TINJAUAN PUSTAKA Diare dan Penyebabnya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Diare dan Penyebabnya"

Transkripsi

1 4 TINJAUAN PUSTAKA Diare dan Penyebabnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan, negara-negara berkembang khususnya di Asia Tenggara perlu lebih memperhatikan kasus diare dan pneumonia dalam program kesehatan nasional. Diare hingga kini masih menjadi penyebab utama kematian anak berusia di bawah lima tahun (balita) di Asia Tenggara. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) (ESP 2009; Persi 2009). Kematian yang terjadi berhubungan dengan kejadian diare pada anak-anak atau usia lanjut dikarenakan kesehatan pada usia pasien tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang sampai berat. Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2 3 kali dibandingkan dengan negara maju (Tadda 2010). Diare sesuai dengan definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Suharyono 2008). Simadibrata (2006) mendefinisikan diare yaitu buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi ini tidak menunjukkan pada berapa frekuensi diarenya, tetapi definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar lebih dari tiga kali dengan konsistensi yang berubah. Diare umumnya disebabkan oleh infeksi virus, protozoa; (Giardia lambdia, Entamoeba hystolitica), bakteri; yang memproduksi enterotoksin (S. aureus, C. perfringen), E. coli, V. cholera, C. difficile dan yang menimbulkan inflamasi mukosa usus (Shigella sp., Salmonela sp., Yersinia), iskemia intestinal Inflammatory Bowel Disease (acute on chronic), dan kolitis radiasi (Djojoningrat 2006). Infeksi yang disebabkan oleh virus maupun bakteri pada traktus intestinalis disebut sebagai enteritis. Infeksi paling luas pada kasus diare terjadi pada seluruh usus besar dan ujung distal ileum. Dimanapun infeksi terjadi, mukosa teriritasi secara luas, dan kecepatan sekresinya sangat tinggi. Sebagai tambahan, motilitas dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda. Akibatnya, sejumlah besar cairan cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke arah anus,

2 5 dan pada saat yang sama gerakan mendorong yang kuat akan mendorong cairan ini ke depan. Ini merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan kotoran traktus intestinalis dari infeksi yang mengganggu (Guyton & Hall 1997). Diare yang terjadi tanpa adanya kerusakan mukosa usus (noninflamatorik) umumnya disebabkan oleh toksin bakteri (terutama Enteropathogenic Escherichia coli / EPEC dan Salmonella Enteritidis). Gejala klinis diare yang disebabkan oleh kedua bakteri ini adalah konsistensi feses sangat cair, tidak ada darah, nyeri perut terutama daerah umbilikus (karena kelainan terutama di daerah usus halus), kembung, mual, muntah dan demam ringan (Djojoningrat 2006). Agen infeksius yang menyebabkan penyakit dengan gejala diare biasanya ditularkan melalui jalur fecal-oral terutama karena menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi dan atau kontak dengan tangan yang terkontaminasi. Penularan secara fecal-oral, yaitu kontak dari manusia/hewan ke manusia dan atau hewan atau kontak orang/hewan dengan alat rumah tangga (Manggung 2010). Bahaya utama diare adalah kematian yang disebabkan karena tubuh banyak kehilangan air dan garam yang terlarut (dehidrasi) (Harianto 2004). Akan tetapi menurut Djojoningrat (2006) pada umumnya diare akut dapat bersifat sembuh sendiri dalam 5 hari dengan pengobatan sederhana yang disertai rehidrasi. Escherichia coli Escherichia coli merupakan salah satu anggota famili Enterobacteriaceae yang sering menimbulkan penyakit diare. Bakteri ini ditemukan oleh Theodor Escherich pada tahun Secara garis besar klasifikasi bakteri Escherichia coli berasal dari Filum Proteobacteria, Kelas Gamma Proteobacteria, Ordo Enterobacteriales, Familia Enterobacteriaceae, Genus Escherichia, Spesies Escherichia coli. Morfologi Escherichia coli yaitu berbentuk batang pendek, gemuk, berukuran 2,4 µ x 0,4 sampai 0,7 µ, bersifat gram-negatif, motil dengan flagella peritrikus dan tidak berspora. Bentuk morfologi Escherichia coli dapat dilihat pada gambar 1. Bakteri Escherichia coli merupakan organisme penghuni utama usus besar, hidupnya komensal dalam kolon manusia dan diduga berperan

3 6 dalam pembentukan vitamin K yang berperan dalam proses pembekuan darah (Munif 2009). Gambar 1 Escherichia coli (Todar 2008) Escherichia coli memiliki sejumlah antigen yaitu O, K, dan H. Antigen (serotipe) ini penting untuk membedakan strain Escherichia coli yang menyebabkan penyakit. Lebih dari 700 jenis antigen Escherichia coli yang teridentifikasi, hanya sebagian kecil bersifat patogen, misalnya strain O157:H7 (EPEC). Antigen O mengacu pada antigen somatik, H mengacu pada antigen flagellar (Todar 2008). Sebagian besar Escherichia coli merupakan flora normal usus kecil dan usus besar yang umumnya tidak menyebabkan penyakit (non-patogenik). Namun demikian, non-patogenik Escherichia coli dapat menyebabkan penyakit jika berada di luar usus misalnya, ke dalam saluran kemih (infeksi kandung kemih atau ginjal), maupun ke dalam aliran darah (sepsis). Strain Escherichia coli yang lain (enterovirulent Escherichia coli strain atau EEC termasuk EPEC) menyebabkan keracunan atau diare meskipun berada di dalam usus dengan memproduksi racun mengakibatkan peradangan pada usus (Davis 2009). Masa inkubasi Escherichia coli sekitar 3 5 hari dengan gejala awal mual, muntah, kram perut, diare dapat disertai darah, seringkali di ikuti demam (37,7 38,3ºC) (Davis 2009). Umumnya Escherichia coli masuk ke dalam tubuh melalui rute oral dari makanan atau benda yang tercemar bakteri ini. Salmonella Enteritidis Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, bakteri ini merupakan kausa utama dari penyakit enterik bakterial. Infeksi

