nyata yang terjadi antara suhu penyimpanan dan jenis perlakuan pra pengemasan, dimana setiap perlakuan baik suhu maupun pra pengemasan memberikan pengaruh yang berbeda untuk tingkat kekerasan jambu biji. E. Total Padatan Terlarut Pada analisis ragam (Lampiran 20), dapat diketahui bahwa jenis perlakuan, suhu penyimpanan serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut buah jambu biji selama masa penyimpanan. Walaupun suhu penyimpanan dan jenis perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut, akan tetapi kita dapat melihat perubahan total padatan terlarut selama masa penyimpanan. Adapun grafik total padatan terlarut buah jambu biji yang terjadi selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar Total Padatan Terlarut (Brix Lama Penyimpanan (hari) KS5 KTS5 KS10 KTS10 KS30 KTS30 Gambar 15. Perubahan total padatan terlarut jambu biji terhadap suhu penyimpanan. Gula yang banyak terkandung pada buah jambu biji adalah sukrosa, glukosa, dan fruktosa dimana masing-masing persentase kandungannya adalah sebesar 5.3%, 35.7% dan 58.9%. Gula, baik yang bebas maupun terikat pada zat-zat lain merupakan komponen yang penting untuk mendapatkan rasa buah. Selain itu, kandungan gula dalam suatu produk ikut dipengaruhi oleh laju

54 respirasi dari produk yang bersangkutan, dimana kadar gula akan semakin tinggi bila laju respirasinya menurun, dan kadar gula dari suatu produk akan rendah bila laju respirasinya meningkat. Bila laju respirasi meningkat maka kandungan zat pati yang dihidrolisis meningkat sehingga menyebabkan rantai karbon dari asam-asam organik menjadi pecah menjadi rantai-rantai kecil yang menyebabkan buah menjadi manis. Total padatan terlarut yang berkaitan dengan tingkat kemanisan buah jambu biji, memiliki hubungan yang erat dengan kekerasan dan warnanya. Buah jambu biji yang berwarna kuning memiliki kekerasan yang rendah dan tingkat kemanisan (total padatan terlarut) yang tinggi dibandingkan buah jambu biji yang berwarna hijau. Dalam pemilihan buah jambu biji, parameter mutu yang pertama dilihat konsumen adalah warna yang langsung diketahui secara visual, lalu kekerasan dengan penekanan ringan pada permukaan buah dan tingkat kemanisan dengan indera perasa. F. Warna Warna pada buah-buahan merupakan salah satu ukuran mutu dan kualitas dari buah-buahan, jika warnanya kurang menarik maka nilainya juga akan berkurang karena kurang menarik bagi konsumen. Warna meningkatkan daya tarik bahan mentah dan dalam kebanyakan kasus digunakan sebagai petunjuk kemasan, juga berhubungan dengan rasa, bau, tekstur dan nilai gizi (Rodriquez et al., 1986). Namun, warna yang hanya dilihat secara visual bersifat subjektif. Oleh karena itu diperlukan instrumen agar diperoleh hasil pengukuran warna yang objektif. Pengukuran warna jambu biji setelah penggetaran dan penyimpanan dapat dilihat dari tingkat kecerahan (nilai L), tingkat kehijauan (nilai a), dan tingkat kekuningan (nilai b). 1. Nilai L Nilai L menyatakan tingkat kecerahan suatu bahan dimana cahaya pantul menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam. Parameter L mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai L

55 yang semakin besar menunjukkan bahwa buah semakin rusak karena warnanya akan semakin pucat. Pada analisis ragam (Lampiran 21) terlihat bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai warna L pada hari ke-6. Sedangkan jenis perlakuan dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai warna L selama masa penyimpanan. Berikut adalah perubahan nilai warna L buah jambu biji selama penyimpanan yang disajikan pada Gambar 16. Nilai warna L Lama Penyimpanan (hari) KS5 KTS5 KS10 KTS10 KS30 KTS30 Gambar 16. Perubahan warna (nilai L) jambu biji terhadap suhu penyimpanan Berdasarkan Gambar 16, dapat diketahui bahwa tingkat kecerahan buah jambu biji rata-rata semakin menurun dari warna hijau kekuningan (warna cerah) menjadi kuning kecoklatan (warna gelap). Laju respirasi menyebabkan warna pada kulit buah semakin cerah dan warna hijaunya berubah menjadi kuning pucat. Begitu juga dengan daging buahnya, semakin cepat laju respirasi maka warnanya akan semakin merah lalu membusuk (Martini, 2005). Berdasarkan hasil pengamatan, tingkat kecerahan tertinggi pada hari ke-0 dialami oleh buah jambu biji dalam kemasan kardus dengan perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 5 o C, yaitu sebesar Sedangkan pada hari ke-2, ke-4 dan ke-6 dialami oleh kemasan kardus

56 tanpa perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 5 o C, yaitu sebesar 72.59, dan Tingkat kecerahan terendah dialami oleh buah jambu biji dalam kemasan kardus tanpa perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 30 o C, yaitu masing-masing sebesar 72.35, 66.24, dan pada penyimpanan hari ke-0, hari ke-2, dan hari ke-6. Sedangkan untuk hari ke-4, tingkat kecerahan terendah dialami oleh kemasan kardus dengan perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 30 o C yaitu sebesar Gambar 16 menunjukkan bahwa perubahan kecerahan mulai terlihat semenjak hari ke-2 masa penyimpanan. Untuk kemasan tanpa perlakuan sortasi, tingkat kecerahan yang dialami cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan dengan perlakuan sortasi. Hal ini terkjadi karena selama penyimpanan, buah jambu biji tanpa perlakuan sortasi sudah mengalami kerusakan baik karena pengaruh getaran maupun suhu penyimpanan, yang memicu buah untuk melakukan respirasi lebih cepat dari semula. Adanya degradasi dari klorofil pun mempengaruhi tingkat kecerahan dari buah jambu biji, dimana selama penyimpanan buah melakukan fotosintesis yang memerlukan klorofil, semakin lama maka kandungan klorofil pun akan berkurang akibat pemecahan CO 2 menjadi zat pati. Seiring dengan proses pematangan, pembentukan zat hijau daun mulai berkurang dan cenderung mengarah ke proses pembentukan zat karotenoid. Hal inilah yang menyebabkan buah jambu biji mengalami perubahan warna dari hijau muda menjadi kuning kemerahan, dimana tingkat kecerahannya cenderung menurun.. 2. Nilai a Nilai a menyatakan tingkat kehijauan dimana nilai positif (+) menyatakan warna merah dan nilai negatif (-) menyatakan warna hijau. Nilai a pada kulit yang semakin mendekati 0 menunjukkan bahwa buah semakin matang dan cepat rusak, sedangkan nilai a pada daging yang semakin besar menunjukkan bahwa daging buah mendekati rusak.

57 Berdasarkan Gambar 17, 18, 19, 20, 21 dan 22 dapat diketahui bahwa tingkat warna hijau buah jambu biji mengalami penurunan nilai kemudian naik mendekati nilai 0. Dari gambar grafik Lab dapat dilihat bahwa buah jambu biji mengalami perubahan warna hijau yang semakin tua hingga penyimpanan hari ke-8, setelah itu buah jambu biji mengalami perubahan warna yang drastis menjadi kekuningan pada akhir masa penyimpanan. Perubahan dari warna hijau (nilai a negatif) menuju warna merah (nilai a positif) yang berarti buah jambu biji mengalami pematangan terlebih dahulu kemudian mengalami pembusukan. Hal ini dapat dikatakan bahwa buah jambu biji dengan bahan pembungkus koran mengalami proses penurunan mutu setelah hari ke-10 masa penyimpanan. Pada buah jambu biji, warna hijau pada kulit buah semakin berkurang seiring dengan laju pematangan buah. Hal ini dikarenakan kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laun berkurang. nilai warna a tertinggi dialami oleh buah jambu biji dalam kemasan karton tanpa perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 5 o C, sedangkan nilai warna a terendah dialami oleh buah jambu biji dalam kemasan kardus dengan perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 30 o C. Pada analisis ragam (Lampiran 22) terlihat bahwa jenis perlakuan, suhu penyimpanan dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai warna a pada akhir masa penyimpanan. 3. Nilai b Nilai b menyatakan tingkat kekuningan dimana nilai positif (+) menyatakan warna kuning dan nilai negatif (-) menyatakan warna biru. Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa nilai warna b tertinggi dialami oleh jambu biji pada kemasan kardus tanpa perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 30 o C, yaitu sebesar dan pada penyimpanan hari ke-0 dan ke-4. Sedangkan untuk penyimpanan hari ke-2 dan ke-6 dialami oleh kemasan kardus dengan perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 30 o C, yaitu sebesar dan

58 Pengukuran nilai warna b terendah dialami oleh jambu biji dalam kemasan kardus dengan perlakuan sortasi dan disimpan pada suhu 5 o C yaitu, sebesar 20.92, 21.16, dan pada penyimpanan hari ke-0, ke-2, ke-4, dan ke-6. Pada analisis ragam (Lampiran 23) terlihat bahwa jenis perlakuan, suhu penyimpanan dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai warna b pada akhir masa penyimpanan.

59 Yellow Yellow + b + b Green Red - a + a Green Gambar 17. Perubahan warna (nilai a dan b) buah jambu biji pada Red - a kllllllll+ a 5 kemasan karton dengan perlakuan sortasi yang disimpan 50 pada suhu 5 0 C. Yellow + b + b Red Green + a - a Green Red - Gambar a 18. Perubahan warna (nilai a dan b) buah jambu biji pada + a 50 kemasan karton tanpa perlakuan sortasi yang disimpan pada 50 suhu 5 0 C.

60 Yellow + b 60 Green Red - a + a 50 - a Green Gambar 19. Perubahan warna (nilai a dan b) buah jambu biji pada Red 50 - a + a 50 kemasan karton dengan perlakuan sortasi yang disimpan 50 pada suhu 10 0 C. Yellow Yellow + b + b Red Green + a - a Green Red Gambar 20. Perubahan warna (nilai a dan b) buah jambu biji pada a + a 50 kemasan karton tanpa perlakuan sortasi yang disimpan pada 50 suhu 10 0 C.

61 Yellow + Yellow b 60+ b 60 Green - a 50 Red + a Green Red Gambar 21. Perubahan warna (nilai a dan b) buah jambu biji pada 50 - a + a 50 kemasan karton dengan perlakuan sortasi yang disimpan 50 pada suhu 30 0 C. Yellow + b + b Green Red - a + a Green Gambar 22. Perubahan warna (nilai a dan b) buah jambu biji pada Red - a + a 50 kemasan karton tanpa perlakuan sortasi yang disimpan pada 50 suhu 30 0 C.

62 H. Uji Organoleptik 1. Uji Hedonik Terhadap Suhu Penyimpanan a. Kekerasan Jambu biji dalam kemasan kardus yang disimpan pada suhu 5 o C dan 10 o C masih dapat diterima oleh konsumen hingga hari ke-10 dengan masing-masing skor yaitu 3.47 dan 3.53, sedangkan untuk kardus yang disimpan pada suhu 30 o C masih bisa diterima oleh konsumen hingga hari ke-8 dengan skor Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan tingkat kesukaan terhadap kekerasan dapat dilihat pada Gambar 23. Tingkat Kesukaan Keras Lama Penyimpanan (hari ke-) KS5 KS10 KS30 Gambar 23. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter kekerasan dengan skala 5 yang disimpan pada berbagai tingkat suhu penyimpanan. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan tertinggi terhadap kekerasan dialami oleh jambu biji yang disimpan pada suhu 10 o C, sedangkan nilai kesukaan terendah dialami oleh jambu biji yang disimpan pada suhu 30 o C. Pada analisis sidik ragam (Lampiran 26) dapat dilihat bahwa pada hari ke-0, jenis perlakuan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan kekerasan. Selain itu, suhu penyimpanan juga berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan kekerasan pada masa penyimpanan

63 hari ke-2 dan ke-8. Sedangkan interaksinya berpengaruh nyata pada hari ke-6 terhadap tingkat kesukaan kekerasan. b. Warna Winarno (1997) mengatakan bahwa penelitian mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor antara lain cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya. Tetapi sebelum faktorfaktor lain dipertimbangkan secara visual faktor warna kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan dengan nilai gizi, rasa, dan tekstur yang baik tidak akan dimakan bila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Perubahan tingkat kesukaan terhadap warna dapat dilihat pada Gambar 24. Tingkat Kesukaan warna Lama Penyimpanan (hari ke-) KS5 KS10 KS30 Gambar 24. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter warna dengan skala 5 yang disimpan pada berbagai tingkat suhu penyimpanan. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa skor kesukaan pada perlakuan penyimpanan suhu 5 o C memiliki nilai kesukaaan terendah selama masa penyimpanan, yaitu sebesar Sedangkan nilai kesukaan tertinggi dialami oleh jambu biji yang disimpan pada suhu 10 o C, yaitu sebesar Pada analisis sidik ragam (Lampiran 27) terlihat bahwa jenis perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan warna selama masa penyimpanan. Suhu penyimpanan berpengaruh nyata

64 terhadap tingkat kesukaan warna pada hari ke-4, sedangkan untuk interaksinya hanya berpengaruh nyata pada hari ke-6. c. Rasa Rasa dapat dideteksi oleh indera perasa. Agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat larut dalam air liur sehingga dapat mengadakan hubungan mirovillus dan impuls yang terbentuk dikirim melalui syaraf ke pusat syaraf ( Winarno, 1997 ). Grafik mengenai tingkat kesukaan terhadap rasa dapat dilihat pada Gambar 25. Tingkat Kesukaan Rasa Lama Penyimpanan (hari ke-) KS5 KS10 KS30 Gambar 25. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter rasa dengan skala 5 yang disimpan pada berbagai tingkat suhu penyimpanan. Pada Gambar diatas dilihat bahwa tingkat kesukaan tertinggi terhadap rasa dialami oleh jambu biji yang disimpan pada suhu 5 o C, yaitu sebesar Sedangkan untuk nilai terendah dialami oleh jambu biji pada suhu penyimpanan 30 o C dengan skor Pada analisis ragam (Lampiran 28) terlihat bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan rasa pada masa penyimpanan hari ke-4 dan ke-6. Sedangkan untuk interaksinya berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan rasa pada hari ke-2 masa penyimpanan.

65 d. Aroma Salah satu pegujian kesukaan makanan dapat dilakukan dengan pengujian aroma dengan indera pembau. Pembauan biasa disebut juga sebagai penyicipan jarak jauh karena seseorang dapat mengenal enak tidaknya suatu makanan yang belum terlihat hanya dengan penciuman jarak jauh (Winarno, 1997). Grafik mengenai tingkat kesukaan aroma selama masa penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 26. Tingkat Kesukaan Aroma Lama Penyimpanan (hari ke-) KS5 KS10 KS30 Gambar 26. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter aroma dengan skala 5 yang disimpan pada berbagai tingkat suhu penyimpanan. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa nilai aroma tertinggi dialami oleh jambu biji yang disimpan pada suhu 10 o C yaitu sebesar Sedangkan untuk nilai terendah dialami oleh jambu biji yang disimpan pada suhu 30 o C dengan skor 3.1. Dari analisis ragam (Lampiran 29) terlihat bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata terhadap nilai kesukaan aroma pada masa penyimpanan hari ke-8. Sedangkan untuk interaksinya tidak berpengaruh terhadap nilai kesukaan aroma selama masa penyimpanan.

66 e. Uji Pembobotan Uji Pembobotan dilakukan untuk mencari formula pilihan yang memenuhi kriteria yang diinginkan oleh panelis. Hal ini disebabkan adanya formula yang memiliki beberapa skor parameter mutu yang lebih tinggi namun rendah skornya pada parameter mutu yang lain. Dengan memberikan skor pembobotan pada masing-masing parameter mutu (meliputi kekerasan, warna, aroma dan rasa) akan dapat ditentukan nilai skor keseluruhan tertinggi untuk total parameter mutu yang diamati sekaligus menentukan produk yang terbaik berdasarkan hasil uji hedonik. Dalam melakukan uji pembobotan, terlebih dahulu harus ditentukan parameter mutu dari buah jambu biji yang memegang peranan penting dan sangat mempengaruhi penerimaan panelis. Parameter mutu yang sangat penting diberi skor tertinggi, dalam hal ini untuk skala empat maka skor tertingginya sedangkan untuk parameter mutu yang dianggap sangat tidak penting diberi skor terkecil, yaitu satu. Keterangan selengkapnya bisa dilihat pada Lampiran 25. Uji pembobotan dilakukan dengan cara menjumlahkan total skor parameter mutu (kekerasan, warna, aroma dan rasa) didapatkan nilai 150. Selanjutnya masing-masing nilai parameter dibagi dengan 150 dan dikalikan 100% sehingga dihasilkan persen skor untuk masing-masing parameter mutu. Nilai tersebut kemudian dikalikan dengan skor kesukaan panelis pada uji hedonik untuk masing-masing perlakuan. Data nilai pembobot dan persen skor pembobotan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai pembobot terhadap parameter mutu buah jambu biji Panelis % Parameter Total pembobot Kekerasan Warna Aroma Rasa Jumlah

67 Uji pembobotan ini dilakukan dengan cara mengkonversikan nilainilai parameter mutu yang diperoleh dari hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 23, 24, 25 dan 26) dengan persen skor pembobot. Hasil uji lanjut Duncan yang digunakan adalah hasil pengujian terhadap perlakuan suhu penyimpanan yaitu suhu 5 o C, 10 o C dan ruang (30 o C). Data skor pembobot yang telah dikonversi terhadap parameter mutu dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Data skor pembobot terhadap suhu penyimpanan jambu biji. Suhu Lama Pengamatan hari ke- Penyimpan an Ratarata 5 o C o C o C Skor Pembobotan (%) Lama Penyimpanan (hari ke-) KS5 KS10 KS30 Gambar 27. Nilai pembobotan pada berbagai perlakuan tingkat suhu penyimpanan dan lama penyimpanan. Setelah dikonversikan ke dalam masing-masing perlakuan, ternyata perlakuan penyimpanan pada suhu 5 o C memiliki skor yang lebih tinggi dari perlakuan penyimpanan pada suhu ruang yaitu sebesar %. sedangkan skor untuk suhu ruang adalah %. Skor tertinggi diperoleh sebesar % untuk perlakuan penyimpanan pada suhu 10 o C.

68 Keterangan tentang skor pembobotan dari ketiga perlakuan tersebut dapat dilihat pada Gambar 27. Dari data diatas dapat dilihat bahwa buah jambu biji yang disimpan pada suhu 5 o C dan 10 o C masih dapat diterima oleh konsumen hingga akhir masa penyimpanan, sedangkan untuk buah jambu biji yang disimpan pada suhu ruang batas penerimaan konsumen hingga hari ke-8 masa penyimpanan. Adanya perubahan warna, aroma dan kekerasan menyebabkan jambu biji yang disimpan pada suhu ruang tidak disukai lagi oleh konsumen. Berdasarkan data pengukuran parameter mutu diperoleh data bahwa suhu 5 o C merupakan suhu penyimpanan jambu biji yang paling optimal. Bila dibandingkan dengan uji pembobotan justru suhu penyimpanan optimum adalah pada suhu 10 o C, hal ini dapat terjadi karena disebabkan beberapa faktor. Pada parameter mutu kekerasan, suhu penyimpanan 5 o C menghasilkan nilai kekerasan yang tinggi sedangkan konsumen kurang menyukai tingkat kekerasan pada suhu tersebut, justru lebih memilih kekerasan jambu biji pada suhu penyimpanan 10 o C. Buah jambu biji merupakan buah klimaterik yang akan mengalami perubahan mutu selama penyimpanan. Jambu biji akan mengalami chiling injury pada suhu penyimpanan antara 0 o C 3 o C, sedangkan suhu penyimpanan 5 o C memiliki jarak yang tidak terlalu jauh dan bukanlah hal yang tidak mungkin jika terjadi perubahan parameter mutu terhadap jambu biji akibat pengaruh chiling injury tersebut. Dari kedua data diatas, penulis cenderung lebih memilih suhu 10 o C sebagai suhu penyimpanan optimum karena lebih memberikan informasi mengenai tingkat kesukaan dari konsumen. 2. Uji Hedonik Terhadap Jenis Perlakuan ( sortasi dan tanpa sortasi ) a. Kekerasan Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan tingkat kesukaan terhadap kekerasan dapat dilihat pada Gambar 28.

69 Tingkat Kesukaan Keras Lama Penyimpanan (hari ke-) KS KTS Gambar 28. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter kekerasan dengan skala 5 dengan berbagai jenis kemasan. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa tingkat kesukaan terhadap kekerasan memiliki skor yang sama baik untuk jambu biji dengan perlakuan sortasi maupun jambu biji tanpa perlakuan sortasi, yaitu sebesar Selama masa penyimpanan hingga hari ke-10 menunjukkan bahwa jambu biji dengan jenis perlakuan yang berbeda masih bisa diterima oleh konsumen. Pada analisis sidik ragam (Lampiran 26) dapat dilihat bahwa pada hari ke-0, jenis perlakuan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan kekerasan. b. Warna Berdasarkan gambar dibawah dapat dilihat bahwa skor kesukaan pada perlakuan sortasi memiliki nilai kesukaaan terendah selama masa penyimpanan, yaitu sebesar 3.3. Sedangkan nilai kesukaan tertinggi dialami oleh jambu biji tanpa perlakuan sortasi, yaitu sebesar Pada analisis sidik ragam (Lampiran 27) terlihat bahwa jenis perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan warna selama masa penyimpanan. Grafik perubahan tingkat kesukaan terhadap warna dapat dilihat pada Gambar 29.

70 Tingkat Kesukaan Warna Lama Penyimpanan (hari ke-) KS KTS Gambar 29. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter warna dengan skala 5 dengan berbagai jenis kemasan. c. Rasa Grafik hubungan antara lama penyimpanan dengan tingkat kesukaan terhadap rasa dapat dilihat pada Gambar 30. Tingkat Kesukaan Rasa Lama Penyimpanan (hari ke-) KS KTS Gambar 30. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter rasa dengan skala 5 dengan berbagai jenis kemasan. Pada Gambar diatas dilihat bahwa tingkat kesukaan tertinggi terhadap rasa dialami oleh jambu biji yang mengalami perlakuan sortasi, yaitu sebesar Sedangkan untuk nilai terendah dialami oleh jambu biji tanpa perlakuan sortasi dengan skor 3.16.

71 Pada analisis ragam (Lampiran 28) terlihat bahwa jenis perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan rasa selama masa penyimpanan. d. Aroma Berdasarkan data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa nilai aroma tertinggi dialami oleh jambu biji yang mengalami perlakuan sortasi yaitu sebesar 3.3. Sedangkan untuk nilai terendah dialami oleh jambu biji tanpa perlakuan sortasi, yaitu dengan skor Dari analisis ragam (Lampiran 29) terlihat bahwa jenis perlakuan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan aroma pada hari ke-0 masa penyimpanan. Grafik tingkat kesukaan terhadap aroma dapat dilihat pada Gambar 31. Tingkat Kesukaan Aroma Lama Penyimpanan (hari ke-) KS KTS Gambar 31. Hubungan antara lama penyimpanan dengan kesukaan terhadap parameter aroma dengan skala 5 dengan berbagai jenis kemasan. e. Uji Pembobotan Uji pembobotan ini dilakukan dengan cara mengkonversikan nilai-nilai parameter mutu yang diperoleh dari hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 23, 24, 25 dan 26) dengan persen skor pembobot. Hasil uji lanjut Duncan yang digunakan adalah hasil pengujian terhadap

72 perlakuan sortasi dan tidak sortasi. Data skor pembobot yang telah dikonversi terhadap parameter mutu dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Data skor pembobot terhadap jenis perlakuan (sortasi dan tanpa sortasi) Lama Pengamatan hari ke- Ratarata Perlakuan KS KTS Keterangan : KS = Kardus dengan perlakuan sortasi KTS = Kardus tanpa perlakuan sortasi Skor Pembobotan (%) Lama Penyimpanan (hari ke-) KS KTS Gambar 32. Nilai pembobotan pada berbagai perlakuan jenis kemasan penyimpanan dan lama penyimpanan. Setelah dikonversikan ke dalam masing-masing perlakuan, ternyata perlakuan penyimpanan dengan sortasi memiliki skor tertinggi, yaitu sebesar %. Sedangkan nilai terendah dialami jambu biji pada kemasan kardus yang tanpa mengalami proses sortasi, dengan skor nilai %. Keterangan tentang skor pembobotan dari kedua perlakuan tersebut dapat dilihat pada Gambar 32. Dari data tersebut dapat dilihat pada untuk seluruh produk dengan perlakuan yang berbeda masih dapat diterima oleh konsumen

73 selama masa penyimpanan. Perlakuan penyimpanan dengan perlakuan sortasi merupakan perlakuan yang paling optimal karena memberikan skor kesukaan yang paling tinggi. dalam tingkat penerimaaan konsumen untuk semua parameter mutu. Pada Gambar 33, 34, dan 35 dapat dilihat penampakan buah jambu biji pada hari ke-0. Pada Gambar 36, 37, dan 38 dapat dilihat penampakan buah jambu biji pada hari ke-3. Pada Gambar 39, 40, dan 41 dapat dilihat penampakan buah jambu biji pada hari ke-6. Pada Gambar 42 dan 43 dapat dilihat penampakan pada hari ke-10.

74 Gambar 33. Penampakan buah jambu biji yang akan disimpan pada suhu 5 o C pada hari ke-0 Gambar 34. Penampakan buah jambu biji yang akan disimpan pada suhu 10 o C pada hari ke-0 Gambar 35. Penampakan buah jambu biji yang akan disimpan pada suhu 30 o C pada hari ke-0

75 Gambar 36. Penampakan buah jambu biji yang akan disimpan pada suhu 5 o C pada hari ke-3. Gambar 37. Penampakan buah jambu biji yang akan disimpan pada suhu 10 o C pada hari ke-3. Gambar 38. Penampakan buah jambu biji yang akan disimpan pada suhu 30 o C pada hari ke-3

76 Gambar 39. Penampakan buah jambu biji yang akan disimpan pada suhu 5 o C pada hari ke-6 Gambar 40. Penampakan buah jambu biji yang akan disimpan pada suhu 10 o C pada hari ke-6 Gambar 41. Penampakan buah jambu biji yang akan disimpan pada suhu 30 o C pada hari ke-6

77 Gambar 42. Penampakan buah jambu biji yang akan disimpan pada suhu 5 o C pada hari ke-10 Gambar 43. Penampakan buah jambu biji yang akan disimpan pada suhu 10 o C pada hari ke-10

KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI

KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI KAJIAN TEKNIK PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L. ) DALAM KEMASAN TRANSPORTASI Oleh Junita Fitrianti F14102086 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan terhitung mulai bulan Januari hingga April 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fateta-IPB.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengemasan Pisang Ambon Kuning Pada simulasi transportasi pisang ambon, kemasan yang digunakan adalah kardus/karton dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR SKRIPSI PENGARUH BERBAGAI JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SELAMA TRANSPORTASI Oleh : ERY SUCIARI KUSUMAH F14102081 2007 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian dengan topik Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) dengan Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Fisik Belimbing selama Transportasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di

I. PENDAHULUAN. Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroberi berasal dari benua Amerika, jenis stroberi pertama kali yang ditanam di Indonesia adalah jenis Fragaria vesca L. Buah stroberi adalah salah satu produk hasil

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi dilakukan pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB selama 3 bulan yaitu bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh : Ali Parjito F14103039 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUKURAN LAJU RESPIRASI Setelah dipanen ternyata sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian masih mengalami proses respirasi oleh karena itu sayuran, buah-buahan dan umbiumbian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya dengan berbagai spesies flora. Kekayaan tersebut merupakan suatu anugerah besar yang diberikan Allah SWT yang seharusnya

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEMASAN PRIMER PADA TRANSPORTASI BUNGA POTONG KRISAN (Chrysanthemum indicum) Oleh : DINI TURIPANAM ALAMANDA F

PENGKAJIAN KEMASAN PRIMER PADA TRANSPORTASI BUNGA POTONG KRISAN (Chrysanthemum indicum) Oleh : DINI TURIPANAM ALAMANDA F PENGKAJIAN KEMASAN PRIMER PADA TRANSPORTASI BUNGA POTONG KRISAN (Chrysanthemum indicum) Oleh : DINI TURIPANAM ALAMANDA F14103019 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan dan Alat. C. Prosedur Penelitian. 1. Tahapan Persiapan. a. Persiapan Buah Jambu Biji Terolah Minimal III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan februari sampai april 2010 di laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

Buah-buahan dan Sayur-sayuran

Buah-buahan dan Sayur-sayuran Buah-buahan dan Sayur-sayuran Pasca panen adalah suatu kegiatan yang dimulai dari bahan setelah dipanen sampai siap untuk dipasarkan atau digunakan konsumen dalam bentuk segar atau siap diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L.

KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L. KAJIAN JENIS KEMASAN SELAMA TRANSPORTASI DAN PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS ( Garcinia mangostana L.) Oleh : REZKI YUNIKA F14051372 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Mentimun Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.; suku labu-labuan atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan secara langsung

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN

Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN Makalah Bidang Teknik Produk Pertanian ISSN 81-71 PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) PADA SIMULASI TRANSPORTASI (Effects of

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. B. Bahan Dan Alat. C. Prosedur Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan

Lebih terperinci

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F

Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI. Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F Skripsi PENYIMPANAN POTONGAN SAWO SEGAR DALAM KEMASAN ATMOSFIR TERMODIFIKASI Oleh : DEDY AGUSPRIANDONO SUPRAPTO F 14103093 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 33 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tahap I Pengukuran Sifat Fisik Buah Manggis Pengukuran sifat fisik buah yang dilakukan meliputi berat buah, diameter mayor, diameter minor buah, tinggi tangkai dan tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I. PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Umur Simpan Penggunaan pembungkus bahan oksidator etilen dapat memperpanjang umur simpan buah pisang dibandingkan kontrol (Lampiran 1). Terdapat perbedaan pengaruh antara P2-P7 dalam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kemasan Alpukat Hasil Rancangan Kemasan distribusi dirancang dan dipilih terutama untuk mengatasi faktor getaran (vibrasi) dan kejutan (shock) karena faktor ini sangat berpengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Buah mangga yang digunakan untuk bahan penelitian langsung diambil dari salah satu sentra produksi mangga, yaitu di daerah Indramayu, Kecamatan Jatibarang.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilakukan di Desa Sido Makmur, Kec. Sipora Utara, Kab. Kep.Mentawai untuk proses penggorengan keripik ikan lemuru. Dan dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan oleh beberapa industry pengolahan pangan dalam menciptakan

Lebih terperinci

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F

SKRIPSI. PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA. Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F SKRIPSI PEMUTUAN BUAH JERUK MANIS (Citrus sinensis (L) Osbeck) MENGGUNAKAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA Oleh: MARIA YUSTINA TAMPUBOLON F14101109 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura

I. PENDAHULUAN. Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Buah jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu produk hortikultura yang banyak diminati konsumen. Salah satu contoh kultivar jambu yang memiliki

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Emmy Darmawati 1), Gita Adhya Wibawa Sakti 1) 1) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++) V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi

I. PENDAHULUAN. dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jenis umbi-umbian banyak terdapat di Indonesia. Salah satu jenis umbi yang dikenal adalah ubi jalar (Ipomoea batatas). Ubi jalar merupakan jenis umbi dengan masa panen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Suhu ruangan selama pelaksanaan penelitian ini berkisar 18-20 0 C. Kondisi suhu ini baik untuk vase life bunga potong, karena kisaran suhu tersebut dapat memperlambat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belimbing Manis (Averrhoa carambola L) Tanaman belimbing berasal dari Sri Lanka dan banyak terdapat di daerah Asia Tenggara, Brazil, Ghana dan Guyana. Belimbing bukan buah musiman.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah apel fuji sun moon di Hypermart Gorontalo. Tahapan sortasi

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA RESPIRASI Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc Email: rahadiandimas@yahoo.com JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA RESPIRASI RESPIRASI AEROBIK C 6 H 12 O 6 + 6O 2 + 38 ADP

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki lahan pertanian cukup luas dengan hasil pertanian yang melimpah. Pisang merupakan salah

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada semua parameter menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut ini merupakan rata-rata

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu

TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu 4 TINJAUAN PUSTAKA Pisang Raja Bulu Pisang merupakan tanaman yang termasuk kedalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas monokotiledon (berkeping satu) ordo Zingiberales dan famili Musaseae.

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK

Anang Suhardianto FMIPA Universitas Terbuka. ABSTRAK ANALISIS PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK CAISIN DENGAN PERLAKUAN PENGATURAN SUHU DIMULAI DARI SESAAT SETELAH PANEN, SELAMA PENGANGKUTAN, HINGGA SETELAH PENYIMPANAN *) Anang Suhardianto FMIPA Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penentuan waktu hydrocooling dan konsentrasi klorin optimal untuk pak choi Tahap precooling ini dilakukan untuk menentukan kombinasi lama hydrocooling dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR SKRIPSI PENGARUH PERLAKUAN PRA PENYIMPANAN, SUHU DAN KOMPOSISI LARUTAN PULSING TERHADAP KESEGARAN BUNGA POTONG GERBERA (Gerbera jamessonii) SELAMA PENYIMPANAN Oleh : GD SUASTAMA SAGITA MANU F14103014 2007

Lebih terperinci