INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO"

Transkripsi

1 INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO SRI IMRIANI PULUNGAN A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 RINGKASAN SRI IMRIANI PULUNGAN. Induksi Keragaman Genetik Tanaman Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) dengan Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co secara In Vitro. (Dibimbing oleh NI MADE ARMINI WIENDI). Mutasi yang diinduksi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keragaman genetik suatu spesies tanaman. Mutasi induksi dapat dikombinasikan dengan kultur in vitro untuk memperbaiki karakter suatu spesies dan memacu meningkatkan keragaman genetik dalam waktu yang lebih singkat. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari dosis radiasi sinar gamma dari 60 Co yang tepat untuk menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love dan mendapatkan LD 50 tanaman Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) secara in vitro. Bahan tanaman yang diradiasi adalah tunas steril tanaman Anthurium Wave of Love yang telah dikulturkan selama 14 minggu. Media in vitro yang digunakan untuk perbanyakan tunas sebelum radiasi adalah MS + 1 mg/l BAP mg/l IBA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, ph 5.9. Subkultur dilakukan dua kali dengan selang waktu 8 minggu. Subkultur I dan subkultur II menggunakan media MS + 2 mg/l BAP mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, ph 5.9. Percobaan disusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor. Faktor yang digunakan adalah dosis radiasi sinar gamma yang terdiri dari 6 taraf yaitu: 0 Gy (D0), 10 Gy (D1), 20 Gy (D2), 30 Gy (D3), 40 Gy (D4) dan 50 Gy (D5), diulang 3 kali. Setiap ulangan terdiri dari 10 tunas sebagai unit terkecil yang diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman fenotipe tertinggi dicapai pada dosis radiasi 10 Gy. Dosis radiasi 10 Gy menghasilkan mutan daun varigata, daun keriting, daun menyempit, daun yang lebih lebar, daun berbentuk bulat, daun berbentuk lonjong, daun yang menebal, daun dengan semburat kuning, dan daun yang berbentuk tidak beraturan. Mutan-mutan tersebut potensial untuk diteliti lebih lanjut.

3 Radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, jumlah tunas baru Anthurium Wave of Love in vitro. Pertumbuhan tunas terbaik setelah subkultur I diperoleh pada tunas tanaman kontrol. Pada subkultur II perlakuan radiasi sinar gamma pada dosis 10 Gy mampu meningkatkan pertumbuhan daun, akar dan tunas Anthurium Wave of Love in vitro. Dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy menghambat pertambahan tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar dan pembentukan tunas Anthurium Wave of Love in vitro. Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap kerapatan stomata, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran stomata Anthurium Wave of Love in vitro. Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap persentase hidup tanaman Anthurium Wave of Love in vitro membentuk pola kuadratik dengan persamaan y = 0.05x x (R 2 = 0.881). Lethal dosage 50 (LD 50 ) Anthurium Wave of Love in vitro dicapai pada dosis Gy. Kematian tunas Anthurium Wave of Love in vitro akibat radiasi sinar gamma terjadi pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang mati pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy setelah 16 MSR adalah 83.9%.

4 INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor SRI IMRIANI PULUNGAN A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul : INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO Nama : Sri Imriani Pulungan NIM : A Menyetujui, Dosen Pembimbing, Dr. Ni Made Armini Wiendi NIP : Mengetahui : Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura, Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP : Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kecamatan Natal, Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara pada 12 September Penulis adalah puteri pertama dari pasangan Bapak Imron Pulungan dan Ibu Zahraini Lubis. Masa pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dihabiskan di kampung halaman penulis. Sekolah Menengah Atas (SMA) dilalui penulis di SMA Negeri 2 Plus Sipirok mulai tahun Tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa program sarjana IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Tahun 2006 penulis resmi diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura. Selama masa perkuliahan penulis aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan, Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD, 2006/2007), Departemen Penelitian Pertanian Himagron tahun 2008, Departemen Pertanian Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Pertanian (BEM-A) periode Selama kuliah penulis juga berkesempatan mejadi asisten praktikum beberapa mata kuliah, ilmu tanaman pangan (2008), asisten praktikum bioteknologi tanaman untuk program pascasarjana (2009), dan asisten praktikum mata kuliah dasar-dasar bioteknologi tanaman untuk program sarjana (tahun ajaran ). Penulis pernah menerima dana hibah dari Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi untuk program kreativitas mahasiswa bidang penelitian pada tahun 2008 dan Penulis pernah menerima penghargaan sebagai Juara Harapan I pada perlombaan karya tulis dalam rangkaian acara Atsiri Day Penulis juga pernah sebagai presentator pada acara International Student Conference at Ibaraki University ke-5 (ISCIU 5) pada November 2009, di Ibaraki, Jepang.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah yang berjudul Induksi Keragaman Genetik Tanaman Anthurium Wave of Love (Anthurium Plowmanii Croat.) dengan Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co Secara In Vitro ini disusun dalam rangka penyelesaian tugas akhir penulis yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertaian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Kedua orang tua (Ayah dan Umak), adik-adik (Ade dan Imzar) dan Uci beserta seluruh keluarga yang telah banyak memberikan perhatian, kasih sayang, dukungan dan doa kepada penulis selama melakukan penelitian dan menyelesaikan karya ilmiah ini 2. Dr. Ni Made Armini Wiendi atas fasilitas, bimbingan dan arahan yang diberikan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. 3. Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS dan Ir. Megayani Sri Rahayu, MS yang bersedia sebagai dosen penguji 4. Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS sebagai pembimbing akademik selama kuliah di Departemen Agronomi dan Hortikultura 5. Teman-teman di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Lina, Kiki, Kak Eneng, Kak Ardha, dan Kak Irwan, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya 6. Sahabat-sahabatku, Olga, Achi, Deden, Ima, Adek, Leo, dan Zamzami, terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Good luck for us 7. Teman-teman sekelas penulis di Departemen Agronomi dan Hortikultura (AGH 42) Semoga karya ilmiah ini berguna sebagai informasi dosis radiasi sinar gamma yang tepat untuk menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love secara in vitro. Bogor, Februari 2010 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love... 4 Proses Mutasi Genetik Tanaman akibat Radiasi Sinar Gamma... 5 Aplikasi Mutasi Radiasi dengan Sinar Gamma pada Tanaman Hias... 6 Induksi Mutasi pada Famili Araceae... 7 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian... 9 Bahan dan Alat... 9 Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Tinggi Tunas Jumlah Daun Jumlah Akar Jumlah Tunas Lethal Dossage 50 (LD 50 ) Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co Keragaman Fenotipe Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co Keragaman Bentuk Daun Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro x xii ixv

9 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 54

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jumlah Tunas Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati Karena Bahan Sterilan, Jumlah Tunas yang Mati karena Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 8 MSR Jumlah Tunas Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati Karena Bahan Sterilan, Jumlah Tunas yang Mati karena Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 16 MSR Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Peubah yang Diamati setelah Subkultur I Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Peubah yang Diamati setelah Subkultur II Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur I Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur II Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro per Eksplan pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur I Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro per Eksplan pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur II Jumlah Akar Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur I Jumlah Akar Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelahsubkultur II Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur I... 33

11 12. Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur II Persentase Tunas Anthurium Wave of Love In vitro yang Hidup Sampai 16 MSR pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co Frekuensi Mutan untuk Masing-masing Karakter yang Terbentuk pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma 10 Gy dari 60 Co pada 16 MSR Rata-rata Jumlah dan Ukuran Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co pada 16 MSR... 46

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Mati setelah Subkultur II Grafik Pertambahan Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur I Daun Baru Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro Tunas Baru Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Persentase Hidup Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada 16 MSR Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro yang Mampu Bertahan Hidup sampai 16 MSR Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro Variasi Fenotipe Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR Variasi Warna Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy saat 16 MSR Variasi Bentuk Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diperoleh dari Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy yang Berukuran Lebih Besar dari Kontrol Mutan Anthurium Wave of Love In Vitro pada Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR... 44

13 16. Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Kontrol Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro yang Berbentuk Bulat Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro yang Dikelilingi 3 Sel Tetangga... 48

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Komposisi Media Murashige-Skoog (1962) Analisis Ragam Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur I Analisis Ragam Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur I Analisis Ragam Jumlah Akar Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur I Analisis Ragam Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur I Analisis Ragam Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur II Analisis Ragam Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur II Analisis Ragam Jumlah Akar Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur II Analisis Ragam Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro setelah Subkultur II Analisis Ragam Jumlah Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro pada 16 MSR Analisis Ragam Ukuran Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro pada 16 MSR... 64

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Anturium adalah tanaman hias daun yang termasuk keluarga Araceae. Anthurium plowmanii Croat lebih dikenal dengan nama umum Anthurium Wave of Love (Anturium Gelombang Cinta) karena bentuk daunnya yang bergelombang. Anthurium Wave of Love berkerabat dekat dengan sejumlah tanaman hias populer seperti aglonema, pilodendron, keladi hias, caladium, dan alokasia (Redaksi Agromedia, 2008). Anturium menjadi tanaman hias yang populer pada pertengahan 2006 sampai September Anthurium Wave of Love merupakan jenis anturium yang paling diminati. Daya tarik utama dari anturium adalah bentuk daunnya yang indah, unik, dan bervariasi. Daun tanaman ini umumnya berwarna hijau tua dengan urat dan tulang daun besar dan menonjol (Redaksi Agromedia, 2008). Keragaman genetik Anthurium Wave of Love pada dasarnya bisa dihasilkan dengan cara hibridisasi konvensional, namun cara ini dinilai kurang efisien karena untuk mendapatkan tanaman Anthurium Wave of Love yang berbunga diperlukan waktu yang cukup lama dan keberhasilan persilangan juga tidak mudah. Teknik persilangan konvensional menghasilkan keragaman terbatas dan akan bersegregasi pada generasi berikutnya, sehingga diperlukan waktu yang lebih lama untuk menguji kestabilan karakter yang diinginkan. Keragaman genetik diharapkan akan menghasilkan keragaman fenotipe tanaman yang sangat diperlukan terutama pada tanaman hias. Alasan lain yang mendorong perlunya induksi mutasi adalah karena anturium termasuk tanaman berumah satu yang waktu masaknya putik dan tepung sari tidak bersamaan. Pada umumnya putik masak lebih awal dibandingkan tepung sari. Diperlukan cara yang lebih efisien untuk menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love (Briggs, 1987). Menurut Harten (2001) mutasi induksi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menginduksi keragaman genetik suatu spesies tanaman. Mutasi induksi dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman dan kultivar baru

16 dapat diperoleh dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan melalui pemuliaan secara konvensional. Cassells (2002) melaporkan bahwa mutasi induksi dapat dikombinasikan dengan kultur in vitro untuk memperbaiki karakter suatu spesies dan memacu keragaman genetik yang lebih tinggi. Radiasi pada kultur in vitro memberi peluang terjadinya mutasi, bahkan dari mutasi tersebut dapat diperoleh genotipe yang tidak ditemukan dalam gene pool yang ada. Welsh (1991) juga melaporkan bahwa laju mutasi dari sel-sel yang ditumbuhkan pada kultur jaringan lebih tinggi daripada tanaman yang tumbuh dari biji. Kultur jaringan sering menyebabkan perubahan-perubahan nukleotida yang disebabkan oleh kandungan zat di dalam medium, seperti giberelin, auksin dan garam mineral. Menurut Harten (1988) perlakuan mutasi induksi secara fisik, yaitu dengan radiasi lebih efektif daripada mutasi induksi secara kimiawi. Keuntungan penggunaan mutagen fisik adalah penetrasinya lebih kuat dalam jaringan tanaman, mudah diaplikasikan, serta frekuensi mutasi genetik tinggi. Salah satu jenis mutagen fisik yang banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman adalah sinar gamma. Sinar gamma tidak mempunyai massa dan muatan listrik sehingga dikelompokkan ke dalam gelombang elektromagnetik. Sinar gamma tidak dibelokkan oleh medan listrik yang ada di sekitarnya, sehingga daya tembus sinar gamma lebih besar dibandingkan dengan daya tembus partikel alpa atau beta (Batan, 1972). Penggunaan sinar gamma dinilai efektif untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman anturium. Pemanfaatan sinar gamma untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love belum pernah dilaporkan dalam publikasi ilmiah, namun sinar gamma telah banyak dimanfaatkan untuk induksi mutasi beberapa tanaman hias komersial. Pada tanaman hias famili Araceae, mutasi induksi dengan sinar gamma sudah dilakukan terhadap tanaman Caladium spp. (Nariah, 2008), Philodendron bipinnatifidum dan Philodendron xanadu (Melina, 2008), dan Anthurium andreanum (Faradilla, 2008; Wegadara, 2008).

17 Tujuan 1. Mendapatkan taraf dosis radiasi sinar gamma dari 60 Co yang tepat untuk menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) 2. Mendapatkan LD 50 tanaman Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat) yang dikulturkan secara in vitro 3. Menghasilkan mutan Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) yang potensial untuk diteliti lebih lanjut Hipotesis 1. Terdapat taraf dosis radiasi sinar gamma dari 60 Co yang tepat untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.). 2. Terdapat minimal satu mutan Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) yang memiliki fenotipe tanaman in vitro yang berbeda dari tanaman kontrol.

18 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love Tanaman Anthurium Wave of Love termasuk ke dalam famili Araceae, berbatang sukulen dan termasuk tanaman perennial. Ciri utama famili Araceae adalah bunganya memikili spadiks (tongkol) dan seludang (Macoboy, 1976). Habitat asal tanaman anturium tersebar dari selatan dan utara Brazil sampai ke Peru, Bolivia dan Paraguay. Tanaman ini ditemukan di Brazil di daerah Amazon dan di Peru pada ketinggian 50 m m di atas permukaan laut. Anturium bukan tanaman asli Indonesia, tetapi tanaman ini cocok dengan keadaan iklim di daerah tropis. Taksonomi tanaman Anthurium Wave of Love sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Liliopsida Ordo : Araceales Famili : Araceae Genus : Anthurium Spesies : Anthurium plowmanii Croat. Daun Anthurium Wave of Love dapat tumbuh mencapai panjang 56 cm dan tepinya bergelombang. Warna daun umumnya didominasi oleh hijau tua. Susunan daun biasanya tegak (erect) dan menyebar. Umumnya panjang petiol Anthurium Wave of Love 10 cm - 40 cm, namun ada juga petiol yang panjangnya mencapai 50 cm. Tanaman Anthurium Wave of Love tidak bercabang dan tunas-tunas baru muncul dari batang. Batang Anthurium Wave of Love terdapat di dalam tanah. Bagian yang menjulur ke atas merupakan tangkai daun, bukan bagian dari batang 1. Anthurium Wave of Love mempunyai spatha dan spadiks. Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa spatha merupakan bunga palsu karena spatha adalah modifikasi dari daun yang berfungsi untuk melindungi spadiks diakses tanggal 13 Januari 2009

19 Proses Mutasi Genetik Tanaman akibat Radiasi Sinar Gamma Brewbaker (1983) melaporkan bahwa sinar gamma dapat diperoleh dari isotop radioaktif yang diproduksi dalam reaktor nuklir. Radiasi sinar gamma menyebabkan proses ionisasi, yaitu menghasilkan ion-ion positif dan negatif. Ionisasi terjadi saat elektron berinteraksi dengan atom materi yang dilewatinya. Setiap proses ionisasi menyebabkan pemindahan sebuah elektron dari satu atom ke atom lainnya. Proses ini membutuhkan energi lokal yang cukup besar. Sepasang atom yang mengalami ionisasi tersebut berada pada keadaan tidak stabil dan sangat reaktif. Crowder (1986) melaporkan bahwa radiasi sinar gamma menembus bagian tertentu dari gen, dan menyebabkan perubahan susunan basa nitrogen pada DNA. Frekuensi mutasi berbanding lurus (linear) dengan dosis radiasi sinar gamma. Menurut Welsh (1991) radiasi bisa mengakibatkan efek langsung ataupun tidak langsung terhadap DNA. Efek langsung yang segera terjadi dari proses ionisasi adalah pemotongan DNA. Interaksi radiasi dengan DNA dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur gula atau basa nukleotida dan putusnya ikatan hidrogen antar basa nukleotida. Kerusakan lain yang mungkin terjadi adalah putusnya salah satu untai DNA yang disebut single strand break atau putusnya kedua untai DNA yang disebut double strand break. Kerusakan dapat terjadi pada tingkat DNA, kromosom dan pada tingkat sel. Akibat tidak langsung yaitu radiasi sinar gamma menimbulkan perubahan zat kimia tertentu di sekitar gen yang menghasilkan perubahan susunan nukleotida. Gen dapat dianggap sebagai suatu target atau sasaran di dalam proses mutasi. Menurut Brewbaker (1983) mutasi genetik yang terjadi pada sebuah target hanya bergantung pada jumlah ionisasi dan tidak bergantung pada lamanya waktu ionisasi. Perubahan yang terjadi untuk menghasilkan mutasi genetik bisa terjadi pada tingkat gen atau tingkat kromosom. Menurut Claire (2002) perubahan nukleotida tunggal di dalam rantai cetakan DNA mengakibatkan produksi protein yang abnormal. Gen menentukan fenotipe melalui enzim yang mengkatalis reaksi kimia yang spesifik di dalam sel. Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan proses perbaikan terhadap kerusakan yang timbul dengan menggunakan beberapa jenis

20 enzim yang spesifik. Proses perbaikan dapat berlangsung tanpa terjadi kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan struktur pada sel. Pada kondisi tertentu, proses perbaikan tidak berjalan dengan sempurna sehingga walaupun kerusakan dapat diperbaiki, tetapi tidak seperti DNA aslinya. Tingkat kerusakan sel yang sangat parah mengakibatkan perbaikan tidak berlangsung dengan baik, bahkan bisa mengakibatkan kematian sel 2. Aplikasi Mutasi Radiasi dengan Sinar Gamma pada Tanaman Hias Mutasi adalah proses suatu gen yang mengalami perubahan struktur untaian basa nukleotida. Mutasi diartikan juga sebagai perubahan permanen pada DNA dan akan merubah rantai asam amino yang terbentuk. Perubahan untaian DNA akan menyebabkan fenotipe tanaman juga berubah. Radiasi adalah istilah yang digunakan untuk berbagai bentuk pancaran energi seperti pancaran cahaya, pancaran panas, pancaran radio dan sinar ultra violet (Welsh, 1991). Mutasi induksi dengan radiasi sinar gamma sudah cukup luas digunakan. Sinar gamma tidak memiliki massa dan muatan, sehingga bisa menembus jaringan dalam sel. Pengaruh radiasi sinar gamma dapat menyebabkan perubahan genetik di dalam sel somatik (mutasi somatik) dan sel gamet, perubahan tersebut dapat diturunkan dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan fenotipe. Perubahan dapat terjadi secara lokal pada tingkat sel atau kelompok sel sehingga individu dapat menjadi kimera (Welsh, 1991). Mutasi telah diamati oleh beberapa peneliti dari berbagai negara sejak beberapa abad yang lalu. Dari Jepang dilaporkan bahwa pada akhir abad ke-17, seorang warga Edo (sekarang Tokyo) mempunyai tanaman hias morning glory yang bunganya menyimpang dari tanaman-tanaman lainnya. Beberapa peneliti sudah menduga bahwa terjadi mutasi genetik secara spontan yang menyebabkan perubahan warna pada bunga tanaman tersebut, namun mereka belum punya alasan yang kuat untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada waktu itu (Harten, 2001). Harten (2001) juga melaporkan bahwa sebenarnya konsep mutasi sudah lama diketahui. Charles Darwin, dalam bukunya tahun 1868 yang berjudul The Variation of Animals and Plants under Domestication telah menemukan adanya 2. Interaksi dengan materi bologis. diakses tanggal 9 Februari 2009.

21 variasi pada daun dan bunga, namun beliau belum bisa mengemukakan alasan pada saat itu. Fenomena mutasi spontan (mutasi alami) inilah yang mendorong para peneliti untuk melakukan mutasi buatan. Mutasi buatan dengan sinar-x baru berhasil dilakukan pada tahun 1928 untuk tanaman tembakau dan pada tahun 1930an mutan komersial tembakau mulai dilepas. Pada tanaman hias, mutasi buatan secara komersial pertama kali dilakukan oleh De Mol van Oud dari Belanda pada tahun 1949 pada tanaman tulip (Tulipa sp), warna bunga tulip menjadi menyimpang dengan aslinya. Mutasi ini sudah dilakukan mulai tahun 1936 dengan radiasi sinar-x pada bulb, namun 13 tahun kemudian baru bisa menghasilkan kultivar baru. Mutasi warna bunga pada tulip kultivar Estella pada 1954 juga dilakukan oleh De Mol van Oud. Pada tahun 1962 peneliti dari Amerika melakukan radiasi sinar gamma pada Dianthus caryophyllus dengan menggunakan akar sebagai bahan yang diradiasi (Harten, 1988). Pemuliaan mutasi pada tanaman hias sudah sangat berkembang. Pengembangan ini diarahkan untuk sifat-sifat seperti warna bunga, vase life untuk tanaman hias pot dan bunga potong, dan keragaman corak daun untuk tanaman hias daun. Selama 30 tahun terakhir, perkembangan mutan komersial untuk tanaman hias sudah banyak dilaporkan. Informasi dari IAEA (International Atomic Energy Agency) tahun 1998 menyatakan bahwa ada 500 kultivar mutan dari 30 jenis tanaman hias yang sudah didaftarkan. Induksi Mutasi pada Famili Araceae Nariah (2008) melakukan percobaan radiasi sinar gamma secara in vivo pada 4 kultivar Caladium spp. Dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa nilai LD 50 pada Caladium kultivar Candidum yaitu Gy, Caladium kultivar Sweet Heart Gy, Caladium kultivar Pink Beauty Gy dan Gy pada Caladium kultivar Miss Mufet. Mutan albino dan mutan kerdil dihasilkan dari Caladium kultivar Sweet Heart. Mutan kerdil dan daun berbentuk seperti corong dihasilkan dari Caladium kultivar Pink Beauty. Melina (2008) melakukan induksi mutasi dengan sinar gamma pada dua spesies pilodendron secara in vivo, yaitu Philodendron bipinnatifidum kultivar

22 Crocodile Teeth dan Philodendron xanadu. Radiasi sinar gamma menurunkan persentase tanaman Pilodendron yang hidup, menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, menurunkan jumlah daun dan ukuran daun. Pada P. bipinnatifidum kultivar Crocodile Teeth, dosis 10 Gy mampu menginduksi pertambahan tinggi tanaman, ukuran daun dan jumlah daun. Semakin tinggi dosis yang diberikan, semakin mengubah warna dan bentuk daun dari kedua spesies Pilodendron yang diuji. Faradilla (2008) melakukan radiasi sinar gamma pada dua kultivar anturium bunga, yaitu Anthurium andreanum kultivar Mini dan Anthurium andreanum kultivar Holland. Radiasi dilakukan pada bibit tanaman anturium yang berumur 2 bulan. Nilai LD 50 pada bibit A. andreanum kultivar Mini sebesar Gy dan A. andreanum kultivar Holland sebesar Gy. Pada dosis radiasi 0 Gy - 90 Gy, radiasi sinar gamma cenderung menurunkan persentase tanaman hidup, menghambat pertumbuhan tinggi tanaman dan panjang tangkai daun, menurunkan jumlah daun dan ukuran daun. Radiasi pada biji A. andreanum meningkatkan keragaman bentuk, ukuran dan jumlah daun tanaman anturium. Nilai LD 50 benih A. andreanum adalah Gy. Pada taraf dosis 0 Gy Gy, Wegadara (2008) melaporkan bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan, semakin menurunkan panjang akar, panjang daun, lebar daun dan tinggi tanaman A. andreanum. Radiasi sinar gamma secara in vitro pada A. andreanum pernah dilakukan oleh Puchooa dan Sookun (2003). Radiasi dilakukan pada taraf 0 Gy -15 Gy pada kalus A. andreanum in vitro yang telah dikulturkan selama 4 minggu pada media Nitcsh dan MS 0 yang dimodifikasi. Perlakuan dosis radiasi 5 Gy memberikan respon terbaik dalam hal pembentukan dan regenerasi kalus. Pada taraf dosis radiasi 10 Gy terjadi nekrotik pada jaringan, dan pada dosis 15 Gy bersifat letal terhadap jaringan A. andreanum.

23 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan radiasi sinar gamma dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Pengamatan stomata dilakukan di Laboratorium Biologi Tumbuhan, Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah tunas steril tanaman Anthurium Wave of Love yang berumur 14 minggu yang dikulturkan secara in vitro pada media padat dengan ph 5.9. Bahan tanaman yang digunakan sebelumnya berasal dari planlet steril Anthurium Wave of Love. Pada setiap botol kultur terdapat banyak tunas dan di bagian pangkal tunas terbentuk bonggol. Subkultur dilakukan dengan cara memisahkan bonggol tunas dengan ukuran diameter 1-2 cm. Media in vitro dibedakan menjadi dua, yaitu media untuk perbanyakan tunas sebelum radiasi dan media untuk subkultur. Komposisi media yang digunakan untuk perbanyakan in vitro tunas Anthurium Wave of Love sebelum radiasi adalah MS + 1 mg/l BAP mg/l IBA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, ph 5.9. Komposisi media yang digunakan untuk subkultur setelah perlakuan radiasi adalah MS + 2 mg/l BAP mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, ph 5.9. Komposisi media dasar Murashige dan Skoog (MS) disajikan pada Lampiran 1. Bahan lain yang digunakan adalah aquadest, plastik, plastik wrap, karet, tissue, alkohol 70%, clorox, dan spiritus. Bahan untuk pengamatan stomata meliputi kuteks bening dan selotip. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan dan sterilisasi media adalah botol kultur volume 300 ml, labu takar volume 1 liter, pipet volumetrik, pengaduk kaca, ph meter, timbangan analitik, magnetic stirrer, dan autoclave. Peralatan yang digunakan saat penanaman atau subkultur meliputi laminar air flow cabinet,

24 cawan petri, pinset, gunting, scalpel, dan lampu bunsen. Radiasi sinar gamma dengan 60 Co dilakukan di dalam radiator gamma chamber 4000A. Objek gelas dan mikroskop digunakan untuk pengamatan stomata. Metode Penelitian Penelitian disusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor. Faktor yang digunakan adalah dosis radiasi sinar gamma yang terdiri dari 6 taraf, yaitu: 0 Gy (D0), 10 Gy (D1), 20 Gy (D2), 30 Gy (D3), 40 Gy (D4), dan 50 Gy (D5), masing-masing taraf perlakuan diulang tiga kali sehingga ada 18 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 tunas sebagai unit terkecil yang diamati. Jumlah seluruh tunas dalam percobaan ini adalah 180 tunas. Model linear yang digunakan adalah : Y ij = µ + α i + β j + ε ij Keterangan : Y ij = nilai perlakuan dosis radiasi ke-i dan kelompok ke-j µ = nilai rataan umum pengamatan α i = pengaruh perlakuan dosis sinar gamma ke-i (i= 0 Gy, 10 Gy,...50 Gy) β j = pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, dan 3) ε ij = galat percobaan Data pengamatan dianalisis dengan sidik ragam pada taraf nyata 5 %. Pengolahan data dilakukan menggunakan software microsoft office excel 2007 dan software SAS Pelaksanaan Penelitian 1. Sterilisasi peralatan Botol kultur, cawan petri, pinset, gunting, dan scalpel dicuci bersih, kemudian disterilkan di dalam autoclave pada suhu C dan tekanan 17.5 psi selama 60 menit. Alat tanam dan cawan petri yang sudah disterilkan dimasukkan ke dalam oven pada suhu C.

25 2. Pembuatan media Komposisi media yang digunakan untuk perbanyakan tunas sebelum radiasi adalah MS + 1 mg/l BAP mg/l IBA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, ph 5.9. Media dibuat dengan menggunakan larutan stok yang telah disiapkan. Komposisi masing-masing larutan stok untuk membuat media dasar Murashige dan Skoog disajikan pada Lampiran 1. Larutan stok adalah larutan yang konsentrasinya sudah dipekatkan sehingga untuk pembuatan media hanya diperlukan dalam volume yang kecil. Semua larutan stok yang diperlukan dipipet, kemudian ditambahkan zat pengatur tumbuh dan gula, setelah itu dilarutkan dengan aquadest. Larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan ditambahkan air steril hingga mencapai volume 1 liter. Derajat keasaman larutan diukur dengan menggunakan ph meter. Larutan dibuat menjadi ph 5.9. Apabila ph lebih tinggi dari yang diharapkan, maka diturunkan dengan penambahan larutan HCl 1 N dan sebaliknya apabila ph lebih rendah dinaikkan dengan penambahan NaOH atau KOH 1 N. Agar sebanyak 5 g/l ditambahkan ke dalam media sebagai bahan pemadat. Media dimasak sampai mendidih, selanjutnya media dimasukkan ke dalam botol kultur dengan volume 25 ml/botol dan ditutup dengan plastik. Media selanjutnya disterilkan di dalam autoclave pada suhu C dan tekanan 17.5 psi selama 20 menit. 3. Perbanyakan tunas Tunas yang diradiasi berasal dari kultur in vitro tanaman Anthurium Wave of Love. Subkultur dilakukan dengan memisah-misahkan bonggol tunas dengan diameter 1-2 cm. Subkultur dilakukan di dalam laminar air flow cabinet yang telah disemprot dengan alkohol 70% dan disinari dengan sinar UV selama satu jam. Semua alat yang digunakan disterilkan dengan cara disemprot dengan alkohol sebelum dimasukkan ke dalam laminar. Pisau, pinset dan gunting yang diperlukan dalam proses penanaman eksplan harus dicelupkan terlebih dahulu ke dalam alkohol 70% dan dibakar. Perbanyakan tunas Anthurium Wave of Love dilakukan selama 14 minggu pada media MS + 1 mg/l BAP mg/l IBA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, ph 5.9. Perbanyakan tunas bertujuan agar tersedia tunas yang cukup untuk perlakuan dan agar tunas yang diperoleh memiliki kandungan zat pengatur tumbuh endogen

26 homogen sehingga kondisi tanaman sebelum diberi perlakuan diasumsikan seragam. 4. Radiasi sinar gamma Unsur Cobalt isotop 60 ( 60 Co) digunakan sebagai sumber radiasi sinar gamma. Botol kultur dimasukkan ke dalam radiator gamma chamber 4000A. Dosis radiasi sinar gamma yang diberikan disesuaikan dengan taraf perlakuan. 5. Penanaman eksplan setelah radiasi Tunas yang telah diradiasi ditanam kembali selama tiga hari setelah perlakuan karena media yang terkena radiasi bersifat toksik bagi tanaman. Penanaman hari pertama merupakan ulangan I, hari kedua adalah ulangan II, dan hari ketiga merupakan ulangan III. Tunas yang ditanam merupakan tunas tunggal, pada setiap botol ditanam dua tunas. Komposisi media yang digunakan setelah radiasi adalah MS + 2 mg/l BAP mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, ph Subkultur I dan II Subkultur dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu subkultur I dan subkultur II. Subkultur II dilakukan 8 minggu setelah subkultur I. Subkultur dilakukan dengan cara memisahkan tunas yang terbentuk menjadi tunas tunggal dan ditanam pada media MS + 2 mg/l BAP mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, ph 5.9. Subkultur bertujuan untuk memisahkan kimera yang terbentuk pada tunas yang diradiasi dan untuk mengamati kestabilan mutan yang terbentuk. Subkultur dilakukan di dalam laminar air flow cabinet. 7. Pengamatan Stomata Pengamatan stomata dilakukan di akhir pengamatan, yaitu pada 16 minggu setelah radiasi (MSR). Stomata diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali. Luas bidang pandang mikroskop pada perbesaran 400 kali adalah 0.28 mm 2. Penghitungan jumlah stomata dilakukan pada satu bidang pandang di dalam satu preparat. Rata-rata jumlah stomata setiap perlakuan merupakan hasil rata-rata jumlah stomata/bidang pandang dari 9 daun, kemudian hasilnya dikonversi menjadi jumlah stomata/mm 2. Ukuran stomata diukur berdasarkan panjang stomata. Setiap preparat daun Anthurium Wave of Love

27 diukur tiga stomata. Ukuran stomata setiap perlakuan merupakan hasil rata-rata dari 27 stomata yang dipilih secara acak. 8. Kondisi Ruang Kultur untuk Inkubasi Kultur in vitro Anthurium Wave of Love diinkubasi di ruang kultur. Botol kultur disusun pada rak bertingkat dengan intensitas cahaya lux selama 24 jam sehari. Suhu ruangan kultur untuk inkubasi adalah 23 0 C. Pengamatan Peubah yang diamati setiap minggu selama 16 minggu meliputi : Tinggi tunas, diukur mulai dari pangkal batang sampai daun yang paling atas Jumlah daun, diamati daun yang telah membuka Jumlah akar, diamati akar yang berukuran 0.5 cm Saat munculnya tunas baru Jumlah tunas baru, diamati tunas yang tingginya 0.5 cm Warna daun Bentuk daun Peubah yang diamati saat minggu ke 16 adalah: LD 50, dihitung berdasarkan jumlah eksplan yang hidup setelah diberi perlakuan Bentuk, ukuran, dan jumlah stomata, diamati secara mikroskopik dengan perbesaran 400 kali Persentase mutan Persentase mutan = jumlah tanaman mutan pada dosis A x 100% jumlah tanaman yang diradiasi Pengamatan tunas dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : Jumlah tunas awal Tunas awal adalah jumlah tunas yang ditanam pada awal subkultur I dan awal subkultur II. Jumlah tunas setiap satuan percobaan pada awal subkultur 1 adalah sama, yaitu 10 tunas. Jumlah tunas pada awal subkultur II tidak sama untuk setiap satuan percobaan karena ditentukan oleh hasil perbanyakan

28 subkultur I. Semua tunas hasil pemeliharaan subkultur I setelah 8 MSR dipindahkan ke media baru dan diamati pada pemeliharaan setelah subkultur II sampai 16 MSR. Tunas terkontaminasi Kontaminasi tunas disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Ada dua kemungkinan terhadap tunas yang terkontaminasi. Pertama, kontaminasi tunas yang masih bisa diselamatkan atau disterilkan, artinya kontaminan yang tidak mengenai seluruh bonggol Anthurium Wave of Love in vitro. Pada tunas tersebut dilakukan sterilisasi dengan menggunakan clorox 5% dan diinkubasi kembali di ruang kultur. Kedua, tunas yang tidak bisa diselamatkan atau disterilkan karena kontaminan sudah menutupi eksplan tunas Anthurium Wave of Love in vitro. Tunas yang tidak bisa disterilkan dinyatakan sebagai data hilang dan tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya. Terhadap tunas terkontaminasi yang dilakukan sterilisasi juga terdapat dua kemungkinan. Pertama, tunas menjadi steril kembali dan kemungkinan lainnya adalah tunas menjadi mati karena tidak tahan terhadap bahan sterilan. Tunas yang mati karena bahan sterilan dicirikan dengan warna bonggol atau tangkai daun tunas menjadi putih. Tunas yang mati karena bahan sterilan dinyatakan sebagai data hilang dan tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma Tunas yang dinyatakan mati karena pengaruh radiasi sinar gamma adalah tunas yang daunnya sudah berwarna coklat dan mengering. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma tetap diamati sampai minggu terakhir pengamatan (16 MSR), nilai tinggi tunas, jumlah daun dan jumlah akar dianggap nol. Data hilang Data tunas yang dinyatakan sebagai data hilang adalah data tunas yang terkontaminasi dengan kontaminan yang menutupi seluruh bonggol dan tunas yang mati karena tidak tahan terhadap bahan sterilan. Tunas-tunas tersebut tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya.

29 Tunas yang diamati setiap minggu sampai 16 MSR Tunas yang diamati setiap minggu sampai 16 MSR adalah tunas yang masih hidup dan tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi tetap diamati sebagai tanaman contoh, nilai pengamatannya dinyatakan nol.

30 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Pemeliharaan tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah radiasi dibagi ke dalam 2 bagian, yaitu pemeliharaan setelah subkultur I dan pemeliharaan setelah subkultur II. Subkultur I adalah pemindahan tunas pada media (MS + 2 mg/l BAP mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 mg/l agar, ph 5.9) setelah perlakuan radiasi sinar gamma dan diinkubasi selama 8 minggu di ruang kultur. Setelah diinkubasi selama 8 minggu, tunas Anthurium Wave of Love in vitro dipindahkan ke media baru pada subkultur II. Komposisi media pada subkultur I sama dengan komposisi media pada subkultur II. Subkultur I Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap tunas Anthurium Wave of Love in vitro mulai terlihat setelah subkultur I, saat 2 minggu setelah radiasi (MSR). Daun tunas yang diradiasi dengan dosis 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy mulai menguning. Daun tunas yang diradiasi dengan dosis 20 Gy sampai 50 Gy semakin menguning sampai 8 MSR seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. a b Gambar 1..Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR (a) Tunas Tanaman Kontrol, (b) Tunas Tanaman pada Perlakuan Dosis Radiasi 20 Gy Pada subkultur I ada beberapa tunas yang terkontaminasi. Kontaminasi yang terjadi setelah subkultur I umumnya disebabkan oleh cendawan. Kultur rentan terkena kontaminasi sampai 2 minggu setelah subkultur. Pada minggu-

31 minggu berikutnya jumlah tunas yang terkontaminasi sudah berkurang. Persentase tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang terkontaminasi setelah subkultur I disajikan pada Tabel 1. Persentase kontaminasi setelah subkultur I adalah 16.1% (Tabel 1). Selama pemeliharaan setelah subkulur I belum ada tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma. Tabel 1. Jumlah Tunas Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena Bahan Sterilan, Jumlah Tunas yang Mati karena Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 8 MSR Dosis Radiasi (Gy) Ulangan Tunas Awal Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena Bahan Sterilan Tunas Mati karena Pengaruh Radiasi Tunas yang Diamati sampai 8 MSR Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah total (16.1%) 0 (0%) 151 (83.9%) Keterangan : jumlah tunas yang terkontaminasi dan mati karena bahan sterilan + jumlah tunas yang diamati sampai 16 MSR = jumlah tunas awal Subkultur II Pada saat subkultur II, dilakukan sterilisasi terhadap tunas untuk menghindari kontaminan-kontaminan yang tidak terlihat secara visual. Sterilisasi dilakukan terhadap semua tunas yang berasal dari perbanyakan setelah subkultur I. Subkultur bertujuan untuk memisahkan kimera yang terbentuk.

32 Kimera adalah keadaan suatu jaringan yang terdiri dari sel mutan dan sel normal, sehingga sel-sel dalam satu individu tanaman memiliki komposisi genetik yang berbeda. Tunas yang diperoleh dari hasil perbanyakan subkultur I berjumlah 329 tunas. Semua tunas diamati dan dijadikan sebagai tunas contoh pada pemeliharaan setelah subkultur II (Tabel 2). Tabel 2. Jumlah Tunas Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena Bahan Sterilan, Jumlah Tunas yang Mati karena Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 16 MSR Dosis Radiasi (Gy) Ulangan Tunas Awal Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena Bahan Sterilan Tunas Mati karena Pengaruh Radiasi Tunas yang Diamati sampai 16 MSR Jumlah (52.2%) 0 (0%) 43 (47.8%) Jumlah (33.4%) 0 (0%) 70 (66.6%) Jumlah 43 0 (0%) 31 (72.09%) 43 (100%) Jumlah (40%) 13 (86.67%) 15 (60%) Jumlah 35 0 (0%) 32 (91.43%) 35 (100%) Jumlah 31 0 (0%) 28 (90.32%) 31 (100%) Jumlah total (27.9%) 104 (83.9%) 237 (72.1%) Keterangan : jumlah tunas yang terkontaminasi dan mati karena bahan sterilan + jumlah tunas yang diamati sampai 16 MSR = jumlah tunas awal Kematian tunas Anthurium Wave of Love in vitro akibat radiasi sinar gamma terjadi setelah subkultur II. Tunas yang mampu bertahan hidup dengan baik hanya pada tunas tanaman kontrol dan tunas tanaman dengan dosis radiasi

33 10 Gy. Tunas yang diradiasi dengan dosis 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy masih ada yang mampu bertahan hidup, namun tidak terjadi pertumbuhan, daun menguning, dan bonggol berwarna hitam. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma pada 16 MSR adalah 83.9% (Tabel 2). Tunas tanaman yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma tetap diamati dan dinyatakan sebagai tanaman contoh sampai 16 MSR. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma disajikan pada Gambar 2a. Tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang terkontaminasi setelah subkultur II mencapai 27.9%. Kontaminasi banyak terjadi pada tunas tanaman perlakuan kontrol dan tunas tanaman pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Kontaminasi disebabkan karena penanganan yang kurang baik, diduga kontaminan masuk ke dalam botol kultur pada saat subkultur. Tunas yang mati karena tidak tahan terhadap bahan sterilan disajikan pada Gambar 2b. Kontaminasi disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Kontaminasi cendawan ditandai oleh adanya hifa seperti yang disajikan pada Gambar 2c, dan kontaminasi bakteri ditandai oleh adanya lendir pada media. a b c Gambar 2..Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Mati setelah Subkultur II. (a) Tunas yang Mati karena Radiasi Sinar Gamma (b) Tunas yang Mati karena Bahan Sterilan (c) Tunas yang Terkontaminasi Tunas yang terkontaminasi segera disterilkan dengan menggunakan clorox 5% selama 5 menit dan diinkubasi kembali di ruang kultur. Tunas yang telah disterilkan tetapi masih terdapat kontaminan atau tunas yang berwarna putih karena tidak tahan terhadap bahan sterilan dinyatakan sebagai data hilang dan tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya.

34 Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Subkultur I Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Peubah yang Diamati setelah Subkultur I Peubah MSR Dosis Radiasi KK (%) Tinggi Tunas 1 tn tn tn tn tn tn * 9.99 a 8 * 9.82 a Jumlah Daun 1 tn a 2 * 7.09 a 3 tn ** a 5 ** a 6 ** a 7 ** a 8 ** a Jumlah Akar 1 tn a 2 tn a 3 tn a 4 tn a 5 tn 8.31 a 6 tn 8.65 a 7 tn 8.27 a 8 tn 6.43 a Jumlah Tunas 4 ** a 5 ** a 6 ** a 7 ** 8.73 a 8 ** a Keterangan : * = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman

35 Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada 1 MSR sampai 6 MSR. Analisis ragam pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro disajikan pada Lampiran 2. Dosis radiasi sinar gamma mulai menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada 7 MSR dan 8 MSR (Tabel 3). Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro mulai 2 MSR sampai dengan 8 MSR, kecuali pada 3 MSR (Tabel 3). Pada 2 MSR dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, sedangkan pada 4 MSR sampai 8 MSR dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro. Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 3. Pada 1 MSR belum memberikan pengaruh yang nyata diduga karena belum terjadi pertumbuhan tunas. Tunas tanaman masih mengalami adaptasi karena pengaruh radiasi dan saat subkultur. Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I. Analisis ragam pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap jumlah akar disajikan pada Lampiran 4. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro sangat nyata dipengaruhi oleh dosis radiasi sinar gamma pada 4 MSR sampai 8 MSR. Analisis ragam pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro disajikan pada Lampiran 5. Subkultur II Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada 11 MSR sampai dengan 16 MSR (Tabel 4). Analisis ragam tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 6. Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II saat 13 MSR, 14 MSR, 15 MSR dan 16 MSR (Tabel 4). Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 7. Radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar Anthurium

36 Wave of Love in vitro mulai 9 MSR sampai 16 MSR. Analisis ragam jumlah akar setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 8. Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro mulai 10 MSR sampai dengan 16 MSR. Analisis ragam jumlah tunas baru Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 9. Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Peubah yang Diamati setelah Subkultur II Peubah MSR Dosis Radiasi KK (%) Tinggi Tunas 9 tn tn 4.24 a 11 ** 6.95 a 12 ** 4.53 a 13 ** 8.54 a 14 ** 8.27 a 15 ** 8.46 a 16 ** a Jumlah Daun 9 tn tn tn tn a 13 * a 14 ** a 15 ** a 16 ** a Jumlah Akar 9 ** 7.12 a 10 ** 7.59 a 11 ** 5.26 a 12 * 4.96 a 13 ** 2.14 a 14 ** 3.39 a 15 * 4.02 a 16 ** 2.71 a Jumlah Tunas 10 ** ** ** a 13 ** a 14 ** a 15 ** 6.66 a 16 ** a Jumlah stomata/mm 2 - * a Ukuran stomata - tn a Keterangan : * = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman

37 Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Tinggi Tunas a. Subkultur I Tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi. Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro mulai 1 MSR sampai dengan 6 MSR setelah subkultur I (Tabel 5). Analisis ragam tinggi tunas setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 2. Tabel 5..Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur I Dosis Minggu Setelah Radiasi (Minggu) Radiasi (Gy) cm ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.2 Uji F tn tn tn tn tn tn * * KK (%) a 9.82 a Keterangan : * = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman Dosis radiasi sinar gamma mulai berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas pada 7 MSR dan 8 MSR. Tinggi tunas tanaman yang diradiasi selalu lebih rendah dari tinggi tunas tanaman kontrol (Tabel 5). Pada akhir pengamatan setelah subkultur I (8 MSR) tinggi tunas kontrol adalah 3.7 ± 0.5 cm, tinggi tunas yang diradiasi menyebar mulai dari 2.8 ± 0.2 cm sampai 3.2 ± 0.3 cm. Gambar 3 menunjukkan grafik pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro hasil radiasi sinar gamma. Pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro semakin tertekan seiring dengan peningkatan dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan. Pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy masih relatif baik. Dosis radiasi

38 20 Gy sampai 50 Gy sangat menghambat pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro. Grafik pertambahan tinggi tunas untuk keempat dosis tersebut relatif datar. Gambar 3. Grafik Pertambahan Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur I Keterangan : D0 = 0 Gy D3 = 30 Gy D1 = 10 Gy D4 = 40 Gy D2 = 20 Gy D5 = 50 Gy Terhambatnya pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang diradiasi dengan sinar gamma diduga karena rusaknya sel-sel meristematik. Semakin tinggi dosis radiasi yang diaplikasikan, semakin banyak kerusakan sel yang terjadi, akibatnya pertumbuhan tanaman juga semakin terhambat. Menurut Grosch dan Hopwood (1979) radiasi sinar gamma dapat menyebabkan pengkerdilan pada tanaman karena terhambatnya aktivitas pembelahan sel meristem, termasuk sel-sel meristem pucuk tanaman.

39 b. Subkultur II Dosis radiasi sinar gamma mulai berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro mulai 11 MSR sampai 16 MSR (Tabel 6). Analisis ragam tinggi tunas setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 6. Dosis Radiasi (Gy) Tabel 6..Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur II Minggu Setelah Radiasi (Minggu) cm ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 1.6 Uji F tn tn ** ** ** ** ** ** KK (%) a 6.95 a 4.53 a 8.54 a 8.27 a 8.46 a a Keterangan : ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman Pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro hanya terjadi pada tanaman kontrol dan pada tanaman dengan perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Mulai 12 MSR tinggi tunas tertinggi diperoleh pada tanaman kontrol. Pada dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy tidak terjadi pertambahan tinggi tunas. Tinggi tunas yang semakin menurun mulai 11 MSR pada dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy disebabkan setiap minggu semakin banyak tunas yang mati. Tinggi tunas terendah adalah pada perlakuan dosis radiasi 50 Gy. Radiasi sinar gamma menghambat perkembangan sel tanaman, diduga radiasi sinar gamma menyebabkan kerusakan pada sel-sel meristem. Rinawati (2007) melaporkan bahwa radiasi sinar gamma pada dosis 10 Gy sampai 50 Gy menghambat pertumbuhan tinggi tunas stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) yang dikulturkan secara in vitro. Handayani (2004) melaporkan bahwa peningkatan dosis radiasi sinar gamma menyebabkan pertumbuhan tunas vanili (Vanilla planifolia Andrews) in vitro semakin terhambat. Sumarni (2005) melaporkan pada tanaman jati (Tectono grandis Linn f.), pertambahan tinggi tunas jati in vitro semakin terhambat dengan meningkatnya dosis radiasi sinar gamma.

40 Beberapa peneliti lain juga melaporkan bahwa tinggi tanaman famili Araceae secara in vivo semakin terhambat seiring dengan meningkatnya dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan, pada dua kultivar A. andreanum, yaitu A. andreanum kultivar Mini dan A. andreanum kultivar Holland (Faradilla, 2008), pada tanaman Philodendron xanadu dan Pilodendron kultivar Crocodile Teeth (Melina, 2008), dan pada tanaman Caladium spp (Nariah, 2008). Jumlah Daun a. Subkultur I Daun yang diamati dan dihitung adalah daun yang sudah membuka. Perlakuan dosis radiasi sinar gamma mulai berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro saat 2 MSR (Tabel 7). Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro pada 1 MSR dan 3 MSR. Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 3. Jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro sangat nyata dipengaruhi oleh dosis radiasi sinar gamma mulai 4 MSR sampai akhir periode pengamatan setelah subkultur I (8 MSR). Mulai 3 MSR sampai 8 MSR, jumlah daun terbanyak diperoleh pada tunas tanaman kontrol (Tabel 7). Secara umum jumlah daun tunas tanaman kontrol selalu lebih tinggi dibandingkan jumlah daun tunas tanaman yang diradiasi. Pada akhir pengamatan subkultur I (8 MSR) jumlah daun tertinggi diperoleh pada tanaman kontrol, yaitu 12.1 ± 3.1 daun, dan jumlah daun terendah diperoleh pada perlakuan dosis radiasi 40 Gy, yaitu 4.6 ± 0.5 daun. Pertambahan jumlah daun terhambat pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy. Menurut Harten (1998) radiasi dapat menurunkan aktivitas mitosis. Pada dasarnya radiasi sinar gamma merupakan perlakuan yang merusak. Kerusakan yang terjadi berlaku umum, yaitu semua sel akan dirusak sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman mengalami gangguan. Hal ini menyebabkan pertumbuhan daun tunas yang diradiasi lebih lambat dibandingkan pertumbuhan daun tunas tanaman kontrol.

41 Tabel 7. Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro per Eksplan pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur I Dosis Minggu Setelah Radiasi (Minggu) Radiasi (Gy) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.7 Uji F tn * tn ** ** ** ** ** KK (%) Keterangan : * = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman Setelah subkultur I, penekanan pertumbuhan daun juga terlihat dari ukuran daun baru Anthurium Wave of Love in vitro. Daun baru tanaman Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan daun baru tanaman kontrol. Secara visual bisa diamati walaupun tidak dilakukan pengukuran (Gambar 4) a 7.09 a a a a a a a b Gambar 4. Daun Baru Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR (a) Daun Baru Tanaman Kontrol (tanda panah) (b) Daun Baru Tanaman pada Perlakuan Dosis Radiasi 30 Gy (tanda panah)

42 Pengaruh radiasi sinar gamma juga terlihat pada warna daun. Warna daun tunas tanaman Anthurium Wave of Love in vitro pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy mulai menguning pada 2 MSR hingga akhir pemeliharaan setelah subkultur I. Handayani (2007) melaporkan bahwa dosis radiasi sinar gamma menghambat terbentuknya daun baru pada Euphorbia milli secara in vivo. Penghambatan pertumbuhan daun mulai terjadi pada dosis 45 Gy, dan tidak terjadi pembentukan daun baru pada dosis radiasi 60 Gy. Rinawati (2007) juga melaporkan bahwa pertumbuhan daun tanaman stevia in vitro mulai terhambat pada dosis radiasi 10 Gy. b. Subkultur II Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro pada 9 MSR sampai dengan 12 MSR (Tabel 8). Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 7. Mulai 10 MSR jumlah daun tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Perlakuan dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro mulai 13 MSR sampai akhir pengamatan subkultur II. Mulai 13 MSR sampai akhir pengamatan setelah subkultur II jumlah daun pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy lebih tinggi daripada jumlah daun tanaman kontrol dan jumlah daun perlakuan dosis 20 Gy sampai 50 Gy (Tabel 8). Tunas yang diberi perlakuan dengan dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy tidak mampu membentuk daun baru. Setelah subkultur II daun pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy semakin menguning dan tanaman berangsur-angsur mati. Pertambahan jumlah daun hanya terjadi pada kontrol dan dosis radiasi 10 Gy. Pertumbuhan daun pada dosis radiasi 10 Gy lebih tinggi daripada perlakuan kontrol. Jumlah daun yang menurun mulai dari 11 MSR dikarenakan tunas banyak yang mati. Pada 16 MSR sebagian besar tunas dari perlakuan dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy telah mengalami kematian.

43 Dosis Radiasi (Gy) Tabel 8. Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro per Eksplan pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur II Minggu Setelah Radiasi (Minggu) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 1.0 Uji F tn tn tn tn * ** ** ** KK (%) a a a a a Keterangan : * = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman Ichikawa dan Ikushima (1967) melaporkan bahwa kerusakan sel pada meristem yang diradiasi menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, namun pada tingkat dosis radiasi yang relatif rendah dapat merangsang pertumbuhan tanaman karena hilangnya kemampuan sebagian sel pada meristem untuk membelah menyebabkan aktivitas sel lain meningkat. Hal ini yang menyebabkan jumlah daun tanaman Anthurium Wave of Love in vitro pada dosis radiasi 10 Gy lebih tinggi dari jumlah daun tanaman kontrol. Wijaya (2006) melaporkan bahwa dosis radiasi sinar gamma pada 15 Gy meningkatkan jumlah daun tanaman seledri secara in vivo. Jumlah daun pada dosis 15 Gy lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah daun tanaman kontrol dan perlakuan lainnya. Kaniasari (2005) melakukan radiasi sinar gamma pada 3 kultivar mawar (Rosa hybrida L) secara in vitro, yaitu mawar kultivar Megawati, Talitha dan Putri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mawar kultivar Megawati dan Putri memiliki nilai rataan jumlah daun tertinggi pada dosis 15 Gy, dan jumlah daun tertinggi pada mawar kultivar Talitha adalah pada dosis 5 Gy. Jumlah daun mengalami penurunan pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy pada mawar kultivar Megawati dan Putri. Pada mawar kultivar Talitha penurunan rataan jumlah daun terjadi pada dosis radiasi 10 Gy sampai 50 Gy. Aryani (1990)

44 juga melaporkan bahwa radiasi sinar gamma pada dosis 5 Gy dan 10 Gy dapat merangsang peningkatan jumlah daun pada tanaman subang gladiol in vivo. Jumlah Akar a. Subkultur I Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar Anthurium of Love in vitro setelah subkultur I (Tabel 9). Analisis ragam jumlah akar Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 4. Tabel 9. Jumlah Akar Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur I Dosis Minggu Setelah Radiasi (Minggu) Radiasi (Gy) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.9 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn KK (%) Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman Selama masa pemeliharaan setelah subkultur I, akar tidak berkembang baik pada tunas tanaman kontrol maupun pada tunas tanaman yang diradiasi. Jumlah akar pada subkultur I relatif konstan atau mengalami penambahan yang kecil a a a a 8.31 a 8.65 a 8.27 a 6.43 a b. Subkultur II Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II (Tabel 10). Analisis ragam jumlah akar Anthurium Wave of Love setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 8. Pertambahan jumlah akar setelah subkultur II hanya pada perlakuan kontrol dan perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Jumlah akar yang semakin menurun

45 pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy disebabkan karena tidak terbentuk akar baru pada dosis tersebut. Pada dosis 20 Gy sampai 50 Gy banyak tunas yang mengalami kematian. Akar mulai terbentuk 1 minggu setelah subkultur II (9 MSR) pada tunas perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Pada perlakuan kontrol akar mulai terbentuk pada saat 4 minggu setelah subkultur II (12 MSR). Tabel 10..Jumlah Akar Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur II Dosis Minggu Setelah Radiasi (Minggu) Radiasi (Gy) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 1.1 Uji F ** ** * ** ** ** ** ** KK (%) 7.12 a 7.59 a 5.26 a 4.96 a 2.14 a 3.39 a 4.02 a 2.71 a Keterangan : * = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman Rata-rata jumlah akar tunas tanaman Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy selalu lebih tinggi dibandingkan rata-rata jumlah akar tunas tanaman kontrol (Tabel 10). Dosis radiasi 10 Gy merupakan dosis stimulasi jumlah akar Anthurium Wave of Love in vitro. Diduga gangguan fisiologis pada sel-sel yang terkena radiasi merangsang sel lainnya untuk berdiferensiasi membentuk akar. Penghambatan pembentukan akar Anthurium Wave of Love in vitro pada tunas yang diberi perlakuan radiasi dosis 20 Gy sampai 50 Gy diduga karena radiasi sinar gamma menyebabkan kerusakan fisiologis pada sebagian sel-sel meristem eksplan sehingga mengganggu sintesis auksin endogen untuk pembentukan akar. Auksin diproduksi di bagian pucuk dan secara fisiologis berperan dalam pembentukan akar. Gordon (1981) dalam Handayani (2004) menyatakan bahwa radiasi sinar gamma dapat menghambat transportasi auksin secara basipetal sehingga terjadi gangguan pada perakaran. Pada media in vitro

46 juga terdapat auksin, namun diduga pada keadaan kerusakan sel yang relatif banyak, penyerapan auksin yang disediakan pada media tidak optimal. Jumlah Tunas a. Subkultur I Tunas baru mulai terbentuk pada 4 MSR dan jumlah tunas terus bertambah sampai dengan 8 MSR. Tunas tidak hanya tumbuh dari pangkal batang, namun bisa juga muncul pada tangkai yang menyerupai tunas ketiak, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5. a Gambar 5. Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro (a) Tunas yang Tumbuh pada Bonggol (tanda panah) (b) Tunas yang Tumbuh pada Ketiak (tanda panah) Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I mulai 4 MSR sampai 8 MSR (Tabel 11). Analisis ragam jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 5. Semakin tinggi dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan, pertumbuhan tunas Anthurium Wave of Love in vitro semakin terhambat. Mulai 4 MSR sampai 8 MSR jumlah tunas terbanyak diperoleh pada perlakuan kontrol. Pada 8 MSR jumlah tunas tanaman kontrol adalah 7.2 ± 1.6 tunas. Jumlah tunas tanaman Anthurium Wave of Love in vitro yang diradiasi menyebar mulai 1.3 ± 0.2 tunas sampai 5.0 ± 1.1 tunas. b

47 Tabel 11. Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur I Dosis Minggu Setelah Radiasi (Minggu) Radiasi (Gy) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.8 Uji F ** ** ** ** ** KK (%) a a a 8.73 a a Keterangan : ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman Penghambatan pembentukan tunas baru setelah subkultur I mulai terjadi pada dosis 10 Gy. Terhambatnya pembentukan tunas tanaman Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy sampai 50 Gy diduga karena selsel meristematik mengalami kerusakan akibat energi radiasi sinar gamma yang tinggi dan langsung menembus jaringan. Hal ini mengakibatkan terhambatnya pembelahan sel. $ a Gambar 6. Tunas Baru Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR. (a) Perlakuan Kontrol (tanda panah), (b) Perlakuan Dosis Radiasi 30 Gy (tanda panah) Penghambatan pertumbuhan tunas Anthurium Wave of Love in vitro akibat radiasi sinar gamma tidak hanya terlihat dari jumlahnya, namun juga dari b

48 ukurannya. Perkembangan tunas baru Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy, dan 50 Gy relatif lambat dibanding dosis radiasi 10 Gy dan kontrol, ukurannya kecil dan daun yang terbentuk juga relatif kecil (Gambar 6). b. Subkultur II Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas baru Anthurium wave of Love in vitro selama pemeliharaan setelah subkultur II. Analisis ragam jumlah tunas baru setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 9. Tunas mulai terbentuk saat 2 minggu setelah subkultur II (10 MSR). Pertambahan jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro hanya terjadi pada tanaman kontrol dan pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Jumlah tunas yang semakin menurun pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy disebabkan pada dosis tersebut tidak terbentuk tunas baru dan banyak tunas yang mati. Tunas yang terbentuk pada tanaman dengan dosis radiasi 10 Gy lebih banyak dari tunas baru yang terbentuk pada tanaman kontrol (Tabel 12). Tabel 12...Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co setelah Subkultur II Dosis Minggu Setelah Radiasi (Minggu) Radiasi (Gy) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.7 Uji F ** ** ** ** ** ** ** KK (%) 8.67 a a a a a 6.66 a a Keterangan : ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman Pada 16 MSR jumlah tunas tanaman yang diradiasi dengan dosis 10 Gy adalah 3.7 ± 1.2 tunas. Jumlah tunas pada tanaman kontrol adalah 2.5 ± 1.5 tunas. Radiasi sinar gamma pada dosis rendah mampu merangsang

49 pertumbuhan tanaman, karena hilangnya kemampuan sebagian sel pada meristem untuk membelah menyebabkan aktivitas sel lain meningkat. Beberapa peneliti melaporkan tingkat dosis radiasi sinar gamma tertentu mampu meningkatkan jumlah tunas in vitro. Dosis radiasi 5 Gy sampai 10 Gy merangsang pembentukan tunas pada kultur in vitro Gerbera jamesonii (Prasetyorini, 1991). Dosis radiasi 15 Gy meningkatkan jumlah tunas pada kultur in vitro Stevia rebaudiana Bertoni (Pratiwi, 1995). Mariska dan Seswita (1998) juga melaporkan jumlah tunas paling banyak pada tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) in vitro berasal dari tunas dengan perlakuan dosis radiasi 5 Gy. Tunas baru tanaman Anthurium Wave of Love in vitro tidak terbentuk pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy. Diduga kerusakan sel yang terjadi pada dosis 20 Gy sampai 50 Gy relatif parah sehingga tanaman tidak mampu melakukan perbaikan, akibatnya sebagian besar tunas dosis tersebut mengalami kematian setelah subkultur II. Lethal Dosage 50 (LD 50 ) Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co Menurut Welsh dan Mogea (1991) dosis yang diharapkan efektif pada mutasi induksi adalah dosis yang mengakibatkan kematian 50% dari populasi yang mendapat perlakuan atau biasa disebut Lethal Dosage 50 (LD 50 ). Pada dosis tersebut terjadi keragaman genetik yang sangat baik, di atas LD 50 banyak individu yang mengalami kematian. Persentase tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang mampu bertahan hidup sampai 16 MSR disajikan pada Tabel 13. Semakin tinggi dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan, persentase tunas yang hidup semakin berkurang. Kematian tunas mulai terjadi pada 11 MSR dan kematian tunas meningkat sampai 16 MSR. Kematian tunas tanaman Anthurium Wave of Love in vitro tidak terjadi pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy dan pada perlakuan kontrol. Pertumbuhan tunas mulai terhambat pada dosis radiasi 20 Gy dan semakin lama semakin banyak tunas yang mati pada dosis radiasi 20 Gy sampai dengan dosis 50 Gy. Diduga kerusakan sel atau jaringan meningkat akibat dosis radiasi yang semakin tinggi karena energi sinar gamma langsung merusak jaringan tanaman. Energi

50 yang dikeluarkan sinar gamma cukup besar sehingga kemampuan hidup tunas juga semakin rendah. Sinar gamma menyebabkan kerusakan fisiologis pada jaringan. Semakin tinggi dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan, semakin banyak kerusakan fisiologis yang terjadi hingga mengakibatkan kematian. Tabel 13. Persentase Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Hidup Sampai 16 MSR pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co Dosis Radiasi (Gy) Persentase Tunas yang Hidup (%) Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap persentase hidup tunas Anthurium Wave of Love in vitro mengikuti pola kuadratik dengan persamaan y = 0.05x x , R 2 = (Gambar 7), LD 50 Anthurium Wave of Love in vitro dicapai pada dosis radiasi Gy. LD 50 = Gy Gambar 7. Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Persentase Hidup Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada 16 MSR

51 Faradilla (2008) melaporkan bahwa persentase hidup tanaman Anthurium andreanum kultivar Holland mengikuti pola kuadratik dengan LD Gy. Handayani (2007) juga melaporkan bahwa respon tanaman Euphorbia milli (euphorbia warna merah muda dan merah bata) yang hidup setelah diberi perlakuan radiasi sinar gamma mengikuti pola kuadratik. LD 50 pada euphorbia merah muda adalah Gy dan untuk euphorbia merah bata sebesar Gy. Pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy masih ada tunas yang mampu bertahan hidup, namun pertumbuhannya sangat terhambat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. a b c d e f Gambar 8..Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro yang Mampu Bertahan Hidup sampai 16 MSR (a) Kontrol, (b) 10 Gy, (c) 20 Gy, (d) 30 Gy, (e) 40 Gy, dan (f) 50 Gy Menurut Harten (1998) kematian tanaman yang diradiasi disebabkan oleh menurunnya aktivitas mitosis. Kemampuan pembelahan sel yang semakin lambat atau bahkan pembelahan sel sudah berhenti mengakibatkan pertumbuhan tanaman

52 terhambat dan akhirnya tanaman yang diradiasi berangsur-angsur mati. Menurut Gaul (1977) dalam Mayasari (2007), kematian adalah salah satu kerusakan primer yang dapat dideteksi pada generasi pertama sebagai respon terhadap radiasi sinar gamma. Keragaman Fenotipe Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co Perubahan fenotipe umumnya terjadi pada organ atau tunas yang baru terbentuk. Perubahan fenotipe yang dihasilkan dari perlakuan radiasi sinar gamma yang berasal dari 60 Co tidak terjadi pada organ yang sudah berkembang sempurna. Menurut Harten (1988), bahan tanaman yang masih memproduksi akar dan tunas adventif baru lebih sensitif terhadap radiasi dibandingkan organisme atau jaringan yang sudah mengalami diferensiasi. Semakin muda jaringan yang diberi perlakuan, semakin sensitif pula jaringan tersebut terhadap perlakuan radiasi sehingga keragaman yang diharapkan juga semakin besar. Pada tunas yang sudah berkembang sempurna, pengaruh radiasi hanya bisa diamati dari penghambatan pertumbuhan dan perubahan warna daun dari hijau menjadi kuning hingga mengalami kematian. Pada subkultur I belum banyak perubahan fenotipe yang terjadi. Hingga 8 MSR perubahan yang bisa diamati adalah penghambatan pertumbuhan tinggi, jumlah daun, jumlah tunas baru, dan kematian jaringan. Poespodarsono (1988) menyatakan bahwa mutasi dapat terjadi pada setiap bagian dan pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif membelah seperti tunas, biji dan jaringan meristem lainnya. Pada 8 MSR diperoleh 2 individu yang memiliki daun variegata dari dosis radiasi 10 Gy. Ukuran daun lebih besar dibandingkan daun lainnya dalam satu individu. Salah satu individu yang menghasilkan daun variegata mengalami kontaminasi setelah subkultur II sehingga tidak bisa dilakukan pengamatan lebih lanjut. Mulai 13 MSR warna hijau dari daun variegata perlahan-lahan menghilang dan daun menjadi berwarna kuning, membesar dan menebal (Gambar 9).

53 a Gambar 9....Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy. (a) Daun Variegata pada 8 MSR, (b) Perubahan Daun Variegata menjadi Kuning, Membesar dan Menebal pada 13 MSR Setelah subkultur II, banyak keragaman fenotipe in vitro yang terlihat. Keragaman fenotipe hanya terbentuk pada dosis 10 Gy. Pada dosis 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy banyak tunas yang mengalami kematian. Keragaman yang muncul pada umumnya hanya terjadi pada sebagian organ tanaman, yang dikenal dengan istilah kimera. Harten (1998) menyatakan kimera adalah suatu tanaman yang memiliki dua atau lebih komponen genetik yang berbeda pada jaringan somatiknya. Pada kultur in vitro, untuk menyeleksi sifat yang dikehendaki kimera bisa dikendalikan dengan cara subkultur berulang. Daun tunas Anthurium Wave of Love in vitro pada perlakuan kontrol berwarna hijau, pangkalnya agak bundar dan meruncing pada bagian ujung (Gambar 10a). Perubahan umumnya terjadi pada daun, kimera yang terbentuk pada dosis 10 Gy seperti disajikan pada Gambar 10b. Pada satu eksplan tunas Anthurium Wave of Love in vitro diperoleh tiga bentuk daun, yaitu daun yang berbentuk normal, daun yang berbentuk lonjong dan daun yang berbentuk bulat. Daun yang berbentuk lonjong ditunjukkan pada Gambar 10b (tanda panah warna biru) dan daun berbentuk bulat ditunjukkan pada gambar 10b (tanda panah berwarna kuning). b

54 a Gambar 10. Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro (a) Kontrol, (b) Kimera yang Terbentuk pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy. Daun Normal (panah merah), Daun Berbentuk Lonjong (panah biru), Daun Berbentuk Bulat (panah kuning) b Pada dosis radiasi 10 Gy diperoleh beberapa variasi fenotipe mutan Anthurium Wave of Love in vitro. Variasi mutan yang terbentuk meliputi mutan dengan daun berbentuk lonjong, mutan dengan daun menyempit dan berbentuk jarum, mutan dengan daun yang lebih besar, mutan dengan daun yang membelah tidak sempurna, mutan dengan daun lonjong dan berwarna kuning, mutan dengan daun berwarna kuning dan menebal, mutan dengan bentuk daun yang tidak beraturan. Variasi fenotipe tanaman Anthurium Wave of Love in vitro yang terbentuk disajikan pada Gambar 11. Menurut Nybom (1970) tanaman yang diradiasi kebanyakan memunculkan anomali pada daun. Grosch dan Hopwood (1979) menambahkan bahwa tipe anomali daun meliputi pengkerdilan, penebalan, perubahan bentuk dan struktur, pengkerutan, pelekukan abnormal, pengeritingan tepi daun, penyatuan daun dan perubahan warna daun.

55 a b c d e f g h i Gambar 11. Variasi Fenotipe Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR. (a) Daun Berbentuk Lonjong, (b) Daun Berbentuk Jarum, (c) Daun yang Membesar, (d, e) Daun yang Membelah Tidak Sempurna, (f) Daun Berbentuk Lonjong dan Berwarna Kuning, (g) Daun Berwarna Kuning dan Menebal, dan (h, i) Daun Berbentuk Tidak Beraturan

56 Keragaman Bentuk Daun Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co Ada beberapa variasi daun yang terbentuk dari hasil radiasi sinar gamma yang berasal dari 60 Co. Perubahan bentuk maupun warna daun umumnya terjadi setelah subkultur II, dan hanya terjadi pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Variasi daun mulai terbentuk saat 12 MSR. Salah satu perubahan yang terjadi adalah daun berubah warna menjadi kekuningan sampai kuning. Perubahan warna ada yang terjadi secara utuh pada satu organ daun dan ada yang parsial. Pada umumnya perubahan warna pada daun terjadi secara parsial (perubahan warna tidak menyeluruh pada satu helai daun). Variasi daun yang mengalami perubahan warna dari hijau menjadi kuning disajikan pada Gambar 12. D1 D1 D1 Gambar 12. Variasi Warna Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy saat 16 MSR Perubahan juga terjadi pada bentuk daun. Pada dosis 10 Gy diperoleh daun yang keriting tidak beraturan (Gambar 13a). Daun berbentuk bulat juga diperoleh pada dosis radiasi 10 Gy (Gambar 13b). Selain itu, diperoleh juga daun yang lebih sempit dan menyerupai jarum (Gambar 13c). Diperoleh juga berbagai variasi bentuk daun yang berbentuk tidak beraturan (Gambar 13d). Variasi bentuk daun lainnya adalah daun yang terbelah pada bagian ujungnya karena pembelahan yang tidak sempurna (Gambar 13 e, f).

57 D1 D1 D1 D1 a b D1 D1 D1 c d D1 D1 e Gambar 13..Variasi Bentuk Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diperoleh dari Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy pada16 MSR. (a) Daun yang Keriting tidak Beraturan, (b) Daun yang Berbentuk Bulat, (c) Daun yang Lebih Sempit Dibandingkan Kontrol, (d) Bentuk Daun yang Tidak Beraturan, (e, f) Variasi Daun yang Membelah Tidak Sempurna f Keragaman juga terbentuk pada ukuran daun. Pada dosis radiasi 10 Gy diperoleh daun yang berukuran lebih besar dari kontrol dan menggulung pada bagian pinggirnya (Gambar 14a, b). Diperoleh juga daun yang membesar dan terdapat semburat kuning tipis (Gambar 14b).

58 a b c Gambar 14..Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy yang Berukuran Lebih Besar dari Kontrol. [Daun Membesar dan Menggulung (a) tampak depan, (b) tampak belakang], (c) Daun yang Membesar dan Ada Semburat Kuning Perubahan akibat radiasi sinar gamma juga terlihat pada kecepatan pertumbuhan tunas Anthurium Wave of Love in vitro. Pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy diperoleh tunas yang tumbuh lebih cepat, sehingga ukuran tunas lebih kecil karena ada kompetisi pertumbuhan antartunas yang terbentuk. Perubahan juga terjadi pada tangkai daun. Pada dosis radiasi 10 Gy diperoleh tangkai daun yang berbentuk pipih (Gambar 15). a Gambar 15. Mutan Anthurium Wave of Love In Vitro pada Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR. (a) Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Tumbuh Lebih Cepat dari Kontrol, (b) Mutan Tangkai Daun yang Berbentuk Pipih b Keragaman fenotipe umumnya tebentuk setelah subkultur II. Setelah subkultur I terjadi kerusakan fisiologis yang bisa diamati dengan menguningnya warna daun dan pertumbuhan daun yang terhambat. Sifat mutan belum muncul setelah subkultur I, diduga karena banyaknya sel yang rusak sehingga tanaman mempunyai mekanisme untuk memperbaiki sel yang rusak terlebih dahulu.

59 Keragaman yang muncul setelah subkultur II diduga sel-sel meristematik yang rusak telah kembali pulih dan gen-gen mutan mulai terekspresi. Micke dan Donini (1993) dalam Ratnasari (2007) melaporkan bahwa seleksi individu tanaman yang berkembangbiak secara vegetatif biasanya dimulai pada generasi kedua (M2). Hal ini disebabkan pada generasi tersebut telah dapat diamati perubahan secara morfologi klon yang stabil dan seragam. Tanaman M1 mengalami kerusakan fisiologis sehingga perkembangan morfologinya akan menimbulkan keabnormalan dan perubahan yang terjadi belum stabil dan ada kemungkinan berubah kembali seperti asalnya. Keragaman yang terbentuk setelah subkultur II kemungkinan belum stabil. Diperlukan subkultur untuk meningkatkan ekspresi gen mutan dan memisahkan kimera yang terbentuk. Sampai beberapa generasi tertentu, semakin sering dilakukan subkultur, keragaman yang diharapkan semakin banyak. Mutan yang potensial untuk diteliti lebih lanjut adalah mutan daun variegata, daun keriting, daun menyempit, daun yang lebih lebar, daun berbentuk bulat, daun berbentuk lonjong, daun yang menebal, daun dengan semburat kuning, dan daun yang membelah tidak sempurna. Tabel 14. Jumlah Tanaman Mutan untuk Masing-masing Karakter yang Terbentuk pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma 10 Gy dari 60 Co pada 16 MSR Fenotipe mutan Jumlah tanaman mutan Daun berbentuk lonjong 2 Daun menyempit 3 Daun yang lebih lebar 2 Daun yang membelah tidak sempurna 2 Daun yang berubah warna 6 Daun yang menebal 4 Daun keriting 4 Daun tidak beraturan 5 Tunas yang tumbuh lebih cepat 2 Tangkai daun pipih 2 Jumlah 32 Diperoleh 32 individu mutan yang terbentuk setelah subkultur II. Semua mutan diperoleh dari dosis 10 Gy. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang diamati pada dosis radiasi 10 Gy hingga 16 MSR berjumlah 70 tunas.

60 Persentase mutan yang terbentuk adalah 45.7%. Frekuensi mutan untuk masingmasing karakter fenotipe disajikan pada Tabel 14. Frekuensi mutan tertinggi adalah mutan daun yang berubah warna. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co terhadap Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro Stomata merupakan pori-pori pada epidermis yang dibatasi oleh sel penjaga. Stomata terdapat pada epidermis atas dan epidermis bawah. Pada umumnya jumlah stomata pada epidermis bawah lebih banyak daripada jumlah stomata pada epidermis atas. Stomata berfungsi sebagai pintu masuknya CO 2 ke jaringan daun untuk fotosintesis dan mengeluarkan air yang digunakan untuk transpirasi (Lakitan, 1993). Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah stomata Anthurium Wave of Love in vitro (Tabel 15). Tabel 15. Rata-rata Jumlah dan Ukuran Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60 Co pada 16 MSR Dosis radiasi (Gy) Jumlah stomata / mm 2 Ukuran stomata (µm) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 4.3 Uji F * tn KK (%) 35.0 a a Keterangan : * = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5) 1/2 KK = koefisien keragaman Kerapatan stomata tunas tanaman yang diradiasi lebih rendah dibanding kerapatan stomata tunas tanaman kontrol, namun tidak ada pola kecenderungan hubungan antara kerapatan stomata dengan peningkatan dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan. Kerapatan stomata tertinggi diperoleh pada tunas tanaman kontrol, yaitu 52.9 ± stomata/mm 2. Kerapatan stomata tunas tanaman Anthurium

61 Wave of Love in vitro yang diradiasi menyebar mulai 13.0 ± 4.54 stomata/mm 2 sampai 50.0 ± stomata/mm 2. Kerapatan stomata terendah diperoleh pada perlakuan dosis radiasi 30 Gy. Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran stomata Anthurium Wave of Love in vitro (Tabel 15). Ukuran stomata tertinggi diperoleh pada dosis radiasi 50 Gy dan terendah pada dosis radiasi 30 Gy. Dosis radiasi 30 Gy memiliki rataan jumlah stomata dan ukuran stomata terkecil dibanding perlakuan lainnya. Dosis radiasi sinar gamma dapat mempengaruhi bentuk stomata. Perubahan bentuk stomata bersifat individual, artinya dosis radiasi yang sama belum tentu sama pengaruhnya pada stomata. Hal ini disebabkan pengaruh radiasi bersifat acak (random). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Qosim et al. (2007), pada planlet manggis yang diradiasi sinar gamma, pengaruh radiasi bersifat unik terhadap stomata mutan yang terbentuk. Qosim et al. (2007) juga melaporkan bahwa regeneran mutan yang mempunyai kerapatan stomata, parenkim palisade dan jumlah berkas pembuluh yang banyak dapat dijadikan kriteria seleksi tidak langsung untuk efisiensi fotosintesis pada tanaman manggis in vitro. Bentuk stomata normal disajikan pada Gambar 16. Menurut Fahn (1982) stomata famili Araceae dikelilingi oleh 4 sampai 6 sel tetangga. a Gambar 16. Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Kontrol. (a) Perbesaran 400 kali, (b) Perbesaran 400 x 3 kali Penyimpangan bentuk stomata pada dosis radiasi 10 Gy disajikan pada Gambar 17. Pada dosis radiasi 10 Gy ditemukan stomata yang berbentuk bulat (Gambar 17a). Stomata yang berbentuk bulat juga ditemukan pada dosis radiasi 20 Gy (Gambar 17b). b

62 a b Gambar 17..Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro yang Berbentuk Bulat. (a) Stomata pada Dosis Radiasi 10 Gy (Perbesaran 400 x 5 kali), (b) Stomata pada Dosis Radiasi 20 Gy (Perbesaran 400 x 5 kali) Perubahan bentuk stomata juga terjadi pada daun Anthurium Wave of Love in vitro dengan dosis radiasi 30 Gy dan 40 Gy. Pada dosis 30 Gy dan 40 Gy terdapat perubahan jumlah sel tetangga. Jumlah sel tetangga yang mengelilingi stomata hanya 3 sel tetangga (Gambar 18). a Gambar 18.. Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro yang Dikelilingi 3 Sel Tetangga. (a) Pada Dosis Radiasi 30 Gy (Perbesaran 400 x 5 kali), (b) Pada Dosis Radiasi 40 Gy (Perbesaran 400 x 5 kali) Secara individual stomata tunas Anthurium Wave of Love yang diradiasi ada yang berukuran lebih kecil dan ada juga yang berukuran lebih besar dibandingkan kontrol, namun secara rata-rata dosis radiasi sinar gamma tidak mempengaruhi ukuran stomata Anthurium Wave of Love in vitro. Rata-rata ukuran stomata kontrol adalah 13.0 ± 3.0 µm dan rata-rata ukuran stomata perlakuan menyebar dari 11.7 ± 1.7 µm sampai 14.3 ± 4.3 µm. Pengaruh dosis radiasi sinar b

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love Tanaman Anthurium Wave of Love termasuk ke dalam famili Araceae, berbatang sukulen dan termasuk tanaman perennial. Ciri utama famili

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO SRI IMRIANI PULUNGAN A24051240 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan iradiasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2011 hingga bulan Februari 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro 11 agar. Zat pengatur tumbuh yang digunakan antara lain sitokinin (BAP dan BA) dan auksin (2,4-D dan NAA). Bahan lain yang ditambahkan pada media yaitu air kelapa. Bahan untuk mengatur ph yaitu larutan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Balai Penelitian Sei Putih Medan Sumatra Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Tangerang. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Februari 2016 yang bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada bulan Juni 2015 sampai Februari 2016 dan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. 1. Percobaan 1: Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap proliferasi kalus.

III. BAHAN DAN METODE. 1. Percobaan 1: Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap proliferasi kalus. 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 STUDI 1: REGENERASI TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DARI KALUS YANG TIDAK DIIRADIASI SINAR GAMMA Studi ini terdiri dari 3 percobaan yaitu : 1. Percobaan 1: Pengaruh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Anggrek, Kebun Raya Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2010 hingga Juni 2011. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. III. BAHA DA METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl. Jendral Besar Dr. Abdul Haris asution Gedung Johor Medan Sumatera Utara, selama

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal. 6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas cilembu, ubi jalar varietas sukuh,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA Latar Belakang IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA MELALUI IRADIASI TUNGGAL PADA STEK PUCUK ANYELIR (Dianthus caryophyllus) DAN UJI STABILITAS MUTANNYA SAMPAI GENERASI MV3 Pendahuluan Perbaikan sifat

Lebih terperinci

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO Oleh: ASEP RODIANSAH A34302032 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada Bulan November 2015 hingga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Agustus 2016 di Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO Oleh : SITI SYARA A34301027 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) dari bulan Oktober

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari April 2016.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan, yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap multiplikasi tunas pisang Kepok Kuning (genom ABB) eksplan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2013

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan 12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dimulai dari Maret sampai dengan Mei 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Bulan November 2011

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO Oleh Riyanti Catrina Helena Siringo ringo A34404062 PROGRAM STUDI PEMULIAAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui pengaruh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor perlakuan, yaitu penambahan sukrosa dalam media

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Kondisi laboratorium tempat dilakukan percobaan memiliki suhu berkisar antara 18-22 0 C dan kelembaban mencapai 90%. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang

Lebih terperinci

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Nikman Azmin Abstrak; Kultur jaringan menjadi teknologi yang sangat menentukan keberhasilan dalam pemenuhan bibit. Kultur jaringan merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) dari

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO ABSTRAK Ernitha Panjaitan Staf Pengajar Fakultas Pertanian UMI Medan Percobaan untuk mengetahui respons

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eskperimental yang menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: 1. Faktor pertama: konsentrasi

Lebih terperinci

PERBANYAKAN CEPAT TANAMAN DENGAN TEKNIK KULLTUR JARINGAN

PERBANYAKAN CEPAT TANAMAN DENGAN TEKNIK KULLTUR JARINGAN Laporan Pratikum Dasar-Dasar Bioteknologi Tanaman Topik 2 PERBANYAKAN CEPAT TANAMAN DENGAN TEKNIK KULLTUR JARINGAN Oleh : Jimmy Alberto ( A24050875 ) Agronomi dan Hortikultura 9 PENDAHULUAN Latar Belakang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Desember 2011 hingga Maret 2012.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 perlakuan, yaitu pemberian zat pengatur tumbuh BAP yang merupakan perlakuan pertama dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO Oleh : Pratiwi Amie Pisesha (A34303025) DEPARTEMEN AGRONOMI DAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada November 2014 sampai April 2015. 3.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri III. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri dari 2 percobaan yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi BA dan varietas pisang (Ambon Kuning dan Raja Bulu)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor, Laboratorium

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 15 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman, Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan utama dan satu percobaan lanjutan, yaitu:

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini terdiri atas dua percobaan utama dan satu percobaan lanjutan, yaitu: III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas dua percobaan utama dan satu percobaan lanjutan, yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi thidiazuron dengan dan tanpa benziladenin terhadap perbanyakan tunas pisang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan 13 I. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Univeristas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan

Lebih terperinci

Puput Perdana Widiyatmanto Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati S.Si., M.Si. Siti Nurfadilah, S.Si., M.Sc. Tugas Akhir (SB091358)

Puput Perdana Widiyatmanto Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati S.Si., M.Si. Siti Nurfadilah, S.Si., M.Sc. Tugas Akhir (SB091358) Tugas Akhir (SB091358) PENGARUH JENIS MEDIA DAN KONSENTRASI NAA (Naphthalene Acetic Acid) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BIJI Dendrobium capra J.J SMITH SECARA IN VITRO Puput Perdana Widiyatmanto

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai bulan Maret 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai bulan Maret 2015 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai bulan Maret 2015 di Laboratorium Botani (ruang penelitian in vitro), Jurusan Biologi, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Pelaksanaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan Maret

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BAP DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS MIKRO KANTONG SEMAR (Nepenthes mirabilis) SECARA IN VITRO

PENGARUH PEMBERIAN BAP DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS MIKRO KANTONG SEMAR (Nepenthes mirabilis) SECARA IN VITRO PENGARUH PEMBERIAN BAP DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TUNAS MIKRO KANTONG SEMAR (Nepenthes mirabilis) SECARA IN VITRO Oleh: YAYU ALITALIA A34304025 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1

BAB III METODE PENELITIAN. Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Dewata F1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2012 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Khansa Orchid Cimanggis-

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Khansa Orchid Cimanggis- BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI Penelitian dilakukan di Laboratorium Khansa Orchid Cimanggis- Depok. Penelitian dilakukan dari bulan September 2007 hingga bulan April 2008. B. BAHAN 2. Tanaman donor

Lebih terperinci

TEKNIK STERILISASI DAN RESPON PERTUMBUHAN EKSPLAN TANGKAI BUNGA ANGGREK Phalaenopsis sp. DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2i-P SECARA IN VITRO

TEKNIK STERILISASI DAN RESPON PERTUMBUHAN EKSPLAN TANGKAI BUNGA ANGGREK Phalaenopsis sp. DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2i-P SECARA IN VITRO TEKNIK STERILISASI DAN RESPON PERTUMBUHAN EKSPLAN TANGKAI BUNGA ANGGREK Phalaenopsis sp. DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2i-P SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh: NI PUTU ANJANI 0605105002 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 2011 Maret 2011 BAB III METODE PENELITIAN 3. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal Januari 0 Maret 0 yang berlokasi di Laboratorium Genetika dan Fisiologi Kultur Jaringan (Genetic and Physiology

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi fosfor dalam media kultur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu pemberian

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu pemberian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu pemberian zat pengatur tumbuh 2,4-D (1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Januari-Juli 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Januari-Juli 2014. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan dan Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen. Menurut Nasution (2009) desain eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian yang bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu pada medium Murashige-Skoog

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor yang pertama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN 15 Kondisi Umum Penelitian Eksplan buku yang membawa satu mata tunas aksilar yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tunas adventif yang berumur 8 MST. Tunas adventif disubkultur

Lebih terperinci

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN TANAMAN Aglaonema sp. Oleh RACHMAWATI PUTRISA MISNIAR A34403064 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Proliferasi Kalus Embriogenik Kalus jeruk keprok Garut berasal dari kultur nuselus yang diinduksi dalam media dasar MS dengan kombinasi vitamin MW, 1 mgl -1 2.4 D, 3 mgl -1 BAP, 300

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten. Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) The Effect of Explants Type and Growth Regulators Composition

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENINGKATAN VARIASI SOMAKLONAL TANAMAN KRISANTIMUM MELALUI INDUKSI KALUS. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENINGKATAN VARIASI SOMAKLONAL TANAMAN KRISANTIMUM MELALUI INDUKSI KALUS. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENINGKATAN VARIASI SOMAKLONAL TANAMAN KRISANTIMUM MELALUI INDUKSI KALUS Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah Diusulkan oleh : Vicky Saputra A24050609 (2005) Muhammad Muzahid

Lebih terperinci

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA oleh Purwati A34404015 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan UPT. Benih Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan November

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Februari hingga Mei 2015. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Kerja Persiapan Bibit Tumih

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Kerja Persiapan Bibit Tumih BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB). Penelitian ini

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI KULTUR JARINGAN

BIOTEKNOLOGI KULTUR JARINGAN BIOTEKNOLOGI KULTUR JARINGAN Syarat Laboratorium Kultur Jaringan 1. Kondisi di dalam laboratorium mutlak harus bersih, baik lantai, dinding, meja, alat-alat yang digunakan dan udara (steril) 2. Bebas debu

Lebih terperinci

BAB 3 BAHAN DAN METODA

BAB 3 BAHAN DAN METODA BAB 3 BAHAN DAN METODA 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2007 di Laboratorium Kultur Jaringan Unit Pelaksana Teknis Balai Benih Induk Dinas Pertanian Sumatera

Lebih terperinci