2.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Manajemen Sumberdaya Manusia Pentingnya Manajemen Sumberdaya Manusia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Manajemen Sumberdaya Manusia Pentingnya Manajemen Sumberdaya Manusia"

Transkripsi

1 2.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen sumberdaya manusia secara sederhana didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengelolaan sumberdaya manusia. Manajemen sumberdaya manusia merupakan satu gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumberdaya yang potensial, yang perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi dan bagi pengembangan dirinya. Mangkunegara (2001) mengatakan bahwa manajemen sumberdaya manusia adalah suatu kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Dessler (2009) mendefinisikan manajemen sumberdaya manusia merupakan proses memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja, kesehatan, keamanan, dan masalah keadilan. Robbin (2007) mendefinisikan manajemen sumberdaya manusia adalah proses pengkoordinasian kegiatankegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Efisien berarti memperoleh output terbesar dengan input tertentu; digambarkan sebagai melakukan segala sesuatu secara benar. Efektif adalah menyelesaikan kegiatan-kegiatan sasaran organisasi dapat tercapai; digambarkan sebagai melakukan segala sesuatu yang benar. Dari paparan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa sumberdaya manusia diakui sebagai faktor penting dalam proses aktivitas organisasi yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi Pentingnya Manajemen Sumberdaya Manusia Hariono (2010) memberikan alasan mengapa kita harus mempelajari manajemen sumberdaya manusia di dalam suatu organisasi?. Pertama, untuk menggali potensi manusia dalam organisasi sehingga dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Kedua, manusia sebagai makhluk sosial yang unik harus menjadi fokus perhatian terhadap keinginan (wants) dan kebutuhannya (needs)

2 10 yang harus dipenuhi. Ketiga, manusia memiliki cita-cita untuk mencapai tujuan yang diinginkan melalui jalur karir yang ditempuhnya. Keempat, organisasi adalah kumpulan orang-orang. Kesuksesan orang-orang di dalamnya haruslah sesuai dengan tujuan organisasi yang ingin dicapai. Kelima, organisasi dibentuk bukan hanya dalam jangka pendek, melainkan dalam jangka panjang sehingga kebutuhan SDM harus direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan dan dikendalikan secara efektif Manajemen Sumberdaya Manusia dan Organisasi Fungsi-fungsi manajemen dalam organisasi sekurang-kurangnya meliputi aspek manajemen sumberdaya manusia, manajemen produksi dan operasi, manajemen keuangan, dan manajemen pemasaran. Manajemen sumberdaya manusia adalah salah satu fungsi utama dari suatu organisasi. Fungsi-fungsi lain tidak akan bisa berjalan tanpa adanya peran dari sumberdaya manusia yang memiliki kualitas. Gratton disitasi Mullins (2005) menyatakan setidaknya ada empat proposisi dasar yang ada kaitannya dengan organisasi yaitu : 1. Terdapat perbedaan yang mendasar antara orang sebagai asset dan asset tradisional dari keuangan atau teknologi 2. Memahami perbedaan yang mendasar akan menciptakan pandangan baru secara menyeluruh mengenai pemikiran dan pekerjaan dalam organisasi, yaitu suatu pergeseran pola pikir 3. Strategi usaha hanya dapat dilaksanakan dengan menggunakan manusia 4. Menciptakan pendekatan strategi dengan mengutamakan manusia melalui suatu dialog yang kuat dalam organisasi Perilaku Individu, Kelompok, dan Organisasi Robbins (2007) mengidentifikasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu, yaitu : (1) usia, (2) jenis kelamin, (3) status perkawinan, (4) masa kerja, (5) kemampuan (fisik, intelektual dan kesuaian kemampuan dengan pekerjaan). Perilaku dalam kelompok dibagi ke dalam dua bagian yaitu pertama kelompok formal, perilaku ditentukan oleh dan diarahkan ke

3 11 sasaran organisasi dan yang kedua, kelompok informal terbentuk secara alamiah sebagai tanggapan terhadap kebutuhan akan kontak sosial. Untuk mulai memahami perilaku kelompok kerja, perlu memandangnya sebagai substansi yang tertanam ke dalam sistem yang lebih besar. Perilaku kelompok dipengaruhi oleh kondisi eksternal yang dipaksakan dari luar. Kondisikondisi eksternal ini mencakup strategi keseluruhan organisasi, struktur wewenang, peraturan formal, sumber daya, proses seleksi karyawan, evaluasi kerja dan sistem imbalan, budaya, dan tatanan kerja fisik seperti ditunjukan pada Gambar 1. Sumber : Robbins, Gambar 1. Model Perilaku Kelompok Gambar 2 menunjukkan pada pengerjaan tugas kelompok ada kecenderungan bagi individu untuk mengurangi upaya mereka. Dengan kata lain, kemalasan sosial melukiskan kerugian juga dapat menghasilkan hasil yang positif. Kelompok dapat menciptakan output yang lebih besar daripada jumlah input-nya. Sumber : Robbins, Gambar 2. Dampak Proses Kelompok

4 12 Munandar (2008) mengambarkan proses terbentuknya perilaku organisasi dimulai dari terbentuknya perilaku individu, kemudian perilaku individu membentuk perilaku kelompok dan perilaku kelompok menggambarkan perilaku organisasi (Gambar 3). Sumber : Munandar, Gambar 3. Sistem Perilaku Organisasi 2.2 Teori Kelembagaan dan Organisasi Syahyuti (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dalam hal konsep, setidaknya ada empat bentuk cara untuk membedakan ~ kata yang menerangkan fenomena sosial ini ~ lembaga dan organisasi, yaitu : (1) tradisional dan modern, (2) asal pembentukannya dari bawah dan atas, (3) berbeda level namun dalam satu kontinum, dan (4) organisasi merupakan elemen dari lembaga. Menghadapi berbagai kekeliruan dan ketidaksepakatan selama ini, khususnya di Indonesia, maka perlu dilakukan perumusan rekonseptualisasi tentang terminologi lembaga dan organisasi (Tabel 2).

5 13 Tabel 2. Rekonseptualisasi Terminologi Lembaga dan Organisasi Terminologi dalam literatur berbahasa Inggris Terminologi dalam literatur berbahasa Indonesia Terminologi semestinya Materi didalamnya 1. Institution Kelembagaan, Lembaga Norma, nilai, regulasi Institusi pemerintah, pengetahuan petani tentang regulasi 2. Institutional Kelembagaan, Kelembagaan Hal-hal berkenaan dengan Institusi 3. Organization Organisasi, Lembaga 4. Organizational Keorganisasian, Kelembagaan Sumber : Syahyuti, lembaga Organisasi Contoh: kelompok tani, koperasi, asosiasi petani berdasar komoditas Keorganisasian Hal-hal yang berkenaan dengan organisasi, misalnya perihal kepemimpinan, keanggotaan, manajemen, dan keuangan organisasi Teori Kelembagaan Studi terhadap lembaga di mulai abad ke-19 dan 20, Max Weber mengemukakan hasil studinya tentang pengaruh birokrasi terhadap perilaku masyarakat. Teori ini berkembang menjadi lebih mikro dan individual melalui pendekatan Teori Perilaku (behavioural theory) dan Teori Pilihan Rasional (rational choice theory). Durkheim menjelaskan bahwa lembaga adalah sistem simbol yang berisi pengetahuan, kepercayaan dan otoritas moral yang menghasilkan keteraturan kolektif yang didasarkan pada tindakan rasional. Weber dan Durkheim sepakat menentukan faktor norma dan pengetahuan sebagai pembentuk perilaku Teori Organisasi Studi tentang organisasi diawali dengan studi tentang birokrasi oleh Weber yang membangun Teori Lebih Rendah (middle range theory) dan dilanjutkan dengan Selznick dengan Teori Struktural Fungsional (function structure theory) dan kelembagaan lama (old institutional). Studi ini menekankan bahwa pentingnya kontrol norma yang secara bersamaan kemudian menginternalisasi aktor dan menekannya dalam situasi sosial.

6 Teori Kelembagaan Baru Interaksi antara Teori Kelembagaan dan Teori Organisasi melahirkan Teori Kelembagaan Baru (new institutionalism theory). Studi mengenai hal ini mulai berinteraksi semenjak era 1970-an, yaitu tumbuhnya perhatian pada pentingnya bentuk-bentuk keorganisasian (organizational forms) dan lapangan organisasi (organization fields). Beberapa teori yang mempengaruhi munculnya Teori Kelembagaan Baru adalah Teori Birokrasi (Weber), Teori Kelembagaan Kultural (Parsons), Teori Rasionalitas Organisasi (Simmon dan March), Teori Kelembagaan Terhadap Organisasi (Selznick), dan Teori Lingkungan Kelembagaan (Alexander). Syahyuti (2010) menegaskan bahwa ada tiga elemen yang menjadi akar dari pembentukan teori ini, yaitu: aspek regulatif, aspek normatif, dan aspek kultural-kognitif. Pertama, aspek regulatif perhatiannya tertujukan pada aturan (rule) yang ada dan keuntungan apa yang akan diperoleh pelaku dalam bertindak. Diyakini bahwa masyarakat dipenuhi oleh berbagai aturan, dan berperilaku dengan melihat aturan. Masyarakat akan berusaha memaksimalkan keuntungan untuk dirinya dengan menggunakan atau berkelit dari aturan yang ada. Karena, dalam perspektif ini masyarakat dipandang sebagai makhluk yang rasional. Kedua, aspek normatif perhatiannya tertujukan pada norma-norma yang hidup dan disepakati ditengah dimasyarakat. Norma sebagai penentu pokok perilaku individu dalam masyarakat, bersifat membatasi sekaligus mendorong individu. Norma pada hakekatnya menjelaskan tentang kewajiban individu. Ketiga, aspek cultural-kognitif perhatiannya tertujukan pada pengetahuan kultural yang dimiliki oleh individu dan masyarakat dengan menggunakan perspektif pengetahuan. Intinya, dinyakini bahwa manusia memaknai segala hal diseputarnya, termasuk norma dan regulasi, namun ia tidak langsung patuh sepenuhnya. Ia memaknai lagi norma dan regulasi yang ada, lalu memilih sikap dan perilakunya sendiri. Sehingga manusia sebagai aktor yang aktif. Berdasarkan ketiga aspek tersebut, lembaga dirumuskan sebagai yang menyediakan stabilitas dan keteraturan dalam masyarakat.

7 Organisasi Petani Pemberdayaan petani dengan pendekatan pengorganisasian secara formal merupakan hal yang umum tidak hanya di Indonesia, namun kurang berhasil dalam pelaksanaannya. Negara menginginkan petani diorganisasikan secara formal. Sebagian besar organisasi petani dibentuk untuk tujuan distribusi bantuan dan memudahkan tugas kontrol dan kepentingan administratif bagi pelaksana program. Penelitian Pranadji et al. (2004) mengemukakan bahwa gejala pada saat ini hampir tidak ada organisasi (ekonomi) petani mampu bertahan hidup dan mengembangkan diri dengan baik. Hingga kini organisasi petani yang dibentuk dari atas hampir tidak ada yang mampu bertahan hidup dengan tingkat daya saing tinggi Intervensi Negara dan Pasar dalam Organisasi Petani Negara dan pasar merupakan dua elemen lingkungan pokok yang mempengaruhi berjalannya organisasi petani. Modernisasi sangat mewarnai pendekatan pemerintah dalam pembangunan pertanian. Corak kebijakan pembangunan desa semasa Orde Baru ditandai kuatnya negara masuk desa dimana semua desa mengikuti model desa di Jawa (Sajogyo, 2002). Melalui Revolusi Hijau, terjadi introduksi teknologi, birokrasi dan pasar. Namun pendekatan yang disebabkan modernisasi tersebut menimbulkan dampak, antara lain : (1) timbulnya pelapisan sosial dan akumulasi penguasaan lahan, (2) hilangnya nilai egaliter dalam masyarakat, (3) hubungan patron-klien melemah digantikan hubungan komersial kalkulasi untung-rugi. Kondisi sosial politik ini memberikan lingkungan yang kurang kondusif untuk berkembangnya organisasi petani yang kuat dan berakar (Syahyuti, 2010). Kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam penelitian Syahyuti (2010) bahwa eksistensi organisasi milik petani bergantung kepada kondisi lingkungan dimana ia hidup. Dua kekuatan yang menentukan dalam eksistensi ini adalah negara dan pasar. Pertama, negara menginginkan petani diorganisasikan secara formal untuk kepentingan administratif petani dalam menjalankan program-program pemberdayaan petani di perdesaan sementara yang kedua, pasar cenderung menekan petani (secara individu dan kelompok) untuk berperilaku efisien dan

8 16 menguntungkan, melalui tekanan pasar menginginkan seluruh perilaku petani harus dapat dirasionalisasikan dan dikalkulasikan dalam dimensi untung-rugi Organisasi Petani dalam Teori Kelembagaan Baru Era globalisasi merubah konstelasi paradigma pembangunan pertanian di tingkat dunia. Berbagai konsep yang sedang populer dewasa ini antara lain : pendekatan kemiskinan, ketahanan pangan, pembangunan wilayah, pembangunan berkelanjutan, gender, dan juga pemberdayaan (Syahyuti, 2007). Perubahan lingkungan tersebut mengharuskan Indonesia menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Hal ini nampak dari perubahan pola pembangunan sektor pertanian di Indonesia, semula pendekatan komoditas menjadi pendekatan Sistem Usaha Pertanian/Agribisnis yang bercirikan pada orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani (Sudaryanto et al., 2005). Paradigma baru ini ditandai dengan kuatnya intervensi negara terhadap pembangunan organisasi petani, melalui introduksi teknologi, birokrasi dan pasar terhadap pembangunan sektor pertanian. Syahyuti (2010) mengemukakan bahwa dampak dari intervensi tersebut mengakibatkan perubahan pada struktur ekonomi dan politik lokal petani. Petani mengembangkan organisasinya sesuai dengan kondisi dan pemahaman mereka, semisal : mempertimbangkan kebutuhan spesifik komoditas yang mereka usahakan. Teori Kelembagaan Baru seolah menjawab dinamika perubahan paradigma pembangunan pertanian. Pendekatan yang dilakukan dalam teori ini adalah untuk memaparkan kerangka pemikiran bagaimana petani menjalankan usahanya sehari-hari. Petani membangun relasi horizontal (sesama petani) dan relasi vertikal (dengan pemasok saprodi, permodalan, teknologi, dan pedagang hasil pemasaran). Dalam setiap relasi petani memiliki dua pilihan yaitu yang bersifat individual dan bentuk aksi kolektif. Pengorganisasian petani pada hakekatnya merupakan upaya untuk menjalankan tindakan kolektif, dengan kenyakinan bahwa tindakan kolektif lebih murah dan efektif. Agar tindakan kolektif berjalan, maka harus dapat diketemukan cara untuk memotivasi individu agar mau melibatkan diri. Organisasi hanyalah salah satu wadah dalam menjalankan tindakan kolektif. Tindakan kolektif yang selama ini gagal dijalankan dalam organisasi formal petani di Indonesia,

9 17 disebabkan petani telah memiliki berbagai relasi dimana relasi tersebut berada di luar organisasi formal. Petani enggan berorganisasi karena kompensasi yang diterima tidak sebanding dengan peningkatan pendapatan yang mereka peroleh. Perilaku ini sejalan dengan Teori Pilihan Rasional (rational choice theory). Syahyuti (2010) menyimpulkan bahwa pengembangan keorganisasian petani dimasa mendatang setidaknya perlu memperhatikan prinsip-prinsip : (1) organisasi formal untuk petani hanyalah sebuah opsi bukan keharusan, (2) pengembangan organisasi memperhatikan prinsip multi purpose sehingga tidak terikat lagi pada egosubsektor dan keproyekan, (3) organisasi hanyalah alat bukan tujuan, (4) petani dihargai sebagai individual yang rasional dan memahami kondisinya, (5) bentuk organisasi yang ditawarkan ke petani adalah yang mampu memperkuat relasi-relasi vertikal (dengan pemasok saprodi, permodalan, teknologi, pelaku pengolahan, dan pedagang hasil pertanian). 2.4 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Departemen Pertanian (2008) mendefinisikan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi desa atau yang berada dalam satu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier. Gapoktan pada hakekatnya organisasi yang dapat dipilih (opsi) disamping organisasi-organisasi lain yang juga terlibat dalam aktivitas ekonomi secara langsung. Pengembangan gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan kelemahan aksesibilitas terhadap berbagai lembaga layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian, serta terhadap sumber informasi. Pada prinsipnya gapoktan diarahkan sebagai sebuah organisasi ekonomi yang mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya, yaitu : sebagai organisasi pengelolaan sumberdaya alam, untuk tujuan aktivitas kolektif, pengembangan usaha, dan melayani kebutuhan informasi.

10 Konsep Pengembangan Gapoktan Tujuan utama pembentukan gapoktan adalah untuk memperkuat organisasi petani yang ada, sehingga pembinaan pemerintah kepada petani akan terfokus dengan sasaran yang jelas. Pembentukannya didasari bahwa pertanian modern tidak hanya identik dengan mesin pertanian yang modern tetapi perlu ada organisasi yang dicirikan dengan organisasi ekonomi yang mampu menyentuh dan menggerakkan perekonomian di perdesaan melalui pertanian. Setidaknya ada tiga peran pokok yang diharapkan dapat dimainkan oleh gapoktan. Pertama, gapoktan difungsikan sebagai organisasi strategis yang merangkum seluruh aktivitas organisasi petani di perdesaan. Kedua, gapoktan diharapkan mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bersama. Ketiga, gapoktan bertindak sebagai Organisasi Usaha Ekonomi Perdesaan sehingga dapat menerima Dana Penguatan Modal. Agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan, maka koordinasi untuk menata pelibatan setiap Gapoktan berada dalam koordinasi Dinas Pertanian setempat. Konsep sistem agribisnis menggambarkan bahwa aktivitas pertanian perdesaan tidak akan keluar dari upaya untuk : menyediakan sarana produksi, permodalan usahatani, pemenuhan tenaga kerja, kegiatan berusaha tani (on farm), pemenuhan informasi teknologi, serta pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Tabel 3 menunjukkan bahwa pada kondisi dilapangan organisasi yang diintroduksikan saat ini sesungguh telah tumpang tindih. Tabel 3. Matrik Fungsi Agribisnis dan Organisasi yang Menjalankan No. Fungsi Organisasi Yang Menjalankan Keltan Gapoktan P3A KUA Kop. UPJA PPD K.Agb Kelcapir 1. Penyediaan saprotan V V - V V V Penyediaan modal V V - V V V Penyediaan air irigasi V - V Kegiatan usahatani V V V Pengolahan V V - V V V Pemasaran V V - V V Penyediaan infor&tek. V V V V V V 8. Penyediaan info pasar V V - V V V V V V Sumber : Syahyuti, 2007.

11 Sistem Usaha Pertanian/Agribisnis Pendekatan komoditas yang dilakukan pada masa Orde Baru tidak dapat disangkal memberikan hasil yang menakjubkan, salah satu bukti keberhasilan tersebut dengan tercapainya swasembada beras pada tahun Ciri pendekatan komoditas adalah pengembangan komoditas secara parsial dan lebih berorientasi pada peningkatan produksi dibanding peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani (Sudaryanto et al, 2005). Kelemahan mendasar sistem pendekatan komoditas (Simatupang, 2004) disebabkan antara lain : (1) tidak memperhatikan keunggulan komparatif tiap komoditas, (2) tidak memperhatikan panduan horizontal, vertikal, dan spasial berbagai kegiatan ekonomi, dan (3) kurang memperhatikan aspirasi pendapatan petani. Pendekatan ini seringkali tidak efisien dan keberhasilannya sangat tergantung pada besarnya subsidi dan proteksi pemerintah, serta kurang mampu mendorong peningkatan pendapatan petani. Persaingan pasar global mengharuskan perekonomian nasional di deregulasi melalui pengurangan subsidi, dukungan harga, dan proteksi lainnya. Sejak pertengahan 1970-an, para ahli mulai sadar bahwa sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian makro maupun perekonomian global (Simatupang, 2004). Akhirnya kemampuan bersaing bertumpu pada kemampuan bersaing melalui proses produksi yang efisien. Partisipasi dan kemampuan wirausaha petani menjadi faktor kunci keberhasilan, serta saling tergantungnya antara usaha ekonomi dan non ekonomi. Seiring dengan itu, orientasi pembangunan pertanian pun akan mengalami perubahan dari orientasi peningkatan produksi menjadi orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan. Sistem Usaha Pertanian/Agribisnis adalah usaha kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan pertanian. Bidang usahanya meliputi : usaha menghasilkan sarana produksi usahatani, usahatani, usaha pengolahan produksi usahatani, dan usaha perdagangan sarana produksi, produksi primer, dan produk olahan usahatani. Sistem ini tidak membedakan skala usaha, asalkan merupakan usaha ekonomi yang mengusahakan sarana dan produk pertanian dimana usaha produk pertanian menjadi komponen utamanya. Jadi usahatani keluarga pun dapat tergolong kategori ini. Sistem Usaha Pertanian/Agribisnis mempunyai dua makna

12 20 yang berbeda namun saling berhubungan, yaitu : (1) suatu usaha ekonomi, dan (2) suatu sistem terpadu (Simatupang, 2004) Sistem Usaha Pertanian/Agribisnis Sebagai Suatu Usaha Ekonomi/ Perusahaan Sistem ini bercirikan oleh dua hal, yaitu : (1) berorientasi pada pasar; barang/jasa yang dihasilkan dijual melalui pasar dan sebagian atau seluruhnya sarana produksi yang dibutuhkan dibeli dari pasar, (2) bersifat rasional; bertujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya. Setidaknya ada dua pengertian mengenai konsep ini, yaitu : Sistem Usaha Pertanian/Agribisnis tidak membedakan skala usaha, asalkan merupakan usaha ekonomi yang mengusahakan sarana dan produk pertanian, dan usaha produksi pertanian merupakan komponen utama dari sistem ini Sistem Usaha Pertanian/Agribisnis Sebagai Suatu Sistem Terpadu Merupakan satu kesatuan jaringan yang tidak terpisahkan antara empat komponen, yaitu (1) jaringan perusahaan, (2) konsumen, (3) kebijakan dan perekonomian makro, dan (4) lembaga penunjang. Hal ini mengambarkan bahwa sebagai suatu sistem terpadu Sistem Usaha Pertanian/Agribisnis lebih luas dari cakupan Sistem Perusahaan. Jaringan perusahaan Sistem Usaha Pertanian/Agribisnis meliputi segala perusahaan yang berkaitan dengan komoditas pertanian. Jaringan ini terbagi menjadi tiga dimensi, yaitu : vertikal, horizontal, dan spasial. 1. Dimensi vertikal dicirikan oleh kaitan (arus) produk yang dihasilkan oleh setiap perusahaan. Bidang usahanya meliputi penghasil sarana penghasil sarana produksi usahatani, usahatani industri pengolahan hasil, dan pedagang. Sebagai contoh, alur vertikal disajikan pada Gambar 4.

13 21 Gambar 4. Dimensi Vertikal pada Jaringan Perusahaan 1. Dimensi horizontal dicirikan oleh kaitan sumberdaya yang digunakan dalam proses produksi yang dihasilkan oleh masing-masing perusahaan yang ada dalam jaringan vertikal. Gambar 5 merupakan contoh alur dimensi horizontal.

14 22 Gambar 5. Dimensi Horizontal pada Jaringan Perusahaan 2. Dimensi spasial berkaitan dengan lokasi atau regional dari Sistem Usaha Pertanian/Agribisnis dengan berbagai hal, seperti : luas dan kebutuhan lahan, konsentrasi konsumen, dan ketersediaan sarana dan prasarana produksi. Oleh kerana itu Sistem Usaha Pertanian/Agribisnis biasanya khas untuk suatu kawasan. 2.6 Definisi, Tujuan dan Jenis Pelatihan Definisi Pelatihan Sekula disitasi Hariono (2010) mengemukakan pendapat tentang pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir di mana pegawai non manajerial mempelajari

15 23 pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas. Dessler (2009) mendefinisikan pelatihan sebagai proses mengajarkan karyawan baru atau yang ada sekarang, keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Menurut Mathis et al. (2006) pelatihan adalah suatu proses dimana orang orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit maupun luas. Secara terbatas, pelatihan menyediakan para pegawai dengan pengetahuan yang spesifik dan dapat diketahui serta keterampilan yang digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini. Terkadang ada batasan yang ditarik antara pelatihan dengan pengembangan, dengan pengembangan yang bersifat lebih luas dalam cakupan serta memfokuskan pada individu untuk mencapai kemampuan baru yang berguna baik bagi pekerjaannya saat ini maupun di masa mendatang. Simanjuntak (2005) mendefinisikan pelatihan merupakan bagian dari investasi sumberdaya manusia (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dan dengan demikian meningkatkan kinerja pegawai. Pelatihan biasanya dilakukan dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan jabatan, diberikan dalam waktu yang relatif pendek, untuk membekali seseorang dengan keterampilan kerja. Pelatihan didefinisikan oleh Ivancevich (2008) sebagai usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain yang akan dijabatnya segera. Selanjutnya, sehubungan dengan definisinya tersebut, Ivancevich mengemukakan sejumlah butir penting yang diuraikan sebagai berikut : (1) pelatihan adalah sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi, (2) pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang dilakukan, (3) pelatihan berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil dalam pekerjaannya. Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan investasi sumberdaya manusia dalam bentuk peningkatan kompetensi

16 24 untuk membekali pekerja ketrampilan sesuai yang dibutuhkan yang dilakukan dalam jangka pendek Tujuan Pelatihan Tujuan umum pelatihan sebagai berikut : (1) untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif, (2) untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan dengan manajemen (pimpinan). Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan dan tahap evaluasi. Mangkunegara (2005) menjelaskan bahwa tahapan-tahapan dalam pelatihan dan pengembangan meliputi (1) mengidentifikasi kebutuhan pelatihan (needs assessment), (2) menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan, (3) menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya, (4) menetapkan metode pelatihan, (5) mengadakan percobaan (try out) dan revisi, dan (6) mengimplementasikan dan mengevaluasi Jenis-Jenis Pelatihan Menurut Mathis dan Jackson (2006) pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi tujuan berbeda dan dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai cara, yang meliputi : 1. Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin, dilakukan untuk memenuhi berbagai syarat hukum yang diharuskan dan berlaku sebagai pelatihan untuk semua karyawan (orientasi karyawan baru). 2. Pelatihan pekerjaan/teknis, memungkinkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan, tugas dan tanggung jawab mereka dengan baik. 3. Pelatihan antarpribadi dan pemecahan masalah, dimaksudkan untuk mengatasi masalah operasional dan antarpribadi serta meningkatkan hubungan dalam pekerjaan organisasional.

17 25 4. Pelatihan perkembangan dan inovatif, menyediakan fokus jangka panjang untuk meningkatkan kapabilitas individual dan organisasional untuk masa depan. 2.7 Analisis Kebutuhan Pelatihan (Traning Needs Assessment) Secara umum analisis kebutuhan pelatihan didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data dalam rangka mengidentifikasi bidangbidang atau faktor-faktor apa saja yang ada di dalam perusahaan yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki agar kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan menjadi meningkat. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh data akurat tentang apakah ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pelatihan. Mengingat bahwa pelatihan pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap antara kinerja yang ada saat ini dengan kinerja standar melalui suatu pelatihan. Jika ditelaah secara lebih lanjut, maka analisis kebutuhan pelatihan memiliki beberapa tujuan, diantaranya adalah: 1. Memastikan bahwa pelatihan memang merupakan salah satu solusi untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan 2. Memastikan bahwa para partisipan yang mengikuti pelatihan benar-benar orang-orang yang tepat 3. Memastikan bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan selama pelatihan benar-benar sesuai dengan elemen-elemen kerja yang dituntut dalam suatu jabatan tertentu 4. Mengidentifikasi bahwa jenis pelatihan dan metode yang dipilih sesuai dengan tema atau materi pelatihan 5. Memastikan bahwa penurunan kinerja atau pun masalah yang ada adalah disebabkan karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap kerja; bukan oleh alasan-alasan lain yang tidak bisa diselesaikan melalui pelatihan 6. Memperhitungkan untung-ruginya melaksanakan pelatihan mengingat bahwa sebuah pelatihan pasti membutuhkan sejumlah dana.

18 26 Gap yang akan dianalisis dalam kebutuhan pelatihan berkaitan dengan manusia (pengetahuan, ketrampilan, dan sikap) dan organisasi, maka analisis kebutuhan pelatihan seyogyanya mencakup kedua area tersebut. Cascio 1992; Schuler 1993; Erasmus et al. 2000; Miller 2002; Bernardin 2003; MDF 2005; dan Wulandari 2005) sependapat bahwa untuk menentukan kebutuhan pelatihan yang objektif dan sistematis harus melakukan tahapan analisis terhadap tiga aspek utama, yaitu : organisasi, operasi/jabatan, dan individu. Pertama, analisis organisasi. Analisis ini memfokuskan pada kebutuhan strategi perusahaan dalam merespon dinamika bisnis masa depan. Kebutuhan strategi perusahaan dirumuskan dengan mengacu pada dua elemen pokok yaitu strategi perusahaan dan nilai perusahaan. Kedua elemen tersebut merupakan faktor kunci efektifitas dan keberhasilan bagi organisasi dalam proses pencapaian tujuannya. Indikator dalam kedua elemen tersebut dipergunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang masih mengalami kekurangan paling besar, dan karenanya perlu diprioritaskan melalui penilaian kebutuhan pelatihan. Indikatorindikator dimaksud antara lain : perencanaan, komunikasi, kerjasama, pelayanan prima, pembelajaran, kepemimpinan, dan pengembangan. Kedua, analisis operasi/jabatan. Analisis ini memfokuskan pada profil kompetensi yang dipersyaratkan untuk setiap jabatan. Identifikasi profil kebutuhan kompetensi jabatan bertujuan untuk memberikan informasi mengenai pilihan modul pelatihan yang relevan dengan kebutuhan kompetensi jabatan. Alur proses identifikasi kompetensi jabatan dimulai dengan klarifikasi terhadap strategi dan nilai organisasi, kemudian dilakukan analisis terhadap peraturan dan alur kerja organisasi melalui pengumpulan dengan metode wawancara dan diskusi kelompok dan studi pengendalian mutu. Outputnya berupa penyempurnaan dalam bentuk validasi, perbaikan, dan implementasi. Ketiga, analisis individu. Analisis ini memfokuskan pada gap antara tingkatan kompetensi yang dipersyaratkan dengan tingkatan aktual individu. Kinerja standar yang telah ditetapkan pada tingkat operasi merupakan kinerja yang ingin dicapai. Sedangkan informasi mengenai kinerja aktual individu dapat diperoleh dari data kinerja individu, penilaian supervisor, attitude survey, wawancara, dan sebagainya. Gap antara kinerja aktual dan kinerja yang ingin

19 27 dicapai akan diisi dengan pelatihan. Dari tahap-tahap analisis tersebut dapat dikatakan bahwa analisis organisasi merupakan dasar untuk melakukan analisis operasi, dan analisis operasi sebagai dasar analisis individu. Ketiga analisis kebutuhan pelatihan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi. Kerugian yang diperoleh jika program pelatihan tidak terkoordinasi dengan tujuan dan sasaran organisasi adalah waktu dan biaya banyak dikeluarkan tanpa menghasilkan peningkatan kinerja. 2.8 Metode Training Needs Assessment Tool Metode TNA-T adalah salah satu tipe analisis individu digunakan untuk menganalisis gap KKJ dengan KKP. Jika gap KKJ dengan KKP disebabkan oleh rendahnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap, maka solusinya adalah dengan pelatihan. Akan tetapi jika bukan gap bukan disebabkan oleh faktor tersebut, maka solusinya bukan pelatihan tetapi dengan solusi lain sesuai dengan faktorfaktor penyebabnya. Selisih antara KKJ dan KKP merupakan kekurangan kemampuan yang perlu dilatih. 2.9 Penelitian Terdahulu Tabel 4 adalah rangkuman dari beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam penelitian ini sebagai informasi agar penelitian yang dilakukan tidak tumpang tindih ataupun melakukan pengulangan penelitian terhadap obyek yang sama. Tabel 4. Penelitian Terdahulu tentang Analisis Kebutuhan Pelatihan Peneliti Tahun Lokasi Penelitian Puspita 2004 Alimin 2004 Bank BNI Divisi Syariah Petani di Kec.Sukanegara Kab.Cianjur Metode Penelitian TNA-T Uji Korelasi Peringkat Spearman Taslaangreini 2004 PT. Bank Riau TNA-T Hasil Kajian Pelatihan berbasis kompetensi membantu pegawai mengetahui apa yang belum diketahui dan pekerjaan apa yang belum dikerjakan Semakin tinggi taraf faktor internal pada petani sayur-sayuran, semakin tinggi kompetansi aktual dan semakin rendah gap kompetensi petani sehingga kebuthan pelatihan petani rendah. Semakin tinggi faktor eskternal semakin tinggi kompetensi aktual semakin rendah gap gap kompetensi petani sehingga kebutuhan pelatihan petani rendah Kepala bagian memerlukan pelatihan, kebutuhan materi pelatihan ada yang sama ada yang berbeda sesuai dengan uraian jabatan

PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN

PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK (KIMBIS) DI LAMONGAN Oleh : Budi wardono Istiana Achmad nurul hadi Arfah elly BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN GABUNGAN KELOMPOK TANI DI KAMPUNG DOMBA TERPADU CINYURUP BANTEN DIDU WAHYUDI

ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN GABUNGAN KELOMPOK TANI DI KAMPUNG DOMBA TERPADU CINYURUP BANTEN DIDU WAHYUDI ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN GABUNGAN KELOMPOK TANI DI KAMPUNG DOMBA TERPADU CINYURUP BANTEN DIDU WAHYUDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan,

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kinerja di Balai Ternak Embrio Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor utama dan penting bagi bangsa Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

Oleh : SUGIYARTA, SH NIM : P NIRM :

Oleh : SUGIYARTA, SH NIM : P NIRM : PENGARUH SUMBER KEKUASAAN DAN METODE MEMPENGARUHI TERHADAP KEPUASAN KERJA Studi terhadap para PNS di lingkungan Dinas Perhubungan Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh : SUGIYARTA, SH NIM : P100000085 NIRM :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi semakin penting bagi kelangsungan sebagian besar perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi semakin penting bagi kelangsungan sebagian besar perusahaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya persaingan, kini peran konsumen menjadi semakin penting bagi kelangsungan sebagian besar perusahaan. Pelanggan atau konsumen sekarang dihadapkan

Lebih terperinci

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM Setelah kita mempelajari proses perencanaan, kemudian dilakukan proses rekrutmen, seleksi, selanjutnya yang akan kita bahas adalah tentang pelatihan dan pengembangan karyawan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH Strategi pembangun daerah adalah kebijakan dalam mengimplementasikan program kepala daerah, sebagai payung pada perumusan program dan kegiatan pembangunan di dalam mewujdkan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan terencana dari satu situasi ke situasi lainnya yang dinilai lebih baik. Pembangunan yang terlalu mengejar pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh banyak pihak, baik dilakukan oleh pemerintah maupun

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh banyak pihak, baik dilakukan oleh pemerintah maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Dewasa ini berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh banyak pihak, baik dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat. Upaya-upaya tersebut

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan ketahanan pangan nasional, pembentukan

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. 2.1 Pengertian Kompetensi dan Jenis Kompetensi

BAB II KERANGKA TEORITIS. 2.1 Pengertian Kompetensi dan Jenis Kompetensi BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Pengertian Kompetensi dan Jenis Kompetensi Perubahan yang terjadi pada bidang Sumber Daya Manusia diikuti oleh perubahan pada kompetensi dan kemampuan dari seseorang yang mengkonsentrasikan

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi sekarang ini terlihat sangat pesat. Perkembangan ini tidak hanya melahirkan era informasi global tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di era globalisasi sekarang ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di era globalisasi sekarang ini menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan di era globalisasi sekarang ini menyebabkan meningkat dan bervariasinya kebutuhan manusia. Hal tersebut mendorong tumbuhnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi dan peradaban sudah sangat maju, menuntut Sumber Daya Manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi dan peradaban sudah sangat maju, menuntut Sumber Daya Manusia yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia merupakan bagian dari dalam suatu kemajuan ilmu, pembangunan dan teknologi. Oleh karena itu dalam era sekarang ini dimana teknologi dan

Lebih terperinci

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya memiliki beberapa fungsi sistem penyuluhan yaitu: 1. Memfasilitasi

Lebih terperinci

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011

Kabupaten Tasikmalaya 10 Mei 2011 DINAMIKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH HUBUNGANNYA DENGAN PENETAPAN KEBIJAKAN STRATEGIS Oleh: Prof. Dr. Deden Mulyana, SE.,M.Si. Disampaikan Pada Focus Group Discussion Kantor Litbang I. Pendahuluan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kinerja organisasi secara keseluruhan. Satu hal yang harus diperhatikan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kinerja organisasi secara keseluruhan. Satu hal yang harus diperhatikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya, baik perusahaan swasta maupun pemerintah berupaya dan berorientasi pada tujuan jangka panjang yaitu berkembangnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIOTESIS Revitalisasi Pelatihan Sumber Daya Manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIOTESIS Revitalisasi Pelatihan Sumber Daya Manusia BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Revitalisasi Pelatihan Sumber Daya Manusia 2.1.1.1 Pengertian Revitalisasi Pelatihan Sumber Daya Manusia Agar lebih memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu upaya untuk membantu kelancaran pembangunan pertanian yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu upaya untuk membantu kelancaran pembangunan pertanian yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai negara agraris Indonesia menempatkan pertanian sebagai sektor sentral yang didukung oleh tersebarnya sebagian besar penduduk Indonesia yang hidup sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) Sebagai suatu negara yang aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia senantiasa dituntut untuk cepat tanggap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap.

Lebih terperinci

I.1. Latar Belakang strategi Permasalahan Dari sisi pertanian

I.1. Latar Belakang strategi  Permasalahan Dari sisi pertanian 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai industri yang mengolah hasil pertanian, yang menggunakan dan memberi nilai tambah pada produk pertanian secara berkelanjutan maka agroindustri merupakan tumpuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun,

I. PENDAHULUAN. di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber pendapatan masyarakat tani pekebun, komoditas ini juga memberikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Alur Pikir Penelitian Kerangka berpikir dalam penelitian ini didasarkan kepada posisi strategis koperasi pertanian khususnya KUD sebagai organisasi ekonomi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB.I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak dapat dicapai semata-mata dengan menyingkirkan hambatan yang menghalang kemajuan ekonomi. Pendorong utama pertumbuhan ekonomi ialah upaya

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Strategi Perusahaan Manajemen meliputi perencanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengendalian atas keputusan-keputusan dan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi saat ini, persaingan dalam dunia bisnis semakin

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi saat ini, persaingan dalam dunia bisnis semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, persaingan dalam dunia bisnis semakin bertambah ketat. Persaingan ini menuntut para pelaku bisnis untuk mampu memaksimalkan kinerja

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Strategi Strategi merupakan cara-cara yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya melalui pengintegrasian segala keunggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran

3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Pelatihan adalah salah satu strategi manajemen yang paling penting dalam pencapaian tujuan organisasi melalui peningkatan keterampilan organisasi berupa upgrade

Lebih terperinci

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1 Oleh: Almasdi Syahza 2 Email: asyahza@yahoo.co.id Website: http://almasdi.staff.unri.ac.id Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Rekayasa Ulang Proses Bisnis Hammer dan Champy (1995, hal 27-30) mengatakan bahwa Rekayasa Ulang adalah pemikiran ulang secara fundamental dan perancangan ulang secara radikal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN. a. Pengertian dan Ruang Lingkup Audit Manajemen

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN. a. Pengertian dan Ruang Lingkup Audit Manajemen BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Deskripsi Teori 1. Audit Manajemen a. Pengertian dan Ruang Lingkup Audit Manajemen Audit manajemen (management audit) adalah pengevaluasian

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dicapainya. Tujuan tersebut diraih dengan mendayagunakan sumber-sumber

BAB II LANDASAN TEORI. dicapainya. Tujuan tersebut diraih dengan mendayagunakan sumber-sumber BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Setiap organisasi tentunya mempunyai berbagai tujuan yang hendak dicapainya. Tujuan tersebut diraih dengan mendayagunakan sumber-sumber dayanya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu target MDGS adalah mengurangi separuh penduduk pada tahun 2015 yang tidak memiliki akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Timur, terutama dalam meningkatkan pendapatan asli daerah,

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Timur, terutama dalam meningkatkan pendapatan asli daerah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha kecil, menengah dan koperasi memiliki peran yang sangat strategis dalam memperkuat dan meningkatkan pendapatan daerah Provinsi Jawa Timur, terutama dalam

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan 7 BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan adalah salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang merupakan peralihan dari Dinas

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Keterbatasan modal merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam usaha, terutama bagi usaha kecil seperti usahatani. Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Deskriptif Metode analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masukan selama periode tersebut (Dossett dan Greenberg, 1981). a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masukan selama periode tersebut (Dossett dan Greenberg, 1981). a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produktivitas 2.1.1 Pengertian Produktivitas Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya dimana

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah. 4.1.15 URUSAN WAJIB KOPERASI DAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH 4.1.15.1 KONDISI UMUM Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang sering disebut UMKM, merupakan salah satu bentuk organisasi ekonomi rakyat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. UKM Saat ini, di Indonesia terdapat 41.301.263 (99,13%) usaha kecil (UK) dan 361.052 (0,86%) usaha menengah (UM). Kedua usaha tersebut atau dikenal sebagai Usaha Kecil Menengah

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 78 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG 7.1. Perumusan Strategi Penguatan Kelompok Tani Karya Agung Perumusan strategi menggunakan analisis SWOT dan dilakukan melalui diskusi kelompok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian merupakan faktor penunjang ekonomi nasional. Program-program pembangunan yang dijalankan pada masa lalu bersifat linier dan cenderung bersifat

Lebih terperinci

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. harga, kartu penduduk, bagan organisasi, foto-foto dan lain sebagainya.

BAB II LANDASAN TEORI. harga, kartu penduduk, bagan organisasi, foto-foto dan lain sebagainya. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Manajemen Kearsipan Arsip menurut Barthos (2007) adalah (record) yang dalam istilah bahasa Indonesia ada yang menyebutkan sebagai warkat, dapat diartikan setiap catatan tertulis

Lebih terperinci

PANDUAN OPERASIONAL PENGEMBANGAN JEJARING USAHA KELEMBAGAAN PETANI

PANDUAN OPERASIONAL PENGEMBANGAN JEJARING USAHA KELEMBAGAAN PETANI PANDUAN OPERASIONAL PENGEMBANGAN JEJARING USAHA KELEMBAGAAN PETANI I. Pendahuluan Upaya pemberdayaan dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain: (1) pemberdayaan sumberdaya manusia (SDM) baik secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Dessler (1997), MSDM adalah suatu kebijakan dan praktek yang dibutuhkan seseorang untuk menjalankan aspek orang atau SDM dari

Lebih terperinci

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015 Topik #10 Wajib Belajar 12 Tahun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menjawab Daya Saing Nasional Latar Belakang Program Indonesia

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen yang berkaitan dengan pengelolaan kegiatan pemberdayaan sumber daya manusia disebut manajemen sumber daya manusia. Pada umumnya,

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3.1.1 Misi dan Tujuan Organisasi Misi organisasi biasanya merupakan pernyataan dari manajemen puncak perusahaan, atau gambaran dari keseluruhan maksud organisasi.

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 241 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan (1) Karakteristik nelayan di lokasi penelitian secara spesifik dicirikan dengan: (a) karakteristik individu: pendidikan rendah, nelayan pendatang, motivasi intrinsik

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kewajiban implementasi SAKIP melalui Inpres No. 7 Tahun 1999 tidak lepas dari tuntutan terselenggaranya

Lebih terperinci

Tantangan Dasar Desain Organisasi

Tantangan Dasar Desain Organisasi Modul ke: Tantangan Dasar Desain Organisasi Fakultas Pasca Sarjanan Dr. Ir. Sugiyono, Msi. Program Studi Magister Manajemen www.mercubuana.ac.id Source: Jones, G.R.2004. Organizational Theory, Design,

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN BAB V. PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (Pemilukada)

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Khusus (TIK) :

Tujuan Instruksional Khusus (TIK) : 1. Pengertian ilmu ekonomi pertanian 2. Lingkup ekonomi pertanian di Indonesia Tujuan Instruksional Khusus (TIK) : Setelah mengikuti pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu menjabarkan pengertian

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia mulai dikenal sejak abad 20, terutama setelah terjadi revolusi industri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan komponen utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaku aktif dalam setiap aktivitas organisasi. Mereka mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan 22 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Strategi Penelitian ini menggunakan perencanaan strategi sebagai kerangka teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF. Kajian Peran Organisasi Petani Dalam Mendukung Pembangunan Pertanian

POLICY BRIEF. Kajian Peran Organisasi Petani Dalam Mendukung Pembangunan Pertanian POLICY BRIEF Kajian Peran Organisasi Petani Dalam Mendukung Pembangunan Pertanian Dr. Syahyuti Pendahuluan 1. Hampir seluruh program pembangunan pertanian di Indonesia mensyaratkan pesertanya untuk berkelompok

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Alur Pikir Proses Penelitian Kerangka berpikir dan proses penelitian ini, dimulai dengan tinjauan terhadap kebijakan pembangunan pertanian berkelanjutan termasuk pembangunan

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD Negeri Wirosari sekolah yang unggul, kreatif, inovatif, kompetitif dan religius. Sedangkan misinya

Lebih terperinci