PENGUKURAN AKTIVITAS OPTIK PADA LARUTAN GULA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGUKURAN AKTIVITAS OPTIK PADA LARUTAN GULA"

Transkripsi

1 PENGUKURAN AKTIVITAS OPTIK PADA LARUTAN GULA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Jurusan Studi Fisika Oleh : RIDWAN SEKTI NUGROHO NIM : PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 009

2 THE OPTICAL ACTIVITY MEASUREMENT OF THE SUGAR SOLUTION SKRIPSI Presented as Partial Fulfillment of the Requirements to obtain the Sarjana Sains Degree In Physics By: RIDWAN SEKTI NUGROHO NIM : PHYSICS STUDY PROGRAM PHYSICS DEPARTEMENT SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 009 ii

3 iii

4 iv

5 Halaman Persembahan all because of Love and Love for all To: Bapakku Henung Sokli Tiwan ( ) Ibuku Rukmini ( ) Orang Tuaku Aminah Adikku Sartika Yuliana Tiwan v

6 vi

7 INTISARI PENGUKURAN AKTIVITAS OPTIK PADA LARUTAN GULA Telah dilakukan pengukuran aktivitas optik pada larutan gula. Sinar Laser He-Ne dipolarisasikan dengan polarisator cahaya menghasilkan cahaya terpolarisasi bidang. Bidang polarisasi mengalami perputaran saat dilewatkan larutan gula. Perputaran bidang cahaya polarisasi dianalisa dengan analisator. Analisator diputar secara manual menghasilkan perubahan intensitas cahaya. Peristiwa aktivitas optik merupakan suatu peristiwa perputaran bidang cahaya polarisasi. Dari penelitian didapatkan nilai putaran optik relatif pada larutan gula sebesar derajat ( 30,3 ± 6,8). dm gr 100mL vii

8 ABSTRACT THE OPTICAL ACTIVITY MEASUREMENT OF THE SUGAR SOLUTION The optical activity in sugar solution measurement has been done. The He- Ne laser ray polarized by light polarizator to obtain the polarized light plane. The polarized light plane occur rotation when passed through the sugar solution. The rotation of polarized light plane was analyzed with analyzer. The analyzer which turned around manually yield the change of light intensity. Event of optical activity represent an event turning around of polarized light plane. From this research, it can be concluded the value of specification optical rotation relative of sugar solution is derajat ( 30,3 ± 6,8). dm gr 100mL viii

9 ix

10 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia dan penyertaan-nya yang diberikan selama penyusunan skripsi yang berjudul Pengukuran Aktivitas Optik Pada Larutan Gula. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program sarjana stratum-1 di Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1. Bapak Dr. Ign. Edi Santosa, M.S. selaku dosen pendamping akademik dan pembimbing tugas akhir.. Ibu Ir. Sri Agustini Sulandari, M.Si. selaku kaprodi Fisika dan dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk mengoreksi serta menguji skripsi ini. 3. Ibu Dwi Nugraheni Rositawati, S.Si., M.Si. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk mengoreksi serta menguji skripsi ini. 4. Seluruh staf dosen dan laboratorium Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 5. Keluarga Besarku Tiwan, Rukmini dan Aminah yang telah memberikan kesempatan, dukungan moral, moril, dana selama kuliah. 6. PMK OIKUMENE tempat persekutuanku dan temanku P. Mayrita Naibaho; Mustikaning Asih; D. Teguh yang telah memberikan semangat, dorongan dan motivasi untuk lebih mengenal akan Kasih Kristus. x

11 7. Teman anggkatan 00 I.S. Awang; Y. Prihatama; Martinus. A; H.D. Pamungkas; B. Herdianto; Aloysius. T; O. Nugroho; Anastasia. I. Rambu; Theresia. E; Yuliana. H; B. Yuniarti; R. Listiyani; Margareta. I; Mika. F; V. Darmawati Kompudu; V. Yusta Jemahan; N.Z. Darajat, D. Saptarini, atas semua dinamika dan kebersaman yang kita jalani selama kuliah di Universitas Sanata Dharma. 8. D. Romaulina Nainggolan; Asriningsih; R. Dwi Atmoko; Rafael; Y. Hari; Petrik. A; B.A. Dirgantara; F. Endang; Erlina. E; teman seperjuangan mengerjakan Tugas Akhir. 9. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu trimakasih telah membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis dengan hati terbuka menerima kritik dan saran dari semua pihak untuk bahan perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi para pembaca. Yogjakarta, Januari 009 Penulis xi

12 DAFTAR ISI Halaman Judul Indonesia Halaman Judul Inggris Halaman i ii Halaman Persetujuan Pembimbing iii Halaman Pengesahan iv Halaman Persembahan v Pernyataan Keaslian Karya vi Intisari vii Abstract viii Lembar Publikasi ix Kata Pengantar x Daftar Isi xii Daftar Gambar xiv Daftar Tabel xv Daftar Grafik xvi Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 3 C. Batasan Masalah 3 D. Tujuan Penelitian 4 E. Manfaat Penelitian 4 F. Sistematika Penulisan 4 Bab II. Dasar Teori A. Gelombang 6 B. Polarisasi Cahaya 6 C. Aktivitas Optik 11 Bab III. Metodologi Penelitian A. Tempat Penelitian 15 xii

13 B. Alat dan Bahan 15 C. Langkah Eksperimen 17 D. Analisa Data 18 Bab IV. Hasil dan Pembahasan A. Hasil 19 B.Pembahasan 8 Bab V. Penutup A. Kesimpulan 34 B. Saran 34 Daftar Pustaka 35 Lampiran 36 xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar.1. Gelombang tranversal dengan satu bidang getar 6 Gambar.. Cahaya alami dipolarisasikan dengan polarisator cahaya menghasilkan cahaya terpolarisasi 7 Gambar.3. Bidang getar cahaya polarisasi dengan sumbu penganalisa membentuk sudut θ 8 Gambar.4. Besarnya intensitas I pada sudut θ 10 Gambar.5. Terputarnya bidang cahaya polarisasi pada bahan 1 Gambar.6. Bidang cahaya polarisasi mengalami perputaran 13 Gambar 3.1. Skema percobaan 16 Gambar 3.. Contoh data eksperimen 18 xiv

15 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1. Nilai posisi intensitas cahaya terendah dari masingmasing 0 konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm Tabel 4.. Nilai pergeseran pola intensitas cahaya dengan panjang 1 sampel 10 cm Tabel 4.3. Nilai selisih posisi dari intensitas cahaya terendah 1 untuk setiap masing-masing konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm Tabel 4.4. Nilai gradien tiap panjang sampel Tabel 4.5. Nilai posisi intensitas cahaya terendah dari masingmasing 5 panjang sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/ml Tabel 4.6. Nilai selisih posisi intensitas cahaya terendah dengan 5 konsentrasi 0,5 gr/ml Tabel 4.7. Nilai selisih posisi dari intensitas terendah untuk setiap 6 panjang sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/ml Tabel 4.8. Nilai gradien tiap konsentrasi 7 xv

16 DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 4.1. Grafik hubungan intensitas cahaya terhadap sudut 19 dengan panjang sampel 10 cm dengan variasi konsentrasi Grafik 4.. Grafik hubungan selisih posisi terhadap konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm Grafik 4.3. Grafik hubungan gradien terhadap panjang sampel 3 Grafik 4.4. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan 4 konsentrasi 0,5 gr/ml dengan variasi panjang sampel Grafik 4.5. Grafik hubungan selisih posisi terhadap panjang 6 sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/ml Grafik 4.6. Grafik hubungan gradien terhadap konsentrasi 7 xvi

17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan manusia. Setiap hari manusia tidak lepas dari gula. Dalam kehidupan sehari hari, gula digunakan manusia untuk kebutuhan rumah tangga dan industri. Dalam kebutuhan rumah tangga, gula digunakan untuk memasak, membuat minuman, atau makanan. Di dalam industri, baik industri kecil maupun industri besar, gula digunakan sebagai bahan pemanis produk makanan atau minuman. Begitu penting gula bagi kehidupan manusia, maka untuk memenuhi semua kebutuhan akan gula, diperlukan gula berkwalitas. Kwalitas gula dapat dilihat dari segi kimiawi, segi biologi, dan segi fisika. Secara fisika kwalitas gula dapat ditentukan dari warna gula, tingkat kekeringannya dan nilai putaran optik. Putaran optik merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh gula. Dengan mengetahui nilai putaran optik gula, maka dapat diketahui kwalitas gula [NN, 001]. Gula yang berkwalitas mempunyai nilai spesifikasi putaran optik relatif sebesar 5,7 derajat dm gr 100mL sampai 11,7 derajat. Nilai dm gr 100mL spesifikasi putaran optik diukur pada suhu o 0 C dan Sodium D Line dengan panjang gelombang 589 nm digunakan sebagai sumber cahaya [Hill, 1976]. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam skripsi ini telah 1

18 dilakukan suatu penelitian ekperimen untuk mengetahui nilai spesifikasi putaran optik dari larutan gula. Polarimeter merupakan alat untuk mengukur perputaran optik. Prinsip kerja polarimeter yaitu mempolarisasikan cahaya dari cahaya tak terpolarisasi menjadi cahaya terpolarisasi. Cahaya terpolarisasi dilewatkan pada sampel dan dianalisa menggunakan analisator. Penganalisa akan menganalisa seberapa besar perputaran optik yang terjadi [Phywe, 1986]. Pada polarimeter, bagian penganalisa bekerja dengan cara memutar analisator. Analisator diputar sampai terjadi perubahan intensitas cahaya. Pemutaran sudut analisator dimulai dari intensitas cahaya minimum sampai intensitas cahaya maksimum. Perubahan intensitas cahaya dari intensitas minimum sampai intensitas maksimum diamati dengan mata. Sumber cahaya yang digunakan yaitu menggunakan sumber cahaya Sodium D Line dengan panjang gelombang 589 nm [Phywe, 1986]. Dengan mengamati perubahan intensitas cahaya menggunakan mata, muncul masalah yaitu ketepatan hasil pengukuran. Mata mempunyai keterbatasan dalam mengikuti perubahan intensitas cahaya. Untuk mengatasi permasalahan di atas telah dikembangkan suatu polarimeter dengan sistem otomatisasi. Pada bagian penganalisa sudah menggunakan pemutar otomatis, sehingga berputar secara kontinu. Dengan berputarnya penganalisa secara kontinu maka terjadi perubahan intensitas cahaya secara kontinu. Pada bagian pendeteksian intensitas cahaya telah dilengkapi dengan detektor cahaya. Detektor cahaya mendeteksi setiap

19 3 perubahan intensitas cahaya. Detektor telah dilengkapi dengan komputer sehingga setiap perubahan intensitas cahaya dapat dicatat, disimpan dan ditampilkan secara langsung ke komputer [Ribeiro et. al., 1998]. Pada penelitian ini telah dilakukan pengukuran perputaran optik larutan gula mengunakan polarimeter yang dilengkapi detektor cahaya dengan perputaran analisator secara manual. Set alat yang digunakan dalam penelitian ini dibuat berdasarkan set alat yang pernah ada sebelumnya dengan sinar laser sebagai sumber cahaya. Sehingga masalah ketepatan hasil pengukuran dapat diatasi dengan baik. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu: a. Bagaimana perancangan alat yang digunakan untuk pengukuran perputaran optik pada larutan gula. b. Bagiamana pengukuran intensitas cahaya menggunakan analisator yang diputar secara manual dengan interval sudut dan putaran tertentu. C. Batasan Masalah Batasan masalah untuk penelitian ini adalah: a. Pengukuran perputaran optik pada larutan gula. b. Pendeteksian intensitas cahaya dengan detektor cahaya. c. Analisator yang berputar dengan cara manual.

20 4 D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah : a. Mengukur nilai spesifikasi putaran optik pada larutan gula dengan polarimeter yang dilengkapi detektor cahaya. b. Menunjukkan pengaruh konsentrasi dan panjang tempat sampel terhadap nilai perputaran aktivitas optik. E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi dengan pendeteksian perubahan intensitas cahaya dapat digunakan untuk pengukuran perputaran optik. F. Sistematika Penulisan Penelitian ini akan dituliskan dengan sistematika sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Bab I menguraikan tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian, manfaat penelitian. BAB II Dasar Teori Bab II menguraikan tentang gelombang, polarisasi cahaya dan aktivitas optik. BAB III Eksperimen Bab III menguraikan tentang alat dan bahan yang digunakan, prosedur bereksperimen, metode dalam bereksperimen.

21 5 BAB IV Hasil dan Pembahasan Bab IV menguraikan tentang hasil dan pembahasan data dari eksperimen yang dilakukan. BAB V Penutup Bab V berisi kesimpulan dan saran.

22 BAB II DASAR TEORI A. Gelombang Cahaya merupakan gelombang transversal. Gelombang transversal mempunyai bidang getar. Bidang getar yang dimiliki cahaya jumlahnya sangat banyak. Selain bidang getar, gelombang transversal juga mempunyai arah rambat. Arah rambat yang dimiliki gelombang transversal tegak lurus dengan bidang getar [Haliday dan Resnick, 199]. Pada Gambar.1, diperlihatkan gambar gelombang transversal dengan satu bidang getar. Gelombang transversal mempunyai bidang getar yang sejajar dengan sumbu Y dan merambat searah sumbu X. Gambar.1. Gelombang transversal dengan satu bidang getar B. Polarisasi Cahaya Cahaya alami atau cahaya tak terpolarisasi merupakan cahaya yang mempunyai bidang getar dengan jumlah yang banyak sekali [Rossi, 1957]. 6

23 7 Peristiwa polarisasi cahaya merupakan suatu peristiwa penyaringan bidang getar. Bidang getar yang sejajar dengan arah sumbu optis polarisator akan diteruskan dan bidang getar yang tegak lurus dengan sumbu optis polarisator akan diserap [Tipler, 001]. Pada Gambar., diperlihatkan peristiwa polarisasi cahaya. Bila cahaya tak terpolarisasi dilewatkan ke polarisator cahaya dihasilkan cahaya polarisasi dengan satu bidang getar. [Haliday dan Resnick, 199]. Gambar.. Cahaya alami dipolarisasikan dengan polarisator cahaya menghasilkan cahaya polarisasi Penganalisa cahaya ditempatkan di depan polarisator cahaya. Jika cahaya terpolarisasi dilewatkan ke analisator, maka akan dianalisa oleh penganalisa. Cahaya terpolarisasi dilewatkan ke penganalisa yang dirotasikan akan dihasilkan perubahan intensitas. Perubahan intensitas cahaya menghasilkan pola tertentu. Terjadi pola intensitas maksimum dan

24 8 minimum secara berulang-ulang [Young dan Freedman, 001]. Intensitas maksimum terjadi apabila sudut yang dibentuk dari bidang getar cahaya polarisasi dengan sumbu optik dari penganalisa sebesar nol derajat. Dan terjadi intensitas minimum bila bidang getar cahaya polarisasi dengan sumbu optik dari penganalisa terbentuk sudut sebesar sembilan puluh derajat. Perubahan intensitas cahaya, dipengaruhi oleh perubahan sudut yang dibentuk antara bidang getar cahaya polarisasi dengan sumbu optik dari penganalisa [Rossi, 1957]. Peristiwa terbentuknya sudut antara bidang getar polarisasi dengan penganalisa diperlihatkan pada Gambar.3. Gambar.3. Bidang getar cahaya polarisasi dengan sumbu penganalisa membentuk sudut θ Pada tahun 1809, Etienne Louis Malus memberikan penjelasan tentang intensitas cahaya polarisasi yang lewat sebuah penganalisa. Apabila cahaya polarisasi dengan amplitudo sebesar A sejajar dengan

25 9 sumbu penganalisa akan diteruskan. Dan apabila cahaya dengan amplitudo A tegak lurus dengan sumbu penganalisa akan diserap [Young dan Freedman, 001]. Besarnya perubahan amplitudo cahaya yang diteruskan analisator mengikuti persamaan.1. A = A o cosθ... (.1) dengan A adalah amplitudo yang diteruskan dari analisator adalah amplitudo dari cahaya polarisasi. A o θ adalah sudut yang terbentuk dari bidang cahaya polarisasi dengan sumbu analisator Besarnya intensitas cahaya sebanding dengan kwadrat amplitudo [Haliday dan Resnick, 199]. Sehingga cahaya yang diteruskan penganalisa merupakan kwadrat dari amplitudo yang diteruskan penganalisa. Jadi intensitas persamaan..: (I) yang diteruskan analisator akan mengikuti dengan I = cos θ... (.) I o adalah intensitas cahaya polarisasi I o I adalah intensitas cahaya yang diteruskan analisator θ adalah sudut yang terbentuk dari bidang cahaya polarisasi dengan sumbu analisator Pada persamaan., dijelaskan bahwa cahaya polarisasi dengan satu bidang getar mempunyai intensitas I o dilewatkan ke penganalisa. Bila bidang getar cahaya polarisasi dengan sumbu analisator membentuk sudut sebesar θ, maka intensitas cahaya yang diteruskan oleh analisator

26 10 sebesar I. Jadi intensitas cahaya sebesar I terjadi pada saat sudut sebesar θ dari intensitas cahaya polarisasi sebesar I o [Rossi, 1957]. Intensitas cahaya berubah dikarenakan oleh besarnya sudut yang terbentuk sebesar θ berubah. Pada persamaan., dijelaskan bahwa intensitas cahaya berubah bergantung pada sudut θ yang terbentuk dari bidang bidang getar polarisasi dengan sumbu penganalisa. Jika sudut θ yang terbentuk antara bidang cahaya polarisasi dengan sumbu penganalisa sebesar nol maka akan terjadi intensitas maksimum. Apabila bidang getar cahaya polarisasi dengan sumbu penganalisa membentuk sudut θ sebesar sembilan puluh derajat maka terjadi intensitas minimum [Rossi, 1957]. Untuk sudut θ selain sembilan puluh dan nol derajat mengikuti persamaan.. Pada Gambar.4, diperlihatkan bahwa intensitas cahaya I pada sudut θ. intensitas sudut Gambar.4. Besarnya Intensitas I pada sudutθ

27 11 C. Aktivitas optik Aktivitas optik adalah kemampuan suatu bahan tertentu untuk memutar bidang getar cahaya terpolarisasi [Ribeiro et.al., 1998]. Aktivitas optik dapat terjadi karena adanya sifat optis suatu bahan [Phywe, 1986]. Suatu larutan yang terdiri bahan optik aktif dapat memutar bidang cahaya polarisasi. Terputarnya bidang cahaya polarisasi pada bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut yaitu konsentrasi bahan yang dilalui dan panjang sampel yang digunakan. Semakin besar konsentrasi yang digunakan memperbesar terputarnya bidang cahaya polarisasi. Panjang sampel mempengaruhi terputarnya bidang cahaya polarisasi, semakin panjang tempat sampel semakin besar nilai terputarnya bidang cahaya polarisasi [Phywe, 1986]. Peristiwa terputarnya bidang cahaya polarisasi pada bahan diperlihatkan pada Gambar.5. Sumber cahaya alami dilewatkan kepolarisator cahaya, sehingga terjadi peristiwa polarisasi cahaya. Polarisator cahaya akan mempolarisasikan cahaya tak polarisasi menjadi cahaya polarisasi. Cahaya polarisasi jika dilewatkan pada bahan yang mengandung bahan aktif, bidang getar polarisasi akan mengalami perputaran. Terputarnya cahaya polarisasi karena adanya sifat aktif optik dari bahan [Phywe, 1986]. Untuk mengetahui seberapa besar terputarnya bidang polarisasi digunakan analisator. Analisator akan menganalisa bidang getar cahaya polarisasi yang telah dilewatkan sampel [Rossi, 1957].

28 1 Gambar.5. Terputarnya bidang cahaya polarisasi pada bahan Cahaya polarisasi yang telah dilewatkan sampel akan dianalisa oleh analisator. Analisator menganalisa seberapa besar bidang polarisasi mengalami perputaran. Gambar.5, apabila dilihat dari depan analisator akan terlihat seperti pada Gambar.6. Gambar.6, diperlihatkan bidang cahaya polarisasi mengalami perputaran setelah dilewatkan sampel. Garis lurus dinyatakan sebagai bidang getar cahaya polarisasi sebelum dilewatkan sampel. Bidang getar cahaya polarisasi dilewatkan sampel dengan panjang sampel dan konsentrasi tertentu mengalami perputaran. Garis putus-putus dinyatakan bidang getar cahaya polarisasi yang telah dilewatkan sampel. Bidang getar cahaya polarisasi akan mengalami perputaran sebesar β dari posisi awal [Phywe, 1986].

29 13 Keterangan Gambar Sebelum dilewatkan sampel Sesudah dilewatkan sampel Gambar.6. Bidang cahaya polarisasi mengalami perputaran Bidang cahaya polarisasi mengalami perputaran pada saat dilewatkan sampel sebesar β. Besarnya perputaran bidang cahaya polarisasi disebabkan oleh sampel. Faktor yang mempengaruhi terputarnya bidang cahaya terpolarisasi yaitu konsentrasi larutan dari bahan sebesar q dan panjang sampel sebesar l. Selain konsentrasi larutan dan panjang sampel, terputarnya bidang cahaya polarisasi dipengaruhi juga dari jenis bahannya. Bidang cahaya polarisasi yang dilewatkan pada jenis bahan tertentu α akan mengalami perputaran sebesar β dikarenakan oleh konsentrasi larutan bahan q dan panjang sampel l [Phywe, 1986]. Besarnya bidang cahaya polarisasi yang dilewatkan sampel akan mengikuti Persamaan.3.

30 14 β = αql.. (.3) dengan α adalah jenis spesifikasi putaran optik pada bahan β adalah sudut perputaran optik q adalah konsentrasi larutan l adalah panjang tempat sampel Nilai spesifikasi putaran optik pada bahan dihitung dari besarnya putaran bidang getar polarisasi yang dilewatkan bahan. Spesifikasi putaran optik merupakan besarnya sudut putaran optik persatu satuan panjang sampel terhadap sepersatu satuan konsentrasi. Besarnya spesifikasi putaran optik setiap bahan berbeda-beda, hal ini tergantung dari bahan penyusunnya [Hill, 1976].

31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian dilaksanakan di laboratorium Fisika, Kampus III Universitas Sanata Dharma Jogjakarta. B. Alat dan Bahan a. Alat yang digunakan dalam penelitian : 1. Laser He-Ne dengan panjang gelombang 633 nm. Laser He-Ne digunakan sebagai sumber cahaya. Digunakan laser He-Ne karena mempunyai kekhasan yaitu monokromatis, berkas cahaya menyorot dengan lurus serta tidak menyebar.. Polarisator Polarisator berfungsi menghasilkan berkas cahaya terpolarisasi dari sumber berkas cahaya tak terpolarisasi. 3. Analisator Analisator berfungsi sebagai penganalisa berkas cahaya terpolarisasi yang telah dilewatkan sampel. 4. Detektor cahaya / light sensor Detektor cahaya berfungsi sebagai pendeteksi perubahan intensitas cahaya. 15

32 16 5. Satu unit komputer Digunakan sebagai perekam dan menampilkan data selama proses penelitian berlangsung. Pada komputer dilengkapi program Logger Pro3. 6. Bangku optika Untuk meletakkan objek yang diteliti dan peralatan yang digunakan. 7. Tempat sampel Berfungsi untuk menempatkan bahan yang akan diteliti. Sampel Detektor Cahaya Laser He-Ne Polarisator Analisator Komputer Gambar 3.1. Skema percobaan Pada Gambar 3.1, terlihat skema percobaan yang telah dilakukan. Berkas cahaya dari Laser He-Ne dipolarisasikan menggunakan polarisator cahaya. Polarisator cahaya akan menyaring bidang getar cahaya. Bidang getar cahaya yang sejajar dengan polarisator akan diteruskan dan bidang getar cahaya yang tegak lurus akan diserap. Bidang getar cahaya yang diteruskan disebut bidang getar cahaya terpolarisasi. Cahaya terpolarisasi dilewatkan pada larutan gula akan mengalami perputaran. Perputaran bidang getar cahaya terpolarisasi dianalisa menggunakan analisator. Analisator bekerja dengan memutar secara manual. Perubahan sudut menghasilkan perubahan intensitas cahaya. Setiap perubahan intensitas cahaya dideteksi dengan detektor cahaya

33 17 yang terhubung komputer. Komputer dilengkapi dengan program Logger Pro3 yang dapat mencatat dan menampilkan perubahan intensitas secara langsung. b. Bahan Larutan gula dengan konsentrasi 0,5 gr/ml; 1,0 gr/ml; 1,5 gr/ml; serta,0 gr/ml. Dan panjang tempat sampel dengan panjang 10 cm; 15 cm; 0 cm; 5 cm; serta 30 cm. C. Langkah Eksperimen a. Rangkai alat seperti pada gambar 3.1. b. Panaskan Laser He-Ne sebelum dipakai. c. Menentukan posisi sudut nol pada analisator. d. Pengambilan data. Perubahan sudut analisator akan mempengaruhi perubahan intensitas cahaya. Perubahan intensitas cahaya dicatat setiap perubahan sudut analisator 5 derajat. Untuk pengambilan data satu set eksperimen lengkap langkah yang akan dilakukan yaitu : 1. Panjang tempat sampel tetap dengan variasi konsentrasi. Panjang tempat sampel yang digunakan dibuat kondisi tetap, sedangkan konsentrasi divariasikan.. Konsentrasi tetap dengan variasi panjang tempat sampel. Konsentrasi yang akan digunakan dibuat kondisi tetap, sedangkan panjang tempat sampel divariasikan.

34 18 e. Data hasil eksperimen ditampilkan di komputer berupa grafik hubungan intensitas cahaya I dengan sudut θ. D. Analisa Data Dari data eksperimen didapatkan grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ, seperti contoh pada Gambar 3.. Pada Gambar 3.. diperlihatkan ada dua pola intensitas cahaya yaitu pola intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel dan pola intensitas cahaya setelah dilewatkan sampel. Grafik hubungan intensitas cahaya I terhadap sudut θ digunakan untuk menghitung perputaran bidang cahaya terpolarisasi. Perputaran cahaya terpolarisasi dihitung dengan cara menentukan besarnya pergeseran dari kedua pola intensitas cahaya. intensitas sebelum dilew atka n sampel sesudah dilew atka n sampel sudut Gambar 3..Contoh data eksperimen

35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Satu set hasil eksperimen dengan panjang sampel 10 cm menggunakan variasi konsentrasi disajikan pada Grafik 4.1. Pada Grafik 4.1, merupakan grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dari hasil eksperimen. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut intensitas 9000 (lux) NON SAMPEL 0.5 gr/ml 1 gr/ml 1.5 gr/ml gr/ml sudut (derajat) Grafik 4.1. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan panjang sampel 10 cm menggunakan variasi konsentrasi Pada Grafik 4.1, digunakan untuk menghitung nilai putaran optik. Nilai putaran optik dihitung dengan cara menentukan besarnya pergeseran 19

36 0 pola dari intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel dengan setelah dilewatkan sampel. Besarnya pergeseran pola intensitas cahaya ditentukan dengan cara menentukan selisih posisi intensitas cahaya terendah. Nilai posisi intensitas cahaya terendah ditentukan dengan menggunakan software Logger Pro3. Nilai posisi intensitas cahaya terendah dari masing-masing konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm tertampil pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Nilai posisi intensitas cahaya terendah dari masing-masing konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm Posisi Posisi Posisi Posisi Konsentrasi (gr/ml) Intensitas Intensitas Intensitas Intensitas terendah I terendah II terendah III terendah IV (derajat) (derajat) (derajat) (derajat) Sebelum dilewatkan Sampel 90,5 70,7 450,5 630,6 Dilewatkan sampel 0,5 11,5 91,4 470,6 649,6 Dilewatkan sampel 1,0 19,7 309, 488,6 667,9 Dilewatkan sampel 1,5 137,3 316,6 496,4 675,8 Dilewatkan sampel,0 144,0 33,0 501,5 679,1 Dari Tabel 4.1, digunakan untuk menentukan nilai selisih posisi intensitas cahaya terendah dari intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel dengan intensitas cahaya setelah dilewatkan sampel. Nilai selisih posisi intensitas cahaya yaitu sebagai nilai pergeseran pola. Nilai pergeseran pola intensitas cahaya dengan panjang sampel 10 cm, tertampil pada Tabel 4..

37 1 Tabel 4.. Nilai pergeseran pola intensitas cahaya dengan panjang sampel 10 cm konsentrasi Intensitas Intensitas Intensitas Intensitas Rata- Rata terendah I terendah II terendah III terendah IV (derajat) (derajat) (derajat) (derajat) (derajat) 0,5 gr/ml,0 0,7 0,1 19,0 0,4 1,0 gr/ml 39, 38,5 38,1 37,3 38, 1,5 gr/ml 46,8 45,9 45,9 45,3 45,9,0 gr/ml 53,5 5,3 51,0 48,5 51,3 Pada Tabel 4., Nilai selisih posisi dari intensitas cahaya terendah setiap konsentrasi dihitung rata-ratanya. Nilai rata-rata selisih posisi intensitas cahaya terendah dari setiap konsentrasi, tertampil pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Nilai selisih posisi dari intensitas cahaya terendah untuk setiap masing masing konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm konsentrasi (gr/ml) Nilai selisih posisi (derajat) 0,5 0,4 1,0 38, 1,5 45,9,0 51,3 Berdasarkan Tabel 4.3, dibuat grafik hubungan nilai selisih posisi untuk setiap konsentrasi tertampil pada Grafik 4..

38 selisih posisi (derajat) 60 Grafik hubungan selisih posisi terhadap konsentrasi 45 selisih posisi= (0,0 4,0) *konsentrasi+(13,8 5,5) konsentrasi (gr/ml) Grafik 4.. Grafik hubungan selisih posisi terhadap konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm Grafik 4., grafik hubungan selisih posisi terhadap konsentrasi dengan panjang sampel 10 cm didapatkan gradien garis (0,0 ± 4,0). Nilai gradien garis dihitung dengan software Logger Pro3. Dengan cara dan perhitungan yang sama didapatkan nilai gradien untuk panjang sampel 15 cm; 0 cm; 5 cm; dan 30 cm, tertampil pada tabel Tabel 4.4. Nilai gradien tiap panjang sampel panjang sampel (cm) gradien [derajat/(gr/ml)] 10,0 0,0 ± 4,0 15,0 9,0 ± 4,7 0,0 37,4 ± 7,1 5,0 45,4 ± 9,3 30,0 54,1 ± 11,9

39 3 Dari tabel 4.4. dibuat grafik hubungan gradien terhadap panjang sampel, tertampil pada grafik 4.3. gradien (derajat/(gr/ml)) 60 Grafik hubungan gradien terhadap panjang sampel 50 gradien= (1,69 0,01)*panjang sampel+(3,43 0,40) panjang sampel (cm) Grafik 4.3. Grafik hubungan gradien terhadap panjang sampel Grafik 4.3. Grafik hubungan gradien terhadap panjang tempat sampel. Didapatkan nilai gradien garis derajat ( 1,69 ± 0,01). cm gr ml Selain grafik hubungan intensitas terhadap sudut menggunakan panjang sampel tetap dengan berbagai konsentrasi, didapatkan juga grafik hubungan intensitas terhadap sudut mengunakan konsentrasi tetap dengan variasi panjang sampel. Kedua grafik didapatkan cara yang sama, yang membedakan kedua grafik tersebut adalah parameter tetap. Pada Grafik 4.4, grafik hubungan intensitas terhadap sudut menggunakan konsentrasi 0,5 gr/ml dengan berbagai panjang sampel.

40 4 intensitas 9000 (lux) Grafik hubungan intensitas terhadap sudut non sampel 10 cm 15 cm 0cm 5 cm 30 cm sudut (derajat) Grafik 4.4. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan konsentrasi 0,5 gr/ml dengan variasi panjang sampel Grafik 4.4, Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan konsentrasi 0,5 gr/ml. Nilai perputaran optik dihitung dengan cara menentukan besarnya pergeseran pola dari intensitas cahaya dari grafik 4.4. Dengan cara perhitungan yang sama, didapatkan nilai posisi intensitas cahaya terendah dari masing-masing panjang tempat sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/ml, tertampil pada tabel 4.5.

41 5 Tabel 4.5. Nilai posisi intensitas cahaya terendah dari masing-masing panjang sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/ml Posisi Posisi Posisi Posisi Panjang sampel (cm) Intensitas terendah I (derajat) Intensitas terendah II (derajat) Intensitas terendah III (derajat) Intensitas terendah IV (derajat) Tanpa sampel 90,5 70,7 450,5 630, ,5 91,4 470,6 649, ,5 303,6 483,7 663, ,9 316,4 496,1 674, ,6 38,6 508,4 688, ,1 340, 519,6 698,7 Dari tabel 4.5. digunakan untuk menentukan nilai selisih posisi intensitas cahaya terendah dari pola intensitas cahaya terendah tanpa sampel dengan pola intensitas cahaya terendah menggunakan sampel. Nilai selisih posisi intensitas cahaya terendah dengan konsentrasi 0,5 gr/ml, tertampil pada tabel 4.6. Tabel 4.6. Nilai selisih posisi intensitas cahaya terendah dengan konsentrasi 0,5 gr/ml Intensitas Intensitas Intensitas Intensitas Panajang Rata Rata terendah I terendah II terendah III terendah IV Sampel (derajat) (derajat) (derajat) (derajat) (derajat) (cm) 10,0 0,7 0,0 18,9 0, ,9 3,8 33,1 3,4 33,1 0 46,3 45,6 45,5 43,8 45,3 5 58,1 57,9 57,8 57,7 57, ,5 69,4 69,0 68,0 69,0

42 6 Pada tabel 4.6. Nilai selisih posisi dari intensitas cahaya terendah setiap panjang sampel dihitung rata-ratanya. Nilai rata-rata selisih posisi intensitas cahaya terendah dari setiap panjang tempat sampel, tertampil tabel 4.7. Tabel 4.7. Nilai selisih posisi dari intensitas cahaya terendah untuk setiap panjang sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/ml panjang sampel Nilai selisih posisi (cm) (derajat) 10 0, ,1 0 45,3 5 57, ,0 Berdasarkan tabel 4.7, dibuat grafik selisih posisi hubungan panjang sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/ml, tertampil pada grafik 4.5. selisih posisi (derajat) 70 Grafik hubungan selisih posisi terhadap panjang sampel 60 selisih posisi= (,43 0,03)*panjang sampel-(3,6 0,66) panjang sampel (cm) Grafik 4.5. Grafik hubungan selisih posisi terhadap panjang sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/ml

43 7 Grafik 4.5. grafik hubungan selisih posisi terhadap panjang sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/ml, didapatkan gredien garis (,43 ± 0,03). Nilai gradien garis dihitung dengan software Logger Pro3. Dengan cara perhitungan yang sama didapatkan nilai putaran optik untuk konsentrasi 1,0 gr/ml; 1,5 gr/ml; dan,0 gr/ml, tertampil pada Tabel Tabel 4.8. Nilai gradien tiap konsentrasi konsentrasi gradien (gr/ml) (derajat/cm) 0,5,43 ± 0,03 1,0 3,89 ± 0,07 1,5 4,79 ± 0,04,0 4,95 ± 0,03 Dari tabel 4.8. dibuat grafik hubungan gradien terhadap panjang tempat sampel, tertampil pada grafik 4.6. gradien (derajat/cm) 6 Grafik hubungan gradien terhadap konsentrasi 5 gradien= (1,68 0,38)*konsentrasi+(1,85 0,5) konsentrasi (gr/ml) Grafik 4.6. Grafik hubungan gradien terhadap konsentrasi

44 8 Grafik 4.6. grafik hubungan gradien terhadap panjang tempat sampel. Didapatkan nilai gradien garis derajat ( 1,68 ± 0,38) sebagai cm gr ml nilai putaran optik. Nilai spesifikasi putaran optik relatif yaitu suatu nilai spesifikasi putaran optik yang dimiliki oleh bahan yang mengandung aktivitas optik. Nilai spesifikasi putaran optik relatif dihitung dari hasil perkalian nilai putaran optik dengan berat molekul zat. Besar berat molekul gula 180,6 [Hill, 1976]. Jadi nilai spesifikasi putaran optik relatif pada gula dari hasil pengukuran sebesar ( 303,4 ± 68,6) derajat cm gr ml sebanding dengan derajat ( 30,3 ± 6,8). dm gr 100mL B. Pembahasan Hasil pengukuran seringkali tidak tepat. Pengukuran yang ideal yaitu mengukur masukan yang diinginkan. Tetapi pengukuran tidak lepas dari masukan gangguan dan masukan ubahan. Agar hasil pengukuran menjadi tepat, maka masukan gangguan itu harus dihilangkan atau diminimalisir. Adanya cahaya yang tidak diinginkan baik dari luar maupun dari dalam sumber akan memberi sumbangan dalam pengukuran intensitas cahaya. Sumber cahaya hasil pantulan dari Laser He-Ne, analisator, tempat sampel dan polarisator yang mengenai detektor cahaya merupakan sumber cahaya yang tidak diinginkan. Selain adanya pantulan cahaya, sumber

45 9 cahaya dari lingkungan dapat mempengaruhi pengukuran. Oleh karena itu, saat alat dioperasikan harus diupayakan tidak ada sumbangan dari dalam maupun dari luar. Hal tersebut di atas yang mempengaruhi pengukuran intensitas cahaya. Prinsip kerja dari polarimeter yaitu mempolarisasi cahaya. Berkas cahaya tak terpolarisasi dipolarisasikan menjadi berkas cahaya terpolarisasi menggunakan polarisator cahaya. Berkas cahaya Laser He-Ne dipolarisasikan menggunakan polarisator cahaya. Polarisator cahaya mempolarisasikan berkas cahaya, dengan menyaring bidang getar cahaya. Bidang getar cahaya yang sejajar dengan arah polarisator diteruskan dan bidang getar cahaya yang tegak lurus dengan arah polarisator akan diserap. Bidang getar cahaya yang diteruskan polarisator disebut sebagai bidang getar cahaya terpolarisasi atau bidang cahaya terpolarisasi. Bidang getar cahaya terpolarisasi yang dilewatkan pada sampel dengan panjang tempat sampel tertentu mengalami perputaran. Terputarnya bidang cahaya terpolarisasi dianalisa dengan analisator. Analisator bekerja dengan cara diputar. Dengan diputarnya analisator secara manual mengakibatkan perubahan sudut. Yaitu sudut yang terbentuk dari bidang cahaya terpolarisasi dengan sumbu penganalisa sebesar θ. Dengan berubahnya nilai sudut θ, maka nilai intensitas cahaya I ikut berubah mengikuti perubahan sudut θ. Pemutaran analisator secara periodik sehingga menghasilkan perubahan intesitas cahaya yang periodik. Hal ini memperlihatkan perubahan sudut akan intensitas cahaya berubah

46 30 mengikuti perubahan sudut. Intensitas cahaya dideteksi oleh detektor, dan ditampilkan kedalam komputer. Didapatkan pola intensitas cahaya untuk satu set eksperimen lengkap dengan panjang sampel 10 cm menggunakan variasi konsentrasi, ditunjukkan pada grafik 4.1. Pada grafik 4.1. diperlihatkan adanya kesamaan pola antara intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel dengan intensitas cahaya sesudah dilewatkan sampel. Pola yang terbentuk pada grafik, mengikuti aturan dari cos θ. Dari grafik diperlihatkan bahwa nilai intensitas cahaya dipengaruhi oleh sudut θ. Dari Grafik 4.1. diperlihatkan nilai intensitas puncak dari setiap pola intensitas cahaya berbeda-beda. Ini terlihat intensitas puncak yang paling tinggi adalah pola intensitas cahaya yang dihasilkan dari intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel. Besarnya intensitas pucak tersebut 7500 lux. Intensitas puncak tertinggi nomor dua yaitu dengan sampel berkonsentrasi 0,5 gr/ml yaitu sebesar 50 lux. Sampel dengan konsentrasi 1,0 gr/ml dan 1,5 gr/ml mempunyai intensitas puncak sebesar 100 lux dan 1800 lux. Dan konsentrasi,0 gr/ml mempunyai intensitas puncak paling rendah diantara semua konsentrasi yang ada, yaitu sebesar 1500 lux. Semakin besar konsentrasi yang digunakan, semakin menurun intensitas puncak rata-rata dari pola intensitas cahaya. Ini memperlihatkan bahwa konsentrasi suatu larutan mepengaruhi besarnya intensitas cahaya.

47 31 Besarnya intensitas cahaya yang dilewatkan pada suatu larutan tergantung dari konsentrasi larutan. Selain besarnya intensitas puncak masing-masing pola intensitas cahaya, terlihat juga intensitas minimum dari distribusi intensitas cahaya. Posisi intensitas minimum dari pola intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel dibandingkan dengan pola intensitas cahaya setelah dilewatkan sampel, posisinya berbeda-beda. Titik lembah pola intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel dibanding dengan pola intensitas setelah dilewatkan sampel berkonsentrasi 0,5 gr/ml terlihat lembah bergeser ke kanan. Nilai pergeseran pola tertampil pada Tabel 4., untuk panjang sampel 10 cm dengan variasi konsentrasi. Grafik 4.4, grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan konsentrasi 0,5 gr/ml. Dari grafik diperlihatkan bahwa perubahan intensitas puncak dari setiap pola intensitas cahaya tergantung dari panjang tempat sampel. Intensitas puncak tertinggi pada panjang tempat sampel 10 cm, dibandingkan dengan panjang tempat sampel yang lain. Nilai intensitas tersebut adalah 050 lux. Posisi kedua yaitu dengan panjang tempat sampel 15 cm dengan intensitas puncak rata-rata sebesar 1300 lux. Sedangkan nilai intensitas puncak rata-rata untuk panjang tempat sampel 0 cm dan 5 cm masing-masing adalah 750 lux dan 380 lux. Intensitas puncak terendah sebesar 340 lux untuk panjang tempat sampel 30 cm.

48 3 Grafik 4.4. memperlihatkan intensitas puncak dari setiap pola intensitas cahaya, selain itu juga terlihat intensitas cahaya terendah dari pola intensitas cahaya. Titik lembah dari pola intensitas cahaya sebelum dilewatkan sampel dibanding dengan intensitas cahaya yang dilewatkan sampel panjang 10 cm terlihat bergeser. Semakin besar panjang sampel yang digunakan semakin besar nilai pergeserannya. Nilai pergeseran dari tiap panjang tempat sampel terlihat pada grafik 4.5. Grafik 4.5, grafik hubungan selisih posisi terhadap panjang tempat sampel dengan konsentrasi 0,5 gr/ml. Pada grafik mempelihatkan kenaikan panjang sampel akan mempengaruhi nilai pergeseran pola. Dari grafik didapatkan nilai gradien sebagai nilai putaran optik, untuk konsentrasi 0,5 gr/ml sebesar derajat (,43± 0,03). cm Tabel 4.8. memperlihatkan nilai putaran optik dari berbagai konsentrasi. Tabel tersebut diperlihatkan semakin besar konsentrasi semakin besar nilai putaran optik. Pada grafik 4.6 merupakan grafik hubungan gradien terhadap konsentrasi, terlihat dengan kenaikan kosentrasi larutan akan mempengaruhi putaran optik. Nilai gradien garis, menyatakan nilai spesifikasi putaran optik. Nilai putaran optik sebesar derajat ( 1,68 ± 0,38). cm gr ml Dari pengukuran didapatkan nilai spesifikasi putaran optik relatif dari gula sebesar derajat ( 30,3 ± 6,8). Pengukuran nilai dm gr 100mL

49 33 spesifikasi putaran optik, diukur pada kondisi suhu ruangan dan Sinar Laser He Ne sebagai sumber cahaya. Gula yang baik mempunyai nilai standar spesifikasi putaran optik relatif antara derajat derajat 5,7 sampai 11,7. dm gr 100mL dm gr 100mL Nilai standar spesifikasi putaran optik gula diukur pada suhu o 0 C dan Sodium D Line dengan panjang gelombang 589 nm sebagai sumber cahaya [Hill, 1976].

50 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa gula mempunyai nilai spesifikasi putaran optik relatif tertentu. Nilai perputaran bidang cahaya terpolarisasi dipengaruhi oleh konsentrasi dan panjang tempat sampel. Semakin besar konsentrasi yang digunakan semakin besar nilai perputaran optiknya. Berlaku juga pada panjang tempat sampel yang digunakan, semakin besar panjang tempat sampel yang digunakan memperbesar perputaran aktivitas optik. Dari hasil pengukuran, larutan gula yang digunakan didapatkan nilai spesifikasi putaran optik relatif sebesar derajat ( 30,3 ± 6,8). dm gr 100mL B. Saran Untuk pembuatan alat pengukuran perputaran optik pada larutan gula dengan metode yang sama, diperhatikan analisator. Diusulkan untuk kedepannya dibuat analisator yang dapat berputar secara otomatis. 34

51 DAFTAR PUSTAKA Doebelin,E.O., 199, Sistem Pengukuran Aplikasi dan Perancanga Edisi Ketiga, Jakarta, Erlangga. Haliday,D., dan Resnick,R., 1984, Fisika Jilid, Jakarta, Erlangga. Hill,G., 1976, Dean s Analytical Chemistry Handbook Second Edition, Pradyot Patnaik Jenkins,A., dan White,E., 1939, Fundamentals of Physical Optics, Mc Graw-Hill Book Company, New York. NN.001, Gula Kristal Mentah, Semarang, Badan Standar Nasional. Phywe, 1986, University Laboratory Experiment Physics, volume 1+, Phywe Aktiengesellschaft. Phywe, 1986, University Laboratory Experiment Physics, volume 3, Phywe Aktiengesellschaft. Rossi,B., 1957, Optic, Japan Publication Trading Company, Tokyo Ribeiro,R.M., Faisca,A.B.A., & Santos,P.A.M., 1998, Automatic Optical Activity Measurment System, Brasil. Tipler, 001, Fisika Untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga, Jakarta, Erlangga. Young,D.H., dan Freedman,A.R., 001, Fisika Universitas jilid edisi 3, Jakarta, Erlangga. 35

52 LAMPIRAN A Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dari hasil eksperimen dengan panjang sampel tetap, menggunakan variasi konsentrasi. Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan panjang sampel 10 cm menggunakan variasi konsentrasi, tertampil pada Grafik A.1. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut intensitas 9000 (lux) NON SAMPEL 0.5 gr/ml 1 gr/ml 1.5 gr/ml gr/ml sudut (derajat) Grafik A.1. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan panjang tempat sampel 10 cm menggunakan variasi konsentrasi 36

53 37 Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan panjang sampel 15 cm menggunakan variasi konsentrasi, tertampil pada Grafik A.. intensitas 9000 (lux) Grafik hubungan intensitas terhadap sudut NON SAMPEL 0.5 gr/ml 1 gr/ml 1.5 gr/ml gr/ml sudut (derajat) Grafik A.. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan panjang tempat sampel 15 cm menggunakan variasi konsentrasi

54 38 Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan panjang sampel 0 cm menggunakan variasi konsentrasi, tertampil pada Grafik A.3. intensitas 9000 (lux) Grafik hubungan intensitas terhadap sudut NON SAMPEL 0.5 gr/ml 1 gr/ml 1.5 gr/ml gr/ml sudut (derajat) Grafik A.3. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan panjang tempat sampel 0 cm menggunakan variasi konsentrasi

55 39 Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan panjang sampel 0 cm menggunakan variasi konsentrasi, tertampil pada Grafik A.4. intensitas 9000 (lux) Grafik hubungan intensitas terhadap sudut NON SAMPEL 0.5 gr/ml 1 gr/ml 1.5 gr/ml gr/ml sudut (derajat) Grafik A.4. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan panjang tempat sampel 5 cm menggunakan variasi konsentrasi

56 40 Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan panjang sampel 0 cm menggunakan variasi konsentrasi, tertampil pada Grafik A.5. intensitas 9000 (lux) Grafik hubungan intensitas terhadap sudut NON SAMPEL 0.5 gr/ml 1 gr/ml 1.5 gr/ml gr/ml sudut (derajat) Grafik A.5. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan panjang tempat sampel 30 cm menggunakan variasi konsentrasi

57 41 LAMPIRAN B Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dari hasil eksperimen dengan konsentrasi tetap, menggunakan variasi panjang sampel. Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan konsentrasi 0,5 gr/ml menggunakan variasi panjang sampel, tertampil pada Grafik B.1. intensitas 9000 (lux) Grafik hubungan intensitas terhadap sudut non sampel 10 cm 15 cm 0cm 5 cm 30 cm sudut (derajat) Grafik B.1. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan konsentrasi 0,5 gr/ml menggunakan variasi panjang sampel

58 4 Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan konsentrasi 1,0 gr/ml menggunakan variasi panjang sampel, tertampil pada Grafik B.. intensitas 9000 (lux) Grafik hubungan intensitas terhadap sudut non sampel 10 cm 15 cm 0 cm 5 cm 30 cm sudut (derajat) Grafik B.. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan konsentrasi 1,0 gr/ml menggunakan variasi panjang sampel

59 43 Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan konsentrasi 1,5 gr/ml menggunakan variasi panjang sampel, tertampil pada Grafik B.3. intensitas 9000 (lux) Grafik hubungan intensitas terhadap sudut non sampel 10 cm 15 cm 0 cm 5 cm 30 cm sudut (derajat) Grafik B.3. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan konsentrasi 1,5 gr/ml menggunakan variasi panjang sampel

60 44 Grafik hubungan intensitas I terhadap sudut θ dengan konsentrasi,0 gr/ml menggunakan variasi panjang sampel, tertampil pada Grafik B.4. intensitas 9000 (lux) grafik hubungan intensitas terhadap sudut non sampel 10 cm 15 cm 0 cm 5 cm 30 cm sudut (derajat) Grafik B.4. Grafik hubungan intensitas terhadap sudut dengan konsentrasi,0 gr/ml menggunakan variasi panjang sampel

61 45 LAMPIRAN C Menentukan nilai ralat dari spesifikasi putaran optik ditentukan dari gradien atau kemiringan garis. Secara umum mengunakan metode kwadrat terkecil dari kurva garis lurus [Doebelin, 199]. Persamaan garis lurus diambil sebagai: y = mx + b dengan y adalah variabel terikat. x adalah variabel bebas. m adalah kemiringan garis. b adalah perpotongan garis dengan sumbu vertikal. Persamaan untuk mentukan nilai kemiringan garis ( m ) dan garis perpotongan dengan sumbu vertikal (b ): m = N xy N x x y ( x) b = x y x xy N x ( x) Persamaan untuk mentukan nilai ralat kemiringan garis ( perpotongan dengan sumbu vertikal ( ): S b S m ) dan ralat garis S m S b = = N x N x Nσ σ x ( x) ( x ) i dengan : σ N 1 = N 1 ( mx + b y) i N = jumlah data

62 46 Nilai spesifikasi putaran optik dihitung dari besarnya putaran bidang getar cahaya polarisasi [Hill, 1976]. Besarnya putaran bidang getar polarisasi : β = αql dengan β adalah sudut putaran optik. α adalah jenis spesifikasi putaran optik. q adalah konsentrasi larutan. l adalah panjang tempat sampel Persamaan garis : β = αlq + b Nilai kemiringan garis ( m ) dengan panjang tempat sampel tetap: m = N qiβ qi βi N q q ) i i ( i Nilai garis perpotongan dengan sumbu vertikal ( b ) dengan panjang tempat sampel tetap: b = qi β qi qiβi N q q ) i i ( i Nilai ralat kemiringan garis ( S m ) dengan panjang tempat sampel tetap : S m = N q Nσ i ( q ) i Nilai ralat garis perpotongan dengan sumbu vertikal ( panjang tempat sampel tetap: S b ) dengan S b = N σ q i q i ( q ) i

63 47 dengan : Persamaan garis : N 1 N 1 σ = β = αql + b ( mq i + b β ) Nilai kemiringan garis ( m ) dengan konsentrasi tetap: i m = N liβ li βi N l ( l ) i i i Nilai garis perpotongan dengan sumbu vertikal ( b ) dengan konsentrasi tetap: b = li β li liβi N l l ) i i ( i Nilai ralat kemiringan garis ( S m ) dengan konsentrasi tetap: S m = N l Nσ i ( l ) i Nilai ralat garis perpotongan dengan sumbu vertikal ( ) dengan konsentrasi tetap: S b S b = N l σ l i i ( l ) i dengan : σ N 1 = N 1 ( ml i + b β ) i

PENGUKURAN ROTASI OPTIK SPESIFIK LARUTAN GALAKTOSA, FRUKTOSA, DAN LAKTOSA

PENGUKURAN ROTASI OPTIK SPESIFIK LARUTAN GALAKTOSA, FRUKTOSA, DAN LAKTOSA PENGUKURAN ROTASI OPTIK SPESIFIK LARUTAN GALAKTOSA, FRUKTOSA, DAN LAKTOSA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika Oleh: Elisabeth

Lebih terperinci

ANALISIS SUDUT PUTAR JENIS PADA SAMPEL LARUTAN SUKROSA MENGGUNAKAN PORTABLE BRIX METER

ANALISIS SUDUT PUTAR JENIS PADA SAMPEL LARUTAN SUKROSA MENGGUNAKAN PORTABLE BRIX METER ANALISIS SUDUT PUTAR JENIS PADA SAMPEL LARUTAN SUKROSA MENGGUNAKAN PORTABLE BRIX METER Skripsi Untuk memenuhi salah satu syarat mencapai derajat pendidikan Strata Satu (S-1) Sebagai Sarjana Sains pada

Lebih terperinci

PENGUKURAN DI LABORATORIUM (POLARIMETRI)

PENGUKURAN DI LABORATORIUM (POLARIMETRI) PENGUKURAN DI LABORATORIUM (POLARIMETRI) Abstrak Percobaan yang telah dilakukan bertujuan untuk menentukan sudut putar jenis larutan optis aktif, dengan alat yang digunakan yaitu polarimeter. Dimana Sinar

Lebih terperinci

MICROWAVES (POLARISASI)

MICROWAVES (POLARISASI) 1 MICROWAVES (POLARISASI) I. Tujuan Percobaan a. Mengetahui fenomena polarisasi b. Mengetahui bagaimana sebuah polarisator dapat digunakan untuk mengubah polarisasi dari radiasi gelombang mikro (microwaves).

Lebih terperinci

Pengaruh Kadar Gula Dalam Darah Manusia Terhadap Sudut Putar Sumbu Polarisasi Menggunakan Alat Polarmeter Non-Invasive

Pengaruh Kadar Gula Dalam Darah Manusia Terhadap Sudut Putar Sumbu Polarisasi Menggunakan Alat Polarmeter Non-Invasive Pengaruh Kadar Gula Dalam Darah Manusia Terhadap Sudut Putar Sumbu Polarisasi Menggunakan Alat Polarmeter Non-Invasive 1) Muhammad Lailia Nurafik, 2) Sutrisno, 3) Yoyok Adisetio Laksono Jurusan Fisika

Lebih terperinci

PENGUKURAN DISTRIBUSI INTENSITAS CAHAYA YANG DIHASILKAN KISI DIFRAKSI MENGGUNAKAN VERNIER LABPRO SKRIPSI

PENGUKURAN DISTRIBUSI INTENSITAS CAHAYA YANG DIHASILKAN KISI DIFRAKSI MENGGUNAKAN VERNIER LABPRO SKRIPSI PENGUKURAN DISTRIBUSI INTENSITAS CAHAYA YANG DIHASILKAN KISI DIFRAKSI MENGGUNAKAN VERNIER LABPRO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika Oleh

Lebih terperinci

Ringkasan Tugas Akhir / Skripsi. Nama, NPM : Jonathan Prabowo, Drs. Arief Sudarmaji, M.T

Ringkasan Tugas Akhir / Skripsi. Nama, NPM : Jonathan Prabowo, Drs. Arief Sudarmaji, M.T Ringkasan Tugas Akhir / Skripsi Nama, NPM : Jonathan Prabowo, 1006806425 Pembimbing : 1. r. Prawito 2. rs. Arief Sudarmaji, M.T Judul (Indonesia) : Rancang Bangun Alat Ukur Konsentrasi Gula Terlarut Berbasiskan

Lebih terperinci

Polarisasi Gelombang. Polarisasi Gelombang

Polarisasi Gelombang. Polarisasi Gelombang Polarisasi Gelombang Polarisasi Gelombang Gelombang cahaya adalah gelombang transversal, sedangkan gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal. Nah, ada satu sifat gelombang yang hanya dapat terjadi

Lebih terperinci

Key words : external electrics field, non-linear optics, polarization, polarization angle

Key words : external electrics field, non-linear optics, polarization, polarization angle ANALISIS PENGARUH MEDAN LISTRIK LUAR TERHADAP SUDUT PUTAR POLARISASI SINAR LASER DALAM LARUTAN GULA DAN GLISERIN Oleh: Linda Perwirawati, K.Sofjan Firdausi, Indras M Laboratorium Optoelektronik & Laser

Lebih terperinci

PENGUKURAN KADAR GULA DALAM LARUTAN DENGAN MENGGUNAKAN SINAR LASER HeNe SKRIPSI

PENGUKURAN KADAR GULA DALAM LARUTAN DENGAN MENGGUNAKAN SINAR LASER HeNe SKRIPSI PENGUKURAN KADAR GULA DALAM LARUTAN DENGAN MENGGUNAKAN SINAR LASER HeNe SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan Program Studi Fisika (S1) dan mencapai

Lebih terperinci

PENGARUH KOSENTRASI GULA DAN VARIASI MEDAN LISTRIK DALAM MADU LOKAL TERHADAP PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI

PENGARUH KOSENTRASI GULA DAN VARIASI MEDAN LISTRIK DALAM MADU LOKAL TERHADAP PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI PENGARUH KOSENTRASI GULA DAN VARIASI MEDAN LISTRIK DALAM MADU LOKAL TERHADAP PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI Khalimatun Ninna; Unggul P.Juswono; Gancang Saroja Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH PUTARAN OPTIK TERHADAP KONSENTRASI MINYAK KULIT BIJI METE DENGAN PENAMBAHAN PELARUT NON- POLAR MENGGUNAKAN POLARIMETER

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH PUTARAN OPTIK TERHADAP KONSENTRASI MINYAK KULIT BIJI METE DENGAN PENAMBAHAN PELARUT NON- POLAR MENGGUNAKAN POLARIMETER LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH PUTARAN OPTIK TERHADAP KONSENTRASI MINYAK KULIT BIJI METE DENGAN PENAMBAHAN PELARUT NON- POLAR MENGGUNAKAN POLARIMETER (The Influence of Optical Rotation to Concenntration

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Pengukuran Konsentrasi Larutan Dengan Menggunakan Interferometer Michelson

Perancangan Sistem Pengukuran Konsentrasi Larutan Dengan Menggunakan Interferometer Michelson Perancangan Sistem Pengukuran Konsentrasi Larutan Dengan Menggunakan Interferometer Michelson MAHASISWA : Friska Ayu Nugraheni NRP 2407 100 014 DOSEN PEMBIMBING : Ir. Heru Setijono. M.Sc NIP. 194901201976121001

Lebih terperinci

PENGARUH POLARITAS MEDAN LISTRIK EKSTERNAL DAN SUDUT POLARISASI LASER DIODA UNTUK PENGAMATAN EFEK KERR

PENGARUH POLARITAS MEDAN LISTRIK EKSTERNAL DAN SUDUT POLARISASI LASER DIODA UNTUK PENGAMATAN EFEK KERR Berkala Fisika ISSN : 11-9 Vol.9, No.1, Januari, hal 31-3 PENGARUH POLARITAS MEDAN LISTRIK EKSTERNAL DAN SUDUT POLARISASI LASER DIODA UNTUK PENGAMATAN EFEK KERR Hari Wibowo, Eko Sugiyanto, K. Sofjan Firdausi,

Lebih terperinci

Laporan Resmi Praktikum Kimia Fisika III Inversi Gula

Laporan Resmi Praktikum Kimia Fisika III Inversi Gula I. JUDUL : Inversi Gula II. TANGGAL PERCOBAAN : Rabu, 14 Desember 2011 III. TUJUAN : Menentukan orde reaksi dari reaksi inversi gula menggunakan polarimeter IV. TINJAUAN PUSTAKA : Istilah laju atau kecepatan

Lebih terperinci

I. TUJUAN Menentukan konstanta kecepatan reaksi dengan menggunakan polarimeter.

I. TUJUAN Menentukan konstanta kecepatan reaksi dengan menggunakan polarimeter. I. TUJUAN Menentukan konstanta kecepatan reaksi dengan menggunakan polarimeter. II. DASAR TEORI Menurut Soekardjo (2002), polarisasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Polarisasi konsentrasi yang disebabkan

Lebih terperinci

PENENTUAN KOEFISIEN LINIER ELEKTRO OPTIS PADA AQUADES DAN AIR SULING MENGGUNAKAN GELOMBANG RF

PENENTUAN KOEFISIEN LINIER ELEKTRO OPTIS PADA AQUADES DAN AIR SULING MENGGUNAKAN GELOMBANG RF Berkala Fisika ISSN : 11-966 Vol 1, No., Oktober 7 hal. 18-186 PENENTUAN KOEFISIEN LINIER ELEKTRO OPTIS PADA AQUADES DAN AIR SULING MENGGUNAKAN GELOMBANG RF Lilik Eko Jatwiyono, Heri Sugito, K. Sofjan

Lebih terperinci

Cara Penentuan Nilai BRIX kadar gula Dalam Tanaman Tebu. Oleh: Khairul Nurcahyono

Cara Penentuan Nilai BRIX kadar gula Dalam Tanaman Tebu. Oleh: Khairul Nurcahyono Cara Penentuan Nilai BRIX kadar gula Dalam Tanaman Tebu Oleh: Khairul Nurcahyono Dalam industri gula dikenal istilah-istilah pol, brix dan HK (hasil bagi kemurnian). Istilah-istilah ini terdapat analisa

Lebih terperinci

P O L A R I M E T E R

P O L A R I M E T E R P O L A R I M E T E R I. Tujuan Instruksional Umum Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan mampu menggunakan polarimeter untuk mengukur polarisasi suatu cahaya II. Tujuan Praktikum 1. Memahami teori

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSENTRASI GULA DI DALAM LARUTAN DENGAN KONSTANTA VERDET HESTY RIYAN P M

PENENTUAN KONSENTRASI GULA DI DALAM LARUTAN DENGAN KONSTANTA VERDET HESTY RIYAN P M PENENTUAN KONSENTRASI GULA DI DALAM LARUTAN DENGAN KONSTANTA VERDET HESTY RIYAN P M0204031 DETERMINATION OF SUGAR CONCENTRATION IN SOLLUTION WITH VERDET CONSTANT ABSTRAK Pada penelitian ini telah dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI BERBAGAI LARUTAN GULA SAKAROSA TERHADAP SUDUT PUTAR JENIS CAHAYA MERAH, HIJAU DAN KUNING

PENGARUH KONSENTRASI BERBAGAI LARUTAN GULA SAKAROSA TERHADAP SUDUT PUTAR JENIS CAHAYA MERAH, HIJAU DAN KUNING PENGARUH KONSENTRASI BERBAGAI LARUTAN GULA SAKAROSA TERHADAP SUDUT PUTAR JENIS CAHAYA MERAH, HIJAU DAN KUNING Mita Kusuma Purwasih Universitas Ahmad Dahlan, jalan Pramuka 42, Sidikan, Umbulharjo, Yogyakarta

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : sukrosa, gula, nira, tebu, sudut polariser

Abstrak. Kata kunci : sukrosa, gula, nira, tebu, sudut polariser Perancangan Aplikasi Pengukuran Kadar Gula (Sukrosa) Nira Tebu dengan Sistem Polariser Dilanjutkan dengan Menggunakan Sistem Interferometer Michelson Presisi Tinggi Peneliti : Mutmainnah 1), Imam Rofi

Lebih terperinci

MAKALAH. Makalah Diajukan untuk

MAKALAH. Makalah Diajukan untuk MAKALAH PENGARUH POSISI BULAN TERHADAP PERCEPATAN GRAVITASI EFEKTIF YANG DIALAMI BENDA DI PERMUKAAN BUMI Makalah Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Fisika Program Studi

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Uji Kualitas Minyak Goreng Berdasarkan Perubahan Sudut Polarisasi Cahaya Menggunakan Alat Semiautomatic Polarymeter Nuraniza 1], Boni Pahlanop Lapanporo 1], Yudha Arman 1] 1]Program Studi Fisika, FMIPA,

Lebih terperinci

SIFAT OPTIS TAK-LINIER PADA MATERIAL KDP

SIFAT OPTIS TAK-LINIER PADA MATERIAL KDP Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol 11, No.3, Juli 2008 hal 97-102 SIFAT OPTIS TAK-LINIER PADA MATERIAL KDP Rahmadi Setyawan, Evi Setiawati, Indras Marhaendrajaya, K. Sofjan Firdausi. Jurusan Fisika Universitas

Lebih terperinci

Efek Magnetooptis Pada Lapisan AgBr Terekspos

Efek Magnetooptis Pada Lapisan AgBr Terekspos Efek Magnetooptis Pada Lapisan AgBr Terekspos Respita Sulistyo, K. Sofjan Firdausi, Indras Marhaendrajaya Laboratorium Elektronika Optik dan Laser, Jurusan Fisika UNDIP ABSTRACT The non linear optic characteristic

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal Xpedia Fisika Optika Fisis - Soal Doc. Name: XPFIS0802 Version: 2016-05 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) muatan listrik yang diam (2) muatan listrik yang bergerak lurus

Lebih terperinci

LAPORAN FISIKA LABORATORIUM OPTOELEKTRONIKA

LAPORAN FISIKA LABORATORIUM OPTOELEKTRONIKA LAPORAN FISIKA LABORATORIUM OPTOELEKTRONIKA 215 1 Analisa Kekerasan Bahan dengan Metode Citra Spekel Asrofi Khoirul Huda, Diana Ainun Nisa, Ning Rosianah, Diky Anggoro Jurusan Fisika, Fakultas MIPA Institut

Lebih terperinci

PENGUKURAN TETAPAN VERDET BEBERAPA BAHAN OPTIK CAIR DALAM MEDAN MAGNET DC PADA PANJANG GELOMBANG 632,8 nm BERDASARKAN EFEK ROTASI FARADAY ABSTRAK

PENGUKURAN TETAPAN VERDET BEBERAPA BAHAN OPTIK CAIR DALAM MEDAN MAGNET DC PADA PANJANG GELOMBANG 632,8 nm BERDASARKAN EFEK ROTASI FARADAY ABSTRAK Jurnal Fisika Indonesia, No: 27, Vol. IX. Edisi Agustus 25 ISSN: 141-2994. hal. 95 15 PENGUKURAN TETAPAN VERDET BEBERAPA BAHAN OPTIK CAIR DALAM MEDAN MAGNET DC PADA PANJANG GELOMBANG 632,8 nm BERDASARKAN

Lebih terperinci

STUDI EFEK KERR UNTUK PENGUJIAN TINGKAT KEMURNIAN AQUADES, AIR PAM DAN AIR SUMUR

STUDI EFEK KERR UNTUK PENGUJIAN TINGKAT KEMURNIAN AQUADES, AIR PAM DAN AIR SUMUR Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol 11., No.1, Januari 2008, hal 9-18 STUDI EFEK KERR UNTUK PENGUJIAN TINGKAT KEMURNIAN AQUADES, AIR PAM DAN AIR SUMUR Kristantyo Sukarsono, Indras Marhaendrajaya, K. Sofjan

Lebih terperinci

Gambar 1. Mekanisme hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa

Gambar 1. Mekanisme hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa LAJU INVERSI GULA Sukrosa Sukrosa adalah gula yang kita kenal sehari-hari, baik yang berasal dari tebu maupun dari bit. Selain pada tebu dan bit, sukrosa terdapat pula pada tumbuhan lain, misalnya dalam

Lebih terperinci

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA PENENTUAN KOEFISIEN EKSPANSI VOLUME ZAT CAIR MENGGUNAKAN METODE PENGUKURAN INDEKS BIAS ZAT CAIR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si) Program Studi Fisika

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SIFAT OPTIS AKTIF LARUTAN GULA DAN GARAM DALAM MEDAN LISTRIK LUAR MENGGUNAKAN LASER DIODA ABSTRACT

PERBANDINGAN SIFAT OPTIS AKTIF LARUTAN GULA DAN GARAM DALAM MEDAN LISTRIK LUAR MENGGUNAKAN LASER DIODA ABSTRACT PERBANDINGAN SIFAT OPTIS AKTIF LARUTAN GULA DAN GARAM DALAM MEDAN LISTRIK LUAR MENGGUNAKAN LASER DIODA Oleh: Endri Ernawati, K.Sofjan Firdausi, Indras M Laboratorium Optoelektronik & Laser Jurusan Fisika

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Optika Fisis - Latihan Soal Doc Name: AR12FIS0399 Version : 2012-02 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) Mauatan listrik yang diam (2) Muatan listrik

Lebih terperinci

A. DISPERSI CAHAYA Dispersi Penguraian warna cahaya setelah melewati satu medium yang berbeda. Dispersi biasanya tejadi pada prisma.

A. DISPERSI CAHAYA Dispersi Penguraian warna cahaya setelah melewati satu medium yang berbeda. Dispersi biasanya tejadi pada prisma. Optika fisis khusus membahasa sifat-sifat fisik cahaya sebagai gelombang. Cahaya bersifat polikromatik artinya terdiri dari berbagai warna yang disebut spektrum warna yang terdiri dai panjang gelombang

Lebih terperinci

Pengembangan Spektrofotometri Menggunakan Fiber Coupler Untuk Mendeteksi Ion Kadmium Dalam Air

Pengembangan Spektrofotometri Menggunakan Fiber Coupler Untuk Mendeteksi Ion Kadmium Dalam Air Pengembangan Spektrofotometri Menggunakan Fiber Coupler Untuk Mendeteksi Ion Kadmium Dalam Air Pujiyanto, Samian dan Alan Andriawan. Program Studi S1 Fisika, Departemen Fisika, FST Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Pengukuran Konsentrasi Larutan Gula Dengan Menggunakan Interferometer Michelson

Perancangan Sistem Pengukuran Konsentrasi Larutan Gula Dengan Menggunakan Interferometer Michelson JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Perancangan Sistem Pengukuran Konsentrasi Larutan Gula Dengan Menggunakan Interferometer Michelson Friska Ayu Nugraheni, Heru Setijono, Agus Muhammad Hatta

Lebih terperinci

PENGAMATAN PERUBAHAN SUDUT POLARISASI CAHAYA AKIBAT PEMBERIAN MEDAN LISTRIK STATIS PADA GLISERIN

PENGAMATAN PERUBAHAN SUDUT POLARISASI CAHAYA AKIBAT PEMBERIAN MEDAN LISTRIK STATIS PADA GLISERIN PENGAMATAN PERUBAHAN SUDUT POLARISASI CAHAYA AKIBAT PEMBERIAN MEDAN LISTRIK STATIS PADA GLISERIN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Niken Larasati

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: NiraTebu, Sukrosa, Indeks bias, Interferometer Michelson

Abstrak. Kata kunci: NiraTebu, Sukrosa, Indeks bias, Interferometer Michelson Perancangan Aplikasi Pengukuran Kadar Gula (Sukrosa) Nira Tebu dengan Sistem Polariser Dilanjutkan dengan Menggunakan Sistem Interferometer Michelson Presisi Tinggi Peneliti : Mutmainnah 1, Imam Rofi i

Lebih terperinci

Youngster Physics Journal ISSN : Vol.5, No. 4, Oktober 2016, Hal

Youngster Physics Journal ISSN : Vol.5, No. 4, Oktober 2016, Hal Youngster Physics Journal ISSN : 2302-7371 Vol.5, No. 4, Oktober 2016, Hal. 475-480 PENGUKURAN PERUBAHAN SUDUT POLARISASI OLEH FLUORESENSI PADA SAMPEL MINYAK ZAITUN Nyadaniati Simbolon 1) dan K.Sofjan

Lebih terperinci

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X.

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X. EKO NURSULISTIYO Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X. Struktur gambar tersebut disebut alur Laue (Laue

Lebih terperinci

ANALISIS POLA INTERFERENSI CELAH BANYAK UNTUK MENENTUKAN PANJANG GELOMBANG LASER He-Ne DAN LASER DIODA

ANALISIS POLA INTERFERENSI CELAH BANYAK UNTUK MENENTUKAN PANJANG GELOMBANG LASER He-Ne DAN LASER DIODA 26 S.L. Handayani, Analisis Pola Interferensi Celah Banyak ANALISIS POLA INTERFERENSI CELAH BANYAK UNTUK MENENTUKAN PANJANG GELOMBANG LASER He-Ne DAN LASER DIODA Sri Lestari Handayani Pascasarjana Universitas

Lebih terperinci

PENENTUAN KEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH DENGAN TEKNIK ANALISIS PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI CAHAYA AKIBAT MEDAN LISTRIK LUAR

PENENTUAN KEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH DENGAN TEKNIK ANALISIS PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI CAHAYA AKIBAT MEDAN LISTRIK LUAR 10 Jurnal Neutrino Vol. 3, No. 1, Oktober 2010 PENENTUAN KEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH DENGAN TEKNIK ANALISIS PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI CAHAYA AKIBAT MEDAN LISTRIK LUAR Emmilia Agustina Abstrak: Kayu

Lebih terperinci

Sensor Indeks Bias Larutan Menggunakan Fiber Coupler

Sensor Indeks Bias Larutan Menggunakan Fiber Coupler Sensor Indeks Bias Larutan Menggunakan Fiber Coupler Zilda Qiftia¹, Samian¹, dan Supadi¹. ¹Program Studi S1 Fisika, Departemen Fisika, FST Univesitas Airlangga, Surabaya. Email: zqiftia@gmail.com Abstrak.

Lebih terperinci

Polarisasi karena pemantulan. Suatu sinar yang datang pada suatu cermin dengan sudut 57 akan menghasilkan sinar pantul yang terpolarisasi.

Polarisasi karena pemantulan. Suatu sinar yang datang pada suatu cermin dengan sudut 57 akan menghasilkan sinar pantul yang terpolarisasi. POLARISASI CAHAYA Polarisasi adalah peristiwa terserapnya sebagian arah getar gelombang sehingga hanya tinggal memiliki satu arah getar saja. Cahaya dapat terpolar karena peristiwa: Pemantulan Pembiasan

Lebih terperinci

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK I. SOAL PILIHAN GANDA Diketahui c = 0 8 m/s; µ 0 = 0-7 Wb A - m - ; ε 0 = 8,85 0 - C N - m -. 0. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut : () Di udara kecepatannya cenderung

Lebih terperinci

PERCOBAAN 03 LAJU INVERSI GULA

PERCOBAAN 03 LAJU INVERSI GULA PERCOBAAN 03 LAJU INVERSI GULA Nama : Sonny Caesar Octario NIM : 10509078 Tanggal Praktikum : 6 Oktober 2011 Tanggal Pengumpulan : 13 Oktober 2011 Asisten : Hendra Saputera Sasmaya LABORATORIUM KIMIA FISIK

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PENGUKURAN REDAMAN SERAT OPTIK MENGGUNAKAN OTDR UNTUK MENDETEKSI KADAR GLUKOSA DALAM AIR

PEMANFAATAN PENGUKURAN REDAMAN SERAT OPTIK MENGGUNAKAN OTDR UNTUK MENDETEKSI KADAR GLUKOSA DALAM AIR PEMANFAATAN PENGUKURAN REDAMAN SERAT OPTIK MENGGUNAKAN OTDR UNTUK MENDETEKSI KADAR GLUKOSA DALAM AIR Intan Pamudiarti, Sami an, Pujiyanto Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga

Lebih terperinci

PENGUKURAN INDEKS BIAS MINYAK ZAITUN (OLIVE OIL) PADA BEBERAPA SUHU MENGGUNAKAN INTERFEROMETER MICHELSON SKRIPSI. Oleh

PENGUKURAN INDEKS BIAS MINYAK ZAITUN (OLIVE OIL) PADA BEBERAPA SUHU MENGGUNAKAN INTERFEROMETER MICHELSON SKRIPSI. Oleh PENGUKURAN INDEKS BIAS MINYAK ZAITUN (OLIVE OIL) PADA BEBERAPA SUHU MENGGUNAKAN INTERFEROMETER MICHELSON SKRIPSI Oleh Hanna Milkhatul Mursida 091810201022 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Kumpulan Soal Fisika Dasar II.

Kumpulan Soal Fisika Dasar II. Kumpulan Soal Fisika Dasar II http://personal.fmipa.itb.ac.id/agussuroso http://agussuroso102.wordpress.com Topik Gelombang Elektromagnetik Interferensi Difraksi 22-04-2017 Soal-soal FiDas[Agus Suroso]

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS MINYAK KEDELAI MELALUI PUTARAN OPTIK MENGGUNAKAN POLARIMETER

ANALISIS KUALITAS MINYAK KEDELAI MELALUI PUTARAN OPTIK MENGGUNAKAN POLARIMETER TUGAS AKHIR ANALISIS KUALITAS MINYAK KEDELAI MELALUI PUTARAN OPTIK MENGGUNAKAN POLARIMETER (Analyze of Soybean Oil Quality Through Optic Rotation Using Polarimeter) Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSENTRASI GLUKOSA DALAM GULA PASIR MENGGUNAKAN METODE EFEK FARADAY

PENENTUAN KONSENTRASI GLUKOSA DALAM GULA PASIR MENGGUNAKAN METODE EFEK FARADAY PENENTUAN KONSENTRASI GLUKOSA DALAM GULA PASIR MENGGUNAKAN METODE EFEK FARADAY Disusun Oleh : ANIK SUGIYARNI M 0206016 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

MODUL 1 INTERFEROMETER DAN PRINSIP BABINET

MODUL 1 INTERFEROMETER DAN PRINSIP BABINET MODUL 1 INTERFEROMETER DAN PRINSIP BABINET 1. Tujuan a. Merangkai Interferometer Michelson Morley dan Mach Zehnder b. Menggunakan Interferometer Michelson Morley dan Mach Zehnder untuk meneliti dan memahami

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK UNSUR KARBON GRAFIT DAN APLIKASINYA UNTUK ADSORPSI ION Cr DAN Pb DALAM CAIRAN SKRIPSI BIDANG MINAT FISIKA TERAPAN

KARAKTERISTIK UNSUR KARBON GRAFIT DAN APLIKASINYA UNTUK ADSORPSI ION Cr DAN Pb DALAM CAIRAN SKRIPSI BIDANG MINAT FISIKA TERAPAN KARAKTERISTIK UNSUR KARBON GRAFIT DAN APLIKASINYA UNTUK ADSORPSI ION Cr DAN Pb DALAM CAIRAN SKRIPSI BIDANG MINAT FISIKA TERAPAN Ni Wayan Sariasih JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun KATA PENGANTAR Puji syukur tim panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya tim bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Optika Fisis ini. Makalah ini diajukan guna memenuhi

Lebih terperinci

APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY

APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI APLIKASI MASALAH 0/1 KNAPSACK MENGGUNAKAN ALGORITMA GREEDY Skripsi Diajukan untuk Menempuh Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

PENENTUAN SUDUT DEVIASI MINIMUM PRISMA MELALUI PERISTIWA PEMBIASAN CAHAYA BERBANTUAN KOMPUTER

PENENTUAN SUDUT DEVIASI MINIMUM PRISMA MELALUI PERISTIWA PEMBIASAN CAHAYA BERBANTUAN KOMPUTER PENENTUAN SUDUT DEVIASI MINIMUM PRISMA MELALUI PERISTIWA PEMBIASAN CAHAYA BERBANTUAN KOMPUTER DETERMINATION OF MINIMUM DEVIATION ANGLE OF PRISM THROUGH THE LIGHT REFRACTION ASSISTED BY A COMPUTER Kunlestiowati

Lebih terperinci

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 5, No. 4, Oktober 2016, Hal

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 5, No. 4, Oktober 2016, Hal Youngster Physics Journal ISSN : 2302-7371 Vol. 5, No. 4, Oktober 2016, Hal. 463-468 STUDI POLARISASI FLUORESENSI MENGGUNAKAN SAMPEL MINYAK SAWIT Aziel Nimrod Febriyanto, K. Sofjan Firdausi Departemen

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISI MATERIAL POLARIMATER. Oleh: :ahmad zainollah NIM : Kelompok :1A

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISI MATERIAL POLARIMATER. Oleh: :ahmad zainollah NIM : Kelompok :1A LAPORAN PRAKTIKUM ANALISI MATERIAL POLARIMATER Oleh: Nama :ahmad zainollah NIM :115090300111006 Kelompok :1A Asisten :yuni LABORATURIUM FISIKA METRIAL JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PEMBENGKOKAN PADA ALAT UKUR TINGKAT KEKERUHAN AIR MENGGUNAKAN SISTEM SENSOR SERAT OPTIK

ANALISIS PENGARUH PEMBENGKOKAN PADA ALAT UKUR TINGKAT KEKERUHAN AIR MENGGUNAKAN SISTEM SENSOR SERAT OPTIK ANALISIS PENGARUH PEMBENGKOKAN PADA ALAT UKUR TINGKAT KEKERUHAN AIR MENGGUNAKAN SISTEM SENSOR SERAT OPTIK Mardian Peslinof 1, Harmadi 2 dan Wildian 2 1 Program Pascasarjana FMIPA Universitas Andalas 2

Lebih terperinci

Deteksi Konsentrasi Kadar Glukosa Dalam Air Destilasi Berbasis Sensor Pergeseran Serat Optik Menggunakan Cermin Cekung Sebagai Target

Deteksi Konsentrasi Kadar Glukosa Dalam Air Destilasi Berbasis Sensor Pergeseran Serat Optik Menggunakan Cermin Cekung Sebagai Target Deteksi Konsentrasi Kadar Glukosa Dalam Air Destilasi Berbasis Sensor Pergeseran Serat Optik Menggunakan Cermin Cekung Sebagai Target Hilyati N., Samian, Moh. Yasin, Program Studi Fisika Fakultas Sains

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin. Selanjutnya,

BAB III METODE PENELITIAN. karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin. Selanjutnya, BAB III METODE PENELITIAN Bab ketiga ini akan dijelaskan metode penelitiannya, antara lain tempat dan waktu pelaksanaan penelitian, bahan dan alat yang digunakan saat penelitian, prosedur pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit BAB II PEMBAHASAN A. Difraksi Sesuai dengan teori Huygens, difraksi dapat dipandang sebagai interferensi gelombang cahaya yang berasal dari bagian-bagian suatu medan gelombang. Medan gelombang boleh jadi

Lebih terperinci

Pembuatan Alat Ukur Pola Distribusi Intensitas Difraksi Cahaya Berbasis Mikrokontroller

Pembuatan Alat Ukur Pola Distribusi Intensitas Difraksi Cahaya Berbasis Mikrokontroller Pembuatan Alat Ukur Pola Distribusi Intensitas Difraksi Cahaya Berbasis Mikrokontroller Akhmad Yuniar, Prawito Departemen Fisika Instrumentasi, FMIPA UI, Kampus UI Depok, 16424 akhmad_yun@yahoo.com, prawito@sci.ui.ac.id

Lebih terperinci

Identifikasi dan Pengukuran Konsentrasi Pewarna Merah dalam Sampel Minuman menggunakan Detektor Spektrometer Emisi dan Kolorimeter

Identifikasi dan Pengukuran Konsentrasi Pewarna Merah dalam Sampel Minuman menggunakan Detektor Spektrometer Emisi dan Kolorimeter 58 C. Jerry Anggoro / Identifikasi dan Pengukuran Konsentrasi Pewarna Merah dalam Sampel Minuman menggunakan Identifikasi dan Pengukuran Konsentrasi Pewarna Merah dalam Sampel Minuman menggunakan Detektor

Lebih terperinci

MAKALAH CEPAT RAMBAT BUNYI DI UDARA

MAKALAH CEPAT RAMBAT BUNYI DI UDARA MAKALAH CEPAT RAMBAT BUNYI DI UDARA Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Eksperimen Fisika I Dosen Pengampu : Drs. Parlindungan Sinaga, M.Si Oleh : Gisela Adelita (1305667) Rahayu Dwi Harnum

Lebih terperinci

Interferometer Michelson

Interferometer Michelson 1 Interferometer Michelson I. Tujuan Percobaan : 1. Memahami interferensi pada interferometer Michelson. 2. Menentukan panjang gelombang sumber cahaya dengan pola interferensi. II. Landasan Teori Interferensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. spektrofotometer UV-Vis dan hasil uji serapan panjang gelombang sampel dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. spektrofotometer UV-Vis dan hasil uji serapan panjang gelombang sampel dapat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian diawali dengan pembuatan sampel untuk uji serapan panjang gelombang sampel. Sampel yang digunakan pada uji serapan panjang gelombang sampel adalah

Lebih terperinci

JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika Vol. 03, No.02,juli 2015

JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika Vol. 03, No.02,juli 2015 JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika Vol. 03, No.02,juli 2015 Analisis Pola Interferensi Pada Interferometer Michelson Sebagai Pendeteksi Ketebalan Bahan Transparan Dengan Metode Image Processing Menggunakan

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR NATRIUM BENZOAT PADA MINUMAN RINGAN YANG BEREDAR DI WILAYAH KARANGANYAR SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS TUGAS AKHIR

PENETAPAN KADAR NATRIUM BENZOAT PADA MINUMAN RINGAN YANG BEREDAR DI WILAYAH KARANGANYAR SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS TUGAS AKHIR PENETAPAN KADAR NATRIUM BENZOAT PADA MINUMAN RINGAN YANG BEREDAR DI WILAYAH KARANGANYAR SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya

Lebih terperinci

PENENTUAN INDEKS BIAS MINYAK WIJEN (SESAME OIL) MENGGUNAKAN METODE DIFRAKSI FRAUNHOFER CELAH GANDA

PENENTUAN INDEKS BIAS MINYAK WIJEN (SESAME OIL) MENGGUNAKAN METODE DIFRAKSI FRAUNHOFER CELAH GANDA PENENTUAN INDEKS BIAS MINYAK WIJEN (SESAME OIL) MENGGUNAKAN METODE DIFRAKSI FRAUNHOFER CELAH GANDA SKRIPSI Oleh Nur Inna Alfianinda NIM 091810201016 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 21 Analisis output dilakukan terhadap hasil simulasi yang diperoleh agar dapat mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi output. Optimasi juga dilakukan agar output meningkat mendekati dengan hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini akan diperlihatkan hasil penelitian aplikasi multimode fiber

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini akan diperlihatkan hasil penelitian aplikasi multimode fiber BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan diperlihatkan hasil penelitian aplikasi multimode fiber coupler sebagai sensor ketinggian permukaan dengan menggunakan tiga jenis cairan, yaitu bensin,

Lebih terperinci

PENENTUAN KOEFISIEN ELEKTRO OPTIS PADA AQUADES DAN AIR SULING MENGGUNAKAN GELOMBANG RF

PENENTUAN KOEFISIEN ELEKTRO OPTIS PADA AQUADES DAN AIR SULING MENGGUNAKAN GELOMBANG RF PENENTUAN KOEFISIEN ELEKTRO OPTIS PADA AQUADES DAN AIR SULING MENGGUNAKAN GELOMBANG RF Oleh : Lilik Eko Jatwiyono/ J2D 002 207 2007 INTISARI Telah dilakukan studi optis tak linier terutama mengenai pengaruh

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN SUHU TERHADAP NILAI INDEKS BIAS MINYAK GORENG KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN DIFRAKSI FRAUNHOFER

PENGARUH PERUBAHAN SUHU TERHADAP NILAI INDEKS BIAS MINYAK GORENG KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN DIFRAKSI FRAUNHOFER PENGARUH PERUBAHAN SUHU TERHADAP NILAI INDEKS BIAS MINYAK GORENG KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN DIFRAKSI FRAUNHOFER SKRIPSI Oleh Yulia Hartanti NIM 091810201006 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PERCOBAAN 6 KONSTANTA KECEPATAN REAKSI

PERCOBAAN 6 KONSTANTA KECEPATAN REAKSI PERCOBAAN 6 KONSTANTA KECEPATAN REAKSI A. TUJUAN Mempelajari kecepatan reaksi hidrolisa sukrosa dengan pengaruh H + sebagai katalisator dan menentukan konstanta kecepatan reaksinya dengan menggunakan polarimeter.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Pengukuran Panjang Gelombang Laser

LAPORAN PRAKTIKUM Pengukuran Panjang Gelombang Laser LAPORAN PRAKTIKUM Pengukuran Panjang Gelombang Laser Nama : Ari Kusumawardhani NPM : 1406572302 Fakultas : Teknik Departemen/Prodi : Teknik Sipil/Teknik Sipil Kelompok Praktikum : 9 Kode Praktikum : OR01

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOSENSOR FIBER BERBASIS EVANESCENT WAVE SEBAGAI SENSOR SENYAWA GLUKOSA DENGAN LED

PEMBUATAN BIOSENSOR FIBER BERBASIS EVANESCENT WAVE SEBAGAI SENSOR SENYAWA GLUKOSA DENGAN LED PEMBUATAN BIOSENSOR FIBER BERBASIS EVANESCENT WAVE SEBAGAI SENSOR SENYAWA GLUKOSA DENGAN LED Abstrak Arni Candra Pratiwi 1, Ahmad Marzuki 2 1 Program Studi Fisika FMIPA UNS, Surakarta. Jl. Ir Sutami No.

Lebih terperinci

Identifikasi Sifat Optis Media Air dan Larutan Garam Dalam Medan Magnet Luar

Identifikasi Sifat Optis Media Air dan Larutan Garam Dalam Medan Magnet Luar Berkala Fisika ISSN : 0-966 Vol.8, No., Januari 00, hal -6 Identifikasi Sifat Optis Media Air dan Larutan Garam Dalam Medan Magnet Luar K. Sofjan Firdausi,, Widarsono, Priyono, Much Azam, Indras M,, Asep

Lebih terperinci

Pemutaran Bidang Getar Gelombang Elektromagnetik

Pemutaran Bidang Getar Gelombang Elektromagnetik Pemutaran Bidang Getar Gelombang Elektromagnetik Alwi Rofi i Shidiq dan Agus Purwanto Pusat Studi Getaran dan Bunyi, Jurdik Fisika, FMIPA, UNY ABSTRAK Gelombang elektromagnetik terjadi karena bergetarnya

Lebih terperinci

INVESTIGASI HUBUNGAN INDEKS BIAS DENGAN VISKOSITAS LARUTAN SUKROSA MENGGUNAKAN METODE DIFRAKSI FRAUNHOFER CELAH GANDA DAN VISKOMETER OSTWALD SKRIPSI

INVESTIGASI HUBUNGAN INDEKS BIAS DENGAN VISKOSITAS LARUTAN SUKROSA MENGGUNAKAN METODE DIFRAKSI FRAUNHOFER CELAH GANDA DAN VISKOMETER OSTWALD SKRIPSI INVESTIGASI HUBUNGAN INDEKS BIAS DENGAN VISKOSITAS LARUTAN SUKROSA MENGGUNAKAN METODE DIFRAKSI FRAUNHOFER CELAH GANDA DAN VISKOMETER OSTWALD SKRIPSI Oleh Aisyah Mas Rahmawati NIM 101810201041 JURUSAN FISIKA

Lebih terperinci

PRAKTIK YANG MENGASYIKKAN MENGHILANGKAN RASA NGANTUK SAAT PROSES PEMBELAJARAN..

PRAKTIK YANG MENGASYIKKAN MENGHILANGKAN RASA NGANTUK SAAT PROSES PEMBELAJARAN.. PRAKTIK YANG MENGASYIKKAN MENGHILANGKAN RASA NGANTUK SAAT PROSES PEMBELAJARAN.. Kriiiing..kriiiing bel berbunyi, tanda jam pelajaran ke Sembilan sudah berbunyi, tanda masuk di dua jam terakhir. Aku berfikir

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA APLIKASI TRANSFORMASI WAVELET UNTUK PENENTUAN FUNGSI DISTRIBUSI RADIAL DIFRAKSI SINAR X ENERGI RENDAH SKRIPSI

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA APLIKASI TRANSFORMASI WAVELET UNTUK PENENTUAN FUNGSI DISTRIBUSI RADIAL DIFRAKSI SINAR X ENERGI RENDAH SKRIPSI APLIKASI TRANSFORMASI WAVELET UNTUK PENENTUAN FUNGSI DISTRIBUSI RADIAL DIFRAKSI SINAR X ENERGI RENDAH SKRIPSI DERIYAN SENJAYA PROGRAM STUDI S-1 FISIKA DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LAPORAN R-LAB. Pengukuran Lebar Celah

LAPORAN R-LAB. Pengukuran Lebar Celah LAPORAN R-LAB Pengukuran Lebar Celah Nama : Ivan Farhan Fauzi NPM : 0806399035 Fakultas Departemen Kode Praktikum : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam : Fisika : OR02 Tanggal Praktikum : 27 April 2009

Lebih terperinci

INTERFEROMETER MICHELSON DAN CCD WEBCAM SEBAGAI PENENTU FREKUENSI GETAR OBJEK

INTERFEROMETER MICHELSON DAN CCD WEBCAM SEBAGAI PENENTU FREKUENSI GETAR OBJEK INTERFEROMETER MICHELSON DAN CCD WEBCAM SEBAGAI PENENTU FREKUENSI GETAR OBJEK Afdhal Muttaqin, Nadia Mayani Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand Limau Manis, Padang, 25163 Email: allz@fmipa.unand.ac.id

Lebih terperinci

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK 1 BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK.1 Gelombang Elektromagnetik Energi gelombang elektromagnetik terbagi sama dalam bentuk medan magnetik dan medan listrik. Maxwell menyatakan bahwa gangguan pada gelombang

Lebih terperinci

Analisis koefisien gesek statis dan kinetis berbagai pasangan permukaan bahan pada bidang miring menggunakan aplikasi analisis video tracker

Analisis koefisien gesek statis dan kinetis berbagai pasangan permukaan bahan pada bidang miring menggunakan aplikasi analisis video tracker Seminar Nasional Quantum #25 (2018) 2477-1511 (7pp) Papers seminar.uad.ac.id/index.php/quantum Analisis koefisien gesek statis dan kinetis berbagai pasangan permukaan bahan pada bidang miring menggunakan

Lebih terperinci

ANALISA POINTING STABILITY SINAR LASER MENGGUNAKAN QUADRANT PHOTODIODE (QPD)

ANALISA POINTING STABILITY SINAR LASER MENGGUNAKAN QUADRANT PHOTODIODE (QPD) ANALISA POINTING STABILITY SINAR LASER MENGGUNAKAN QUADRANT PHOTODIODE (QPD) Fauzul Azmi 1, Minarni 2, Zulkarnain 3 1 Mahasiswa Program Studi S1 Fisika 2 Dosen Fotonik Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

MENENTUKAN PERCEPATAN BENDA PADA SUDUT YANG BERBEDA

MENENTUKAN PERCEPATAN BENDA PADA SUDUT YANG BERBEDA 1 MENENTUKAN PERCEPATAN BENDA PADA SUDUT YANG BERBEDA Arif Rahman E-mail : ar_rachmman@yahoo.co.id Program S-1 Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Lebih terperinci

PERUBAHAN SUDUT POLARISASI CAHAYA TERHADAP VARIASI MEDAN LISTRIK PADA MADU. Skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1

PERUBAHAN SUDUT POLARISASI CAHAYA TERHADAP VARIASI MEDAN LISTRIK PADA MADU. Skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 PERUBAHAN SUDUT POLARISASI CAHAYA TERHADAP VARIASI MEDAN LISTRIK PADA MADU Skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Disusun oleh: Weirna Yusanti J2D 006 046 JURUSAN FISIKA

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN KALIUM IODAT DALAM GARAM TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATUR MENGGUNAKAN METODE TITRASI IODOMETRI DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS SKRIPSI

ANALISIS KESTABILAN KALIUM IODAT DALAM GARAM TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATUR MENGGUNAKAN METODE TITRASI IODOMETRI DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS SKRIPSI ANALISIS KESTABILAN KALIUM IODAT DALAM GARAM TERHADAP PERUBAHAN TEMPERATUR MENGGUNAKAN METODE TITRASI IODOMETRI DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS SKRIPSI Oleh Nirka Ardila NIM 091810301003 JURUSAN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Sifat gelombang elektromagnetik Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i Pantulan (Refleksi) Pemantulan gelombang terjadi ketika gelombang

Lebih terperinci

LAPORAN R-LAB. Pengukuran Panjang Gelombang Laser

LAPORAN R-LAB. Pengukuran Panjang Gelombang Laser LAPORAN R-LAB Pengukuran Panjang Gelombang Laser Nama : Humuntar Russell N H NPM : 1106052493 Fakultas Departemen Kode Praktikum : Teknik : Teknik Mesin : OR01 Tanggal Praktikum : 19 Oktober 2012 Kelompok

Lebih terperinci

INTERFEROMETER DAN PRINSIP BABINET

INTERFEROMETER DAN PRINSIP BABINET INTERFEROMETER DAN PRINSIP BABINET Arief Rachman Pribadi, Leni Indah Sri Fitriyani, Nabila Khrisna Dewi, Pribadi Mumpuni Adhi 10208029,10208109,10208041,10208069 Program Studi Fisika, Institut Teknologi

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SPECTRAL RESPONSE LDR BERBAHAN CdS BERBANTUAN PC DENGAN PPI CARD 8255 SKRIPSI. Oleh. Puji Rahayu Wulandari NIM

KARAKTERISASI SPECTRAL RESPONSE LDR BERBAHAN CdS BERBANTUAN PC DENGAN PPI CARD 8255 SKRIPSI. Oleh. Puji Rahayu Wulandari NIM KARAKTERISASI SPECTRAL RESPONSE LDR BERBAHAN CdS BERBANTUAN PC DENGAN PPI CARD 8255 SKRIPSI Oleh Puji Rahayu Wulandari NIM 031810201004 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

APLIKASI EFFERVESCENCE-LIQUID PHASE MICROEXTRACTION UNTUK ANALISIS SENYAWA PESTISIDA KLORPIRIFOS DALAM MENTIMUN MENGGUNAKAN HPLC UV-VIS SKRIPSI

APLIKASI EFFERVESCENCE-LIQUID PHASE MICROEXTRACTION UNTUK ANALISIS SENYAWA PESTISIDA KLORPIRIFOS DALAM MENTIMUN MENGGUNAKAN HPLC UV-VIS SKRIPSI APLIKASI EFFERVESCENCE-LIQUID PHASE MICROEXTRACTION UNTUK ANALISIS SENYAWA PESTISIDA KLORPIRIFOS DALAM MENTIMUN MENGGUNAKAN HPLC UV-VIS SKRIPSI AVIE FUROHMA PROGRAM STUDI S1 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE

PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE PREPARASI KOMPOSIT TiO 2 -SiO 2 DENGAN METODE SOL-GEL DAN APLIKASINYA UNTUK FOTODEGRADASI METHYL ORANGE Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat sarjana S-1 Program Studi Kimia Oleh

Lebih terperinci

Bahan Kuliah Fisika Dasar 2. Optika Fisis

Bahan Kuliah Fisika Dasar 2. Optika Fisis Bahan Kuliah Fisika Dasar 2 Optika Fisis Optika Fisik (Physical Optics) Optical Interference (Intefrerensi Optik) Double-Slit Interference Thin-Film Interference Optical Diffraction (Difraksi Optik) Single-Slit

Lebih terperinci

ANALISIS PANDU GELOMBANG Y-BRANCH MIRING KIRI DENGAN SISIPAN BAHAN TAK-LINIER PADA CLADDING UNTUK GERBANG LOGIKA X-OR SKRIPSI

ANALISIS PANDU GELOMBANG Y-BRANCH MIRING KIRI DENGAN SISIPAN BAHAN TAK-LINIER PADA CLADDING UNTUK GERBANG LOGIKA X-OR SKRIPSI ANALISIS PANDU GELOMBANG Y-BRANCH MIRING KIRI DENGAN SISIPAN BAHAN TAK-LINIER PADA CLADDING UNTUK GERBANG LOGIKA X-OR SKRIPSI Oleh Wahyudi Pramono NIM 061810201042 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT OPTIK BAHAN STRONTIUM TITANAT (SrTiO 3 ) DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI ULTRAVIOLET-VISIBLE (UV-Vis)

KARAKTERISASI SIFAT OPTIK BAHAN STRONTIUM TITANAT (SrTiO 3 ) DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI ULTRAVIOLET-VISIBLE (UV-Vis) KARAKTERISASI SIFAT OPTIK BAHAN STRONTIUM TITANAT (SrTiO 3 ) DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROSKOPI ULTRAVIOLET-VISIBLE (UV-Vis) Mirwan Sayuti 1, Krisman 2, Rahmi Dewi 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika 2 Dosen

Lebih terperinci