6 OPTIMALISASI PANJANG TRANSEK PADA PENGGUNAAN METODE TRANSEK FOTO BAWAH AIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "6 OPTIMALISASI PANJANG TRANSEK PADA PENGGUNAAN METODE TRANSEK FOTO BAWAH AIR"

Transkripsi

1 6 OPTIMALISASI PANJANG TRANSEK PADA PENGGUNAAN METODE TRANSEK FOTO BAWAH AIR 6.1 Pendahuluan Tahapan selanjutnya dari penggunaan metode Transek Foto Bawah Air (UPT = Underwater Photo Transect) adalah menemukan panjang garis transek yang optimal yang dibutuhkan untuk penarikan sampel dengan metode UPT. Hal ini perlu dilakukan untuk menyelidiki berapa panjang transek yang optimum dan pada rentang jarak berapa pengambilan foto sebaiknya dilakukan agar hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata dengan penggunaan metode UPT seperti yang telah diuji hasilnya dengan metode BT dan LIT (Bab 4). Pada Bab 4 tersebut, metode UPT yang digunakan memiliki panjang transek 70 m, dengan pemotretan dilakukan setiap interval jarak 1 m, mulai dari meter ke-1 hingga meter ke-70. Jadi, pada penelitian ini, sebagai perlakuan kontrol adalah penggunaan metode UPT dimana pemotretan dilakukan sepanjang 70 m garis transek pada setiap rentang jarak 1 m dimulai dari meter ke 1. Perlakuan ini untuk selanjutnya disebut sebagai perlakuan A. 6.2 Bahan dan Metode Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di sepuluh pulau yang berada di kawasan Kepulauan Seribu, Jakarta pada bulan Agustus Lokasi pulau ditampilkan pada Lampiran 2. Kesepuluh pulau tersebut adalah Pulau Tikus, Pulau Tidung, Pulau Air, Pulau Semak Daun, Pulau Kotok Besar, Pulau Panjang, Pulau Belanda, Pulau Putri, Pulau Jukung, dan Pulau Pantara Kecil (Hantu Kecil) Teknik pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Transek Foto Bawah Air (Underwater Photo Transect = UPT), dimana pemotretan dilakukan sepanjang 70 m garis transek pada setiap rentang jarak 1 m dimulai dari meter

2 82 ke-1 hingga meter-70. Teknis pelaksanaannya telah diuraikan pada Bab 3 (Metodologi Penelitian) Analisis foto Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Bab 4 pada disertasi ini, maka analisis foto dilakukan dengan cara menghitung luas area berdasarkan foto hasil pemotretan menggunakan kamera WZ. Analisis foto menggunakan komputer dan piranti lunak (software) CPCe (Kohler and Gill 2006). Selanjutnya dihitung persentase tutupan masing-masing kategori biota dan substrat untuk setiap frame foto menggunakan rumus: PPPPPPPPPPPPPPPPPPee tttttttttttttt kkkkkkkkkkkkkkkk = llllllll aaaaaaaa kkkkkkkkkkkkkkkk tttttttttttttttt llllllll aaaaaaaa ffffffffff ffffffff xx 100% Berdasarkan nama jenis karang keras yang diperoleh untuk setiap framenya maka dapat dihitung nilai keanekaragaman karang keras, seperti jumlah jenis (S), nilai indeks keanekaragaman (H ) dan indeks kemerataan Pielou (J ) menggunakan rumus seperti pada Bab 3 (Metodologi Penelitian) Analisis data Berdasarkan analisis foto yang dihasilkan per framenya, dapat dihitung rerata persentase biota dan substrat untuk macam-macam perlakuan transek seperti pada Tabel 12. Ada 18 perlakuan yang ingin diuji, dimana sebagai kontrolnya adalah perlakuan A (1m_1-70), yaitu pengambilan data hasil analisis foto bawah air yang difoto setiap rentang jarak 1 m dengan panjang garis transek 70 m. Uji statistik dilakukan menggunakan anova untuk Rancangan percobaan dengan pengukuran berulang (repeated-measures experimental design) (Zar 1996), dimana untuk setiap lokasi penelitian yang sama dianalisis dengan berbagai perlakuan. Anova dilakukan menggunakan program Minitab v16. Sebelum dilakukan uji statistik, bila perlu data ditransformasikan terlebih dahulu agar memiliki distribusi normal (Sokal and Rohlf 1995, Neter et al. 1996, Zar 1996). Metode transformasi Box-Cox (Sokal and Rohlf 1995, Neter et al. 1996,

3 83 Zar 1996) diterapkan pada data untuk menyelidiki transformasi yang sesuai sebelum dilakukan analisis lanjutan. Untuk data berupa persentase, sebelum dilakukan uji statistik data ditransformasi ke bentuk transformasi arcsin akar pangkat dua (p = arcsin p) (Sokal and Rohlf 1995, Zar 1996). Bila hasil anova menunjukkan bahwa ada perlakuan yang menghasilkan nilai dugaan yang berbeda, dilakukan penyelidikan untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda dengan perlakuan kontrol dengan menggunakan interval kepercayaan Dunnet (Zar 1996). Selain itu dilakukan pula teknik eksplorasi seperti Multi Dimensional Scaling (MDS) (Clarke and Warwick 2001) untuk melihat posisi masing-masing perlakuan dengan menggunakan Primer v5 (Clarke and Gorley 2001). 6.3 Hasil Analisis biaya dan waktu Pelaksanaan metode UPT dengan berbagai perlakuan seperti dalam Tabel 12 memiliki waktu yang bervariasi, baik untuk pengambilan data lapangan maupun pemasukan data (pada metode UPT meliputi proses analisis foto). Waktu untuk pengambilan data di lapangan dipengaruhi oleh: 1. Jumlah frame foto yang diambil. Semakin banyak frame foto yang diambil, maka akan semakin lama waktu yang diperlukan untuk pengambilan data di lapangan. Hasil penelitian yang diuraikan sebelumnya di Bab 4 menyatakan bahwa dalam penggunaan metode UPT memerlukan waktu sebesar 22,30 menit per transeknya (70 frame) atau 0,32 menit per framenya. Jadi, waktu untuk berenang sepanjang 1 meter dan mengambil foto 1 frame diperlukan waktu sebesar 0,32 menit. 2. Panjang roll meter yang dipasang sebagai garis bantu dalam pengambilan data. Hal ini berkaitan dengan interval jarak tanpa pengambilan foto, karena akan terdapat tambahan waktu yang diperlukan untuk berenang menuju ke meter selanjutnya untuk pengambilan foto berikutnya. Misalnya pada perlakuan F (1m_1-20) dan K (1m_1-10&61-70) yang sama-sama menggunakan 20

4 84 frame. Bedanya dari kedua perlakuan ini adalah pada perlakuan F menggunakan roll meter sepanjang 20 m, sedangkan perlakuan K menggunakan 70 m. Pada perlakuan K, walaupun antara meter ke-11 hingga ke 60 tidak mengambil foto tetapi harus berenang sepanjang 40 m sehingga ada tambahan waktu pengerjaan di lapangan. Waktu normal yang diperlukan untuk berenamg sejauh 10 m (tanpa melakukan pemotretan) sekitar 1 menit atau 0,10 menit per meternya. Sedangkan waktu untuk pemasukan data yang dilakukan di ruang kerja sangat tergantung pada jumlah frame yang akan dianalisis. Waktu untuk proses analisis foto dan pemasukan data seperti yang diuraikan di Bab 4 adalah 734,10 menit per transek (70 frame) atau 10,49 menit untuk setiap framenya. Untuk melihat tingkat efisiensi berdasarkan analisis biaya dan waktu, dihitung pula koefisien efisiensi untuk biaya dan waktu dengan cara menjumlahkan antara waktu pengamatan di lapangan dengan waktu untuk proses analisis foto, setelah masing-masing waktu tersebut dikalikan dengan bobot biaya. Perbandingan bobot biaya untuk pengambilan data di lapangan dengan bobot biaya untuk proses analisis foto adalah 8:1 (lihat pada uraian di Bab 4). Semakin rendah nilai koefisien efisiensinya (ψ) maka semakin efisien perlakuan tersebut ditinjau dari segi biaya dan waktu. Bila dibuatkan rangking efisiensi, maka perlakuan G merupakan perlakuan yang paling efisien dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan A yang merupakan perlakuan kontrol memiliki efisiensi paling rendah di antara perlakuan yang lainnya. Tabel 13 memperlihatkan perhitungan koefisien efisiensi biaya dan waktu dari masingmasing perlakuan, serta rangking antar perlakuan mulai dari yang memiliki efisiensi yang tertinggi hingga yang terendah.

5 Tabel 12 Daftar perlakuan terhadap panjang transek yang dianalisis Kode Perlakuan Panjang roll meter Panjang transek Rentang jarak pemotretan (antar frame) Nomor frame yang dianalisis Jumlah frame dianalisis Keterangan A 1m_ m 1 m 1 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke 1 hingga meter ke-70 (frame 1 hingga frame 70) dengan rentang jarak antar frame 1 m. B 1m_ m 1 m 1 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke 1 hingga meter ke-60 (frame 1 hingga frame 60) dengan rentang jarak antar frame 1 m. C 1m_ m 1 m 1 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke 1 hingga meter ke-50 (frame 1 hingga frame 50) dengan rentang jarak antar frame 1 m. D 1m_ m 1 m 1 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke 1 hingga meter ke-40 (frame 1 hingga frame 40) dengan rentang jarak antar frame 1 m. E 1m_ m 1 m 1 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke 1 hingga meter ke-30 (frame 1 hingga frame 30) dengan rentang jarak antar frame 1 m. F 1m_ m 1 m 1 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke 1 hingga meter ke-20 (frame 1 hingga frame 20) dengan rentang jarak antar frame 1 m. G 1m_ m 1 m 1 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke 1 hingga meter ke-10 (frame 1 hingga frame 10) dengan rentang jarak antar frame 1 m.

6 Tabel 12 (lanjutan) Kode Perlakuan Panjang roll meter Panjang transek Rentang jarak pemotretan (antar frame) Nomor frame yang dianalisis Jumlah frame dianalisis Keterangan H 1m_1-30& x30 m 1 m 1 s/d 30 dan 41 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-30; dan meter ke-41 hingga meter ke-70 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 30; dan frame 41 hingga frame 70). I 1m_1-20& x20 m 1 m 1 s/d 20 dan 51 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-20; dan meter ke-51 hingga meter ke-70 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 20; dan frame 51 hingga frame 70). J 1m_1-20& x20 m 1 m 1 s/d 20 dan 31 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-20; dan meter ke-31 hingga meter ke-50 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 20; dan frame 31 hingga frame 50). K 1m_1-10& x10 m 1 m 1 s/d 10 dan 61 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-10; dan meter ke-61 hingga meter ke-70 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 10; dan frame 61 hingga frame 70). L 1m_1-10& x10 m 1 m 1 s/d 10 dan 41 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-10; dan meter ke-41 hingga meter ke-50 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 10; dan frame 41 hingga frame 50). M 1m_1-10& x10 m 1 m 1 s/d 10 dan 21 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-10; dan meter ke-21 hingga meter ke-30 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 10; dan frame 21 hingga frame 30).

7 Tabel 12 (lanjutan) Kode Perlakuan Panjang roll meter Panjang transek Rentang jarak pemotretan (antar frame) Nomor frame yang dianalisis Jumlah frame dianalisis Keterangan N 1m_1-10& 31-40& x10 m 1 m 1 s/d 10; 31 s/d 40 dan 41 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-10; meter ke-31 hingga meter ke-40; dan meter ke-61 hingga meter ke-70 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 10; frame 31 hingga frame 40; dan frame 61 hingga frame 70). O 1m_1-10& 21-30& x10 m 1 m 1 s/d 10; 21 s/d 30 dan 41 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-10; meter ke-21 hingga meter ke-30; dan meter ke-41 hingga meter ke-50 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 10; frame 21 hingga frame 30; dan frame 41 hingga frame 50). P 1m_1-10& 21-30&41-50& x10 m 1 m 1 s/d 10; 21 s/d 30; 41 s/d 50 dan 41 s/d Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-10; meter ke-21 hingga meter ke-30; meter ke-41 hingga meter ke-50; dan meter ke-61 hingga meter ke-70 dengan rentang jarak antar frame 1 m (frame 1 hingga frame 10; frame 21 hingga frame 30; frame 41 hingga frame 50; dan frame 61 hingga frame 70). Q 2m_2_ m 2 m 2, 4, 6,, 66, 68, 70 R 5m_5_ m 5 m 5, 10, 15,, 60, 65, Pemotretan dilakukan mulai meter ke-1 hingga meter ke-70 dengan rentang jarak antar frame 2 m (frame 2, frame 4, frame 6,, frame 70). 14 Pemotretan dilakukan mulai meter ke-5 hingga meter ke-70 dengan rentang jarak antar frame 5 m (frame 5, frame 10, frame 15,, frame 70).

8 Tabel 13 Hasil analisis biaya dan waktu pada penggunaan metode UPT dengan berbagai macam perlakuan Kode Perlakuan Perlakuan Jumlah frame (a) Jarak renang (m) tanpa memotret (b) Waktu (menit) Pengambilan data (c=0,32a+0,10b) analisis foto (d=10,49a) Total biaya dan waktu (e=c+d) Koefisien efisiensi biaya dan waktu (ψ) Rangking efisiensi A 1m_ ,30 734,10 912,50 7,00 18 B 1m_ ,11 629,23 782,14 6,00 16 C 1m_ ,93 524,36 651,79 5,00 15 D 1m_ ,74 419,49 521,43 4,00 11 E 1m_ ,56 314,61 391,07 3,00 7 F 1m_ ,37 209,74 260,71 2,00 3 G 1m_ ,19 104,87 130,36 1,00 1 H 1m_1-30& ,11 629,23 790,14 6,06 17 I 1m_1-20& ,74 419,49 545,43 4,18 13 J 1m_1-20& ,74 419,49 529,43 4,06 12 K 1m_1-10& ,37 209,74 300,71 2,31 6 L 1m_1-10& ,37 209,74 284,71 2,18 5 M 1m_1-10& ,37 209,74 268,71 2,06 4 N 1m_1-10&31-40& ,56 314,61 423,07 3,25 9 O 1m_1-10&21-30& ,56 314,61 407,07 3,12 8 P 1m_1-10&21-30&41-50& ,74 419,49 545,43 4,18 13 Q 2m_ ,65 367,05 484,25 3,71 10 R 5m_ ,06 146,82 227,30 1,74 2 Catatan: - Waktu normal yang diperlukan untuk berenang (tanpa melakukan pemotretan) = 1 menit/10m = 0,10 menit /m. - Rerata waktu pengambilan data lapangan per framenya = (22,30 menit/70 frame) = 0,32 menit /frame. - Rerata waktu memasukkan data ke komputer (waktu analisis foto) = 734,10 menit/70 frame= 10,49 menit /frame. Pemasukan data menggunakan teknik menghitung luas area dan untuk karang keras dimasukkan pula nama jenisnya.

9 Persentase tutupan biota dan substrat Biota dan substrat dikelompokkan ke dalam lima kelompok besar yaitu, Karang keras (Hard Coral = HC), Karang mati (Dead Scleractinia = DS), Alga (Algae = ALG), Biota Lain (Other Fauna = OF) dan Abiotik (Abiotic = ABI). Persentase tutupan untuk masing-masing kelompok tersebut di masing-masing stasiun penelitian yang dianalisis dengan berbagai perlakuan ditampilkan pada Lampiran 18, sedangkan nilai rerata beserta kesalahan baku (SE=standard error) ditampilkan pada Gambar Karang keras (HC) Hasil anova menunjukkan bahwa persentase tutupan karang keras (data ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua) yang dihitung dengan berbagai macam perlakuan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,01) (Tabel 14). Ini menunjukkan bahwa apapun perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini, akan menduga persentase tutupan karang yang relatif sama. Tabel 14 Hasil anova untuk persentase tutupan karang keras (data ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua) Sumber variasi Derajat Jumlah Rerata bebas kuadrat kuadrat F p Lokasi ,3 1236,48 130,36 0,000 Perlakuan 17 83,9 4,93 0,52 0,940 Sesatan ,2 9,48 Total ,4 Meskipun perlakuan-perlakuan tersebut relatif sama dalam menduga nilai persentase tutupan karang keras, namun terlihat bahwa perlakuan G, F, K, L, dan R agak berbeda dengan perlakuan kontrol dan perlakuan-perlakuan lainnya. Sedangkan perlakuan lainnya terlihat mengelompok dalam satu kelompok dengan perlakuan A (Gambar 41).

10 Gambar 40 Rerata persentase beserta nilai kesalahan baku tutupan kelompok biota dan substrat yang dianalisis dengan berbagai perlakuan

11 91 Gambar 41 Analisis MDS terhadap data tutupan karang hidup untuk setiap perlakuan (data ditransformasi ke dalam bentuk arcsin akar pangkat dua) berdasarkan jarak Euclidean Karang mati Hasil anova (data ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua) (Tabel 15) memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,01) untuk semua perlakuan. Meskipun hasil dugaan yang diperoleh untuk masing-masing perlakuan relatif tidak berbeda, namun beberapa perlakuan posisinya tampak agak berjauhan dengan perlakuan A. Sebaliknya, beberapa perlakuan seperti perlakuan B, C, D, H, N, O dan P tampak mengelompok dengan perlakuan A (kontrol) (Gambar 42) Tabel 15 Hasil anova untuk persentase tutupan karang mati (data ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua) Sumber variasi Derajat Jumlah Rerata bebas kuadrat kuadrat F p Lokasi ,74 403,304 74,44 0,000 Perlakuan 17 61,71 3,630 0,67 0,829 Sesatan ,91 5,418 Total ,36

12 92 Gambar 42 Analisis MDS terhadap data tutupan karang mati untuk setiap perlakuan (data ditransformasi ke dalam bentuk arcsin akar pangkat dua) berdasarkan jarak Euclidean Alga Persentase tutupan alga yang diperoleh dengan metode UPT berdasarkan berbagai perlakuan menunjukkan hasil yang relatif sama. Hal ini ditunjukkan dari hasil anova dimana nilai p untuk sumber variasi Perlakuan memiliki nilai yang lebih besar dari 0,01 (Tabel 16). Meskipun tidak ada perbedaan yang nyata, analisis MDS menempatkan hasil yang diperoleh dari perlakuan B, C, D, E, H, J dan Q berada dalam satu kelompok dengan perlakuan kontrol (A) (Gambar 43). Tabel 16 Hasil anova untuk persentase tutupan alga (data ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua) Sumber variasi Derajat Jumlah Rerata bebas kuadrat kuadrat F p Lokasi ,82 763,536 88,18 0,000 Perlakuan 17 40,24 2,367 0,27 0,998 Sesatan ,83 8,659 Total ,89

13 93 Gambar 43 Analisis MDS terhadap data tutupan alga untuk setiap perlakuan (data ditransformasi ke dalam bentuk arcsin akar pangkat dua) berdasarkan jarak Euclidean Fauna lain Tabel 17 merupakan hasil anova yang dihitung dari data nilai persentase tutupan kelompok Fauna Lain dari penggunaan metode UPT dengan berbagai perlakuan. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak semua perlakuan akan menghasilkan nilai persentase tutupan Fauna Lain yang sama (p < 0,01). Tabel 17 Hasil anova untuk persentase tutupan fauna lain (data ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua) Sumber variasi Derajat Jumlah Rerata bebas kuadrat kuadrat F p Lokasi 9 594,948 66, ,42 0,000 Perlakuan 17 74,866 4,4039 2,36 0,003 Sesatan ,524 1,8662 Total ,338 Penggunaan interval kepercayaan 95% simultan Dunnett (Tabel 17) memperlihatkan bahwa perlakuan yang berbeda dengan perlakuan kontrol adalah perlakuan G. Pada Tabel 18 terlihat bahwa selisih hasil antara perlakuan G dan A (G-A) berada dalam interval nilai yang kurang dari nol, yang berarti perlakuan G menduga hasil yang lebih rendah dibandingkan perlakuan A (kontrol). Hasil MDS juga memperlihatkan bahwa perlakuan G tidak mengelompok secara jelas

14 94 dengan perlakuan lainnya, dan posisinya berada jauh dari perlakuan A (Gambar 44). Perlakuan B dan C tampak sangat berhimpit dengan perlakuan A. Tabel 18 Interval kepercayaan 95% simultan Dunnett untuk persentase tutupan fauna lain Dunnett 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable AsinsqOF Comparisons with Control Level Perlakuan = A subtracted from: Perlakuan Lower Center Upper B ( * ) C ( * ) D ( * ) E ( * ) F ( * ) G ( * ) H ( * ) I ( * ) J ( * ) K ( * ) L ( * ) M ( * ) N ( * ) O ( * ) P ( * ) Q ( * ) R ( * ) Gambar 44 Analisis MDS terhadap data tutupan fauna lain untuk setiap perlakuan (data ditransformasi ke dalam bentuk arcsin akar pangkat dua) berdasarkan jarak Euclidean.

15 Abiotik Hasil anova menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p>0,05) pada tutupan abiotik yang dihitung dengan berbagai macam perlakuan seperti yang terlihat pada Tabel 19. Hasil MDS terlihat bahwa beberapa perlakuan berdekatan posisinya terhadap perlakuan kontrol (A), kecuali perlakuan G yang posisinya agak berjauhan dengan perlakuan-perlakuan yang lainnya (Gambar 45). Tabel 19 Hasil anova untuk persentase tutupan abiotik (data ditransformasi ke bentuk arcsin akar pangkat dua) Sumber variasi Derajat Jumlah Rerata bebas kuadrat kuadrat F p Lokasi ,3 1297,59 89,05 0,000 Perlakuan ,3 13,19 0,91 0,569 Sesatan ,5 14,57 Total ,1 Gambar 45 Analisis MDS terhadap data tutupan abiotik untuk setiap perlakuan (data ditransformasi ke dalam bentuk arcsin akar pangkat dua) berdasarkan jarak Euclidean Keanekaragaman karang keras Hasil perhitungan nilai keanekaragaman seperti jumlah jenis (S), indeks keanekaragamana Shannon (H ) dan indeks kemerataan Piellou (J ) untuk karang keras ditampilkan pada Lampiran 19. Sebelum dilakukan anova, data jumlah jenis (S) karang keras yang dihitung pada setiap perlakuan dinormalkan

16 96 distribusinya terlebih dahulu dengan mentransformasikannya ke dalam bentuk ln, sedangkan data indeks kemerataan Piellou (J ) ditransformasikan ke bentuk pangkat dua. Untuk data indeks keanekaragaman Shannon (H ) tidak perlu ditransformasi Jumlah jenis (S) Jumlah jenis yang dijumpai dari berbagai perlakuan tidak semuanya sama (p < 0,01) (Tabel 20). Interval kepercayaan 95% simultan Dunnet menunjukkan bahwa perlakuan B, C dan H relatif tidak berbeda untuk menduga nilai S (Tabel 21). Hasil MDS juga memperlihatkan psosisi ketiga perlakuan tersebut yang juga lebih dekat posisinya dengan perlakuan A (Gambar 46). Tabel 20 Hasil anova untuk jumlah jenis (S) karang keras (data ditransformasi ke bentuk ln) Sumber variasi Derajat Jumlah Rerata bebas kuadrat kuadrat F p Lokasi 9 7,853 0,873 96,46 0,000 Perlakuan 17 11,165 0,657 72,61 0,000 Sesatan 153 1,384 0,009 Total ,401 Tabel 21 Interval kepercayaan 95% simultan Dunnett untuk jumlah jenis karang keras Dunnett 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable LnS Comparisons with Control Level Perlakuan = A subtracted from: Perlakuan Lower Center Upper B (---*--) C (---*--) D (---*--) E (--*---) F (---*--) G (---*--) H (--*---) I (---*--) J (---*--) K (---*--) L (---*--) M (--*---) N (---*--) O (---*--) P (--*---) Q (--*---) R (--*---)

17 97 Gambar 46 Analisis MDS terhadap jumlah jenis karang keras (data ditransformasi ke dalam bentuk ln) berdasarkan jarak Euclidean Indeks keanekaragaman (H ) Nilai indeks keanekaragaman Shannon (H ) yang diperoleh dari berbagai macam perlakuan tidak semuanya memberikan nilai yang relatif sama (p < 0,05) (Tabel 22). Rerata nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh dari perlakuan B, C, D, E, H, I, J dan P relatif tidak berbeda dengan perlakuan A (kontrol) (Tabel 23). Analisis MDS juga menempatkan posisi perlakuan-perlakuan tersebut dekat dengan perlakuan A (kontrol) (Gambar 47). Tabel 22 Hasil anova untuk nilai indeks keanekaragaman (H ) Sumber variasi Derajat Jumlah Rerata bebas kuadrat kuadrat F p Lokasi 9 12,656 1, ,07 0,000 Perlakuan 17 3,143 0,185 13,94 0,000 Sesatan 153 2,028 0,013 Total ,827

18 98 Tabel 23 Interval kepercayaan 95% simultan Dunnett untuk nilai indeks keanekaragaman (H ) jenis karang keras Dunnett 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable H Comparisons with Control Level Perlakuan = A subtracted from: Perlakuan Lower Center Upper B (-----*-----) C (-----*-----) D (-----*-----) E (-----*-----) F (-----*-----) G (-----*-----) H (-----*-----) I (-----*-----) J (-----*-----) K (-----*-----) L (-----*-----) M (-----*-----) N (-----*-----) O (-----*-----) P (-----*-----) Q (-----*-----) R (-----*-----) Gambar 47 Analisis MDS terhadap nilai indeks keanekaragaman (H ) jenis karang keras berdasarkan jarak Euclidean

19 Indeks kemerataan jenis (J ) Hasil anova menunjukkan bahwa tidak semua perlakuan akan menduga nilai indeks kemerataan jenis karang keras yang sama (p < 0,05) (Tabel 24). Perlakuan B, C, D, H, J, P dan Q tidak berbeda secara nyata (p>0,05) dengan perlakuan A dalam menghitung nilai indeks kemerataan jenis karang keras (Tabel 25). Analisis MDS juga menempatkan posisi perlakuan-perlakuan tersebut berdekatan dengan perlakuan A (Gambar 68), dimana perlakuan H, B dan C merupakan 3 perlakuan yang paling dekat posisinya dengan A (Gambar 48). Tabel 24 Hasil anova untuk nilai indeks kemerataan jenis (J ) Sumber variasi Derajat Jumlah Rerata bebas kuadrat kuadrat F P Lokasi 9 0,383 0,042 33,01 0,000 Perlakuan 17 0,303 0,017 13,83 0,000 Sesatan 153 0,197 0,001 Total 179 0,884 Tabel 25 Interval kepercayaan 95% simultan Dunnett untuk indeks kemerataan (J ) jenis karang keras Dunnett 95.0% Simultaneous Confidence Intervals Response Variable J^2 Comparisons with Control Level Perlakuan = A subtracted from: Perlakuan Lower Center Upper B (------*-----) C (-----*------) D (-----*------) E (------*-----) F (------*------) G (------*-----) H (-----*------) I (------*------) J (-----*------) K (------*-----) L (------*------) M (-----*------) N (------*------) O (------*-----) P (------*------) Q (------*------) R (-----*------)

20 100 Gambar 48 Analisis MDS terhadap nilai indeks kemerataan (J ) jenis karang keras (data ditransformasi ke bentuk pangkat dua) berdasarkan jarak Euclidean. 6.4 Pembahasan Berdasarkan hasil yang telah diuraikan diatas terlihat bahwa dari perlakuan-perlakuan yang diuji, semua perlakuan tidak menunjukkan hasil yang berbeda untuk menentukan persentase tutupan karang keras dengan perlakuan A. Tetapi berdasarkan hasil MDS tidak disarankan untuk menggunakan perlakuan F, G, K, L dan R dikarenakan hasil yang diperoleh oleh kelima perlakuan tersebut dalam menduga nilai persentase tutupan karang keras cenderung berbeda dengan perlakuan A yang merupakan perlakuan kontrol. Diantara perlakuan sisanya, perlakuan M memiliki efisiensi yang tertinggi (Tabel 13). Perlakuan M adalah perlakuan (1m_1-10&21-30), yaitu pengambilan data dengan metode UPT dimana panjang transeknya adalah 2 x 10 m dan pengambilan foto dilakukan mulai meter ke-1 sampai ke-10 dan meter ke-21 sampai meter ke-30 dengan interval jarak antar foto 1 m. Perlakuan ini menggunakan hanya 20 frame foto untuk dianalisis. Nilai rerata persentase tutupan karang keras beserta kesalahan bakunya (n = 10) yang dihitung dengan perlakuan A adalah (29,74 + 3,85) dan M adalah (29,74 + 3,73).

21 101 Untuk menduga persentase tutupan semua kelompok biota dan substrat sekaligus, dari hasil yang diperoleh yang telah diuraikan sebelumnya, perlakuan B, C dan H pada MDS terlihat selalu dekat posisinya dengan perlakuan A yang merupakan perlakuan kontrol. Diantara ketiga perlakuan tersebut, perlakuan C (1m_1-50) merupakan perlakuan yang memiliki efisiensi yang tertinggi (Tabel 13). Nilai rerata persentase tutupan masing-masing kelompok biota dan substrat beserta kesalahan bakunya (n = 10) yang dihitung dengan perlakuan A dan C ditampilkan pada Tabel 26. Perlakuan C, selain akurat untuk menduga semua kelompok biota dan substrat sekaligus (karena hasilnya relatif dekat dengan perlakuan kontrol) juga merupakan perlakuan yang optimal untuk menduga nilai-nilai keanekaragaman jenis karang keras seperti nilai S, J dan H. Tabel 26 Nilai rerata beserta simpangan baku terhadap nilai yang diperoleh dari perlakuan A dan C Nilai yang dihitung Perlakuan A Perlakuan C Persentase tutupan - Karang keras (HC) (29,74+3,85) (30,22+3,69) - Karang mati (DS) (1,32+0,49) (1,52+0,62) - Alga (ALG) (50,65+3,42) (51,51+3,77) - Fauna Lain (OF) (2,01+0,32) (2,19+0,37) - Abiotik (ABI) (16,41+3,34) (14,71+3,60) Nilai keanekaragaman 1. S (65,40+4,29) (58,20+3,66) 2. H (3,3421+0,848) (3,3821+0,0841) 3. J (0,8210+0,0102) (0,8346+0,0094) Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut, maka terdapat dua macam perlakuan yang optimal untuk diterapkan pada penggunaan metode UPT. Yang pertama adalah perlakuan M bila kemampuan sumberdaya manusia hanya mampu untuk membedakan mana yang kelompok karang keras dan mana yang bukan. Selain itu, penggunaan metode M juga bisa dipakai pada penelitian yang tujuannya hanya untuk mengetahui persentase tutupan karang keras saja tanpa ingin mengetahui persentase tutupan kelompok yang lainnya. Perlakuan optimal kedua yang bisa digunakan adalah perlakuan C. Perlakuan ini bisa digunakan bila ingin mengetahui tidak hanya persentase tutupan karang keras saja,

22 102 melainkan semua kelompok lainnya di dalam ekosistem terumbu karang. Bahkan dengan perlakuan C ini juga bisa digunakan untuk menghitung nilai-nilai keanekaragaman karang keras. Kecuali untuk nilai indeks keanekaragaman Shannon (H ), meskipun hasilnya tidak sama dengan yang diperoleh dengan metode LIT dan BT, hasil nilai keanekaragaman (S, H dan J ) yang diperoleh dengan metode UPT dapat dipakai untuk membandingkan nilai keanekaragaman karang keras antar stasiun penelitian yang sama-sama menggunakan metode UPT untuk pengambilan sampelnya. 6.5 Kesimpulan Terdapat dua perlakuan yang optimal yang bisa diterapkan pada penelitian untuk menilai kondisi terumbu karang menggunakan metode UPT. Perlakuan pertama adalah perlakuan M (1m_1-10&21-30) yang dipakai hanya untuk mengetahui persentase tutupan karang keras saja tanpa tertarik untuk mengetahui persentase tutupan yang lainnya. Perlakuan kedua adalah perlakuan C (1m_1-50) yaitu perlakuan yang dipakai untuk mengetahui persentase tutupan semua kelompok (HC, DS, ALG, OF dan ABI) dalam ekosistem terumbu karang. Selain itu, perlakuan C ini bisa juga digunakan untuk menghitung nilai-nilai keanekaragaman di masing-masing stasiun penelitian, untuk selanjutnya dapat dipakai sebagai perbandingan keanekaragaman karang keras antar lokasi penelitian yang sama-sama menggunakan metode UPT untuk pengambilan datanya.

4 PERBANDINGAN ANTARA METODE TRANSEK FOTO BAWAH AIR DENGAN TRANSEK SABUK DAN TRANSEK GARIS INTERSEP

4 PERBANDINGAN ANTARA METODE TRANSEK FOTO BAWAH AIR DENGAN TRANSEK SABUK DAN TRANSEK GARIS INTERSEP 4 PERBANDINGAN ANTARA METODE TRANSEK FOTO BAWAH AIR DENGAN TRANSEK SABUK DAN TRANSEK GARIS INTERSEP 4.1 Pendahuluan Sampai dengan awal tahun 2000-an, penelitian dengan melakukan pemotretan bawah air masih

Lebih terperinci

7 PEMBAHASAN UMUM. 7.1 Beragam Pilihan Dalam Penggunaan Metode Transek Foto Bawah Air

7 PEMBAHASAN UMUM. 7.1 Beragam Pilihan Dalam Penggunaan Metode Transek Foto Bawah Air 7 PEMBAHASAN UMUM 7.1 Beragam Pilihan Dalam Penggunaan Metode Transek Foto Bawah Air Berdasarkan uraian pada Bab 4 tentang kajian perbandingan antara metode Transek Sabuk (BT = Belt transect), Transek

Lebih terperinci

5 EFISIENSI DAN AKURASI PADA PROSES ANALISIS FOTO BAWAH AIR UNTUK MENILAI KONDISI TERUMBU KARANG

5 EFISIENSI DAN AKURASI PADA PROSES ANALISIS FOTO BAWAH AIR UNTUK MENILAI KONDISI TERUMBU KARANG 5 EFISIENSI DAN AKURASI PADA PROSES ANALISIS FOTO BAWAH AIR UNTUK MENILAI KONDISI TERUMBU KARANG 5.1 Pendahuluan Penggunaan metode Transek Foto Bawah Air atau Underwater Photo Transect (UPT) untuk menilai

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2008 di kawasan Kepulauan Seribu, Jakarta (Gambar 8). Kepulauan Seribu merupakan gugus pulau-pulau yang terletak

Lebih terperinci

ABSTRACT GIYANTO. Evaluation of the Underwater Photo Transect Method for Assessing the Condition of Coral Reefs. Supervised by BUDHI HASCARYO ISKANDAR, DEDI SOEDHARMA, and SUHARSONO. The study to evaluate

Lebih terperinci

EVALUASI METODE TRANSEK FOTO BAWAH AIR UNTUK PENILAIAN KONDISI TERUMBU KARANG GIYANTO

EVALUASI METODE TRANSEK FOTO BAWAH AIR UNTUK PENILAIAN KONDISI TERUMBU KARANG GIYANTO EVALUASI METODE TRANSEK FOTO BAWAH AIR UNTUK PENILAIAN KONDISI TERUMBU KARANG GIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Kecamatan Pulau Tiga Kabupaten Natuna Propinsi Kepulauan Riau. Lokasi ini sengaja dipilih dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian dilaksanakan di wilayah perairan Pulau Bira Besar TNKpS. Pulau Bira Besar terbagi menjadi 2 Zona, yaitu Zona Inti III pada bagian utara dan Zona

Lebih terperinci

SKRIPSI KEANEKARAGAMAN DAN PENUTUPAN TERUMBU KARANG DI PANTAI PASIR PUTIH SITUBONDO, JAWA TIMUR

SKRIPSI KEANEKARAGAMAN DAN PENUTUPAN TERUMBU KARANG DI PANTAI PASIR PUTIH SITUBONDO, JAWA TIMUR SKRIPSI KEANEKARAGAMAN DAN PENUTUPAN TERUMBU KARANG DI PANTAI PASIR PUTIH SITUBONDO, JAWA TIMUR Disusun oleh : Sandy Aprian Saputra NPM : 120801268 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNOBIOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Secara umum kondisi perairan di Pulau Sawah dan Lintea memiliki karakteristik yang mirip dari 8 stasiun yang diukur saat melakukan pengamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan data primer. Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan secara langsung. Perameter

Lebih terperinci

LAMPIRAN. R-kuadrat Koefisien Keragaman Akar MSE Rata-Rata Data

LAMPIRAN. R-kuadrat Koefisien Keragaman Akar MSE Rata-Rata Data LAMPIRAN 1. Tinggi Kelas : Jumlah data yang digunakan : 28 1.1. Analysis of Varians (Anova) Perlakuan 4 10.59807143 2.64951786 4.11 0.0117 Galat 23 14.82300000 0.64447826 Total 27 25.42107143 0.416901

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu kawasan terumbu karang dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi dunia. Luas terumbu karang Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan

Lebih terperinci

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3 METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di enam lokasi pengamatan yaitu Untung Jawa (UJ), Pramuka (PR), Panggang (PG), Semak Daun (SD), Belanda (BL) dan Kayu Angin (KA) yang

Lebih terperinci

III. METODE KERJA. A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan

III. METODE KERJA. A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan 20 III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2013. Lokasi penelitian berada di Teluk Hurun dan Pulau Tegal, Lampung.

Lebih terperinci

3. METODE. Tabel 1 Posisi geografis stasiun penelitian.

3. METODE. Tabel 1 Posisi geografis stasiun penelitian. 31 3. METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

G.2.7. Wilayah Takad Saru. G.2.8. Wilayah Kotal. Fluktuasi anomali dan persentase karang di Takad Saru StatSoft-7 1,4 42,10 1,2 39,43 1,0 36,75 0,8

G.2.7. Wilayah Takad Saru. G.2.8. Wilayah Kotal. Fluktuasi anomali dan persentase karang di Takad Saru StatSoft-7 1,4 42,10 1,2 39,43 1,0 36,75 0,8 G.2.7. Wilayah Takad Saru Fluktuasi anomali dan persentase karang di Takad Saru Takad Saru(R) (L) 42,10 39,43 36,75 34,08 30 28,72 26,05 23,23 20,54 17,83 15,12 12,37 9,63 G.2.8. Wilayah Kotal Fluktu asi

Lebih terperinci

PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG PERSENTASE TUTUPAN DAN TIPE LIFE FORM TERUMBU KARANG DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG Fahror Rosi 1, Insafitri 2, Makhfud Effendy 2 1 Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura 2 Dosen Program

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Koordinat stasiun penelitian.

3. METODOLOGI. Koordinat stasiun penelitian. 3. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pesisir Bahodopi, Teluk Tolo Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah pada bulan September 2007 dan Juni 2008. Stasiun

Lebih terperinci

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * Survei kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung pada tujuan survei, waktu yang tersedia, tingkat keahlian

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Penutupan Terumbu Karang di Pantai Pasir Putih Situbondo, Jawa Timur

Keanekaragaman dan Penutupan Terumbu Karang di Pantai Pasir Putih Situbondo, Jawa Timur Keanekaragaman dan Penutupan Terumbu Karang di Pantai Pasir Putih Situbondo, Jawa Timur Diversity and Coral Cover at Pasir Putih Situbondo Beach, East Java Sandy Aprian Saputra, Ignasius Pramana Yuda,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kabupaten Administratif

3. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kabupaten Administratif 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta, yang berlangsung selama 9 bulan, dimulai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2012 di Rawa Bujung Raman Desa Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat. B. Alat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung. Perameter yang diamati dalam penelitian adalah jenis-jenis

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung. Perameter yang diamati dalam penelitian adalah jenis-jenis BAB III METODE PENELITIAN. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah pengambilan data primer dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah perairan Kepulauan Karimunjawa. Secara geografis lokasi penelitian terletak antara 5 0 40 39-5 0 55 00 LS dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten

3. METODE PENELITIAN. Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten 16 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di habitat lamun Pulau Sapudi, Kabupaten Sumenep, Madura (Gambar 6). Kabupaten Sumenep berada di ujung timur Pulau Madura,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung

3. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung 21 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 di Hutan Mangrove KPHL Gunung Balak Resort Muara Sekampung Kabupaten Lampung Timur. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 3.1 Lokasi dan Waktu BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kawasan Lindung Sungai Lesan. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 31 Juli sampai 19 Agustus 2010 di Kawasan Lindung Sungai

Lebih terperinci

LINE INTERCEPT TRANSECT (LIT)

LINE INTERCEPT TRANSECT (LIT) LINE INTERCEPT TRANSECT (LIT) Metode pengamatan ekosistem terumbu karang Metode pengamatan ekosistem terumbu karang yang menggunakan transek berupa meteran dengan prinsip pencatatan substrat dasar yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013. Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung. 17 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan November 2014 di perairan Pulau Kelagian, Provinsi Lampung. B. Alat dan Bahan 1. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar dari luas daratan, oleh karena itu dikenal sebagai negara maritim. Total

BAB I PENDAHULUAN. lebih besar dari luas daratan, oleh karena itu dikenal sebagai negara maritim. Total BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah lautan lebih besar dari luas daratan, oleh karena itu dikenal sebagai negara maritim. Total panjang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo Utara, yang meliputi 4 stasiun penelitian yaitu: BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Oktober 2012. Penelitian ini dilakukan di Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek,

Lebih terperinci

Semakin besar persentase CCR yang dihasilkan, maka tingkat akurasi yang dihasilkan semakin tinggi (Hair et. al., 1995).

Semakin besar persentase CCR yang dihasilkan, maka tingkat akurasi yang dihasilkan semakin tinggi (Hair et. al., 1995). 3 fungsi diskriminan cukup untuk memisahkan k buah kelompok. Karena fungsi-fungsi diskriminan tidak saling berkorelasi, maka komponen aditif dari V masing-masing didekati dengan khi-kuadrat dengan V j

Lebih terperinci

STUDI TUTUPAN KARANG DI PULAU JANGGI KECAMATAN TAPIAN NAULI KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA

STUDI TUTUPAN KARANG DI PULAU JANGGI KECAMATAN TAPIAN NAULI KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA STUDI TUTUPAN KARANG DI PULAU JANGGI KECAMATAN TAPIAN NAULI KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA Study of Lifeform Coral in Janggi Island Tapian Nauli Subdistict District of Tapanuli Tengah,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2011 hingga Desember 2011 bertempat di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan koordinat

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu yang secara administratif berada di Kabupaten Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta (Gambar 4). Empat

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. KAWASAN TITIK STASIUN SPOT PENYELAMAN 1 Deudap * 2 Lamteng * 3 Lapeng 4 Leun Balee 1* PULAU ACEH

3 BAHAN DAN METODE. KAWASAN TITIK STASIUN SPOT PENYELAMAN 1 Deudap * 2 Lamteng * 3 Lapeng 4 Leun Balee 1* PULAU ACEH 19 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian di laksanakan pada bulan Februari Maret 2011 yang berlokasi di perairan Pulau Weh dan Pulau Aceh. Survei kondisi terumbu karang dan ikan

Lebih terperinci

Oleh : ASEP SOFIAN COG SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Geiar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Oleh : ASEP SOFIAN COG SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Geiar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan STUDI KETERKAITAN KEANEKARAGAMAN BENTUK PERTUMBUHAN TERUMBU KARANG DENGAN IKAN KARANG DI SEKITAR KAWASAN PERAIRAN PULAU RU DAN PULAU KERINGAN WILAYAH BARAT KEPULAUAN BELITUNG Oleh : ASEP SOFIAN COG498084

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN ECHINODERMATA DAN KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN DANGKAL PULAU PANDANG KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

KEANEKARAGAMAN ECHINODERMATA DAN KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN DANGKAL PULAU PANDANG KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA KEANEKARAGAMAN ECHINODERMATA DAN KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN DANGKAL PULAU PANDANG KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA DIVERSITY OF ECHINODERMS AND ENVIRONMENTAL CONDITIONS IN THE SHALLOW WATERS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH Oleh: Livson C64102004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

PETUNJUK MONITORING LAMUN DI KABETE

PETUNJUK MONITORING LAMUN DI KABETE PETUNJUK MONITORING LAMUN DI KABETE Tim Penyusun: Komunitas Penjaga Pulau Desain Sampul: Eni Hidayati Foto Sampul: Sampul depan: Lukisan lamun oleh Angela Rosen (www.angelarosen.com) Scuba di lamun oleh

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut yang hidup di sekitarnya. Ekosistem

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel di Pulau Pramuka

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel di Pulau Pramuka 21 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan rehabilitasi lamun dan teripang Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2013. Lokasi Penelitian adalah Teluk Banten, Banten.Teluk Banten terletak sekitar 175

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan panjang pantai sekitar 81.000 km 2 dan luas laut mencapai 5,8

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan di kawasan Tambling Wildlife Nature Conservation, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan untuk kegiatan pengamatan dan pengambilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis Regresi adalah analisis statistik yang mempelajari bagaimana memodelkan sebuah model fungsional dari data untuk dapat menjelaskan ataupun meramalkan suatu

Lebih terperinci

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN BALAI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA STUDI STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN DI PULAU KEMUJAN, KEPULAUAN KARIMUN JAWA Oleh: BAYU ADHI PURWITO 26020115130110 DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 3, Desember 2013 Komposisi Jenis, Kerapatan Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung. Perameter yang diukur dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian survei. Penelitian survei yaitu menelusuri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ekosistem perairan dangkal dari abrasi laut (Suryanti dkk., 2011).

TINJAUAN PUSTAKA. ekosistem perairan dangkal dari abrasi laut (Suryanti dkk., 2011). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Terumbu Karang Terumbu karang adalah ekosistem di laut yang terbentuk oleh biota luat penghasil kapur khususnya jenis-jenis karang batu dan alaga berkapur, bersama dengan biota

Lebih terperinci

Pemetaan Terumbu karang Pulau Gili Labek dengan Metode Transek Foto Bawah Air dan Citra Satelit LDCM untuk Arahan Pemanfaatan Ekowisata

Pemetaan Terumbu karang Pulau Gili Labek dengan Metode Transek Foto Bawah Air dan Citra Satelit LDCM untuk Arahan Pemanfaatan Ekowisata Pemetaan Terumbu karang Pulau Gili Labek dengan Metode Transek Foto Bawah Air dan Citra Satelit LDCM untuk Arahan Pemanfaatan Ekowisata Firman Farid Muhsoni, S.Pi., M.Sc 1 1) Program Studi Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

Analisis Regresi 2. Pokok Bahasan : Asumsi sisaan dan penanganannya

Analisis Regresi 2. Pokok Bahasan : Asumsi sisaan dan penanganannya Analisis Regresi 2 Pokok Bahasan : Asumsi sisaan dan penanganannya Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan asumsi-asumsi yang melandasi analisis regresi linier sederhana dan berganda,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. Tempat penelitian berlokasi di Sungai Way Sekampung, Metro Kibang,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, yang secara geografis terletak di 106 36 48 BT dan 05 44

Lebih terperinci

Sampul Depan Sumber Foto : Agus Budiyanto Desain Cover : Siti Balkis

Sampul Depan Sumber Foto : Agus Budiyanto Desain Cover : Siti Balkis Sampul Depan Sumber Foto : Agus Budiyanto Desain Cover : Siti Balkis MONITORING KESEHATAN TERUMBU KARANG KOTA BATAM TAHUN 2008 Koordinator Penelitian : ANNA MANUPUTTY Disusun oleh : GIYANTO JOHAN PICASOUW

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan, sehingga Indonesia memiliki keanekaragaman biota laut yang tinggi. Biota laut yang tinggi

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

KONDISI TERUMBU KARANG DAN KAITANNYA DENGAN PROSES EUTROFIKASI DI KEPULAUAN SERIBU ACHMAD DJAELANI

KONDISI TERUMBU KARANG DAN KAITANNYA DENGAN PROSES EUTROFIKASI DI KEPULAUAN SERIBU ACHMAD DJAELANI KONDISI TERUMBU KARANG DAN KAITANNYA DENGAN PROSES EUTROFIKASI DI KEPULAUAN SERIBU ACHMAD DJAELANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM SUBYAK PENELITIAN 1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di SMP Mater Alma Jalan Mgr. Sugiyopranoto Nomor 58, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang.

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA Tipologi ekosistem laut tropis Mangrove Terumbu Lamun Pencegah erosi Area pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan dari bulan Januari sampai Juli 2013 yang terdiri dari beberapa tahap seperti terlampir pada lampiran 3. Lokasi penelitian berada di

Lebih terperinci

Modul Pelatihan Teknik Analisis Kuantitatif Data *

Modul Pelatihan Teknik Analisis Kuantitatif Data * Modul Pelatihan Teknik Analisis Kuantitatif Data * Hawis H. Madduppa, S.Pi., M.Si. Bagian Hidrobiologi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG TARGET KAITANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN BENTUK PERTUMBUHAN KARANG PADA ZONA INTI DI TAMAN WISATA PERAIRAN KEPULAUAN ANAMBAS

KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG TARGET KAITANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN BENTUK PERTUMBUHAN KARANG PADA ZONA INTI DI TAMAN WISATA PERAIRAN KEPULAUAN ANAMBAS Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017(103-111) KEANEKARAGAMAN IKAN KARANG TARGET KAITANNYA DENGAN KEANEKARAGAMAN BENTUK PERTUMBUHAN KARANG PADA ZONA INTI DI TAMAN WISATA PERAIRAN

Lebih terperinci

1. Persentasi penyerapan zat besi dari tiga jenis makanan sebagai berikut (data fiktif)

1. Persentasi penyerapan zat besi dari tiga jenis makanan sebagai berikut (data fiktif) TUGAS ANALISIS REGRESI (Hal 31-33) NAMA : FADLAN WIDYANANDA NIM : 201432005 SESI : 03 1. Persentasi penyerapan zat besi dari tiga jenis makanan sebagai berikut (data fiktif) Roti Roti + Kedele Roti + Kedele

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU AQIDAH AKHLAQ TERHADAP AKHLAQ AL-KARIMAH SISWA KELAS VIII DI. MTs NAHDLATUL ULAMA 01 BATANG

BAB IV ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU AQIDAH AKHLAQ TERHADAP AKHLAQ AL-KARIMAH SISWA KELAS VIII DI. MTs NAHDLATUL ULAMA 01 BATANG 93 BAB IV ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU AQIDAH AKHLAQ TERHADAP AKHLAQ AL-KARIMAH SISWA KELAS VIII DI MTs NAHDLATUL ULAMA 01 BATANG A. Analisis Tentang Kompetensi Kepribadian Guru Aqidah

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG Oleh : Amrullah Saleh, S.Si I. PENDAHULUAN Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan April 2014 di lahan basah Way Pegadungan Desa Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

STATUS EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI NUSA TENGGARA BARAT

STATUS EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI NUSA TENGGARA BARAT STATUS EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI NUSA TENGGARA BARAT Sukmaraharja Aulia 1, Shinta Pardede 1, Sebastian Aviandhika 1, Hernawati 1, Hotmariyah 2, Suniri 3, Widajati Tjatur Surjadi 3, Edy Suparto Saha 3,

Lebih terperinci

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Siti Rahmi A.R. Nusi, 2 Abdul Hafidz Olii, dan 2 Syamsuddin 1 s.rahmi.nusi@gmail.com 2 Jurusan

Lebih terperinci

Maspari Journal 03 (2011) 42-50

Maspari Journal 03 (2011) 42-50 Maspari Journal 3 (211) 42-5 http://masparijournal.blogspot.com Studi Keterkaitan Komunitas Ikan Karang dengan Kondisi Karang Tipe Acropora di Perairan Sidodadi dan Pulau Tegal, Teluk Lampung Kab. Pesawaran,

Lebih terperinci

STUDI BASELINE EKOLOGI BATAM

STUDI BASELINE EKOLOGI BATAM Coral Reef Information and Training Centre (CRITC) - LIPI Jl. Raden Saleh No. 43, Jakarta 10330 Indonesia STUDI BASELINE EKOLOGI BATAM (2004) STUDI BASELINE EKOLOGI BATAM (2004) Disusun oleh CRITC- Jakarta

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Jenis dan Sumber Data

3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Jenis dan Sumber Data 5. METODOLOGI.. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan laut pulau Biawak dan sekitarnya kabupaten Indramayu propinsi Jawa Barat (Gambar ). Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR DI SUSUN OLEH

LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR DI SUSUN OLEH LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR 2009-2014 DI SUSUN OLEH ODC (Ocean Diving Club) OCEAN DIVING CLUB FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH

Lebih terperinci

JURNAL KELIMPAHAN DAN POLA PENYEBARAN BULU BABI (ECHINOIDEA) DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PANTAI PASIR PUTIH, SITUBONDO

JURNAL KELIMPAHAN DAN POLA PENYEBARAN BULU BABI (ECHINOIDEA) DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PANTAI PASIR PUTIH, SITUBONDO JURNAL KELIMPAHAN DAN POLA PENYEBARAN BULU BABI (ECHINOIDEA) DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PANTAI PASIR PUTIH, SITUBONDO Disusun oleh : Andi Somma NPM : 120801286 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU w h 6 5 ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU. RICKY TONNY SIBARANI SKRIPSI sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sajana Perikanan pada Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu adalah kawasan pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara. Kepulauan Seribu terletak pada 106

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STATISTIK ELEMENTER UJI ANALISIS VARIAN DUA ARAH (TWO WAY ANOVA) Dosen Pengampu Dr. Sri Harini, M.Si

LAPORAN PRAKTIKUM STATISTIK ELEMENTER UJI ANALISIS VARIAN DUA ARAH (TWO WAY ANOVA) Dosen Pengampu Dr. Sri Harini, M.Si LAPORAN PRAKTIKUM STATISTIK ELEMENTER UJI ANALISIS VARIAN DUA ARAH (TWO WAY ANOVA) Dosen Pengampu Dr. Sri Harini, M.Si Oleh Nurul Anggraeni Hidayati NIM. 14610002 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012. B.

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Tabel 1. Letak geografis stasiun pengamatan

3 METODE PENELITIAN. Tabel 1. Letak geografis stasiun pengamatan 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada pertengahan bulan Mei hingga awal Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di Zona Inti III (P. Belanda dan P. Kayu Angin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pesisir Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu DKI Jakarta (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Kamojang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy Experimental (Sugiyono, 008: 114). B. Desain Penelitian Adapun desain penelitian dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September 2014 di Kawasan Budidaya Desa Fajar Baru Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu. Gambar

Lebih terperinci