ANALISIS SIDIK JARI DAUN BENALU TEH MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS KINERJA TINGGI MARTA YUSFITA SARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SIDIK JARI DAUN BENALU TEH MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS KINERJA TINGGI MARTA YUSFITA SARI"

Transkripsi

1 ANALISIS SIDIK JARI DAUN BENALU TEH MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS KINERJA TINGGI MARTA YUSFITA SARI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 ABSTRAK MARTA YUSFITA SARI. Analisis Sidik Jari Daun Benalu Teh Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi. Dibimbing oleh ELLY SURADIKUSUMAH dan WULAN TRI WAHYUNI. Benalu teh merupakan tanaman obat yang banyak diperjualbelikan dalam bentuk kering sehingga memungkinkan adanya pencampuran dengan bahan lain. Analisis sidik jari dengan teknik kromatografi lapis tipis kinerja tinggi dapat dimanfaatkan untuk menguji keaslian herbal benalu teh komersial. Pemilihan fase gerak yang tepat merupakan salah satu tahap penting dalam pemisahan komponen. Pelarut yang terpilih sebagai eluen adalah campuran 1,2-dikloroetana dengan etil asetat pada nisbah 65:35 yang menghasilkan 9 pita pada benalu teh asli dengan kisaran R f ( ). Hasil analisis menunjukkan bahwa salah satu sampel benalu teh komersial memiliki pola kromatogram yang sama dengan benalu teh asli, sedangkan 2 sampel lainnya menghasilkan 11 pita dan diduga karena pencampuran dengan daun teh. ABSTRACT MARTA YUSFITA SARI. Fingerprint Analysis of Tea Parasitic Plant Leaves Using High Performance Thin Layer Chromatography. Supervised by ELLY SURADIKUSUMAH and WULAN TRI WAHYUNI. Tea parasitic plant is a medicinal plant widely traded in dried form, allowing mixing with other ingredients. Fingerprint analysis with high performance thin layer chromatography technique can be utilized for testing the authenticity of commercial tea parasite herbal. Selection of the appropriate mobile phase is an important stage in the separation of components. The solvent selected as the eluent was a mixture of 1,2-dichloroethane and ethyl acetate with 65:35 ratio that gave nine bands in the original tea parasitic plant with R f ranging from 0.02 to The analysis showed that one of the commercial tea parasite samples had the same chromatogram pattern with the original tea parasite, while the other two produced 11 bands and appeared to be mixed with the tea leaves.

3 ANALISIS SIDIK JARI DAUN BENALU TEH MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS KINERJA TINGGI MARTA YUSFITA SARI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

4 Judul Nama NIM : Analisis Sidik Jari Daun Benalu Teh Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi : Marta Yusfita Sari : G Disetujui Pembimbing I, Pembimbing II, Ir Elly Suradikusumah, MS NIP Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi Diketahui Ketua Departemen, Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS NIP Tanggal Lulus:

5 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya, semoga kita semua menjadi pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan dari bulan Desember hingga Juni 2011 di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB, Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir Elly Suradikusumah, MS dan Ibu Wulan Tri Wahyuni, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah memberi banyak arahan, inspirasi, dorongan, kritik, dan saran selama penulis melaksanakan penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Almarhumah Ibunda serta Kakak tercinta yang telah memberi banyak kasih sayang, semangat, dan doa selama penulis menempuh studi, penelitian, dan penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Salina, SSi, Ibu Nunuk, Ibu Susi, Mba Wiwi, Endi, Antonio, dan Bapak Agung Zaim, S.Si, MSi atas segala bantuannya selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis berikan kepada Arini, Zulia, Nanda, Ayu, Fajar Sumi, Rika, Desi, dan teman-teman Ekstensi Kimia angkatan 2008 yang turut membantu memberikan semangat dan dukungannya dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Desember 2011 Marta Yusfita Sari iv

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Jepara pada tanggal 26 Maret 1984 sebagai anak ketiga dari pasangan D Siswanto dan Rikhana. Penulis lulus dari SMU Negeri 1 kota Jepara pada tahun 2002, dan pada tahun 2003 diterima sebagai mahasiswa Akademi Kimia Analisis Bogor (AKA). Penulis lulus pada tahun 2006 kemudian pada tahun 2008 melanjutkan ke S1 Penyelenggaraan Khusus Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Penulis pernah melakukan praktik kerja lapangan di Balai Besar Air Tawar Sukabumi pada tahun Penulis pernah bekerja di PT Raberindo Pratama dan PT Pharos Indonesia pada tahun Tahun 2011 sampai saat ini, penulis bekerja di PT Boehringer Ingelheim Indonesia. v

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Benalu Teh... 1 Maserasi... 2 Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT)... 2 BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan... 3 Persiapan Sampel... 3 Penentuan Kadar Air... 3 Ekstraksi dengan Maserasi... 3 Uji Fitokimia... 3 Kondisi KLT... 4 Penentuan Eluen Terbaik... 4 Deteksi Komponen... 4 Sidik Jari Ekstrak Daun Benalu Teh... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Preparasi Sampel... 4 Kadar Air... 4 Uji Fitokimia... 5 Rendemen Ekstrak... 5 Eluen Terbaik... 5 Sidik Jari Benalu Teh... 7 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 8 Saran... 8 DAFTAR PUSTAKA... 8 LAMPIRAN... 9 vi

8 DAFTAR TABEL Halaman 1 Kadar air benalu teh asal Gunung Mas dan beberapa sampel benalu teh komersial Nilai R f pola KLT dengan menggunakan eluen tunggal Nilai R f komponen ekstrak benalu teh dan beberapa benalu teh komersial... 7 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Scurrulla atropurpurea Bejana kromatografi berisi KLT dan eluen serta hasil elusi Rendemen ekstrak kasar benalu teh asal Gunung Mas (Gm) dan beberapa sampel benalu teh komersial Pola KLT menggunakan eluen tunggal Pola KLT menggunakan campuran eluen dikloroetana dan etil asetat Pola KLT ekstrak daun benalu teh dan berbagai sampel benalu teh komersial pada visualisasi UV 366 nm (a), 254 nm (b) Pola KLT ekstrak sampel benalu teh (a), daun teh (b), dan campuran benalu teh dengan daun teh (c)... 8 vii

9 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian Determinasi tanaman benalu teh Penentuan kadar air Uji fitokimia Rendemen ekstrak kasar sampel benalu teh asli dan komersial Penggolongan pelarut oleh Snyder (Snyder 1979) Hasil elusi dengan 10 pelarut tunggal visulisasi UV 254 nm Pola KLT komposisi nisbah 1,2-dikloroetana dan etil asetat visualisasi UV 254 nm viii

10 1 PENDAHULUAN Perkembangan penggunaan tanaman herbal di Indonesia sebagai pengobatan alternatif semakin luas. Hal ini ditunjang oleh adanya bukti-bukti empiris dan juga dukungan ilmiah terhadap khasiat produk herbal dalam bentuk minuman atau jamu yang semakin banyak, sehingga meyakinkan masyarakat untuk menggunakannya sebagai obat untuk pencegahan dan pengobatan berbagai macam penyakit. Benalu teh (Scurrula atropurpurea) merupakan salah satu tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat herbal antitumor atau antikanker. Menurut Winarno et al. (2000), benalu teh menghambat pertumbuhan tumor secara tidak langsung, yaitu melalui sistem kekebalan dengan cara meningkatkan konsentrasi imunoglobulin G (IgG). Benalu teh banyak diperjualbelikan dalam bentuk yang telah dikeringkan sehingga memungkinkan adanya pencampuran dengan bahan lain yang bukan merupakan simplisia benalu teh asli. Kesalahan identifikasi herbal benalu teh mungkin terjadi, karena kesamaan fisik (morfologi) sampel dalam bentuk simplisia sehingga sulit dibedakan oleh masyarakat awam. Menurut Delaroza dan Scarminio (2008), metode analisis sidik jari dapat mengatasi permasalahan tersebut. Senyawa kimia yang dikandung oleh tanaman obat dapat ditampilkan dalam kromatogram sidik jari sehingga karakteristik tanaman obat tersebut dapat digambarkan secara menyeluruh (Liang et al. 2009). Analisis sidik jari dimanfaatkan untuk evaluasi dan kontrol kualitas multikomponen dari bahan baku obat herbal karena profil kromatografi yang dihasilkan mencirikan komposisi sampel dan stabilitas dari suatu tanaman obat (Zhao et al. 2008). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (KLTKT). Kromatografi lapis tipis memiliki kelebihan berupa mudah dalam preparasi sampel, sederhana, biaya operasional relatif murah karena semua komponen sampel dan standar diujikan dalam waktu yang sama, volume pelarut yang digunakan sedikit, selektif dan sensitif, serta kromatogramnya dapat diamati secara visual (Kimura et al.2008). Salah satu hal yang diperlukan untuk menunjang analisis sidik jari adalah pemilihan fase gerak yang tepat untuk mendapatkan pemisahan komponen yang baik. Tujuan penelitian ini adalah menentukan sidik jari benalu teh yang dapat dimanfaatkan untuk pengujian herbal benalu teh komersial. TINJAUAN PUSTAKA Benalu Teh Benalu adalah tumbuhan liar yang melekat dan parasit pada tumbuhan lain sebagai inangnya. Pada umumnya benalu diberi nama berdasarkan tumbuhan yang ditumpanginya. Benalu teh adalah tumbuhan yang hidupnya menumpang pada tumbuhan teh dan mengisap makanan dari tumbuhan inang untuk kelangsungan hidupnya (Winarno et al. 2000). Salah satu tanaman benalu teh yang ditemukan di Indonesia adalah S. atropurpurea yang termasuk suku Loranthaceae, dapat tumbuh pada ketinggian m di atas permukaan laut (Florentina et al. 1998). Ciri morfologi S. atropurpurea ialah batang menggantung berbentuk silindris berbintik-bintik cokelat, memiliki daun tunggal berhadapan, lonjong, ujung agak meruncing, pangkal membulat, tepi rata, permukaan atas hijau dan permukaan bawah cokelat (Gambar 1). Gambar 1 Scurrulla atropurpurea. Secara tradisional benalu teh dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit cacar air, diare, cacing tambang, amandel, kanker, dan tumor. Tanaman benalu teh diduga memiliki beberapa senyawa aktif yang berfungsi sebagai antioksidan. Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Santa (1998) yang menunjukkan bahwa benalu teh S. atropurpurea yang dipakai untuk obat antikanker memiliki kemampuan antioksidan tersebut. Menurut Nugroho et al. (2000), benalu teh mengandung senyawa alkaloid, flavanoid, terpenoid, glikosida, triterpena, saponin, dan tanin. Benalu teh juga mengandung katekin (Bustanulssalam et al. 2003) yang merupakan antioksidan inhibitor antikanker. Menurut Ohashi et al. (2003), benalu teh efektif untuk menyerang sel kanker yang diisolasi dari tikus. Senyawa kimia yang berperan aktif merupakan golongan flavonoid.

11 2 Berdasarkan hasil isolasi, tanaman benalu teh mangandung komponen senyawa flavan (katekin, epikatekin, epikatekin-3-o-galat, dan epigalokatekin-3-o-galat), flavonol glikosida, dan inhibitor kanker asam oktadeka-8,10,12-triunoat. Maserasi Maserasi ialah metode ekstraksi dengan cara merendam sampel menggunakan pelarut yang sesuai dalam jangka waktu tertentu sehingga interaksi antara senyawa yang diekstraksi dan pelarut dapat berlangsung maksimum (Houghton & Raman 1998). Keuntungan menggunakan teknik ini adalah peralatan yang digunakan sederhana dan aman untuk senyawa yang tidak tahan panas, sedangkan kerugiannya adalah waktu yang diperlukan lama serta jumlah pelarut yang dipakai tidak efisien (Meloan 1999). Pengambilan komponen target pada proses maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam jangka waktu tertentu sehingga isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel. Larutan dengan konsentrasi tinggi akan terdesak keluar kemudian digantikan oleh pelarut dengan konsentrasi lebih rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang-ulang sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel. Selama proses maserasi, sesekali dilakukan pengadukan dan juga penggantian pelarut. Kemudian residu yang diperoleh dipisahkan dan filtrat yang dihasilkan diuapkan (Sudjadi 1986). Sidik Jari Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (KLTKT) Analisis sidik jari adalah suatu prosedur untuk menunjukkan informasi kimia dalam bentuk spektrogram, kromatogram, dan grafik lainnya yang didapatkan dari teknik analitis. Informasi ini dapat dimanfaatkan untuk evaluasi dan kontrol kualitas multikomponen, antara lain dari tanaman obat (Delaroza & Scarminio 2008), yang penting untuk klasifikasi dan validasi spesies botani serta kendali mutu tanaman obat. Informasi mengenai komponen kimia pada tanaman obat dapat dilihat dari sidik jari tanaman tersebut melalui pola kromatogram tanpa memperhatikan jenis komponennya. Beberapa teknik kromatografi seperti kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), kromatografi gas (KG), kromatografi lapis tipis (KLT), dan elektroforesis kapiler dapat ditetapkan untuk analisis sidik jari (Delaroza & Scarminio 2008) Teknik kromatografi yang paling luas digunakan dalam fitokimia adalah KLT karena dapat diterapkan pada hampir setiap golongan senyawa, kecuali komponen yang sangat atsiri (Harbone 1987). Kromatografi adalah suatu teknik yang digunakan untuk memisahkan senyawa berdasarkan distribusinya pada fase gerak dan fase diam. Komponen yang memiliki interaksi lebih besar pada fase diam akan bertahan lama, sedangkan komponen yang memiliki interaksi lebih besar dengan fase gerak akan bergerak lebih cepat (Gambar 2) Gambar 2 Bejana kromatografi berisi KLT dan eluen serta hasil elusi. KLT merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk analisis sidik jari karena mempunyai beberapa kelebihan yaitu mudah dalam preparasi sampel, sederhana dalam prosedur kerja, volume pelarut yang digunakan sedikit, selektif dan sensitif, serta kromatogramnya dapat diamati secara visual (Cie sla & Hajnos 2009). Secara luas KLT banyak digunakan untuk berbagai keperluan analisis tumbuhan obat. Saat ini telah dikembangkan KLT semiautomatis CAMAG Linomat V. Alat ini dikendalikan oleh suatu mikroprosesor yang menyebabkan larutan ekstrak dapat diaplikasikan pada pelat dalam bentuk pita dengan mengalirkan tekanan udara atau gas nitrogen sehingga tidak memerlukan kontak langsung dengan pelat dan dapat mengurangi kerusakan pelat (Wall 2005). Kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (KLTKT) atau high performance thin layer chromatography merupakan aplikasi modern dari KLT yang dimaksudkan untuk menghasilkan pemisahan hasil analisis yang lebih baik dibandingkan dengan KLT biasa. Kelebihan KLTKT dibandingkan dengan KLT terletak pada fase diamnya, fase diam pada KLTKT berukuran lebih halus dengan poripori seragam serta ketebalan lapisan 0.1 mm. Pada KLTKT, pelat fase diamnya memiliki rerata ukuran partikel sebesar 5 m. Pelat tersebut memiliki keterpisahan yang lebih

12 3 baik apabila dibandingkan dengan KLT biasa yang memiliki ukuran partikel pelat 12 m. Pencirinya berupa kromatogram, yaitu pola yang menggambarkan senyawa dalam setiap tumbuhan obat sehingga bermanfaat dalam kontrol kualitas tumbuhan obat baik untuk pencirian bahan baku maupun produk akhir. KLTKT lazim digunakan untuk identifikasi dan sangat ideal untuk uji penapisan pendahuluan ekstrak tanaman (Marston 2007). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah peranti KLTKT Camag Linomat 5, Camag Reprostar 3 didukung peranti lunak wincats untuk dokumentasi kromatogram KLT, bejana kaca kromatografi, peralatan kaca, neraca analitik, dan oven Memmert. Bahan-bahan yang digunakan adalah daun benalu teh asli yang diambil dari perkebunan teh Gunung Mas, sampel benalu teh komersial produksi dari Cianjur (K1), Cisarua (K2), dan Sukabumi (K3), pelat KLTKT silika gel 60 F cm (Merck, Jerman), etanol 96%. Pelarut p.a untuk fase gerak diperoleh dari Merck dan Sigma Aldrich (St Louis, Amerika Serikat) seperti dietil eter, n-butanol, etanol absolut, etanol 30%, asetonitril, kloroform, etil asetat, metanol, 1,2-dikloroetana, dan diklorometana. Persiapan Sampel Tanaman benalu teh diambil dari Gunung Mas. Identifikasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Sampel benalu teh komersial diperoleh di pasaran yang merupakan produksi dari Cianjur (K1), Cisarua (K2), dan Sukabumi (K3). Selanjutnya sampel-sampel tersebut dikeringkan, dan dibuat serbuk. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Penentuan Kadar Air (BPOM 2004) Sebanyak 3 g serbuk kering ditimbang, digunakan wadah yang telah dikeringkan pada suhu 105 C hingga diperoleh bobot konstan. Wadah beserta isinya dipindahkan ke dalam eksikator selama 15 menit sebelum bobotnya ditimbang. Kadar air diperoleh sebagai nisbah selisih bobot sampel awal dengan bobot sampel setelah dikeringkan terhadap bobot sampel sebelum dikeringkan. Perlakuan diulangi sebanyak 3 kali. Ekstraksi dengan Maserasi Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi menggunakan etanol 96%. Sebanyak 50 g serbuk kering daun benalu teh direndam dengan 250 ml pelarut selama 24 jam. Maserat dipisahkan dari residu dengan penyaringan. Ke dalam residu ditambahkan kembali pelarut dan tahapan ekstraksi diulangi hingga 3 kali. Maserat dari setiap ulangan ekstraksi digabung dan dikeringkan dengan penguap putar. Uji Fitokimia (Harbone 1987) Alkaloid Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh dilarutkan dengan 10 ml kloroform dan 4 tetes NH 4 OH. Larutan kemudian disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 10 tetes H 2 SO 4 2 M dan lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf yang akan menimbulkan endapan dengan warna berturutturut putih, cokelat, dan merah jingga jika terdapat alkaloid. Saponin Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh ditambahkan 10 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit. Setelah itu, disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup kemudian dikocok selama 10 detik dan didiamkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuk buih yang stabil. Flavonoid Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh ditambahkan 10 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit. Setelah itu, disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 0.5 g serbuk magnesium, 1 ml HCl pekat, dan 1 ml amil alkohol, dan dikocok kuat. Uji positif flavonoid menghasilkan warna kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.

13 4 Tanin Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit, dan disaring. Sebagian filtrat yang diperoleh ditambahkan larutan FeCl 3 1%. Hasil positif ditunjukkan oleh warna hijau kehitaman. Triterpenoid dan Steroid Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh dilarutkan dengan 25 ml etanol panas (50 C). Larutan disaring dalam pinggan porselen dan diuapkan sampai kering. Residu ditambahkan eter dan ekstrak eter dipindahkan ke dalam lempeng tetes. Kemudian ditambahkan 3 tetes anhidrida asetat dan 1 tetes H 2 SO 4 pekat (Uji Lieberman-Burchard). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid. Uji Fenol Sebanyak 0.1 g serbuk kering daun benalu teh dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan FeCl 3. Warna ungu, biru, atau hijau menunjukkan adanya senyawa golongan fenol. Kondisi KLT Penotolan ekstrak sampel daun benalu teh pada pelat menggunakan aplikator KLT semiautomatis, yaitu Camag Linomat V dengan menggunakan pelat silika gel 60 F 254. Pelat dimasukkan ke dalam oven sebelum digunakan. Kondisi aplikasi antara lain gas pembawa adalah nitrogen, kecepatan pengiriman sampel dengan syiringe sebesar 40 nl/det, aplikasi volume sampel sebesar 5.0 L dan 4.0 L untuk standar, lebar pita 8 mm, dan jarak dari tepi bawah pelat sebesar 10 mm. Ekstrak yang diaplikasikan dipersiapkan. Ekstrak pekat dari ekstraksi maserasi dilarutkan dengan etanol 96% sehingga diperoleh konsentrasi 10 g/l. Penentuan Eluen Terbaik Sebanyak 5 ml pelarut dietil eter, n- butanol, etanol absolut, etanol 30%, asetonitril, kloroform, etil asetat, metanol, 1,2- dikloroetana, diklorometana masing-masing dimasukkan ke dalam bejana kromatografi dan dijenuhkan. Sampel dengan konsentrasi 10 g/l ditotolkan pada pelat KLT, setelah kering langsung dielusi dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen. Pengembangan dilakukan hingga fase gerak mencapai 0.5 cm dari tepi atas pelat. Pelat diangkat segera setelah elusi mencapai garis finis dan dikeringkan. Deteksi komponen dilakukan untuk melihat bercak yang muncul pada pelat. Eluen yang dipilih ialah yang memberikan penampakan bercak terbanyak dan mewakili pemisahan yang baik. Eluen terpilih kemudian dikombinasikan untuk mendapatkan eluen campuran. Deteksi Komponen Deteksi komponen dilakukan dengan cara pelat dikeringudarakan selama 5 10 menit kemudian pelat disinari dengan sinar ultraviolet (UV) 254 nm dan 366 nm, bercak akan terlihat (Fernand 2003). Sidik Jari Ekstrak Daun Benalu Teh Ekstrak daun benalu teh asli dan benalu teh komersial diaplikasikan pada pelat yang sama dan dielusi menggunakan pelarut pengembang terbaik untuk dilihat perbandingan pola kromatografinya. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Preparasi Sampel Tanaman benalu teh yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Gunung Mas, Bogor, Jawa Barat. Tanaman benalu teh kemudian dideterminasi oleh Herbarium Bogoriense. Berdasarkan determinasi yang dilakukan, tanaman tersebut benar S. atropurpurea (BI) Danser (Lampiran 2). Sebelum sampel digunakan, terlebih dahulu dikeringkan dan dibuat serbuk. Pengeringan bertujuan agar sampel tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Dengan mengurangi kadar air, kerusakan sampel oleh mikrob dapat dihindari. Penggilingan sampel menjadi ukuran yang lebih kecil bertujuan memperbesar luas permukaan bahan sehingga dapat membantu penetrasi pelarut ke dalam sel tumbuhan, mempercepat pelarutan komponen bioaktif, dan meningkatkan rendemen. Kadar Air Sampel benalu teh yang siap diekstraksi ditetapkan kadar airnya dengan menggunakan metode gravimetri. Perolehan kandungan air

14 Rendemen (%) 5 pada sampel kering daun benalu teh asal Gunung Mas dan beberapa benalu teh komersial berkisar % (Tabel 1). Tabel 1 Kadar air benalu teh asal Gunung Mas dan beberapa sampel benalu teh komersial Sampel benalu teh Kadar air (%) Benalu teh asli 7.50 Komersial asal Cianjur (K1) 6.35 Komersial asal Cisarua (K2) 8.88 Komersial asal Sukabumi (K3) 7.86 Kadar air yang diperoleh kemudian digunakan sebagai faktor koreksi dalam penentuan rendemen ekstrak. Perhitungan kadar air dapat dilihat pada Lampiran 3. Penetapan kadar air berguna untuk mengetahui kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya serta untuk memperkirakan untuk daya tahan bahan dan cara penyimpanan terbaik agar tidak terjadi kerusakan sampel akibat aktivitas mikrob (jamur dan bakteri) (Harjadi 1993). Berdasarkan BPOM (2004), kadar air simplisia tidak boleh lebih dari 10%. Simplisia yang mengandung kadar air di bawah 10 % akan memiliki masa simpan yang relatif lama karena proses pembusukan oleh bakteri dan jamur dapat terhambat sehingga lebih stabil. Nilai kadar air yang diperoleh lebih kecil dari 10%. Kadar tersebut telah memenuhi persyaratan simplisia menurut BPOM (1995), sehingga diharapkan pertumbuhan mikrob dapat dihambat dan risiko kerusakan sampel benalu teh akibat serangan jamur dan bakteri dapat dikurangi. Uji Fitokimia Uji fitokimia pada simplisia dilakukan untuk mengetahui secara kualitatif senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam sampel. Uji yang dilakukan meliputi alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid, triterpenoid, dan fenol. Golongan senyawa dalam sampel dapat ditentukan dengan melihat perubahan warna setelah ditambahkan pereaksi yang spesifik untuk setiap uji kualitatif. Berdasarkan hasil uji fitokimia, diketahui bahwa dalam sampel serbuk kering benalu teh asli dan komersial mengandung metabolit sekunder dari golongan flavonoid, tanin, saponin, fenol, alkaloid, dan steroid (Lampiran 4). Uji alkaloid memberikan hasil yang positif karena terbentuk endapan. Uji tanin memberikan warna hijau kehitaman setelah ditambahkan FeCl 3 1%. Pada uji saponin terbentuk busa yang stabil selama beberapa menit setelah dikocok secara vertikal. Uji flavonoid memberikan hasil positif yang ditunjukkan dengan timbulnya warna merah pada lapisan amil alkohol. Uji steroid menunjukkan hasil positif sedangkan triterpenoid negatif karena warna yang terbentuk adalah warna hijau kehitaman dan bukan merah atau ungu yang menandakan positif untuk triterpenoid Rendemen Ekstrak Pelarut merupakan salah satu faktor penting dalam menghasilkan ekstrak yang baik. Pelarut yang dipilih adalah yang memiliki daya larut tinggi, tidak berbahaya, dan tidak beracun. Pelarut etanol dipilih karena lebih selektif dan aman. Rendemen ekstrak kasar benalu teh dari Gunung Mas dan benalu teh komersial berkisar % dari masing masing 2 g sampel yang di ekstraksi (Gambar 3). Proses ekstraksi dilakukan menggunakan metode maserasi pada suhu kamar dengan pertimbangan maserasi dapat digunakan untuk mengekstraksi sampel yang tahan maupun tidak tahan terhadap panas. Dengan demikian, kerusakan komponen kimia benalu teh dapat dihindari. Perhitungan ditunjukkan rendemen pada Lampiran 5. Gm K1 K2 K3 Sampel Benalu teh Gambar 3 Rendemen ekstrak kasar benalu teh asal Gunung Mas (Gm) dan beberapa sampel benalu teh komersial (K1 K3) Eluen Terbaik Eluen yang akan digunakan sebagai larutan pengembang adalah yang menghasilkan jumlah pita terbanyak dengan pemisahan yang baik. Pemilihan fase gerak diawali dengan pemisahan menggunakan pelarut tunggal, yaitu kelompok pelarut polar (metanol, asetonitril, dan etanol 30%),

15 6 semipolar (n-butanol, kloroform, etil asetat, dan etanol absolut) dan nonpolar (dietil eter, 1,2-dikloroetana, dan diklorometana). Dalam mencari eluen terbaik dilihat dari jumlah pita yang dihasilkan, selain itu juga berdasarkan pemisahan antar pitanya. Diantara 10 pelarut yang digunakan, 1,2- dikloroetana menghasilkan 4 noda yang terpisah dengan baik tetapi R f kurang dari 0.5 (Gambar 4C), sedangkan etil asetat yang juga menghasilkan 4 noda memiliki R f yang lebih tinggi (Gambar 4G). Perbedaan antara kedua pelarut tersebut terjadi karena kekuatan pelarut etil asetat lebih tinggi dari 1,2- dikloroetana (Lampiran 6). Kombinasi keduanya diharapkan mampu menghasilkan pola KLT yang memiliki jumlah pita yang banyak dan terpisah dengan baik. sehingga bisa digunakan dalam bentuk camputan. Eluen 1,2-dikloroetana dan etil asetat menghasilkan 4 noda pada UV 366 nm. Selain eluen pengembang, jumlah pita yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh jenis deteksi yang digunakan. Sinar UV 366 nm akan memunculkan komponen yang berpendar sehingga pita akan terlihat lebih jelas sedangkan, sinar UV 254 nm digunakan untuk memunculkan senyawa yang mengabsorpsi sebagai bercak gelap. Kedua deteksi tersebut akan memunculkan senyawa yang berbeda. Pola KLT menggunakan eluen tunggal deteksi UV 254 dapat dilihat pada lampiran 7. Dilihat dari jumlah pita terbanyak dan intensitas warna yang dihasilkan, deteksi UV 366 nm selanjutnya digunakan untuk pendeteksian. Nilai R f dari kromatogram pada Gambar 4 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai R f pola KLT dengan menggunakan eluen tunggal. A B C D E F G H I J Gambar 4 Pola KLT menggunakan eluen tunggal. Keterangan: dietil eter (A), diklorometana (B), 1,2- dikloroetana (C), n-butanol (D), kloroform (E), etanol absolut (F), etil asetat (G), metanol (H), asetonitril (I), etanol 30% (J). Berdasarkan penggolongan pelarut menurut Snyder (Lampiran 6), 1,2- dikloroetana memiliki kekuatan pelarut 3.5, sedangkan etil asetat 4.4. Kedua pelarut tersebut dapat bercampur dengan baik Eluen Jumlah R f noda Dietileter 2 (0.06); (0.37) Diklorometana 4 (0.03); (0.06); (0.11); (0,21) 1,2- dikloroetana 4 (0.03); (0.06); (0.11); (0,24) n-butanol 3 (0.15); (0.83); (0.92) Kloroform 2 (0.03); (0.81) Etanol absolut 2 (0.73); (0.82) Etil asetat 4 (0.15); (0.34); (0.42); (0.91) Metanol 4 (0.50); (0.58); (0.75); (0.85) Asetonitril 2 (0.42); (0.95) Etanol 30% 2 (0.02); (0.37) Setelah 2 pelarut tunggal terpilih, langkah selanjutnya ialah penentuan nisbah komposisi dari pelarut 1,2-dikloroetana dan etil asetat. Mengacu pada Houghton dan Raman (1998), maka digunakan variasi nisbah (50:50); (55:45); (60:40); (65:35); (70:30); (75:25); (80:20); (85:15); ((90:10); (95:5). Komposisi yang paling banyak menghasilkan pita adalah nisbah 65:35 yang dideteksi di bawah UV 366 nm (Gambar 5). Pada komposisi nisbah tersebut dihasilkan 8 pita dengan keterpisahan yang baik. Pola KLT komposisi nisbah 1,2- dikloroetana dan etil asetat visualisasi UV 254 dapat dilihat pada Lampiran 8.

16 7 7 R f 0.13 (a) (b) (c) (d) (e) (b) Gambar 6 Pola KLT ekstrak daun benalu teh dan berbagai sampel benalu teh komersial pada visualisasi UV 366 nm (a), 254 nm (b). Keterangan: ekstrak benalu teh asli (GM), benalu teh komersial (K1), (K2), dan (K3). (f) (g) (h) (i) (j) Gambar 5 Pola KLT menggunakan campuran eluen dikloroetana dan etil asetat dengan nisbah (50:50) (a), (55:45) (b), (60:40) (c), (65:35) (d), (70:30) (e), (75:25) (f), (80:20) (g), (85:15) (h), (90:10) (i), dan (95:5) (j) Sidik Jari Benalu Teh Eluen campuran 1,2-dikloroetana dan etil asetat pada nisbah 65:35 dipilih sebagai eluen terbaik yang akan diaplikasikan pada ekstrak benalu teh asli dan komersial untuk membandingkan pola kromatogramnya. Pola KLT pada Gambar 6a memberikan informasi bahwa ekstrak benalu teh asli (GM) mempunyai 9 pita dengan R f (Tabel 3) (a) Dua sampel benalu teh komersial yaitu K1 dan K3 menunjukkan 11 pita, sedangkan satu sampel lainnya yaitu K2 menunjukkan 9 pita dengan pola yang sama dengan benalu teh asli (GM). Berdasarkan Gambar 6b diketahui bahwa katekin dengan R f 0.13 terdapat pada semua sampel benalu teh. Tabel 3 Nilai R f komponen ekstrak benalu teh dan beberapa benalu teh komersial Pita ke - R f GM K1 K2 K Benalu teh hanya tumbuh di pohon teh yang cukup tinggi sehingga sulit untuk didapatkan. Hal ini memungkinkan penjual benalu teh komersial melakukan pencampuran benalu teh dengan bahan lain seperti daun teh. Karena itu, dilakukan pengujian dengan mencampurkan ekstrak benalu teh dengan ekstrak daun teh yang juga berasal dari Gunung Mas.

17 8 a b c1 c2 c3 c4 c5 DAFTAR PUSTAKA [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Volume 1. Jakarta : BPOM RI. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Depkes RI. Bustanussalam, Simanjuntak P, Muwarni R Chatechin analysis from several water extract of tea plant parasitic. J Kim Mulawarman. 6: Gambar 7 Pola KLT ekstrak sampel benalu teh (a), daun teh (b), dan campuran benalu teh dengan daun teh (c), dengan nisbah c1 (1:3), c2 (1:2), c3 (1:1), c4 (2:1), dan c5 (3:1). Benalu teh asli tidak menunjukkan intensitas warna yang jelas pada pita ke- 9 pada R f 0.97, sementara pada daun teh warnanya jelas dan tajam. Pola yang sama ditunjukkan oleh sampel komersial K1 dan K3 campuran benalu teh dengan daun teh pada nisbah (3:1), (2:1), (1:1), (2:1), dan (3:1) yang dapat dilihat pada Gambar 7 c1 c5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pelarut terpilih yang baik sebagai eluen untuk penentapan sidik jari benalu teh metode Kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (KLTKT) adalah campuran dikloroetana dengan etil asetat nisbah 65:35 yang menghasilkan 9 pita pada benalu teh asli yaitu pada kisaran R f Satu sampel benalu teh komersial menunjukkan pola kromatogram yang sama dengan benalu teh asli, sedangkan dua sampel lainnya terdapat 11 pita dan diduga ada campuran dengan daun teh. Saran Perlu dilakukan pengujian benalu teh asli dari daerah lain untuk melihat pola sidik jarinya. Cie sla L, Hajnos MW Twodimensional thin layer chromatography in the analysis of secondary plant metabolites. J Chromatogr 12: Delaroza F, Scarminio IS Mixture design optimization of extraction and mobile phase media for fingerprint analysis of Bauhinia variegate L. J Separation Sci 31: Florentina I, Windadri, Raharjoe JS Keanekaragaman jenis benalu di Pulau Jawa. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 4: Fernand VE Initial characterization of crude extracts from Phyllanthus amarus Schum. and Thonn. and Quassia amara L. using normal phase thin layer chromatography tesis. Lousiana: Program Pascasarjana, University of Suriname. Harjadi W Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Harborne JB Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor; Bandung: ITB Pr. Terjemahan dari: Phytochemical Methods. Harvey D Modern Analytical Chemistry. New York: Mc.Graw-Hill. Houghton PJ, Raman A Laboratory Handbook for Fractionation of Natural Extracts. London: Chapman & Hall. Liang YZ, Xie P, Chen K Quality control of herbal medicines. J Chromatogr 812:53-70.

18 9 Kimura M, Fujimura M, Yoshida M, Takeshi T, Naoko TA An easy method to identify 8-keto-15-hydroxytrichothecenes by thin layer chromatographic. Mycotoxins 58 : Marston A Role of advances in chromatographic techniques in phytochemistry. Phytochemistry 68:22-24 Meloan CE Chemical Separation. New York: J Wiley. Nugroho YA, Nuratmi B, Suhardi Daya hambat benalu teh (Scurrulla atropurpurea) terhadap poliferasi sel tumor kelenjar susu mencit (Mus Musculus L) C3H. Cermin Dunia Kedokteran 27: Ohashi K et al Indonesian medicinal plants. XXV. Cancer cell invasion inhibitory effects of chemical constituens in the parasitic plant Scurrula atropurpurea (Loranthaceae). Chem Pharm 51: Santa IGP Studi kemotaksonomi farmakognosi benalu anti kanker Scurrulla atropurpurea (BI) Dans dan Dendreoephthoe petendra (L) Miq. Warta Tumbuhan Obat Indones 4: Snyder LR. Introduction to modern liquid chromatography. New York : J Wiley. Sudjadi Metode Pemisahan. Yogyakarta: UGM Pr. Wall PE Thin Layer Chromatography: A Modern Practical Approach. Dorset: VWR Int. Winarno MW, Sundari D, Nuratmi B Penelitian aktivitas biologik infus benalu teh (Scurulla atropurpurea BI. Danser) terhadap aktivitas sistem imun mencit. Cermin Dunia Kedokteran 127: Zhao L, Chaoyu H, Zhen S, Bingren X, Linghua M Fingerprint analysis of Psoralea corylifolia L. by HPLC and LC- MS. J Chromatogr 821:67-74.

19 LAMPIRAN 10

20 11 Lampiran 1 Diagram alir penelitian Pengambilan sampel benalu teh (asli dan sampel komersial) Determinasi sampel tanaman asli Preparasi sampel Pemeriksaan kadar air dan fitokimia Ekstraksi (Maserasi, etanol 96%) Pemekatan ekstrak Penentuan eluen terbaik menggunakan KLT Penentuan sidik jari menggunakan KLTKT

21 Lampiran 2 Determinasi tanaman benalu teh 12

22 13 Lampiran 3 Penentuan kadar air Bobot sampel (g) Sampel Benalu teh Kadar Air Ulangan Rerata (%) Bobot basah GM K1 K2 K3 Bobot kering (%) Keterangan : GM = Gunung Mas ; K1 = Sampel komersial 1; K2 = Sampel komersial 2; K3= Sampel komersial 3 Contoh perhitungan kadar air sampel Benalu teh Gunung Mas ulangan 1: Kadar air = = = 7.71%

23 14 Lampiran 4 Uji fitokimia Hasil uji No Kandungan fitokimia Gunung Mas K1 K2 K3 1 Alkaloid Flavonoid Saponin Tanin Fenol Steroid Triterpenoid Keterangan: (-) = Tidak terdeteksi ; (+) = Terdeteksi ; K1 = Sampel komersial 1; K2 = Sampel komersial 2; K3= Sampel komersial 3.

24 15 Lampiran 5 Rendemen ekstrak kasar sampel benalu teh asli dan komersial Kkkk Sampel Kadar air Bobot ekstrak kasar (g) Bobot Ulangan sampel (g) Gunung Mas 7.5% K1 6.35% K2 8.88% K3 7,86% Rendemen (%) Keterangan : GM = Gunung Mas ; K1 = Sampel komersial 1; K2 = Sampel komersial 2; K3= Sampel komersial Contoh perhitungan kadar air sampel Benalu teh Gunung Mas ulangan 1: Rendemen = = = 19.10% Rerata (%)

25 16 Lampiran 6 Penggolongan pelarut oleh Snyder (Snyder 1979) Golongan Pelarut Kekuatan Pelarut I n-heksana 0 n-butil eter 2.1 Diisopropil eter 2.4 Metil t-butil eter 2.7 Dietil eter* 2.8 II Isopentanol 3.7 n-butanol 3.9 Isopropanol 3.9 n-propanol 4.0 Etanol* 4.3 Metanol* 5.1 III Tetrahidrofuran 4.0 Piridina Metoksietanol 5.5 Metil formamida 6.0 Dimetilformamida 6.4 IV Dimetil sulfoksida 7.2 Asam asetat* 6.0 Formamida 9.6 V Diklorometana* 3.1 1,2-Dikloroetana 3.5 Benzil alkohol 5.7 VI Etil asetat* 4.4 Metil etil keton 4.7 Dioksana 4.8 Aseton* 5.1 Asetonitril* 5.8 VII Toluena 2.4 Benzena 2.7 Nitrobenzena 4.4 Nitrometana 6.0 VIII Kloroform* 4.1 Dodekafluoroheptanol 8.8 Air 10.2 Keterangan : * menunjukkan pelarut yang digunakan

26 17 Lampiran 7 Hasil elusi dengan 10 pelarut tunggal visulisasi UV 254 nm Keterangan : 1.Dietil eter, 2. Diklorometana, 3. 1,2-Dikloroetana, 4. n-butanol, 5. Kloroform, 6. Etanol, 7. Etil asetat, 8. Metanol, 9. Asetonitril, dan 10. Etanol 30% Lampiran 8 Pola KLT komposisi nisbah 1,2-dikloroetana dan etil asetat visualisasi UV 254 nm a b c d e f g h i j Keterangan: A = 1,1-dikloroetana, B = etil asetat a. (50A:50B), b. (55A:45B), c. (60A:40B), d. (65A: 3B), e. (70A:30B), f. (75A:25B), g. (80A:20B), h. (85A:15B), i. (90A:10B), dan j. (95A:5B)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Rambut jagung (Zea mays L.), n-heksana, etil asetat, etanol, metanol, gliserin, larutan kloral hidrat 70%, air, aqua destilata, asam hidroklorida, toluena, kloroform, amonia,

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Simplisia 3.4 Karakterisasi Simplisia BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas tentang langkah-langkah percobaan yang dilakukan dalam penelitian meliputi bahan, alat, pengumpulan dan determinasi simplisia, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b) 6 pengembang yang masih segar. Pelat dideteksi dengan UV 366 nm. Stabilitas Analat pada Pelat dan dalam Larutan. Ekstrak ditotolkan pada pelat 10 x 10 cm. Ekstrak dibuat sebanyak tiga buah. Ekstrak satu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat - Beaker glass 1000 ml Pyrex - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex - Maserator - Labu didih 1000 ml Buchi - Labu rotap 1000 ml Buchi - Rotaryevaporator Buchi R 210 - Kain

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Uji Flavonoid Dari 100 g serbuk lamtoro diperoleh ekstrak metanol sebanyak 8,76 g. Untuk uji pendahuluan masih menggunakan serbuk lamtoro kering,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO Muhammad Irfan Firdaus*, Pri Iswati Utami * Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jl. Raya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan

BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Serangga Uji Bahan Tanaman Uji Penyiapan Tanaman Pakan BAHAN DAN METODE Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2015 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc) ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI FASE n-butanol DAUN JERUK PURUT (Citrus hystrix.dc) Zuhelmi Aziz*, Ratna Djamil Fakultas Farmasi Universitas Pancasila,Jakarta 12640 email : emi.ffup@yahoo.com

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah daun murbei (Morus australis Poir) yang diperoleh dari perkebunan murbei di Kampung Cibeureum, Cisurupan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu, dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cibarunai, Kelurahan Sarijadi, Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Penyiapan Bahan Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun alpukat dan biji alpukat (Persea americana Mill). Determinasi dilakukan di Herbarium Bandung Sekolah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel PBAG di lingkungan sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan daerah Cipaku.

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van 22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi merupakan suatu langkah untuk mengidentifikasi suatu spesies tanaman berdasarkan kemiripan bentuk morfologi tanaman dengan buku acuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah daun salam, daun jati belanda, daun jambu biji yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka (PSB) LPPM-IPB Bogor. Bahan yang digunakan untuk uji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji 19 BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji pendahuluan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak, dan analisis kandungan golongan senyawa kimia secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman dengan kode AGF yang diperoleh dari daerah Cihideng-Bandung. Penelitian berlangsung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengkarakterisasi simplisia herba sambiloto. Tahap-tahap yang dilakukan yaitu karakterisasi simplisia dengan menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan Juli 2014 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun salam (Syzygium polyanthum) asal NTB. Untuk memastikan identitas dari tanaman salam yang didapatkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratoium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium Instrumen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. 60 Lampiran 2. Gambar tumbuhan buni dan daun buni Gambar A. Pohon buni Gambar B.

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 3 Garis besar jalannya penelitian 3 METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Protozoologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 25 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Ekstraksi simplisia segar buah duku dilakukan dengan cara dingin yaitu maserasi karena belum ada data tentang kestabilan komponen ekstrak buah duku terhadap panas.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci albino New Zealand yang diperoleh dari peternakan kelinci di Lembang.

BAB 3 PERCOBAAN. Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah kelinci albino New Zealand yang diperoleh dari peternakan kelinci di Lembang. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan, Alat, dan Hewan Percobaan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah duku (Lansium domesticum Corr.), hirdoksipropil metilselulosa (HPMC), carbomer, gliserin, trietanolamin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental laboratorium. Metode yang digunakan untuk mengekstraksi kandungan kimia dalam daun ciplukan (Physalis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Perubahan konsentrasi fase gerak metanol pada metode gradien KCKT ekstrak etanol 70% S. arvensis Solo.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 3 Perubahan konsentrasi fase gerak metanol pada metode gradien KCKT ekstrak etanol 70% S. arvensis Solo. Sebanyak 1 ekor larva A. salina dimasukkan ke dalam vial yang berisi air laut. Setelah itu, masing-masing vial ditambahkan larutan ekstrak (metanol 7% dan etanol 7%) dari ekstrak S. arvensis dan C. roseus,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Oktober 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Makanan Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya)

OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.2 ; November 2015 OPTIMASI PEMBUATAN KOPI BIJI PEPAYA (Carica papaya) MARIATI Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik Negeri Tanah Laut, Jl. A. Yani, Km

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA

Lebih terperinci

PROFIL FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI BIJI MANGGA ARUM MANIS (Mangifera indica. Linn)

PROFIL FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI BIJI MANGGA ARUM MANIS (Mangifera indica. Linn) PROFIL FITOKIMIA DAN UJI ANTIBAKTERI BIJI MANGGA ARUM MANIS (Mangifera indica. Linn) Zulhipri, Yusnetty Boer, Resa Rahmawatie, Siti Julekha Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik

BAB III METODE PENELITIAN. di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan November 2011 sampai Mei 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Laboratorium Kimia Analitik Instrumen

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian. Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel karang lunak dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2010 di Area Perlindungan Laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Oktober Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada bulan Juli sampai Oktober 2013. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Sawit

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. Lampiran 1. Surat identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. 44 Lampiran 2. Gambar tumbuhan buni (Antidesma bunius (L.) Spreng.) Tumbuhan pohon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli 2012 di Laboratorium Kimia Fisika FMIPA dan Laboratorium Biomasa Terpadu Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah biji paria (Momordica charantia) yang diperoleh dari Kampung Pamahan, Jati Asih, Bekasi Determinasi

Lebih terperinci

Potensi Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara Linn) Sebagai Sumber Bahan Farmasi Potensial ABSTRAK

Potensi Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara Linn) Sebagai Sumber Bahan Farmasi Potensial ABSTRAK Potensi Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara Linn) Sebagai Sumber Bahan Farmasi Potensial Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman

Lebih terperinci

OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini

OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini Analisis Komponen Kimia dan Uji KLT Bioautografi Fungi Endofit dari Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) OLEH Burhanuddin Taebe Andi Reski Amalia Sartini Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa

Lebih terperinci

Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Mentimun (Cucumis sativus L.) dan Ekstrak Etanol Nanas (Ananas comosus (L) Merr.)

Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Mentimun (Cucumis sativus L.) dan Ekstrak Etanol Nanas (Ananas comosus (L) Merr.) , Vol.04, No.01, Februari 2017, hal: 34-38 ISSN-Print. 2355 5386 ISSN-Online. 2460-9560 http://jps.unlam.ac.id/ Research Article 34 Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Mentimun (Cucumis sativus L.)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit

HASIL DAN PEMBAHASAN. s n. Pengujian Fitokimia Biji Kelor dan Biji. Kelor Berkulit 8 s n i1 n 1 x x i 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit s RSD (%) 100% x Pengujian Fitokimia Kelor dan Kelor Berkulit Pengujian Alkaloid Satu gram contoh dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PANCASILA DESEMBER 2009

UNIVERSITAS PANCASILA DESEMBER 2009 PENAPISAN FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK n-heksana DAN METANOL DAUN KELADI TIKUS Oleh: Drs. Ahmad Musir, MS, Apt Dra. Yunahara Farida, M.Si, Apt Dra. Titiek Martati, M.Si, Apt Bernard

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Gambar 1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Gambar 2. Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Lampiran 2. Gambar Mikroskopik

Lebih terperinci

PENGOPTIMUMAN FASE GERAK KLT MENGGUNAKAN DESAIN CAMPURAN UNTUK PEMISAHAN KOMPONEN EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri) MEGA DEWINA ANGGRAENI PUSPITA

PENGOPTIMUMAN FASE GERAK KLT MENGGUNAKAN DESAIN CAMPURAN UNTUK PEMISAHAN KOMPONEN EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri) MEGA DEWINA ANGGRAENI PUSPITA PENGOPTIMUMAN FASE GERAK KLT MENGGUNAKAN DESAIN CAMPURAN UNTUK PEMISAHAN KOMPONEN EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri) MEGA DEWINA ANGGRAENI PUSPITA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pamahan-Jati Asih, Bekasi. Dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis Roem) yang diperoleh dari daerah Tegalpanjang, Garut dan digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 15 HN DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengendalian Serangga Hama dan iodegradasi UPT. alai Penelitian dan Pengembangan iomaterial LIPI dan Laboratorium Parasitologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil identifikasi sponge

Lampiran 1. Hasil identifikasi sponge Lampiran 1. Hasil identifikasi sponge 49 Lampiran 2. Gambar sponge Suberites diversicolor Becking & Lim yang segar 50 Lampiran 3. Gambar simplisia dan serbuk sponge Suberites diversicolor Becking & Lim

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bioaktivitas Ekstrak Kasar Kayu Teras Suren Contoh uji yang digunakan dalam penelitian didapatkan dari Desa Cibadak, Sukabumi. Sampel daun dikirim ke Herbarium Bogoriense,

Lebih terperinci

Uji Alkaloid Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom Uji Triterpenoid dan Steroid HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Daun Salam Uji Fitokimia

Uji Alkaloid Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom Uji Triterpenoid dan Steroid HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Daun Salam Uji Fitokimia 7 Fraksi air daun salam ditotolkan pada pelat KLT sebanyak 15 kali penotolan. Setelah kering, pelat dielusi dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Elusi dilakukan dengan

Lebih terperinci