ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK)"

Transkripsi

1 ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK) Oleh ANNISA ANJANI H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

2 RINGKASAN ANNISA ANJANI. Analisis Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Pasca Otonomi Daerah (Studi Kasus: Kota Depok) (dibawah bimbingan FIFI DIANA THAMRIN) Pembangunan daerah sebagai tolak ukur pertumbuhan ekonomi memprioritaskan untuk membangun dan memperkuat sektor-sektor di bidang ekonomi dengan mengembangkan, meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya secara optimal dengan tetap memperhatikan ketentuan antara industri dan pertanian yang tangguh, serta sektor-sektor pembangunan yang lainnya. Pembangunan yang terjadi selama ini dirasa tidak menyentuh di seluruh wilayah Indonesia dan seluruh lapisan masyarakat. Masih terdapat ketimpangan antar wilayah pusat dengan daerah. Salah satu penyebab ketidakmerataan pembangunan tersebut adalah adanya struktur pemerintahan yang terpusat. Pada sistem pemerintahan yang terpusat ini pemerintah pusat berperan sebagai pengambil dan pembuat keputusan pembangunan untuk daerah, sedangkan pemerintah daerah hanya berperan sebagai pelaksana. Otonomi daerah yang merupakan pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada daerah di bawahnya untuk mengatur dearahnya sendiri secara mandiri dirasa akan membawa angin segar untuk mengatasi permasalahan tentang lambannya kemajuan suatu daerah yang bersangkutan. Dalam realisasinya, pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Hal ini bertujuan agar permasalahan yang timbul pada daerah tersebut dapat segera ditanggulangi oleh pemerintah daerah dengan menggunakan segala potensi dan keragaman yang dimiliki daerah tersebut. Menindaklanjuti Undang-undang No. 22 Tahun 1999 pada tanggal 27 April 1999 diresmikan pula Undang-undang No. 15 Tahun 1999 tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok (dimana UU No. 15/1999 ini diimplementasikan di Kota Depok mulai 1 Januari 2001). Kota Depok memiliki potensi daerah yang cukup baik untuk berkembang sebagai penyokong pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kota Depok itu sendiri. Seiring dengan pembangunan di Kota Depok pula maka baik langsung maupun tak langsung akan menimbulkan berbagai macam dampak terhadap keadaan lingkungan di Kota Depok. Dampak yang muncul dapat berupa dampak positif dan dampak negatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Kota Depok sebelum dan semasa otonomi daerah. Pertumbuhan yang dimaksud juga untuk menganalisis laju pertumbuhan dan menganalisis daya saing sektor-sektor perekonomian Kota Depok sebelum dan semasa otonomi daerah. Selain itu akan diidentifikasi pula profil pertumbuhan PDRB dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian Kota Depok, sehingga akan diketahui sektor perekonomian apa yang tergolong progressive (maju) atau lamban.

3 Untuk menjawab permasalahan menyangkut pertumbuhan perekonomian di Kota Depok, maka penulis menggunakan analisis Shift Share. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data Pendapatan Domestik regional Bruto (PDRB) dari Kota Depok dan Jawa Barat. Jangka waktu data tersebut adalah dari tahun 1997 hingga tahun 2004, yaitu melibatkan data sebelum dan selama otonomi daerah berlangsung. Selang waktu tersebut dibagi menjadi dua selang waktu analisis, yaitu tahun dan Berdasarkan hasil penelitian, pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Kota Depok selama otonomi daerah tahun , pertumbuhan PDRB Kota Depok mengalami peningkatan sebesar Rp ,01 juta (20,13 persen). Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan adalah sektor yang memiliki tingkat pertumbuhan terbesar (23,61 persen), sedangkan sektor pertanian memiliki pertumbuhan terkecil (8,76 persen). Laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Depok semasa otonomi daerah tahun adalah sebesar 2,07 persen. Sektor yang memiliki laju pertumbuhan tercepat adalah sektor listrik, gas, dan air bersih (6,33 persen), dan yang memiliki laju pertumbuhan paling lambat adalah sektor pertanian (-7,58 persen). Daya saing sektor-sektor perekonomian Kota Depok terhadap Provinsi Jawa Barat tahun adalah sebesar 2,46 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa secara umum sektor-sektor perekonomian di Kota Depok memiliki daya saing cukup baik bila dibandingkan dengan wilayah yang lainnya yang ada di Provinsi Jawa Barat. Sektor yang memiliki daya saing yang kurang baik adalah sektor bangunan (-4,33 persen), sedangkan sektor yang memiliki daya saing yang terbaik adalah sektor industri pengolahan (7,49 persen). Pada tahun secara keseluruhan nilai PB Kota Depok adalah bernilai positif (4,53 persen), artinya sektor-sektor perekonomian di Kota Depok secara keseluruhan tergolong ke dalam kelompok yang maju. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan adalah sektor yang memiliki tingkat PB terbesar (8,02 persen). Sedangkan sektor yang paling tidak progresif adalah sektor pertanian (-6,83 persen). Sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan berada di kuadran I yang memiliki pertumbuhan yang cepat dengan daya saing yang baik pula. Pada tahun tidak ada sektor yang menempati kuadran III. Hal ini menunjukkan bahwa semasa otonomi daerah berlangsung, sektor-sektor perekonomian di Kota Depok tidak ada yang pertumbuhannya tergolong lambat. Berdasarkan teori Rostow tentang tahapan pembangunan, maka Kota Depok dapat dikatakan berada pada tahap pra take-off menuju take-off. Hal ini dikarenakan, pada Kota Depok semasa otonomi daerah memiliki industri yang maju yang merupakan ciri pada tahapan pra take-off, namun Kota Depok belum memenuhi ciri pada tahap take-off. Dari hasil penelitian ini maka bagi pemerintah Kota Depok disarankan untuk terus mendorong peningkatan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Tapi sektor-sektor yang lain, seperti sektor pertanian yang selama otonomi daerah menjadi sektor yang paling lambat pertumbuhannya, tidak boleh ditinggalkan begitu saja. Salah satu cara untuk mengembangkan sektor pertanian

4 adalah dengan mengembangkan pertanian perkotaan, yaitu dengan mengembangkan produk unggulan Kota Depok. Pemerintah Kota Depok hendaknya tetap menjaga kestabilan laju pertumbuhan perekonomian tersebut, terutama sektor listrik, gas, dan air bersih yang memiliki laju pertumbuhan tercepat pada masa otonomi dapat lebih ditingkatkan lagi kinerjanya dengan cara memberikan layanan prasarana air bersih yang optimal. Peningkatan daya saing sektor industri pengolahan harus terus dilakukan antara lain dengan meningkatkan tenaga kerja maupun pengusaha yang terlatih di bidang industri dan membina hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja. Sedangkan untuk sektor bangunan, harus tetap ditingkatkan kualitas bangunan di Kota Depok, terutama untuk bangunan perumahan. Perlu juga dilakukan rehabilitasi bangunan dan gedung, baik bangunan sekolah maupun peribadatan dan bangunan lainnya, yang sudah bobrok. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Depok hendaknya berwawasan lingkungan, sehingga tetap menjaga lingkungan. Jangan sampai bencana alam buatan tangan manusia dapat terjadi akibat pembangunan yang tidak beraturan. Pembangunan yang sedang terjadi pun hendaknya diperhatikan secara seksama agar tidak mengganggu tata ruang kota, sehingga kegiatan perekonomian dapat berjalan lancar dan tidak memihak pada salah satu pihak pelaku ekonomi. Contoh kebijakan yang dapat ditempuh antara lain tentang pengaturan penggunaan lahan agar tidak semua lahan digunakan untuk pembuatan bangunan. Pengaturan lalu lintas di sepanjang pusat kota, atau dititik-titik yang rawan kemacetan, diantisipasi agar tidak merugikan masyarakat. Pemerintah daerah juga hendaknya selektif menyeleksi investor yang berminat menanamkan modalnya di Kota Depok. Hal ini harus dilakukan untuk mencegah kepemilikan lahan yang double atau sewa bangunan yang tumpang tindih. Pengaturan tata kota juga harus memperhatikan kegiatan mata pencaharian masyarakat. Maksudnya, bila ingin menggusur atau merubah tatanan kota hendaknya dilakukan pendekatan yang membuat masyarakat juga tidak dirugikan.

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa Nomor Registrasi Pokok Program Studi Judul Skripsi : : : : Annisa Anjani H Ilmu Ekonomi Analisis Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Pasca Otonomi Daerah (Studi Kasus: Kota Depok) dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Menyetujui, Dosen Pembimbing, Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Tanggal Kelulusan: Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, April 2007 Annisa Anjani H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Annisa Anjani lahir pada tanggal 3 November 1984 di Jakarta, hingga kini penulis berdomisili di Kota Depok, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Agus Basuki dan Erna Hernawati. Tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada SD Islam Yasma PB Sudirman, dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan jenjang pendidikannya pada SLTP Islam Yasma PB Sudirman. Pada tahun 2002 penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada SMU Negeri 99 Jakarta Timur. Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikannya di Universitas Indonesia program D-III jurusan Administrasi Negara program studi Administrasi Perpajakan. Pada tahun 2003, penulis mengikuti ujian SPMB dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (FEM-IPB). Skripsi yang berjudul Analisis Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Pasca Otonomi Daerah (Studi Kasus: Kota Depok) menjadi topik skripsi penulis yang juga digunakan sebagai syarat kelulusan. Penulis pun menyelesaikan pendidikan sarjananya pada tahun Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai staf biro kesekretariatan Hipotesa pada masa jabatan dan Penulis juga aktif menjadi panitia maupun peserta kegiatan (seminar-seminar) yang diselenggarakan di lingkup FEM maupun lingkup IPB

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat yang telah diberikan-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Analisis Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Pasca Otonomi Daerah (Studi Kasus: Kota Depok). Penulis tertarik menulis tentang otonomi di Kota Depok karena kian lama perkembangan Kota Depok kian pesat sesuai dengan potensi dan keunggulan yang dimilikinya, terutama selama otonomi berlangsung. Skripsi ini juga diperuntukkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada Ibu Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si yang telah memberikan bimbingan, ilmu, dan kritik kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik. Kepada Ibu Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si dan Bapak Jaenal Effendi, MA selaku penguji dan komisi pendidikan yang telah menguji dan memberi banyak saran atas penyempurnaan skripsi ini. Kepada para Staf Departemen Ilmu Ekonomi yang telah banyak membantu dalam penyelenggaraan seminar dan sidang, penulis ucapkan banyak terima kasih. Terima kasih pula kepada para peserta seminar yang telah memberi kritik dan saran yang sangat membantu dalam perbaikan skripsi ini. Kepada seluruh sahabat dan teman-teman IE-40 (Utie, Tuti, Vivi, Yudis, Madu, Wilma, Tirani, Evi, dan semuanya), teman-teman IE-39 dan IE-41 (Teh Nita, Iyas, Heri, dan semuanya), teman-teman Hipotesa, teman-teman LabKom dan perpustakaan FEM, teman-teman KKP Dukuh Turi, teman-teman Wisma Melati dan teman-teman Pramana, serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat diucapkan satu per satu, yang telah banyak memberikan keceriaan, pemikiran, dorongan, dan semangat kepada penulis, hanya ucapan terima kasih untuk semua. Akhirnya penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Agus Basuki dan Erna Hernawati, adik Ahmad Ilman Nafian,

9 serta keluarga besar penulis. Pengertian dan kesabaran kalian sangat besar artinya dan membuat skripsi ini ada. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, April 2007 Annisa Anjani H

10 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan, serta aspek potensi pasar. Kondisi tersebut memungkinkan pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang dengan wilayah lainnya (Gunawan, 2000). Pembangunan daerah sebagai tolak ukur pertumbuhan ekonomi memprioritaskan untuk membangun dan memperkuat sektor-sektor di bidang ekonomi dengan mengembangkan, meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya secara optimal dengan tetap memperhatikan ketentuan antara industri dan pertanian yang tangguh, serta sektor-sektor pembangunan yang lainnya (Rita, 2004). Pembangunan yang terjadi selama masa orde baru dirasa tidak menyentuh di seluruh wilayah Indonesia dan seluruh lapisan masyarakat. Masih terdapat ketimpangan antar wilayah pusat dengan daerah. Salah satu penyebab ketidakmerataan pembangunan tersebut adalah adanya struktur pemerintahan yang terpusat. Pada sistem pemerintahan yang terpusat ini pemerintah pusat berperan sebagai pengambilan keputusan dan pembuat keputusan pembangunan untuk daerah, sedangkan pemerintah daerah hanya berperan sebagai pelaksana. Sistem tersebut dianggap tidak efektif dan efisien bagi pembangunan di daerah, sehingga sistem ini dirasa tidak memuaskan masyarakat yang menghendaki pembangunan yang menyeluruh dan merata di segala aspek kehidupan mereka.

11 2 Otonomi daerah yang merupakan pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada daerah di bawahnya untuk mengatur daerahnya sendiri secara mandiri dirasa akan membawa angin segar untuk mengatasi permasalahan tentang lambannya kemajuan suatu daerah yang bersangkutan. Dalam realisasinya, pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah bersama atribut-atribut lainnya. Hal ini bertujuan agar permasalahan yang timbul pada daerah tersebut dapat segera ditanggulangi oleh pemerintah daerah dengan menggunakan segala potensi dan keragaman yang dimiliki daerah tersebut. Undang-undang tersebut juga dilengkapi dengan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang dana perimbangan pusat dengan daerah. Namun Undang-undang per-otonomian daerah tersebut juga tidak dapat dilepaskan tanpa campur tangan pemerintah pusat. Pada akhirnya pemerintah pusat akan berperan dalam kewenangan dan pengaturan keuangan daerah. Dampak yang berkembang selama otonomi daerah pun kian dirasa oleh masyarakat. Untuk menganalisis dampak otonomi daerah tersebut, penulis ingin mengangkat masalah dampak otonomi daerah terhadap sektor-sektor perekonomian di Kota Depok Perumusan Masalah Menindaklanjuti Undang-undang No. 22 Tahun 1999 pada tanggal 27 April 1999 diresmikan pula Undang-undang No. 15 Tahun 1999 tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok. Dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dinyatakan bahwa perekonomian daerah diberi kewenangan

12 3 untuk memperoleh pendapatannya sendiri dari hasil pemanfaatan sumber-sumber ekonomi yang dimilikinya. Kota Depok memiliki potensi daerah yang cukup baik untuk berkembang sebagai penyokong pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kota Depok itu sendiri. Lokasi Kota Depok strategis karena terletak di pinggir perbatasan Provinsi Jawa Barat dan memiliki jalur yang menghubungkan Kabupaten Bogor dengan Provinsi DKI Jakarta. Kota Depok juga merupakan salah satu hinterland dari Kota Jakarta membuat Kota Depok mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini terlihat dengan makin ramai dan semaraknya Kota Depok dan sekitarnya akibat pesatnya pembangunan infrastruktur, perdagangan, dan industri. Peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Depok yang terus meningkat dapat menjadi indikator pesatnya pertumbuhan Kota Depok dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat melalui Tabel 1.1 dibawah ini. Tabel 1.1. PDRB Kota Depok Atas Dasar Harga Konstan 1993 TAHUN PDRB LAJU PERUBAHAN (Juta Rupiah) (%) ,69 10, ,14 7, ,55 8, ,52-5, ,98-41, ,54 1, ,64 4, ,12 5, ,62 6, ,70 6, ,12 6,35 Sumber : BPS Kota Depok Sejak tahun 1994 menuju tahun 1995 PDRB Kota Depok mengalami peningkatan PDRB sebanyak Rp ,45 juta. Peningkatan terus terjadi hingga

13 4 tahun Pada tahun 1998 PDRB Kota Depok mengalami penurunan drastis sebesar Rp ,33 juta dari Rp ,34 juta menjadi Rp ,01 juta. Hal ini diperkirakan karena tidak stabilnya situasi politik secara nasional di Indonesia. Dampak krisis ekonomi yang terjadi akibat perubahan iklim politik tersebut turut mengguncang Kota Depok yang saat itu masih tergabung dalam kewilayahan Kabupaten Bogor. Pada tahun 2000 terjadi penurunan PDRB yang cukup besar dari Rp ,12 juta pada tahun 1999 menjadi Rp ,64 juta rupiah. Hal ini diperkirakan akibat dari implementasi Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah di Kota Depok. Kota Depok terus berkembang dan mengalami perubahan orientasi sebagai pusat pemukiman, pendidikan, perdagangan, dan jasa. Perkembangan Kota Depok dapat dilihat pada Tabel 1.1 yaitu dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok tahun yang mengalami peningkatan pertahunnya sebesar 1,50 persen, 4,47 persen, 5,98 persen, 6,12 persen, 6,35 persen, dan 6,44 persen. Hal tersebut memberikan tantangan bagi sektor-sektor perekonomian yang ada di dalamnya untuk lebih optimal lagi dalam memajukan sektor-sektor yang ada. Selang tujuh tahun sejak otonomi daerah, pembangunan di Kota Depok kian pesat. Pesat pembangunan ini diiringi dengan pertumbuhan jumlah penduduk selama terjadinya otonomi daerah. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, pada tahun 2001 penduduk Kota Depok berjumlah jiwa. Selang 4 tahun berikutnya yakni pada tahun 2004 jumlah penduduk sudah mencapai jiwa.

14 5 Seiring dengan pembangunan di Kota Depok pula maka baik langsung maupun tak langsung Kota Depok telah menyediakan lapangan kerja baru untuk menyerap tenaga kerja yang ada. Munculnya pusat hiburan dan banyaknya pembangunan yang terjadi tentu akan menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Berikut disajikan data ketenagakerjaan yang terdapat di Kota Depok selama tahun Tabel 1.2. Tenaga Kerja Kota Depok Tahun (Jiwa) Sektor Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri pengolahan Listrik, Gas & Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa TOTAL Sumber : BPS Kota Depok Besarnya peningkatan jumlah penduduk dan tenaga kerja dirasa akan menimbulkan berbagai macam dampak terhadap keadaan lingkungan di Kota Depok. Dampak yang muncul dapat berupa dampak positif dan dampak negatif. Hal ini tergantung dari keseimbangan dan keselarasan perkembangan yang ada di Kota Depok sendiri. Berdasarkan penjabaran diatas, penulis mencoba menguraikan permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini. Permasalahan tersebut adalah :

15 6 1. Bagaimana pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Kota Depok sebelum dan semasa otonomi daerah? 2. Bagaimana laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Depok sebelum dan semasa otonomi daerah? 3. Bagaimana daya saing sektor-sektor perekonomian Kota Depok sebelum dan semasa otonomi daerah? 4. Bagaimana profil pertumbuhan PDRB dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian Kota Depok? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi pertumbuhan PDRB sektor-sektor perekonomian Kota Depok sebelum dan semasa otonomi daerah. 2. Menganalisis laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Depok sebelum dan semasa otonomi daerah. 3. Menganalisis daya saing sektor-sektor perekonomian Kota Depok sebelum dan semasa otonomi daerah. 4. Mengidentifikasi profil pertumbuhan PDRB dan pergeseran bersih sektorsektor perekonomian Kota Depok Manfaat Penelitian Selain menjawab permasalahan yang ada, penulis berharap penelitian ini dapat berguna dikemudian hari. Adapun manfaat penelitian ini adalah :

16 7 1. Kegunaan bagi Pemerintah Kota Depok. Pemerintah diharapkan dapat lebih memperhatikan sektor perekonomian mana yang dapat benar-benar menjadikan kota Depok sebagai unggulan. 2. Kegunaan bagi para akademisi. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi penelitian-penelitian lainnya atau pun hanya sebagai bacaan semata. 3. Kegunaan lainnya bagi masyarakat umum. Penelitian ini diharapkan dapat menyuguhkan suatu pengetahuan umum yang menarik, dan dipetik manfaatnya. Terutama pengetahuan terhadap Kota Depok dan perkembangannya Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup atau batasan dari penelitian ini adalah penelitian dengan mengamati dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kota Depok. Penelitian mengambil data tahun 1997 hingga tahun 2004, yaitu melibatkan data sebelum dan selama otonomi daerah berlangsung. Selang waktu tersebut dibagi menjadi dua selang waktu analisis, yaitu tahun , dan Tahun dipilih karena data tersebut dianggap merefleksikan PDRB Kota Depok sebelum otonomi daerah terjadi, dimana pada selang waktu tersebut terjadi pula krisis ekonomi nasional. Sedangkan tahun dipilih karena dianggap merefleksikan PDRB Kota Depok setelah Undang-undang No. 15 Tahun 1999 tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dikeluarkan dan diimplementasikan pada tanggal 1 Januari 2001.

17 8 Dalam penelitian ini menggunakan sembilan sektor perekonomian yang dapat menjadi tolak ukur dalam mengukur pertumbuhan suatu perekonomian. Kesembilan sektor tersebut adalah: (1) Pertanian; (2) Pertambangan dan Penggalian; (3) Industri pengolahan; (4) Listrik, Gas, dan Air Minum; (5) Bangunan; (6) Perdagangan, Hotel, dan Restoran; (7) Pengangkutan dan Komunikasi; (8) Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan; dan (9) Jasa-jasa. Dari kesembilan sektor tersebut dapat diketahui tingkat pertumbuhan PDRB dan kontribusi masing-masing sektor ekonomi dengan melakukan analisis PDRB.

18 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Konsep Otonomi Daerah Otonomi daerah merupakan alternatif pemecahan masalah kesenjangan pembangunan, terutama dalam konteks pemberdayaan pemerintah daerah yang selama ini dipandang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Padahal konsep otonomi daerah sudah muncul pada saat pemerintahan orde lama, yaitu melalui Undang-undang No. 1 Tahun 1945 tentang Pemerintah Daerah (Pemerintah Pusat, 1999). Berikut adalah beberapa peraturan perundang-undangan mengenai pemerintah daerah. Tabel 2.1. Peraturan Perundang-undangan tentang Pemerintah Daerah sejak tahun Tahun Nomor Subjek Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah (gagal) Pemerintah Daerah Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Pemerintah Daerah Sumber : Saragih (2003) Menurut Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas

19 10 daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun yang dimaksud dengan Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas Desentralisasi. Dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 terdapat beberapa prinsip tentang penyelenggaraan pemerintah daerah. Prinsip-prinsip tersebut adalah (1) Digunakannya asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan; (2) Penyelenggaraan asas desentralisasi secara utuh dan bulat yang dilaksanakan di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota; dan (3) Asas tugas pembantuan yang dapat dilaksanakan di Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, Daerah Kota dan Desa. Tiga asas pada prinsip pelaksanaan otonomi daerah (asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan) dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan atau perangkat pusat di Daerah. c. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan Desa dan dari Daerah ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan

20 11 kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. Pada masa sebelum otonomi daerah kedudukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah membentuk suatu hierarki, yaitu pemerintah pusat ada pada posisi paling tinggi, kemudian provinsi, dan yang paling bawah adalah kabupaten. Adanya otonomi daerah menyebabkan hierarki tersebut dihilangkan. Posisi Kabupaten/Kota tidak memiliki hierarki terhadap propinsi. Hal ini menyebabkan wewenang pemerintah daerah semakin besar. Berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Kewenangan bidang lain ini meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional. Daerah juga mempunyai kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun gaji, tunjangan dan kesejahteraan pegawai, serta pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, berdasarkan peraturan perundang-undangan. Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adapun

21 12 bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja Konsep Regional dan Kewilayahan Menurut BPS dalam buku Pendapatan Domestik Bruto Kotamadya Depok (1998) Region dapat diartikan sebagai Daerah Tingkat I (Provinsi), Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kotamadya), dan Daerah administrasi yang lebih rendah (kecamatan). Budiharsono (2001) menyatakan bahwa wilayah dapat diartikan sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagianbagiannya tergantung secara internal. Wilayah tersebut dibagi menjadi empat jenis, yaitu : 1. Wilayah Homogen Wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari satu aspek/kriteria dan mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama. Sifat-sifat atau ciriciri kehomogenan itu misalnya dalam hal ekonomi, geografi, agama, suku, dan sebagainya. Richardson (1975) dan Hoover (1977) mengemukakan bahwa wilayah homogen dibatasi berdasarkan keseragamannya secara internal (internal uniformity). Contoh wilayah homogen adalah pantai utara Jawa Barat yang merupakan wilayah yang homogen dari segi produksi padi (Budiharsono, 2001).

22 13 2. Wilayah Nodal Wilayah nodal adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi dan transportasi. Dalam wilayah nodal pertukaran barang dan jasa secara intern di dalam wilayah tersebut merupakan suatu hal yang mutlak harus ada. Biasanya daerah belakang akan menjual barang-barang mentah dan jasa tenaga kerja kepada daerah inti, sedangkan daerah inti akan menjual ke daerah belakang dalam bentuk barang jadi. Contoh wilayah nodal adalah DKI Jakarta dengan Botabek (Bogor, Tanggerang, dan Bekasi), Jakarta yang merupakan daerah inti dan Botabek sebagai daerah belakangnya. 3. Wilayah Administrasi Wilayah administratif adalah wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik, seperti propinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan, dan RT/RW. Dalam kenyataannya, suatu pembangunan seringkali tidak hanya dalam satu kesatuan wilayah administrasi. Sebagai contoh adalah pengelolaan pesisir, pengelolaan daerah aliran sungai, pengelolaan lingkungan dan sebagainya, yang batasnya bukan berdasarkan administrasi namun berdasarkan batas ekologis dan seringkali lintas batas wilayah administrasi. Sehingga penanganannya memerlukan kerjasama dari satuan wilayah administrasi yang terkait.

23 14 4. Wilayah Perencanaan Boudeville dalam Glasson (1978) mendefinisikan wilayah perencanaan sebagai wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusankeputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dapat dilihat sebagai wilayah yang cukup besar untuk memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam penyebaran penduduk dan kesempatan kerja, namun cukup kecil untuk memungkinkan persoalan-persoalan perencanaannya dapat dipandang sebagai suatu kesatuan (Budiharsono, 2001). Klassen juga menyatakan ciri-ciri wilayah perencanaan adalah sebagai berikut: (a) cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yang berskala ekonomi; (b) mampu mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang ada; (c) mempunyai struktur ekonomi yang homogen; (d) mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan; (e) menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan; (f) masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalan-persoalannya. Salah satu contoh wilayah perencanaan yang ada di Indonesia adalah BALERANG (Pulau Batam, P. Rempang, dan P. Galang). Daerah perencanaan tersebut sudah lintas batas wilayah administrasi. (Budiharsono, 2001) Klasifikasi wilayah dapat pula dibedakan atas dasar wilayah formal, fungsional, dan perencanaan (Hanafiah, 1988) : 1. Wilayah Formal adalah wilayah yang mempunyai beberapa persamaan dalam beberapa kriteria tertentu.

24 15 2. Wilayah Fungsional adalah wilayah yang memperlihatkan adanya suatu hubungan fungsional yang saling tergantung dalam kriteria tertentu, terkadang wilayah fungsional diartikan juga sebagai wilayah nodal atau wilayah polaritas yang secara fungsional saling tergantung. 3. Perpaduan wilayah formal dengan wilayah fungsional menciptakan Wilayah Perencanaan. Boudeville dalam Budiharsono (2001) mengemukakan bahwa wilayah perencanaan adalah wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dirancang sedemikian rupa berdasarkan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut sehingga dapat meningkatkan kondisi perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang ada di wilayah tersebut Konsep Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Arsyad (1993) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang. Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP/GNP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Namun demikian, pada umumnya para ekonom memberikan pengertian sama untuk kedua istilah tersebut. Mereka mengartikan pertumbuhan atau pembangunan ekonomi sebagai kenaikan GDP/GNP saja. Dalam penggunaan yang lebih umum, istilah pertumbuhan ekonomi biasanya digunakan untuk menyatakan perkembangan

25 16 ekonomi di negara maju, sedangkan istilah pembangunan ekonomi untuk menyatakan perkembangan ekonomi di negara sedang berkembang. Menurut Rostow dalam Deliarnov (2005), proses pembangunan ekonomi bisa dibedakan ke dalam lima tahap yaitu : (1) Tahap tradisional statis, yang dicirikan oleh keadaan Iptek yang masih sangat rendah dan belum berpengaruh terhadap kehidupan. Selain itu, perekonomian pun masih didominasi sektor pertanian-pedesaan. Struktur sosial-politik juga masih bersifat kaku; (2) Tahap transisi (pra take-off), yang dicirikan oleh Iptek yang mulai berkembang, produktivitas yang meningkat dan industri yang makin berkembang. Tenaga kerja pun mulai beralih dari sektor pertanian ke sektor industri, pertumbuhan tinggi, kaum pedagang bermunculan, dan struktur sosial-politik yang makin membaik; (3) Tahap lepas landas, yang dicirikan oleh keadaan suatu hambatan-hambatan sosial politik yang umumnya dapat diatasi, tingkat kebudayaan dan Iptek yang makin maju, investasi dan pertumbuhan tetap tinggi, dan mulai terjadi ekspansi perdagangan ke luar negeri; (4) Tahap dewasa (maturing stage), dicirikan oleh masyarakat yang makin dewasa, dapat menggunakan Iptek sepenuhnya. Terjadi perubahan komposisi angkatan kerja dimana jumlah tenaga kerja skilled lebih banyak dari pada tenaga kerja unskilled. Serikat dagang dan gerakan buruh semakin maju dan berperan, dan tingginya pendapatan perkapita; dan (5) Tahap konsumsi massa (mass consumption) yang merupakan tahap akhir dimana masyarakat hidup serba kecukupan, kehidupan dirasakan aman tentram, dan laju pertumbuhan penduduk semakin rendah.

26 17 Penelitian Kuznets (1966) dalam Sukirno (1985) tentang corak perubahan persentase sumbangan berbagai sektor dalam pembangunan ekonomi di 13 negara 2 adalah sebagai berikut: 1. Sumbangan sektor pertanian pada produksi nasional telah menurun di 12 negara dari 13 negara. Umumnya pada awal pembangunan ekonomi, peranan sektor pertanian mendekati setengah (hingga duapertiga) dari seluruh produksi nasional. Pada akhir penelitian, peranan sektor pertanian dalam menghasilkan produksi nasional hanya mencapai 20 persen atau kurang di beberapa negara, dan di beberapa negara peranannya lebih rendah dari 10 persen. 2. Di 12 negara, peranan sektor industri dalam menghasilkan produksi nasional meningkat. Pada awal penelitian, sumbangan sektor industri berkisar antara persen dari seluruh produksi nasional. Pada akhir penelitian, peranan sektor industri paling sedikit meningkat 20 persen sehingga sedikitnya menyumbang 40 persen terhadap produksi nasional. 3. Sektor jasa-jasa sumbangannya dalam menciptakan produksi nasional tidak mengalami perubahan yang berarti dan perubahan tersebut tidak konsisten sifatnya. Perubahan struktur ekonomi tersebut berarti bahwa (1) sektor pertanian produksinya mengalami perkembangan yang lebih lambat dari perkembangan produksi nasional; sedangkan (2) tingkat pertambahan produksi sektor industri adalah lebih cepat dari pada tingkat pertambahan produksi nasional; dan (3) tidak adanya perubahan dalam peranan sektor jasa-jasa dalam produksi nasional berarti 2 Inggris, Perancis, Jerman, Belanda, Denmark, Norwegia, Swedia, Italia, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jepang, Russia.

27 18 perkembangan sektor jasa-jasa adalah sama dengan tingkat perkembangan produksi nasional. Teori pattern of development oleh Chenery (1975) dalam Tambunan (2001) mengidentifikasi bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat per kapita yang membawa perubahan dalam pola permintaan konsumen dari penekanan pada makanan dan barang-barang kebutuhan pokok lain ke berbagai macam barang-barang manufaktur dan jasa, akumulasi kapital fisik dan manusia (SDM). Perkembangan kota-kota dan industri-industri di urban bersamaan dengan proses migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan, dan penurunan laju pertumbuhan penduduk dan family size yang semakin kecil. Struktur perekonomian suatu negara bergeser dari yang semula didominasi oleh sektor pertanian dan/atau sektor pertambangan menuju ke sektor-sektor nonprimer, khususnya industri. Irawan, Suparmoko (1999) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang sering diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita. Jadi pembangunan ekonomi selain untuk meningkatkan pendapatan riil juga untuk meningkatkan produktivitas. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu wilayah atau daerah. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor ekonomi dan faktor nonekonomi (seperti hukum, pendidikan, agama, pemerintah, dan lainnya). Syarat utama bagi pembangunan ekonomi adalah bahwa proses pertumbuhannya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam negeri. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan

28 19 kemajuan material harus muncul dari warga masyarakatnya sendiri dan tidak dapat dipengaruhi atau diidentifikasi oleh daerah luar (Jhingan, 2002) Konsep Perencanaan dan Pembangunan Wilayah Daerah Soegijoko (1997) menyatakan bahwa suatu masyarakat dalam suatu wilayah, tempat atau daerah, dihubungkan dengan unit daerah (tempat atau wilayah) lain oleh faktor maupun keadaan-keadaan ekonomi, fisik dan sosialnya. Dengan demikian, pembangunan dalam suatu tempat tertentu membutuhkan koordinasi proyek dan pembangunan lokalnya dengan rencana regional dan nasional. Dari segi pembangunan, perencanaan regional memberikan rangka dasar dalam proyek pembangunan, baik nasional maupun lokal dapat dipertemukan secara balanced dan dapat menempati kedudukan yang sebenarnya dalam suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh. Sogijoko (1997) juga menyatakan bahwa adanya proses desentralisasi menuntut dilakukannya penyediaan pelayanan, perbaikan kemampuan aparat pemerintah daerah, dan penguatan perencanaan-perencanaan strategis di tingkat wilayah. Oleh karena itu, strategi yang perlu diperhatikan dalam pengembangan wilayah adalah sebagai berikut : 1. Desentralisasi Kekuasaan Pemerintah harus meningkatkan kemampuan dalam memperbesar pendapatan daerah. Di lain pihak, pemerintah pusat tetap meneruskan pengalihan sumber daya kepada pemerintah daerah dalam bentuk bantuan yang tidak mengikat sehingga memberikan keleluasaan dalam membuat keputusan.

29 20 2. Peningkatan Pendapatan Daerah Dewasa ini bantuan pemerintah pusat merupakan kekuatan untuk pemerintah daerah. Akan tetapi, dengan adanya proses desentralisasi, pemerintah daerah perlu menyusun sejumlah kriteria untuk pemasukan keuangan daerah. Pemerintah daerah juga harus dapat menampilkan kemampuan administrasi dan proses budgetting yang baik, agar dianggap mampu untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar. 3. Pengembangan Kelembagaan Kesuksesan desentralisasi pendanaan akan tergantung dari peningkatan kemampuan kelembagaan pemerintah agar lebih efisien dan efektif. Tantangan itu dihadapi oleh pemerintah pusat maupun daerah, termasuk keterkaitan antar-kelembagaan agar lebih transparan dan bertanggung jawab serta profesional. 4. Keanekaragaman Budaya Masyarakat Indonesia yang majemuk memiliki kemauan dan kebutuhan yang berbeda-beda dan dituangkan dengan cara yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, aparat pemerintah daerah harus tanggap terhadap perbedaanperbedaan itu, sehingga perlu adanya penilaian sosial yang menggambarkan pendekatan strategi kebudayaan untuk masing-masing daerah. Tambunan (2001) menyatakan ada beberapa teori yang dapat menerangkan kenapa ada perbedaan dalam tingkat pembangunan ekonomi antardaerah. Teori yang umum digunakan adalah sebagai berikut :

30 21 1. Teori Basis Ekonomi Teori basis ekonomi ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Proses produksi di sektor industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya produksi lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku, dan output-nya di ekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita, dan penciptaan peluang kerja di daerah tersebut. 2. Teori Lokasi Inti pemikiran teori ini didasarkan pada sifat rasional pengusaha atau perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin. Oleh karena itu, pengusaha memilih lokasi usaha yang memaksimumkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha atau produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan tempat bahan baku dan pasar. 3. Teori Daya Tarik Industri Dalam upaya pengembangan ekonomi daerah di Indonesia sering dipertanyakan jenis-jenis industri apa saja yang tepat untuk dikembangkan. Ini adalah masalah membangun portofolio industri suatu daerah. Dalam menjawab pertanyaan tersebut, ada sejumlah faktor penentu pembangunan industri di suatu daerah, yang terdiri atas (1) Faktor-faktor daya tarik industri yang mencakup nilai tambah yang tinggi per pekerja/produktivitas, industriindustri kaitan, daya saing di masa depan, spesialisasi industri, potensi ekspor,

31 22 dan prospek bagi permintaan domestik; dan (2) Faktor-faktor daya saing daerah, meliputi penilaian kemampuan industri suatu daerah dan pembangunan kemampuan industri suatu daerah Konsep Perkotaan Berdasarkan undang-undang No. 22 Tahun 1999 yang dimaksud dengan Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa serta perubahan nama dan pemindahan ibukota pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Dalam Undangundang No. 22 Tahun 1999 Kawasan Perkotaan memiliki status Daerah Kota, dan adanya penetapan Kawasan Perkotaan yang terdiri atas : 1. Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian Daerah Kabupaten; 2. Kawasan Perkotaan baru yang merupakan hasil pembangunan yang mengubah Kawasan Pedesaan menjadi Kawasan Perkotaan; dan 3. Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih Daerah yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi, dan fisik perkotaan. Pemerintah Kota dan/atau Pemerintah Kabupaten yang wilayahnya berbatasan langsung dapat membentuk lembaga bersama untuk mengelola Kawasan Perkotaan. Di Kawasan Pedesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi Kawasan Perkotaan di Daerah Kabupaten, dapat dibentuk Badan Pengelola Pembangunan yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Sedangkan mengenai pengelolaan Kawasan Perkotaan ditetapkan dengan

32 23 Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Dalam penyelenggaraan pembangunan Kawasan Perkotaan, Pemerintah Daerah perlu mengikutsertakan masyarakat dan pihak swasta. Pengikutsertaan masyarakat ini merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan perkotaan, dan pengaturan mengenai Kawasan Perkotaan ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. O Sullivan (2001) menyatakan bahwa sebuah kota adalah pusat produksi dan perdagangan. Dengan adanya dua sentra tersebut, maka munculnya kota akan meningkatkan standar hidup masyarakat disekitarnya. Pusat kota adalah wilayah dimana terdapat pusat pelayanan pemerintah. Sedangkan area perkotaan adalah wilayah yang terdiri dari minimal satu pusat kota dan dikelilingi oleh area yang memiliki kepadatan penduduk lebih dari 1000 jiwa per acre 3, sehingga total penduduknya dalam area perkotaan minimal 50 ribu jiwa. Sedangkan yang dimaksud dengan kota metropolitan adalah area yang memiliki jumlah penduduk yang sangat besar di pusat kotanya dan terintegrasi secara ekonomi. Karakteristik kota metropolitan adalah memiliki kepadatan penduduk di pusat kota sebanyak 50 ribu jiwa dan ditambah lagi dengan penduduk yang ada di area perkotaan, sehingga jumlah penduduknya akan mencapai lebih dari 50 ribu jiwa. Tatag Wiranto dalam Soegijoko (1997) mengungkapkan bahwa ciri masyarakat perkotaan ditandai oleh struktur masyarakat berbasis perdagangan dan jasa, kepadatan penduduk rapat, tempat tinggal penduduk berkelompok, tenaga 3 1 acre 0,4 Ha.

33 24 berpendidikan relatif tinggi, dan sistem organisasi kerja yang kompleks berbasis kegiatan formal. Kawasan perkotaan juga dianggap pusat kegiatan ekonomi dan politik, dan dianggap sebagai tempat dimana terjadinya proses pemusatan kekuasaan dan perubahan budaya, pusat kreativitas yang menyebabkan terjadinya pola perkembangan kehidupan masyarakat dan lingkungan fisiknya sangat berbeda dengan kawasan pedesaan yang biasanya disebut kawasan pinggiran Penelitian Terdahulu Budiharsono (2001) melakukan penelitian tentang keadaan perekonomian antar daerah (27 provinsi) di Indonesia dengan menggunakan metode analisis Shift Share. Hasilnya adalah bahwa pertumbuhan Produk Domestik (PDB) Indonesia pada tahun sebesar 27,14 persen. Pertumbuhan ini tidak merata di seluruh provinsi. Provinsi-provinsi yang pertumbuhan PDRB-nya melebihi pertumbuhan PDB Indonesia pada kurun waktu adalah Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Timor Timur. Sedangkan provinsi-provinsi lainnya memiliki tingkat PDRB yang lebih kecil daripada pertumbuhan PDB-nya pada kurun waktu Kemudian Budiharsono melakukan penelitian kembali terhadap pertumbuhan sektor-sektor di provinsi Jawa Barat pada kurun waktu Hasilnya adalah sektor-sektor Industri, Utilitas dan Jasa merupakan sektor yang pertumbuhannya cepat. Sedangkan sektor pertanian mempunyai nilai pergeseran bersih negatif. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan sektor pertanian lamban.

34 25 Ardiansyah (2004) dalam penelitiannya tentang pertumbuhan sektorsektor perekonomian di Kota Jambi sebelum dan pada masa otonomi menyimpulkan bahwa pada masa sebelum otonomi daerah seluruh sektor perekonomian di Kota Jambi pertumbuhannya pesat. Akan tetapi setelah adanya otonomi daerah, seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan yang lambat. Kota Jambi kalah bersaing dengan Kabupaten yang lain. Selain itu dampak krisis ekonomi juga secara tidak langsung masih berpengaruh terhadap perekonomian Kota Jambi. Restuningsih (2004) dalam penelitiannya tentang pertumbuhan sektorsektor perekonomian di propinsi DKI Jakarta pada masa krisis ekonomi tahun dengan menggunakan alat analisis Shift Share menyimpulkan bahwa krisis ekonomi yang melanda DKI Jakarta menyebabkan sebagian besar sektorsektor ekonomi tidak dapat bersaing dengan baik, yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor pertambangan dan galian, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor keuangan, perbankan, dan jasa perusaan dapat bersaing dengan baik. Ruth Elisabeth (2006) menggunakan analisis Shift Share dalam penelitiannya untuk menganalisis dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara. Hasilnya adalah sebelum otonomi pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara lebih kecil dari pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Saat krisis, persentase total perubahan PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten

35 26 Tapanuli Utara lebih besar dari tingkat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Propinsi Sumatera Utara. Pada masa otonomi daerah pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara lebih kecil dari pertumbuhan sektorsektor ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Sebelum otonomi daerah perekonomian Tapanuli Utara tergolong lambat, pada tahun juga masih cenderung lambat, dan pada tahun pertumbuhannya adalah progresif. Azman (2001) menyimpulkan bahwa struktur perekonomian Kabupaten Padang Pariaman selama tahun telah terjadi pergeseran dari kelompok sektor primer ke kelompok sektor tersier (melalui analisis Shift Share). Walaupun demikian, sektor pertanian yang berada pada kelompok sektor primer masih tetap mendominasi bila dibandingkan dengan sektor lainnya, baik dari segi kontribusinya terhadap PDRB maupun dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Sedangkan pada kelompok tersier, sektor yang memberikan kontribusi terbesar adalah sektor jasa-jasa. Berdasarkan penelitian terdahulu ada yang menganalisis pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan wilayah pada satu kurun waktu tertentu dan ada pula yang menganalisis pertumbuhan wilayah pada dua kurun waktu. Pada penelitian ini menggunakan dua kurun waktu yaitu sebelum dan selama otonomi daerah, tapi dengan kurun waktu yang berbeda. Kurun waktu yang dipakai berbeda dengan penelitian sebelumnya dan terbagi dalam tiga periode, yaitu periode masa sebelum krisis ekonomi tahun , periode pada masa krisis ekonomi tahun , dan periode pada masa otonomi daerah tahun

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK)

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK) ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PASCA OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS : KOTA DEPOK) Oleh ANNISA ANJANI H14103124 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) OLEH NITTA WAHYUNI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI KOTA TANGERANG PADA MASA OTONOMI DAERAH (2001-2005) OLEH NITTA WAHYUNI H14102083 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan

Lebih terperinci

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN TAPANULI UTARA OLEH RUTH ELISABETH SIHOMBING H

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN TAPANULI UTARA OLEH RUTH ELISABETH SIHOMBING H DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN SEKTOR PEREKONOMIAN DI KABUPATEN TAPANULI UTARA OLEH RUTH ELISABETH SIHOMBING H 14102037 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H14103069 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA ( ) OLEH ESTI FITRI LESTARI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA ( ) OLEH ESTI FITRI LESTARI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PRA DAN PASCA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI DKI JAKARTA (1996-2004) OLEH ESTI FITRI LESTARI H14102060 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H14102010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN CITRA MULIANTY

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara berkembang hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi yang mengakibatkan lambatnya

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE OLEH MUHAMAD ROYAN H

ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE OLEH MUHAMAD ROYAN H ANALISIS TRANSFORMASI EKONOMI PROVINSI DKI JAKARTA PERIODE 1993-2004 OLEH MUHAMAD ROYAN H14102112 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN MUHAMAD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi di definisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI KOTA BEKASI PADA MASA OTONOMI DAERAH OLEH PRITTA AMALIA H14103119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H

ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H ANALISIS IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN DAN STRUKTUR EKONOMI PULAU SUMATERA OLEH DEWI SAVITRI H14084017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DEWI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang perekonomian pada suatu wilayah adalah dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan sejauh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Kewenangan Pemerintah Daerah menjadi sangat luas dan strategis setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan ekonomi nasional adalah sebagai upaya untuk membangun seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, yaitu memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perencanaan Wilayah Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah berhak untuk membangun wilayahnya sendiri. Pembangunan yang baik tentunya adalah pembangunan yang terencana.

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dekonsentrasi, dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dekonsentrasi, dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Otonomi Daerah Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk

Lebih terperinci

menciptakan stabilitas ekonomi (economic stability) melalui retribusi

menciptakan stabilitas ekonomi (economic stability) melalui retribusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dam masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk kerja sama antara pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI OLEH : RIZAL RAMADHANI H

PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI OLEH : RIZAL RAMADHANI H PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI OLEH : RIZAL RAMADHANI H 14103086 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 PENGARUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1)

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI OLEH EVI NOVIANTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI OLEH EVI NOVIANTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA SEBELUM DAN SETELAH OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN JEMBRANA PROVINSI BALI OLEH EVI NOVIANTI H14103109 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT PERIODE SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN WILAYAH OLEH ANGGI MAHARDINI H14102048 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKUTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN 2001-2005 Oleh TUTI RATNA DEWI H14103066 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN 30 PROPINSI DI INDONESIA TAHUN 1998 DAN 2003 OLEH SETIO RINI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN 30 PROPINSI DI INDONESIA TAHUN 1998 DAN 2003 OLEH SETIO RINI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN 30 PROPINSI DI INDONESIA TAHUN 1998 DAN 2003 OLEH SETIO RINI H14102030 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya sehingga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENATAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR Oleh DIYAH RATNA SARI H14102075 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011 No. 01/06/1221/Th. IV, 30 Juli 2012 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2011 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI 4.1 Umum Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai peran yang signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional. Dalam Analisis Kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN BERDASARKAN PENDEKATAN SHIFT SHARE DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE TAHUN 1980 2009 Oleh : JEFFRI MINTON GULTOM NBP. 07 151

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA SEBELUM DAN SESUDAH PENERAPAN OTONOMI DAERAH OLEH : RICKY ADITYA WARDHANA H14103019 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan

I. PENDAHULUAN. berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah proses merubah struktur ekonomi yang belum berkembang dengan jalan capital investment dan human investment bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran

Lebih terperinci

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan,

mencerminkan tantangan sekaligus kesempatan. Meningkatnya persaingan antar negara tidak hanya berdampak pada perekonomian negara secara keseluruhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat persaingan antarnegara dari waktu ke waktu semakin tinggi sebagai dampak dari munculnya fenomena globalisasi ekonomi. Globalisasi mencerminkan tantangan sekaligus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci