BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah tenaga kerja, dengan mengolah barang mentah menjadi barang jadi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah tenaga kerja, dengan mengolah barang mentah menjadi barang jadi"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Upah Pengertian Upah Salah satu faktor produksi yang berpengaruh dalam kegiatan memproduksi adalah tenaga kerja, dengan mengolah barang mentah menjadi barang jadi maupun barang setengah jadi menjadi barang jadi atau dikenal dengan proses produksi sehingga menghasilkan output yang yang diinginkan perusahaan. Adanya pengorbanan yang dikeluarkan tenaga kerja untuk perusahaan maka tenaga kerja berhak atas balas jasa yang diberikan perusahaan kepada tenaga kerja tersebut berupa upah. Sadono Sukirno (2005), membuat perbedaan diantara dua pengertian upah : 1. Upah Nominal (upah uang) adalah jumlah uang yang diterima para pekerja dari para pengusaha sebagai pembayaran atas tenaga mental dan fisik para pekerja yang digunakan dalam proses produksi. 2. Upah Riil adalah tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut kemampuan upah tersebut membeli barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja. Beberapa pendapat ahli tentang pengertian upah dapat dipaparkan sebagai berikut: 1. Hasibuan (1997), upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada para pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya.

2 2. Moekijat (1992), menyatakan bahwa upah adalah pembayaran yang diberikan kepada karyawan produksi dengan dasar lamanya jam kerja. 3. Edwin B. Flippo (dalam As ad, 2004: 92), a wage a price for the service human being, yang mana artinya adalah upah merupakan harga yang diberikan oleh pemilik perusahaan kepada para karyawan atas dasar jasa yang telah diberikan oleh karyawan. Pendapat lain dikemukakan oleh Simanjuntak (1996), menyatakan bahwa upah merupakan imbalan yang diterima seseorang atas jasa yang diberikannya bagi pihak lain, diberikan seluruhnya dalam bentuk uang atau sebagian dalam bentuk uang dan sebagian dalam bentuk natural. Upah merupakan faktor yang penting bagi pekerja, karena bagaimanapun juga upah bagi pekerja merupakan tempat bergantung bagi kelangsungan hidup pekerja beserta keluarganya. Adapun yang dimaksud dengan upah menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah hak pekerja / buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh, yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundangundangan yang berlaku, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah sering diidentikkan dengan gaji. Anggapan ini terjadi mungkin disebabkan karena gaji dan upah sama-sama merupakan imbalan jasa yang diberikan oleh pengusaha kepada karyawannya. Pada kenyataannya, kedua istilah tersebut mempunyai perbedaan. Menurut Sadono Sukirno (2005), gaji adalah

3 pembayaran kepada pekerja tetap dan tenaga kerja professional seperti pegawai pemerintah, dosen, guru, manajer, dan akuntan. Sedangkan upah adalah pembayaran kepada pekerja-pekerja kasar seperti buruh, petani, tukang batu. Sementara menurut Hadi Purwono (2003), membedakan pengertian gaji dan upah sebagai berikut: Gaji (salary) biasanya dikatakan upah (wages) yang dibayarkan kepada pimpinan, pengawas, dan tata usaha pegawai kantor atau manajer lainnya. Gaji umumnya tingkatnya lebih tinggi dari pada pembayaran kepada pekerja upahan. Sedangkan upah adalah pembayaran kepada karyawan atau pekerja yang dibayar menurut lamanya jam kerja dan diberikan kepada mereka yang biasanya tidak mempunyai jaminan untuk dipekerjakan secara terusmenerus. Defenisi lain diungkapkan oleh Winarni dan Sugiyarso (2006), yang menyatakan bahwa istilah gaji biasa digunakan pada instansi instansi pemerintah dan pembayarannya ditetapkan secara bulanan, sedangkan upah biasa digunakan pada perusahaan-perusahaan swasta dan diberikan pada pekerja yang lebih banyak mengandalkan kekuatan fisik, serta pembayaran yang ditetapkan secara harian atau berdasar unit pekerjaan yang diselesaikan. Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara gaji dan upah terletak pada kuatnya ikatan kontrak kerja dan jangka waktu penerimaannya. Seseorang menerima gaji apabila ikatan kontrak kerjanya kuat dan memiliki jabatan yang bersifat administratif. Sedangkan orang yang menerima upah, ikatan kontrak kerjanya kurang kuat dan biasanya diberikan kepada pekerja pelaksana (buruh). Untuk jangka waktu penerimaan, gaji pada

4 umumnya diberikan secara periodik biasanya setiap akhir bulan, sedangkan upah diberikan pada setiap hari atau mingguan Macam-Macam Upah dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Menurut Rivai (2004), upah dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : 1. Upah menurut waktu, yaitu upah yang diberikan kepada para pekerja menurut waktu kapasitas kerjanya. Pembayaran upah tersebut bisa dilakukan secara harian, mingguan, dan bulanan. Besarnya upah yang dibayarkan didasarkan kepada lamanya bekerja bukan dikaitkan dengan prestasi kerjanya. Kebaikan upah menurut waktu adalah : a) Tata usaha yang mengurus soal pembayaran upah dapat menyelenggarakan dengan mudah. b) Perhitungan tidak menyukarkan. Keburukan upah menurut waktu adalah : a) Upah pekerja yang rajin dan yang malas disamakan. b) Pimpinan perusahaan tidak mempunyai kepastian tentang kecakapan dan kemauan bekerja dari pekerja. c) Buruh tidak mempunyai dorongan untuk bekerja keras demi perusahaan. 2. Upah menurut satuan hasil, yaitu upah yang diberikan kepada para pekerja menurut prestasi yang dihasilkan oleh para pekerja tersebut. Artinya, besarnya upah ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja, seperti per potong, meter, liter, dan kilogram. Besarnya upah

5 yang diberikan selalu didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan bukan kepada lamanya waktu untuk mengerjakannya. Kebaikan upah menurut satuan hasil : a) Pekerja yang rajin akan mendapatkan upah yang tinggi daripada pekerja yang malas. b) Pekerja berusaha mendapatkan prestasi kerja, sehingga menguntungkan perusahaan karena hasil produksi meningkat. Keburukan upah menurut satuan hasil : a) Kualitas barang yang dihasilkan turun karena pegawai bekerja dengan tergesa-gesa. b) Keinginan pegawai untuk mendapatkan upah yang besar menyebabkan ia bekerja terus menerus yang pada akhirnya mempengaruhi kesehatan bagi pekerja. 3. Upah menurut borongan, yaitu suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya. Penetapan besarnya balas jasa berdasarkan system borongan cukup rumit, lama mengerjakannya serta banyak alat yang diperlukan untuk menyelesaikannya. Buruh, pengusaha, Pemerintah, dan masyarakat pada umumnya samasama mempunyai kepentingan atas sistem dan kebijaksanaan pengupahan. Buruh dan keluarganya sangat tergantung pada upah yang mereka terima untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, perumahan, dan kebutuhan lainnya. Sehingga upah menjadi masalah krusial, karena selalu menjadi selisih pendapat

6 antara pengusaha dengan buruh dalam menetapkan pengupahan. Para buruh dan serikat buruh selalu mengharapkan upah yang lebih besar untuk meningkatkan taraf hidupnya. Di lain pihak, para pengusaha sering melihat upah sebagai bagian dari biaya pengeluaran semata, sehingga banyak pengusaha yang sangat hati-hati untuk meningkatkan upah. Di kebanyakan perusahaan keputusan menentukan tingkat besar kecilnya upah dipengaruhi oleh banyak hal. Winarni dan Sugiyarso (2006), menyatakan bahwa faktor faktor penting yang dapat mempengaruhi tingkat upah antara lain : 1. Ketetapan Pemerintah Dalam penentuan gaji dan upah yang perlu diingat adalah bahwa setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghasilan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja. Kebijaksanaan pengupahan yang melindungi pekerja meliputi : a. Upah minimum; b. Upah kerja lembur; c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan; d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; e. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; f. Bentuk dan cara pembayaran upah; g. Denda dan potongan upah;

7 h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; i. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional; j. Upah untuk pembayaran pesangon; k. Upah untuk perlindungan pajak penghasilan. Untuk menentukan tingkat upah di beberapa perusahaan digunakan ketentuan pemerintah tentang Upah Minimum Regional (UMR) atau Upah Minimum Sektoral Regional (UMSR). Namun ketentuan ini kebanyakan berlaku untuk jabatan tingkat pelaksana saja. 2. Tingkat Upah di Pasaran Besarnya upah yang dibayarkan oleh perusahaan-perusahaan lain yang sejenis, yang beroperasi pada sektor yang sama, digunakan sebagai acuan untuk menentukan besarnya upah pada perusahaan tersebut. Tingkat upah yang berlaku di pasaran dapat diperoleh melalui survey. Perusahaan dapat memutuskan untuk memberikan besarnya upah pada karyawannya dengan cara menyamakan atau melebihkan sedikit dari harga pasar yang berlaku, tergantung pada strategi dan kemampuan perusahaan tersebut. 3. Kemampuan Perusahaan Kemampuan perusahaan untuk membayar upah tergantung daripada kemampuan finansial perusahaan. Untuk mempertahankan karyawan, perusahaan akan mungkin membayar upah yang sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan lain, akan tetapi hal itu akan tergantung daripada kondisi finansial perusahaan.

8 4. Kualifikasi SDM yang Digunakan Saat ini tingkat teknologi yang dipergunakan oleh perusahaan menentukan tingkat kualifikasi sumber daya manusianya. Semakin canggih teknologinya, akan semakin dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Di samping itu segmen pasar dimana perusahaan itu bersaing juga menentukan tingkat kualifikasi sumber daya manusianya. 5. Kemauan Perusahaan Perusahaan kadang tidak ingin repot dengan faktor-faktor seperti harga pasar dan lain-lain, perusahaan hanya akan berpegang pada apa yang menurutnya wajar. 6. Tuntutan Pekerja Tuntutan para pekerja dan kemauan perusahaan biasanya dipertemukan dalam meja perundingan dengan cara musyawarah atau tawarmenawar. Organisasi pekerja dan pengusaha secara sendiri-sendiri atau gabungan organisasi pekerja dan gabungan perusahaan dapat melakukan hal ini Prinsip, Tujuan Upah dan Gaji Masalah upah dan gaji bukanlah masalah yang sederhana, tetapi cukup kompleks sehingga perusahaan hendaknya mempunyai suatu prinsip bagaimana menetapkan upah atau gaji yang tetap. Gaji yang diberikan kepada karyawan pada dasarnya harus memenuhi beberapa kriteria. Hal ini dimaksudkan agar gaji atau

9 upah yang diberikan sesuai dengan tanggung jawab karyawan terhadap beban pekerjaannya. Menurut Moekijat (1992), menyebutkan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pemberian gaji dan upah yaitu sebagai berikut : 1. Upah itu harus adil Besarnya upah yang diberikan kepada karyawan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerjaan dan memenuhi persyaratan internal konsistensi. 2. Upah yang diberikan harus layak dan wajar Upah yang diberikan harus sesuai dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya, maksudnya jika biaya hidup minimal karyawan secara umum perhari Rp.1500,- maka upah yang diberikan harus sama/ lebih dari biaya hidup perharinya. 3. Upah harus dapat memenuhi kebutuhan yang minimal Artinya upah yang diberikan harus dapat mencukupi kebutuhankebutuhan hidup karyawan beserta keluarganya, minimal kebutuhan pokok karyawan harus terpenuhi untuk kelangsungan hidupnya. 4. Upah harus dapat mengikat Besarnya upah harus disediakan sedemikian rupa, hal ini penting untuk menghindari pindahnya karyawan ke perusahaan lain, karena perusahaan itu memberikan upahnya lebih tinggi, terutama kepada karyawan penting dan berprestasi. Tetapi tidak berarti upah yang

10 perusahaan berikan harus lebih tinggi atau sama dengan perusahaan lain sebab keterikatan karyawan tidak semata-mata ditentukan oleh upah, meskipun harus diakui bahwa upah sangat besar pengaruhnya. 5. Upah tidak boleh bersifat statis Maksudnya bahwa upah yang diberikan oleh perusahaan harus ditinjau kembali secara bertahap. Hal ini penting karena adanya beberapa faktor yang terjadi pada upah yang diberikan, yaitu : a) Perubahan tingkat penduduk. b) Perubahan Undang-Undang/ Peraturan tentang besarnya gaji dan upah. c) Perubahan tingkat gaji dan upah yang diberikan perusahaan lain. Adapun tujuan diberikannya upah atau gaji adalah sebagai berikut : 1. Mampu menarik tenaga kerja yang berkualitas baik dan mempertahankan mereka Perusahaan bukan hanya perlu memenuhi kewajiban normatifnya, tetapi sekaligus ingin agar tenaga profesional yang baik yang mereka butuhkan untuk menjalankan perusahaan tertarik untuk melamar dan setelah masuk tidak akan tertarik untuk pergi ke perusahaan lain. 2. Memotivasi tenaga kerja yang baik untuk berprestasi tinggi Tenaga kerja yang telah masuk harus memberikan kontribusi yang diharapkan perusahaan setinggi-tingginya sesuai kemampuan mereka.

11 Untuk itu, kebijakan dan system imbalan harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang gairah kerja. 3. Mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia Salah satu misi yang harus dilakukan perusahaan adalah secara bertahap melakukan kegiatan pergantian teknologi dengan yang lebih canggih dan memodernkan proses dan sistem operasinya, dan karena itu kualitas sumber daya manusianya harus ditingkatkan pada standar tertentu. Misi tersebut mengisyaratkan bahwa perusahaan akan menerepkan konsep organisasi belajar yang akan lebih cepat dicapai bila kebijakan dan sistem pengupahan yang digunakan juga dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang orang untuk berminta belajar terus menerus. 4. Membantu mengendalikan biaya imbalan tenaga kerja Dengan sistem yang baik pimpinan perusahaan akan mampu memantau perkembangan peningkatan biaya tenaga kerja, menilai efektivitasnya berdasarkan tujuan-tujuan yang telah disebut terdahulu dan mengevaluasi apakah perkembangan biaya tersebut seimbang dengan peningkatan produktivitas yang diharapkan. 5. Disiplin Dengan pemberian balas jasa yang lebih besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturanperaturan yang berlaku.

12 Teori dan Sistem Pengupahan Sistem pengupahan di suatu negara biasanya didasarkan kepada falsafah atau teori yang dianut oleh negara itu. Teori yang mendasari sistem pengupahan pada dasarnya dapat dibedakan menurut dua ekstrim. Ekstrim yang pertama didasarkan pada ajaran Karl Marx mengenai teori nilai dan pertentangan kelas. Ekstrim yang kedua didasarkan pada teori pertambahan produk marjinal berlandaskan asumsi perekonomian bebas. Sistem pengupahan pada ekstrim yang pertama umumnya dilaksanakan di negara-negara penganut paham komunis, sedangkan sistem pengupahan ekstrim kedua umumnya dipergunakan di Negaranegara yang digolongkan sebagai kapitalis. Sistem pengupahan di berbagai negara termasuk di Indonesia, pada umumnya berada diantara dua ekstrik tersebut. Landasan sistem pengupahan di Indonesia adalah UUD 1945, Pasal 27, ayat (2) dan penjabarannya dalam Hubungan Industrial Pancasila. Hubungan tersebut didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila Pancasila dan Undang-Undang Dasar Upah Menurut Kebutuhan Ajaran Karl Marx pada dasarnya berpusat pada tiga hal, yaitu : 1. Teori Nilai Marx berpendapat bahwa hanya buruh yang merupakan sumber nilai ekonomi. Jadi nilai sesuatu barang adalah nilai dari jasa buruh atau dari jumlah waktu kerja yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Implikasi pandangan yang demikian adalah :

13 a. Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan untuk seluruh proses produksi barang tersebut; b. Jumlah jasa kerja yang dikorbankan untuk memproduksi sesuatu jenis barang adalah kira-kira sama. Oleh sebab itu, harganya pun di beberapa tempat menjadi kira-kira sama; c. Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh, jadi dengan demikian hanya buruh / pekerja yang berhak memperoleh seluruh pendapatan nasional tersebut. Pandangan ini tidak cocok dengan kenyataan. Pertama, walaupun manusia merupakan faktor yang paling utama dalam proses produksi, namun peranan faktor modal seperti mesin-mesin ternyata sangat besar. Kedua, peranan selera dan pola konsumsi masyarakat ternyata sangat berpengaruh dalam penentuan harga. 2. Pertentangan Kelas Marx berpendapat bahwa kapitalis selalu berusaha menciptakan barangbarang modal untuk mengurangi penggunaan buruh. Dengan demikian akan timbul pengangguran besar-besaran. Dengan adanya pengangguran yang sangat besar ini, maka pengusaha dapat menekan upah. Konsekuensi dari pada sistem yang demikian ini, maka tiada jalan lain bagi buruh kecuali untuk bersatu merebut kapital dari pengusaha menjadi milik bersama. misalnya : Pandangan ini dapat dibantah dengan berbagai kenyataan yang disaksikan,

14 a. Sejak awal 20, telah berkembang aliran pendekatan manusiawi (human approach) dalam manajemen perusahaan. Pendekatan ini menekankan untuk dilakukan perbaikan, pemberian insentif, lingkungan kerja, dan lainlain dalam rangka meningkatkan produktivitas karyawan; b. Adanya campur tangan pemerintah dalam penentuan sistem upah dan secara langsung mengatasi pengangguran melalui proyek-proyek pemerintah; c. Hadirnya serikat pekerja dan ikut berperan mendampingi pengusaha dalam menentukan sistem upah. 3. Terbentuknya masyarakat komunis Masyarakat komunis terbentuk sebagai konsekuensi dari dua ajaran Marx di atas, yaitu teori nilai dan pertentangan kelas. Dalam masyarakat ini seseorang tidak menjualkan tenaganya kepada yang lain, akan tetapi masyarakat itu melalui partai buruh akan mengatur apa dan berapa jumlah produksi. Dalam masyarakat impian Marx tersebut, tiap orang harus bekerja menurut kemampuannya, dan tiap orang memperoleh menurut kebutuhannya (from each according to his ability, to each according to his needs). (Karl Marx, dalam Simanjuntak, 1985). Implikasi pandangan Marx tersebut dalam sistem pengupahan dan pelaksanaanya adalah : a) Bahwa kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang macamnya dan jumlahnya kira-kira sama. Nilai setiap barang yang sama (walaupun terdapat di tempat yang berbeda) adalah juga sama. Oleh sebab itu, upah tiap-tiap

15 orang juga kira-kira sama. Dalam hal ini sistem upah hanya sekedar menjalankan fungsi sosial, yaitu memenuhi kebutuhan konsumtif dari buruh. b) Sistem pengupahan disini tidak mempunyai fungsi pemberian insentif yang sangat perlu untuk menjamin peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan nasional. c) Sistem kontrol yang sangat ketat diperlukan untuk menjamin setiap orang betul-betul mau bekerja menurut kemampuannya. Ini memerlukan sentralisasi kekuasaan dan sistem paksaan, yang dipandang bertentangan dengan azas-azas kemanusiaan Upah Sebagai Imbalan Teori Neo Klasik mengemukakan bahwa dalam rangka memaksimumkan keuntungan tiap-tiap pengusaha menggunakan faktor-faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap faktor produksi yang dipergunakan menerima atau diberi imbalan seberapa nilai pertambahan hasil marjinal dari faktor produksi tersebut. Ini berarti bahwa pengusaha mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa sehingga nilai pertambahan hasil marjinal seseorang sama dengan upah yang diterima orang tersebut. Dengan kata lain tingkat upah yang dibayarkan pengusaha adalah : W = WMPP = MPP x P (7.1.) W = tingkat upah (dalam arti labour cost) yang dibayarkan pengusaha kepada karyawan; P = harga jual barang (hasil produksi) dalam rupiah per unit barang; MPP = marginal physical product of labor atau pertambahan hasil marjinal pekerja, diukur dalam barang per unit waktu;

16 VMPP = value of marginal physical product of labor atau nilai pertambahan hasil marjinal pekerja atau karyawan. Nilai pertambahan hasil marjinal karyawan VMPP, merupakan nilai jasa yang diberikan oleh karyawan kepada pengusaha. Sebaliknya upah, W, dibayarkan oleh pengusaha kepada karyawan sebagai imbalan terhadap jasa karyawan yang diberikan kepada pengusaha. Selama nilai pertambahan hasil marjinal karyawan lebih besar dari upah yang dibayarkan oleh pengusaha (VMPP > W), pengusaha dapat menambah keuntungan dengan menambah pekerja. Di lain pihak, pengusaha tentu tidak bersedia membayar upah yang lebih besar dari nilai usaha kerja yang diberikan karyawan kepada pengusaha. Dilihat dari segi pekerja, karyawan tersebut tidak bersedia menerima upah yang lebih rendah dari nilai usaha kerjanya. Bila pengusaha tertentu membayar upah yang lebih rendah dari nilai usaha kerja karyawan, maka karyawan itu akan mencari pekerjaan di tempat lain yang mampu membayar sama dengan usaha kerjanya. Jadi dapat disimpulkan bahwa menurut teori Neo Klasik, karyawan memperoleh upah senilai dengan pertambahan hasil marjinalnya. Dengan kata lain, upah dalam hal ini berfungsi sebagai imbalan atas usaha kerja yang diberikan seseorang tersebut kepada pengusaha Perbedaan Tingkat Upah Dengan asumsi mobilitas sempurna dari faktor-faktor produksi seperti dikemukakan di atas, maka setiap faktor produksi menerima imbalan senilai tambahan hasil marjinalnya, dan imbalan itu sama untuk berbagai alternatif penggunaan atau proses produksi. Lebih lanjut dikemukakan bahwa setiap pengusaha adalah price taker, artinya tidak dapat mempengaruhi harga pasar.

17 Pengusaha menjual hasil produksinya menurut harga pasar dan membeli faktor produksi dengan harga pasar juga. Ini berarti bahwa tingkat upah di mana saja harus sama juga. Kenyataan yang dapat disaksikan bahwa terdapat perbedaan tingkat upah. Perbedaan tingkat upah tersebut terjadi disebabkan oleh sepuluh (10) hal berikut, yaitu : 1. Perbedaan tingkat pendidikan, latihan, atau pengalaman kerja. Dimana setiap pasar kerja, setiap pekerjaan berbeda dalam kebutuhan akan tingkat pendidikan dan ketrampilan. Oleh karena itu, pekerja yang dibutuhkan juga pasti berbeda-beda pendidikan dan skillnya. 2. Tingkat upah di tiap perusahaan berbeda menurut persentasi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi. Semakin kecil proporsi biaya karyawan dibandingkan dengan biaya keseluruhan, upah dan kenaikan upah bukan persoalan yang besar bagi manusia. Dengan kata lain, semakin kecil proporsi biaya karyawan terhadap biaya keseluruhan, maka akan semakin tinggi tingkat upah. 3. Perbedaan tingkat upah antara beberapa perusahaan dapat terjadi menurut perbedaan proporsi keuntungan perusahaan terhadap penjualannya. Semakin besar proporsi keuntungan terhadap penjualan dan semakin besar jumlah absolut keuntungan, maka akan semakin tinggi tingkat upah. 4. Perbedaan tingkat upah terjadi karena perbedaan peranan pengusaha yang bersangkutan dalam menentukan harga. Tingkat upah dalam perusahaan-

18 perusahaan monopoli dan oligopoli cenderung untuk lebih tinggi dan tingkat upah di perusahaan yang sifatnya lebih bebas. 5. Tingkat upah dapat berbeda menurut besar kecilnya perusahaan. Perusahaan yang besar dapat memperoleh kemanfaatan economic of scale dan oleh sebab itu dapat menurunkan harga, sehingga mendominasi pasar. Dengan demikian perusahaan besar cenderung lebih mampu memberikan tingkat upah yang lebih tinggi dari perusahaan kecil. 6. Tingkat upah dapat berbeda menurut tingkat efisiensi dan manajemen perusahaan. Semakin efektif manajemen perusahaan, semakin efisien caracara penggunaan faktor produksi, dan semakin besar upah yang dapat dibayarkan kepada karyawannya. 7. Perbedaan kemampuan atau kekuatan serikat pekerja juga dapat mengakibatkan perbedaan tingkat upah. Serikat pekerja yang kuat dalam arti mengemukakan alasan-alasan yang wajar biasanya cukup berhasil mengusahakan kenaikan upah. Dengan kata lain, tingkat upah di perusahaan-perusahaan yang serikat pekerjanya kuat, biasanya lebih tinggi dari tingkat upah di perusahaan-perusahaan yang serikat pekerjanya lemah. 8. Tingkat upah dapat pula berbeda karena faktor kelangkaan. Semakin langka tenaga kerja dengan keterampilan tertentu, semakin tinggi tingkat upah yang ditawarkan pengusaha. 9. Tingkat upah dapat berbeda sehubungan dengan besar kecilnya resiko atau kemungkinan mendapat kecelakaan di lingkungan pekerjaan. Semakin

19 tinggi kemungkinan mendapat resiko, maka akan semakin tinggi tingkat upah. 10. Akhirnya perbedaan tingkat upah terjadi karena pemerintah campur tangan seperti dalam menentukan upah minimum yang berbeda Sistem dan Komponen Upah Sistem pengupahan merupakan kerangka bagaimana upah diatur dan ditetapkan. Sistem pengupahan di Indonesia umumnya didasarkan kepada tiga fungsi upah, yaitu : 1. Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya; 2. Mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang; 3. Menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja. Penghasilan atau imbalan yang diterima seseorang karyawan atau pekerja sehubungan dengan pekerjaannya dapat digolongkan ke dalam empat bentuk, yaitu : a. Upah dan Gaji Sistem penggajian di Indonesia pada umumnya mempergunakan gaji pokok didasarkan pada kepangkatan dan masa kerja. Selain gaji pokok, biasanya karyawan juga menerima berbagai macam tunjangan, masingmasing sebagai persentasi dari gaji pokok atau dalam jumlah tertentu seperti tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, dan lain-lain. Jumlah gaji dan tunjangan-tunjangan tersebut dinamakan gaji kotor. Dari gaji kotor tersebut, karyawan dikenakan beberapa macam

20 potongan, seperti potongan untuk dana pensiun, asuransi kesehatan, sumbangan wajib, dan lain sebagainya. Gaji bersih yang diterima adalah gaji kotor dikurangi potongan-potongan tersebut. Jumlah gaji bersih ini sering dikenal dengan sebutan take home pay. b. Tunjangan dalam bentuk Natura Tunjangan dalam bentuk natura maksudnya ialah tunjangan dalam bentuk pemberian barang-barang kebutuhan pokok, seperti bahan makanan, pakaian, dan lain sebagainya. Tujuan pemberian tunjangan dalam bentuk ini adalah untuk menjamin pengadaan kebutuhan yang paling primer dari karyawan dan keluarganya. Biasanya jumlah tunjangan dalam bentuk natura ini diberikan sekitar 25% dari gaji kotor karyawan. c. Fringe Benefits Fringe benefits adalah berbagai jenis benefit di luar gaji yang diperoleh seseorang sehubungan dengan jabatan dan pekerjaannya. Fringe benefits ini dapat berbentuk dana yang disisihkan pengusaha untuk pensiun, asuransi kesehatan, upah yang dibayarkan pada hari libur, sakit, cuti, kendaraan dinas, makan siang, bensin, fasilitas rekreasi, dan sebagainya. Nilai tiap jenis benefits yang diterima oleh setiap orang sukar untuk dihitung. d. Kondisi Lingkungan Kerja Kondisi lingkungan kerja yang berbeda di setiap perusahaan dapat memberikan tingkat utility yang berbeda juga bagi setiap karyawan.

21 Kondisi lingkungan kerja dalam hal ini mencakup lokasi perusahaan dan jaraknya dari tempat tinggal, kebersihan, kualitas supervisi, teman-teman sekerja, reputasi perusahaan, dan sebagainya. Sama halnya dengan fringe benefits, aspek ini sukar untuk dihitung. Nilai yang diterima dalam bentuk fringe benefits dan kondisi lingkungan kerja jarang dianggap sebagai bagian dari upah atau penghasilan. Sementara, bagi pengusaha semua biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan mempekerjakan seseorang karyawan, termasuk fringe benefits dan kondisi lingkungan kerja, dipandang sebagai bagian dari upah Masalah Pengupahan Masalah pertama yang timbul dalam bidang pengupahan adalah bahwa pengusaha dan karyawan pada umumnya mempunyai pengertian dan kepentingan yang berbeda mengenai upah. Bagi pengusaha, upah dapat dipandang sebagai beban, karena semakin besar tingkat upah yang dibayarkan kepada karyawan, semakin kecil proporsi keuntungan bagi pengusaha. Segala sesuatu yang dikeluarkan oleh pengusaha sehubungan dengan mempekerjakan seseorang dipandang sebagai komponen upah : uang tunai (gaji), tunjangan beras, pengangkutan, kesehatan, konsumsi yang disediakan dalam menjalankan tugas, pembayaran upah waktu libur, cuti dan sakit, fasilitas rekreasi, dan lain-lain. (Simanjuntak, 1985). Di pihak lain, karyawan dan keluarganya biasanya menganggap upah hanya sebagai apa yang diterimanya dalam bentuk uang (takehome pay).

22 Kenyataan menunjukkan bahwa hanya sedikit pengusaha yang secara sadar dan sukarela terus menerus meningkatkan penghidupan karyawannya, terutama golongan pekerja paling rendah. Di pihak lain, karyawan melalui Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dengan mengundang campur tangan dari Pemerintah selalu menuntut kenaikan upah dan perbaikan tunjangan-tunjangan lainnya (fringe benefits). Tuntutan seperti itu yang tidak disertai dengan peningkatan produktivitas kerja akan mendorong pengusaha untuk : 1. Mengurangi penggunaan tenaga kerja dengan menurunkan produksi; 2. Menggunakan teknologi yang lebih padat modal; dan 3. Menaikkan harga jual barang yang kemudian mendorong inflasi. Masalah kedua di bidang pengupahan berhubungan dengan keanekaragaman sistem pengupahan sebagaimana dikemukakan di atas, yaitu proporsi bagian upah dalam bentuk natura dan fringe benefits cukup besar, dan besarnya tidak seragam antara perusahaan-perusahaan. Sehingga kesulitan sering ditemukan dalam perumusan kebijaksanaan nasional, misalnya dalam hal menentukan pajak pendapatan, upah minimum, upah lembur, dan lain-lain. Masalah ketiga yang dihadapi dalam bidang pengupahan dewasa ini adalah rendahnya tingkat upah atau pendapatan masyarakat. Banyak karyawan yang berpenghasilan rendah, bahkan lebih rendah dari kebutuhan fisik minimumnya. Yang menyebabkan rendahnya tingkat upah itu pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam dua golongan. Sebab pertama adalah rendahnya tingkat kemampuan manajemen pengusaha yang dapat menimbulkan keborosan. Akibatnya karyawan tidak dapat bekerja dengan efisien dan biaya produksi per

23 unit menjadi besar. Dengan demikian, pengusaha tidak mampu membayar upah yang tinggi. Sebab kedua adalah rendahnya produktivitas kerja. Produktivitas kerja karyawan rendah, sehingga pengusaha memberikan dalam bentuk upah yang rendah juga. 2.2 Upah Minimum Kebijakan Penetapan Upah Minimum Sebenarnya pemahaman terhadap penetapan upah minimum yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan adalah untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan ketetapan upah minimum kepada buruh yang paling rendah tingkatnya. Penetapan upah minimum dipandang sebagai sarana atau instrumen kebijaksanaan untuk menjamin kebutuhan hidup paling minimum karyawan beserta keluarganya, juga sebagai jaring pengaman (safety net) agar upah pekerja/karyawan tidak terus turun semakin rendah sebagai akibat tidak seimbangnya pasar kerja. Kebijakan upah minimum di Indonesia sendiri pertama kali diterapkan pada awal tahun 1970an. Meskipun demikian, pelaksanaannya tidak efektif pada tahun-tahun tersebut. Pemerintah Indonesia baru mulai memberikan perhatian lebih terhadap pelaksanaan kebijakan upah minimum pada akhir tahun 1980an. Hal ini terutama disebabkan adanya tekanan dari dunia internasional sehubungan dengan isu-isu tentang pelanggaran standar ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia. Di masa tersebut, sebuah organisasi perdagangan Amerika Serikat (AFL-CIO) dan beberapa aktivis hak asasi manusia mengajukan keberatan terhadap sebuah perusahaan multinasional Amerika Serikat beroperasi di

24 Indonesia yang diduga memberikan upah yang sangat rendah dan kondisi lingkungan pekerjaan yang berada di bawah standar (Suryahadi dkk., 2003). Sebagai hasilnya, kondisi ini memaksa pemerintah Indonesia pada waktu itu untuk memberikan perhatian lebih terhadap kebijakan upah minimumnya dengan menaikkan upah minimum sampai dengan tiga kali lipat dalam nilai nominalnya (dua kali lipat dalam nilai riil). Penetapan upah minimum dipandang sebagai sarana atau instrument kebijaksanaan sesuai untuk mencapai kepantasan dalam hubungan kerja. Menurut Shamad (1992), tujuan ditetapkannya upah minimum adalah untuk : 1. Mengurangi persaingan yang tidak sehat antara buruh dalam pasar kerja disebabkan karena tidak sempurnanya pasar kerja. 2. Melindungi daya beli buruh yang berpenghasilan rendah karena tingkat inflasi yang tinggi menurunkan daya beli buruh. 3. Mengurangi kemiskinan, karena adanya kenaikan upah minimum setahap demi setahap kaum buruh yang miskin akan berkurang. 4. Meningkatkan produktivitas kerja, karena dengan adanya upah minimum maka pengusaha yang membayar upah rendah akan didorong menaikkan upah buruhnya. 5. Lebih menjamin upah yang sama bagi pekerjaan yang sama, dengan adanya upah minimum maka perbedaan upah antara perusahaan yang satu dengan yang lain untuk pekerjaan yang sama akan berkurang karena perusahaan yang membayar rendah terpaksa meningkatkan upah buruhnya.

25 6. Mencegah terjadinya perselisihan, dengan ketetapan upah minimum akan mempengaruhi perubahan struktur/tingkat upah di perusahaan, karena itu perselisihan mengenai upah yang biasa terjadi dapat dihindari, karena meningkatnya daya beli masyarakat yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara umum. 7. Mencegah melorotnya upah ke bawah bagi buruh lapisan bawah karena tidak seimbangnya pasar kerja, disebabkan penawaran yang melebihi dari permintaan tenaga buruh. Dalam menetapkan dan menerapkan upah minimum tersebut, negara berkembang termasuk Indonesia pada umumnya menghadapi dua masalah yaitu; terdapat kesenjangan pendapatan yang sangat menyolok baik antara buruh bawahan dengan pimpinan di satu perusahaan, maupun antara buruh di sektor berbeda (misalnya buruh harian lepas di perusahaan tekstil dengan buruh serupa di bank atau tambang), serta antara daerah yang berbeda, terutama bila terdapat surplus penyediaan dalam pasar kerja, sehingga dengan demikian sulit menyeragamkan ketentuan upah minimum. Juga pendapatan per kapita di negara berkembang cukup rendah serta tingkat pengangguran dan setengah pengangguran cukup tinggi, sehingga pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja sering menjadi prioritas utama di atas perbaikan upah. Pada awalnya kebijakan upah minimum ditetapkan berdasarkan biaya Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) pada tahun Dalam perkembangannya kemudian, dalam era otonomi daerah, dalam menentukan besaran tingkat upah minimum beberapa pertimbangannya adalah :

26 1. Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) Dalam usulan penetapan upah minimum, nilai KHM merupakan salah satu pertimbangan utama. Setiap pengusulan harus menggambarkan adanya penambahan pendapatan buruh secara riil bukan kenaikan nominal. Penetapan KHM diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.81/Men/ Indeks Harga Konsumen (IHK) Pada prinsipnya perkembangan IHK mempengaruhi perkembangan KHM, sebab komponen-komponen yang tercantum dalam KHM sudah termasuk dalam komponen IHK dan harus selalu dibandingkan dengan perkembangan IHK. 3. Perluasan kesempatan kerja. Kebijaksanaan penetapan upah minimum diharapkan dapat memberikan tingkatan upah yang layak dan wajar, sehingga akan mendorong produktivitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan perluasan/perkembangan usaha (multiplier effect), yang berarti memperluas kesempatan kerja. 4. Tingkat upah minimum antar daerah. Untuk hal ini setiap daerah perlu mengadakan komunikasi dengan daerah lain yang berdekatan atau perbatasan untuk memperoleh informasi tingkat upah terendah yang berlaku di daerah tersebut.

27 5. Kemampuan, perkembangan, dan kelangsungan perusahaan. Dalam upaya penetapan usulan upah minimum, perlu mempertimbangkan kemampuan, perkembangan, dan kelangsungan perusahaan. Hal ini penting agar upah yang ditetapkan dapat terlaksana dengan baik tanpa menimbulkan gejolak dalam pelaksanaannya. 6. Tingkat perkembangan perekonomian. Untuk penetapan besaran upah minimum yang baru, nilai tambah yang dihasilkan oleh buruh dapat dilihat dari adanya perkembangan PDRB dalam tahun yang bersangkutan. Peningkatan upah perlu dilakukan untuk menjaga kesinambungan bekerja dari buruh dengan tetap memperhatikan kelangsungan usaha. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam meningkatkan upah minimum adalah perkembangan harga pasar serta kinerja perusahaan. Penyesuaian terhadap upah tersebut harus dilakukan setidak-tidaknya setiap tahun. (Sasono dkk., 1994) Dasar Hukum Upah Minimum Dengan berbagai kondisi empiris dan penjelasan tentang implementasi dari kebijakan upah minimum di atas, sebenarnya segala produk hukum termasuk kebijakannya tidak boleh melenceng dari prinsip dasar hukum yaitu Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945). Demikian pula dengan kebijakan upah minimum harus mengacu pada UUD 1945 tersebut yang secara jelas tercantum dalam pasal 27 ayat 2 dikatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pekerjaan dan penghidupan layak tersebutlah yang seharusnya dijadikan standar baku bagi

28 penetapan upah minimum. Meskipun demikian, disamping penghidupan yang layak bagi pekerja beberapa perhitungan perlu dilakukan dalam menentukan tingkat upah minimum, seperti misalnya menjaga produktivitas usaha dan keberlanjutan kondisi ekonomi nasional. Penetapan Undang-Undang yang mengatur tentang upah minimum tenaga kerja di Indonesia sudah melewati berbagai fase dan perubahan. Pada awalnya penetapan upah minimum diatur dan ditetapkan seiring dengan disahkannya Undang-Undang No.14 Tahun 1969 tentang Pokok-pokok Ketenagakerjaan. Setelah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Ketenagakerjaan (RUUK), yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang No.25 Tahun Namun sewaktu proses RUUK itu (yang kemudian menjadi UU No.25 Tahun 1997) tidak melibatkan buruh. Dengan kata lain bahwa, peraturan perundang-undangan tersebut bukan lahir atas keinginan dan kesepakatan antara buruh dan pengusaha, tetapi lahir atas kemauan pengusaha yang diproses antara Menteri Tenaga Kerja dengan DPR. Oleh karena itu, perundang-undangan perburuhan tersebut ditentang oleh para buruh. Sekian lama menunggu adanya peraturan perundang-undangan perburuhan sebagai pengganti UU No.25 Tahun 1997, akhirnya terwujud setelah Presiden Megawati Soekarnoputri menandatangani UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada tanggal 25 Maret UU No.13 Tahun 2003 yang mengatur tentang upah minimum terdapat pada Bab X, bagian kedua tentang Pengupahan Pasal 88 sampai pada Pasal 96. Pasal 88 ayat (1) menyebutkan bahwa, Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh

29 penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selanjutnya, pada ayat (2) dan ayat (3) dapat dilihat bahwa untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh, yaitu salah satunya adalah kebijakan upah minimum. Pasal-pasal ini jelas memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh dalam hal penghasilan yang diperolehnya atas pekerjaan yang dilakukannya. Kaitannya dengan perlindungan bagi perusahaan, Undang-Undang Ketenagakerjaan juga menegaskan bahwa penetapan upah minimum dengan mempertimbangkan produktivitas dan tingkat pertumbuhan ekonomi sesuai Pasal 88 ayat (4). Untuk itu perlu pertimbangan dua sisi kepentingan dalam penetapan upah minimum yaitu sisi kepentingan pekerja/buruh dan sisi kepentingan pengusaha. Hal ini sangat penting karena antara pekerja/buruh dengan perusahaan-perusahaan samasama saling membutuhkan dan saling bergantung. Terlepas dari itu, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.01/MEN/ 1999 tentang Upah Minimum sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP. 226/MEN/2000, menegaskan bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan bagi kemanusiaan, dibutuhkan suatu upah yang layak. Upah yang layak bagi kemanusiaan tersebut lebih jauh ditetapkan dalam ketentuan penetapan upah minimum yang diarahkan pada pemenuhan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

30 2.2.3 Pengusulan dan Penetapan Upah Minimum Kota (UMK) Pada awalnya, Permenaker No. 01/MEN/1999 menyebut bahwa istilah Upah Minimum untuk kabupaten/kota adalah Upah Minimum Regional Tingkat II (UMR Tk.2). Namun setelah adanya Kepmenakertrans No. 226/MEN/2000, istilah itu berganti nama menjadi Upah Minimum Kota (UMK). Upah Minimum Kota adalah upah minimum yang berlaku di daerah kabupaten/kota. Landasan hukum dalam penetapan Upah Minimum Kota adalah sebagai berikut: 1. UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) : Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan layak bagi kemanusiaan. 2. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 3. Keppres RI. No. 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan. 4. Permenaker No. 01/MEN/1999 jo Kepmenakertrans No. 226/MEN/2000 tentang Upah Minimum. 5. Kepmenakertrans No. 231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum. 6. Kepmenakertrans No. 49/MEN/IV/2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah. 7. Permenakertrans No. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Dalam Keppres No.107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan, kelembagaan Dewan Pengupahan terdiri dari Dewan Pengupahan Nasional (Depenas), Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov), dan Dewan Pengupahan

31 Kabupaten/Kota (Depekab/Depeko). Sedangkan, pembentukan Dewan Pengupahan Kota dilakukan oleh Walikota, sehingga Dewan Pengupahan Kota bertanggung jawab kepada Walikota. Dewan Pengupahan Kota sendiri memiliki tugas sebagai berikut : 1. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Walikota dalam rangka : a. Pengusulan upah minimum kota atau upah minimum sektoral kota. b. Penerapan sistem pengupahan di tingkat kota. 2. Menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999 bahwa Upah Minimum ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja, namun dengan adanya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pusat, bahwa dengan otonomi daerah hal itu membawa perubahan dalam penetapan upah minimum. Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226/MEN/2000 bahwa penetapan Upah Minimum Kota (UMK) ditetapkan oleh Gubernur. Adapun ketentuan dalam penetapan Upah Minimum Kota (UMK) adalah sebagai berikut : 1. Upah Minimum Kota harus sama atau lebih besar dari Upah Minimum Provinsi. 2. Peninjauan Upah Minimum Kota dilakukan paling sedikit satu tahun sekali. 3. Upah Minimum Kota ditetapkan paling lambat 40 hari sebelum tanggal diberlakukannya upah minimum.

32 4. Usulan penetapan Upah Minimum Kota dirumuskan oleh Dewan Pengupahan Kota yang merupakan hasil pembahasan dengan pemerintah, serikat pekerja, dan APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia). 5. Usulan Upah Minimum Kota disampaikan kepada Walikota, yang selanjutnya Walikota menerbitkan Surat Rekomendasi Walikota perihal Upah Minimum Kota. 6. Rekomendasi Walikota merupakan dasar dari Gubernur untuk menetapkan Upah Minimum Kota dan sudah harus diterima oleh Dewan Pengupahan Provinsi untuk diberikan rekomendasi kepada Gubernur dalam penetapan Upah Minimum Kota. 7. Keterlambatan dalam penyerahan rekomendasi oleh Walikota, memberikan kewenangan kepada Gubernur untuk menetapkan sendiri Upah Minimum Kota setelah mendapat rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi. 8. Pertimbangan yang dilakukan dalam penetapan upah minimum adalah Kebutuhan Hidup Layak (KHL), Indeks harga konsumen, kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan, tingkat upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar daerah, kondisi pasar, tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita. 9. Dimungkinkan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSR) harus lebih besar 5% dari Upah Minimum Kota (UMK).

33 2.2.4 Nilai KHL sebagai Dasar Pertimbangan Penetapan Upah Minimum Survey harga komponen KHL dilakukan untuk mendapatkan besaran nilai KHL dalam rangka persiapan permusan usulan upah minimum, karena nilai KHL merupakan dasar pertimbangan utama dalam perumusan upah minimum. KHL bukan satu-satunya faktor yang dipertimbangkan dalam penetapan upah minimum, masih ada 4 (empat) faktor lain, yaitu; produktivitas, pertumbuhan ekonomi, kemampuan usaha marginal dan kondisi pasar kerja sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permennakertrans) No.13 Tahun 2012, pasal (6) ayat (1) dan ayat (2). Namun keempat faktor tersebut masih bersifat kualitatif. KHL merupakan faktor yang bersifat kuantitatif, oleh karena itu dalam menetapkan nilai KHL yang akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penetapan upah minimum haruslah tepat dan akurat. Jika survey harga dilakukan mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan September tahun berjalan. Diantara 9 bulan tersebut kemungkinan ada 1 bulan tertentu tidak dilakukan survey karena menjelang bulan puasa, dengan demikian akan terdapat 8 data nilai KHL. Data tersebut digunakan sebagai bahan untuk merumuskan usulan penetapan upah minimum tahun berikutnya. Yang menjadi kendala adalah data yang mana yang akan dijadikan sebagai bahan rumusan tersebut, mengingat ; 1. Terdapat 8 (delapan) data nilai KHL 2. Terdapat beberapa data nilai KHL dari Kabupaten/Kota yang ada dalam satu Provinsi.

34 3. Upah Minimum yang ditetapkan berlaku mulai bulan Januari tahun berikutnya. Sampai saat ini, setiap daerah punya persepsi masing-masing dalam mengaplikasikan nilai KHL yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penetapan upah minimum. Dalam penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP), sebagian daerah masih menggunakan angka KHL rata-rata dari Kabupaten/Kota yang ada. Dilihat dari segi waktu perolehan data (Januari s/d September), ada yang menggunakan rata-rata (dari akumulasi absolut), dan ada yang menggunakan data bulan September tahun berjalan. Agar ada keseragaman dalam perumusan upah minimum, perlu adanya persamaan persepsi yang didasari dengan alasan-alasan yang logis. Untuk itu dapat dijelaskan 2 (dua) hal sebagai berikut : 1. Data KHL yang dijadikan dasar pertimbangan dalam perumusan UMP/UMK. Upah minimum yang ditetapkan pada tahun berjalan akan diberlakukan mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Oleh karena itu data nilai KHL yang digunakan paling tidak adalah data yang terdekat dengan bulan mulai berlakunya upah minimum, yaitu data bulan Desember. Mengingat upah minimum sudah harus ditetapkan paling lambat pada akhir bulan Oktober (untuk UMP) dan tanggal 20 November (untuk UMK), maka survey harga dilakukan sampai dengan bulan September. Pelaksanaan survey harga komponen KHL mulai bulan Januari sampai dengan bulan September dimaksudkan untuk melihat trend

35 (kecenderungan) perkembangan harga-harga kebutuhan. Berdasarkan data tersebut, dapat dibuat prediksi nilai KHL bulan Desember. Prediksi dilakukan dengan menggunakan analisa regresi (analisa kecenderungan). 2. Nilai KHL Kabupaten/Kota yang dijadikan sebagai dasar penetapan UMP. Dalam pasal (7) Permennakertrans No. 13 Tahun 2012 secara tegas dijelaskan nilai KHL yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam penetapan UMP adalah nilai KHL Kabupaten/Kota terendah di Provinsi tersebut. Filosofi dari pengaturan ini adalah karena UMP berlaku bagi semua Kabupaten/Kota yang ada dalam suatu Provinsi. Agar ketentuan UMP dapat dilaksanakan oleh semua Kabupaten/Kota, maka harus dapat mengakomodir kondisi Kabupaten/Kota yang memiliki nilai KHL paling rendah. Oleh karena itu tidak tepat kalau menggunakan Nilai KHL ratarata dari semua Kabupaten/Kota. Jika menggunakan Nilai KHL rata-rata, maka sejumlah Kabupaten/Kota yang nilai KHL nya dibawah rata-rata tidak dapat terakomodir kondisinya dalam penetapan UMP. 2.3 Konsumsi Pengertian Konsumsi Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan. Barangbarang yang diproduksi digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi. Besar kecilnya jumlah pengeluaran

36 untuk konsumsi individu ataupun rumah tangga merupakan faktor yang turut menentukan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Meningkatnya pengeluaran konsumsi suatu individu atau rumah tangga akan mendorong perkembangan produksi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tersebut. Pengeluaran untuk konsumsi individu atau rumah tangga merupakan gambaran penggunaan pendapatan (income) individu atau rumah tangga. Konsumsi yang diinginkan dikaitkan dengan pendapatan yang siap dibelanjakan. Keynes menyatakan jika pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat (Raharja, 2004). Namun, rasio konsumsi terhadap pendapatan atau yang disebut dengan kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (average propensity of consume) turun ketika pendapatan naik, sedangkan proporsi tabungan meningkat. Asumsi dasar tentang pola konsumsi suatu rumah tangga atau individu adalah bahwa rumah tangga atau individu tersebut akan memaksimumkan kepuasannya, kesejahteraannya, kemakmurannya, atau kegunaannya Model Teori Konsumsi Teori Konsumsi Jhon Maynard Keynes a. Hubungan Pendapatan Disposabel dan Konsumsi Menurut Keynes, ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung dari tingkat pendapatan. Artinya, tingkat konsumsi tersebut harus dipenuhi, walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol. Itulah yang disebut dengan konsumsi otonomous (autonomous consumption). Jika pendapatan

37 disposable meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposable. C = Co + b Yd (1) Di mana : C = konsumsi Co = konsumsi Otonomous b = MPC Yd = pendapatan disposabel, 0 < b < 1 b. Kecenderungan Mengonsumsi Marjinal (Marginal Propensity to Consume) C MPC = Yd (2) c. Kecenderungan Mengonsumsi Rata-rata (Average Propensity to Consume) C APC = Yd (3) d. Hubungan Konsumsi dan Tabungan Pendapatan disposabel yang diterima rumah tangga sebagian besar digunakan untuk konsumsi, sedangkan sisanya ditabung. Yd = C + S (4) Di mana : S = tabungan (saving)

38 e. MPC dan MPS Jika setiap tambahan pendapatan disposabel dialokasikan sebagai tambahan konsumsi dan tabungan, maka : Yd = C + S (5) Jika kedua sisi persamaan kita bagi dengan Yd, maka : Yd C S = (6) Yd Yd Yd 1 = MPC + MPS (7) atau, MPS = 1 MPC Nilai total APC ditambah dengan APS juga sama dengan satu. Pernyataan tersebut dengan mudah dibuktikan dengan menggunakan matematika sederhana di bawah ini. Yd = C + S Yd C S = (8) Yd Yd Yd 1 = APC + APS (9) Keynes menyatakan teorinya bahwa konsumsi agregat berhubungan secara langsung tetapi tidak proporsional dengan disposable agregat sekarang dalam jangka pendek dan jangka panjang. Karena data-data setelah perang bertentangan dengan teori ini untuk jangka panjang, maka para pakar ekonomi mencoba menyusunnya kembali dengan memasukkan variable-variabel obyektif dan subyektif ke dalam fungsinya. Variabel bukan pendapatan diperkirakan menggeser fungsi konsumsi ini ke atas sepanjang waktu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada bulan akhir tahun dan bulan awal tahun umumnya kondisi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada bulan akhir tahun dan bulan awal tahun umumnya kondisi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada bulan akhir tahun dan bulan awal tahun umumnya kondisi di Indonesia khususnya untuk daerah-daerah industri mengalami ketegangan sosial yang akan terus meningkat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Stres Kerja 1. Pengertian Stres Kerja Menurut Sedarmayanti, (2011:76) yang dimaksud dengan stres kerja adalah kelebihan tuntutan

Lebih terperinci

MEKANISME PENGUSULAN DAN PENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA. Diana Fajarwati ABSTRACT

MEKANISME PENGUSULAN DAN PENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA. Diana Fajarwati ABSTRACT MEKANISME PENGUSULAN DAN PENETAPAN UPAH MINIMUM KOTA Diana Fajarwati ABSTRACT Minimum regional wages is set by the government based on recommendation of the Board of Governors Wages. Minimum wage of city

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan hanya pada bagaimana cara untuk menangani masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan hanya pada bagaimana cara untuk menangani masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai tenagakerja di Indonesia merupakan masalah nasional yang memang sulit diselesaikan. Selama ini pemerintah melihat masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234.

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Edisi Revisi, ctk. Duabelas, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 234. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ketenagakerjaan adalah semua peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Pendapatan 2.1.1. Definisi Pendapatan Pendapatan adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerjanya atas suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan pembangunan nasional. Tujuan dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia

BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA. A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia BAB III KEBIJAKAN PENGUPAHAN DI INDONESIA A. Perumusan Kebijakan Upah Buruh di Indonesia Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

Hubungan Industrial. Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi Modul ke: Hubungan Industrial Proses Penentuan Upah, Dewan Pengupahan dan Kebutuhan Hidup Layak Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen berperan dalam mengkombinasikan faktor-faktor produksi, proses manajemen terdiri dari kegiatan-kegiatan utama yang disebut dengan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keadaan pasar kerja yang dualistik dengan kelebihan penawaran tenaga kerja dan

PENDAHULUAN. Keadaan pasar kerja yang dualistik dengan kelebihan penawaran tenaga kerja dan I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di negara berkembang seperti Indonesia. Keadaan pasar kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, material dan spiritual berdasarkan

Lebih terperinci

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan Pengupahan Upah Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu PK,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya pekerjaan yang harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan waktu. Hubungan kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompensasi 2.1.1 Pengertian Kompensasi Kompensasi meliputi pembayaran uang tunai secara langsung, imbalan tidak langsung dalam bentuk benefit dan pelayanan (jasa), dan insentif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor. Pendapat lain mengatakan, kesempatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang bekerja terserap dan tersebar di berbagai sektor. Pendapat lain mengatakan, kesempatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketenagakerjaan 2.1.1 Kesempatan Kerja dan Tenaga Kerja Menurut Suroto (1992), kesempatan kerja adalah keadaan orang yang sedang mempunyai pekerjaan dalam suatu wilayah. Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. namun dalam kultur Indonesia, Buruh berkonotasi sebagai pekerja rendahan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori 2.1.1. Pekerja/Buruh Pada dasarnya, buruh, Pekerja, Tenaga Kerja maupun karyawan adalah sama. namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Beberapa faktor..., Desmiwati, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Beberapa faktor..., Desmiwati, FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya, dan jika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompensasi 2.1.1 Pengertian Kompensasi Kompensasi meliputi pembayaran tunai secara langsung, imbalan tidak langsung dalam bentuk benefit dan pelayanan ( jasa ), dan insentif

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN/KOTA SERTA PENANGGUHAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Inflasi Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus. kenaikan harga pada satu atau dua barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Sumber Daya Manusia Adapun pengertian Sumber Daya Manusia yang dikemukakan oleh para ahli adalah sebagai berikut: Menurut Sedarmayanti (2010:13)

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SUMBER DAYA MANUSIA SESI: V HRM COMPENSATION. Kompensasi Insentif Bagi Hasil

PSIKOLOGI SUMBER DAYA MANUSIA SESI: V HRM COMPENSATION. Kompensasi Insentif Bagi Hasil SESI: V HRM COMPENSATION Kompensasi Insentif Bagi Hasil SESI: V HRM COMPENSATION KOMPENSASI A. PENGERTIAN KOMPENSASI Drs. Malayu Hasibuan (2006:118) mengemukakan bahwa Kompensasi adalah semua pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati 1 PENGUPAHAN Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkerja di perusahaan/usaha tersebut, baik berkaitan dengan produksi maupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkerja di perusahaan/usaha tersebut, baik berkaitan dengan produksi maupun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Pengertian Tenaga Kerja Berdasarkan BPS, pekerja atau tenaga kerja adalah semua orang yang biasanya berkerja di perusahaan/usaha tersebut, baik berkaitan dengan

Lebih terperinci

Pertemuan 7. Nova Yanti Maleha,S.E.MM 10/7/2016 Nova Yanti Maleha/MSDM/IGM 1

Pertemuan 7. Nova Yanti Maleha,S.E.MM   10/7/2016 Nova Yanti Maleha/MSDM/IGM 1 Pertemuan 7 Nova Yanti Maleha,S.E.MM E-mail : novayanti608@gmail.com 10/7/2016 Nova Yanti Maleha/MSDM/IGM 1 PENGERTIAN KOMPENSASI? KOMPENSASI Adalah semua pendapatan yang berbentuk uang atau barang, langsung

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sulistiawati (2012).

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sulistiawati (2012). BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sulistiawati (2012). Penelitian yang berjudul Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karyawan Tetap Karyawan tetap merupakan salah satu karyawan yang terdapat di suatu perkebunan. Karyawan tetap memiliki beberapa definisi dan tugas-tugas yang dijalankannya yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam kompensasi tidak langsung adalah berbagai macam bentuk tunjangan

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk dalam kompensasi tidak langsung adalah berbagai macam bentuk tunjangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Bernardin dan Russel (1993) upah merupakan salah satu bentuk kompensasi langsung, disamping sistem gaji dan pembayaran berdasarkan kinerja. Termasuk dalam kompensasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN

Lebih terperinci

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan mengenai penentuan upah sehari Sesuai ketentuan Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan No. 13/2003, bahwa waktu kerja adalah: 1. a. 7 (tujuh)

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA

ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN UPAH MINIMUM TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Danny Nur Febrianica 115020107111012 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam

Lebih terperinci

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA

SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA SISTEM PENGUPAHAN DI INDONESIA Sistem Penentuan Upah (pengupahan) yang berlaku di Indonesia adalah sistem yang berbasis indeks biaya hidup dan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per Kapita sebagai proksi

Lebih terperinci

PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL

PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL PERINGATAN HARI BURUH INTERNASIONAL (May Day) : Momentum Mewujudkan Sistem Pengupahan Dan Kesejahteraan Buruh Oleh: Arrista Trimaya * Naskah diterima: 30 April 2015; disetujui: 10 Mei 2015 Tanggal 1 Mei

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA

KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA Menimbang : KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 238 TAHUN 2006 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM DAN UPAH SEKTORAL PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH RI NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN Disampaikan pada acara: Members Gathering APINDO, Thema Implementasi PP Pengupahan, Gedung Permata Kuningan, Desember 2015 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini diambil acuan dari penelitian terdahulu oleh Ulviani (2010) yang berjudul : Analisis Pengaruh Nilai Output dan Tingkat Upah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Peran Manajemen Sumber Daya Manusia sangat penting bagi suatu organisasi, sebesar atau sekecil

Lebih terperinci

TANTANGAN PENETAPAN STANDAR UPAH MINIMUM NASIONAL DAN REGIONAL

TANTANGAN PENETAPAN STANDAR UPAH MINIMUM NASIONAL DAN REGIONAL TANTANGAN PENETAPAN STANDAR UPAH MINIMUM NASIONAL DAN REGIONAL Oleh: Haiyani Rumondang (Dirjen PHI dan Jamsos, Kemnaker) Disampaikan pada: Acara Diskusi Publik Nasional : Penguatan Jaminan Sosial dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia pada tahun 1848 dan mulai dibudidayakan secara komersial dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak penduduknya maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dibutuhkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebagai salah satu penduduk terbanyak di dunia setelah RRC, India dan Amerika Serikat. Oleh karena ini, tentunya Indonesia memiliki angkatan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan sosial dengan mempertimbangkan prestasi kerja dan nilai. kemanusiaan yang menimbulkan harga diri.

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan sosial dengan mempertimbangkan prestasi kerja dan nilai. kemanusiaan yang menimbulkan harga diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjelang era yang semakin liberal mendatang, Indonesia sebagai salah satu negara yang berkembang setidaknya harus menyiapkan upaya-upaya dini dalam mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku dan mempengaruhi kinerja. Namun demikian banyak

BAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku dan mempengaruhi kinerja. Namun demikian banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kompensasi berpotensi sebagai salah satu sarana terpenting dalam membentuk perilaku dan mempengaruhi kinerja. Namun demikian banyak perusahaan mengabaikan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan pada diri sendiri. Pembangunan ketenagakerjaan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah ketenagakerjaan adalah bagian integral dari masalah ekonomi, maka masalah pembangunan ketenagakerjaan, juga merupakan bagian dari pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor

Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor 4. Model Keseimbangan Pengeluaran Dua Sektor Mengapa Anda Perlu Tahu Ketika seseorang bekerja pada perusahaan atau pemerintah maka dia akan mendapatkan gaji. Tentu, gaji yang didapatkan perlu dipotong

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Telah kita ketahui bersama bahwa manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam kegiatan suatu organisasi, karena manusia sebagai perencana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja Di dalam hukum perburuhan dan ketenagakerjaan terdapat beberapa istilah yang beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam Konstitusi terdapat peraturan peraturan yang mengatur mengenai hak hak seorang warga Negara.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai era tahun 1980-an, para analis ketenagakerjaan pada umumnya menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius (Depnakertrans, 2004a).

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG Membaca : PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 561.4/78/2006 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut beberapa pengertian prosedur menurut para ahli, antara lain: a. Pengertian prosedur menurut Mulyadi (2001) adalah:

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut beberapa pengertian prosedur menurut para ahli, antara lain: a. Pengertian prosedur menurut Mulyadi (2001) adalah: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Prosedur Berikut beberapa pengertian prosedur menurut para ahli, antara lain: a. Pengertian prosedur menurut Mulyadi (2001) adalah: Suatu urutan kegiatan klerikal biasannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai

Lebih terperinci

Yani Pujiwati, Dewi Kania Sugiharti, dan Nia Kurniati Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Yani Pujiwati, Dewi Kania Sugiharti, dan Nia Kurniati Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Upah Pekerja (Yani Pujiwati, Dewi Kania Sugiharti, dan Nia Kurniati) PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP UPAH PEKERJA Yani Pujiwati, Dewi Kania Sugiharti, dan Nia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Rachmawati (2010:3) manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses pernecanaan, pengorganisasian,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Akbal Lizar (2011) dengan judul Pengaruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Akbal Lizar (2011) dengan judul Pengaruh BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori Pada kajian teori ini, peneliti akan menjelaskan tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun kajian teori dalam penelitian ini

Lebih terperinci

Oleh. Dr. Zainuddin Iba, SE., M.M 27 November 2017 BAHAN AJAR M S D M. Bagian-2 KOMPENSASI DAN BALAS JASA

Oleh. Dr. Zainuddin Iba, SE., M.M 27 November 2017 BAHAN AJAR M S D M. Bagian-2 KOMPENSASI DAN BALAS JASA BAHAN AJAR M S D M Oleh Dr. Zainuddin Iba, SE., M.M 27 November 2017 Bagian-2 KOMPENSASI DAN BALAS JASA 1 A. KOMPENSASI 1. Pengertian Kompensasi Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsifungsi manajemen

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia peranan adalah yang diperbuat, tugas,

II.TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia peranan adalah yang diperbuat, tugas, 11 II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia peranan adalah yang diperbuat, tugas, hal yang besar pengaruhnya pada suatu peristiwa tertentu. (1995 : 454). Menurut Margono

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI, UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL KABUPATEN/KOTA SERTA PENANGGUHAN

Lebih terperinci

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA Oleh : Basani Situmorang SH,Mhum Dampak dan Trend Outsourcing Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi terpenting. Dilihat

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA NOMOR 67 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI DAN UPAH MINIMUM SEKTORAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA Menimbang : GUBERNUR SULAWESI TENGGARA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

kesenjangan antara pertumbuhan jumlah angkatan kerja disatu pihak dan

kesenjangan antara pertumbuhan jumlah angkatan kerja disatu pihak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah serangkaian usaha kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dengan baik dan maksimal apabila tidak ada pelaksanaannya yakni sumber

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dengan baik dan maksimal apabila tidak ada pelaksanaannya yakni sumber BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) Sumber daya manusia sangat penting bagi pelaksanaan operasional perusahaan. Sumber daya yang ada pada perusahaan tidah dapat berfungsi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI MALUKU UTARA NOMOR 167/KPTS/MU/2006 TENTANG PENETAPAN BESARNYA UPAH MINIMUM PROVINSI (UMP), UPAH MINIMUM SEKTORAL DAN SUB SEKTORAL PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2007 Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan pengupahan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan pengupahan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan pengupahan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi pekerja atau buruh dituangkan dalam UU Nomor 13 tahun 2003. Undang- Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan suatu ciri khas suatu hubungan kerja dan juga tujuan utama dari seorang

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Upah masih menjadi salah satu persoalan yang selalu menjadi sorotan terutama di

I.PENDAHULUAN. Upah masih menjadi salah satu persoalan yang selalu menjadi sorotan terutama di 1 I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Upah masih menjadi salah satu persoalan yang selalu menjadi sorotan terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini mengingat bahwa upah merupakan komponen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Salah satu dorongan orang bekerja pada suatu organisasi termasuk

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Salah satu dorongan orang bekerja pada suatu organisasi termasuk TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Salah satu dorongan orang bekerja pada suatu organisasi termasuk perusahaan adalah karena disana ada kesempatan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Dalam Mulyadi (2015: 2) manajemen dapat didefinisikan adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pendayagunakan sumber daya manusia dengan sumber daya alam, dengan menggunakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN

PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN Dewi Yustiarini 1 1 Jurusan Pendidikan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: dewiyustiarini@upi.edu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Keberhasilan perusahaan dalam pencapaian tujuannya tidak terlepas dengan adanya proses manajemen. Tanpa adanya manajemen maka proses aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13

BAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 BAB I PENDAHULUAN PEMBERIAN UPAH LEMBUR TERHADAP PEKERJA YANG BEKERJA DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan dari orang lain disekitarnya sebagai pegangan dalam hidup dan bermasyarakat serta sebagai pegangan

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2004 TENTANG DEWAN PENGUPAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 98 Undang-undang Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah

I. PENDAHULUAN. dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum. Upah minimum

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N 1 B A B I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap lembaga pemerintah didirikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bagi Lembaga Pemerintah yang berorientasi sosial, tujuan utamanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, itu adalah demi mencapai sebuah cita-cita yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, itu adalah demi mencapai sebuah cita-cita yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia mengisi kegiatannya dengan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat, baik itu pembangunan infrastruktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pekerja dan pengusaha). Dalam Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, upah

BAB I PENDAHULUAN. (pekerja dan pengusaha). Dalam Pasal 1 angka 30 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, upah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada perkembangan ekonomi, permasalahan industri yang selalu dibicarakan adalah persoalan upah. Sebab upah merupakan titik temu antara dua kepentingan dalam hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

d. bahwa untuk itu, perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA Nomor : Per-01/IVIEN/1999 UPAH MINIMUM

d. bahwa untuk itu, perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA Nomor : Per-01/IVIEN/1999 UPAH MINIMUM PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA Nomor : Per-01/IVIEN/1999 Tentang UPAH MINIMUM Menimbang: a. bahwa dalam rangka upaya mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja, perlu ditetapkan upah minimum dengan

Lebih terperinci

KONSUMSI, DAN TABUNGAN, DAN INVESTASI

KONSUMSI, DAN TABUNGAN, DAN INVESTASI KONSUMSI, DAN TABUNGAN, DAN INVESTASI A. PENDAHULUAN Pendapatan (Income) adalah jumlah balas jasa yang diterima pemilik faktor produksi selama 1 tahun. Pendapatan disimbolkan dengan (Y). Konsumsi (Consumption)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1 Penyandang Cacat Pasal 67 1. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen berasal dari kata To Manage yang berarti mengatur,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen berasal dari kata To Manage yang berarti mengatur, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Manajemen berasal dari kata To Manage yang berarti mengatur, mengurus, melaksanakan, dan mengelola. Manajemen dalam bahasa ingris berarti mengatur. Dalam

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN I. PENJELASAN UMUM Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan Daerah

Lebih terperinci

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; DASAR HUKUM * UUD 1945, pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003

Lebih terperinci