HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Rumah Sakit Rumah Sakit Dustira merupakan rumah sakit rujukan tertinggi di wilayah Kodam III Siliwangi. Rumah sakit menempati areal tanah seluas 14 Ha dengan luas bangunan m 2. Rumah Sakit Dustira termasuk ke dalam tipe pelayanan rumah sakit kelas B yang memiliki 17 ruang rawat inap dan 502 tempat tidur dengan kelas perawatan VIP, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Selain itu, Rumah Sakit Dustira menyediakan pelayanan rawat jalan yang terdiri dari 17 poliklinik yang dibuka umum setiap hari. Pelayanan rawat inap ditujukan bagi pasien rujukan dari gawat darurat maupun unit rawat jalan. Rumah Sakit Dustira juga dilengkapi ruang UGD, ICU, kamar bedah, unit hemodialisa dan endoscopy. Pelayanan yang diberikan Rumah Sakit Dustira didukung oleh beberapa instalasi meliputi 1) Instalasi Rehab Medik, 2) Instalasi Radiologi, 3) Instalasi Farmasi/Apotek, 4) Instalasi Penunjang Perawatan (Gizi), 5) Instalasi Laboratorium Patologi Klinik, 6) Instalasi Pendidikan, dan 7) Instalasi Laboratorium Forensik dan Kedokteran Kehakiman Gambaran Umum Pelayanan Gizi di Rumah Sakit Pelayanan gizi rumah sakit (PGRS) adalah salah satu komponen sistem pelayanan di rumah sakit dan merupakan kegiatan pelayanan gizi untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit yaitu pasien rawat inap, pasien rawat jalan dan karyawan rumah sakit. Pelayanan gizi bagi pasien rawat inap merupakan terapi diit, sehingga makanan yang disajikan harus dapat memenuhi kebutuhan gizi dan membantu proses penyembuhan pasien. Sedangkan pelayanan gizi bagi pegawai berupa pemberian makanan yang dapat memberikan tambahan zat gizi untuk meningkatkan kesehatan pegawai sehingga pegawai dapat bekerja dengan baik. Instalasi Gizi di Rumah Sakit Dustira merupakan instalasi penunjang perawatan (Jangwat). Struktur Organisasi Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira dikepalai oleh seorang kepala instalasi yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Rumah Sakit. Kepala Instalasi Gizi dibantu oleh lima orang penanggungjawab yang membawahi unit produksi dan distribusi makanan, unit rawat inap, unit rawat jalan, unit penelitian dan pengembangan (Litbang) dan bagian administrasi. Setiap penanggungjawab

2 28 membawahi pegawai yang bertugas di sub unit gizi. Struktur organisai sub unit gizi dapat dilihat pada Lampiran 1. Ketenagakerjaan Pola ketenagaan Instalasi Gizi dalam melaksanakan tugasnya dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi Gizi. Tenaga kerja di Instalasi Gizi sebanyak 42 orang dengan perincian sebagai berikut : 3 orang petugas gudang, 2 orang petugas buah, 4 orang pemasak snack, 13 orang pemasak menu utama, 5 orang pemasak makanan diet dan makanan enteral, 5 orang pemasak makanan pegawai, 9 orang ahli gizi, dan 1 orang petugas administrasi. Sarana dan Prasarana Instalasi Gizi terletak di bagian belakang gedung Rumah Sakit Dustira. Pemilihan lokasi ini memudahkan proses produksi terutama saat penerimaan dan pendistribusian makanan ke pasien. Selain itu, tidak mengganggu pasien dan unit lainnya dengan suara-suara dan aroma makanan saat proses produksi (Keitser, 1990). Ruang Instalasi Gizi terbagi menjadi beberapa ruangan yaitu ruang penerimaan, gudang, ruang persiapan, ruang pengolahan, ruang penyajian, ruang administrasi, ruang karyawan, dan toilet. Denah Instalasi Gizi dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambaran Umum Jenis Makanan Secara umum jenis makanan yang dilayani di Instalasi Gizi terdiri dari makanan pegawai dan makanan pasien yaitu makanan makanan biasa, makanan lunak, makanan saring, makanan cair, dan makanan diit. Menu diit yang diberikan berupa menu diit Rendah Garam (RG), Diabetes Mellitus (DM), Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP), Rendah Purin (RP) dan Rendah Protein. Karakteristik Sampel Penjamah Makanan Enteral Sampel penjamah dalam penelitian ini adalah penjamah yang menangani proses pembuatan makanan enteral mulai dari tahap pengadaan bahan makanan, penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan, pengolahan makanan enteral, pewadahan dan pengemasan serta distribusi. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi RS Dustira dapat dilihat pada Tabel 5. Sampel penjamah makanan terdiri dari tiga orang laki-laki (30.0%) dan tujuh orang perempuan (70.0%). Berdasarkan Tabel 5, lebih dari separuh sampel penjamah (80.0%) berada pada usia tahun dan sisanya (20.0%) berada

3 29 Tabel 5 Sebaran sampel berdasarkan karakteristik penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi RS Dustira No Karakteristik Penjamah Jumlah n % 1 Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 2 Umur (tahun) a b c Pendidikan Terakhir a. SD b. SMP c. SMA/SMK 4 Lama bekerja (tahun) a. 2-6 b c d tahun 5 Pelatihan Sanitasi Higiene a. Pernah b. Belum pernah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah pada usia tahun. Usia termuda sampel penjamah adalah 26 tahun dan tertua yaitu 47 tahun dengan rata-rata umur sekitar 35 tahun. Tingkat pendidikan sampel penjamah makanan enteral dibagi menjadi SD, SMP, SMA/SMK dan akademi/pt. Separuh sampel penjamah makanan enteral (50.0%) memiliki tingkat pendidikan SMA/SMK, dan sebagian lainnya adalah SD (10.0%) dan SMP (40.0%). Penjamah makanan seharusnya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar mampu menangani pangan secara higienis (Hartono 2006). Lama bekerja dikategorikan menurut Sugiyono (2009) menjadi empat berdasarkan interval kelas, yaitu 2-6 tahun, 7-11 tahun, tahun, dan tahun. Berdasarkan Tabel 5, sebanyak 25% penjamah makanan enteral bekerja selama antara rentang 2-6 tahun dan tahun. Sebanyak 37.0% bekerja selama 7-11 tahun dan sisanya (13.0%) bekerja selama tahun. Lama bekerja tersingkat sampel penjamah adalah dua tahun dan terlama adalah 18 tahun. Penjamah makanan enteral di instalasi gizi belum pernah diberikan pelatihan mengenai higiene sanitasi. Pelatihan higiene sanitasi hanya diberikan

4 30 pada ahli gizi saja. Namun, ahli gizi memberikan pengetahuan yang mereka dapat dari pelatihan kepada para penjamah makanan enteral sehingga secara tidak langsung hal tersebut dapat meningkatkan pengetahuan mengenai higiene sanitasi penjamah makanan enteral. Gunarsa S dan Gunarsa YS (2008) menyatakan bahwa keterlibatan seseorang dalam proses pendidikan atau tingkat pendidikan yang dicapainya akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola, kerangka berpikir, persepsi dan pemahaman seseorang akan sesuatu. Selain itu, Hartono (2006) menambahkan pendidikan bagi penjamah makanan mengenai cara-cara penanganan makanan yang higienis merupakan unsur yang sangat menentukan di dalam mencegah penyakit bawaan makanan. Pengetahuan penjamah Menurut Soekanto (2002), pengetahuan merupakan kesan dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indera. Pengetahuan diperoleh oleh seseorang melalui pendidikan formal dan informal. Pengetahuan higiene sanitasi penjamah berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan higiene sanitasi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran sampel penjamah makanan enteral berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan higiene sanitasi No. Materi Pengetahuan Persentase (%) Kategori 1. Bahan pencemar makanan 75.0 Sedang 2. Penyakit bawaan makanan 95.0 Tinggi 3. Prinsip higiene sanitasi makanan 77.5 Sedang 4. Pencucian dan penyimpanan peralatan 90.0 Tinggi pengolahan makanan 5. Pemeliharaan kebersihan lingkungan 92.5 Tinggi 6. Higiene perorangan 90.0 Tinggi Berdasarkan Tabel 6, sebanyak 75.0% penjamah makanan enteral mampu menjawab dengan benar pertanyaan mengenai bahan pencemar makanan. Makanan dapat menjadi tidak aman bila terdapat kontaminasi pada makanan tersebut. Menurut Gaman dan Sherrington (1993), terdapat tiga penyebab pangan menjadi tidak aman yaitu keracunan karena kimiawi (pestisida), fisik (rambut dan batu), dan biologi (bakteri, virus, jamur). Pentingnya penjamah mengetahui bahan pencemar makanan dengan tujuan untuk meminimalisasi kontaminasi makanan. Pada pertanyaan-pertanyaan mengenai penyakit bawaan makanan, penjamah makanan enteral sebanyak 95.0% mampu menjawab dengan benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penjamah makanan enteral

5 31 telah memahami tentang penyakit bawaan makanan. Bahan makanan yang telah terkontaminasi akan menyebabkan perubahan rasa, warna, aroma, dan tekstur. Penjamah makanan enteral harus mengetahui keadaan bahan makanan yang baik dan terkontaminasi untuk meningkatkan kualitas mutu makanan, karena konsumen yang dilayani adalah pasien yang tergolong dalam kelompok rentan dan lebih berisiko untuk terjangkit infeksi dan intoksikasi bawaan makanan. Penjamah makanan enteral sebanyak 77.5% mampu menjawab dengan benar dan memahami pertanyaan mengenai prinsip higiene sanitasi makanan. Prinsip sanitasi dan higiene makanan sangat penting untuk diterapkan dengan tujuan untuk menghindari makanan menjadi tidak aman. Menurut Depkes (2004), prinsip higiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap empat factor yaitu, tempat, peralatan, orang dan bahan makanan. Selain itu terdapat empat prinsip sanitasi makanan yaitu : 1) pemilihan bahan makanan, 2) penyimpanan bahan makanan, 3) pengolahan makanan, dan 4) penyimpanan makanan masak. Berdasarkan Tabel 6, sebanyak 90.0% penjamah makanan enteral mampu menjawab dengan benar pertanyaan mengenai pencucian dan penyimpanan peralatan pengolahan makanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penjamah makanan enteral mampu memahami pencucian dan penyimpanan peralatan pengolahan makanan yang baik dan benar. Bila penjamah tidak melakukan pencucian dan penyimpanan peralatan dengan benar, peralatan tersebut dapat menjadi sumber pencemar makanan. Penyimpanan peralatan yang telah dibersihkan sebaiknya disimpan di tempat yang tepat untuk menghindari pencemaran, karena peralatan yang dipakai untuk mengolah makanan bila penanganannya tidak sesuai dapat menjadi sumber pencemaran makanan (Moehyi 1992). Sebanyak 92.5% penjamah makanan enteral dapat menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan mengenai pemeliharaan kebersihan lingkungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penjamah memahami pentingnya pemeliharaan kebersihan lingkungan. Pemeliharaan kebersihan lingkungan meliputi frekuensi pembuangan sampah, fasilitas sanitasi yang harus dimiliki tempat penyelnggaraan makanan, upaya pengendalian hama, dan keadaan air bersih. Pentingnya mengetahui tentang pemeliharaan kebersihan lingkungan yaitu untuk mendukung terciptanya lingkungan yang bersih dan aman dalam penyelenggaraan produksi makanan.

6 32 Pada pertanyaan-pertanyaan mengenai higiene perorangan, sebanyak 90.0% penjamah makanan enteral mampu menjawab dengan benar. Hal tersebut menunjukkan bahwa penjamah makanan enteral memahami pentingnya kebersihan diri, penggunaan baju khusus, penutup kepala dan tidak memakai perhiasan, serta kebiasaan yang tidak boleh dilakukan saat sedang mengolah makanan. Pentingnya personal higiene adalah untuk menghindari penularan penyakit yang berasal dari tubuh penjamah. Menurut Jennie (2000), penjamah yang terlibat dalam penyelenggaraan makanan menjadi salah satu penyebab terjadinya kontaminasi silang pada makanan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada penjamah makanan enteral kemudian diberi skor dan dikelompokkan menjadi ketegori rendah, sedang dan tinggi. Pengkategorian pengetahuan ini didasarkan pada Khomsan (2000), yakni baik atau tinggi dengan skor >80.0%, sedang dengan skor 60.0% hingga 80.0%, dan kurang dengan skor <60.0%. Tingkat pengetahuan higiene sanitasi penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi RS Dustira disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Tingkat pengetahuan higiene sanitasi penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi RS Dustira Tingkat pengetahuan Jumlah n % Kurang (<60.0%) Sedang (60.0%-80.0%) Baik (>80.0%) Total Berdasarkan Tabel 7, sebagian besar (90.0%) sampel penjamah makanan enteral sudah memiliki pengetahuan yang baik dan hanya 10.0% yang memiliki tingkat pengetahuan sedang. Menurut Soekanto (2002) tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang kerana berhubungan dengan daya nalar, pengalaman dan kejelasan mengenai objek tertentu. Perilaku Higiene Sanitasi Penjamah Pegawai yang terlibat dalam penyelenggaraan makanan dapat menjadi salah satu faktor risiko penyebab terjadinya kontaminasi silang pada makanan. Pegawai dapat terjangkit penyakit melalui bagian tubuhnya, seperti: kulit, mulut, rambut, kuku dan lainnya. Bagian-bagian tersebut jika tidak terawat dengan baik dan kotor merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba. Mikroba jika sudah berkembang biak di dalam tubuh

7 33 akan mengancam kesehatan tubuh. Tubuh yang tidak kuat memerangi mikroba, akan menjadi lemah dan akhirnya menjadi sakit. Penularan penyakit juga dapat terjadi melalui bagian-bagian tubuh tersebut. Para pegawai yang terinfeksi patogen dapat mengkontaminasi makanan. Kontaminasi ini dapat dihindari bila pegawai dilatih untuk menjaga higiene dan sanitasi personalia dengan baik (Jenie 2000). Penggunaan apron. Berdasarkan hasil pengamatan, seluruh penjamah menggunakan apron atau pakaian kerja khusus. Apron yang digunakan penjamah terbuat dari bahan katun dan berbentuk celemek. Apron hanya dipakai di Instalasi Gizi sehingga dapat mencegah kontaminasi debu dari luar Instalasi Gizi. Pencucian apron tidak dilakukan secara periodik. Apron tersebut dicuci bila sudah terlihat kotor. Menurut Moehyi (1992), penggantian dan pencucian apron secara periodik akan mengurangi risiko kontaminasi. Selain itu, apron yang bersih akan menjamin higiene dan sanitasi pengolahan makanan, karena tidak terdapat debu atau kotoran yang melekat pada pakaian yang secara tidak langsung dapat mencemari makanan. Penggunaan penutup rambut Penjamah yang menggunakan penutup rambut sebanyak 70.0%. Penutup kepala yang digunakan adalah jilbab dan topi (hair net) yang tidak menutupi rambut secara keseluruhan, sehingga masih memungkinkan jatuhnya rambut ke makanan. Rambut yang berasal dari kepala terkadang terkontaminasi oleh bakteri seperti Staphylococcus aureus dan bakteri lainnya, tetapi bukan merupakan sumber kontaminasi utama mikroba pada makanan (Jennie 2000). Rambut yang jatuh dalam makanan enteral merupakan jenis kontaminan fisik yang akan menurunkan kualitas makanan dan citra Instalasi Gizi. Penggunaan sepatu kedap air Penjamah makanan enteral di Instalasi Gizi tidak menggunakan sepatu kedap air, mereka lebih memilih menggunakan sandal karet dengan alasan lebih nyaman dan lebih memudahkan untuk bergerak pada saat bekerja. Sandal yang mereka gunakan khusus untuk digunakan di Instalasi Gizi. Tempat penyimpanannya di loker khusus karyawan. Hal tersebut tidak sejalan dengan peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (2011), bahwa atribut yang sebaiknya digunakan saat mengolah makanan adalah penutup kepala, apron

8 34 dan sepatu karet. Atribut tersebut sebaiknya digunakan untuk melindungi pencemaran terhadap makanan. Penggunaan sarung tangan Sebanyak 80.0% penjamah makanan enteral tidak menggunakan sarung tangan saat bekerja. Penjamah yang menggunakan sarung tangan adalah penjamah di bagian persiapan terutama penjamah yang menangani persiapan buah. Hal ini menunjukkan masih kurangnya kesadaran penjamah akan pentingnya menghindari kontaminasi dari tangan ke makanan. Tangan pegawai yang telah tercemar mikroorganisme patogen akan memindahkan mikroba tersebut ke pakaian atau serbet yang bersentuhan dengan makanan atau tangan tersebut (Jennie 2000). Kontaminasi dari tangan penjamah dapat dicegah dengan penggunaan sarung tangan. Instalasi Gizi menyediakan sarung tangan dispossable dalam jumlah yang cukup untuk seluruh pegawai, tetapi sarung tangan ini tidak digunakan dengan baik oleh penjamah. Menurut Moehyi (1992), cara lain untuk menghindari kontaminasi dari tangan pegawai adalah dengan tidak memegang makanan langsung dengan tangan, tetapi menggunakan sendok garpu atau alat pengambil makanan lainnya. Kebiasaan mencuci tangan Seluruh penjamah selalu mencuci tangan setiap akan melakukan pekerjaan, setelah keluar dari toilet, pada saat tangan kotor, dan setelah menangani bahan makanan. Namun, penjamah tidak mencuci tangan ketika beralih menangani bahan makanan lain seperti pada saat persiapan dan pengolahan. Keenganan untuk mencuci tangan karena dirasakan memakan waktu dan merasa bahwa tangan sudah besih. Pegawai yang menangani bahan makanan harus mencuci tangan sebelum menangani makanan masak, sehingga tidak ada organisme patogen yang dapat hidup didalamnya (Jennie 2000). Selain itu menurut Arisman (2009) tangan perlu dicuci karena ribuan jasad renik, baik flora normal maupun cemaran, menempel di tempat tersebut dan mudah sekali berpindah ke makanan yang tersentuh. Kendala yang dihadapi untuk menghindari kontaminasi dari tangan pegawai adalah tidak disediakannya fasilitas cuci tangan yang memadai terutama sabun dan lap pengering, sehingga tangan pegawai yang sudah dicuci masih berisiko mengandung mikroba dan akan mengkontaminasi makanan.

9 35 Pencucian yang baik menurut Fardiaz (1999) adalah dengan membasahi tangan di bawah air hangat yang mengalir, tangan diberi sabun dan digosok selama 15 detik, kemudian dibilas dan dikeringkan dengan handuk kertas. Penggunaan penutup muka (masker) Masker dapat menahan kontaminasi dari mulut dan hidung. Berdasarkan hasil pengamatan, tidak ada pegawai yang menggunakan masker pada saat pengolahan makanan enteral. Hal tersebut dikarenakan pihak Instalasi Gizi tidak menyediakan masker untuk digunakan penjamah pada saat proses produksi. Menurut Jennie (2000), mulut dan hidung merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba terutama pada saat berkeringat. Mikroba ini dapat mengkontaminasi makanan melalui udara. Penggunaan masker dapat meningkatkan pertumbuhan mikroba. Udara akan menjadi lebih pengap atau panas saat penggunaan masker, sehingga terjadi pengeluaran keringat yang lebih banyak. Hal tersebut dapat diantisipasi dengan mengurangi kebiasaan berbicara, tertawa dan memegang muka saat bekerja (Marriot 1997). Perilaku saat bekerja Perilaku saat bekerja yang sering dilakukan penjamah adalah berbicara saat bekerja. Berbicara saat bekerja memungkinkan jatuhnya air liur dan kotoran lain dari mulut ke bahan makanan yang dipersiapkan (Jennie 2000). Selain itu penggunaan perhiasan dan kosmetik pada pegawai wanita masih dilakukan. Sebanyak 40.0% penjamah makanan enteral terutama penjamah wanita masih menggunakan perhiasan pada saat mengolah makanan. Perhiasan yang sering dipergunakan adalah cincin. Tangan yang dilengkapi perhiasan akan sulit dicuci sampai bersih karena adanya lekukan perhiasan dan permukaan kulit disekitar perhiasan. Sisa-sisa makanan dapat menempel pada perhiasan sehingga mikroba dapat tumbuh dan berpindah ke makanan (Sambas 1991). Perhiasan tidak boleh digunakan saat menangani makanan karena dikawatirkan masuk dan jatuh dalam makanan tanpa dapat dicegah dan disadari, hal tersebut dapat mencemari makanan (Depkes 2002). Fasilitas Fisik dan Sanitasi Fasilitas fisik dan sanitasi di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira diobservasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/ PER/VI/2011 yang diukur berdasarkan jumlah skor dan kategori. Hasil observasi terhadap fasilitas fisik dan sanitasi Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira dapat dilihat pada Tabel 8.

10 36 Tabel 8 Fasilitas Fisik dan Sanitasi di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira No. Fasilitas Fisik dan Sanitasi Bobot Nilai Skor (%) 1 Halaman bersih, rapi, kering, dan berjarak sedikitnya meter dari sarang lalat/tempat pembuangan sampah, serta tidak tercium bau busuk atau tidak sedap yang berasal dari sumber pencemaran 2 Konstruksi bangunan kuat, aman, terpelihara, bersih dan bebas dari barang-barang yang tidak berguna atau barang sisa 3 Lantai kedap air, rata, tidak licin, tidak retak, terpelihara, dan mudah dibersihkan 4 Dinding dan langit-langit dibuat dengan baik, terpelihara dan bebas dari debu 5 Bagian dinding yang kena percikan air dilapisi bahan kedap air setinggi 2 meter dari lantai 6 Pintu dan jendela dibuat dengan baik dan kuat. Pintu dibuat menutup sendiri, membuka kedua arah, dan dipasang alat penahan lalat dan bau. Pintu dapur membuka kearah luar 7 Pencahayaan sesuai dengan kebutuhan dan tidak menimbulkan bayangan. Kuat cahaya sedikitnya 10 fc pada bidang kerja. 8 Ruang pengolahan maupun peralatan dilengkapi ventilasi yang baik sehingga terjadi sirkulasi udara dan tidak pengap 9 Sumber air bersih aman, jumlah cukup dan bertekanan Pembuangan air limbah dari dapur, kamar mandi, WC dan saluran air hujan lancer, baik dan tidak menggenang 11 Jumlah fasilitas cuci tangan dan toilet cukup, tersedia sabun, nyaman dipakai dan mudah dibersihkan 12 Tersedia tempat sampah yang cukup, bertutup, anti lalat, kecoa, tikus dan dilapisi kantong plastic yang selalu diangka setiap kali penuh 13 Tersedia luas lantai yang cukup untuk pekerja pada bangunan, dan terpisah dengan tempat tidur atau tempat mencuci pakaian 14 Perlindungan terhadap serangga, tikus, hewan peliharaan, dan hewan pengganggu lainnya 15 Ruangan bersih dari barang yang tidak berguna. Barang tersebut disimpan rapi di gudang 16 Pertemuan sudut lantai dan dinding lengkung (konus) Ruang pengolahan tidak dipakai sebagai ruang tidur Alat pembuangan asap dilengkapi filter (penyaring) Jumlah ,6 Berdasarkan Tabel 8, setelah dilakukan penilaian, skor yang didapat adalah 83.6%. Total skor sebesar 83.6% berada dalam kisaran 83%-92%. Artinya, rumah sakit secara umum laik fasilitas fisik dan sanitasi dengan tingkat mutu golongan B berdasarkan Permenkes no. 1096/Menkes/PER/VI/2011.

11 37 Lokasi. Bangunan Instalasi Gizi tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, dan sumber pencemaran lainnya sehingga tidak tercium bau busuk. Selain itu, halaman Instalasi Gizi terlihat bersih, tidak bersemak, dan tidak banyak lalat. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (2011). Keadaan konstruksi. Bangunan Instalasi Gizi terletak di bagian belakang gedung Rumah Sakit Dustira. Pemilihan lokasi di belakang gedung Rumah Sakit akan memudahkan proses penerimaan bahan makanan maupun distribusi makanan ke pasien. Bangunan dibagi menjadi beberapa ruangan yang didesain sedemikian rupa sehingga arus kerja dan lalu lintas pegawai lancar dan teratur. Di beberapa ruangan terdapat barang-barang yang tidak berguna seperti tumpukan kardus dan plastik bekas. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (2011), ruangan harus bersih dari barang yang tidak berguna, karena dapat mengundang serangga atau hewan pengerat. Lantai dan dinding Lantai ruang instalasi gizi tidak licin dan mudah dibersihkan, namun ada beberapa lantai yang retak dan bolong sehingga memungkinkan adanya timbunan kotoran di sela-sela lantai yang retak tersebut. Seharusnya lantai dibuat kuat, tidak mudah rusak, permukaan lantai harus dibuat kedap air dan tidak ada retakan dan sambungan, tidak licin dan tahan terhadap pembersihan, jika terdapat retakan dan sambungan harus segera diperbaiki (Depkes 2002). Jadwal pembersihan lantai selalu dilakukan setiap hari dan setiap lantai kotor. Kegiatan pembersihan yang biasa dilakukan yaitu menyapu sampah-sampah yang berserakan dan mengepel genangan air atau kotoran yang menempel. Dinding pengolahan makanan enteral yang selalu terkena percikan air menggunakan porselen dengan tinggi 2 m dan warnanya memantulkan cahaya. Lapisan porselen tidak mudah kotor bila terkena asap atau debu dan mudah dibersihkan. Sudut antara dinding dengan lantai tidak berbentuk lengkung (conus). Hal tersebut dapat menimbulkan risiko tertimbunnya debu diantara sudut-sudut tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (2011) sudut dinding dengan lantai berbentuk lengkung dimaksudkan untuk memudahkan dalam pembersihan dan agar tidak menyimpan debu atau kotoran.

12 38 Langit-langit. Bidang langit-langit di Instalasi Gizi menutupi seluruh atap bangunan dan terbuat dari bahan yang permukaannya rata serta mudah dibersihkan. Tinggi langit-langit >2,4m di atas lantai, kondisi langit-langit tidak mudah mengelupas namun agak sedikit kotor. Pembersihan langit-langit dilakukan setiap 1 bulan sekali. Menurut Permenkes (2011), langit-langit harus menutup seluruh atap bangunan, serta tinggi langit-langit minimal 2,4 meter di atas lantai. Pintu dan jendela. Pintu di Instalasi Gizi mengarah ke luar. Pada saat proses pengolahan berlangsung, pintu selalu terbuka lebar dan tidak pernah ditutup. Hal ini bertujuan agar cahaya matahari dapat masuk ke dalam ruangan pengolahan. Namun, hal tersebut dapat meningkatkan risiko debu yang berada di luar ruangan dan serangga (lalat) atau hewan lain dapat masuk dengan bebas ke ruang pengolahan. Jendela di bangunan Instalasi Gizi tidak dilengkapi dengan kawat kasa (anti serangga). Jadwal pembersihan jendela dilakukan setiap hari pada saat pengolahan berlangsung. Depkes (2002) menyatakan bahwa seluruh pintu dan jendela pada bangunan yang dipergunakan untuk pengolahan harus membuka ke arah luar. Pintu ruangan pengolahan harus dapat menutup sendiri. Hal ini untuk memudahkan penyelamatan diri pada waktu keadaan darurat. Pencahayaan dan ventilasi. Pencahayaan di ruang pengolahan cukup terang dan tidak menimbulkan bayangan. Pencahayaan di ruang pengolahan lebih mengutamakan cahaya yang berasal dari luar ruangan (cahaya matahari) karena pintu yang terbuka lebar. Sedangkan pencahayaan di ruangan lain cukup terang karena dibantu oleh lampu. Ruangan Instalasi Gizi memiliki ventilasi yang menjamin peredaran udara dengan baik. Terdapat exhausher fan di ruang pengolahan yang berfungsi untuk menjaga alur udara tetap baik dan menghilangkan asap atau debu yang masuk ke ruangan. Menurut Subandriyo (1993), tinggi ventilasi sekurang-kurangnya 1 m dari lantai. Ventilasi pada bangunan tidak boleh terakumulasi debu dan dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah masuknya serangga. Selain itu Fardiaz (1999) menambahkan, kontrol suhu udara juga dapat dilakukan dengan menggunakan sistem aliran udara (exhauster fan). Mekanisme kerja exhauster fan harus diatur sehingga udara tidak mengalir dari tempat kotor ke tempat bersih.

13 39 Tempat pencucian. Tempat pencucian alat kadang suka digabung dengan pencucian bahan makanan, begitu juga sebaliknya. Tempat pencucian alat berbentuk wastafel dan keadaannya agak berkarat. Tempat pencucian alat ada di ruang persiapan dan di ruang pengolahan. Menurut Jennie (2000) dalam pengolahan pangan, wadah dan alat pengolahan yang kotor serta mengandung mikroba merupakan salah satu sumber kontaminasi. Mencuci peralatan menjadi bersih dapat menghindari peluang terjadinya kontaminan. Instalasi gizi memiliki tempat cuci tangan bagi pegawai, namun fasilitas cuci tangan tersebut rusak sehingga pegawai mencuci tangan dimana saja, terutama ditempat pencucian bahan makanan atau tempat pencucian alat. Di tempat pencucian alat atau bahan makanan tidak ditemukan fasilitas cuci tangan seperti lap kering untuk mengeringkan tangan. Tidak adanya lap pengering akan menghambat pegawai untuk mencuci tangan dengan baik, maka tangan yang digunakan untuk mengolah tidak terjamin bersih dan bebas dari mikroba dan kotoran yang menempel. Tempat pencucian di Instalasi Gizi tidak dilengkapi dengan saluran air panas. Idealnya tempat cuci tangan terpisah dari tempat cuci peralatan maupun bahan makanan dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran pembuangannya tertutup, bak penampung air dan alat pengering. Sumber air bersih. Sistem penyediaan air bersih di Instalasi Gizi berasal dari sumur, sehingga dilakukan pemeriksaan kualitas air bersih setiap enam bulan sekali untuk mengetahui kualitas air yang digunakan dan kemungkinan terjadinya kontaminasi dari air. Air bersih di Instalasi Gizi cukup untuk seluruh kegiatan penyelenggaraan makanan. Kualitas air bersih berdasarkan kategori uji fisik dan kimia sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku, namun belum memenuhi syarat untuk kategori mikrobiologi. Pemasakan atau perebusan air yang akan digunakan untuk pengolahan dapat meminimalisasi atau menghilangkan mikroba yang ada pada air tersebut. Tempat sampah. Sarana tempat sampah yang digunakan di Instalasi Gizi kurang memenuhi syarat. Tempat sampah yang ada di instalasi gizi berjumlah tiga buah. Berdasarkan hasil pengamatan tempat sampah tidak dipisahkan antara sampah basah (organic) dan sampah kering (anorganic). Tempat sampah terlihat agak kotor dan kondisinya tidak tertutup. Kondisi tempat sampah yang terbuka

14 40 akan mengkontaminasi makanan melalui debu dan kotoran dari tempat sampah yang terbawa udara. Debu dan kotoran tersebut mengandung mikroba dari sampah di dalamnya. Menurut Depkes (2000), seharusnya tempat sampah mempunyai tutup dan dilapisi plastik sehingga mudah dibersihkan dan tidak mengkontaminasi makanan serta terlindung dari serangga serta hewan lainnya. Jadwal pembuangan sampah dilakukan setiap hari dan saat tempat sampah sudah penuh. Penyelenggaraan Makanan Enteral di Instalasi Gizi RS Dustira Makanan enteral diproduksi oleh Instalasi Gizi Rumah Sakit diberikan untuk pasien rawat inap yang tidak dapat mengkonsumsi makanan secara oral dengan optimal. Penyelenggaraan makanan enteral di instalasi gizi melalui beberapa tahapan produksi yang meliputi tahap-tahap sebagai berikut : 1) Perencanaan menu, 2) Pengadaan bahan makanan, 3) Penerimaan bahan makanan, 4) Penyimpanan bahan makanan, 5) Persiapan dan pengolahan, 6) Pewadahan, dan 7) Distribusi. Perencanaan menu. Perencanaan menu makanan enteral bagi pasien di Rumah Sakit Dustira tidak dibedakan berdasarkan kelas perawatan, namun berdasarkan kondisi kesehatan masing-masing pasien. Tatalaksana makanan enteral disesuaikan dengan kondisi kesehatan dan status gizi pasien. Standar porsi yang diberikan kepada pasien sesuai dengan kebutuhan gizi dan kondisi kesehatan tiap pasien. Jenis menu makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira yaitu untuk pasien dengan penyakit DM dan komplikasinya, ginjal dan komplikasinya, jantung dan komplikasinya, hati, ODHA, gastritis, pasca operasi, dan stroke. Perencanaan formulasi menu makanan enteral bagi pasien yang memerlukan terapi diit khusus, seperti salah satunya diit diabetes mellitus (DM) yang membedakan hanya penggunaan bahan pangan seperti gula dan susu. Pasien DM akan diberikan bahan makanan khusus seperti susu dan gula khusus untuk penyakit DM. Menu makanan enteral terbagi menjadi dua, meliputi makanan enteral diet khusus yaitu makanan enteral untuk pasien yang diberikan terapi diit khusus seperti DM, ginjal, jantung dan lain-lain, serta makanan enteral biasa yaitu makanan enteral untuk pasien yang tidak diberikan terapi diit khusus seperti pasien luka bakar dan pasca operasi. Beberapa formulasi makanan cair biasa dan makanan cair diet khusus disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10.

15 41 Tabel 9 Formulasi Menu Makanan Cair Biasa Bahan Pangan URT Perkiraan Berat Kandungan Zat Gizi (kal) Tepung beras 12 sdm 75 gr 263 Telur ayam 1 btr 55 gr 75 Putih telur 2 btr 70 gr 100 Susu full cream 9 sdm 45 gr 225 Gula 7 sdm 90 gr 350 Margarine 1.5 sdt 7.5 gr 75 Air 1000 ml 1000 ml - Sumber : Resep makanan cair biasa Instalasi Gizi RS Dustira Tabel 10 Formulasi Menu Makanan Cair Diet Khusus Bahan Pangan Jantung (2100 kkal) ml (10x) 1 ml = 1.5 kal URT Perkiraan Kandungan Berat Energi (kkal) URT Ginjal (1250 kkal) ml (6x) 1 ml = 1 kal Perkiraan Kandungan Berat Energi (kkal) DM (1400 kkal) ml (6x) 1 ml = 1 kal URT Perkiraan Kandungan Berat Energi (kkal) Tepung beras 24 sdm 150 gr sdm gr sdm 175 gr 613 Telur ayam 3 btr 165 gr btr 110 gr btr 110 gr 150 Putih telur 2 btr 70 gr btr 70 gr btr 105 gr 150 Susu 9 sdm 45 gr sdm 45 gr sdm 60 gr 300 Buah 4 ptg bsr ptg bsr 150 gr Sayur 2 gls gls 100 gr 25 Gula 7.5 sdm 100 gr sdm 26 gr Margarine 5 sdt 25 gr sdt 10 gr sdt 15 gr 150 Air 1400 ml 1400 ml ml 1250 ml ml 1400 ml - Sumber : Resep makanan cair diet khusus Instalasi Gizi RS Dustira 41

16 42 Tabel 9 dan 10 menunjukkan bahwa formulasi menu makanan enteral yang ditetapkan oleh Instalasi Gizi disesuaikan dengan kebutuhan gizi masingmasing pasien. Contohnya pasien dengan diit ginjal yang kebutuhan gizinya sekitar 1250 kkal, maka pasien akan diberikan makanan enteral dengan volume ± 1250 ml untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Tanra (1998) menyatakan bahwa salah satu syarat makanan enteral yang harus dipenuhi adalah memiliki kepadatan kalori yang tinggi. Kepadatan kalori yang ideal adalah 1 kkal/ml cairan dan Hartono (2000) menambahkan, 1 ml makanan enteral umumnya dibuat setara dengan 1 kalori. Selain itu, ahli gizi juga mempertimbangkan jika asupan cairan pasien harus dibatasi maka formula 1,5 atau 2 kkal/ml akan diberikan. Contohnya pada pasien dengan penyakit jantung yang asupan cairannya harus dibatasi, maka ahli gizi membuat formula sesuai dengan kebutuhan gizi pasien yaitu 2100 kkal dengan volume cairan sebanyak 1400 ml. Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap 1 ml makanan enteral mengandung 1.5 kkal. Thaha (1998) mengemukakan bahwa formula standar untuk kebanyakan pasien adalah 1 kkal/ml, namun jika cairan harus dibatasi maka lebih cocok diberikan formula 1.5 atau 2 kkal/ml. Pengadaan bahan pangan. Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira melakukan pengadaan bahan pangan melalui rekanan. Rekanan memasok bahan pangan sesuai dengan kriteria mutu yang telah dibuat oleh instalasi gizi, baik jumlah, mutu maupun kualitas. Umumnya setiap penyelenggaraan makanan di rumah sakit selalu menetapkan kriteria mutu bahan makanan yang dibuat oleh instalasi gizi. Hal ini bertujuan untuk memperoleh mutu yang baik. Kriteria mutu antara lain segar, utuh, tidak rusak, wadah/kemasan asli, terdaftar, dan tidak kadaluarsa. Bahan pangan pembuat makanan enteral seperti sayur dan buah dipasok setiap hari, telur dipasok setiap tiga hari sekali, sedangkan susu, margarin dan gula dipasok setiap 15 hari sekali. Kriteria mutu yang ditetapkan oleh instalasi gizi Rumah Sakit Dustira adalah kategori umum yang biasa digunakan untuk ukuran rumah tangga dan belum menunjukkan kualitas bahan makanan yang sebenarnya. Menurut Keister (1990), spesifikasi tersebut kurang tepat bila digunakan untuk penyelenggaraan makanan institusi karena tidak mendefinisikan secara lengkap kriteria mutu tiap bahan makanan, terutama mengenai mutu organoleptik dan ciri fisik. Kriteria

17 43 mutu yang ditetapkan Instalasi Gizi untuk kelompok bahan makanan pembuat makanan enteral dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Spesifikasi mutu pada bahan pangan pembuat makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira Bahan makanan Spesifikasi Satuan Beras Tidak berkutu, bersih, tidak ada kerikil Kg Telur ayam Segar, kulit bersih, ±15-16 btr/kg, tidak busuk, warna Kg coklat muda. Susu gram, tidak kadaluarsa, tidak penyok, Dus tidak apek Gula Kering, putih, bersih, dalam negeri. kg per Kg karung, karung bukan bekas pupuk atau bahan kimia lainnya, local, halus. Margarine Berasal dari tumbuhan, murni berkualitas baik, izin Kg depkes, kemasan 200 gr/kemasan Papaya Segar, tua, manis, warna merah jingga, tidak busuk, Kg tidak bonyok, bentuk beraturan, minimal 2 kg/buah Melon Masak, manis, tua harum, min 2 kg/buah, tidak busuk, Kg tidak bonyok, utuh Wortel Segar, muda, bersih, tanpa batang, daun dan akar ±8- Kg 10 bh/kg Bayam Segar, muda, bersih tidak berakar, batang ± 5 cm, Kg tidak berbulu. Labu siam Segar, muda, bersih, tidak berulat Kg Sumber : Spesifikasi bahan makanan Instalasi Gizi RS Dustira Tabel 11 menunjukkan kriteria mutu untuk sayur dan buah tidak mendefinisikan secara lengkap mengenai aspek mutu. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992) sayuran yang baik dapat diketahui dengan memperhatikan mutu organoleptik seperti warna aroma tekstur. Sayuran yang segar akan berwarna hijau atau orange cerah, tidak ada luka, cacat, atau noda, dan tidak berair. Instalasi gizi tidak menetapkan spesifikasi untuk tepung beras karena tidak memesan dari rekanan. Tepung beras yang digunakan oleh Instalasi gizi adalah tepung beras hasil gilingan dari butiran beras yang dibuat menjadi tepung. Kriteria umum mutu yang baik untuk bahan pangan disajikan pada Tabel 12. Penerimaan Bahan Pangan. Tahap penerimaan bahan pangan adalah suatu proses kegiatan yang meliputi pemeriksaan, penelitian, pencatatan, pengambilan keputusan dan pelaporan spesifikasi bahan makanan menurut permintaan (Subandriyo 1993). Kegiatan penerimaan bahan pangan dilakukan di ruangan penerimaan oleh petugas penerimaan yang merangkap sebagai petugas gudang, tidak ada tim atau bagian khusus yang menangani proses penerimaan. Kondisi yang ideal adalah menempatkan orang yang memiliki pengetahuan mengenai kualitas bahan pangan karena kegiatan ini berkaian dengan pemeriksaan kesesuaian

18 44 Tabel 12 Kriteria umum mutu pada bahan pangan Bahan makanan Kriteria mutu Beras Warna agak putih dan sedikit mengkilat, butiran-butiran biji beras tampak utuh dan tidak banyak yang patah, tidak mengeluarkan bau yang tidak wajar, bersih dari berbagai kotoran, seperti debu, ulat atau kutu beras, dan pasir. Tepung beras Butiran kering, tidak lembab/basah, bersih dari berbagai kotoran seperti kutu/serangga dan kerikil. Telur ayam Kulit telur masih utuh dan tidak retak, jika dilihat di sinar terang, telur tampak jernih, tenggelam jika dimasukkan ke dalam air, tidak berbunyi jika digoyang-goyang, kuning telur masih bulat dan terletak di tengah-tengah, tidak mengeluarkan bau yang tidak sedap. Tepung susu Butiran kering, tidak lembab/basah, aroma khas, tidak ada kutu (komersial) atau serangga, tidak kadaluarsa, memiliki label dan merk, terdaftar dan mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak. Gula pasir Kering, putih, tidak lembab, tidak ada serangga, warna mengkilap, rasa manis Margarine Kemasan utuh, berisi penuh, tidak ada bagian yang dimakan serangga, tidak kadaluarsa, warna kuning mengkilap, memiliki label dan merk, terdaftar dan mempunyai nomor daftar. Papaya Warna sesuai warna bawaan, tidak ada warna tambahan, kulit utuh, tidak rusak/busuk, bersih, warna daging merah jingga, beraroma khas, tekstur lunak. Melon Bentuk bulat, kulit utuh, tidak rusak/cacat, bersih, matang, manis Wortel Warna orange cerah, tidak ada noda hitam, bersih, tekstur agak keras/tidak lunak, tidak berair Bayam Warna hijau cerah, tidak ada bagian yang terpotong yang berwarna coklat, tidak ada yang busuk atau rusak, utuh, tidak layu, tidak berair, bersih, tidak berulat. Labu siam Warna hijau, tidak ada bagian yang luka/berlubang, bersih, tidak lunak, tidak berulat, tidak berair, segar Sumber : Muchtadi & Sugiyono (1992), Permenkes (2011) bahan pangan yang diterima dengan yang dipesan. Kegiatan penerimaan yang dilakukan berupa pemeriksaan surat jalan yang berisi jenis dan jumlah bahan yang dipesan, jenis dan jumlah bahan yang dikirim, serta spesifikasi mutu setiap bahan yang harus dipenuhi. Peralatan yang tersedia di ruang penerimaan yaitu timbangan. Timbangan digunakan untuk memeriksa kesesuaian berat bahan makanan yang dipesan dengan berat bahan makanan yang diterima. Telur yang diterima, diperiksa secara seksama oleh petugas penerima bahan pangan dengan aspek yang di lihat yaitu keutuhan telur, kesegaran telur, dan jumlah yang dipesan. Pengendalian mutu yang dilakukan oleh petugas penerima untuk bahan pangan telur yaitu dengan memeriksa secara seksama kesegaran telur, bila ada telur yang busuk akan segera di buang dan segera meminta ganti kepada rekanan. Penerimaan bahan makanan kemasan seperti susu, gula, dan margarine diterima setiap 15 hari sekali, dan pemeriksaan

19 45 dilakukan dengan memeriksa label atau kemasan yang digunakan, tanggal kadaluarsa, keutuhan serta jumlah yang dipesan. Pengendalian mutu yang dilakukan adalah meminta bahan pangan pengganti bila ditemukan bahan pangan yang tidak layak pakai. Penerimaan sayuran dan buah-buahan dilakukan dengan cara ditimbang dan dicatat terlebih dahulu, namun karena tidak ada meja penerimaan sehingga sayuran dan buah yang telah ditimbang diletakkan di lantai begitu saja. Pemeriksaan sayur dan buah yang diperhatikan adalah kesesuaian jenis, jumlah dan berat yang telah dipesan. Kesegaran dan keutuhan sayur dan buah kurang diperhatikan. Pemasok bahan makanan tidak memperhatikan suhu dalam alat angkut maupun wadah yang digunakan saat pengiriman dari tempat pemasok ke Instalasi Gizi, sehingga mengakibatkan perubahan struktur dan fisiologis yang ditunjukkan dengan beberapa sayuran yang layu. Sayuran yang layu tidak dikembalikan kepada pemasok, namun pengendalian mutu yang dilakukan oleh petugas pada sayuran dilakukan pada saat tahap persiapan yaitu dengan cara memilih bagian sayuran yang masih segar dan dapat dimakan. Wadah yang digunakan oleh pemasok hanya berupa plastik. Sebaiknya wadah yang digunakan dapat menjaga suhu dan keutuhan bahan pangan yang akan digunakan serta dapat mencegah kontaminasi dari bahan pangan lain ataupun dari hewan seperti serangga, maupun hama. Tabel 13 menunjukkan hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap penerimaan bahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira. Berdasarkan Tabel 13, higiene sanitasi pada tahap penerimaan bahan pangan sudah memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011, yaitu 93.3%. Tabel 13 Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap penerimaan bahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira No. Penerimaan Kisaran Nilai Skor (%) Nilai* Pengamatan 1. Bahan dan keutuhannya Tenaga penanggung jawab Peralatan Jumlah *) Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011 Penyimpanan bahan pangan. Menurut Mukrie (1990), tujuan penyimpanan adalah mempertahankan mutu, melindungi bahan makanan, melayani kebutuhan bahan makanan dalam macam dan jumlah dengan mutu dan waktu yang tepat serta untuk menyediakan

20 46 persediaan bahan makanan dalam macam, jumlah, dan mutu yang memadai. Menurut Moehyi (1992), penyimpanan bahan makanan harus dipisahkan menurut jenisnya. Di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira, penyimpanan bahan makanan untuk membuat makanan enteral tersimpan dalam tiga gudang, yaitu gudang kering, gudang basah dan gudang harian. Gudang kering. Beras, tepung beras, gula pasir dan mentega disimpan di gudang kering. Di gudang kering bahan pangan diletakkan dilantai dan tidak terdapat rak penyimpanan. Gudang kering juga sering digunakan untuk menyimpan bahan pangan seperti pisang. Pisang adalah buah yang mudah busuk karena kadar airnya yang cukup tinggi. Penempatan buah pisang di gudang kering dapat menimbulkan kontaminasi silang pada bahan pangan kering lain, seperti tepung-tepungan. Penempatan buah pisang di gudang kering akan membuat tekstur tepung menjadi lembab. Tepung yang lembab akan mudah untuk ditumbuhi oleh jamur dan kapang. Selain itu, terdapat banyak karduskardus kosong serta plastik bekas berserakan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (2011), ruangan harus bersih dari barang yang tidak berguna, karena dapat mengundang serangga atau hewan pengerat. Pemasukan bahan makanan dicatat dan dilaporkan setiap bulan. Gudang selalu dikunci pada saat tidak ada kegiatan dan dibuka pada waktu-waktu tertentu. Pegawai yang keluar masuk gudang hanya pegawai yang telah ditentukan. Pencahayaan di gudang bahan makanan kering cukup terang. Keadaan lantai cukup bersih, namun terdapat banyak kardus-kardus kosong serta plastik bekas berserakan. Gudang basah. Gudang basah digunakan untuk menyimpan bahan pangan yang tidak tahan lama serta mudah busuk seperti hewani, sayur dan buah. Gudang basah memiliki tiga jenis tempat penyimpanan yaitu freezer, chiler dan rak terbuka. Namun untuk bahan pangan pembuat makanan enteral yang digunakan hanya chiller dan rak terbuka. Sayur dan buah disimpan di chiller dengan suhu 12 0 C, adapula beberapa buah yang disimpan di rak terbuka. Buah yang telah dipotong dan disimpan di rak terbuka dikemas dengan menggunakan plastik wrapping. Selain itu, telur juga disimpan di rak terbuka. Telur disimpan digudang penyimpanan paling lama 2 hari. Telur akan mengalami kerusakan jika tidak disimpan pada suhu rendah atau refrigerator, tetapi Syarief dan Halid (1992) menyatakan bahwa telur yang disimpan pada suhu kamar ( C)

21 47 masih berada dalam kondisi yang baik dan aman dikonsumsi dalam jangka waktu satu hari. Gudang harian. Gudang harian merupakan gudang untuk menyimpan bahan kemasan atau alat makan disposable, makanan diet khusus, dan bahan makanan kering yang tidak habis pakai seperti susu, agar-agar, tepung maizena, dan lainnya. Gudang harian berupa lemari kaca tertutup yang terdapat dalam ruangan komputer. Pengeluaran bahan pangan di gudang harian sudah menggunakan sistem first in fist out (FIFO). Sistematika penyimpanan dan penyusunan bahan makanan menggunakan prinsip FIFO, artinya bahan makanan yang terlebih dahulu masuk dan yang mendekati masa kadaluarsa harus keluar lebih dulu dengan penyusunan menurut jenis dan frekuensi pemakaian (Fardiaz 1999). Hasil pengamatan menunjukkan tidak adanya kode, tanggal masuk, maupun tanggal kadaluarsa pada bahan yang disimpan, sistem yang digunakan hanya memindahkan bahan makanan yang lama ke depan dan menyimpanan bahan makanan yang baru di belakang. Penyimpanan bahan makanan di lemari penyimpanan gudang harian sudah perjenis bahan makanan, namun dikarenakan terlalu banyak bahan makanan yang disimpan dalam lemari sehingga terdapat bahan makanan yang tertutup atau terhalangi oleh bahan makanan lain yang berbeda jenis, seperti penempatan susu komersial terhalangi oleh bahan pangan kemasan (tepung maizena atau coklat bubuk). Hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan dalam sistem FIFO yang mereka gunakan. Lemari penyimpanan berjarak kurang dari 2 cm dari dinding, dan berjarak kurang dari 15 cm dari lantai. Menurut Moehyi (1992), tinggi rak sebaiknya berjarak 5 cm dari dinding dan minimal 15 cm dari atas lantai sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik. Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap penyimpanan bahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14, higiene sanitasi pada tahap penyimpanan bahan pangan belum memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011, yaitu 85.0%. Berdasarkan pengamatan di gudang harian banyak terdapat kardus yang tidak terpakai dan disimpan di bawah meja. Hal ini dapat menjadi peluang bagi hewan seperti serangga atau hewan pengerat untuk berkembang biak. Berdasarkan pengamatan terdapat serangga seperti kecoa dan laba-laba di gudang harian. Menurut Depkes (2002), tempat

22 48 penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lain. Tabel 14 Hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap penyimpanan bahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira No. Penyimpanan Kisaran Nilai Skor (%) Nilai* Pengamatan 1. Suhu dan waktu penyimpanan Tempat untuk menyimpan makanan Pencegahan kontaminasi silang Fasilitas fisik dan sanitasi Jumlah *) Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011 Persiapan dan pengolahan makanan. Proses pengolahan makanan enteral terdiri dari proses persiapan dan pemasakan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan yaitu mencuci alat yang akan digunakan dengan sabun cuci. Menurut Subandriyo (1993), pencucian dapat melarutkan kotoran yang mungkin masih ada. Tahap persiapan lainnya yaitu menggiling beras dengan alat penggilingan untuk menghasilkan tepung beras, pencucian dan pemotongan sayur dan buah. Pengamatan menunjukkan bahwa beberapa sayur tidak dicuci terlebih dahulu sebelum dipotong. Pencucian sayur dilakukan setelah dipotong dengan menggunakan air mengalir. Hal ini akan menyebabkan kehilangan sejumlah zat gizi. Pengamatan pada proses persiapan menunjukkan kemungkinan terjadinya kontaminasi silang yang berasal dari alat persiapan dan penjamah. Alat persiapan yang akan digunakan tidak dibersihkan terlebih dahulu, selain itu alat digunakan secara bergantian untuk berbagai jenis bahan pangan tanpa dicuci kembali. Kontaminasi silang yang berasal dari penjamah adalah penjamah tidak mencuci tangan terlebih dahulu sebelum persiapan serta tidak menggunakan sarung tangan. Hal ini akan memungkinkan berpindahnya kotoran maupun mikroba yang menempel pada tangan berpindah ke bahan pangan atau timbulnya kontaminasi silang antar bahan makanan dengan perantara tangan penjamah. Pembuatan makanan enteral dilakukan satu kali untuk memenuhi frekuensi pemberian makanan enteral setiap hari, dan dilaksanakan oleh penjamah makanan cair yang bertugas pada pagi hari. Tahap pengolahan makanan enteral terdiri dari beberapa tahapan. Pembuatan makanan enteral biasa di instalasi gizi yaitu dengan telur direbus hingga matang ± 7 menit pada suhu 100ºC, setelah itu tepung beras di rebus

23 49 menggunakan air hingga mengental dan menjadi bubur tepung beras. Selanjutnya semua bahan seperti telur rebus yang telah dikupas, bubur tepung beras, susu bubuk, gula pasir, dan margarine dimasukkan kedalam blender kemudian ditambahkan air panas selanjutnya diblender hingga halus. Berbeda dengan makanan enteral biasa, makanan enteral diet khusus dibuat dengan beberapa tahapan. Pertama mengukus sayuran ±10 menit kemudian sayuran yang telah dikukus diblender dengan buah yang telah dipotong selanjutnya disaring. Kemudian dicampur dengan bahan pangan lainnya seperti telur, susu, gula, margarine dan tepung beras hingga homogen. Setelah tercampur rata, dimasak dengan api kecil hingga mendidih. Pemasakan sayuran secara berulang-ulang dapat menghilangkan kandungan gizinya, terutama vitamin dan mineral. Berdasarkan hasil pengamatan, penjamah menakar bahan pangan dengan ukuran yang tidak standar atau hanya menggunakan estimasi. Tidak adanya standar porsi dapat mempengaruhi pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi pasien. Menurut Hardjodisastro, Syam dan Sukrisman (2006), prinsip yang harus diperhatikan dalam pemberian makan enteral adalah kebutuhan gizinya harus tercukupi dan sesuai. Hal ini dikarenakan kurangnya pengawasan terhadap petugas yang melakukan pemasakan makanan enteral. Higiene sanitasi penjamah menunjukkan hasil yang belum sesuai dengan yang dianjurkan, yaitu pada kategori perilaku berbicara atau mengobrol saat bekerja tanpa menggunakan masker, penggunaan sarung tangan dan periode pencucian apron. Berbicara saat bekerja memungkinkan jatuhnya air liur dan kotoran lain dari mulut ke bahan makanan yang dipersiapkan (Jenie 2000). Alasan pejamah tidak menggunakan sarung tangan saat pengolahan adalah tidak nyaman. Tangan pegawai yang telah tercemar mikroorganisme patogen akan memindahkan mikroba tersebut ke pakaian atau serbet yang bersentuhan dengan makanan atau tangan tersebut (Jennie 2000). Tabel 15 menunjukkan hasil pengamatan higiene sanitasi pada tahap persiapan dan pengolahan makanan enteral di Instalasi Gizi Rumah Sakit Dustira. Berdasarkan Tabel 15, higiene sanitasi pada tahap persiapan dan pengolahan belum memenuhi syarat menurut Peraturan Menteri Kesehatan no. 1096/Menkes/PER/VI/2011, yaitu 84.0%.

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran : Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak Gambar lampiran 2: saluran limbah yang kotor dan tidak tertutup dekat dengan Pengolahan sambal Gambar lampiran 3: keadaan dapur yang

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN

LAMPIRAN ORGANISASI PENELITIAN LAMPIRAN Lampiran 1. Organisasi Penelitian ORGANISASI PENELITIAN Pembimbing Peneliti Objek Penelitian Keterangan: 1. Pembimbing Pembimbing dalam penelitian ini adalah dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan LAMPIRAN 1 LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI A. IDENTITAS PEKERJA Nama Alamat Usia :... :... :. Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Status Perkawinan : 1.Kawin 2.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

Sanitasi Penyedia Makanan

Sanitasi Penyedia Makanan Bab 6 Sanitasi Penyediaan Makanan Sanitasi Penyedia Makanan Sanitasi Jasa Boga Sanitasi Rumah Makan & Restoran Sanitasi Hotel Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi Transportasi Penggolongan Jasa Boga Jasa boga

Lebih terperinci

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan :

I. Data Responden Penjamah Makanan 1. Nama : 2. Umur : 3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : KUESIONER HIGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA PERALATAN MAKAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM MAYJEN H.A THALIB KABUPATEN KERINCI TAHUN 0 I. Data Responden Penjamah

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Lampiran KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN Escherichia coli PADA MAKANAN DI RUMAH MAKAN KHAS MINANG JALAN SETIA BUDI KELURAHAN TANJUNG REJO KECAMATAN MEDAN SUNGGAL

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT)

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (INFORMED CONSENT) LAMPIRAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL Jl.Arjuna Utara 9, Kebun Jeruk, Jakarta Barat 0 Indonesia Telp. (02) 674223 Fax. (02) 674248 Saya yang bertanda tangan

Lebih terperinci

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A

II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A II OBSERVASI. NO OBJEK PENGAMATAN. TOTAL SKOR MASING MASING SETIAP KANTIN BOBOT NILAI LOKASI & BANGUNAN SMA LOKASI : A LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN

Lebih terperinci

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI

UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI Lampiran 1. LEMBAR KUESIONER UNTUK KEPALA SEKOLAH SDN KOTA BINJAI A. IDENTITAS INFORMAN Nama :. Alamat : Usia :.Tahun Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan Pendidikan terakhir : Unit Kerja : Masa kerja

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN 93 LAMPIRAN. DAFTAR PERTANYAAN Pertanyaan yang diberikan kepada responden Unit Usaha Jasa Boga dan Unit Usaha Pengguna Jasa Boga mengenai pengetahuan tentang sertifikat keamanan pangan.. Apakah anda mengetahui

Lebih terperinci

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN

PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN PENILAIAN PEMERIKSAAN KESEHATAN LINGKUNGAN HYGIENE SANITASI DI RUMAH MAKAN/RESTORAN Nama Rumah Makan/Restoran : Alamat : Nama Pengusaha : Jumlah Karyawan : Jumlah Penjamah Makanan : Nomor Izin Usaha :

Lebih terperinci

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a.

II Observasi. No Objek pengamatan. Total skor masing masing setiap kantin Bobot Nilai Lokasi & Bangunan SMA Lokasi : a. LAMPIRAN I LEMBAR OBSERVASI KONDISI HIGIENE DAN SANITASI PENYELENGGARA MAKANAN DAN MINUMAN PADA KANTIN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DI KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 0 I. Indentitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Penyelenggaraan Makanan Makanan Enteral

TINJAUAN PUSTAKA Penyelenggaraan Makanan Makanan Enteral 4 TINJAUAN PUSTAKA Penyelenggaraan Makanan Penyelenggaraan makanan merupakan salah satu kegiatan pokok yang ada di rumah sakit. Kegiatan ini meliputi kegiatan pengadaan makanan hingga penyalurannya kepada

Lebih terperinci

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah A. Karakteristik Responden 1. Nama :. Umur :. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : B. Pertanyaan 1. Apakah ibu/bapak sebelum dan sesudah bekerja mengolah selalu

Lebih terperinci

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN

Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN 97 Lampiran 1. Formulir Persetujuan Partisipasi Dalam Penelitian FORMULIR PERSETUJUAN PARTISIPASI DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) NASKAH PENJELASAN Sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi di

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :. b.. CONTOH FORMULIR RM.. PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN. Nama rumah makan/restoran :.. Alamat :... NamaPengusaha/penanggungjawab :.. Jumlah karyawan :... orang. Jumlah penjamah

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012

Lembar Observasi. Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Lampiran 1 Lembar Observasi Hygiene dan Sanitasi Pedagang Minuman Teh Susu Telur (TST) yang Dijual di Kecamatan Medan Area di Kota Medan Tahun 2012 Nama : No. sampel : Lokasi : Jenis kelamin : Umur : Lama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

PENERIMAAAN BAHAN MAKANAN KERING

PENERIMAAAN BAHAN MAKANAN KERING PENERIMAAAN BAHAN MAKANAN KERING Penerimaan bahan makanan kering adalah suatu kegiatan yang meliputi pemeriksaan/penelitian, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas, dan kuantitas bahan makanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Bulango. b. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kelurahan Ipilo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Berikut ini adalah deskripsi lokasi penelitian yang dilihat atas dua aspek, yaitu Geografi dan Demografi : 1.1.1 Keadaan Geografis Pasar jajan

Lebih terperinci

HANDOUT. PERTEMUAN KE : 7, 8 dan 9 MATA KULIAH : MANAJEMEN USAHA BOGA POKOK MATERI : Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga

HANDOUT. PERTEMUAN KE : 7, 8 dan 9 MATA KULIAH : MANAJEMEN USAHA BOGA POKOK MATERI : Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga HANDOUT PERTEMUAN KE : 7, 8 dan 9 MATA KULIAH : MANAJEMEN USAHA BOGA POKOK MATERI : Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga MATERI PERKULIAHAN Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga 1. Dapur Usaha Boga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga HANDOUT 8 Mata Kuliah : Katering Pelayanan Lembaga Program : Pendidikan Tata Boga/ Paket Katering Jenjang : S-1 Semester : VI Minggu : 12 dan 13 Pokok Bahasan : Penyimpanan Bahan Jumlah SKS : 3 sks 1.

Lebih terperinci

Untuk menjamin makanan aman

Untuk menjamin makanan aman Untuk menjamin makanan aman HIGIENE & SANITASI MAKANAN Mencegah kontaminasi makanan oleh mikroba Mencegah perkembangbiakan mikroba Mencegah terjadinya kontaminasi cemaran lain Higiene : upaya untuk memelihara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo, yang secara geografis terletak pada 00⁰ ⁰ 35 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Provinsi Gorontalo, yang secara geografis terletak pada 00⁰ ⁰ 35 56 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum A. Letak Geografis, Batas Wilayah dan Iklim Kota Gorontalo memiliki luas sebsesar 64,79 km² atau 0,53 % dari luas Provinsi Gorontalo, yang secara

Lebih terperinci

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB IX SANITASI PABRIK BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk

Lampiran 1. Kategori Objek Pengamatan. Keterangan. Prinsip I : Pemilihan Bahan Baku Tahu. 1. Kacang kedelai dalam kondisi segar dan tidak busuk 94 Lampiran 1 Lembar Observasi Higiene Sanitasi Pengolahan Tahu Pada Industri Rumah Tangga Pembuatan Tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016 (Sumber : Keputusan Menteri

Lebih terperinci

a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda. Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu.

a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda. Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu. Kamar Operasi 1 A. PENGERTIAN Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci hama (steril). B.

Lebih terperinci

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN dr. Tutiek Rahayu,M.Kes tutik_rahayu@uny.ac.id TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN 1 syarat LOKASI KONSTRUKSI Terhindar dari Bahan Pencemar (Banjir, Udara) Bahan

Lebih terperinci

GAMBARAN HIIGIENE DAN SANITASI SARANA FISIK SERTA PERALATAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMBALAH BATUNG AMUNTAI TAHUN 2013

GAMBARAN HIIGIENE DAN SANITASI SARANA FISIK SERTA PERALATAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMBALAH BATUNG AMUNTAI TAHUN 2013 Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 10-17 10 GAMBARAN HIIGIENE DAN SANITASI SARANA FISIK SERTA PERALATAN PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMBALAH BATUNG AMUNTAI TAHUN 2013 Siti Yuliani

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

SANITASI DAN KEAMANAN

SANITASI DAN KEAMANAN SANITASI DAN KEAMANAN Sanitasi adalah.. pengendalian yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran pada hasil olah, kerusakan hasil olah,

Lebih terperinci

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea. Langkah 3 Penggunaan formalin: Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih: lantai, kapal, gudang, pakaian. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS MENCUCI INSTRUMEN BEDAH L KEPERAWATA N Agar instrumen bedah yang dipakai dapat dibersihkan dari bahan berbahaya pasien 1. Siapkan larutan chlorine 0.5% secukupnya. 2. Selesai melakukan operasi, prosedur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lokasi dan Lingkungan Produksi 1. Evaluasi a. Lokasi UKM Berdasarkan hasil pengamatan, lokasi UKM Al-Fadh terletak ditengah perkampungan yang berdekatan dengan area persawahan

Lebih terperinci

BAB III CARA PENGOLAHAN MAKANAN YANG BAIK

BAB III CARA PENGOLAHAN MAKANAN YANG BAIK - 11 - BAB III CARA PENGOLAHAN MAKANAN YANG BAIK Pengelolaan makanan pada jasaboga harus menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan mulai dari pemilihan bahan makanan sampai dengan penyajian makanan.

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen LAMPIRAN Lampiran. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen. Kapan anda datang untuk makan di restoran ini? Jawab:....... Produk apa yang biasanya Anda beli? Jawab:....... Selama makan di restoran ini apakah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar Tip's Memasak Tip's Memasak tips: Kaldu Udang Mendapatkan kaldu udang yang gurih, sangrai atau panggang kulit, dan kepala udang hingga kering dan harum. Angkat lalu rebus dengan air secukupnya di atas

Lebih terperinci

tips: Menyimpan Tahu Segar

tips: Menyimpan Tahu Segar Tip's Memasak Tip's Memasak tips: Kaldu Udang Mendapatkan kaldu udang yang gurih, sangrai atau panggang kulit, dan kepala udang hingga kering dan harum. Angkat lalu rebus dengan air secukupnya di atas

Lebih terperinci

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara

Tidak (b) Universitas Sumatera Utara Lembar Observasi Hygiene Sanitasi Pada Pembuat/Penjual Sop Buah di Pasar Kabanjahe Kabupaten Karo Tahun 2011 Nama : Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : Lama berjualan : Merupakan jawaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini?

Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? 105 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan Pohon Keputusan untuk Bahan Baku Pertanyaan 1 (P1) Apakah ada potensi bahaya yang berkaitan dengan bahan baku ini? Ya Tidak Pertanyaan 2 (P2) Apakah anda/ pelanggan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI Lampiran 1 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU GIZI KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK RESPONDEN, PENGETAHUAN, LINGKUNGAN, PELATIHAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR

LAMPIRAN PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR 53 LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR Nomor : Nama : Alamat : Tanggal wawancara : DEPARTEMEN

Lebih terperinci

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS

CHECKLIST PEMBINAAN KANTIN SEKOLAH SEHAT SDN 04 LEBAK BULUS NO SARANA & PRASARANA / TANGGAL 1 LOKASI DAN BANGUNAN A. LANTAI BERSIH, TIDAK LICIN B. DINDING BERSIH, WARNA TERANG, KEDAP AIR C. LANGIT-LANGIT TIDAK BOCOR, TIDAK MENGELUPAS D. PINTU DAPAT DIBUKA TUTUP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atau dikenal dengan kampus induk/pusat, kampus 2 terletak di Jalan Raden Saleh,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. atau dikenal dengan kampus induk/pusat, kampus 2 terletak di Jalan Raden Saleh, 33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Universitas Negeri Gorontalo merupakan salah satu perguruan tinggi di Gorontalo. Kampus Universitas Negeri Gorontalo terbagi atas 3, yaitu kampus

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga *

Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga * LAMPIRAN 78 Lampiran 1 : Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga * No URAIAN BOBOT X No URAIAN BOBOT X LOKASI, BANGUNAN, PENGHAWAAN FASILITAS 1 Halaman bersih, rapi, tidak becek, dan

Lebih terperinci

ALUR KERJA INSTALASI GIZI

ALUR KERJA INSTALASI GIZI ALUR KERJA INSTALASI GIZI PELAYANAN GIZI... 3 ALUR PELAYANAN GIZI DI RUMAH SAKIT...4 ALUR PELAYANAN GIZI RAWAT JALAN...5 ALUR PELAYANAN GIZI RAWAT INAP...6 ALUR PENYELENGGARAAN MAKANAN...7 ALUR PENELITIAN

Lebih terperinci

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan.

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan. Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara bahan makanan kering dan basah serta mencatat serta pelaporannya. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima harus

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner Higiene Perorangan Pedagang KUESIONER

Lampiran 1. Kuesioner Higiene Perorangan Pedagang KUESIONER 20 Lampiran. Kuesioner Higiene Perorangan Pedagang KUESIONER HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN, PERILAKU PEDAGANG DAN SANITASI TEMPAT PENJUALAN DENGAN KEBERADAAN Salmonella sp. PADA DAGING AYAM DI PASAR TRADISIONAL

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada Bab IV penulis akan menguraikan hasil penelitian berupa pengolahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada Bab IV penulis akan menguraikan hasil penelitian berupa pengolahan 52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada Bab IV penulis akan menguraikan hasil penelitian berupa pengolahan data, dan pembahasan hasil penelitian mengenai Manfaat Hasil Belajar Manajemen Sistem Penyelenggaraan

Lebih terperinci

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si

PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA. Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si PENGENALAN MAKANAN BAYI DAN BALITA Oleh: CICA YULIA S.Pd, M.Si Siapa Bayi dan Balita Usia 0 12 bulan Belum dapat mengurus dirinya sendiri Masa pertumbuhan cepat Rentan terhadap penyakit dan cuaca Pada

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder sehingga memiliki keterbatasan dalam pengambilan variabel-variabelnya. Laik fisik penilaiannya berdasarkan ketentuan Kepmenkes No. 715 tahun

Lebih terperinci

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT

>> PENDAHULUAN >> TUJUAN >> MANFAAT >> PENDAHULUAN Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik di Pasar Tradisional adalah acuan yang digunakan dalam melakukan kegiatan ritel pangan di pasar tradisional dan dalam rangka pengawasan keamanan pangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tempat Penjualan Daging Ayam Sampel daging ayam yang diteliti diperoleh dari pasar-pasar di Kota Tangerang Selatan. Selama pengambilan kuisioner terdapat 24 pedagang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan

Lebih terperinci

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan Syarat kesehatan yang mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/MENKES/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat: A. Lokasi 1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN MAKANAN DAN MINUMAN DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK

GAMBARAN PENGELOLAAN MAKANAN DAN MINUMAN DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK GAMBARAN PENGELOLAAN MAKANAN DAN MINUMAN DI INSTALASI GIZI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK Eka Septiarini, Nurul Amaliyah dan Yulia Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Pontianak E-mail: septiarinieka@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Menimbang : MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL Pemberian makanan yang tepat pada pasien akan meningkatkan kualitas hidup, mencegah malnutrisi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Ditinjau dari teksturnya

Lebih terperinci

TANGGAL TERBIT. 01 januari 2013

TANGGAL TERBIT. 01 januari 2013 DAFTAR ISI Halaman Judul... i Kata pengantar... ii Daftar Isi... iii 1. Perencanaan anggaran belanja... 1 2. Perencanaan menu... 2 3. Persiapan pelaksanaan produksi distribusi sebelum masuk ruang kerja...

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174

IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG. Roswita Sela 14.I1.0174 IMPLEMENTASI SANITASI PANGAN PADA PRODUKSI KOPI DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IX, JAMBU-SEMARANG Roswita Sela 14.I1.0174 OUTLINE PROFIL PERUSAHAAN PROSES PRODUKSI SANITASI KESIMPULAN SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

Lembar Observasi. Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun sesuai dengan Kepmenkes No. 1204/Menkes/Per/X/2004.

Lembar Observasi. Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun sesuai dengan Kepmenkes No. 1204/Menkes/Per/X/2004. Lembar Observasi Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun 2012 Nama : Jenis Kelamin : Umur : Pendidikan : Lama Bekerja : Observasi ini merupakan jawaban tentang persyaratan Hygiene Petgugas Kesehatan

Lebih terperinci

Penyehatan Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar

Penyehatan Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar Penyehatan Makanan dan Minuman Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO, yang dimaksud makanan

Lebih terperinci

JAGUNG. Bahan Pangan Alternatif SERI BACAAN ORANG TUA

JAGUNG. Bahan Pangan Alternatif SERI BACAAN ORANG TUA 19 SERI BACAAN ORANG TUA JAGUNG Bahan Pangan Alternatif Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN Jur. Tek. Industri Pertanian FTP-UB Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

LAPORAN MODIFIKASI RESEP DI INSTALASI GIZI RSU SUNAN KALIJAGA DEMAK SUP AYAM FANTASI

LAPORAN MODIFIKASI RESEP DI INSTALASI GIZI RSU SUNAN KALIJAGA DEMAK SUP AYAM FANTASI LAPORAN MODIFIKASI RESEP DI INSTALASI GIZI RSU SUNAN KALIJAGA DEMAK SUP AYAM FANTASI DISUSUN OLEH : RIRIN SURYANI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG DIPLOMA IV JURUSAN GIZI TAHUN 2013 A. GAMBARAN RESEP

Lebih terperinci

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No.

Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur. Padang Bulan Di Kota Medan Tahun Nama : No. LAMPIRAN Lembar Kuesioner Hygiene Sanitasi Pada Pedagang Siomay di Jl. Dr. Mansyur Padang Bulan Di Kota Medan Tahun 2011 Nama : No.Sampel : Lokasi : Jenis Kelamin : Umur : Lama Berjualan : No Pertanyaan

Lebih terperinci

Perubahan Sifat Benda

Perubahan Sifat Benda Bab 6 Perubahan Sifat Benda Tujuan Pembelajaran Siswa dapat: 1. menjelaskan berbagai perubahan sifat pada benda (seperti bentuk, warna, dan rasa) akibat pembakaran, pemanasan, dan diletakkan di udara terbuka;

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rumah Sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rumah Sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah Sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran penting dalam melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna, dan berhasil guna dengan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Desa Kaliyoso terdapat di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah barat

Lebih terperinci

Suatu uhaha preventif pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang

Suatu uhaha preventif pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang Suatu uhaha preventif pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada. suatu usaha preventif pencegahan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas mendukung upaya penyembuhan penderita dalam waktu sesingkat mungkin dan

BAB I PENDAHULUAN. tugas mendukung upaya penyembuhan penderita dalam waktu sesingkat mungkin dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan penunjang yang mempunyai tugas mendukung upaya penyembuhan penderita dalam waktu sesingkat mungkin dan makanan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. No.358, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Produksi. Pangan Olahan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit, pada dasarnya terdiri dari kegiatan pengadaan makanan,

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit, pada dasarnya terdiri dari kegiatan pengadaan makanan, BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit, pada dasarnya terdiri dari kegiatan pengadaan makanan, pelayanan gizi di ruang rawat inap, penyuluhan/konsultasi

Lebih terperinci

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi Tanggal 16 Oktober 2014 PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi PENDAHULUAN Usia 6 bulan hingga 24 bulan merupakan masa yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, sebab makanan yang kita makan bukan saja harus memenuhi gizi tetapi harus juga aman dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi sanitasi menurut WHO adalah usaha pencegahan/ pengendalian semua faktor lingkungan fisik yang dapat memberikan pengaruh terhadap manusia terutama yang sifatnya

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989 TENTANG PERUSAHAAN CATERING NG MENGELOLA MAKANAN BAGI TENAGA KERJA Dalam rangka tindakan lanjut

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Wawancara kepada Konsumen Restoran X

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Wawancara kepada Konsumen Restoran X 7 Lampiran. Daftar Pertanyaan Wawancara kepada Konsumen Restoran X. Kapan Anda datang untuk makan di Restoran ini? Jawaban:. Produk apa yang biasanya Anda beli? Jawaban:. Selama makan di restoran ini,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Higiene dan Sanitasi Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1096/MENKES /PER/VI tahun 2011 menyebutkan bahwa higiene sanitasi adalah upaya untuk

Lebih terperinci

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT

HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT HIGIENE DAN SANITASI SARANA PP - IRT BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Pendahuluan Sanitasi : pencegahan penyakit dengan menghilangkan/mengatur

Lebih terperinci