PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F"

Transkripsi

1 PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh ARUM ANGGRAINI F Dilahirkan pada tanggal 2 April 1985 di Wonosobo Tanggal lulus : 21 September 2007 Menyetujui, Bogor, September 2007 Ir. Ade Iskandar, Msi Pembimbing I Prof. Dr. R. Sudradjat, MSc Pembimbing II

4 Arum Anggraini. F Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Antioksidan Terhadap Ketahanan Oksidasi Biodiesel dari Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Di bawah bimbingan Ade Iskandar dan R. Sudradjat RINGKASAN Biodiesel merupakan senyawa alkil ester dari asam lemak yang diolah dari sumber trigliserida alami terbarukan dan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, biasanya dibuat melalui proses esterifikasi-transesterifikasi. Dalam aplikasi maupun penyimpanannya, biodiesel berpotensi mengalami kerusakan oksidasi, karena adanya faktor internal (kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi) dan faktor eksternal (udara, panas, atau logam) yang mengakibatkan terjadinya peningkatan bilangan asam. Kondisi keasaman biodiesel yang tinggi jika digunakan dalam mesin dapat berakibat korosi terhadap mesin. Oleh karena itu untuk menjaga ketahanan oksidatif dan menghambat peningkatan bilangan asam pada biodiesel, perlu ditambahkan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan berbagai jenis antioksidan dalam beberapa konsentrasi dalam rangka menjaga ketahanan oksidasi biodiesel dan menguji potensi Formula X sebagai antioksidan. Parameter ketahanan oksidasi yang diamati adalah perubahan bilangan asam, bilangan peroksida, dan viskositas pada biodiesel dengan penambahan antioksidan maupun tanpa penambahan antioksidan (kontrol) selama penyimpanan. Pada penelitian ini, digunakan Rancangan Percobaan Acak Lengkap dengan tiga faktor yaitu jenis antioksidan (TBHQ atau tert-butilhidrokuinon, BHT atau butylated hydroxytoluene dan Formula X), faktor konsentrasi antioksidan ( 0,03% ; 0,05% ; 0,07% ; 0,1 %), dan faktor lama penyimpanan (minggu ke-1, ke-2, ke-3, ke-4). Hasil karakterisasi biodiesel hasil penelitian, sebagian besar sudah memenuhi standar yang ditetapkan (SNI Biodiesel, 2006) yaitu memiliki bilangan asam (0,2 mg KOH/g sampel), densitas (0.867g/ml), viskositas kinematik 40 o C (2.33 cst), bilangan Iod (84.85 g I 2 /100 gram), bilangan penyabunan ( mg KOH/g) namun untuk kadar air (0.12%) belum memenuhi standar. Secara umum, penambahan antioksidan pada berbagai konsentrasi selama penyimpanan dapat menghambat reaksi oksidasi, namun tergantung dari keefektifitasan masing-masing jenis antioksidan. Dalam penelitian ini, kombinasi perlakuan yang memiliki efektifitas paling baik dalam menghambat reaksi oksidasi selama penyimpanan 4 minggu adalah biodiesel dengan penambahan antioksidan TBHQ pada konsentrasi 0,1% (A2B4), yaitu memiliki bilangan peroksida 17,10 mg O 2 /100 g, bilangan asam 0,26 mg KOH/g sampel, dan viskositas kinematik (25 o C) 4,72 cst. Pada kontrol, bilangan peroksidanya sebesar 68,82 mg O 2 /100 g, bilangan asam 0.36 mg KOH/g sampel, dan viskositas kinematik (25 o C) 5.14 cst. Dari hasil penelitian ini, urutan keefektifitasan antioksidan dalam menghambat oksidasi biodiesel adalah TBHQ> BHT> Formula X. Formula X memiliki potensi sebagai antioksidan, karena mampu menghambat reaksi oksidasi.

5 RIWAYAT HIDUP Penulis yang memiliki nama lengkap Arum Anggraini, dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 2 April Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Istanto dan Sri Wati. Penulis menempuh pendidikan di TK Aisyah Bustanul Athfal, Wonosobo ( ), SDN 6 Wonosobo ( ), SLTPN 1 Wonosobo ( ), dan SMU N 1 Wonosobo ( ). Pada akhir pendidikan SLTA penulis mendapatkan kesempatan untuk mengikuti Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2003 penulis diterima menjadi mahasiswa di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama masa kuliah, penulis bergabung dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN), Unit Kegiatan Mahasiswa Agrifarma, dan Ikatan Mahasiswa Wonosobo (Ikamanos). Pada tahun 2006, penulis melaksanakan kegiatan Praktek Lapang di PT. Perkebunan Tambi Wonosobo dengan judul Mempelajari Aspek Teknologi Proses dan Pengawasan Mutu Teh Hitam di PT. Perkebunan Tambi Unit Perkebunan Bedakah-Wonosobo. Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Antioksidan terhadap Ketahanan Oksidasi Biodiesel dari Jarak Pagar (Jatropha curcas L) yang merupakan proyek kerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Bogor.

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Antioksidan Terhadap Ketahanan Oksidasi Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas L), yang merupakan proyek kerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan-Bogor. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang penulis laksanakan pada bulan April sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Kimia dan Energi Hasil Hutan, dan Laboratorium Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB. Rasa terima kasih dan penghormatan yang tinggi, penulis ingin sampaikan kepada : 1. Ir. Ade Iskandar, MSi selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, dan saran selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini, 2. Prof. Dr. R Sudradjat, MSc. selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan maupun saran kepada penulis selama penelitian ini, 3. Ir. Muslich, MSi selaku dosen penguji yang telah memberi masukan dan saran-saran yang berguna bagi penulis, 4. Pimpinan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor yang telah memberikan izin pada penulis untuk melakukan penelitian di Laboratorium Kimia dan Energi. 5. Bapak Dadang, Bapak Djeni dan Bapak Udin yang telah banyak membantu kelancaran penelitian yang penulis laksanakan. 6. Teman-teman seperjuangan di Litbang (Nuni, Ari, Erick, Firman), Sutin, Umam, Galuh, Marxue, Dudi (terima kasih atas bantuan dan kerja samanya) 7. Keluarga tercinta : Bapak, Ibu, juga Dhany yang selalu memberikan perhatian, keceriaan, dukungan, doa dan semangat yang tak terhingga kepada penulis, 8. Teman-teman tercinta TIN 40, 9. Teman-teman Amanah C (Yuyu, Rian, Nurul, Mb Uci,dll), Ilumz, Ika, Liez, Lucia, Ainy, Atih, Dhidi, Achie terima kasih atas persahabatan yang indah ini. 10. Sahabat-sahabatku Desi, Yana, Sulis, Puji, Tuch ah yang selalu mensuport dan memberi dukungan yang tulus pada penulis.

7 Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan penulis dalam menyerap semua pengetahuan selama melaksanakan penelitian. Oleh karena itu penulis sangat menghargai saran dan kritik yang membengun untuk menyempurnakan skripsi ini. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak yang memerlukannya. Bogor, September 2007 Penulis Arum Anggraini

8 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. BOTANI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas L.)... 3 B. MINYAK JARAK PAGAR... 5 C. BIODIESEL... 7 D. MEKANISME OKSIDASI E. ANTIOKSIDAN Butylated hydroxytoluene ( BHT ) tert-butilhidrokuinon (TBHQ) F. MEKANISME KERJA ANTIOKSIDAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN B. METODE PENELITIAN Penelitian Pendahuluan Penelitian Utama Pembuatan Biodiesel Penambahan Antioksidan C. RANCANGAN PERCOBAAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN B. PENELITIAN UTAMA Pembuatan dan Karakterisasi Biodiesel... 31

9 2. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Antioksidan Bilangan Peroksida Bilangan Asam Viskositas V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 55

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi Biji Jarak... 4 Tabel 2. Komponen Asam Lemak Dalam Minyak Jarak... 5 Tabel 3. Sifat Fisik Minyak Jarak Pagar... 6 Tabel 4. Perbandingan Sifat Fisik Biodiesel dan Solar... 8 Tabel 5. Standar Mutu Biodiesel Indonesia Tabel 6. Karakteristik Minyak Jarak Pagar Hasil Penelitian Tabel 7. Karakteristik Biodiesel Jarak Pagar dan Perbandingannya dengan Standar... 34

11 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tanaman Jarak Pagar... 3 Gambar 2. Biji Jarak Pagar... 3 Gambar 3. Reaksi Esterifikasi Gambar 4. Reaksi Transesterifikasi Gambar 5. Mekanisme Reaksi Oksidasi Gambar 6. Tahapan Proses Oksidasi Gambar 7. Reaksi Polimerisasi Oksidasi Gambar 8. Reaksi Penguraian Hidroperoksida Gambar 9. Struktur Butylated hydroxytoluene (BHT) Gambar 10. Mekanisme Kerja Antioksidan BHT Gambar 11. Struktur tert-butilhidrokuinon (TBHQ) Gambar 12. Mekanisme Kerja Antioksidan TBHQ Gambar 13. Reaksi Penghambatan Antioksidan Primer Terhadap Radikal Lipida Gambar 14. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi Gambar 15. Diagram Alir Proses Pembuatan Biodiesel Gambar 16. Mekanisme Protonasi Karbonil dalam Pembentukan Metil Ester Gambar 17. Penurunan Bilangan Asam Selama Pembuatan Biodiesel Gambar 18. Biodiesel Hasil Penelitian Gambar 19. Grafik Pengaruh Jenis Antioksidan terhadap Peningkatan Bilangan Peroksida Biodiesel Selama Penyimpanan Gambar 20. Grafik Hubungan Antara Jenis dengan Konsentrasi Antioksidan Terhadap Bilangan Peroksida Pada Minggu Ke-empat Gambar 21. Histogram Perubahan Bilangan Peroksida Biodiesel Pada Tiap Kombinasi Perlakuan Selama Penyimpanan Gambar 22. Grafik Pengaruh Jenis Antioksidan terhadap Peningkatan Bilangan Asam Biodiesel Selama Penyimpanan Gambar 23. Grafik Pengaruh Konsentrasi Antioksidan terhadap Kenaikan Bilangan Asam Biodiesel + TBHQ... 43

12 Gambar 24. Grafik Pengaruh Konsentrasi Antioksidan terhadap Kenaikan Bilangan Asam Biodiesel + BHT Gambar 25. Grafik Pengaruh Konsentrasi Antioksidan terhadap Kenaikan Bilangan Asam Biodiesel + Formula X Gambar 26. Histogram Perubahan Bilangan Asam Biodiesel Pada Tiap Kombinasi Perlakuan Selama Penyimpanan Gambar 27. Grafik Pengaruh Waktu terhadap Kenaikan Viskositas Biodiesel Pada Berbagai Jenis Antioksidan Gambar 28. Histogram Perubahan Viskositas Biodiesel Pada Tiap Kombinasi Perlakuan Selama Penyimpanan Gambar 29. Grafik Hubungan Antara Jenis dengan Konsentrasi Antioksidan Terhadap Viskositas Biodiesel Pada Minggu Ke-empat... 49

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Gambar Bahan-Bahan yang Digunakan Dalam Pembuatan Biodiesel Lampiran 2. Prosedur Analisis Sifat Fisiko Kimia Minyak Jarak dan Biodiesel Lampiran 3. Nomenklatur Lampiran 4. Rekapitulasi Analisis Bilangan Peroksida Biodiesel Dengan Penggunaan Berbagai Jenis dan Konsentrasi Antioksidan Selama Penyimpanan Lampiran 5. Rekapitulasi Analisis Bilangan Asam Biodiesel Dengan Penggunaan Berbagai Jenis dan Konsentrasi Antioksidan Selama Penyimpanan Lampiran 6. Rekapitulasi Analisis Viskositas Biodiesel Dengan Penggunaan Berbagai Jenis dan Konsentrasi Antioksidan Selama Penyimpanan Lampiran 7. Rekapitulasi Data Uji Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Bilangan Peroksida Biodiesel Minggu ke Lampiran 8. Rekapitulasi Data Uji Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Bilangan Peroksida Biodiesel Minggu ke Lampiran 9. Rekapitulasi Data Uji Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Bilangan Peroksida Biodiesel Minggu ke Lampiran 10. Rekapitulasi Data Uji Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Bilangan Peroksida Biodiesel Minggu ke Lampiran 11. Rekapitulasi Data Uji Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Bilangan Asam Biodiesel Minggu ke Lampiran 12. Rekapitulasi Data Uji Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Bilangan Asam Biodiesel Minggu ke Lampiran 13. Rekapitulasi Data Uji Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Bilangan Asam Biodiesel Minggu ke Lampiran 14. Rekapitulasi Data Uji Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Bilangan Asam Biodiesel Minggu ke Lampiran 15. Rekapitulasi Data Uji Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Viskositas Biodiesel Minggu ke Lampiran 16. Rekapitulasi Data Uji Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Viskositas Biodiesel Minggu ke

14 Lampiran 17. Rekapitulasi Data Uji Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Viskositas Biodiesel Minggu ke Lampiran 18. Rekapitulasi Data Uji Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan Terhadap Viskositas Biodiesel Minggu ke

15 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sejak dahulu pemenuhan kebutuhan manusia akan sumber energi khususnya untuk bahan bakar (transportasi, industri, dan rumah tangga), hampir seluruhnya berasal dari minyak bumi (bahan bakar fosil). Bahan bakar fosil berasal dari sisa kehidupan jutaan tahun yang lalu. Oleh karena itu, bahan bakar ini digolongkan sebagai bahan bakar yang tidak terbarukan (unrenewable) dan ketersediaannya di bumi semakin berkurang. Kebutuhan energi yang semakin meningkat dan produksi minyak bumi yang semakin menurun serta timbulnya pencemaran udara yang semakin membahayakan, mendorong adanya usaha diversifikasi energi. Beberapa usaha pengembangan energi alternatif dari sumberdaya yang terbarukan (bioenergi) antara lain dapat berupa biodiesel, bioetanol, dan biogas. Indonesia sangat berpotensi mengembangkan energi-bio seperti biodiesel, mengingat Indonesia dikenal sebagai produsen minyak kelapa sawit mentah (CPO/crude palm oil) terbesar kedua di dunia. Selain itu Indonesia juga memiliki banyak sumber nabati lain yang dapat menghasilkan minyak, seperti tanaman jarak pagar (Jatropha curcas, L). Selain memiliki kandungan minyak yang tinggi, tanaman jarak pagar juga dapat tumbuh di lahan kritis yang kekurangan air. Menurut Gubitz (1999), minyak jarak pagar tidak dapat langsung dikonsumsi sebelum melalui proses detoksifikasi, mengingat kandungan phorbol ester yang beracun oleh karena itu minyak jarak kurang cocok dimanfaatkan sebagai minyak makan. Alasan inilah yang menjadikan minyak jarak pagar berpotensial untuk diolah menjadi bahan bakar. Biodiesel sangat berpotensi mengalami kerusakan oksidasi karena terbuat dari minyak nabati yang memiliki asam lemak tidak jenuh yang tinggi. Salah satu indikasi kerusakan oksidasi pada biodiesel adalah terjadinya peningkatan bilangan asam, yang disebabkan karena adanya dekomposisi senyawa peroksida dari hasil reaksi oksidasi. Kondisi keasaman yang tinggi pada biodiesel, dikhawatirkan dapat menyebabkan kerusakan pada mesin

16 kendaraan. Oleh karena itu biodiesel memerlukan aditif berupa antioksidan untuk menghambat terjadinya peristiwa oksidasi selama proses penyimpanan ataupun dalam penggunaannya. Kajian pengaruh antioksidan terhadap biodiesel dilakukan dengan menggunakan tiga jenis antioksidan yaitu TBHQ, BHT, dan Formula X pada berbagai tingkat konsentrasi. Parameter yang diamati adalah bilangan asam, bilangan peroksida, dan viskositas biodiesel. Pengamatan akan dilakukan setiap minggu selama 30 hari penyimpanan pada kondisi ruang. Antioksidan yang dianggap paling efektif adalah yang dapat menahan kenaikan bilangan asam, bilangan peroksida dan viskositas dengan nilai yang paling kecil. B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi beberapa jenis antioksidan (BHT, TBHQ, dan Formula X) dalam menghambat reaksi oksidasi biodiesel selama penyimpanan. Selain itu untuk mengetahui tingkat keefektifitasan masing-masing jenis antioksidan. Tujuan lain adalah untuk mengetahui potensi Formula X sebagai antioksidan.

17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BOTANI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) Tanaman jarak pagar berasal dari Mexico dan Amerika Tengah, namun kini tanaman ini sudah banyak ditemui di Amerika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, India, dan Afrika. Menurut Heyne (1987), klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha Spesies : Jatropha curcas Linn. Gambar 1. Tanaman jarak pagar ( Gambar 2. Biji jarak pagar (

18 Menurut Padua et al. (1999), tanaman jarak pagar merupakan tanaman perdu dengan tinggi sekitar 2 m, memiliki tekstur daun yang kasar dan bertajuk majemuk, bijinya yang masih muda berwarna hijau muda, namun setelah tua akan berubah menjadi kuning dan akan mencapai kadar minyak optimum ketika bijinya berubah warna menjadi kehitaman. Menurut Syah (2006), tanaman ini tahan kekeringan dan dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan mm/tahun. Buahnya berbentuk elips dengan pajang satu inchi, memiliki dua hingga tiga biji dengan kadar minyak dalam inti biji 54,2% atau sekitar 31,5% dari berat total biji. Umur lima bulan sudah mulai berbuah dan produktivitas tertinggi dicapai ketika tanaman berumur lima tahun. Umur produktif jarak pagar mencapai 50 tahun. Produktivitas per pohon jarak mencapai 2-2,5 kg biji kering. Dalam 1 ha lahan dengan batang pohon, akan menghasilkan 4-5 ton biji kering dalam setahun. Satu ton biji kering akan menghasilkan liter minyak jarak. Sehingga, 1 ha lahan akan menghasilkan liter liter minyak jarak. Rendemen minyak yang dapat diperoleh dari biji kering bervariasi dari % tergantung dari cara mengekstrak atau jenis alat pengepresnya. Biji jarak merupakan bagian dari tanaman jarak yang memiliki arti penting karena mengandung minyak jarak yang cukup tinggi. Jarak pagar terdiri dari 75 % kernel dan 25% kulit. Kira-kira dua per tiga dari berat kernel terdiri dari minyak. Komposisi biji jarak menurut Gubitz (1999), dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi bagian buah jarak pagar Unsur Biji Kulit Daging Basis kering (%) Protein kasar (%) Lemak (%) Abu (%) Neutral detergent fiber (%) Acid detergent fiber (%) Acid detergent lignin (%) Gross energi (MJ/kg)

19 Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa kandungan terbesar dalam biji jarak adalah minyak, oleh karena itu biji jarak berpotensi dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku untuk pembuatan biodiesel. Selain diambil minyaknya, bungkil biji jarak juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas, pupuk kompos, dan herbisida. B. MINYAK JARAK PAGAR Menurut Gubitz (1999), minyak jarak dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. seperti untuk pembuatan sabun, untuk insektisida, sebagai bahan bakar penerangan dan kompor jarak pagar atau dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisional. Selain itu, jika diolah melalui proses eseterifikasi transesterisikasi akan menghasilkan produk berupa biodiesel yang dapat digunakan untuk pembangkit genset, kendaraan diesel, dan burner. Minyak jarak pagar juga digunakan untuk pemakaian langsung, namun hal ini tidak direkomendasikan untuk bahan bakar mesin diesel konvensional. Minyak jarak pagar memiliki kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi, khususnya asam oleat yang memiliki bobot molekul tinggi (282). Menurut Gubitz (1999), komponen asam lemak dalam minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komponen asam lemak dalam minyak jarak pagar Asam lemak atom C & ikatan rangkap (%) Asam miristat 14: Asam palmitat 16: Asam stearat 18: Asam arakidat 20: Asam behenat 22: Asam palmitoleat 16: Asam oleat 18: Asam linoleat 18: Asam linolenat 18:

20 Minyak jarak pagar mengandung racun berupa phorbol ester dengan jumlah sekitar %, sehingga kurang cocok digunakan sebagai minyak makan. Oleh karena itu, jika akan digunakan sebagai minyak makan, maka phorbol esternya harus dihilangkan terlebih dahulu. Minyak jarak pagar memiliki sifat sangat mudah larut dalam etil alkohol dan asam asetat glasial, namun kurang larut dalam petroleum karena adanya gugus hidroksil dalam asam oleat. Menurut Hambali et al. (2006), sifat fisik minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sifat fisik minyak jarak pagar Sifat - sifat Satuan Nilai Viskositas pada 30 o C Bobot Jenis pada 15 o C Bilangan Asam Bilangan Iod Warna Bilangan Sulfur Titik nyala Suhu pembakaran Titik api Putaran optik, 200 mm Titik tuang Kadar abu sulfat Kadar air mm 2 /s (cst) g/cm mg KOH/g sampel 4.75 g iod/100 g minyak 96.5 Bening ppm < 1 o C o C o C o C % (m/m) ppm Menurut Sudradjat (2006), minyak jarak sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, umumnya masih memiliki tingkat keasaman yang tinggi khususnya untuk minyak jarak pagar yang berasal dari masyarakat, keasamannya diatas 10 (10-50) mg KOH/g sampel. Bila biodiesel jarak pagar dengan kondisi keasaman tinggi diaplikasikan ke mesin kendaraan dapat merusak mesin. Dengan demikian, dalam pengolahannya menjadi biodiesel

21 perlu menggunakan teknologi tertentu sehingga keasaman minyak jarak bisa menurun. Menurut Jaya (2005), penyebab utama terjadinya keasaman minyak jarak pagar adalah faktor internal yaitu kandungan asam lemak tidak jenuh dengan rantai rangkap, keberadaan enzim pemecah lemak (seperti lipase, lipoksidase, atau lipolitik), serta keberadaan mikroba alami dari jenis bakteri, jamur dan yeast. Ketika faktor internal bertemu dengan faktor eksternal seperti udara, aerasi, pemanasan, air, kation logam, atau bahan kimia, maka akan terjadi proses oksidasi yang akan menghasilkan gugus aldehida, keton, dan hidrokarbon sehingga menyebabkan ketengikan dan kenaikan bilangan asam. C. BIODIESEL Biodiesel didefinisikan sebagai alkil ester dari asam lemak yang diolah dari sumber trigliserida alami terbarukan melalui proses esterifikasi transesterifikasi dan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Secara kimiawi biodiesel merupakan turunan lipid dari golongan monoalkil ester dengan panjang rantai karbon (Darnoko et al., 2001). Biodiesel dapat berupa minyak kasar atau monoalkil ester asam lemaknya, umumnya merupakan metil ester. Metil ester atau etil ester adalah senyawa yang relatif stabil, cair pada suhu ruang (titik leleh antara 4-18 C), non-korosif, dan titik didihnya rendah. Keuntungan penggunaan biodiesel diantaranya adalah bahan baku dapat diperbarui (renewable), penggunaan energi lebih efisien, dapat menggantikan bahan bakar diesel dan turunannya dari petroleum, dapat digunakan kebanyakan peralatan diesel dengan tidak perlu modifikasi atau hanya modifikasi kecil, dapat mengurangi emisi/pancaran gas yang menyebabkan pemanasan global, dapat mengurangi emisi udara beracun karena kandungan sulfurnya sangat kecil, memiliki titik nyala yang cukup tinggi sehingga aman dalam penyimpanannya, bersifat biodegradable, cocok untuk lingkungan sensitif, dan mudah digunakan (Knothe, 2006). Sifat fisika kimia biodiesel hampir mirip dengan bahan bakar diesel, tetapi dalam beberapa hal biodiesel lebih unggul. Bahan bakar fosil memiliki

22 kandungan sulfur, nitrogen, dan metal yang tinggi yang dapat menyebabkan hujan asam dan efek rumah kaca. Biodiesel tidak mengandung sulfur dan senyawa benzene sehingga lebih ramah lingkungan. Kandungan energi, viskositas dan perubahan fase relatif sama dengan bahan bakar diesel (petroleum). Sebagai suatu bahan bakar yang berpotensi menggantikan petrodiesel, penggunaan biodiesel dapat dilakukan secara murni atau dicampurkan dengan petrodiesel dalam nisbah tertentu, seperti B10, B20, atau B30 yang artinya kadar percampuran metil ester dengan petrodiesel dengan kadar 10%, 20%, dan 30%. Perbandingan sifat fisik antara biodiesel dengan solar (diesel) menurut Hambali et al. (2006), dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perbandingan sifat fisik biodiesel dan solar Nilai No. Parameter Biodiesel sawit Biodiesel Jarak pagar Solar (Diesel) 1. Densitas, g/ml (15 o C) Viskositas kinematik (Cst) (40 o C) Cloud point ( o C) Titik nyala ( o C) Nilai kalori, LVH (MJ/kg) Kandungan sulfur (ppm) < 50 < 50 Max Bilangan setana Bilangan penyabunan NA (mg KOH/g) 9. Bilangan Iod (mg I 2 /g) NA Salah satu hambatan dalam komersialisasi penggunaan biodiesel adalah biaya operasi yang tinggi. Hal yang memungkinkan pengembangan biodiesel ini adalah aspek ramah lingkungan dan ketersediaan petrodiesel yang makin menipis. Kendala lain dalam penggunaan minyak nabati sebagai biodiesel adalah viskositasnya yang tinggi yakni bisa mencapai 10 kali viskositas minyak diesel. Tingginya viskositas akan mengakibatkan rendahnya atomisasi bahan bakar, pembakaran dari fuel injector, ring carbonization, dan

23 akumulasi bahan bakar dalam minyak pelumas, namun dappat diatasi dengan proses transesterfikasi (Foglia, et al., 1996). Kemurnian biodiesel ditentukan oleh kandungan metil esternya. Senyawa-senyawa selain metil ester seperti mono-, di-, trigliserida, dan gliserol dapat menyebabkan penyumbatan pada mesin, sedangkan asam lemak bebas dapat menyebabkan korosi pada mesin. Adanya kandungan mono-, di-, atau trigliserida disebabkan karena proses transesterifikasi tidak berjalan sempurna sehingga produk metil esternya juga belum terbentuk sempurna. Kualitas pembakaran biodiesel ditentukan oleh bilangan setana dan carbon residue. Bilangan setana yang rendah dapat menyebabkan keterlambatan proses pembakaran, sedangkan carbon residue menyatakan kecenderungan pembentukan deposit karbon setelah pembakaran. Deposit karbon ini dapat menyebabkan kerak pada ruang pembakaran (Knothe, 2006). Menurut Sudradjat (2006), teknologi kimia pembuatan biodiesel adalah rangkaian proses kimia untuk mengubah minyak menjadi biodiesel yang memenuhi standar kualitas. Standar mutu biodiesel Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5. Hal yang kritikal dan perlu dicermati dari aspek teknologi ini adalah menjaga jangan sampai terbentuk keasaman biodiesel yang tinggi, apalagi biodiesel dari minyak jarak yang memiliki rantai karbon dengan ikatan tidak jenuh sehingga mudah teroksidasi dan terbentuk asam lemak bebas. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah menggunakan proses dua tahap yaitu esterifikasi transesterifikasi (estrans). Menurut Gubitz (1999), jenis minyak yang memiliki tingkat keasaman tinggi seperti minyak jarak, kapuk, dan canola, kurang sesuai jika langsung diproses secara transesterifikasi karena akan terjadi penyabunan. Menurut Canakci & Gerpen (2001), minyak yang akan diproses secara transesterifikasi menggunakan katalis basa, hendaknya memiliki kadar asam lemak bebas (% FFA) sekitar 1-2 %. Keasaman minyak yang tinggi, hendaknya diatasi dengan melakukan proses esterifikasi terlebih dahulu untuk mengkonversi asam lemak bebasnya, agar pada proses transesterifikasi tidak terjadi proses saponifikasi.

24 Tabel 5. Standar mutu biodiesel Indonesia Parameter dan Satuannya Batas Nilai Metode Uji Massa jenis (kg/m 3, 40 C) ASTM D 1298 Viskositas kinematik (40 C, cst) 2,3-6,0 ASTM D 445 Angka setana Min. 51 ASTM D 613 Titik nyala ( C) Min. 100 ASTM D 93 Titik kabut ( C) Maks. 18 ASTM D 2500 Korosi bilah tembaga (3 jam, 50 C) Maks. No. 3 ASTM D 130 Residu karbon (%-b) Maks. 0,05 ASTM D 4530 Air dan sedimen (%-vol.) Maks. 0,05 ASTM D 2709 Temperatur distilasi 90% ( C) Maks. 360 ASTM D 1160 Abu tersulfatkan (%-b) Maks. 0,02 ASTM D 874 Belerang (mg/kg) Maks. 100 ASTM D 5453 Fosfor (mg/kg) Maks. 10 AOCS Ca Angka asam (mg KOH/g) Maks. 0,8 AOCS Ca 3-63 Gliserol bebas (%-b) Maks. 0,02 AOCS Ca Gliserol total (%-b) Maks. 0,24 AOCS Ca Kadar ester alkil (%-b) Min. 96,5 Dihitung Angka iodium (g I 2 /100 g) Maks. 115 AOCS Cd 1-25 Uji Halphen Negatif AOCS Cb 1-25 Sumber: SNI Biodiesel Proses pengolahan minyak menjadi metil ester dilakukan baik dengan satu atau dua tahap proses, bergantung pada mutu awal minyak. Minyak yang mengandung asam lemak bebas tinggi dapat dengan efisien dikonversi menjadi esternya melalui beberapa tahap reaksi yang melibatkan katalis asam untuk mengesterifikasi asam lemak bebas menjadi ester dan dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi berkatalis basa yang mengkonversi sisa trigliserida (Canakci & Gerpen, 2001). Jika minyak mempunyai kandungan asam lemak bebas yang rendah, transesterifikasi dapat langsung dilakukan dengan satu tahap (Ambarita, 2002).

25 Proses esterifikasi pada dasarnya merupakan reaksi antara asam karboksilat (asam lemak bebas) dengan alkohol untuk membentuk ester dan molekul air, dan bersifat reversibel. Proses esterifikasi pada umumnya menggunakan katalis asam seperti H 2 SO 4 dan HCl. Reaksi esterifikasi selain mengeseterifikasi asam lemak bebas, juga mengkonversi trigliserida menjadi metil esternya. Meskipun demikian, kecepatannya lebih rendah dibandingkan dengan transesterifikasi yang menggunakan katalis basa (Haas et al., 2000). Menurut Ozgul & Turkay (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi antara lain adalah jumlah pereaksi, metanol dan asam lemak bebas, waktu reaksi, suhu, konsentrasi katalis, dan kandungan air pada minyak. Reaksi esterifikasi antara asam lemak bebas dengan metanol dapat dilihat pada Gambar 3. O O HCl R 1 C OH + CH3 OH R 1 C OCH3 + H 2 O Asam lemak metanol katalis Ester air Gambar 3. Reaksi esterifikasi Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi yang bertujuan untuk mengkonversi trigliserida menjadi metil ester sehingga menurunkan viskositas minyak jarak dan meningkatkan daya pembakaran sehingga dapat digunakan sesuai standar minyak diesel untuk kendaraan bermotor. Proses transesterifikasi mengalami penukaran posisi asam lemak untuk menghasilkan ester baru. Proses transesterifikasi biasanya menggunakan katalis basa seperti KOH atau NaOH, karena reaksinya sangat cepat, sempurna, dan dapat dilakukan pada temperatur yang rendah yaitu o C (Sonntag, 1982). Proses transesterifikasi terdiri dari sejumlah reaksi reversibel, dimana trigliserida dikonversi secara bertahap menjadi digliserida, monogliserida, dan akhirnya gliserol. Masing-masing tahap menghasilkan metil ester. Dari proses transesterifikasi, dihasilkan produk berupa campuran metil ester, gliserol, sisa metanol, katalis, sabun, mono-, di-, dan trigliserida. Oleh karena itu perlu

26 dilakukan aging untuk memisahkan komponen yang tidak diinginkan (Sonntag, 1982). Trigliserida + R OH Digliserida + R COOR 1 Digliserida + R OH Monogliserida + R COOR 2 Monogliserida R OH Gliserol + R COOR 3 O O H 2 C O C R 1 C H 3 O C R 1 H 2 C OH O NaOH O HC O C R 2 + 3CH 3 OH C H 3 O C R 2 + HC OH O O H 2 C O C R 3 C H 3 O C R 3 H 2 C OH Trigliserida metanol Katalis Metil Ester Gliserol Gambar 4. Reaksi transesterifikasi D. MEKANISME OKSIDASI Mekanisme oksidasi lipida tidak jenuh diawali dengan tahap inisiasi, yaitu bila lipida kontak dengan panas, cahaya, ion metal atau oksigen maka akan terbentuk radikal bebas (R*). Reaksi ini terjadi pada group metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap C=C- (Buck, 1991). Tahap selanjutnya adalah tahap propagasi dimana autooksidasi berawal ketika radikal bebas (R*) hasil tahap inisiasi bertemu dengan oksigen, membentuk radikal peroksida (ROO*). Reaksi oksigenasi ini terjadi sangat cepat dengan energi aktivitas hampir nol, sehingga konsentrasi ROO* yang terbentuk jauh lebih besar dari konsentrasi R* (Gordon, 1990). Radikal peroksida yang terbentuk akan mengekstrak ion hidrogen dari lipida lain (R 1 H) membentuk hidroperoksida (ROOH) dan molekul radikal lipida baru (R 1 *). Selanjutnya reaksi autooksidasi ini akan berulang sehingga merupakan reaksi berantai. Hidroperoksida yang terbentuk merupakan senyawa yang tidak stabil dan mudah terpecah sehingga akan terdekomposisi menjadi senyawa organik berantai pendek seperti aldehida, keton, alkohol dan asam lemak bebas.

27 Tahap terakhir oksidasi lipida adalah tahap terminasi, dimana komponen radikal bebas akan kontak dengan sesama komponen radikal bebas dan membentuk produk yang tidak aktif. Mekanisme dan tahapan proses oksidasi dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6. Inisiasi : RH + O 2 R. + H 2 O RH + O 2 + RH R. + H 2 O + R. Propagasi : R. + O 2 ROO. ROO. + RH ROOH + R. Dekomposisi peroksida : ROOH RO. +.OH 2 ROOH RO. + ROO. + H 2 O Terminasi : ROO. + ROO. Produk tidak aktif ROO. + IH ROOH + I Keterangan : RH : zat organik atau hidrokarbon ROO. : radikal peroksida ROOH : Hidroperoksida I : Radikal stabil / tidak aktif IH : panghambat radikal bebas Gambar 5. Mekanisme reaksi oksidasi (Ingold, 1962) Gambar 6. Tahapan proses oksidasi (Perkins, 1967)

28 Selain reaksi oksidasi, minyak juga mengalami raksi polimerisasi selama penyimpanan. Reaksi polimerisasi ini disebut dengan reaksi polimerisasi oksidasi, yang dapat dilihat pada Gambar 7. CH=CH + HOO-R CH=CH-O + - OR H CH-CH (OH) O R Gambar 7. Reaksi polimerisasi oksidasi (Schultz, 1962) Senyawa hidroperoksida yang terbentuk selama reaksi oksidasi bersifat tidak stabil dan mudah terdekomposisi. Penguraian senyawa hidroperoksida dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Reaksi penguraian hidroperoksida (Rizvi, 1992)

29 E. ANTIOKSIDAN Antioksidan merupakan senyawa yang dalam konsentrasi kecilpun dapat menahan terjadinya ketengikan dan menghambat reaksi oksidasi pada bahan yang mengandung lemak atau minyak (Matz, 1984). Sherwin (1990) membagi antioksidan menjadi dua kategori yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer merupakan substansi yang dapat berperan sebagai akseptor radikal bebas sehingga dapat menghambat mekanisme pembentukan radikal bebas pada proses oksidasi. Antioksidan ini dimiliki karena adanya konfigurasi struktur fenol dalam molekulnya. Contoh antioksidan primer ini adalah lesitin, tokoferol, BHA, BHT, propylgallate (PG), dan TBHQ. Antioksidan sekunder berfungsi untuk mendekomposisi hidroperoksida menjadi bentuk-bentuk non radikal. Antioksidan juga digolongkan kedalam antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami merupakan antioksidan yang diekstrak dari bahan-bahan alami, contohnya adalah vitamin A, karotenoid, vitamin E, senyawa-senyawa fenol, dan tetrapirolik. Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang dihasilkan dari reaksi kimia, contohnya adalah BHA, BHT, propil galat, TBHQ dan tokoferol. (Buck, 1991). 1. Butylated hydroxytoluene ( BHT ) Butylated hydroxytoluene (BHT) merupakan senyawa fenol yang terintangi dan bersifat relatif tidak polar, antioksidan sintetik ini memiliki karakteristik yang hampir serupa dengan BHA, walaupun stabilitasnya pada suhu tinggi dan sifat carry-through dalam lemak dan minyak kurang efektif dibandingkan dengan BHA. BHT memiliki sifat tidak larut dalam air dan propilen glikol, tetap sangat larut dalam lemak dan etanol (Sherwin, 1990). BHT memiliki nama lain seperti 2,6-Di-tert-butyl-4-methylphenol dan 2,6- Di-tert-butyl-p-cresol. Rumus molekul dari BHT adalah C 15 H 24 O atau C 6 H 2 (OH)(CH 3 )(C(CH 3 ) 3 ) 2 (www. chemistry.about.com). Menurut Buck (1991), BHT (Gambar 9) memiliki karakteristik sebagai berikut, berbentuk kristal padat putih dan digunakan secara luas karena relatif murah, memiliki berat molekul = 220, memiliki titik didih (760 mmhg) = 265 o C, titik leleh = 69.7 o C, dan sedikit berbau.

30 Gambar 9. Struktur Butylated hydroxytoluene (BHT) Senyawa BHA dan BHT bila digunakan secara bersama, bersifat lebih efektif dalam memperpanjang daya simpan lemak atau minyak dibanding bila digunakan secara sendiri-sendiri (bersifat sinergis) (Sherwin, 1990). Mekanisme kerja antioksidan BHT dalam menghambat reaksi oksidasi dengan menyumbangkan atom H dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Mekanisme kerja antioksidan BHT (Kikugawa, 1990) 2. tert-butilhidrokuinon (TBHQ) Berdasarkan penelitian dari beberapa pakar, TBHQ dikenal sebagai antioksidan paling efektif dalam menghambat reaksi oksidasi yang terjadi pada minyak-minyakan yang berasal dari tanaman (minyak nabati). Bila TBHQ direkomendasikan dengan BHA yang memiliki kemampuan antioksidan yang baik pada pemanggangan akan memberikan kegunaan yang lebih luas. (Sherwin, 1990). TBHQ (Gambar 11) dikenal berbentuk bubuk putih sampai coklat terang, mempunyai kelarutan cukup pada lemak dan minyak, tidak membentuk kompleks warna dengan Fe dan Cu tetapi dapat berubah pink dengan adanya basa. TBHQ memiliki rumus molekul (CH 3 ) 3 CC 6 H 3 (OH) 2, dan memiliki nama lain seperti tert-butyl-1,4-benzenediol atau 2-tert-

31 butylhydroquinone. Sedangkan sifat fisik yang dimilikinya antara lain memiliki berat molekul = , titik didih (760 mmhg) = 300 o C, titik leleh = o C, dan intensitas baunya sangat rendah (Buck,1991). Mekanisme kerja antioksidan TBHQ dalam menghambat reaksi oksidasi dengan menyumbangkan atom H dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 11. Struktur tert-butilhidrokuinon (TBHQ) Gambar 12. Mekanisme kerja antioksidan TBHQ (Kikugawa, 1990)

32 Menurut Schultz (1962) antioksidan dapat digolongkan menjadi golongan fenol, amina, dan amino-fenol. Antioksidan fenol merupakan senyawa yang memiliki cincin aromatik dengan substitusi satu atau lebih gugus hidroksil. Kereaktifan senyawa fenol terhadap radikal bebas disebabkan karena adanya substitusi grup alkil pada posisi 2, 4 atau 6 yang dapat meningkatkan densitas elekron pada grup hidroksil, sehingga energi ikatan O- H menjadi lemah dan dapat dengan mudah dilepas untuk didonorkan ke radikal bebas. Radikal fenol yang terbentuk setelah fenol bereaksi dengan radikal lipid distabilkan oleh delokalisasi elektron yang tidak berpasangan ke cincin aromatik (Gordon, 1990). Antioksidan golongan amino-fenol biasanya mengandung gugus phenolat dan amino yang merupakan gugus fungsionil penyebab aktivitas antioksidan. Golongan persenyawaan ini sering digunakan dalam industri petroleum untuk mencegah terbentuknya gum dalam gasoline. Contoh antioksidan ini adalah N-butil-p-amino-phenol, N-sikloheksil-p-amino phenol. E. MEKANISME KERJA ANTIOKSIDAN Menurut Kochar dan Rossell (1990), berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dapat digolongkan menjadi lima jenis yaitu: 1) antioksidan primer, 2) antioksidan sekunder, 3) penangkap oksigen, 4) antioksidan enzimatik, 5) pengkelat logam. Antioksidan primer (umumnya senyawa fenolik) bekerja sebagai pemberi atom hidrogen pada radikal lipid (R *, ROO * ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A * ) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Contoh antioksidan ini adalah BHT, BHA. Fungsi kedua merupakan fungsi antioksidan sekunder, yaitu bekerja dengan mendekomposisi hidroperoksida lemak menjadi produk akhir yang lebih stabil, contohnya adalah dilauril tiopropionat. Penangkap oksigen adalah senyawa yang dapat bereaksi dengan oksigen, contohnya adalah asam askorbat. Untuk antioksidan enzim, bekerja dengan memindahkan oksigen di dalam bahan pangan, contohnya adalah glukosa oksidase. Pengkelat logam

33 adalah antioksidan yang bekerja dengan mengikat ion logam (Cu dan Fe). yang dapat mengkatalis peningkatan laju oksidasi lipid, contohnya asam sitrat Antioksidan memiliki keterbatasan yaitu antioksidan tidak dapat memperbaiki lemak yang sudah tengik, mencegah kerusakan hidrogen, dan kerusakan oleh mikroba pada lipid (Coppen, 1983). Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (Gambar 13). Radikal-radikal antioksidan (A * ) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon, 1990). Menurut Hamilton (1983), radikal-radikal antioksidan dapat saling bereaksi membentuk produk non radikal. Inisiasi ; R * + AH RH + A * Radikal lipida Propagasi : ROO * + AH ROOH + A * Gambar 13. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon, 1990). Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan (Gambar 14). Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan diuji. AH + O A * + HOO * AH + ROOH RO * + H 2 O + A * Gambar 14. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (Gordon 1990).

34 Stuckey (1972) berpendapat bahwa penghambatan oksidasi lipida oleh antioksidan melalui lebih dari satu mekanisme tergantung pada kondisi reaksi dan sistem makanan. Ada empat kemungkinan mekanisme penghambatan tersebut yaitu (a) pemberian hidrogen, (b) pemberian elektron, (c) penambahan lipida pada cincin aromatik antioksidan, (d) pembentukan kompleks antara lipida dan cincin aromatik antioksidan. Studi lebih lanjut mengamati bahwa ketika atom hidrogen labil pada suatu antioksidan tertentu diganti dengan deuterium, antioksidan tersebut menjadi tidak efektif. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme penghambatan dengan pemberian hidrogen lebih baik dibanding pemberian elektron. Beberapa peneliti percaya bahwa pemberian hidrogen atau elektron merupakan mekanisme utama, sementara pembentukan kompleks antara antioksidan dengan rantai lipida adalah reaksi sekunder. Antioksidan sekunder, seperti asam sitrat, asam askorbat, dan esternya, sering ditambahkan pada lemak dan minyak sebagai kombinasi dengan antioksidan primer. Kombinasi tersebut dapat memberi efek sinergis sehingga menambah keefektifan kerja antioksidan primer. Antioksidan sebaiknya ditambahkan ke lipida seawal mungkin untuk menghasilkan efek maksimum. Menurut Coppen (1983), antioksidan hanya akan benar-benar efektif bila ditambahkan seawal mungkin selama periode induksi, yaitu suasana periode awal oksidasi lipida terjadi dimana oksidasi masih berjalan secara lambat dengan kecepatan seragam.

35 III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu bulat berleher dua, erlenmeyer, gelas piala, neraca analitik, buret, pipet volumetrik, gelas ukur, hot plate stirrer, corong pisah, pendingin tegak, penangas air, termometer, viscometer Oswald, piknometer, cawan porselen, oven, desikator, dan kertas saring. Bahan-bahan yang akan digunakan adalah minyak jarak pagar kasar yang diperoleh dari SBRC, metanol, etanol, KOH, HCl, NaOH, asam oksalat, kloroform, asam asetat glacial, reagen wijs, larutan KI 20%, larutan Na 2 S 2 O 3 (Natriumtiosulfat) 0,1 N dan 0,02 N, HCl 4N, HCl 0,5 N, karbon tetrakhlorida, kristal kalium iodida, KOH 0,5 N beralkohol, alkohol netral, indikator fenolftalein (PP), indikator kanji, kertas ph dan air demineralisasi. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis, bersifat analytical grade. Gambar bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biodiesel, dapat dilihat pada Lampiran 1. B. METODE PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi penelitian pendahuluan melalui analisis terhadap sifat fisiko kimia minyak jarak pagar awal untuk mengetahui karakteristiknya, serta penelitian utama untuk memproduksi biodiesel melalui proses estrans dan melakukan studi pengaruh jenis dan konsentrasi antioksidan terhadap biodiesel yang dihasilkan. Pengamatan yang dilakukan adalah perubahan bilangan asam, bilangan peroksida, dan viskositas biodiesel selama penyimpanan 4 minggu. 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan diawali dengan menganalisis sifat fisik dan kimia minyak jarak pagar. Analisa tersebut meliputi pengukuran densitas, viskositas, bilangan asam, kadar air, bilangan penyabunan, bilangan Iod, dan kadar FFA (free fatty acid) minyak jarak pagar. Analisis ini dilakukan

36 untuk mengetahui sifat awal minyak jarak pagar sebelum diproses menjadi biodiesel. Prosedur analisis sifat fisiko kimia minyak jarak dan biodiesel dapat dilihat pada Lampiran Penelitian Utama Penelitian utama meliputi proses pembuatan biodiesel secara (estrans), karakterisasi biodiesel yang dihasilkan, dan pengamatan pengaruh penambahan berbagai jenis antioksidan (TBHQ, BHT, dan Formula X) pada berbagai tingkat konsentrasi terhadap biodiesel yang meliputi pengukuran bilangan asam, bilangan peroksida, dan viskositas, sehingga dapat diketahui antioksidan yang paling efektif Pembuatan Biodiesel Esterifikasi Proses pembuatan biodiesel diawali dengan menyaring minyak jarak pagar dengan kertas saring, kemudian mengukur kadar asam lemak bebas (FFA), lalu dilakukan proses esterifikasi dengan memanaskan minyak jarak terlebih dahulu hingga suhu 60 o C. Setelah mencapai suhu 60 o C, minyak jarak ditambah dengan campuran metanol dan katalis HCl. Jumlah metanol yang ditambahkan berdasarkan rasio molar 20:1 terhadap kadar asam lemak bebas, sedangkan jumlah katalis HCl yang ditambahkan adalah 1 % dari berat minyak jarak (w/w). Proses esterifikasi bertujuan untuk mengkonversi asam lemak bebas menjadi metil ester. Reaksi antara minyak dan metanol dikondisikan pada suhu 60 o C, untuk menjaga fase cair metanol agar tetap bereaksi dengan trigliserida. Reaksi berlangsung selama 2 jam dengan bantuan pemanasan di atas hot plate stirrer. Proses ini dilanjutkan dengan pemisahan gliserolnya dengan cara aging selama kurang lebih 3-5 jam.

37 Transesterifikasi Minyak jarak yang telah melalui proses esterifikasi, dilanjutkan dengan proses transesterifikasi, yaitu dengan terlebih dahulu memanaskan minyak hasil esterifikasi yang telah dipisahkan gliserolnya hingga suhu 60 o C. Setelah mencapai suhu 60 o C, minyak yang telah dipanaskan, ditambah dengan campuran metanol dan katalis NaOH 0.5 %, dan reaksi dikondisikan pada suhu tetap 60 o C selama ½ - 1 jam. Dalam proses transesterifikasi, penambahan jumlah metanol dilakukan berdasarkan rasio molar 6:1, yaitu antara metanol dengan trigliserida. Setelah metil ester (biodiesel) diperoleh, maka dilakukan pemisahan gliserol dari metil ester yang terbentuk dengan cara aging selama 3-5 jam, lalu dinetralisasi menggunakan larutan asam lemah yaitu asam asetat 0.01% (CH 3 COOH). Penambahan asam asetat encer dimaksudkan untuk mengikat sisa-sisa katalis yang masih ada pada biodiesel, sehingga akan membentuk endapan putih dan mudah dipisahkan. Selanjutnya dilakukan proses pencucian dengan air hangat sampai ph air cuciannya netral Penambahan Antioksidan Sebelum dilakukan penambahan antioksidan, dilakukan karakterisasi terhadap biodiesel yang dihasilkan, kemudian dibandingkan dengan standar yang sudah ada. Analisa yang dilakukan antara lain adalah bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan Iod, kadar air, densitas, viskositas dan bilangan peroksida. Biodiesel yang dihasilkan, ditambah dengan tiga jenis antioksidan yang berbeda yaitu BHT, TBHQ, dan Formula X sesuai dengan kombinasi perlakuan. Biodiesel yang telah ditambah antioksidan, disimpan selama 4 minggu pada kondisi ruang, dan dilakukan pengujian terhadap bilangan asam, bilangan peroksida dan viskositas untuk tiap minggunya.

38 Biodiesel yang dihasilkan, disimpan dalam botol kaca bening yang bertutup kain kasa, dan disimpan pada suhu ruang. Wadah yang dipilih adalah botol bening, dimaksudkan supaya tembus cahaya, dan tutup botol kaca dipilih kain kasa dimaksudkan supaya tidak kedap udara sehingga oksigen dengan mudah kontak dengan biodiesel. Dengan begitu, keberadaan cahaya dan oksigen yang merupakan faktor yang mempercepat terjadinya oksidasi tidak dapat dihalangi, sehingga aktifitas ketiga jenis antioksidan dapat diuji kemampuannya dalam menghambat proses oksidasi. Diagram alir pembuatan biodiesel dan prosedur penelitian secara umum dan dapat dilihat pada Gambar 15.

39 HCl (1% w/w) + Metanol (rasio molar 20:1) Minyak jarak kasar Pemanasan dan pengadukan hingga T= 60 o C Karakterisasi ESTERIFIKASI t : 2 jam, T : 60 o C NaOH (0.5% w/w) + Metanol (rasio molar 6:1) Aging dan separasi Gliserol TRANSESTERIFIKASI t : ½ - 1 jam, T : 60 o C Aging dan separasi Gliserol Penambahan CH 3 COOH 0.1% dan Pencucian dengan air suling BIODIESEL Karakterisasi Penambahan antioksidan BHT TBHQ Formula X Penyimpanan pada suhu ruang Analisis bilangan asam, bilangan peroksida, dan viskositas biodiesel tiap minggu Gambar 15. Diagram alir pembuatan biodiesel dan prosedur penelitian

40 C. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor perlakuan, yaitu jenis antioksidan dan konsentrasi antioksidan. Untuk faktor perlakuan jenis antioksidan yang ditambahkan (A) terdiri dari tiga taraf yaitu BHT (A 1 ), TBHQ (A 2 ), dan Formula X (A 3 ), sedangkan konsentrasi antioksidan yang ditambahkan (B), terdiri dari 4 taraf yaitu konsentrasi 0.03% (B 1 ), 0.05% (B 2 ), 0.07% (B 3 ), dan 0.1% (B 4 ). Rancangan acak lengkap ini terdiri dari 12 unit perlakuan dengan 2 kali ulangan. Setiap kombinasi perlakuan dilakukan ulangan sebanyak dua kali, secara duplo. Dari masing-masing jenis dan konsentrasi antioksidan, dianalisis nilai bilangan asam, bilangan peroksida, dan viskositasnya sebagai parameter keefektifitasan antioksidan yang ditambahkan. Analisis varian dilakukan sebanyak emapt kali pada masing-masing minggu pengamatan. Uji lanjut yang digunakan untuk mengetahui kesignifikanan dari variabel-variabel yang berpengaruh nyata adalah uji lanjut Duncan. Dalam penelitian ini dilakukan analisis sidik ragam dan uji lanjut menggunakan sistem paket program untuk analisis data yaitu program SAS (Statistical Analysis System). Model rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Y ijk = µ + α i + β j + (αβ) ij + ε ijk Keterangan: Y ijk = nilai pengamatan µ = rata-rata sebenarnya α i = pengaruh faktor ke-α pada taraf ke-i (i = 1, 2, 3) β j = pengaruh faktor ke-β pada taraf ke-j (j = 1, 2, 3)

41 (αβ) ij = pengaruh interaksi faktor α taraf ke-i dengan faktor β taraf ke-j ε ijk α β = error = Jenis antioksidan = Konsentrasi antioksidan

42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN Pada penelitian pendahuluan, dilakukan analisa terhadap sifat fisik dan kimia minyak jarak pagar kasar yang diperoleh dari Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) IPB. Analisa tersebut meliputi pengukuran densitas, viskositas, bilangan asam, kadar air, bilangan penyabunan, bilangan Iod, dan kadar FFA (free fatty acid) minyak jarak pagar. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui sifat awal minyak jarak pagar sebelum diproses menjadi biodiesel. Hasil analisa terhadap sifat dan karakteristik minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Sifat Fisiko Kimia Minyak Jarak Pagar Hasil Penelitian Parameter Satuan Nilai Densitas (15 o C) Viskositas kinematik (40 o C) Bilangan asam Bilangan Iod Bilangan Penyabunan Kadar air Bilangan Peroksida g / ml cst mg KOH / g sampel g I 2 / 100 g mg KOH / g sampel % mg O 2 / 100 g , Dari hasil analisis sifat fisiko kimia minyak jarak pagar mentah, diperoleh densitas minyak jarak adalah g/ml. Densitas minyak dipengaruhi oleh bobot molekul. Semakin tinggi bobot molekul asam lemak, maka semakin tinggi densitasnya. Selain itu diperoleh nilai bilangan asam minyak yang cukup tinggi yaitu 11,58 mg KOH/g sampel. Tingginya nilai bilangan asam ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi pada minyak jarak pagar, sehingga akan mudah teroksidasi pada ikatan rangkapnya, dan menyebabkan kenaikan bilangan asam yang cepat. Hal lain mungkin disebabkan penyimpanam biji jarak yang

43 kurang baik sehingga nilai asamnya sudah tinggi, selain itu asam lemak bebas dapat terbentuk karena adanya proses hidrolisis antara trigliserida dengan air. Bilangan asam yang tinggi inilah yang menjadi kendala dalam proses pembuatan biodiesel, jika prosesnya dilakukan melalui transesterifikasi (katalis basa), karena asam lemak bebas yang tinggi jika direaksikan dengan basa kuat, akan membentuk sabun sehingga akan menghambat terbentuknya metil ester. Oleh karena itu dalam penelitian ini, proses pembuatan biodiesel dilakukan melalui proses Estrans. Hasil analisis terhadap kadar air minyak jarak pagar mentah menunjukkan nilai yang masih memenuhi standar yaitu 0,08%. Minyak jarak memiliki kadar air yang cukup rendah. Nilai kadar air pada minyak jarak dapat berpengaruh terhadap keberhasilan pembuatan biodiesel, karena adanya air yang berlebih dapat mempengaruhi berhasil tidaknya reaksi esterifikasi maupun transesterifikasi. Nilai viskositas kinematik pada minyak jarak pagar yang dianalisis pada suhu 40 o C sebesar 27,28 cst. Nilai viskositas ini cukup tinggi dan belum memenuhi standar jika akan digunakan sebagai bahan bakar, oleh karena itu perlu dilakukan proses transesterifikasi untuk menurunkan nilai viskositasnya, agar dapat digunakan sebagai bahan bakar. Menurut Foglia, et al. (1996), tingginya viskositas akan mengakibatkan rendahnya daya atomisasi bahan bakar, pembakaran dari fuel injector, ring carbonization, dan akumulasi bahan bakar dalam minyak pelumas. Bilangan iod menyatakan tingkat ketidakjenuhan minyak. Bilangan iod minyak jarak pagar yang dianalisis adalah 95 g I 2 /100 gr. Nilai bilangan iod tersebut sudah cukup sesuai dengan standar bilangan iod untuk minyak jarak pagar. Secara umum, nilai bilangan iod 95 g I 2 /100 gr, termasuk nilai yang tinggi. Hal ini disebabkan karena minyak jarak mengandung asam lemak tidak jenuh yang tinggi yaitu asam oleat (34-45%) dan linoleat (29 44%). Bilangan penyabunan berfungsi untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terikat dalam trigliserida dan asam lemak bebas yang terurai dalam molekul trigliserida. Disamping itu bilangan penyabunan merupakan parameter penting untuk mengetahui jenis minyak, dimana setiap jenis minyak

44 memiliki bilangan penyabunan yang khas dan tidak akan berubah selama tidak mengalami degradasi atau penambahan asam lemak secara sengaja. Dari hasil analisis, minyak jarak pagar memiliki bilangan penyabunan sebesar mg KOH / g sampel. Tingginya nilai bilangan penyabunan pada minyak jarak pagar ini dipengaruhi oleh panjang rantai molekul asam lemak yang menyusun trigliserida tersebut. Bilangan peroksida minyak jarak mentah yang dianalisa adalah sebesar 4.75 mg O 2 / 100 g. Sifat minyak jarak pagar yang mengandung asam lemak tidak jenuh yang tinggi, akan mudah mengalami oksidasi dan menyebabkan kenaikan bilangan peroksida yang cukup cepat. Minyak jarak pagar yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari SBRC, kemungkinan minyak jarak yang digunakan sudah mengalami penyimpanan dalam beberapa hari, sehingga sudah terjadi oksidasi. Sifat fisik minyak jarak pagar mentah yang diamati sendiri oleh peneliti antara lain berwara kuning agak kecoklatan, agak kental, dan berbau khas. B. PENELITIAN UTAMA Pada penelitian utama, dilakukan proses pembuatan biodiesel, karakterisasi biodiesel yang dihasilkan dan kajian pengaruh jenis dan konsentrasi antioksidan terhadap biodiesel. Jenis antioksidan yang ditambahkan adalah TBHQ, BHT, dan Formula X dengan konsentrasi masingmasing 0.03 %, 0.05 %, 0.07 %, dan 0.1%. Dari masing-masing jenis antioksidan yang dikombinasikan dengan berbagai konsentrasi tersebut, akan dibandingkan dengan kontrol biodiesel yang tidak ditambahkan antioksidan. Pemilihan jenis antioksidan TBHQ, didasarkan pada studi literatur bahwa antioksidan ini sangat efektif dalam menghambat oksidasi terhadap minyak-minyak nabati yang memiliki asam lemak tidak jenuh yang tinggi, sehingga patut dicoba keefektifannya pada biodiesel. Pada BHT, juga sering digunakan tidak hanya pada minyak saja, produk-produk pangan yang berpotensi mengalami ketengikan juga menggunakan, sedangkan pada Formula X, dimaksudkan untuk mengetahui apakah bahan tersebut berpotensi sebagai antioksidan dalam menghambat oksidasi.

45 1. Pembuatan dan Karakterisasi Biodiesel Dalam proses pembuatan biodiesel, menerapkan proses estrans karena minyak jarak memiliki tingkat keasaman yang cukup tinggi yaitu mencapai mg KOH /g sampel. Menurut Gubitz (2001), dalam pembuatan biodiesel, minyak yang memiliki keasaman tinggi seperti minyak jarak, kapuk, dan canola kurang efektif jika langsung diproses secara transesterifikasi (katalis basa) karena asam lemak bebasnya akan bereaksi dengan basa kuat dan terjadi reaksi penyabunan, sehingga akan menghambat terbentuknya metil ester, selain itu juga dapat menyebabkan terbentuknya gel yang akan menghambat proses pemisahan gliserol. Oleh karena itu, asam lemak bebas yang tinggi dalam minyak harus dikonversi dulu menjadi metil ester dengan proses esterifikasi menggunakan katalis asam. Pada reaksi esterifikasi biasanya ditambahkan katalis asam, karena reaksi esterifikasi membutuhkan energi aktivasi yang tinggi sehingga perlu katalis untuk mempercepat reaksi. Mekanisme reaksi esterifikasi yang memakai katalis asam, melibatkan protonasi atom oksigen pada gugus karbonil asam lemak. Kation H + dari katalis asam akan memprotonasi oksigen (1) sehingga membentuk ion oksonium dan atom C akan kekurangan elektron sehingga akan menangkap molekul metanol pada sepanjang dipol CO + gugus karbonil (2), kemudian terjadi pelepasan kation H + pada senyawa alkohol (3) dan ditangkap oleh gugus hidroksil (4) untuk menghasilkan molekul air (5), selanjutnya proton dilepaskan untuk menghasilkan metil ester (6). Reaksi pertukaran antara molekul metanol dengan asam lemak berlangsung dengan sangat lambat dan sangat menentukan kesempurnaan proses reaksi keseluruhan. Mekanisme protonasi pada reaksi esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 16.

46 Gambar 16. Mekanisme protonasi karbonil dalam pembentukan metil ester Menurut Canakci dan Gerpen (2001), reaksi esterifikasi yang menggunakan rasio molar metanol : asam lemak bebas 20 : 1 cukup efektif menurunkan bilangan asam hingga kurang dari 2 mgkoh/g sampel. Hal ini terbukti pada penelitian ini, bilangan asam minyak jarak pagar setelah mengalami proses esterifikasi turun dari 12 mgkoh/g sampel menjadi mg/koh/g sampel. Penurunan bilangan asam selama proses pembuatan biodiesel dapat dilihat pada Gambar 17. Penurunan Bilangan Asam Selama Pembuatan Biodiesel Bilangan Asam 4 2 1,125 0,2 0 Minyak Jarak Hasil Esterifikasi Hasil Transesterifikasi Gambar 17. Penurunan bilangan asam selama proses pembuatan biodiesel

47 Pada proses transesterifikasi, trigliserida akan direaksikan dengan katalis basa untuk dikonversi menjadi metil ester. Pada reaksi transesterifikasi tidak melalui tahapan protonasi gugus karbonil pada asam lemak dan tidak mengalami tahapan penukaran antara ion oksonium dengan alkohol. Sebagai gantinya terjadi penukaran antara ion karboksilat dengan ion metoksida. Ion metoksida merupakan suatu nukleofilik kuat yang berasal dari reaksi metanol dengan katalis basa. Ion ini dapat dengan mudah menukar gugus karbonil pada asam lemak, sehingga reaksi transesterifikasi dapat berjalan dengan cepat. Selain itu reaksi ini bersifat eksoterm sehingga panas yang dihasilkan dapat mempercepat reaksi. Pada dasarnya proses transesterifikasi bertujuan untuk memecah dan menghilangkan gliserida serta menurunkan viskositas minyak, karena dalam reaksi transesterifikasi, trigliserida dikonversi secara bertahap menjadi gliserida, monogliserida, dan akhirnya menjadi gliserol. Oleh karena itu adanya pemecahan molekul trigliserida dapat menurunkan viskositas biodiesel. Biodiesel yang dihasilkan, dianalisa sifat fisik dan kimianya. Hasil analisa terhadap sifat dan karakteristik biodiesel hasil penelitian beserta perbandingannya dengan standar SNI Biodiesel 2006 dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan gambar biodiesel hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 18. Gambar 18. Biodiesel Hasil Penelitian

48 Tabel 7. Karakteristik biodiesel jarak pagar dan perbandingannya dengan standar Parameter Satuan Biodiesel Standar Jarak Pagar (SNI Biodiesel 2006) Densitas (15 o C) g / ml Viskositaskinematik (40 o C) cst Bilangan asam mg KOH / g 0.20 maks 0.8 Bilangan Iod g I 2 / 100 g maks 115 Bilangan Penyabunan mg KOH / g Kadar air % 0.12 maks 0.05 Bilangan Peroksida mg O 2 / 100 g 4.75 Kalor Pembakaran kcal / kg 7352 Abu tersulfat % maks 0.02 Bilangan Ester mg KOH / g Berdasarkan tabel di atas, densitas biodiesel yang dianalisa masih masuk dalam standar yang ditetapkan, yaitu 0,8676 g/ml. Densitas biodiesel biasanya lebih tinggi daripada petrodiesel yang hanya berkisar sekitar 0, 83 g/ml, hal ini disebabkan karena bobot molekul metil ester lebih tinggi daripada petrodisel (Jaya, 2005). Densitas biodiesel dipengaruhi oleh komposisi asam lemak dan tingkat kemurnian esternya, sedangkan densitas petrodiesel dipengaruhi oleh proses pemurniannya. Viskositas kinematik biodiesel pada suhu 40 o C, diperoleh 2.33 cst, sedang pada suhu ruang, viskositasnya adalah 4.63 cst. Viskositas minyak jarak mengalami penurunan setelah diproses menjadi biodiesel, hal ini disebabkan adanya proses transesterifikasi yang dapat memecah gliserida dan menurunkan viskositas. Viskositas kinematik biodiesel dipengaruhi oleh panjang rantai asam lemak, komposisi asam lemak, posisi dan jumlah ikatan rangkap dan jenis alkohol yang digunakan. Semakin panjang rantai asam lemak dan alkohol dalam ester atau hidrokarbon alifatik, maka viskositasnya makin tinggi pula. Bilangan asam biodiesel hasil penelitian diperoleh sekitar 0.2 mg KOH/g sampel. Berdasarkan standar SNI Biodiesel 2006, nilai tersebut

49 memenuhi standar yang ditetapkan yaitu 0.8 mg KOH/g sampel. Selama pemrosesan minyak jarak pagar menjadi biodiesel, penurunan bilangan asam sangat tampak setelah proses esterifikasi yaitu dari 12 mg KOH/g sampel hingga mg KOH/g sampel. Pada proses transesterifikasi, bilangan asam biodiesel juga masih mengalami penurunan dari mg KOH/g sampel hingga 0.2 mg KOH/g sampel. Bilangan iod merupakan bilangan yang menunjukkan derajat ketidakjenuhan suatu bahan. Pada umumnya angka iod pada minyak jarak maupun biodiesel relatif cukup tinggi. Bilangan iod yang terlalu tinggi pada biodiesel sebenarnya tidak baik karena jika terjadi pemanasan, dapat menyebabkan asam lemak tidak jenuhnya dapat menghasilkan polimerisasi gliserida yang dapat menghasilkan deposit sehingga menghambat kerja mesin, oleh karena itu nilai bilangan iod dibatasi hingga 115 g I 2 / 100 g. Dari hasil penelitian, diperoleh biodiesel dengan bilangan iod sebesar g I 2 / 100 g. Penurunan bilangan iod pada minyak jarak (95 g I 2 / 100 g) hingga menjadi g I 2 /100 g ketika sudah diproses menjadi biodiesel, disebabkan karena adanya pelakuan pemanasan dalam proses pembuatan biodiesel yaitu esterifikasi maupun transesterifikasi. Adanya pemanasan tersebut kemungkinan menyebabkan ikatan-ikatan tak jenuh dalam asam lemak penyusun minyak jarak pagar mengalami degradasi oleh suhu, sehingga bilangan iod pada biodiesel lebih rendah daripada minyak jarak pagar. Hasil analisis kadar air pada biodiesel menunjukkan nilai 0.1 %, nilai tersebut melebihi batas yang ditetapkan oleh SNI Biodiesel yaitu 0.05 %. Kadar air pada biodiesel menjadi lebih tinggi daripada minyak jarak. Hal ini disebabkan karena adanya proses esterifikasi yang menghasilkan air dan adanya sisa-sisa air bekas pencucian, sehingga kadar airnya menjadi naik. Kadar air yang tinggi dapat mengakibatkan kalor pembakaran menjadi rendah dan terjadinya reaksi hidrolisis selama penyimpanan. Bahkan jika terdapat sisa air garam dalam bahan bakar, akan menyebabkan mesin diesel aus yang akhirnya akan berakibat korosi mesin. Oleh karena itu setelah pencucian biodiesel hendaknya dilakukan penyaringan biodiesel

50 menggunakan Na 2 SO 4 untuk mengikat sisa air yang tertinggal pada biodiesel. 2. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Antioksidan 2.1. Bilangan Peroksida Bilangan peroksida dapat digunakan sebagai indikator kerusakan oksidatif yang terjadi pada minyak, lemak, atau bahan-bahan yang mengandung minyak. Semakin tinggi bilangan peroksida, menunjukkan bahwa minyak atau bahan yang mengandung minyak dan lemak memiliki ketahanan oksidatif yang semakin rendah, dan akan menyebabkan ketengikan maupun kenaikan bilangan asam. Gambar 19 menunjukkan adanya pengaruh jenis antioksidan pada konsentrasi 0.1% terhadap kenaikan bilangan peroksida. Pada awal sebelum penyimpanan, nilai bilangan peroksida biodiesel adalah 4.75, dan selama penyimpanan, bilangan peroksida terus mengalami kenaikan. Tingkat kenaikan bilangan peroksida pada biodiesel berbedabeda tergantung dari keefektifitasan masing-masing jenis antioksidan. Bilangan Asam (mg KOH/g sampel) TBHQ 0.1% BHT 0.1% FX 0.1% Kontrol Minggu Gambar 19. Grafik pengaruh jenis antioksidan terhadap peningkatan bilangan peroksida biodiesel selama penyimpanan

51 Berdasar Gambar 19, dapat dilihat bahwa biodiesel tanpa penambahan antioksidan (kontrol) mengalami kenaikan bilangan peroksida paling tinggi dibandingkan biodiesel dengan penambahan antioksidan secara umum. Hal ini menunjukkan bahwa proses oksidasi pada biodiesel tanpa penambahan antioksidan berlangsung dengan cepat dan tanpa hambatan, yaitu mulai terbentuknya radikal lipid akibat reaksi antara lipid dengan oksigen pada ikatan rangkapnya secara terusmenerus. Radikal lipid inilah yang akan membentuk radikal peroksida bila bereaksi dengan oksigen. Radikal peroksida yang terbentuk dapat menulari lipid yang belum rusak sehingga menghasilkan senyawa hidroperoksida serta dapat pula memecah diri membentuk radikal bebas. Oleh karena itu bilangan peroksida terus meningkat selama penyimpanan. Peningkatan bilangan peroksida biodiesel kontrol pada minggu pertama tidak terlalu tajam, namun mulai minggu kedua hingga minggu keempat bilangan peroksida naik dengan tajam. Dari hal tersebut nampak bahwa pada minggu kedua dan ketiga, proses oksidasi berlangsung pada tahap propagasi, dimana pembentukan peroksida berlangsug secara cepat. Pada minggu ketiga menuju minggu keempat bilangan peroksida masih terus naik namun peningkatan tidak setajam minggu kedua dan ketiga. Hal ini disebabkan karena peroksida yang terbentuk pada proses propagasi sudah mulai mengalami proses dekomposisi peroksida, dimana peroksida akan mulai diubah menjadi berbagai macam produk seperti aldehida, asam berantai pendek, keton, dan radikal bebas. Senyawa-senyawa hasil dekomposisi peroksida ini bersifat volatil sehingga akan mudah menguap. Senyawa inilah yang menimbulkan bau tidak sedap dan tengik pada biodiesel. Penambahan antioksidan pada biodiesel mampu menekan peningkatan bilangan peroksida sesuai dengan keefektifitasan masingmasing antioksidan maupun tingkat konsentrasi yang diberikan. Antioksidan yang paling efektif merupakan antioksidan yang mampu menahan oksidasi yang ditunjukkan dengan kenaikan bilangan

52 peroksida yang paling kecil. Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa antioksidan TBHQ memberikan efektifitas yang paling baik. Gambar 20. menunjukkan grafik hubungan antara penambahan jenis antioksidan dengan konsentrasi yang diberikan. Berdasar grafik tersebut, dapat dilihat bahwa ketiga jenis antioksidan tersebut menunjukkan trend yang hampir sama, dimana semakin tinggi konsentrasi antioksidan yang diberikan, maka nilai bilangan peroksidanya makin rendah. Selain itu diantara ketiga jenis antioksidan, TBHQ memiliki pengaruh yang paling baik dalam menghambat kenaikan bilangan peroksida. Bilangan Peroksida (mg O2/100 g) 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 0,03% 0,05% 0,07% 0,10% Konsentrasi TBHQ BHT Formula X Gambar 20. Grafik hubungan antara jenis dengan konsentrasi antioksidan terhadap bilangan peroksida pada minggu ke-empat

53 Bilangan Peroksida (mg O2/100 g) A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 Kontrol Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Kombinasi Perlakuan Keterangan : A1 : BHT B1 : 0.03% A2 : TBHQ B2 : 0.05% A3 : Formula X B3 : 0.07% B4 : 0.1% Gambar 21. Histogram perubahan bilangan peroksida biodiesel pada tiap kombinasi perlakuan selama penyimpanan Dari histogram perubahan bilangan peroksida diatas, dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan A2B4 (penambahan antioksidan TBHQ dengan konsentrasi 0.1%), memiliki bilangan peroksida yang terendah dari mulai minggu pertama hingga minggu ke empat. Hal ini berarti antioksidan TBHQ mampu menghambat oksidasi sehingga bilangan peroksida dapat ditekan sekecil mungkin. Penambahan antioksidan pada konsentrasi yang semakin meningkat, menunjukkan nilai bilangan peroksida yang semakin kecil. Reaksi penghambatan proses oksidasi oleh antioksidan TBHQ (golongan fenolik) berlangsung dengan cara menyumbangkan atom H pada radikal lipid. Kemampuan antioksidan dalam menghambat oksidasi disebabkan adanya gugus alkil pada posisi orto, meta, atau para yang dapat meningkatkan densitas elektron pada gugus hidroksil melelui efek induktif, sehingga akan menurunkan energi ikatan O-H, dan atom H akan mudah dilepaskan untuk didonorkan pada radikal lipid. Radikal lipid yang mendapat donor atom H tidak akan mudah bereaksi dengan

54 oksigen karena sudah stabil sehingga dapat mencegah terbentuknya peroksida. Antioksidan BHT, TBHQ dan Formula X merupakan sesama jenis antioksidan bergolongan fenolik, namun dalam penelitian ini antioksidan TBHQ memberikan hasil yang lebih baik terhadap biodiesel. Hal ini disebabkan karena masing-masing antioksidan memiliki keefektifitasan yang berbeda-beda. Keefektifitasan antioksidan dalam menghambat reaksi oksidasi dipengaruhi oleh kemampuan antioksidan tersebut mendonorkan atom hidrogen kepada radikal lipid, dimana kemampuan antioksidan dalam mendonorkan atom hidrogen dipengaruhi oleh susunan molekul antioksidan itu sendiri, baik dari jumlah dan posisi substituen penyusunnya, atau jumlah gugus hidroksilnya. Pada TBHQ dan BHT, sama-sama memiliki gugus t-butil sebagai substituen pada posisi ortonya. Dalam penelitian ini, jenis antioksidan yang memiliki kemampuan menghambat oksidasi paling baik adalah antioksidan TBHQ. Hal ini disebabkan karena antioksidan TBHQ memiliki 2 gugus hidroksil yang dapat disumbangkan kepada radikal bebas, sehingga dalam aplikasinya, penggunaan antioksidan TBHQ memiliki keefektifitasan yang lebih baik daripada BHT atau formula X. Antioksidan formula X juga merupakan antioksidan alami yang termasuk dalam golongan fenolik, jadi secara umum mekanisme kerja antioksidan formula X hampir sama dengan TBHQ atau BHT, yaitu dengan menyumbangkan atom H kepada radikal bebas. Diantara ketiga jenis antioksidan yang digunakan, antioksidan Formula X memiliki keefektiftasan yang paling rendah. Hal ini tidak berarti antioksidan Formula X tidak mampu menghambat reaksi oksidasi. Dibandingkan dengan kontrol biodiesel tanpa penambahan antioksidan, biodiesel dengan penambahan Formula X lebih baik, hanya saja kemungkinan konsentrasi yang ditambahkan kurang maksimal. Data analisis nilai bilangan peroksida pada biodiesel dengan penggunaan berbagai jenis dan konsentrasi antioksidan selama

55 penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisis sidik ragam pada taraf kepercayaan 95% yang dapat dilihat pada Lampiran 7 hingga Lampiran 10. menunjukkan bahwa faktor A (jenis antioksidan), dan faktor B (konsentrasi antioksidan), serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap bilangan peroksida pada minggu pertama hingga minggu keempat. Dari hasil uji lanjut Duncan, menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan A2B4 (Penambahan jenis antioksidan TBHQ dengan konsentrasi 0,1%) merupakan jenis antioksidan yang paling efektif menekan bilangan peroksida biodiesel. 2.2 Bilangan Asam Analisis terhadap bilangan asam pada biodiesel penting dilakukan karena walaupun pada awalnya bilangan asam pada biodiesel sudah rendah, namun masih ada kemungkinan terbentuk asam-asam rantai pendek akibat adanya proses oksidasi sebagai hasil dekomposisi senyawa peroksida dan hidroperosida. Dalam aplikasinya, akumulasi asam pada biodiesel dapat mengakibatkan suatu kondisi yang bisa merusak mesin. Oleh karena itu penambahan antioksidan ini dimaksudkan untuk mempertahankan kestabilan oksidasi dalam rangka mencegah pembentukan peroksida maupun senyawa hasil dekomposisi peroksida seperti asam rantai pendek, aldehida, dan keton. Hasil analisis bilangan asam dengan penggunaan berbagai jenis antioksidan pada konsentrasi yang berbeda-beda selama waktu penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada Gambar 22 menunjukkan perbandingan kenaikan bilangan asam pada biodiesel kontrol dan biodiesel dengan penambahan berbagai jenis antioksidan pada 0.1%.

56 Bilangan asam (mg KOH/g sampel) 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0, BHT 0.1% TBHQ 0.1% FX 0.1% Kontrol Minggu Gambar 22. Grafik pengaruh jenis antioksidan terhadap peningkatan bilangan asam biodiesel selama penyimpanan Biodiesel tanpa penambahan antioksidan (kontrol) mengalami kenaikan bilangan asam yang paling tinggi selama penyimpanan yaitu mencapai 3.6 mgkoh/g sampel. Hal ini menunjukkan bahwa proses dekomposisi peroksida dari hasil oksidasi berlangsung tanpa hambatan sehingga menghasilkan bilangan asam yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Dalam 4 minggu penyimpanan, diantara ketiga jenis antioksidan yang digunakan, antioksidan TBHQ dan BHT pada konsentrasi 0.1% memiliki nilai bilangan asam yang sama. Hal ini mungkin disebabkan karena proses dekomposisi hidroperoksida yang belum terjadi dengan sempurna pada biodiesel dengan penambahan antioksidan BHT, sehingga pembentukan asam rantai pendek sebagai hasil dekomposisi hidroperoksida belum sepenuhnya terbentuk. Formula X memiliki kemampuan paling rendah dalam menghambat kenaikan bilangan asam, namun jika dibandingkan dengan kontrol, pemakaian antioksidan Formula X lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa antioksidan Formula X memiliki potensi menghambat oksidasi walaupun belum seefektif TBHQ atau BHT. Pada Gambar 22 dapat dilihat bahwa secara keseluruhan, kenaikan bilangan asam biodiesel dari minggu pertama hingga minggu

57 keempat selama penyimpanan berlangsung cukup lambat. Hal ini diduga pada minggu-minggu tersebut proses oksidasi masih berlangsung dalam tahap propagasi, dimana pada tahap ini pembentukan bilangan peroksida berlangsung dengan cepat, hal ini ditunjukkan dari uji bilangan peroksida yang meningkat tajam pada minggu-minggu tersebut. Sedangkan tahapan dekomposisi peroksida dan terminasi belum berlangsung secara sempurna, sehingga asam lemak bebas yang dihasilkan masih kecil. Tahap dekomposisi peroksida berlangsung ketika hampir semua lipid telah diubah menjadi radikal lipid maupun peroksida, sehingga peroksida yang terbentuk tersebut akan mulai terdekomposisi menjadi berbagai macam produk seperti radikal bebas, aldehida, keton, dan asam-asam rantai pendek. Asam-asam rantai pendek yang terbentuk inilah jika terakumulasi akan menyebabkan peningkatan bilangan asam. Selain jenis antioksidan yang berpengaruh terhadap tingkat kenaikan bilangan asam, konsentrasi antioksidan juga berpengaruh terhadap kenaikan bilangan asam. Gambar 23, 24, 25 merupakan grafik yang menjelaskan kenaikan bilangan asam berdasarkan perbedaan konsentrasi antioksidan yang ditambahkan pada biodiesel dengan antioksidan TBHQ, BHT, dan Formula X. Bilangan asam (mg KOH/g sampel) 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0, Kontrol 0,03% 0,05% 0,07% 0,10% Minggu Gambar 23. Grafik pengaruh konsentrasi antioksidan terhadap kenaikan bilangan asam biodiesel + TBHQ

58 Bilangan asam (mgkoh/g sampel) 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0, Kontrol 0,03% 0,05% 0,07% 0,10% Minggu Gambar 24. Grafik pengaruh konsentrasi antioksidan terhadap kenaikan bilangan asam biodiesel + BHT Bilangan asam (mg KOH/g sampel) 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0, Kontrol 0,03% 0,05% 0,07% 0,10% Minggu Gambar 25. Grafik pengaruh konsentrasi antioksidan terhadap kenaikan bilangan asam biodiesel + Formula X Berdasarkan grafik tersebut, jenis konsentrasi antioksidan yang ditambahkan memiliki pengaruh terhadap kenaikan bilangan asam. Semakin tinggi konsentrasi yang ditambahkan, bilangan asam yang dihasilkan semakin menurun, namun menurut Gordon (1990), penambahan antioksidan dengan konsentrasi yang terlalu tinggi khususnya untuk antioksidan golongan penolik justru mengakibatkan terjadinya prooksidan atau lenyapnya kemampuan antioksidan. Pada penelitian ini, penambahan antioksidan pada konsentrasi 0.1% mampu menekan bilangan asam paling rendah, sedangkan penambahan

59 antioksidan pada konsentrasi 0.05 % dan 0.07 % menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dalam menghambat kenaikan bilangan asam. Pada penambahan konsentrasi 0.03 %, biodiesel mengalami kenaikan bilangan asam yang paling tinggi dibandingkan dengan penambahan pada konsentrasi lainnya. Nilai bilangan asam dari biodiesel yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 0.2 mg KOH /g sampel. Pada awal penyimpanan, nilai bilangan asam masih tetap yaitu 0.2 mg KOH/g sampel, dan selama penyimpanan 4 minggu, nilai bilangan asam menunjukkan kenaikan, walaupun berlangsung dengan lambat. Antioksidan yang dianggap efektif, akan mampu menahan peningkatan bilangan asam. Peningkatan bilangan asam pada tiap kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 26. Bilangan Asam (mg KOH/g sampel) 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 Kombinasi Perlakuan A2B3 A2B4 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 Kontrol Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Keterangan : A1 : BHT B1 : 0.03% A2 : TBHQ B2 : 0.05% A3 : Formula X B3 : 0.07% B4 : 0.1% Gambar 26. Histogram perubahan bilangan asam biodiesel pada tiap kombinasi perlakuan selama penyimpanan Dari hasil analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95% yang dapat dilihat pada Lampiran 13 dan14, menunjukkan bahwa faktor jenis dan konsentrasi antioksidan berpengaruh nyata pada minggu ketiga dan keempat. Pada awal-awal minggu pertama dan minggu kedua, jenis

60 dan konsentrasi antioksidan yang diberikan belum berpengaruh nyata terhadap bilangan asam biodiesel. Dari hasil uji lanjut Duncan, menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan A2B4 (penambahan antioksidan TBHQ dengan konsentrasi 0,1%) memberikan pengaruh yang sama dengan A1B4 yaitu penambahan BHT pada 0.1% dalam menghambat kenaikan bilangan asam selama penyimpanan. Menurut Perkins (1967), peningkatan bilangan asam dalam minyak juga disebabkan karena terbentuknya asam lemak bebas selama oksidasi sebagai produk pecahan oksidasi ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh. Pengaruh penambahan antioksidan dalam menghambat kenaikan bilangan asam, berawal dari penghambatan pembentukan peroksida melalui donor atom H sehingga radikal lipid yang terbentuk menjadi lebih stabil Viskositas Viskositas kinematik merupakan pengukuran aliran fluida yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Viskositas dari minyak-minyakan dinyatakan oleh jumlah detik dimana harga itu menyatakan suatu volume tertentu dari minyak untuk mengalir melalui suatu lubang dari suatu diameter kecil tertentu. Lebih kecil jumlah detik berarti lebih rendah viskositasnya (Maleev, 1954). Kecepatan alir bahan bakar melalui injektor akan berpengaruh terhadap derajad atomisasi bahan bakar di dalam ruang bakar. Selain itu, viskositas bahan bakar juga berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan bahan bakar tersebut bercampur dengan udara. Dengan demikian, viskositas bahan bakar yang tinggi, seperti yang terdapat pada SVO (minyak nabati), tidak diharapkan pada bahan bakar mesin diesel. Viskositas awal dari biodiesel yang dihasilkan dari penelitian ini adalah 4,63 cst. Nilai viskositas ini masih termasuk dalam standar yang ditentukan (ASTM) yaitu cst.

61 Menurut Barger et al. (1963), bahan bakar diesel sebaiknya memiliki viskositas yang tidak begitu rendah dan tidak begitu tinggi, sebab jika viskositasnya terlalu rendah akan banyak terjadi perawatan dan reparasi terhadap saluran injeksi, sedangkan jika viskositasnya terlalu tinggi maka akan menyulitkan pompa bahan bakar dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran bahan bakar yang rendah akan menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik. Buruknya atomisasi berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin, dan emisi gas buang. Hasil analisis viskositas pada biodiesel dengan penggunaan berbagai jenis dan konsentrasi antioksidan selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 6. Gambar 27 menunjukkan adanya pengaruh waktu terhadap kenaikan viskositas biodiesel. Biodiesel kontrol mengalami kenaikan viskositas paling besar yaitu mencapai 5.12 cst, sedangkan pada biodiesel dengan penambahan antioksidan, viskositasnya lebih rendah namun dari ketiga jenis antioksidan yang ditambahkan, nilai viskositas yang dihasilkan tidak jauh berbeda. Viskositas (cst) 5,3 5,2 5,1 5 4,9 4,8 4,7 4,6 4,5 4,4 4, Minggu BHT 0.1% TBHQ 0.1% FX 0.1% Kontrol Gambar 27. Grafik pengaruh waktu terhadap kenaikan viskositas biodiesel pada berbagai jenis antioksidan

62 Selama penyimpanan, biodiesel tanpa penambahan antioksidan menunjukkan peningkatan viskositas yang paling tinggi dibandingkan dengan biodiesel yang ditambah dengan antioksidan. Peningkatan viskositas ini menunjukkan adanya indikasi kerusakan biodiesel yang disebabkan adanya oksidasi dan polimerisasi hasil degradasi senyawa peroksida, walaupun kemungkinan polimerisasi hasil degradasi senyawa peroksida juga belum berlangsung secara sempurna, sehingga peningkatannya belum terlalu tajam. Adanya reaksi oksidasi, dapat menyebabkan terjadinya degradasi pada senyawa metil ester. Oksidasi yang terus-menerus dapat menyebabkan polimerisasi yang menghasilkan senyawa berbobot molekul tinggi. Senyawa-senyawa polimer tersebut selain akan meningkatkan bobot jenis, juga akan meningkatkan viskositas biodiesel. Perubahan viskositas pada tiap kombinasi perlakuan selama penyimpanan disajikan dalam bentuk histogram yang dapat dilihat pada Gambar 28. 5,3 5,2 5,1 5 4,9 4,8 4,7 4,6 4,5 4,4 4,3 A1B1 A1B2 A1B3 A1B4 A2B1 A2B2 A2B3 A2B4 A3B1 A3B2 A3B3 A3B4 Viskositas (cst) Kontrol Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Kombinasi Keterangan : A1 : BHT B1 : 0.03% A2 : TBHQ B2 : 0.05% A3 : Formula X B3 : 0.07% B4 : 0.1% Gambar 28. Histogram perubahan viskositas biodiesel pada tiap kombinasi perlakuan selama penyimpanan

63 Hasil analisis keragaman pada tingkat kepercayaan 95 % yang dapat dilihat pada Lampiran 15 menunjukkan bahwa jenis dan konsentrasi antioksidan pada minggu ketiga dan keempat berpengaruh nyata terhadap viskositas, namun pada minggu pertama dan kedua, belum berpengaruh nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pada minggu ketiga dan keempat, proses polimerisasi sudah mulai terjadi walaupun belum sempurna, dan penambahan antioksidan cukup berperan dalam menghambat kenaikan viskositas. Secara umum, kenaikan viskositas biodiesel berlangsung cukup lambat dari minggu ke minggu. Pada awal penyimpanan, viskositas biodiesel adalah sekitar 4,6 cst, namun setelah mengalami penyimpanan, viskositas biodiesel terus bertambah walaupun peningkatannya tidak terlalu tajam. Gambar 29 merupakan grafik yang menjelaskan hubungan antara jenis dengan konsentrasi antioksidan terhadap viskositas biodiesel. 5,00 4,95 Viskositas (cst) 4,90 4,85 4,80 4,75 4,70 4,65 4,60 0,03% 0,05% 0,07% 0,10% Konsentrasi TBHQ BHT Formula X Gambar 29. Grafik hubungan antara jenis dengan konsentrasi antioksidan terhadap viskositas biodiesel pada minggu ke-empat Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa penambahan antioksidan pada konsentrasi 0.1% dapat menghambat viskositas biodiesel pada nilai paling rendah. Namun hal ini terjadi pada minggu ketiga dan keempat saja. Penambahan konsentrasi yang semakin tinggi menunjukkan nilai viskositas yang semakin rendah. Sedangkan dari ketiga jenis antioksidan yang ditambahkan, antioksidan TBHQ memiliki efektivitas yang baik.

64 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembuatan biodiesel melalui proses esterifikasi-transesterifikasi dapat menurunkan bilangan asam dari 12 mg KOH/g sampel hingga menjadi 0,2 mg KOH/g sampel. Dari hasil uji karakteristik sifat fisiko kimia, sebagian besar parameter biodiesel yang dihasilkan dalam penelitian ini memenuhi standar (SNI Biodiesel-2006). Untuk bilangan asam (0,2 mg KOH/g sampel), densitas (0.867g/ml), viskositas kinematik 25 o C (4.63 cst), bilangan iod (84.85 g I 2 /100 gram), bilangan penyabunan ( mg KOH/g) masih memenuhi standar namun untuk kadar air (0.12%) belum memenuhi standar. Dari hasil analisis keragaman, didapatkan bahwa jenis dan konsentrasi antioksidan berpengaruh nyata terhadap bilangan peroksida dan bilangan asam. namun tidak terhadap viskositas. Walaupun begitu, nilai viskositas biodiesel dengan penambahan antioksidan lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol. Biodiesel tanpa penambahan antioksidan mengalami kenaikan bilangan peroksida, bilangan asam, dan viskositas yang paling tinggi bila dibandingkan dengan biodiesel dengan penambahan antioksidan. Kombinasi perlakuan yang memiliki efektifitas paling baik selama penyimpanan adalah biodiesel dengan penambahan antioksidan TBHQ pada konsentrasi 0,1% (A2B4). Biodiesel dengan perlakuan A2B4 memiliki bilangan peroksida 17,10 mg O 2 /100 g, bilangan asam 0,26 mg KOH/g sampel, dan viskositas 4,72 cst. Pada kontrol, bilangan peroksidanya sebesar 68,82 mg O 2 /100 g, bilangan asam 0.36 mg KOH/g sampel, dan viskositas kinematik sebesar 5.14 cst. Dari hasil tersebut, menunjukkan bahwa reaksi oksidasi pada biodiesel kontrol berlangsung lebih cepat daripada biodiesel dengan penambahan antioksidan, dengan penambahan antioksidan, kenaikan bilangan peroksida dan bilangan asam dapat dihambat. Antioksidan TBHQ memiliki keefektifitasan yang paling baik dibandingkan BHT atau Formula X, karena pada TBHQ memiliki kemampuan mendonorkan 2 atom hidrogen pada radikal bebas dan memiliki kemampuan

65 beresonansi yang lebih baik daripada keduanya, sehingga TBHQ paling efektif menghambat reaksi oksidasi pada biodiesel. Antioksidan Formula X memiliki potensi sebagai antioksidan, karena memberikan pengaruh yang lebih baik jika dibandingkan dengan biodiesel tanpa penambahan antioksidan. Namun bila dibandingkan dengan antioksidan sintesisis seperti BHT dan TBHQ, ternyata keefektifitasannya masih lebih rendah. B. SARAN Pemberian konsentrasi antioksidan hendaknya diperhatikan jangan sampai konsentrasinya terlalu tinggi, karena justru akan menjadi prooksidan. Jika biodiesel akan disimpan pada wadah logam, dapat ditambahkan antioksidan sinergis yaitu campuran antioksidan primer (BHT, TBHQ) dengan pengkelat logam seperti asam sitrat untuk mengikat ion logam agar menghambat laju oksidasi yang disebabkan adanya logam. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap antioksidan Formula X, karena memiliki potensi sebagai antioksidan, seperti komposisi aktif yang berperan sebagai antioksidan, pemakaian konsentrasi yang tepat, dan aplikasinya.

66 DAFTAR PUSTAKA Ambarita, M. T. D Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas Untuk Produksi Metil Ester. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anonim Cara Uji Minyak dan Lemak. SNI Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Anonim Biodiesel. SNI Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Buck, D.F Antioxidants. Didalam: J. Smith, editor. Food Additive User s Handbook. Blackie Academic & Professional, Glasgow- UK. Canakci, M. dan J. V. Gerpen Biodiesel production from oils and fats with high free fatty acids. American Society of Agricultural Engineers 44(6): Coppen, P.P The Use of Antioxidants. Di dalam Allen, J. C. dan R. J. Hamilton (eds.). Rancidity in Foods. Applied Science Publisher, London. Darnoko, D., T. Herawan dan P. Guritno Teknologi produksi biodiesel dan prospek pengembangannya di Indonesia. Warta PPKS 9 (1): Foglia, T.A, L.A. Nelson and W.N. Marmer, G.H. Knothe, R.O. Dunn and M.O. Bagby Improving the Properties of Vegetable Oils and Foods for Use as Biodiesel. Illnols, USA. Foild, N., G. Foild, M. Sanchez, M. Mittelbach dan S. Hackel Jatropha curcas L. as a source for the production of biofuel in Nicaragua. Bioresource Technology 58: Gordon, M.H The mechanism of antioxidants action in vitro. Di dalam B.J.F. Hudson, editor. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London. Gubitz, G.M., M. Mittelbach dan M. Trabi Exploitation of the tropical oil seed plant Jatropha curcas L. Bioresource Tech. 67: Haas, W. dan M. Mittelbach Detoxification experiments with the seed oil from Jatropha curcas L. Industrial Crops and Products 12: Hambali, E., A. Suryani, Dadang, Hariyadi, H. Hanafie, I. K. Reksowardojo, M. Rivai, M. Ihsanur, P. Suryadarma, S. Tjitrosemito, T. H. Soerawidjaja,

67 T. Prawitasari, T. Prakoso, W. Purnomo Jarak Pagar, Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya, Jakarta. Hamilton, R. J The Chemistry of Rancidity in Foods. Di dalam Allen, J. C. dan R. J. Hamilton (eds.). Rancidity in Foods. Hal Applied Science Publisher, London. Heyne, K Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid ke-2. Jakarta : Yayasan Sana Wana Jaya. Ingold, K.U Metal Catalysis. Halaman Di dalam H.W. Schultz, E. A. Day dan R.O.Sinnhuber, ed. Symposium on Foods: Lipid and Their Oxidation. The AVI Publishing Co, Inc, Wesport, Connecticut. Jaya, I Optimasi Sintesis Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Melalui Proses Esterifikasi-Transesterifikasi. Skripsi. FMIPA IPB, Bogor. Ketaren, S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Balai Pustaka, Jakarta. Kikugawa, K. A. Kunugi, T. Kurechi Chemistry and implications of degradation of phenolic antioxidants. Di dalam B.J.F. Hudson, editor. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London. Knothe, G Analyzing Biodiesel : Standards and other methods. Journal American Oil Chemical Society. 83 (10) : Kochhar, S.P., A. Kunugi dan T. Kurechi Detection, estimation and evaluation of antioxidants in food systems. Di dalam B.J.F. Hudson, editor. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London. Matz, S. A Snack Food Technology. The AVI Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut. Ozgul, S dan S. Turkay Variables affacting the yields of methyl ester derived from in situ esterification of rice bran oil. J Am oil Chem Soc 79 : Padua, L.S, Bunjaprahatsara N., Lemmens R.H.M.J., editor Plant Resources of South-East Asia. Medicinal and Poisonus Plants. Bogor ; Prosea. Perkins, E.G Formation and Non Volatile Decomposition on Products in Heated Fats an Oils. Food Technol. 21 (4) : 125.

68 Rizvi, S.Q.A. (ed) Lubricant Additives an Their Function. Di dalam ASM Handbook Friction.Lubrication and Wear Technology. Jld.18. ASM Internasional. Schultz, H.W Symposium on Food : Lipids and Their Oxidation. The AVI Publ. Co. Inc., Westport, Connecticut. Sherwin, E. R Antioxidants for vegetables oils. J. Am. Oil Chem. Soc. 53 : 430. Sonntag, N Fat Splitting, Esterification, and Interesterification. Di dalam Bailey s Industrial Oil and Fat Products. 4 th Ed. Vol. II. John Wiley and Sons, New York. Stuckey, B.N Antioxidants as Foods Stabilizers. Di dalam Furia, T.E., editor. Handbook of Food Additives. Ed. ke-2. CRC Press, Cleveland- Ohio. Sudradjat, H. R Memproduksi Biodiesel Jarak Pagar. Penebar Swadaya, Jakarta. Swern, D. Editor Bailey s Industrial Oil and Fat Product. Ed ke-4. Volume ke-2. New York : John Wiley & Sons. Syah, A. N. A Biodiesel Jarak Pagar: Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan. AgroMedia Pustaka, Jakarta. www. chemistry.about.com,23 April April 2007

69 LAMPIRAN

70 Lampiran 1. Gambar Bahan-Bahan yang Digunakan dalam Penelitian Jenis Antioksidan yang ditambahkan A. Minyak Jarak Pagar B. Biodiesel C. Gliserol (hasil samping)

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F34103057 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI ) LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian

Lebih terperinci

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Institut Pertanian Bogor (IPB) Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak (Jatropha curcas) Melalui Transesterifikasi In Situ Dr.Ir. Ika Amalia Kartika, MT Dr.Ir. Sri Yuliani, MT Dr.Ir. Danu Ariono

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Goreng Curah Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggorengan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIDIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. JARAK PAGAR Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas L. (Linnaeus). Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah yang kemudian menyebar ke daerah tropis. Tanaman ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT KALOR BIODIESEL DARI HASIL ESTERIFIKASI DENGAN KATALIS PdCl 2 DAN TRANSESTERIFIKASI DENGAN KATALIS KOH MINYAK BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum Inophyllum) Oleh : Muhibbuddin Abbas 1407100046 Pembimbing I: Ir.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat Peralatan yang digunakan untuk memproduksi MESA adalah Single Tube Falling Film Reactor (STFR). Gambar STFR dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk menganalisis tegangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui transesterifikasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Dipresentasikan oleh : 1. Jaharani (2310100061) 2. Nasichah (2310100120) Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN y BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini, adalah : heksana (Ceih), aquades, Katalis Abu Tandan Sawit (K2CO3) pijar, CH3OH, Na2S203, KMn04/H20,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) CPO merupakan produk sampingan dari proses penggilingan kelapa sawit dan dianggap sebagai minyak kelas rendah dengan asam lemak bebas (FFA) yang tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Pohon kelapa sawit merupakan tanaman tropis yang berasal dari Afrika Barat. Kelapa sawit memiliki Penggunaan sebagai makanan dan obatobatan. Minyak sawit

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran bilangan peroksida sampel minyak kelapa sawit dan minyak kelapa yang telah dipanaskan dalam oven dan diukur pada selang waktu tertentu sampai 96 jam

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia dan merupakan kunci utama diberbagai sektor. Semakin hari kebutuhan akan energi mengalami kenaikan seiring dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan manusia akan bahan bakar semakin meningkat. Namun, peningkatan kebutuhan akan bahan bakar tersebut kurang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.9 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar mesin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA 9 PENDAHULUAN Departemen Energi Amerika Serikat dalam International Energy utlook 2005 memperkirakan konsumsi energi dunia akan meningkat sebanyak 57% dari tahun 2002 hingga 2025. Di lain pihak, persediaan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO Dosen Pembimbing : Dr. Lailatul Qadariyah, ST. MT. Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA. Safetyllah Jatranti 2310100001 Fatih Ridho

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar varietas Lampung IP3 yang diperoleh dari kebun induk jarak pagar BALITRI Pakuwon, Sukabumi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Bahan Baku, Pengepressan Biji Karet dan Biji Jarak Pagar, dan Pemurnian Minyak Biji karet dan biji jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku dikeringanginkan selama 7

Lebih terperinci

1/14/2014 ANTIOKSIDAN PENGGOLONGAN ANTIOKSIDAN

1/14/2014 ANTIOKSIDAN PENGGOLONGAN ANTIOKSIDAN ANTIOKSIDAN PENGGOLONGAN ANTIOKSIDAN Yaitu bahan yang dapat menghambat atau mencegah kerusakan lemak atau bahan pangan berlemak akibat proses oksidasi Pertama kali digunakan pada karet, gasoline, plastik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] Disusun oleh: Lia Priscilla Dr. Tirto Prakoso Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS II. 1 Tinjauan Pustaka II.1.1 Biodiesel dan green diesel Biodiesel dan green diesel merupakan bahan bakar untuk mesin diesel yang diperoleh dari minyak nabati

Lebih terperinci

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP Eka Kurniasih Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan km. 280 Buketrata Lhokseumawe Email: echakurniasih@yahoo.com

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN : PENGARUH PENAMBAHAN KATALIS KALIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU PADA PROSES TRANSESTERIFIKASI BIODIESEL MINYAK BIJI KAPUK Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari, Hetty Nur Handayani Jurusan Teknik Kimia, Institut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Bahan Baku Sebelum digunakan sebagai bahan baku pembuatan cocodiesel, minyak kelapa terlebih dahulu dianalisa. Adapun hasil analisa beberapa karakteristik minyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Biodiesel ICS 75.160 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 2 4 Syarat mutu...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Minyak Nabati Minyak dan lemak adalah triester dari gliserol, yang dinamakan trigliserida. Minyak dan lemak sering dijumpai pada minyak nabati dan lemak hewan. Minyak umumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian Bab III Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas transesterifikasi in situ pada ampas kelapa. Penelitian dilakukan 2 tahap terdiri dari penelitian pendahuluan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Kualitas minyak mentah dunia semakin mengalami penurunan. Penurunan kualitas minyak mentah ditandai dengan peningkatan densitas, kadar

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai 1 Agustus 2009 sampai dengan 18 Januari 2010 di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) LPPM IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian Metode yang akan digunakan untuk pembuatan monogliserida dalam penelitian ini adalah rute gliserolisis trigliserida. Sebagai sumber literatur utama mengacu kepada metoda konvensional

Lebih terperinci

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011 79 Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi Wara Dyah Pita Rengga & Wenny Istiani Program Studi Teknik

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU L1.1 KOMPOSISI TRIGLISERIDA BAHAN BAKU MINYAK SAWIT MENTAH CPO HASIL ANALISA GC-MS Tabel L1.1 Komposisi Trigliserida CPO Komponen Penyusun Komposisi Berat Mol %Mol %Mol x (%)

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang (Soerawidjaja,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman yang telah dikenal masyarakat Indonesia sejak zaman pendudukan Jepang yaitu sekitar tahun 1942. Jarak

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR Galih Prasiwanto 1), Yudi Armansyah 2) 1. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES KARYA TULIS ILMIAH Disusun Oleh: Achmad Hambali NIM: 12 644 024 JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN Harimbi Setyawati, Sanny Andjar Sari,Nani Wahyuni Dosen Tetap Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml) LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi Berat Mikroalga Kering (gr) Volume Pelarut n-heksana Berat minyak (gr) Rendemen (%) 1. 7821 3912 2. 8029 4023 20 120 3. 8431

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan yang pokok dalam suatu proses. Sumber energi yang paling mudah didapat berasal dari bahan bakar minyak (BBM) atau yang sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biji Jarak Pagar Jarak pagar (Jatropha Curcas Linn) yang dalam Bahasa Inggris disebut Physic Nut merupakan jenis tanaman semak atau pohon yang tahan terhadap kekeringan sehingga

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SBRC LPPM IPB dan Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA IPB mulai bulan September 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan bakar fosil telah banyak dilontarkan sebagai pemicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM

Lebih terperinci

KEMIRI SUNAN. (Aleurites trisperma BLANCO) Kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) atau kemiri China atau jarak Bandung (Sumedang)

KEMIRI SUNAN. (Aleurites trisperma BLANCO) Kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) atau kemiri China atau jarak Bandung (Sumedang) KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma BLANCO) Kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) atau kemiri China atau jarak Bandung (Sumedang) atau kaliki (Banten), merupakan salah satu jenis tanaman yang berpotensi

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini dibagi dalam dua tahap, yaitu penyiapan aditif dan analisa sifat-sifat fisik biodiesel tanpa dan dengan penambahan aditif. IV.1 Penyiapan

Lebih terperinci

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT. SKRIPSI/TUGAS AKHIR APLIKASI BAHAN BAKAR BIODIESEL M20 DARI MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS 0,25% NaOH PADA MOTOR DIESEL S-111O Nama : Rifana NPM : 21407013 Jurusan Pembimbing : Teknik Mesin : Dr. Rr. Sri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin berkurang. Keadaan ini bisa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel adalah suatu energi alternatif yang telah dikembangkan secara luas untuk mengurangi ketergantungan kepada BBM. Biodiesel merupakan bahan bakar berupa metil

Lebih terperinci

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini

Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud, DEA Ir. Rr. Pantjawarni Prihatini PEMBUATAN TRANSFORMER OIL DARI MINYAK NABATI MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI DAN PENAMBAHAN ADITIF Akh. Mokh. Hendra C. M. (2306100011) Much. Arif Amrullah (2306100081) Dibimbing Oleh: Prof. Dr. Ir. Mahfud,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan BBM mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan bahan bakar ini untuk kegiatan transportasi, aktivitas industri, PLTD, aktivitas

Lebih terperinci

Biodiesel Dari Minyak Nabati

Biodiesel Dari Minyak Nabati Biodiesel Dari Minyak Nabati Minyak dan Lemak Minyak dan lemak merupakan campuran dari ester-ester asam lemak dengan gliserol yang membentuk gliserol, dan ester-ester tersebut dinamakan trigliserida. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketertarikan dunia industri terhadap bahan baku proses yang bersifat biobased mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pesat ini merujuk kepada karakteristik bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan Kimia Dan Peralatan. 3.1.1. Bahan Kimia. Minyak goreng bekas ini di dapatkan dari minyak hasil penggorengan rumah tangga (MGB 1), bekas warung tenda (MGB 2), dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci