TINGKAH LAKU HARIAN DAN POLA MAKAN KELINCI LOKAL PADA JENIS LANTAI KANDANG YANG BERBEDA SKRIPSI MERLYN PRIWAHYUNINGSIH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINGKAH LAKU HARIAN DAN POLA MAKAN KELINCI LOKAL PADA JENIS LANTAI KANDANG YANG BERBEDA SKRIPSI MERLYN PRIWAHYUNINGSIH"

Transkripsi

1 TINGKAH LAKU HARIAN DAN POLA MAKAN KELINCI LOKAL PADA JENIS LANTAI KANDANG YANG BERBEDA SKRIPSI MERLYN PRIWAHYUNINGSIH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 TINGKAH LAKU HARIAN DAN POLA MAKAN KELINCI LOKAL PADA JENIS LANTAI KANDANG YANG BERBEDA MERLYN PRIWAHYUNINGSIH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Insitut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 i

3 RINGKASAN Merlyn Priwahyuningsih. D Tingkah Laku Harian dan Pola Makan Kelinci Lokal pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda. Skripsi. Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Moh Yamin, M. Agr. Sc : M. Baihaqi, S.Pt. M. Sc. Kelinci merupakan ternak pedaging yang dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Pada umumnya kelinci dipelihara secara intensif didalam kandang, sehingga kenyamanan di dalam kandang perlu diperhatikan. Salah satu faktor penentu kenyamanan tersebut adalah jenis lantai kandang yang digunakan yaitu dapat berupa bambu, kawat besi, kayu dan kombinasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkah laku harian (makan, minum, eliminasi, merawat diri, bergerak, stereotypes, dan istirahat) dan pola makan kelinci (mengamati, mencium, menggigit, mengunyah, dan menelan) yang dipelihara pada lantai kandang bambu, sekam dan kawat. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Agustus sampai dengan September Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci jantan lokal sebanyak 15 ekor berumur 4 bulan. Bobot hidup rata-rata adalah 824±74,43 g (KK= 9,03%). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga jenis kandang sebagai perlakuan dan lima ulangan. Kandang yang digunakan adalah kandang individu dan terbuat dari kayu dengan jenis lantai yang berbeda (bambu, sekam, dan kawat). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis statistik non-parametrik Kruskal-Wallis. Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 22-32,8 C, pagi C, siang 30-32,5 C dan sore 24-32,8 C. Pada seluruh perlakuan jenis lantai kandang yang diberikan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadah tingkah laku harian kelinci. Kelinci yang dipelihara pada lantai kandang bambu memperlihatkan aktivitas tingkah laku minum pada siang yang nyata lebih tinggi daripada pagi atau sore hari (P<0,05) dan tingkah laku bergerak pada pagi hari yang lebih tinggi dibanding siang dan sore hari. Pada lantai kawat, tingkah laku istirahat pada siang hari nyata lebih tinggi dibandingkan pagi atau sore hari (P<0,05). Jenis lantai kandang yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap pola makan kelinci yaitu proses mengamati, mencium, mengigit, mengunyah kemudian menelannya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan jenis lantai kandang bambu, sekam dan kawat ini dapat digunakan untuk pemeliharaan kelinci lokal dengan tetap mempertimbangkan ketersediaan bahan lantai kandang tersebut. Kata-kata kunci : kelinci lokal, tingkah laku harian, bambu, sekam, kawat ii

4 ABSTRACT Daily and Ingestive Behaviour of Local Rabbit in Different Cage Floor Merlyn. P, M. Yamin and M. Baihaqi The aim of this study was to analyze daily and ingestive behaviour of male local rabbit in different cage floor. Total rabbits used in this study were 15 heads (average body weight was 824±74,43 g) that were allocated into 3 treatments (bamboo, husk mats and wire cagefloor). The data of daily behaviours including ingestive (eating and drinking), locomotion, elimination, grooming, stereotype and resting behaviors were collected during 57 days. The data were analyzed with non parametric Kruskal- Wallis analysis. The results showed that effect of different cage floors was not significantly different on the rabbit daily behaviours. The observations also showed that rabbit that were kept in bamboo cage floor showed that drinking behaviours was significantly higher around noon than in the morning or late afternoon and the behaviours of locomotions in the morning was higher than around noon and late afternoon. In wire cage floor, resting behaviour during the day was significantly higher than in the morning or late afternoon. However, between the three cage types were similar the eating patterns behaviours observed, smelling, biting, chewing and swallowing. It can be concluded that the use of bamboo cage floor types, husks and wire can be used for raising local rabbits by considering the availability of the cage floor materials. Keywords : local rabbit, daily behavior, bamboo, husk mats, wire iii

5 Judul : Tingkah Laku Harian dan Pola Makan Kelinci Lokal Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda Nama : Merlyn Priwahyuningsih NRP : D Menyetujui, Pembimbing Utama Pembimbing Anggota (Dr. Ir. Moh Yamin, M. Agr. Sc.) (Muhamad Baihaqi, S.Pt. M. Sc.) NIP: NIP: Mengetahui : Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc) NIP : Tanggal Ujian : 4 September 2012 Tanggal Lulus : iv

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bojong Gede, Bogor pada tanggal 9 April Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sukirman Alamsyah dan Ibu Srimaya. Tahun 1994 penulis masuk Sekolah Dasar Negeri (SDN) Bojong Gede dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Bojong Gede dan lulus pada tahun Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Depok dan lulus tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Ujian Masuk di Program Studi Teknologi dan Manajemen Ternak, Direktorat Program Diploma III dan lulus pada tahun Tahun 2009 penulis kemudian melanjutkan pendidikan dalam Program Alih Jenis, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. v

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis dan bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil (Kompleks kandang B), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai pada Agustus sampai September Penelitian yang berjudul Tingkah Laku Harian dan Pola Makan Kelinci Lokal pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari tingkah laku harian dan pola makan kelinci lokal yang dipelihara dengan jenis lantai kandang yang berbeda yaitu lantai kandang bambu, sekam dan kawat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian ini serta kepada semua pihak yang membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan belum bisa dikatakan sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dunia peternakan. Bogor, Oktober 2012 Penulis vi

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... i ABSTRACT... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv RIWAYAT HIDUP... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Kelinci... 3 Anatomi... 4 Reproduksi... 5 Tingkah Laku... 5 Tingkah Laku Harian... 6 Tingkah Laku Makan... 6 Tingkah Laku Minum... 7 Tingkah Laku Eliminasi... 7 Tingkah Laku Merawat Diri... 8 Tingkah Laku Istirahat... 8 Tingkah Laku Bergerak... 9 Tingkah Laku Stereotypes... 9 Perkandangan... 9 Lantai Kandang Kebutuhan Pakan untuk Pertumbuhan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Pakan Prosedur Persiapan vii

9 Pemeliharaan Pelaksanaan Penelitian Pengumpulan Data Rancangan dan Analisis Data Peubah HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Aktivitas Tingkah Laku Kelinci Jantan Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda Tingkah Laku Makan Tingkah Laku Minum Tingkah Laku Eliminasi Tingkah Laku Merawat Diri Tingkah Laku Bergerak Tingkah Laku Stereotypes Tingkah Laku Istirahat Aktivitas Tingkah Laku Kelinci Lokal Pada Waktu yang Berbeda dan Jenis Lantai Kandang yang Sama Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Bambu Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Sekam Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Kawat Pola Makan Kelinci Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda Pola Makan Kelinci Pada Waktu yang Berbeda dan Jenis Lantai Kandang yang Sama KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kebutuhan Zat Gizi Pakan Kelinci Kebutuhan Bahan Kering Pakan Periode Pemeliharaan Komposisi Zat Makanan Ransum Pellet Komersial Rataan Suhu dan Kelembaban Udara Dalam Kandang Saat Penelitian Frekuensi Tingkah Laku Harian Rataan Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang Bambu Rataan Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang Sekam Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang Kawat Rataan Frekuensi Pola Makan Kelinci Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda Rataan Frekuensi Pola Makan Pada Waktu yang Berbeda Pada Lantai Bambu Rataan Frekuensi Pola Makan Pada Waktu yang Berbeda Pada Lantai Sekam Rataan Frekuensi Pola Makan Pada Waktu yang Berbeda Pada Lantai Kawat ix

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Saluran Pencernaan Kelinci Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat Aktivitas Kelinci Makan Tingkah Laku Kelinci Minum Posisi Kelinci Defekasi Tingkah Laku Kelinci Grooming Tingkah Laku Istirahat x

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Harian Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Pada Lantai Kandang Bambu Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Pada Lantai Kandang Sekam Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Pada Lantai Kandang Kawat Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Harian Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Pada Lantai Kandang Bambu Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Pada Lantai Kandang Sekam Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Pada Lantai Kandang Kawat Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Harian Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Pada Lantai Kandang Bambu Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Pada Lantai Kandang Sekam Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Pada Lantai Kandang Kawat Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Harian Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Pada Lantai Kandang Bambu Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Pada Lantai Kandang Sekam Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Pada Lantai Kandang Kawat Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Harian Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Pada Lantai Kandang Bambu Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Pada Lantai Kandang Sekam Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Pada Lantai Kandang Kawat xi

13 Nomor Halaman 21. Tingkah Laku Stereotypes Harian Pada Lantai Kandang yang Berbeda Tingkah Laku Stereotypes Pada Lantai Kandang Bambu Tingkah Laku Stereotypes Pada Lantai Kandang Kawat Tingkah Laku Istirahat Harian Pada Lantai Kandang yang Berbeda Tingkah Laku Istirahat Pada Lantai Kandang Bambu Tingkah Laku Istirahat Pada Lantai Kandang Sekam Tingkah Laku Istirahat Pada Lantai Kandang Kawat Gambar Dokumentasi Selama Penelitian a) Lantai Kandang Bambu, b) Lantai Kandang Sekam, c) Lantai Kanang Kawat, d) Kelinci Grooming e) Letak Kandang Perlakuan, f) Kelinci Istirahat xii

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelinci merupakan ternak pedaging yang dimanfaatkan sebagai sumber protein hewani untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat. Kelinci dikenal sebagai ternak yang dapat memanfaatkan hijauan secara efisien. Daging kelinci yang dikenal memiliki kadar protein tinggi dengan kandungan lemak dan kolesterol yang rendah dibandingkan ternak lain mulai banyak diminati oleh konsumen. Selain daging, kelinci juga dapat menghasilkan kulit dan bulu yang dapat diolah menjadi berbagai jenis kerajinan. Beternak kelinci memiliki beberapa keunggulan seperti pertumbuhan kelinci yang pesat dan tingkat reproduksi yang tinggi, modal cepat berputar, selain itu pemeliharaanya lebih mudah jika dibandingkan ternak lainnya. Pada umumnya kelinci dipelihara secara intensif didalam kandang, sehingga kenyamanan didalam kandang perlu diperhatikan. Salah satu faktor penentu kenyamanan tersebut adalah jenis lantai kandang yang digunakan yaitu dapat berupa bambu, kawat besi, kayu atau kombinasinya. Kenyamanan ternak akibat penerapan teknologi produksi ternak perlu terjamin sejalan dengan usaha peningkatan produksi ternak. Kenyamanan tersebut mencerminkan kesejahteraan ternak yang juga harus diperhatikan. Penelitian tentang pengaruh lantai kandang terhadap produktivitas ternak kelinci masih sangat terbatas. Siloto (2008) melaporkan bahwa kelinci yang ditempatkan pada kandang yang diberi sekam menunjukkan dampak positif bagi kesejahteraan kelinci karena kelinci terlihat lebih aktif dibandingkan kelinci yang berada dalam kandang kawat. Informasi lebih lanjut mengenai tingkah laku dan pola makan kelinci lokal yang dipelihara pada lantai kandang yang berbeda perlu terus dikaji. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati dan membandingkan tingkah laku kelinci pada penggunaan jenis lantai kandang yang berbeda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang jenis lantai kandang yang baik untuk menjaga produksi dengan tetap memperhatikan kesejahteraan kelinci. 1

15 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari (1) tingkah laku harian kelinci (makan, minum, eliminasi, merawat diri, bergerak, stereotypes, dan istirahat) yang dipelihara pada jenis lantai kandang yang berbeda, (2) tingkah laku harian kelinci pada waktu yang berbeda pada lantai kandang sama, (3) pola makan kelinci meliputi mengamati, mencium, menggigit, mengunyah dan menelan pellet pada jenis lantai kandang yang berbeda dan 4) pola makan kelinci pada waktu yang berbeda pada lantai kandang yang sama. 2

16 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Orytologus cuniculus) yang ada saat ini berasal dari kelinci liar di Eropa dan Afrika Utara. Mulanya kelinci diklasifikasikan dalam ordo rodensia (binatang mengerat) yang bergigi seri empat, tetapi akhirnya dimasukkan dalam ordo logomorpha karena bergigi seri enam (Cheeke et al., 1987). Kelinci termasuk hewan herbivora non-ruminan yang memiliki sistem pencernaan monogastrik dengan perkembangan sekum seperti rumen ruminansia, sehingga kelinci disebut pseudo-ruminansia (Cheeke et al., 1982). Menurut Cheeke (1981), kelinci adalah ternak yang dapat memanfaatkan hijauan secara efisien, sedikit menggunakan makanan konsentrat dan tidak bersaing dengan makanan manusia. Kelinci (Oryctolagus cuniculus) memiliki beberapa ciri khas seperti ukuran tubuh kecil, jarak beranak pendek, potensi reproduksi tinggi, laju pertumbuhan cepat dan sifat genetik relatif beragam (Cheeke et al., 1987). Kelinci dikelompokkan berdasarkan tujuan pemeliharaannya, yaitu untuk menghasilkan daging, kulit-rambut (fur) atau sebagai kelinci hias, ada juga yang bertujuan ganda. Kelinci dengan berbagai ragamnya menghasilkan lima jenis produk yang dapat dimanfaatkan, yaitu daging (food), kulit-rambut (fur), kelinci hias (fancy), pupuk (fertilyzer) dan hewan percobaan (laboratoty animal) (Raharjo, 2005). Kelinci dapat menggunakan protein hijauan secara efisien, reproduksi tinggi, efisiensi pakan tinggi, hanya membutuhkan makanan dalam jumlah sedikit dan kualitas dagingnya cukup tinggi (Farrel dan Raharjo, 1984). Kelinci sangat peka terhadap suhu lingkungan tinggi, terutama kalau kelembaban udara juga tinggi. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) suhu ideal bagi kelinci adalah 15 sampai 20 C. Jika suhu lebih dari 27 sampai 32 C dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas. Manure atau kotoran kelinci, termasuk urinenya dikenal memiliki mutu tinggi sebagai pupuk organik. Petani sayur, bunga hias dan buah-buahan jangka pendek (strawberry, semangka, tomat) umumnya membutuhkan pupuk ini (Raharjo, 2005). 3

17 Anatomi Sistem pencernaan kelinci menurut Cheeke et al. (2000) bahwa alat pencernaan kelinci dibagi dua bagian yaitu perut depan (foregut) terdiri dari lambung, pankreas dan usus kecil (duodenum, jejunum, ileum) dan perut belakang (hindgut) yang terdiri dari sekum, appendix dan kolon (Gambar 1). Perut Usus halus Sekum Hati Pankreas Kolon Rektum Anus Gambar 1. Saluran Pencernaan Kelinci Sumber : Nheyla (2010) Pertumbuhan bakteri pada pencernaan kelinci terdapat pada kolon yang memiliki fungsi yang sama dengan rumen pada sapi yaitu sebagai tempat terjadinya proses pencernaan makanan (Cheeke et al., 2000). Kelinci merupakan hewan herbivora non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana (tunggal) dengan pembesaran dibagian sekum dan kolon (hindgut) seperti alat pencernaan pada kuda dan babi (Cheeke et al., 2000). Proporsi sekum pada saluran pencernaan kelinci yaitu 40% dari total saluran pencernaannya (Irlbeck, 2001). Kelinci mempunyai kebiasaan yang tidak dilakukan pada ternak ruminansia yaitu kebiasaannya memakan feses yang sudah dikeluarkan yang disebut dengan coprophagy (Blakely dan Bade, 1991). Sifat coprophagy biasanya terjadi pada malam atau pagi hari berikutnya. Sifat tersebut memungkinkan kelinci memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri disaluran bagian bawah, yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri yang berkualitas tinggi, 4

18 mensintesis vitamin B dan memecahkan selulose atau serat menjadi energi yang berguna (Blakely dan Bade, 1991). Kelinci dapat memfermentasikan pakan yang berupa serta kasar di usus belakangnya. Fermentasi umumnya terjadi di caecum yang kurang lebih merupakan 50% dari seluruh kapasitas saluran pencernaan (Postsmouth, 1977). Umur tiga minggu biasanya kelinci mulai makan kembali kotoran lunaknya langsung dari anus (caecotrophy) tanpa pengunyahan. Kotoran ini terdiri atas konsentrat bakteri yang dibungkus oleh mukus (Hornicke, 1977). Reproduksi Masa birahi induk akan mulai kelihatan jelas bila sudah mencapai umur 7 bulan. Untuk jenis kelinci tipe berat dengan ciri-ciri bila diusap-usap bagian punggung dia akan mengangkat bagian pantat lebih tinggi atau menungging (Widodo, 2005). Proses ovulasi kelinci terjadi sesudah dilakukan induksi dengan rangsangan dari luar. Rangsangan ini dapat berupa penggunaan pejantan dengan atau tanpa vasektomi, rangsangan listrik dan mekanis dan penggunaan hormon perangsang ovulasi (Cheeke et al., 1987). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), siklus estrus (birahi) kelinci berkisar selama hari. Herman (1989) menyatakan kelinci mencapai dewasa kelamin pada umur 4-8 bulan, tergantung pada bangsa, makanan dan kesehatan. Kelinci tipe ringan mencapai dewasa kelamin pada umur empat bulan, tipe medium 5-6 bulan dan tipe berat umur 7-8 bulan. Raharjo (2005) menambahkan umur kawin yang baik pada kelinci adalah 6 bulan bagi betina dan 7 bulan bagi jantan. Kelinci induk dapat dikawinkan kembali 3-4 minggu setelah melahirkan. Pemeliharaan yang baik pada induk menyebabkan induk dapat dikawinkan 2 minggu setelah melahirkan. Lama bunting dihitung sejak betina kawin sampai beranak. Lamanya berkisar antara hari, tetapi kemungkinan paling singkat 29 hari atau paling lama 35 hari (Cheeke et al., 1987). Tingkah Laku Ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku hewan disebut ethology, yang berasal dari kata ethos yang berarti karakter atau alam dan logos yang berarti ilmu. Mempelajari tingkah laku hewan berarti menentukan karakteristik hewan dan 5

19 bagaimana responnya terhadap lingkungan. Selama interaksi tersebut ternak akan menimbulkan respon berupa tingkah laku terhadap lingkungan yang dihadapinya (Gonyou, 1991). Tingkah laku khusus hewan merupakan bawaan sejak lahir atau sebagai refleksi karakteristik spesies tersebut, yang tidak berubah oleh proses belajar. Tingkah laku ini tidak akan pernah banyak berubah oleh domestikasi, sedangkan tingka laku lainnya dapat berubah oleh proses belajar (Tomaszewska, 1991). Fungsi utama tingkah laku adalah untuk menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan keadaan, baik dari luar maupun dari dalam. Tingkah laku makan disebabkan oleh adanya rangsangan dari luar (makanan) dan rangsangan dari dalam (adanya kebutuhan atau lapar). Tingkah laku ini berkembang sesuai dengan perkembangan dari proses belajar (Alikodra, 1990). Menurut Mukhtar (1986), aktivitas tingkah laku dapat dikelompokkan ke dalam sembilan sistem tingkah laku, yaitu (1) tingkah laku makan dan minum (ingestif); (2) tingkah laku mencari perlindungan (shelter seeking) yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya; (3) tingkah laku agonistik yaitu persaingan antara dua hewan yang sejenis, biasanya terjadi selama musim kawin; (4) tingkah laku seksual (courtship), kopulasi dan halhal lain yang berkaitan dengan hubungan hewan jantan dan betina satu jenis; (5) tingkah laku epimelitic atau care giving yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal behavior); (6) tingkah laku et-epimelitic merupakan tingkah laku individu muda untuk dipelihara oleh yang dewasa (care soliciting); (7) tingkah laku eliminative yaitu tingkah laku membuang kotoran; (8) tingkah laku allelomimetik yaitu tingkah laku meniru salah satu anggota kelompok atau melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan; (9) tingkah laku investigative yaitu tingkah laku memeriksa lingkungannya. Tingkah Laku Harian Tingkah Laku Makan Tingkah laku ingestif bukan hanya meliputi memakan pakan padat tetapi juga menyusui anak dan meminum air. Mempertahankan konsumsi pakan yang cukup untuk hidup dan suksesnya reproduksi merupakan hal yang sangat penting bagi 6

20 semua hewan ternak. Karena itu, mengerti pola tingkah laku yang digunakan oleh hewan untuk mencari, mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan penting sekali untuk berhasilnya pengembangan usaha peternakan (Tomaszewska, 1991). Kelinci sangat selektif dalam memilih pakannya. Kelinci akan lebih memilih bagian yang disukainya seperti daun yang lebih hijau dibandingkan yang kering, memilih daun dibandingkan batang, tanaman yang muda dibandingkan yang tua, sehingga pakan yang tinggi protein dan energi dicerna dan rendah serat yang diperoleh dari bahan tanaman. Tingkah laku makan pada kelinci juga dapat dipengaruhi oleh faktor sosial. Kelinci akan makan lebih banyak jika dikandangkan secara kelompok karena adanya peningkatan stimulasi dan adanya kompetisi. Selain itu tingkah laku makan kelinci yaitu menggaruk atau scrabbling yaitu mengais makanan keluar dari tempat pakan sehingga menyebabkan pakan terbuang. Scrabbling sering dijadikan acuan jika pelet yang diberikan kurang baik maka pellet tersebut diganti dengan kualitas yang lebih baik. Mengunyah bulu juga merupakan tingkah laku makan pada kelinci. Hal ini biasanya diartikan bahwa pakan yang diberikan rendah serat kasar atau protein. Pemberian hay dapat menghentikan tingkah laku ini. Blok kayu dalam kandang biasanya akan digigiti karena memberikan serat dan menjaga gigi bawah kelinci dari cacing (Cheeke et al., 2000). Tingkah Laku Minum Minum diperlukan untuk mengganti air yang hilang seperti urin dan kadar air yang menguap. Minum juga dibutuhkan untuk pendingin bagi kelinci jika berada di suhu tinggi. Anak kelinci belajar minum saat pertama kali saat menyusui pada induknya. Kelinci harus belajar untuk minum di tempat minum otomatis nipple. Kelinci yang tidak belajar minum menggunakan nipple, biasanya air akan tumpah mengenai bulu dan kandang kelinci (Cheeke et al., 2000). Tingkah Laku Eliminasi Menurut Fraser & Broom (2005) perilaku eliminasi atau perilaku membuang kotoran (defekasi) dan urinasi termasuk ke dalam perilaku perawatan tubuh yang berguna untuk membersihkan diri. Hewan menghindari mengkonsumsi kotoran mereka dan menghindari penggembalaan di mana ada kontaminasi fekal, kecuali 7

21 kelinci yang mempunyai kebiasaan memakan feses yang sudah dikeluarkan yang disebut dengan coprophagy. Urinasi berfungsi untuk membersihkan diri dan juga sebagai bagian dari tingkah laku territorial. Urinasi juga merupakan fungsi dari tingkah laku agresif, seekor kelinci jantan biasanya melakukan urinasi untuk menandakan kekuasaannya pada saingannya. Urinasi juga merupakan salah satu bagian dari tingkah laku seksual (Cheeke et al., 2000). Tingkah Laku Merawat Diri Perawatan tubuh meliputi kebersihan kulit, menjaga suhu tubuh dan variabel fisik dan kimia lain yang penting dari bagian perilaku perawatan diri yang komplek pada hewan ternak. Aktivitas dari perawatan tubuh, meliputi menggaruk, mengusap, menggesekkan badannya ke dinding kandang, dan menjilati, yang biasanya berbeda dari setiap jenis hewan dengan waktu yang singkat. Saat kesehatan hewan sedang buruk umumnya kegiatan perawatan tubuh menjadi berkurang. Kelinci biasanya merawat tubuhnya dengan menjilati sendiri tubuh mereka dengan lidahnya. Biasanya dapat dilihat saat kelinci duduk pada pinggulnya kemudian kelinci menjilati bagian perut, dan bagian dalam kedua kaki belakangnya. Kelinci akan mengalami rontok bulu saat akan melahirkan, sehingga banyak bulu yang tertelan dan menyebabkan segumpal hairball mengganggu pencernaannya. Aktivitas grooming dibedakan menjadi dua macam, yaitu autogrooming dan allogrooming. Autogrooming yaitu merawat diri yang dilakukan untuk diri sendiri, sedangkan allogrooming adalah merawat diri yang dilakukan bersama dan untuk individu lain. Memijat dan menggosok hidung individu lain biasanya dilakukan oleh babi (Fraser & Broom, 2005). Tingkah Laku Istirahat Tingkah laku istirahat merupakan tingkah laku yang tidak aktif seperti duduk, diam tidak bergerak, berbaring, mengantuk dan tidur. Pada saat hewan mengantuk biasanya keadaan stabil terjadi ada tanda-tanda tidur ringan dengan gerakan kepala dan penutupan mata. Istirahat yang dilakukan biasanya dalam posisi rebah, kaki depan yang tertekuk di bawah dada dan tulang belakang dengan kepala dapat diputar ke sisi tubuh. 8

22 Fungsi istirahat dan tidur awalnya mungkin untuk meminimalkan bahaya predator. Individu yang dalam posisi tidak bergerak mungkin kurang mencolok untuk terdeteksi. Fungsi kedua untuk memulihkan energi, pada beberapa jenis hewan dan dalam beberapa keadaan yang memungkinkan untuk proses metabolisme (Fraser & Broom, 2005). Tingkah Laku Bergerak Tingkah laku bergerak memiliki berbagai pola berbeda yang masing-masing disebut gaya berjalan. Gaya berjalan asimetris yaitu tungkai dari satu sisi tidak mengulangi yang lain. Gaya berjalan simetris meliputi berjalan cepat dan berlari. Gaya berjalan asimetris termasuk berbagai bentuk berderap, termasuk melompatlompat dan lari kencang berputar (Fraser dan Broom, 2005). Tingkah Laku Stereotypes Tingkah laku stereotypes, yaitu tindakan yang berulang dan tidak memiliki tujuan yang jelas. Tingkah laku ini biasanya muncul pada hewan yang berada dalam kandang dan melakukan rutinitas yang sama terus menerus. Tingkah laku ini seperti mengigiti pagar kandang, menggigiti kawat, mengunyah semu, menggigiti tempat pakan, menekan tempat minum, kepala gemetar, mengais-ngais dan menggosokkan badan pada dinding kandang (Fraser dan Broom, 2005). Perkandangan Sistem perkandangan merupakan faktor yang sangat penting karena berpengaruh terhadap sirkulasi udara di dalam kandang tersebut sehingga akan mempengaruhi stress panas pada kelinci (Finzi et al., 1992). Jenis bangunan kandang dan peralatan yang digunakan untuk memelihara kelinci tergantung dari lokasi, iklim, keperluan pemeliharaan dan biaya yang dimiliki oleh peternak (Templeton, 1959). Kandang yang digunakan dalam pemeliharaan kelinci terdapat beberapa jenis seperti kandang sistem postal, kandang sistem battery, kandang bibit dan kandang model ranch. Kandang sistem postal, mempunyai ruangan agak luas dan diisi 4 6 ekor kelinci dengan ukuran ideal 100 cm x 100 cm x 55 cm. Kandang sistem battery seperti sangkar berderet biasanya satu sangkar untuk satu ekor dengan ukuran 1 m x 60 cm x 60 cm, kandang bibit berukuran panjang 1 m x 75 cm x 60 cm, sedangkan 9

23 kandang model ranch yang dilengkapi halaman umbaran biasanya berisi satu jantan satu betina dan anak-anaknya (Gunawan, 2008). Kepadatan kandang yang tinggi dapat memunculkan sifat agresif dan hal itu merupakan permasalahan yang dihadapi terutama pada saat mendekati dewasa kelamin. Kandang tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan namun berpengaruh terhadap tingkah laku kelinci (Verga et al., 2004). Ternak yang dikandangan pada kepadatan yang rendah memperlihatkan keragaman tingkah laku alami yang tinggi. Lingkungan tersebut mempengaruhi tingkah laku dan bukan pada performa produksi. Kepadatan kandang 15 ekor/m 2 (38 kg/m 2 ) dapat digunakan sebagai batasan untuk menjaga kenyamanan kelinci yang ditempatkan dalam kandang koloni. Pada kepadatan kandang tersebut menunjukkan tingkah laku yang normal (Morrise dan Maurice, 1996). Lantai Kandang Lantai kandang yang digunakan juga penting untuk merawat kelinci, menjaga sanitasi, dan mudah dibersihkan. Lantai kandang ada yang berupa papan, bambu dan kawat. Pada peternak kelinci komersial biasanya tidak menggunakan kandang bambu, tetapi menggunakan kandang dari kawat. Kandang yang tebuat dari kawat ini memiliki kelebihan yaitu vantilasi udara yang baik dan sistem pembersihan kotoran yang mudah (Cheek et al., 2000). Menurut Krisdianto (2007) bahan bambu dikenal oleh masyarakat memiliki sifat-sifat yang baik untuk dimanfaatkan, antara lain batangnya kuat, ulet, lurus, rata, keras, mudah dibelah, mudah dibentuk dan mudah dikerjakan serta ringan sehingga mudah diangkut. Selain itu bambu juga relatif murah dibandingkan dengan bahan bangunan lain karena banyak ditemukan di sekitar pemukiman pedesaan. Sekam padi merupakan bagian terluar dari butir padi (kulit padi) dan merupakan salah satu hasil sampingan yang dihasilkan dari industri penggilingan padi. Sekam padi dapat digunakan dalam berbagai hal, diantaranya yaitu untuk alas kandang pada tipe ternak tertentu, sebagai pupuk dan sebagai penunjang media bagi sayuran hidroponik (Grist, 1995). 10

24 Kebutuhan Pakan untuk Pertumbuhan Kelinci Menurut Parakkasi (1999) konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan kadar zat makanan dalam ransum untuk memenuhi hidup pokok dan produksi. Menurut Gunawan (2008) pemberian pakan ditentukan berdasarkan bahan kering. Jumlah pemberian bervariasi pada periode pemeliharaan dan bobot badan kelinci. Kebutuhan zat gizi kelinci dapat dilihat pada (Tabel 1) dan kebutuhan bahan kering dapat dilihat pada (Tabel 2). Tabel 1. Kebutuhan Zat Gizi Kelinci Pada Kondisi Fisiologi yang Berbeda Status Kebutuhan gizi (%) Protein Lemak SeratKasar Bunting Menyusui Dewasa Muda Sumber : Cheeke (1987) Tabel 2. Kebutuhan Bahan Kering Pakan untuk Kelinci Pada Berbagai Periode Pemeliharaan Kelinci Bahan Kering Keb. BK Status Bobot (kg) (%) (g/ekor/hr) Bunting 2,3 6, Menyusui 2, Dewasa 2 4, Muda 0,6 2, Sumber : National Research Council s (NRC) (1977) dalam Ensminger (1991) 11

25 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai dari Agustus sampai September Materi Ternak Penelitian ini menggunakan 15 ekor kelinci jantan lokal dengan bobot hidup rata-rata adalah 824±74,43 g. Kelinci yang digunakan merupakan jenis kelinci lokal dengan umur 4 bulan. Kelinci diperoleh dari peternakan rakyat di Jl. Raya Cibanteng Agatis Ciampea-Bogor. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah kandang individu dan terbuat dari kayu dengan alas yang berbeda-beda, yang terbuat dari kawat, bambu, dan kotak papan yang ditaburi dengan sekam. Kotak papan yang telah dilapisi dengan terpal kemudian ditaburi sekam dengan ketebalan ± 1,5-2 cm. Kandang berbentuk panggung dengan jarak dari lantai ± 100 cm. Kandang berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum berbentuk mangkuk yang terbuat dari tanah liat. Bentuk kandang perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2. Peralatan yang digunakan adalah alat tulis, buku tulis, sapu lidi, serokan, ember, pipa selang untuk membersihkan tempat pakan dan minum, timbangan, thermohygrometer, dan kamera digital. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat 12

26 Pakan Pakan yang digunakan adalah ransum komersial berbentuk pellet khusus kelinci yang didapat dari PT. Indofeed. Pemberian pakan diberikan berupa pellet tanpa penambahan hijauan karena ransum komplit yang diberikan sudah terdapat hijauan. Pakan tersebut dikemas dalam karung dengan bobot 25 kg. Persentase zat makanan ransum penelitian terdapat pada Tabel 4. Air minum bersih selalu tersedia dalam kandang. Tabel 3. Komposisi Zat Makanan Ransum Pellet Komersial Zat Nutrisi Kandungan (%) Bahan Kering 87,08 Abu 9,36 Protein Kasar 14,44 Serat Kasar 22,91 Lemak Kasar 4,02 Beta-N 36,35 Sumber : Hasil Analisis Kimia Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2011). Prosedur Persiapan Bahan, peralatan dan kandang dipersiapkan sebulan sebelum penelitian. Kelinci jantan lokal sebanyak lima belas ekor dipilih berdasarkan keseragaman bobot badan dan yang berumur dibawah lima bulan. Kelinci tersebut dimasukkan ke dalam kandang individu secara acak. Sebelum pemberian perlakuan, kelinci terlebih dahulu mengalami periode adaptasi selama 2 minggu agar tidak terjadi stress yang akan menggangu selama penelitian berlangsung. Adaptasi tersebut meliputi adaptasi pakan dan lingkungan. Pada akhir periode adaptasi dilakukan penimbangan bobot badan kelinci. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui keseragaman bobot badan kelinci tersebut. 13

27 Pemeliharaan Ternak diberikan pakan dua kali sehari yaitu pada pagi hari ( ) dan sore hari ( ). Sebelum diberikan pakan ditimbang terlebih dahulu. Pakan diberikan berdasarkan kebutuhan total bahan kering yaitu 5% dari bobot badan. Sisa pakan ditimbang keesokan harinya. Pemberian air minum dilakukan secara ad libitum. Pemeliharaan kelinci dalam penelitian ini dilakukan selama dua bulan. Penimbangan ternak kelinci dilakukan dengan cara meletakkan kotak plastik diatas timbangan duduk kemudian kelinci dimasukkan ke dalam kotak plastik tersebut. Hal ini agar ternak kelinci merasa lebih nyaman dan tidak banyak bergerak selama proses penimbangan. Penimbangan kelinci dilakukan setiap dua minggu sekali. Pembersihan kandang dari kotoran dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari. Hal itu bertujuan agar kebersihan kandang dapat terjaga dan kesehatan ternak tidak terganggu. Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan pada pagi pukul WIB, siang pukul WIB, dan sore hari pada pukul WIB. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini menggunakan RAL dengan tiga perlakuan berupa penggunaan alas kandang yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ulangan. Kelinci sebanyak 15 ekor dibagi secara acak ke dalam tiga perlakuan yaitu alas kandang kawat, alas kandang bambu dan alas kandang sekam. Pemeliharaan dilakukan selama dua bulan, mulai bulan Agustus hingga September Air minum diberikan secara ad libitum. Setiap hari dilakukan pemberian pakan, pembersihan kandang dan alat, serta pemeriksaan kesehatan. Pengumpulan Data Pengamatan tingkah laku harian dan pola makan dilakukan pada waktu pagi hari ( WIB), siang hari ( WIB) dan sore hari ( WIB) dengan lama waktu pengamatan untuk pengamatan tingkah laku harian 15 ekor kelinci selama 150 menit, sedangkan untuk pengamatan pola makan 15 ekor kelinci selama 75 menit. Per ekor kelinci dilakukan pengamatan dengan lama pengamatan selama lima menit dan jeda waktu istirahat antar kelinci yang diamati dengan lama waktu jeda selama lima menit. Pengamatan dilakukan dengan lima kali ulangan selama dua bulan. Metode pengamatan yang digunakan yaitu metode one- 14

28 zero yaitu jika kelinci melakukan suatu aktivitas diberi nilai satu, tapi jika tidak melakukan aktivitas diberi nilai nol. Rancangan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan penggunaan alas kandang yang berbeda yaitu kawat, bambu dan papan yang ditambah sekam dan dengan lima ulangan. Perlakuan penggunaan alas kandang yang diberikan adalah : P1 : Alas Kandang yang terbuat dari kawat P2 : Alas Kandang yang terbuat dari bambu P3 : Alas Kandang yang terbuat dari sekam Disamping itu data juga diolah berdasarkan perbedaan 3 periode waktu pengamatan yaitu pagi, siang dam sore pada jenis lantai kandang yang sama, untuk mengetahui perbedaan tingkah laku kelinci pada ketiga waktu tersebut. Data dikoleksi dengan menggunakan metode one zero sampling. Nilai satu diberikan bila ada aktivitas yang dilakukan dan nol bila tidak ada aktivitas (Martin dan Batesson, 1999). Data yang diperoleh diuji dengan analisis non-parametrik dengan menggunakan uji Kruskal Wallis. Rumus dari Kruskal-Wallis menurut Gasperz (1995) yaitu : H S 2 Ri 2 ri N : Statistik Uji Kruskal-Wallis : Ragam : Jumlah pangkat dari perlakuan ke-i : Jumlah ulangan pada perlakuan ke-i : Jumlah pengamatan 15

29 Peubah Tingkah Laku Harian. Pengamatan tingkah laku harian dilakukan dengan menghitung jumlah tingkah laku setiap dilakukan. Peubah tingkah laku harian kelinci yang diamati mencakup : 1) Tingkah laku makan, yaitu tingkah laku kelinci mencari makan, mengambil, mengunyah dan menelannya. 2) Tingkah laku minum, yaitu tingkah laku kelinci mengambil air dari tempat minum kemudian menelannya. 3) Tingkah laku eliminasi (defekasi dan urinasi), yaitu tingkah laku kelinci dalam membuang kotoran cair maupun padat. 4) Tingkah laku merawat tubuh (Grooming), yaitu tingkah laku kelinci untuk merawat tubuh sendiri seperti : berdiri pada dua kakinya sambil tangan mengusap dan menjilati, menggaruk kepala dan muka dan telinganya, menjilati alat kelaminnya, dan menggigiti tubuhnya. 5) Tingkah laku istirahat, yaitu tingkah laku kelinci berdiam diri tanpa melakukan apapun ; berbaring sepenuhnya, meringkuk. 6) Tingkah laku bergerak (lokomosi), yaitu tingkah laku kelinci berpindah dari satu tempat ke tempat lain. 7) Tingkah laku stereotypes, yaitu tindakan yang berulang dan tidak memiliki tujuan yang jelas. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan merode ad libitum sampling untuk mengetahui jenis tingkah laku harian (Martin dan Bateson, 1999). Pencatatan pengamatan dengan menggunakan metode one-zero yaitu jika kelinci melakukan suatu aktivitas diberi nilai satu, tapi jika tidak melakukan aktivitas diberi nilai nol (Martin dan Bateson, 1999). Pengamatan tingkah laku harian dibagi tiga periode yaitu pagi hari ( ), siang hari ( ) dan sore hari ( ) dengan interval waktu pengamatan selama 10 menit. Pembagian waktu pengamatan diatur sebagai berikut : 10 menit pertama tingkah laku harian diamati pada perlakuan 1 ulangan satu, 10 menit kedua tingkah laku harian diamati pada perlakuan 1 ulangan dua, 10 menit ketiga tingkah laku harian diamati pada perlakuan 1 ulangan tiga dan seterusnya hingga pada perlakuan 3 16

30 ulangan lima. Pengamatan tingkah laku harian ini dilakukan setelah pemberian pakan selesai, agar tingkah laku kelinci kembali pada kondisi stabil. Tingkah Laku Makan. Tingkah laku makan diamati dengan Focal animal sampling. Focal animal sampling yaitu mencatat semua tingkah laku makan dalam interval waktu yang sudah ditentukan dan mencatat secara rinci semua gerakan yang terjadi (Martin dan Bateson, 1999). Periode waktu focal animal sampling adalah langsung setelah kelinci diberi makan. Pengamatan tingkah laku makan dilakukan langsung setelah kelinci diberi makan dan dilakukan pengamatan selama 5 menit. Perilaku makan kelinci meliputi tingkah laku kelinci dalam mengamati, mencium, menggigit, mengunyah dan menelan pellet. Pencatatan meliputi deskripsi perilaku secara rinci dan waktu berlangsungnya perilaku makan. 17

31 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari asbes. Kandang digunakan agar proses pemeliharaan lebih efisien dan memudahkan dalam pemantauan ternak. Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 22-32,8 C pagi C, siang 30-32,5 C dan sore 24-32,8 C. Kelembaban kandang juga cukup tinggi pada pagi hari namun siang dan sore hari rendah. Rataan suhu kandang pada pagi, siang dan sore hari terdapat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara Dalam Kandang Saat Penelitian Waktu Suhu ( C) Kelembaban (%) Pagi (06.00) 23,15±0,87 98,31± 2,31 Siang (12.00) 31,34±0,59 81,67±12,35 Sore (16.00) 31,54±1,57 64,19±11,67 Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu lingkungan dilokasi penelitian memiliki suhu yang tinggi diatas suhu ideal untuk kelinci. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) mengatakan suhu ideal kelinci yaitu C. jika suhu lebih dari C dapat mengganggu kesehatan dan produktivitas. Suhu kandang yang tinggi ini disebabkan oleh konstruksi kandang yaitu bagian atap kandang besar yang terbuat dari asbes, sehingga sangat mudah menyerap panas pada waktu siang hari dan menyebarkan panas tersebut keseluruh ruangan kandang. Kelinci yang kepanasan biasanya melakukan aktivitas minum untuk mengurangi panas dalam tubuh. Menurut Anggorodi (1990) iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan rendahnya konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan yang rendah pula. Suhu pada lingkungan di lokasi penelitian yang kurang ideal ini harus diminimalkan dengan kandang individu yang 18

32 nyaman dan dengan penggunaan lantai kandang yang dimodifikasi. Penggunaan lantai kandang yang berbeda ini juga akan menampilkan tingkah laku yang berbeda pula. Aktivitas Tingkah Laku Kelinci Lokal Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda Kelinci merupakan hewan nocturnal yaitu hewan yang aktif pada malam hari. Pengamatan aktivitas kelinci lokal jantan dilakukan mulai dari pukul sampai pukul WIB. Pada saat penelitian kelinci memulai aktivitasnya dengan tingkah laku bergerak yaitu berdiri dari posisi rebahannya kemudian melakukan aktivitas bergerak mengelilingi kandang. Tingkah laku bergerak ini bertujuan memeriksa keadaan sekitar. Setelah itu biasanya kelinci langsung mendekati tempat pakan dan memeriksanya. Aktivitas lain yang dilakukan saat pagi hari yaitu merawat diri dan eliminasi yaitu proses defekasi dan urinasi. Aktivitas kelinci jantan lokal yang diamati adalah aktivitas makan, minum, eliminasi, merawat diri, lokomosi, stereotypes dan istirahat. Frekuensi tingkah laku harian kelinci selama pengamatan ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Frekuensi Tingkah Laku Harian Frekuensi Tingkah Laku Pada Lantai Kandang yang Berbeda Tingkah Laku Bambu (P1) Sekam (P2) Kawat (P3)...Kali/10 menit Makan 2,00±0,41 2,18±0,65 1,95±0,59 Minum 1,43±0,60 1,28±0,81 1,16±0,52 Eliminasi 0,75±0,53 0,33±0,62 0,22±0,46 Merawat Diri 1,91±0,95 2,11±0,49 2,07±0,44 Bergerak 2,60±0,68 2,53±0,54 2,51±0,64 Stereotype 0,22±0,54 0,00±0,00 0,13±0,52 Istirahat 1,15±0,26 1,04±0,14 1,16±0,24 Tingkah Laku Makan Tingkah laku makan adalah pola tingkah laku yang digunakan oleh hewan untuk mencari, mendapatkan, menyeleksi dan memakan pakan yang penting sekali untuk berhasilnya pengembangan usaha peternakan (Tomaszewska, 1991). Hasil 19

33 pengamatan menunjukkan kelinci menjadi aktif ketika akan diberi pakan saat peneliti membuka pintu kandang dan pakan mulai diletakkan pada tempat pakan. Hal ini dikarenakan kelinci mendapatkan rangsangan dari luar. Tingkah laku makan kelinci diawali dengan mengamati dan mengendus (mencium) pakan lalu mengambil pakan yang dipilih dengan mulutnya. Aktivitas makan ini biasanya diselingi dengan sedikit minum dan diakhiri dengan melakukan aktivitas lain seperti merawat diri dan istirahat. Tingkah laku makan kelinci diperlihatkan pada Gambar 3. Gambar 3. Aktivitas Kelinci Makan Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku makan kelinci P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 2,00±0,41, 2,18±0,65, dan 1,95±0,59 kali/10 menit dengan rataan 2,04±0,36 kali/10 menit. Hasil analisis data tersebut menunjukkan bahwa tingkah laku makan kelinci P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kelinci melakukan aktivitas makan relatif sama tanpa terganggu dengan jenis lantai kandang bambu, sekam, dan kawat. Hal ini sesuai dengan penelitian Vania (2012) yang mengatakan bahwa konsumsi bahan kering pada kelinci jantan lokal (59,37±4,92) tidak berpengaruh pada penggunaan lantai kandang P1, P2 dan P3 (Tabel 5). Tingkah Laku Minum Minum merupakan kebutuhan kelinci untuk mengganti cairan tubuh yang hilang karena proses penguapan tubuh atau urinasi. Tingkah laku minum kelinci biasanya dilakukan dengan cara mendekatkan mulutnya pada air, kemudian air tersebut dijilat dengan menggunakan lidahnya. Saat kelinci minum kedua kaki depannya memegang sisi tempat minum. Aktivitas tingkah laku minum kelinci dapat dilihat pada Gambar 4. 20