4 7 Salmonella enterica subspesies enterika (Salmonella Enteritidis) merupakan satu dari enam subspesies Salmonella yang memiliki tingkat insidensi tinggi sebagai pencemar makanan (foodborne salmonellosis) (Lesmana 2006). Gambar 2 Salmonella Enteritidis (Anonim (3) 2010) Salmonella Enteritidis merupakan bakteri yang bersifat gram negatif, berbentuk batang, tidak berspora, tidak berkapsul, motil dengan flagella peritrikus, dan dapat hidup secara aerob atau fakultatif anaerob (Lesmana 2006). Bentuk bakteri ini terlihat pada gambar 2. Salmonella Enteritidis dapat tumbuh optimum pada suhu o C dan ph 6,5 7,5. Bakteri ini dalam kondisi lingkungan yang memungkinkan dapat hidup selama berbulan-bulan. Namun Salmonella rentan terhadap panas, sinar matahari, dan kebanyakan jenis desinfektan (Schnurrenberger & Hubbert 1991). Menurut WHO (2010) bakteri ini umumnya ditularkan ke manusia melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi yang berasal dari hewan, terutama daging, unggas, telur, dan susu. Gejala infeksi Salmonella biasanya muncul jam setelah infeksi dengan gejala klinis termasuk demam, sakit perut, diare, mual, dan kadang-kadang muntah. Penyakit ini biasanya berlangsung 4 7 hari dan kebanyakan orang sembuh tanpa pengobatan. Namun, pada anak-anak dan orang tua, ketika bakteri memasuki aliran darah, diperlukan pula pengobatan menggunakan antibiotik. Reservoir utama untuk Salmonella Enteritidis adalah hewan termasuk didalamnya hewan ternak dan ternak unggas, burung, dan hewan peliharaan, serta produk-produk asal hewan. Transmisi organisme ini pada manusia dapat terjadi melalui makanan atau minuman yang tercemar melalui rute fecal-oral maupun melalui kontak antara manusia dan hewan yang terinfeksi Salmonella. Telur

5 8 merupakan sumber infeksi yang paling umum. Ayam yang terinfeksi oleh Salmonella dapat menyebabkan inkorporasi bakteri ini ke dalam telur pada saat proses pembentukannya, ketika kulit telur belum mengalami proses kalsifikasi secara lengkap. Atau mungkin terjadi kontaminasi permukaan telur oleh feses (Lesmana 2006). Perkiraan jumlah inokulum yang diperlukan untuk terjadinya infeksi pada seorang individu dewasa adalah sekitar organisme, tetapi pada bayi dan anak-anak diperkirakan jumlah inokulum ini lebih kecil (Lesmana 2006). Vought dan Tatini (1998) mengemukakan bahwa wabah salmonellosis di Inggris telah terjadi pada orang dewasa akibat mengkonsumsi es krim yang terkontaminasi Salmonella Enteritidis sebanyak 10 7 CFU. Pada orang dewasa yang mengkonsumsi makanan terkontaminasi bakteri tersebut sebanyak CFU dilaporkan tidak menunjukkan gejala klinis penyakit. Namun beberapa penelitian menyatakan bahwa sejumlah kecil Salmonella Enteritidis dalam makanan ( 10 5 CFU) telah dapat menyebabkan infeksi. Hal ini dapat terjadi karena produk makanan tersebut mengandung banyak lipid dan atau gula yang dapat melindungi Salmonella dari barrier lambung yang bersifat asam sehingga bakteri tersebut dapat mencapai usus halus dan menimbulkan gejala penyakit. Flu Burung (H5N1) Avian Influenza (AI) adalah penyakit pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza subtipe A dari famili Orthomixoviridae. Virus influenza memiliki tiga tipe antigenik yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C. Virus influenza mempunyai selubung/simpai yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Virus ini mempunyai tonjolan (spikes) yang digunakan untuk menempel pada reseptor yang spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat menginfeksi sel (gambar 3). Terdapat 2 jenis spikes yaitu mengandung hemaglutinin (HA) dan mengandung neuraminidase (NA) yang terletak dibagian terluar dari virion (Horimoto & Kawaoka 2001). Virus influenza tipe A dapat dibagi menjadi subtipe dan varian berdasarkan hemaglutinin (HA), terdiri dari H1 H15, dan neuraminidase (NA), terdiri dari N1 N9. Variasi antigen H dan N ini dapat menghasilkan 135 kemungkinan subtipe virus muncul diantaranya adalah : H1N1, H1N2, H3N3,

6 9 H5N1, H7N7, H9N1 (Soejoedono & Ekowati 2005) Akibat dari kombinasi ini penyakit yang disebabkan oleh virus AI dapat muncul dalam beberapa bentuk yang berbeda, yaitu tanda-tanda klinis yang umum dan parah atau Highly Pathogenic (HPAI), tanda-tanda klinis pada pernafasan dan ringan atau Low Pathogenic (LPAI), dan tanpa tanda-tanda klinis (VSF-CICDA 2005). Virus influenza pada unggas mempunyai sifat dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 o C dan lebih dari 30 hari pada suhu 0 o C. Di dalam tinja unggas dan di dalam tubuh unggas sakit dapat hidup lebih lama, tetapi mati pada pemanasan 60 o C selama 30 menit atau 56 o C selama 3 jam dan pemanasan 80 o C selama 1 menit. Virus akan mati dengan detergen, desinfektan misalnya formalin, cairan yang mengandung iodine dan alkohol 70% (Nainggolan 2006). Gambar 3 Virus Influenza (Todar 2008) Salah satu ciri penting dari virus influenza adalah kemampuannya untuk mengubah antigen permukaan (H dan N) baik secara cepat/mendadak maupun lambat (bertahun-tahun). Peristiwa terjadinya perubahan besar dari struktur antigen permukaan yang terjadi secara singkat disebut antigenic shift. Bila perubahan antigen permukaan yang terjadi hanya sedikit disebut antigenic drift. Antigenic shift hanya terjadi pada virus influenza A sedangkan antigenic drift terjadi pada virus influenza B dan virus influenza C relatif stabil. Teori yang mendasari terjadinya antigenic shift adalah adanya penyusunan kembali dari gengen pada H dan N diantara manusia dan virus influenza melalui perantara host ketiga. Proses antigenic shift akan memungkinkan terbentuknya virus baru yang lebih ganas sehingga keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi sistemik yang berat kerena sistem imun inang baik seluler maupun humoral belum sempat terbentuk (Nainggolan 2006).

7 10 Penularan penyakit yang disebabkan oleh virus flu burung dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Penularan secara langsung adalah penularan dengan cara kontak langsung antara hewan penderita flu burung dengan hewan lain yang peka maupun manusia. Hewan yang terinfeksi mengeluarkan virus melalui saluran pernafasan, mata, dan feses. Penularan secara tidak langsung dapat terjadi melalui udara yang tercemar meterial atau debu yang mengandung virus avian influenza dengan semua barang yang pernah mengalami kontak dengan penderita (Yuliarti 2006). Telur Ayam dan Pemanasan/ Perebusan Telur Telur merupakan sumber protein hewani yang baik, bergizi tinggi, lezat, dan mudah didapatkan. Telur ayam banyak mengandung berbagai jenis protein berkualitas tinggi termasuk mengandung semua jenis asam amino esensial bagi kebutuhan manusia. Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%, serta vitamin, dan mineral. Vitamin dan mineral yang terkandung dalam telur diantaranya vitamin A, riboflavin, asam folat, vitamin B6, vitamin B12, choline, besi, kalsium, fosfor, dan potasium. Kandungan vitamin A, D, dan E terdapat dalam kuning telur. Kadar proteinnya sekitar 14%, sehingga dari tiap butir telur akan diperoleh sekitar 8 gram protein (PoultryIndonesia 2002; Muchtadi 2005). Adanya mitos di masyarakat bahwa telur mentah ataupun setengah matang memiliki khasiat lebih tinggi dibandingkan dengan telur matang masih perlu diteliti lebih lanjut. Mencampur telur mentah dalam minuman seperti jamu, minuman energi, atau makanan dipercaya cukup higienis dan aman dikonsumsi sudah menjadi kebiasaan sejumlah orang. Berdasarkan penelitian tentang kandungan nilai gizi dari perlakuan konsumsi telur baik mentah, setengah matang, dan matang, menunjukkan hasil yang tidak jauh beda. Mengkonsumsi telur mentah akan memberikan rasa kenyang yang lebih lama daripada mengkonsumsi telur matang. Telur mentah memiliki daya cerna yang lebih rendah sehingga lebih lama berada dalam saluran pencernaan manusia dalam keadaan utuh. Keawetan membuat kenyang inilah yang menyebabkan telur mentah dianggap lebih bergizi (Pramita 2009).

8 11 Menurut Poultry Indonesia (2002) telur mentah hanya mengandung 51% zat gizi biologis sementara telur yang sudah dimasak mengandung hampir 91% zat gizi biologis. Kandungan protein dalam telur matang hampir dua kali lipat dapat diserap tubuh dibandingkan dengan telur mentah. Mengkonsumsi telur mentah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif diantaranya adanya bakteri (Salmonella) dan zat-zat yang mengganggu proses penyerapan nutrisi dalam tubuh seperti avidin dan ovomucoid yang hanya dapat inaktif dengan proses pemanasan (Pramita 2009). Faktor yang penting dalam proses pemanasan/perebusan adalah waktu dan suhu perebusan telur. Menurut berbagai sumber untuk membuat telur rebus setengah matang diperlukan waktu 5 8 menit dengan suhu o C (Wikipedia 2010; Anonim (1) 2009). Selain sebagai bahan pangan bermanfaat telur dapat pula dijadikan media untuk memproduksi antibodi. Penggunaan telur sebagai sumber antibodi untuk kepentingan preventif dan imunoterapi dilakukan untuk mendongkrak konsumsi telur masyarakat Indonesia (Mustopa 1999). Penggunaan telur ayam sebagai pabrik biologis sangat menjanjikan karena telur dapat dengan mudah diproduksi secara massal, relatif murah, dan mudah didapat. Antibodi spesifik dalam kuning telur dapat diberikan dan disajikan dalam bentuk nutriceutical food atau antibodi (IgY) dimurnikan dari kuning telur menggunakan metode yang sederhana dengan jumlah yang cukup banyak. Ayam biasanya bertelur 5 sampai 6 butir per minggu dan sebutir kuning telur yang mempunyai volume 15 ml, rata-rata mengandung mg IgY, dengan kandungan antibodi spesifik 2% sampai 10% (Wibawan et al. 1999). Menurut Mustopa (2004) keuntungan penggunaan telur sebagai sumber antibodi dibandingkan dengan mamalia adalah (1) satu butir telur menghasilkan IgY setara dengan IgG yang diambil dari 40 ml darah kelinci, (2) cara panenya sederhana, (3) pengambilan tidak invasif dan tidak menyakiti hewan, (4) merupakan alternatif yang paling menjanjikan sebagai pengganti cara memproduksi IgG konvensional, (5) dapat dipanen setiap hari terus menerus, (6) tidak menunjukkan reaksi silang dengan komponen jaringan mamalia, karena jarak filogenik antara unggas dan mamalia sangat jauh, (7) telur dapat disimpan dengan mudah dalam jangka waktu yang relatif lama, (8) menghasilkan respon

9 12 imun yang lebih spesifik, dan (9) tidak memiliki efek samping, karena tidak bereaksi dengan IgG mamalia dan reseptor. Sebagai bentuk aplikasi baik untuk pencegahan maupun pengobatan terhadap penyakit diare dan flu burung pada individu terinfeksi, antibodi dalam telur ayam dapat diberikan secara oral, yaitu dengan mengkonsumsi telur yang mengandung antibodi. Untuk dapat diberikan secara oral antibodi dalam telur harus melewati beberapa tahapan yang dapat menurunkan aktivitas antibodi anti diare dan anti flu burung seperti denaturasi akibat pemanasan saat telur direbus, ph asam lambung yang rendah (asam), dan ph usus yang basa. Antibodi juga melewati aktivitas enzim pencernaan seperti pepsin (asam lambung) dan tripsin (enzim dalam usus) (Carlender 2002). Proses pemanasan atau perebusan telur akan mengakibatkan terjadinya denaturasi protein. IgY sebagaimana protein lainnya akan mengalami kerusakan akibat suhu yang tinggi. Hatta et al. (1992) menyatakan bahwa IgY mulai terdenaturasi pada suhu 73,9ºC. Pemanasan protein dapat memutus ikatan nonkovalen sehingga molekulnya akan terdenaturasi (Whitaker 1994). Kerusakan dari struktur IgY akibat panas dapat menyebabkan menurunnya kemampuan antibodi. Oleh karena itu informasi tentang stabilitas IgY sangat diperlukan saat digunakan sebagai reagen imunodiagnostik maupun imunoterapi (Shimizu et al. 1992). Sistem Imun dan Imunoglobulin Y pada Ayam Ayam mempunyai kandungan antibodi yang mampu melawan berbagai serangan infeksi. Sistem pertahanan tubuh dalam kuning telur adalah antibodi humoral utama pada anak ayam. Antibodi dalam telur pertama kali dipublikasikan oleh Klemperer pada tahun 1893, yang menggambarkan adanya kekebalan pasif terhadap toksin tetanus yang diturunkan dari induk ke anak ayam. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya induk ayam adalah produsen antibodi yang sangat potensial (Carlender 2002). Secara umum untuk memproduksi antibodi di dalam telur dapat dilakukan dengan menyuntik ayam menggunakan antigen tertentu yang dikehendaki (vaksin, bakterin, toksoid, atau bahan biologis lain).

10 13 Cara penyuntikan dapat dilakukan secara intravena, intramuskular, atau subkutan tergantung dari preparasi antigen yang dikehendaki (Wibawan 2008). Sistem kekebalan pada unggas merupakan suatu mekanisme yang digunakan dalam tubuh unggas sebagai perlindungan terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh pengaruh lingkungan dan sekitarnya (Poultry Indonesia 2009). Sistem kekebalan tubuh yang terpapar oleh suatu zat yang dianggap asing, maka tubuh akan mengalami dua jenis respon, yaitu respon kebal non-spesifik dan respon kebal spesifik. Kekebalan non-spesifik merupakan sistem kebal bawaan dan respon kebal spesifik merupakan respon kebal dapatan (Roitt 1994). Respon kebal non-spesifik biasanya berupa kekebalan tubuh yang bersifat fisik dan terdiri dari berbagai macam fungsi yang berperan sebagai garis pertahanan pertama terhadap infeksi. Respon kebal spesifik dimulai dengan pengenalan zat yang dianggap asing sampai dengan menyingkiran zat tersebut. Menurut Roitt dan Delves (2001) komponen-komponen yang mendasar di dalam mekanisme respon kekebalan antigen spesifik (adaptive defense) adalah limfosit B dan limfosit T sedangkan kekebalan non-spesifik (innate defense) diperankan oleh sel-sel neutrofil, monosit (di dalam jaringan disebut makrofag), eosinofil, dan basofil. Semua komponen dasar yang berperan pada mekanisme kekebalan tersebut berasal dari stem sel. Limfosit (sel B) bertanggung jawab terhadap produksi antibodi. Limfosit (sel T) bertanggung jawab terhadap respons sitotoksik, dan sel T helper (Th) bertanggung jawab terhadap sel B dan sel T sitotoksik. Pemeliharaan (maintenance) sistem kekebalan membutuhkan komunikasi interseluler yang memperantarai hubungan sel ke sel (misalnya melalui produksi sitokin) dan sel-sel pelengkap (misalnya sel fibroblast dan sel endotel). Pemaparan antigen ke dalam tubuh induk ayam akan menghasilkan reaksi kebal yang terdiri dari respon kekebalan humoral dan respon kekebalan seluler. Sel-sel sistem kekebalan humoral yaitu limfosit B memberikan respon terhadap rangsangan antigenik dengan jalan menghasilkan dan mengeluarkan imunoglobulin khusus yang disebut antibodi (Fenner et al. 1995). Antibodi di dalam telur memiliki spesifisitas antibodi yang tinggi terhadap antigen yang telah disuntikkan (Rollier et al. 2000). Antibodi induk yang ditransfer secara pasif oleh

11 14 induk kepada anaknya sebagai immunoglobulin yolk (IgY) berfungsi sebagai pertahanan terhadap benda asing ketika sistem imun anak belum sempurna. Menurut Stowell (2002) Imunoglobulin tersusun atas 2 rantai berat dan 2 rantai ringan (heavy and light chain) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida sehingga membentuk struktur Y (gambar 4). Secara morfologi IgY pada ayam berbeda dengan IgG mamalia, hal ini terlihat dari H (heavy chain) yang lebih besar dan secara antigenik berbeda dengan H chain pada IgG mamalia. Konsentrasi IgY pada kuning telur cenderung konstan sesuai dengan tingkat kematangan oocyte, dan pada kuning telur yang telah siap (mature) ditemukan mg/ml IgY. Ayam dapat digunakan untuk memproduksi antibodi selama masa produksi telurnya. Ayam yang telah digunakan untuk memproduksi antibodi selama 3 bulan harus diberikan imunisasi booster setiap bulan berikutnya untuk memastikan titer antibodi yang tetap tinggi. Bila diasumsikan satu ekor induk ayam mampu untuk menghasilkan 20 butir telur per bulan, maka lebih dari 2 gram IgY kuning telur dapat diisolasi per bulan. Konsentrasi IgY pada serum ayam berkisar antara 5 7 mg/ml. Oleh karena itu 2 gram IgY kuning telur sama dengan kandungan IgY pada 300 ml serum atau 600 ml darah (Carlender 2002 ; Falkhi 2008). Gambar 4 Struktur imunoglobulin (Stowell 2002) Fraksi imunoglobulin pada ayam yang terbanyak dikenal dengan immunoglubulin Yolk (IgY) dan banyak ditemukan pada serum serta telur (Szabo et al. 1998). Menurut Warr et al. (1995) IgY memiliki fungsi yang sama dengan IgG mamalia. Imunoglobulin Y yang terdapat dalam telur merupakan maternal antibody pada kuning telur ayam akibat adanya transpor antibodi dari serum induk ayam kepada anaknya. Transfer antibodi terjadi dalam dua tahap, yaitu tahap

12 15 pertama IgY ditransfer dari serum ke kuning telur sebagaimana transfer plasenta mamalia. Keberadaan reseptor IgY pada oosit akan mendorong kejadian pengikatan dan pemindahan seluruh populasi IgY pada`serum ayam ke telur. Kemudian tahap kedua adalah tranfer Ig Y dari kantung kuning telur ke telur yang berembrio (Gassman et al. 1990). Transfer IgY secara transovarial berlangsung kurang lebih 3 6 hari, tergantung dari jumlah sel telur yang ada di dalam tubuh ayam (Patterson et al. 1962; Wooley et al. 1995). IgY ditansfer dari serum melewati oolemma ke dalam oosit yang telah matang dalam folikel ovari (Rose dan Orland 1981). Transfer ini terjadi melalui reseptor spesifik di permukaan membran kantung kuning telur (Tressler dan Roth 1987). Tingginya kadar IgY di dalam darah tidak selalu sama dengan dengan kadar IgY di dalam kuning telur karena transfer IgY ke dalam kuning telur diketahui terjadi dalam 2 tahap. Setiap tahap memerlukan waktu tertentu (Wibawan 2008). Dilihat dari sifat transfer antibodi tersebut maka ayam petelur memiliki potensi efektif sebagai produsen antibodi. Antibodi spesifik yang dihasilkan oleh ayam menawarkan beberapa keuntungan dibandingkan dengan antibodi yang dihasilkan mamalia. Antibodi dalam sebutir telur sama dengan antibodi yang dihasilkan sekali pemanenan darah kelinci (Poetri 2006). Selain itu ayam memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap pemaparan antigen asing sehingga sistem imun ayam sangat responsif dan persisten untuk produksi IgY (Hau & Hendriksen 2005). Hal penting yang membedakan IgG dengan IgY yaitu Imunoglobulin Y (IgY) memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan IgG (gambar 5), lebih resisten terhadap suhu dan ph dibandingkan dengan IgG (Szabo et al. 1998). IgY dapat mengenali lebih banyak epitop antigenik dibandingkan dengan antibodi yang diproduksi mamalia. IgY bersifat lebih asam dan memiliki kerapatan molekul lebih rendah (Higgins 1995) dibandingkan dengan IgG mamalia. IgY tidak berikatan dengan faktor komplemen, protein A, protein G, dan reseptor Fc bakteri (Jensenius et al. 1981). Tidak berikatan dengan faktor rheumatoid dalam darah, tidak mengaktifkan faktor komplemen mamalia sehingga tidak merangsang timbulnya efek samping, tidak berikatan dengan reseptor Fc pada permukaan sel,

13 16 dan kemampuan mengikat antibodi sekunder 3 hingga 5 kali lebih kuat (Poetri 2006). Gambar 5 Struktur IgG dan IgY (Szabo et al. 1998) Secara keseluruhan struktur IgY menyerupai IgG mamalia, dengan dua rantai ringan dan rantai berat. Molekul ini memiliki masa Da, sedikit lebih besar dari IgG ( 160 kda) (Carlender 2002). Cara penyimpanan IgY dapat dilakukan seperti cara penyimpanan IgG, yaitu disimpan dalam refrigerator yang dilengkapi dengan kelengkapan penghambat pertumbuhan bakteri. (Carlender 2002). Imunoglobulin Y relatif stabil untuk dipertahankan aktivitasnya jika disimpan dalam kondisi ruang (normal). Aktivitas IgY dapat dipertahankan dengan baik jika disimpan pada suhu 37 C untuk jangka waktu satu bulan atau pada suhu kamar untuk jangka waktu 6 bulan dan aktivitas IgY dapat dipertahankan selama 10 tahun jika disimpan pada suhu 4 C (Larsson et al. 1993). Shin et al. (2002) menyatakan bahwa IgY stabil pada suhu 40 C, dan hanya kehilangan 20% aktivitasnya pada pemanasan dengan suhu 60 C selama 10 menit serta stabil pada ph 4 8. Imunodifusi (Agar Gel Presipitation Test / AGPT) Teknik imunodifusi merupakan salah satu cara untuk menganalisa keberadaan antibodi. Salah satu tekniknya adalah Agar Gel Presipitation Test (AGPT). Uji ini menggunakan teknik presipitasi (pengendapan) antigen oleh antibodi yang sesuai. Uji ini bersifat kualitatif yaitu dapat mengetahui keberadaan antibodi spesifik antigen atau tidak. Interaksi antigen-antibodi invitro yang

14 17 merupakan dasar imunokimia terdiri dari kategori primer dan katekori sekunder. Interaksi antibodi-antigen sekunder dapat mengakibatkan presipitasi, sehingga Agar Gel Presipitation Test (AGPT) termasuk dalam kategori ini. AGPT merupakan teknik imunopresipitasi yang banyak dipakai untuk mengukur titer antigen atau antibodi. Walaupun uji ini kurang peka dibandingkan dengan uji pengikatan primer, namun relatif mudah dilakukan (Anonim (4) 2010). Uji ini menggunakan selapis media agar yang dilubangi. Kemudian kedalam sumur-sumur tersebut masing-masing diisi dengan antigen dan serum atau kuning telur yang mengandung antibodi pereaksi. Antigen dan antibodi akan merembes, berdifusi disekitar sumur secara radial. Apabila antigen bereaksi dengan antibodi spesifik, akan terbentuk kompleks antigen antibodi yang besar sehingga kompleks mengendap dan terjadi presipitasi yang membentuk garis putih (homolog). Garis presipitasi yang terbentuk dapat terlihat seperti pada gambar 6. Tetapi bila tidak ada kesesuaian antara antigen dan antibodi, maka garis presipitasi tidak akan terbentuk (heterolog). Jika positif akan terlihat garis putih yang terletak di antara antigen dan antibodi begitu pun sebaliknya (Medion 2009). Antibodi umumnya adalah bivalen dan karenanya hanya mampu berikatan silang dengan dua determinan antigen dalam satu waktu, tetapi antigen umumnya bersifat multivalen yang mempunyai determinan antigen yang relatif sangat besar (Tizard 1988). Gambar 6 Terbentuknya garis putih (garis presipitat) mengelilingi lubang menunjukkan hasil positif (Medion 2009) Perbandingan antigen dengan antibodi merupakan faktor penting dalam reaksi presipitasi. Pembentukan presipitat terjadi apabila antara konsentrasi antigen dan antibodi tercapai keseimbangan. Kondisi antigen berlebihan akan mengakibatkan melarutnya kembali komplek yang terbentuk, sedangkan antibodi berlebihan mengakibatkan komplek antigen-antibodi tetap ada dalam larutan. Hal

15 18 pertama disebut postzone effect dan yang kedua disebut prozone effect (Anonim (4) 2010). Metode uji serologis ini termasuk metode yang sederhana untuk mendeteksi antibodi terhadap berbagai virus berdasarkan reaksi positif (+) atau negatif (-) (Medion 2008). Reaksi positif ditandai dengan adanya garis presipitasi antara serum dan antigen homolog. Keberadaan antibodi spesifik E.coli dan S.Enteritidis dalam kuning telur dikonfirmasi dengan uji imunodifusi/agar Gel Precipitation Test (AGPT). Teknik ini dipilih karena nilai positif pada AGPT mencerminkan kandungan antibodi yang cukup besar pada material (kuning telur). Uji Serologis Hemaglutinasi Inhibisi Beberapa virus memiliki virus-coded protein pada permukaannya yang mampu berikatan dengan sel darah merah. Hal tersebut memungkinkan beberapa virus dapat menghubungkan beberapa sel darah merah menjadi satu gumpalan (lattice). Fenomena ini dinamakan hemaglutinasi, pertamakali dijelaskan oleh Hirst tahun 1941 (Fenner et al. 1974) yang selanjutnya melakukan analisa terhadap mekanisme hemaglutinasi virus influenza. Pada virus influenza protein hemaglutinin tersebut adalah glikoprotein. Virus ini menempel pada sel darah merah yang memiliki reseptor komplemen berupa glikoprotein dengan bentuk yang berbeda (Fenner et al. 1974). Virus yang dapat mengaglutinasi sel darah merah itu antara lain ortho- dan paramyxovirus; alfa-, flavi-, dan bunyavirus; serta adeno-, reo-, parvo-, dan coronavirus (Tizard 1988). Hemaglutinasi yang diakibatkan oleh virus influenza dan paramoxovirus berbeda dengan virus lain kerana disertai dengan enzim (neuraminidase). Neuraminidase ini yang menghancurkan reseptor glikoprotein dengan bentuk yang berbeda (Fenner et al. 1974). Antibodi yang berfungsi melawan virus tersebut menghambat terjadinya hemaglutinasi. Deteksi virus berdasarkan kemampuannya mengaglutinasi darah digunakan sebagai uji praeliminasi ketika akan mengidentifikasi virus. Sedangkan reaksi inhibisi oleh antibodi yang biasa disebut hemaglutinasi inhibisi test (HI), digunakan untuk mengidentifikasi virus spesifik dan untuk menghitung level antibodi dalam serum (Tizard 1988). Uji HI menghambat aglutinasi sel darah

16 19 merah oleh virus dengan cara virus diikat oleh antibodi yang homolog sehingga tidak dapat melekat pada reseptor membran sel darah merah. Dengan demikian aglutinasi sel darah merah tidak terjadi. Uji ini dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode α dan metode β. Metode α digunakan untuk menguji jenis antigen. Pada metode ini jumlah serum yang dimasukkan ke dalam setiap tabung uji tetap, sedangkan jumlah antigen yang diujikan diencerkan secara berseri. Sedangkan metode β digunakan untuk menguji atau mengidentifikasi antibodi dan menghitung titer antibodinya serta menguji jenis antigen. Pada metode ini yang diencerkan secara seri adalah serum. Apabila ingin melakukan pengujian anigen dengan metode ini maka harus melakukan uji Heaglutinasi (HA) terlebih dahulu untuk membuat virus standarnya (Tizard 1988). Zat haemaglutinin yang terdapat dalam tubuh virus atau bakteri tersebut bersifat antigenik yang dapat merangsang terbentuknya antibodi spesifik. Antibodi yang terbentuk tersebut memiliki kemampuan menghambat terjadinya aglutinasi darah yang disebabkan oleh haemaglutinin dari virus. Uji HI menggunakan reaksi hambatan haemaglutinasi tersebut untuk membantu menentukan diagnosa penyakit secara laboratorium dan mengetahui status kekebalan tubuh (titer antibodi). Prinsip kerja dari uji HI adalah mereaksikan antigen dan serum dengan pengenceran tertentu sehingga dapat diketahui sampai pengenceran berapa antibodi yang terkandung dalam serum dapat menghambat terjadinya aglutinasi eritrosit. Uji HI merupakan metode uji serologis yang mudah dilakukan dan hasilnya dapat diketahui dengan cepat (Kusumawardhani 2008). Gambar 7 Interpretasi hasil HI test ditunjukkan dari ada tidaknya proses aglutinasi. (A = tidak terjadi aglutinasi dan B = terjadi aglutinasi) (Medion 2008) Interpretasi hasil titer HI ditunjukkan pada pengenceran serum tertinggi yang masih memberikan hambatan (inhibisi) pada antigen 4 HAU. Inhibisi

17 20 ditetapkan dengan mengamati sel darah merah pada lubang-lubang cawan mikro dengan dasar berbentuk V, bila cawan dimiringkan akan terlihat tetesan air mata (Indriani et al. 2004). Gambar 7 memperlihatkan terjadinya reaksi antara antibodi, antigen, dan sel darah merah. Hambatan aglutinasi terlihat dengan tidak adanya massa menggumpal pada sumur (sel darah merah tidak teraglutinasi). Uji HI mempunyai dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana untuk mengidentifikasi jenis antigen tertentu dengan mereaksikannya terhadap antibodi homolog yang telah diketahui. Kedua adalah untuk mengetahui jenis antibodi dan titernya, dengan cara mereaksikan serum yang ingin diketahui jenis antibodinya dengan antigen standar yang telah diketahui (Kusumawardhani 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Ayam yang diimunisasi dengan antigen spesifik akan memproduksi antibodi spesifik terhadap antigen tersebut dalam jumlah banyak dan akan ditransfer ke kuning telur (Putranto 2006).

Lebih terperinci

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI DIARE

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI DIARE DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI DIARE (Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis) DAN ANTI FLU BURUNG (H5N1) PADA KUNING TELUR AYAM ISA BROWN YANG DIBERI PERLAKUAN PEMANASAN BERTINGKAT TRI YULIANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, masyarakat hanya mengetahui bahwa telur ayam merupakan sumber protein hewani pelengkap gizi pada makanan, dan sebagian menggunakannya sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 21 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai Maret sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Mikrobiologi Medis, laboratorium Terpadu unit pelayanan mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh BAB II TUJUAN PUSTAKA A. ES JUS Es Jus merupakan salah satu bentuk minuman ringan yang dapat langsung diminum sebagai pelepas dahaga. Es Jus terbuat dari beberapa bahan antara lain es batu,buah,,sirup,

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sosis 1. Pengolahan sosis Bahan dasar sosis adalah daging giling, dan bahan tambahan antara lain bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, penyedap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Escherichia coli (www.textbookofbacteriology.net)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Escherichia coli (www.textbookofbacteriology.net) TINJAUAN PUSTAKA Escherichia coli Genus Escherichia dinamai demikian sebagai bentuk penghormatan bagi Theordor Escherich, seorang dokter anak yang pertama kali mengisolasi spesies Escherichia coli. Terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat

I. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia patogen penyebab sakit perut yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat alami Salmonella sp adalah

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk pertumbuhan maupun mempertahankan hidup. Namun, dapat pula timbul penyakit yang disebabkan oleh pangan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau setengah cair dengan kandungan air tinja lebih dari 200ml perhari atau buang air besar (defekasi)

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi immunoglobulin Y (IgY) yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 9,57 mg/ml dan immunoglobulin G (IgG) adalah 3,75 mg/ml. Pada penelitian ini, antibodi yang dilapiskan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman diperlukan peraturan dalam memproses makanan dan pencegahan terjadinya food borne disease. Selain itu

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi IgY Anti Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Antibodi spesifik terhadap S. Enteritidis pada serum ayam dan telur dideteksi dengan menggunakan uji agar gel presipitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan sistem kekebalan tubuh terhadap serangan berbagai virus atau antigen spesifik lainnya dewasa ini sangat perlu mendapat perhatian serius.

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi merupakan hewan berdarah panas yang berasal dari famili Bovidae. Sapi banyak dipelihara sebagai hewan ternak. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan

Lebih terperinci

Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli

Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli Bakteri ini termasuk flora normal tubuh yang berbentuk batang pendek (kokobasil) berukuran 0,4-0,7 μm x 1,4 μm. Bersifat Gram negatif. E. coli memiliki 150 tipe

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilakukan di kandang pemeliharaan hewan coba Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Higienis dan Sanitasi Higienis adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang secara normal ada dalam saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas. E. coli termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Kuta Selatan Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º46 58.7 LS dan 115º05 00-115º10 41.3 BT, berada pada ketinggian

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer bagi manusia sebagai penghasil energi yang digunakan tubuh dalam melakukan aktivitas demi kelangsungan hidupnya. Ada berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Escherichia coli Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Familia Genus : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan susu hasil sekresi dari payudara setelah ibu melahirkan. ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar karena makanan adalah sumber energi manusia. Makanan yang dikonsumsi manusia mempunyai banyak jenis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktifitas manusia merupakan faktor yang mendukung nilai ekonomi dalam

BAB I PENDAHULUAN. produktifitas manusia merupakan faktor yang mendukung nilai ekonomi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan bahan pokok yang penting dalam kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, makanan dan minuman dibutuhkan manusia untuk hidup,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND)

TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) TINJAUAN PUSTAKA Newcastle Disease (ND) Newcastle Disease (ND) pertama kali ditemukan di Newcastle Inggris pada tahun 1926. Virus ini menyerang berbagai macam spesies burung dan unggas. Tingkat kematian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang 11 MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2010 sampai dengan Juni 2011. Penelitian dilakukan di kandang FKH-IPB. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Prodi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING

BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis

Lebih terperinci

Kontaminasi Pada Pangan

Kontaminasi Pada Pangan Kontaminasi Pada Pangan Sanitasi Industri Nur Hidayat Materi Sumber-sumber kontaminasi Keterkaitan mikroorganisme dengan sanitasi Hubungan alergi dengan proses sanitasi 1 Sumber-sumber kontaminasi 1. Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3

BAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3 BAKTERI PENCEMAR MAKANAN Modul 3 PENDAHULUAN Di negara maju 60% kasus keracunan makanan akibat Penanganan makanan yg tidak baik Kontaminasi makanan di tempat penjualan Di negara berkembang tidak ada data

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeromonas salmonicida 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi A. salmonicida A. salmonicida merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak motil, tidak membentuk spora,

Lebih terperinci

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap infeksi mikroba. Mekanisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Foodborne disease adalah penyakit yang ditularkan lewat makanan, dengan ciri berupa gangguan pada saluran pencernaan dengan gejala umum sakit perut, diare dan atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA UNIVERSITAS MEDAN AREA

TINJAUAN PUSTAKA UNIVERSITAS MEDAN AREA TINJAUAN PUSTAKA Jamu Cara pandang orang yang lebih ramah lingkungan melahirkan Green Science yang saat ini menjadi perhatian dunia. Mulai dari hemat energi hingga berbagai produk back to nature yang sedang

Lebih terperinci

PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli. Oleh: Wendry Setiyadi Putranto

PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli. Oleh: Wendry Setiyadi Putranto PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli Oleh: Wendry Setiyadi Putranto FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2006 Abstrak Telur ayam ras

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan antibodi sebagai respon terhadap vaksinasi dapat dideteksi melalui pengujian dengan teknik ELISA. Metode ELISA yang digunakan adalah metode tidak langsung. ELISA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Air susu ibu merupakan makanan terbaik bagi bayi jika ditinjau dari, komposisi zat gizinya, dimana zat gizi yang terdapat dalam air susu ibu ini sangat kompleks, tetapi ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong virus RNA (Ribonucleic acid)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persyaratan Biologis Untuk Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare,

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya masalah penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia baik dikarenakan

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

: Vibrio vulnificus. Klasifikasi

: Vibrio vulnificus. Klasifikasi Vibrio vulnificus Vibrio vulnificus merupakan bakteri yang relatif baru dalam identifikasinya sebagai bakteri yang patogen bagi manusia. Bakteri ini ditemukan sebagai patogen di tiram pada tahun1976 dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristika stafilokokus Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dan saluran pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu memproduksi endotoksin. Habitat alaminya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Campylobacter spp. pada Ayam Umur Satu Hari Penghitungan jumlahcampylobacter spp. pada ayam dilakukan dengan metode most probable number (MPN). Metode ini digunakan jika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sambal Cabai 1. Sambal Sambal salah satu bahan yang terbuat dari cabai dan ditambah bahan-bahan lain seperti garam, bawang merah, bawang putih. Sambal memiliki cita rasa yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keamanan pangan, dalam UU RI no 7 tahun 1996 didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara berkembang. Diare masih merupakan penyebab kematian kedua terbanyak pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif

I. PENDAHULUAN. hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme yang paling sering berhubungan erat dengan manusia dan hewan adalah bakteri. Mikroorganisme tersebut memiliki peranan yang positif di berbagai bidang, salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Blastocystis hominis 2.1.1 Epidemiologi Blastocystis hominis merupakan protozoa yang sering ditemukan di sampel feses manusia, baik pada pasien yang simtomatik maupun pasien

Lebih terperinci

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup

Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan. Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Marselinus Laga Nur Faktor yang mempengaruhi keracunan makanan Kontaminasi Pertumbuhan Daya hidup Bacilus cereus Gram-positif Aerobik membentuk endospora Tahan terhadap panas kering dan disinfektan kimia

Lebih terperinci