UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JL. DIPONEGORO NO. 71 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 SITI MASITOH, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JL. DIPONEGORO NO. 71 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker SITI MASITOH, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii

3 iii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-nya, sehingga dapat terselesaikannya laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Laporan ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi kurikulum Program Profesi Apoteker di Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, (FMIPA UI). Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Akmal Taher, selaku Direktur Utama RSCM dan Ibu Dra.Yulia Trisna, Apt., M. Pharm., selaku Kepala Instalasi Farmasi RSCM yang telah memberikan izin pada penulis untuk melaksanakan PKPA di RSCM. 2. Ibu Yustika Novianti, S.Si., Apt, selaku pembimbing di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA. 3. Ibu Santi Purna Sari, M.Si., Apt., selaku pembimbing dari Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA. 4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt, MS. selaku kepala Departemen Farmasi, FMIPA,. 5. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku kepala Program Apoteker Departemen Farmasi, FMIPA UI. 6. Seluruh dosen dan staf Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah memberikan ilmu yang berharga dan bantuan yang sangat berarti bagi penulis. 7. Karyawan dan karyawati Instalasi Farmasi RSCM yang telah memberikan bantuan dan perhatian serta kerjasamanya selama PKPA. 8. Keluarga yang telah memberikan doa dan bantuan moril serta materil sehingga pelaksanaan PKPA dapat berjalan lancar. iv

5 9. Semua rekan-rekan Apoteker angkatan 74 dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama pelaksanaan PKPA. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani PKPA ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Jakarta, Juni 2012 Penulis v

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Rumah Sakit Definisi Rumah Sakit Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Klasifikasi Rumah Sakit Klasifikasi Rumah Sakit Umum Klasifikasi Rumah Sakit Khusus Struktur Organisasi Rumah Sakit Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Instalasi Farmasi Rumah Sakit Definisi Tugas Pokok Fungsi Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan Struktur Organisasi IFRS Tugas dan Tanggung Jawab IFRS Sumber Daya Manusia Farmasi Rumah Sakit Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Definisi Tujuan Fungsi dan Ruang Lingkup Kewajiban Organisasi dan Kepanitiaan BAB 3. TINJAUAN KHUSUS RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Sejarah Singkat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Visi, Misi, Komitmen, dan Nilai Utama RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Nilai Budaya, Motto, dan Logo RSUPN Dr. Cipto ii iii iv vi ix x vi

7 Mangunkusumo Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Visi Misi Falsafah Nilai Budaya Tujuan Umum Tujuan Khusus Tugas dan Fungsi Organisasi Sub Instalasi Perbekalan Farmasi Sub Instalasi Produksi Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Farmasi Klinik di Ruang Rawat Inap Farmasi Klinik pada Pasien Rawat Jalan Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Pelaksana Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) Panitia Farmasi dan Terapi Pasien Jaminan yang Dilayani di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Pasien Tidak Mampu Pasien Keluarga Miskin (Gakin) Pasien Jamkesmas Pasien Askes Pasien Jaminan Perusahaan BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Gudang Perbekalan Farmasi Perencanaan dan Pengadaan Perbekalan Farmasi Penerimaan Perbekalan Farmasi Pendistribusian Perbekalan Farmasi Pengawasan dan Pengendalian Perbekalan Farmasi Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Pemusnahan Perbekalan Farmasi Unit Rawat Inap Gedung A Satelit Farmasi Gedung A Farmasi Klinik Satelit Gedung A Satelit Instalasi Gawat Darurat Pelayanan Satelit IGD Pengadaan Perbekalan Farmasi di Satelit IGD Distribusi Perbekalan Farmasi di Satelit IGD Satelit Intensive Care Unit (ICU) Prosedur Pelayanan Resep Peran Apoteker Sistem Penyimpanan Obat vii

8 4.5 Satelit Farmasi Pusat Pelayanan Resep Sistem Pengelolaan Obat Satelit Kirana Pelayanan Farmasi Satelit Kirana Pengadaan Perbekalan Farmasi Satelit Kirana Distribusi Perbekalan Farmasi Satelit Kirana Hasil Pengamatan di Satelit Kirana Sub Instalasi Produksi Produksi Sediaan Farmasi Aseptic Dispensing Repacking Obat Steril Penyiapan Obat Kanker Pencampuran Obat Suntik (IV Admixture) Pelayanan Nutrisi Parenteral BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN viii

9 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 4.1. Alur Pengelolaan Perbekalan Farmasi RSCM Gambar 4.2. Alur dan Tata Ruang Pelayanan di Satelit Kirana Gambar 4.3. Alur Penyiapan Obat Kanker di Gedung A, Lantai Gambar 4.4. Alur Penyiapan Obat Kanker di CMU Gambar 5.1. Usulan Alur dan Tata Ruang Pelayanan di Satelit Kirana ix

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Lampiran 3. Resep yang Berlaku di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Lampiran 4. Etiket yang Berlaku di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Lampiran 5. Formulir Daftar Obat Sebelum Perawatan Lampiran 6. Formulir Monitoring Pengobatan Lampiran 7. Formulir Informasi Obat Pulang Lampiran 8. Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika Instalasi Farmasi Lampiran 9. Formulir Penitipan Obat Pelayanan Aseptik Dispensing Farmasi CMU Lampiran 10. Formulir Pemantauan Temperatur Lemari Pendingin Lampiran 11. Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun x

11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus dapat diwujudkan melalui pembangunan yang berkesinambungan. Pembangunan kesehatan yang merupakan salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Tujuan utama dalam pembangunan di bidang kesehatan adalah peningkatan derajat kesehatan yang optimal untuk mencapai suatu kehidupan sosial dan ekonomi yang produktif. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan suatu sistem kesehatan nasional yang terpadu yang dapat mendorong partisipasi masyarakat dengan memperhatikan aspek aspek kemanusiaan dalam pelaksanaannya, dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Pembangunan kesehatan tersebut harus didukung oleh adanya fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan meliputi Balai Pengobatan, Pusat Kesehatan Masyarakat, Rumah Sakit Umum, dan Rumah Sakit Khusus (UU No. 36, 2009). Rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sehingga perlu di tingkatkan mutu pelayanannya (Siregar, 2004). Berdasarkan Undang-undang Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan yang diselenggarakan di rumah sakit meliputi pelayanan medis, penunjang medis, keperawatan, rehabilitasi, pencegahan, peningkatan kesehatan dan pendidikan, pelatihan serta pengembangan di bidang kesehatan. 1

12 2 Pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak terlepas dari pelayanan kefarmasian. Oleh sebab itu, pelayanan kefarmasian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan. Keberadaan pelayanan farmasi yang baik akan memberikan dampak yang baik, seperti peningkatan mutu pelayanan kesehatan, penurunan biaya kesehatan, dan peningkatan perilaku yang rasional dari seluruh tenaga kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan masyarakat lain. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit berada di bawah naungan Instalasi Farmasi (Siregar, 2004). Instalasi Farmasi sebagai bentuk pelayanan kefarmasian di rumah sakit memerlukan peran apoteker di dalamnya. Apoteker yang bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mampu menjalankan peran sebagai pengelola perbekalan farmasi dan sebagai penggerak kegiatan farmasi klinik. Oleh sebab itu, apoteker dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan peran tersebut, antara lain berupa pengetahuan dan keterampilan di bidang manajemen, komunikasi, dan ilmu kefarmasian itu sendiri. Untuk memahami fungsi apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit dalam memberikan pelayanan kefarmasian, Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, menyelenggarakan PKPA di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Pelaksanaan PKPA tersebut berlangsung mulai tanggal 6 Februari 30 Maret Dengan pelaksanaan PKPA tersebut, diharapkan calon apoteker dapat mengetahui kegiatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit sekaligus menambah pengetahuan mengenai peranan dan tanggung jawab apoteker di Rumah Sakit, khususnya di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tujuan Tujuan pelaksanaan PKPA di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo antara lain: a. Memahami tugas dan peran apoteker dalam kegiatan manajemen farmasi rumah sakit sesuai dengan etika dan ketentuan yang berlaku di dalam sistem pelayanan kesehatan.

13 3 b. Memahami tugas dan peran apoteker dalam kegiatan farmasi klinik di rumah sakit sesuai dengan etika dan ketentuan yang berlaku di dalam sistem pelayanan kesehatan. c. Memahami tugas dan peran apoteker dalam kegiatan produksi sediaan farmasi dan pelaksanaan aseptic dispensing di rumah sakit sesuai dengan etika dan ketentuan yang berlaku di dalam sistem pelayanan kesehatan.

14 BAB 2 TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah sakit Definisi rumah sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44, 2009) Tugas dan fungsi rumah sakit Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44, 2009): a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan Klasifikasi rumah sakit Rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang 4

15 5 memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, atau jenis penyakit. Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi rumah sakit privat. Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. Rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan setelah memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan yang ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan pendidikan. Rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44, 2009). Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Setiap rumah sakit wajib mendapatkan penetapan kelas dari Menteri, dan dapat ditingkatkan kelasnya setelah lulus tahapan pelayanan akreditasi kelas dibawahnya. Klasifikasi rumah sakit umum ditetapkan berdasarkan pelayanan, sumber daya manusia, peralatan, sarana dan prasarana, serta administrasi dan manajemen. Rumah sakit harus mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum, gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah, pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam medik, pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, ambulance, pemeliharaan sarana

16 6 rumah sakit, serta pengolahan limbah (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340, 2010) Klasifikasi rumah sakit umum Rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi 4 kelas (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340, 2010), antara lain: a. Rumah sakit umum kelas A Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 5 pelayanan spesialis penunjang medik, 12 pelayanan medik spesialis lain, dan 13 pelayanan medik sub spesialis. b. Rumah sakit umum kelas B Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar, 4 pelayanan spesialis penunjang medik, 8 pelayanan medik spesialis lainnya, dan 2 pelayanan medik subspesialis. c. Rumah sakit umum kelas C Rumah sakit umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 Pelayanan Spesialis Penunjang Medik d. Rumah sakit umum kelas D Rumah sakit umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 pelayanan medik spesialis dasar Klasifikasi rumah sakit khusus Jenis rumah sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan Obat, Stroke, Penyakit Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin. Klasifikasi dari unsur pelayanan meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat sesuai kekhususannya, Pelayanan Medik Spesialis Dasar sesuai kekhususan, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan

17 7 Keperawatan, Pelayanan Penunjang Klinik, Pelayanan Penunjang Non Klinik (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 340, 2010) Struktur organisasi rumah sakit Struktur organisasi rumah sakit tergantung dari besarnya rumah sakit, fasilitas yang dimiliki, dan kebijakan direktur rumah sakit. Umumnya terdiri dari beberapa tingkat manajemen. Direktur rumah sakit mewakili tingkat teratas dari manajemen rumah sakit. Direktur rumah sakit bertanggung jawab terhadap segala kebijakan rumah sakit, mengatur segala kegiatan rumah sakit, keuangan, dan sumber daya manusia di rumah sakit tersebut. Secara periodik, direktur rumah sakit melaporkan perkembangan rumah sakit dalam mencapai misi dan tujuan rumah sakit (Siregar, 2004). Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan Tenaga kesehatan rumah sakit Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996 mengenai Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan di rumah sakit dibagi menjadi: a. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi. b. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan. c. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten apoteker. d. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi mikrobiologi, penyuluh, dan administrator kesehatan. e. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisian. f. Tenaga keterampilan fisik meliputi fisioterapi, terapi wicara. g. Tenaga keteknisan medis meliputi radiografer, teknis gigi, elektromedia, analis kesehatan, teknisi transfusi, dan perekam medis.

18 8 2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit Definisi Instalasi Farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu unit di bawah rumah sakit yang merupakan fasilitas penyelenggaraan kefarmasian di bawah pimpinan seorang apoteker dan memenuhi persyaratan secara hukum untuk mengadakan, menyediakan, dan mengelola seluruh aspek penyediaan perbekalan kesehatan di rumah sakit yang berintikan pelayanan produk yang lengkap dan pelayanan farmasi klinik yang sifat pelayanannya berorientasi kepada kepentingan pasien (Siregar, 2004) Tugas pokok (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004, 2004). a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal. b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi. c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE). d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi. e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi. g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi. h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit Fungsi Pengelolaan perbekalan farmasi Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuannya adalah mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi, mewujudkan

19 9 Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Penjelasan mengenai kegiatan pengelolaan adalah sebagai berikut (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004, 2004): a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit. b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal. c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan. d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku. f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian. h. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan Pelayanan kefarmasian adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004, 2004). Tujuan antara lain: a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit. b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan, dan efisiensi penggunaan obat. c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait dalam pelayanan farmasi. d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat secara rasional. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien dengan seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi, dan persyaratan klinis.

20 10 b. Melakukan dispensing pencampuran obat suntik, parenteral nutrisi, dan obat kanker. c. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat. d. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien, atau keluarga. e. Memberi konseling kepada pasien/keluarga. f. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah. g. Ronde atau visite pasien. h. Melakukan pencatatan dan pelaporan setiap kegiatan Struktur organisasi IFRS Struktur organisasi dasar (segmentasi utama) dari IFRS adalah pengadaan, pelayanan, dan pengembangan. Struktur organisasi dasar ini juga disebut kumpulan berbagai pekerjaan atau disebut juga pilar kerja karena dalam struktur organisasi dasar tersebut berkumpul berbagai kegiatan atau pekerjaan. Struktur organisasi dapat dikembangkan dalam tiga tingkat, yaitu tingkat puncak, tingkat menengah, dan garis depan (Siregar, 2004). Manajer tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan, penerapan, dan penggunaan yang efektif dari sistem mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah, kebanyakan kepala bagian atau unit fungsional bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan mutu dalam daerah atau bidang fungsional mereka untuk mencapai mutu produk atau pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan terdiri atas personil pengawas yang secara langsung memantau dan mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu selama berbagai tahap pelayanan. Setiap personil perseorangan dari IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi, dan dampak mereka pada suatu produk dan atau pelayanan. Mereka harus mempunyai pengertian yang jelas tentang kewenangan mereka dan bebas mengambil tindakan. Setiap personil dalam IFRS harus merasa bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk dan atau pelayanan.

21 Tugas dan tanggung jawab IFRS Tugas utama IFRS adalah pengelolaaan. Tugas tersebut mencakup perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada pasien sampai dengan pengendalian semua perbekalan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit, baik untuk pasien rawat inap, rawat jalan, maupun untuk semua unit pengguna. IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua pasien dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dan yang paling bermanfaat dengan biaya minimal. IFRS bertanggung jawab untuk mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat. Di samping itu, IFRS juga bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik (Siregar, 2004) Sumber daya manusia farmasi rumah sakit Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan dengan beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta perkembangan dan visi rumah sakit. Pengelolaan sumber daya manusia farmasi dimaksudkan demi terciptanya pelayanan kefarmasian, antara lain sebagai berikut: a. IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) dipimpin oleh apoteker. b. Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh apoteker yang mempunyai pengalaman minimal dua tahun di bagian farmasi rumah sakit. c. Apoteker telah terdaftar di Kementerian Kesehatan dan mempunyai surat izin kerja. d. Pada pelaksanaannya apoteker dibantu oleh tenaga ahli madya farmasi (D3) dan tenaga menengah farmasi (AA).

22 12 e. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang farmasi. f. Setiap saat harus ada apoteker di tempat pelayanan untuk melangsungkan dan mengawasi pelayanan farmasi dan harus ada pendelegasian wewenang yang bertanggung jawab bila kepala farmasi berhalangan. g. Adanya uraian tugas (job description) bagi staf dan pimpinan farmasi. h. Adanya staf farmasi yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan kebutuhan. i. Apabila ada pelatihan kefarmasian bagi mahasiswa fakultas farmasi atau tenaga farmasi lainnya, harus ditunjuk apoteker yang memiliki kualifikasi pendidik/pengajar untuk mengawasi jalannya pelatihan tersebut. j. Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait dengan pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan kerja yang dihasilkan dalam meningkatkan mutu pelayanan. 2.3 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Definisi Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah panitia ahli di bawah Komite Medik yang membantu Direktur Utama dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi di suatu rumah sakit. Menurut Keputusan MENKES RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004, Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. PFT merupakan sekelompok penasihat dari staf medik dan bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medik dan IFRS. PFT diketuai oleh dokter, jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah ahli farmakologi. Sekretarisnya adalah apoteker dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau apoteker yang ditunjuk.

23 Tujuan Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi di rumah sakit adalah sebagai berikut: a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat, serta evaluasi obat. b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan Fungsi dan ruang lingkup Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah : a. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. b. Mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk baru atau dosis obat yang diusulkan oleh staf medik lain. c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk kategori khusus. d. Membantu IFRS dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakankebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional. e. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji rekam medik dibandingkan dengan standar diagnosis dan terapi. f. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat. g. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medik dan perawat Kewajiban a. Memberikan rekomendasi pada Pimpinan Rumah Sakit untuk mencapai budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional. b. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika, dan lain-lain. c. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat terhadap pihak-pihak yang terkait. d. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat serta memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut.

24 Organisasi dan kepanitiaan Susunan kepanitiaan PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat. Struktur organisasi PFT adalah sebagai berikut: a. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, apoteker, dan perawat. Untuk rumah sakit besar, tenaga dokter bisa lebih dari tiga orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada. b. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah ahli farmakologi. Sekretarisnya adalah apoteker dari Instalasi Farmasi atau Apoteker yang ditunjuk. c. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT. d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat. e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.

25 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO 3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Sejarah singkat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) tidak terlepas dari sejarah Fakultas Kedokteran karena perkembangan kedua instansi ini saling bergantung dan saling mengisi satu sama lain. Pada tahun 1896, Dr. H. Roll ditunjuk sebagai pimpinan pendidikan kedokteran di Batavia (Jakarta), saat itu laboratorium dan sekolah Dokter Jawa masih berada pada satu pimpinan. Kemudian tahun 1910, Sekolah Dokter Jawa diubah menjadi STOVIA, yaitu cikal bakal Fakultas Kedokteran. Pada tanggal 19 November 1919, didirikan CBZ (Centrale Burgelijke Ziekenhuis) yang disatukan dengan STOVIA. Sejak saat itu, penyelenggaraan pendidikan dan pelayanan kedokteran semakin maju dan berkembang fasilitas pelayanan kedokteran spesialistik bagi masyarakat luas. Bulan Maret 1942, saat Indonesia diduduki Jepang, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin). Pada tahun 1945, CBZ diubah namanya menjadi Rumah Sakit Oemoem Negeri (RSON) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Asikin Widjaya- Koesoema dan selanjutnya dipimpin oleh Prof. Tamija. Tahun 1950, RSON berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP). Pada tanggal 17 Agustus 1964, Menteri Kesehatan Prof. Dr. Satrio meresmikan RSUP menjadi Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (RSTM), sejalan dengan perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, maka diubah menjadi RSCM. Pada tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK MENKES nomor 553/MENKES/SK/VI/1994, berubah namanya menjadi RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Berdasarkan PP nomor 116 tahun 2000, tanggal 12 Desember 2000, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sejak tahun 2005, berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005, status Perjan RSCM telah diubah menjadi BLU, yaitu instansi di lingkungan Pemerintah yang 15

26 16 dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. RSCM dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi lima direktorat, yaitu Direktorat Medik dan Keperawatan, Direktorat Pengembangan dan Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Direktorat Keuangan, dan Direktorat Umum dan Operasional. yang terkait dengan pelayanan rumah sakit. Struktur organisasi RSCM dapat dilihat secara lebih jelas pada Lampiran Visi, Misi, Komitmen, dan Nilai Utama RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Visi RSCM adalah Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Rujukan Nasional Terkemuka di Asia Pasifik Tahun Misi RSCM sebagai berikut: a. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. b. Menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan. c. Tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri. Komitmen RSCM adalah Kesehatan dan kepuasaan pelanggan adalah komitmen kami, senantiasa memberikan pelayanan paripurna yang prima untuk meningkatkan kepuasan dan menumbuhkan kepercayaan pasien sebagai pelanggan utama kami. Nilai utama RSCM adalah pasien adalah pelanggan yang utama dan Good Corporate Culture Nilai Budaya, Motto, dan Logo RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Nilai budaya RSCM adalah profesionalisme, integritas, kepedulian, penyempurnaan berkesinambungan, belajar dan mendidik.

27 17 Motto RSCM adalah R (Respek); S (Sigap); C (Cermat); dan M (Mulia). Logo RSCM yaitu tulisan RSCM dengan huruf Italic Tahoma ke arah kanan berwarna biru yang menggambarkan visi RSCM yang bergerak menuju rumah sakit yang mandiri dan terkemuka. Garis lengkung dinamis merah ke arah atas tulisan RSCM merupakan gambaran dinamika RSCM dalam menyongsong perubahan untuk senantiasa meningkatkan pelayanan prima, hasil pendidikan dan penelitian, produktifitas SDM, dan posisi bisnis RSCM. Lambang kesehatan putih dengan dasar biru merupakan gambaran penyelenggaraan misi RSCM dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat serta penyelenggaraan pendidikan dan penelitian yang bermutu melalui manajemen yang mandiri sesuai misi RSCM. 3.2 Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Instalasi Farmasi RSCM adalah satuan kerja fungsional sebagai Pusat Pendapatan di lingkungan RSCM yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang apoteker pejabat pengelola yang disebut Kepala Instalasi Farmasi Visi Menjadi penyelenggara pelayanan farmasi yang komprehensif dengan kualitas terbaik dan mengutamakan kepuasan pelanggan Misi a. Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan. b. Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan efisien. c. Menyelenggarakan pelayanan farmasi klinik untuk meningkatkan keselamatan pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal. d. Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. e. Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai persyaratan mutu. f. Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit.

28 18 g. Berperan serta dalam program pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan farmasi Falsafah Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat Nilai budaya Instalasi Farmasi RSCM memiliki 5 nilai budaya, yaitu rapi, ringkas, resik, rawat, dan rajin yang dikenal dengan 5R Tujuan umum Menyelenggarakan kebijakan obat di rumah sakit melalui pelayanan farmasi satu pintu, profesional, berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi, bekerja sama dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang terkait dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional Tujuan khusus a. Aspek manajemen, antara lain mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, mewujudkan sistem informasi tepat guna dan berdaya guna, meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan farmasi melalui pendidikan dan pelatihan, serta mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi mutu pelayanan farmasi. b. Aspek klinik, antara lain mengkaji instruksi pengobatan, mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat, memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat, menjadi pusat informasi obat bagi tenaga kesehatan, pasien/keluarga, dan masyarakat, melaksanakan konseling pada pasien, melakukan pengkajian obat, melakukan penanganan obat-obat kanker, melakukan perencanaan, penerapan, dan evaluasi pengobatan, bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, dan berperan serta dalam tim/kepanitiaan

29 19 di rumah sakit seperti Panitia Farmasi dan Terapi serta Panitia Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA) Tugas dan fungsi Instalasi Farmasi RSCM mempunyai tugas: melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi yang optimal meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi dan produksi sediaan farmasi, serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etika profesi. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, Instalasi Farmasi RSCM mempunyai fungsi: a. Penyusunan standar, kriteria, prosedur, dan indikator kinerja pelayanan kefarmasian serta administrasi umum dan keuangan. b. Penyusunan program pelayanan pengelolaan perbekalan farmasi, produksi sediaan farmasi, pelayanan farmasi klinik rumah sakit serta administrasi dan keuangan. c. Penyusunan rencana kebutuhan perbekalan farmasi rumah sakit, tenaga, sarana dan prasarana penunjang kebutuhan Instalasi Farmasi. d. Menjamin ketersediaan perbekalan farmasi. e. Penyelenggaraan penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi. f. Penyelenggaraan produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. g. Penyelenggaraan pelayanan farmasi klinik. h. Penyelenggaraan supervisi, pemantauan, pengawasan, dan pengendalian terhadap mutu pelayanan farmasi. i. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium. j. Pengadministrasian penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi. k. Pengadministrasian SDM dan keuangan farmasi. l. Pengembangan kompetensi SDM farmasi. m. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan pelayanan farmasi.

30 Organisasi Susunan organisasi Instalasi Farmasi RSCM (Lampiran 2) terdiri atas: a. Instalasi Farmasi b. Sub Instalasi Perbekalan farmasi. c. Sub Instalasi Produksi. d. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang. e. Sub Instalasi Administrasi & Keuangan. 3.3 Sub Instalasi Perbekalan Farmasi Sub Instalasi Perbekalan Farmasi adalah satuan kerja fungsional yang berada di bawah Instalasi Farmasi. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi dipimpin oleh seorang apoteker pengelola yang disebut Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi. Dalam menjalankan fungsinya, Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi dibantu oleh staf pelaksana fungsional yang terdiri dari Penanggung Jawab Perencanaan, Penanggung Jawab Penyimpanan dan Pendistribusian, Penanggung Jawab Satelit, dan Penanggung Jawab Gas Medis. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi dalam menjalankan tugasnya mempunyai fungsi: a. Penyusunan rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur, dan indikator kinerja Sub Instalasi Perbekalan Farmasi. b. Penyusunan RBA dan RKT Sub Instalasi Perbekalan farmasi. c. Pengkoordinasian perencanaan perbekalan farmasi dengan Bidang Pelayanan Medik dan unit kerja terkait. d. Pengkoordinasian pengadaan perbekalan farmasi dengan Unit Procurement. e. Pelaksanaan penerimaan perbekalan farmasi sesuai peraturan yang berlaku. f. Pelaksanaan penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi sesuai aturan kefarmasian g. Penyelenggaraan supervisi, pengawasan, dan pengendalian terhadap pengelolaan perbekalan farmasi baik di satelit farmasi maupun di unit kerja yang tidak memiliki tenaga farmasi. h. Pelaporan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi.

31 21 i. Pelaporan kegiatan Sub Instalasi Perbekalan Farmasi. Kegiatan yang dilakukan oleh Sub Instalasi Perbekalan Farmasi meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, supervisi, pengawasan, pengendalian, dan pelaporan pengelolaan perbekalan farmasi. Perencanaan dikaitkan dengan proses pengadaannya, memiliki tiga sistem yaitu reguler, konsinyasi, dan sistem tertutup. Sistem pengadaan perbekalan farmasi dikaitkan dengan asal sumber dana, yaitu dana operasional dan dana pendapatan. Penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi sesuai aturan kefarmasian dilakukan di Gudang Perbekalan Farmasi. Instalasi Farmasi RSCM memiliki beberapa satelit dan depo yang tersebar di seluruh rumah sakit, yaitu: a. Satelit Farmasi Unit Pelayanan Terpadu Rawat Inap Gedung A. b. Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD). c. Satelit Farmasi Intensive Care Unit (ICU). d. Satelit Instalasi Bedah Pusat (IBP). e. Satelit Farmasi Unit Pelayanan Jantung Terpadu (PJT). f. Satelit Farmasi Pusat. g. Satelit Farmasi Kelompok Pendidikan Khusus (POKDISUS). h. Satelit Poli Bedah. i. Satelit Unit Luka Bakar (ULB). j. Satelit Farmasi Poliklinik Geriatri. k. Depo Gas Medis. Satelit Farmasi mempunyai tugas antara lain : a. Mengelola perbekalan farmasi untuk kebutuhan di unit pelayanan medik. b. Mengkoordinasikan pelayanan distribusi perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik di unit pelayanan medik. c. Mengelola administrasi dan keuangan perbekalan farmasi yang dilaksanakan satelit. d. Melaporkan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi kepada Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi.

32 Sub Instalasi Produksi Sub Instalasi Produksi adalah satuan kerja fungsional yang berada di bawah Instalasi Farmasi. Sub Instalasi Produksi dipimpin oleh seorang pejabat pengelola yang disebut Kepala Sub Instalasi Produksi dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi. Dalam menjalankan fungsinya, Kepala Sub Instalasi Produksi dibantu oleh staf pelaksana fungsional yang terdiri dari Penanggung Jawab Produksi Sediaan Farmasi dan Penanggung Jawab Aseptic Dispensing. Adapun tugas dari Sub Instalasi Produksi adalah (Surat Keputusan Dirut Nomor 2632, 2010) : a. Menyusun rencana program kegiatan Sub Instalasi Produksi. b. Melaksanakan perencanaan produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing. c. Menyusun rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur, dan indikator kinerja Sub Instalasi Produksi. d. Melaksanaan perencanaan, penerimaan, dan penyimpanan bahan baku dan pengemas dari Sub Instalasi Perbekalan Farmasi sesuai peraturan yang berlaku. e. Melaksanakan kegiatan pelayanan produksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan rumah sakit. f. Melaksanakan pengemasan kembali (repacking) dan pelayanan aseptic dispensing untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan rumah sakit. g. Mengendalikan dan mengawasi mutu produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing. h. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi produksi farmasi. i. Melaporkan kegiatan produksi. Kegiatan Sub Instalasi Produksi meliputi produksi sediaan farmasi steril dan non steril, serta aseptic dispensing. Semua produksi sediaan farmasi non steril dan steril yang akan dibuat merujuk pada buku Formula Induk. Di unit produksi non steril, dilakukan pengemasan kembali sediaan farmasi yang dilakukan untuk sediaan obat, seperti povidon iodin dan pengenceran alkohol. Jumlah dan frekuensi pembuatan serta pengemasan kembali sediaan farmasi tersebut disesuaikan dengan sediaan yang diperoleh dari Gudang Perbekalan Farmasi dan kebutuhan RS. Kegiatan aseptic dispensing meliputi

33 23 kegiatan pengemasan kembali, contohnya gansiklovir, meropenem, dan amoksisilin-klavulanat (co-amoxiclav), IV Admixture di CMU 2, penanganan obat kanker (handling cytotoxic) yang terletak di Gedung A lantai 8, CMU 2, dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA), serta penanganan nutrisi parenteral di CMU 2 dan Departemen IKA. 3.5 Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan (Diklitbang) adalah satuan kerja fungsional yang berada di bawah Instalasi Farmasi. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang dipimpin oleh seorang apoteker pejabat pengelola yang disebut Kepala Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi. Dalam menjalankan fungsinya, Kepala Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang dibantu oleh staf pelaksana fungsional yang terdiri dari Penanggung Jawab Pelayanan Farmasi Klinik dan Penanggung Jawab Diklitbang. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang mempunyai tugas: a. Penyusunan rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur, dan indikator kinerja Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang. b. Penyusunan RKT dan RBA Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang. c. Pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi: pengkajian instruksi pengobatan dan resep pasien, pengidentifikasian masalah terkait penggunaan obat dan alat kesehatan, pemantauan terhadap efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan, pemberian konseling kepada pasien dan keluarga pasien, serta pemberian informasi obat kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga. d. Pelaksanaan pengembangan profesi SDM farmasi. e. Pengkoordinasian pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kefarmasian. f. Pengkoordinasian pelaksanaan penelitian dan pengembangan pelayanan farmasi. g. Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian terhadap mutu pelayanan farmasi.

34 24 h. Pelaporan kegiatan farmasi klinik dan diklitbang farmasi. Kegiatan farmasi klinik di RSCM telah dilakukan di beberapa tempat, yaitu di ruang Rawat Inap Terpadu Gedung A, IKA, ruang ICU, Poli Geriatri, Unit Pelayanan Jantung Terpadu (PJT), dan Kencana Farmasi klinik di ruang rawat inap Kegiatan farmasi klinik yang dilakukan di Ruang Rawat Inap antara lain: a. Skrining Resep Skrining resep dilakukan pada saat verifikasi resep sebelum resep disiapkan oleh farmasi. Farmasi akan melakukan skrining terhadap kesesuaian farmasetik, farmakologi, dan klinis. Kesesuaian farmasetik meliputi bentuk, kekuatan sediaan, jumlah obat, stabilitas, ketersediaan, aturan, cara dan teknik penggunaan. Persyaratan klinis meliputi ketepatan indikasi, dosis, waktu penggunaan obat, adanya duplikasi pengobatan, alergi, interaksi, efek samping obat, dan kontraindikasi. b. Medication History Taking (MHT) MHT dilakukan menurut prioritas yaitu pada pasien yang menerima obat yang berkelanjutan (pasien kronis), pasien dengan mutiregimen obat atau status mutipenyakit yang harus mendapat perhatian apoteker, pasien dengan riwayat efek samping obat, pasien geriatri/pediatri, dan pasien yang menerima obat dengan indeks terapi yang sempit. Sasaran MHT adalah untuk memperoleh informasi tentang riwayat penggunaan obat yang dapat membantu dalam diagnosis dan pengobatan pasien. Proses wawancara bertujuan untuk mengetahui semua aspek penggunaan obat pasien. Dengan dilakukan MHT, dapat diketahui informasi apakah pasien alergi terhadap obat tertentu yang mungkin dokter lupa menanyakan informasi ini, obat yang digunakan pasien sebelum masuk RS baik obat resep, OTC maupun herbal, apakah masih digunakan atau tidak sehingga dapat mencegah dan mengatasi duplikasi, interaksi, dan drug related problem (DRP) lain yang mungkin terjadi. c. Monitoring atau pemantauan terapi obat Kegiatan pemantauan pengobatan pasien tidak dilakukan pada semua resep yang diberikan kepada pasien. Kegiatan tersebut diprioritaskan bagi pasienpasien yang memperoleh obat lebih dari 4 macam atau pasien yang memperoleh

35 25 obat dengan indeks terapi sempit. Monitoring dilakukan dengan pengecekan terhadap adanya diskrepansi yaitu perbedaan antara resep, kardeks, dan status pasien. Bila terdapat perbedaan, apoteker menindaklanjuti dengan menghubungi dokter atau perawat terkait masalah yang ditemukan. Kegiatan monitoring ini dilakukan dengan mengisi lembar monitoring pengobatan pasien. Contoh formulir monitoring pengobatan dapat dilihat pada Lampiran 6. d. Ronde/Visite Pasien Ronde/visite pasien merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan dilakukan ronde adalah untuk memastikan pengobatan yang diterima pasien sesuai dengan rencana, menilai kemajuan pasien, mendiskusikan rencana pengobatan selanjutnya dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain. Dengan dilakukannya ronde, dapat diketahui pula efek samping yang terjadi dan permasalahan lain serta membuat catatan tentang penyelesaian masalah tersebut. Ronde yang dilakukan di Rawat Inap Terpadu belum terjadwal, untuk ronde di ICU dilakukan setiap hari. e. Bedside Counseling Konseling obat pasien pulang umumnya dilakukan pada pasien-pasien yang memperoleh resep dengan polifarmasi maupun pasien yang memperoleh obat dengan cara penggunaan khusus atau yang memerlukan kepatuhan khusus. Karena di setiap lantai belum terdapat ruang konseling khusus, konseling dilakukan dengan metode bedside counseling (di sisi tempat tidur) pasien yang akan pulang. Sebelum memberikan konseling, apoteker harus mengisi formulir konsultasi yang dibuat rangkap dua. Lembar asli konseling tersebut diberikan kepada pasien sebagai informasi tertulis. Contoh formulir informasi obat pulang dapat dilihat di Lampiran 7. f. Pelayanan informasi obat Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan farmasi klinik yang bersifat pasif, dalam arti kegiatan ini baru dilaksanakan apabila ada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada apoteker penanggung jawab lantai. Pertanyaan dapat berasal dari berbagai macam pihak, seperti dokter, perawat, pasien, keluarga pasien, dan lain-lain. Dalam pelayanan informasi obat, digunakan pustaka yang

36 26 berupa buku-buku teks terbaru yang up-to-date maupun jurnal-jurnal kesehatan serta akses internet. Pencatatan perlu dilakukan setelah pelayanan informasi obat dilakukan sebagai dokumentasi. Dokumentasi akan bermanfaat apabila ada pertanyaan lain yang serupa di kemudian hari. Selain itu, dari dokumentasi dapat diketahui topik pertanyaan yang paling sering diajukan sehingga apoteker dapat memperdalam pengetahuan mengenai topik pertanyaan tersebut. g. Pemantauan penggunaan antibiotika Kegiatan pemantauan tersebut dilakukan dengan memantau dosis antibiotika yang digunakan maupun masalah yang berkaitan dengan antibiotika. Hasil pemantauan tersebut kemudian didiskusikan dalam pertemuan apoteker yang membahas kasus klinik setiap hari Rabu. Hasil diskusi umumnya akan menghasilkan suatu rekomendasi yang harus disampaikan kepada dokter untuk mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan dari masalah yang berkaitan dengan antibiotika tersebut. Sebagaimana kegiatan farmasi klinik yang lain, pemantauan penggunaan antibiotika tersebut juga harus didokumentasikan Farmasi klinik pada pasien rawat jalan Kegiatan farmasi klinik yang dilakukan di Poli Geriatri dan Poli PJT adalah konseling pasien. Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat. Konseling dilakukan pada pasien geriatri dengan kriteria pasien rujukan dokter, pasien dengan penyakit kronis, pasien dengan obat yang berindeks terapetik sempit atau pasien polifarmasi. Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien mengenai nama obat, tujuan pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, dan cara penyimpanan obat. Konseling diawali dengan 3 prime question yaitu menanyakan kepada pasien apa yang sudah dikatakan dokter tentang obat, penyakit, dan harapan/tujuan pengobatan. Pertanyaan yang diajukan kepada pasien dilakukan dengan metode open-ended question. Pada akhir konseling, dilakukan verifikasi untuk mengecek pemahaman pasien tentang apa yang telah dijelaskan dan didiskusikan.

37 Keterlibatan farmasi dalam kepanitiaan Pelaksana Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA). Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) merupakan suatu tim pelaksana yang dibentuk rumah sakit dengan tujuan antara lain: a. Tercapainya peningkatan mutu dalam pemakaian antibiotik di rumah sakit melalui kerja sama dengan empat pilar yang terdiri dari Panitia Farmasi dan Terapi, Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS), Tim Mikrobiologi Klinik, dan Tim Farmasi Klinik. b. Terlaksananya pengawasan, pemantauan, dan pengendalian prosedur pemakaian antibiotik di masing-masing unit agar tidak menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan. c. Terlaksananya evaluasi pelaksanaan pemakaian antibiotika. d. Terselenggaranya pendidikan, pelatihan, dan penelitian dalam pengendalian resistensi antimikroba. Tim PPRA melaksanakan pengawasan dan pengendalian penggunaan antimikroba secara bijak meliputi efikasi, biaya, keamanan, kenyamanan di RSCM. Tim PPRA terdiri dari: 1. Tim inti yaitu yaitu: a. Perwakilan dari Panitia Farmasi dan Terapi. b. PPIRS. c. Spesialis Farmasi Klinik. d. Spesialis Mikrobiologi Klinik. 2. Perwakilan dari Departemen Patologi Klinik 3. Perwakilan Departemen Penyakit Dalam, Departemen Bedah, Departemen Kebidanan dan Kandungan, dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 4. Perwakilan Divisi Penyakit Tropik Departemen Penyakit Dalam. 5. Perwakilan Bidang Pelayanan Medik dan Bidang Keperawatan. Organisasi PPRA meliputi Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota yang terdiri dari unsur klinisi (mewakili Departemen/UPT/Instalasi terkait), perawat, apoteker, spesialis Mikrobiologi Klinik, spesialis Patologi Klinik, spesialis Farmakologi Klinik, dan Konsultan Penyakit Tropik Infeksi.

38 28 Dalam melaksanakan tugasnya, Tim PPRA dibantu oleh Pokja PPRA dari berbagai Departemen/UPT/Instalasi yang pelayanannya berhubungan dengan penggunaan antimikroba. Pokja departemen terdiri dari Ketua, yang merangkap sebagai anggota tim PPRA, dan beberapa orang anggota. Pokja PPRA tingkat Departemen/Instalasi/UPT sebagai berikut (SK No.10281/TU.K/34/VI/2011) : 1. Departemen Penyakit Dalam 9. Departemen Neurologi 2. Departemen Bedah 10. Departemen Urologi 3. Departemen IKA 11. Departemen THT 4. Departemen Obstetri dan Ginekologi 12. ICU 5. Departemen Kulit dan Kelamin 13. Unit Pelayanan Luka Bakar 6. Departemen Gigi dan Mulut 14. Pelayanan Jantung Terpadu 7. Departemen Bedah Saraf 15. Instalasi Gawat Darurat 8. Departemen Mata Tugas pokok tim PPRA adalah melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba. PPRA meniliki fungsi, antara lain: a. Menetapkan kebijakan pengendalian penggunaan antibiotik. b. Menerapkan kebijakan di bidang pengendalian resistensi antimikroba melalui koordinasi empat pilar. c. Menyusun program kerja tim PPRA dan Pokja PPRA Departemen/UPT/ Instalasi. d. Menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman serta kesadaran tentang prinsip pengendalian resistensi antimikroba yang terkait dengan penggunaan antibiotik secara bijak. e. Sebagai konsultan dalam pemilihan antibiotik lini 3. f. Melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan antibiotik, pola resistensi kuman, dan insidens MRSA. Tim PPRA menyelenggarakan pertemuan berkala secara terencana, minimal satu bulan sekali untuk membahas program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam PPRA dan menyampaikan rekomendasi hasil keputusan rapat secara tertulis kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan pihak terkait (Departemen/UPT/Instalasi Pelayanan dan empat pilar PPRA).

39 Panitia Farmasi dan Terapi Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah panitia ahli di bawah Komite Medik yang membantu Direktur Utama dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM. Keanggotaan PFT adalah berdasarkan pengusulan dari Kepala Departemen/Bidang/Instalasi dan disahkan oleh Direktur Utama. Keanggotaanya diperbaharui maksimal setiap lima tahun sekali. Anggota PFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun. Ketua, sekretaris, dan dua anggota PFT ditetapkan sebagai pengurus harian. Setiap departemen memiliki PFT tingkat departemen yang terdiri atas ketua, sekretaris, dan 2-3 orang anggota. Ketua PFT tingkat departemen menjadi anggota ex officio PFT tingkat RSCM. PFT menyusun program kerja tentang pemilihan dan penyusunan formularium. PFT mengajukan anggaran setiap tahun guna mendukung program kerjanya. Adapun tugas PFT mencakup antara lain: a. Sebagai penasihat bagi pimpinan RSCM dan tenaga kesehatan dalam semua masalah yang ada kaitannya dengan perbekalan farmasi. b. Menyusun kebijakan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM. c. Menyusun formularium obat, alat kesehatan, dan reagensia; dan memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan reagensia didasarkan pada kemanjuran, keamanan, kualitas, dan harga. PFT harus mampu meminimalkan jenis obat yang nama generiknya sama atau jenis obat yang indikasinya sama. d. Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman, dan hemat biaya. e. Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan, dan penggunaan obat kepada staf medis RSCM. f. Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan, dan penggunaan perbekalan farmasi.

40 30 g. Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang terjadi di RSCM. h. Memandu tinjauan penggunaan obat (drug utilization review) dan mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis. Dalam mengemban tugas tersebut di atas, PFT perlu mengadakan rapat rutin sekurang-kurangnya 1 bulan sekali guna membicarakan implementasi dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi, pengadaan, penyimpanan, dan penggunaan obat. Keputusan rapat pleno yang menyangkut kebijakan diambil berdasarkan musyawarah. Bila musyawarah tidak berhasil, dapat dilakukan pemungutan suara. Setiap anggota PFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok, dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien (Formularium RSCM, 2012). 3.7 Pasien jaminan yang dilayani di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Pasien jaminan dilayani oleh RSCM, dimana pengelolaan kegiatan pelayanan administrasi dan pelaporan pasien tersebut dilakukan oleh Unit Pelayanan Pasien Jaminan (UPPJ). Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi pasien jaminan dalam menebus obat, yaitu melampirkan Surat Jaminan Pelayanan (SJP) asli dan fotokopi bagi semua pasien, fotokopi Identitas Pasien Rawat Inap bagi pasien rawat inap, bukti pendaftaran atau kwitansi dari poliklinik bagi pasien rawat jalan serta fotokopi kartu Askes bagi peserta Askes. Pasien jaminan yang dilayani RSCM diantaranya pasien tidak mampu, pasien keluarga miskin, pasien jamkesmas, pasien askes, dan pasien jaminan perusahaan Pasien tidak mampu Pasien dengan membawa Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta dengan disertai kebijakan mengenai pembayaran dan biaya perawatan. Ada 2 jenis pasien SKTM : a. Pasien SKTM Penuh, yaitu pasien tidak mampu yang tidak perlu membayar seluruh biaya perawatannya. b. Pasien SKTM terbatas, yaitu pasien tidak mampu yang harus membayar 50% dari biaya perawatan. Pasien SKTM luar DKI Jakarta, disebut pasien

41 31 Jamkesda, dimana biaya pengobatan menjadi tanggungan Pemerintah Daerah setempat Pasien Keluarga Miskin (Gakin). Pasien miskin dan tidak mampu yang terdaftar, memiliki kartu/surat keterangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan Pasien Jamkesmas. Pasien miskin dan tidak mampu yang terdaftar, memiliki kartu/surat keterangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah di luar DKI Jakarta dan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan Pasien Askes. Warga masyarakat yang pelayanan kesehatannya dijamin oleh PT Askes sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Terdapat 2 jenis Pasien Askes, yaitu: a. Pasien Askes sosial Pasien yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dijamin oleh PT Askes sesuai ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan golongan. b. Pasien Asuransi Jiwa in Health Pasien umum yang dijamin oleh PT Askes sesuai ketentuan yang telah ditetapkan Pasien Jaminan Perusahaan. Pasien umum yang pelayanan kesehatannya dijamin oleh perusahaan tertentu sesuai ketentuan dan perjanjian kerjasama yang telah disepakati bersama dengan RSCM.

42 BAB 4 HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dilaksanakan pada tanggal 6 Februari 30 Maret Kegiatan yang dilakukan selama PKPA adalah mengamati dan mengikuti serangkaian kegiatan manajemen dan klinik pelayanan farmasi di Instalasi Farmasi RSCM. Kegiatan manajemen farmasi meliputi pengelolaan perbekalan farmasi, terdiri dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dispensing, dan pendistribusian perbekalan farmasi di beberapa unit pelayanan kefarmasian di RSCM. Sedangkan kegiatan farmasi klinik yang dilakukan antar lain, wawancara sejarah pengobatan, skrining resep, pelayanan informasi obat, konseling, dan monitoring terapi obat. Kegiatan PKPA ini dilakukan di beberapa tempat yang terdapat di RSCM yang terkait dengan farmasi, antara lain Satelit Farmasi Unit Pelayanan Terpadu Rawat Inap Gedung A, Instalasi Gawat Darurat, ICU, Satelit Farmasi Pusat, Poliklinik Geriatri, Satelit Kirana, gudang perbekalan farmasi, dan produksi di Sub Instalasi Produksi RSCM. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit RSCM dipisahkan berdasarkan jenis obat dan alat kesehatan, bentuk sediaan (oral, topikal, injeksi), obat generik, obat nama dagang, dan disusun secara alfabetis. Perbekalan farmasi juga disimpan berdasarkan stabilitas penyimpanannya pada suhu tertentu, yaitu suhu ruangan (15-30 C ), suhu sejuk (8-15 C ), suhu dingin (2 8 0 C), atau suhu beku (-20 dan -10 C). Suhu lemari pendingin dan suhu ruangan selalu dipantau setiap hari oleh petugas dengan mengisi formulir pemantauan temperatur lemari pendingin obat (Lampiran 10). Obat-obat khusus seperti obat narkotika, psikotropika, dan obat mahal juga harus dipisah penyimpanannya. Narkotika disimpan dalam lemari khusus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Obat psikotropika dan obat mahal juga dipisah dalam lemari yang berbeda. Penyimpanan juga berdasarkan pada sistem First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO). Menurut standar Joint Comission International (JCI), beberapa obat tertentu perlu diberikan label pada kemasan primer dan lemari tempat penyimpanannya seperti 32

43 33 obat high alert dan obat kanker. Selain itu, terdapat pula pelabelan pada kotak penyimpanan, yaitu obat LASA (Look Alike Sound Alike). 4.1 Gudang Perbekalan Farmasi Kegiatan yang dilakukan selama praktek kerja profesi apoteker di Gudang Perbekalan Farmasi adalah mengamati dan melaksanakan proses pengelolaan perbekalan farmasi yang terdiri atas perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan dan pengendalian, serta pemusnahan. Pada proses perencanaan, pengadaan, dan pendistribusian, terjadi kerja sama antara Gudang Perbekalan Farmasi dengan unit unit kerja lain. Waktu pelayanan gudang perbekalan farmasi yaitu dari jam hingga yang terbagi dalam 2 shift. Perbekalan farmasi yang dikelola oleh Instalasi Farmasi RSCM meliputi obat, alat kesehatan, reagensia, radiofarmaka, dan gas medis. Perbekalan farmasi ini kemudian dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: a. Perbekalan Farmasi Dasar, yaitu perbekalan farmasi yang merupakan kebutuhan dasar dalam perawatan atau tindakan di ruang rawat atau perbekalan farmasi untuk pemakaian bersama oleh pasien pasien, petugas rumah sakit, ruangan, dan alat. Contoh: kapas, cairan antiseptik, verband, plester, desinfektan. b. Perbekalan Farmasi Emergensi, yaitu perbekalan farmasi yang diperlukan segera untuk menyelamatkan jiwa pasien, seperti: adrenalin, dobutamin, cairan infus dasar (NaCl 0,9% dan ringer laktat). c. Perbekalan Farmasi Pelengkap, yaitu perbekalan farmasi kebutuhan individu selain perbekalan farmasi dasar dan emergensi. Contoh: amlodipin tablet, metformin tablet, paracetamol tablet, propepsa suspensi, dan lain lain.

44 34 Proses pengelolaan perbekalan farmasi digambarkan sebagai berikut ini. PROSES PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI Dept / UPT / Inst Instalasi Farmasi Bidang Yanmed / Direktur Medik Direktur Keuangan Unit Layanan Pengadaan Pemasok Panitia Penerimaan Menyusun kebutuhan PF Menilai dan merekapitulasi kebutuhan PF Dept / UPT / Inst Menilai dan merekapitulasi kebutuhan PF Menginstruksikan kepada ULP Memroses pembelian Mengirim PF Ya Perlu revisi? Tidak Ya Perlu revisi? Tidak Menentukan pemasok Menerima PF Menerima dan menggunakan PF LANGSUNG GUDANG PERBEKALAN FARMASI Menerima Menyimpan Mendistribusikan PF SATELIT FARMASI Menerima Menyimpan Mendistribusikan PF KETERANGAN : Garis tipis : arus dokumen Garis tebal :arus barang Yanmed: Pelayanan Medik ULP: Unit Layanan Pengadaan PF; Perbekalan Farmasi Gambar 4.1. Alur pengelolaan perbekalan farmasi RSCM Perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi Proses perencanaan dilakukan untuk periode pemakaian perbekalan farmasi selama enam bulan. Tiap departemen / UPT/ instalasi mengajukan usulan kebutuhan ke Instalasi Farmasi, kemudian Instalasi Farmasi akan mengolah, menilai, dan mengompilasi usulan kebutuhan perbekalan farmasi tersebut menjadi perencanaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan RSCM. Masing-masing departemen/ UPT/ instalasi harus mengajukan usulan kebutuhan sebelum tanggal 1 September untuk kebutuhan periode Januari-Juni tahun berikutnya dan sebelum tanggal 1 Maret untuk kebutuhan periode Juli-Desember tahun berjalan. Perencanaan perbekalan farmasi harus mengacu kepada formularium serta daftar alat kesehatan dan bahan diagnostik yang telah disepakati oleh pengguna (departemen/upt/instalasi) dan ditetapkan oleh Direksi RSCM. Selain itu, perencanaan perbekalan farmasi juga harus memperhatikan pedoman pelayanan medik departemen, volume kegiatan pelayanan, laporan penggunaan tiga bulan terakhir, rencana pengembangan pelayanan, serta sisa stok perbekalan farmasi di unit pelayanan. Perencanaan perbekalan farmasi yang akurat sangat diperlukan guna mencegah terjadinya kekosongan atau bahkan kelebihan stok.

45 35 Perencanaan perbekalan farmasi yang telah dirumuskan oleh Instalasi Farmasi diajukan ke Bidang Pelayanan Medik untuk dinilai dan direkapitulasi. Setelah perencanaan perbekalan farmasi disetujui oleh Direktur Medik dan Keperawatan, dokumen perencanaan akan diteruskan ke Direktur Keuangan. Setelah disetujui, Direktur Keuangan akan menginstruksikan Unit Layanan Pengadaan (ULP) untuk mengadakan barang sesuai perencanaan dengan mengeluarkan Surat Keterangan Persetujuan Penggunaan Anggaran. Lalu ULP akan melakukan seleksi pemasok-pemasok perbekalan farmasi dengan cara pelelangan (tender), yang kemudian akan dikontrak oleh RSCM selama periode enam bulan tersebut. Para pemasok perbekalan farmasi akan memberikan penawaran-penawaran untuk produknya, kemudian ULP menentukan pemasok yang menang tender sesuai dengan penawaran terbaik dan reputasi pemasok yang juga baik. Kemudian ULP akan menerbitkan Surat Perintah Kerja kepada para pemasok yang telah terpilih dan juga menginformasikan kepada Instalasi Farmasi mengenai daftar pemasok yang terpilih. Maka Instalasi Farmasi kemudian akan menerbitkan SP ke pemasok pemasok tersebut untuk mengadakan barang sesuai kebutuhan. Bagian pemesanan akan membuat SP kepada pemasok setelah ada permintaan dari Gudang Perbekalan Farmasi yang dilakukan pada hari Senin dan Rabu. SP yang dibuat hanya berlaku dalam tiga hari. Jika melebihi batas waktu tersebut, perbekalan farmasi yang dipesan belum juga dikirim oleh pemasok, maka harus dibuat SP yang baru. Sedangkan pengadaan perbekalan farmasi yang tidak ada dalam kontrak menggunakan uang muka kerja dan pengadaannya harus dilakukan seefisien mungkin sesuai kebutuhan, karena uang muka kerja terbatas jumlahnya. Pembelian obat yang tidak tercantum dalam formularium pada keadaan emergensi hanya dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari PFT departemen dan disetujui oleh direksi Penerimaan perbekalan farmasi Pemasok menerima SP dari Instalasi Farmasi kemudian mengirimkan perbekalan farmasi yang dipesan ke Gudang Perbekalan Farmasi. Perbekalan farmasi akan diterima di gudang oleh Panitia Penerimaan RSCM, asisten

46 36 apoteker, dan perwakilan Bidang Pelayanan Medik. Selanjutnya diperiksa kesesuaian jumlah, jenis, spesifikasi, batas kadaluarsanya, kondisi fisik sediaaan, kemasan, cara pengiriman dan MSDS/Material Safety Data Sheet (untuk bahan berbahaya). Selain itu, Panitia Penerimaan juga memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen, antara lain: SP, Faktur/Surat Jalan, dan Surat Perintah Kerja Kontrak. Jika semua sudah sesuai, Panitia Penerimaan RSCM, asisten apoteker, dan perwakilan Bidang Pelayanan Medik akan menandatangani disertai nama jelas dan tanggal penerimaan pada Faktur/Surat Jalan. Setelah itu petugas Administrasi Gudang akan melakukan pencatatan faktur ke dalam stok di sistem informasi farmasi Pendistribusian perbekalan farmasi Pendistribusian perbekalan farmasi dilakukan dengan sistem sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu tempat yaitu Instalasi Farmasi. Pada sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pengguna disuplai langsung dari Instalasi Farmasi. Sedangkan desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang mempunyai cabang di dekat unit perawatan atau pelayanan yang dikenal dengan istilah depo farmasi atau satelit farmasi. Perbekalan farmasi dari Gudang Perbekalan Farmasi didistribusikan ke satelit dan unit pengguna sesuai dengan jadwalnya masing-masing. Ada 61 unit pelayanan yang dilayani oleh Gudang Perbekalan Farmasi. Prosedur pendistribusian perbekalan farmasi ke satelit dan unit pengguna dimulai dari tahap penerimaan formulir permintaan perbekalan farmasi secara manual. Isi dari formulir permintaan tersebut meliputi nama perbekalan farmasi, jumlah yang diminta, dan satuan perbekalan farmasi. Petugas gudang akan mengisi jumlah perbekalan farmasi pada formulir permintaan sesuai dengan jumlah yang dapat dipenuhi. Setelah perbekalan farmasi yang diminta disiapkan, dilakukan proses serah terima dari petugas gudang kepada petugas satelit atau unit pengguna yang meminta. Saat serah terima, dilakukan pula pencatatan tanggal kadaluarsa dari masing-masing perbekalan farmasi. Kemudian setelah selesai proses serah terima, pada permintaan di sistem informasi farmasi, petugas gudang dan satelit atau unit

47 37 pengguna akan melakukan penandaan pada sistem yang menyatakan nama perbekalan farmasi, jumlah, dan satuannya yang didistribusi, sehingga jumlah yang terdapat di kartu stok pada sistem informasi farmasi berubah Pengawasan dan pengendalian perbekalan farmasi Pengawasan dan pengendalian perbekalan farmasi dilakukan pada tahap penyimpanan dan pendistribusian, terutama untuk obat narkotika, psikotropika, dan obat mahal. Bentuk pengawasan dan pengendalian lainnya adalah melakukan stock opname di gudang setiap tiga bulan. Dengan dilakukannya pengawasan dan pengendalian perbekalan farmasi, diharapkan akan menjaga ketersediaan obat yang optimum dan efisiensi biaya pembelian perbekalan farmasi Penyimpanan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Bahan berbahaya dan beracun meliputi kimia beracun (toxic), korosif (corrosive), mudah terbakar (flammable), oksidator, reaktif terhadap asam, gas bertekanan, dan radioaktif. Dalam penyimpanan B3, setiap kemasan B3 wajib diberikan simbol dan label (Lampiran 11), dilengkapi dengan lembar data keselamatan bahan (Material Safety Data Sheet), serta harus sesuai dengan kelompok. Tempat penyimpanan B3 di Gudang Perbekalan Farmasi belum memadai meskipun telah dikelompokkan sesuai dengan jenis dan diberi label. Hal tersebut dikarenakan tidak terdapat fasilitas penyimpanan seperti lemari besi dan tidak terdapat sarana seperti kran untuk irigasi mata. Petugas yang mengambil B3 juga belum menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Pemusnahan perbekalan farmasi Pemusnahan perbekalan farmasi dilakukan pada perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat untuk digunakan atau sudah sampai waktu kadaluarsanya. Pemusnahan dilakukan oleh panitia pemusnahan dengan frekuensi 2-3 kali pemusnahan dalam setahun. Proses pemusnahan disaksikan oleh perwakilan dari Kementrian Kesehatan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan.

48 38 Pada saat pemusnahan, dibuat berita acara yang ditandatangani oleh panitia, saksi, dan Direktur Utama RSCM. 4.2 Unit Rawat Inap Gedung A Satelit Farmasi Gedung A Satelit Farmasi Gedung A terletak di lantai dasar gedung unit rawat inap terpadu gedung A. Satelit Farmasi gedung A melayani permintaan perbekalan farmasi dari depo setiap lantai di Gedung A. Gedung A terdiri dari 8 lantai yang merupakan integrasi dari beberapa departemen yang ada di RSCM. Penulisan resep di Gedung A dilakukan dengan sistem elekronik yang disebut dengan Electronic Health Record (EHR), kecuali untuk lantai 1, 3, dan 6 menggunakan formulir resep resmi dari RSCM. Resep diterima oleh petugas depo melalui EHR, kemudian diperiksa ketersediaan perbekalan farmasi yang diminta. Apabila tidak tersedia, petugas depo akan melakukan permintaan (defekta) ke gudang perbekalan farmasi yang dilakukan pada hari senin, rabu, dan jumat. Khusus untuk barang-barang ortopedi, pengadaan dengan cara konsinyasi atau penitipan. Alur defekta dimulai dengan melakukan sampling terhadap perbekalan farmasi, yaitu kesesuaian dengan kartu stok, stok fisik, dan sistem informasi farmasi (SIF). Sampling dilakukan secara rutin setiap hari terutama untuk barangbarang yang mahal. Daftar barang yang akan diminta dimasukkan ke dalam SIF, kemudian gudang akan menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta. Petugas dari Gedung A akan mengambil barang serta memeriksa kesesuaian dengan daftar defekta dan tanggal kadaluarsa dari barang. Kemudian daftar defekta yang telah sesuai dimasukkan ke dalam SIF. Sistem distribusi obat yang digunakan di Gedung A adalah sistem dosis unit yang dikombinasikan dengan floor stock. Dengan sistem dosis unit, setiap resep dikerjakan dan dikemas dalam kemasan yang dibagi tiap waktu penggunaan, yaitu pagi (kantong merah), siang (transparan), sore (biru), dan malam (hijau). Alur pelayanan resep secara umum adalah resep diterima oleh depo kemudian obat disiapkan di depo dan diantarkan ke ruang rawat oleh tenaga farmasi. Pada pelayanan resep TPN, resep yang telah diverifikasi dapat langsung diterima oleh bagian produksi di gedung CMU 2 melalui SIF. Petugas di bagian produksi akan

49 39 langsung menyiapkan TPN yang diminta dan akan diantarkan ke satelit gedung A untuk diserahkan ke depo. Pelayanan resep yang memerlukan repacking (pengemasan kembali), misalnya obat antibiotik yang mahal, obat akan disiapkan di satelit gedung A kemudian dibawa ke bagian produksi untuk dikemas kembali secara aseptis. Obat yang telah siap diantarkan kembali ke satelit pusat, lalu diantarkan ke depo. Pada pelayanan resep sitostatika, obat berasal dari satelit gedung A karena ruang sitostatika di lantai 8 dan depo tidak meyimpan obat sitostatika. Pada saat pelayanan obat sitostatika, tenaga kefarmasian harus memahami dengan baik protokol kemoterapi pasien, karena proses perhitungan pelarut pada saat penyiapan obat kemoterapi harus sesuai dengan konsentrasi yang tertera pada protokol kemoterapi masing-masing pasien. Pada saat pelayanan obat sitostatika, petugas harus mengisi formulir pencampuran obat sitostatika Instalasi Farmasi (Lampiran 8). Pasien juga tidak boleh membawa pulang obat sitostatika. Apabila obat telah terlanjur disiapkan tetapi proses kemoterapi tertunda, pasien dapat menitipkan obat sitostatika di ruang sitostatika dengan mengisi formulir penitipan obat pelayanan aseptik dispensing farmasi CMU 2 (Lampiran 9). Proses pengerjaan resep dimulai dengan melakukan verifikasi resep yang mencakup legalitas resep, kesesuaian sediaan farmasetika, kesesuaian obat yang diresepkan dengan jenis jaminan pasien (untuk pasien jaminan) dan pertimbangan klinis. Setelah seluruh resep selesai diverifikasi, selanjutnya dilakukan pengambilan obat dari rak dan obat dimasukkan ke dalam keranjang-keranjang untuk tiap pasien. Setelah semua obat diambil, dilakukan pengemasan obat ke dalam bentuk dosis unit serta pemberian etiket. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan ulang resep yang telah dikerjakan. Orang yang melakukan pemeriksaan berbeda dengan orang yang mengerjakan resep. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan sebagai pengecekan ganda untuk menghindari medication error. Kemudian obat diantarkan ke ruang rawat dan dilakukan proses serah terima obat dengan perawat. Keseluruhan proses tersebut ditandai dengan melakukan check list dan menuliskan nama petugas yang mengerjakan etiket, mengambil obat, dan melakukan serah terima pada keterangan V (verifikasi), H (harga), D (dispensing), S (serah) pada lembar resep.

50 Farmasi klinik Satelit Gedung A Kegiatan farmasi klinik yang dilakukan di Gedung A adalah medication history taking (pengambilan riwayat pengobatan pasien), ronde (ronde bersama dan visite mandiri), skrining resep, monitoring resep, konseling pasien pulang, pemberian informasi obat pasif dan aktif, serta mendokumentasikan kegiatan. Pengambilan riwayat pengobatan pasien dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai obat yang digunakan pada terapi sebelumnya, riwayat alergi, atau adverse drug reaction (ADR). Informasi yang diperoleh menjadi dasar untuk pengobatan selanjutnya dan memastikan bahwa pengobatan yang dilakukan berkesinambungan. Kegiatan ronde adalah kegiatan mengunjungi untuk mendiskusikan rencana pengobatan selanjutnya oleh seluruh tenaga kesehatan, baik dokter, perawat dan apoteker secara bersama-sama. Apoteker dapat memberikan rekomendasi kepada dokter terkait dengan rencana pengobatan tersebut. Skrining dilakukan pada saat verifikasi sebelum resep disiapkan oleh farmasi. Farmasi akan melakukan pemeriksaan terhadap kesesuaian farmasetik, farmakologi, dan klinik. Selain itu, dilakukan juga monitoring pengobatan pasien dengan mengisi formulir monitoring pengobatan yang dapat dilihat pada Lampiran 6. Salah satu bentuk monitoring adalah dengan melakukan pemeriksaan terhadap adanya diskrepansi, yaitu perbedaan antara resep, kardeks, dan status pasien. Perbedaan tersebut ditelusuri untuk mengetahui kemungkinan terjadinya medication error. Konseling di Gedung A dilakukan untuk pasien pulang yang menerima obat sampai waktu untuk kontrol kembali ke rumah sakit (bedside counseling). Apoteker akan mengisi formulir informasi obat pulang yang berisi petunjuk singkat tentang obat yang diberikan. Formulir informasi obat pulang dapat dilihat pada Lampiran 7. Hal tersebut perlu dilakukan karena saat di rumah sakit pemberian obat pasien diawasi oleh perawat sedangkan di rumah pengawasan berkurang sehingga dapat menurunkan tingkat kepatuhan minum obat dari pasien dan meningkatkan medication error. Pemberian informasi obat terdiri dari pemberian informasi secara aktif dan pasif. Pemberian informasi aktif dilakukan dengan pemberian brosur atau lembar

51 41 informasi seperti cara pemakaian inhaler sedangkan pemberian informasi pasif dilakukan dengan melayani pertanyaan dari tenaga kesehatan lain, profesi lain, dan masyarakat terkait dengan obat. Pertanyaan diajukan pada apoteker klinis di ruang apoteker klinis yang ada di lantai dasar gedung A. Seluruh kegiatan klinik yang dilakukan oleh apoteker akan didokumentasikan dengan tujuan sebagai penilaian atau evaluasi kinerja apoteker. Apoteker juga melakukan supervisi yaitu pengecekan terhadap lemari obat. Seorang apoteker bertanggung jawab untuk memastikan pengobatan yang diberikan pada pasien telah tepat. Supervisi tersebut merupakan salah satu langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Jika terdapat obat yang tertinggal di lemari obat, apoteker harus segera melakukan pengecekan silang dengan perawat mengenai alasan mengapa pasien tidak memperoleh obat yang seharusnya. Kejadian kehilangan obat juga harus menjadi perhatian khusus bagi apoteker karena selain merugikan rumah sakit, hal tersebut juga berpotensi untuk menimbulkan medication error. Hal yang paling berbahaya adalah apabila pasien sebenarnya telah menerima obat, tetapi memperoleh lagi obat yang sama karena perawat mengira obat hilang dan meminta kembali ke satelit farmasi. Oleh karena itu, apabila terjadi kejadian seperti itu, apoteker tidak boleh langsung memberikan obat kecuali dalam keadaan pasien sangat membutuhkan obat untuk kelangsungan hidupnya. Setelah obat diberikan kembali pun, masih harus terus dilakukan pengusutan mengenai obat yang hilang tersebut. Supervisi juga perlu dilakukan secara rutin untuk menghindari retur obat yang banyak dari ruang rawat. 4.3 Satelit Instalasi Gawat Darurat (IGD) Kegiatan yang dilakukan di Satelit IGD selama PKPA adalah mengamati proses pelayanan mulai dari verifikasi administrasi resep berdasarkan status jaminan pasien, dispensing obat/alkes sampai penyerahan obat/alkes, membantu penempelan label high alert pada kemasan primer, membantu membuka kemasan obat, serta membuat daftar obat yang disimpan di lemari narkotik, obat mahal, dan obat yang disimpan di lemari pendingin.

52 Pelayanan Satelit IGD Satelit IGD memberikan pelayanan 24 jam untuk pasien gawat darurat RSCM. Terdapat dua satelit yaitu satelit lantai 1 dan lantai 4. Satelit lantai 1 melayani ruang resusitasi, ruang emergensi, ruang urgent, ruang non urgent, dan ruang post emergensi. Sedangkan satelit lantai 4 melayani ruang OK. Ruangan tersebut dibagi berdasarkan kondisi dan tingkat kegawatan pasien saat masuk IGD. Ruang resusitasi merupakan ruang perawatan untuk pasien dalam kondisi gawat darurat yang harus segera ditangani langsung oleh dokter. Ruang emergensi, untuk pasien yang harus ditangani dalam waktu 5 10 menit. Ruang urgent, untuk pasien yang ditangani dalam waktu 30 menit. Ruang non urgent untuk pasien yang ditangani dalam waktu 60 menit dan ruang post emergensi dalam waktu 120 menit. Satelit gawat darurat melayani pasien gawat darurat dengan jaminan, pasien terlantar, dan pasien umum. Alur pelayanan di satelit gawat darurat yaitu mulai dari penerimaan resep, memeriksa kelengkapan administrasi, verifikasi resep, input ke dalam komputer, dispensing, lalu penyerahan perbekalan farmasi sesuai resep Pengadaan perbekalan farmasi di Satelit IGD Alur pengadaan perbekalan farmasi di satelit IGD yaitu mulai dari perencanaan, pembuatan defekta yang ditujukan ke gudang pusat, pengambilan barang yang didefekta sampai barang dibawa ke satelit gawat darurat. Pengadaan dilakukan dua kali dalam seminggu, defekta terpisah antara alat kesehatan dan obat. Defekta bisa dilakukan lebih dari dua kali yang disebut dengan defekta cito yaitu defekta untuk obat/alkes yang dibutuhkan dalam kondisi mendesak. Jika defekta cito terjadi pada saat gudang pusat tutup, pihak satelit IGD harus menghubungi petugas gudang pusat untuk menanyakan ketersediaan barang yang akan diminta. Jika barang tersebut ada stok di gudang pusat, gudang dapat dibuka. Jika terjadi kekosongan barang di gudang pusat, satelit IGD dapat melakukan peminjaman barang ke satelit lain yang mempunyai stok.

53 Distribusi perbekalan farmasi di Satelit IGD Sistem distribusi obat dan alkes di satelit IGD merupakan sistem distribusi individual prescription, floor stock, dan sistem paket. Dengan sistem individual prescription, obat/alkes disiapkan sesuai dengan resep yang ditulis dokter untuk satu kali penggunaan. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan obat menumpuk di ruangan dan obat retur. Untuk sistem floor stock, hanya terbatas untuk obat emergensi dalam troli emergensi yang tersedia di ruang perawatan pasien. Satelit IGD juga menerapkan sistem paket untuk distribusi obat/alkes yang sering digunakan. Daftar obat/alkes yang termasuk paket ditentukan oleh unit perawatan. Dengan sistem paket akan memudahkan farmasi dalam memberikan pelayanan yang lebih cepat dan perawat lebih mudah mendapatkan obat/alkes yang diperlukan dalam kondisi cito. 4.4 Satelit Intensive Care Unit (ICU) ICU melayani resep yang berasal dari ruang ICU yang memiliki kapasitas 15 tempat tidur, terdiri dari 12 tempat tidur digunakan untuk penanganan pasien, 2 tempat tidur untuk pasien isolasi, dan 1 tempat tidur digunakan sebagai cadangan. Kriteria-kriteria pasien yang masuk ke ruang ICU yaitu pasien-pasien yang mengalami penurunan tanda vital seperti penurunan kesadaran, gagal nafas, sepsis, dan pasien-pasien post-operasi yang membutuhkan penanganan khusus. Prosedur memasuki ruang ICU bagi dokter, perawat, apoteker, petugas kebersihan, dan pengunjung pasien adalah melepas alas kaki, mencuci tangan dengan cairan pencuci tangan (hand rub), serta menggunakan masker. Satelit farmasi di ICU memiliki 2 apoteker, yaitu apoteker klinik dan apoteker manajemen yang dibantu oleh 3 asisten apoteker dengan pelayanan resep yang terbagi dalam dua shift, yaitu shift pagi (jam ) dan shift sore (jam ). Untuk kebutuhan perbekalan farmasi pasien ICU di malam hari, pelayanan resep dialihkan ke satelit farmasi pusat Prosedur pelayanan resep Prosedur pelayanan obat di ICU dimulai ketika resep diterima dari pasien, kemudian dilakukan verifikasi administrasi sesuai status pasien dan skrining resep

54 44 sesuai prosedur yang berlaku. Selanjutnya dilakukan input resep ke dalam sistem informasi farmasi dengan menu resep yang sesuai dengan status pasien (umum dan jaminan), kemudian dicetak surat penyerahan barang (SPB). Perbekalan farmasi disiapkan sesuai dengan resep dan aturan kefarmasian. Setelah itu, perbekalan farmasi yang telah disiapkan dapat diserahkan kepada pasien. Pendistribusian perbekalan farmasi di ICU dilakukan dengan menerapkan sistem daily dose, yaitu perbekalan farmasi disiapkan untuk pemakaian pasien selama satu hari Peran apoteker Apoteker klinik berperan dalam monitoring pengobatan pasien yang dilakukan dengan cara menilai interaksi obat dan membuat FPO (Formulir Pemberian Obat) secara manual ataupun komputerisasi dari kardeks pasien. Apoteker klinik juga berperan dalam diskusi klinik (parade) setiap pagi bersama dokter dan perawat dengan tujuan untuk menilai perkembangan pasien dan merencanakan tindakan dan/atau pengobatan yang akan diberikan kepada tiap pasien juga informasi obat yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, seperti kesesuaian obat dengan Formularium RSCM, ketersediaan obat di Instalasi Farmasi, kesesuaian dosis obat dengan indikasinya, dan interaksi obat. Selain itu, apoteker melakukan pengkajian terhadap resep seperti ketepatan dan kelengkapan penulisan resep oleh dokter (penulisan nama obat, jumlah, dan bentuk sediaan juga interval pemakaian) dan kesesuaian antara obat yang dituliskan dalam resep dengan obat yang dituliskan pada kardeks (diskrepansi). Di satelit ICU banyak ditemukan resep-resep yang tidak lengkap, seperti tidak terdapat regimen pengobatan. Jika hal ini terjadi sebaiknya asisten apoteker melakukan verifikasi ke dokter atau perawat yang merawat pasien. Apoteker menajemen di satelit ICU bertanggung jawab atas pengelolaan perbekalan farmasi, seperti pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan farmasi. Satelit ICU melakukan pengadaan/defekta ke gudang farmasi pusat setiap dua kali dalam seminggu.

55 Sistem penyimpanan obat Ruang penyimpanan yang terbatas di satelit ICU membuat apoteker di satelit ICU harus dapat memanfaatkan ruang yang ada. Namun, penempatan lemari pendingin di satelit ICU kurang sesuai karena terhalang meja kerja apoteker. Hal ini akan mempersulit petugas dalam mengambil obat-obat yang disimpan dalam lemari es, dan dapat menyebabkan terjadinya medication error. Sebaiknya dilakukan relokasi terhadap susunan lemari penyimpanan di satelit ICU. Apoteker di satelit ICU sebaiknya meningkatkan kegiatan pengawasan terhadap obat-obat yang disimpan di laci dekat tempat tidur pasien. Hal ini disebabkan pernah ditemukannya cairan elektrolit pekat (KCl 7,46%) disimpan pada laci dekat tempat tidur pasien dan adanya beberapa obat tanpa identitas yang terdapat di ruang perawatan. Sesuai standar JCI, cairan elektrolit pekat ini tidak boleh disimpan di laci dekat tempat tidur pasien, tetapi harus disimpan pada lemari khusus di ruang perawatan. 4.5 Satelit Farmasi Pusat Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di Satelit Farmasi Pusat antara lain mengamati dan melaksanakan pelayanan resep, meliputi prosedur administrasi resep yang masuk berdasarkan status pasien dan proses pengerjaan resep, dimulai dari penerimaan resep, penyiapan obat, hingga penyerahan obat kepada pasien Satelit Farmasi Pusat memberikan pelayanan selama 24 jam yang terbagi menjadi 3 shift dan memiliki seorang apoteker penanggung jawab yang dibantu oleh 11 asisten apoteker dan 3 pekarya. Apoteker di Satelit Farmasi Pusat bertanggung jawab atas semua kegiatan yang berlangsung di Satelit Farmasi Pusat, seperti pengelolaan perbekalan farmasi dan masalah lain yang berhubungan dengan pelayanan obat kepada pasien Pelayanan resep Pelayanan resep yang diberikan oleh Satelit Farmasi Pusat adalah resep pasien-pasien rawat jalan dan rawat inap, baik pasien jaminan maupun pasien umum. Pasien rawat inap yang mendapat pelayanan dari Satelit Farmasi Pusat

56 46 yaitu pasien-pasien BCH, Perinatologi, Unit Luka Bakar (ULB), Bedah Toraks, Psikiatri, ICCU, ICU (hanya pada malam hari), dan PJT. Sedangkan pasien rawat jalan yang mendapatkan pelayanan dari satelit farmasi pusat yaitu pasien-pasien Poli Bedah Tumor, Poliklinik Thalasemia, Hematologi, dan Onkologi. Pemberian obat-obat khusus seperti obat sitostatika harus melampirkan protokol pengobatan dan jadwal terapi dari dokter, albumin harus melampirkan hasil pemeriksaan laboratorium, dan obat-obat mahal harus mendapatkan persetujuan dari pejabat Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang ditunjuk (untuk pasien Gakin) Sistem pengelolaan obat Alur pengadaan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Pusat, yaitu mulai dari perencanaan, pembuatan defekta yang ditujukan ke gudang pusat, pengambilan perbekalan farmasi sesuai dengan defekta sampai barang perbekalan farmasi dibawa ke Satelit Farmasi Pusat. Defekta obat/alkes ke gudang pusat dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu. Sistem pendistribusian yang dilakukan di Satelit Farmasi Pusat adalah resep individual. Sistem distribusi resep individual memberikan keuntungan untuk rumah sakit, yaitu memudahkan perhitungan biaya sediaan farmasi yang akan dibebankan kepada penderita dan akan memudahkan pengawasan obat-obatan yang ada, sedangkan kerugiannya yaitu sediaan farmasi memerlukan waktu yang lebih lama untuk sampai ke pasien, khususnya untuk pasien rawat inap, selain itu kestabilan obat juga tidak terjamin karena pasien ataupun keluarga pasien tidak benar-benar mengetahui penyimpanan yang sesuai. Satelit Farmasi Pusat memiliki kartu kendali pengobatan pasien yang berisi jumlah obat yang diberikan kepada pasien. Kartu kendali ini digunakan untuk memantau dan mengendalikan penggunaan obat pada pasien-pasien khusus seperti obat kanker, Koate, Hemapo, Ferriprox, Eprex, dan sebagainya. Untuk pengendalian terhadap pemberian obat bagi pasien jaminan, petugas di satelit farmasi pusat menuliskan nama obat dan jumlah yang diberikan di bagian belakang surat jaminan. Sama seperti kartu kendali, penulisan nama dan jumlah

57 47 obat di belakang surat jaminan bertujuan untuk memantau dan mengendalikan pemberian obat agar obat yang diberikan tidak berlebih ataupun kurang. Pengawasan dan pengendalian perbekalan farmasi juga dilakukan melalui resep. Di setiap lembar resep terdapat kolom VHDS yang wajib diisi/diparaf oleh petugas farmasi yang melaksanakan kegiatan tersebut. Untuk verifikasi dan pemberian harga dapat dilakukan oleh petugas yang sama, tetapi untuk petugas pengemas dan pemberi obat harus dilakukan oleh petugas yang berbeda. Pengisian kolom VHDS ini dapat dijadikan sebagai cara pengawasan dan pengendalian, terutama jika terjadi kesalahan dalam pelayanan resep. 4.6 Satelit Kirana Kegiatan yang dilakukan di Satelit Kirana selama PKPA adalah mengamati proses pelayanan resep mulai dari administrasi resep berdasarkan status jaminan pasien, penyiapan obat/alkes sampai penyerahan dan pelayanan informasi obat, serta mengisi kertas formulir monitoring pasien jaminan Pelayanan farmasi Satelit Kirana Satelit Kirana memberikan pelayanan 1 shift kerja, yaitu pukul untuk pasien poli mata Kirana, baik pasien umum maupun pasien jaminan. Di lantai 3 terdapat depo yang hanya melayani ruang bedah di Gedung Kirana. Apoteker yang bertanggungjawab di Satelit Kirana hanya apoteker manajemen, belum tersedia apoteker klinik sehingga kegiatan klinik belum berjalan optimal Pengadaan perbekalan farmasi Satelit Kirana Alur pengadaan perbekalan farmasi di satelit Kirana dimulai dari perencanaan, pembuatan defekta yang ditujukan ke gudang pusat, pengambilan perbekalan farmasi yang didefekta sampai perbekalan farmasi dibawa ke satelit Kirana. Defekta obat/alkes ke gudang pusat dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu, yaitu hari selasa dan kamis. Depo melakukan defekta ke satelit setiap minggu, yaitu hari jumat. Defekta perbekalan farmasi dasar, seperti masker, spuit, dan lain-lain dari depo ke satelit dilakukan tiap bulan, sedangkan untuk

58 48 perbekalan farmasi dasar berupa obat topikal dilakukan 2-3 kali seminggu. Pengadaan untuk lensa dilakukan melalui konsinyasi Distribusi perbekalan farmasi di Satelit Kirana Sistem distribusi di Satelit Kirana adalah individual prescription. Satelit Kirana juga menyediakan sistem paket untuk tindakan di kamar bedah lantai 3, paket yang tersedia contohnya paket angkat jahitan, paket extract capsular cataract extraction (ECCE), paket vitrektomi, keratoplasty, trabekulektomi, secondary implant, pterygium, reposisi iris, intraocular lens (IOL), phacoemulsification, injeksi avastin, enukleasi, dan strabismus. Sistem paket diadakan dengan tujuan agar pelayanan lebih cepat. Obat/alkes yang dipakai untuk tindakan akan dikenakan biaya, sedangkan yang tidak terpakai akan diretur ke satelit. Penyerahan obat pasien disertai pelayanan informasi obat dilakukan oleh asisten apoteker. Untuk obat yang stabil pada suhu C, disediakan es batu untuk menjaga stabilitas obat, terutama untuk pasien yang bertempat tinggal jauh dari RSCM. Dokter mata di Kirana juga meresepkan obat mata racikan untuk obat yang tidak tersedia di pasaran dengan tujuan alternatif terapi yang lebih murah, terutama untuk pasien jaminan. Resep racikan tersebut diracik oleh Divisi Infeksi Imunologi di ruang bedah Hasil pengamatan di Satelit Kirana Hasil pengamatan yang dilakukan mengenai alur dan tata ruang pelayanan resep tampak belum optimal karena pintu penerimaan resep dan administrasi sama dengan pintu penyerahan resep (Gambar 4.2), sehingga pasien yang akan menerima obat sering terhalang pasien yang akan menyerahkan resep. Selain itu, monitoring pengobatan pasien jaminan juga cukup menyita waktu dalam pelayanan pasien karena asisten harus mencari data pasien secara manual dalam tumpukan dokumen.

59 49 Keterangan: = arah pasien masuk = arah pasien keluar A = pintu masuk & keluar B = tempat penyerahan obat & PIO C= komputer tempat administrasi resep dan cek harga D = kasir E = komputer tempat input data pasien jaminan F = penyimpanan sementara obat/alkes yang didefekta dari gudang G = penyimpanan obat oral H = penyimpanan alkes I = penyimpanan obat topikal dan injeksi J = lemari pendingin L = penyiapan obat, etiket, dan monitoring pasien jaminan Gambar 4.2 Alur dan tata ruang pelayanan di Satelit Kirana Satelit kirana menerima resep setiap hari dan dalam setiap minggunya terdapat resep racikan dengan 3 asisten apoteker. Hasil pengamatan yang dilakukan selama di Satelit Kirana menunjukkan bahwa pelayanan resep di Satelit Kirana relatif cukup lambat. Pengadaan di Satelit Kirana belum optimal karena seringkali terjadi kekosongan obat. Terkait dengan penyimpanan obat di Satelit Kirana, terdapat temuan beberapa obat yang seharusnya disimpan dalam lemari pendingin, tetapi disimpan pada suhu kamar, antara lain Pantocain 0,5%, Polygren EO, Tropin 0,5%, dan Xitrol EO. Penyimpanan obat narkotik sudah tepat, tetapi pengelolaan kunci narkotik belum memenuhi syarat karena kunci menggantung di lemari narkotik. Walaupun di Satelit Kirana jarang menerima resep narkotik, tetapi pengelolaan penyimpanan narkotik harus dilaksanakan dengan disiplin. Penulisan kartu stok di Satelit Kirana juga masih belum lengkap, yaitu pada kolom paraf tidak diisi oleh asisten yang mengambil sediaan farmasi. Penulisan aturan pemakaian pada etiket untuk obat mata topikal sudah baik, tetapi untuk obat oral jarang dilengkapi karena tidak ada signa dalam resep dokter. Penyerahan dan pelayanan informasi obat dilakukan oleh asisten apoteker. Farmasi juga belum dilibatkan dalam peracikan obat mata yang diresepkan oleh dokter. Dari pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Satelit Kirana membutuhkan apoteker klinik disamping apoteker manajemen.

60 Sub Instalasi Produksi Sub Instalasi Produksi terletak di Gedung CMU 2 lantai 3 yang terbagi menjadi 2 bagian, yaitu produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing. Produksi sediaan farmasi terdiri dari produksi sediaan steril dan nonsteril. Aseptic dispensing terdiri dari pengemasan kembali obat steril, penyiapan obat kanker, pencampuran obat suntik, dan penyiapan nutrisi parenteral. Kriteria perbekalan farmasi yang diproduksi oleh Sub Instalasi Produksi RSCM adalah sediaan formula khusus, kemasan yang lebih kecil, sediaan yang tidak ada di pasaran, sediaan untuk penelitian, sediaan yang dapat dibuat dengan harga lebih murah, dan produk recenter paratus (harus dibuat segar). Kegiatan produksi merupakan salah satu sumber pengadaan perbekalan farmasi. Hasil produksi disimpan dalam gudang untuk didistribusikan ke unit pengguna atau departemen yang membutuhkan. Sub Instalasi Produksi memberikan harga dasar (netto) ke gudang, dan gudang memberikan harga jual (yang berbeda dari harga beli dari Instalasi Produksi) kepada pasien. Harga jual dari Sub Instalasi Produksi dihitung berdasarkan total bahan yang digunakan serta biaya operasional seperti air, listrik, bangunan, maupun alat-alat yang digunakan selama proses produksi Produksi sediaan farmasi Produksi sediaan farmasi steril dan nonsteril yang akan dibuat merujuk pada buku Formula Induk Sediaan Steril dan Nonsteril. Buku tersebut berisi tentang produk, indikasi, cara pembuatan, penyimpanan, dan pelabelan. Hingga tahun 2012, kurang lebih ada 40 jenis sediaan farmasi steril dan nonsteril yang secara rutin diproduksi oleh Sub Instalasi Produksi. Sediaan steril yang diproduksi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan sediaan nonsteril karena fasilitas yang tersedia masih terbatas. Produk steril yang dihasilkan antara lain kemitule dan metilen blue. Beberapa faktor perlu yang diperhatikan saat memproduksi sediaan steril, yaitu ruangan khusus, lemari pencampuran/laf yang dilengkapi lampu UV, dan HEPA filter yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk sehingga jumlah dan ukuran partikel udara terkontrol.

61 51 Beberapa produk nonsteril yang dibuat yaitu hand rub, kapsul campur, puyer, sirup omeprazol, OBH, salycil talc, dan lain lain. Hand rub merupakan pembersih tangan tanpa air, berbasis alkohol yang dibuat berdasarkan Formula WHO dan dikemas dalam botol dispenser isi 100 ml dan 500 ml. Hand rub merupakan salah satu produk unggulan RSCM. Pembuatannya dapat menghemat hingga satu milyar setiap tahun. Penggunaan Hand rub RSCM telah tersebar luas, tidak hanya digunakan oleh pasien dan tenaga kesehatan yang berada di RSCM, tetapi sudah terjual untuk umum dan beberapa rumah sakit lain Aseptic Dispensing Aseptic dispensing adalah penyiapan atau pencampuran obat dengan prinsip teknik aseptik yang tepat dan berkualitas. Teknik aseptik yang dilakukan dapat menjamin ketepatan sediaan yang dibuat dan bebas kontaminasi Pengemasan kembali obat steril Pengemasan kembali obat steril yang dilayani di Sub Instalasi Produksi RSCM, yaitu pengemasan kembali sediaan serbuk dan sediaan cairan (termasuk obat sitostatika), yang masing-masing dilakukan dalam tempat yang berbeda. Tujuannya untuk memudahkan penggunaan, meminimalkan terjadinya kontaminasi, menghemat biaya, dan memudahkan perhitungan biaya. Sediaan serbuk yang dikemas kembali antara lain amoksisilin-klavulanat, piperacillintazobactam, ganciclovir, dan meropenem. Sediaan cair yang dikemas kembali antara lain amikasin, flukonazol, somatostatin, dan ampicillin-sulbactam. Berdasarkan penelitian terhadap stabilitas mikrobiologi yang telah dilakukan RSCM, sediaan serbuk yang telah dikemas ulang memiliki waktu stabilitas selama 28 hari sejak tanggal dilakukannya pengemasan kembali, sedangkan sediaan cair selama 7 hari. Salah satu hal yang perlu diperhatikan saat pengemasan kembali sediaan serbuk adalah penimbangan bahan karena berat serbuk dalam vial dapat berbeda dengan berat yang tercantum dalam etiket luarnya. Hal ini disebabkan karena adanya zat tambahan, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan berapa persen penambahan berat yang harus ditimbang agar dosis yang dibutuhkan pasien sesuai

62 52 dengan dosis. Misalnya, cefoperazon-sulbactam 1 gram butuh penambahan 5 % setiap kali penimbangan. Jika pasien membutuhkan 250 mg untuk 4 vial, berat cefoperazon-sulbactam yang ditimbang masing-masing vial adalah 262,5 mg Penyiapan obat kanker Penyiapan obat kanker dilakukan di Gedung A lantai 8 dan Gedung CMU 2 lantai 3. Penyiapan obat kanker di Gedung A dimulai sejak bulan Desember 2009 dan melayani semua lantai di Gedung A. Penyiapan obat kanker di Gedung CMU 2 dimulai sejak bulan Februari 2012 dan melayani pasien Askes, Jamkesmas, pasien Kencana, dan kebidanan. Tempat rekonstitusi obat akan direncanakan secara terpusat di dua tempat tersebut agar jarak pengiriman obat sedekat mungkin dengan ruang rawat yang dilayani sehingga dapat menjaga stabilitas obat. Alur pelayanan penyiapan obat kanker di Gedung A lantai 8 ada 4 jenis, yaitu alur untuk pasien rawat inap gedung A, pasien rawat inap yang membeli obat di Satelit Farmasi Pusat, pasien rawat inap yang membeli obat dari apotek Kimia Farma, dan pasien rawat inap yang membeli obat dari apotek luar (misalnya apotek Sana Farma). Secara umum, alur pelayanan resep yang ada di Gedung A lantai 8 adalah sebagai berikut: a. Bon ambil obat dari pasien atau obat kanker, protokol, dan formulir permintaan penyiapan obat diantarkan oleh perawat ke petugas penyiapan obat kanker (petugas farmasi). b. Obat dan dokumen diperiksa kesesuaiannya oleh petugas farmasi untuk memastikan bahwa obat yang diserahkan termasuk perlengkapan lainnya (botol infus, spuit, dan sebagainya) sesuai dengan protokol pengobatan. c. Dokumen-dokumen yang diperlukan diverifikasi oleh petugas farmasi. Tahap ini harus dilakukan dengan baik untuk mencegah kesalahan penyiapan obat. Setiap hal yang kurang jelas atau bermasalah, seperti jumlah obat yang kurang, protokol yang tidak jelas, atau kesalahan dalam mengisi formulir permintaan harus ditanyakan pada perawat. Verifikasi yang dilakukan oleh petugas sitostatika masih terbatas dalam hal farmasetika, seperti pelarut yang cocok digunakan, kepekatan, atau konsentrasi obat dalam pelarut.

63 53 d. Obat kanker disiapkan oleh petugas farmasi. e. Perawat dihubungi oleh petugas farmasi untuk mengambil obat yang telah disiapkan. f. Serah terima obat yang telah disiapkan antara perawat dan petugas farmasi. Obat dibawa oleh perawat dengan kotak pembawa untuk menghindari kebocoran akibat jatuh atau hal tidak terduga lainnya. Untuk pasien yang membeli obat di Satelit Farmasi Pusat, pasien mendapatkan bon ambil obat kanker agar pasien tidak membawa langsung obat kanker, tetapi petugas Satelit Farmasi Pusat yang akan mengantarkan obat tersebut ke ruang sitostatika lantai 8. Bon ambil dari pasien akan diberikan ke perawat, kemudian perawat akan memberikan bon ambil tersebut ke ruang pelayanan penyiapan obat kanker. Petugas kemoterapi akan segera menelepon Satelit Farmasi Pusat untuk mengantarkan obat kemoterapi pasien ke ruang sitostatika lantai 8. Setelah petugas Satelit Farmasi Pusat datang, petugas akan memeriksa kesesuaian obat dengan resep serta mencatat obat-obat tersebut dalam buku penitipan obat. Jika protokol pasien telah datang dan pasien siap dikemoterapi, petugas segera menyiapkan obat sitostatika tersebut. Sama seperti Satelit Farmasi Pusat, pasien rawat jalan yang membeli obat kanker di Apotek Kimia Farma mendapatkan bon ambil obat kanker. Selama belum mendapatkan ruangan untuk kemoterapi, obat dititipkan di Apotek Kimia Farma. Jika pasien telah mendapatkan ruangan, pasien mengambil obat dan mengantarkannya ke ruang penyiapan obat kanker langsung ataupun melalui perawat. Untuk pasien rawat jalan yang membeli obat di apotek lain (misalnya, Sana Farma), obat yang sudah dibeli pasien tidak dititipkan ke apotek tersebut tetapi langsung dibawa oleh pasien dan mengantarkannya ke ruang penyiapan obat kanker langsung ataupun melalui perawat. Hal ini cukup membahayakan karena pasien tidak memiliki pengetahuan mengenai penanganan obat kanker secara hati-hati.

64 54 Pasien Rawat Inap Gedung A Obat yang berasal dari satelit ISP Obat yang berasal dari apotek Kimia Farma Obat yang berasal dari apotek lain Obat kanker, protokol, dan formulir permintaan penyiapan obat kepada petugas Petugas memeriksa kesesuaian obat dengan resep dan protokol pengobatan Petugas verifikasi protokol dan formulir permintaan penyiapan obat kanker Penyiapan obat Hubungi perawat jika obat telah siap Serah terima obat dari petugas ke perawat Gambar 4.3. Alur penyiapan obat kanker di Gedung A Lantai 8 Alur pelayanan penyiapan obat kanker di CMU 2 lantai 3 tidak jauh berbeda dengan alur di Gedung A lantai 8, dimulai dari petugas datang ke CMU 2 membawa resep beserta formulir peracikan obat sitostatika (kecuali Kencana yang disertai juga protokol pengobatan dan membawa obat, cairan, dan alkes yang akan digunakan). Kemudian, resep, formulir penyiapan obat kanker, dan protokol pengobatan pasien diverifikasi oleh petugas farmasi. Setelah diverifikasi, petugas farmasi menyiapkan obat kanker lalu menghubungi perawat agar mengambil obat yang telah disiapkan.

65 55 Petugas ke CMU 2 membawa resep, formulir permintaan penyiapan obat kanker (Untuk Kirana, disertai Obat, Cairan, Alkes, dan Protokol) Petugas memeriksa kesesuaian obat dengan resep dan protokol pengobatan Petugas verifikasi protokol dan formulir permintaan penyiapan obat kanker Penyiapan obat Hubungi perawat jika obat telah siap Serah terima obat dari petugas HC ke perawat Gambar 4.4 Alur penyiapan obat kanker di CMU 2 Penyiapan obat kanker bukan hanya memperhatikan prinsip yang menjamin keamanan pasien, tetapi juga menjamin keamanan petugas farmasi dari risiko bahaya obat kanker. Oleh sebab itu, perlu dilakukan persiapan sebelum melakukan penyiapan obat kanker. Persiapan yang dilakukan petugas sebelum memasuki ruangan pengoplosan, misalnya mengeluarkan obat dari kemasan tersiernya dan menyiapkan etiket yang akan ditempelkan pada sediaan jadi obat kanker. Pengisian etiket sangat penting karena membantu petugas yang akan menyiapkan obat. Apabila informasi yang ditulis kurang jelas, atau bahkan salah, penyiapan obat juga berpotensi salah yang akan menjadi kerugian bagi pasien dan rumah sakit. Selain itu, petugas yang akan masuk ke dalam ruang steril harus masuk ke dalam ruangan persiapan terlebih dahulu untuk memakai baju steril dan alat pelindung diri seperti penutup kepala, sarung tangan, masker, penutup mata (google), dan penutup kaki. Dalam ruang aseptis, petugas memakai sarung tangan rangkap dua. Pada proses pencampuran obat kanker, dilakukan penghematan obat melalui sharing obat yang sama, baik milik satu pasien, maupun antar pasien. Sisa

66 56 obat pasien setelah direkonstitusi disimpan di tempat yang sesuai dengan kestabilannya. Jika masih stabil, obat tersebut digunakan lagi untuk pasien yang lain, kecuali untuk obat mahal yang dapat digunakan lagi untuk pasien yang sama pada kemoterapi selanjutnya. Melalui penghematan tersebut, diperoleh obat kanker utuh yang dapat diretur ke gudang sebanyak satu sampai dua kali dalam sebulan dan tercatat sebagai barang masuk. Hal ini dapat menjadi pemasukan tambahan bagi rumah sakit. Ada beberapa rencana pengembangan yang akan dilakukan oleh bagian penyiapan obat kanker di gedung A lantai 8. Ruang sitostatika akan menyimpan stok obat-obat, cairan, dan alat kesehatan yang diperlukan dalam pencampuran obat kanker di ruangan seperti halnya yang telah ada di CMU 2 agar obat kanker tidak banyak berada di tangan pasien dan untuk mempercepat waktu penyiapan karena tidak perlu menunggu pasien, perawat, atau petugas Satelit Farmasi Pusat datang untuk mengantarkan obat. Selain itu, direncanakan juga adanya double checking ketika pencampuran obat kanker. Double checking dilakukan oleh seseorang yang ikut serta ke dalam ruangan aseptik dan bertugas memeriksa dan memastikan bahwa pencampuran obat benar sesuai dengan prosedur yang diminta dalam protokol. Double checking dapat mengurangi terjadinya kesalahan, tetapi menambah jumlah petugas farmasi, membutuhkan waktu lebih lama dalam penyiapan sediaan jadi, dan mengurangi konsentrasi petugas farmasi yang biasanya melakukan pencampuran sendiri dalam ruangan Pencampuran obat suntik (IV Admixture) Pelayanan pencampuran obat suntik dimulai pada pertengahan tahun Kegiatan yang dilakukan di tempat ini antara lain melarutkan serbuk kering steril, menyiapkan suntikan IV dari 1 vial atau 1 ampul obat ke dalam syringe atau kantong infus, dan menyiapkan suntikan IV dari beberapa vial atau ampul obat yang sama ke dalam kantong infus. Sediaan yang telah dibuat, yaitu premixed KCl yang menghasilkan beberapa konsentrasi (12,5 meq; 25 meq; dan 50 meq). Untuk pasien anak, seringkali dibuat permintaan khusus diluar dari sediaan premixed KCl tersebut.

67 57 Pelayanan pencampuran obat suntik sebelumnya dilakukan oleh perawat di ruang rawat. Namun, saat ini pembuatan sediaan harus dilakukan oleh farmasi karena farmasi yang kompeten dan memahami teknik aseptik penyiapan obat suntik. Selain itu juga karena KCl 7,46 % tidak boleh berada di ruang rawat, kecuali ICU dan IGD sehingga perawat sebenarnya tidak boleh melakukan penyiapan di ruang rawat Pelayanan Nutrisi Parenteral Pembuatan Total Parenteral Nutrition (TPN) yang dilayani hanya untuk anak karena keterbatasan fasilitas. Pencampuran yang sering dibuat untuk pasien anak, yaitu premixed KCl 7,46 % dalam dextrose 40 % dan Ka EN 1B. Pada saat ini, Sub Instalasi Produksi sedang merencanakan pengembangan tempat untuk pembuatan TPN untuk pasien dewasa.

68 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Sistem manajemen perbekalan farmasi sudah cukup baik, tetapi masih terdapat kendala dalam perencanaan pengadaan perbekalan farmasi karena tidak semua unit pengguna mampu melakukan perencanaannya dengan baik. Penyimpanan perbekalan farmasi di gudang perbekalan farmasi dan satelit sudah memenuhi standar JCI dan peraturan perundangan, tetapi masih ditemukan beberapa sediaan farmasi yang penyimpanannya belum sesuai. Pengaturan ruang pelayanan di Satelit Kirana kurang baik sebab tidak dipisahkan tempat antara penyerahan resep dengan pengambilan obat. Pelayanan resep di satelit IGD dan satelit farmasi pusat masih belum baik dilihat dari adanya komplain pasien terkait kecepatan dan keramahan petugas dalam memberikan pelayanan. b. Kegiatan farmasi klinik meliputi skrining resep, medication history taking, monitoring terapi obat, ronde/visite pasien, bedside counseling, pelayanan informasi obat, dan pemantauan penggunaan antibiotik. Kegiatan tersebut sudah terlaksana dengan baik, tetapi belum semua pasien mendapatkannya karena keterbatasan sumber daya apoteker. c. Apoteker memiliki tugas dan peran penting dalam pelaksanaan kegiatan produksi sediaan farmasi, terutama untuk menjamin tersedianya produk yang aman dan berkualitas bagi pasien. Produksi yang telah dilakukan meliputi produksi sediaan farmasi steril, nonsteril, serta pelayanan aseptic dispensing yang terdiri dari penanganan obat kanker, pelayanan IV admixture, pembuatan TPN, dan pengemasan kembali. Namun, tidak semua kegiatan aseptic dispensing dilakukan di Sub Instalasi Produksi, seperti penyiapan obat kanker di Bedah Tumor dan peracikan obat tetes mata di Kirana. 5.2 Saran a. Dalam sistem manajemen perbekalan farmasi, perlu dilakukan evaluasi perencanaan perbekalan farmasi pada setiap unit pengguna. Sistem 59

69 60 penyimpanan perbekalan farmasi di gudang perbekalan farmasi, satelit farmasi, dan unit pengguna perlu diperhatikan dengan penerapan nilai budaya IF RSCM 5R, misalnya perbekalan farmasi yang diterima oleh unit pengguna harus diberi alas palet agar tidak bersentuhan dengan lantai atau disimpan ke dalam kotak penyimpanan obat yang sesuai. Selain itu, penghematan obat kanker yang akan dikembalikan ke gudang sebaiknya ditata lebih rapi. b. Sebaiknya dilakukan analisis beban kerja terhadap tenaga kefarmasian, seperti asisten apoteker dan apoteker, khususnya di Sub Instalansi Produksi, Satelit IGD, dan Kirana. Sub Instalansi Produksi membutuhkan seorang apoteker untuk menjadi penanggung jawab produksi sediaan farmasi dan memonitoring terapi obat kanker. Satelit IGD membutuhkan apoteker klinik terutama untuk monitoring pengobatan pasien selama perawatan di IGD, monitoring pengobatan pasien yang stagnant (pasien akan dipindahkan ke gedung A atau ICU tetapi belum memperoleh tempat), pasien pulang (mengantarkan obat pulang dan memberikan informasi pasien pulang), serta memeriksa obat emergensi dan obat yang menumpuk di ruangan. Sedangkan di Satelit Kirana, apoteker klinik dibutuhkan untuk memberikan informasi obat dan mengevaluasi resep obat mata racikan. c. Kualitas kerja petugas kefarmasian perlu ditingkatkan dalam hal pelayanan resep dan kedisiplinan, yaitu petugas harus dapat menerapkan 3S (senyum, salam, dan sapa), tidak menolak resep saat briefing terutama petugas satelit farmasi pusat, dan selalu menggunakan APD terutama petugas di Sub Instalasi Produksi dan petugas yang meracik obat, menyediakan tempat sampah di ruangan LAF dan BSC, menutup lemari asam saat tidak digunakan, menutup rapat ruang peracikan, dan menyediakan tempat cuci tangan di ruang peracikan. d. Pengawasan dan pengendalian mutu sediaan farmasi perlu ditingkatkan, seperti adanya quality control pada sediaan yang dikemas kembali dan pemeriksaan ganda (double checking) dengan orang yang berbeda pada pembuatan obat steril, nonsteril, dan aseptic dispensing. Selain itu, perlu dilakukan pengawasan terhadap obat high alert dan obat yang tidak memiliki identitas.

70 61 e. Perlu dilakukan sosialisasi kepada perawat agar tidak melakukan pengoplosan obat kanker di ruang rawat, tetapi menyerahkannya kepada petugas farmasi di ruang penyiapan obat kanker serta membawa obat yang telah dioplos menggunakan kotak pembawa. f. Alur pelayanan dan penyiapan obat kanker perlu disederhanakan agar efektif dan efisien. Serah terima obat kanker sebaiknya tidak perlu melalui perawat, tetapi langsung dari depo ke ruang penyiapan obat kanker, atau dengan menyimpan obat di ruang penyiapan. Sedangkan di Satelit Kirana, penataan ruang pelayanan resep belum efektif. Sebaiknya, tempat penerimaan resep dan penyerahan obat dipisahkan. Tata ruang yang kami sarankan adalah sebagai berikut. Keterangan: = arah pasien masuk = arah pasien keluar A = pintu masuk B = tempat penyerahan berkas administrasi C= komputer tempat cek harga D = kasir E = komputer tempat input dan pemantauan pasien jaminan F = tempat penyerahan obat dan PIO G= penyimpanan sementara obat/alkes yang didefekta dari gudang H = penyimpanan obat oral I = penyimpanan alkes J = penyimpanan obat topikal dan injeksi K = kulkas L = penyiapan obat, etiket, dan pemantauan pasien jaminan M = pintu keluar Gambar 5.1 Usulan alur dan tata ruang pelayanan di Satelit Kirana

71 DAFTAR ACUAN Formularium Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. (2012). Jakarta. Kelly, W.N. (2002). Pharmacy, what it is and how it works. Boca Raton: CRC Press LLC. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. (2004). Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. (2010). Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996 mengenai Tenaga Kesehatan. (1996). Jakarta. Siregar, C. (2004). Farmasi rumah sakit teori dan penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Surat Keputusan Dirut Nomor 2632/TU.K/34/III/2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Instalasi Farmasi RSUP. Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. (2010). Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. (2009). Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. (2009). Jakarta. 62

72 Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 63

73 64 Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalansi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kepala Instalansi Farmasi Ka. Sub Intalasi Adminkeu PJ Admin & SDM PJ Keuangan PJ Akuntansi & IT Ka. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi Ka. Sub Instalasi Produksi Ka. Sub Instalasi Farklin Diklitbang PJ Perencanaan PJ Produksi PJ Farklin PJ Penyimpanan & Pendistribusian PJ Aseptic Dispensing PJ Diklitbang PJ Satelit Farmasi PJ Gas Medis

74 65 Lampiran 3. Resep yang Berlaku di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

75 66 Lampiran 4. Etiket yang Berlaku di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (a) (b) Keterangan: (a) : Etiket untuk Obat Dalam (b) : Etiket untuk Obat Luar (c) : Etiket untuk Alat Kesehatan (c)

76 67 Lampiran 5. Formulir Daftar Obat Sebelum Perawatan

77 68 Lampiran 6. Formulir Monitoring Pengobatan

78 69 Lampiran 7. Formulir Informasi Obat Pulang

79 70 Lampiran 8. Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika Instalasi Farmasi

80 71 Lampiran 9. Formulir Penitipan Obat Pelayanan Aseptik Dispensing Farmasi CMU 2

81 Lampiran 10. Formulir Pemantauan Temperatur Lemari Pendingin 72

82 73 Lampiran 11. Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun Mudah meledak (explosive) Bersifat pengoksidasi (oxidizing) Bersifat pengoksidasi (oxidizing) Bersifat beracun (toxic) Bersifat berbahaya (harmful) Bersifat iritasi (irritatif) Bersifat bahaya gas bertekanan (pressure gas) Bersifat korosif (corrosive) Bersifat berbahaya bagi lingkungan (dangerous for environment) Bersifat karsinogenik, teratogenik dan mutagenik

83 UNIVERSITAS INDONESIA STABILITAS KIMIA OBAT SUNTIK KEMAS ULANG (REPACKING) TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SITI MASITOH, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen berarti bahwa kinerja suatu barang atau jasa sekurang kurangnya sama dengan apa yang diharapkan (Kotler & Amstrong, 1997).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era persaingan yang ketat, hal utama yang perlu diperhatikan oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, mempertahankan pasar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL 31 MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL 31 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL 31 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANISA PRIMA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan menjadi salah satu prioritas yang perlu diperhatikan untuk bertahan hidup dan

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat yang efisien diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi rumah sakit dan pasien

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dalam masyarakat biasanya dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. RUMAH SAKIT Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. DASAR HUKUM RUMAH SAKIT UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. PerMenKes RI Nomor 1045/menkes/per/XI/2006 Tentang Pedoman organisasi rumah sakit di lingkungan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, No.315, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. ORTA RS Kelas B dr. Suyoto. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2018 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT KELAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatanyang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT KOMITE FARMASI DAN TERAPI DRA. NURMINDA S MSi, APT STANDARD PELAYANAN FARMASI Keputusan MenKes no. 1197/MenKes/SK/X/2004 Tanggal 19 Oktober 2004 Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari saranan kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL - 31 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RATNA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI JL. RS FATMAWATI CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 1 FEBRUARI-30 MARET 2012 ANNISA RAHMA HENDARSULA, S.Farm.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, pembangunan dalam bidang kesehatan memiliki peran yang penting. Kesehatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN KELAS III PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin. Bandung

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin. Bandung LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung Disusun Oleh: Rian Budi Prasetya, S.Farm. NIM 113202050 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang dapat digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam analisis kepuasan pasien, erat hubungannya dengan suatu kinerja, yaitu proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi dalam menyediakan produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL 31 MEI 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DIAN HERMAWATI,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung Disusun Oleh: Fathul Jannah, S. Farm NIM 103202081 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru

BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru BAB II TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru telah berdiri pada tahun 1980 dan beroperasi pada tanggal 5 Juli 1984 melalui

Lebih terperinci

PEDOMAN ORGANISASI UNIT REKAM MEDIS DISUSUN OLEH : UNIT REKAM MEDIS RSUD KOTA DEPOK

PEDOMAN ORGANISASI UNIT REKAM MEDIS DISUSUN OLEH : UNIT REKAM MEDIS RSUD KOTA DEPOK PEDOMAN ORGANISASI UNIT REKAM MEDIS DISUSUN OLEH : UNIT REKAM MEDIS RSUD KOTA DEPOK RSUD KOTA DEPOK 1 BAB I PENDAHULUAN Meningkatkan derajat kesehatan bagi semua lapisan masyarakat Kota Depok melalui pelayanan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN INSTALASI FARMASI STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI FARMASI... JAKARTA. Apoteker/D3Farmasi/Asisten Apoteker

PEDOMAN PENGORGANISASIAN INSTALASI FARMASI STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI FARMASI... JAKARTA. Apoteker/D3Farmasi/Asisten Apoteker PEDOMAN PENGORGANISASIAN INSTALASI FARMASI A. Struktur Organisasi Pelayanan diselenggarakan dan diatur demi berlangsungnya pelayanan farmasi yang efisien dan bermutu, berdasarkan fasilitas yang tersedia

Lebih terperinci

MANAJEMEN RUMAH SAKIT NASIONAL. Dr.CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

MANAJEMEN RUMAH SAKIT NASIONAL. Dr.CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA MANAJEMEN RUMAH SAKIT NASIONAL Dr.CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA Disusun Oleh Kelompok 1 : 1. Winda 2. Aziza 3. X 4. Efy 5. Nida 6. Waris 7. Jun FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A.Sejarah Singkat Perkembangan Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Kota

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A.Sejarah Singkat Perkembangan Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Kota BAB II PROFIL PERUSAHAAN A.Sejarah Singkat Perkembangan Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi Rumah Sakit Dr. H. Kumpulan Pane Kota Tebing Tinggi mulai dibangun oleh anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang sangat penting bagi setiap orang. Tanpa adanya kesehatan yang baik, setiap orang akan mengalami kesulitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat 2.1 Definisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT di RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK Disusun Oleh: Meldawati Br Perangin-angin, S. Farm. NIM 103202094 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas kehidupan manusia. Pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Memahami Organisasi Pelayanan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH PT NUSANTARA SEBELAS MEDIKA RUMAH SAKIT ELIZABETH SITUBONDO 2015 DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN Tujuan Umum... 2 Tujuan Khusus... 2 BAB II

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT RSUP H. ADAM MALIK MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN OLEH: Pebriana Mega Sari, S.Farm. NIM 103202129 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG PENGATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI. di RSUP ADAM MALIK MEDAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI. di RSUP ADAM MALIK MEDAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI di RSUP ADAM MALIK MEDAN Oleh: : CINDY CESARIA, S. Farm. 093202010 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 Lembar Pengesahan

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI Oleh : MEILINA DYAH EKAWATI K 100 050 204 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2012 NOMOR 7 SERI D NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 7 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Disusun Oleh: Yuldiani Gustri, S.Farm. NIM 103202059 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2007 NOMOR 16 SERI D PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 16 TAHUN 2007 T E N T A N G PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung Disusun Oleh: Eldiza Puji Rahmi, S. Farm. NIM 103202016 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO PERIODE 6 SEPTEMBER-28 OKTOBER 2011

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO PERIODE 6 SEPTEMBER-28 OKTOBER 2011 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO PERIODE 6 SEPTEMBER-28 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILDYANTI PUSPITASARI

Lebih terperinci

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

S A L I N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, 06 JANUARI 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 11 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 11 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH WALUYO JATI KRAKSAAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT. di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT. di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung Disusun Oleh: Roni M. Situmorang, S. Farm (103202111) FAKULTAS FARMASI PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA BRAYAN. dengan Type Madya.Kapasitas Rawat Inap 270 Bed. Sakit Martha Friska Brayan adalah sebagai berikut :

BAB II RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA BRAYAN. dengan Type Madya.Kapasitas Rawat Inap 270 Bed. Sakit Martha Friska Brayan adalah sebagai berikut : BAB II RUMAH SAKIT MARTHA FRISKA BRAYAN A. Sejarah Ringkas Rumah Sakit Martha Friska berdiri sejak tanggal 2 Maret 1981 beralamat di jalan Komodor Laut Yos Sudarso No. 91 Medan, Sumatera Utara.Dengan status

Lebih terperinci

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM, VISI, MISI, TUJUAN, MOTTO, NILAI DAN FALSAFAH RUMAH SAKIT

BAB II GAMBARAN UMUM, VISI, MISI, TUJUAN, MOTTO, NILAI DAN FALSAFAH RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Pada saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 52 NOMOR 52 TAHUN 2008

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 52 NOMOR 52 TAHUN 2008 BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 52 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Perbedaan jenis pelayanan pada:

Perbedaan jenis pelayanan pada: APLIKASI MANAJEMEN DI RUMAH SAKIT OLEH : LELI F. MAHARANI S. 081121039 MARINADIAH 081121015 MURNIATY 081121037 MELDA 081121044 MASDARIAH 081121031 SARMA JULITA 071101116 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR, BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SAKIT WALIKOTA BOGOR, Menimbang : Mengingat a. bahwa rumah sakit merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

BAB II PROFIL RUMAH SAKIT UMUM DR. PIRNGADI MEDAN. A. Sejarah Ringkas RSU Dr. Pirngadi Medan

BAB II PROFIL RUMAH SAKIT UMUM DR. PIRNGADI MEDAN. A. Sejarah Ringkas RSU Dr. Pirngadi Medan BAB II PROFIL RUMAH SAKIT UMUM DR. PIRNGADI MEDAN A. Sejarah Ringkas RSU Dr. Pirngadi Medan Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan atau sering disingkat RSUPM beralamat di Jl. Prof. HM Yamin SH No. 47 Medan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 03 JULI 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER IMELDA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS CADASARI

DINAS KESEHATAN PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN PUSKESMAS CADASARI Jl. Raya Serang Km. 5, Kec. CadasariKab. PandeglangBanten SURAT KEPUTUSAN KEPALA PUKESMAS CADASARI Nomor : TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan Undang undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1484,2014 KEMENHAN. Rumah Sakit. Dr. Sutoyo. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR: 12 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah sakit Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992 Rumah Sakit merupakan salah satu tempat dari sarana kesehatan menyelenggarakan kesehatan, bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RAWAT JALAN EKSEKUTIF DI RUMAH SAKIT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RAWAT JALAN EKSEKUTIF DI RUMAH SAKIT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RAWAT JALAN EKSEKUTIF DI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Lebih terperinci