34 Gambar 4. Tingkah Laku Kelinci Minum Tabel 5 menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku minum kelinci P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 1,43±0,60, 1,28±0,81, dan 1,16±0,52 kali/10 menit dengan rataan 1,28±0,36 kali/10 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkah laku minum kelinci P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Tingkah laku minum merupakan tingkah laku yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan termasuk iklim dan jenis pakan yang diberikan. Pakan kering yang diberikan selama penelitian kepada kelinci mendorong kelinci minum setelah selesai aktivitas makan. Penggunaan ketiga lantai kandang masih dapat digunakan dalam pemeliharaan ternak kelinci. Tingkah Laku Eliminasi Menurut Fraser & Broom (2005) perilaku eliminasi atau perilaku membuang kotoran (defekasi) dan urinasi termasuk ke dalam perilaku perawatan tubuh yang berguna untuk membersihkan diri. Kelinci biasanya melakukan aktivitas eliminasi pada satu sudut dalam kandangnya. Tingkah laku eliminasi ini biasanya dilakukan secara terpisah baik defekasi atau urinasi. Ekor kelinci akan sedikit naik ketika melakukan urinasi. Kelinci akan terdiam di sudut yang sama saat melakukan defekasi (Gambar 5). Gambar 5. Posisi Kelinci Defekasi Tingkah laku urinasi kelinci jantan merupakan salah satutingkah laku agresif. Kelinci jantan biasanya melakukan urinasi untuk menandakan kekuasaannya pada 21

35 saingannya (Cheeke et al., 2000). Kelinci yang digunakan dalam penelitian adalah kelinci jantan sehingga pada saat pengamatan tingkah laku tersebut sering terlihat. Pada kelinci terdapat dua tipe feses yaitu feses lembek (soft feces) dan feses keras (hard feces). Feses lembek berbentuk pellet yang dibungkus dengan mukosa (Herman, 2000). Feses yang dikeluarkan kelinci pada siang hari biasanya berbentuk pellet yang keras, sehingga kelinci tidak memakannya kembali. Sesuai dengan pernyataan Protsmouth (1977) feses berbentuk pellet yang diproduksi pada siang hari mempunyai kandungan zat makanan yang rendah dan tidak digunakan oleh ternak. Tabel 5 menunjukkan hasil pengamatan pada kelinci jantan lokal bahwa tingkah laku eliminasi pada P1 (0,75±0,53kali/10 menit), P2 (0,33±0,62kali/10 menit) dan P3 (0,22±0,46 kali/10 menit), namun secara statistik penggunaan jenis lantai kandang tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil yang tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan kemungkinan karena kebutuhan ternak kelinci untuk melakukan eliminasi tidak terganggu dengan penggunaan lantai kandang yang berbeda-beda. Tingkah Laku Merawat Diri Kelinci dikenal sebagai hewan yang bersih karena terlihat dari kebiasaannya yang selalu merawat diri. Tingkah laku merawat diri seperti menjilat, menggesekkan badannya ke dinding kandang, menggaruk atau mengusap sering dikenal dengan istilah grooming. Aktivitas ini biasanya dilakukan saat kelinci setelah selesai makan atau minum (Gambar 6). Gambar 6. Tingkah Laku Kelinci Grooming Rataan Frekuensi tingkah laku merawat diri pada P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 1,91±0,95, 2,11±0,49, dan 2,07±0,44 kali/10 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkah laku merawat diri pada P1, P2, dan P3 tidak berbeda 22

36 nyata secara statistik (P>0,05). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Siloto (2008) bahwa pada kandang tanpa sekam kelinci melakukan grooming lebih sering dibandingkan pada kandang yang ditambah sekam. Berdasarkan penelitian Siloto (2008) tingkah laku merawat diri pada kandang tanpa sekam merupakan ekspresi stereotypes karena tidak adanya stimuli lingkungan. Hal ini berarti penggunaan ketiga lantai kandang masih dapat digunakan dalam pemeliharaan ternak kelinci karena tidak mengganggu tingkah laku alaminya. Tingkah Laku Bergerak Tingkah laku bergerak merupakan tingkah laku yang paling banyak dilakukan oleh kelinci. Aktivitas kelinci dimulai dengan berdiri dari posisi rebahan kemudian melakukan aktivitas lokomosi mengelilingi kandang. Kelinci biasanya bergerak jika adanya gerakan tiba-tiba dari lingkungan. Tingkah laku ini biasanya banyak dilakukan kelinci pada saat kelinci akan diberi pakan ataupun saat kandang akan dibersihkan. Pada penelitian menunjukkan bahwa tingkah laku bergerak kelinci pada jenis lantai kandang yang berbeda yaitu bambu, sekam, dan kawat tidak berpengaruh nyata terhadap perbedaan lantai kandang (P>0,05). Hal ini dapat disebabkan karena jenis lantai kandang yang digunakan dalam pemeliharaan kelinci masih nyaman untuk melakukan aktivitas harian sehingga kelinci dapat tetap melakukan aktivitas bergerak meskipun dengan jenis lantai kandang berbeda. Tingkah Laku Stereotypes Tingkah laku stereotypes adalah tingkah laku yang dilakukan tanpa tujuan yang jelas dan biasanya terjadi pada hewan yang berada dalam kandang dan melakukan rutinitas yang sama terus menerus (Fraser and Broom, 2005). Tingkah laku stereotypes yang muncul saat penelitian berlangsung adalah kelinci menggigit dinding kawat dan kayu kandang. Tingkah laku stereotypes ini biasanya muncul dengan melakukan menggigiti dinding-dinding kawat kandang beberapa kali dan menjilati bagian kayu kandang. Tabel 5 menunjukkan bahwa rataan frekuensi tingkah laku stereotypes pada P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 0,22±0,54, 0,00±0,00, dan 0,13±0,52kali/10 menit. Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil penelitian tingkah laku stereotypes pada 23

37 P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Hal ini berarti penggunaan ketiga lantai kandang masih dapat digunakan dalam pemeliharaan ternak kelinci karena tidak menimbulkan tingkah laku stereotypes yang berlebihan. Tingkah Laku Istirahat Tingkah laku istirahat merupakan suatu fase dimana ternak mulai memperhatikan tempat atau mempersiapkan tempat yang nyaman untuk istirahat. Kelinci beristirahat dalam keadaan berbaring dengan kedua kaki depan terjulur kedepan, berbaring dengan menopang kepala diatas kedua tangan depan yang sedikit ditekuk (Gambar 7) atau diam ditempat beberapa saat. Istirahat terbagi menjadi dua tipe yaitu istirahat total dan istirahat sementara. Istirahat total artinya kelinci merebahkan tubuh pada posisi miring, diam tak bergerak dan tidur (kondisi mata tertutup), sedangkan istirahat sementara adalah keadaan atau posisi badan yang tidak bergerak yang dilakukan di antara aktivitas hariannya. Aktivitas istirahat sementara dilakukan kelinci dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan aktivitas istirahat total. Istirahat yang dilakukan kelinci adalah dengan cara merebahkan badan di atas lantai kandang. Gambar 7. Tingkah Laku Istirahat Dilihat dari Tabel 5 Rataan frekuensi tingkah laku istirahat pada P1, P2, dan P3 berturut-turut adalah 1,15±0,26, 1,04±0,14, dan 1,16±0,24 kali/10 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkah laku istirahat pada P1, P2, dan P3 tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Hal ini berarti penggunaan jenis lantai kandang tidak mempengaruhi tingkah laku istirahat sehingga penggunaan jenis lantai kandang bambu, sekam dan kawat ini dapat digunakan untuk pemeliharaan kelinci lokal. 24

38 Aktivitas Tingkah Laku Kelinci Lokal Pada Waktu yang Berbeda dan Jenis Kandang yang Sama Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Bambu Tingkah laku harian kelinci merupakan tingkah laku yang biasa dilakukan kelinci sehari-harinya mulai dari pagi sampai malam hari. Rataan frekuensi dari tingkah laku harian pada lantai kandang bambu dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang Bambu Tingkah Laku Waktu Pagi Siang Sore...Kali/10 menit Rataan Makan 2,32±0,43 1,83±0,30 1,83±0,33 2,00±0,41 Minum 1,22±0,91 b 1,83±0,30 a 1,25±0,24 b 1,43±0,60 Eliminasi 0,75±0,71 0,83±0,47 0,68±0,51 0,75±0,53 Merawat Diri 2,44±1,15 1,35±0,86 1,94±0,61 1,91±0,95 Bergerak 3,03±1,01 a 2,19±0,23 b 2,58±0,31 ab 2,60±0,68 Stereotype 0,00±0 0,4±0,89 0,27±0,37 0,22±0,54 Istirahat 1,23±0,42 1,11±0,19 1,11±0,14 1,15±0,26 Keterangan : Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) Pada Tabel 6, terlihat kelinci memiliki nilai rataan tingkah laku makan sebesar 2,00±0,41 kali/10 menit dalam satu hari. Aktivitas makan kelinci diberikan dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore hari dengan puncak (2,32±0,43 kali/ 10 menit) pada pagi hari. Hal ini disebabkan pemberian pakan diberikan pada waktu ini dan kelinci dalam keadaan lapar selama semalam sehinga pada pagi hari kelinci langsung makan pakan yang diberikan. Aktivitas makan meningkat kembali pada sore hari. Sedangkan frekuensi tingkah laku makan yang terendah pada waktu siang hari yaitu 1,83±0,30 kali/ 10 menit. Rendahnya frekuensi tingkah laku makan pada siang hari diduga karena pada waktu siang hari kelinci lebih biasanya melakukan aktivitas istirahat. Meskipun begitu hasil penelitian tingkah laku makan pada waktu yang berbeda menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Hasil penelitian tingkah laku minum pada waktu yang berbeda menunjukkan berbeda nyata secara statistik (P<0,05). Kelinci melakukan aktivitas minum pada 25

39 siang hari lebih tinggi yaitu 1,83±0,30 kali/ 10 menit (Tabel 6) karena suhu pada waktu siang hari sangat tinggi, sehingga untuk menurunkan panas tubuhnya kelinci melakukan aktivitas minum. Kelinci akan mulai melakukan aktivitas minum saat suhu lingkungan disekitarnya mulai naik. Sesuai dengan pernyataan Blakely dan Bade (1991) bahwa konsumsi air minum juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena air berfungsi sebagai thermoregulator. Pakan yang diberikan berupa pellet juga dapat menjadikan kelinci lebih banyak melakukan aktivitas minum. Tingkah laku eliminasi banyak dilakukan kelinci pada siang hari yaitu 0,83±0,47 kali/ 10 menit. Hal ini diduga karena hasil metabolisme konsumsi pakan pada hari sebelumnya yang tidak dicerna dan tidak digunakan lagi oleh tubuh dikeluarkan pada esok harinya. Aktivitas ini sering dilakukan pada pagi hari menjelang matahari terbit, walaupun terkadang dilakukan pada siang hari. Hasil penelitian tingkah laku eliminasi pada waktu yang berbeda menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Kelinci melakukan tingkah laku defekasi biasanya dilakukan bersamaan dengan urinasi, namun tidak selalu demikian. Hasil penelitian tingkah laku merawat diri pada waktu yang berbeda menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Kelinci pada lantai kandang bambu ini banyak melakukan aktivitas merawat diri pada pagi dan sore hari (Tabel 6) dengan rata-rata perhari 1,91±0,95 kali/ 10 menit. Aktivitas ini biasanya dilakukan ketika kelinci sedangistirahat (diam dan merebahkan tubuh). Aktivitas merawat diri dilakukan pada pagi hari disela-sela aktivitas makan. Siang hari aktivitas grooming menurun karena biasanya kelinci istirahat pada waktu ini. Selain itu suhu kandang yang cukup tinggi yaitu 31,34 C sehingga kelinci mengurangi aktivitas merawat diri. Hasil penelitian tingkah laku bergerak pada waktu yang berbeda menunjukkan berbeda nyata secara statistik (P<0,05). Tingkah laku bergerak hampir mendominasi aktivitas kelinci sehari-harinya, yaitu 2,60±0,68 kali/ 10 menit dalam satu hari. Hal ini menunjukkan bahwa kelinci merupakan ternak yang aktif dalam kandang dan sangat menyukai bergerak atau lokomosi. Aktivitas bergerak kelinci tertinggi pada waktu pagi hari 3,03±1,01 kali/ 10 menit (Tabel 6). Lokomosi tinggi pada waktu pagi karena kelinci mendapatkan rangsangan dari luarberupa pakan yang akan diberikan. Hal ini membuat kelinci menjadi aktif bergerak karena 26

40 mempunyairangsangan rasa lapar dan keinginan untuk mendapatkan makanan tersebut. Rataan tingkah laku stereotypes harian kelinci yaitu 0,26±0,36 kali/ 10 menit (Tabel 6). Hasil penelitian tingkah laku stereotypes pada waktu yang berbeda menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Tingkah laku stereotypes yang muncul pada lantai kandang bambu ini biasanya kelinci menggigiti kawat dinding kandang. Hal ini terjadi karena kelinci merupakan hewan pengerat sehingga senang menggigiti kawat tersebut. Rataan tingkah laku istirahat harian kelinci yaitu 1,15±0,26 kali/ 10 menit (Tabel 6). Hasil penelitian tingkah laku istirahat pada waktu yang berbeda menunjukkan tidak berbeda nyata secara statistik (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa kelinci melakukan semua tingkah laku secara normal berada pada lantai kandang bambu. Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Sekam Rataan tingkah laku harian kelinci pada lantai kandang sekam dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7, hasil penelitian menunjukkan rataan tingkah laku makan kelinci pada waktu yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Hal ini berarti kelinci dapat tetap melakukan aktivitas makan secara normal. Kelinci pada lantai sekam melakukan aktivits minum lebih tinggi pada waktu sore hari yaitu 1,27±0,19 kali/ 10 menit. Hal ini disebabkan karena kelinci memerlukan air untuk menstabilkan suhu rektal agar tetap berada pada daerah termonetral. Aktivitas eliminasi yang dilakukan kelinci pada lantai sekam rataan per harinya 0,22±0,46 kali/ 10 menit. Perbedaan waktu pengamatan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkah laku minum dan eliminasi kelinci. 27

41 Tabel 7. Rataan Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang Sekam Tingkah Laku Waktu Pagi Siang Sore.....Kali/10 menit Rataan Makan 2,58±0,72 1,75±0,47 2,21±0,57 2,18±0,65 Minum 0,75±0,70 1,77±0,46 1,32±0,97 1,28±0,81 Eliminasi 0,20±0,45 0,40±0,55 0,40±0,89 0,33±0,62 Merawat Diri 2,28±0,49 1,80±0,63 2,24±0,21 2,11±0,49 Bergerak 2,78±0,71 2,08±0,29 2,73±0,25 2,53±0,54 Stereotype 0,00±0 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 Istirahat 1,00±0,00 1,11±0,24 1,00±0,00 1,04±0,14 Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan waktu tidak mempengaruhi aktivitas grooming pada jenis lantai sekam (P>0,05). Aktivitas grooming paling tinggi dilakukan kelinci pada waktu pagi hari yaitu 2,28±0,49 kali/ 10 menit dengan rataan grooming per hari 2,07±0,44 kali/ 10 menit. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan waktu tidak mempengaruhi aktivitas bergerak (P>0,05) pada jenis lantai kandang sekam. Rataan tingkah laku bergerak yaitu 2,51±0,64 kali/ 10 menit. Aktivitas bergerak paling rendah dilakukan kelinci pada waktu siang hari yaitu 2,03±0,33 kali/ 10 menit. Berdasarkan Tabel 7 rataan tingkah laku stereotypes pada kelinci yaitu 0,13±0,52 kali/ 10 menit. Kelinci biasanya melakukan menggigiti kawat dinding dan tempat pakan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu pengamatan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkah laku stereotypes. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu tidak mempengaruhi aktivitas istirahat (P>0,05) pada jenis lantai kandang sekam. Rataan tingkah laku istirahat yaitu 1,16±0,24 kali/ 10 menit. Tingkah Laku Harian Pada Lantai Kandang Kawat Rataan frekuensi dari tingkah laku harian pada lantai kandang kawat dapat dilihat pada Tabel 8. 28

42 Tabel 8. Tingkah Laku Harian Kelinci Jantan Lokal Pada Lantai Kandang Kawat Waktu Tingkah Laku Pagi Siang Sore Rataan.....Kali/10 menit Makan 2,27±0,57 1,59±0,61 2,01±0,47 1,95±0,59 Minum 1,12±0,70 1,08±0,62 1,27±0,19 1,16±0,52 Eliminasi 0,20±0,45 0,20±0,45 0,26±0,57 0,22±0,46 Merawat Diri 2,28±0,49 1,84±0,36 2,10±0,46 2,07±0,44 Bergerak 2,78±0,71 2,03±0,33 2,71±0,62 2,51±0,64 Stereotypes 0,00±0,00 0,00±0,00 0,40±0,89 0,13±0,52 Istirahat 1,00±0,00 b 1,41±0,24 a 1,06±0,14 ab 1,16±0,24 Keterangan : superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) Berdasarkan Tabel 8 tingkah laku makan pada waktu pagi, siang dan sore hari ternyata tidak berbeda nyata (P>0,05). Kelinci melakukan tingkah laku makan pada pagi hari cukup tinggi (2,27±0,57 kali/ 10 menit) untuk memperoleh sumber energi agar dapat melakukan aktivitas di sepanjang hari tersebut. Tingkah laku makan pada sore hari dilakukan untuk menjaga energi yang akan digunakan beraktivitas pada malam hari. Kelinci yang merupakan hewan nokturnal juga membutuhkan energi untuk aktivitasnya dimalam hari. Cheeke et al. (2000) menyatakan kelinci akan makan lebih banyak saat suhu rendah dibandingkan saat suhu tinggi, hal ini untuk membiarkan kelinci menghasilkan panas yang mereka butuhkan dari konsumsi pakan yang lebih tinggi. Selama penelitian tingkah laku minum kelinci biasanya dilakukan sesaat setelah makan selesai atau ketika sedang makan. Suhu lingkungan juga mempengaruhi dalam aktivitas minum kelinci. Berdasarkan Tabel 8, rataan aktivitas minum harian kelinci dengan nilai 1,16±0,52 kali/ 10 menit. Meskipun begitu hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu pengamatan tidak berbeda (P>0,05) terhadap perilaku minum. Tingkah laku eliminasi erat kaitannya dengan tingkah laku makan, setelah mengkonsumsi pakan maka kelinci akan membuang kotoran baik berupa feses maupun urine. Kelinci melakukan tingkah laku eliminasi ini biasanya terjadi hanya pada salah satu sudut yang sama dalam kandang. Bentuk feses yang normal pada 29

43 umumnya cukup padat dan berbentuk bulat. Adakalanya bentuk feses kelinci terlihat tidak normal yaitu berbentuk cair dan lembek. Hal ini diduga pencernaan kelinci sedang terganggu. Rataan tingkah laku eliminasi pada P3 adalah 0,22±0,46 kali/ 10 menit. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan waktu tidak mempengaruhi aktivitas eliminasi (P>0,05) pada jenis lantai kandang kawat. Tingkah laku grooming adalah perilaku merawat diri atau bersolek dan membersihkan diri. Perawatan tubuh ataubersolek digolongkan menjadi beberapa aktivitas, yaitudefekasidanurinasi, berlindung dariangin,bernaungdari sinar matahari, mandi danmembasahitubuh. Berdasarkan Tabel 8, rataan tingkah laku merawat diri kelinci paling tinggi pada waktu pagi hari yaitu 2,28±0,49 kali/ 10 menit. Hal ini karena pagi hari suhu lingkungan masih rendah dan saat ini biasanya kelinci diberi pakan. Meskipun begitu waktu pengamatan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkah laku grooming pada jenis lantai kandang kawat. Sebelum kelinci melakukan aktivitas yang lainnya pada pagi hari terutama yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup pokok seperti aktivitas makan, biasanya kelinci memulai dengan melakukan aktivitas bergerak. Tingkah laku bergerak pada waktu pagi, siang dan sore hari ternyata tidak berbeda nyata (P>0,05). Jenis lantai kandang yang terbuat dari kawat ini dengan lantai yang sedikit berlubang-lubang dan tidak datar menjadikan kelinci lebih banyak bergerak untuk mengurangi rasa sakit karena lantai kandang kawat tersebut dengan rataan tingkah laku bergerak harian adalah 2,51±0,64 kali/ 10 menit. Aktivitas bergerak ini selain dilakukan untuk mendapat kenyamanan dan juga agar dapat memperoleh sesuatu yang diinginkan seperti bergerak untuk minum, makan, bereliminasi dan merawat diri. Tingkah laku stereotypes biasanya muncul pada kelinci tidak secara rutin. Rataan harian tingkah laku kelinci yang dilakukan adalah 0,13±0,52 kali. Tingkah laku yang biasa muncul adalah kelinci menggigiti dinding kawat, dengan dimulai dengan mengendus dinding kawat kemudian menjilati baru menggigit kawat Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu pengamatan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tingkah laku stereotypes. Kelinci juga kadang melakukan menggosokkan dagu pada benda yang ada dalam kandang. Kelinci memiliki kelenjar bau yang 30

44 sensitif yang terletak dibawah dagunya. Fungsi kelenjar ini adalah untuk menandai area yang menjadi kekuasaan wilayahnya. Pada jenis lantai kandang kawat setelah diuji lanjut tingkah laku istirahat siang hari (1,41±0,24 kali/ 10 menit) sangat nyata (P<0,05) lebih tinggi dari pagi hari, dan sore hari tidak berbeda dengan waktu siang dan pagi hari. Hal ini karena kelinci merupakan hewan nokturnal sehingga seluruh aktivitas pada siang hari dilakukan untuk istirahat. Istirahat juga digunakan kelinci untuk mencerna makanan yang telah dikonsumsi. Pola Makan Kelinci Lokal Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda Pola makan kelinci yang diamati meliputi mengamati, mencium, menggigit, mengunyah dan menelan. Frekuensi rataan pola makan kelinci dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Frekuensi Pola Makan Kelinci Pada Jenis Lantai Kandang yang Berbeda Pola Makan Frekuensi Pola Makan Pada Lantai Kandang yang Berbeda Bambu (P1) Sekam (P2) Kawat (P3) Kali/5 menit. Mengamati 1,56 ± 0,20 10,97 ± 21,27 1,29 ± 0,34 Mencium 1,41 ± 0,09 1,46 ± 0,20 1,36 ± 0,09 Menggigit 7,55± 1,69 6,83± 0,77 7,06± 1,32 Mengunyah 178,01 ±53,47 154,19 ±38,69 168,79 ±25,88 Menelan 7,44 ± 1,72 6,71 ± 0,96 7,06 ± 1,32 Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap pola makan (P>0,05). Hal ini menunjukkan semua jenis lantai kandang yang digunakan dalam penelitian layak digunakan dalam pemeliharaan kelinci karena tidak mengganggu atau tidak merusak pola makan pada kelinci. Kelinci akan mulai terlihat aktif saat mendekati waktu pemberian pakan. Kelinci mulai menghampiri pintu kandang dan mencium saat pakan diletakkan pada tempat pakan. Kelinci akan mulai mengamati pakan yang ada kemudian mencium pakan tersebut. Setelah itu kelinci mencium pakan dan mengigit pellet tersebut. 31

45 Biasanya kelinci paling banyak menggigit dua atau tiga butir pellet yang kemudian akan dikunyah (dimakan) dan ditelan. Pola makan kelinci yang paling tinggi adalah memakan, karena saat memakan kelinci akan lebih banyak menggerakkan mulut untuk mengunyah makanan tersebut. Menggigit dan menelan pada kelinci relativ sama karena jumlah pakan yang digigit oleh kelinci akan sama dengan pakan saat ditelan. Scrabbling atau mengais pakan pada saat pengamatan tidak muncul. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa pellet yang diberikan telah cukup baik untuk memenuhi nutrisi kelinci. Pola Makan Kelinci Lokal Pada Waktu yang Berbeda dan Jenis Kandang yang Sama Pola makan kelinci pada kelinci lokal dimulai dari mengamati, mencium, menggigit, mengunyah, dan menelan pakan. Rataan frekuensi pola makan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Rataan Frekuensi Pola Makan Pada Waktu yang Berbeda Pada Lantai Bambu Pola Makan Mengamati Mencium Menggigit Mengunyah Menelan Bambu Pagi Sore.Kali/5menit.. 1,46 ± 0,32 1,65 ± 0,31 1,35 ± 0,21 1,47 ± 0,17 7,41± 1,52 7,69 ± 1,94 180,48 ±60,01 175,54± 53,05 7,50 ± 1,73 7,39 ± 1,82 Tabel 10. Menunjukkan rataan frekuensi pada lantai kandang bambu dengan waktu yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap pola makan kelinci artinya pola makan kelinci tidak terganggu oleh waktu yang berbeda. kelinci masih dapat melakukan pola makan dengan secara normal tanpa mengurangi kemampuannya mengkonsumsi pakan. Pada lantai kandang sekam pola makan mencium dan mengigit pada pagi hari berbeda nyata (P<0,05) dengan sore hari (Tabel 11). Hal ini disebabkan karena kelinci merupakan hewan nokturnal yang melakukan banyak aktivitas pada waktu 32

46 malam hari sehingga pada pagi hari kelinci yang mempersiapkan asupan energi untuk dapat melakukan kembali aktivitas disepanjang hari. Tabel 11. Rataan Frekuensi Pola Makan Pada Waktu yang Berbeda Pada Lantai Sekam Sekam Pola Makan Pagi Sore.Kali/5menit.. Mengamati 1,61 ± 0,31 20,34 ± 42,30 Mencium 1,49 ± 0,34 1,44 ± 0,07 Menggigit 6,80± 0,72 6,86 ± 1,00 Mengunyah 151,14 ±34,69 157,24± 43,32 Menelan 6,39 ± 0,93 7,03 ± 1,09 Keterangan : superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) Tabel 12. Rataan Frekuensi Pola Makan Pada Waktu yang Berbeda Pada Lantai Kawat Kawat Pola Makan Pagi Sore.Kali/5menit.. Mengamati 1,30 ± 0,37 1,29 ± 0,31 Mencium 1,25 ± 0,17 1,47 ± 0,20 Menggigit 6,76± 1,33 7,37 ± 1,90 Mengunyah 162,78 ±30,35 174,79± 21,67 Menelan 6,72 ± 1,23 7,40 ± 1,94 Keterangan : superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) Pada lantai kandang kawat pola makan kelinci dimulai dari mengamati sampai dengan mengunyah menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Pola makan menelan menunjukkan ada perbedaan nyata (P<0,05) antara pagi dan dan sore hari. Hal ini karena pada sore hari kelinci mempersiapkan energi untuk aktivitas dimalam hari sehingga kelinci lebih banyak menelan pellet pada sore hari dibandingkan pagi. 33

47 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan lantai kandang yang berbeda baik bambu, sekam maupun kawat tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap tingkah laku makan, minum, eliminasi, merawat diri, bergerak, dan stereotypes kelinci. Kelinci yang dipelihara pada lantai kandang bambu memperlihatkan aktifitas tingkah laku minum pada siang yang nyata lebih tinggi (P<0,05) dan tingkah laku bergerak pada pagi hari yang lebih tinggi dibanding siang dan sore hari. Pada lantai kawat, tingkah laku istirahat pada siang hari nyata lebih tinggi dibandingkan pagi atau sore hari (P<0,05). Jenis lantai kandang yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap pola makan kelinci yaitu proses mengamati, mencium, mengigit, mengunyah kemudian menelannya. Pola makan kelinci pada waktu yang berbeda di lantai kandang bambu menunjukkan pengaruh tidak nyata. Pada lantai kandang sekam pola makan mencium dan menggigit pada pagi hari berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan sore hari. Pola makan menelan pada lantai kandang kawat juga menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) lebih tinggi pada sore hari dibandingkan pagi hari. Berdasarkan hasil tersebut ketiga jenis lantai kandang lantai bambu sekam dan kawat dapat digunakan dalam pemeliharaan kelinci. Lantai kandang yang dapat direkomendasikan untuk digunakan dalam pemeliharaan kelinci dapat berupa bambu, sekam maupun kawat. Hal tersebut dapat disesuaikan dengan ketersediaan bahan yang ada pada lokasi peternakan. Saran Penelitian tingkah laku harian kelinci sebaiknya dapat menggunakan video kamera untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat. Waktu pengamatan dari masing-masing kelinci juga dapat lebih diperpanjang. Pengamatan tingkah laku juga perlu dilakukan pada kelinci yang berada dalam kandang kelompok. 34

48 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirrobbilalamin, puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-nya, skripsi ini dapat diselesaikan. SHalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda Sukirman Alamsyah, BE dan Ibunda Srimaya, S.Pd yang telah memberikan doa, motivasi, kasih sayang dan pengorbanan kepada penulis baik secara moril maupun materil. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Moh. Yamin, M. Agr. Sc dan Muhamad Baihaqi, S.Pt, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran mengarahkan dan membimbing, memberikan semangat, saran dan kritik selama penelitian dan penulisan skripsi. Terima kasih kepada Muhamad Baihaqi, S.Pt, MSc sebagai dosen pembimbing akademik atas nasihat serta bimbingannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Afton Atabany, M.Si sebagai dosen pembahas seminar atas saran dan masukannya. Terima kasih kepada Dr. Ir. Asep Sudarman, M.Sc. A.gr, Ahmad Yani, S.TP. M.Si, dan Dr. Ir. Afton Atabany, M.Si sebagai dosen penguji siding atas saran dan masukannya. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh dosen yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman satu tim penelitian Vania, Pak Ujang, Amir, Haer atas kerjasama, pengertian dan kesabarannya dalam membantu penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Alih Jenis IPTP yang saling memberikan semangat dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Oktober 2012 Penulis 35

49 DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H. S Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anggorodi Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta. Blakely, J. & D. H. Bade Ilmu Peternakan. Ed. Ke-4.Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Cheeke, P. R., McNitt, J. I., & N. M. Patton Rabbit Production. 8 th Edition. Interstate Publisher Inc, Denville, Illionois. Cheeke P. R., N. M. Patton., S. D. Lukefahr & J. L. McNitt Rabbit Production. 6 th Edition. The Interstate Printers and Publisher Inc. Danvile, Illinois. Cheeke, P.R., N.M Patton & G.S. Templeton Rabbit Production. The Interstate Printer and Publisher, Inc.Denville, Illinois. Cheeke, P.R The Domestic Rabbit : Its nutrition requirements and its role in world food production. Recent advances in animal nutrition in Australia, Australia. Farrel, D. J. & Y. C. Raharjo The Potential for Meat Production from Rabbit. Central Research Institute for Animal Science. Bogor. Finzi, A., S. Nyvold & M. El-Agroudi Efficiency of three different housing systems in reducing heat stress in rabbits. J. Appl. Rabbit Res. 15 : Fraser, A. F.& D. M. Broom Farm Animal Behaviour and Welfare 3 th Edition. CABI Publishing, Cambridge. Gaol, V. M. S. L Performa produksi kelinci lokal pada jenis lantai kandang yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Peternakan Bogor. Bogor. Gasperz, V Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Jilid Pertama. Cetakan ketiga. Tarsito, Bandung. Grist, D. H Rice. Longman Co., London. Gonyuo, H. W Behavioural methods to answer the question about sheep. J. Anim. Sci. 69: Gunawan, D Pedoman Budidaya Kelinci yang Baik (Good Farming Practice). Direktorat Jendral Peternakan Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, Jakarta. Herman, R Produksi Kelinci. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hornicke, H Bulettin of the international commite on laboratory animals. No. 41 : 11 Irlbeck, N. A How to feed the rabbit (oryctolagus cuniculuc) gastrointestinal tract. J. Anim. Sci. 79: E343-E

50 Krisdianto. G, Sumarni & A. Ismanto Sari hasil penelitian bambu. [21November 2011] Morisse, J. P. & R. Maurice Influence of the stocking density on the behavior in fattening rabbits kept in intensive condition. J. 6 th World Rabbit Congress. 2: Mukhtar, A. S Dasar-dasar Ilmu Tingkah Laku Satwa (Ethologi). Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan, Bogor. Nheyla Morfologi dan anatomi kelinci. [21November2011] Parakkasi, A Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. University of Indonesia Press. Jakarta. Porstmouth, J In Nutrition and Climatic Environment. London. Raharjo, Y.C Prospek, peluang dan tantangan agribisnis ternak kelinci. Lokakarya nasional potensi dan pengembangan usaha kelinci. Balai Penelitian Ternak, Bogor. Siloto E.V., Zeferino C.P., Moura A.S.A.M.T., Fernandes S., Sartori J.R.,& E.R. Siqueira Temperature and cage floor enrichment affect the behavior of growing rabbits. J.Appl. Ethology and Welfare Smith, J.B. & S. Mangkoewidjojo Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta Templeton, G. S Domestic Rabbit Production. The Interstate Printers and Publisher Inc, Denville, Illionois. Tomaszewska, M.W., I.K. Sutama & T.D. Chaniago Reproduksi, Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Widodo, R Usaha budidaya ternak kelinci dan potensinya. Lokakarya Nasional Potensi dan Pengembangan Usaha Kelinci. Peternak kelinci, Bandung. Verga, M., I. Zingarelli., E. Heinzl., V. Ferrante., P. A. Martino & F. Luzi Effect of housing and environmental enrichment on performance and behavior in fatteng rabbits. J. 8 th World Rabbit Congress. 37

51 LAMPIRAN 38

52 Lampiran 1. Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Harian Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman Db JK KT F hit P Perlakuan 2 25,60 12,80 0,60 0,56 Galat ,40 21,20 Total ,00 Total number of values that were tied 0 Max. diff. allowed between ties 0,00001 Lampiran 2. Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Pada Lantai Kandang Bambu Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman Db JK KT F hit P Perlakuan 2 97,20 48,60 3,19 0,07 Galat ,80 15,23 Total ,00 Total number of values that were tied 0 Max. diff. allowed between ties 0,00001 Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 3. Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Pada Lantai Kandang Sekam Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 79,60 39,80 2,39 0,13 Galat ,90 16,65 Total ,50 Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 39

53 Lampiran 4. Hasil Analisis Tingkah Laku Makan Pada Lantai Kandang Kawat Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 66,90 33,45 1,89 0,19 Galat ,60 17,71 Total ,50 Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 5. Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Harian Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT Fhit P Perlakuan 2 34,30 17,15 0,84 0,45 Galat ,20 20,43 Total ,00 Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 6. Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Pada Lantai Kandang Bambu Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 114,30 57,15 4,20 0,41 Galat ,20 13,60 Total ,50 Total number of values that were tied 5 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 40

54 Lampiran 7. Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Pada Lantai Kandang Sekam Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 84,10 42, 05 2,62 0,11 Galat ,90 16,07 Total ,00 Total number of values that were tied 7 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 8. Hasil Analisis Tingkah Laku Minum Pada Lantai Kandang Kawat Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 0,40 0,20 0,01 0,99 Galat ,60 23,05 Total ,00 Total number of values that were tied 12 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 9. Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Harian Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 2,50 1,25 0,06 0,99 Galat ,50 22,29 Total ,00 Total number of values that were tied 8 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 41

55 Lampiran 10. Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Pada Lantai Kandang Bambu Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 2,50 1,25 0,06 0,99 Galat ,50 22,29 Total ,00 Total number of values that were tied 8 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 11. Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Pada Lantai Kandang Sekam Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 5,20 2,60 0,19 0,82 Galat ,80 13,56 Total ,00 Total number of values that were tied 14 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 12. Hasil Analisis Tingkah Laku Eliminasi Pada Lantai Kandang Kawat Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 0,30 0,15 0,01 0,98 Galat ,20 11,35 Total ,50 Total number of values that were tied 14 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 42

56 Lampiran 13. Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Harian Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 25,20 12,60 0,59 0,56 Galat ,30 21,19 Total ,50 Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 14. Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Pada Lantai Kandang Bambu Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 73,20 36,60 2,12 0,16 Galat ,80 17,23 Total ,00 Total number of values that were tied 0 Max. diff. allowed between ties 0,00001 Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 15. Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Pada Lantai Kandang Sekam Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 55,90 27,95 1,50 0,26 Galat ,60 18,63 Total ,50 Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 43

57 Lampiran 16. Hasil Analisis Tingkah Laku Merawat Diri Pada Lantai Kandang Kawat Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 57,60 28,80 1,55 0,25 Galat ,40 18,53 Total ,00 Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 17. Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Harian Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 4,80 2,40 0,10 0,90 Galat ,20 22,93 Total ,00 Total number of values that were tied 0 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 18. Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Pada Lantai Kandang Bambu Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 128,10 64,05 5,08 0,02 Galat ,40 12,61 Total ,50 Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 44

58 Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test of BERGERAK by PERLAKUAN Perlakuan Mean Homogeneous Groups 1 10,90 A 3 9,10 AB 2 4,00 B Alpha 0,05 Critical Z Value 2,394 Critical Value for Comparison 6,7712 Lampiran 19. Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Pada Lantai Kandang Sekam Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 108,40 54,20 3,79 0,05 Galat ,60 14,30 Total ,00 Total number of values that were tied 2 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 20. Hasil Analisis Tingkah Laku Bergerak Pada Lantai Kandang Kawat Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 97,60 48,80 3,21 0,07 Galat ,40 15,20 Total ,00 Total number of values that were tied 0 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 21. Tingkah Laku Stereotypes Harian Pada Lantai Kandang yang Berbeda Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 11,20 5,60 0,43 0,66 Galat ,80 13,06 Total ,00 45

59 Total number of values that were tied 14 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 22. Tingkah Laku Stereotypes Pada Lantai Kandang Bambu Parametric AOV Applied to Ranks Sumber db JK KT F hit P Keragaman Perlakuan 2 19,90 9,95 1,02 0,38 Galat 12 16,60 9,71 Total 14 36,50 Total number of values that were tied 14 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 23. Tingkah Laku Stereotypes Pada Lantai Kandang Kawat Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 7,60 3,75 1,00 0,39 Galat 12 45,00 3,75 Total 14 52,50 Total number of values that were tied 14 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 24. Tingkah Laku Istirahat Harian Pada Lantai Kandang yang Berbeda Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 86,80 43,40 2,84 0,09 Galat ,20 15,26 Total ,00 Total number of values that were tied 5 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 46

60 Lampiran 25. Tingkah Laku Istirahat Pada Lantai Kandang Bambu Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 3,90 1,95 0,09 0,91 Galat ,13 Total ,50 Total number of values that were tied 7 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 26. Tingkah Laku Istirahat Pada Lantai Kandang Sekam Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman db JK KT F hit P Perlakuan 2 7,50 3,75 1,00 0,39 Galat 12 45,00 3,75 Total 14 52,50 Total number of values that were tied 14 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 Lampiran 27. Tingkah Laku Istirahat Pada Lantai Kandang Kawat Parametric AOV Applied to Ranks Sumber Keragaman Db JK KT F hit P Perlakuan 2 176,40 88,20 24,30 0,01 Galat 12 43,00 3,53 Total ,00 Total number of values that were tied 9 Max. diff. allowed between ties Cases Included 15 Missing Cases 0 47

61 Kruskal-Wallis All-Pairwise Comparisons Test of STEREOTYPES by PERLAKUAN Perlakuan Mean Homogeneous Groups 2 12,80 A 3 6,20 AB 1 5,00 B Alpha 0,05 Critical Z Value 2,394 Critical Value for Comparison 6,

62 Lampiran 28 Gambar Dokumentasi Selama Penelitian a) Lantai Kandang Bambu, b) Lantai Kandang Sekam, c) Lantai Kanang Kawat, d) Kelinci Grooming e) Letak Kandang Perlakuan, f) Kelinci Istirahat a) Lantai Kandang Bambu b) Lantai Kandang Sekam c) Lantai Kandang Kawat d) Kelinci Grooming e) Letak Kandang Perlakuan f) Kelinci Istirahat 49

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Orytologus cuniculus) yang ada saat ini berasal dari kelinci liar di Eropa dan Afrika Utara. Mulanya kelinci diklasifikasikan dalam ordo rodensia (binatang mengerat)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan protein yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan protein yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan protein yang tinggi, rendah kolestrol dan lemak. Kelinci mempunyai kemampuan tumbuh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pellet dilakukan di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA. (Sumber : Damron, 2003) TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Kelinci Kelinci merupakan hewan yang mempunyai potensi sebagai penghasil daging yang baik. Hewan ini merupakan herbivore non ruminansia yang mempunyai sistem lambung sederhana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

Gambar 2. Induk Babi Bunting yang Segera Akan Beranak

Gambar 2. Induk Babi Bunting yang Segera Akan Beranak METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2009 di Peternakan Babi Rachel Farm yang berada di Kampung Cina, Desa Tajur Halang, Kecamatan Tajur Halang, Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL YANG DIPELIHARA PADA JENIS LANTAI KANDANG YANG BERBEDA SKRIPSI VANIA MARCHIA SABBATINA LUMBAN GAOL

PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL YANG DIPELIHARA PADA JENIS LANTAI KANDANG YANG BERBEDA SKRIPSI VANIA MARCHIA SABBATINA LUMBAN GAOL PERFORMA PRODUKSI KELINCI LOKAL YANG DIPELIHARA PADA JENIS LANTAI KANDANG YANG BERBEDA SKRIPSI VANIA MARCHIA SABBATINA LUMBAN GAOL DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2011. Lokasi penelitian di Kelompok Peternak Kambing Simpay Tampomas, berlokasi di lereng Gunung Tampomas,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan

PENDAHULUAN. percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak kelinci mempunyai beberapa keunggulan sebagai hewan percobaan, penghasil bulu, pupuk kandang, kulit maupun hias (fancy) dan penghasil daging. Selain itu kelinci

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura memiliki ciri-ciri antara lain berwana kecoklatan hingga merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut Sugeng(2005) sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3. Bahan Penelitian 3.. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan bobot badan 300-900 gram per ekor sebanyak 40 ekor (34 ekor

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan kadar protein dan energi berbeda pada kambing Peranakan Etawa bunting dilaksanakan pada bulan Mei sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga 20 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga Januari 2015 di kandang peternakan Koperasi Gunung Madu Plantation,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Peternakan Domba CV. Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea-Bogor. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 24 Agustus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penampilan Produksi Sapi Madura Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) dengan sapi PO maupun sapi Brahman, turunan dari Bos indicus. Sapi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM)

PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM) PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM) M. BAIHAQI, M. DULDJAMAN dan HERMAN R Bagian Ilmu Ternak Ruminasia

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (2): 69-74 ISSN 1410-5020 Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan The Effect of Ration with

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kondisi Penangkaran Penangkaran Mamalia, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong, Bogor terletak di Jalan Raya Bogor-Jakarta KM 46, Desa Sampora, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati 18 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik PT. Rama Jaya Lampung, Desa Jati Baru, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian evaluasi pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan yang berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai tingkah laku makan sapi Madura jantan yang diberi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai tingkah laku makan sapi Madura jantan yang diberi 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai tingkah laku makan sapi Madura jantan yang diberi pakan dengan level (kuantitas) yang berbeda dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2013 selama 3

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY

POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY POTENSI PENGEMBANGAN USAHATERNAK KELINCI DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT SKRIPSI VALENT FEBRILIANY PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan dan penyembelihan ternak dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas,

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tatap muka ke 7 POKOK BAHASAN : PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui program pemberian pakan pada penggemukan sapi dan cara pemberian pakan agar diperoleh tingkat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Pemeliharaan Komponen utama dalam beternak puyuh baik yang bertujuan produksi hasil maupun pembibitan terdiri atas bibit, pakan serta manajemen. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N. EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM S.N. Rumerung* Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado, 95115 ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus)

SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SUPLEMENTASI GINSENG LIAR (Wild ginseng) PADA RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN MENCIT (Mus musculus) SKRIPSI SRINOLA YANDIANA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2009 di Laboratorium Pemulian Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, sedangkan analisis

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF

PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PENGARUH PERBEDAAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PERFORMA PERTUMBUHAN KELINCI LEPAS SAPIH PERANAKAN NEW ZEALAND WHITE SKRIPSI BADRI YUSUF PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1. 21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Januari 2010. Pemeliharaan ternak di Laboratorium Lapang, kandang blok B sapi perah bagian IPT Perah Departemen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Materi

METODE PENELITIAN. Materi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan data dalam penelitian studi perilaku dan pakan Owa Jawa (Hylobates moloch) di Pusat Studi Satwa Primata IPB dan Taman Nasional Gunung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pedet Pedet merupakan ternak replacement stock. Pemberian suplemen pada pedet prasapih pada awal laktasi diharapkan akan dapat mengendalikan penyebab terjadinya penurunan kemampuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Terrarium II Taman Margasatwa Ragunan (TMR), DKI Jakarta selama 2 bulan dari bulan September November 2011. 3.2 Materi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2011. Pemeliharaan domba dilakukan di kandang percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil sedangkan

Lebih terperinci

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan IPT Ruminansia Kecil serta Laboratorium IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci