UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JL. DIPONEGORO NO.71 JAKARTA PUSAT PERIODE 09 APRIL 01 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YAYAH QOMARIAH S. Far ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JL. DIPONEGORO NO.71 JAKARTA PUSAT PERIODE 09 APRIL 01 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker YAYAH QOMARIAH S. Far ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

3 iii

4 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat, rahmat, dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dan menyusun laporan ini tepat waktu. Dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih dan rasa hormat kepada : 1. Dr. Yahdiana Harahap, M.S. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. 2. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker, Departemen Farmasi, FMIPA UI. 3. Dra. Retnosari A, MS., Ph.D., Apt selaku pembimbing dari Departemen Farmasi, FMIPA UI yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta penyusunan laporan ini. 4. Fitri Arman, S. Si, Apt,. selaku pembimbing dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA serta penyusunan laporan ini. 5. Dra. Yulia Trisna, M.Pharm., Apt. selaku kepala Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas kesempatan yang diberikan kepada kami mahasiswa untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya selama PKPA. 6. Seluruh apoteker dan staf di Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas waktu, pengarahan, dan bimbingannya selama kami PKPA. 7. Keluarga dan para sahabat yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan doa. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima segala kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Penulis 2012 iv

5 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...ii HALAMAN PENGESAHAN...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...v DAFTAR LAMPIRAN...vi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan...2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Definisi Rumah Sakit Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Klasifikasi Rumah Sakit Struktur Organisasi Rumah Sakit Tenaga Kesehatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP)/Centralized Sterile Supply Department (CSSD) Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit...25 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Sub Instalasi Perbekalan Farmasi Sub Instalasi Produksi Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan (Diklitbang) Keterlibatan Farmasi dalam Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo...45 BAB 4 PEMBAHASAN Sub Instalasi Produksi Gudang Pusat Satelit Pusat Satelit Instalasi Gawat Darurat (IGD) Satelit Intensive Care Unit (ICU) Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) Satelit Kirana...88 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...94 DAFTAR ACUAN...96

6 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo...97 Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi...98 Lampiran 3. Struktur Organisasi Sub Instalasi Produksi...99 Lampiran 4. Struktur Organisasi Instalasi Pusat Sterilisasi..100 Lampiran 5. Contoh Etiket Lampiran 6. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose Lampiran 7. Contoh Blanko Kartu Stok Lampiran 8. Formulir Retur Obat Lampiran 9. Label Penandaan Khusus Lampiran 10. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang Lampiran 11. Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap Lampiran 12. Formulir Medication History Taking Pasien Lampiran 13. Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatik Lampiran 14. Contoh Protokol Kemoterapi...110

7 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan tujuannya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat (Departemen Kesehatan, 2004). Berdasarkan Undang- Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Upaya kesehatan diselenggarakan oleh tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan. Rumah sakit merupakan salah satu dari fasilitas pelayanan kesehatan (Departemen Kesehatan, 2004). Upaya kesehatan di rumah sakit dapat berjalan dengan baik jika masing-masing tenaga kesehatan yang berperan memahami serta melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik. Berdasarkan UU No.36 Tahun 2009 Apoteker merupakan salah satu profesi yang termasuk dalam tenaga kesehatan yang juga berperan dalam pelaksanaan upaya kesehatan di rumah sakit. Apoteker adalah profesi pelaksana praktek pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian merupakan penunjang bagi pelaksanaan upaya kesehatan yang bermutu di rumah sakit (Departemen Kesehatan, 2004). Pelayanan farmasi di rumah sakit berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, dan pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Departemen Kesehatan, 2004). Pelayanan farmasi di rumah sakit merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan di rumah sakit. Jika pelayanan kefarmasian tidak berjalan dengan baik maka pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut juga tidak akan berjalan dengan baik. Dengan kata lain, apoteker juga berperan penting dalam keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan upaya kesehatan. Saat ini, pelayanan kefarmasian di rumah sakit tidak hanya berfokus pada fungsi manajemen perbekalan kefarmasian yaitu sebatas penyediaan dan pendistribusian. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit juga harus berorientasi kepada pasien (Departemen Kesehatan, 2004). Perubahan ini menuntut apoteker 1

8 2 untuk kompeten menjalankan tugas dan fungsinya di ruang lingkup manajemen dan klinis di rumah sakit. Selain itu, apoteker juga dituntut untuk memiliki kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya. Oleh sebab itu, dilaksanakan praktek kerja profesi apoteker di rumah sakit agar calon-calon apoteker dapat mempelajari dan mempraktekkan tugas dan fungsi apoteker di rumah sakit. 1.2 Tujuan Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker di rumah sakit adalah untuk memahami tugas beserta fungsi instalasi farmasi, pelaksanaan pelayanan kefarmasian, dan peran Apoteker di rumah sakit.

9 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Menurut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. 2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2009, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 2.3 Klasifikasi Rumah Sakit Suatu sistem klasifikasi rumah sakit diperlukan untuk memberi kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan, pemilik, kapasitas tempat tidur serta evaluasi golongan rumah sakit. Rumah sakit 3

10 4 dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan berdasarkan jenis pelayanan, kepemilikan, kapasitas tempat tidur dan fasilitas pelayanan jangka waktu pelayanan, serta afiliasi pendidikan (Siregar, 2004) Berdasarkan Jenis Pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit dapat digolongkan menjadi: a. Rumah sakit umum Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan sub spesialistik. Rumah sakit umum memberikan pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis penyakit dan pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik seperti penyakit dalam, bedah, pediatrik, psikiatrik, ibu hamil dan sebagainya. b. Rumah sakit khusus Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang mempunyai fungsi primer memberikan diagnosis dan pengobatan untuk penderita yang mempunyai kondisi medik khusus, baik bedah atau non bedah, misalnya Rumah Sakit Ginjal, Rumah Sakit Kusta, Rumah Sakit Jantung, Rumah Sakit Anak dan Bunda, Rumah Sakit Kanker dan lain-lain (Siregar, 2004) Berdasarkan Kepemilikan Berdasarkan kepemilikan, rumah sakit dapat digolongkan menjadi rumah sakit pemerintah dan rumah sakit swasta. a. Rumah sakit pemerintah Rumah sakit pemerintah adalah rumah sakit umum milik pemerintah, baik pusat maupun daerah dan diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan, Departemen Pertahanan dan Keamanan, Pemerintahan Daerah (Pemda) tingkat I dan II), maupun Badan Usaha Milik Negara. Rumah sakit umum pemerintah dapat dibedakan berdasarkan unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan menjadi empat kelas, yaitu rumah sakit umum kelas A, B, C, dan D.

11 5 b. Rumah sakit swasta Rumah sakit swasta merupakan rumah sakit yang dimiliki dan diselenggarakan oleh yayasan yang sudah disahkan sebagai badan hukum atau badan hukum lain yang bersifat sosial. Rumah sakit swasta terdiri dari: 1. Rumah sakit umum pratama, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah sakit pemerintah tipe D. 2. Rumah sakit umum swasta madya, yaitu rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas C. 3. Rumah sakit umum swasta utama, yaitu rumah sakit umum yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik, dan subspesialistik, setara dengan rumah sakit pemerintah kelas B (Siregar, 2004) Berdasarkan Fasilitas Pelayanan Dan Kapasitas Tempat Tidur Berdasarkan fasilitas pelayanan dan kapasitas tempat tidur, rumah sakit dapat digolongkan menjadi rumah sakit kelas A, B, C, dan D. a. Rumah Sakit Kelas A Rumah sakit kelas A yaitu rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik luas dengan kapasitas lebih dari 1000 tempat tidur. b. Rumah Sakit Kelas B Rumah sakit kelas B, dibagi menjadi: a) Rumah sakit B1 yaitu rumah sakit yang melaksanakan pelayanan medik minimal 11 spesialistik dan belum memiliki sub spesialistik dengan kapasitas tempat tidur. b) Rumah sakit B2 yaitu rumah sakit yang melaksanakan pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik terbatas dengan kapasitas tempat tidur.

12 6 c. Rumah Sakit Kelas C Rumah sakit kelas C yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar, yaitu penyakit dalam, bedah, kebidanan atau kandungan, dan kesehatan anak dengan kapasitas tempat tidur. d. Rumah Sakit Kelas D Rumah sakit kelas D yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar, dengan kapasitas kurang dari 100 tempat tidur (Siregar, 2004) Berdasarkan Jangka Waktu Perawatan Rumah sakit berdasarkan jangka waktu perawatan digolongkan menjadi: a. Rumah sakit perawatan jangka pendek Rumah sakit perawatan jangka pendek adalah rumah sakit yang jangka waktu perawatan penderitanya kurang dari 30 hari. Rumah sakit perawatan jangka pendek pada umumnya merawat penderita penyakit akut dan kondisi gawat darurat. b. Rumah sakit perawatan jangka panjang Rumah sakit perawatan jangka panjang adalah rumah sakit yang jangka waktu perawatan penderitanya lebih dari 30 hari. Rumah sakit perawatan jangka panjang pada umumnya merawat penderita penyakit kronis seperti Rumah Sakit Kanker, Rumah Sakit Jiwa, Rumah Sakit Kusta, dan lain-lain (Siregar, 2004) Berdasarkan Afiliasi Pendidikan Rumah sakit berdasarkan afiliasi pendidikan dibedakan menjadi: a. Rumah sakit pendidikan Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan program pelatihan bagi residen di bidang farmasi, bedah, spesialis anak, dan bidang spesialisasi lain. Residen melaksanakan perawatan penderita dibawah pengawasan staf medik rumah sakit.

13 7 b. Rumah sakit afiliasi pendidikan Rumah sakit afiliasi pendidikan adalah rumah sakit yang tidak melaksanakan program pelatihan residen sendiri tetapi menyediakan fasilitas pelatihan bagi mahasiswa dan residen. c. Rumah sakit non pendidikan Rumah sakit non pendidikan adalah rumah sakit yang tidak melaksanakan program pelatihan bagi residen dan tidak memiliki afiliasi dengan perguruan tinggi (Siregar, 2004). 2.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Berdasarkan UU No.44 tahun 2009, organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Selain itu, disebutkan juga bahwa pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit. Staf medik fungsional (SMF) berada di bawah koordinasi komite medik. SMF terdiri atas dokter umum, dokter gigi, dan dokter spesialis dari semua disiplin yang ada di rumah sakit. Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya terdiri atas ketua-ketua SMF. Kepala rumah sakit merupakan seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang rumah sakit serta memiliki kewarganegaraan Indonesia. 2.5 Tenaga Kesehatan Berdasarkan UU No.36 tahun 2009, tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan juga harus memiliki kualifikasi minimum, memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan

14 8 standar prosedur operasional. Kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi profesi masing-masing. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari: a. Tenaga medis yang meliputi dokter dan dokter gigi. b. Tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan. c. Tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker. d. Tenaga kesehatan masyarakat yang meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian. e. Tenaga gizi yang meliputi nutrisionis dan dietisian. f. Tenaga keterapian medik yang meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapi wicara. g. Tenaga keteknisian teknis yang meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik prostetik, teknisi transfuse darah dan perekam medis. 2.6 Instalasi Farmasi Rumah sakit Definisi IFRS Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan pemeliharaan sarana rumah sakit. Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang dilakukan rumah sakit. Jadi, instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, 2004) Tujuan IFRS Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, tujuan pelayanan farmasi ialah :

15 9 a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia. b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi. c. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat. d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan. f. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan. g. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda Tugas dan Tanggung Jawab IFRS Tugas utama IFRS adalah pengelolaan yang mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita hingga pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan oleh pasien rawat inap, rawat jalan maupun semua unit di rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dengan biaya minimal. IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik (Siregar, 2004) Ruang Lingkup Fungsi IFRS IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi klinik dan non klinik. Fungsi non klinik meliputi perencanaan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pengendalian, produksi,

16 10 penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar (Siregar, 2004). Ruang lingkup farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam program rumah sakit yaitu pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit perawatan kritis, penelitian, pengendalian infeksi rumah sakit, sentra informasi obat, pemantauan reaksi obat merugikan (ROM), sistem pemantauan kesalahan obat, buletin terapi obat, program edukasi in-service bagi apoteker, dokter dan perawat dan investigasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah, ronde/visite pasien, pengkajian resep dan penggunaan obat (Siregar, 2004 dan Departemen Kesehatan RI, 2004) Struktur Organisasi IFRS Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004, pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan, dan bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi pelayanan kefarmasian. Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi, dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, serta harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat puncak, tingkat menengah, dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan, penerapan, dan peningkatan efektifitas fungsi dari sistem mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah sebagian besar merupakan kepala bagian/unit fungsional yang bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan berbagai kegiatan pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan terdiri atas personil pengawas yang secara langsung memantau dan mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Setiap personil IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka,

17 11 dampaknya pada pelayanan dan bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk dan pelayanan (Siregar, 2004). 2.7 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Definisi PFT Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah sekelompok penasehat dari staf medik dan bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medis dan IFRS. PFT mengevaluasi secara klinik penggunaan obat, mengembangkan kebijakan untuk pengelolaan penggunaan obat dan pemberian obat serta pengelolaan sistem formularium. Panitia ini merupakan suatu kelompok pemberi rekomendasi kebijakan yang berkaitan dengan penggunaan terapi obat bagi staf medis dan pimpinan rumah sakit. Panitia ini berfungsi untuk menjamin tercapainya terapi obat yang rasional. Pembentukan PFT diperlukan agar hubungan antara IFRS dan semua profesional kesehatan di rumah sakit dapat berjalan dengan baik (Siregar, 2004) Tujuan PFT Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi di rumah sakit adalah sebagai berikut: a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat, serta evaluasi obat. b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan (Departemen Kesehatan RI, 2004) Fungsi PFT Berikut adalah beberapa fungsi PFT : a. Berfungsi dalam suatu kapasitas evaluatif, edukasi, dan penasihat bagi staf medik dan pimpinan rumah sakit, dalam semua hal yang berkaitan dengan penggunaan obat (termasuk obat investigasi). b. Mengembangkan dan menetapkan formularium obat yang diterima untuk digunakan dalam rumah sakit dan mengadakan revisi tetap. Pemilihan sediaan obat yang akan dimasukkan dalam formularium harus didasarkan

18 12 pada evaluasi obyektif terhadap manfaat terapi, keamanan, dan harga. PFT harus meminimalkan duplikasi dari jenis obat dasar yang sama, zat aktif yang sama atau sediaan obat yang sama. c. Menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan terapi obat yang aman dan bermanfaat. d. Menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan manfaat biaya terapi. e. Menetapkan atau merencanakan program edukasi yang sesuai bagi staf profesional rumah sakit tentang berbagai hal yang berkaitan dengan penggunaan obat. f. Berpartisipasi dalam kegiatan jaminan mutu yang berkaitan dengan distribusi, pemberian, dan penggunaan obat. g. Memantau dan mengevaluasi reaksi obat merugikan di rumah sakit dan membuat rekomendasi yang tepat untuk mencegah berulangnya kembali. h. Memprakarsai atau memimpin program dan studi evaluasi penggunaan obat, pengkajian hasil dari kegiatan tersebut dan membuat rekomendasi yang tepat untuk mengoptimalkan penggunaan obat. i. Bersama IFRS merencanakan dan menetapkan suatu sistem distribusi obat dan prosedur pengendalian yang efektif. j. PFT mempunyai tanggung jawab pada pengadaan edukasi bagi staf profesional rumah sakit. Tanggung jawab itu dipenuhi melalui penerbitan buletin terapi obat yang disahkan PFT dan sponsor kuliah tahunan yang berkaitan dengan terapi obat atau seminar bagi staf rumah sakit. k. Membantu IFRS dalam pengembangan dan pengkajian kebijakan, ketetapan dan peraturan berkaitan dengan penggunaan obat dalam rumah sakit sesuai dengan peraturan perundang-undangan lokal dan nasional. l. Mengevaluasi, menyetujui atau menolak obat yang diusulkan untuk dimasukkan ke dalam atau dikeluarkan dari formularium rumah sakit. m. Menetapkan kategori obat yang digunakan dalam rumah sakit dan menetapkan tiap obat pada suatu kategori tertentu. n. Mengkaji penggunaan obat dalam rumah sakit dan meningkatkan standar optimal untuk terapi obat rasional.

19 13 o. Membuat rekomendasi tentang obat yang disediakan dalam daerah perawatan penderita Struktur Organisasi PFT Susunan organisasi PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat : a. PFT harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) Dokter, Apoteker dan Perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada. b. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua berasal Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk. c. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT. d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat. e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat (Departemen Kesehatan RI, 2004). 2.8 Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP)/ Centralized Sterile Supply Department (CSSD) Definisi Instalasi Sterilisasi Pusat Instalasi sterilisasi pusat adalah unit pelayanan non struktural yang berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standar/pedoman dan memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit. Instalasi ini khusus melayani ruang perawatan, klinik, laboratorium khusus seperti Cardiac Catherization Laboratory (laboratorium katerisasi jantung) dan ruang operasi (Departemen Kesehatan RI, 2009).

20 Tugas dan Tujuan Instalasi Sterilisasi Pusat (ISP) Tugas utama dari ISP adalah menyediakan seluruh kebutuhan barang atau peralatan steril rumah sakit. ISP menerima pesanan barang untuk disterilkan seperti alat-alat bedah dari instalasi bedah pusat serta obat-obat steril dari sub bagian produksi (Siregar, 2004). Tujuan ISP adalah: a. Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk mencegah terjadinya infeksi. b. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah, serta menanggulangi infeksi nosokomial. c. Efisiensi tenaga medis/paramedis lain serta pada media unit kegiatankegiatan yang pada dasarnya bersifat patient care (berorientasi pada pelayanan terhadap pasien). d. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan (Departemen Kesehatan RI, 2009) Personil Instalasi Sterilisasi Pusat Pemilihan tenaga kerja untuk ditempatkan di ISP harus dilatih terlebih dahulu tentang prinsip sterilisasi, monitoring autoklaf, pengoperasian sterlisasi gas, identifikasi alat bedah, menyusun dan membersihkan peralatan, tes bakteriologi dan biologi dasar. Progam pelatihan ini membutuhkan waktu dan biaya sehingga harus ada teknisi progam pelatihan untuk mengembangkan karyawan sehingga berkualitas baik dari segi teori dan teknologi (Siregar, 2004) Lokasi Ideal Instalasi Sterilisasi Pusat Ruangan ISP idealnya berada di tengah-tengah lokasi dimana pelayanan ISP dibutuhkan. Hal penting lain yang harus dipertimbangkan adalah besarnya ruangan utuk ISP. Ruang ISP harus mampu menampung baju/kain dalam jumlah besar yang berasal dari laundry dan ruang bedah serta sejumlah besar produk intravena (IV) steril dan larutan irigasi jika tidak diproduksi sendiri. Faktor-faktor yang cukup penting untuk menentukan besar ruangan ISP adalah ukuran dan keadaan rumah sakit, jumlah barang dalam ISP, jumlah shift

21 15 kerja per hari dan tipe sterilisasi yang dilakukan. Jika manajemen farmasi dan ISP dikombinasi, secara fisik kedua ruangan dapat digabung atau berdekatan sehingga memudahkan pengawas untuk melaksanakan tugasnya selama 24 jam (Siregar, 2004) Kegiatan Instalasi Sterilisasi Pusat ISP modern merupakan ruangan yang terdiri dari autoklaf dan peralatan sterilisasi. Barang yang masuk ke dalam ISP dicatat dalam buku penerimaan yang memuat data tentang tanggal masuk barang, nama dan jumlah barang, nama ruangan serta keterangan mengenai fisik barang. Barang yang masuk dalam ISP dapat digolongkan sebagai berikut: a. Barang bersih Berasal dari bagian perbekalan dan distribusi, rumah tangga dan barang pesanan untuk disterilkan. b. Barang kotor Berasal dari ruangan-ruangan seperti sarung tangan, pakaian, dan alat kedokteran. Proses seleksi dilakukan untuk memisahkan barang yang dapat dipakai ulang dengan barang yang sudah rusak seperti sobek, tidak tajam lagi, bekas pasien AIDS, dan sebagainya. Pemberian desinfektan dengan cara merendam barang dalam larutan desinfektan seperti lisol dan wipol, kecuali tenun operasi yang tidak mengalami proses pemberian desinfektan. Kontrol kualitas dilakukan untuk menjamin mutu sterilitas produk yang dihasilkan. Kontrol kualitas tersebut diantaranya adalah pemasangan indikator fisik pada barangbarang yang akan disterilkan, uji mikrobiologi barang-barang yang telah disterilkan, penentuan tanggal kadaluarsa untuk barang yang telah disterilkan (Siregar, 2004). 2.9 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi, dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.

22 Perencanaan Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan seperti metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi. a. Tujuan Perencanaan Obat Tujuan utama dari perencanaan dalam farmasi adalah untuk menyusun kebutuhan obat yang tepat dan sesuai kebutuhan guna mencegah terjadinya kekurangan atau kelebihan persediaan farmasi serta meningkatkan penggunaan persediaan farmasi secara efektif dan efisien. b. Prinsip Perencanaan Perencanaan obat harus ditetapkan berdasarkan pada pedoman perencanaan, yaitu: 1) Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) untuk tingkat nasional, formularium rumah sakit untuk tingkat rumah sakit, standar diagnosis dan terapi untuk unit pelayanan fungsional (UPF), dan juga berdasarkan permintaan perbekalan farmasi. 2) Data catatan medik, untuk mengetahui macam-macam penyakit yang diderita pasien, rata-rata lama perawatan pasien, serta jumlah pasien dalam kurun waktu tertentu. 3) Sesuai dengan anggaran yang tersedia. 4) Penetapan prioritas berdasarkan sasaran unit pelayanan, jenis perbekalan farmasi, dan fungsinya. 5) Jumlah stok barang yang tersisa. c. Metode-Metode Perhitungan Obat Perhitungan kebutuhan obat dilakukan untuk menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan obat. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, antara lain :

23 17 1) Metode Konsumsi Secara umum, metode konsumsi menggunakan data konsumsi obat individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan data konsumsi tahun sebelumnya. Dasarnya adalah data riil konsumsi obat per periode yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. 2) Metode Morbiditas Metode morbiditas menggunakan data jumlah pasien pengguna fasilitas kesehatan yang ada dan tingkat morbiditas (frekuensi masalah kesehatan yang umum) untuk membuat rencana kesehatan obat yang dibutuhkan. Dasarnya adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan. Metode morbiditas membutuhkan sebuah daftar tentang masalah kesehatan umum, sebuah daftar obat-obatan yang penting mencakup terapi untuk masalah-masalah tersebut dan satu set pengobatan standar untuk tujuan perhitungan (berdasarkan pada praktek rata-rata atau pedoman pengobatan). 3) Metode penyesuaian konsumsi Metode ini menggunakan data jumlah insiden penyakit dan konsumsi penggunaan obat. Sistem perencanaan pengadaan didapat dengan mengekstrapolasi nilai konsumsi dan penggunaan untuk mencapai target sistem suplai berdasarkan pada cakupan populasi atau tingkat pelayanan yang disediakan. 4) Metode proyeksi tingkat pelayanan dari keperluan anggaran Metode ini digunakan untuk memperkirakan anggaran keperluan pengadaan obat berdasarkan biaya per pasien yang diobati setiap tingkat dalam sistem kesehatan yang sama Pengadaan Metode-metode pengadaan terdiri dari (Quick, 1997) : a. Tender terbuka (Open tender) Tender terbuka merupakan prosedur formal yang mengundang secara terbuka para pemasok untuk menyertakan diri dalam lelang pengadaan. b. Tender terbatas (Restricted tender) Pada tender terbatas, undangan lelang hanya diberikan kepada pemasok yang telah lulus kualifikasi sebelumnya. Kualifikasi yang dipertimbangkan

24 18 mengenai GMP (Good Manufacturing Practices), aktivitas pengadaan sebelumnya, kesinambungan finansial dan faktor-faktor lain yang terkait. c. Negoisasi kompetitif Pemasok telah diseleksi hingga jumlah yang sedikit (umumnya tiga), lalu pemasok diminta untuk membuka harga dan penawaran-penawaran spesial. Pembeli akan memilih pemasok yang paling menguntungkan. d. Pengadaan langsung Metode ini merupakan metode yang paling sederhana tetapi paling mahal. Hal tersebut dikarenakan pemasok tidak memiliki saingan untuk menurunkan harga. Umumnya, metode ini digunakan untuk obat-obat yang masih dalam masa patennya atau untuk bahan-bahan yang penjualannya dibatasi pada pemasok tertentu. Dalam kondisi seperti itu, pembeli memiliki dua pilihan, membeli langsung atau mencari pilihan obat/bahan lain. Menurut Keputusan Presiden No. 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelakasanaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah, metode pengadaan perbekalan farmasi di setiap tingkatan pada sistem kesehatan dibagi menjadi 5 kategori metode pengadaan barang dan jasa, yaitu : a. Pembelian 1) Pelelangan (tender) 2) Pemilihan langsung 3) Penunjukan langsung 4) Swakelola b. Produksi Kriterianya adalah obat lebih murah jika diproduksi sendiri. 1) Obat tidak terdapat dipasaran atau formula khusus Rumah Sakit 2) Obat untuk penelitian c. Kerjasama dengan pihak ketiga d. Sumbangan/droping/hibah e. Lain-lain

25 Produksi (Kementerian Kesehatan RI, 2004) Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan mengemas kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah : a. Sediaan farmasi dengan formula khusus. b. Sediaan farmasi dengan harga murah. c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil. d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia dipasaran. e. Sediaan farmasi untuk penelitian. f. Sediaan nutrisi parenteral. g. Rekonstruksi sediaan obat kanker. h. Sediaan farmasi yang harus dibuat baru. Jenis sediaan farmasi yang diproduksi (Departemen Kesehatan RI, 2008) : a. Produksi Steril Persyaratan teknis untuk produksi steril : 1) Ruangan aseptis. 2) Peralatan, contohnya laminar air flow (horizontal dan vertikal), autoclave, oven, Cytoguard, dan alat pelindung diri. 3) Sumber daya manusia : petugas terlatih. Kegiatan produksi steril meliputi : 1) Pembuatan Sediaan steril Contoh : Pembuatan methylen blue, triple dye, aqua steril 2) Total Parenteral Nutrisi (TPN) TPN adalah nutrisi dasar yang diperlukan bagi penderita secara intravena yang kebutuhan nutrisinya tidak dapat terpenuhi secara enteral. Contoh TPN adalah campuran sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, dan mineral untuk kebutuhan individual dan dikemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi. 3) Pencampuran Obat Suntik/ Sediaan Intravena (IV admixture) IV admixture adalah pencampuran sediaan steril ke dalam larutan intravena secara aseptis untuk menghasilkan suatu sediaan steril. Contoh

26 20 kegiatan IV admixture adalah mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus dan melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai. 4) Pengemasan Kembali (Re-Packing) 5) Rekonstitusi Sediaan Sitostatika b. Produksi Nonsteril 1) Pembuatan Sirup Contoh sirup yang umum dibuat di rumah sakit adalah OBH (Obat Batuk Hitam). 2) Pembuatan Salep Contoh : Salep 24, Salep Sulfadiazin, dan Salep AAV. 3) Pembuatan Puyer 4) Pengemasan Kembali (Re-Packing) Contoh : Alkohol, Povidon Iodine, H 2 O 2, dan Wash Bensin. 5) Pengenceran Contoh : antiseptik dan desinfektan. Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas, kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk) Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Staf farmasi merupakan bagian dari tim penerimaan perbekalan farmasi. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi: 1. Setiap produk jadi yang telah di produksi oleh pabrik harus mempunyai certificate of analyse (CA). 2. Barang harus bersumber dari distributor utama.

27 21 3. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk kategori bahan-bahan berbahaya. 4. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin (CO). 5. Waktu kadaluarsa minimal 2 tahun Penyimpanan Tempat penyimpanan perbekalan farmasi adalah gudang farmasi. Tujuan penyimpanan : a. Memelihara mutu barang dan menjaga kelangsungan persediaan. b. Menjamin keamanan dari pencurian dan kebakaran. c. Memudahkan dalam pencarian dan pengawaasan persediaan barang kadaluarsa. d. Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat. Fungsi gudang farmasi adalah : a. Menjamin pelayanan yang cepat dan tepat. Menerima, menyimpan, memelihara, dan mendistribusikan perbekalan farmasi. b. Menyiapkan penyusunan rencana, pencatatan pelaporan mengenai persediaan dan penggunaan perbekalan farmasi. c. Mengamati mutu dan khasiat obat yang disimpan. Ketentuan penyimpanan berdasarkan KEPMENKES Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, antara lain: a. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya. b. Dibedakan menurut suhu dan kestabilannya. c. Mudah tidaknya meledak/terbakar. d. Tahan/tidaknya terhadap cahaya. e. Disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi, suhu, sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk, dan keamanan petugas. Umumnya, penyimpanan dibagi berdasarkan : a. Bentuk sediaan

28 22 b. Kelas terapi c. Alfabetis d. First in First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) e. Kestabilan sediaan Pendistribusian Kegiatan distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit dilakukan untuk menunjang pelayanan medis bagi pasien (Departemen Kesehatan, 2004). Distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit dapat dilakukan dengan berbagai pilihan sistem. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan : a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada. b. Metode sentralisasi atau desentralisasi. c. Sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi (Departemen Kesehatan, 2004). Beberapa kategori sistem pendistribusian perbekalan farmasi adalah : a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (Total Floor Stock) Pada sistem total floor stock, sejumlah perbekalan farmasi disimpan dalam ruang rawat untuk memenuhi kebutuhan di ruang tersebut. Pendistribusian perbekalan farmasi menjadi tanggung jawab perawat ruangan. Perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh petugas farmasi (Departemen Kesehatan, 2004). Sistem ini seharusnya diminalisasi tetapi dalam beberapa kondisi sistem ini dapat digunakan, yaitu : 1) Pada unit gawat darurat atau ruang operasi. Pada ruang tersebut biasanya dibutuhkan obat atau alat kesehatan dengan segera sehingga lebih baik disediakan stok. Akan tetapi, jika terdapat satelit farmasi di dekat ruangan tersebut maka sistem ini bisa dihindari. 2) Dalam keadaan gawat darurat, obat-obatan diharuskan tersedia di ruang pelayanan pasien. Oleh sebab itu, umumnya disediakan stok obat-obat gawat darurat di ruang rawat. Farmasi bertanggung jawab melakukan pengawasan untuk obat-obat tersebut.

29 23 3) Untuk obat-obatan yang dibutuhkan dalam jumlah banyak dan biayanya murah dapat dilakukan distribusi dengan sistem ini. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan resiko bahaya keamanan pasien atas obat tersebut rendah (Quick, 1997). Keuntungan dari sistem ini adalah : a. Obat yang dibutuhkan cepat tersedia. b. Meniadakan retur obat. c. Pasien tidak harus membayar obat berlebih. d. Mengurangi jumlah personil farmasi. Kelemahan dari sistem ini adalah : a. Sering terjadi kesalahan obat (salah order dari dokter, salah peracikan oleh perawat, salah etiket obat). b. Persediaan obat di ruangan menjadi banyak. c. Kemungkinan kehilangan dan kerusakan obat lebih besar. d. Menambah beban kerja bagi perawat. b. Sistem Resep Perorangan (Resep Individual) Pada distribusi dengan sistem resep individual, perbekalan farmasi diberikan kepada pasien sesuai dengan yang tertulis di resep. Pendistribusian perbekalan farmasi dengan sistem resep individual dilakukan melalui instalasi farmasi (Departmen Kesehatan, 2004). Keuntungan dari sistem ini adalah : a. Resep dapat dikaji dulu oleh apoteker. b. Ada interaksi antara apoteker, dokter, dan perawat. c. Ada pengendalian persediaan. Kelemahan dari sistem ini adalah : a. Bila obat berlebih, pasien tetap harus membayar. b. Obat dapat terlambat sampai ke pasien. c. Masih memerlukan tenaga perawat untuk menyiapkan obat sebelum diberikan ke pasien. d. Kehilangan dan kesalahan penggunaan obat masih cukup besar karena tidak adanya proses pengawasan ganda.

30 24 c. Sistem Unit Dosis Pada sistem unit dosis, pendistribusian obat dilakukan melalui resep perorangan yang disiapkan, diberikan/digunakan, dan dibayar dalam unit untuk penggunaan satu kali dosis (Departemen Kesehatan, 2004). Penyiapan obat dilakukan oleh instalasi farmasi untuk tiap waktu penggunaan dalam sehari. Selanjutnya, obat diserahkan kepada perawat untuk diberikan ke pasien. Sistem unit dosis hanya dapat dilakukan untuk pasien rawat inap bukan untuk pasien rawat jalan. Keuntungan dari sistem ini adalah : a. Pasien hanya membayar obat yang telah dipakainya. b. Tidak ada kelebihan obat/ yang tidak terpakai di ruang perawatan. c. Semua obat dipersiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai waktu yang lebih untuk merawat pasien. d. Menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh farmasi ketika membaca resep dokter, sebelum dan sesudah menyiapkan obat serta oleh perawat ketika membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada pasien. Hal ini akan mengurangi kesalahan pengobatan (medication error). e. Mengurangi ruang untuk persediaan obat di ruang perawatan. f. Memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat dan dokter serta pasien. g. Memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang dibutuhkan untuk Drug Use Review (pengkajian penggunan obat). h. Apoteker dapat keluar dari bagian farmasi dan masuk ke ruang perawatan. Apoteker dapat berfungsi sebagai konsultan obat serta membantu dokter dan perawat demi perawatan yang lebih baik. Kelemahan dari sistem ini adalah : a. Membutuhkan banyak tenaga farmasi. b. Harus segera siap sebelum jam makan pasien. c. Menggunakan lebih banyak bungkus obat.

31 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Pengkajian Resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrinning resep meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Persyaratan administrasi meliputi : a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter c. Tanggal resep d. Ruangan/unit asal resep Kesesuaian farmasetik meliputi : a. Bentuk dan kekuatan sediaan b. Dosis dan jumlah obat c. Stabilitas dan ketersediaan d. Aturan, cara dan teknik penggunaan Pertimbangan klinis meliputi : a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat b. Duplikasi pengobatan c. Alergi, interaksi dan efek samping obat d. Kontra indikasi e. Efek aditif Pelayanan Informasi Obat (PIO) (Departemen Kesehatan RI, 2004) PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada tenaga kesehatan dan pasien. Tujuan PIO meliputi : a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit. b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi. c. Meningkatkan profesionalisme apoteker. d. Menunjang terapi obat yang rasional.

32 26 Kegiatan PIO meliputi : a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif. b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka. c. Membuat buletin, leaflet, dan label obat. d. Menyediakan informasi bagi PFT sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit. e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya. f. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/Menkes/SK/X/2004, pemantauan dan pelaporan ESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Tujuan monitoring ESO yakni menemukan ESO sedini mungkin (terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang), menentukan frekuensi dan insiden ESO, dan mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/ mempengaruhi timbulnya ESO. Kegiatan monitoring efek samping obat meliputi: a. Menganalisa laporan ESO b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami ESO c. Mengisi formulir ESO d. Melaporkan ke Panitia ESO Nasional Faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring ESO yakni kerjasama dengan PFT dan ruang rawat serta ketersediaan formulir monitoring ESO (Departemen Kesehatan RI, 2004). Standar yang ditetapkan rumah sakit dapat digunakan apoteker untuk meningkatkan keterlibatannya dalam suatu program

33 27 pemantauan ESO. Apoteker yang ingin memulai atau menerapkan program tersebut, dapat mengusulkan beberapa metode kepada PFT. Usulan ini mencakup pelaporan sukarela oleh praktisi individu, mengkaji kartu pengobatan pasien, surveilan obat individu dan surveilan unit pasien Pengkajian Penggunaan Obat (Drug Use Review) Pengkajian penggunaan obat adalah alat untuk mengidentifikasi permasalahan terkait penggunaan obat seperti dosis yang tidak benar, reaksi efek samping yang bisa dihindari, pemilihan obat yang tidak tepat dan kesalahan dalam penyiapan dan pemberian obat (Quick, 1997). Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat adalah (Departemen Kesehatan, 2004): a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu. b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain. c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Alat yang digunakan dalam pengkajian penggunaan obat adalah (Quick, 1997): a. Indikator peresepan, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : 1) Rata-rata jumlah obat per pasien. 2) Persentase obat yang diresepkan menggunakan nama generik. 3) Persentase pasien yang diresepkan antibiotik. 4) Persentase pasien yang diresepkan injeksi. 5) Persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial. b. Indikator pelayanan pasien, yang mencakup parameter inti sebagai berikut: 1) Rata-rata waktu konsultasi. 2) Rata-rata waktu dispensing. 3) Persentase obat aktual yang disiapkan.

34 28 4) Persentase pelabelan yang benar. 5) Persentase pasien yang memiliki pemahaman yang benar tentang obat. c. Indikator fasilitas, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : 1) Ketersediaan daftar obat-obat esensial. 2) Ketersediaan obat-obat esensial Konseling Konseling merupakan suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien terkait penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat, dan interaksi dengan penggunaan obat-obat lain. Konseling dapat dilakukan untuk pasien dengan kriteria sebagai berikut: a. Pasien rujukan dokter, b. Pasien dengan penyakit kronis, c. Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi, d. Pasien geriatrik, dan e. Pasien pulang sesuai dengan kriteria diatas. Konseling terdiri dari beberapa kegiatan, diantaranya: a. Memulai komunikasi antara apoteker dengan pasien. b. Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, mencakup: 1) Apa yang dikatakan dokter mengenai obat. 2) Bagaimana cara pemakaiannya 3) Efek yang diharapkan dari obat tersebut c. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat d. Melakukan verifikasi akhir yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

35 Ronde/Visite Pasien Ronde merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk: a. Pemilihan obat. b. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik. c. Menilai kemajuan pasien. d. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien. b. Untuk pasien yang baru dirawat, apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi. c. Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin penggunaan obat yang benar. d. Melakukan pengkajian terhadap catatan perawat akan berguna untuk pemberian obat. Setelah kunjungan, apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam buku yang digunakan bersama antara apoteker sehingga dapat menghindari pengulangan kunjungan.

36 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo didirikan tahun 1919 dengan nama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting. Pada masa penjajahan Jepang, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo berubah nama menjadi Rumah Sakit Perguruan Tinggi (Ika Daigaku Byongin). Pada tahun 1964, kembali terjadi perubahan nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Tjipto Mangunkusumo (RSTM). Kini, rumah sakit yang berada di Jl. Diponegoro No.71 Jakarta Pusat ini bernama Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo atau yang biasa disingkat menjadi RSCM. Pada bulan Desember 2000, RSCM berubah status menjadi Rumah Sakit Perjan (Perusahaan Jawatan) yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 116 tahun 2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Dengan demikian, tata organisasi dan kebijakan yang telah ada diubah dan disesuaikan dengan peraturan tersebut. Perjan RSCM adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan jasa pelayanan dan senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat. RSCM merupakan rumah sakit pusat rujukan nasional yang senantiasa memberikan pelayanan kesehatan berkualitas dan terjangkau. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, status RSCM diubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) milik pemerintah dengan pengawasan Departemen Keuangan RI, Menteri Negara BUMN, dan secara teknis oleh Departemen Kesehatan RI. Hal ini senada dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.1234/Menkes/SK/VIII/2005 tanggal 11 Agustus 2005 tentang Penetapan 13 Eks Rumah Sakit PERJAN menjadi UPT Departemen Kesehatan dengan Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dimana RSCM termasuk di dalamnya. Dengan demikian, RSCM diharapkan mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan 30

37 31 barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan keuntungan dimana dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas Visi dan Misi RSCM memiliki visi Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Rujukan Nasional Terkemuka di Asia Pasifik Tahun 2014 dengan misi sebagai berikut: a. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. b. Menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan. c. Menjadi tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri. Kesehatan dan kepuasan pelanggan adalah komitmen RSCM. Untuk itu, RSCM senantiasa memberikan pelayanan paripurna yang prima untuk meningkatkan kepuasan dan menumbuhkan kepercayaan pasien sebagai pelanggan utama RSCM. Berbekal motto RSCM yaitu Respek, Sigap. Cermat, dan Mulia, RSCM mengembangkan lima nilai budaya yakni profesionalisme, integritas, kepedulian, penyempurnaan berkesinambungan, pembelajaran, dam pendidikan Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia RSCM dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi lima direktorat, yaitu Direktorat Medik dan Keperawatan, Direktorat Pengembangan dan Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Direktorat Keuangan, dan Direktorat Umum dan Operasional yang terkait dengan pelayanan rumah sakit. Struktur organisasi RSCM dapat dilihat secara lebih jelas pada Lampiran 1. Secara garis besar, manajemen RSCM terdiri dari manajemen klinik dan manajemen operasional. Manajemen klinik memiliki beberapa indikator sebagai berikut:

38 32 a. Menurunkan angka kematian. b. Mencegah kecacatan (disability). c. Menurunkan infeksi nosokomial (disease infection). d. Meminimalisir ketidaknyamanan (discomfort). e. Tidak tercapainya hasil tindak sesuai prediksi (dissatisfaction). f. Kecacatan nol sembuh tanpa gejala (zero defect). Sementara itu, manajemen operasional memiliki empat indikator sebagai berikut: a. Cepatnya mendapat pertolongan dokter. b. Cepatnya mendapat kamar. c. Cepatnya mendapat pertolongan perawat. d. Keseringan ketergantungan dengan yang lain dalam diagnosa dan terapi Klasifikasi RSCM merupakan rumah sakit umum pemerintah pusat kelas A yang merupakan pusat rujukan nasional. Selain itu, RSCM juga merupakan rumah sakit pendidikan yang bekerja sama dengan berbagai pihak, salah satunya Fakultas Kedokteran (FKUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan Spesialis dan Sub Spesialis. Hubungan erat RSCM dengan FKUI seperti mata uang dengan dua sisi dimana sepertiga tenaga medis RSCM merupakan staf FKUI yang melakukan pelayanan, pendidikan, dan penelitian di RSCM. Beberapa bentuk kerjasama keduanya antara lain pengalaman belajar klinis peserta didik program pendidikan kedokteran dan PPDS RSCM, program pendidikan FKUI yang dilaksanakan di RSCM, dan Departemen Klinik FKUI yang terletak di RSCM. 3.2 Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Visi dan Misi Instalasi Farmasi RSCM memiliki visi Menjadi Penyelenggara Pelayanan Farmasi yang Komprehensif dengan Kualitas Terbaik dan Mengutamakan Kepuasan Pelanggan dengan misi sebagai berikut:

39 33 a. Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan. b. Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan efisien. c. Menyelenggarakan pelayanan farmasi klinik untuk meningkatkan keselamatan pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal. d. Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. e. Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai persyaratan mutu. f. Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit. g. Berperan serta dalam program pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan farmasi Tujuan Umum Menyelenggarakan kebijakan obat di rumah sakit melalui pelayanan farmasi satu pintu, profesional, berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi, bekerja sama dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang terkait dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional Tujuan Khusus a. Aspek manajemen, antara lain mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, mewujudkan sistem informasi tepat guna dan berdaya guna, meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan farmasi melalui pendidikan dan pelatihan, serta mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi mutu pelayanan farmasi. b. Aspek klinik, antara lain mengkaji instruksi pengobatan, mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat, memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat, menjadi pusat informasi obat bagi tenaga kesehatan, pasien/keluarga dan masyarakat, melaksanakan konseling pada pasien maupun tenaga kesehatan, melakukan pengkajian obat, melakukan penanganan obat-obat kanker,

40 34 melakukan perencanaan, penerapan dan evaluasi pengobatan, bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, serta berperan serta dalam tim/kepanitian di rumah sakit seperti panitia farmasi dan terapi, panitia infeksi nosokomial, tim kanker, tim nutrisi, tim HIV AIDS dan lain-lain Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi RSCM bertugas melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi yang optimal, meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi dan produksi sediaan farmasi, serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etika profesi. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, Instalasi Farmasi RSCM berfungsi dalam: a. Penyusunan standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja pelayanan kefarmasian serta administrasi umum dan keuangan. b. Penyusunan program pelayanan pengelolaan perbekalan farmasi, produksi sediaan farmasi, pelayanan farmasi klinik rumah sakit serta administrasi dan keuangan. c. Penyusunan rencana kebutuhan perbekalan farmasi rumah sakit, tenaga, sarana dan prasarana penunjang kebutuhan Instalasi Farmasi. d. Menjamin ketersediaan perbekalan farmasi. e. Penyelenggaraan penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi. f. Penyelenggaraan produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. g. Penyelenggaraan pelayanan farmasi klinik. h. Penyelenggaraan supervisi, pemantauan, pengawasan dan pengendalian terhadap mutu pelayanan farmasi. i. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium. j. Pengadministrasian penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi. k. Pengadministrasian SDM dan keuangan farmasi. l. Pengembangan kompetensi SDM farmasi.

41 35 m. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan pelayanan farmasi Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi RSCM adalah satuan kerja fungsional yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi yang berpusat di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3 dipimpin oleh seorang apoteker selaku Kepala Instalasi Farmasi RSCM yang membawahi empat sub instalasi, yaitu: a. Sub Instalasi Administrasi dan Keuangan (Adminkeu), b. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, c. Sub Instalasi Produksi, dan d. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan (Farklin Diklitbang). Tenaga kerja di Instalasi Farmasi RSCM terdiri dari 22 orang apoteker, 153 orang asisten apoteker, 14 orang tenaga administrasi, dan 29 orang pekarya. Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSCM secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran Sub Instalasi Perbekalan Farmasi Sub Instalasi Perbekalan Farmasi adalah satuan kerja fungsional yang berada di bawah Instalasi Farmasi. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi dipimpin oleh seorang apoteker pengelola yang disebut Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi. Sub Instalasi Perbekalan Farmasi dalam menjalankan tugasnya mempunyai fungsi: a. Penyusunan rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja Sub Instalasi Perbekalan Farmasi. b. Penyusunan RBA dan RKT Sub Instalasi Perbekalan Farmasi. c. Pengkoordinasian perencanaan perbekalan farmasi dengan Bidang Pelayanan Medik dan unit kerja terkait. d. Pengkoordinasian pengadaan perbekalan farmasi dengan Unit Procurement.

42 36 e. Pelaksanaan penerimaan perbekalan farmasi sesuai peraturan yang berlaku. f. Pelaksanaan penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi sesuai aturan kefarmasian g. Penyelenggaraan supervisi, pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan perbekalan farmasi baik di satelit farmasi maupun di unit kerja yang tidak memiliki tenaga farmasi. h. Pelaporan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. i. Pelaporan kegiatan Sub Instalasi Perbekalan Farmasi. Kegiatan yang dilakukan oleh Sub Instalasi Perbekalan Farmasi meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan, pengendalian, dan pelaporan pengelolaan perbekalan farmasi. Perencanaan dikaitkan dengan proses pengadaannya, memiliki tiga sistem yaitu reguler, konsinyasi, dan sistem tertutup. Sistem pengadaan perbekalan farmasi dikaitkan dengan asal sumber dana yaitu dana operasional dan dana pendapatan. Penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi sesuai aturan kefarmasian dilakukan di Gudang Perbekalan Farmasi. 3.4 Sub Instalasi Produksi Sub Instalasi Produksi adalah satuan kerja fungsional yang berada di bawah Instalasi Farmasi RSCM dan dipimpin oleh seorang apoteker pengelola selaku Kepala Sub Instalasi Produksi dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi RSCM. Struktur organisasi Sub Instalasi Produksi RSCM dapat dilihat pada Lampiran 3. Sub Instalasi Produksi RSCM berperan sebagai salah satu sumber pengadaan kebutuhan RSCM. Kepala Sub Instalasi Produksi dibantu oleh dua orang staf pelaksana fungsional yang terdiri dari: a. Penanggung Jawab Produksi Steril dan Non Steril Membawahi Pelaksana Produksi Steril, Pelaksana Produksi Non Steril, dan Pelaksana Repacking Serbuk. b. Penanggung Jawab Aseptic Dispensing (Penyiapan Obat secara Aseptis).

43 37 Membawahi Pelaksana Pencampuran Obat Suntik dan Pelaksana Penyiapan Obat Sitostatika. Sub Instalasi Produksi RSCM dalam menjalankan tugasnya memiliki fungsi sebagai berikut: a. Penyusunan rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur, dan indikator kinerja Sub Instalasi Produksi. b. Penyusunan RKT dan RBA Sub Instalasi Produksi. c. Pelaksanaan perencanaan produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing. d. Pelaksanaan perencanaan, penerimaan, dan penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas yang berasal dari Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, sesuai dengan peraturan yang berlaku. e. Pelaksanaan kegiatan pelayanan produksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan rumah sakit. f. Pelaksanaan repacking dan pelayanan aseptic dispensing untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan rumah sakit. g. Pengendalian dan pengawasan terhadap mutu produksi sediaan farmasi dan aseptic dispensing. h. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi produksi farmasi. i. Pelaporan kegiatan produksi. Kegiatan Sub Instalasi Produksi meliputi produksi sediaan farmasi non steril, pengemasan kembali (repacking), penyiapan obat sitostatika, dan pencampuran obat suntik (IV admixture). Sub Instalasi Produksi RSCM telah memproduksi kurang lebih 84 jenis sediaan dengan total sediaan rutin 40 jenis setiap bulannya. Kriteria sediaan yang diproduksi di RSCM adalah sebagai berikut: a. Memiliki formula khusus, contohnya sirup omeprazol dan KCl premix dengan dosis individual. b. Mengemas ke dalam kemasan yang lebih kecil (repacking), contohnya povidone iodine dan alkohol 96%. c. Tidak terdapat di pasaran, contohnya sirup omeprazol dan kapsul NaCl.

44 38 d. Menghasilkan produk dengan harga yang lebih ekonomis, contohnya handrub dan kapsul campuran parasetamol dan tramadol. e. Sediaan harus dibuat segar (recenter paratus), contohnya sirup omeprazol. f. Sediaan dibuat untuk kepentingan penelitian, contohnya asam urso. Saat ini, hasil produksi sediaan farmasi yang dilakukan di Sub Instalasi Produksi RSCM meliputi kurang lebih 84 jenis sediaan dengan 40 jenis diantaranya rutin diproduksi setiap bulan. Produk tersebut terbatas pada jenis sediaan non steril, seperti handrub, sirup OBH, dan kapsul campuran parasetamol dan tramadol. Pengemasan kembali (repacking) sediaan farmasi yang dilakukan di Sub Instalasi Produksi RSCM mencakup repacking bahan-bahan non steril contohnya alkohol 96% dan povidon iodine. Selain itu, juga terdapat kegiatan repacking sediaan injeksi, baik cair, maupun serbuk, contohnya sediaan Pycin yang dikemas kembali dengan masa/volume yang lebih kecil sesuai dengan kebutuhan pasien, dengan tujuan menghemat biaya pengobatan pasien. Oleh karena itu, repacking hanya dilakukan untuk sediaan injeksi mahal dimana besarnya biaya penghematan dapat menutupi biaya repacking. Pelayanan aseptic dispensing meliputi pencampuran obat suntik (IV admixture) dan repacking sediaan steril yang terletak di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3, serta penanganan obat-obat sitostatika (handling cytotoxic) yang terletak di Gedung CMU 2 lantai 3, lantai 8 Gedung A RSCM, dan Paviliun Tumbuh Kembang (PTK) Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA). Kriteria sediaan aseptic dispensing yang diproduksi di Sub Instalasi Produksi RSCM meliputi: a. Obat sitostatika. b. Sediaan steril dan tidak tahan pemanasan. c. Sediaan steril yang tidak stabil dalam larutan. d. Sediaan steril dengan formula khusus. e. Menghasilkan produk dengan harga yang lebih ekonomis. Kuantitas dan frekuensi kegiatan produksi dan repacking yang dilakukan di Sub Instalasi Produksi RSCM disesuaikan dengan jumlah permintaan sediaan

45 39 farmasi yang berasal dari gudang pusat, satelit, dan/atau departemen, sedangkan kuantitas pencampuran obat sitostatika ditentukan berdasarkan banyaknya permintaan pasien dalam bentuk resep. Permintaan sediaan farmasi, baik dalam bentuk resep maupun formulir permintaan, akan diperiksa kesesuaiannya dengan jumlah persediaan bahan baku yang tersedia. Jika bahan baku yang diperlukan tersedia, dilakukan persiapan produksi mencakup persiapan bahan baku, bahan pengemas, dan peralatan yang akan digunakan. Kegiatan produksi dilakukan di ruangan yang sesuai dengan jenis produk, yaitu produk steril, produk non steril, dan obat sitostatika. 3.5 Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Pendidikan, Penelitian, dan Pengembangan (Diklitbang) Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang adalah satuan kerja fungsional yang berada di bawah Instalasi Farmasi RSCM. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang dipimpin oleh seorang apoteker pengelola yang disebut Kepala Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Instalasi Farmasi RSCM. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Penyusunan rancangan kebijakan, standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang. b. Pelaksanaan kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi: pengkajian instruksi pengobatan dan resep pasien, pengidentifikasian masalah terkait penggunaan obat dan alat kesehatan, pemantauan terhadap efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan, pemberian konseling kepada pasien dan keluarga pasien, serta pemberian informasi obat kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga. c. Pelaksanaan pengembangan profesi sumber daya manusia (SDM) farmasi. d. Pengkoordinasian pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kefarmasian. e. Pengkoordinasian pelaksanaan penelitian dan pengembangan pelayanan farmasi.

46 40 f. Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian terhadap mutu pelayanan farmasi. g. Pelaporan kegiatan farmasi klinik dan diklitbang farmasi Pelayanan Farmasi Klinik di RSCM Kegiatan farmasi klinik di RSCM telah dilakukan di beberapa tempat, diantaranya Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A), Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA), Ruang Unit Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ICU), RSCM Kencana, dan Departemen Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) Kegiatan Farmasi Klinik di Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) merupakan suatu bangunan yang diperuntukkan bagi pasien rawat inap. Gedung A terdiri dari 8 lantai dan dibedakan berdasarkan jenis penyakit yang ditangani. Hampir setiap lantai di Ruang Rawat Inap Terpadu memiliki depo farmasi dan apoteker penanggung jawab yang berkewajiban untuk melakukan kegiatan farmasi klinik setiap hari. Adapun kegiatan farmasi klinik yang dilakukan di Ruang Rawat Inap Terpadu antara lain: a. Informasi Obat Pulang (IOP) Informasi Obat Pulang (IOP) diutamakan terhadap pasien yang memperoleh resep polifarmasi, memperoleh obat dengan cara penggunaan khusus, dan/ atau pasien yang memerlukan kepatuhan khusus dalam pengobatannya. Informasi diberikan dengan metode bedside counseling (di sisi tempat tidur) pasien yang akan pulang. Hal ini dilakukan karena belum terdapat ruang konseling khusus di setiap lantai. Sebelum memberikan konseling, apoteker harus mengisi formulir IOP (Lampiran 10) yang dibuat dua rangkap mencakup nama, kekuatan, jumlah, dan regimen obat yang diserahkan, serta instruksi khusus untuk sediaan tertentu. Lembar asli IOP diserahkan kepada pasien atau keluarga pasien sebagai informasi tertulis. Lembar salinan disimpan oleh apoteker yang memberikan informasi sebagai arsip.

47 41 b. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini. Pertanyaan dapat berasal dari berbagai pihak, seperti dokter, perawat, pasien, keluarga pasien, dan lain-lain. Pelayanan informasi obat yang baik membutuhkan sarana penunjang yang baik dan memadai, diantaranya berupa buku-buku teks terbaru yang up-to-date, jurnal kesehatan, dan akses internet. Pencatatan perlu dilakukan setelah pelayanan informasi obat dilakukan sebagai dokumentasi. Dokumentasi tersebut berisi pertanyaan yang diajukan serta jawaban yang diberikan oleh apoteker. Dokumentasi sangat bermanfaat apabila terdapat pertanyaan serupa di kemudian hari. Selain itu, berdasarkan hasil dokumentasi dapat diketahui topik pertanyaan yang paling sering diajukan sehingga apoteker dapat memperdalam pengetahuan mengenai topik pertanyaan tersebut. c. Pemantauan Terapi Obat Kegiatan pemantauan pengobatan pasien tidak dilakukan pada semua resep yang diberikan kepada pasien. Kegiatan tersebut diprioritaskan bagi pasien-pasien yang memperoleh obat lebih dari 7 macam atau pasien yang memperoleh obat dengan indeks terapi sempit. Secara garis besar, pemantauan dilakukan terhadap kesesuaian dosis, kesesuaian pemilihan terapi dengan diagnosis pasien, ketepatan jenis obat, dan potensi interaksi obat dalam satu resep yang diberikan kepada pasien. Skrining interaksi obat dilakukan menggunakan perangkat lunak Drug Interaction Fact atau Adverse Drug Interaction Medical Letter. Temuan interaksi obat dicatat dalam formulir pemantauan terapi obat sebagai bukti dokumentasi (Lampiran 11). Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan menghubungi dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien tersebut. Dokter perlu diberikan informasi mengenai adanya potensi interaksi obat tersebut, terutama yang bermakna, dan dapat sangat mempengaruhi kondisi pasien. Selain itu, apoteker juga harus menyiapkan rekomendasi untuk mengatasi masalah tersebut, terutama apabila

48 42 obat-obat yang berinteraksi memang diperlukan oleh pasien untuk kesembuhannya. Selain itu, dilakukan pula pemantauan penggunaan antibiotika dengan memantau dosis dan lama penggunaan antibiotika yang digunakan pasien. Apabila terdapat hal yang tidak sesuai atau meragukan, apoteker perlu menanyakannya kepada dokter yang meresepkan untuk mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan dan pemantauan penggunaan antibiotika harus didokumentasikan. d. Pengambilan Riwayat Penggunaan Obat (Medication History Taking/MHT) Pengambilan riwayat penggunaan obat bertujuan untuk mengetahui adanya kemungkinan riwayat alergi, efek samping obat, dan hal-hal lain yang tidak diharapkan akibat penggunaan obat. Selain itu, MHT juga bermanfaat untuk menilai kepatuhan pasien dalam penggunaan obat dan menyelaraskan rejimen terapi pada saat sebelum perawatan dan saat menjalani perawatan. MHT diprioritaskan terhadap pasien yang baru masuk rumah sakit (48 jam pertama) dengan riwayat penyakit kronis (penyakit dalam, infeksi, dan saraf) serta pasien dengan imunitas rendah. Sebelum melakukan MHT, apoteker menyiapkan lembar daftar obat sebelum perawatan dan menanyakan tentang riwayat penggunaan obat pasien sebelum dirawat di rumah sakit meliputi : 1) Nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang). 2) Cara mendapatkan obat (resep/ non resep) termasuk obat herbal, OTC, dan suplemen. 3) Dosis/ aturan pakai obat. 4) Lama penggunaan obat (kapan mulai menggunakan dan kapan dihentikan). 5) Bagaimana obat digunakan (dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala saja, dan lain-lain). 6) Sumber obat. 7) Jumlah obat tersisa. (Lampiran 12)

49 43 Selain itu, apoteker juga perlu menanyakan kepada pasien apakah pasien tersebut memiliki riwayat alergi atau pernah mengalami efek samping obat sebelumnya untuk menghindari pemberian obat tersebut. e. Visite atau Ronde Ronde bertujuan untuk memantau perkembangan kesehatan pasien dan kesesuaian terapi yang telah diberikan. Ronde dapat dilakukan secara mandiri oleh apoteker atau berkolaborasi dengan tim dokter dan profesi kesehatan lain. Selain ronde, apoteker juga melakukan meeting dengan tim kesehatan lain untuk membicarakan kasus pasien tertentu. Kegiatan meetiing sedikit berbeda dengan ronde, meeting dilakukan di dalam suatu ruangan, sedangkan ronde dilakukan di ruang rawat pasien. Apoteker berperan untuk merekomendasikan pengobatan pasien terkait kesesuaian diagnosa, kesesuaian dosis, kesesuaian sediaan obat, ketersedian obat, keterjangkauan harga obat, menghindari efek yang tidak diinginkan, serta kemungkinan terjadinya interaksi obat Kegiatan Farmasi Klinik di Ruang Unit Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ICU) a. Parade Kegiatan parade bertujuan untuk mendiskusikan perkembangan kesehatan pasien dan merencanakan langkah terapi berikutnya yang akan diberikan kepada pasien. Apoteker berperan dalam merekomendasikan pilihan obat bagi pasien ICU. Selain itu, apoteker juga berperan dalam memberikan informasi mengenai obat yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, meliputi ketersediaan obat di Instalasi Farmasi RSCM, dosis obat yang diberikan sesuai diagnosa pasien, dan potensi interaksi obat yang mungkin terjadi. b. Visite/ Ronde Apoteker farmasi klinis ICU bertanggung jawab melaksanakan visite pasien bersama dokter, perawat, dan dietisian. Melalui kegiatan ini, tim medis dapat mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya. Apoteker berperan dalam merekomendasikan pilihan terapi apabila dokter menginginkan adanya perubahan terapi.

50 44 c. Monitoring Pengobatan Apoteker farmasi klinis ICU melakukan pengkajian obat yang diresepkan dokter, baik dalam hal farmasetik maupun klinis. Apabila terdapat ketidaksesuaian terapi yang diberikan, apoteker dapat mengkonfirmasikannya kepada dokter yang bersangkutan dan memberikan rekomendasi jika diperlukan. Selain itu, monitoring obat juga dilakukan untuk memeriksa apabila terdapat diskrepansi antara resep, kardeks, dan status pasien. Monitoring juga dilakukan dengan memperhatikan perkembangan pasien setelah memperoleh terapi. 3.6 Keterlibatan Farmasi dalam Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) PFT adalah panitia ahli yang mewakili staf medis dan farmasi. PFT bertugas membantu pimpinan RSCM dalam merumuskan berbagai kebijakan dan peraturan tentang obat yakni untuk mencapai penggunaan obat yang rasional sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh setiap pasien. Keanggotaan PFT RSCM adalah berdasarkan pengusulan dari Kepala Departemen/ Bidang/ Instalasi dan disahkan oleh Direktur Utama RSCM. Anggota PFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun. PFT menyusun program kerja tentang pemilihan obat dan penyusunan formularium. PFT mengajukan anggaran setiap tahun untuk mendukung program kerja. Tugas PFT mencakup: a. Sebagai penasehat bagi pimpinan RSCM dan tenaga kesehatan dalam semua masalah yang ada kaitannya dengan obat, alat kesehatan habis pakai, dan bahan diagnostik. b. Menyusun kebijakan penggunaan obat, alat kesehatan dan bahan diagnostik di RSCM. c. Menyusun formularium obat, alat kesehatan, dan bahan diagnostik; dan memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan bahan diagnostik didasarkan pada efektivitas, keamanan, kualitas, dan harga. PFT harus mampu menghindari terjadinya duplikasi obat, baik obat dengan nama generik yang sama atau obat dengan indikasi yang sama.

51 45 d. Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman, dan hemat biaya. e. Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan, dan penggunaan obat kepada staf medis RSCM. f. Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan, dan penggunaan obat. g. Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang terjadi di RSCM. h. Memandu tinjauan penggunaan obat (drug utilization review) dan mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis. PFT perlu mengadakan rapat rutin sekurang-kurangnya satu bulan sekali untuk membicarakan implementasi dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi dan penggunaan obat. Rapat pleno PFT dihadiri oleh seluruh anggota PFT. Setiap anggota PFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien. Keputusan rapat pleno yang menyangkut kebijakan diambil berdasarkan musyawarah. Bila musyawarah tidak berhasil, maka dilakukan pemungutan suara. 3.7 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kondisi steril melalui sterilisasi merupakan prinsip dasar untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Sterilisasi menjadi langkah awal untuk terlaksananya patient safety melalui pemutusan mata rantai penyebaran mikroorganisme. Pelaksanaan sterilisasi membutuhkan perangkat dan sistem yang utuh dalam pelaksanaannya dengan petugas khusus dengan ketrampilan khusus sebagai first step to quality. Oleh karena itu, CSSD menjadi unit yang dibutuhkan rumah sakit untuk memenuhi ketersediaan atas barang-barang steril untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Alat kesehatan steril menjadi produk akhir sterilisasi di CSSD yang merupakan hasil dari suatu sistem yang utuh.

52 Definisi CSSD (Central Sterile Supply Department) CSSD merupakan suatu unit kerja yang memproduksi atau menyediakan barang dan peralatan steril seperti perbekalan farmasi dasar steril, instrumen steril, linen steril, dll yang dibutuhkan oleh departemen/instalasi/unit pelayanan terpadu dan jejaring pelayanan kesehatan lainnya Sejarah Tahun 1968 hingga Maret 1983, CSSD berada di bawah naungan bidang perawatan. Pada tahun 1983 hingga awal tahun 2000, berdasarkan Edaran Direktur Jendral Medik tanggal 29 Maret 1983, CSSD berubah nama menjadi Sub Instalasi CSSD di bawah naungan Instalasi Farmasi RSCM. Perubahan kembali terjadi pada tahun berdasarkan SK Menkes No.553 Tahun 1994 dan SK Menkes No.130 Tahun 2000, Instalasi Sterilisasi berada di bawah Direktur Penunjang Medik. Saat ini, berdasarkan SK Direktur Utama No. 9426/TU.K/34/XII/2008, CSSD RSCM merupakan salah satu unit kerja non struktural dan instalasi medik yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktorat Umum dan Operasional. CSSD RSCM dipimpin oleh seorang pejabat pengelola yang disebut kepala instalasi Visi dan Misi CSSD RSCM Visi dari CSSD RSCM adalah menjadi CSSD yang terkemuka di Asia Pasifik Tahun Misi dari CSSD RSCM adalah: a. Menyelenggarakan pusat pelayanan sterilisasi yang aman dan bermutu. b. Menjadi penyedia alat kesehatan steril untuk jejaring pelayanan kesehatan. c. Meningkatkan kompetensi SDM dibidang sterilisasi. d. Menyedikan sarana dan prasarana yang handal. e. Menyediakan tempat pendidikan/pelatihan dan penelitian / pengembangan di bidang sterilisasi.

53 Tujuan dan Strategi CSSD RSCM Tujuan dari CSSD RSCM adalah tercapainya pelayanan pusat sterilisasi dengan pergeseran posisi menjadi revenue center. Strategi yang digagas adalah: a. Meningkatkan efisiensi produktivitas. b. Meningkatkan profesionalisme. c. Menciptakan restrukturisasi. d. Menerapkan sistem managemen keuangan. e. Menetapkan tarif pelayanan sterilisasi berdasarkan perhitungan unit cost. f. Meningkatkan mutu pemantauan dan evaluasi Kebijakan Mutu CSSD RSCM menyelenggarakan pelayanan sterilisasi profesional, aman dan bermutu yang berorientasi terhadap kepuasan pelanggan dengan meningkatkan aktivitas fungsional secara terus menerus, disertai komitmen untuk meningkatkan kompetensi, dan kesejahteraan karyawan serta pihak-pihak terkait yang dilengkapi dengan fasilitas yang sesuai dengan teknologi tepat guna tanpa menyalahi regulasi. Sasaran mutu dari CSSD RSCM terbagi atas enam indicator sebagai berikut: a. Indikator operasional b. Indikator bahan medis habis pakai c. Indikator pemeliharaan mesin d. Indikator kesehatan dan keselamatan kerja e. Indikator pelayanan f. Indikator lingkungan kerja Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia CSSD RSCM dikepalai oleh Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Umum dan Operasional. Struktur organisasi CSSD RSCM dapat dilihat pada Lampiran 4. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi membawahi empat penanggung jawab sebagai berikut:

54 48 a. Penanggung Jawab SDM & Keuangan. b. Penanggung Jawab Peralatan & Pelayanan. c. Penanggung Jawab Administrasi dan Rumah Tangga. d. Penanggung Jawab Logistik dan Inventaris. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi juga membawahi dua kepala bagian, yaitu Kepala Sub Instalasi Operasional dan Kepala Sub Instalasi Mutu. Kepala bagian tersebut masing-masing memiliki tiga penanggung jawab yang menjadi pelaksana kegiatan. Kepala Sub Instalasi Operasional membawahi Penanggung Jawab Dekontaminasi, Penanggung Jawab Pengemasan & Labeling, dan Penanggung Jawab Proses Sterilisasi, sedangkan Kepala Sub Instalasi Mutu membawahi Penanggung Jawab Penyimpanan dan Distribusi, Penanggung Jawab Quality Control, dan Penanggung Jawab Audit Mutu. Sumber Daya Manusia CSSD RSCM harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, seperti terlatih, tidak mempunyai luka terbuka, tidak mempunyai penyakit yang menular, disiplin memakai APD dalam tugas operasional, dan mematuhi aturan sterilisasi Ruang & Sarana CSSD RSCM Ruang CSSD RSCM memiliki suhu C dan kelembaban 35-72%. Pertukaran udara dilakukan minimal 10 kali per jam dan pada setiap ruangan harus memiliki exhaust/ hepafilter. Alat yang digunakan untuk membantu sterilisasi yaitu ultrasonic, washer automatic, dry heat sterilisator, autoclave sterilisator, dan plasma sterilisator. CSSD RSCM memiliki tiga jenis area, yaitu: a. Area unclean Area bertekanan negatif sebagai tempat proses dekontaminasi. b. Area clean Tempat dilakukannya proses pengemasan, labeling, dan sterilisasi. c. Area steril Area bertekanan positif untuk pelaksanaan uji visual, penyimpanan, dan distribusi barang steril.

55 Sistem Pelayanan Sistem pelayanan CSSD terbagi dua, yaitu sistem pelayanan yang tersentralisasi dan desentralisasi. Sistem pelayanan tersentralisasi mencakup dalam hal manajemen (SDM, SOP, perencanaan) dan pelayanan sterilisasi perbekalan farmasi dasar steril. Untuk sistem pelayanan desentralisasi mencakup dalam hal khusus seperti pelayanan sterilisasi instrumen, linen, dan lain-lain. Pelaksanaan sterilisasi di RSCM tersentralisasi di CSSD. Keuntungan sentralisasi tersebut diantaranya yaitu peningkatan efisiensi ruangan, SDM, peralatan, dan waktu. Mutu dari alat kesehatan steril juga akan terjamin karena adanya prosedur indikator mutu. Pelayanan yang diberikan akan lebih cepat dan dapat mengurangi beban kerja SDM di unit pemakai. Selain itu, CSSD juga akan lebih mudah untuk diawasi dan lebih terkendali serta dapat mencegah duplikasi dalam proses sterilisasi Variabel-Variabel Penentu Mutu CSSD CSSD RSCM memiliki empat prinsip dasar operasional, yaitu quality in - quality out, efisien, efektif, dan excellent. Dalam pelaksanaan operasionalnya perlu diperhatikan variable-variabel yang menentukan mutu CSSD. Mutu CSSD dipengaruhi oleh tiga tahap pelaksanaan yaitu input, proses, dan output. Variabel penentu pada tahap input meliputi unsur-unsur yang bersifat tetap di rumah sakit seperti tenaga kerja, modal, bahan, mesin, metode, konsumen, waktu, informasi, dan ruangan. Pada tahap proses, variabel yang menentukan adalah aktivitas fungsional yang dilakukan, seperti perencanaan pengadaan perbekalan farmasi dasar, perencanaan produksi, penerimaan alat kesehatan bersih yang disertai uji mutu, penerimaan alat kesehatan kotor dan seleksinya, proses dekontaminasi beserta pengujian hasil, proses pengemasan, uji sebelum proses sterilisasi, proses sterilisasi dengan uji selama dan sesudah proses sterilisasi, penyimpanan barang steril, dan pendistribusian barang steril. Melalui proses tersebut diharapkan menghasilkan output dan outcome. Output yang dihasilkan berupa barang atau peralatan steril yang bermutu.

56 50 Outcome yang diharapkan dari ouput yang dihasilkan yang merupakan keamanan pasien, petugas, dan lingkungan, efisiensi sumber daya, dan kepuasan pelanggan. Tahapan uji mutu perlu memperhatikan beberapa hal diantaranya yaitu a. Setiap pengujian tidak dapat menggantikan fungsi uji lain namun memberikan informasi yang lengkap dalam proses monitoring mutu sterilisasi. b. In proses control harus dilakukan untuk memastikan seluruh kegiatan opersional telah dilakukan sesuai SPO. c. Dengan menggunakan semua jenis dan cara pengujian akan didapatkan hasil sterilisasi secara akurat. d. Di samping pengujian harus dilakukan juga kalibrasi alat steril dan test mikrobiologi dilaboratorium secara berkala terhadap barang steril yang dihasilkan Kegiatan CSSD a. Alur Perpindahan Barang Satu Arah CSSD RSCM memiliki alur dalam perpindahan barang. Alur tersebut berupa alur satu arah, dari area kotor ke area bersih dan akhirnya ke area steril. Pada area kotor, barang non steril diterima serta dipilih dan di sortir. Barang direndam, dibersihkan, dibilas, dan dikeringkan sebelum dibawa ke area bersih. Pada area bersih, barang diterima dan dikemas. Barang yang dikemas kemudian diberi label, disusun dan diuji secara mekanik, kimia, dan biologi, lalu barang akan melalui proses sterilisasi. Setelah proses sterilisasi, barang akan masuk ke area steril dan disimpan. b. Alur Aktivitas Fungsional Terdapat dua subjek yang ditangani oleh CSSD, yaitu supplier dan customer. Supplier memberikan barang bersih yang ditempatkan pada loket barang bersih CSSD. Berbeda dengan supplier, barang kotor yang berasal dari customer diserahkan melalui loket barang kotor. Barang kotor diseleksi dan dilakukan dekontaminasi lalu dikemas dan diberi label. Sebelum dilakukan pengemasan & pemberian label, petugas akan melakukan uji mutu pada sebagian

57 51 barang. Barang bersih yang lolos uji mutu dapat memasuki tahap pengemasan dan labeling. Setelah dikemas dan diberi label, barang diuji mutunya sebelum memasuki proses sterilisasi. Pada proses sterilisasi, barang steril yang rusak akan dilakukan proses ulang dengan mengulang proses sterilisasi dari awal.sedangkan barang yang kondisinya memenuhi persyaratan akan ditempatkan di penyimpanan barang steril. Barang-barang di penyimpanan barang steril kemudian didistribusikan melalui loket distribusi dan akan diawasi mutunya oleh customer. c. Proses Sterilisasi Perbekalan Farmasi Dasar Barang bersih memasuki tahap kontrol spesifikasi sebelum pengemasan dan labeling Selain itu, barang diuji secara mekanik, kimia, dan biologi. Setelah dikemas dan diberi label, barang disusun dengan baik sebelum sterilisasi. Sterilisasi menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah. Setelah proses sterilisasi, barang akan melalui uji visual, dan ditempatkan pada bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan. d. Proses Sterilisasi Barang Medis Ulang Pakai Proses sterilisasi barang medis ulang pakai CSSD RSCM harus melalui proses dekontaminasi terlebih dahulu dan lolos uji mekanik, kimia, dan biologi sebelumnya. Barang yang didekontaminasi dikeringkan dan dilakukan kontrol spesifikasi, lalu memasuki tahap pengemasan, labeling dan penyusunan. Setelah penyusunan barang disterilisasi dengan suhu tinggi atau suhu rendah. Barang diuji secara visual dan ditempatkan di bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan.

58 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Sub Instalasi Produksi Mahasiswa melakukan kerja praktek di dua bagian Sub Instalasi Produksi RSCM, yaitu Sub Instalasi Produksi Steril dan Non Steril yang terletak di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai tiga dan Depo Sitostatika Gedung A lantai delapan selama tiga hari untuk masing-masing tempat Sub Instalasi Produksi Steril dan Non Steril Kegiatan produksi sediaan farmasi di RSCM menjadi salah satu sumber pengadaan perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan RSCM. Alur pelayanan produksi sediaan farmasi dimulai dari adanya permintaan, baik berupa resep pasien, maupun formulir permintaan dari departemen atau unit kerja yang berada di RSCM. Petugas Sub Instalasi Produksi Steril dan Non Steril melakukan skrining permintaan dengan memeriksa ketersediaan bahan-bahan yang diperlukan untuk proses produksi. Setelah disetujui, beberapa persiapan dilakukan sebagai berikut: a. Mencuci Tangan Petugas produksi sediaan farmasi diharuskan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan proses produksi untuk menjaga kebersihan dan kualitas produk. Cuci tangan dapat dilakukan menggunakan handrub RSCM atau sabun. b. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Petugas produksi sediaan farmasi diharuskan menggunakan APD selama proses produksi berlangsung, kecuali pada saat menempelkan etiket, untuk menjamin kualitas produk dan keamanan petugas khususnya dari bahan berbahaya dan beracun seperti formalin dan peroksida. Penggunaan APD dibedakan berdasarkan jenis proses produksi yang dilakukan. Namun dalam pelaksanannya, beberapa petugas belum menggunakan APD secara baik dan benar, contohnya masih ada petugas yang tidak menggunakan sarung tangan dalam pembuatan handrub karena merasa hal tersebut mempersulit pekerjaannya. 52

59 53 c. Mengisi Dokumen Pembuatan Obat (DPO) Dokumen Pembuatan Obat (DPO) berisi formulasi sediaan, petugas yang mengerjakan, lamanya waktu pengerjaan, dan pemeriksaan yang dilakukan. Informasi mengenai sediaan yang akan dibuat mengacu pada buku Formula Induk. Hal ini penting sebagai bahan dokumentasi dan penjaminan mutu produk yang dibuat. Namun sangat disayangkan, saat ini DPO terbatas hanya untuk produk handrub dan sirup OBH, sedangkan dokumentasi produk lainnya dilakukan di buku pembuatan obat. d. Mempersiapkan Bahan Baku Bahan baku produksi non steril disimpan di ruang bahan baku (Raw Material). Penyimpanan bahan baku dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu untuk sediaan oral (label putih) atau sediaan luar (label biru). Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) disimpan di lemari terpisah disertai label peringatan pada masing-masing wadah zat. e. Mempersiapkan Bahan Pengemas Sebelum digunakan, bahan pengemas untuk produk non steril dicuci dan di keringkan terlebih dahulu di ruang pencucian (Washing Room) untuk menjamin kebersihan wadah dan menghindari terjadinya kebocoran. Setelah itu, bahan pengemas disimpan di ruang bahan baku (Raw Material) hingga saatnya digunakan. Keterbatasan ruang membuat bahan pengemas terpaksa disimpan di dalam ruang yang sama dengan ruang penyimpanan bahan baku. Meski demikian, untuk mempertahankan kebersihan bahan pengemas, bahan pengemas disimpan di dalam kotak plastik besar di rak terpisah dari bahan baku. Selain dicuci dan dikeringkan, bahan pengemas untuk sediaaan steril dan sitostatika juga melalui sterilisasi dengan metode sesuai dengan jenis bahan pengemas. Bahan pengemas disimpan di ruang penyiapan masing-masing untuk memudahkan petugas. f. Mempersiapkan Peralatan yang Dibutuhkan Peralatan yang diperlukan dalam proses pembuatan sediaan farmasi dipastikan dalam keadaan bersih dan siap untuk digunakan.

60 54 Selanjutnya, tiap langkah produksi dilakukan sesuai instruksi yang terdapat di DPO/ Buku Formula Induk untuk masing-masing sediaan, mulai dari penyiapan bahan baku hingga pengemasan produk. Untuk meminimalisir terjadinya kesalahan, tiap langkah produksi dilakukan oleh petugas yang berbeda. Namun dalam pelaksanaannya, ketentuan tersebut sulit untuk dilakukan karena jumlah tenaga kerja yang terbatas. Hal tersebut dapat disiasati dengan pemeriksaan ganda (double checking) oleh asisten apoteker pada tiap langkah proses produksi. Pengemasan sediaan farmasi dilakukan dalam wadah primer, kemudian diberi etiket yang sesuai. Etiket berisi nama sediaan, tanggal kadaluarsa, dan logo RSCM sebagai produsen. Sediaan jadi didistribusikan melalui gudang pusat RSCM, sedangkan untuk sediaan repacking dan obat sitostatika, pendistribusian dilakukan langsung kepada pasien. Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan selama menjalani PKPA di Sub Instalasi Produksi RSCM, kami menemui beberapa keterbatasan sebagai berikut: a. Kurangnya tenaga asisten apoteker untuk melakukan proses produksi non steril sehingga beberapa proses pembuatan ada yang dilakukan oleh pekarya di bawah pengawasan asisten apoteker. b. Besarnya jumlah permintaan yang ada tidak sebanding dengan jumlah asisten apoteker untuk melakukan pengawasan mutu produk. c. Beberapa jenis produk tidak dapat diproduksi karena bahan baku tidak tersedia. Beberapa sediaan farmasi yang pembuatannya diikuti oleh mahasiswa antara lain pembuatan sediaan non steril seperti handrub, kapsul CaCO 3, kapsul campuran parasetamol dan tramadol, sirup omeprazol, dan sirup OBH. Selain itu, mahasiswa juga mengamati kegiatan repacking alkohol 96%, repacking sediaan injeksi serbuk, iv admixture, dan penyiapan obat sitostatika. Kegiatan lain yang dilakukan mahasiswa selama melakukan praktek kerja di sub instalasi produksi steril dan non steril adalah meringkas MSDS (Material Safety Data Sheet) beberapa bahan baku sediaan yang telah ada agar lebih mudah dipahami petugas

61 55 pelaksana, membuat formulasi sediaan Dihidrogen Kalium Fosfat 10,54 mol, melakukan quality control dalam pembuatan handrub, dan mempelajari sistem EHR (Electronic Health Record) yang digunakan di RSCM Depo Sitostatik Rekonstitusi obat kanker merupakan salah satu kriteria sediaan farmasi yang diproduksi di rumah sakit. Depo sitostatik Gedung A lantai delapan melayani penyiapan obat kanker khusus pasien rawat inap Gedung A, peracikan obat kanker bagi pasien rawat jalan dan pasien RSCM Kencana di luar jam kerja. Alur pelayanan penyiapan obat sitostatika adalah sebagai berikut: a. Penerimaan Obat Sitostatik Pasien sebisa mungkin tidak dilibatkan dalam pendistribusian obat sitostatik untuk menjamin keamanan pasien dan kualitas obat sitostatik yang umumnya tergolong mahal. Pengantaran obat ke depo sitostatik dilakukan oleh perawat, sedangkan bagi pasien poliklinik yang telah menebus obat di satelit pusat RSCM, obat diantarkan oleh petugas satelit pusat RSCM setelah perawat mengantarkan bon ambil pasien ke depo sitostatik. Khusus bagi pasien Askes, obat diperoleh dari apotek Kimia Farma atau Sana Farma. Petugas handling cytotoxic yang menerima akan terlebih dulu memeriksa obat-obat yang diserahkan beserta cairan infus dan spuit yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang tertulis dalam formulir permintaan rekonstitusi. Apabila pasien tidak segera melakukan kemoterapi maka obat disimpan di depo sitostatik sebagai obat titipan pasien. b. Penerimaan Resep Resep kemoterapi berbeda dengan resep obat lainnya, yakni berupa Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika Instalasi Farmasi. Selain itu, untuk menghindari terjadinya kesalahan, formulir juga dilengkapi dengan protokol kemoterapi yang dituliskan dokter. Contoh formulir dan protokol kemoterapi dapat dilihat pada Lampiran 13 dan 14. Namun, belum semua dokter menuliskannya, beberapa dokter hanya menyertakan salinan lembar daftar infus yang tertera di rekam medik (RM) pasien. Hal tersebut seringkali mempersulit petugas depo sitostatik karena tulisan yang tidak jelas dan sulit terbaca.

62 56 Selanjutnya petugas depo sitostatik melakukan skrining resep dengan memeriksa kesesuaian dosis dan ketersedian obat. Petugas Depo Sitostatik perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai protokol yang sering digunakan dokter dalam kemoterapi pasien. Hal ini penting supaya petugas dapat membantu memeriksa bila terjadi kesalahan dokter dalam menuliskan suatu protokol. Selain itu, protokol juga berguna untuk mempermudah pekerjaan petugas dalam menyiapkan obat sitostatik. Apabila terdapat hal yang kurang jelas atau bermasalah, misalnya jumlah obat yang kurang, protokol yang tidak jelas, maupun kesalahan dalam mengisi formulir permintaan, petugas depo sitostatik mengkonfirmasikannya kepada perawat. c. Persiapan Pencampuran Obat Sitostatik Persiapan pencampuran obat sitostatik meliputi penyiapan obat sitostatik, cairan, dan spuit sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu juga dilakukan pembuatan etiket berisi nama pasien, nomor RM, jumlah obat yang dioplos beserta jumlah cairan pelarutnya, rute pemberian, tanggal dan waktu pembuatan, serta tanggal dan waktu kadaluarsa. Pengisian etiket ini sangat penting karena petugas yang akan menyiapkan obat tersebut hanya memperoleh informasi dari keterangan yang tertera pada etiket. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penyiapan obat di ruang steril, apoteker perlu melakukan verifikasi untuk meminimalisir potensi kesalahan yang dapat merugikan pasien dan rumah sakit. Seluruh obat, cairan, spuit, dan etiket yang diperlukan ditempatkan dalam kotak obat dan didistribusikan melalui pass box yang terhubung ke dalam ruang steril tempat penyiapan obat secara aseptis. d. Pencampuran Obat Sitostatik Sebelum dilakukan pencampuran, petugas harus menggunakan APD sesuai dengan ketentuan yang berlaku terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menjamin sterilitas produk yang dihasilkan dan keamanan bagi petugas sendiri. Persiapan tersebut meliputi pemakaian baju steril dan alat pelindung diri seperti penutup kepala, sarung tangan steril, masker N95, dan penutup mata (google), serta penutup kaki. Sarung tangan yang dikenakan untuk prosedur aseptis rangkap dua dan sarung tangan yang kedua dipakai setelah masuk ke dalam ruang steril.

63 57 Persiapan lain yang perlu dilakukan yaitu melakukan swab searah pada bagian dalam BSC, obat, cairan, dan spuit yang akan dimasukkan ke dalam BSC dengan mengunakan alkohol 70%, menyiapkan tempat pembuangan tertutup khusus limbah sitostatik, dan menyiapkan peralatan lain yang dibutuhkan seperti beaker glass. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pencampuran obat sitostatik dilakukan di ruang steril dalam Biological Safety Cabinet (BSC) yang dilengkapi dengan Laminar Air Flow (LAF) vertikal. e. Pengemasan Obat Sitostatik Setelah selesai direkonstitusi, sediaan sitostatik ditempel etiket dan label obat sitostatik yang sesuai. Pelabelan dan pemberian etiket dilakukan di dalam ruang steril. Khusus obat yang tidak tahan cahaya, obat di kemas menggunakan aluminium foil. Sediaan akhir yang selesai dikerjakan diletakkan kembali ke dalam kotak khusus dan dikeluarkan dari ruang steril melalui pass box. Petugas di ruangan administrasi mengambil obat tersebut untuk dimasukkan ke dalam kantong plastik yang sesuai. Kantong plastik digunakan sebagai pelindung apabila terjadi kebocoran wadah primer obat setelah disiapkan. Nama pasien dan nomor ruangan ditulis dengan ukuran agak besar pada plastik dengan menggunakan spidol agar obat tidak tertukar saat akan digunakan. f. Pendistribusian Obat Sitostatik Setelah pencampuran obat sitostatik selesai, petugas depo sitostatik akan menghubungi perawat yang bertanggung jawab untuk mengambilnya. Perawat akan mengambil obat tersebut dan memberikan tanda tangan di buku ekspedisi. Khusus pasien rawat inap Gedung A lantai satu, tiga, enam dan yang akan menggunakan obat pada hari itu, akan menerima tagihan dari depo sitostatik. Beban biaya yang diterima pasien berdasarkan jumlah yang obat yang diterima dengan pembulatan ke atas. Jika pasien menerima setengah vial, maka pasien akan dibebankan biaya obat satu vial. Sisa dari obat yang tidak terpakai oleh pasien dianggap sebagai penghematan dan disimpan pada suhu yang sesuai. Setiap akhir bulan, petugas depo sitostatik akan mengembalikan obat tersebut ke gudang pusat sebagai obat hibah.

64 58 Selama praktek kerja di depo sitostatik, mahasiswa berkesempatan untuk melakukan verifikasi Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatika Instalasi Farmasi yang disesuaikan dengan protokol kemoterapi atau lembar salinan daftar infus pasien. Mahasiswa juga mengamati dan melakukan proses double checking pencampuran obat sitostatik di ruang steril di dalam BSC yang dilengkapi dengan LAF vertikal. Selain itu, mahasiswa juga melakukan analisis respon time bagi petugas depo sitostatik dalam melakukan pencampuran obat sitostatik, yakni mulai dari tahap persiapan di ruang steril hingga sediaan selesai diberikan label dan etiket yang sesuai. Menurut hasil pengamatan mahasiswa, terdapat beberapa kekurangan bagi depo sitostatik Gedung A lantai delapan, diantaranya: a. Depo sitostatik belum memenuhi standar pengaturan tekanan di ruang handling cytotoxic yang sangat penting untuk menjamin keamanan petugas. b. Sarana yang tidak bekerja dengan baik, contohnya pass box yang tidak interlock dan alat komunikasi yang tidak berfungsi dengan baik menyebabkan petugas berkomunikasi melalui pass box yang terbuka. Hal ini berpotensi besar mengganggu sterilitas ruang handling cytotoxic. c. Alur pelayanan yang terlalu panjang dapat memperlambat proses pengoplosan. d. Keterbatasan jumlah petugas depo sitostatik tidak memungkinkan dilakukannya double checking saat pencampuran obat sitostatik, dimana kegiatan double checking merupakan salah satu standar yang harus dipenuhi. e. Keterbatasan jumlah apoteker belum memungkinkan dilakukannya kegiatan farmasi klinis bagi pasien-pasien yang menerima kemoterapi. 4.2 Gudang Pusat Dalam struktur organisasi IFRS, penanggung jawab gudang pusat bertanggung jawab kepada kepala sub instalasi perbekalan farmasi. Gudang Pusat terpisah menjadi dua lokasi yaitu gudang pusat (gudang obat dan alkes) dan CMU

65 59 tiga (gudang cairan). Tata ruang gudang pusat diatur berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran perbekalan farmasi yaitu sistem arus U yang terdiri atas ruang penerimaan, gudang alat kesehatan, ruang administrasi, gudang obat, gudang akses terbatas, gudang B3 dan ruang pendistribusian. Gudang pusat beroperasi hari Senin hingga Sabtu mulai pukul 8.00 hingga yang terbagi menjadi dua shift yaitu pukul dan WIB. Gudang pusat melayani seluruh satelit dan unit kerja/departemen di RSCM. Tenaga kerja di gudang pusat terdiri dari 13 asisten apoteker dan tiga pekarya. Masing-masing petugas memiliki tanggung jawab berbeda dalam pengelolaan perbekalan farmasi yang terbagi atas pengelola gudang obat, gudang alat kesehatan dan petugas administrasi yang dikoordinasi oleh satu orang penanggung jawab. Dalam rangka menjaga ketersediaan perbekalan farmasi di RSCM, gudang pusat melakukan permintaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan. Permintaan perbekalan farmasi rutin dilakukan dua kali dalam seminggu dengan menyusun defekta pada hari Senin dan Rabu untuk memenuhi kebutuhan selama dua minggu. Setelah penyusunan defekta, petugas pengadaan akan membuat surat pesanan dalam sistem komputer. Jika permintaan telah di setujui oleh Kepala Sub Instalasi Perbekalan Farmasi, petugas pemesanan akan menghubungi distributor terkait. Dalam waktu kurang lebih tiga hari, perbekalan farmasi yang diminta akan dikirim ke gudang pusat. Kegiatan utama dari gudang pusat adalah penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ke seluruh satelit/unit kerja/departemen di RSCM Penerimaan Perbekalan Farmasi Penerimaan merupakan proses serah terima perbekalan farmasi yang dilakukan oleh panitia penerimaan kepada pihak gudang. Karena letak ruang penerimaan perbekalan farmasi dilakukan di gudang pusat, untuk menghemat waktu proses penerimaan dilakukan bersama antara petugas gudang dan panitia penerimaan. Saat penerimaan dilakukan pemeriksaan dokumen, fisik dan mutu perbekalan farmasi yang dikirim.

66 60 Tahap awal penerimaan meliputi pemeriksaan kesesuaian daftar pesanan baik jenis dan jumlah pada komputer, faktur penjualan. dan kelengkapan dokumen seperti surat jalan/faktur penjualan, certificate of origin (CO) untuk alat kesehatan/alat kedokteran, certificate of analysa (CA) untuk bahan baku dan material safety data sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya. Hingga saat ini, pengiriman dokumen terkait keamanan dan kualitas produk ini masih belum sepenuhnya dilaksanakan oleh semua distributor rekanan. Panitia penerima bersama petugas gudang juga memeriksa kondisi fisik dan mutu perbekalan farmasi yang diterima meliputi waktu kadaluarsa dan spesifikasi dari produk yang dikirim. Setelah pemeriksaan selesai dilakukan, panitia penerimaan membubuhkan tanda tangan, nama jelas dan stempel serta tanggal penerimaan pada faktur penjualan, dan salinan faktur yang diserahkan kepada petugas administrasi untuk diproses lebih lanjut. Data perbekalan farmasi tersebut diinput dalam sistem komputer dan kartu stok manual yang meliputi spesifikasi produk, asal distributor, jumlah dan waktu kadaluarsa Penyimpanan Perbekalan Farmasi Pengaturan tata ruang gudang perlu dilakukan untuk memudahkan penyimpanan, penyusunan, pencarian dan pengawasan perbekalan farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan dengan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Penyimpanan di gudang pusat hanya meliputi obat dan alat kesehatan, sedangkan reagensia, bahan baku dan radiofarmaka disimpan di satelit/departemen terkait. Penyimpanan obat di gudang pusat dilakukan berdasarkan kategori berikut: a. Jenis perbekalan farmasi : obat, alat kesehatan, reagensia, radiofarmaka, dan bahan baku b. Tujuan penggunaan : obat dalam dan obat luar c. Bentuk sediaan : sediaan padat dan cair (untuk obat dalam) dan semi solid dan injeksi (obat luar) d. Suhu penyimpanan/ stabilitas : obat termolabil (dalam kulkas)

67 61 e. Akses terbatas : narkotika, psikotropika, high alert, obat mahal dan sitostatika f. Sumber obat : produksi RSCM, Askes g. Obat generik dan nama dagang h. Kategori lain : obat permintaan khusus, produk nutrisi dan sebagian produk untuk radiologi Penyimpanan alat kesehatan di gudang pusat terpisah dengan penyimpanan obat-obatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan kesamaan jenis dan kelompok departemen pengguna misalnya bedah dan departemen mata serta pelayanan jantung terpadu (PJT) untuk mempermudah pengambilan barang. Penyimpanan obat di gudang pusat disusun berdasarkan alfabetis dengan memperhatikan obat yang tergolong obat LASA untuk menghindari kesalahan dispensing. Obat yang tergolong LASA memiliki bentuk dan pengucapan yang mirip, sehingga penyimpanannya dipisah walaupun memiliki nama dengan alphabet yang berdekatan. Penyimpanan obat sudah tertata dengan rapi dan baik dengan pemberian label petunjuk pada tiap kelompok obat. Hal ini mempermudah dispensing obat mengingat jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang banyak. Selain obat, gudang pusat juga memiliki ruangan khusus yang digunakan untuk menyimpan obat buffer dan B3 yang berdekatan dengan ruang penerimaan Pendistribusian Perbekalan Farmasi Pendistribusian merupakan proses penyaluran perbekalan farmasi dari gudang yang dilakukan berdasarkan permintaan yang disertai bukti serah terima. Satelit farmasi dapat langsung melakukan pemintaan melalui sistem online ke gudang pusat sehingga gudang pusat dapat menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta satu hari sebelumnya dengan mencetak langsung di gudang berupa surat permintaan barang. Permintaan perbekalan farmasi oleh unit kerja/departemen masih dilakukan secara manual dengan menggunakan formulir permintaan barang farmasi yang harus diantar langsung oleh petugas yang bersangkutan ke gudang dua hari sebelum pengambilan barang.

68 62 Petugas akan menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta serta melakukan pencatatan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang tertera pada formulir permintaan. Petugas administrasi akan memproses formulir permintaan tersebut untuk mendapatkan Form Distribusi Obat/Alkes bagi tiap satelit/unit/departemen terkait. Pendistribusian perbekalan farmasi untuk tiap departemen/satelit di RSCM sudah dijadwalkan setiap minggu yang dikenal sebagai permintaan rutin. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, petugas gudang akan menghubungi satelit/departemen terkait untuk memberitahukan bahwa perbekalan farmasi sudah siap diambil. Pada saat penyerahan dilakukan pengecekan kembali oleh petugas gudang dan pihak satelit/departemen dengan membaca ulang dan memeriksa perbekalan farmasi yang telah disiapkan serta mencatat di buku serah terima gudang yang dilakukan di ruang pendistribusian. Gudang pusat juga melayani permintaan mendesak/cito setiap hari. Permintaan cito dapat berasal dari permintaan obat yang bukan termasuk kontrak tender ataupun karena kekosongan barang di satelit/unit/departemen serta gudang pusat. Perbekalan farmasi yang diambil dicatat pada buku cito di gudang dan unit terkait. Untuk memenuhi permintaan perbekalan farmasi di luar jam operasional gudang, petugas satelit harus menghubungi penanggung jawab gudang untuk mengambil perbekalan farmasi di gudang dengan satu orang saksi dan petugas keamanan untuk membuka pintu gudang Pengendalian Mutu Perbekalan Farmasi Tujuan pengendalian mutu adalah menjamin mutu obat yang terdapat di rumah sakit sesuai standar yang berlaku. Langkah-langkah yang telah dilakukan oleh gudang pusat RSCM : 1. Melakukan pemeriksaan pengiriman obat termolabil Dalam pengiriman obat termolabil, distributor akan mengirimkan produknya menggunakan cool box yang dilengkapi dengan termometer penunjuk suhu dan dipastikan berada pada suhu 2-8 C. Jika distributor tidak menggunakan cool box, maka petugas gudang akan melakukan penukaran produk yang baru.

69 63 2. Melakukan stock opname empat kali dalam setahun Stock opname di gudang berguna untuk mengetahui perbekalan farmasi yang memiliki waktu kadaluarsa singkat dan tidak memenuhi persyaratan. Produk dengan waktu kadaluarsa kurang dari tiga bulan diberi label kadaluarsa berwarna kuning. 3. Menyediakan lemari khusus untuk penyimpanan produk bermasalah Gudang juga bertanggung jawab atas perbekalan farmasi yang tidak memenuhi persyaratan agar dilakukan penukaran ke distributor atau pemusnahan bila telah kadaluarsa. 4. Melakukan pemantauan suhu kulkas dan suhu ruangan setiap hari Pemantauan suhu kulkas dilakukan tiga kali sehari pada pukul 06.00, dan WIB sedangkan pemantauan suhu ruangan dilakukan satu kali sehari pada pukul WIB untuk menjaga stabilitas obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. Dalam pelaksanaan PKPA, mahasiswa berkesempatan untuk mengamati dan membantu melaksanakan kegiatan penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi di gudang pusat diantaranya : 1. Membantu menyusun perbekalan farmasi yang diterima dari distributor ke rak-rak penyimpanan. 2. Membantu menempelkan label pada obat yang tergolong high alert, serta label LASA pada rak penyimpanan obat. 3. Membantu merapikan susunan sediaan injeksi secara alfabetis, memeriksa waktu kadaluarsa dari tiap obat dan memeriksa cara penyimpanan sediaan obat mata yang termolabil. 4. Membantu menyiapkan permintaan perbekalan farmasi dari beberapa satelit/unit kerja/departemen di RSCM. Hasil pengamatan selama melakukan praktek kerja antara lain : 1. Sarana dan Prasarana a. Lantai pada gudang cairan menggunakan lantai semen, sehingga sulit dibersihkan (menggunakan vacum cleaner) dan berdebu. b. Gudang cairan tergenang air pada saat hujan, terutama dekat pintu gudang.

70 64 c. Gudang B3 belum memenuhi persyaratan karena menggunakan pintu kayu dan tidak semua perbekalan B3 diletakkan pada rak penyimpanan yang terbuat dari besi. Beberapa bahan diletakkan di atas lantai dengan menggunakan pallet kayu. 2. Kegiatan a. Pemeriksaan spesifikasi produk dilakukan untuk melihat waktu kadaluarsa dan kondisi fisik sediaan padahal pemeriksaan seharusnya juga meliputi kesesuaian nomor batch dan nomor registrasi untuk setiap produk. Hal ini berguna untuk mempermudah penarikan bila terjadi recall produk/retur. b. Kelengkapan dokumen mutu dan keamanan produk yaitu Certificate of Origine (CO) untuk alat kesehatan, Certificate of Analysis (CA) untuk obat dan bahan baku dan Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk perbekalan B3 hanya dilakukan oleh beberapa distributor. c. Beberapa distributor mengirimkan barang yang dipesan pada malam hari dengan alasan kesulitan mendapat tempat parkir pada siang hari padahal panitia penerima hanya bertugas hingga pukul d. Permintaan cito yang terjadi setiap hari di gudang menjadi beban petugas pada perbekalan farmasi yang tidak tersedia di gudang. Saat ini proses pembelian obat cito masih dilakukan oleh petugas dari satelit/departemen masing-masing atas koordinasi pihak gudang. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala diatas : 1. Sarana dan prasarana a. Penambahan jumlah rak penyimpanan besi B3 mengingat sifat bahan yang disimpan umumnya mudah terbakar. b. Penambahan smoke detector sebagai tahap deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran. c. Untuk mengatasi perembesan air, perlu dibuat saluran air di depan pintu masuk gudang cairan atau melakukan peninggian lantai bagian dalam gudang serta membuat lantai permanen (diberi lapisan keramik) agar mudah dibersihkan.

71 65 d. Penambahan fasilitas pintu yang hanya dapat diakses oleh petugas gudang namun, permintaan ini masih dalam pengajuan ke direktur. 2. Kegiatan di gudang a. Pada saat penerimaan disarankan melakukan pemeriksaan nomor batch dan nomor registrasi untuk setiap produk. b. Menghubungi pihak distributor untuk mengingatkan kembali untuk menyertakan dokumen mutu dan keamanan dalam setiap pengiriman. c. Memberikan akses parkir khusus bagi para distributor yang akan mengirimkan barang ke gudang pusat pada siang atau sore hari. d. Melakukan perencanaan yang baik yang tidak hanya berdasarkan pada sisa stok barang yang kosong. 4.3 Satelit Pusat Satelit pusat terdiri dari satu apoteker yang dibantu oleh 11 asisten apoteker dan tiga juru resep. Penanggung jawab satelit pusat bertanggung jawab secara langsung kepada kepala sub instalasi perbekalan farmasi. Satelit pusat melaksanakan pelayanan kefarmasian selama 24 jam pada hari Senin hingga Minggu yang masing-masing terbagi ke dalam tiga shift kerja. Shift satu dilakukan oleh tiga orang asisten apoteker dan dua orang juru resep pada pukul hingga pukul WIB. Shift dua dilakukan oleh tiga orang asisten apoteker dan satu orang juru resep pada pukul hingga pukul WIB. Shift tiga dilakukan oleh dua asisten apoteker pada pukul hingga pukul WIB. Satelit pusat melayani pelayanan resep pasien rawat inap dan rawat jalan. Pasien rawat inap dilayani oleh unit tertentu yang meliputi: a. Unit bedah anak (BCH) b. PTK (Paviliun Tumbuh Kembang), c. ICCU d. ICU (shift tiga) e. PJT (shift dua dan tiga) f. Perinatalogi (NICU dan PICU) g. Unit Luka Bakar

72 66 h. ODC (One Day Care) i. Unit Psikiatri (Laki-laki, Perempuan, dan Anak) Pasien rawat jalan yang dilayani oleh satelit pusat berasal dari berbagai poli yang meliputi: a. Poliklinik Hemodialisa b. Semua poliklinik yang meresepkan obat kemoterapi (poliklinik kebidanan, bedah tumor, hematologi-onkologi, bedah toraks dan bedah digestif). c. Pusat talasemi Satelit pusat bertanggung jawab atas ketersediaan perbekalan farmasi di poli dan unit tersebut. Resep rawat inap yang dapat ditebus di satelit pusat merupakan resep rawat inap untuk pemakaian obat satu hari. Khusus pasien psikiatri, penulisan resep untuk pemakaian obat oral selama tiga hari dan injeksi untuk satu hari. Selain melayani resep pasien rawat inap, satelit pusat juga melayani resep rawat jalan diantaranya yaitu pasien poli hemodialisa. Pasien hemodialisa yang menggunakan cairan dianeal diberikan injeksi untuk kebutuhan satu bulan sedangkan pasien yang tidak menggunakan cairan dianeal, cukup diberikan obat untuk keperluan satu hingga dua minggu dan tergantung pemakaian. Pasien rawat jalan dengan penyakit kronis seperti jantung, hipertensi dan diabetes dapat menebus resep untuk pemakaian obat selama satu bulan sedangkan poli lainnya rata-rata untuk pemakaian obat selama satu minggu. Selain melayani resep rawat inap dan rawat jalan, satelit pusat juga melayani resep pasien jaminan dan umum. Pasien jaminan meliputi pasien jaminan SKTM, Gakin, Jamkesmas, Jamkesda, jaminan perusahaan dan Askes. Perencanaan penting dilakukan oleh satelit untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi. Perencanaan perbekalan farmasi satelit pusat ke gudang berdasarkan konsumsi rata-rata penggunaan obat per minggu yang dilihat dari jumlah pemakaian obat di kartu stok. Pengadaan farmasi dilakukan rutin setiap hari Selasa dan Kamis dengan pemesanan ke gudang yang dilakukan sebelum hari tersebut. Sebelum dilakukan pemesanan, satelit memeriksa ketersediaan obat di kartu stok. Jumlah obat yang dipesan oleh satelit berdasarkan konsumsi rata-rata

73 67 dan ditambah buffer stock 10% khusus obat fast moving. Defekta obat ke gudang dipesan melalui IT. Gudang akan mengecek ketersediaan obat yang dibutuhkan satelit pusat. Jika obat yang diminta tersedia, petugas akan menyediakan obat yang dibutuhkan dan petugas satelit pusat akan melakukan serah terima obat di gudang. Selain melaksanakan defekta secara rutin, satelit pusat juga melaksanakan defekta cito saat stok kosong atau pada resep cito dengan obat atau alat tak terduga seperti implant atau ortopedi. Khusus defekta cito, petugas akan datang langsung ke gudang mengambil obat atau alkes yang dibutuhkan dan menulisnya dibuku cito. Permintaan obat atau alkes cito selama satu hari diakumulasi dan dibuat kumpulan defekta cito. Kumpulan defekta cito selanjutnya diserahkan ke gudang. Buku cito dimiliki oleh satelit pusat dan gudang. Setelah kumpulan defekta cito diserahkan ke gudang, petugas gudang memeriksa kesesuaian kumpulan defekta cito dari satelit pusat dengan buku cito yang dimiliki gudang. Obat yang telah disediakan oleh petugas gudang, diambil langsung oleh petugas satelit pusat. Obat yang telah diterima disusun di rak dan sebagian disimpan sebagai persediaan kemudian petugas memasukkan data obat yang diterima ke kartu stok sebagai obat masuk. Penyimpanan obat di satelit pusat dilakukan berdasarkan bentuk sediaan yang terdiri dari sediaan cair, solid, dan semisolid. Obat tersebut kemudian disimpan berdasarkan obat generik dan obat paten. Beberapa obat yang tidak stabil dalam suhu ruang juga dipisah dan obat disimpan di kulkas dengan suhu 2-8 C yang suhunya dipantau tiga kali sehari. Obat dengan penyimpanan khusus di satelit pusat salah satunya yaitu obat high alert. Obat high alert membutuhkan kewaspadaan tinggi dalam penggunaannya termasuk dalam hal dispensing obat karena kesalahan dosis bersifat fatal. Penyimpanan obat high alert dilokalisir dengan lakban warna merah dan diberi label warna merah bertuliskan high alert pada tiap obat. Penyimpanan obat sitostatik juga dipisah dari penyimpanan obat lainnya dengan pemberian label khusus warna ungu yang bertuliskan Awas obat kanker! Tangani dengan hati-hati pada lemari maupun tiap obatnya. Narkotika dan psikotropika disimpan

74 68 disebuah lemari putih dengan sekat merah di tepinya serta tertulis obat narkotika dan obat psikotropika pada daun pintu. Lemari narkotika dan psikotropika merupakan lemari pintu ganda dengan satu pintu di luar dan satu pintu lagi di bagian dalam dan kunci ganda. Kunci lemari narkotika senantiasa terkunci dan kuncinya disimpan oleh petugas. Khusus obat yang memiliki nama yang sama, pengucapan yang hampir sama atau bentuk yang hampir sama diberikan label LASA pada kotak obat yang memenuhi ketentuan tersebut. Obat yang mendekati kadaluarsa diberi label warna kuning dengan pencantuman kadaluarsa obat tersebut. Secara umum, penyimpanan jenis obat tersebut disusun berdasarkan abjad. Berbeda dengan obat, penyimpanan alkes dilakukan berdasarkan jenis dan fungsinya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan dispensing alkes. Penyimpanan obat dan alkes dilakukan berdasarkan sistem FEFO dan FIFO. Stock opname untuk semua perbekalan farmasi di satelit pusat dilakukan setiap enam bulan sekali. Pelayanan resep di satelit pusat merupakan pelayanan resep individual. Dokter meresepkan obat secara manual ataupun Electronic Health Record (EHR). Pelayanan resep melalui EHR hanya dilakukan oleh poli bedah anak sedangkan poli lainnya masih menggunakan resep manual. Resep diserahkan ke satelit baik oleh perawat, keluarga pasien atau pasien. Khusus pasien yang tidak memiliki keluarga atau pasien rawat inap, resep langsung diserahkan oleh perawat, sedangkan untuk pasien rawat jalan umumnya diserahkan oleh keluarga pasien atau pasien itu sendiri. Pasien atau keluarga pasien yang ikut mengantri, mengambil nomor urut. Selanjutnya, petugas yang bertugas verifikasi memanggil pasien atau keluarga pasien sesuai dengan nomor urut. Verifikasi resep meliputi verifikasi administrasi, farmasetik, klinis dan kelengkapan lainnya seperti syarat jaminan khusus pasien pasien jaminan pemerintah, kwitansi pada semua pasien, protokol & jadwal terapi khusus pada pasien kemo dan hasil lab khusus pada penggunaan obat mahal dan antibiotik lini dua & tiga. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui IT dan diganti statusnya. Setelah dimasukkan dan diberi harga, resep diberikan kepada petugas lainnya agar di

75 69 dispensing. Bagi pasien yang membayar secara tunai, dapat langsung membayar ke petugas sedangkan pasien jaminan wajib menyerahkan resep asli dan kelengkapan jaminan lainnya kepada petugas. Petugas yang melakukan dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dan mencatat di kartu stok. Selain dispensing obat, satelit pusat juga menerima resep racikan. Obat racikan diracik di ruang racik secara manual dengan kertas perkamen khusus. Obat diberi label dan dikemas. Setelah melakukan pengemasan, petugas akan melakukan update terhadap status peresepan sehingga akan diperoleh respon time tiap dispensing satu resep. Khusus obat kanker dan obat bagi pasien pusat talasemia, pengeluaran obat dicatat di kartu kendali. Semua obat kecuali obat kanker diberikan oleh petugas setelah dilakukan pengecekan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah obat terhadap resep. Petugas akan menerima nomor urut antrian dan memberikan informasi obat kepada pasien. Khusus pasien yang menebus resep obat kanker, obat akan diantar langsung oleh perawat dan pasien akan menerima bon ambil sebagai tanda obat telah didispensing. Resep serta kelengkapan jaminan yang diterima oleh satelit terdiri dari dua rangkap. Satu rangkap digunakan sebagai arsip satelit sedangkan lainnya sebagai bukti arsip untuk penagihan ke Unit Pelayanan Pasien Jaminan (UPPJ). Penagihan terhadap pasien jaminan dilakukan satu hari setelah dispensing obat ke UPPJ. Obat yang ditebus harus memiliki tanggal SJP (surat jaminan perawatan), tanggal resep dan tanggal persetujuan petugas dinkes yang sama. Selain kelengkapan tersebut, pasien juga harus menyerahkan kwitansi poli sebagai bukti bahwa pasien telah berobat di poli tersebut. Tidak semua resep memperoleh persetujuan petugas dinkes, persetujuan dilakukan pada pasien jaminan SKTM dan Gakin dengan harga obat lebih dari Rp ,00 tiap resep. Khusus pasien pasien rawat inap jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) dan jaminan kesehatan daerah (jamkesda), penagihan dilakukan maksimal tujuh hari setelah pasien pulang sedangkan untuk pasien dengan jaminan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dan warga miskin (Gakin) penagihan dilakukan satu hari setelah dispensing.

76 70 Satelit pusat mengalami kendala dalam pelayanan kefarmasiannya. Kendala yang dihadapi salah satunya adalah penyusunan obat. Beberapa obat masih ada yang disimpan dalam satu wadah yang berpotensi meningkatkan kesalahan dalam hal dispensing obat. Selain itu, ada beberapa obat yang diletakkan di belakang tumpukan obat sehingga mempersulit dispensing obat. Efektifitas tempat mungkin perlu dilakukan oleh satelit pusat, yakni dengan membuat deretan obat yang memanjang dan berundak ke belakang agar obat yang ditempatkan di belakang dapat terlihat mata. Hal tersebut sudah direncanakan oleh apoteker, tapi masih belum terlaksana sepenuhnya karena keterbatasan SDM. SDM di satelit sebagian besar fokus melayani resep, sehingga SDM yang melaksanakan penyusunan obat pun terbatas dan pelaksanaan terhadap hal tersebut belum sepenuhnya terlaksana. Jika peningkatan efektifitas tempat masih memiliki kendala, maka penambahan fasilitas atau sarana menjadi jalan terakhir untuk meningkatkan efektifitas penyimpanan. Ada lemari obat yang juga belum diberi keterangan alfabetis dan daftar obat karena baru dilakukan pemindahan obat. Petugas belum memberi label pada lemari tersebut. Sebaiknya segera setelah pemindahan obat, petugas langsung menempelkan label identitas pada lemari tersebut agar memudahkan dispensing obat. Masih belum dilakukannya peresepan melalui EHR juga menyebabkan beberapa kendala, diantaranya yaitu penumpukan resep di perawat dan tulisan pada resep yang sulit terbaca. Penumpukan resep di perawat menyebabkan resep yang akan didispensing semakin banyak dan antrian memanjang pasien di ruang tunggu. Tulisan dokter pada resep yang terkadang sulit terbaca juga berpotensi menyebabkan medication error. Hal ini dapat diatasi dengan mengubah sistem peresepan menjadi peresepan melalui EHR. Pelaksanaan peresepan EHR memang belum dilaksanakan pada semua poli tetapi sistem peresepan tersebut akan segera dilaksanakan. Melalui prescribing prescription, beban kerja perawat juga berkurang untuk mengantar resep ke satelit. Peresepan melalui EHR memudahkan petugas dalam melakukan dispensing obat, tetapi sering kali menjadi masalah ketika obat di retur. Hal ini

77 71 disebabkan oleh jumlah dokter yang menangani satu pasien di unit bedah anak lebih dari satu orang. Tindak lanjut dalam masalah ini adalah memberi peringatan kepada dokter untuk menuliskan resep dengan cermat dan meningkatkan ketelitian petugas. Verifikasi klinis di satelit pusat masih terbatas dilakukan karena apoteker yang hanya terdiri dari satu orang masih terfokus dalam pelaksanaan manajemen. Verifikasi resep dan pemberian informasi obat sebagian besar dilakukan oleh asisten apoteker. Apoteker klinis diperlukan dalam hal verifikasi resep dan pemberian informasi obat kepada pasien yang lebih komprehensif. Obat kanker milik pasien di satelit pusat juga sering tersimpan cukup lama di lemari penyimpanan. Umumnya pasien tidak menggunakan obat kanker tersebut terlebih dahulu karena jadwal kemoterapi yang belum pasti. Perawat akan mengambil obat kanker yang telah disiapkan untuk digunakan kepada pasien. Penumpukan obat kanker pesanan tersebut berpotensi membahayakan petugas. Oleh karena itu, perlu adanya peraturan yang mengikat akan jadwal kemoterapi dan peresepan dokter agar obat tidak menumpuk di satelit pusat. Beban kerja di satelit pusat juga tinggi. Selama satu hari, hanya terdapat delapan asisten apoteker yang melayani resep. Berdasarkan penerimaan resep di bulan mei 2012, rata-rata resep yang dilayani oleh satelit pusat adalah 181 resep dengan standar deviasi 52 resep. Jika pelayanan resep yang ingin dicapai mulai dari verifikasi hingga penyerahan yakni 30 menit, maka dibutuhkan asisten apoteker sebanyak empat orang yang melayani terus menerus selama 24 jam. Karena beban kerja terbagi menjadi tiga shift, asisten apoteker yang dibutuhkan sebanyak 12 orang untuk melayani 181 resep. Berdasarkan standar deviasi jumlah rata-rata resep, nilai rentang resep yang dilayani sebanyak resep sehingga asisten apoteker yang dibutuhkan 9-15 orang asisten apoteker. Penambahan asisten apoteker yang dibutuhkan oleh satelit pusat satu hingga tujuh orang. 4.4 Satelit Instalasi Gawat Darurat (IGD) Satelit IGD merupakan satelit farmasi yang terletak di IGD dan bertanggung jawab dalam mengelola kebutuhan perbekalan farmasi di IGD.

78 72 Satelit farmasi IGD terletak dibawah garis koordinasi dengan Sub instalasi Perbekalan Farmasi, Instalasi Farmasi RSCM. Satelit farmasi IGD terbagi menjadi dua depo farmasi yang terletak di lantai satu dan lantai empat. Pelayanan farmasi di IGD dilakukan selama 24 jam (tiga shift). Satelit farmasi IGD hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi IGD saja dan tidak melayani resep dari tempat/unit lain Kegiatan Depo lantai satu memiliki kegiatan sebagai berikut : a. Melayani permintaan perbekalan farmasi untuk lantai satu hingga tiga b. Melayani kebutuhan paket tindakan untuk lantai satu hingga tiga c. Melayani kebutuhan distribusi ruangan (floor stock) d. Melayani kebutuhan implant ortopedi konsinyasi e. Pengawasan troli emergensi di IGD Depo lantai empat memiliki kegiatan melayani permintaan perbekalan farmasi dari ruang operasi lantai empat selama berjalannya operasi Perencanaan, Pengadaan, dan Penerimaan Perbekalan Farmasi Perencanaan jumlah barang yang diminta satelit ke gudang pusat didasarkan pada jumlah konsumsi rata-rata per hari dikali dengan waktu. Akan tetapi perhitungan tersebut masih berdasarkan kebiasaan petugas yang sudah terbiasa dalam melakukan pemesanan barang. Petugas farmasi di satelit IGD umumnya akan melakukan pendataan barang yang akan habis sebelum melakukan pemesanan ke gudang pusat. Selanjutnya, petugas menentukan jumlah kebutuhan untuk satu minggu dan membuat defekta pemesanan melalui sistem komputer ke gudang pusat. Pemesanan dari satelit ke gudang pusat dilakukan sebanyak dua kali seminggu yaitu pada hari senin dan kamis. Setelah gudang selesai mempersiapkan barang yang diminta, petugas farmasi di satelit akan datang ke gudang untuk verifikasi barang yaitu pada hari selasa dan jumat. Verifikasi dilakukan untuk mengecek kesesuaian nama barang, jenis, kondisi dan jumlahnya dengan defekta yang dibuat. Selain itu, saat verifikasi juga dilakukan untuk

79 73 pencatatan waktu kadaluarsa dari barang yang dipesan. Setelah verifikasi selesai, petugas satelit bersama pekarya akan membawa barang pesanan dari gudang ke satelit. Petugas satelit dapat melakukan pemesanan di luar jadwal rutin jika ada kebutuhan mendesak. Pemesanan barang di depo lantai empat ditujukan ke depo lantai satu. Petugas farmasi yang sedang bertugas di depo lantai empat diharuskan memeriksa jumlah barang di depo secara rutin. Petugas mencatat barang-barang yang akan habis dan menentukan jumlah yang akan diminta. Selanjutnya, petugas melakukan pemesanan ke depo lantai satu dan barang akan diantar oleh pekarya ke depo lantai empat Penyimpanan Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit IGD telah sesuai dengan standar prosedur operasional di RSCM. Penyimpanan perbekalan farmasi dibagi berdasarkan kriteria berikut : A. Bentuk sediaan dan jenisnya 1. Obat a. Oral b. Injeksi c. Cairan Infus 2. Alat kesehatan Alat kesehatan dikelompokkan berdasarkan penggunaannya. B. Suhu penyimpanan dan stabilitasnya 1. Obat kulkas 2. Obat yang dapat disimpan dalam ruangan C. Sifat bahan 1. Bahan berbahaya dan beracun (B3) 2. Bahan tidak berbahaya D. Susunan alfabetis Susunan alfabetis dilakukan berdasarkan nama obat. E. Obat Askes dan non Askes

80 74 F. Obat generik atau nama dagang G. Sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) Selain itu, penyimpanan dan penataan perbekalan farmasi di satelit IGD juga telah memperhatikan high alert dan LASA (Look Alike Sound Alike). Obatobat high alert sudah dilokalisasi dan diberi pembatas dengan lakban merah. Setiap obat high alert telah ditempeli label di wadah primer obat. Obat yang bersifat LASA telah ditata secara terpisah dengan pasangannya dan diberi label hijau LASA. Penyimpanan obat narkotika dilakukan dalam lemari khusus dengan pintu ganda. Kunci pintu lemari dikalungkan di salah satu petugas farmasi yang sedang bekerja dan tidak dibiarkan menggantung di lemari. Selain itu, terdapat penyimpanan khusus lainnya untuk obat mahal dan B3. Obat mahal disimpan dalam lemari khusus yang mudah diawasi dan selalu terkunci. Hal tersebut ditujukan untuk menghindari kehilangan obat. B3 disimpan terpisah dan sudah dilengkapi dengan label tanda bahaya dan Material Safety Data Sheet (MSDS) Distribusi Sistem distribusi di satelit IGD ada dua macam yaitu sistem resep individual dan sistem floor stock (persediaan ruangan). Sistem resep individual diterapkan untuk peresepan di satelit IGD (depo lantai 1). Depo menyiapkan obat atau alat yang diresepkan berdasarkan permintaan dalam resep dan tidak dipisahkan untuk setiap waktu pemakaian. Sistem floor stock diterapkan untuk penyediaan paket tindakan yang dibutuhkan di ruang rawat IGD. Depo lantai satu akan menyediakan paket tertentu dengan jumlah tertentu yang disimpan dalam lemari. Selain itu, barang-barang perbekalan farmasi dasar seperti sarung tangan, alkohol, dan hand rub juga didistribusikan dengan sistem floor stock Alur Pelayanan Resep dan Permintaan Paket Depo lantai satu melayani resep dari lantai satu hingga tiga di IGD. Resep diantarkan oleh perawat atau dokter ke depo. Selanjutnya, dilakukan skrining kelengkapan resep dan kesesuaian farmasetik dari resep. Kelengkapan resep

81 75 meliputi nama dokter, nama pasien, usia pasien, nomor rekam medis, jenis jaminan pasien dan ruangan asal resep. IGD telah menerapkan sistem barcode untuk setiap pasien. Sistem barcode tersebut membuat data pasien yang dibutuhkan sudah dapat tercetak dalam sebuah label. Jadi, dokter hanya perlu menempelkan label identitas pasien pada resep. Kesesuaian farmasetik dilihat dari kesesuaian nama sediaan, bentuk sediaan, dan kekuatannya. Setelah melewati proses skrinning tersebut, data resep diinput ke dalam sistem komputer untuk data penagihan dan pengecekan kemungkinan resep ganda. Pada input data tersebut ditentukan jumlah barang yang akan disiapkan. Penyiapan obat dari resep lantai satu dan tiga untuk satu kali pemakaian sedangkan lantai dua dan ruang rawat disiapkan untuk penggunaan satu hari. Hal tersebut dikarenakan antisipasi perubahan terapi akibat kondisi pasien pada lantai satu dan tiga yang umumnya tidak stabil. Setiap pengambilan obat dan alat kesehatan selama penyiapan resep harus dicatat dalam kartu stok. Obat yang telah selesai disiapkan (sudah diberi etiket) dimasukkan ke dalam kantung plastik yang diberi identitas pasien (nama, nomor rekam medis dan ruangan). Selanjutnya, kantung tersebut diletakkan di troli sesuai dengan pengelompokan lantainya. Jika kantung obat sudah cukup banyak di troli, pekarya akan mengantarkan kantung-kantung tersebut ke masing-masing ruangan. Resep-resep yang bersifat cito dapat ditunggu pengerjaannya di depo dan langsung diserahkan kepada perawat atau dokter yang menunggu. Permintaan paket tindakan di depo lantai satu juga berdasarkan peresepan dan lembar penggunaan paket yang diisi oleh perawat ruangan. Jika perawat menggunakan paket tindakan yang tersedia dalam lemari di ruangan maka perawat wajib melaporkan ke depo lantai satu dengan membawa formulir penggunaan paket. Selanjutnya, petugas farmasi akan menggantikan alat yang terpakai sesuai dengan yang tercantum dalam formulir tersebut. Pelayanan di depo lantai empat berbeda dengan depo lantai satu. Permintaan perbekalan farmasi yang diajukan ke depo lantai empat dapat dilakukan langsung oleh perawat atau dokter yang sedang melakukan tindakan operasi. Permintaan tersebut dituliskan dalam formulir permintaan barang.

82 76 Perawat atau dokter yang meminta menunggu barang disiapkan lalu membawanya ke dalam kamar operasi. Barang-barang yang diminta dapat diretur jika tidak digunakan Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia di satelit IGD terdiri dari satu orang apoteker, 21 orang asisten apoteker, dan satu orang pekarya. Asisten apoteker terdiri dari sembilan orang dengan pendidikan Sekolah Menengah Farmasi (SMF) dan 12 orang berpendidikan diploma farmasi. Satelit IGD beroperasi selama 24 jam dan terbagi menjadi tiga shift. Tabel 4.1 menunjukkan pembagian sumber daya asisten apoteker dari masing-masing depo Tabel 4.1 Pembagian jumlah asisten apoteker setiap shift di tiap depo Pagi ( WIB) Siang ( WIB) Malam ( WIB) Depo lantai 1 4 orang 3 orang 3 orang Depo lantai 4 1 orang 1 orang 1 orang Selama tiga hari berada di satelit IGD, mahasiswa dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Dispensing resep. b. Membantu distribusi obat ke ruang rawat. c. Menata obat yang baru datang dari gudang pusat. d. Membuat paket tindakan. e. Merapikan troli emergensi yang berada di IGD. f. Melakukan pendataan obat yang tidak diambil oleh pasien pulang. g. Membantu pelayanan di depo lantai empat. Selain itu, mahasiswa juga melakukan pengamatan kesesuaian pengelolaan perbekalan farmasi dimulai dari pemesanan hingga distribusi di IGD dengan ketentuan yang ada.

83 77 Pemesanan barang yang dibutuhkan di IGD dapat dikatakan masih bergantung pada perkiraan petugas. Hal tersebut dapat merugikan jika petugas tersebut tidak masuk bekerja atau tidak lagi bekerja. Oleh sebab itu, sebaiknya ditetapkan ketentuan perhitungan jumlah pesanan yang disosialisasikan ke seluruh petugas (asisten apoteker). Jika semua petugas telah mengetahui ketentuan perhitungan tersebut maka pemesanan tidak lagi bergantung pada satu orang saja. Penerimaan dan penataan barang di satelit IGD telah sesuai dengan SPO yang ditetapkan di RSCM. Penyimpanan barang juga telah disesuaikan dengan ketentuan RSCM dan JCI seperti dilakukannya pengecekan berkala terhadap suhu kulkas dan suhu ruangan. Walaupun ada hal yang belum terpenuhi yaitu adanya label peringatan dan MSDS pada rak penyimpanan B3. Distribusi obat di IGD, dilakukan oleh seorang pekarya ke semua lantai. Hal ini sering kali kami temukan menjadi lamanya respon time terhadap pengantaran obat ke ruang rawat. Pekarya mempunyai tanggung jawab mengantarkan obat ke ruang rawat, mengambil barang dari gudang, mengantarkan barang habis pakai, dan mengantarkan barang ke depo lantai empat. Tugas tersebut kadang dibutuhkan dalam waktu bersamaan sehingga pekarya harus menunda tugas lainnya. Akibatnya, kelancaran kegiatan pelayanan dapat tertunda. Oeh sebab itu, sebaiknya ditambahkan lagi seorang pekarya di satelit IGD. Pelayanan farmasi klinis di IGD juga belum berjalan. Hal tersebut dikarenakan kurangnya tenaga apoteker di satelit IGD. Apoteker yang ada saat ini berfokus pada pengelolaan perbekalan farmasi di IGD yang cukup rumit sehingga belum bisa melakukan pelayanan klinis. Padahal pelayanan farmasi klinis sangat dibutuhkan di IGD untuk mengurangi adanya medication error dengan melakukan verifikasi resep, pemberian informasi obat, monitoring pengobatan dan lain-lain. Oleh sebab itu, agar pelayanan farmasi klinis dapat berjalan sebaiknya ditambahkan seorang apoteker lagi di IGD. 4.5 Satelit Intensive Care Unit (ICU) Satelit ICU melayani pasien dimulai dari pukul hingga pukul WIB yang terbagi ke dalam dua shift setiap hari Senin Jumat dan satu shift

84 78 setiap hari Sabtu dan Minggu. Bila depo satelit ICU tutup, pelayanan dialihkan ke satelit pusat. Satelit ICU hanya melayani resep yang berasal dari ruang rawat inap ICU dewasa saja untuk pemakaian obat satu hari (One daily dose). Pelayanan resep dilakukan baik pasien jaminan maupun umum yang membayar tunai. Pelayanan farmasi ICU dikelola oleh dua apoteker yang mengelola bidang manajemen perbekalan dan klinis yang dibantu oleh tiga asisten apoteker. Penanggung jawab satelit manajemen bertanggung jawab kepada kepala sub instalasi perbekalan farmasi sedangkan penanggung jawab satelit farmasi klinis bertanggung jawab kepada kepala subinstalasi farklin litbang. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan perbekalan kefarmasian mulai dari perencanaan, defekta obat, penerimaan, penyimpanan dan pelaporan, pelayanan resep ICU dewasa atau defekta resep cito dari bagian endoskopi, parade pagi, visite pasien bersama, pengkajian resep, monitoring obat, konseling obat pasien pulang di ICCU dan pemberian informasi obat baik kepada perawat ataupun dokter. Apoteker farmasi klinis ini melakukan parade pagi setiap pukul WIB bersama dokter, perawat dan dietisian. Tujuan parade pagi yaitu membicarakan permasalahan pasien tentang perkembangan pasien dan merencanakan tindakan atau pengobatan yang akan diberikan kepada pasien. Apoteker akan memberikan rekomendasi mengenai informasi obat yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, ketersediaan obat di instalasi farmasi, dosis obat sesuai indikasinya, dan interaksi obat. Selain itu, perencanaan pengobatan pasien juga disesuaikan dengan hasil laboratorium pasien. Setelah parade pagi, apoteker melaksanakan visite pasien bersama dokter, perawat, dan dietisian. Melalui visite pasien, tim tersebut dapat mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya. Perubahan terapi dan tindakan dapat pula terjadi ketika visit pasien. Jika terjadi perubahan terapi, apoteker akan memberi rekomendasi kepada dokter. Pengkajian resep juga dilakukan oleh apoteker klinis. Apoteker mengkaji obat yang diresepkan dokter khususnya dalam hal farmasetik maupun klinis. Jika ada terapi yang kurang sesuai, apoteker meminta konfirmasi kepada dokter yang

85 79 bersangkutan dan memberi rekomendasi jika diperlukan. Monitoring obat dilakukan oleh apoteker dengan memeriksa kesesuaian antara resep, kardeks dan status pasien serta menganalisa perkembangan pasien dengan terapi yang diperoleh. Pasien yang dirawat di ICU dengan kondisi yang telah stabil, umumnya dipindah ke rawat inap gedung A. Berbeda dengan ICCU, pasien yang sudah memiliki kondisi yang baik dapat dipulangkan. Apoteker klinis juga melaksanakan kegiatan farmasi klinis di ICCU yang salah satunya adalah memberi informasi obat pada pasien yang akan pulang. Pengadaan barang baik obat maupun alat kesehatan dilakukan setiap hari Senin dan Kamis. Jumlah perbekalan yang dipesan diperiksa melalui kartu stok. Petugas akan memesan defekta ke gudang melalui IT sehari sebelum pengadaan. Jika terjadi kekosongan barang, satelit akan melakukan transfer ke satelit lain. Selanjutnya, petugas gudang memeriksa ketersediaan obat dan menyediakan obat sesuai dengan permintaan. Petugas depo pergi ke gudang untuk melakukan serah terima barang dengan menandatangani fomulir defekta barang setelah melakukan penmeriksaan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah barang. Setelah melakukan defekta dari gudang, data obat dimasukkan ke kartu stok dan obat disusun pada rak obat dan beberapa jenis obat atau alkes disimpan di lemari tertentu sebagai persediaan. Berbeda dengan distribusi obat yang secara individual, distribusi perbekalan farmasi dasar dilakukan dengan sistem floor stock di ruang rawat. Perawat menulis permintaan perbekalan farmasi dasar ke satelit farmasi ICU dan satelit farmasi akan meneruskan permintaan ke gudang melalui IT. Setelah perbekalan farmasi dasar diterima satelit farmasi, perbekalan farmasi dasar diserahkan kepada perawat. Penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan jenisnya yaitu obat dan alkes. Penyimpanan obat di satelit farmasi ICU dilakukan berdasarkan bentuk sediaan. Sediaan tersedia dalam bentuk cair, solid, dan semisolid. Obat pasien jaminan dipisah penyimpanannya berdasarkan obat jaminan Askes dan non Askes. Obat non Askes dipisah juga berdasarkan obat generik dan obat paten.

86 80 Beberapa obat yang tidak stabil dalam suhu ruang juga dipisah dan disimpan di kulkas dengan suhu 2-8C yang suhunya dipantau tiga kali sehari. Obat berupa cairan seperti infus dan obat luar juga disimpan terpisah. Obat dengan penyimpanan khusus di satelit farmasi ICU salah satunya yaitu obat high alert. Obat high alert membutuhkan kewaspadaan tinggi dalam penggunaannya termasuk dalam hal dispensing obat karena kesalahan dosis bersifat fatal. Penyimpanan obat high alert dilokalisir dengan lakban warna merah dan diberi label warna merah bertuliskan high alert pada tiap obat. Narkotika dan psikotropika disimpan disebuah lemari putih dengan sekat merah di tepinya serta tertulis obat narkotika dan obat psikotropika pada daun pintu. Lemari narkotika dan psikotropika merupakan lemari putih berpintu ganda dengan satu pintu di luar dan satu pintu lagi di bagian dalam dan kunci ganda. Lemari narkotika senantiasa terkunci dan kunci untuk lemari narkotika disimpan oleh petugas satelit. Khusus obat yang memiliki nama yang sama, pengucapan yang hampir sama atau bentuk yang hampir sama diberikan label LASA pada kotak tempat tiap obat yang memenuhi ketentuan tersebut. Obat yang mendekati kadaluarsa diberi label warna kuning dengan pencantuman kadaluarsa obat tersebut. Secara umum, penyimpanan jenis obat tersebut disusun secara alfabetis. Berbeda dengan obat, penyimpanan alkes dilakukan berdasarkan jenis dan fungsinya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan dispensing alkes. Penyimpanan obat dan alkes dilakukan berdasarkan sistem FEFO dan FIFO. Stock opname dan pengecekan kadaluarasa untuk semua perbekalan farmasi di satelit farmasi ICU dilakukan setiap enam bulan sekali. Pendistribusian obat di satelit farmasi ICU menggunakan sistem peresepan individual. Dokter menuliskan resep obat secara manual. Resep biasanya diantar perawat atau keluarga pasien. Petugas melakukan verifikasi resep dan memberi harga. Verifikasi resep meliputi verifikasi administrasi, farmasetik, klinis dan kelengkapan lainnya seperti syarat jaminan khusus pasien pasien jaminan pemerintah, dan hasil lab khusus pada penggunaan obat tertentu seperti albumin. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui IT dan diganti statusnya. Penginputan data pasien umum dilakukan sebelum obat didispensing

87 81 sedangkan data pasien jaminan, diinput setelah dispensing obat selesai. Setelah dimasukkan dan diberi harga, resep diberikan kepada petugas lainnya agar didispensing. Pasien umum biasanya membayar secara tunai kepada petugas sedangkan pasien jaminan wajib menyerahkan resep asli dan kelengkapan jaminan lainnya kepada petugas. Petugas yang melakukan dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai. Kemudian, obat tersebut dicatat di kartu stok, diberi label dan dikemas. Setelah melakukan pengemasan, petugas akan melakukan update terhadap status peresepan sehingga akan diperoleh respon time tiap dispensing. Selain resep manual, satelit farmasi ICU juga menerima resep cito. Berbeda dengan resep biasa, perawat yang telah menyerahkan resep cito ke satelit farmasi akan menunggu obat yang didispensing untuk segera di antar. Umumnya terdapat obat yang secara cepat dibutuhkan oleh pasien tetapi belum dituliskan resep oleh dokter. Perawat berkewajiban mengambil obat yang dibutuhkan dan menuliskan obat yang diambil oleh petugas di buku komunikasi. Selanjutnya, petugas akan memindahkan data di buku komunikasi ke IT. Obat pasien dapat dikembalikan jika obat sudah tak terpakai lagi, kondisinya masih layak pakai dan berasal dari satelit farmasi. Bagi pasien umum, obat yang dikembalikan akan diganti dengan uang tunai, sedangkan pasien jaminan akan dilakukan pengurangan terhadap jumlah tagihan penjamin. Penagihan terhadap pasien jaminan diurus oleh penata rekening. Penata rekening akan melakukan penagihan ke UPPJ (Unit Pelayanan Pasien Jaminan) terhadap obat-obat yang telah digunakan pasien. Pelayanan resep di atas pukul WIB dialihkan ke satelit pusat. Sampai saat ini, buku komunikasi sebagai sarana komunikasi pergantian shift belum dilakukan oleh ICU dengan satelit pusat. Selama ini, komunikasi masih dilakukan secara lisan. Komunikasi sebaiknya dilakukan secara tertulis melalui buku komunikasi, hal ini penting untuk mengetahui pelayanan resep yang mungkin belum dilaksanakan oleh shift sebelumnya. Pelaksanaannya perlu dilakukan secara tertulis agar semua petugas shift berikutnya dapat mengetahuinya dengan mudah dan sebagai dokumentasi pelayanan yang belum terlaksana.

88 82 Penulisan aturan pakai pada resep yang diterima oleh satelit farmasi terkadang tidak lengkap, hal ini berpotensi terjadinya medication error. Oleh karena itu, perlu segera dilakukannya peresepan online untuk memudahkan dispensing obat. Keuntungan lain dilakukannya peresepan secara online yaitu mengurangi jumlah perawat yang mengantar resep ke satelit sehingga mengurangi beban kerja perawat. Satelit farmasi ICU telah berpindah lokasi di depan ruang tata usaha. Posisi ruang tunggu keluarga pasien cukup jauh dari satelit farmasi, sehingga petugas harus berteriak keluar ruangan untuk memanggil keluarga pasien. Pengeras suara dibutuhkan agar petugas mudah memanggil pasien. Lokasi satelit farmasi ICU yang baru dilengkapi dengan lemari yang tingginya sekitar dua meter lebih. Obat serta dokumen diletakkan pada posisi yang sulit dijangkau oleh petugas, walaupun dengan alat bantu kursi sekalipun. Penambahan fasilitas tangga diperlukan untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja. Penyimpanan di satelit farmasi ICU sudah tertata dengan baik tetapi, masih ada beberapa obat yang tersimpan dalam satu wadah obat. Penyimpanan obat tersebut beresiko meningkatkan kesalahan dalam hal dispensing obat. Penyimpanan obat yang masih tertumpuk di lantai juga masih belum dilengkapi palet. Penempatan palet diperlukan agar obat yang disimpan tidak rusak. 4.6 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) Pelayanan Perbekalan Farmasi di Gedung A Satelit farmasi gedung A berlokasi di gedung A RSCM. Satelit tersebut melayani kebutuhan perbekalan farmasi bagi pasien rawat inap di gedung A, baik pasien jaminan maupun pasien umum. Satelit farmasi gedung A terdiri dari depodepo farmasi yang terletak di setiap lantai (ada delapan lantai) dan gudang farmasi di basemen. Gudang farmasi basemen akan mendistribusikan perbekalan farmasi ke setiap depo kemudian depo farmasi tersebut yang akan medistribusikan ke pasien melalui perawat. Pelayanan farmasi untuk pasien rawat inap dilayani selama 24 jam yang terbagi menjadi tiga shift yaitu dua shift (pagi dan siang) yang

89 83 dilayani di depo farmasi setiap lantai dan satu shift (malam) pelayanan yang dialihkan ke gudang farmasi basemen. Jumlah SDM di satelit farmasi gedung A terdiri dari tiga orang apoteker, 61 orang asisten apoteker, 11 orang pekarya, dan dua orang administrator. Perencanaan satelit farmasi gedung A berdasarkan konsumsi rata-rata yaitu yang berasal dari data mutasi di sistem komputer. Perencanaan untuk obatobatan fast moving perlu ditambahkan dengan buffer stock, sedangkan untuk obat slow moving tidak dilakukan pengadaan melainkan langsung mengambil di gudang pusat. Pengadaan perbekalan farmasi di satelit gedung A dilakukan dengan pemesanan ke gudang pusat setiap tiga kali dalam seminggu yaitu pada hari Senin, Rabu, dan Jum at. Pemesanan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi selama seminggu di gedung A. Setelah dilakukan pemesanan dan penyiapan barang, petugas farmasi gedung A melakukan serah terima barang di gudang pusat dengan melakukan pemeriksaan kesesuaian barang meliputi jenis, jumlah, kadaluarsa, dan kondisi barang. Barang yang telah diterima dan disusun barang di gudang farmasi gedung A. Penyimpanan obat solid oral di gudang farmasi basemen terdiri dari dua jenis yaitu penyimpanan obat sebagai persediaan dan penyimpanan obat untuk keperluan sehari-hari yang rutin digunakan untuk pelayanan. Perbekalan farmasi disusun berdasarkan alfabet, bentuk sediaan, generik/non generik dan suhu (kestabilan). Obat narkotika disimpan kedalam lemari khusus berpintu dan berkunci ganda sedangkan obat psikotropika juga disimpan di lemari terpisah. Obat-obatan yang termasuk kedalam high alert disimpan secara terpisah dengan diberi label khusus dan ditandai dengan garis merah pada lemari penyimpanannya. Obat high alert disimpan secara terpisah karena obat tersebut memiliki resiko tinggi bila digunakan secara tidak tepat yang dapat menyebabkan bahaya bermakna bagi pasien. Selain itu, penyimpanan obat mahal, produk nutrisi, B3, dan obat kanker disimpan ditempat terpisah, sedangkan obat kanker dan obat LASA diberikan label khusus yang telah disediakan. Penyimpanan obat yang terdapat di dalam lemari tertutup atau kulkas dilampirkan daftar nama obat-obatan yang terdapat di dalam lemari tersebut. Penyusunan tersebut dilakukan agar lebih

90 84 mudah melakukan penyiapan kebutuhan perbekalan farmasi bagi pasien. Berbeda dengan penyimpanan obat, alat kesehatan disusun berdasarkan fungsi dan jenisnya. Untuk memenuhi kebutuhan pasien, satelit farmasi gedung A mendistribusikan perbekalan farmasi ke depo farmasi di setiap lantai. Metode yang digunakan dalam pendistribusian ini yaitu metode desentralisasi. Depo farmasi disetiap lantai biasanya melakukan permintaan obat setiap hari ke gudang farmasi basemen gedung A sesuai dengan kebutuhannya. Obat-obat yang perlu diracik dilakukan di ruang peracikan khusus yang tersedia di gudang farmasi basemen dengan menggunakan stok obat di gudang tersebut. Perbekalan farmasi yang sudah disiapkan oleh petugas gudang farmasi basemen dikirimkan ke depo farmasi di setiap lantai dengan melakukan serah terima barang dan dilakukan pemeriksaan kesesuaian barang dan jenis. Sistem peresepan di gedung A sudah menggunakan Electronic Health Record (EHR). Keuntungan dari EHR ini yaitu dapat mengurangi kesalahan dalam membaca resep sehingga kesalahan dalam pemberian obat ikut berkurang. Dokter biasanya melakukan peresepan bagi pasien pada hari Senin dan Kamis. Namun, ada beberapa dokter yang masih melakukan peresepan secara manual khususnya dokter konsulen. Obat-obat yang sudah diresepkan oleh petugas farmasi kemudian disiapkan dan didistribusikan ke pasien melalui perawat. Sistem distribusi yang digunakan yaitu unit dose dan floor stock. Pada sistem unit dose, obat disiapkan untuk pemakaian satu hari dengan pembagian kemasan tiap waktu minum obat dimulai dari sore hari hingga siang hari di hari berikutnya. Barang yang didistribusikan dengan metode floor stock yaitu perbekalan farmasi dasar. Mutasi perbekalan farmasi di gudang farmasi basemen dicatat di kartu stok. Namun, depo farmasi tidak menggunakan kartu stok karena secara otomatis sudah tersistem melalui IT. Laporan yang biasanya disiapkan oleh satelit farmasi gedung A yaitu laporan mutasi, laporan penjualan, laporan pemakaian antibiotik, laporan penggunaan perbekalan farmasi dasar, laporan obat generik, laporan narkotika dan psikotropika, laporan formulariun dan laporan barang implant.

91 85 Laporan tersebut dibuat sekali setiap bulan dan dikirim sebelum tanggal lima setiap bulannya. Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa selama kerja praktek di satelit farmasi gedung A adalah mendata produk nutrisi parenteral yang terdapat di gudang farmasi basemen, melakukan analisis waktu peracikan, melakukan analisis waktu penyiapan obat dari pemberian etiket hingga pengemasan obat dan melakukan pemeriksaan obat atau alat kesehatan yang diambil oleh perawat tanpa etiket Farmasi Klinik Gedung A Kegiatan farmasi klinik di gedung A RSCM sudah berjalan cukup baik. Farmasi klinik adalah pelayanan yang berorientasi kepada pasien yang bertujuan untuk menjamin efektivitas, keamanan, dan efisiensi penggunaan obat serta dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang tepat indikasi, tepat obat, tepat cara pemberian, tepat waktu pemberian dan tepat lama pemberian. Kegiatan farmasi klinik di gedung A meliputi verifikasi resep, konseling obat, monitoring pengobatan, pengambilan riwayat pengobatan, visit/ronde dan pelayanan informasi obat. Verifikasi resep yang dilakukan oleh apoteker meliputi pemeriksaan legalitas resep, kesesuaian dosis, rute pemberian, lama pemberian, interaksi obat dan waktu pemberian obat. Apabila terdapat obat yang tidak tersedia, apoteker dapat memberikan rekomendasi obat dengan merk dagang yang berbeda namun memiliki kandungan dan dosis yang sama. Kegiatan konseling di gedung A ada 2 jenis yaitu bedside counseling dan konseling obat pulang. Kegiatan bedside counseling masih jarang dilakukan dibandingkan dengan konseling obat pasien pulang. Mahasiswa PKPA melakukan penyiapan konseling obat pasien pulang dengan menuliskan formulir informasi obat pulang terlebih dahulu. Informasi yang diberikan kepada pasien yaitu nama obat, jumlah obat yang diberikan, aturan dan waktu pemakaian obat, serta informasi khusus. Formulir informasi obat pulang sangat membantu bagi pasien karena biasanya obat yang diberikan kepada

92 86 pasien lebih dari satu jenis obat sehingga pasien dapat lebih mudah dalam meminum obat. Secara umum, informasi obat bagi pasien yang akan pulang cukup informatif. Pada umumnya pasien telah terbiasa dengan cara penggunaan obatobat tersebut selama dirawat di rumah sakit sehingga tidak membutuhkan penjelasan yang terlalu mendetail. Namun, apoteker sebaiknya juga meminta pasien untuk mengulangi informasi yang telah disampaikan dan tidak hanya sekedar menanyakan apakah pasien telah paham atau belum. Hal tersebut sebagai proses evaluasi dan untuk memastikan bahwa informasi telah diterima dengan tepat oleh pasien tanpa ada kesalahan interpretasi. Kegiatan farmasi klinik lainnya yang dilakukan oleh mahasiswa PKPA yaitu melakukan monitoring pengobatan pasien. Monitoring pengobatan pasien biasanya dilakukan oleh apoteker yang bertugas di tempat pasien di rawat. Pasien yang diprioritaskan untuk mendapatkan konseling obat pasien yang akan pulang, pasien geriatri (di atas 60 tahun) dan pasien pediatri (di bawah 12 tahun) dengan kriteria: Pasien yang mendapat rejimen pengobatan lebih dari 7 item obat (polifarmasi), mendapat rejimen pengobatan dengan indeks terapi sempit, mempunyai riwayat alergi, dan pasien yang mengalami efek yang tidak diharapkan akibat penggunaan obat. Kegiatan monitoring ini dengan cara melihat kesesuaian antara obat yang diresepkan oleh dokter dengan obat yang di berikan oleh perawat yang dapat dilihat dari kardeks serta obat yang dituliskan di status pasien (Medical Record). Terkadang dokter tidak memberitahu apabila ada perubahan terapi bagi pasien sehingga apoteker perlu melakukan konfirmasi kepada dokter untuk meresepkan kembali. Selain kesesuaian peresepan, apoteker juga memperhatikan dosis yang diberikan karena dikhawatirkan ada perbedaan, interaksi obat yang terjadi akibat dari penggunaan obat yang banyak, dan hasil laboratorium pasien. Pasien yang baru datang biasanya juga dilakukan pengambilan riwayat penggunaan obat. Pengambilan riwayat penggunaan obat ini dilakukan oleh apoteker yang bertujuan untuk mengetahui adanya kemungkinan riwayat alergi, efek samping dan efek-efek yang tidak diharapkan akibat penggunaan obat,

93 87 menilai kepatuhan pasien dalam penggunaan obat dan menyelaraskan rejimen terapi antara sebelum perawatan dan saat perawatan. Namun, untuk pengambilan riwayat penggunaan obat ini dilakukan kepada pasien yang baru masuk dalam 48 jam pertama dengan riwayat penyakit kronis (penyakit dalam, infeksi dan saraf) serta pasien dengan imunitas rendah. Ketika pengambilan riwayat pengobatan, apoteker menyiapkan lembar daftar obat sebelum perawatan, dan menanyakan tentang riwayat penggunaan obat pasien sebelum dirawat di rumah sakit, meliputi : nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang), cara perolehan (resep, non resep) termasuk obat herbal dan suplemen, dosis/aturan pakai, lama penggunaan obat, (kapan mulai menggunakan dan kapan dihentikan), kepatuhan (dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala saja, dll), sumber obat, dan jumlah obat tersisa. Selain itu, apoteker juga menanyakan riwayat alergi dan efek samping obat yang pernah dialami pasien. Apabila pasien memiliki riwayat alergi dan pernah mengalami efek samping dari suatu obat tertentu maka apoteker perlu menelusuri obat-obatan tersebut. Mahasiswa PKPA juga melakukan visite/ronde bersama tim dokter yang didampingi oleh apoteker. Visite ini bisa dilakukan secara mandiri atau berkolaborasi dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya. Selain visite, apoteker juga melakukan rapat dengan tim kesehatan untuk membicarakan kasus pasien tertentu. Kegiatan rapat berbeda dengan visite, rapat ini dilakukan di suatu ruangan sedangkan visite dilakukan di ruang rawat pasien. Dalam kegiatan visite atau rapat, apoteker berperan dalam rekomendasi pengobatan pasien terkait kesesuaian obat sesuai penyakitnya, kesesuaian dosis dan sediaan obat, ketersedian obat, harga obat, efek yang tidak diinginkan, serta kemungkinan terjadinya interaksi obat. Farmasi klinik juga menyediakan pelayanan informasi obat (PIO) bagi petugas kesehatan lainnya, baik perawat, dokter, asisten apoteker bahkan pasien. Sebaiknya apoteker juga membuat brosur atau leaflet yang berkaitan dengan penggunaan obat khusus dan informasi obat lainnya sehingga tidak hanya pelayanan informasi obat pasif saja yang sebagian besar diajukan dari lingkungan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo saja. Apoteker juga menyertakan nomor

94 88 telepon yang dapat dihubungi setiap memberikan informasi obat pulang kepada pasien, sehingga pasien juga dapat bertanya langsung kepada apoteker mengenai cara penggunaan obat. Mahasiswa apoteker juga mendapatkan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh petugas farmasi lain, seperti : kestabilan obat, substitusi obat, dosis maksimal omeprazole. Dalam menjawab pertanyaan mahasiswa mencari informasi dari literatur yang telah tersedia di ruangan yaitu Drug Information Handbook. Laporan dari masing-masing kegiatan PIO yang dilakukan apoteker direkapitulasi setiap bulannya dan dilaporkan paling lambat tanggal lima bulan berikutnya. 4.7 Satelit Kirana Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di Satelit Kirana antara lain mengamati dan melaksanakan prosedur administrasi resep yang masuk berdasarkan umum dan jaminan pasien, mengamati dan melaksanakan alur pelayanan resep mulai dari penerimaan resep, penyiapan obat hingga penyerahan obat kepada pasien, melabeli LASA dan Hight Alert, dan monitoring resep pasien jaminan. Satelit kirana merupakan satelit termuda yang dibuka IFRS pada tahun 2011, terletak di gedung Kirana Jl. Kimia No.8 Jakarta Pusat dan buka 1 shift dari jam WIB, terdiri dari 1 Apoteker penanggung jawab, empat Asisten Apoteker dan 1 Kasir. Satelit Kirana khusus melayani obat-obat mata, tetapi selain obat mata juga terdapat obat lain seperti analgesik, obat saluran cerna, Narkotika, dan lain-lain. Satelit Kirana memiliki 2 depo, depo pertama terletak di Kirana lantai 1 (depo dan gudang) dan depo kedua terletak di Kirana lantai 3 khusus untuk OK. Satelit kirana hanya melayani pasien rawat jalan, dan melayani resep umum dan jaminan. Alur pelayanan resep di satelit kirana sebagai berikut: 1. Umum (Resep Tunai) Dimana resep datang dari pasien, kemudian petugas farmasi melakukan verifikasi resep (kelengkapan resep dan persediaan barang), perjanjian

95 89 sebelum proses pembayaran yaitu apakah pasien ambil semua atau hanya setengah, setelah itu transaksi. Petugas menyiapkan obat, setelah selesai diserahkan ke pasien. jangan lupa sebelum obat diberikan ke pasien lakukan VHDS (verifikasi, harga, distribusi, serahkan). 2. Jaminan Alur pelayanan resep jaminan yang berbeda adalah pada saat penerimaan resep, dan pada saat pemberian resep ke pasien. pelayanan resep jaminan selain ASKES sebelum obat diberikan harus melihat monitoring obat tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pasien tersebut tidak mendapatkan double dosis obat. Form monitoring obat di Satelit Kirana berisi tanggal pemberian obat, nama obat, signa atau aturan pakai dan tanda tangan. Resep Jaminan terdiri dari : a. ASKES Pedoman pemberian obat berdasarkan buku standar yang dikeluarkan PT. ASKES. Syarat yang harus dilengkapi adalah resep asli dan Surat Jaminan Perawatan (SJP) ASKES. b. JAMKESMAS Pedoman pemberian obat berdasarkan buku standar formularium RSCM. Syarat pemberian obat adalah 1 item obat dalam resep tidak boleh lebih dari Rp ,00 jika lebih maka harus acc Bapak Mukti. Dan seluruh obat dalam 1 resep jumlahnya jika lebih dari Rp ,00 harus acc Bapak Mukti. Kelengkapan yang harus dilengkapi adalah 1 resep asli dan 1 photocopy dan surat jaminan. c. JAMKESDA Pedoman pemberian obat berdasarkan buku standar formularium RSCM. Melayani pasien diluar daerah Jakarta. Syarat pemberian obat adalah 1 item obat dalam resep tidak boleh lebih dari Rp ,00 jika lebih maka harus acc Bapak Mukti. Dan seluruh obat dalam 1 resep jumlahnya jika lebih dari Rp ,00 harus acc Bapak

96 90 Mukti. Kelengkapan yang harus dilengkapi adalah 1 resep asli dan 1 photocopy dan surat jaminan. d. SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) Berlaku untuk semua daerah di Indonesia. Acuan pemberian obat berdasarkan buku standar formularium RSCM. Melayani pasien diluar daerah Jakarta. Syarat pemberian obat adalah 1 item obat dalam resep tidak boleh lebih dari Rp ,00 jika lebih maka harus acc Bapak Mukti. Dan seluruh obat dalam 1 resep jumlahnya jika lebih dari Rp ,00 harus acc Bapak Mukti. Kelengkapan yang harus dilengkapi adalah 1 resep asli dan 1 photocopy dan surat jaminan keterangan tidak mampu. e. GAKIN (Warga Miskin) Melayani khusus daerah DKI Jakarta. Acuan pemberian obat berdasarkan buku standar formularium RSCM. Melayani pasien diluar daerah Jakarta. Syarat pemberian obat adalah 1 item obat dalam resep tidak boleh lebih dari Rp ,00 jika lebih maka harus acc Bapak Mukti. Dan seluruh obat dalam 1 resep jumlahnya jika lebih dari Rp ,00 harus acc Bapak Mukti. Kelengkapan yang harus dilengkapi adalah 1 resep asli dan 1 photocopy dan surat jaminan keterangan tidak mampu. Perencanaan satelit kirana berdasarkan pemakaian dan dilakukan 6 bulan sekali dimana satelit kirana membuat rencana pemakaian untuk 6 bulan kemudian dikirim ke bagian departemen mata. Depo lantai 3 membuat perencanaan untuk pemesanan barang kemudian mengirim perencanaan tersebut ke depo lantai 1. Pemesanan barang dilakukan secara online melalui SIM UPF pada hari Selasa dan Kamis. Sebelum datang ke satelit kirana, petugas satelit datang ke gudang untuk verifikasi barang setelah itu barang dibawa ke satelit kirana oleh petugas gudang. Barang yang datang dari gudang di masukkan ke rak obat dan mengisi di kartu stock. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit kirana berdasarkan sistem FEFO dan FIFO, dan sesuai standar JCI yaitu penyimpnann obat-obat yang termasuk LASA dan Hight Alert. Jenis perbekalan farmasi yaitu obat dan alat kesehatan.

97 91 Obat disimpan berdasarkan bentuk sediaan, nama generik atau non generik, kestabilan dan Askes. Sedangkan untuk alat kesehatan disimpan berdasarkan fungsinya. Selain itu juga terdapat penyimpanan obat khusus di satelit kirana, yaitu penyimpanan obat narkotika dan psikotropika, obat hight alert, obat sitostatika dan kit emergency. Sistem distribusi obat di satelit kirana ada dua, depo lantai satu menggunakan sistem distribusi obat individual prescription, sedangkan depo lantai 3 menggunakan sistem paket dan BMHP (Bahan Medis Habis Pakai) seperti kapas, kasa dan lai-lain. Depo lantai 3 mengambil barang di depo lantai 1. Desain satelit kirana tidak terlalu besar. Tampak depan terdapat meja kasir dengan 2 komputer, dimana di depan meja kasir terdapat ruang kosong yang cukup luas untuk menyimpan barang-barang yang datang dari gudang dan terdapat obat-obat OTC yang dipajang didepan. Terdapat ruang kecil tempat penyimpanan dan penyiapan obat. Dimana di dalamnya terdapat banyak lemari tempat penyimpanan obat yang terletak di semua sudut ruangan baik kanan dan kiri, sehingga petugas melakukan aktivitas ditengah-tengah lemari yang sangat sempit. Selain tiu juga terdapat 1 kulkas untuk menyimpan obat-obat yang tidak stabil pada suhu panas yang terletak di ujung ruangan. Penyusunan obat di Satelit Kirana berdasarkan sediaannya dan disusun berdasarkan alphabet, dimana obat generik dan paten disimpan terpisah dan terletak di lemari sebelah kanan sedangkan untuk obat tetes mata, syrup dan salep di simpan di lemari sebelah kanan. Obat-obat yang masuk dalam kriteria LASA disimpah terpisah tidak berdekatan. Obat narkotika disimpan dilemari khusus yang terletak di lemari kanan bawah dan terpisah dengan obat lainnya dengan double kunci dimana kuncinya dikalungi dengan kalung berwarna biru Sedangkan untuk obat-obat yang masuk kedalam kategori Hight Alert disimpan di lemari kanan bawah yang telah dilingkari dipinggirnya dengan lakban merah.. Alat-alat kesehatan disimpan di tempat yang berbeda dengan oba-obatan yaitu disimpan dibagian atas lemari bagian kanan. Hal ini berbeda dengan tampak depan dimana ruangan depan cukup luas sedangkan tempat penyimpanan dan penyiapan obat sangat kecil ditambah dengan kulkas dan lemari-lemari tempat

98 92 penyimpanan obat. Oleh karena itu, perlu dilakukan desain ulang ruangan satelit kirana lantai 1. Barang-barang 6 bulan mendekati ED (expire date) diberi label kuning dengan menulis bulan dan tahun ED. Pengatur suhu ruangan dan kulkas dicatat setiap pagi, sore dan malam. Stoke opname di satelit kirana dilakukan satu tahun 2 kali yaitu bulan Juni dan Desember. Sedangkan untuk penghapusan dilakukan untuk obat dan perbekalan farmasi yang rusak/kadaluarsa, barang ED dilakukan pemusnahan 1 tahun 2 kali dan pemusnahan arsip Farmasi seperti resep yang telah disimpan selama 3 tahun. Resep disimpan di satelit kirana selama 3 tahun, begitu juga dengan resep narkotika. Sedangkan untuk barang yang telah masuk tanggal kadaluarsa dan rusak di musnahkan satu tahun dua kali. Analisis temuan di Satelit Kirana selama PKPA, yaitu : 1. Terdapat barang kosong, sehingga banyak pasien yang menebus obat di luar. Dimana dampaknya akan memberikan kesan citra satelit yang buruk di mata pasien selain itu juga tidak terdapat pendataan di komputer jika pasien yang harus membeli obat sendiri. Oleh karena itu, perlu dilakukan perencanaan yang baik dengan departemen mata supaya tidak terjadi lagi barang kosong setiap hari. Selain itu perlu komunikasi dengan dokter untuk peresepan obat. 2. Penyimpanan obat-obat dalam lemari tertutup, seharusnya terdapat daftar nama obat di depan pintu. 3. Terdapat makanan dan minuman yang disimpan di dalam kulkas obat. Oleh karena itu, perlu dilakukan edukasi kepada petugas yang menyimpan makanan dalam kulkas obat. Selain itu juga perlu adanya tindakan yang tegas jika hal tersebut masih terulang lagi. 4. Kartu stock banyak yang lupa menulis jumlah sisa dan ada beberapa jumlah yang tidak sesuai dengan fisik dan komputer. Oleh karena itu, perlu dilakukan dengan menulis jumlah obat di kolom sisa supaya dapat di cek setiap saat dan setiap ganti kartu stock, jangan lupa menulis halaman kartu stock, supaya tidak mengecohkan. Selain itu, kartu stock yang disimpan

99 93 ditempat obat maksimal 2 kartu stock dan sisanya disimpan di dalam lemari. 5. Penulisan etiket terkadang tidak diberikan penjelasan sebelum atau sesudah makan. Oleh karena itu, Membuat daftar obat-obat yang diminum sebelum atau sesudah makan. 6. Ruangan satelit untuk tempat penyimpanan dan penyiapan obat sangat sempit. Oleh karena itu, perlu dilakukan desain ulang ruangan satelit kirana lantai 1. Dimana ruang kosong yang terletak di depan meja kasir yang biasanya digunakan untuk penyimpanan obat yang datang dari gudang pusat dapat digunakan untuk memperluas tempat penyimpanan obat. Dengan cara meja kasir dimajukan kedepan sampai sedikit menutupi ruangan kosong tersebut. Kemudian lemari tempat penyimpanan obat OTC disimpan di majukan, sehingga ruangan yang di dalam terlihat luas. 7. Tidak dilakukan peragaan/praktek langsung bagaimana cara penggunaan obat tetes mata ke pasien oleh petugas farmasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan edukasi kepada petugas farmasi yang memberikan obat-obat tenntang bagaimana cara penggunaannya dengan mempraktekkannya langsung ke pasien.

100 94 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Instalasi farmasi di rumah sakit berperan sebagai bagian struktural dari organisasi rumah sakit yang menjamin diselenggarakannya pelayanan kefarmasian yang komprehensif. Apoteker di rumah sakit bertanggung jawab melaksanakan pelayanan kefarmasian yaitu pengelolaan perbekalan kefarmasian dan pelaksanaan kegiatan farmasi klinis. Apoteker juga berperan sebagai seorang manajer yang berperan dalam mengelola sumber daya manusia (SDM), sarana dan prasarana, serta upaya peningkatan pendapatan rumah sakit. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sudah dilaksanakan dengan baik jika dibandingkan dengan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Namun, terdapat beberapa hal yang belum terpenuhi dengan baik yaitu jumlah SDM dan fasilitas. 5.2 Saran Berdasarkan pengamatan kami selama PKPA, berikut adalah beberapa saran yang dapat kami ajukan : A. Sumber daya manusia 1. Penambahan jumlah asisten apoteker di subinstalasi produksi dan satelit farmasi yang memiliki beban kerja tinggi seperti IGD dan satelit pusat. 2. Penambahan jumlah pekarya di satelit kirana, satelit IGD, satelit ICU, dan satelit pusat. 3. Penambahan jumlah apoteker untuk optimalisasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian. 4. Letak Sub Instalasi Produksi RSCM yang jauh dari Gedung A dapat disiasati penambahan pekarya untuk kepentingan pendistribusian. B. Fasilitas 1. Penambahan mesin pembungkus puyer dan jumlah troli di satelit IGD. 2. Pengadaan tangga untuk satelit ICU karena ada lemari di ICU yang sangat tinggi. 94

101 95 3. Peresepan online untuk satelit yang belum menerapkan sitem online. 4. Pengadaan buku komunikasi antar satelit untuk satelit pusat, satelit ICU dan satelit pelayanan jantung terpadu (PJT). 5. Penggunaan pintu dengan kunci akses di satelit IGD agar membatasi petugas non farmasi masuk ke dalam satelit. C. Manajemen pengelolaan perbekalan farmasi 1. Di satelit pusat, pembuatan SOP peresepan obat kemoterapi oleh dokter dilakukan maksimal 3 hari sebelum pelaksanaan kemoterapi. 2. Pendataan jumlah konsumsi rata-rata/hari perbekalan farmasi di tiap satelit sebagai dasar perencanaan pemesanan barang di satelit. 3. Penandaan menggunakan spidol permanen warna biru pada kemasan primer sediaan solid oral di gedung A sebagai penanda obat mendekati waktu kadaluarsa (H-3 bulan). 4. Penandaan label sebelum atau sesudah makan pada kotak penyimpanan obat di satelit agar asisten apoteker dapat mengisi keterangan tersebut di etiket obat. 5. Sentralisasi pencampuran obat sitostatik di Sub Instalasi Produksi RSCM Gedung CMU 2 lantai 3, dimana peralatan yang digunakan telah memenuhi standar yang ditetapkan. Sentralisasi pencampuran obat sitostatik juga akan mempermudah pengawasan, baik kepada petugas maupun peralatan yang digunakan. Dengan demikian, baik kualitas obat maupun keamanan petugas dapat terjamin dengan lebih baik.

102 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan RI. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency. Departemen Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Quick, J.D. [ed]. (1997). Managing Drug Supply: The Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals 2nd ed. Connecticut: Kumarin Press Inc. Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 96

103 LAMPIRAN

104 97 Lampiran 1.Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

105 98 Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi

106 99 Lampiran 3. Struktur Organisasi Sub Instalasi Produksi Kepala Instalasi Farmasi Kepala Sub Instalasi Produksi Penanggung Jawab Produksi Steril dan Non Steril Penanggung Jawab Aseptik Dispensing Pelaksana Produksi Non Steril Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Serbuk Pelaksana Pencampuran Obat Sitostatika Pelaksana Pencampuran Obat Suntik Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Cair

107 100 Lampiran 4. Struktur Organisasi Instalasi Pusat Sterilisasi

108 101 Lampiran 5. Contoh Etiket

109 102 Lampiran 6. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose

110 103 Lampiran 7. Contoh Blanko Kartu Stok

111 104 Lampiran 8. Formulir Retur Obat

112 105 Lampiran 9. Label Penandaan Khusus

113 106 Lampiran 10. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang

114 107 Lampiran 11. Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap

115 108 Lampiran 12. Formulir Medication History Taking Pasien

116 109 Lampiran 13. Formulir Pelayanan Pencampuran Obat Sitostatik

117 110 Lampiran 14. Contoh Protokol Kemoterapi

118 UNIVERSITAS INDONESIA PENDATAAN PELAYANANAN INFORMASI OBAT (PIO) TAHUN 2011 DAN MASUKAN PEDOMAN PENGGUNAAN OBAT TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR CIPTO MANGUNKUSUMO YAYAH QOMARIAH, S.Far ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

119 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i DAFTAR ISI...ii DAFTAR TABEL......iii DAFTAR GAMBAR...iv DAFTAR LAMPIRAN..v BAB 1 BAB 2 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan...2 TINJAUAN PUSTAKA Dasar Hukum Pengertian Pelayanan Informasi Obat (PIO) Tujuan Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit Manfaat Pelayanan Informasi Obat Jenis jenis Informasi Obat Ruang Lingkup Pelayanan Informasi Obat Sasaran Informasi Obat Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) Sarana dan Prasarana Alur Menjawab Pertanyaan dalam Pelayanan Informasi Obat Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Luar Negeri...11 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN Waktu dan Tempat Pengkajian Metode Pengkajian...14 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran..21 DAFTAR ACUAN

120 DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Rekapitulasi PIO ( Nama Obat) Selama Tahun Tabel 4.2. Rekapitulasi PIO (Literatur ) Selama Tahun Tabel 4.3. Rekapitulasi PIO (Objek) Selama Tahun Tabel 4.4. Rekapitulasi PIO (Klasifikasi Perntanyaan) Selama Tahun

121 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Alur Menjawab Pertanyaan Dalam PIO..11

122 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh Keberadaan Pelayanan Informasi Obat Dalam Struktur Organisasi IFRS...24 Lampiran 2. Rekapitulasi PIO ( Nama obat) Selama Tahun Lampiran 3. Rekapitulasi PIO ( Literatur) Selama Tahun Lampiran 4. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan Obat Sitostatika...36 Lampiran 5. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan Obat IV Idmixture Antibiotik...37 Lampiran 6. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan Obat IV Idmixture...40 Lampiran 7. Informasi Tambahan Pedoman Penanganan Obat Hight Alert...43 Lampiran 8 Jenis-jenis Insulin dan Cara Kerja Dalam Tubuh...47 Lampiran 9. Konversi Dosis Fentanyl...49 Lampiran 10. Lini Antibiotik...50

123 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal, sudah tentu mutlak diperlukan suatu pelayanan yang bersifat terpadu, komprehensif dan profesional dari para profesi kesehatan. Rumah sakit merupakan salah satu unit/instansi kesehatan yang sangat vital dan strategis dalam melayani kesehatan masyarakat, dimana aspek pelayanan sangatlah dominan dan menentukan. Pelayanan kefarmasian merupakan bagian intregral dari sistem pelayanan kesehatan yang tidak terpisahkan. Pelayanan kefarmasian ini merupakan wujud pelaksanaan pekerjaan kefarmasian berdasarkan PP no. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian menurut PP 51 tahun 2009 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dimana salah satu aspek pelayanan kefarmasian yaitu Pelayanan Informasi Obat yang diberikan oleh apoteker kepada pasien dan pihak-pihak terkait lain (Kementrian Kesehatan RI. 2009). Informasi obat adalah suatu bantuan bagi dokter dalam pengambilan keputusan tentang pilihan terapi obat yang paling tepat bagi seorang pasien. Sebagai hasil kesepakatan WHO dengan Federasi Farmasi Internasional di Vancouver tahun 1997, telah disepakati bahwa format baru pelayanan kefarmasian adalah berbasis pasien dengan prosedur yang dikenal sebagai pelayanan kefarmasian atau Pharmaceutical Care. Format baru ini berdampak kepada rangkaian cara pelayanan yang baru yang akan merubah format lama menjadi lebih disempurnakan khususnya peranan apoteker kepada pelayanan pasien, yang merupakan cerminan dari praktek kefarmasian yang baik Good Pharmacy Practice (GPP). Pelayanan informasi obat yang diberikan tersebut tentulah harus lengkap, obyektif, berkelanjutan dan selalu baru (up to date). Pelayanan kefarmasian di 1

124 2 rumah sakit pada dasarnya adalah untuk menjamin dan memastikan penyediaan dan penggunaan obat yang rasional yakni sesuai kebutuhan, efektif, aman, nyaman bagi pasien. Untuk itu diperlukan upaya penyediaan dan pemberian informasi yang (1) lengkap, yang dapat memenuhi kebutuhan semua pihak sesuai dengan lingkungan masing masing rumah sakit, (2) memiliki data cost effective obat, informasi yang diberikan terkaji dan tidak bias komersial (3) disediakan secara berkelanjutan oleh institusi yang melembaga, dan (4) disajikan selalu baru sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian dan kesehatan (Departemen Kesehatan RI. 2006). 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui sistem Pelayanan Informasi Obat (PIO) di RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo. 2. Mengetahui frekuensi data Pelayanan Informasi Obat (PIO) selama tahun Mengetahui nama dan jumlah obat yang paling banyak ditanyakan. 4. Mengetahui nama dan jumlah literatur yang paling banyak ditanyakan. 5. Mengetahui nama dan jumlah klasifikasi pertanyaan yang paling banyak ditanyakan. 6. Menambahkan masukan dalam buku pedoman penggunaan obat.

125 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Hukum Dasar hukum pelayanan informasi obat (PIO) adalah: 1. Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun Peraturan Pemerintah (PP) nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Dimana disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. 2.2 Pengertian Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan di rumah sakit. Pelayanan informasi obat meliputi penyediaan, pengolahan, penyajian, dan pengawasan mutu data/informasi obat dan keputusan profesional. Penyediaan informasi obat meliputi tujuan, cara penyediaan, pengolahan, dan pengawasan mutu data/informasi obat (Departemen Kesehatan RI. 2006). 2.3 Tujuan Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit Tujuan Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit adalah : 1. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain. 2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain. 3

126 4 3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan - kebijakan yang berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Departemen Kesehatan RI. 2006). 2.4 Manfaat Pelayanan Informasi Obat Manfaat Pelayanan Informasi Obat bagi pasien, adalah : 1. Kesalahan penggunaan obat menurun. 2. Ketidak patuhan menurun. 3. Efek obat yg tak diinginkan menurun. 4. Menjamin keamanan & efektifitas pengobatan. 5. Membantu pencegahan masalah. Manfaat Pelayanan Informasi Obat bagi staf farmasis adalah : 1. Citra farmasis meningkat. 2. Kepuasan kerja meningkat. 3. Menarik pelanggan. 4. Pendapatan/omzet meningkat (Departemen Kesehatan RI. 2006). 2.5 Jenis jenis Informasi Obat (World Health Organization. 1988) Dilihat dari sifat dan sumbernya, informasi obat dapat dibedakan menjadi 2, yakni informasi non-komersial dan informasi komersial, dengan berbagai bentuk. Jenis-jenisnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini. Tabel 2.1. Jenis-jenis informasi obat menurut sumber dan bentuknya : Kelebihan dan kekurangan masing-masing jenis informasi obat : 1. Informasi non-komersil a) Textbook dan handbook :

127 5 Textbook/handbook merupakan sumber informasi utama apabila diperlukan informasi yang mendalam. Banyak sekali buku-buku tersedia, namun yang penting adalah memilih buku yang tepat sesuai kebutuhan. Dalam hal informasi obat, dapat dipilih 2 kelompok buku, yakni: - Buku tentang obat. Buku ini mengupas sifat-sifat farmakologi, farmakokinetik dan efek samping obat. - Buku tentang pengobatan/terapetik, yang informasinya berangkat dari masalah klinik (penyakit). Yang perlu diperhatikan adalah seberapa sering buku tersebut direvisi. Makin sering direvisi, makin baik sebagai bahan informasi mutakhir. Bila waktu yang tersedia untuk membaca terbatas, gunakan handbook. b) Buku Referensi Beberapa buku referensi dapat dijadikan pegangan, yang paling utama adalah buku-buku pedoman yang telah disepakati, misalnya Pedoman Pengobatan, Pedoman Penggunaan Antibiotika, dan lain-lain baik yang berskala lokal (misalnya Rumah Sakit), nasional maupun internasional. c) Buletin Obat dan Pengobatan Buletin biasanya bersifat periodik dan berisi promosi terhadap pemakaian obat dan pengobatan secara rasional. Informasinya objektif, penilaian terhadap manfaat/keamanan obat tidak bias dan rekomendasi-rekomendasinya praktis untuk diterapkan dalam praktek sehari-hari. Umumnya disediakan secara cuma-cuma oleh badan-badan yang berkecimpung di kegiatan tersebut, dan sangat dihargai keberadaannya karena objektivitas informasi tersebut. Beberapa contoh buletin yang diakui misalnya; Australian Prescriber (Australia), Drug and Therapeutic Bulletin (U.K.), Prescrire (Perancis), Drug Information Newsletter (Singapura), Lembaran Obat dan Pengobatan (Indonesia). d) Majalah kedokteran Dapat dibedakan dua jenis, yakni majalah kedokteran umum (misalnya Lancet, British Medical Journal) dan khusus untuk bidang spesialisasi

128 6 tertentu (misalnya Tubercule, American Journal of Respiratory Diseases). Umumnya memuat artikel-artikel dalam bidang terapetik dan informasi klinik. Majalah khusus umumnya juga memuat infomasi lebih rinci untuk penyakit-penyakit tertentu. Hati-hati membaca majalah, karena seringkali terdapat kontroversi antara satu penelitian dengan penelitian yang lain, yang seringkali justru membingungkan untuk diterapkan di klinik. e) Bentuk verbal dan bentuk-bentuk lain Selain dengan cara membaca yang cukup menyita waktu, tenaga maupun biaya, informasi dapat pula diperoleh dari sejawat lain, pusat pelayanan informasi, atau dengan mengikuti pendidikan berkelanjutan. Salah satu contoh misalnya di pusat-pusat pelayanan kesehatan yang besar, misalnya di rumah sakit, banyak dibentuk Komisi Farmasi dan Terapi (KFT) yang berfungsi untuk membantu para praktisi medik dalam menjalankan tugas pelayanan. Komisi terdiri dari berbagai ahli klinis dan farmasis. Secara berkala, Komisi ini bertemu untuk membicarakan hal-hal baru dalam hal terapetik, atau kalau perlu merevisi kesepakatan-kesepakatan pedoman pengobatan sebelumnya. Informasi obat dalam bentuk disket juga sudah mulai banyak dijumpai, begitu pula jaringan-jaringan international yang melayani informasi secara cepat melalui Medline, Popline, , Cosy, dan sebagainya. Semuanya dapat dimanfaatkan, namun sayangnya biaya masih relatif mahal. 2. Informasi Komersial Informasi yang bersifat komersial umumnya dari industri farmasi dan tersebar sangat luas di seluruh dunia. Bentuk informasi sangat beragam, mulai dalam bentuk tulisan, verbal maupun dengan disket, CD-ROM atau pita video. Informasinya sangat jelas dan mudah dicerna namun juga dapat bias. Segi positif terlalu ditekankan, sedangkan segi negatifnya seringkali dilupakan atau disinggung secara ringan. Hal ini dapat dimengerti, karena tujuannya memang untuk meningkatkan penjualan. Kegiatan komersil ini juga melibatkan antara lain penyelenggaraan-penyelenggaraan simposia,

129 7 seminar atau penulisan artikel di majalah, dengan sponsor industri farmasi. Informasi ini tetap bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana perkembangan berlangsung, namun praktisi kesehatan harus hati-hati dalam menelaah kualitas informasinya. Kesulitan yang sering dihadapi adalah dalam hal memastikan kebenarannya, karena informasi ini sangat cepat berkembang dan beredar, jauh lebih cepat dari majalah dan bukubuku acuan/standar. Bentuk-bentuk informasi yang dapat ditemui meliputi: a) Iklan/advertensi di majalah kedokteran Tidak dapat dipungkiri, bahwa iklan obat menyediakan informasi obat yang paling cepat dapat mencapai praktisi medik. Sayangnya, sangat banyak iklan yang mengabaikan komponen-komponen informasi seperti yang telah digariskan oleh WHO (WHO. 1988), pedoman WHO tersebut menggariskan bahwa harus ada 4 komponen utama informasi dalam setiap iklan, yaitu: 1. Informasi tentang nama generik obat, sifat farmakologik dan farmakokinetika. 2. Informasi tentang indikasi dan bukti manfaat klinik. 3. Informasi tentang kekuatan sediaan sediaan, aturan pakai dan cara pemberian. 4. Informasi tentang keamanan, meliputi efek samping maupun peringatan, pembatasan/kontraindikasi. b) Lembaran informasi produk Lembaran informasi produk umumnya disertakan dalam kemasan obat, atau dicetak dalam bungkusnya, ditujukan untuk para pemakai obat. Sebenarnya jenis informasi ini relatif paling layak dipercaya, karena untuk saat ini merupakan satu-satunya jenis informasi dari industri farmasi yang penyiapannya dikontrol oleh Departemen Kesehatan RI. Bentuknya sederhana dan mencakup semua komponen informasi tentang obat yang digunakan, tanpa ditambah pesan-pesan komersil. Sayangnya justru jenis informasi ini seringkali tidak sampai ke tangan pasien karena kesalahan teknis penyerahan obat ke pasien.

130 8 c) Bentuk-bentuk lain Sangat banyak bentuk-bentuk informasi yang lain, yang seringkali sulit dibedakan apakah dari industri farmasi atau bukan, misalnya simposium, seminar, handbook, majalah kedokteran, atau buku terbitan resmi hasil penelitian uji klinik suatu obat. Buku-buku seperti MIMS, ISO dan sejenisnya juga cukup membantu praktisi medik untuk mencari kandungan bahan aktif suatu sediaan, dan informasi-informasi lain yang relevan, misalnya pilihan bentuk dan kekuatan sediaan, harga, dan sebagainya. Tetapi jangan digunakan untuk mencari indikasi, efek samping dan lain-lain, karena biasanya informasi tentang hal ini sangat terbatas dan tidak netral. 2.6 Ruang Lingkup Pelayanan Informasi Obat (Departemen Kesehatan RI. 2006) Ruang lingkup kegiatan meliputi: 1. Pelayanan a. Menjawab pertanyaan b. Menerbitkan bulletin c. Membantu unit lain dalam mendapatkan informasi obat d. Menyiapkan materi untuk brosur/leaflet informasi obat e. Mendukung kegiatan Panitia/Komite Farmasi dan Terapi dalam menyusun dan merevisi formularium. 2. Pendidikan Pelayanan informasi obat melaksanakan fungsi pendidikan terutama pada rumah sakit yang berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan : a. Mengajar dan membimbing mahasiswa. b. Memberi pendidikan pada tenaga kesehatan dalam hal informasi obat. c. Mengkoordinasikan program pendidikan berkelanjutan di bidang informasi obat. d. Membuat/menyampaikan makalah seminar/symposium 3. Penelitian a. Melakukan penelitian evaluasi penggunaan obat.

131 9 b. Melakukan penelitian penggunaan obat baru c. Melakukan penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan obat, baik secara mandiri maupun bekerja sama dengan pihak lain. d. Melakukan kegiatan program jaminan mutu. Dengan adanya keterbatasan waktu, dana dan sumber-sumber informasi, maka jenis pelayanan yang dilaksanakan Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit disesuaikan dengan kebutuhan. 2.7 Sasaran Informasi Obat (Departemen Kesehatan RI. 2006) 1. Pasien dan atau keluarga pasien 2. Tenaga kesehatan: dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten apoteker, dan lain lain. 3. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain. 2.8 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) (Departemen Kesehatan RI. 2006) Pelayanan informasi obat merupakan bagian integral dari instalasi farmasi yang tata organisasinya disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit masingmasing. (Contoh struktur organisasi dapat dilihat pada lampiran 1). Persyaratan Sumber Daya Manusia (SDM), adalah : 1. Mempunyai kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dengan mengikuti pendidikan pelatihan yang berkelanjutan 2. Menunjukkan kompetensi profesional dalam penelusuran, penyeleksian dan evaluasi sumber informasi. 3. Mengetahui tentang fasilitas perpustakaan di dalam dan di luar rumah sakit, metodologi penggunaan data elektronik. 4. Memiliki latar belakang pengetahuan tentang terapi obat. 5. Memiliki kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. 2.9 Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana pelayanan informasi obat disesuaikan dengan kondisi rumah sakit. Jenis dan jumlah perlengkapan bervariasi tergantung

132 10 ketersediaan dan perkiraan kebutuhan akan perlengkapan dalam pelaksanaan pelayanan informasi obat. Sarana ideal untuk pelayanan informasi obat, sebaiknya disediakan sarana fisik, seperti : 1. Ruang kantor. 2. Ruang rapat. 3. Perpustakaan. 4. Komputer. 5. Telepon dan faksimili. 6. Jaringan internet, dan lain lain. 7. In house data base. Apabila tidak ada sarana khusus, pelaksanaan pelayanan informasi obat dapat menggunakan ruangan instalasi farmasi beserta perangkat pendukungnya Alur Menjawab Pertanyaan dalam Pelayanan Informasi Obat (Departemen Kesehatan RI. 2006) Menjawab pertanyaan mengenai obat dan penggunaannya merupakan kegiatan rutin suatu pelayanan informasi obat. Pertanyaan yang masuk dapat disampaikan secara verbal (melalui telepon, tatap muka) atau tertulis (surat melalui pos, faksimili atau ). Pertanyaan mengenai obat dapat bervariasi dari yang sederhana sampai dengan yang bersifat urgen dan kompleks yang membutuhkan penelusuran literatur serta evaluasi secara seksama. Namun apapun bentuk pertanyaan yang datang, apoteker sebagai petugas yang memberi pelayanan informasi obat hendaknya mengikuti suatu pedoman pelaksanaan baku. Kemampuan berkomunikasi yang baik disamping kemampuan menganalisa pertanyaan merupakan dasar dalam memberikan pelayanan informasi obat yang efektif. Permintaan mengenai informasi obat yang ditangani secara profesional, ramah dan bersifat rahasia, tidak hanya akan meningkatkan pelayanan kepada pasien atau penanya lainnya tetapi juga dapat meningkatkan profesionalitas dari pelayanan informasi obat maupun pelayanan farmasi secara keseluruhan.

133 11 Gambat 2.1 Alur menjawab pertanyaan dalam PIO 2.11 Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Luar Negeri Semua negara harus memberikan pelayanan informasi obat secara mandiri atau sebagai bagian dari jaringan regional. Layanan ini harus mencakup mengumpulkan, meninjau, mengevaluasi, mengindeks dan mendistribusikan informasi tentang obat-obatan untuk petugas kesehatan. Pelayanan informasi obat sebaiknya didirikan di rumah sakit pendidikan utama. Hal ini memungkinkan akses ke pengalaman klinis, perpustakaan, fasilitas penelitian dan kegiatan pendidikan. Salah satunya adalah Pelayanan Informasi Obat di Singapura dan Australia. 1. Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Singapura Pelayanan Informasi Obat di Singapore General Hospital melayani kebutuhan informasi dari dokter, apoteker, perawat dan profesional kesehatan lainnya. Pelayanan ini dikelola oleh seorang apoteker secara full-time, menangani hampir 500 pertanyaan setiap bulan. Sumber informasi yang digunakan termasuk Medline, Micromedex, dan database Cochrane, serta berbagai buku referensi lainnya. Selain itu, terdapatnya akses internet dan perpustakaan rumah sakit

134 12 menambah kelebihan dari pelayanan informasi obat di Rumah Sakit tersebut. Beberapa koleksi jurnalnya antara lain: 1. American Journal of Health-system Pharmacy. 2. Annals of Pharmacotherapy (sebelumnya DICP). 3. Australian Adverse Drug Reaction Bulletin. 4. Journal of Hospital Pharmacy & Practice (sebelumnya Australias Journal of Hospital Pharmacy). 5. Australian Prescriber. 6. Clinical Pharmacokinetics. 7. Drug and Therapeutics Bulletin. 8. Drugs. 9. Drugs and Therapy Perspectives. 10. Lippincott's Hospital Pharmacy. 11. Pharmacoeconomics. 12. Pharmacotherapy. 13. Prescrire International. Selain memberikan bukti berdasarkan respon verbal dan tertulis secara klinis berorientasi pertanyaan. Apoteker di Singapore General Hospital juga memberikan dukungan penelitian untuk Komite Farmasi dan Terapi (KFT), yaitu dengan berpartisipasi dalam mengevaluasi penggunaan narkoba dan kegiatan penelitian, dan berpartisipasi dalam mempromosikan penggunaan narkoba secara rasional bersama pemerintah dan pihak rumah sakit. Selain itu juga melakukan kegiatan mengajar termasuk instruksi untuk mahasiswa apoteker di Universitas Nasional Singapura, dan untuk pengembangan staf (dalam bentuk pendidikan berkelanjutan bagi apoteker, teknisi farmasi, dan asisten farmasi). Selain itu juga, PIO disana memberikan kuliah pendidikan untuk dokter dan perawat, serta masyarakat, berdasarkan permintaan ( 2. Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Australia (World Health Organization. 2007) Pelayan informasi obat di Australia menurut Graeme Vernon dengan cara memberikan masukan/saran secara langsung kepada tenaga kesehatan atau

135 13 konsumen. Di Australia, PIO/DIC (Drugs Information Center) berada di rumah sakit dan dibawah farmasi klinis. Di Australia juga terdapat lembaga independen yaitu National Prescribing Service (NPS). Organisasi ini didanai pemerintah untuk meningkatkan kualitas pengobatan pasien dan memberikan pendidikan kepada konsumen. NPS menyediakan layanan telepon bebas pulsa untuk praktisi kesehatan. Hal yang berbeda adalah NPS menyediakan pelayanan untuk penggunaan obat yang merugikan, selain itu juga tersedia layanan obat psikotropika. Selain layanan telepon NPS juga dapat di lihat di situs the Society of Hospital Pharmacists of Australia ( Literatur yang digunakan dalam pelayanan informasi obat adalah : 1. Medline. 2. PubMed. 3. Micromedex. 4. MedicinesComplete. 5. Therapeutic Guidelines. 6. the British National Formulary (BNF). 7. Evidence-based medicine.

136 14 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 09 April 31 Mei 2012 yang bertempat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) DR. Cipto Mangunkusumo yang selanjutnya disingkat dengan RSCM. 3.2 Metode Pengkajian Metode yang digunakan dalam pengkajian adalah merekapitulasi database Pelayananan Informasi Obat (PIO) selama tahun 2011, meliputi nama obat, literatur yang sering digunakan, klasifikasi pertanyaan dan objek yang ditanyakan. Selain itu juga, menambahkan masukkan dalam buku pedoman penggunaan obat. Meliputi buku pedoman penanganan dan pencampuran obat hight alert, panduan pencampuran antibiotik dan panduan pencampuran dan stabilitas obat sitostatika. 14

137 15 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil Rekapitulasi Pelayanan Informasi Obat selama tahun 2011, meliputi nama obat, literatur yang digunakan, klasifikasi pertanyaan dan objek yang sering ditanyakan. Tabel 4.1 Rekapitulasi PIO ( nama obat) selama tahun 2011 (rangking 1-30), lengkap lihat lampiran 2. No Nama Obat Jumlah 1 Albumin 71 2 Meropenem 51 3 Tigecycline 42 4 KCl 38 5 Amikasin 37 6 Omeprazole 36 7 Levofloxacin 35 8 OMZ 35 9 Paracetamol Cefixime Simvastatin Cisplatin Ranitidine Methotrexate Methylprednisolone Captopril NaCl Cyclophosphamide Ceftazidime etoposid Cefazolin Vancomycin Ascardia Ceftriaxone Fluimucil Fosfomycin Valsartan Ara-c Tramadol Ultracet 19 15

138 16 Tabel 4.2 Rekapitulasi PIO (Literatur ) selama tahun 2011 (rangking 1-30), lengkap lihat lampiran 3. No. Literatur Yang di gunakan Jumlah 1 MIMS Drug Information Handbook CDS Internet formularium Brosur obat Kebijakan Rumah Sakit Software 58 9 Handbook on injectable Drug DPHO ASKES Pediatric Dosage Handbook ETG Complete Farmakologi dan terapi Master harga obat ASHP therapeutic guideline on antimicrobial prophylaksis in surgery DPHO Bertanya ke dokter Kardeks Kebijakan ASKES Kebijakan Jaminan Intravenous Medication e-book 9 23 Data stock obat 8 24 Panduan stabilitas dan inkompatibilitas antibiotik 8 25 SOP 8 26 EHR 7 27 Australian injectable drug handbook 6 28 BNF 6 29 Kebijakan gedung A 6 30 Jurnal 5 Tabel 4.3 Rekapitulasi PIO (Objek) selama tahun 2011 No. Objek Jumlah 1 Kadar Albumin 28 2 Kreatinin klirens 9 3 Kadar Leukosit 5 4 Kadar gula darah 2 5 DDD 1 6 Enzym 1 7 Faktor IX 1 8 Faktor VIII 1 9 ISK 1 10 Kadar Kalium 1

139 17 11 Kadar Natrium 1 12 Kalori TE 1 13 Koloni kuman 1 14 Konsentrasi KCl 1 15 Kortikosteroid 1 16 Nilai DDD 1 17 Osmolaritas TE 1 18 PSA (Protein Spesifil Antigen) 1 19 SLE 1 Tabel 4.4 Rekapitulasi PIO (Klasifikasi Perntanyaan) selama tahun Nomor Klasifikasi Pertanyaan Jumlah 1 Identifikasi Informasi umum Aturan pakai Dosis Pemilihan Obat Stabilitas Ketersediaan Formulasi 96 9 ESO Interaksi obat Ketercampuran Farmakokinetika toksisitas Pembahasan Pelayanan informasi obat di RSCM melayani kebutuhan informasi dari Dokter, Apoteker, Perawat dan profesional kesehatan lainnya serta masyarakat pada umumnya. Kegiatan yang dilakukan saat ini adalah selain menjawab pertanyaan baik secara verbal maupun tertulis melalui telepon atau berhadapan langsung, PIO di RSCM juga membuat brosur obat dan buku panduan obat yang berisi tentang panduan penggunaan dan penanganan obat-obat hight alert, panduan pencampuran dan stabilitas obat kemoterapi, panduan pencampuran antibiotik, dan panduan pencampuran obat hight alert. Namun kegiatan tersebut masih jauh dari PIO yang ideal karena belum dilakukan secara central, dimana belum terdapat 1 Apoteker penaggung jawab yang khusus melayani informasi obat secara fulltime, sehingga PIO yang ada dapat masuk dalam struktur organisasi seperti terlihat di lampiran 1. Oleh karena itu, diperlukan 1 Apoteker penanggung jawab yang bekerja secara fulltime sehingga dapat menjawab

140 18 petanyaan sebanyak 500 pertanyaan setiap bulan seperti yang dilakukan oleh pelayanan PIO di Singapore General Hospital. Selain itu, diharapkan PIO di RSCM dapat bekerjasama dengan Komite Farmasi dan Terapi (KFT), dalam hal penggunaan obat secara rasional. Pendataan Pelayanan Informasi Obat (PIO) dilakukan selama tahun 2011, di mana data yang di ambil mulai dari bulan Februari sampai Desember. Informasi yang diambil dari pendataan PIO meliputi beberapa aspek yaitu nama obat, literatur yang digunakan, objek pertanyaan, dan klasifikasi pertanyaan. Dimana setiap bulan terdapat sekitar 200 sampai 400 pertanyaan. Setelah direkapitulasi kemudian semua data di pivot untuk mengetahui berapa jumlah dari masingmasing data pelayananan informasi obat selama tahun Berdasarkan hasil pendataan tersebut, diperoleh data nama obat dalam pelayananan informasi obat selama tahun 2011 terdapat sekitar 882 nama obat yang ditanyakan di pelayanan informasi obat RSCM, dengan pertanyaan nama obat terbanyak adalah albumin (lihat tabel 4.1). Dimana obat yang diperoleh dari data rekapitulasi yang ditanyakan paling banyak harus masuk dalam buku panduan yang sedang dibuat. Selanjuntya, pendataan literatur yang digunakan dalam pelayananan informasi obat selama tahun 2011 terdapat sekitar 89 literatur yang digunakan dalam pelayanan informasi obat (PIO) RSCM, dengan literatur yang digunakan terbanyak adalah MIMS dan Drug Information Handbook yaitu sebanyak 321 dan 304 kali digunakan (lihat tabel 4.2). Kedua buku tersebut merupakan buku yang sering digunakan para Apoteker sebagai referensi dalam menjawab pertanyaan terkait dengan obat. Oleh karena itu diharapkan kedua buku tersebut selalu tersedia terbitan terbarunya baik itu di ruang Apoteker maupun di satelit-satelit farmasi. Karena kedua buku ini diperbaharui setiap tahun, akan lebih baik jika Instalasi Farmasi dapat berlangganan kedua buku tersebut. Selain buku, literatur yang sering digunakan adalah CDS atau IT supporting system yaitu sebanyak 300 kali digunakan. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi khususnya dalam hal PIO, diharapkan IT supporting system di farmasi dibuat terintegrasi untuk seluruh satelit dan keakuratan datanya dapat dijadikan acuan untuk menjawab pertanyaan terkait obat maupun pasien. Literatur yang banyak digunakan

141 19 berikutnya adalah internet, yaitu sebanyak 168 kali digunakan. Internet merupakan akses tercepat untuk mencari informasi. Oleh karena itu diharapkan semua Apoteker memiliki akses yang dapat memudahkan mencari informasi obat dengan disediakan internet berupa jaringan hot spot atau modem. Selanjutnya, literatur yang digunakan sebanyak 155 kali adalah buku Formularium tahun Saat ini formularium berupa buku saku kecil, dimana saat menggunakan buku ini butuh waktu sedikit lama untuk membuka halaman, sehingga diharapkan buku formularium ini dapat dibuat menjadi bentuk pdf yang dibagikan keseluruh Apoteker. Selanjutnya, pendataan objek yang ditanyakan dalam pelayananan informasi obat selama tahun 2011 terdapat sekitar 14 nama objek yang ditanyakan di pelayanan informasi obat (PIO) RSCM, dengan pertanyaan nama objek terbanyak adalah kadar albumin dan kreatinin klirens sebanyak 28 dan 9 pertanyaan (lihat tabel 4.3). Kadar albumin biasanya ditanyakan terkait dengan pasien yang memiliki kegagalan fungsi organ hati dan pasien dengan jaminan ASKES. Sedangkan kreatinin klirens biasanya ditanyakan terkait dengan pasien yang memiliki kegagalan fungsi organ ginjal. Oleh karena itu, diharapkan PIO di RSCM membuat buku panduan terkait dengan obat-obat yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh kegagalan fungsi organ seperti hati dan ginjal. Sedangkan, untuk data klasifikasi pertanyaan dalam pelayananan informasi obat selama tahun 2011 terdapat sekitar 13 klasifikasi pertanyaan yang ditanyakan di pelayanan informasi obat (PIO) RSCM, dimana klasifikasi pertanyaan terbanyak adalah identifikasi yaitu sebanyak 932 pertanyaan (lihat tabel 4.4) yang ditanyakan terkait dengan identifikasi seperti komposisi dan kegunaan obat. Saat ini, PIO RSCM berencana menerbitkan beberapa buku seperti panduan penggunaan dan penanganan obat-obat hight alert, panduan pencampuran dan stabilitas obat kemoterapi, panduan pencampuran antibiotik, dan panduan pencampuran obat hight alert. Untuk membuat buku tersebut lebih bermanfaat, maka masukan informasi terkait dengan obat dari penelusuran data PIO 2011 perlu ditambahkan di dalam buku-buku tersebut. Berdasarkan data hasil rekapitulasi, perlu ditambahkan masukkan 6 golongan obat kemoterapi untuk buku panduan pencampuran dan stabilitas obat

142 20 kemoterapi. Obat kemoterapi yang ditambahkan informasinya yaitu Cisplatin, Cyclophosphamide, Daunorubicin, Doxorubicn, Etoposid dan Methotrexate. Kemudian, ditambahkan masukkan 16 obat antibiotik untuk buku panduan pencampuran antibiotik. Obat antibiotik yang ditambahkan informasinya yaitu Amikasin, Amoxycillin, Amphotericin B, Ampicillin Subactam, Cefotaxim, Cefepim, Ceftriaxone, Cefuroxime, Ertapenem, Flukonazole, Fosfomycin, Ganciclovir, Linezolid, Metronidazole, Tigesiklin dan Vancomycin. Selanjutnya, ditambahkan masukkan 13 obat yang termasuk hight alert untuk buku panduan pencampuran hight alert. Obat tersebut yang ditambahkan informasinya yaitu Digoksin, Dobutamin, Enoksaparin Natrium (Lovenox), Epinefrin, Fenitoin, Heparin, Klonidin, Magnesium Sulfat, Morphine, Midazolam, Natrium Bikarbonat, Ondansetron, dan Propofol. Sedangkan, penambahan masukkan untuk panduan penanganan obat hight alert adalah sebanyak 13 obat. Obat tersebut yang ditambahkan informasinya yaitu NaCl, Natrium Bikarbonat, KCl, Fentanyl, Morphine, Heparin, Warfarin, Humalog, Humulin, Lantus, Apidra, Novoravid dan Dobutamin. Dari hasil rekapitulasi data, sering juga ditemukan pertanyaan yang berkaitan antara obat satu dengan obat lainnya. Sehingga dibuatlah informasi berupa matriks untuk memudahkan dalam menjawab pertanyaan. Matriks yang dibuat diantaranya adalah konversi dosis Fentanyl, jenis-jenis insulin dan lini antibiotik. Masukkan-masukkan yang ditambahkan untuk buku panduan yang dibuat dapat dilihat dilampiran 8, 9 dan 10.

143 21 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Pelayanan informasi obat di RSCM belum dilakukan secara central, dimana belum ada 1 Apoteker penaggung jawab yang khusus melayani informasi obat secara fulltime. Pelayanan informasi Obat melayani pertanyaan setiap bulan sebanyak pertanyaan, dengan melibatkan 8 Apoteker klinis. 2. Pendataan nama obat selama tahun 2011 terdapat sekitar 882 nama obat yang ditanyakan di pelayanan informasi obat RSCM, dengan pertanyaan nama obat terbanyak adalah albumin. 3. Pendataan literatur yang digunakan selama tahun 2011 terdapat sekitar 89 literatur yang digunakan, dengan literatur yang digunakan terbanyak adalah MIMS dan Drug Information Handbook yaitu sebanyak 321 dan 304 kali digunakan. 4. Pendataan objek yang ditanyakan selama tahun 2011 terdapat sekitar 14 nama objek yang ditanyakan, dengan pertanyaan nama objek terbanyak adalah kadar albumin dan kreatinin klirens sebanyak 28 dan 9 pertanyaan. 5. Pendataan klasifikasi pertanyaan selama tahun 2011 terdapat sekitar 13 klasifikasi pertanyaan yang ditanyakan, dimana klasifikasi pertanyaan terbanyak adalah identifikasi yaitu sebanyak 932 pertanyaan. 6. Penambahan masukkan 6 golongan obat kemoterapi untuk buku panduan pencampuran dan stabilitas obat kemoterapi, penambahan masukkan 16 obat antibiotik untuk buku panduan pencampuran antibiotik, penambahan masukkan 13 obat yang termasuk hight alert untuk buku panduan pencampuran hight alert dan penambahan masukkan untuk panduan penanganan obat hight alert. 5.2 Saran 1. Perlu terdapat 1 Apoteker penanggung jawab yang bekerja secara fulltime di PIO dan PIO dimasukkan dalam struktur organisasi di Instalasi Farmasi. 21

144 22 2. Perlu dilakukan kerjasama dengan Komite Farmasi dan Terapi (KFT), dalam hal penggunaan obat secaara rasional. 3. Perlu penambahan informasi interaksi obat dalam buku panduan.

145 23 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan RI Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Kementrian Kesehatan RI PP No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. Tim Panitia Farmasi dan Terapi Formularium Rumah Sakit RSUPN DR Cipto Mangunkusumo : Jakarta. World Health Organization Ethical Criteria for Medical Drug Promotion. World Health Organization: Geneva. World Health Organization First Intercountry Workshop on National Drug Information Services. World Health Organization: China dan India. Diakses pada tanggal 4 mei 2012 Pukul 23:00 WIB. Diakses pada tanggal 10 Mei 2012 Pukul 21:00 WIB. 23

146 LAMPIRAN

147 24 Lampiran 1. Contoh Keberadaan Pelayanan Informasi Obat Dalam Struktur Organisasi IFRS (Struktur Organisasi Minimal).

148 Lampiran 2. Rekapitulasi PIO ( Nama Obat) Selama Tahun No Nama Obat Jumlah 1 Albumin 71 2 Meropenem 51 3 Tigecycline 42 4 KCl 38 5 Amikasin 37 6 Omeprazole 36 7 Levofloxacin 35 8 OMZ 35 9 Paracetamol Cefixime Simvastatin Cisplatin Ranitidine Methotrexate Methylprednisolone Captopril NaCl Cyclophosphamide Ceftazidime etoposid Cefazolin Vancomycin Ascardia Ceftriaxone Fluimucil Fosfomycin Valsartan Ara-c Tramadol Ultracet Ampicillin sulbactam Bisoprolol Cefotaxime Co-amoxiclav Fluconazole Spironolactone FU Asam Mefenamat Durogesic aspilet Ciprofloxacin Furosemid Humulin R KSR Amoksisilin ISDN Lansoprazole Amlodipin Bicnat Fentanyl Azithromycin Carboplatin Cefoperazone-sulbactam Clavamox Dexamethasone Ifosfamid Insulin Laxadine Mesna MST Rifampicin ARV Bisolvon Clopidogrel Combiplex Ketorolac Leucogen Metronidazole Neurobion Rimstar 4-FDC Streptomycin Thyrax Asam Folat Chloramphenicol Cotrimoxazole Doxorubicin Ertapenem Farmadol Heparin Ketoprofen Lipofundin Niflec Novorapid Piperacillin tazobactam Plavix Simarc Cefoperazone 9 88 Cernevit 9 89 Ganciclovir 9 90 Gliquidone 9 91 INH 9 92 Kabiven 9 93 Lantus 9 94 Natrium Diklofenak 9 95 Propranolol 9 96 Warfarin 9 97 Adalat oros 8 98 Cefepime 8 99 Clindamycin Clinimix 8

149 Daunorubicin Dextrose Dynastat Gentamisin Linezolid Lovenox Pradaxa Stabixin Triofusin E Acyclovir Cefuroxime CPA pulse Diazepam Digoxin Meloxicam Mikasin Nifedipine Picyn Pyrazinamide Tazocin Tygacil Vitamin E Actrapid insulin Allopurinol Ambroxol Arixtra Aspar K Cetirizine Desferal Ethambutol Gemfibrozil Hepa-Merz HP Pro Imuran Inviclot Ivelip Koate Lesichol Lincomycin Metformin MgSO Mucosta Mycamine Vascon Ventolin Xarelto Zovirax Actinomisin Aminofluid Bleomisin Cefobid Cefpirom Ciclosporin Citicoline Depakene Domperidon Efavirenz Euthyrox Ibuprofen Inpepsa Lactulax Leukokine Leunase Mannitol Mecobalamin Megace Mestinon Niacinamide Novomix Ossoral Perdipine Sandostatin SNMC Sucralfate Ulsicral Vancep Vincristin Zinc Zistic Actifed Adriamicin Alinamin Amiodaron Betadin Blopress Cataflam Cilostazol Clonidin Concor Crome Cutimed Cymeven Cytodrox Dacarbazin Diltiazem Dulcolax Duviral Enervon C Gammaras Glibenklamid 4

150 Glucophage Haloperidol Humalog Humulin N Hytrin Imipenem Keppra Lodomer Micardis Neulin Nexium Noperten Panadol Phenytoin Ponstan Procarbazin Stesolid Sulfas ferrosus Tazobactam Thrombophob Trental Vitamin B Vitamin C Vitamin K Voltaren Vometa Alprazolam Amfoterisin B Aminofusin Aspar Aspirin Atorvastatin Atropin Sulfat Bactoderm Becombion CaCO Candistatin Cavit D Cefadroxil Cefspan Cellept Cisapride Claneksi Clarithromisin Dactinomycin Dianeal Dobutamin Feldene Fenofibrat Ferriprox Flixotide Flumazenil Fluoxetine Gelofusin Geriavita Harnal HCT Hepamax Herbesser Hidonac Hiviral Humapen Irverbal Kalitake Kalk Kalsium Kemicetin Lamivudin Lasix Lipanthyl Lipitor Madopar Meronem Metoclopramide Meylon Micafungin Morphine Mucopect Myfortic Neurodex New Diatabs Nonflamin Norepinephrine Novalgin Nystatin OBH Ondansetron Osteocal Pentoxyfilline Piperacillin Profenid Propofol Prostigmin PTU Rhodium Riklona Rimcure 3-FDC Rocaltrol Salbutamol Sanprima Sefalosporin 3

151 Sharox Sistenol Somatostatin Staviral Targocid Teicoplanin Theragran M Thromboless Triamcinolone Ubretid Ulsidex Urdafalk Viagra Vitalong C Vitamin B Yal Zyloric Zyvox TC Abbotic Abilify Adalat Aldactone Alexan Alpentin Amitriptylin Ampicillin Anemolat Angioten Ara-C HD Arcoxia Ardium Artrilox Asam asetil salisilat Asam Traneksamat Asetazolamid Asthin Force Avamys Bactesyn Bactrim Bactroban Betahistin Budenofalk Cal Calos Cardiomin Cardura Carvedilol Cedocard Ceftizoxime Cendo Cenfresh Chloramex Cilastatin Ciproxin Cobazime Codein Colistin Cravit Cryptal Decubitus Dicynone Dilantin Dobuject Doksisiklin Dopamin Doripenem Dumin Duoderm Extrathin Ecavit Elastyn Emend Epinephrin Erythromycin Estazor Farmorubicin Filgastrim Folavit Frego Frisium Gabapentin Glucosamine Glutamic Granocyte Harnal Ocas Hemobion Herbesser CD Hipnoz Hydrogen Peroksida Hydroxyurea Imodium Ismo Kalbamin Kalmethasone Kalsium glukonat Lapibal Litorcom Loratadine Lorazepam Lutenyl 2

152 Meptin Meropex Mertigo Microlax Midazolam Milrinone Minirin Misoprostol Mitomycin Mixtard Novolet Mupirocin Nasonex Neulastim Nitroglycerin Ofloxacin Ossovit Ozid Parecoxib Pethidin Pigtail Piracetam Piroxicam Pletaal Precedex Primetamin Probenecid Procaine penicillin Prohiper Proris Pulmicort Raivas Ramipril Reotal Rescuvolin Ryzen Sangofer Sebivo Sifrol Sildenafil Smecta Sotatic Stabactam Stronger Minophagen Sulbactam Takelin Tensivask Threragran M Thrombo Aspilets Thyrozol Tiaryt Tienam Trachvent Tridex Triofusin Valdimex V-Fend VQ Xeloda Zyprexa Mercaptopurin Acarbose Acetylsistein Aclasta Ademetionin Adenocor Adrenalin Adricin Albapure Albothyl Alkeran Alprostadil Aminophylin Aminoplasmal Aminosteril infant Aminovel Analsik Anusol Apialys Apridra Arcalion Aricept Arsuamoon Artamin Asam fusidat Asam nalidiksat Asam salisilat Asam urso Asam Valproat Asering Atenolol Ativa Atorsan Atropin Atroven Augmentin Avelox Baquinone Becom C Becom-zet Benadryl 1

153 Bephanten Berotec Beta one Betaserc Bevizil Bicarbonate Bifosfonat Bio ATP Bleocin Bone one Brainact Braxidin Broadced Bromhexin Bromocriptin Buscopan Bynozit Carbosin Cardarone Casodex Cefat Cefditoren Cefsix Celebrex Cendo Eyefresh Cendo Lubrican Cendo Noncort Cendo Oculenta Cendo polydex Cendo P-Pred Cendo xitrol Ceradolan Cerini Ceropid Cetalgin Cetrican everolimus Chlorpromazin Cifrol Citarabin Claritin Codipront Cofact Comafusin Combantrin Comdipin Counterpain CPZ CTM Cutisoft Cymbalta Damaben Danalgin Dapson Decubal Demacoline Denasone Depakote Depakote ER Dermazin Desferoksamin Desoxymethasone Detrusitol Dexacef Dextromethorphan Diabetasol Diamox Diane Didanosin Dietilkarbamazin Difenhidramin Digest Dipeptiven Dipiridamol Disolf Ditranex DNR Donepezil Dopamet Dorner Duoderm Duoderm CGF Duphaston Echinocandins Ecron Ekstrak ekinasea Elox Encephabol Endotin Endoxan Enoksaparin Entrasol Enystin Eperisone Epirubicin Eprex Ericaf erymed Erythrocin Erythromycin Erythropoietin 1

154 Esperson Etoksisklerol Extramix Ezetrol FG Troches Fish Oil Flagyl Flagystatin Flash Fleet Fleet Phosphosoda Flucoral Fludara Foban Fujimin Fungizone Fusicort Garamycin Gemzar Genteal Glaucon Gliclazide Gliseril trinitrat Glucobay Glucovance Gludepatic Glurenorm Granon Griseofulvin Guardix Haldol Decanoat Hemapo Hepa-Q Hexavast Hironac Humulin Hydrocortisone Hypobhac Ikamicetin Illiadin Iloprost Imboost Imreg Incelin Inhipram Integrilin Interpril Intralipid Irbesartan Isoprinosine Ivanes Kabergolin Kaen Mg Kalium dihidrogen Kalium diklofenak Kalsium Folinat Kalsium leucovorin Kalsium levofolinate Kaltrofen Kanamycin Karbapenem Kedacillin Kemoren Kenacort Kenalog Kifluzol Klorin Kofein anhhidrat Kolkatriol Koloid Lacbon Lactacyd Lactafar Lacto-B Lactobacilus Largactil LCD Levemir Lidocaine Lioresal Lisinopril LiverCare Lodem Losartan Lovales Luminal Lyrica Mabthera Maintate Mebo Medrol Medroxyprogesterone Mefinal Megaplex Meladerma Meropex Metamizole Methampyrone Methycobal Metrofusin 1

155 Miconazole Micropore Mictonorm Mifortic Miniaspi Minosep Mionalgin Monuril Moxifloxacin Mycoderm Mycostatin Myco-Z Myelon Mylanta Nalgestan Naloxone Natrium bikarbonat Natrium fosfat Neurobat Neurodial Neurosanbe Neviral Nevradin-E Nexavar Nicholin Nicotinamide Nicotinic Nimodipine Nimotop Nipe Nitrofurantoin Normastin Norvask Novamet Noverapin Novoban Novofine Nulacta plus Nutricen Octreotide Oilum Olmetec Omega Opistan Oralit Osamin Oste Oste Forte Osteocare Oxoferin Paloxi Pantoprazole Pantozol Parasol Paratusin Pelastin Penicillin Percedex Pharmaton Formula Phospate Piclodin Pioglitazone PK kristal Plasbumin Plasmaferesis Platogrix Polycrol Polydocanol Polysilane Pralax Pravastatin Primperan Pritalinc Pritis siip Prograf Prolacta Proline Pronalges Pronicy Prosogan Prosure Proxifar Proza Ptechie Purilon Ranocyte Rebamipide Recolfar Rhinos Risperidone Rituximab Roculax Ronipnol Ropinerol Salofalk Sangobion Santa E Scantaren Sefotiam Semax 1

156 Serenace Seretide Seroquel XR Silum Sofra Tulle Soft U Derm Solosa Solu Medrol Sorbact Spasminal Spiriva Spirola Stator Stavudin Stomacer Strocain Stugeron Sulcolon Sulfazidin Sulperazon Sumagesic Surbex T Surbex Z Surecan Tadalafil Tamsulosin Tarivid Tebokan Telfast HD Telmisartan Temodal Tenapril Tenovovir Terazosin Terbinafine Thalidomid Theochodil Theophylline Thiamzole Tibigon Tibitol Tobramycin Tobryn Tocopheryl Tomudex Topamax Tramal Transpulmin Triatec Triofusin Trizedon MR Tutofusin Twinrix Ultrafix Urdahex Urogafin Urogard Ursochol Vaksin PVC Valisanbe Valium Valtrex Vascuprax Vascuprax Vasofix V-Bloc Vecuronium Venozol Viostin vitacyd Vitamin A Vitamin D Voltadex VP Vytorin Xylocaine Zegavit Zitanid Zofran Zolpidem Zometa Zonegram 1

157 34 Lampiran 3. Rekapitulasi PIO ( Literatur) Selama Tahun No. Literatur Yang di gunakan Jumlah 1 MIMS Drug Information Handbook CDS Internet formularium Brosur obat Kebijakan Rumah Sakit Software 58 9 Handbook on injectable Drug DPHO ASKES Pediatric Dosage Handbook ETG Complete Farmakologi dan terapi Master harga obat 25 ASHP therapeutic guideline on antimicrobial prophylaksis in surgery DPHO Bertanya ke dokter Kardeks Kebijakan ASKES Kebijakan Jaminan Intravenous Medication e-book 9 23 Data stock obat 8 24 Panduan stabilitas dan inkompatibilitas antibiotik 8 25 SOP 8 26 EHR 7 27 Australian injectable drug handbook 6 28 BNF 6 29 Kebijakan gedung A 6 30 Jurnal 5 31 Konfirmasi petugas depo 5 32 Antibiotic Essential 4 33 Bertanya ke perawat 4 34 Informasi obat pulang 4 35 SPO penanganaan High Alert Medication 4 36 Bertanya ke Apoteker Anak 3 37 Bertanya ke Manajerial RSCM 3 38 Buku farmasetik 3 39 Geriatric Dossage HandBook 3 40 Handbook Chemotherapy 3 41 IT Apotek RSCM 3 42 medicinet.com 3 43 Medscape Interaction Checker 3 44 Pedoman penggunaan Antibiotik 3 45 Pelatihan Aseptic Dispensing 3 46 Pertanyaan PIO sebelumnya 3 47 Petunjuk praktis terapi insulin 3

158 35 48 Protokol kemoterapi 3 49 Bertanya ke perinatologi 2 50 Buku Standar pelayanan penyakit dalam 2 51 CCO Formulary 2 52 Daftar obat di kulkas 2 53 Daftar obat hight alert RSCM 2 54 Davis pocket clinical drug 2 55 Diskusi apoteker 2 56 Kebijakan Poly 2 57 Konfirmasi apoteker manajemen 2 58 Konfirmasi petugas bassemen 2 59 Medline 2 60 Pelatihan dari medical representatif 2 61 Antibiotic Esential 1 62 ASKES 1 63 ATS IDSA 1 64 Bahan Workshop PPRA 1 65 Bertanya ke manejerial 1 66 Bertanya ke Pabrik 1 67 Bertanya ke PJ Depo sitostika 1 68 Buku neurologi 1 69 Catatan perawat 1 70 Daftar lemari elektrolit pekat 1 71 data stok pokdisus 1 72 Dipiro 1 73 Fluid & Electrolyte 1 74 Hasil Lab pasien 1 75 Ilmu meracik obat 1 76 Informasi Geriatri 1 77 Jurnal Kemoterapi Anak 1 78 Kebijakan Manajemen Barang 1 79 Kebijakan Pemerintah 1 80 Konfirmasi apoteker 1 81 Konfirmasi apoteker anak 1 82 Konfirmasi ASKES 1 83 Konfirmasi dokter 1 84 Konfirmasi KPRI 1 85 Konfirmasi PJ aseptic dispensing 1 86 Medication History 1 87 Panduan pokdisus 1 88 Panduan stabilitas dan inkompatibilitas antibiotik antibiotik 1 89 SPO Narkotika 1

159 36 Lampiran 4. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan Obat Sitostatika Zat Aktif Informasi tambahan Cisplatin Pemberian mannitol pada kemoterapi dengan cisplatin sebanyak 20% dalam NS 500 cc secara IV drip selama 24 jam Penyimpanan Cisplatin sebelum digunakan selama 72 jam Cisplatin yang dimasukkan kulkas dan terjadi sedikit pengkristalan masih dapat digunakan dengan cara didiamkan di ruangan atau dapat direndam pada waterbath selama beberapa menit sampai kristal kembali larut Cyclophosphamide Hidrasi pada pemberian Cyclophosphamide 500 mg dilakukan bersamaan dengan dengan masuknya Cyclophosphamid sebanyak ml total fluid Kesetaraan dosis Doxorubicin 2/3 kali Daunorubicin dosis daunorubicin Kesetaraan dosis Doxorubicin 2/3 kali dosis daunorubicin Doxorubicn Pelarut Doxorubicin pada protokol AML adalah NaCL 100 ml diberikan IV drip selama 1 jam Etoposid Methotrexate Etoposid yang dimasukkan kulkas dan terjadi sedikit pengkristalan masih dapat digunakan dengan cara didiamkan di ruangan atau dapat direndam pada waterbath selama beberapa menit sampai kristal kembali larut Asam Folat dapat menurunkan efek methotrexate Methotexate IT dapat disimpan selama 24 jam

160 37 Lampiran 5. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan Obat IV Idmixture Antibiotik. Zat Aktif Amikasin Amoxycillin Amphotericin B Ampicillin Subactam Cefepim Informasi tambahan Dosis Amikasin yang dapat diberikan pada pasien dengan CrCl 50,2 ml/mt adalah 1 g per 36 jam, diberikan dengan cara infus menit setelah dilarutkan dengan WFI/NaCl/Dextrose 200 ml Amoxycillin aman untuk ibu menyusui Rekonstitusi amfoterisin B injeksi dilarutkan dalam WFI 10 ml, lalu dilarutkan dalam Dextrose 5% 500 ml Ampicilin Sulbactam stabil dalam suhu ruangan selama 24 jam setelah dilarutkan dengan WFI Pengenceran Cefepim 750 mg injeksi dilarutkan dalam 50 cc NS atau D5W (konsentrasi tidak lebih dari 40 mg/ml Stabilitas cefotaxime inj setelah direkonstitusi sampai 24 jam Cefotaxime dalam dosis kecil untuk anak tidak perlu di repacking karena harganya murah Cefotaxim

161 38 Ceftriaxone Cefuroxime Ceftriaxon setelah dioplos berminyak di dalam syringe harus dikembalikan ke gudang bassement, dengan membuat laporan kerusakan perbekalan farmasi Sefuroksim disimpan di lemari pendingin pada suhu C Ertapenem Flukonazole Ertapenem stabil selama 24 jam. Untuk mengoptimalkan kestabilan, sebaiknya obat direkonstitusi di bagian TPN/ IVadmixture. Flukonazol tidak ada dalam bentuk sediaan powder Kombinasi fosfomycin dan ceftazidim digunakan untuk membunuh gram negatif pada HAP Fosfomycin Ganciclovir Dosis fosfomicyn untuk ckd adalah 8g di campur dengan 500 ml dextrose Fosfomicin dosis 4 gr dapat dicampur dengan 100 ml dextrose Di RSCM tidak tersedia Gansiklovir oral Cara pemberian Gansiklovir 40 mg dengan Dilarutkan dalam 20 cc NaCL diberikan IV selama 1 jam

162 39 Linezolid Metronidazole Tigesiklin Vancomycin cara pemberian : Linezolid diberikan dengan drip selama menit. Tidak dapat diberikan dengan obat lain dalam satu line seperti pada three way line. Dosis linezolid untuk anak : 10 mg/kg/dosis, diberikan tiap 8 jam. Tidak ada penyesuaian dosis untuk pasien CKD. Metronidazol bisa dibuatkan serbuk untuk obat luar, Caranya dokter menulis tambahan di edit catatan bahwa metronidazol minta dibuatkan serbuk oleh farmasi Tigesiklin tidak boleh diberikan secara IM hanya boleh secara IV Serbuk vancomycin 500 mg injeksi dapat dibuat dalam bentuk oral dengan cara dibagi menjadi 4 bagian dan dimasukkan dalam kapsul dengan aturan pakai 4x125 mg Vancomycin injeksi tidak dapat diberikan secara oral karena absorbsi vancomycin buruk, Jika digunakan tidak untuk diabsorpsi bisa diberikan sebagai puyer atau kapsul.

163 40 Lampiran 6. Informasi Tambahan Pedoman Penggunaan Obat IV Idmixture. Digoksin Dobutamin Zat Aktif Enoksaparin Natrium (Lovenox) Epinefrin Fenitoin Heparin Informasi tambahan Digoksin dapat dilarutkan dengan 100 ml Dextrose 5% atau NaCl 0,9%, namun harus dilarutkan dalam 4 kali volume digoksin yang dilarutkan, dan campurkan dengan sempurna. Larutan yang dihasilkan jernih dantidak berwarna, Berikan melalui IV infus dengan volumetric infusion umumnya selama 2 jam. Jika diperlukan dosis loading, infus dapat diberikan dalam waktu menit. Aturan pakai digoksin bisa digunakan 1-3 tab sehari dengan kekuatan 0,25mg Heparin dan Dobutamin boleh digabung dalam satu threeway Pasien ASKES: Pelarut untuk mengencerkan Dobutamin / Dopamin yang diberikan adalah NaCl 0,9% 500 ml. Dosis Lovenox 0,2 Unit, 0,4 dan 0,6 Unit Lovenox bisa diberikan secara subkutan Konsentrasi norepinefrin 4 mg/4 ml dilarutkan hingga 50 ml, konsentrasi akhir adalah 80 mcg/ml. Jika disuntikkan 39 ml/jam maka dosis yang diberikan adalah 80 mg/ml x 39 ml = 3120 mg Fenitoin kompatibel dengan NaCl.Fenitoin dapat mengkristal pada ph<11.5 tetapi dapat dicegah dengan melarutkan dengan kosentrasi 1-10 mg dalam NS Fenitoin diberikan tidak lebih dari 50 mg/menit. Aminofilin injeksi dan heparin bisa dalam satu line Heparin dan Dobutamin dapat dicampurkan dalam satu threeway Heparin bisa digunakan berkali-kali dengan catatan harus diambil secara aseptik

164 41 Heparin dapat diberikan sebagai obat tetes mata, untuk mengatasi penumpukan fibrinogen pada mata. diberikan dengan menggunakan vial dari sedaan tetes mata yang steril KCl infus dapat digunakan bersama dengan Heparin dan MgSO4 dalam threeway KCl infus dapat digunakan bersama dengan Heparin dan MgSO4 dalam threeway Penggunaan warfarin yang menggantikan heparin harus dioverlap selama beberapa hari, karena Warfarin bekerja sebagai antagonis vitamin K sehingga efek antikoagulannya baru timbul setelah seluruh faktor pembekuan darah yang bergantung vitamin K terhambat. Selama waktu ini heparin harus tetap digunakan agar tetap terjadi penghambatan koagulasi darah. Klonidin Magnesium Sulfat Morphine Midazolam Natrium Bikarbonat Pengenceran clonidin IV 30 mcg dalam NaCl 20 cc diberikan IV selama 30 menit Tidak ada interaksi antara madopar, nifedipin dan clonidin yang significant KCl infus dapat digunakan bersama dengan Heparin dan MgSO4 dalam threeway Sediaan Mgso4 injeksi yang tersedia adalah 20% dan 40 %, dan yang digunakan untuk premedikasi adalah sediaan yang 20 % Dosis morphine 5-35 mg/jam Morfin dan durogesic patch keduanya sama-sama mengatasi nyeri, tetapi durogesic memiliki efek konstan untuk mengatasi nyeri karena durasi kerjanya yang lama. Durogesic patch ditempelkan di daerah yang tidak berambut. Dosis midazolam untuk anestesi adalah 0,3-0,35 mg/kg bb Dosis Natrium bicarbonat pada pasien dengan renal failure adalah meq/kg/hari dengan dosis terbagi

165 42 Pengenceran Bicnat drip dengan NaCl 0,9% 200 ml dapat menggunakan NaCl 0,9% 500 ml dan dibuang 300ml lalu dimasukkan Bicnat drip secara tehnik aseptik Bicnat Drip Kegunaan bicnat pada pasien gagal ginjal : untuk mengatasi kondisi asidosis yang biasa dialami pasien gagal ginjal akibat penumpukan sisa metabolisme. Ondansetron Propofol Bicnat capsul tidak boleh diberikan pada ibu menyusui karena bisa menyebabkan hypernatremi pada bayi Tidak ada interaksi antara cilostazol, ondansetron dan pantoprazol Stabilitas : propofol dapat digunakan maksimal 6 hari setelah kemasan primer dibuka.

166 43 Lampiran 7. Informasi Tambahan Pedoman Penanganan Obat Hight Alert Zat Aktif Informasi tambahan NaCl 3% lebih pekat daripada NaCl 0,9%. NaCl Kesetaraan : NaCl 17 meq/gram dan KCl 13 meq/gram. Cara pemberian NaCl pada bayi adalah larutan NS 0.9% yang dicampur pada susu mellalui NGT KCl premixed yang tersedia adalah 12,5 dan 25 meq dalam larutan NS KCl KCL bisa dilarutkan dalam RL, dextrose dan NaCl Penyimpanan : KCl seharusnya disimpan di lemari elektrolit pekat dan tidak digabung dengan obat lain. KCl 25 meq dapat ditambah dengan 3x3 tab jika kadar kalium pasien memang sangat rendah jadi dosis tersebut masih diperbolehkan Kadar kalium pasien antara 2,5-3 maka kecepatan pemberiannya adalah 5-10 mek/jam Dosis Natrium bicarbonat pada pasien dengan renal failure adalah meq/kg/hari dengan dosis terbagi Natrium Bikarbonat Pengenceran Bicnat drip dengan NaCl 0,9% 200 ml dapat menggunakan NaCl 0,9% 500 ml dan dibuang 300ml lalu dimasukkan Bicnat drip secara tehnik aseptik Bicnat Drip Kegunaan bicnat pada pasien gagal ginjal : untuk mengatasi kondisi asidosis yang biasa dialami pasien gagal ginjal akibat penumpukan sisa metabolisme.

167 44 Bicnat capsul tidak boleh diberikan pada ibu menyusui karena bisa menyebabkan hypernatremi pada bayi Dosis maksimal Fentanyl 900ug/6 jam Dosis fentanyl untuk berat sekitar 50 kg : iv bolus maksimal 25 mcg/dose tiap 10 menit atau 20 mcg/dose tiap 6 menit max 100mcg/jam, literatur lain 25-50mcg bolus, dilanjutkan dengan infus 1-3 mcg/kg/jam Fentanyl Dosis fentanil untuk tindakan endoscopi sebanyak 2 mg Dosis yang digunakan untuk mengganti durogesic patch dengan morfin tablet sesuai nilai konfersi adalah 131mg Dosis Maksimum Fentanyl patch mencapai 3400 mcg/jam Aminofilin injeksi dan heparin bisa dalam satu line Heparin dan Dobutamin dapat dicampurkan dalam satu threeway Heparin bisa digunakan berkali-kali dengan catatan harus diambil secara aseptik Heparin Heparin dapat diberikan sebagai obat tetes mata, untuk mengatasi penumpukan fibrinogen pada mata. diberikan dengan menggunakan vial dari sedaan tetes mata yang steril KCl infus dapat digunakan bersama dengan Heparin dan MgSO4 dalam threeway KCl infus dapat digunakan bersama dengan Heparin dan MgSO4 dalam threeway

168 45 Penggunaan warfarin yang menggantikan heparin harus dioverlap selama beberapa hari, karena Warfarin bekerja sebagai antagonis vitamin K sehingga efek antikoagulannya baru timbul setelah seluruh faktor pembekuan darah yang bergantung vitamin K terhambat. Selama waktu ini heparin harus tetap digunakan agar tetap terjadi penghambatan koagulasi darah. Warfarin Cara minum warfarin : Warfarin dapat diminum kapan saja tanpa mempengaruhi efektivvitasnya. Namun, bila diminum pada malam hari efek obat sudah akan muncul pada saat dokter memeriksa di pagi keesokannya sehingga dosis maupun pemakaian obat dapat langsung disesuaikan. Warfarin bukan tidak boleh dimakan dengan mengkonsumsi sayuran. Yang tepat, pasien harus diinformasikan agar mengkonsumsi sayuran, terutama sayuran hijau secara konsisten sesuai kebiasaannya sehingga efek warfarin sebagai antagonis vitamin K yang banyak terdapat pada sayuran hijau tersebut tidak naik-turun sesuai jumlah vitamin K dalam sayur yang dimakan, melainkan tetap dan dapat dipantau oleh dokter. Warfarin merupakan obat high alert karena obat ini dapat mempengaruhi hemostasis sehingga bila terjadi kesalahan dalam penggunaannya dapat menimbulkan akibat yang fatal, yaitu perdarahan

169 46 Dosis maksimal warfarin adalah 10 mg (5 tab) sebagai dosis pemeliharaan Aspirin bisa diberikan bersama dengan clopidogrel dan warfarin, selama pemakaiannya dipantau untuk mencegah efek samping perdarahan

170 47 Lampiran 8. Jenis-jenis Insulin dan Cara Kerja Dalam Tubuh ( Jenis Insulin Waktu Aturan Pengaturan Gula Darah Cara Penggunaan Cara Penyimpanan Contoh Nama Dagang Rapid Acting Onset menit Peak menit Duration 1-5 jam Short Acting Onset ½-1 jam Peak 2-5 jam Duration 2-8 jam Intermediate Acting Onset 1-2 ½ jam Peak 3-12 jam Duration jam Digunakan bersamaan makanan, jenis ini digunakan bersamaan dengan jenis insulin longeracting Digunakan untuk mencukupi insulin setelah makan menit. Digunakan untuk mencukupi insulin selama setengah hari atau sepanjang malam. Jenis ini biasa dikombinasi dengan jenis rapid-acting Subkutan Tempat penyuntikan harus dirotasi. Pasien tidak dianjurkan untuk menyuntik pada lokasi yang sama dalam 1 (satu) bulan berturutturut. Lokasi penyuntikan antara satu dengan yang lain sebaiknya berjarak 2,5 cm. Apidra dan Humalog disuntikkan 15 menit sebelum makan. Novorapid disuntikkan sesaat sebelum atau sesudah makan. Hindari penyuntikan insulin yang dingin. Subkutan Tempat penyuntikan harus dirotasi. Pasien tidak dianjurkan untuk menyuntik pada lokasi yang sama dalam 1 (satu) bulan berturutturut. Lokasi penyuntikan antara satu dengan yang lain sebaiknya berjarak 2,5 cm. Disuntikkan menit sebelum makan. Hindari penyuntikan insulin yang dingin. Subkutan Tempat penyuntikan harus dirotasi. Pasien tidak dianjurkan untuk menyuntik pada lokasi yang sama dalam 1 (satu) bulan berturut- Penyimpanan pada suhu C. Jangan disimpan dalam freezer. Jika vial sedang digunakan dapat disimpan pada suhu C atau pada suhu kamar dibawah 30 0 C. Hindari terkena panas atau cahaya langsung. Penyimpanan pada suhu C. Jangan disimpan dalam freezer. Jika vial sedang digunakan dapat disimpan pada suhu C atau pada suhu kamar dibawah 30 0 C. Hindari terkena panas atau cahaya langsung. Penyimpanan pada suhu C. Jangan disimpan dalam freezer. Jika vial sedang digunakan dapat disimpan pada suhu C Apidra, Novorapid, Humalog Actrapid, Humulin R Humulin N, Insulatard

171 48 Onset Peak Duration Long Acting Pre-Mixed ½-3 jam 6-20 jam jam Onset menit Peak ½ -12 jam Duration jam lebih atau short-acting. turut. Lokasi penyuntikan antara satu dengan yang lain sebaiknya berjarak 2,5 cm. Digunakan untuk Subkutan Tempat mencukupi insulin penyuntikan harus seharian. Jenis ini dirotasi. Pasien tidak biasa dikombinasi dianjurkan untuk dengan jenis rapidacting menyuntik pada lokasi atau short- yang sama dalam 1 acting. (satu) bulan berturutturut. Lokasi penyuntikan antara satu dengan yang lain sebaiknya berjarak 2,5 cm. Produk ini biasanya Subkutan : Tempat digunakan dua kali penyuntikan harus sehari sebelum dirotasi. Pasien tidak makan. Premixed insulin adalah kombinasi dengan proporsi yang spesifik insulin intermediate-acting dan insulin shortacting insulin di satu botol atau insulin pen. dianjurkan untuk menyuntik pada lokasi yang sama dalam 1 (satu) bulan berturutturut. Lokasi penyuntikan antara satu dengan yang lain sebaiknya berjarak 2,5 cm. Berikan 30 menit sebelum makan atau pada suhu kamar dibawah 30 0 C. Hindari terkena panas atau cahaya langsung. Penyimpanan pada suhu C. Jangan disimpan dalam freezer. Jika vial sedang digunakan dapat disimpan pada suhu C atau pada suhu kamar dibawah 30 0 C. Hindari terkena panas atau cahaya langsung. Penyimpanan pada suhu C. Jangan disimpan dalam freezer. Jika vial sedang digunakan dapat disimpan pada suhu C atau pada suhu kamar dibawah 30 0 C. Hindari terkena panas atau cahaya langsung. Lantus, Levemir Humalog Mix 25, Novomix, Mixtard

172 49 Lampiran 9. Konversi Dosis Fentanyl

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatanyang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 4 FEBRUARI 2 APRIL 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 4 FEBRUARI 2 APRIL 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 4 FEBRUARI 2 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DITA ANDRIANI, S. Farm. 1206312971 ANGKATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat 2.1 Definisi Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang BAB II 2.1 Rumah Sakit TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1.1 Definisi Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 1 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 4 FEBRUARI-2 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL 31 MEI 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DIAN HERMAWATI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL 31 MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL 31 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL 31 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANISA PRIMA

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 1 APRIL - 31 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RATNA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 03 JULI 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER IMELDA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan

Lebih terperinci

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT

KOMITE FARMASI DAN TERAPI. DRA. NURMINDA S MSi, APT KOMITE FARMASI DAN TERAPI DRA. NURMINDA S MSi, APT STANDARD PELAYANAN FARMASI Keputusan MenKes no. 1197/MenKes/SK/X/2004 Tanggal 19 Oktober 2004 Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar dan Amalia, 2004).

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar dan Amalia, 2004). BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pekerjaan Kefarmasian Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Berdasarkan Undang-Undang tentang rumah sakit no.44 tahun 2009,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Berdasarkan Undang-Undang tentang rumah sakit no.44 tahun 2009, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Berdasarkan Undang-Undang tentang rumah sakit no.44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan menjadi salah satu prioritas yang perlu diperhatikan untuk bertahan hidup dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 1.3 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit 4 BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. RUMAH SAKIT Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. DASAR HUKUM RUMAH SAKIT UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. PerMenKes RI Nomor 1045/menkes/per/XI/2006 Tentang Pedoman organisasi rumah sakit di lingkungan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan dalam masyarakat biasanya dilakukan dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu dari saranan kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen berarti bahwa kinerja suatu barang atau jasa sekurang kurangnya sama dengan apa yang diharapkan (Kotler & Amstrong, 1997).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi rumah sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah sakit Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992 Rumah Sakit merupakan salah satu tempat dari sarana kesehatan menyelenggarakan kesehatan, bertujuan

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014 Tentang PERATURAN ORGANISASI TENTANG PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA PERIODE 2 APRIL 4 JUNI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 02 SEPTEMBER 28 OKTOBER 2013

UNIVERSITAS INDONESIA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 02 SEPTEMBER 28 OKTOBER 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 02 SEPTEMBER 28 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu organisasi yag kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan dan pemulihan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah suatu unit yang memiliki organisasi yang teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan penyakit, peningkatan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (promotif, preventif, kuratif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, No.315, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. ORTA RS Kelas B dr. Suyoto. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2018 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT KELAS

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat yang efisien diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi rumah sakit dan pasien

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan BAB TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan demi masa depan yang lebih baik (Le

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO PERIODE 6 SEPTEMBER-28 OKTOBER 2011

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO PERIODE 6 SEPTEMBER-28 OKTOBER 2011 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO PERIODE 6 SEPTEMBER-28 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILDYANTI PUSPITASARI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Kepatuhan menyatakan kesesuaian perilaku dan pelaksanaan kegiatan terhadap ketentuan atau standar yang berlaku. Kepatuah dokter menulis resep dipengaruhi faktor-faktor

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 02 SEPTEMBER 28 OKTOBER2013 LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER BETA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Defenisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, pembangunan dalam bidang kesehatan memiliki peran yang penting. Kesehatan merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 T E N T A N G TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS RUMAH SAKIT JIWA KALAWA ATEI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI Oleh : MEILINA DYAH EKAWATI K 100 050 204 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah sakit Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.58 Tahun 2014 pasal 1 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JL. DIPONEGORO NO. 71 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 30 MARET 2012 SITI

Lebih terperinci

PELAYANAN PENCAMPURAN ASEPTIK DI RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA. Oleh: Dra. Nastiti Setyo Rahayu. Apt

PELAYANAN PENCAMPURAN ASEPTIK DI RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA. Oleh: Dra. Nastiti Setyo Rahayu. Apt PELAYANAN PENCAMPURAN ASEPTIK DI RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA Oleh: Dra. Nastiti Setyo Rahayu. Apt dra Nastiti Setyo Rahayu. Apt INST. FARMASI RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA TUJUAN (Pelayanan Standar) PASIEN:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 3 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI APOTEKER DI RUMAH SAKIT. DIANA HOLIDAH Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember

TUGAS DAN FUNGSI APOTEKER DI RUMAH SAKIT. DIANA HOLIDAH Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember TUGAS DAN FUNGSI APOTEKER DI RUMAH SAKIT DIANA HOLIDAH Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi : Berdasarkan Permenkes No.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

Berdo a terlebih dahulu And Don t forget Keep smile

Berdo a terlebih dahulu And Don t forget Keep smile Berdo a terlebih dahulu And Don t forget Keep smile ja alanallahu wa iyyakum minal aidin wal faizin Heru sasongko dan Keluarga PENDAHULUAN TENTANG RUMAH SAKIT Dosen: Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. Penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir manajemen obat. Penggunaan

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ISKAK TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS

DRUG RELATED PROBLEMS DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: AMALIA FATIMAH K 100 040 178 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang dapat digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam analisis kepuasan pasien, erat hubungannya dengan suatu kinerja, yaitu proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi dalam menyediakan produk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Pengertian Rumah Sakit Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna (pelayanan kesehatan yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.25, 2008 DEPARTEMEN PERTAHANAN. RUMAH SAKIT dr Suyoto. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR: 12 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era persaingan yang ketat, hal utama yang perlu diperhatikan oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, mempertahankan pasar

Lebih terperinci