BAB II URAIAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II URAIAN TEORITIS"

Transkripsi

1 BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Pendapatan Definisi Pendapatan Pendapatan adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerjanya atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan, dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya. Sedangkan menurut Imam Soepomo, ( Imam Soepomo ; 1987 : 130 ), pendapatan adalah pembayaran yang diterima buruh atau selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan, pendapatan dapat berupa uang maupun berupa barang termasuk pengobatan, perawatan, pengangkutan, perumahan, jasa dan lain sebagainya. Berbagai pandangan mengenai pendapatan dari sisi pekerja maupun produsen : (Abud Salim dan Sisdjiatmo Kusumosiswidho, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1982) Pendapatan bagi produsen adalah biaya yang harus dibayarkan kepada buruh dan diperhitungkan dalam penentuan biaya total. Pendapatan bagi karyawan adalah penghasilan yang diperoleh oleh karyawan dengan menggunakan tenaganya kepada produsen.

2 Pendapatan Minimum Berdasarkan konversi ILO No. 131 / 1970 pemerintah memberlakukan ketentuan pendapatan melalui Upah Minimum Regional (UMR). Ketentuan ini merupakan salah satu bentuk campur tangan pemerintah dalam pasar tenaga kerja. Pada kondisi Labour Surplus, tanpa ada intervensi dari pemerintah adalah sangat tidak mungkin dapat memperbaiki kesejahteraan masyarakat atau tenaga kerja. Kebijakan ini mulai diaktifkan kembali pada tahun 1989, penentuan biasanya dimulai dari pembahasan pada tingkat komisi pengupahan dan jaminan sosial di dewan pengusaha, pemerintah dan unsur dari perguruan tinggi mengadakan sidang merumuskan besarnya pendapatan untuk tahun berikutnya. Hasil tersebut direkomendasikan Gubernur diteruskan kepada menteri tenaga kerja dengan mempertimbangkan masukan dari dewan penelitian pengupahan nasional (DPPN), besarnya pendapatan ditetapkan melalui keputusan menteri tenaga kerja. Ketentuan ini efektif berlaku per april pada tahun bersangkutan. Setelah era otonomi daerah, keputusan tersebut didelegasikan kepada gubernur dan mulai berlaku per 1 januari pada tahun yang bersangkutan. UMR merupakan pendapatan terendah yang diijinkan diberikan oleh pengusaha kepada pekerja yang bersifat normative. Dengan demikian pengusaha diperbolehkan memberikan pendapatan yang lebih tinggi dari ketentuan tersebut, bahkan pengusaha yang telah memberikan pendapatan yang lebih tinggi dari ketentuan ini dilarang menurunkan pendapatan karyawan baik pendapatan pokok ataupun tunjangan tetap. (Sasono ; 1994 : 18) Besarnya penentuan pendapatan yang sekarang lazim dikenal dengan Upah Minimum Propinsi (UMP). Didasasarkan pada kebutuhan fisik / hidup minimum, indeks

3 harga konsumen, perluasan kesempatan kerja, pendapatan pada umumnya yang berlaku secara regional, kelangsungan perusahaan, dan tingkat perkembangan ekonomi regional ataupun nasional Pendapatan Minimum Sektoral Regional Pada tahun 1999 pemerintah mulai menerapkan kebijakan pendapatan minimum sektoral regional melalui Upah Minimum Sektoral Regional (UMSR). Kebijakan ini didasarkan pada kenyataan bahwa ketetapan pendapatan yang berlaku selama ini diterapkan untuk seluruh usaha, tanpa membedakan kemampuan perusahaan, sektor usaha, skala perusahaan atau beban resiko kerja. Cakupan ini tidak memandang antara usaha kecil yang berkemampuan rendah dengan perusahaan besar yang tergolong mampu. Lebih ironis bagi perusahaan besar yang kuat secara financial menjadikan UMR sebagai pendapatan yang standar. Kenaikan pendapatan diperusahaan cenderung menunggu kenaikan pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Akibatnya pendapatan karyawan relatif tetap dan berada pada level UMR, artinya walaupun perusahaan menetapkan pendapatan yang relative tinggi dari UMR, tetapi kenaikan tersebut lebih disebabkan oleh tuntutan karyawan untuk menaikan pendapatannya bersamaan dengan kenaikan upah minimum. Kenaikan pendapatan yang demikian disebut upah sundulan. Mekanisme kenaikan pendapatan semacam ini sangat tidak diinginkan karena ada kecenderungan untuk terus menerus tergantung pada kenaikan pendapatan yang ditetapkan pemerintah. Upah sundulan ini pada hakikatnya muncul sebagai dampak negatif akibat dari

4 interpretasi penetapan UMR sebagai pendapatan yang standar. Penetapan pendapatan diperusahaan seyogyanya ditumbuhkan dari kesadaran akan kemampuan perusahaan yang lebih tinggi untuk membayar pendapatan melalui perundingan untuk memperoleh kesepakatan yang paling diinginkan. Dengan pendekatan tersebut masyarakat karyawan mengetahui seberapa besar kontribusi yang dicurahkan untuk menghasilkan output, dan kemapuan pengusaha sebenarnya dalam memberikan pendapatan karyawannya. Demikian pula, pengusaha mengetahui secara persis kemampuan memberikan pendapatan dan tingkat pendapatan yang sebanding dengan produktivitas tenaga kerja. Dalam masa krisis, perbedaan kemampuan memberikan pendapatan masingmasing sektor atau perusahaan terlihat semakin nyata, beberapa perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan / perikanan, industri hulu, dan hilir yang berorientasi didaerah rural dan ekspor banyak mendapatkan keuntungan besar dari melemahnya rupiah. Dalam kondisi demikian dipandang perlu untuk berbagi keuntungan kepada karyawannya, hal ini mutlak diperlukan disaat kenaikan UMR pada tahun yang bersangkutan yang tidak bisa mengikuti kenaikan harga barang kebutuhan hidup yang mencapai 80%. Pada gilirannya penetapan UMSR yang lebih tinggi daripada UMR dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang secara nasional dapat meningkatkan permintaan efektif yang selanjutnya mampu menolong menghidupkan kembali aktivitas perekonomian makro. Dalam konteks makro yang berjangka panjang tentunya tidak bisa diharapkan bahwa kenaikan UMSR hanya ditentukan terhadap sektor-sektor ekonomi yang

5 memperoleh keuntungan sesaat akibat konjungtur perekonomian. basis yang lebih kokoh perlu diidentifikasikan sebagai dasar dalam meningkatkan kinerja perusahaan sedemikian rupa sehingga kemampuan perusahaan dalam memberikan pendapatan karyawannya yang bekerja juga terangkat. Dengan basis yang kokoh, peningkatan kemampuan membayar perusahaan bisa lebih berkelanjutan (sustainable) tanpa tergantung pada situasi dan kondisi perekonomian. Akibat positif selanjutnya, peningkatan kesejahteraan perusahaan dan karyawan juga menjadi lebih bias dipastikan Prosedur Penetapan UMSR Pada hakekatnya prosedur penetapan UMSR tidak berbeda jauh dengan penetapan UMR. Penentuan besarnya UMSR sepenuhnya didasarkan pada kesepakatan secara biparti didaerah antara wakil pengusaha dengan wakil tenaga kerja dan masyarakat, pemerintah dalam kesepakatan tersebut hanyalah bertindak sebagai fasilitator dalam penyediaan dana dan informasi kajian peraturan perundangan, keadaan sosial ekonomi masyarakat pekerja, serta perkembangan dunia usaha. Dalam kaitan ini Kandepnaker / Kanwil Depnaker melakukan inventarisasi potensi sektor-sektor yang memungkinkan untuk penetapan UMSR. Hasil inventarisasi potensi tersebut dibahas dalam sidang komisi pengupahan untuk menyepakati sektor-sektor unggulan guna penetapan UMSR. Dalam menyepakati dan menentukan sektor-sektor unggulan komisi pengupahan mempertimbangkan kriteria : Mencakup perusahaan dan jumlah tenaga kerja yang relatif banyak. Penghasil devisa yang cukup besar.

6 Mempunyai nilai tambah yang cukup besar. Beban dan resiko kerja secara sektoral. Kemampuan perusahaan secara sektoral Ada asosiasi perusahaan. Ada serikat pekerja terkait. Sektor-sektor unggulan tersebut kemudian disampaikan kepada asosiasi perusahaan dan serikat pekerja terkait melakukan perundingan secara bipartit untuk menyepakati besarnya UMSR nominal. Pada suatu sektor atau sub sektor yang belum mempunyai asosiasi perusahaan dan atau serikat pekerja, tetapi sektor yang bersangkutan telah memenuhi tiga butir kriteria yang disebut pertama, dapat ditetapkan UMSR. Perundingan untuk menyepakati besarnya UMSR dilakukan oleh APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) atau bersama perusahaan-perusahaan pada sektor yang bersangkutan dengan FSPSI (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Hasil kesepakatan disampaikan kepada menteri tenaga kerja setalah direkomendasikan pada gubernur melalui komisi pengupahan yang kemudian disahkan dan ditetapkan seacara normatif yang mengikat seluruh pengusaha dan pekerja disektor tersebut pada wilayah bersangkutan. Dalam penetapan UMSR perlu diperhatikan pula beberapa rambu sebagai berikut. Pertama, UMSR harus lebih besar daripada UMR. Dalam peraturan menteri tenaga kerja ditentukan bahwa perbedaan tersebut setidak-tidaknya mencapai 10%. Kedua, bahwa selisih antara UMSR dan UMR harus substansial (nyata) sehingga apabila UMSR dikenakan pajak penghasilan tetap tidak lebih kecil daripada UMR. Ketiga, penetapan

7 skor yang dicakup dalam UMSR harus jelas penamaannya sesuai dengan nomor kode KLUI (Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia) Peranan dan Fungsi Pendapatan Dalam rangka meningkatkan kelancaran, efisiensi dan kelangsungan hidup perusahaan, pengusaha perlu menjamin pemberian imbalan yang layak secara kemanusiaan dan sesuai dengan sumbangan jasa yang dihasilkan oleh karyawannya. Oleh karenanya kebijaksanaan pendapatan disamping memperhatikan peningkatan produktifitas tenaga kerja dan pertumbuhan produksi, perlu diarahkan kepada peningkatan kesejahteraan dan peningkatan daya beli golongan penerima pendapatan yang rendah, sehubungan dengan itu, pihak perusahaan wajib memperhatikan peningkatan kesejahteraan buruh berdasarkan kemampuan dan sesuai dengan kemajuan yang telah dicapai perusahaan. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk melindungi buruh dan meningkatkan kesejahteraan dalam pemenuhan kebutuhan hidup adalah melalui pengaturan pendapatan minimum, terutama ditujukan kepada jenis pendapatan yang masih dibawah tingkat kelayakan. Gagasan ini sudah dikembangkan sejak awal 1970-an bertujuan untuk mengusahakan agar dalam jangka panjang besarnya pendapatan minimum paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum (KFM). Usaha menyelaraskan pendapatan minimum dengan KFM ini diharapkan dapat menjamin karyawan untuk memenuhi kebutuhan hidup beserta keluarga sekaligus dapat mendorong peningkatan produktivitas kerja karyawan di perusahaan ia bekerja, karena disadari tujuan tersebut diatas sukar dicapai dalam waktu dekat, maka penerapan pendapatan minimum yang dilaksanakan

8 dewasa ini baru bersifat pencegahan dan stimulasi. Pencegahan artinya supaya tidak terjadi pembayaran pendapatan yang lebih rendah dari pendapatan yang sudah diberikan perusahaan. Sedangkan stimulasi berarti menimbulkan pengertian dan alam pikiran pengusaha mengenai usaha-usaha perbaikan pendapatan Perbedaan Tingkat Pendapatan Perbedaan tingkat pendapatan terjadi, Pertama karena pada dasarnya pasar tenaga kerja itu sendiri terdiri dari beberapa pasar tenaga kerja yang berbeda dan terpisah satu sama lain (segmented labours market). Disatu pihak, pekerjaan yang berbeda memerlukan tingkat pendidikan dan keterampilan yang berbeda. Dipihak lain, masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan dan keterampilan yang berbeda. Sebagaimana diketahui bahwa produktifitas tiap orang berbeda menurut pendidikan dan latihan yang diperolehnya. Ini jelas terlihat dalam perbedaan penghasilan. Kedua, pengamatan menunjukan bahwa tingkat pendapatan disetiap perusahaan berbeda menurut persentase biaya pekerja terhadap seluruh biaya produksi. Semakin kecil proporsi biaya pekerja dibandingkan dengan biaya keseluruhan, pendapatan dan kenaikan pendapatan bukan merupakan persoalan biasa bagi pengusaha. Dengan kata lain, semakin kecil proporsi biaya karyawan terhadap biaya keseluruhan semakin tinggi tingkat pendapatan. Kenyataannya pendapatan yang relative tinggi dapat disaksikan dalam perusahaan yang padat modal seperti perusahaan minyak, pertambangan, industri berat dan lain-lain.

9 Ketiga, perbedaan tingkat pendapatan antara beberapa perusahaan dapat pula terjadi menurut perbedan proporsi keuntungan perusahaan terhadap penjualannya. Pengusaha cenderung untuk membagi keuntungannya kepada para karyawannya. Semakin besar proporsi keuntungan terhadap penjualan semakin besar jumlah absolute keuntungan, semakin tinggi tingkat pendapatan. Keempat, perbedaan tingkat pendapatan antara perusahaan dapat juga berbeda karena perbedaan peranan pengusaha yang bersangkutan dalam menentukan harga. Perusahaanperusahaan monopoli dapat menaikkan harga tanpa takut akan kompetisi. Demikian juga pengusaha-pengusaha oligopoly lebih mudah untuk bersama-sama berunding menentukan harga, sehingga tidak perlu berkompetisi satu sama lain. Dalam perusahaan seperti ini lebih mudah menimpakan kenaikan pendapatan kepada harga jual barang. Sebab itu, tingkat pendapatan dalam perusahaan monopoli dan oligopoli cenderung untuk lebih tinggi daripada tingkat pendapatan diperusahaan yang sifatnya kompetisi bebas. Kelima, tingkat pendapatan dapat berbeda menurut besar kecilnya perusahaan. Perusahaan yang besar dapat memperoleh kemaanfaatan economic of scale dan oleh sebab itu dapat menurunkan harga, sehingga mendominisi pasar. Dengan demikian perusahaan cenderung lebih mampu memberikan tingkat pendapatan yang dapat dibayarkan kepada para pekerja. Keenam, tingkat pendapatan dapat berbeda menurut tingkat efisiensi dan manajemen usaha. Semakin efektif manajemen usaha, semakin efisiensi cara penggunaan faktor produksi, dan semakin besar pendapatan yang dapat dibayarkan kepada para karyawan.

10 Ketujuh, perbedaan kemampuan atau kekuatan serikat pekerja juga dapat mengakibatkan perbedaan tingkat pendapatan. Serikat pekerja yang kuat dalam arti mengemukakan alasan-alasan yang wajar biasanya cukup berhasil dalam mengusahakan kenaikan tingkat pendapatan. Dengan kata lain, tingkat pendapatan diperusahaan-perusahaan yang serikat pekerjanya kuat, biasanya lebih tinggi daripada diperusahaan-perusahaan yang serikat pekerjanya lemah. Kedelapan, tingkat pendapatan dapat pula berbeda karena faktor kelangkaan, semakin langka tenaga kerja dengan keterampilan tertentu, semakin tinggi pendapatan yang ditawarkan pengusaha. Kesembilan, tingkat pendapatan dapat berbeda sehubungan dengan besar kecilnya resiko atau kemungkinan mendapat kecelakaan dilingkungan pekerjaan. Semakin tinggi kemungkinan mendapat resiko, semakin tinggi tingkat pendapatan. Perbedaan tingkat pendapatan terdapat juga dari sektor satu dengan sektor lainnya. Perbedaan ini pada dasarnya disebabkan oleh satu atau lebih dari sembilan alasan tersebut diatas. Demikian juga satu atau lebih alasan-alasan diatas menimbulkan perbedaan tingkat pendapatan dalam daerah yang berbeda. Akhirnya perbedaan tingkat pendapatan ini dapat terjadi karena pemerintah campur tangan dalam menentukan pendapatan yang berbeda (Payaman J. Simanjuntak ; 1991 : 128).

11 2.4. Sistem Pendapatan Dalam ketetapan MPR No.11 / MPR/ 1998 tentang GBHN pasal 3 disebutkan bahwa : kebijaksanaan pengupahan dan pendapatan disamping memperhatikan produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan produksi perlu diarahkan pada peningkatan kesejahteraan dan peningkatan daya beli golongan penerima pendapatan rendah. Adapun beberapa sistem pendapatan antara lain : Sistem Pendapatan Jangka Waktu Merupakan sistem yang ditetapkan berdasarkan jangka waktu karyawan melakukan pekerjaan, jika dihitung dalam jam diberi pendapatan jam, jika dihitung dalam hari diberi pendapatan harian, untuk perhitungan dalam minggu, diberi pendapatan mingguan ataupun secara bulanan jika perhitungan pendapatan perbulan. Dalam sistem ini, karyawan menerima pendapaan yang tetap karena untuk waktu-waktu tertentu mereka akan menerima pendapatan yang tertentu pula. Karyawan tidak melakukan pekerjaannya secara tersisa-sisa untuk mengejar hasil sebanyak-banyaknya, sehingga dapat diharapkan pekerjaan dilakukan dengan baik dan teliti. Sebaliknya kelemahan dalam sistem ini adalah kurangnya dorongan untuk bekerja secara giat, bahkan kadangkadang hasil kerja kurang dari layak dapat diharapkan karena itu sistem ini sering kali disertai dengan sistem premi, dari karyawan ditargetkan dalam jangka waktu tertentu harus menghasilkan hasil yang tertentu, jika ia dapat menghasilkan lebih dari target yang ditentukan ia akan mendapatkan premi.

12 Sistem Pendapatan Potongan Sistem ini selalu digunakan untuk menggantikan sistem pendapatan jangka waktu jika hasil pekerjaan tidak memuaskan. Namun pendapatan ini hanya dapat ditetapkan jika hasil pekerjaan dapat diukur menurut ukuran tertentu, misalnya dalam jumlah banyaknya, jumlah beratnya, jumlah luasnya dan hasil yang dikerjakan, maka sistem pendapatan potongan tidak dapat digunakan pada semua perusahaan. Kebaikan dari sistem ini antara lain : a. adanya dorongan bagi karyawan untuk bekerja lebih cepat, karena semakin banyak ia menghasilkan semakin banyak pula pendapatan yang diterimanya. b. Produktivitas karyawan dapat ditingkatkan secara optimal. c. Penggunaan barang modal secara intensif, seperti mesin dan sebagainya. Kelemahan dari sistem pendapatan potongan : a. kegiatan karyawan yang berlebihan. b. Karyawan menjadi kurang mengindahkan kesehatan dan keselamatannya. c. Kurang teliti dalam mengerjakan sesuatu. d. Pendapatan yang tidak tetap.

13 Sistem Pendapatan Kemufakatan. Pada dasarnya sistem ini merupakan sistem pendapatan potongan, yaitu pendapatan untuk hasil pekerjaan tertentu, misalnya pada pembuatan jalan, pekerjaan bongkar muat dan sebagainya. Tetapi pendapatan tersebut tidak diberikan kepada masing-masing karyawan melainkan kepada sekumpulan karyawan yang bersama-sama melakukan pekerjaan itu Sistem Skala Pendapatan Berubah. Sistem skala pendapatan berubah ini terdapat kaitan antara pendapatan dengan harga penjualan produk perusahaan. Cara pengupahan ini dapat dijalankan oleh perusahaan yang hanya produknya tergantung dari harga pasaran diluar negeri. Pendapatan naik dan turun menurut naik turunnya harga penjualan produk perusahaan. Sistem ini dianut perusahaan pertambangan pada pabrik bagian inggris. Kelemahannya adalah bilamana harga produk turun, dengan sendirinya akan mengakibatkan penerimaan pendapatan yang kecil, karena buruh sudah biasa menerima pendapatan yang lebih tinggi maka penurunan pendapatan ini akan menimbulkan masalah Sistem Pendapatan Indeks. Sistem pendapatan indeks adalah sistem pendapatan yang naik turunnya menurut naik turunnya angka indeks biaya penghidupan. Namun pendapatan ini tidak mempengaruhi nilai rill rupiah.

14 Sistem Pembagian Keuntungan. Disamping pendapatan yang diterima karyawan pada waktu-waktu tertentu, pada penutupan tahun buku bila ternyata perusahaan mendapat keuntungan yang cukup besar kepada karyawan diberikan sebahagian daripada keuntungan itu, sistem pembagian keuntungan ini pada umumnya tidak disukai oleh pihak perusahaan dengan alasan bahwa keuntungan itu adalah pembayaran bagi resiko yang menjadi tanggungan perusahaan. Karyawan tidak ikut menanggung bila perusahaan mengalami kerugian. Sistem pendapatan di Indonesia pada umumnya menggunakan sistem jangka waktu, yang didasarkan pada kepangkatan dan masa kerja. Pangkat seseorang umumnya didasarkan pada pendidikan dan pengalaman kerja. Dengan kata lain, penentuan pendapatan pada umumnya didasarkan pada prinsip-prinsip dari teori human capital, yaitu bahwa pendapatan seseorang diberikan sebanding dengan tingkat pendidikan dan latihan yang dicapainya. Disamping pendapatan tersebut biasanya karyawan menerima juga berbagai macam tunjangan atau insentif, masing-masing sebagai persentase dari pendapatan atau dalam jumlah tertentu, misalnya insentif kerajinan, tunjangan keluarga yang diberikan untuk seorang istri atau suami dan anak dalam jumlah dan sampai umur tertentu. Jumlah pendapatan beserta tunjangan-tunjangan tersebut dinamakan gaji kotor. Dari gaji kotor tersebut, pekerja dikenakan berbagai macam potongan, misalnya potongan untuk asuransi kesehatan, tabungan hari tua atau dana pensiun, dan lain sebagainya. pendapatan yang diterima adalah gaji kotor dikurangi potongan-potongan tersebut. Selain itu dikenal pula Fringe Benefits yaitu berbagai jenis benefit diluar pendapatan yang diperoleh seseorang sehubungan dengan jabatan dan pekerjaanya.

15 Fringe Benefits ini dapat berbentuk dana yang disisikan oleh pengusaha untuk pendapatan yang dibayarkan pada hari libur, cuti, sakit, kendaraan dinas, perumahan dinas, telepon rumah atas tanggungan perusahaan, makan siang, bensin, fasilitas olahraga, rekreasi, dan sebagainya. Penyediaan Fringe Benefits, tunjangan, fasilitas-fasilitas kerja, dan insentif merupakan penambahan biaya bagi perusahaan terhadap unit barang yang diproduksinya yang dikenal dengan istilah penambahan labor cost per unit barang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Definisi Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pendapatan diberikan kepada karyawan apabila ia melakukan atau dianggap melakukan pekerjaan. Memperoleh pendapatan merupakan tujuan utama karyawan melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, kesinambungan penerimaan pendapatan ini perlu diperhatikan, sebab kenyataanya suatu saat ketika karyawan tidak dapat melakukan pekerjaan, misalnya karena sakit, cacat dan karena usia tua. Beberapa peraturan dapat disebut sebagai peraturan yang mencoba melindungi karyawan untuk tetap menerima pendapatan ataupun sejumlah pembayaran. Pada pokonya, beberapa peraturan diatas menegaskan, bahwa apabila karyawan mengalami kecelakaan sewaktu menjalankan pekerjaan atau sewaktu dalam hubungan kerja, perusahaan atau majikan harus memberikan ganti kerugian kepada karyawan. Pemberian ganti kerugian ini merupakan tanggung jawab perusahaan atas kerugian yang terjadi ditempatnya. Ini merupakan resiko menjalankan usaha.

16 Kenyataanya, pelaksanaan ketentuan dalam beberapa perusahaan tersebut tidak memuaskan, terutama bagi karyawan. Salah satu sebabnya adalah banyak pemilik perusahaan karena kondisi perusahaanya tidak bersedia memberikan ganti rugi pada karyawannya yang mengalami kecelakaan. Oleh karena itu, kemudian hukum perburuhan mengalihkan perhatiaanya, yakni dengan mengalihkan beban majikan atau perusahaan kepihak lain melalui program asuransi. Proram-program ini lazim disebut dengan jaminan sosial. Dengan demikian, jaminan sosial menitikberatkan perhatiaanya pada pembayaran yang harus diberikan kepada karyawan sewaktu ia tidak menjalankan pekerjaanya bukan karena kesalahannya. Berkaitan dengan hal diatas, maka keluarlah peraturan pemerintah Nomor 33 tahun 1977 tentang asuransi sosial tenaga kerja. Penyelenggaraan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) dimaksudkan sebagai pelaksanaan undang-undang nomor 14 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja, khususnya pasal 10 dan pasal 15. Penyelenggaraan ASTEK pada dasarnya mencakup ruang lingkup dan tujuan yang luas pula dan pada hakekatnya pembiayaan program tersebut akan merupakan beban masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, penyelengaraannya perlu kebutuhan dengan memperhatikan kemampuan masyarakat yang berkaitan langsung dengan kebutuhan tenaga kerja akan jaminan sosial. ASTEK sendiri yang merupakan salah satu bentuk persyaratan jaminan sosial adalah system perlindungan yang dimaksudkan untuk menangulangi resiko social yang secara langsung mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya penghasilan tenaga kerja. Kalau disini dinyatakan tenaga kerja karena ruang lingkup ASTEK tidak terbatas pada

17 karyawan saja, melainkan juga orang yang bekerja diluar hubungan kerja, berarti bukan karyawan. Menurut UU Nomor 33 tahun 1992 jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia Program Jaminan Sosial Pada hakekatnya program jaminan sosial tenaga kerja memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang. Tekanan jaminan sosial tenaga kerja terletak pada masa depan tenaga kerja. Sebab, siapa pun mungkin sakit, mungkin cacat, mungkin tua, dan pasti meninggal dunia. Oleh karena itu, program jaminan sosial tenaga kerja dikaitkan dengan hal-hal tersebut. Disamping itu, jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek, diantaranya adalah : Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja

18 Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja meliputi : 1. Jaminan kecelakaan kerja 2. Jaminan kematian 3. Jaminan hari tua 4. Jaminan pemeliharaan kesehatan Program jaminan sosial tenaga kerja dari nomor satu hingga akhir hanya diperuntukkan bagi tenaga kerja yang bersangkutan, sedangkan khusus untuk program jaminan pemeliharaan kesehatan berlaku pula untuk keluarga tenaga kerja. Namun perlu diketahui bahwa program tersebut diatas merupakan program minimal. Artinya dimasa yang akan datang masih mungkin dikembangkan lagi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu aspek penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia saat ini adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu aspek penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia saat ini adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketenagakerjaan Salah satu aspek penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia saat ini adalah masalah ketenagakerjaan. Persoalan pokok dari ketenagakerjaan bersumber dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Salah satu dorongan orang bekerja pada suatu organisasi termasuk

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Salah satu dorongan orang bekerja pada suatu organisasi termasuk TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Salah satu dorongan orang bekerja pada suatu organisasi termasuk perusahaan adalah karena disana ada kesempatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompensasi 2.1.1 Pengertian Kompensasi Kompensasi meliputi pembayaran tunai secara langsung, imbalan tidak langsung dalam bentuk benefit dan pelayanan ( jasa ), dan insentif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada bulan akhir tahun dan bulan awal tahun umumnya kondisi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada bulan akhir tahun dan bulan awal tahun umumnya kondisi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada bulan akhir tahun dan bulan awal tahun umumnya kondisi di Indonesia khususnya untuk daerah-daerah industri mengalami ketegangan sosial yang akan terus meningkat

Lebih terperinci

Pertemuan 7. Nova Yanti Maleha,S.E.MM 10/7/2016 Nova Yanti Maleha/MSDM/IGM 1

Pertemuan 7. Nova Yanti Maleha,S.E.MM   10/7/2016 Nova Yanti Maleha/MSDM/IGM 1 Pertemuan 7 Nova Yanti Maleha,S.E.MM E-mail : novayanti608@gmail.com 10/7/2016 Nova Yanti Maleha/MSDM/IGM 1 PENGERTIAN KOMPENSASI? KOMPENSASI Adalah semua pendapatan yang berbentuk uang atau barang, langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan hanya pada bagaimana cara untuk menangani masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan hanya pada bagaimana cara untuk menangani masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai tenagakerja di Indonesia merupakan masalah nasional yang memang sulit diselesaikan. Selama ini pemerintah melihat masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

UPAH DAN JAMINAN SOSIAL

UPAH DAN JAMINAN SOSIAL UPAH DAN JAMINAN SOSIAL Pengertian Upah : UU 13/2003 Pasal 1 butir 30: upah adalah hak pekerja/buruh yg diterima dan dinyatakan dlm bentuk uang sbg imbalan dr pengusaha / pemberi kerja kpd pekerja/buruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebagai salah satu penduduk terbanyak di dunia setelah RRC, India dan Amerika Serikat. Oleh karena ini, tentunya Indonesia memiliki angkatan kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompensasi 2.1.1 Pengertian Kompensasi Kompensasi meliputi pembayaran uang tunai secara langsung, imbalan tidak langsung dalam bentuk benefit dan pelayanan (jasa), dan insentif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

BAHAN AJAR Jurusan : Administrasi Bisnis Konsentrasi : Mata Kuliah : Pengantar Bisnis

BAHAN AJAR Jurusan : Administrasi Bisnis Konsentrasi : Mata Kuliah : Pengantar Bisnis BAB 6 Manajemen Personalia Agar supaya pencapaian tujuan organisasi dapat dilaksanakan dengan baik, diperlukan personalia-personalia yang handal dan cakap. Personaliapersonalia ini diberi wewenang, tanggung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keadaan pasar kerja yang dualistik dengan kelebihan penawaran tenaga kerja dan

PENDAHULUAN. Keadaan pasar kerja yang dualistik dengan kelebihan penawaran tenaga kerja dan I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di negara berkembang seperti Indonesia. Keadaan pasar kerja

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati 1 PENGUPAHAN Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor produksi, proses manajemen terdiri dari kegiatan-kegiatan utama yang disebut dengan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting yang mampu digunakan menjalankan setiap proses di dalamnya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terpenting yang mampu digunakan menjalankan setiap proses di dalamnya yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya, tentu tidak hanya membutuhkan sumber daya material seperti modal dan mesin, melainkan juga terdapat sumber terpenting yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

d. bahwa untuk itu, perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA Nomor : Per-01/IVIEN/1999 UPAH MINIMUM

d. bahwa untuk itu, perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA Nomor : Per-01/IVIEN/1999 UPAH MINIMUM PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA Nomor : Per-01/IVIEN/1999 Tentang UPAH MINIMUM Menimbang: a. bahwa dalam rangka upaya mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja, perlu ditetapkan upah minimum dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam kompensasi tidak langsung adalah berbagai macam bentuk tunjangan

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam kompensasi tidak langsung adalah berbagai macam bentuk tunjangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Bernardin dan Russel (1993) upah merupakan salah satu bentuk kompensasi langsung, disamping sistem gaji dan pembayaran berdasarkan kinerja. Termasuk dalam kompensasi

Lebih terperinci

BAB KOMPENSASI UNTUK MANAJEMEN. kelangsungan hidupnya. Karena itu manusia harus bekerja sehingga ia mampu memenuhi

BAB KOMPENSASI UNTUK MANAJEMEN. kelangsungan hidupnya. Karena itu manusia harus bekerja sehingga ia mampu memenuhi BAB KOMPENSASI UNTUK MANAJEMEN Manusia dilahirkan di dunia untuk meneliti kehidupan dan senantiasa mengupayakan kelangsungan hidupnya. Karena itu manusia harus bekerja sehingga ia mampu memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, material dan spiritual berdasarkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG PENETAPAN BESARNYA UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP), UPAH MINIMUM SEKTORAL DAN SUB SEKTORAL PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2007 Menimbang

Lebih terperinci

R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184)

R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) 1 R184 - Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) 2 R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184) Rekomendasi mengenai Kerja Rumahan Adopsi: Jenewa, ILC

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017 GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 560/382/TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA TAHUN 2017 GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234.

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karyawan Tetap Karyawan tetap merupakan salah satu karyawan yang terdapat di suatu perkebunan. Karyawan tetap memiliki beberapa definisi dan tugas-tugas yang dijalankannya yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Telah kita ketahui bersama bahwa manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam kegiatan suatu organisasi, karena manusia sebagai perencana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen berasal dari kata To Manage yang berarti mengatur,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen berasal dari kata To Manage yang berarti mengatur, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari kata To Manage yang berarti mengatur, mengurus, melaksanakan, dan mengelola. Manajemen dalam bahasa ingris berarti mengatur. Dalam

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1977 TENTANG ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1977 TENTANG ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1977 TENTANG ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tenaga kerja mempunyai arti dan peranan yang penting dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H. 1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan dilakukan disegala bidang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan dilakukan disegala bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan dilakukan disegala bidang seperti dalam bidang ekonomi yang menjadi pusat perhatian utama dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995, capital market atau yang lazim disebut pasar modal didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pekerja dan pengusaha). Dalam Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, upah

BAB I PENDAHULUAN. (pekerja dan pengusaha). Dalam Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, upah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada perkembangan ekonomi, permasalahan industri yang selalu dibicarakan adalah persoalan upah. Sebab upah merupakan titik temu antara dua kepentingan dalam hubungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1977 TENTANG ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1977 TENTANG ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1977 TENTANG ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tenaga kerja mempunyai arti dan peranan yang penting dalam

Lebih terperinci

SISTEM KOMPENSASI PEGAWAI

SISTEM KOMPENSASI PEGAWAI SISTEM KOMPENSASI PEGAWAI 1. Latar Belakang Salah satu tujuan utama seorang menncari pekerjaaan adalah untuk mendapat sejumlah nominal penghasilan yang akan dibayarkan oleh perusahaan atau yang kita kenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi buruh/pekerja yang terpenting adalah upah riil (banyaknya barang

BAB I PENDAHULUAN. Bagi buruh/pekerja yang terpenting adalah upah riil (banyaknya barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan, tenaga kerja mempunyai peranan dan arti yang sangat penting sebagai suatu unsur penunjang untuk keberhasilan pembangunan nasional (Sendjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi yang menjalar ke seluruh dunia dewasa ini telah mendorong perubahan pada semua aspek kehidupan manusia. Hal ini ditandai dengan semakin tingginya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja Pengertian Tenaga Kerja dapat di tinjau dari 2 (dua)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA Menimbang : KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1999 Tentang UPAH MINIMUM

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1999 Tentang UPAH MINIMUM PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1999 Tentang UPAH MINIMUM Menimbang Mengingat a. bahwa dalam rangka upaya mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja,perlu ditetapkan upah minimum

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Dalam Mulyadi (2015: 2) manajemen dapat didefinisikan adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pendayagunakan sumber daya manusia dengan sumber daya alam, dengan menggunakan

Lebih terperinci

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA Sistem Penentuan Upah (pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Inflasi Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus. kenaikan harga pada satu atau dua barang

Lebih terperinci

KOMPENSASI. Pengertian. Tujuan Administrasi Kompensasi 23/12/2014

KOMPENSASI. Pengertian. Tujuan Administrasi Kompensasi 23/12/2014 KOMPENSASI Disajikan oleh: Nur Hasanah, SE, MSc Pengertian Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Tujuan Administrasi Kompensasi Memperoleh

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SDM. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

SISTEM INFORMASI SDM. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. SISTEM INFORMASI SDM WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 7 SI SDM Subsistem Kompensasi Kompensasi. Insentif / Tunjangan-Tunjangan. Kompensasi Mutiara S. Panggabean (2004:75) mengemukakan bahwa Kompensasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Keberhasilan perusahaan dalam pencapaian tujuannya tidak terlepas dengan adanya proses manajemen. Tanpa adanya manajemen maka proses aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

Hubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi Modul ke: Hubungan Industrial Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Proses

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang pasar tenaga kerja maka Indonesia merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang pasar tenaga kerja maka Indonesia merupakan salah satu 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Berbicara tentang pasar tenaga kerja maka Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) cukup banyak. Sudah tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia pada tahun 1848 dan mulai dibudidayakan secara komersial dalam bentuk perusahaan

Lebih terperinci

Peraturan Perusahaan

Peraturan Perusahaan Peraturan Perusahaan INDEKS Sl. No. BAB 1 : BAGIAN UMUM Daftar Isi 1. Istilah dan Pengertiannya 2. Ruang Lingkup 3. Status Pekerja 4. Kewajiban Perusahaan 5. Kewajiban Pekerja BAB 2 : HUBUNGAN KERJA 6.

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN INSENTIF DAN TUNJANGAN KESEJAHTERAAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA CV. AR-RAHMAN PAJANG SURAKARTA

PENGARUH PEMBERIAN INSENTIF DAN TUNJANGAN KESEJAHTERAAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA CV. AR-RAHMAN PAJANG SURAKARTA PENGARUH PEMBERIAN INSENTIF DAN TUNJANGAN KESEJAHTERAAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA CV. AR-RAHMAN PAJANG SURAKARTA SKRIPSI SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan sosial dengan mempertimbangkan prestasi kerja dan nilai. kemanusiaan yang menimbulkan harga diri.

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan sosial dengan mempertimbangkan prestasi kerja dan nilai. kemanusiaan yang menimbulkan harga diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjelang era yang semakin liberal mendatang, Indonesia sebagai salah satu negara yang berkembang setidaknya harus menyiapkan upaya-upaya dini dalam mengantisipasi

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN I. PENJELASAN UMUM Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan Daerah

Lebih terperinci

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan Pengupahan Upah Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu PK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era perekonomian global ditandai dengan adanya kecenderungan gerakan

BAB I PENDAHULUAN. Era perekonomian global ditandai dengan adanya kecenderungan gerakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Era perekonomian global ditandai dengan adanya kecenderungan gerakan perekonomian suatu negara tidak terbatas, kemajuan teknologi informasi, lalu lintas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karyawan atau yang juga sering disebut dengan buruh merupakan elemen penting

BAB I PENDAHULUAN. Karyawan atau yang juga sering disebut dengan buruh merupakan elemen penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karyawan atau yang juga sering disebut dengan buruh merupakan elemen penting dalam bangsa dan Negara Indonesia. Ditinjau dari segi tugas dan tanggung jawab yang diembannya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya pekerjaan yang harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan waktu. Hubungan kerja

Lebih terperinci

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan suatu ciri khas suatu hubungan kerja dan juga tujuan utama dari seorang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional sebagai pengamalan

Lebih terperinci

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

KUESIONER. DIISI OLEH PENELITI 1. Nama Pewawancara : Kelompok : 2. Tanggal Wawancara : Waktu :... WIB

KUESIONER. DIISI OLEH PENELITI 1. Nama Pewawancara : Kelompok : 2. Tanggal Wawancara : Waktu :... WIB KUESIONER No. kuesioner DIISI OLEH PENELITI. Nama Pewawancara : Kelompok :. Tanggal Wawancara : Waktu :... WIB ( Berilah tanda silang (x) sesuai dengan jawaban responden ) DATA DIRI RESPONDEN. Nama :.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN

Lebih terperinci

Subsistem Kompensasi

Subsistem Kompensasi Subsistem Kompensasi Pengertian Kompensasi Kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan oleh organisasi / perusahaan kepada karyawan, yang dapat bersifat finansial maupun non finansial, pada periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, itu adalah demi mencapai sebuah cita-cita yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, itu adalah demi mencapai sebuah cita-cita yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia mengisi kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, baik itu pembangunan infrastruktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan orang lain karena keterbatasan modal bahkan sebaliknya

BAB I PENDAHULUAN. yang membutuhkan orang lain karena keterbatasan modal bahkan sebaliknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era kehidupan yang serba sulit seperti saat ini, manusia harus dapat melakukan sesuatu hal agar dapat bertahan hidup, untuk itu manusia dituntut bekerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Program Pelayanan Kesejahteran Karyawan. step. Artinya: Program adalah sebuah rencana yang mencakup serangkaian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Program Pelayanan Kesejahteran Karyawan. step. Artinya: Program adalah sebuah rencana yang mencakup serangkaian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Program Pelayanan Kesejahteran Karyawan Menurut Stoner dan Edwar (2001:296) pengertian program adalah: Program is a single use plan that covers a relativity

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara, karena semakin banyak pekerja yang sejahtera maka serta merta

BAB I PENDAHULUAN. suatu Negara, karena semakin banyak pekerja yang sejahtera maka serta merta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan adalah pembahasan yang terus menjadi isu utama di Indonesia. Sejahteranya kelas pekerja dapat dianggap menjadi indikator sejahtera atau tidaknya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. nomor 13 tahun 2003 disebutkan bahwa kesejahteraan pekerja/buruh

BAB III TINJAUAN TEORITIS. nomor 13 tahun 2003 disebutkan bahwa kesejahteraan pekerja/buruh BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Umum Upah Minimum Upah adalah salah satu sarana yang digunakan oleh pekerja untuk meningkatkan kesejahteraan. Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 31 Undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memanfaatkan sumberdaya- sumberdaya lainnya. Beberapa hal yang perlu diantisipasi adalah kondisi yang tidak didukung

BAB I PENDAHULUAN. mampu memanfaatkan sumberdaya- sumberdaya lainnya. Beberapa hal yang perlu diantisipasi adalah kondisi yang tidak didukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia bisnis sekarang dituntut menciptakan kinerja karyawan yang tinggi untuk pengembangan perusahaan. Perusahaan harus mampu membangun dan meningkatkan kinerja dalam

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG Membaca : PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah tenaga kerja, dengan mengolah barang mentah menjadi barang jadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah tenaga kerja, dengan mengolah barang mentah menjadi barang jadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Upah 2.1.1 Pengertian Upah Salah satu faktor produksi yang berpengaruh dalam kegiatan memproduksi adalah tenaga kerja, dengan mengolah barang mentah menjadi barang jadi maupun

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA Menimbang : GUBERNUR SULAWESI TENGGARA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

INTERAKSI MANUSIA DENGAN LINGKUNGAN EKONOMI. Kegiatan manusia dalam memanfaatkan lingkungan ekonominya

INTERAKSI MANUSIA DENGAN LINGKUNGAN EKONOMI. Kegiatan manusia dalam memanfaatkan lingkungan ekonominya INTERAKSI MANUSIA DENGAN LINGKUNGAN EKONOMI Lingkungan ekonomi adalah faktor ekonomi yang memengaruhi jalannya usaha atau kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi dapat berjalan dengan baik jika didukung oleh

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI UU NO. 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMSOSTEK PADA PT. RIMBA MATOA LESTARI DI KABUPATEN JAYAPURA

IMPLEMENTASI UU NO. 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMSOSTEK PADA PT. RIMBA MATOA LESTARI DI KABUPATEN JAYAPURA IMPLEMENTASI UU NO. 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMSOSTEK PADA PT. RIMBA MATOA LESTARI DI KABUPATEN JAYAPURA, SH.,MKn 1 Abstrak : PT. Rimba Matoa Lestari Kabupaten Jayapura Belum Melindungi Tenaga Kerja dari

Lebih terperinci

SUB SISTEM TUNJANGAN

SUB SISTEM TUNJANGAN 1 MINGGU V SUB SISTEM PENGGAJIAN & TUNJANGAN SUB SISTEM P&T Informasi tentang Penggajian dan Kompensasinya yang meliputi: Kehadiran Jam kerja Perhitungan Gaji Bonus Analisis Kompensasi Perencanaan Kompensasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang signifikan. Kemajuan yang ditandai dengan canggihnya

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang signifikan. Kemajuan yang ditandai dengan canggihnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi saat ini, kondisi perekonomian mengalami kemajuan yang signifikan. Kemajuan yang ditandai dengan canggihnya teknologi yang diciptakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Tahun 2000). Sekitar satu dasa warsa lalu, jumlah. laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir,

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk Tahun 2000). Sekitar satu dasa warsa lalu, jumlah. laju pertumbuhan penduduk selama 10 tahun terakhir, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar ketiga di dunia setelah USA dan China. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia telah mencapai lebih dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM

BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM 34 BAB V MARJINALISASI PEREMPUAN DALAM PUTTING OUT SYSTEM 5.1 Perempuan Pekerja Putting Out System Pekerja perempuan yang bekerja dengan POS di Desa Jabon Mekar ada sebanyak 75 orang. Pekerja perempuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia pada tahun 1848 dan mulai dibudidayakan secara komersial dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompensasi 2.1.1 Pengertian Kompensasi Menurut Rachmawati (2007:146) kompensasi adalah keseluruhan balas jasa yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa dari pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah

BAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh membutuhkan suatu wadah yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah adanya pelaksanaan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko sosial ekonomi, dan Bab I Pendahuluan 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Usaha Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sebelum kita membahas lebih jauh tentang Manajemen Sumber Daya Manusia, kita kaji terlebih dahulu tentang manajemen itu sendiri. Manajemen itu sendiri diartikan

Lebih terperinci

Yani Pujiwati, Dewi Kania Sugiharti, dan Nia Kurniati Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Yani Pujiwati, Dewi Kania Sugiharti, dan Nia Kurniati Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Upah Pekerja (Yani Pujiwati, Dewi Kania Sugiharti, dan Nia Kurniati) PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP UPAH PEKERJA Yani Pujiwati, Dewi Kania Sugiharti, dan Nia

Lebih terperinci

187 TAHUN 2009 PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010

187 TAHUN 2009 PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010 187 TAHUN 2009 PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010 Contributed by Administrator Monday, 16 November 2009 Pusat Peraturan Pajak Online KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG REMUNERASI BADAN LAYANAN

Lebih terperinci

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 PENGUSAHA PEMERINTAH UU NO 13 TAHUN 2003 UU KETENAGAKERJAAN PEKERJA MASALAH YANG SERING DIHADAPI PENGUSAHA - PEKERJA MASALAH GAJI/UMR MASALAH KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM DAN TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN UMUM DAN TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN UMUM DAN TINJAUAN TEORITIS 1.1 Tinjauan Umum 1.1.1 Sejarah Singkat PT. Jamsostek Di Indonesia embrio Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam bentuk programprogram spesifik mulai diperkenalkan

Lebih terperinci

Akuntansi Biaya. Tenaga Kerja : Pengendalian dan Akuntansi Biaya (Labor : Controlling and Accounting for Costs) Rista Bintara, SE., M.Ak.

Akuntansi Biaya. Tenaga Kerja : Pengendalian dan Akuntansi Biaya (Labor : Controlling and Accounting for Costs) Rista Bintara, SE., M.Ak. Akuntansi Biaya Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Tenaga Kerja : Pengendalian dan Akuntansi Biaya (Labor : Controlling and Accounting for Costs) Rista Bintara, SE., M.Ak Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 29 TAHUN 2014 T E N T A N G UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI TAHUN 2015 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci