UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL - 31 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RATNA SARI DEWI, S.Si ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL - 31 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker RATNA SARI DEWI, S.Si ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii

3 iii

4 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Pendidikan Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah dilaksanakan pada tanggal 1 April 31 Mei 2013, serta dapat menyelesaikan laporan tugas umum ini dengan tepat waktu. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi ; 2. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi, pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi dan selama melaksanakan PKPA; 3. Ibu Dra. Kurniasih, M.Pharm., Apt. selaku pembimbing di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA. 4. Ibu Dra. Retnosari Andrajati, M.S., Ph.D., Apt selaku pembimbing di yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penulisan laporan ini. 5. Ibu Dra. Yulia Trisna, M.Pharm., Apt. selaku kepala Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk dapat menggali ilmu sebanyak-banyaknya selama PKPA. 6. Seluruh apoteker dan staf di Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas waktu, pengarahan, dan bimbingannya selama penulis menjalani PKPA. 7. Seluruh staf pengajar dan bagian Tata Usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi, atas ilmu, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini; 8. Keluarga dan orang-orang terdekat penulis yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan doa; iv

5 9. Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 76 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas kerja sama, dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah terjalin selama menempuh pendidikan di program profesi apoteker; dan 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan di dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk menerima saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki penulisan laporan penulis ke depannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik bagi diri penulis maupun pihak lain yang terlibat dan membaca laporan ini. Penulis 2013 v

6

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Rumah Sakit Tenaga Kesehatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit BAB 3 TINJAUAN KHUSUS Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Rumah Sakit Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo BAB 4 PEMBAHASAN Gudang Perbekalan Farmasi Pusat Satelit Farmasi Pusat Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Satelit Intensive Care Unit (ICU) Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) Satelit Kirana Sub Instalasi Produksi BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN vi

8 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Pembagian Ruang Rawat Gedung A Tabel 4.2 Jumlah Sumber Daya Manusia Satelit Farmasi Gedung A vii

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Lampiran 3. Struktur Organisasi Sub Instalasi Produksi Lampiran 4. Contoh Etiket Lampiran 5. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose Lampiran 6. Contoh Blanko Kartu Stok Lampiran 7. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang Lampiran 8. Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap Lampiran 9. Formulir Medication History Taking Pasien viii

10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui suatu upaya kesehatan, yang merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi (menyeluruh) dan berkesinambungan dalam bentuk pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), pengobatan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat, sesuai dengan Undang- Undang Republik Indonesia (RI) No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan. Salah satu dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah fasilitas pelayanan kefarmasian. Menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan social ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Salah satu pelayanan penunjang medis di rumah sakit adalah pelayanan kefarmasian, yang mencakup pelayanaan klinis dan managemen, mulai dari pengelolaan perbekalan farmasi dampai pemantauan obat pada pasien. Apoteker di rumah sakit merupakan satu pelaksana pelayanan kefarmasian yang memegang peranan penting. Apoteker harus memilki kompetensi untuk menjadi seorang pemimpin dan tenaga fungsional dalam menjalankan pelayanan kefarmasian tersebut (Departemen Kesehatan RI, 2004). Apabila apoteker melakukan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan standar yang berlaku, maka pelayanan kesehatan dapat terlaksana dengan baik. Apoteker di rumah sakit memiliki peran dalam manajemen pengelolaan perbekalan farmasi dan farmasi klinis. Dalam menjalankan peran tersebut, apoteker tidak hanya memerlukan ilmu pengetahuan farmasi namun juga keterampilan dan kemampuan komunikasi yang baik. Oleh karena itu Fakultas 1

11 2 Farmasi menyelenggarakan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi calon apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang berlangsung selama dua bulan, dimulai dari tanggal 1 April hingga 31 Mei Pelakasanaan praktek kerja profesi ini diharapkan dapat memberikan ilmu dan pengalaman kepada mahasiswa apoteker Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia sebagai calon apoteker sehingga dapat mengaplikasikannya di dunia kerja. 1.2 Tujuan Tujuan pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah untuk memahami peran apoteker dalam fungsi klinis dan fungsi managerial di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

12 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Rumah Sakit Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga dapat didefinisikan sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Menurut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis, 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan 4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan Klasifikasi Rumah Sakit Suatu sistem klasifikasi rumah sakit diperlukan untuk memberi kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan, 3

13 4 pemilik serta evaluasi golongan rumah sakit. Rumah sakit dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan berdasarkan jenis pelayanan, kepemilikan, dan rumah sakit pendidikan, berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Pelayanan Menurut UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit dapat digolongkan menjadi: 1. Rumah sakit umum Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit umum digolongkan menjadi: a. Rumah sakit umum kelas A Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, lima pelayanan spesialis penunjang medik, duabelas pelayanan medik spesialis lain, dan tigabelas pelayanan medik subspesialis. b. Rumah sakit umum kelas B Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, empat pelayanan spesialis penunjang medik, delapan pelayanan medik spesialis lainnya, dan dua pelayanan medik subspesialis dasar. c. Rumah sakit umum kelas C Rumah sakit umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar dan empat pelayanan spesialis penunjang medik. d. Rumah sakit umum kelas D Rumah sakit umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit dua pelayanan medik spesialis dasar. 2. Rumah sakit khusus Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,

14 5 golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit khusus digolongkan menjadi: a. Rumah Sakit khusus kelas A b. Rumah Sakit khusus kelas B c. Rumah Sakit khusus kelas C Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Pengelola Menurut UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, berdasarkan pengelolanya, rumah sakit dapat digolongkan menjadi : 1. Rumah sakit publik Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Rumah sakit privat Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Persero Terbatas atau Persero Rumah Sakit Pendidikan Berdasarkan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya Struktur Organisasi Rumah Sakit Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Menurut UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal,

15 6 serta administrasi umum dan keuangan. Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit Indikator Pelayanan Rumah Sakit Indikator berguna untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit, antara lain : 1. Bed Occupancy Ratio (BOR): persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. 2. Length of Stay (LOS): rata-rata lama rawat pasien. 3. Bed Turn Over (BTO): frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. 4. Turn Over Interval (TOI): rata-rata hari di mana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. 2.2 Tenaga Kesehatan Menurut UU No.36 tahun 2009, tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan juga harus memiliki kualifikasi minimum, memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi profesi masing-masing. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari: 1. Tenaga medis yang meliputi dokter dan dokter gigi; 2. Tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan; 3. Tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten apoteker;

16 7 4. Tenaga kesehatan masyarakat yang meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan, dan sanitarian; 5. Tenaga gizi yang meliputi nutrisionis dan dietisian; 6. Tenaga keterapian medik yang meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapi wicara; dan 7. Tenaga keteknisian teknis yang meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik prostetik, teknisi transfusi darah, dan perekam medis. 2.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit Definisi IFRS Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan, dan pemeliharaan sarana rumah sakit. Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang dilakukan rumah sakit. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, 2004) Tujuan IFRS Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, tujuan pelayanan farmasi ialah: 1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia; 2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi; 3. Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai obat; 4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku;

17 8 5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan evaluasi pelayanan; 6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan evaluasi pelayanan; serta 7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda Tugas dan Tanggung Jawab IFRS Tugas utama IFRS adalah pengelolaan yang mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita hingga pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan oleh pasien rawat inap, rawat jalan, maupun semua unit di rumah sakit. Oleh karena itu, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dengan biaya minimal. IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik (Siregar, 2004) Ruang Lingkup Fungsi IFRS IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi klinik dan non-klinik. Fungsi non-klinik meliputi perencanaan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pengendalian, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi, dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar (Siregar, 2004). Ruang lingkup farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam program rumah sakit yaitu pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit perawatan kritis, penelitian, pengendalian infeksi rumah sakit, sentra informasi obat, pemantauan reaksi obat merugikan (ROM), sistem pemantauan kesalahan obat, buletin terapi obat, program edukasi in-service bagi Apoteker, dokter, dan perawat, serta investigasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah,

18 9 ronde/visite pasien, pengkajian resep, dan penggunaan obat (Siregar, 2004 dan Menteri Keseharan RI, 2004) Struktur organisasi IFRS Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004, pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan, dan bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi pelayanan kefarmasian. Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi, dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, serta harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat puncak, tingkat menengah, dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan, penerapan, dan peningkatan efektifitas fungsi dari sistem mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah sebagian besar merupakan kepala bagian/unit fungsional yang bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan berbagai kegiatan pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan terdiri atas personil pengawas yang secara langsung memantau dan mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Setiap personil IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka, dampaknya pada pelayanan, dan bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk dan pelayanan (Siregar, 2004). 2.4 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Definisi PFT Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan Apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya (Menteri Kesehatan RI, 2004).

19 Fungsi PFT Berikut adalah beberapa fungsi PFT sesuai yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, yaitu: 1. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok, dan produk obat yang sama; 2. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis; 3. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus; 4. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional; 5. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional; 6. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat; dan 7. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat Struktur Organisasi PFT Susunan organisasi PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat (Menteri Kesehatan RI, 2004). 1. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, Apoteker, dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter

20 11 bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada; 2. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua berasal dari bidang Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau Apoteker yang ditunjuk; 3. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT; 4. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat; dan 5. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat Tugas Apoteker dalam PFT Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, tugas apoteker dalam PFT yautu: 1. Menjadi salah seorang anggota panitia (wakil ketua/sekretaris); 2. Menetapkan jadwal pertemuan; 3. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan; 4. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan dalam pertemuan; 5. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada pimpinan rumah sakit; 6. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh pihak yang terkait; 7. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan. 8. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan antibiotika, dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain; 9. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan PFT;

21 Melaksanakan pendidikan dan pelatihan; 11. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat; dan 12. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat pada pihak terkait. 2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi (Departemen Kesehatan RI, 2008). Fungsi dari pengelolaan perbekalan farmasi adalah (Menteri Kesehatan RI, 2004) : a. Memilih perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan pelayanan rumah sakit. b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal. c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku. f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian. g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit Perencanaan Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasidi rumah sakit. Tujuan perencanaan perbekalan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahapan perencanaan kebutuhan farmasi meliputi (Departemen Kesehatan RI, 2008) :

22 13 1. Pemilihan Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di rumah sakit. Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) sesuai dengan kelas masing-masing rumah sakit, Formularium RS, Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). 2. Kompilasi Penggunaan Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan selama setahun dan sebagai pembanding bagi stok optimum. 3. Perhitungan Kebutuhan Perhitungan kebutuhan obat dilakukan untuk menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan obat. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, antara lain (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Metode Konsumsi Metode konsumsi biasanya menggunakan data konsumsi obat individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan data konsumsi tahun sebelumnya. Dasarnya adalah data riil konsumsi obat per periode yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. b. Metode Morbiditas Metode morbiditas menggunakan data jumlah pasien pengguna fasilitas kesehatan yang ada dan tingkat morbiditas (frekuensi masalah kesehatan yang umum) untuk membuat rencana kesehatan obat yang dibutuhkan. Dasarnya adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan. Metode morbiditas membutuhkan sebuah daftar tentang masalah kesehatan umum, sebuah daftar obat-obatan yang penting mencakup terapi untuk masalahmasalah tersebut dan satu set pengobatan standar untuk tujuan perhitungan (berdasarkan pada praktek rata-rata atau pedoman pengobatan).

23 14 c. Metode kombinasi Pada kasus tertentu digunakan metode morbiditas/epidemiologi, selain itu dihitung dengan menggunakan metode konsumsi. Misalnya metode morbiditas digunakan untuk meghitung obat-obat yang digunakan untuk kasus demam berdarah berdasarkan angka prevalensinya, sisanya dihitung dengan menggunakan metode konsumsi. 4. Evaluasi Perencanaan Berdasarkan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun yang akan datang, diperoleh jumlah kebutuhan dan idealnya diikuti dengan evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara/teknik seperti analisis nilai ABC untuk evaluasi aspek ekonomi, kriteria VEN untuk evaluasi aspek medik/terapi, kombinasi ABC dan VEN, dan revisi daftar perbekalan farmasi Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi/pembuatan sediaan farmasi dan sumbangan/droping/hibah. Tujuan pengadaan untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga layak, dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga dan waktu berlebihan (Departemen Kesehatan RI, 2008). 1. Pembelian Pembelian adalah rangakaian proses pengadaan untuk mendapatkan perbekalan farmasi. Terdapat empat metode pada proses pembelian, yaitu (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Pelelangan (tender) terbuka Metode tender terbuka berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga, metode ini lebih menguntungkan. Pelaksanaan tender terbuka memerlukan staf yang kuat, waktu yang lama serta perhatian penuh. b. Tender terbatas Metode tender terbatas sering disebut sebagai lelang tertutup. Tender dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat

24 15 yang baik. Harga masih dapat dikendalikan serta tenaga dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan dengan lelang terbuka. c. Pembelian dengan tawar-menawar Metode ini dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu. d. Pembelian langsung Metode pembelian langsung digunakan untuk pembelian dalam jumlah kecil dan barang harus segera tersedia. Harga barang yang ditentukan relatif lebih mahal. 2. Produksi Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan mengemas kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Sediaan farmasi dengan formula khusus. b. Sediaan farmasi dengan harga murah. c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil. d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran. e. Sediaan farmasi untuk penelitian. f. Sediaan nutrisi parenteral. g. Rekonstruksi sediaan obat kanker. h. Sediaan farmasi yang harus dibuat baru. Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas, kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk) (Departemen Kesehatan RI, 2008). 3. Sumbangan/droping/hibah Pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/sumbangan mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi reguler. Perbekalan farmasi yang tersisa

25 16 dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan di saat situasi normal (Departemen Kesehatan RI, 2008) Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Staf farmasi merupakan bagian dari tim penerimaan perbekalan farmasi. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi (Departemen Kesehatan RI, 2008): a. Setiap produk jadi yang telah di produksi oleh pabrik harus mempunyai certificate of analyse (CA). b. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk kategori bahanbahan berbahaya. c. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin (CO) Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan (Departemen Kesehatan RI, 2008): a. Memelihara mutu sediaan farmasi b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab c. Menjaga ketersediaan d. Memudahkan pencarian dan pengawasan Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO, dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak gudang dengan depo agar efisien (Departemen Kesehatan RI, 2008).

26 Pendistribusian Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan dari pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, jenis dan jumlah. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004) : a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada. b. Metode sentralisasi atau desentralisasi. c. Sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi. Beberapa kategori sistem pendistribusian perbekalan farmasi adalah : 1. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Total Floor Stock) Pada sistem total floor stock, sejumlah perbekalan farmasi disimpan dalam ruang rawat untuk memenuhi kebutuhan di ruang tersebut. Pendistribusian perbekalan farmasi menjadi tanggung jawab perawat ruangan. Perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh petugas farmasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Keuntungan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004): a. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi penderita. b. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS. c. Pengurangan penyalinan kembali order obat. d. Pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan. Kelemahan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004): a. Kesalahan obat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh apoteker. b. Persediaan obat di unit perawat meningkat. c. Meningkatnya bahaya karena kerusakan dan kehilangan obat. d. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat. 2. Sistem Resep Perorangan (Resep Individual) Pada distribusi dengan sistem resep individual, perbekalan farmasi diberikan kepada pasien sesuai dengan yang tertulis di resep. Pendistribusian

27 18 perbekalan farmasi dengan sistem resep individual dilakukan melalui instalasi farmasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Keuntungan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004): a. Resep/order dikaji langsung oleh apoteker. b. Ada interaksi antara apoteker, dokter, dan perawat. c. Ada pengendalian persediaan. Kelemahan dari sistem ini adalah (Siregar, 2004) : a. Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat. b. Obat dapat terlambat sampai ke pasien. c. Masih memerlukan tenaga perawat untuk menyiapkan obat sebelum diberikan ke pasien. d. Kehilangan dan kesalahan penggunaan obat masih cukup besar karena tidak adanya proses pengawasan ganda. 3. Sistem Unit Dosis Pada sistem unit dosis, pendistribusian obat dilakukan melalui resep perorangan yang disiapkan, diberikan/digunakan, dan dibayar dalam unit untuk penggunaan satu kali dosis (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Penyiapan dan pengendalian obat dilakukan oleh instalasi farmasi untuk tiap waktu penggunaan dalam sehari. Selanjutnya, obat diserahkan kepada perawat untuk diberikan ke pasien. Sistem unit dosis hanya dapat dilakukan untuk pasien rawat inap bukan untuk pasien rawat jalan (Siregar, 2004). Keuntungan dari sistem ini adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008): a. Pasien hanya membayar obat yang telah dipakainya. b. Peniadaan kelebihan obat/ yang tidak terpakai di ruang perawatan. c. Semua obat disiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai waktu yang lebih untuk merawat pasien. d. Menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh farmasi ketika membaca resep dokter, sebelum dan sesudah menyiapkan obat serta oleh perawat ketika membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada pasien. Hal ini akan mengurangi kesalahan pengobatan (medication error).

28 19 e. Memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat dan dokter serta pasien. f. Memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang dibutuhkan untuk Drug Use Review (pengkajian penggunan obat). g. Mempermudah pengendalian dan pemantauan penggunaan persediaan farmasi. Kelemahan dari sistem ini adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Membutuhkan banyak tenaga farmasi. b. Meningkatkan biaya operasional. 4. Sistem Distribusi Kombinasi Sistem distribusi kombinasi adalah sistem distribusi yang menerapkan sistem resep perorangan (resep individu) dan sistempersediaan di ruangan yang terbatas. Perbekalan farmasi yang yang disediakan di ruangan adalah perbekalan farmasi yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya perbekalan farmasi yang harganya murah. Keuntungan dari sistem distribusi kombinasi adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Semua resep/prder dikaji langsung oleh apoteker. b. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker, dokter, perawat pasien/keluarga pasien. c. Perbekalan farmasi yang diperlukan dapat segera tersedia bagi pasien Pengendalian Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan / kekosongan obat di unit-unit pelayanan. Kegiatan pengendalian mencakup : a. Memperkirakan / menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah stok ini disebut stok kerja. b. Menentukan stok optimum dan stok pengaman. c. Menentukan waktu tunggu (leadtime), yaitu waktu yang diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima (Departemen Kesehatan RI, 2008).

29 Penghapusan Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tujuan dari penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi resiko terjadi penggunaan obat yang tidak memenuhi standar (Departemen Kesehatan RI, 2008) Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS. Pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang tidak memenuhi standar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan adalah kartu stok dan kartu stok induk. Manfaat informasi yang dari pencatatan yaitu dapat dengan cepat mengetahui jumlah persediaan perbekalan farmasi, membantu dalam pelaporan, informasi untuk perencanaan, pengadaan dan distribusi, pengendalian persediaan, pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian dan sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS (Departemen Kesehatan RI, 2008). Pelaporan merupakan kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajiakan kepada pihak yang berkepentingan. Tujuan dari pelaporan adalah (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi b. Tersedianya informasi yang akurat c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan d. Tersedianya data yang lengkap untuk membuat perencanaan.

30 Monitoring dan Evaluasi Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi (monev). Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai masukan guna penyusunan perencanaan dan pengambilan keputusan. Pelaksanaan monev dapat dilakukan secara periodik dan berjenjang. Keberhasilan monev ditentukan oleh supervisor maupun alat yang digunakan. Tujuan dari monev adalah meningkatkan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi di rumah sakit agar dapat ditingkatkan secara optimum (Departemen Kesehatan RI, 2008). 2.6 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Pengkajian Resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrining resep meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Persyaratan administrasi meliputi (Menteri Kesehatan RI, 2004): a. Nama, tanggal lahir, nomor rekam medis, jenis kelamin, dan berat badan pasien; b. Nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter; c. Tanggal resep; dan d. Ruangan atau unit asal resep. Kesesuaian farmasetik meliputi : a. Bentuk dan kekuatan sediaan; b. Dosis dan jumlah obat; c. Stabilitas dan ketersediaan; dan d. Aturan, cara, dan teknik penggunaan. Pertimbangan klinis meliputi : a. Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat; b. Duplikasi pengobatan; c. Alergi, interaksi, dan efek samping obat; d. Kontraindikasi; dan e. Efek aditif.

31 Pelayanan Informasi Obat (PIO) PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada tenaga kesehatan dan pasien. Tujuan PIO meliputi (Menteri Kesehatan RI, 2004):: 1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit; 2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi (PFT); 3. Meningkatkan profesionalisme Apoteker; dan 4. Menunjang terapi obat yang rasional. Kegiatan yang termasuk dalam PIO meliputi : 1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif; 2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat, atau tatap muka; 3. Membuat buletin, leaflet, dan label obat; 4. Menyediakan informasi bagi PFT sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit; 5. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya; dan 6. Mengoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO) Pemantauan dan pelaporan ESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi. Tujuan monitoring ESO yakni menemukan ESO sedini mungkin (terutama yang berat, tidak dikenal, atau frekuensinya jarang), menentukan frekuensi dan insiden ESO, dan mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau mempengaruhi timbulnya ESO. Kegiatan monitoring efek samping obat meliputi (Menteri Kesehatan RI, 2004)::

32 23 1. menganalisa laporan ESO; 2. mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami ESO; 3. mengisi formulir ESO; dan 4. melaporkan ke Panitia ESO Nasional. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring ESO yakni kerjasama dengan PFT dan ruang rawat serta ketersediaan formulir monitoring ESO. Apoteker yang ingin memulai atau menerapkan program tersebut, dapat mengusulkan beberapa metode kepada PFT. Usulan ini mencakup pelaporan sukarela oleh praktisi individu, mengaji kartu pengobatan pasien, surveilans obat individu, dan surveilans unit pasien Pengkajian penggunaan obat (drug use review) Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat adalah (Menteri Kesehatan RI, 2004):: 1. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu; 2. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain; 3. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik; dan 4. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat Konseling Konseling merupakan suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien terkait penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat, dan interaksi

33 24 dengan penggunaan obat-obat lain. Konseling dapat dilakukan untuk pasien dengan kriteria sebagai berikut (Menteri Kesehatan RI, 2004):: 1. Pasien rujukan dokter, 2. Pasien dengan penyakit kronis, 3. Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi, 4. Pasien geriatrik, dan 5. Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas. Konseling terdiri dari beberapa kegiatan, di antaranya : 1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien. 2. Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, mencakup: a. Apa yang dikatakan dokter mengenai obat b. Bagaimana cara pemakaiannya c. Efek yang diharapkan dari obat tersebut 3. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat. 4. Melakukan verifikasi akhir yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi Ronde/visite pasien Ronde merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk (Menteri Kesehatan RI, 2004): 1. Pemilihan obat, 2. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik, 3. Menilai kemajuan pasien, dan 4. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain. Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan ronde adalah sebagai berikut : 1. Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien; 2. untuk pasien yang baru dirawat, Apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi;

34 25 3. Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin penggunaan obat yang benar; dan 4. melakukan pengkajian terhadap catatan perawat, yang akan berguna untuk pemberian obat. Setelah kunjungan, apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam buku yang digunakan bersama antara Apoteker sehingga dapat menghindari pengulangan kunjungan.

35 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Sejarah singkat Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo didirikan pada tanggal 19 November 1919 dengan nama Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ). Bulan Maret 1942, pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin). CBZ diubah namanya menjadi Rumah Sakit Oemoem Negeri (RSON) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Asikin Widjaya Koesoema dan delanjutnya dipimpin oleh Prof. Tamija pada tahun Pada tahun 1950, RSON berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) diresmikan menjadi Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (RSTM) oleh Menteri Kesehatan pada masa itu, Prof. Dr. Satrio, yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus Sejalan dengan perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, RSTM diubah menjadi RSCM. Pada tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK Menkes Nomor 553/Menkes/SK.VI/1994, rumah sakit ini berubah namanya menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo hingga saat ini. Berdasarkan PP No. 116 tahun 2000, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) RS Dr, Cipto Mangunkusumo Jakarta dan dalam perkembangan selanjutnya, status Perjan RSCM diubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005, dengan harapan RSCM mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas Visi RSCM memiliki visi untuk menjadi rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan nasional terkemuka di Asia Pasifik tahun

36 Misi RSCM memiliki misi antara lain: 1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. 2. Menjadi tempat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan. 3. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia RSCM dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi lima direktorat, yaitu Direktorat Medik dan Keperawatan, Direktorat Pengembangan dan Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Direktorat Keuangan, dan Direktorat Umum dan Operasional yang terkait dengan pelayanan rumah sakit. Struktur organisasi RSCM dapat dilihat secara lebih jelas pada Lampiran Klasifikasi RSCM merupakan rumah sakit umum pemerintah pusat kelas A yang merupakan pusat rujukan nasional. RSCM juga merupakan rumah sakit pendidikan yang bekerjasama dengan berbagai pihak, salah satunya bekerjasama dengan dalam melaksanakan program pendidikan dibidang kesehatan. Misalnya, Fakultas Kedokteran (FKUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan Spesialis dan Sub Spesialis dan Fakultas Farmasi (FFUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan profesi Apoteker. 3.2 Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Instalasi Farmasi RSCM merupakan satuan kerja fungsional sebagai pusat pendapatan di lingkungan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang berada di bawah Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker pejabat yang disebut Kepala Instalasi Farmasi.

37 Visi Instalasi Farmasi RSCM memiliki visi untuk menjadi penyelenggara pelayanan farmasi yang komprehensif dengan kualitas terbaik dan mengutamakan kepuasan pelanggan di Asia Pasifik pada tahun Misi Instalasi Farmasi RSCM memiliki misi antara lain: 1. Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan. 2. Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan efisien. 3. Menyelenggarakan pelayanan farmasi klinik untuk meningkatkan keselamatan pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal. 4. Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. 5. Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai persyaratan mutu. 6. Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit. 7. Berperan serta dalam program pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan farmasi Nilai budaya Instalasi Farmasi RSCM memiliki 5 nilai budaya yang dikenal dengan 5R, yaitu Rapi, Ringkas, Resik, Rawat, dan Rajin Tujuan umum Menyelenggarakan kebijakan obat di rumah sakit melalui pelayanan farmasi satu pintu, profesional, berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi, bekerjasama dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang terkait dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional Tujuan khusus 1. Aspek manajemen, antara lain mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, mewujudkan sistem

38 29 informasi tepat guna dan berdaya guna, meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan farmasi melalui pendidikan dan pelatihan, serta mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi mutu pelayanan farmasi. 2. Aspek klinik, antara lain mengkaji instruksi pengobatan, mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat, memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat, menjadi pusat informasi obat bagi tenaga kesehatan, pasien/keluarga dan masyarakat, melaksanakan konseling pada pasien, melakukan pengkajian obat, melakukan penanganan obat-obat kanker, melakukan perencanaan, penerapan dan evaluasi obat, bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain, dan berperan serta dalam tim/kepanitiaan di rumah sakit seperti Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) serta Pelaksana Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA) Tugas pokok dan fungsi Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo memiliki tugas melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi yang optimal, meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi dan produksi sediaan farmasi, serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etika profesi. Selain itu, Instalasi Farmasi juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan pendidikan, pelatihan dan penelitian di bidang Farmasi. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, Instalasi Farmasi RSCM berfungsi dalam: 1. Penyusunan standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja pelayanan kefarmasian 2. Pengkoordinasian perencanaan perbekalan farmasi 3. Pengelolaan perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit 4. Penyelenggaraan produksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. 5. Penyelenggara pengkajian instruksi pengobatan dan resep pasien. 6. Pengidentifikasian masalah dengan penggunaan obat dan alat kesehatan.

39 30 7. Pencegahan dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan.terhadap efektivitas dan keamana penggunaan obat dan alat kesehatan. 8. Pemberian informasi kepada petugas kesehatan, pasien / keluarga. 9. Pemberian konseling kepada pasien / keluarga. 10. Pelaksanaan pencampuran obat suntik, dispensing, dosis unit. 11. Penyelenggaraan supervisi terhadap pelayanan farmasi. 12. Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian terhadap jaminan mutu pengelolaan pelayanan kefarmasian. 13. Pengembangan profesi SDM kefarmasian. 14. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia Instalasi Farmasi RSCM bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi berpusat di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3 dan dipimpin oleh seorang apoteker selaku Kepala Instalasi Farmasi RSCM yang membawahi empat sub instalasi, yaitu: 1. Sub Instalasi Administrasi dan Keuangan (Adminkeu); 2. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi; 3. Sub Instalasi Produksi; dan 4. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan (Farklin Diklitbang). 3.3 Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Rumah Sakit Pelaksana pengendalian resistensi antimikroba (PPRA) PPRA merupakan suatu tim pelaksana yang dibentuk rumah sakit dengan tujuan: 1. Tercapainya peningkatan mutu dalam pemakaian antibiotik di rumah sakit melalui kerja sama dengan empat pilar yang terdiri dari Panitia Farmasi dan Terapi, Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS), Tim Mikrobiologi Klinik dan Tim Farmasi Klinik.

40 31 2. Terlaksananya pengawasan, pemantauan, dan pengendalian prosedur pemakaian antibiotik di masing-masing unit, agar tidak menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan. 3. Terlaksananya evaluasi pelaksanaan pemakaian antibiotik. 4. Terselenggaranya pendidikan, pelatihan, dan penelitian dalam pengendalian resistensi antimikroba. Tim PPRA melaksanakan pengawasan dan pengendalian penggunaan antimikroba secara bijak (meliputi efikasi, biaya, keamanan, kenyamanan) di RSUPN. Tim PPRA terdiri dari: 1. Tim inti yaitu: a. Perwakilan dari Panitia Farmasi dan Terapi. b. PPIRS. c. Spesialis Farmasi Klinik. d. Spesialis Mikrobiologi Klinik. 2. Perwakilan dari Departemen Patologi Klinik. 3. Perwakilan Departemen Penyakit Dalam, Departemen Bedah, Departemen Kebidanan dan Kandungan, dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 4. Perwakilan Divisi Penyakit Tropik Dept. Ilmu Penyakit Dalam. 5. Perwakilan Bidang Pelayanan Medik dan bidang Keperawatan Organisasi PPRA meliputi Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota yang terdiri dari unsur klinis (mewakili Departemen/UPT/Instalasi terkait), perawat, apoteker, spesialis Mikrobiologi Klinik, spesialis Patologi Klinik, spesialis Farmakologi Klinik, dan Konsultan Penyakit Tropik Infeksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Tim PPRA dibantu oleh Pokja PPRA dari berbagai departemen/upt/instalasi yang pelayanannya berhubungan dengan penggunaan antimikroba. Pokja departemen terdiri dari Ketua, yang merangkap sebagai anggota tim PPRA, dan beberapa orang anggota. Pokja PPRA tingkat departemen/instalasi/upt sebagai berikut (SK No.10281/TU.K/34/VI/2011): 1. Departemen Penyakit Dalam. 2. Departemen Bedah. 3. Departemen IKA. 4. Departemen Obstetri dan Ginekologi.

41 32 5. Departemen Kulit dan Kelamin. 6. Departemen Gigi dan Mulut. 7. Departemen Bedah Syaraf. 8. Departemen Mata. 9. Departemen Neurologi. 10. Departemen Urologi. 11. Departemen THT. 12. ICU. 13. Unit Pelayanan Luka Bakar. 14. Pelayanan Jantung terpadu. 15. Instalasi Gawat Darurat. Tugas pokok Tim PPRA adalah melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba PPRA memilki fungsi, antara lain: 1. Menetapkan kebijakan pengendalian penggunaan antibiotik. 2. Menerapkan kebijakan di bidang pengendalian resistensi antimikroba melalui koordinasi empat pilar. 3. Menyusun Program Kerja Tim PPRA dan Pokja PPRA Departemen/UPT/Instalasi. 4. Menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman serta kesadaran tentang prinsip pengendalian resistensi antimikroba yang terkait dengan penggunaan antibiotik secara bijak. 5. Sebagai konsultan dalam pemilihan antibiotik lini Melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan antibiotik, pola resistensi kuman, insiden MRSA. Tim PPRA menyelenggarakan pertemuan berkala secara terencana minimal satu bulan sekali untuk membahas program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam PPRA dan menyampaikan rekomendasi hasil keputusan rapat secara tertulis kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan pihak terkait (Departemen/UPT/Instalasi Pelayanan dan empat pilar PPRA).

42 Panitia farmasi dan terapi (PFT) Panitia Farmasi dan Terapi adalah panitia ahli di bawah Komite Medik yang membantu Direktur Utama dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM. Keanggotaan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah berdasarkan pengusulan dari Kepala Departemen/Bidang/Instalasi dan disahkan oleh Direktur Utama. Keanggotaannya diperbarui maksimal setiap 5 tahun sekali. Anggota PFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun. Ketua, sekretaris dan 2 (dua) anggota PFT ditetapkan sebagai pengurus harian. Setiap departemen memiliki PFT tingkat departemen yang terdiri atas ketua, sekretaris dan 2-3 orang anggota. Ketua PFT tingkat departemen menjadi anggota ex officio PFT tingkat RSCM. PFT menyusun program kerja tentang pemilihan dan penyusunan formularium. PFT juga mengajukan anggaran setiap tahun guna mendukung program kerjanya. Tugas PFT mencakup : 1. Sebagai penasehat bagi pimpinan RSCM dan tenaga kesehatan dalam semua masalah yang ada kaitannya dengan perbekalan farmasi. 2. Menyusun kebijakan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM. 3. Menyusun formularium obat, dan daftar alat kesehatan, dan reagensia; dan memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan reagensia didasarkan pada kemanjuran, keamanan, kualitas dan harga. PFT harus mampu meminimalkan jenis obat yang nama generiknya sama atau jenis obat yang indikasinya sama. 4. Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman dan hemat biaya. 5. Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan dan penggunaan obat kepada staf medis RSCM. 6. Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan dan penggunaan perbekalan farmasi.

43 34 7. Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang terjadi di RSCM. 8. Memandu tinjauan penggunaan obat (drug utilization review) dan mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis. Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, PFT perlu mengadakan rapat rutin sekurang-kurangnya satu bulan sekali untuk membicarakan implementasi dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi, pengadaan, penyimpanan, dan penggunaan perbekalan farmasi. Keputusan rapat pleno yang menyangkut kebijakan diambil berdasarkan musyawarah. Bila musyawarah tidak berhasil, maka dapat dilakukan pemungutan suara. Setiap anggota PFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok, dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien. (Formularium RSCM, 2012) 3.4 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kondisi steril melalui sterilisasi merupakan prinsip dasar untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Sterilisasi menjadi langkah awal untuk terlaksananya patient safety melalui pemutusan mata rantai penyebaran mikroorganisme. Pelaksanaan sterilisasi membutuhkan perangkat dan sistem yang utuh dalam pelaksanaannya dengan petugas khusus dengan ketrampilan khusus sebagai first step to quality. Oleh karena itu, instalasi sterilisasi pusat menjadi unit yang sangat dibutuhkan di rumah sakit untuk memenuhi ketersediaan atas barangbarang steril untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Alat kesehatan steril menjadi produk akhir sterilisasi di instalasi sterilisasi pusat Definisi instalasi sterilisasi pusat Instalasi sterilisasi pusat merupakan suatu unit kerja yang bertugas menyediakan barang-barang dan peralatan steril, seperti perbekalan farmasi dasar, instrumen steril, linen steril, dan lain-lain, yang dibutuhkan oleh departemen, instalasi atau unit kerja lainnya di RSCM.

44 Visi dan misi instalasi sterilisasi pusat RSCM Visi dari instalasi sterilisasi pusat adalah menjadi instalasi sterilisasi pusat yang terkemuka di Asia Pasifik Tahun Misi dari instalasi sterilisasi pusat adalah: 1. Menyelenggarakan pusat pelayanan sterilisasi yang aman dan bermutu; 2. Menjadi penyedia alat kesehatan steril untuk jejaring pelayanan kesehatan; 3. Meningkatkan kompetensi SDM dibidang sterilisasi; 4. Menyedikan sarana dan prasarana yang handal; dan 5. Menyediakan tempat pendidikan/pelatihan dan penelitian / pengembangan di bidang sterilisasi Tujuan dan strategi instalasi sterilisasi pusat RSCM Tujuan dari instalasi sterilisasi pusat RSCM adalah tercapainya pelayanan pusat sterilisasi dengan pergeseran posisi menjadi revenue center. Strategi yang digagas adalah: 1. Meningkatkan efisiensi produktivitas; 2. Meningkatkan profesionalisme; 3. Menciptakan restrukturisasi; 4. Menerapkan sistem managemen keuangan; 5. Menetapkan tarif pelayanan sterilisasi berdasarkan perhitungan unit cost; dan 6. Meningkatkan mutu pemantauan dan evaluasi Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia instalasi sterilisasi pusat RSCM Instalasi sterilisasi pusat RSCM dikepalai oleh Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Umum dan Operasional. Struktur organisasi instalasi sterilisasi pusat RSCM dapat dilihat pada Lampiran 4. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi membawahi empat Penanggungjawab sebagai berikut: a. Penanggungjawab SDM & Keuangan; b. Penanggungjawab Peralatan & Pelayanan; c. Penanggungjawab Administrasi dan Rumah Tangga; dan

45 36 d. Penanggungjawab Logistik dan Inventaris. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi juga membawahi dua kepala bagian, yaitu Kepala Sub Instalasi Operasional dan Kepala Sub Instalasi Mutu. Kepala bagian tersebut masing-masing memiliki tiga penanggungjawab yang menjadi pelaksana kegiatan. Kepala Sub Instalasi Operasional membawahi Penanggungjawab Dekontaminasi, Penanggungjawab Pengemasan & Labeling, dan Penanggungjawab Proses Sterilisasi, sedangkan Kepala Sub Instalasi Mutu membawahi Penanggungjawab Penyimpanan dan Distribusi, Penanggungjawab Quality Control, dan Penanggungjawab Audit Mutu. Sumber daya manusia instalasi sterilisasi pusat RSCM harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, seperti terlatih, tidak mempunyai luka terbuka, tidak mempunyai penyakit yang menular, disiplin memakai alat pelindung diri dalam tugas operasional dan mematuhi aturan sterilisasi Ruang dan sarana instalasi sterilisasi pusat RSCM Ruang instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki suhu C dan kelembaban 35-72%. Pertukaran udara dilakukan minimal 10 kali per jam dan pada setiap ruangan harus memiliki exhaust/ hepafilter. Alat yang digunakan untuk membantu sterilisasi yaitu ultrasonic, washer automatic, dry heat sterilisator, autoclave sterilisator, dan plasma sterilisator. Instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki tiga jenis area, yaitu: 1. Area unclean Area bertekanan negatif sebagai tempat proses dekontaminasi. 2. Area clean Tempat dilakukannya proses pengemasan, labeling, dan sterilisasi. 3. Area steril Area bertekanan positif untuk pelaksanaan uji visual, penyimpanan, dan distribusi barang steril Sistem pelayanan instalasi sterilisasi pusat RSCM Sistem pelayanan ISP terbagi dua, yaitu sistem pelayanan yang tersentralisasi dan desentralisasi. Sistem pelayanan tersentralisasi mencakup

46 37 dalam hal manajemen (SDM, SOP, perencanaan) dan pelayanan sterilisasi perbekalan farmasi dasar steril. Untuk sistem pelayanan desentralisasi mencakup dalam hal khusus seperti pelayanan sterilisasi instrumen, linen, dan lain-lain. Pelaksanaan sterilisasi di RSCM tersentralisasi di instalasi sterilisasi pusat. Keuntungan sentralisasi tersebut diantaranya yaitu peningkatan efisiensi ruangan, SDM, peralatan, dan waktu. Mutu dari alat kesehatan steril juga akan terjamin karena adanya prosedur indikator mutu. Pelayanan yang diberikan akan lebih cepat dan dapat mengurangi beban kerja SDM di unit pemakai. Selain itu, instalasi sterilisasi pusat juga akan lebih mudah untuk diawasi dan lebih terkendali serta dapat mencegah duplikasi dalam proses sterilisasi Kegiatan instalasi sterilisasi pusat RSCM Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh instalasi sterilisasi pusat, yaitu: 1. Alur perpindahan barang satu arah Instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki alur dalam perpindahan barang. Alur tersebut berupa alur satu arah, dari area kotor ke area bersih dan akhirnya ke area steril. Pada area kotor, barang non steril diterima serta dipilih dan di sortir. Barang direndam, dibersihkan, dibilas, dan dikeringkan sebelum dibawa ke area bersih. Pada area bersih, barang diterima dan dikemas. Barang yang dikemas kemudian diberi label, disusun dan diuji secara mekanik, kimia, dan biologi, lalu barang akan melalui proses sterilisasi. Setelah proses sterilisasi, barang akan masuk ke area steril dan disimpan. 2. Alur Aktivitas Fungsional Terdapat dua subjek yang ditangani oleh ISP, yaitu supplier dan customer. Supplier memberikan barang bersih yang ditempatkan pada loket barang bersih ISP. Berbeda dengan supplier, barang kotor yang berasal dari customer diserahkan melalui loket barang kotor. Barang kotor diseleksi dan dilakukan dekontaminasi lalu dikemas dan diberi label. Sebelum dilakukan pengemasan & pemberian label, petugas akan melakukan uji mutu pada sebagian barang. Barang bersih yang lolos uji mutu dapat memasuki tahap pengemasan dan labeling. Setelah dikemas dan diberi label, barang diuji mutunya sebelum memasuki proses sterilisasi. Pada proses sterilisasi, barang steril yang rusak akan dilakukan proses ulang dengan

47 38 mengulang proses sterilisasi dari awal.sedangkan barang yang kondisinya memenuhi persyaratan akan ditempatkan di penyimpanan barang steril. Barangbarang di penyimpanan barang steril kemudian didistribusikan melalui loket distribusi dan akan diawasi mutunya oleh customer. 3. Proses Sterilisasi Perbekalan Farmasi Dasar Barang bersih memasuki tahap kontrol spesifikasi sebelum pengemasan dan labeling Selain itu, barang diuji secara mekanik, kimia, dan biologi. Setelah dikemas dan diberi label, barang disusun dengan baik sebelum sterilisasi. Sterilisasi menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah. Setelah proses sterilisasi, barang akan melalui uji visual, dan ditempatkan pada bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan. 4. Proses Sterilisasi Barang Medis Ulang Pakai Proses sterilisasi barang medis ulang pakai ISP RSCM harus melalui proses dekontaminasi terlebih dahulu dan lolos uji mekanik, kimia, dan biologi sebelumnya. Barang yang didekontaminasi dikeringkan dan dilakukan kontrol spesifikasi, lalu memasuki tahap pengemasan, labeling dan penyusunan. Setelah penyusunan barang disterilisasi dengan suhu tinggi atau suhu rendah. Barang diuji secara visual dan ditempatkan di bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan.

48 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Gudang Perbekalan Farmasi Pusat Gudang Perbekalan Farmasi Pusat RSCM terdiri atas Gudang Farmasi I, Gudang Farmasi II, dan Gudang Gas Medis. Gudang Farmasi I merupakan gudang yang digunakan untuk menyimpan alat-alat kesehatan, obat-obat oral dan injeksi, serta Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Gudang Farmasi II digunakan untuk menyimpan perbekalan farmasi yang berupa cairan dan hemodialisa, sedangkan Gudang Gas medis digunakan untuk menyimpan gas-gas medis. Waktu pelayanan Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, yaitu pukul hingga yang terbagi dalam 2 shift. Sumber daya manusia yang terdapat di gudang pusat, yaitu sebanyak 18 orang yang terdiri dari 1 orang Apoteker, 1 orang Asisten Apoteker (AA) Penanggungjawab, 5 orang AA Bidang Pelaksana Obat, 3 orang AA Bidang Pelaksana Alat Kesehatan, 4 orang AA Bidang Pelaksana Administrasi, dan 4 orang Pekarya. Kegiatan utama yang dilakukan di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat terdiri atas perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan, dan pengendalian perbekalan farmasi di rumah sakit. Perencanaan pengadaan perbekalan farmasi dari distributor ke gudang dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan sistem IT untuk menarik data stok akhir atau sistem manual, yaitu asisten menarik data dari kartu stok. Gudang Pusat melakukan pengadaan perbekalan farmasi dengan mengajukan permintaan agar menjaga ketersediaan perbekalan farmasi di RSCM,. Pengadaan dilakukan berdasarkan permintaan (defekta) perbekalan farmasi yang dilakukan rutin dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin dan Rabu, serta dari permintaan mendesak/cito yang dapat dilakukan setiap hari. Permintaan perbekalan farmasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama dua minggu hingga satu bulan. Defekta yang telah dibuat oleh pihak Gudang Pusat selanjutnya dikirim ke bagian pemesanan di Instalasi Farmasi untuk dibuatkan Surat Pesanan (SP) dalam sistem komputer. Jika permintaan telah disetujui oleh Kepala Sub Instalasi 39

49 40 Perbekalan Farmasi, maka petugas pemesanan akan menghubungi distributor terkait yang selanjutnya akan dikirim ke Gudang Pusat. Perbekalan farmasi yang telah dikirim ke Gudang Pusat oleh distributor, selanjutnya dilakukan proses penerimaan barang yang dilakukan oleh Panitia Penerimaan bersama dengan petugas gudang. Pada proses penerimaan, dilakukan kegiatan pemeriksaan yang meliputi kesesuaian daftar pesanan, baik jenis dan jumlah pesanan, pada komputer yang disesuaikan dengan faktur penjualan. Pemeriksaan terhadap bentuk fisik dan tanggal kedaluwarsa perbekalan farmasi juga dilakukan. Apabila terdapat kemasan yang telah rusak, maka dapat dilakukan penggantian barang ke distributor. Khusus untuk perbekalan farmasi yang bersifat termolabil, pemeriksaan dilakukan dengan melihat kesesuaian penyimpanan perbekalan farmasi, misalnya dengan melihat proses penyimpanan perbekalan farmasi tersebut selama proses distribusi dari distributor ke Gudang Pusat, yaitu dengan menyimpan perbekalan farmasi tersebut di dalam cool box yang dilengkapi dengan termometer dan dipastikan berada pada suhu yang sesuai (2 o 8 o C). Pemeriksaan juga dilakukan terhadap dokumen-dokumen penyerta perbekalan farmasi, misalnya Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Apabila perbekalan farmasi yang akan diterima telah sesuai pesanan, Panitia Penerimaan akan membubuhkan tanda tangan, nama jelas, dan stempel serta tanggal penerimaan pada faktur penjualan dan salinan faktur. Lembar asli faktur dan salinannya diserahkan kepada petugas gudang. Data dari lembar faktur tersebut akan di-input oleh petugas ke dalam sistem komputer dan kartu stok manual, meliputi data spesifikasi produk, asal distributor, jumlah, dan waktu kedaluwarsa. Perbekalan Farmasi yang telah diterima disimpan di Gudang Pusat sesuai dengan prinsip First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Penyimpanan disusun berdasarkan jenis perbekalan farmasi, yaitu alat kesehatan, obat (oral atau injeksi), B3, cairan, hemodialisa, dan gas medis, sedangkan perbekalan farmasi yang berupa reagensia, bahan baku, dan radiofarmaka akan disimpan langsung di unit kerja yang terkait dengan penggunaannya.

50 41 Penyimpanan perbekalan farmasi juga didasarkan pada bentuk sediaan, kestabilan perbekalan farmasi, sifat perbekalan farmasi (high alert atau sitostatika), perbekalan farmasi Askes dan Non-Askes, rute pemberian obat, serta nama generik dan nama dagang. Penyimpanan obat di gudang pusat juga disusun berdasarkan alfabetis dengan memperhatikan penyusunan untuk obat yang tergolong Look Alike Sound Alike (LASA) untuk menghindari kesalahan dispensing. Obat yang tergolong LASA memiliki bentuk dan pengucapan yang mirip sehingga penyimpanannya dipisah, walaupun memiliki nama dengan alfabet yang berdekatan. Penyimpanan obat sudah tertata rapi dan baik dengan pemberian label petunjuk pada setiap kelompok obat. Hal ini memudahkan dispensing obat mengingat jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang banyak. Obat golongan narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang terpisah dari penyimpanan obat lainnya. Narkotika disimpan dalam lemari berpintu dua dengan kunci ganda. Kunci lemari tersebut digantungkan kepada AA yang bertugas pada tiap shift. Penyimpanan alat kesehatan di Gudang Pusat terpisah dengan penyimpanan obat-obatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan kesamaan jenis dan kelompok departemen pengguna, misalnya bedah dan departemen mata serta pelayanan jantung terpadu (PJT), untuk mempermudah pengambilan barang. Agar mutu perbekalan farmasi tetap terjaga, maka petugas gudang melakukan stock opname (SO) setiap tiga bulan sekali untuk memudahkan pengontrolan perbekalan farmasi dengan mengetahui kesesuaian fisik perbekalan farmasi yang ada dengan jumlah yang tertera pada kartu stok dan sistem IT serta mudah mengetahui perbekalan farmasi yang mendekati kedaluwarsa. Produk yang akan kadaluwarsa dalam waktu tiga bulan ke depan akan diberi label berwarna kuning yang dilengkapi dengan waktu kadaluwarsanya. Pengawasan mutu juga dilakukan dengan pemantauan suhu pada lemari pendingin dan ruangan yang dilakukan setiap hari. Pemantauan suhu lemari pendingin dilakukan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada pukul 06.00, 14.00, dan WIB, sedangkan pemantauan suhu ruangan dilakukan satu kali sehari pada pukul WIB. Gudang Pusat merupakan pusat distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit. Gudang melayani permintaan dari seluruh satelit dan unit kerja. Permintaan

51 42 perbekalan farmasi ke Gudang Pusat dapat dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang telah ditetapkan untuk masing-masing satelit dan unit kerja ataupun permintaan cito setiap hari. Permintaan ke Gudang Pusat dapat dilakukan dengan dua sistem, yaitu sistem online untuk satelit farmasi dan sistem manual untuk unit kerja. Permintaan yang diajukan oleh satelit farmasi akan langsung dicetak oleh Gudang Pusat dalam bentuk surat permintaan barang, sedangkan unit kerja yang melakukan permintaan manual menggunakan formulir permintaan barang farmasi harus mengantarkan formulir tersebut ke gudang dua hari sebelum pengambilan barang. Petugas Gudang Pusat akan menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta serta melakukan pencatatan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang tertera pada formulir permintaan. Petugas administrasi akan memproses formulir permintaan tersebut untuk mendapatkan Form Distribusi Obat/Alkes bagi tiap satelit/unit/departemen terkait. Apabila perbekalan farmasi telah disiapkan, petugas gudang akan menghubungi satelit atau unit kerja terkait untuk memberitahukan bahwa perbekalan farmasi sudah siap diambil. Pada saat penyerahan, dilakukan pengecekan kembali oleh petugas gudang dan pihak satelit atau unit kerja dengan membaca ulang dan memeriksa perbekalan farmasi yang telah disiapkan serta melakukan pencatatan pada buku serah terima yang terdapat di ruang pendistribusian Gudang Pusat. Apabila barang yang diterima pihak satelit atau unit kerja telah sesuai, selanjutnya dilakukan penandatanganan bersama Form Distribusi Obat/Alkes. Lembar form yang asli disimpan oleh pihak gudang, sedangkan lembar copy diberikan kepada pihak satelit farmasi atau unit kerja. Satelit atau unit kerja yang tidak memiliki petugas, yang mengambil perbekalan farmasi di Gudang Pusat, akan diantarkan oleh petugas gudang. Gudang Pusat juga melayani permintaan mendesak/cito setiap hari. Perbekalan farmasi yang diambil untuk melayani kebutuhan cito dicatat pada buku cito di gudang dan unit terkait. Untuk memenuhi permintaan perbekalan farmasi di luar jam operasional gudang, petugas satelit harus menghubungi Penanggungjawab Gudang Pusat untuk mengambil perbekalan farmasi di gudang

52 43 dengan didampingi satu orang saksi dan petugas keamanan untuk membuka pintu gudang. Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di Gudang Pusat, terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan, antara lain: a. Masih terdapat MSDS yang belum diterjemahkan sehingga menyulitkan pegawai atau staf gudang yang memiliki keterbatasan dalam berbahasa asing untuk memahami isi MSDS tersebut. b. Masih terdapat lemari pendingin yang tidak memiliki daftar nama obat-obat yang terdapat di dalamnya sehingga menyulitkan staf atau pegawai baru yang akan menyiapkan permintaan perbekalan farmasi. Selain itu, daftar yang telah tersedia ada yang belum lengkap. Masih terdapat obat-obat di dalam lemari pendingin yang tidak tertulis pada daftar tersebut. c. Masih terdapat obat-obat yang termasuk dalam obat high alert dan sitostatika serta tempat penyimpanan obat-obat LASA yang belum ditempeli dengan stiker khusus. 4.2 Satelit Farmasi Pusat Satelit Farmasi Pusat melaksanakan pelayanan kefarmasian selama 24 jam pada hari Senin hingga Minggu yang masing-masing terbagi ke dalam tiga shift kerja. Shift pertama dilakukan pada pukul WIB, shift kedua dilakukan pada pukul WIB dan shift ketiga dilakukan pada pukul WIB. Sumber daya manusia di Satelit Farmasi Pusat terdiri dari 1 Apoteker, 9 AA, dan 2 juru resep dengan pembagian dalam satu shift adalah 2 AA dan 1 juru resep untuk shift pagi dan sore. Sementara untuk shift malam, terdapat 2 AA yang bertugas. Satelit ini melayani resep pasien rawat inap yang tidak memiliki satelit farmasi ataupun satelit farmasi yang tidak buka 24 jam dan juga resep pasien rawat jalan dari beberapa poliklinik. Resep rawat inap yang dilayani berasal dari rawat inap Bedah Anak (BCH), Paviliun Tumbuh Kembang (PTK), Perinatalogi (PICU dan NICU), Unit Luka Bakar (ULB), Psikiatri (PKL, PKW, PKA) dan Pelayanan Jantung Terpadu (pada shift kedua dan ketiga). Resep pasien rawat jalan yang dilayani berasal dari Poliklinik Hemodialisa (pasien HD yang

53 44 menggunakan cairan dianeal), semua poliklinik yang meresepkan obat kemoterapi (poliklinik kebidanan, bedah tumor, hematologi-onkologi, bedah toraks, dan bedah digestif), dan poliklinik talasemi. Pasien yang diterima di sini adalah pasien umum dan jaminan, yang dapat berupa Jamkesmas, Jamkesda, KJS Dinkes DKI Jakarta, Jampeltas, Jampersal, ASKES, dan jaminan perusahaan. Pengelolaan perbekalan farmasi pada Satelit Farmasi Pusat dilakukan mulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, serta pencatatan yang dilakukan pada setiap tahap pengelolaan perbekalan farmasi. Perencanaan perbekalan farmasi Satelit Farmasi Pusat ke Gudang Pusat dilakukan berdasarkan konsumsi rata-rata obat yang digunakan selama 3-4 hari ditambah dengan buffer stock sebanyak 10%. Pada proses pengadaan, dilakukan defekta 2 kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Penerimaan barang oleh pihak satelit dilakukan setiap hari Selasa dan Jumat oleh AA. Jumlah stok yang diterima langsung dimasukkan ke dalam sistem IT di Satelit Farmasi Pusat. Selain melaksanakan defekta secara rutin, Satelit Farmasi Pusat juga melaksanakan defekta cito saat stok kosong atau terdapat permintaan perbekalan farmasi yang tidak terduga. Petugas akan datang langsung ke gudang mengambil obat atau alat kesehatan yang dibutuhkan dan menulisnya pada buku cito. Permintaan obat atau alat kesehatan cito selama satu hari diakumulasi dan dibuat menjadi kumpulan defekta cito. Kumpulan defekta cito selanjutnya diserahkan ke Gudang Pusat. Buku cito dimiliki oleh Satelit Farmasi Pusat dan Gudang Pusat. Setelah kumpulan defekta cito diserahkan ke Gudang Pusat, petugas gudang memeriksa kesesuaian kumpulan defekta cito dari Satelit Farmasi Pusat dengan buku cito yang dimiliki gudang. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit pusat disusun dengan sistem First Expired First Out (FEFO) atau First In First Out (FIFO). Perbekalan farmasi disusun menurut jenisnya, yaitu obat, alat kesehatan dan B3. Penyimpanan obat disusun sesuai kriteria berikut : a. Disusun secara alfabetis. b. Berdasarkan bentuk sediaan: oral, injeksi, cairan infus, sirup/drop, obat luar. c. Obat generik atau merk dagang.

54 45 d. Obat dengan penyimpanan khusus : 1) Termolabil, disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2-8 C. 2) Obat sitostatika, ditempeli stiker ungu untuk obat kanker. 3) High Alert, di lemari berbeda yang dibatasi dengan lakban merah dan ditempeli stiker High Alert hingga kemasan primer obat. 4) Narkotika, di dalam lemari kayu khusus dengan kunci ganda. 5) Psikotropika, di dalam lemari kayu khusus. e. Obat mahal. f. Obat dengan penyimpanan terpisah : sediaan nutrisi dan obat ASKES. Berbeda dengan obat, penyimpanan alat kesehatan dilakukan berdasarkan jenis dan fungsinya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan proses penyiapan alat kesehatan. Penyimpanan B3 dilakukan dalam lemari tahan api. Kegiatan Stock Opname (SO) untuk semua perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Pusat dilakukan setiap enam bulan sekali. Kualitas perbekalan farmasi yang disimpan harus selalu dijaga melalui pengecekan suhu penyimpanan satu kali sehari untuk ruangan dan tiga kali sehari untuk lemari pendingin, pengecekan perbekalan farmasi yang mendekati kedaluwarsa dalam jangka waktu 6 bulan dan penempelan stiker kuning pada sediaan farmasi dengan masa kedaluwarsa kurang dari 3 bulan. Resep yang diterima Satelit Farmasi Pusat rata-rata 250 lembar per hari. Resep yang dilayani berupa resep manual dan resep elektronik (EHR). Unit kerja yang memberikan resep berbentuk EHR adalah BCH, ULB dan PJT. Resep yang datang, terutama untuk pasien jaminan, akan diverifikasi terlebih dahulu. Verifikasi resep meliputi verifikasi administratif, farmasetik, dan kelengkapan lainnya, seperti syarat jaminan khusus untuk pasien jaminan pemerintah, kuitansi untuk semua pasien, protokol dan jadwal terapi khusus untuk pasien kemoterapi, dan hasil lab khusus untuk pasien pengguna obat mahal dan antibiotik lini 2 dan 3. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui sistem IT. Setelah dimasukkan dan diberi harga, resep diberikan kepada petugas satelit lainnya untuk di-dispense. Bagi pasien yang membayar secara tunai, dapat langsung membayar kepada petugas satelit, sedangkan pasien jaminan wajib menyerahkan resep asli dan kelengkapan jaminan lainnya kepada petugas satelit.

55 46 Petugas satelit yang melakukan dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dan mencatatnya pada kartu stok. Selain dispensing obat, Satelit Farmasi Pusat juga menerima resep racikan. Obat racikan diracik di ruang racik secara manual dengan kertas perkamen khusus. Obat diberi label dan dikemas. Kemudian obat diberikan oleh petugas setelah dilakukan pengecekan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah obat terhadap resep. Obat diberikan kepada pasien disertai pemberian informasi tentang penggunaan obat. Pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan di Satelit Farmasi Pusat untuk pasien rawat inap adalah dengan sistem peresepan individu. Perbekalan farmasi yang telah disiapkan akan diambil oleh petugas dari masingmasing unit kerja. Khusus obat kemoterapi yang telah disiapkan akan didistribusikan oleh petugas dari Satelit Farmasi Pusat ke unit produksi tempat dilakukannya dispensing obat kemoterapi. Pasien hemodialisa yang menggunakan cairan dianeal diberikan injeksi untuk kebutuhan satu bulan, sedangkan pasien yang tidak menggunakan cairan dianeal cukup diberikan obat untuk keperluan satu minggu dan tergantung pada keperluan pemakaian. Pasien rawat jalan diberikan jumlah obat sesuai dengan jumlah yang tertulis pada resep dan biasanya untuk pemakaian obat selama satu minggu.. Kendala yang dihadapi di Satelit Farmasi Pusat salah satunya adalah penyusunan obat di rak penyimpanan yang masih bertumpuk ke belakang sehingga kotak obat seringkali saling menghalangi. Hal ini dapat menyulitkan petugas dalam mencari obat. Untuk mengatasinya, dapat dilakukan penyusunan kotak obat secara bertingkat sehingga kotak obat tidak saling menghalangi satu sama lain. Selain itu, kendala yang ditemukan adalah proses verifikasi resep untuk aspek kesesuaian klinis yang pelaksanaannya masih terbatas karena hanya terdapat 1 Apoteker di satelit ini yang tugasnya masih terfokus pada pelaksanaan manajemen. Verifikasi resep dan pemberian informasi obat sebagian besar dilakukan oleh AA. Dalam hal ini, Apoteker klinis akan diperlukan untuk pelaksanaan verifikasi resep dan pemberian informasi obat kepada pasien yang lebih komprehensif. Beberapa unit kerja masih menggunakan resep manual dalam peresepan ke Satelit Farmasi Pusat. Penggunaan resep manual ini memiliki kekurangan, yaitu

56 47 memungkinkan terjadinya kesalahan pembacaan resep oleh petugas satelit dan memperlambat proses pelayanan resep. Oleh karena itu, penggunaan resep elektronik (EHR) diharapkan dapat segera diaplikasikan di seluruh unit kerja sehingga dapat mengatasi masalah tersebut. 4.3 Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Satelit Farmasi IGD merupakan bagian dari pelayanan penunjang medis di Instalasi Gawat Darurat yang melayani resep-resep pasien IGD di RSCM. Satelit Farmasi IGD hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi di IGD saja dan tidak menerima resep dari unit lain di RSCM. Satelit Farmasi IGD terdiri atas satu satelit di lantai 1 dan satu depo di lantai 4. Depo lantai 1 melayani kebutuhan perbekalan farmasi di lantai 1 hingga lantai 3 IGD, sementara lantai 4 hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi untuk ruang bedah di lantai 4. Satelit Farmasi IGD memiliki 2 orang Apoteker, yang masing-masing bertanggung jawab untuk pelaksanaan kegiatan manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik, 21 orang AA, dan 1 orang pekarya. Pelayanan farmasi di kedua depo setiap harinya dilakukan dalam 3 shift selama 24 jam, yaitu jam WIB untuk shift pagi, jam WIB untuk shift siang, dan jam WIB untuk shift malam. Kegiatan yang terdapat di Satelit Farmasi IGD meliputi kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan perbekalan farmasi untuk satelit lantai 1 dan depo lantai 4 dilakukan secara terpisah. Perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi didasarkan pada pola dan jumlah pemakaiannya di IGD. Semakin banyak barang yang keluar dari stok, maka permintaan untuk barang tersebut juga besar. Defekta barang dikirim pada hari Senin dan Kamis secara on line ke Gudang Perbekalan Pusat untuk disiapkan dan diambil esok harinya oleh pekarya. Tujuannya adalah agar pihak gudang menyiapkan terlebih dahulu barang yang diminta oleh pihak Satelit IGD. Pengambilan barang di Gudang Pusat dilakukan oleh AA dan pekarya. Pekarya akan melakukan pengambilan barang, sementara AA bersama dengan petugas gudang akan melakukan pengecekan barang untuk menyesuaikan antara nama perbekalan farmasi, jenis, bentuk sediaan, dan jumlah barang yang diambil

57 48 dari Gudang Pusat dengan data defekta dari IGD dan data yang di-entry pihak gudang ke dalam sistem IT-nya. Lembar defekta akan ditandatangani oleh pihak yang menyerahkan (pihak gudang) dan pihak yang menerima barang (pihak Satelit IGD). Pihak Satelit IGD akan mendapat satu copy lembar defekta tersebut. Apoteker Penanggungjawab Satelit IGD akan mengecek kembali kesesuaian data dari lembar defekta dengan barang yang diterima. Apabila telah sesuai, penambahan stok barang di satelit IGD akan diproses melalui sistem IT yang ada. Defekta perbekalan farmasi dipisahkan, antara defekta obat, alat kesehatan, dan narkotika. Maksud pemisahan tersebut adalah untuk mempermudah pelaporan mutasi oleh pihak gudang. Permasalahan terkait defekta yang sering terjadi adalah tidak sesuainya jumlah barang yang diminta pihak Satelit IGD dengan jumlah barang yang diberikan pihak Gudang Pusat. Hal tersebut biasanya disebabkan oleh persediaan barang di Gudang Pusat hampir mencapai stok minimumnya. Satelit lantai 1 juga menyediakan perbekalan farmasi untuk keperluan depo lantai 4. Sistem pengadaan barang di depo lantai 4 dilakukan dengan mengajukan defekta ke depo lantai 1. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi IGD telah diatur sesuai dengan persyaratan dan standar kefarmasian. Susunan penyimpanan dibuat berdasarkan pembagian berikut : 1) Bentuk dan jenis perbekalan farmasi a) Obat Penyusunan obat dibedakan lagi berdasarkan bentuk sediaannya, yaitu sediaan tablet, sediaan cair, sediaan topikal, injeksi, dan cairan infus. b) Alat kesehatan Penyusunan alat kesehatan dikelompokkan berdasarkan kegunaannya. 2) Suhu penyimpanan dan stabilitas Obat-obat termolabil yang memerlukan penyimpanan di suhu dingin (2 8 C) disimpan pada kulkas terpisah. 3) Susunan alfabetis Obat disusun sesuai urutan alfabetis nama generik atau nama dagangnya.

58 49 4) Sifat bahan Bahan bahan beracun dan berbahaya (B3) disimpan secara terpisah dalam lemari yang terbuat dari bahan tahan api, serta dilengkapi dengan label bahan berbahaya dan lembar Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan. 5) Sistem FIFO dan FEFO Perbekalan farmasi disusun dengan menempatkan barang yang pertama kali masuk atau barang dengan tanggal kedaluwarsa paling dekat terletak di bagian depan sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan lebih dulu. Penyimpanan di Satelit Farmasi IGD juga menerapkan pengaturan khusus untuk obat-obat yang termasuk dalam kelompok obat high alert dan obat LASA. Rak penyimpanan untuk obat-obat high alert ditandai dengan lakban berwarna merah. Sediaan narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang terletak di bagian belakang satelit, terpisah dari lemari penyimpanan obat lain. Kedua lemari tersebut selalu terkunci dan khusus untuk lemari narkotika, dilengkapi dengan pintu ganda. Kunci lemari dikalungkan pada salah satu petugas farmasi yang sedang bertugas. Kunci diserahterimakan kepada petugas farmasi lainnya ketika pemegang kunci sebelumnya akan bepergian. Stock opname (SO) untuk semua perbekalan farmasi yang terdapat di satelit lantai 1 dilakukan setiap 3 bulan sekali. Pelaksanaan SO bertujuan sebagai salah satu langkah untuk mengontrol stok perbekalan farmasi yang terdapat di Satelit Farmasi IGD. Selain SO, langkah pengontrolan lainnya yang juga dilakukan adalah dengan memisahkan penyimpanan produk obat-obat mahal untuk memudahkan pengontrolan, pengecekan stok narkotika setiap satu minggu sekali, pengecekan stok persediaan benang bedah setiap pergantian shift, serta penerapan sistem sampling yang harus dilakukan oleh semua AA setiap harinya untuk mengecek kesesuaian stok dari data kartu stok dengan jumlah fisik barang di satelit. Sistem distribusi perbekalan farmasi yang diterapkan di Satelit Farmasi IGD adalah berdasarkan dua sistem, yaitu sistem peresepan individu dan sistem floor stock. Sistem peresepan individu adalah sistem penyiapan dan pendistribusian perbekalan farmasi berdasarkan resep per pasien. Sistem peresepan di IGD sebagian besar masih menggunakan resep manual. Akan tetapi,

59 50 saat ini telah dilakukan uji coba penggunaan peresepan online menggunakan sistem Electronic Health Record (EHR) yang dimulai dari lantai 3 IGD. Penggunaan sistem tersebut masih perlu dievaluasi dan disempurnakan kembali, sebelum nantinya diberlakukan pada bagian lainnya di IGD. Selama masa uji coba, penerapan sistem EHR masih mengalami beberapa masalah, yaitu : 1) resep seringkali salah terkirim ke gedung A yang juga sudah menjalankan sistem peresepan secara online; 2) belum semua dokter memiliki akun untuk mengoperasikan sistem peresepan; 3) dokter seringkali memberikan akunnya kepada perawat dengan alasan untuk mempercepat peresepan sehingga resep dapat dibuat oleh perawat; serta 4) sistem bed management yang belum baik sehingga seringkali ruangan tujuan resep tidak jelas. Pola peresepan yang ditemui di IGD dapat berupa resep harian atau resep untuk per satu kali pemakaian, tergantung asal ruangan resep tersebut. Alur pelayanan untuk resep individu yaitu resep dari dokter akan diserahkan ke nurse station. Nurse station pada masing-masing lantai terdapat Pembantu Orang Sakit (POS) yang akan mengantarkan resep tersebut ke Satelit Farmasi IGD lantai 1. Resep kemudian diverifikasi oleh Asisten Apoteker. Verifikasi yang dilakukan meliputi skrining kelengkapan administratif resep, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Pemeriksaan kelengkapan resep meliputi nama dokter, ruangan asal resep, nama pasien, nomor rekam medis, dan tanggal lahir pasien. IGD sudah menerapkan sistem barcode untuk data pasien sehingga sebagian besar data pasien sudah tercetak dalam bentuk label yang ditempelkan pada resep, sehingga kelengkapan identitas pasien lebih terjamin dan mudah terbaca oleh petugas farmasi. Verifikasi lainnya adalah untuk kesesuaian farmasetik yang dilihat dari kesesuaian nama sediaan, bentuk sediaan, dan kekuatan sediaan. Apabila terdapat ketidaklengkapan dari kedua aspek tersebut, petugas farmasi yang melakukan verifikasi resep akan menuliskan temuannya pada lembar checklist review resep obat pasien. Verifikasi dari segi klinis, antara lain berupa pengecekan ada tidaknya status alergi pasien, dosis, serta frekuensi penggunaan obat.

60 51 Petugas satelit selanjutnya akan memastikan bahwa barang yang diminta tersedia dan menentukan jumlah barang yang akan diberikan. Jika stok obat tersedia di depo, data dari resep akan di-input ke dalam database komputer dan diberi harga. Setelah seluruh prosedur verifikasi selesai, barang akan disiapkan sesuai resep. Setiap melakukan pengambilan barang dari stok di satelit, petugas harus mencatat mutasinya pada kartu stok barang yang sesuai. Barang yang telah diambil lalu diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah dilengkapi dengan identitas pasien, meliputi nama pasien, nomor rekam medis, dan ruang rawat. Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara diantar ke ruang rawat atau diambil langsung oleh perawat, dokter, atau keluarga pasien di satelit farmasi lantai 1. Lamanya response time untuk pelayanan resep telah ditetapkan, yaitu 15 menit untuk resep cito, sementara untuk resep non-cito adalah hingga sebelum obat tersebut diberikan kepada pasien di ruang rawat. Pihak Satelit Farmasi IGD juga memberlakukan ketentuan untuk penyiapan obat pasien pulang. Obat yang telah disiapkan, namun tidak diambil oleh pasien dalam waktu 6 jam setelah penyiapannya, maka obat tersebut harus diretur. Hal tersebut mengingat seringnya terjadi penumpukan obat pulang di satelit lantai 1 karena pasien tidak mengambilnya. Sistem distribusi floor stock diberlakukan untuk persediaan paket tindakan, BMHP, dan persediaan perbekalan farmasi di troli emergensi. Paket yang disiapkan oleh Satelit Farmasi IGD di lantai 1 dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu paket yang termasuk dalam cost unit pasien dan paket yang tidak termasuk dalam cost unit pasien. Paket untuk tindakan medis di bagian urgent lantai 1 dan di ruang hemodialisa anak merupakan paket yang termasuk dalam cost unit pasien sehingga setiap pasien pasti akan dibebani biaya yang sama untuk paket ini, meskipun pasien tidak menggunakannya. Paket yang tidak termasuk dalam cost unit, antara lain paket kebidanan (untuk lantai 3 IGD) serta paket bedah dan paket anestesi (untuk lantai 4 IGD). Biaya ketiga paket tersebut hanya dibebankan kepada pasien sesuai dengan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang digunakan saja.

61 52 BMHP atau Bahan Medis Habis Pakai merupakan perbekalan farmasi dasar yang disediakan oleh pihak farmasi di lemari penyimpanan di ruang rawat. Stok BMHP disalurkan setiap 1 minggu sekali ke ruang rawat, yaitu pada hari Senin, serta dimonitor kondisi penyimpanannya setiap 1 bulan sekali oleh pihak farmasi. Troli emergensi yang tersedia di IGD sebanyak 6 buah. Masing-masing troli terdapat di lantai 1 (unit anak dan urgent), lantai 2 (ICU dan Intermediate Ward (IW)), lantai 3, dan lantai 4. Isi dari troli emergensi adalah obat-obat penyelamat hidup (OPH), alat untuk membuka jalan napas (airway), alat bantu napas (breathing), alat untuk pengelolaan sirkulasi darah (circulation), dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Barang-barang di dalam troli emergensi diisi oleh pihak Satelit Farmasi lantai 1 IGD. Isi troli disesuaikan dengan kebutuhan OPH dan alat kesehatan ABC dari unit di mana troli tersebut berada. Tanggal kedaluwarsa obat dan alat kesehatan yang dimasukkan ke dalam troli harus dicatat pada lembar checklist troli emergensi yang tersedia. Setelah troli terisi, pihak farmasi akan menguncinya menggunakan kunci disposable. Petugas farmasi yang melakukan penguncian troli harus mengisi Berita Acara penutupan troli dan menandatanganinya. Setiap pagi dan malam hari, dokter atau perawat di tiap lantai akan mengecek kondisi dan nomor seri kunci disposable troli emergensi untuk memastikan bahwa troli masih terkunci. Troli emergensi akan dibuka ketika terdapat code blue yang berarti terjadi kondisi kegawatdaruratan medis. Setelah tindakan untuk pasien dilakukan, dokter atau perawat harus menandai nama perbekalan farmasi dan jumlah yang digunakan dari troli pada lembar checklist troli emergensi serta menuliskan nama pasien yang menggunakan. Dokter harus membuat resep untuk meminta penggantian perbekalan farmasi yang telah digunakannya dari troli emergensi dan memberitahu pihak Satelit lantai 1. Resep dibuat atas nama pasien yang menggunakan perbekalan farmasi dari troli sehingga biaya penggantiannya akan ditagihkan kepada pasien tersebut. Petugas farmasi dari Satelit lantai 1 akan menyiapkan barang pengganti sesuai resep dokter beserta kunci baru untuk troli tersebut. Bersama dengan

62 53 perawat, pihak farmasi akan mengecek kembali kelengkapan seluruh isi troli. Troli harus dikunci menggunakan kunci disposable baru. Nomor seri kunci harus dicatat setiap kali terjadi penggantian kunci. Selanjutnya seperti pada awal pengisian troli, petugas farmasi harus mengisi Berita Acara penutupan troli. Pada Berita Acara tersebut harus dituliskan juga nama pembuka troli, tanggal pembukaan, alasan pembukaan, dan nama pasien yang memerlukan. Berita Acara tersebut ditandatangani oleh petugas farmasi beserta perawat sebagai saksi. Barang yang telah terdapat pada floor stock tidak perlu diresepkan kembali oleh dokter. Apabila terdapat barang floor stock pada resep dokter, maka pihak farmasi akan mengonfirmasi kepada dokter yang bersangkutan untuk membatalkan peresepan barang tersebut. Saat verifikasi resep, jika ditemui peresepan barang floor stock, maka kejadian tersebut dicatat di dalam lembar checklist review resep obat pasien sebagai temuan masalah obat. Kegiatan farmasi klinik di IGD telah berjalan dengan adanya seorang Apoteker klinis. Pelayanan farmasi klinik dilakukan untuk melayani kebutuhan pasien dari lantai 1 hingga lantai 3 IGD. Beberapa jenis pelayanan yang telah dilakukan, antara lain : a. Verifikasi resep : Apoteker klinis akan melakukan verifikasi resep sebelum obat di-dispense. Akan tetapi, ketika Apoteker klinis tidak ada di satelit, proses verifikasi dilakukan oleh AA; b. Monitoring penggunaan obat yang dilakukan dengan cara menyesuaikan antara obat yang diresepkan oleh dokter dengan rencana pengobatan dalam status pasien dan pemberian obat oleh perawat yang tercatat dalam kardeks; c. Visite mandiri yang dilakukan terutama untuk memastikan bahwa obat telah didistribusikan kepada pasien dengan tepat waktu; serta d. Pemberian informasi obat pulang yang dilakukan pada saat penyerahan obat kepada pasien yang akan pulang. Mahasiswa bertugas di satelit IGD selama 3 hari. Mahasiswa berkesempatan untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi di satelit IGD. Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Satelit IGD, terdapat beberapa hal yang masih perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi Satelit Farmasi IGD, yaitu:

63 54 a. Response time pelayanan dispensing obat masih cukup lama. Hal ini terlihat dari seringnya obat-obat tersebut didapati belum selesai di-dispense ketika pihak perawat, dokter, atau keluarga pasien sudah datang untuk mengambil obat. b. Penulisan keterangan penggunaan obat pada etiket obat oral belum lengkap karena tidak disertai dengan informasi penggunaan sebelum atau sesudah makan. c. Kebersihan rak penyimpanan perbekalan farmasi di satelit masih perlu ditingkatkan. 4.4 Satelit Farmasi Intensive Care Unit (ICU) Satelit Farmasi ICU merupakan salah satu unit yang melayani pasien selama 24 jam setiap hari. Setelit ini beroperasi mulai pukul untuk shift pertama, dari pukul untuk shift kedua, dan dari pukul untuk shift ketiga. Pelayanan resep dilakukan untuk pasien jaminan maupun pasien umum yang membayar secara tunai. Satelit ini melayani resep rawat inap dari ICU dewasa, ICCU, dan juga menyiapkan paket tindakan endoskopi untuk pemakaian resep individu. Pelayanan farmasi ICU dikelola oleh dua orang Apoteker yang mengelola bidang manajemen perbekalan farmasi dan klinis, dibantu oleh lima orang AA. Apoteker bidang manajemen perbekalan farmasi bertanggung jawab kepada Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi melalui Penanggungjawab Bidang Perbekalan Farmasi. Apoteker bidang klinis bertanggung jawab kepada Kepala Sub Instalasi Farklin Diklitbang melalui Penanggungjawab Bidang Farmasi Klinis. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di ICU meliputi pengelolaan perbekalan kefarmasian, mulai dari perencanaan, defekta obat, penerimaan, penyimpanan dan pelaporan, pelayanan resep ICU dewasa atau resep cito dari bagian endoskopi, parade pagi, visite pasien bersama, pengkajian resep, monitoring obat, konseling obat pasien pulang di ICCU dan pemberian informasi obat. Defekta perbekalan faramasi di Satelit Farmasi ICU dilakukan setiap hari Senin dan Kamis, sedangkan untuk pengambilan barang dilakukan pada hari

64 55 Selasa dan Jumat. Jumlah perbekalan yang perlu dipesan diketahui melalui pemeriksaan pada kartu stok. Petugas akan memesan defekta ke Gudang Pusat secara online sehari sebelum hari defekta. Selanjutnya, petugas gudang memeriksa ketersediaan perbekalan farmasi sesuai dengan permintaan. Petugas Satelit ICU akan datang ke Gudang Pusat untuk melakukan penerimaan perbekalan farmasi. Setelah melakukan pengecekan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah barang yang diminta dengan yang diberikan pihak gudang, petugas Satelit ICU akan menandatangani fomulir defekta barang. Selanjutnya, petugas satelit akan mencatat jumlah barang yang diterima pada kartu stok barang di satelit dan menyusun perbekalan farmasi di tempat yang telah disediakan. Beberapa jenis perbekalan farmasi disimpan di lemari terpisah sebagai buffer stock. Selain distribusi obat secara peresepan individu, distribusi perbekalan farmasi dasar dilakukan dengan sistem floor stock ke ruang rawat. Perawat akan menulis permintaan perbekalan farmasi dasar ke Satelit Farmasi ICU dan pihak Satelit Farmasi akan meneruskan permintaan barang ke gudang melalui IT. Setelah perbekalan farmasi dasar diterima oleh pihak Satelit Farmasi, perbekalan tersebut akan diserahkan kepada perawat. Penyimpanan perbekalan farmasi dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu obat atau alat kesehatan. Penyusunan obat di Satelit Farmasi ICU dilakukan berdasarkan bentuk sediaan, jaminan atau non-jaminan, generik atau nama dagang, dan stabilitas. Obat pasien jaminan dipisah penyimpanannya berdasarkan jenis obat jaminan, Askes atau non-askes. Obat non Askes dipisah juga berdasarkan obat generik atau obat paten. Beberapa obat yang bersifat termolabil disimpan terpisah di lemari pendingin dengan suhu 2 8 C. Suhu lemari pendingin dipantau tiga kali dalam sehari. Suhu penyimpanan dalam ruang satelit dipantau melalui termometer ruangan sebanyak satu kali sehari. Penyimpanan alat kesehatan dilakukan berdasarkan fungsi atau penggunaannya. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit ICU juga menerapkan sistem FEFO dan FIFO, seperti di satelit farmasi lainnya. Stock opname dilakukan minimal enam bulan sekali. Obat dengan penyimpanan khusus di Satelit Farmasi ICU, meliputi penyimpanan narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika, obat

65 56 termolabil, dan kit emergensi. Tempat penyimpanan obat high alert ditandai dengan lakban berwarna merah dan diberi label high alert pada tiap kemasan terkecil obat. Narkotika dan psikotropika disimpan di satu lemari bersekat, dengan bagian atas merupakan lemari narkotika dan bagian bawah merupakan lemari psikotropika. Khusus untuk lemari narkotika memiliki pintu dengan kunci ganda yang selalu terkunci. Penyimpanan obat-obat LASA telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan tidak meletakkan dua jenis obat yang tergolong LASA secara berdampingan dan terdapat stiker LASA yang ditempelkan pada rak penyimpanan obat. Obat yang mendekati kedaluwarsa diberi label warna kuning dengan pencantuman bulan dan tahun kedaluwarsa obat tersebut. Pendistribusian obat di Satelit Farmasi ICU menggunakan sistem peresepan individual. Dokter menuliskan resep obat secara manual. Resep biasanya diantar ke satelit oleh perawat atau keluarga pasien. Petugas satelit akan melakukan verifikasi terhadap resep yang diterima. Verifikasi resep, meliputi verifikasi administratif, farmasetik, klinis dan kelengkapan lainnya, seperti kelengkapan persyaratan jaminan pasien serta hasil lab untuk penggunaan obatobat tertentu, seperti albumin. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui sistem IT dan diberi harga. Setelah itu, obat disiapkan oleh petugas satelit. Petugas pelaksana dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan permintaan dalam resep, lalu dicatat mutasinya pada kartu stok. Selanjutnya, obat dikemas dan diberi label untuk diserahkan kepada perawat di ruang ICU. Resep yang dilayani di Satelit ICU adalah resep manual harian dan resep cito. Berbeda dengan resep harian, perawat atau dokter yang telah menyerahkan resep cito ke Satelit ICU akan menunggu obat yang di-dispensing untuk segera dibawa ke ruang rawat. Perawat akan menuliskan obat yang diambilnya dari petugas satelit di buku komunikasi yang tersedia sebagai bukti telah dilakukan serah terima obat dari Satelit Farmasi ICU. Selanjutnya, petugas satelit akan memindahkan data di buku komunikasi ke sistem IT. Obat pasien dapat diretur jika obat tidak digunakan, kondisinya masih layak pakai, dan berasal dari Satelit Farmasi ICU. Bagi pasien umum, obat yang diretur akan diganti dengan uang tunai, sedangkan untuk pasien jaminan akan

66 57 dilakukan pengurangan terhadap jumlah tagihan kepada penjamin. Penagihan terhadap pasien jaminan diurus oleh penata rekening. Penata rekening akan melakukan penagihan ke UPPJ (Unit Pelayanan Pasien Jaminan) terhadap obatobat yang telah digunakan pasien. Apoteker klinis di Satelit ICU melakukan parade pagi setiap pukul WIB bersama dokter, perawat, dan dietisian. Parade ini bertujuan untuk membahas seputar permasalahan pasien, perkembangan pasien, dan rencana tindakan atau pengobatan yang akan diberikan kepada pasien. Apoteker akan memberikan rekomendasi mengenai obat yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, ketersediaan obat di Instalasi Farmasi, dosis obat yang sesuai indikasinya, dan interaksi obat. Perencanaan pengobatan pasien juga disesuaikan dengan hasil laboratorium pasien. Apoteker klinis melaksanakan visite bersama dokter, perawat, dan dietisian. Pada saat melakukan visite, dapat terjadi perubahan terapi ataupun tindakan pada pasien. Peran Apoteker pada saat itu adalah memberikan rekomendasi dan berkoordinasi dengan dokter terkait rencana terapi atau tindakan yang akan diterapkan. Apoteker klinis juga melakukan pengkajian resep. Apoteker mengkaji kesesuaian farmasetik dan klinis obat yang diresepkan oleh dokter. Jika terdapat terapi yang kurang sesuai, Apoteker meminta konfirmasi kepada dokter yang bersangkutan dan memberi rekomendasi jika diperlukan. Monitoring obat dilakukan oleh Apoteker dengan memeriksa kesesuaian antara resep, kardeks, dan status pasien serta menganalisis perkembangan pasien dengan terapi yang diperoleh. Pasien di ICU dengan kondisi yang telah stabil umumnya akan dipindahkan ke ruang rawat inap di Gedung A, sedangkan pasien ICCU yang kondisinya sudah baik dapat dipulangkan. Apoteker klinis juga melaksanakan kegiatan farmasi klinis di ICCU, salah satunya adalah memberikan informasi obat pada pasien yang akan pulang. Selama pelaksanaan PKPA di Satelit Farmasi ICU, terdapat beberapa hal yang diamati oleh mahasiswa. Berikut adalah hasil pengamatan serta beberapa masukan untuk memperbaiki kinerja di Satelit Farmasi ICU :

67 58 a. Resep-resep yang diterima di Satelit ICU terkadang tidak memenuhi kelengkapan syarat penulisan resep, misalnya seringkali ditemukan tidak ada nama dokter, jenis sediaan, atau kekuatan sediaan. Hal ini mungkin disebabkan karena dokter lupa menulis, terburu-buru, atau karena dokter menganggap bahwa petugas farmasi telah mengetahui obat yang dimaksud. Ketidaklengkapan syarat penulisan resep ini dapat berpotensi menyebabkan terjadinya medication error. Ketidaklengkapan ini dapat diatasi dengan penerapan sistem peresepan online karena dengan sistem tersebut, data administratif pasien pada resep dapat dilengkapi secara otomatis. Penambahan tenaga AA juga dibutuhkan untuk mengoptimalkan pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan meminimalisir terjadinya medication error di Satelit ICU akibat beban kerja petugas yang tinggi. Idealnya, sekurangkurangnya terdapat dua AA untuk shift pagi, dua AA untuk shift siang, dan dua AA untuk shift malam. b. Satelit Farmasi ICU dilengkapi dengan lemari yang tingginya dapat mencapai lebih dari dua meter. Terdapat beberapa perbekalan farmasi serta dokumen yang diletakkan pada posisi yang cukup tinggi dan sulit dijangkau oleh petugas. Biasanya petugas menggunakan alat bantu kursi untuk menjangkau perbekalan farmasi serta dokumen yang diletakkan pada posisi tersebut. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Oleh karena itu, penambahan fasilitas tangga diperlukan untuk mengurangi risiko terjadinya kecelakaan kerja. c. Satelit Farmasi ICU terletak cukup jauh dari ruang tunggu keluarga pasien sehingga petugas satelit harus berteriak keluar ruangan untuk memanggil keluarga pasien saat pengurusan tagihan obat pasien. Oleh karena itu, dibutuhkan pengadaan alat pengeras suara untuk memudahkan petugas dalam melakukan pemanggilan tersebut. d. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU sudah tertata dengan cukup baik. Akan tetapi, masih ditemukan beberapa produk obat yang disimpan tercampur dalam satu wadah. Penyimpanan obat tersebut berisiko menimbulkan kesalahan dan menyulitkan pencarian obat saat proses dispensing. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan wadah obat atau

68 59 pemberian sekat pada wadah tersebut untuk membatasi penyimpanan antara satu produk obat dengan produk obat lain. Penyimpanan obat yang tersimpan di dalam wadah boks juga masih diletakkan langsung di lantai tanpa menggunakan palet. Sebaiknya dapat dipertimbangkan penambahan palet untuk menjaga keamanan obat yang harus disusun di lantai agar tidak rusak. Menurut informasi dari petugas farmasi di ICU, usulan untuk pengadaan palet sebenarnya sudah diajukan, akan tetapi belum dapat terealisasi. 4.5 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) Gedung A merupakan ruang rawat inap terpadu bagi semua pasien yang sedang menjalani pengobatan di RSCM. Gedung A terdiri dari 8 lantai yang pada setiap lantainya terdiri dari dua zona, yaitu zona A dan zona B. Pembagian ruang rawat Gedung A dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Pembagian Ruang Rawat Gedung A Lantai Ruang Rawat Zona A Ruang Rawat Zona B 1 Anak Kelas khusus dewasa 2 Penyakit dalam dan kebidanan Kebidanan 3 Kelas khusus dewasa Kelas khusus dewasa 4 Bedah Bedah 5 Syaraf dan stroke Bedah syaraf, HCU 6 Kelas khusus dewasa HCU dewasa, ICU anak, penyakit dalam 7 Penyakit dalam dewasa Penyakit dalam dewasa, THT, mata 8 Hematologi dewasa, geriatri Hematologi dewasa Tugas pokok dan peran Apoteker di Gedung A terdiri dari dua, yaitu manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Manajemen perbekalan farmasi dikelola oleh Satelit Farmasi yang terdiri dari depo farmasi di setiap lantai dan Gudang Farmasi Basement Gedung A. Depo farmasi bertugas melayani kebutuhan obat-obat pasien yang menginap di lantai tersebut, sedangkan Gudang Farmasi Basement berfungsi menyediakan kebutuhan perbekalan farmasi bagi semua pasien rawat inap di Gedung A, baik pasien jaminan maupun pasien umum. Gudang Farmasi Basement akan mendistribusikan

69 60 perbekalan farmasi ke setiap depo farmasi, kemudian depo farmasi tersebut yang akan mendistribusikannya ke pasien melalui perawat. Pelayanan farmasi untuk pasien rawat inap Gedung A dilakukan selama 24 jam yang terbagi menjadi dua shift (pagi pukul WIB dan sore pukul WIB), dilayani di depo farmasi setiap lantai dan tiga shift dengan penambahan shift malam pukul WIB dikarenakan ada pengalihan pelayanan dari depo tiap lantai ke Gudang Farmasi Basement Gedung A. Terkadang depo farmasi lantai 1 dan 4 menerapkan sistem shift middle, yaitu pukul WIB. Hal ini dikarenakan resep racikan untuk pasien anak yang terdapat di lantai 1 dan pasien yang menjalani operasi bedah di lantai 4 sangat banyak sehingga penerapan shift middle ini sangat membantu pelayanan farmasi di depo lantai tersebut. Jumlah SDM di satelit farmasi Gedung A saat ini (akhir bulan Mei) terdiri dari 2 orang Apoteker dan 59 orang AA. Rincian jumlah SDM di Satelit Farmasi Gedung A dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Jumlah sumber daya manusia Satelit Farmasi Gedung A Lokasi Jumlah SDM (orang) Lokasi Jumlah SDM (orang) Gudang basement 2 Apt + 10 AA Depo lantai 4 6 AA Administrasi 2 AA Depo lantai 5 7 AA Depo lantai 1 6 AA Depo lantai 6 6 AA Depo lantai 2 5 AA Depo lantai 7 9 AA Depo lantai 3 4 AA Depo lantai 8 4 AA Pengelolaan perbekalan farmasi di Gudang Basement sama seperti pengelolaan perbekalan farmasi di satelit farmasi lain, yaitu mulai dari perencanaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan hingga distribusinya ke pasien. Perencanaan Gudang Farmasi Basement berdasarkan pada kebutuhan depo farmasi setiap lantai. Setelah pihak Gudang Basement mengetahui jumlah perbekalan farmasi yang dibutuhkan, maka akan dilakukan pengadaan melalui defekta ke Gudang Pusat setiap tiga kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin, Rabu, dan Jumat menggunakan sistem online. Setelah dilakukan pemesanan dan penyiapan barang oleh petugas Gudang Pusat, pekarya dari Gudang Farmasi

70 61 Basement Gedung A akan melakukan penerimaan perbekalan farmasi di Gudang Pusat. Perbekalan farmasi yang telah diterima dan diperiksa disimpan di Gudang Basement. Perbekalan farmasi terdiri dari sediaan farmasi dan alat kesehatan. Sediaan farmasi disusun berdasarkan sistem alfabetis, bentuk sediaan, generik/non-generik, kestabilan (obat termolabil), dan FEFO/FIFO, sedangkan alat kesehatan disusun berdasarkan fungsinya. Beberapa sediaan farmasi harus disimpan secara khusus atau terpisah dari sediaan lainnya antara lain: a. Narkotika: disimpan di lemari khusus yang berpintu dan berkunci ganda. Lemari tersebut harus selalu dikunci dan kuncinya digantungkan pada leher petugas farmasi yang bertanggung jawab pada saat itu. b. Psikotropika: disimpan di lemari khusus yang berpintu. Lemari tersebut juga harus selalu terkunci dan kuncinya digantungkan pada leher petugas farmasi yang bertanggungjawab pada saat itu. Kunci lemari psikotropika biasanya akan digabung dengan kunci lemari narkotika. c. Obat mahal: disimpan di lemari terpisah dengan sediaan lainnya agar dapat memudahkan pengontrolan penggunaan obat tersebut. d. Obat LASA, yaitu obat yang memiliki bentuk atau penampilan dan pengejaan yang hampir sama. Selain itu obat-obat LASA termasuk juga obat-obat yang memiliki kekuatan dosis lebih dari satu. Penyimpanan obat jenis ini tidak dipisahkan dengan sediaan lainnya, tetapi hanya diberi stiker LASA di bagian depan rak penyimpanannya dan diberi jarak dengan obat pasangannya. e. Obat High Alert, merupakan obat yang memiliki risiko tinggi dalam penggunaannya sehingga harus digunakan secara hati-hati. Obat jenis ini disimpan di lemari terpisah dan diberi stiker high alert pada setiap satuan terkecil obat sehingga setiap petugas medis yang menggunakan obat tersebut akan lebih berhati-hati dalam menggunakannya. Lemari obat high alert ditandai dengan garis merah menggunakan lakban yang memenuhi semua bagian tepi/sisi lemari. f. Obat sitostatika, yaitu obat yang digunakan untuk pasien kanker pada saat menjalani kemoterapi. Obat sitostatika disimpan di lemari terpisah dan diberi stiker ungu obat kemoterapi pada setiap satuan terkecil obat. Penanganan obat

71 62 ini harus sangat diperhatikan karena bahaya yang ditimbulkan akibat paparan obat ini sangat besar. Lemari obat sitostatika ditandai garis merah menggunakan lakban yang memenuhi semua bagian tepi/sisi dari lemari, sama seperti lemari obat high alert. g. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3): disimpan di lemari besi yang tertutup rapat karena sifatnya yang korosif, mudah terbakar, dan sifat yang berbahaya lainnya. Di bagian depan pintu harus tertempel simbol B3 dan terdapat MSDS yang merupakan pedoman penanganan untuk masing-masing B3 di dalam lemari tersebut. h. Obat yang memiliki waktu kedaluwarsa tiga bulan ke depan akan dimasukkan ke dalam plastik berwarna kuning dan ditempeli stiker kuning yang berisi informasi bulan dan tahun kedaluwarsa. Gudang Farmasi Basement mendistribusikan perbekalan farmasi ke depo farmasi di setiap lantai berdasarkan defekta dari depo. Depo di setiap lantai biasanya melakukan defekta ke Gudang Farmasi Basement setiap hari sesuai dengan kebutuhan obat pasien. Perbekalan farmasi yang sudah disiapkan oleh petugas Gudang Basement akan dikirimkan ke depo farmasi. Obat-obat yang perlu diracik disiapkan di ruang peracikan khusus yang tersedia di Gudang Farmasi Basement. Pada hari Senin dan Kamis, AA dari depo lantai satu akan membantu penyiapan obat yang akan diracik di Gudang Farmasi Basement karena dua hari tersebut adalah hari peresepan oleh dokter sehingga resep obat-obat racikan untuk pasien anak sangat banyak. Sistem peresepan di Gedung A sudah menggunakan sistem online berupa Electronic Health Record (EHR). Kelebihan penggunaan sistem ini adalah dapat mengurangi kesalahan dalam membaca resep sehingga kesalahan dalam pemberian obat juga berkurang. Selain itu, kelengkapan administrasi resep secara otomatis terpenuhi, resep lebih cepat sampai di depo farmasi sehingga akan lebih cepat untuk melakukan dispensing obat, serta tagihan pasien dapat diketahui secara real time. Dokter biasanya mengirimkan resep pasien pada hari Senin untuk penggunaan dari Senin sore hingga Kamis siang serta resep Kamis untuk penggunaan dari Kamis sore hingga Senin siang. Akan tetapi, masih ada beberapa

72 63 dokter yang melakukan peresepan secara manual khususnya dokter konsulen yang menangani pasien kelas khusus pada lantai 1, 3, dan 6. Obat-obat yang sudah diresepkan kemudian disiapkan oleh farmasi di depo dan didistribusikan ke pasien melalui perawat. Sistem distribusi yang digunakan, yaitu resep harian, unit dose, dan peresepan individu. Sistem resep harian, yaitu sistem distribusi obat yang disiapkan untuk penggunaan obat selama satu hari. Sistem unit dose, yaitu sistem distribusi obat yang disiapkan untuk setiap kali waktu minum obat, dimulai dari sore hingga siang hari di hari berikutnya. Walaupun obat disiapkan secara unit dose, namun penyerahan obat ke perawat tetap dilakukan satu kali sehari untuk penggunaan secara satu hari, yaitu setiap sore hari sebelum pukul WIB. Sistem unit dose ini hanya diberlakukan untuk obat oral, kecuali di depo farmasi lantai 3 yang sudah menerapkan sistem unit dose untuk obat-obat parenteral. Sistem distribusi peresepan individu digunakan untuk penyiapan obat bagi pasien yang akan pulang. Depo farmasi Gedung A juga menerapkan sistem distribusi floor stock. Perbekalan farmasi yang didistribusikan dengan metode floor stock, meliputi perbekalan farmasi dasar (bahan medik habis pakai) dan troli emergensi. Perbekalan farmasi dasar tersedia di ruang perawat (nurse station) untuk digunakan bersama-sama bagi seluruh pasien di lantai tersebut dan merupakan tanggung jawab dari perawat di lantai tersebut. Troli emergensi merupakan persediaan perbekalan farmasi pada keadaan darurat, berisi obat-obat penyelamat hidup, cairan nutrisi, dan alat-alat kesehatan penyelamat hidup (airways, breathing, circulation). Setiap kegiatan manajemen perbekalan farmasi yang dilakukan harus disertakan dengan laporan. Laporan yang disiapkan oleh Gudang Farmasi Basement antara lain laporan mutasi, laporan penjualan, laporan pemakaian antibiotik, laporan penggunaan perbekalan farmasi dasar (bahan medik habis pakai), laporan obat generik, laporan narkotika dan psikotropika, laporan penggunaan obat formularium, dan laporan barang implan. Laporan tersebut dibuat setiap bulan dan dikirim maksimal tanggal 5 setiap bulannya ke Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, Kepala Sub Instalasi Adminkeu, dan Koordinator Pelayanan Farmasi.

73 64 Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa selama PKPA untuk memahami manajemen perbekalan farmasi di Gedung A, yaitu : a. Memahami prosedur defekta dari depo ke Gudang Farmasi Basement dengan membantu menyediakan dan mengemas perbekalan farmasi berdasarkan defekta dari depo farmasi. b. Membantu memeriksa kesesuaian penempelan stiker LASA pada rak obat yang tergolong ke dalam obat LASA. c. Memahami proses penyiapan obat racik di Gudang Farmasi Basement melalui pengamatan proses peracikan yang dilakukan oleh juru racik dari awal persiapan hingga proses peracikan selesai. Selain itu, mahasiswa juga melakukan pengamatan terhadap alat pelindung diri (APD) yang digunakan oleh juru racik hingga alat-alat yang digunakan selama proses peracikan. d. Memahami proses dispensing obat di depo farmasi Gedung A dengan ikut serta membantu proses dispensing obat dan berdiskusi bersama AA yang bertugas di depo tersebut. Pada saat melakukan penelusuran obat-obat LASA, mahasiswa menemukan alat kesehatan yang memiliki waktu kedaluwarsa dalam tiga bulan ke depan tercampur dengan alat kesehatan yang memiliki waktu kedaluwarsa yang panjang dengan stiker kuning hanya tertempel pada bagian luar kotak penyimpanan. Sebaiknya obat dan alat kesehatan dengan waktu kedaluwarsa yang dekat (3 bulan ke depan) dipisahkan menggunakan kotak yang berbeda atau dibungkus plastik kuning sehingga obat dan alat kesehatan tersebut dapat digunakan terlebih dahulu untuk menghindari penumpukan barang-barang yang akan kedaluwarsa di gudang. Oleh karena itu, disarankan juga untuk membuat sistem alarm di komputer sebagai pengingat bagi perbekalan farmasi yang mencapai jumlah minimum atau hampir kosong sehingga Apoteker atau AA dapat segera membuat defekta perbekalan farmasi tersebut. Hal ini juga berarti dapat mengurangi waktu tunggu dari permintaan perbekalan farmasi tersebut ketika dibutuhkan segera/cito. Kegiatan farmasi klinik di Gedung A RSCM berjalan cukup baik. Farmasi klinik adalah pelayanan yang berorientasi kepada pasien yang bertujuan untuk menjamin efektivitas, keamanan, dan efisiensi penggunaan obat serta dalam

74 65 rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang tepat indikasi, tepat obat, tepat cara pemberian, tepat waktu pemberian, dan tepat lama pemberian. Kegiatan farmasi klinik di Gedung A meliputi verifikasi resep, monitoring pengobatan, visite, diskusi kasus, pelayanan konseling, pelayanan informasi obat, dan pengambilan riwayat pengobatan (medication history taking). a. Verifikasi resep Hal-hal yang dilakukan oleh Apoteker selama verifikasi resep meliputi pemeriksaan kesesuaian farmasetis dan pertimbangan klinis pasien. Pemeriksaan kelengkapan administrasi resep tidak dilakukan karena Gedung A sudah menggunakan sistem EHR sehingga kelengkapan administrasi resep telah lengkap secara otomatis. b. Monitoring pengobatan Monitoring pengobatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya diskrepansi (ketidaksesuaian pengobatan pasien) dan mengetahui perkembangan pengobatan pasien. Hal-hal yang dilakukan selama monitoring pengobatan pasien meliputi : 1) Melihat kesesuaian antara resep dokter di EHR dengan kardeks (laporan pemberian obat oleh perawat) serta obat yang ditulis di status pasien (Medical Record). 2) Kesuaian pemberian obat terhadap hasil laboratorium pasien. 3) Melihat kesesuaian dosis yang diberikan. 4) Interaksi obat yang terjadi karena polifarmasi. c. Visite Visite merupakan kunjungan yang dilakukan ke ruang rawat pasien yang bertujuan untuk : 1) meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien, perkembangan kondisi klinik, dan rencana terapi secara komprehensif; 2) memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien; dan

75 66 3) memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal pemilihan terapi dan monitoring terapi. Visite dapat dilakukan oleh Apoteker secara mandiri maupun berkolaborasi bersama tim medis lainnya sesuai dengan situasi dan kondisi. Dalam kegiatan visite, Apoteker berperan dalam memberikan rekomendasi pengobatan pasien terkait kesesuaian obat dengan penyakitnya, kesesuaian dosis dan sediaan obat, ketersediaan obat, harga obat, efek yang tidak diinginkan, serta kemungkinan terjadinya interaksi obat. 2) Diskusi kasus Kegiatan yang dilakukan selama diskusi kasus dapat bermacam-macam sesuai dengan kondisi unit yang melakukan diskusi kasus. Diskusi kasus dapat meliputi : 1) Sharing informasi pasien atau ilmu baru yang didapat. 2) Ronde klinik PPRA untuk membahas kasus penggunaan antibiotik, baik kasus yang berasal dari pasien maupun yang terjadi secara umum. 3) Ronde geriatri (geriatric meeting). 4) Ronde bersama (waktunya tidak pasti dan dilakukan minimal satu bulan bulan sekali). 5) Diskusi kasus lainnya sesuai kebutuhan pasien. e. Pelayanan konseling Konseling dilakukan untuk pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Konseling diprioritaskan bagi pasien geriatri (usia lanjut >65 tahun), pediatri (anak-anak <12 tahun), pasien yang akan pulang, pasien yang mendapatkan lebih dari 7 rejimen obat (polifarmasi), pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit, dan pasien yang mendapatkan efek obat yang tidak diharapkan dari penggunaan obatnya. Konseling yang diberikan bagi pasien yang akan pulang cukup informatif. Umumnya, pasien telah terbiasa dengan cara penggunaan obat-obat tersebut selama dirawat di rumah sakit sehingga tidak membutuhkan penjelasan yang terlalu mendetail. Akan tetapi, Apoteker sebaiknya meminta pasien untuk

76 67 mengulangi informasi yang telah disampaikan. Hal tersebut sebagai proses evaluasi dan untuk memastikan bahwa informasi telah diterima dengan tepat oleh pasien tanpa ada kesalahan dalam memahami informasi. Apoteker juga menuliskan informasi obat pada formulir informasi obat pulang terlebih dahulu. Informasi yang diberikan kepada pasien meliputi nama obat, jumlah obat yang diberikan, aturan dan waktu pemakaian obat, serta informasi khusus. Formulir informasi obat pulang sangat membantu bagi pasien karena biasanya obat yang diberikan kepada pasien lebih dari satu jenis obat sehingga pasien dapat lebih mudah dalam meminum obat. Sebaiknya informasi obat yang tertera dalam etiket juga mencantumkan cara penggunaan obat (sebelum/setelah makan). Walaupun pada saat konseling oleh Apoteker telah diberikan formulir informasi obat, namun pasien akan lebih sering melihat aturan penggunaan obat pada etiket. Oleh karena itu, informasi ini juga sangat penting tersedia di etiket obat agar pasien tidak salah dalam penggunaan obat. f. Pelayanan informasi obat (PIO) PIO terdiri dari PIO pasif dan PIO aktif. PIO pasif yaitu berupa menjawab pertanyaan yang berasal dari tenaga kesehatan di lingkungan RSCM, sedangkan PIO aktif berupa pemberian informasi secara aktif, seperti melalui buku panduan, leaflet, brosur, dan media lainnya Kegiatan PIO pasif baru terlaksana bagi tenaga medis di lingkungan Gedung A RSCM. Peran Apoteker dalam kegiatan PIO yaitu memberikan informasi obat yang dibutuhkan. Informasi tersebut harus mengacu pada acuan yang jelas, seperti buku-buku literatur terbaru, jurnal-jurnal penelitian, maupun media elektronik seperti internet yang berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Pertanyaan yang diajukan oleh tenaga medis maupun pasien dapat berupa pertanyaan mengenai kestabilan obat, substitusi obat, dosis obat untuk pasien dengan keadaan tertentu, dan pertanyaan lainnya yang mungkin ditemukan selama pasien menjalani perawatan. Laporan dari kegiatan PIO akan direkapitulasi dan dilaporkan setiap bulan sehingga memudahkan pencarian kembali apabila pertanyaan serupa ditanyakan kembali di lain waktu.

77 68 PIO aktif RSCM saat ini hanya dilakukan berdasarkan kebutuhan, belum dapat dilakukan secara rutin. Kegiatan PIO aktif yang telah dilakukan antara lain pembuatan leaflet penggunaan obat khusus, seperti tetes hidung, salep dan tetes mata, suppositoria, dan sebagainya; pembuatan buku panduan NGT, stabilitas obat, dan high-alert; pembuatan buku saku untuk penyakit kronis, seperti hipertensi, diabetes melitus, tuberkulosis, HIV, dan sebagainya; serta penyusunan monograf obat penting yang penggunaannya harus dipantau dan saat ini kegiatan ini masih dilakukan. g. Pengambilan riwayat pengobatan (medication history taking) Pengambilan riwayat penggunaan obat dilakukan bagi pasien yang baru dirawat di Gedung A. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat alergi, melihat efek samping dari penggunaan obat sebelumnya, dan menyesuaikan terapi sebelum perawatan dan saat perawatan di RSCM. Pengambilan riwayat penggunaan obat dilakukan dalam waktu 48 jam saat pertama pasien datang. Ketika melakukan pengambilan riwayat pengobatan, Apoteker menyiapkan lembar daftar obat sebelum perawatan dan menanyakan tentang riwayat penggunaan obat pasien sebelum dirawat di rumah sakit, meliputi: nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang), cara perolehan (resep, non-resep) termasuk obat herbal dan suplemen, dosis/aturan pakai, lama penggunaan obat (kapan mulai menggunakan dan kapan dihentikan), kepatuhan (dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala saja, dll), sumber obat, dan jumlah obat tersisa. Selain itu, Apoteker juga menanyakan riwayat alergi dan efek samping obat yang pernah dialami pasien. Kegiatan farmasi klinik yang dilakukan mahasiswa PKPA di Gedung A antara lain: a. Melakukan monitoring dan pengambilan riwayat pengobatan pada formulir yang tersedia, serta berdiskusi bersama Apoteker klinik mengenai data yang didapatkan. b. Mengikuti diskusi kasus mengikuti geriatric meeting dan mengikuti diskusi kasus HIV di Unit Pelayanan Terpadu HIV.

78 69 c. Menyiapkan obat, menulis informasi obat pulang pada formulir yang telah disediakan dan memberikan konseling obat untuk pasien yang akan pulang. d. Melakukan pelayanan informasi obat dengan menjawab pertanyaan yang diajukan melalui telepon yang masuk ke unit PIO. Mahasiswa mendapatkan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh petugas farmasi di depo dan dokter. Dalam menjawab pertanyaan yang diterima, mahasiswa mencari informasi dari literatur yang telah tersedia di ruangan, yaitu Drug Information Handbook dan literatur lain, seperti MIMS serta literatur dari internet. 4.6 Satelit Farmasi Kirana Satelit Farmasi Kirana dibuka oleh IFRS pada tahun 2011 dan ditujukan khusus untuk pasien dengan diagnosis penyakit mata. Satelit yang terletak di gedung Kirana, Jl. Kimia No.8, Jakarta Pusat ini memiliki dua depo farmasi, yaitu depo farmasi lantai 1 dan lantai 3. Depo lantai 1 melayani pasien rawat jalan, sementara depo lantai 3 melayani kebutuhan perbekalan farmasi untuk tindakan operasi mata. Depo lantai 1 beroperasi setiap hari Senin hingga Jumat dengan jadwal satu shift, yakni mulai pukul WIB, sedangkan depo farmasi lantai 3 juga memiliki jadwal satu shift, yaitu mulai pukul hingga semua tindakan operasi selesai dilakukan. SDM di Satelit Kirana berjumlah 6 orang, terdiri dari satu orang Apoteker Penanggungjawab dan tiga orang AA yang bertugas melayani pasien jaminan dan pasien umum (bayar tunai). Selain obat mata, satelit ini juga menyediakan obatobat lain, berupa obat oral, injeksi, narkotika, dan psikotropika sebagai terapi penyerta di luar pengobatan mata untuk pasien Kirana. Depo farmasi lantai 1 melayani pasien rawat jalan dari poli mata, rawat jalan dari bagian VIP (Citra), dan pasien pulang pasca-operasi, sedangkan depo farmasi lantai 3 hanya melayani kebutuhan ruang OK/bedah dan lasik. Bagian OK di Satelit Kirana memiliki 12 divisi mata dan masing-masing menggunakan sistem paket untuk pendistribusian perbekalan farmasinya. Dokumentasi mutasi barang, selain dengan sistem IT, seharusnya juga dilakukan menggunakan kartu stok. Akan tetapi, pada depo lantai 3, tidak dilakukan penulisan mutasi barang di kartu stok. Pendokumentasian hanya dilakukan melalui pencatatan pada kertas khusus

79 70 yang berisi nama barang yang keluar, jumlah, dan nama pasien yang menggunakan. Hal ini disebabkan arus permintaan yang cepat sehingga dengan keterbatasan SDM dirasa cukup sulit untuk memenuhi tanggung jawab tersebut. Kartu stok hanya digunakan untuk barang-barang mahal dan obat narkotik, yaitu morfin, petinin, dan fentanil. Perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan berdasarkan data pemakaian selama enam bulan terakhir. Data perencanaan dikirim ke Gudang Pusat untuk disiapkan pengadaannya. Depo lantai 3 membuat perencanaan untuk pemesanan barang dan dikirimkan ke depo lantai 1. Defekta perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan oleh pihak depo lantai 1 secara online pada hari Senin dan Rabu, sedangkan pengambilan perbekalan farmasi dilakukan pada hari Selasa dan Kamis. Satelit Kirana tidak memiliki pekarya, maka perbekalan farmasi yang diminta diantar oleh petugas Gudang Pusat. Pada hari pengantaran barang ke Satelit Kirana, dilakukan verifikasi terhadap kesesuaian perbekalan farmasi yang diterima dengan defekta oleh petugas farmasi di Satelit Kirana. Kemudian, perbekalan farmasi dimasukkan ke rak perbekalan farmasi dan dicatat pemasukannya pada kartu stok. Untuk kebutuhan perbekalan farmasi depo lantai 3, barang akan diantarkan dari depo lantai 1 ke depo lantai 3 dengan memanfaatkan jasa petugas cleaning service Satelit Kirana setiap hari Kamis. Khusus untuk pengadaan barang konsinyasi, seperti lensa mata, perencanaan jumlah kebutuhan dan spesifikasi serta beberapa rekomendasi vendor terbaik yang dipilih secara langsung diajukan oleh pihak Satelit Kirana ke Direktur Pelayanan Medik, yang kemudian akan berdiskusi dengan Bagian Keuangan RSCM. Jika disetujui, bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) akan melakukan sistem tender untuk menentukan vendor mana yang akan menangani barang konsinyasi ini. Setelah diputuskan pemenangnya, maka pihak Unit Kerja Kirana akan menghubungi vendor untuk melakukan pemesanan barang. Dokumentasi penggunaan lensa di Satelit Kirana dilakukan pada buku khusus pencatatan penggunaan lensa yang akan digunakan sebagai pedoman untuk pembuatan laporan pemakaian lensa per bulan. Laporan tersebut ditandatangani oleh Kepala Departemen Mata dan Kepala Sub Instalasi

80 71 Perbekalan Farmasi lalu diberikan ke bagian Instalasi Farmasi untuk dibuatkan faktur. Faktur ini akan diserahkan ke bagian keuangan untuk dijadikan dasar penagihan pembayaran bagi vendor. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Kirana menggunakan sistem FEFO dan FIFO yang disusun secara alfabetis. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit ini terbagi menjadi tiga, yaitu penyimpanan obat, penyimpanan alat kesehatan, dan penyimpanan obat khusus. Penyimpanan obat dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan stabilitasnya, sedangkan penyimpanan alat kesehatan disimpan terpisah dari obat dan diatur berdasarkan fungsi atau penggunaannya. Penyimpanan obat khusus di Satelit Kirana, meliputi penyimpanan narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika, obat termolabil, dan kit emergensi. Obat-obat yang tergolong LASA diatur agar tidak terletak bersebelahan dengan obat pasangannya dan telah dilakukan penempelan stiker LASA pada wadah obat-obat tersebut. Obat-obat High Alert disimpan di lemari khusus yang pada bagian tepinya ditandai dengan lakban berwarna merah, serta pada tiap kemasan primer obat diberi stiker High Alert. Obat kanker disimpan di lemari terpisah yang diberi stiker ungu. Narkotika disimpan di lemari khusus yang berkunci ganda. Kunci lemari narkotika dikalungkan pada AA yang bertugas di satelit. Barang-barang dengan masa kedaluwarsa enam bulan ke depan ditandai dengan label kuning yang dilengkapi dengan data bulan dan tahun kedaluwarsa obat tersebut. Obat-obat termolabil disimpan di dalam lemari pendingin. Pengecekan suhu lemari pendingin serta suhu ruangan penyimpanan Satelit Kirana dilakukan tiap pagi dan sore hari. Sebagai langkah pengontrolan terhadap stok perbekalan farmasi yang ada, dilakukan kegiatan SO di Satelit Kirana sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Juni dan Desember. Barangbarang yang diketahui telah mencapai tanggal kedaluwarsa atau rusak akan dikembalikan ke Gudang Pusat untuk dimusnahkan. Sistem distribusi perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan dengan dua cara, yaitu sistem peresepan individual dan sistem floor stock. Resep yang diterima di satelit ini adalah resep manual, tetapi beberapa dokter di ruang OK VIP telah menggunakan sistem online. Resep yang masuk per hari dapat mencapai

81 hingga160 lembar. Resep tersebut akan disimpan di Satelit Kirana selama tiga tahun, begitu juga dengan resep narkotika. Alur pelayanan resep di Satelit Kirana adalah sebagai berikut: a. Pasien umum (resep tunai) Pasien umum cukup datang dengan membawa resep asli dari dokter. Resep tersebut diverifikasi terlebih dahulu oleh petugas farmasi, meliputi verifikasi kelengkapan resep, ketersediaan barang di satelit, dan jumlah obat yang akan diberikan. Petugas satelit akan mengonfirmasi harga obat kepada pasien untuk selanjutnya dilakukan transaksi. Kemudian, petugas satelit melakukan dispensing obat dan menyerahkannya kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat. Alur pelayanan di Satelit Kirana sesuai dengan standar VHDS yang berlaku di RSCM, yaitu mulai dari pelaksanaan verifikasi, pemberian harga, dispensing obat, dan penyerahan obat. b. Pasien jaminan Perbedaan alur pelayanan resep pasien umum dengan pasien jaminan terletak pada saat proses penerimaan resep. Pasien jaminan harus membawa resep asli, fotokopi resep, dan surat jaminan. Untuk pasien jaminan Askes, petugas satelit harus memastikan bahwa obat yang akan ditebus oleh pasien terdapat dalam Buku Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes. Jika obat yang akan ditebus tidak terdapat dalam DPHO Askes, maka petugas harus menginformasikan kepada pasien bahwa obat tersebut tidak dibayarkan oleh Askes dan menjadi tanggungan pasien. Selama pelaksanaan PKPA di Satelit Kirana, mahasiswa menemukan adanya stok barang yang kosong dikarenakan stok obat di Gudang Pusat tidak tersedia. Hal ini mengakibatkan banyak pasien yang harus menebus obat di apotek di luar RSCM. Oleh karena itu, perencanaan serta pengaturan pengeluaran stok obat harus diatur dengan baik agar dapat mengatasi terjadinya stok barang kosong setiap hari. Masalah lain yang ditemukan di satelit ini adalah tidak terdapat daftar nama obat yang seharusnya ditempelkan pada bagian depan pintu lemari penyimpanan atau lemari pendingin. Hal ini disebabkan adanya beberapa tambahan obat yang baru tersedia dan disimpan di lemari pendingin sehingga

82 73 daftar obat yang baru belum sempat dibuat. Untuk menanggulangi hal tersebut, dapat dibuat penambahan kolom kosong pada daftar obat-obat yang sudah ada sebagai tempat untu menuliskan nama obat tambahan yang baru dimasukkan ke lemari tersebut. Selanjutnya, daftar tersebut dapat di-update secara berkala dan diprint kembali sesuai dengan data obat yang terbaru. Pada saat dilakukan pengecekan kartu stok, masih ditemukan adanya ketidakcocokan antara jumlah obat yang tertera di kartu stok dengan jumlah fisik obat di satelit. Hal ini seringkali dikarenakan petugas satelit lupa untuk mencatat pengeluaran obat di kartu stok saat melakukan pengambilan obat. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasinya, antara lain dengan memberlakukan sistem sampling yang dapat dilakukan oleh Apoteker atau AA yang bertugas di satelit untuk mengecek kesesuaian kartu stok dengan jumlah fisik, minimal 1 atau 2 minggu sekali. Permasalahan lain yang ditemui di Satelit Kirana adalah penulisan keterangan penggunaan obat yang belum lengkap pada etiket, terutama keterangan waktu penggunaan sebelum atau sesudah makan untuk obat oral. Hal ini karena petugas yang menyiapkan obat tidak mengerti atau tidak hafal aturan minum tiap obat. Dengan demikian, masih perlu dilakukan sosialisasi mengenai aturan penggunaan untuk obat oral yang terdapat di satelit kepada petugas farmasi di Satelit Kirana. Pada saat bertugas di depo farmasi lantai 3, diketahui bahwa depo ini tidak menggunakan kartu stok untuk mendokumentasikan mutasi perbekalan farmasi karena arus permintaan dan kegiatan di ruang OK yang berjalan cepat. Untuk ke depannya, dapat diadakan sebuah buku khusus sebagai media untuk pencatatan mutasi tersebut, yang minimal berisi keterangan nama perbekalan farmasi, jumlah, nama pasien yang memerlukan, dan inisial petugas satelit yang menyerahkan perbekalan farmasi. Hal ini diharapkan dapat mengantisipasi kemungkinan hilang atau terlewatnya dokumentasi mutasi tersebut. Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di depo lantai 1 Satelit Kirana, antara lain : a. Mengamati prosedur administrasi resep yang masuk. b. Mengamati dan melaksanakan alur pelayanan resep, dimulai dari penerimaan resep, penyiapan obat, hingga penyerahan obat kepada pasien.

83 74 c. Melakukan inventarisir stok barang pada lemari penyimpanan, kemudian memasukkan data tersebut ke dalam data pada sistem IT untuk mempermudah proses SO di Satelit Kirana. Kegiatan yang dilakukan di depo lantai 3, antara lain mengamati dan melakukan pelayanan perbekalan farmasi untuk keperluan ruang OK, menyusun stok barang dari buffer stock ke rak-rak obat, melakukan retur paket operasi yang tidak terpakai, hingga melakukan penyiapan paket yang akan digunakan untuk tindakan operasi keesokan harinya. 4.7 Sub Instalasi Produksi Sub Instalasi Produksi merupakan salah satu fasilitas kegiatan pengadaan perbekalan farmasi di RSCM. Perlunya diadakan kegiatan produksi ini adalah untuk memenuhi permintaan sediaan di RSCM yang memiliki kriteria, antara lain: a. sediaan dengan formula khusus, b. sediaan dengan kemasan yang lebih kecil (repacking), c. sediaan yang tidak ada di pasaran, d. sediaan dengan harga yang lebih murah, e. produk yang harus selalu dibuat segar, dan f. sediaan untuk keperluan penelitian. Sub Instalasi Produksi melayani produksi sediaan farmasi dan pelayanan aseptic dispensing. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan di RSCM terdiri dari sediaan steril dan non-steril. Lokasi untuk pelayanan aseptic dispensing di RSCM, antara lain terdapat di : a. Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3: melakukan pencampuran obat suntik (IV admixture) (4 AA), pencampuran obat kemoterapi (3 AA + 1 pekarya), dan repacking sediaan serbuk steril (2 AA). b. Perinatologi : melakukan pencampuran obat suntik (IV admixture) dan TPN (6 AA). c. Gedung A lantai 8: melakukan pencampuran obat kemoterapi (4AA). d. Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA): melakukan pencampuran obat kemoterapi (2 AA).

84 75 Sumber daya manusia (SDM) yang terdapat di Sub Instalasi Produksi, terdiri dari 2 Apoteker, 21 AA, dan 4 pekarya. Sub Instalasi Produksi beroperasi dalam 2 shift dari jam WIB dari hari Senin hingga Sabtu. Sub Instalasi Produksi di gedung CMU 2 lantai 3 memiliki fasilitas untuk melaksanakan kegiatan produksi agar selalu sesuai standar dan terjamin mutunya. Fasilitas disesuaikan dengan kegiatan produksi yang dilakukan dalam ruangan tersebut. Terdapat beberapa ruangan di dalamnya, yaitu : a. Ruang karantina sebagai tempat alat yang baru masuk untuk disimpan sebelum digunakan pada proses produksi. b. Ruang pencucian sebagai tempat pembersihan alat dan kemasan yang digunakan dalam proses produksi. c. Ruang bahan baku sebagai tempat disimpannya bahan baku obat yang digunakan dalam proses produksi. Penyimpanan bahan baku disimpan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu bahan baku untuk sediaan oral dan obat luar. d. Ruang peracikan sediaan farmasi non-steril yang terdiri dari ruangan tempat dilakukannya peracikan obat oral dan peracikan sediaan obat luar. e. Ruang produksi steril sebagai tempat dilakukannya kegiatan produksi steril dan repacking. f. Ruang uji mutu sebagai tempat dilakukannya kegiatan pengujian kualitas produk yang dihasilkan. g. Ruang penyiapan aseptik, terdiri dari: 1) Ruang Sitostatika, merupakan ruangan tempat dilakukannya peracikan dan pencampuran (dispensing) obat-obat kemoterapi. Prinsip tekanan dalam ruangan ini adalah tekanan negatif sehingga tekanan dari luar ruangan lebih besar dari tekanan di dalam ruangan. Dengan prinsip seperti ini, diharapkan zat-zat yang bersifat sitostatik tidak menyebar keluar ruangan sehingga petugas yang di luar ruang ini terhindar dari efek paparan obat sitostatika. 2) Ruang Obat Suntik dan Nutrisi Parenteral, merupakan ruangan tempat dilakukan peracikan dan pencampuran (dispensing) sediaan obat suntik atau nutrisi parenteral. Prinsip tekanan dalam ruangan adalah tekanan

85 76 positif sehingga tekanan dalam ruangan lebih besar disbanding luar ruangan. Hal ini bertujuan agar ruangan dalam tidak terkontaminasi dari partikel yang terdapat di luar ruangan. Produksi steril dan non-steril yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi menghasilkan sekitar 60 jenis sediaan. Produk steril yang diproduksi, antara lain sediaan salep kemicetin, kloramfenikol tulle, dan metilen blue. Sementara itu, produk non-steril yang dapat diproduksi sekitar 55 jenis. Contoh sediaan nonsteril yang dihasilkan, yaitu sediaan obat oral seperti kapsul dan serbuk bungkus, sediaan obat luar, seperti salep dan salicyl talk, handrub, alkohol 70%, dan povidone iodin. Sediaan yang rutin diproduksi setiap bulannya berjumlah 40 jenis. PKPA yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi berlokasi di gedung CMU 2 lantai 3 dan berlangsung selama tiga hari. Beberapa kegiatan yang diamati dan diikuti mahasiswa, antara lain : a. Mengamati kegiatan rekonstitusi obat sitostatika Alur pelayanan dispensing obat kemoterapi yang dilakukan di Sub Instalasi Produksi dimulai dari penerimaan resep dan obat kemoterapi dari pihak satelit farmasi oleh petugas rekonstitusi obat sitostatika. Resep kemoterapi berbeda dengan resep obat lainnya, yakni berupa Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika Instalasi Farmasi. Selain itu, untuk menghindari terjadinya kesalahan dispensing, formulir juga dilengkapi dengan protokol kemoterapi yang ditulis oleh dokter. Petugas di Depo Sitostatika melakukan skrining resep dengan memeriksa kesesuaian pasien dan dosis obat untuk menjamin keamanan pasien. Petugas juga memeriksa obat-obatan yang diserahkan beserta cairan infus dan spuit yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang tertulis dalam formulir permintaan rekonstitusi. Apabila pasien tidak segera melakukan kemoterapi, maka obat disimpan di Depo Stostatika sebagai obat titipan pasien. Persiapan pencampuran obat sitostatika meliputi penyiapan cairan, obat sitostatika, dan spuit sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu, juga dilakukan pembuatan etiket yang berisi nama pasien, Nomor Rekam Medik (NRM), jumlah obat yang dioplos beserta jumlah cairan pelarutnya, rute pemberian, tanggal dan waktu pembuatan, serta tanggal dan waktu kedaluwarsa. Seluruh obat, cairan, spuit, dan etiket yang diperlukan ditempatkan di dalam kotak

86 77 obat dan didistribusikan melalui pass box yang terhubung ke dalam ruang steril tempat penyiapan obat secara aseptis. Sebelum dilakukan pencampuran, petugas harus menggunakan APD terlebih dahulu sesuai ketentuan yang berlaku untuk menjamin sterilitas produk yang dihasilkan dan keamanan bagi petugas sendiri. Persiapan tersebut meliputi pemakaian gown dan APD lainnya, seperti penutup kepala, sarung tangan steril, masker N95, penutup mata (goggle), dan penutup kaki. Sarung tangan yang digunakan untuk prosedur aseptis adalah rangkap dua, sarung tangan yang kedua digunakan petugas setelah masuk ke dalam ruang steril. Selanjutnya, petugas masuk ke dalam ruang steril tempat pencampuran yang di dalamnya terdapat Biological Safety Cabinet (BSC) dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF) vertikal. Sebelum proses pencampuran, perlu dilakukan pembersihan area kerja agar tercipta lingkungan yang aseptik dengan cara mengelap bagian dalam BSC dengan gerakan searah, serta mengelap kemasan obat, cairan, dan spuit yang akan dimasukkan ke dalam BSC dengan mengunakan alcohol swab. Perlu disiapkan juga tempat pembuangan khusus limbah sitostatika dan peralatan lain yang dibutuhkan, seperti beaker glass. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pencampuran obat sitostatika dilakukan di ruang steril dalam BSC serta dikerjakan dengan hati-hati dan teliti. Setelah selesai direkonstitusi, sediaan sitostatika ditempeli etiket dan label obat sitostatika. Pelabelan dan pemberian etiket juga dilakukan di dalam ruang steril. Khusus obat yang tidak tahan cahaya, obat dikemas menggunakan aluminium foil. Sediaan akhir yang selesai dikerjakan diletakkan kembali ke dalam kotak khusus dan dikeluarkan dari ruang steril melalui pass box. b. Mengamati proses aseptic dispensing Mahasiswa mengamati kegiatan aseptic dispensing sediaan parenteral berupa KCl premix dan kegiatan repacking sediaan serbuk steril. Alur yang dilakukan pada aseptic dispensing adalah pengecekan permintaan yang dilakukan secara online. Jika terdapat permintaan, akan dilakukan pengisian form permintaan yang telah disediakan. Kemudian, disiapkan bahan-bahan lain yang akan digunakan. Proses dispensing dilakukan di ruang aseptik dengan tekanan udara positif. Dalam ruangan tersebut, dilakukan pengemasan dan pemberian

87 78 etiket pada sediaan yang telah siap. Obat yang telah siap akan diantarkan oleh pekarya ke satelit atau unit kerja yang memesan sediaan tersebut. c. Mencari literatur pembuatan larutan bilas lambung sebelum endoskopi dan menguji formulasi sediaan yang dirancang Pencarian literatur ini dilakukan untuk merancang formulasi larutan bilas lambung yang sesuai dengan kriteria dan dapat diproduksi di RSCM. Setelah didapatkan formula yang sesuai, dibuat sediaan sesuai dengan formula tersebut. Dilakukan juga evaluasi sediaan agar didapat sediaan yang baik dan dapat dikonsumsi. d. QC (quality control) pada proses pembuatan hand rub Proses QC dilakukan untuk mengontrol mutu sediaan produk agar sesuai dengan standar dan pengerjaan sesuai Standar Prosedur Operasional (SOP). Mahasiswa ikut melakukan QC pada proses pembuatan hand rub sesuai dengan prosedur yang terdapat pada formulir QC. Proses pembuatan hand rub yang teramati telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. h. Repacking pembuatan sediaan povidone iodin Proses repacking dilakukan untuk mengemas kembali sediaan menjadi kemasan yang lebih kecil dan ekonomis. i. Pembuatan sirup omeprazole Sirup omeprazole merupakan sediaan yang waktu kestabilan sediaannya pendek. Selain itu, sediaan sirup ini tidak tersedian di pasaran sehingga produksi sirup omeprazole ini dapat memenuhi kebutuhan penggunaannya di RSCM. Umumnya, produksi sirup ini tidak banyak dan hanya diproduksi sesuai dengan permintaan pada saat itu agar kestabilan obat tetap terjaga. j. Pengisian kapsul Pengisian kapsul yang dilakukan adalah pengisian kapsul CaCO 3. Sebelum pengerjaan dilakukan, area kerja dan peralatan yang akan digunakan dibersihkan

88 79 menggunakan alkohol. Proses pengisian kapsul dilakukan dengan menggunakan alat. Setelahnya, kapsul dimasukkan ke dalam wadah dan diberi etiket berisi nama obat, jumlah sediaan, tanggal pembuatan, dan tanggal kedaluwarsa. Selain itu, dilakukan juga uji mutu terhadap kapsul yang diperoleh, antara lain melalui uji visual dan pengujian keseragaman bobot kapsul. k. Mengemas serbuk KCl dan Kalium Fosfat. Selain diisikan ke dalam kapsul, kedua serbuk tersebut juga dapat langsung dikemas menggunakan kertas perkamen. Dalam proses pengemasan, harus diperhatikan kebersihan tempat, peralatan, dan tangan petugas pengemas. Proses pembagian serbuk dilakukan secara manual dan sesuai perkiraan petugas sehingga dituntut ketelitian dan ketepatan dalam pelaksanaannya. Setelah pengemasan selesai, sediaan dimasukkan ke dalam plastik dan diberi etiket. Secara keseluruhan, kegiatan produksi yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi telah sesuai dengan prosedur dan telah memanfaatkan sumber daya yang ada dengan maksimal. Meskipun demikian, masih ditemui adanya beberapa kendala, seperti kurangnya tenaga AA untuk melakukan proses produksi nonsteril sehingga beberapa proses pembuatan dibantu pelaksanaannya oleh pekarya di bawah pengawasan AA yang ada. Selain itu, AA yang ada terkadang diperbantukan juga ke lokasi aseptic dispensing lain yang sedang membutuhkan sehingga AA yang bertugas di CMU 2 semakin berkurang. Proses pengawasan mutu juga belum dapat dilakukan dengan maksimal pada semua proses produksi karena keterbatasan tenaga yang berkompetensi untuk itu. Oleh karena itu, perlu diadakan penambahan AA untuk mengatasi masalah tersebut. Pada proses pengemasan serbuk KCl juga terdapat kendala akibat penggunaan kemasan yang masih konvensional, yaitu dengan kertas perkamen. Sebaiknya, digunakan kertas puyer khusus yang dapat disegel menggunakan mesin press seperti yang telah digunakan di beberapa satelit farmasi lain di RSCM agar pengemasan lebih praktis dan efisien serta menjamin keamanan serbuk dari kemungkinan tercecer saat proses pengemasan.

89 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Instalasi farmasi di rumah sakit berperan sebagai bagian fungsional dari organisasi rumah sakit yang menjamin terselenggaranya pelayanan kefarmasian yang komprehensif. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di rumah sakit mencakup kegiatan manajemen yang terkait pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit dan pelayanan farmasi klinik untuk menjamin bahwa terapi yang diterima oleh pasien tepat dan aman. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian tersebut di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sudah cukup memenuhi persyaratan pelayanan kefarmasian dari Kementerian Kesehatan RI dan standar akreditasi internasional dari Joint Commission International. Akan tetapi, masih ditemui adanya aspek pelayanan yang belum dilakukan secara maksimal karena faktor keterbatasan jumlah SDM dan beberapa fasilitas penunjang. Apoteker di rumah sakit berperan sebagai pelaksana pelayanan kefarmasian. Dari segi manajemen, Apoteker bertugas untuk memastikan bahwa perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kesehatan di rumah sakit selalu tersedia. Dari segi klinis, Apoteker bertugas untuk memantau pengobatan pasien serta memberikan informasi yang diperlukan demi tercapainya tujuan pengobatan pasien dengan mengutamakan patient safety. Selain itu, Apoteker juga berperan sebagai seorang manajer yang bertugas melakukan pengelolaan sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana, serta berkontribusi dalam upaya peningkatan pendapatan rumah sakit. 80

90 Saran Berdasarkan pengamatan kami selama PKPA, berikut adalah beberapa saran yang dapat kami sampaikan: a. Gudang Perbekalan Farmasi Pusat 1) MSDS yang masih menggunakan bahasa asing diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar memudahkan staf atau pegawai dalam memahami isi dari MSDS tersebut sehingga penanganan yang dilakukan terhadap bahan tersebut tepat. 2) Obat-obat yang terdapat di dalam masing-masing lemari pendingin di bbuat daftar namanya dan ditempelakn pada pintu lemari pendingin yang sesuai. Daftar tersebut juga perlu diperiksa dan diperbaharui secara berkala sehingga data yang tersedia selalu ter-update sesuai dengan persediaan yang terdapat di dalamnya. 3) Stiker high alert, sitostatika, dan LASA ditempelkan secara lebih teliti. 2) Satelit Farmasi Pusat 1) Penyusunan obat masih menumpuk ke belakang sehingga kotak obat dapat saling menghalangi, hal ini dapat menyulitkan petugas dalam mencari obat. Untuk mengatasinya dapat dilakukan penyusunan dengan menggunakan kotak obat disusun bertingkat sehingga kotak obat tidak saling menghalangi satu sama lain. 2) Verifikasi klinis untuk di satelit pusat masih terbatas dilakukan karena apoteker yang hanya terdiri dari satu orang masih terfokus dalam pelaksanaan manajemen. Verifikasi resep dan pemberian informasi obat sebagian besar dilakukan oleh Asisten Apoteker. Perlu penambahan Apoteker klinis dalam hal verifikasi resep dan pemberian informasi obat kepada pasien yang lebih komprehensif. 3) Beberapa unit kerja masih menggunakan resep manual dalam peresepan. Penggunaan resep manual memiliki kekurangan, yaitu kesalahan membaca resep dan memperlambat proses pelayanan resep. Oleh karena itu, penggunaan resep elektronik (EHR) diharapkan segera diaplikasikan

91 82 di seluruh unit kerja sehingga dapat mempercepat proses pelayanan resep. 3) Instalasi Gawat Darurat (IGD) 1) Perlu dialokasikan penambahan jumlah pekarya di satelit farmasi IGD yang tugasnya berfokus pada pemeliharaan kebersihan rak penyimpanan perbekalan farmasi di satelit. 2) Penyediaan printer etiket untuk mempercepat dan mempermudah proses dispensing obat di satelit farmasi. 3) Penyediaan daftar keterangan cara penggunaan obat (sebelum atau sesudah makan) sebagai panduan bagi Asisten Apoteker dalam melengkapi keterangan pada etiket saat proses dispensing obat. 4) Satelit Intensive Care Unit (ICU) 1) Pengadaan pengeras suara dibutuhkan untuk memudahkan petugas agar mudah memanggil pasien. 2) Penambahan fasilitas tangga diperlukan untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja. 3) Peresepan online dan untuk memudahkan dispensing obat dan meminimalisir terjadinya medication error. 4) Penambahan Asisten Apoteker juga dibutuhkan untuk mengoptimalkan kinerja kefarmasian dan dan meminimalisir terjadinya medication error di ICU. Idealnya sekurang-kurangnya terdapat dua Asisten Apoteker untuk shif pagi, dua Asisten Apoteker untuk shift siang, dan dua Asisten Apoteker untuk shift malam. 5) Masih ada beberapa obat yang tersimpan dalam satu wadah obat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan wadah obat. 5) Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) 1) Sebaiknya informasi obat yang tertera dalam etiket juga mencantumkan cara penggunaan obat (sebelum/setelah makan) agar pasien tidak salah dalam penggunaan obat.

92 83 2) Kegiatan PIO aktif dapat dilakukan secara lebih rutin dan tidak hanya ditujukan bagi pasien dan petugas medis RSCM, tetapi juga dapat bermanfaat bagi pengunjung RSCM, misalnya pembuatan leaflet yang berisi informasi terkait penyakit HIV yang diberikan saat peringatan hari HIV sedunia. 3) Sebaiknya dibuat sistem alarm di komputer sebagai pengingat bagi perbekalan farmasi yang hampir kosong sehingga apoteker atau Asisten Apoteker dapat segera membuat defekta perbekalan farmasi tersebut. Hal ini juga berarti dapat mengurangi waktu tunggu dari permintaan perbekalan farmasi tersebut ketika dibutuhkan segera/cito. 6) Satelit Kirana 1) Depo lantai 3 tidak menggunakan kartu stok dan hanya memakai kertas catatan untuk mendokumentasi seluruh perbekalan farmasi yang keluar karena arus permintaan dan kegiatan di OK yang berjalan cepat. Untuk ke depannya, dapat dibuatkan buku khusus berisi nama perbekalan farmasi, jumlah, nama pasien, inisial nama penulis yang menyerahkan perbekalan farmasi supaya tidak tercecer dan data tidak hilang. 2) Pengambilan perbekalan farmasi dari gudang juga dimasukkan ke buku ini sebagai stok sehingga setiap kegiatan tetap dapat terdokumentasikan dengan baik. 3) Perlu adanya sosialisasi aturan minum tiap obat yang terdapat di depo farmasi lantai tersebut, khususnya obat oral karena ini terkait juga dengan pengobatan dan kesembuhan pasien 7) Sub Instalasi Produksi 1) Perlu penambahan Asisten Apoteker pada Sub Instalasi Produksi karena kurangnya tenaga Asisten Apoteker untuk melakukan proses produksi non steril sehingga beberapa proses pembuatan ada yang dilakukan oleh pekarya. Selain itu Asisten Apoteker yang ada terkadang diperbantukan ke lokasi aseptic dispensing lain yang lebih membutuhkan sehingga Asisten Apoteker yang bertugas di CMU 2 semakin berkurang. Proses

93 84 pengawasan mutu juga tidak bisa dilakukan dengan maksimal disemua proses produksi karena keterbatasan tenaga yang berkompetensi untuk itu. 2) Pada saat mengemas serbuk KCl sebaiknya digunakan kertas puyer khusus yang dapat disegel menggunakan mesin press seperti yang telah digunakan di beberapa satelit farmasi lain di RSCM agar pengemasan lebih praktis dan efisien serta menjamin keamanan serbuk dari kemungkinan tercecer saat proses pengemasan.

94 DAFTAR ACUAN Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta. Siregar, C. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Presiden Republik Indonesia. (1996). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta. 85

95 86 Lampiran 1.Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Direktur Utama Komite Medik, Komite Etik, PPIRS, Komite Mutu Direktur Medik dan Keperawatan Direktur Pengembangan dan Pemasaran Direktur Keuangan Direktur SDM dan Pendidikan Direktur Umum dan Operasional Departemen Instalasi promkes Bagian Anggaran Bagian Diklat Bagian Administrasi Instalasi Farmasi UPJM Bagian Perbendaharaan Bagian SDM Bagian Aset dan Inventaris UPT Bagian Akuntansi Bagian Hukor Bagian Teknik Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Instalasi Pendidikan Instalasi Medik ULP Unit Utilitas

96 87 Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Kepala Instalasi Farmasi Kepala Subinstalasi Administrasi dan Keuangan Kepala Subinstalasi Perbekalan Farmasi Kepala Subinstalasi Produksi Kepala Subinstalasi Farmasi Klinis dan Pendidikan Pelatihan Pengembangan

97 88 Lampiran 3. Struktur Organisasi Sub Instalasi Produksi Kepala Instalasi Farmasi Kepala Sub Instalasi Produksi Penanggung Jawab Produksi Steril dan Non Steril Penanggung Jawab Aseptik Dispensing Pelaksana Produksi Non Steril Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Serbuk Pelaksana Pencampuran Obat Sitostatika Pelaksana Pencampuran Obat Suntik Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Cair

98 89 Lampiran 4. Contoh Etiket

99 90 Lampiran 5. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose

100 91 Lampiran 6. Contoh Blanko Kartu Stok

101 92 Lampiran 7. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang

102 93 Lampiran 8. Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap

103 94 Lampiran 9. Formulir Medication History Taking Pasien

104 UNIVERSITAS INDONESIA PEMBUATAN BUKU PEDOMAN WAKTU PENGGUNAAN OBAT ORAL YANG BERKAITAN DENGAN MAKANAN SESUAI FORMULARIUM RSCM TAHUN 2013 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RATNA SARI DEWI, S. Si ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

105 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Interaksi Obat dan Makanan Mekanisme Interaksi Obat dan Makanan Interaksi Makanan-Obat Interaksi Obat-Makanan... 6 BAB 3. METODE PENGKAJIAN Waktu dan Lokasi Metode Pengkajian Prosedur Kerja... 8 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii

106 DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Daftar Obat yang Diminum 1 Jam Sebelum Makan atau 2 Jam Setelah Makan... 9 Tabel 4.2. Daftar Obat yang Diminum Bersama Dengan Makanan atau Segera Setelah Makan Tabel 4.3. Daftar Obat yang Diminum 30 Menit Sebelum Makan iii

107 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Cover Buku Pedoman Waktu Penggunaan Obat Oral yang Berkaitan dengan Makanan Sesuai Formularium RSCM Tahun Lampiran 2. Ketentuan Umum Buku Pedoman Waktu Penggunaan Obat Oral yang Berkaitan dengan Makanan Sesuai Formularium RSCM Tahun Lampiran 3. Daftar Isi Buku Pedoman Waktu Penggunaan Obat Oral yang Berkaitan dengan Makanan Sesuai Formularium RSCM Tahun Lampiran 4. Isi Buku Pedoman Waktu Penggunaan Obat Oral yang Berkaitan dengan Makanan Sesuai Formularium RSCM Tahun Lampiran 5. Daftar Acuan Buku Pedoman Waktu Penggunaan Obat Oral yang Berkaitan dengan Makanan Sesuai Formularium RSCM Tahun iv

108 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat merupakan salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan dalam pelayanan kesehatan. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan (Undang-Undang No. 36 Tahun 2009). Beberapa obat memiliki sifat atau tujuan pengobatan khusus yang hendaknya diminum pada waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah makan. Obat-obat yang membutuhkan waktu minum tertentu umumnya merupakan obatobat yang rute pemberiannya secara oral. Obat-obat yang dikonsumsi secara oral akan bergerak melalui sistem pencernaan dengan cara yang sama dengan makanan. Apabila obat-obat tersebut dikonsumsi secara bersamaan dengan makanan, maka ada kemungkinan akan terjadi interaksi antara obat-obat dan makanan, yang dapat mempengaruhi efektivitas obat atau penyerapan nutrisi makanan (Wunderlich, 2004). Beberapa obat yang dikonsumsi bersama dengan makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat. Makanan dapat mengurangi atau meningkatkan absorpsi suatu obat. Obat yang absorpsinya terhambat atau berkurang karena keberadaan makanan pada saluran cerna sebaiknya dikonsumsi pada keadaan perut kosong. Obat yang absorpsinya meningkat karena keberadaan makanan pada saluran cerna atau memiliki efek samping yang dapat mengiritasi lambung, sebaiknya dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau dalam keadaan perut yang terisi makanan (Bobroff, Lentz, Tumer, 2004). Berdasarkan efek yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan obat dan makanan tersebut, maka diperlukan pemberian informasi tentang waktu penggunaan obat oral guna mengoptimalkan terapi pasien. Pedoman waktu penggunaan obat oral yang berkaitan dengan makanan di RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang telah disesuaikan dengan Formularium RSCM Tahun 2013 dapat digunakan oleh tenaga kesehatan di rumah 1

109 2 sakit tersebut sebagai salah satu sarana yang dapat memberikan informasi tentang waktu penggunaan suatu obat agar dapat memberikan efek yang optimal pada terapi pasien. 1.2 Tujuan Memberikan informasi waktu penggunaan obat oral yang berkaitan dengan makanan yang terdapat dalam Formularium RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo melalui buku pedoman

110 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Obat dan Makanan Hubungan dan interaksi antara makanan (nutrisi yang dikandungnya) dan obat memiliki pengaruh besar terhadap pengobatan dan pemeliharaan kesehatan. Interaksi antara makanan dan obat terdiri atas dua jenis, yaitu interaksi makanan terhadap obat dan interaksi obat terhadap makanan. Beberapa makanan dan nutrisi tertentu yang terkandung di dalam makanan, jika tertelan bersamaan dengan beberapa obat dapat mempengaruhi bioavailabilitas, farmakokinetik, farmakodinamik, dan keberhasilan terapi dari obat. Keberhasilan terapi obat juga tergantung pada status nutrisi setiap individu. Ada atau tidaknya beberapa nutrisi dalam saluran pencernaan dan/atau dalam sistem fisiologis tubuh, seperti dalam darah, dapat meningkatkan atau menurunkan tingkat penyerapan dan metabolisme obat. Semua jenis interaksi tersebut dianggap sebagai interaksi makanan terhadap obat (Wunderlich, 2004). Beberapa obat secara signifikan dapat mempengaruhi bioavailabilitas dan metabolisme makanan dan nutrisi dalam tubuh. Obat dapat mengubah nafsu makan dan persepsi rasa, serta mengubah absopsi dan metabolisme makanan/nutrisi. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada status nutrisi, seperti deplesi beberapa vitamin dan mineral dari sistem pencernaan, dan kadang-kadang menimbulkan masalah berat badan. Jenis interaksi tersebut merupakan interaksi obat terhadap makanan (Wunderlich, 2004) Mekanisme Interaksi Obat dan Makanan Interaksi Makanan-Obat Mekanisme interaksi makanan terhadap obat dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase farmasetik, fase farmakokinetik, dan fase farmakodinamik. (Wunderlich, 2004) Fase Farmasetik (Disolusi dan Disintegrasi Obat) Beberapa makanan dan nutrisi yang mempengaruhi ph luminal dapat mempengaruhi disolusi dan disintegrasi obat. Keasaman dari makanan tersebut 3

111 4 dapat mengubah efektifitas dan kelarutan beberapa obat, misalnya keasaman asam askorbat (vitamin C) yang tinggi dapat mengubah ph saluran gastrointestinal (GI) dan karenanya dapat mempengaruhi kelarutan obat tertentu (Wunderlich, 2004). Makanan dapat meningkatkan ph lambung dan akibatnya dapat mempengaruhi bioavailibilitas beberapa obat, contohnya saquinavir (obat HIV). Obat tersebut dapat meningkat bioavailibilitasnya karena peningkatan kelarutan obat oleh perubahan ph lambung. Peningkatan ph lambung oleh makanan juga dapat mencegah disolusi beberapa obat seperti isoniazid (Wunderlich, 2004) Fase Farmakokinetik Fase farmakokinetik mencakup interaksi yang mempengaruhi proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat (interaksi ADME). Interaksi makanan terhadap obat yang paling signifikan melibatkan proses absorpsi (Wunderlich, 2004). Makanan dapat mempengaruhi absorpsi atau penyerapan obat pada saluran pencernaan dengan mengubah ph lambung, sekresi, dan motilitas gastrointestinal. Hal ini dapat mengakibatkan perubahan dalam kecepatan absorpsi atau tingkat absorpsi obat atau keduanya, dan karenanya dapat mengubah bioavailabilitas obat. Salah satu contoh interaksi makanan terhadap obat pada fase farmakokinetik adalah absorpsi azitromisin yang menurun ketika diminum bersama dengan makanan, yang menghasilkan penurunan bioavailabilitas sebesar 43%. Produk teofilin dengan pelepasan lambat (sustainedrelease) ketika dikonsumsi bersama dengan makanan kaya lemak dapat menyebabkan pelepasan teofilin secara tiba-tiba sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi teofilin dan memungkinkan terjadinya toksisitas dalam tubuh (Ismail, 2009). Laju pengosongan lambung secara signifikan dipengaruhi oleh komposisi makanan yang dikonsumsi, dan dapat mempengaruhi bioavailabilitas obat. Serat dan makanan kaya lemak diketahui dapat menunda waktu pengosongan lambung. Beberapa obat seperti hidralazin diabsorpsi secara maksimal ketika terjadi penundaan pengosongan lambung karena paparan yang lama pada ph rendah di lambung. Obat lain seperti L-dopa, penisilin G, dan digoxin, terdegradasi dan

112 5 menjadi tidak aktif ketika terkena ph rendah dari lambung dalam waktu yang lama (Wunderlich, 2004). Obat akan mengalami proses metabolisme yang mungkin mengubah zat kimianya ketika obat tersebut masuk ke dalam tubuh (McCabe et. all, 2003). Nutrisi yang terdapat dalam makanan dianggap sebagai bahan kimia yang penting untuk fungsi fisiologis normal tubuh manusia. Obat juga mengandung zat kimia yang digunakan untuk mencegah atau mengobati suatu penyakit. Kedua kelompok bahan kimia ini dapat berinteraksi satu sama lain ketika berada pada waktu yang sama di dalam tubuh (Wunderlich, 2004). Proses metabolisme dalam tubuh cenderung menurunkan toksisitas dan meningkatkan eliminasi bahan kimia asing (McCabe et. all, 2003). Proses metabolisme obat dapat berlangsung di serum, ginjal, kulit, usus, namun lebih banyak terjadi di hati. Detoksifikasi dalam hati dibagi menjadi dua fase. Pada fase I, enzim sitokrom P450 bertugas untuk mengoksidasi, mereduksi, atau menghidrolisis racun. Pada fase II, enzim mengkonjugasi racun ke dalam bentuk larut air untuk di ekskresikan atau dieliminasi. Minuman seperti grapefruit juice dapat menginhibisi sitokrom P450 isoenzim CYP3A4, mengakibatkan penurunan metabolisme obat golongan calcium channel blocker. (Wunderlich, 2004) Obat diekskresikan dari dalam tubuh oleh beberapa organ seperti ginjal, paru-paru, saluran pencernaan atau melalui empedu (Wunderlich, 2004), namun ginjal merupakan organ yang paling penting dalam proses ini. Makanan dapat mengubah ph urin yang dapat mempengaruhi aktivitas obat tertentu. Waktu paruh beberapa obat dapat berubah secara signifikan oleh perubahan ph urin. Makanan seperti susu, sayuran, dan buah jeruk dapat membasakan urin, sedangkan makanan seperti daging, ikan, keju, dan telur dapat mengasamkan urin. (Ismail, 2009) Makanan dapat mengubah ekskresi ginjal dari beberapa obat, misalnya litium dan natrium bersaing untuk reabsorpsi di tubular ginjal. Diet tinggi garam menyebabkan banyak litium yang diekskresikan, sedangkan diet rendah garam menyebabkann penurunan ekskresi litium dan peningkatan litium di dalam darah. (Ismail, 2009)

113 Fase Farmakodinamik Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang dapat menyebabkan efek suatu obat berubah akibat adanya obat lain pada situs aksi yang sama. Obat-obat tersebut kadang berkompetisi secara langsung memperebutkan reseptor tertentu, namun obat-obat tersebut dapat juga berinteraksi menimbulkan reaksi yang tidak langsung. Interaksi yang terjadi dapat berupa interaksi aditif/sinergis atau interaksi antagonis (Ismail, 2009). Mekanisme kerja obat dapat berupa aktivitas agonis dan antagonis obat, yang dapat meningkatkan atau menghambat fungsi fisiologis dan metabolit normal tubuh manusia. Salah satu contohnya yaitu warfarin yang memiliki struktur yang mirip dengan vitamin K, sehingga efek koagulan (pembekuan darah) dari warfarin dapat terganggu dengan adanya asupan vitamin K (Wunderlich, 2004) Interaksi Obat-Makanan Interaksi obat terhadap makanan juga berperan penting dalam status nutrisi dan kebutuhan gizi individu. Suatu obat dapat meningkatkan atau menghambat bioavailabilitas nutrisi sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi/gizi individu. Obat dapat mempengaruhi asupan makanan, absorpsi, metabolisme, dan ekskresi dari makanan (Wunderlich, 2004) Asupan Makanan Banyak obat dapat menyebabkan anoreksia, mengubah rasa dan bau, menyebabkan mual dan muntah, dan pada akhirnya mempengaruhi secara keseluruhan asupan makanan. Obat-obat seperti metilfenidat (Ritalin), yang mempengaruhi sistem saraf pusat, dapat mengurangi nafsu makan. Obat ini sering diresepkan untuk anak-anak yang mengalami pertumbuhan yang cepat. Penggunaan jangka panjang obat ini menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak. Oleh karena itu, ketika obat ini diresepkan untuk anak-anak, asupan makanan mereka harus dipantau. Beberapa obat anoreksia juga digunakan untuk menurunkan berat badan dan untuk mengobati obesitas dengan mengurangi nafsu makan (Wunderlich, 2004).

114 Absorpsi Makanan Beberapa obat dapat merusak permukaan absorpsi saluran pencernaan seperti villi dan microvilli. Obat juga dapat mempengaruhi penyerapan nutrisi dengan mengubah ph lingkungan saluran cerna, misalnya aspirin dan obat asam lemah lainnya yang menyebabkan gangguan pada lapisan mukosa dapat menganggu penyerapan beberapa nutrisi secara optimal, seperti zat besi, kalsium, lemak, protein, natrium, dan kalium (Wunderlich, 2004) Metabolisme Makanan Salah satu fungsi penting dari vitamin dan mineral yaitu berperan sebagai koenzim/kofaktor dalam proses metabolisme dalam tubuh manusia. Beberapa obat bersifat antivitamin sehingga dapat menurunkan aktivitas beberapa enzim metabolik. Metotreksat, trimethoprim, aminopterin dapat menyebabkan vitamin folat yang merupakan kofaktor untuk enzim dihidrofolat reduktase, yang diperlukan untuk biosintesis asam nukleat dan replikasi sel, diekskresikan karena digantikan oleh obat-obat tersebut dalam mengurangi replikasi sel. (Wunderlich, 2004) Ekskresi Makanan Ikatan kompetitif dan hambatan reabsorpsi merupakan dua mekanisme yang menyebabkan peningkatan ekskresi nutrisi, misalnya obat-obat diuretik (furosemide, triamterene) menghambat reabsorpsi elektrolit dan mineral seperti kalium, magnesium, seng, dan kalsium, serta meningkatkan ekskresinya melalui ginjal. (Wunderlich, 2004)

115 BAB 3 METODE PENGKAJIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Pembuatan laporan dan pedoman ini dilakukan pada tanggal 27 Mei 13 Juni 2013 di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Salemba, Jakarta Pusat. 3.2 Metode Pengkajian Pengkajian termasuk dalam pengkajian observasional yang dilakukan secara retrospektif. Data yang digunakan adalah data primer yang berasal dari Formularium RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun Metode Pengkajian dilakukan dengan studi literatur (studi pustaka). Pustaka yang digunakan bersumber dari buku terbitan dan jurnal-jurnal yang dipublikasikan di internet yang berkaitan dengan interaksi obat dan makanan. 3.3 Prosedur Kerja Pengkajian dilakukan dengan mengelompokkan obat-obat oral yang terdapat di Formularium RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun 2013 sesuai dengan waktu penggunaannya yaitu 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan, bersamaan dengan makanan atau segera setelah makan, dan 30 menit sebelum makan. Obat-obat yang telah dikelompokkan kemudian disatukan dan dibuat ke dalam bentuk buku pedoman yang dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk membantu tenaga medis di rumah sakit dalam memberikan informasi obat kepada pasien baik pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. 8

116 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan hasil pendataan obat oral yang terdapat di Formularium RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Tahun 2013, waktu penggunaan obat oral yang berkaitan dengan makanan dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama yaitu kelompok obat yang diminum 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini ditemukan pada 7 kelas terapi yang terdapat di Formularium RSCM Tahun 2013, yang dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Daftar Obat yang Diminum 1 Jam Sebelum Makan atau 2 Jam Setelah Makan No Nama Generik Nama Dagang Antialergi dan Obat Untuk Anafilaksis 1 Loratadin Claritin; Inclarin; Clatatin; Loratadine tablet 10 mg 2 Setirizin Ryzen; Histrine; Histrine FT; Incidal OD: Cetirizine kapsul 10 mg Antimikroba Antibakteri Golongan Penisilin 1 Ampisilin Ampicillin tablet 250 mg, 500 mg; sirup 125 mg/5 ml 2 Amoksisilin Amoxil; Amoxsan; Amoxicillin tablet 125 mg; kapsul 250 mg; kaplet 500 mg; sirup kering 125 mg/ 5 ml 3 Fenoksi metil penisilin Fenocin Golongan Aminoglikosida 1 Linkomisin Lincocin; Biolincom; Pritalinc; Lincomycin tablet 500 mg; 250 mg 9

117 10 No Nama Generik Nama Dagang Golongan Kloramfenikol 1 Kloramfenikol Chloramex; Chloramphenicol kapsul 250 mg; suspensi 2 Tiamfenikol Urfamycin; Thiamycin; Thiamphenicol tablet 500 mg; 250 mg Golongan Kuinolon 1 Levofloksasin Cravit; Levovid; Levoxal 500 mg tab selaput; Levofloxacin drip; tablet 500 mg 2 Ofloksasin Tarivid; Ofloxacin tablet 200 mg; 400 mg 3 Moksifloksasin Avelox 4 Siprofloksasin Ciproxin; Ciproxin XR; Ciprofloxacin tablet 250 mg; 500 mg Golongan Makrolida 1 Azitromisin Zithromax; Binozyt; Zistic; Azithromycine tablet 500 mg 2 Eritromisin stearat Erythrocin EES; Kalthrocin; Erythromycin tablet 250 mg; 500 mg; sirup Golongan Sefalosporin 1 Sefaklor Ceclor; Cloracef; Cefaclor 2 Sefradin Lovecef Golongan Tetrasiklin 1 Doksisiklin Vibramycin; Doxicor; Interdoxin; Doxicycline tablet 100 mg 2 Minosiklin Nomika 3 Tetrasiklin Tetracycline HCl kapsul 250 mg; 500 mg Golongan Lain-lain 1 Kotrimosazol (trimethoprim + sulfametoksazol Bactrim; Sanprima; Cotrimoxazole tablet 480 mg; suspensi 240 mg/ 5 ml

118 11 No Nama Generik Nama Dagang Antiretroviral 1 Lamivudin + Zidovudin Duviral; Zidolam 2 Zidovudin Retrovir; Avirzid; Reviral Antituberkulosis 1 Etambutol Bacbutol; Tibigon; Ethambutol tablet 250 mg; 500 mg 2 Isoniazid Isoniazid tablet 100 mg; 300 mg 3 Rifampisin Rimactane; Rifamtibi; Rifampicin tablet 300 mg; 450 mg; 600 mg 4 Rifampisin + INH Rimactazid 450/300; Rimactazid Paed Antifungi 1 Flukonazol Diflucan; Cryptal; Fludis; Flukonazol tablet 150 mg Obat yang Mempengaruhi Darah 1 Dipiridamol Persantin 2 Warfarin natrium Simarc 2 Hormon, Endokrin Lain dan Kontrasepsi Hormon Tiroid dan Antitiroid 1 L-Tiroksin natrium Thyrax, Euthyrox; Levothyroxine tablet Obat Kardiovaskular Antiangina 1 Isosorbid Dinitrat Cedocard; Farsorbid; Isosorbide Dinitrate tablet 5 mg 2 Isosorbid Mononitrat Imdur; Monecto-20; Cardismo 3 Nitrogliserin Nitrocine;; Nitrokaf retard (tablet), retard forte Antihipertensi Golongan ACE Inhibitor 1 Enalapril Renacardon; Tenace 2 Imidapril Tanapress

119 12 No Nama Generik Nama Dagang 3 Kaptopril Acepress; Captopril tablet 12,5 mg; 25 mg 4 Kaptopril + HCT Capozide 5 Lisinopril Zestril; Noperten 6 Perindopril Prexum 7 Ramipril Triatec; Hyperil; Ramixal Golongan Calcium Channel Blocker 1 Nifedipin Adalat/ Adalat oros; Farmalat; Coronipin; Nifedipine tablet 10 mg Glikosida Jantung 1 Digoksin Lanoxin; Digoxin tab 0,25 mg Obat untuk Saluran Cerna Antasida dan Ulkus, Antibusa 1 Esomeprazol Nexium 2 Pantoprazol Pantozol; Panloc;Pantotis 3 Rabeprazol Pariet 4 Sukralfat Inpepsa; Ulsicral; Musin Obat untuk Saluran Nafas Antiasma 1 Aminofilin Aminophyllin tablet 200 mg 2 Teofilin Euphyllin R mite; Bronchopyhllin; Theophyllin tablet 150 mg Ekspektoran 1 Difenhidramin HCl + amonium klorida + natrium sitrat + mentol + alkohol Benadryl CM Kelompok obat yang kedua yaitu obat yang diminum bersama dengan makanan atau segera setelah makan. Berdasarkan Formularium RSCM Tahun 2013, obat-obat yang termasuk ke dalam kelompok ini ditemukan pada 11 kelas terapi, yang dapat dilihat pada Tabel 4.2

120 13 Tabel 4.2 Daftar Obat yang Diminum Bersama Dengan Makanan atau Segera Setelah Makan No Nama Generik Nama Dagang Analgesik, Antipiretik, Antirematik, Antipirai Analgesik Narkotik 1 Kodein HCl Codein KF 2 Kodein HCl + Parasetamol Coditam 3 Morfin Sulfat MST 4 Petidin HCl Pethidine HCl KF Analgesik Non Narkotik 1 Antalgin Antalgin tablet 500 mg 2 Asam Mefenamat Ponstan; Mefinal, Asam Mefenamat tablet 500 mg 3 Asetosal Aspirin 4 Diklofenak Voltaren; Cataflam; Deflamat CR; Natrium Diklofenak tablet 50 mg; 25 mg (generik); Kalium Diklofenak tablet 25 mg; 50 mg 5 Etorikoksib Arcoxia 6 Ibuprofen Proris; Lexaprofen; Brufen; Ibuprofen tablet 200 mg; 400 mg 7 Ketoprofen Profenid; Kaltrofen; Pronalges; Ketoprofen tablet 50 mg; 100 mg; inj. 50 mg/ml 8 Selekoksib Celebrex Antirematik, Antipirai 1 Allopurinol Zyloric; Allopurinol tablet 100 mg; 300 mg Antiepilepsi 1 Fenitoin Natrium Dilantin, Kutoin; Phenytoin Ika Pharmindo; Phenytoin kapsul 100 mg 2 Fenobarbital Sibital; Phental; Phenobarbital tablet 30 mg; 100 mg

121 14 No Nama Generik Nama Dagang 3 Karbamazepin Tegretol, Bamgetol, Carbamazepine tablet 200 mg Antimikroba Antibakteri 1 Amoksisilin + Klavulanat Augmentin; Clavamox; Improvox; Amoxicillin-Clavulanat tablet 625 mg 2 Linezolid Zyvox Antifungi 1 Griseofulvin (Wunderlich, 2004) Grivin; Fungistop; Griseofulvin tablet 125 mg; 500 mg 2 Itrakonazol Sporacid; Trachon; Fungitrazol; Itraconazole kapsul 100 mg 3 Vorikonazol Vfend Antiparkinson/Dementia Antiparkinson 1 Bromokriptin Parlodel; Elkrip 2 Levodopa + Benserasid Madopar; Levazide Obat yang Mempengaruhi Darah 1 Asetosal Aspilet chewable; Ascardia; Miniaspi; Cardio Aspirin Diuretik 1 Amilorid HCl + Lorinid-Mite Hidroklortiazid 2 Furosemid Lasix; Furosix; Farsix; Furosemide tablet 40 mg 3 Hidroklorotiazid Hydrochlorothizide 4 Spironolakton Aldactone; Spirola; Spironolactone tablet 25 mg; 100 mg

122 15 No Nama Generik Nama Dagang Hormon, Endokrin lain dan Kontrasepsi Antidiabetik Oral 1 Glimepirid Amaryl; Gluvas, Metrix; Glimepiride 1 mg; 2 mg; 3 mg; 4 mg 2 Metformin HCl Glucophage; Glumin; Gliformin; Metformin 500 mg; 850 mg Kortikosteroid dan Kortikotropin 1 Betametason + desklofeniramin maleat Colergis 2 Deksametason Oradexon, Kalmethason; Lanadexon; Dexamethasone tablet 0,5 mg; 4 mg 3 Metil Prednisolon asetat Medrol; Medixon; Thimelon; Methylprednisolone tablet 4 mg; 8 mg; 16 mg 4 Prednison Pehacort; Prednison tablet 5 mg 5 Triamsinolon asetonid Triamcort; Ketricin tablet Obat Kardiovaskuler Antiangina 1 Atenolol Tenormin; Betablok; Tenblok 2 Metoprolol Tartrat Seloken; Lopresor; Cardiosel 3 Amiodaron Cordaron; Tiaryt; Kendaron Antihipertensi Golongan Beta Blocker 1 Karvedilol Dilbloc; V-bloc; Carbloxal 2 Labetalol Trandate 3 Metoprolol Tartrat Seloken; Lopresor; Cardiosel 4 Propranolol HCl Blocard; Farmadral; Propanolol HCl tablet 10 mg; 40 mg

123 16 No Nama Generik Nama Dagang Psikofarmaka Antidepresi dan Antimania 1 Litium Karbonat Frimania Relaksan Otot Perifer dan Penghambat Kolinesterase Penghambat Neuromuskular 1 Baklofen Lioresal Vitamin dan Mineral 1 Thiamin HCl vitamin B1 Soho/Ethica; Vitamin B1 tablet 50 mg Kelompok obat yang ketiga yaitu obat yang diminum 30 menit sebelum makan. Berdasarkan Formularium RSCM Tahun 2013, obat-obat yang termasuk ke dalam kelompok ini ditemukan pada 2 kelas terapi, yang dapat dilihat pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Daftar Obat yang Diminum 30 Menit Sebelum Makan No Nama Generik Nama Dagang Hormon, Endokrin Lain dan Kontrasepsi Antidiabetik Oral 1 Glibenklamid Daonil; Glibenclamide 5 mg 2 Glipizid Minidiab; Glucotrol XL Obat Metabolisme Tulang dan Otot 1 Alendronat Nichospor; Alovell Obat Kardiovaskuler Penurun Kolesterol 1 Gemfibrozil Lopid; Scantipid; Gemfibrozil capsul 300 mg Obat untuk Saluran Cerna Antasida dan Ulkus, Antibusa 1 Lansoprazol Prosogan FD; Ulceran; LAZ; Lansoprazole kapsul 30 mg

124 17 No Nama Generik Nama Dagang 2 Omeprazol Losec; Stomacer; Ozid; Omeprazole kapsul 20 mg Antiemetik 1 Domperidon Motilium; Vometa; Vomecho FM 10; Dometa suspensi; Domperidone tablet 10 mg 2 Metoklopramid HCl Primperan; Sotatic; Metoclopramide tablet 10 mg 3 Ondansetron HCl Zofran; Dantroxal; Kliran; Ondansetron tablet 4 mg; 8 mg 4.2 Pembahasan Berdasarkan hasil pendataan obat oral yang berkaitan dengan makanan sesuai Formularium RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Tahun 2013, diperoleh tiga kelompok obat yaitu obat yang diminum 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan, obat yang diminum bersamaan dengan makanan atau segera setelah makan, dan obat yang diminum 30 menit sebelum makan. Kelompok obat yang diminum 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan (Tabel 4.1) merupakan kelompok obat yang diminum pada keadaan perut kosong. Apabila obat-obat tersebut dikonsumsi bersama dengan makanan, dapat menyebabkan efektifitas obat berkurang. Interaksi yang sering terjadi pada obatobat kelompok ini yaitu interaksi makanan terhadap obat. Makanan akan mempengaruhi farmakokinetika obat, seperti absorpsi, metabolisme, dan ekskresinya. Salah satu golongan obat yang termasuk ke dalam kelompok obat yang diminum 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan, seperti yang terdapat pada Tabel 4.1, yaitu golongan Kuinolon. Golongan Kuinolon yang terdiri atas levofloksasin, ofloksasin, moksifloksasin, dan siprofloksasin, jika dikonsumsi dengan makanan yang mengandung Zn ++ dapat menurunkan absorpsi obat-obat tersebut. Hal ini disebabkan karena obat-obat tersebut dapat membentuk kompleks dengan Zn ++ sehingga jumlah zat aktif obat yang dapat diabsorpsi oleh tubuh menjadi berkurang. Absorpsi teofilin juga dapat dipengaruhi oleh makanan.

125 18 Teofilin dapat larut dalam lemak, sehingga jika teofilin dikonsumsi bersama dengan makanan yang kaya lemak maka teofilin yang diproduksi dalam bentuk tablet lepas lambat dapat dilepas secara tiba-tiba di dalam tubuh. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan konsentrasi teofilin di dalam darah dan memungkinkan terjadinya toksisitas pada tubuh, seperti yang dijelaskan dalam Handbook of Drug Interactions. Salah satu obat yang dapat mempengaruhi makanan (interaksi obat terhadap makanan) pada kelompok ini yaitu kaptopril yang dapat mengubah persepsi rasa pada makanan sehingga dapat mengurangi nafsu makan. Kelompok obat yang diminum bersamaan dengan makanan atau segera setelah makan (Tabel 4.2) merupakan kelompok obat yang umumnya dapat mengiritasi lambung. Kondisi lambung yang kosong, dengan asam lambung yang tinggi dapat menyebabkan beberapa obat terurai dan menurunkan khasiatnya atau dapat menyebabkan rasa perih pada perut akibat iritasi lambung. Obat-obat yang terdapat pada kelompok ini juga umumnya dapat diabsorpsi secara maksimal ketika dikonsumsi bersamaan dengan makanan, misalnya griseofulvin yang larut dalam lemak. Griseofulvin yang dikonsumsi dengan makanan yang kaya lemak dapat menyebabkan peningkatan absorpsi obat tersebut. Makanan dapat menyebabkan terjadinya penundaan pengosongan lambung dan peningkatan produksi empedu sehingga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan disolusi dan absorpsi beberapa obat yang terdapat pada kelompok obat ini, seperti pada karbamazepin. Kelompok obat yang diminum 30 menit sebelum makan (Tabel 4.3) merupakan obat-obat yang memiliki onset (mula kerja obat) yang cepat sehingga ketika mengkonsumsi makanan, obat-obat ini diharapkan sudah mulai bekerja. Salah satu contohnya, yaitu glipizid yang memiliki onset atau mula kerja obat 30 menit. Hal ini berarti bahwa pada saat 30 menit setelah mengkonsumsi obat tersebut, obat mulai bekerja mengubah glukosa menjadi glukagon, sehingga pasien Diabetes Mellitus (DM) yang mengkonsumsi makanan setelah 30 menit tersebut tetap terkontrol gula darahnya. Berdasarkan daftar obat yang terdapat di formularium 2013 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, masih terdapat beberapa daftar obat oral yang belum

126 19 diketahui waktu penggunaannya. Hal ini disebabkan karena tidak semua obat yang berada di dalam satu kelas terapi memiliki mekanisme yang sama di dalam tubuh sehingga setiap obat memiliki waktu penggunaan yang berbeda. Waktu penggunaan obat oral yang berkaitan dengan makanan sering kali kurang mendapat perhatian yang lebih pada pelayanan kesehatan sehingga memungkinkan terjadinya interaksi obat dan makanan yang tidak diinginkan, dan dapat menyebabkan pengobatan tidak berjalan secara optimal. Oleh karena itu, Apoteker diharapkan dapat memberikan informasi tentang waktu penggunaan obat oral yang berkaitan dengan makanan kepada pasien, terutama kepada pasien rawat jalan yang tidak dapat dipantau penggunaan obatnya oleh tenaga medis di rumah sakit. Informasi waktu penggunaan obat oral yang berkaitan dengan makanan yang dirangkum dalam sebuah buku pedoman, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan khususnya yang berada di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sehingga terapi atau pengobatan yang diberikan kepada pasien dapat optimal.

127 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bersadarkan Formularium RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun 2013, waktu penggunaan obat oral yang berkaitan dengan makanan terbagi atas tiga kelompok, yaitu obat yang diminum 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan, obat yang diminum bersamaan dengan makanan atau segera setelah makan, dan obat yang diminum 30 menit sebelum makan. Informasi waktu penggunaan obat oral yang berkaitan dengan makanan diberikan dalam bentuk buku pedoman yang telah disesuaikan dengan Formularium RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo Tahun Saran Perlu dilakukan pengkajian informasi lebih lanjut terhadap obat-obat oral yang terdapat di Formularium RSCM, yang belum diketahui waktu penggunaannya, yang berkaitan dengan makanan. 20

128 DAFTAR ACUAN Bobroff, L. B., A. Lentz, and R. E. Tumer. (2009). Food/Drug and Drug/Nutrient Interactions : What You Should Know About Your Medications. University of Florida. Ismail, M. Y. M. (2009). Drug-Food Interactions and Role of Pharmacist from Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research. Mc.Cabe, B. J., E. H. Frankel., and J. J. Wolfe. (2003). Handbook of Food-Drug Interactions. Washington,D.C.: CRC Press U.S. Department of Health and Human Service. (1933). Avoid Food-Drug Interactions : A Guide from the National Consumers League and U.S. Food and Drug Administration. Wausau Hospital. (2002). Food/Drug Interactions. Community Health Care: Wasau Hospital Wunderlich, S. M. (2004). Food and Drug Interactions: Handbook of Drug Interactions, A Clinical and Forensic Guide. Nyew Jersey. Totowa: Humana Press. Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 21

129 LAMPIRAN

130 23 Lampiran 1. Cover Buku Pedoman Waktu Penggunaan Obat Oral yang Berkaitan dengan Makanan Sesuai Formularium RSCM Tahun 2013 PEDOMAN WAKTU PENGGUNAAN OBAT ORAL YANG BERKAITAN DENGAN MAKANAN SESUAI DAFTAR FORMOLARIUM RSCM TAHUN 2013 INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO 2013

UNIVERSITAS INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL 31 MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL 31 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL 31 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANISA PRIMA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL 31 MEI 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DIAN HERMAWATI,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatanyang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 03 JULI 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER IMELDA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT KOMITE FARMASI DAN TERAPI DRA. NURMINDA S MSi, APT STANDARD PELAYANAN FARMASI Keputusan MenKes no. 1197/MenKes/SK/X/2004 Tanggal 19 Oktober 2004 Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (promotif, preventif, kuratif,

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA PERIODE 2 APRIL 4 JUNI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JL. DIPONEGORO NO. 71 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 SITI

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat yang efisien diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi rumah sakit dan pasien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen berarti bahwa kinerja suatu barang atau jasa sekurang kurangnya sama dengan apa yang diharapkan (Kotler & Amstrong, 1997).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 4 FEBRUARI 2 APRIL 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 4 FEBRUARI 2 APRIL 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 4 FEBRUARI 2 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DITA ANDRIANI, S. Farm. 1206312971 ANGKATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerjaan Kefarmasian Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JL. DIPONEGORO NO.71 JAKARTA PUSAT PERIODE 09 APRIL 01 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era persaingan yang ketat, hal utama yang perlu diperhatikan oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, mempertahankan pasar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar dan Amalia, 2004).

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar dan Amalia, 2004). BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit 4 BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat 2.1 Definisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang BAB II 2.1 Rumah Sakit TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1.1 Definisi Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 1 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan BAB TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebih baik (Le

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari saranan kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 02 SEPTEMBER 28 OKTOBER 2013

UNIVERSITAS INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 02 SEPTEMBER 28 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 02 SEPTEMBER 28 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan menjadi salah satu prioritas yang perlu diperhatikan untuk bertahan hidup dan

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Berdasarkan Undang-Undang tentang rumah sakit no.44 tahun 2009,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Berdasarkan Undang-Undang tentang rumah sakit no.44 tahun 2009, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Berdasarkan Undang-Undang tentang rumah sakit no.44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah sakit Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992 Rumah Sakit merupakan salah satu tempat dari sarana kesehatan menyelenggarakan kesehatan, bertujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu organisasi yag kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 02 SEPTEMBER 28 OKTOBER2013 LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER BETA

Lebih terperinci

Tugas pokok pengelolaan perbekalan farmasi :

Tugas pokok pengelolaan perbekalan farmasi : PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. RUMAH SAKIT Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. DASAR HUKUM RUMAH SAKIT UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. PerMenKes RI Nomor 1045/menkes/per/XI/2006 Tentang Pedoman organisasi rumah sakit di lingkungan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO PERIODE 6 SEPTEMBER-28 OKTOBER 2011

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO PERIODE 6 SEPTEMBER-28 OKTOBER 2011 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO PERIODE 6 SEPTEMBER-28 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILDYANTI PUSPITASARI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Pengertian Rumah Sakit Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dalam masyarakat biasanya dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Manajemen Definisi manajemen secara klasik adalah seni dan ilmu tentang perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/pergerakan, koordinasi dan pengawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang dapat digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam analisis kepuasan pasien, erat hubungannya dengan suatu kinerja, yaitu proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi dalam menyediakan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan dan peningkatan jasa pelayanan kesehatan dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan dan peningkatan jasa pelayanan kesehatan dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan peningkatan jasa pelayanan kesehatan dalam sebuah rumah sakit sangat diperlukan oleh masyarakat, oleh karena itu diperlukan upaya kesehatan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir manajemen obat. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 03 JULI 30AGUSTUS 2013

UNIVERSITAS INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 03 JULI 30AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 03 JULI 30AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEWI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas kehidupan manusia. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI Oleh : MEILINA DYAH EKAWATI K 100 050 204 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014 Tentang PERATURAN ORGANISASI TENTANG PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ISKAK TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, No.315, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. ORTA RS Kelas B dr. Suyoto. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2018 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT KELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 4 FEBRUARI-2 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 1.3 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO. / SK / RSPB / / 2017

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO. / SK / RSPB / / 2017 SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR NO. / SK / RSPB / / 2017 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN FARMASI MENIMBANG : 1. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Permata Bunda, maka diperlukan penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran tenaga kefarmasian telah mengalami perubahan yang cukup besar sejak tahun 1960-an. Hal ini terjadi sebagai bentuk respon ketidakpuasan terhadap norma praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER CICILIA MARINA, S. Farm. 1306502333

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI Aspek legal penggunaan TIK untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan Yustina Sri Hartini - PP IAI Disampaikan dalam Annual Scientific Meeting Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, 23 Maret 2017

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesi medik disini adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI),

BAB I PENDAHULUAN. profesi medik disini adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), BAB I PENDAHULUAN Keberadaan profesi medis di rumah sakit sangat penting dan strategis dalam menentukan arah pengembangan dan kemajuan suatu rumah sakit. Maka pengorganisasian dan pemberdayaan profesi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS CADASARI

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN PUSKESMAS CADASARI Jl. Raya Serang Km. 5, Kec. CadasariKab. PandeglangBanten SURAT KEPUTUSAN KEPALA PUKESMAS CADASARI Nomor : TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS

DRUG RELATED PROBLEMS DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: AMALIA FATIMAH K 100 040 178 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan secara maksimal. Untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan secara maksimal. Untuk mewujudkan pelayanan yang maksimal, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal. Untuk

Lebih terperinci