BAB IV PEMBAHASAN. operasional suatu perusahaan ataupun badan pelayanan sektor publik dibutuhkan
|
|
- Budi Rachman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Perencanaan Kegiatan Audit Kinerja Dalam melaksanakan audit kinerja terhadap suatu proses pelayanan atau operasional suatu perusahaan ataupun badan pelayanan sektor publik dibutuhkan perencanaan sacara baik terlebih dahulu. Perencanaan tersebut bertujuan agar pelaksanaan audit kinerja dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Berikut ini adalah perencanaan audit kinerja terhadap pelayanan BLU Transjakarta Busway: 1. Survei pendahuluan Tujuan dari survei pendahuluan adalah untuk memperoleh informasi mengenai gambaran umum dari BLU Transjakarta Busway. Kegiatan yang dilakukan pada survei pendahuluan adalah : a. Memahami entitas yang diaudit b. Mengidentifikasi area kunci c. Menetapkan tujuan dan lingkup audit 2. Pengembangan hasil temuan atau audit rinci Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah : 50
2 a. Melakukan pemeriksaan terinci terhadap area kunci yang telah ditentukan sebelumnya berdasarkan standar pelayanan minimum yang digunakan oleh BLU Transjakarta Busway b. Menetapkan unsur-unsur temuan, seperti kondisi, kriteria, sebab, akibat, dan rekomendasi IV.2 Survei Pendahuluan IV.2.1 Pemahaman tentang Entitas Kegiatan survei pendahuluan tahap pertama adalah mengumpulkan informasi atau gambaran umum dari entitas yang akan diaudit. Gambaran umum mengenai entitas terlebih dahulu dituangkan secara lengkap pada Bab III dan lampiran Kertas Kerja Audit (Indeks A.1). Informasi mengenai gambaran umum entitas diperoleh melalui buku profil BLU Transjakarta Busway tahun 2010 disesuaikan dengan informasi terbaru dari website resmi BLU Transjakarta Busway. Dari hasil pengumpulan data informasi dan observasi langsung di lapangan maka didapat beberapa informasi penting yang bersifat umum untuk memahami entitas yaitu: 1. Entitas merupakan Badan Layanan Umum Daerah di bawah Dinas Perhubungan DKI Jakarta. 2. Kegiatannya adalah menyelenggarakan pelayanan publik berupa moda transportasi publik berbasis bus. 51
3 3. Entitas bertanggung jawab terhadap infrastuktur Transjakarta Busway yang mencakup rute busway, halte busway, dan infrastruktur pelengkap. Operasional bus dan tiket dikerjasamakan dengan pihak swasta. 4. Kendaraan yang dipakai untuk layanan rute Busway berupa bus non-gandeng (single bus) dengan kapasitas 85 penumpang dan bus gandeng (articulated bus) dengan kapasitas 160 penumpang. 5. Operator bus berupa badan hukum dari perusahaan angkutan penumpang dalam kota Jakarta dan/atau antar kota, yang dipilih dan ditunjuk melalui penunjukkan langsung atau melalui proses penawaran terbuka. Pemberian upah berdasarkan jumlah kilometer yang ditempuh dan Rupiah per Kilometer yang ditawarkan. 6. Tiket Transjakarta Busway terdiri atas tiket kertas, tiket elektronik dan kartu EDC JakCard; tiket kertas berbentuk karcis dengan spesifikasi khusus yang berbentuk security paper yang terdiri atas dua tipe tiket yaitu tiket full price dan tiket economic price. Informasi lainnya yang didapatkan oleh penulis dengan melakukan survey lapangan dan memanfaatkan berita-berita melalui pemberitaan di media massa yang terkait dalam pelaksanaan kegiatannya sebagai media transportasi masih terdapat beberapa kekurangan, yaitu : 1. Antrian yang mengular di beberapa titik di halte persinggungan koridor. 2. Pada jam-jam sibuk, jumlah armada yang tersedia belum sebanding dengan jumlah penumpang. 52
4 3. Beberapa titik di jalur busway masih sering dimasuki oleh kendaraan pribadi, menyebabkan terhambatnya perjalanan bus pada jam-jam padat penumpang. 4. Kurangnya jumlah SPBBG membuat headway di sejumlah koridor menjadi lama, karena letak SPBBG yang jauh dan kadang terjadi masalah di suatu SPBBG. Standar Pelayanan Minimal yang merupakan janji yang diberikan organisasi penyelenggara jasa kepada pelanggannya atas kualitas minimal yang akan diterima pelanggan saat menikmati jasa yang diberikan. Tujuannya adalah menjamin kepuasan pelanggan atas pelayanan jasa. Substansi yang terdapat di dalam SPM BLU Transjakarta Busway yaitu : 1. Kehandalan Pelayanan Subtansi inti dari Kehandalan Pelayanan adalah TransJakarta menjamin kehandalan operasional, termasuk kesiapan operasional bis, sarana dan prasarana, sistem operasi, dan petugas operasi. Kehandalan pelayanan Transjakarta ini dapat diukur dari kinerja 7 indikatornya yaitu: a. Rencana Headway b. Ketepatan Headway c. Waktu Penaikan dan Penurunan Penumpang d. Jarak Antara Pintu Bus dan Halte e. Kecepatan Perjalanan f. Kehandalan Armada g. Konsistensi Jam Pelayanan 53
5 2. Keamanan dan Keselamatan Subtansi inti dari Keamanan dan Keselamatan adalah TransJakarta menjamin keamanan dan keselamatan pelanggan saat menikmati layanan jasa busway. Keamanan dan Keselamatan pada pelayanan Transjakarta ini dapat diukur dari kinerja 5 indikatornya yaitu: a. Keamanan di dalam Halte b. Keamanan di dalam Bus c. Keselamatan di dalam Bus d. Keselamatan di dalam Halte e. Keselamatan di sepanjang Koridor 3. Kemudahan Subtansi inti dari Kemudahan adalah TransJakarta menjamin bahwa pelanggan bisa mendapat berbagai kemudahan dalam menikmati jasa layanan busway. Kemudahan pada pelayanan Transjakarta ini dapat diukur dari kinerja 5 indikatonya yaitu: a. Kemudahan mendapatkan informasi tentang Transjakarta b. Kemudahan penjualan Tiket c. Kemudahan melaporkan kehilangan/menemukan barang d. Kemudahan menyampaikan pengaduan, memberikan saran e. Kemudahan akses menuju/dari Halte 54
6 4. Kenyamanan Subtansi inti dari Kenyamanan adalah TransJakarta menjamin bahwa jasa layanan busway akan dinikmati pelanggan secara nyaman. Minimal pelayanan kenyamanan yang dijanjikan oleh transjakarta ini dapat diukur dari 10 indikatornya yaitu: a. Kebersihan di dalam Halte b. Suhu di dalam Halte c. Penerangan di dalam Halte d. Kepadatan penumpang di dalam Halte e. Kebersihan di dalam Bus f. Suhu di dalam Bus g. Penerangan di dalam Bus h. Kepadatan penumpang di dalam Bus i. Waktu tunggu j. Pelayanan Petugas IV.2.2 Identifikasi Area Kunci Identifikasi area kunci dilakukan dengan tujuan untuk memfokuskan area, bidang, atau kegiatan yang akan diaudit. Fokus kepada area, bidang, atau kegiatan yang tepat dapat membantu penulis melakukan audit secara efektif dan efisien. Pendekatan yang dilakukan dalam pemilihan area kunci yang penulis lakukan adalah berdasarkan faktor pemilihan (selection factors) yang terdiri atas: 55
7 1. Risiko manajemen 2. Signifikansi 3. Dampak audit 4. Auditabilitas Berikut ini langkah-langkah yang penulis lakukan dalam tahap menentukan area kunci: 1. Analisis untuk menentukan area audit potensial dengan menggunakan pendekatan faktor pemilihan pada tiga tugas utama BLU Transjakarta Busway, yaitu: a. Perencanaan Sistem Transjakarta Busway b. Pengoperasian dan Pelayanan jasa Transjakarta Busway c. Pengawasan dan pengendalian seluruh Sistem Transjakarta Busway. Faktor faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pemeringkatan atas area audit potensial adalah sebagai berikut : a. Risiko Manajemen, yaitu risiko bahwa entitas atau area yang akan diaudit melakukan tindakan ketidakekonomisan, ketidakefisiensian, dan ketidakefektifan. b. Signifikansi, yaitu signifikansi dari suatu area audit yang berkaitan dengan tingkat besar kecilnya pengaruh kegiatan tersebut terhadap entitas secara keseluruhan. 56
8 c. Dampak Potensial dari audit kinerja, yang meliputi unsur efektivitas, peningkatan perencanaan, pengendalian dan pengelolaan, serta peningkatan akuntabilitas efisiensi, ekonomi, dan kepentingan mutu pelayanan. d. Auditabilitas, berkaitan dengan kemampuan auditor dalam menyelesaikan audit berdasarkan standar profesional. Penulis menggunakan matriks pembobotan untuk menyeleseksi area audit potensial sebagai berikut : 1. Tinggi : skor 3 2. Sedang : skor 2 3. Rendah : skor 1 Tabel 1 Tabel Matriks Pembobotan Area Audit Potensial Skor Faktor-faktor Perencanaan Sistem Transjakarta Busway Pengoperasian dan Pelayanan jasa Transjakarta Busway Pengawasan dan pengendalian seluruh Sistem Transjakarta Busway Risiko Manajemen Signifikansi Dampak potensial Auditabilitas Total Skor
9 Hasil Dari ketiga area audit potensial yang ada, yaitu (1) Perencanaan Sistem Transjakarta Busway, (2) Pengoperasian dan Pelayanan jasa Transjakarta Busway, dan (3) Pengawasan dan pengendalian seluruh Sistem Transjakarta Busway, area audit yang dipilih adalah Pengoperasian dan Pelayanan jasa Transjakarta Busway karena area ini juga merupakan area yang berhubungan langsung dengan pelayanan kepada pengguna layanan. 2. Analisa untuk menentukan area kunci berdasarkan area audit potensial dengan memperhatikan beberapa faktor sebagai berikut : a. Risiko manajemen, risiko atas tidak tercapainya suatu kinerja yang ekonomis, efisien, dan efektif. b. Signifikansi, yaitu menilai apakah suatu kegiatan dalam area audit secara komparatif memiliki pengaruh yang besar terhadap kegiatan lainnya dalam objek audit secara keseluruhan. Faktor yang dipertimbangkan : 1) Batas kritis keberhasilan 2) Visibilitas c. Dampak hasil pemeriksaan, yaitu pengaruh hasil audit terhadap perbaikan atas area yang diaudit. Hal ini berkaitan dengan pemberian pelayanan oleh unit yang diaudit, sehingga hasil audit haruslah dapat memiliki efek terhadap pemberian pelayanan oleh unit tersebut. d. Auditabilitas, berkaitan dengan kemungkinan dapat atau tidaknya audit dilaksanakan sesuai dengan standar profesional. 58
10 Penulis menggunakan matriks pembobotan untuk menyeleksi area kunci dengan skor sebagai berikut: 1. Tinggi : skor 3 2. Sedang : skor 2 3. Rendah : skor 1 Tabel 2 Tabel Matriks Pembobotan Area Kunci No. Area Risiko Manajemen Signifikansi Dampak Audit Auditabilitas Total 1. Rencana Headway Ketepatan Headway Waktu Penaikan dan Penurunan Penumpang 4. Kecepatan Perjalanan Kehandalan Armada Konsistensi Jam Pelayanan Keamanan di dalam Halte Keamanan di dalam Bus Keselamatan di dalam Halte 10. Keselamatan di dalam Bus Keselamatan di sepanjang
11 Koridor 12. Kemudahan mendapatkan informasi tentang Transjakarta 13. Kemudahan penjualan Tiket 14. Kemudahan melaporkan kehilangan / menemukan barang 15. Kemudahan menyampaikan pengaduan, memberikan saran 16. Kemudahan akses menuju/dari Halte 17. Kebersihan di dalam Halte Suhu di dalam Halte Penerangan di dalam Halte Kepadatan penumpang di dalam Halte 21. Kebersihan di dalam Bus Suhu di dalam bus Penerangan di dalam Bus
12 24. Kepadatan Penumpang di dalam Bus 25. Waktu tunggu di Halte Pelayanan petugas Jarak antara pintu Bus dan Halte Hasil pembobotan dimuat dalam matriks area kunci yang mencakup 27 jenis substansi standar pelayanan yang disediakan oleh BLU Transjakarta dan memberikan skor berdasarkan pertimbangan dari segi keahlian (professional judgement) yang dimiliki oleh auditor. Tabel Matriks Pemilihan Area Kunci Dari hasil pemilihan area kunci di atas, prioritas yang diaudit adalah yang memiliki bobot tertinggi, sebagaimana tampak pada table di atas. Tabel 3 Tabel Area Kunci dengan Bobot Tertinggi No. Area Pelayanan Skor 1. Ketepatan Headway Kepadatan penumpang di dalam halte Kepadatan penumpang di dalam bis 12 Dari hasil analisis lebih lanjut atas area pelayanan yang dipilih, penulis melihat bahwa area Ketepatan Headway termasuk ke dalam kategori kehandalan pelayanan, 61
13 sedangkan Kepadatan penumpang di dalam halte dan bus serta waktu tunggu di halte termasuk ke dalam kategori kenyamanan. Intinya terdapat dua area kunci yang akan dinilai oleh penulis dalam kegiatan pelaksanaan audit di lapangan, yaitu: 1. Area Kenyamanan 2. Area Ketepatan Headway Tabel beberapa alasan area Kenyamanan dan area Ketepatan Headway memiliki bobot nilai tertinggi Tabel 4 Tabel Alasan Area Kenyamanan dan Area Ketepatan Headway memiliki Bobot Tertinggi Faktor-faktor Risiko Manajemen Alasan pada : Area Kenyamanan Area Ketepatan Headway Risiko ini tergolong tinggi karena Faktor area Ketepatan faktor kenyaman adalah faktor yang paling dicari calon penumpang, apabila jumlah penumpang meningkat berhubungan juga dengan kelangsungan manajemen dan perencanaan ke depannya Headway adalah faktor utama yang menentukan penumpang terangkut oleh bus dan sampai tepat waktu. Jika faktor ini kinerjanya kurang baik, calon penumpang bisa saja beralih ke angkutan umum lainnya. 62
14 Signifikansi 1. Batas Kritis Batas kritis keberhasilan Batas kritis keberhasilan Keberhasilan tergolong tinggi karena perbaikan tergolong tinggi karena atas area kenyamanan akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pelayanan Transjakarta, seperti meningkatnya penumpang yang beralih menggunakan jasa ketepatan headway berpengaruh terhadap naik/turunnya jumlah penumpang yang berbanding lurus dengan jumlah pendapatan. Transjakarta. 2. Visibilitas Area kenyamanan merupakan point penting bagi masyarakat umum Ketepatan Headway merupakan pertimbangan utama bagi masyarakat Dampak Audit Dampak audit tergolong tinggi karena layanan ini merupakan program jangka panjang Pemda DKI untuk merubah kebiasaan masyarakat DKI menggunakan kendaraan pribadi. Perbaikan yang bertujuan meningkatkan umum untuk tetap menggunakan Transjakarta Dampak audit tergolong tinggi karena perbaikan ketepatan headway menurunkan tingkat keluhan masyarakat pada layanan publik dan meningkatkan kepercayaan masyarakat 63
15 kenyamanan akan mengakibatkan pada umumnya pada layanan beralihnya masyarakat pengguna kendaraan pribadi ke layanan umum yang disediakan oleh BLU Transjakarta. Auditabilitas yang ditawarkan BLU Transjakarta Auditibilitas tergolong tinggi karena pengukuran dapat dilaksanakan melalui observasi langsung. Auditibilitas tergolong tinggi karena pengukuran ketepatan waktu headway mudah dilaksanakan. Hasil Area Kunci Dua area kunci yang akan dinilai oleh penulis berdasarkan pembobotan dan analisis dalam pelaksanaan audit di lapangan, yaitu: 1. Area Kenyamanan Dari hasil pembobotan dan pengamatan langsung di lapangan, penulis melihat area kenyamanan memiliki signifikansi dan dampak audit yang tinggi. Area kenyamanan yang dimaksud memiliki bobot tertinggi dan mewakili adalah area kepadatan penumpang di dalam halte, dan area kepadatan penumpang di dalam bis. 2. Area Ketepatan Headway Area ketepatan Headway merupakan bagian dari area kehandalan pelayanan. Area ketepatan headway atau jeda waktu keberangkatan antar bus, merupakan faktor 64
16 terpenting dalam pelayanan sistem Transjakarta busway. Area tersebut meberikan kepastian pelayanan yang diberikan. Area kunci yang telah ditentukan tersebut memiliki keterkaitan yang tinggi dalam pelaksanaan pelayanan sistem BLU Transjakarta. Area ketepatan headway berbanding lurus dengan area kepadatan penumpang di halte, dan area kepadatan di dalam bis. Jika headway tidak berjalan sebagaimana satandar minimal yang ditetapkan, maka kepadatan penumpang di dalam halte dan di dalam bis akan semakin tinggi. IV.2.3 Tujuan dan Lingkup Audit Tujuan Audit Tetap Dari tiga area potensial yang ada, area audit yang dipilih adalah Pengoperasian dan Pelayanan jasa Transjakarta Busway sebagai area terpenting untuk dilakukan karena tingkat kepuasan konsumen terhadap jasa layanan transjakarta masih tergolong rendah. Tidak dapat dipungkiri bahwa kepuasan terhadap pelayanan ini sangat berpengaruh terhadap jumlah penumpang transjakarta. Pengukuran terhadap efektifitas pelayanan yang telah diberikan selama ini diperlukan untuk mengetahui dan memperbaiki kinerja transjakarta. Diharapkan dengan adanya pengukuran terhadap kinerja tersebut, harapan yang diemban transjakarta sesuai visi Busway sebagai angkutan umum yang mampu memberikan pelayanan publik yang cepat, aman, nyaman, manusiawi, efisien, berbudaya, dan bertaraf internasional dapat dicapai dan mampu mendorong peralihan penggunaan transportasi pribadi ke transportasi umum. Dasar utama pembentukan BLU adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Karena hal 65
17 tersebut maka tanpa mengurangi nilai faktor dari 3E lain yaitu efisiensi dan ekonomi maka auditor akan lebih berfokus pada area efektifitas pelayanan. Dengan demikian, perumusan tujuan audit tetap adalah: Menilai efektifitas Pengoperasian dan Pelayanan jasa yang diberikan BLU Transjakarta Busway kepada penumpang transjakarta melalui Pelayanan Kenyamanan dan ketepatan Headway yang terjamin. Lingkup Audit 1. Lingkup kegiatan yang diuji dalam audit berdasarkan pemilihan area kunci yang sudah dilakukan mencakup 3 area kunci yaitu ketepatan headway, kepadatan penumpang di dalam halte, dan kepadatan penumpang di dalam bus. 2. Lokasi audit di Kantor BLU Transjakarta 3. Audit dilakukan terhadap halte ujung koridor 1 yaitu halte Blok M dan Kota untuk mengukur ketepatan headway. Penulis memilih halte tersebut dengan pertimbangan bahwa jumlah kepadatan penumpang di koridor 1 adalah yang tertinggi (data terlampir), sehingga diharapkan pemilihan pada halte tersebut akan dapat mewakili ketepatan headway di seluruh koridor. 4. Audit dilakukan terhadap halte transit atau halte persinggungan koridor untuk mengukur kepadatan penumpang di dalam halte, yaitu halte Harmoni Central Busway dan halte Dukuh Atas 2. Penulis memilih Halte Harmoni Central Busway dengan pertimbangan bahwa halte ini merupakan halte persinggungan koridor 1, 2, 3, dan 8 sehingga penulis menilai mobilitas dan kepadatan penumpang di halte ini dapat mempresentasikan kepadatan penumpang di dalam halte. Halte dukuh atas 2 66
18 penulis pilih untuk menguatkan representasi kepadatan penumpang di dalam bus, alasannya adalah halte ini merupakan halte persinggungan koridor 4 dan 6 dengan mobilitas dan kepadatan penumpang di halte ini cukup tinggi untuk mewakili kepadatan penumpang di dalam halte. 5. Audit dilakukan terhadap bus-bus pada koridor 1 dan 4. Penulis memilih bus di kedua koridor itu dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan observasi, karena bersinggungan dengan lingkup halte-halte yang akan diobservasi. Selain itu bus-bus pada koridor tersebut berdasarkan survei pendahuluan, penulis menilai bus di koridor tersebut dapat mewakili kepadatan penumpang di dalam bus. IV.3 Pengembangan Temuan atau Audit Rinci IV.3.1 Pemeriksaan Area Kunci 1. Pemeriksaan rinci terhadap ketepatan headway a. Tujuan pemeriksaan Tujuan pemeriksaan terhadap ketepatan headway adalah untuk memastikan ketepatan jeda waktu keberangkatan antar bus pada halte ujung berjalan sesuai dengan rencana headway yang yang terdapat pada Standar Pelayanan Minimal BLU Transjakarta Busway. b. Prosedur pemeriksan 1) Pelajari SPM mengenai ketepatan rencana headway. 67
19 2) Analisis data laporan pencatatan ketepatan headway. 3) Lakukan observasi langsung ketepatan rencana headway terhadap area kunci. 4) Wawancara manajer operasi mengenai adanya prosedur pengaturan headway pada jam sibuk dan pengendaliannya. c. Hasil pemeriksaan 1) Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dengan mempelajari SPM, penulis menemukan bahwa BLU Transjakarta Busway telah mengatur tolak ukur ketepatan rencana headway. Definisi dari ketepatan headway adalah ketepatan jeda waktu keberangkatan antar bus pada halte ujung yang telah di tetapkan di dalam indikator rencana headway. Indikator rencana headway pada halte ujung pada saat peak 5 menit dan off peak 10 menit. Penjelasan rentang waktu yang dimaksud di dalam istilah peak dan off peak tidak dijelaskan di dalam SPM. Penulis berasumsi bahwa yang dimaksud peak adalah waktu dimana para penumpang berangkat dan pulang beraktivitas dengan rentang waktu antara pukul 05:00 pagi sampai pukul 10:00 pagi untuk keberangkatan dan pukul 17:00 sore sampai pukul 20:00 malam untuk kepulangan, sedangkan untuk off peak adalah rentang waktu antara pukul 10:00 pagi sampai dengan pukul 17:00 sore. Prasyarat pencapaian tolak ukur tersebut adalah strelisasi jalur sepanjang koridor, persimpangan, 68
20 pengendalian lalu lintas, tersedianya jalan, tersedianya bus yang layak, dan kesigapan petugas. 2) Berdasarkan metode pengukuran yang terdapat di dalam SPM, ketepatan headway diukur dan dicatat oleh petugas BLU Transjakarta secara rutin. Auditor bertugas memeriksa apakah ketepatan headway telah diukur dan dicatat oleh petugas di lapangan. Penulis mencoba meminta data pencatatan ketepatan headway untuk dapat menganalisis ketepatan headway, namun data tersebut tidak diberikan oleh auditee. Keterbatasan tersebut mendorong penulis untuk melakukan pengukuran ketepatan headway secara langsung di lapangan. 3) Penulis melakukan pengukuran ketepatan headway secara langsung di lapangan. Pengukuran dilakukan terhadap halte ujung koridor 1, yaitu halte Blok M dan halte Kota. Waktu pengukuran dilaksanakan dalam tempo 1 hari pada saat peak dengan rentang waktu pengukuran dari pukul 06:00 06:30 WIB untuk halte Blok M, kemudian pukul 17:00-17:30 WIB untuk halte Kota, dan pada saat off peak dengan rentang pengukuran dari pukul 11:00 11:30 WIB di halte Blok M. alat bantu ukur yang digunakan adalah stopwatch. Disamping itu penulis merasa perlu menjelaskan bahwa pengukuran tersebut terdapat banyak keterbatasan waktu dan lingkup yang diukur, oleh karena itu penulis hanya melakukan pengukuran pada tempat dan waktu yang telah ditentukan dengan pertimbangan bahwa pada koridor 1 memiliki 69
21 kepadatan penumpang tertinggi di banding koridor lainnya. Berikut ini adalah hasil pengukuran ketepatan headway yang penulis lakukan: a) Waktu peak pada pukul 06:00 06:30 WIB di halte Blok M, dengan sasaran pencapaian tolak ukur 5 menit. Tabel 5 Tabel Pengukuran Ketepatan Headway 1 Bus Jam Berangkat Jeda waktu 1 6:02-2 6:05 3 menit 3 6:07 2 menit 4 6:10 3 menit 5 6:14 4 menit 6 6:19 5 menit 7 6:22 3 menit 8 6:25 3 menit 9 6:28 3 menit Total 26 menit rata-rata = 26 menit/8 = 3,2 menit Dari hasil pengukuran tersebut diperoleh rata-rata jeda waktu keberangkatan antar bus pada halte ujung adalah sebesar 3,2 menit. Hasil tersebut sesuai dengan sasaran pencapaian tolak ukur ketepatan headway pada saat peak 5 menit. b) Waktu peak pada pukul 17:00 17:30 WIB di halte Kota, dengan sasaran pencapaian tolak ukur 5 menit. 70
22 Tabel 6 Tabel Pengukuran Ketepatan Headway 2 Bus Jam Berangkat Jeda waktu 1 17: :03 3 menit 3 17:08 5 menit 4 17:18 10 menit 5 17:25 7 menit 6 17:27 2 menit 7 17:29 2 menit Total 29 menit rata-rata = 29 menit/6 = 4,8 menit Dari hasil pengukuran tersebut diperoleh rata-rata jeda waktu keberangkatan antar bus pada halte ujung adalah sebesar 4,8 menit. Hasil tersebut sesuai dengan sasaran pencapaian tolak ukur ketepatan headway pada saat peak 5 menit. Namun penulis menemukan bahwa terdapat jeda waktu yang signifikan terhadap keberangkatan bus 4 dan 5 sesuai dengan tabel di atas. penulis melakukan konfirmasi hal tersebut kepada manajer operasional untuk mengetahui tanggapannya. Hasil yang di dapat adalah, pada koridor 1 terdapat kebijakan untuk membalikkan tujuan bus, contohnya adalah bis yang berangkat dari halte Blok M menuju halte Kota di putar balik arahnya di bundaran Hotel Indonesia kembali menuju halte Blok M untuk dapat mengangkut kepadatan penumpang yang menumpuk di halte transit Dukuh Atas. 71
23 kebijakan tersebut berakibat kepada keterlambatan headway pada halte Kota. c) Waktu off peak pada pukul 11:00 11:30 WIB di halte Blok M, dengan sasaran pencapaian tolak ukur 10 menit. Tabel 7 Tabel Pengukuran Ketepatan Headway 3 Bus Jam Berangkat Jeda waktu 1 11: :10 8 menit 3 11:15 5 menit 4 11:18 3 menit 5 11:25 7 menit 6 11:30 5 menit Total 28 menit rata-rata = 28 menit/5 = 5,6 menit Dari hasil pengukuran tersebut diperoleh rata-rata jeda waktu keberangkatan antar bus pada halte ujung adalah sebesar 5,6 menit. Hasil tersebut sesuai dengan sasaran pencapaian tolak ukur ketepatan headway pada saat off peak 10 menit. 4) Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap manajer operasi BLU Transjakarta Busway, penulis menemukan bahwa prosedur pengaturan headway pada jam sibuk telah diatur di dalam SOP dan SPM. Hal ini dapat dilihat dari setiap halte ujung ditempatkan petugas untuk mengatur jeda waktu keberangkatan antar bis. 72
24 2. Pemeriksaan rinci terhadap area kepadatan penumpang di dalam halte a. Tujuan pemeriksaan Tujuan pemeriksaan terhadap kepadatan penumpang di dalam halte adalah untuk memastikan kepadatannya sesuai dengan standar pelayanan minimal yang sudah ditetapkan. b. Prosedur pemeriksaan 1) Pelajari SPM mengenai kepadatan penumpang di dalam halte. 2) Lakukan observasi langsung terhadap kepadatan di halte-halte yang telah ditetapkan dalam ruang lingkup. 3) Pastikan petugas PAM Shelter mengatur antrian penumpang di halte sesuai dengan SOP. c. Hasil pemeriksaan 1) Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dengan mempelajari SPM, penulis menemukan bahwa BLU Transjakarta Busway telah mengatur jumlah maksimum penumpang di dalam halte adalah sebanyak 5 orang per meter persegi (off peak), 8 orang per meter persegi (peak) dan 10 orang per meter persegi (crush). Prasyarat pencapaiannya adalah dengan desain halte yang sesuai untuk memenuhi volume penumpang, kondisi lalu lintas dan sterilisasi jalur yang menjadi kewenangan kepolisian dan DLLAJR, dan tersedianya bus yang mencukupi. 73
25 2) Penulis melakukan observasi langsung untuk mengukur kepadatan penumpang di dalam halte-halte yang telah di tetapkan dalam ruang lingkup. Observasi difokuskan pada saat peak, dengan asumsi waktu dari pukul 17:00 20:00 WIB. Hasil observasinya adalah sebagai berikut: a) Halte Harmony Central Busway Observasi dilakukan pada saat peak yaitu pada pukul 18:00 WIB. Penulis menemukan bahwa kepadatan di dalam halte ini sudah melebihi jumlah maksimal yang ditetapkan oleh SPM, sehingga substansi kenyamanan yang ingin dicapai dinilai tidak terpenuhi. Pengukuran berdasarkan jumlah maksimum yang ditentukan melalui SPM sulit untuk penulis lakukan dikarenakan jumlah antrian yang sangat padat sehingga membatasi ruang gerak penulis untuk melakukan pengukuran secara matematis. b) Halte Dukuh Atas 2 Observasi dilakukan pada saat peak yaitu pada pukul 17:00 WIB. Penulis menemukan bahwa kepadatan di dalam halte ini sudah melebihi jumlah maksimal yang ditetapkan oleh SPM, hal ini penulis simpulkan dari panjang antrian yang memanjang sampai keluar badan halte menuju ke jembatan penyeberangan orang yang terhubung ke halte busway. 74
26 3) Berdasarkan observasi langsung di halte-halte yang telah ditetapkan, penulis menemukan bahwa penanganan petugas PAM Shelter telah mengatur antrian dengan baik sesuai dengan SOP yang ditetapkan BLU Transjakarta Busway. 3. Pemeriksaan rinci terhadap area kepadatan penumpang di dalam bus a. Tujuan pemeriksaan Tujuan pemeriksaan terhadap kepadatan penumpang di dalam bus adalah untuk memastikan kepadatannya sesuai dengan standar pelayanan minimal yang sudah ditetapkan. b. Prosedur pemeriksaan 1) Pelajari SPM mengenai kepadatan penumpang di dalam bus. 2) Lakukan observasi langsung terhadap kepadatan di dalam bus-bus yang telah ditetapkan dalam ruang lingkup. 3) Pelajari SOP tentang prosedur penaikkan dan penurunan penumpang, kemudian pastikan satgas on board mengatur naik dan turun penumpang sesuai SOP. c. Hasil pemeriksaan 1) Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dengan mempelajari SPM, penulis menemukan bahwa BLU Transjakarta Busway telah mengatur jumlah maksimum penumpang di dalam bus adalah sebanyak 5 orang 75
27 per meter persegi (off peak) dan 8 orang per meter persegi (peak). Prasyarat pencapaiannya adalah ketersediaan bus oleh operator yang mencukupi, kondisi lalu lintas dan sterilisasi jalur yang menjadi kewenangan kepolisian dan DLLAJR. 2) Observasi langsung terhadap kepadatan penumpang di dalam bus penulis fokuskan pada saat peak dengan alasan pada waktu tersebut merupakan waktu padat penumpang, sehingga dapat mewakili kondisi kenyamanan di dalam bus. Pelaksanaan observasi berlangsung mulai pukul 17:00 WIB dengan menaiki bus yang berada di koridor 4 dari halte Matraman menuju halte dukuh atas 2, transit ke halte dukuh atas 1 untuk selanjutnya menaiki bus pada koridor 1 menuju halte Blok M. kepadatan penumpang di dalam bus pada koridor 1 dan koridor 4 dinilai jauh dari substansi pencapaian kenyamanan yang telah ditetapkan di dalam SPM. Penulis tidak dapat melakukan pengukuran terinci terhadap kepadatan penumpang di dalam bus karena kondisi di dalam bus yang sangat padat. 3) Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap SOP penurunan dan penaikkan penumpang oleh satgas on board, rentang waktu penurunan penumpang telah dijelaskan secara tertulis, dengan rentang waktu sebesar detik, namun rentang waktu dan jumlah maksimum untuk penaikkan penumpang tidak dijelaskan secara rinci, hanya di instruksikan untuk bekerja sama antara satgas on board 76
28 dengan PAM Shelter. Observasi langsung di dalam bus yang penulis naiki, penulis menemukan bahwa penanganan satgas on board telah mengatur penurunan dan penaikan penumpang dengan baik sesuai dengan SOP yang ditetapkan BLU Transjakarta Busway. IV.3.2 Hasil Penelitian Audit Kinerja Berdasarkan penelitian audit kinerja terhadap pelayanan BLU Transjakarta Busway, terdapat beberapa kelemahan yang ditemukan pada saat pemeriksaan area kunci yang perlu diberikan rekomendasi perbaikan yaitu: 1. Kepadatan penumpang di dalam halte transit melebihi jumlah maksimum yang ditetapkan SPM. Kondisi: Sistem Transjakarta memiliki halte untuk transit penumpang antar koridor yang disebut halte transit. Halte transit terletak di persinggungan dua atau lebih koridor yang bersinggungan. Halte transit telah di desain dengan spesifikasi khusus dan ketersediaan ruang. Karena disinggahi oleh penumpang dari dua atau lebih koridor, membuat halte transit selalu padat penumpang. Kriteria: Kepadatan penumpang di dalam halte harus sesuai dengan jumlah maksimum yang ditetapkan di dalam SPM yang dimiliki BLU Transjakarta Busway. hal tersebut unutk memenuhi substansi kenyamanan terhadap pelayanan yang 77
29 diberikan oleh BLU Transjakarta Busway. Jumlah maksimum kepadatan penumpang di dalam halte adalah sebanyak 5 orang per meter persegi (off peak), 8 orang per meter persegi (peak) dan 10 orang per meter persegi (crush). Selain itu kepadatan penumpang di dalam halte seharusnya masih dapat memberikan ruang gerak yang cukup nyaman untuk penumpang. Sebab: Sterilisasi jalur busway yang dikordinasikan dengan instansi terkait belum berjalan secara berkesinambungan. BLU Transjakarta Busway kurang memiliki wewenang untuk pengaturan sterilisasi, wewenang nya terdapat pada kepolisian dan DLLAJR. BLU Transjakarta Busway sebatas mengatur buka tutup portal pada persimpangan jalur busway yang dioperasikan langsung oleh petugas di lapangan. Akibat: Kurang efektifnya operasional sistem Transjakarta busway sebagai akibat dari tidak adanya kerja sama yang berkesinambungan antar instansi terkait. Pihak BLU lebih merasa hal tersebut bukan dalam wewenang tanggung jawabnya, sehingga jalur busway sering tidak dijaga sterilisasinya dari kendaraan lain selain bus. Kedatangan bus yang mengalami keterlambatan untuk mengangkut penumpang dari dalam halte transit karena kurangnya sterilisasi jalur membuat halte transit mengalami kepadatan yang tinggi dan mengurangi kenyamanan penumpang. 78
30 Rekomendasi: BLU Transjakarta Busway sebaiknya melakukan kordinasi ulang mengenai sterilisasi jalur busway kepada instansi-instansi terkait agar terdapat kejelasan tanggung jawab dalam hal sterilisasi jalur busway. dengan adanya kordinasi ulang diharapkan pembagian tugas dan wewenang setrilasasi jalur busway dapat terlaksana secara berkesinambungan. Wewenang pengoperasian portal di jalur busway sebaiknya di maksimalkan oleh BLU Transjakarta busway dengan konsisten menempatkan petugas untuk operasonal buka tutup jalur busway dan melakukan pengawasan terhadap operasional portal. BLU Transjakarta busway sebaiknya melakukan evaluasi terhadap desain halte transit terkait kapasitas daya tampungnya untuk dapat menyesuaikan kapasitas halte terhadap kepadatan penumpang di dalam halte. 2. Kepadatan penumpang di dalam bus melebihi jumlah maksimum yang ditetapkan SPM. Kondisi: Operasional sistem Transjakarta busway di dukung oleh dua jenis bus, yaitu bus non-gandeng dan bus gandeng. Bus non-gandeng mempunyai kapasitas daya angkut sebanyak 85 penumpang, sedangkan bus gandeng memiliki daya angkut kapasitas sebanyak 160 penumpang. Pada waktu peak daya angkut bus melebihi dari kapasitas normalnya. Satgas on board berperan dalam penaikkan dan penurunan penumpang. 79
31 Kriteria: Kepadatan penumpang di dalam bus harus sesuai dengan jumlah maksimum penumpang di dalam bus yang ditetapkan di dalam SPM BLU Transjakarta Busway. Jumlah maksimum penumpang di dalam bus adalah sebanyak 5 orang per meter persegi (off peak) dan 8 orang per meter persegi (peak). Selain itu kepadatan penumpang di dalam bus seharusnya masih dapat memberikan ruang gerak yang cukup nyaman untuk penumpang. Sebab: Tingginya jumlah penumpang pada waktu peak. Tidak adanya penjelasan atau standar jumlah maksimum penumpang yang dapat diangkut dari dalam halte pada waktu peak. Satgas on board kurang bisa membatasi jumlah penumpang yang memaksa naik ke dalam bus. Akibat: Terjadi kepadatan penumpang di dalam bus yang melebihi kapasitas dan standar jumlah maksimum kepadatan penumpang di dalam bus yang di tetapkan di dalam SPM BLU Transjakarta Busway. selain itu, peran dari satgas on board dalam hal rentang waktu dan jumlah maksimum penaikkan penumpang menjadi kurang efektif. 80
32 Rekomendasi: BLU Transjakarta Busway sebaiknya memperbaiki prosedur penaikan penumpang dari dalam halte ke dalam bus secara tertulis dan jelas agar kinerja satgas on board dapat berjalan lebih efektif. Prosedur tersebut diharapkan memuat standar acuan rentang waktu dan jumlah maksimum penaikan penumpang. Dengan adanya perbaikan prosedur tersebut diharapkan akan dapat mengurangi kepadatan penumpang di dalam bus sehingga salah satu substansi pelayanan yaitu kenyamanan dapat diberikan secara efektif. 81
LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)
LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002) 1. Prasyarat Umum : a) Waktu tunggu rata-rata 5-10 menit dan maksimum 10-20 menit. b) Jarak pencapaian
Lebih terperinciKertas Kerja Audit Auditee : BLU Transjakarta
L1 PEMAHAMAN ATAS ENTITAS YANG DIAUDIT Indeks A.1 AUDIT KINERJA BLU TRANSJAKARTA BUSWAY Kertas Kerja Audit Auditee : BLU Transjakarta Tahun Buku : 2010 2011 Dibuat Oleh : Afandika Akbar Di-review Oleh:
Lebih terperinciANALISIS TINGKAT PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN 8 KORIDOR TRANSJAKARTA
Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 ANALISIS TINGKAT PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN 8 KORIDOR TRANSJAKARTA Najid 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek (manusia atau barang) dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Angkutan Umum Angkutan Umum dapat didefinisikan sebagai pemindahan manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Kendaraan umum adalah setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis faktor..., Agus Imam Rifusua, FE UI, 2010.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urbanisasi merupakan fenomena yang dialami oleh kota-kota besar di Indonesia khususnya. Urbanisasi tersebut terjadi karena belum meratanya pertumbuhan wilayah terutama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angkutan Umum Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang menjangkau
Lebih terperinciANALISIS ANTRIAN PADA PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM TRANSJAKARTA KORIDOR 9 DI SHELTER SEMANGGI JAKARTA SELATAN
ANALISIS ANTRIAN PADA PENGGUNA JASA ANGKUTAN UMUM TRANSJAKARTA KORIDOR 9 DI SHELTER SEMANGGI JAKARTA SELATAN Nama :Budi Santoso NPM : 11210474 Kelas : 3 EA 16 Fakultas : Ekonomi Jurusan : Manajemen Dosen
Lebih terperinciSTUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M
STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M ERWIN WAHAB Nrp 0121100 Pembimbing : Ir. V. Hartanto, M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SALINAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SISTEM BUS RAPID TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem tranportasi memiliki satu kesatuan definisi yang terdiri atas sistem, yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Persentasi Jumlah Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta Tahun Bus 8% Gambar 1. Pembagian Moda (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2004)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angkutan umum merupakan suatu bentuk transportasi kota yang sangat esensial dan komplementer terhadap angkutan pribadi, tetapi pada kenyataannya hal ini tidak dapat sepenuhnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Transportasi adalah proses memindahkan suatu benda mencakup benda hidup dan benda mati dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh
Lebih terperinciBAB V. SIMPULAN dan SARAN. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka terdapat beberapa simpulan sebagai
108 BAB V SIMPULAN dan SARAN 5.1 Simpulan berikut: Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka terdapat beberapa simpulan sebagai 1. Kelayakan bisnis pembukaan koridor busway (IX: Pinang Ranti-Pluit)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transportasi Transportasi adalah pergerakan orang dan barang bisa dengan kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor atau jalan kaki, namun di Indonesia sedikit tempat atau
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Angkutan umum sebagai salah satu moda transportasi untuk melakukan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angkutan umum sebagai salah satu moda transportasi untuk melakukan perjalanan banyak mengalami perubahan dari sisi jumlah tetapi tidak diimbangi dengan kualitas pelayanannya.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Model System Antrian di halte bus transjakarta koridor 1 Blok M - Kota
40 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Model System Antrian di halte bus transjakarta koridor 1 Blok M - Kota Kegiatan pelayanan di terminal bustransjakarta tujuan Blok M Kota di mulai sejak pukul
Lebih terperinciEVALUASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL OPERASIONAL TRANSJAKARTA KORIDOR 9 DAN KORIDOR 12
EVALUASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL OPERASIONAL TRANSJAKARTA KORIDOR 9 DAN KORIDOR 12 Rizal Satyadi 1 dan Najid 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jl. Let. Jend S. Parman No.1 Jakarta 11440
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Angkutan Umum Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam serta guna mendapatkan alternatif pemecahan masalah transportasi perkotaan yang baik, maka
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan
BAB III LANDASAN TEORI A. Standar Operasional Prosedur ( SOP ) Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi di berbagai kota. Permasalahan transportasi yang sering terjadi di kota-kota besar adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perkembangan manusia terhadap perkembangan kota dapat kita lihat bahwa manusia selalu berhasrat untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain guna mendapatkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai ibu kota negara Indonesia, Jakarta sering dijadikan pilihan bagi
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai ibu kota negara Indonesia, Jakarta sering dijadikan pilihan bagi sebagian besar masyarakat untuk dijadikan tempat mencari nafkah. Hal tersebut dikarenakan
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Secara terinci diagram alir penelitian disampaikan pada Gambar 4.1
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Langkah Penelitian Secara terinci diagram alir penelitian disampaikan pada Gambar 4.1 Mulai Perumusan Masalah Pembuatan Kuesioner Tujuan Penelitian Pembuatan Matriks House
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bus Way adalah sistem angkutan umum masal cepat dengan menggunakan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bus Way Bus Way adalah sistem angkutan umum masal cepat dengan menggunakan bus pada jalur khusus. Bagaimana TransJakarta Beroperasi Para penumpang harus menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Antrian adalah suatu bentuk barisan yang dilakukan oleh orang-orang pada
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antrian adalah suatu bentuk barisan yang dilakukan oleh orang-orang pada suatu waktu tertentu untuk melakukan suatu kegiata. Antrian merupakan salah satu pengalaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pembangunan disegala bidang yang cukup
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah yang memiliki laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pembangunan disegala bidang yang cukup besar. Hal ini menimbulkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. angkutan umum, biaya angkutan menjadi beban angkutan bersama, sehingga
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Angkutan Umum Angkutan umum adalah angkutan penumpang dengan menggunakan kendaraan umum dan dilaksanakan dengan system sewa atau bayar. Dalam hal angkutan umum, biaya angkutan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan,
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Menurut Munawar (2005), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibu kota Republik Indonesia, dikenal juga sebagai kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jakarta merupakan ibu kota Republik Indonesia, dikenal juga sebagai kota metropolitan. Sebagai kota besar Jakarta pasti memiliki banyak masalah, salah satunya
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI MULAI. Studi Pustaka. Perumusan Masalah dan Tujuan. Persiapan dan Pengumpulan Data
BAB III METODOLOGI 3.1. Metodologi Pemecahan Masalah Di dalam pemecahan masalah kita harus membuat alur-alur dalam memecahkan masalah sehingga tersusun pemecahan masalah yang sistematis. Berikut ini adalah
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA
BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara data primer dan data sekunder. 4.1.1 Data - Data Primer Data primer adalah data-data yang didapat dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan kota Surabaya yang diikuti dengan pertumbuhan penduduk serta laju pertumbuhan ekonomi mengakibatkan kebutuhan akan transportasi cukup tinggi. Saat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perhubungan nasional pada hakekatnya adalah pencerminan dari sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan sebagai penunjang utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga meningkat bahkan melebihi kapasitas sarana dan prasarana transportasi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, pemenuhan kebutuhan hidup harus melaksanakan aktivitas yang tidak hanya dalam suatu
Lebih terperinciPeningkatan Pelayanan Bus Transjakarta Berdasarkan Preferensi Pengguna (Studi Kasus: Koridor I Blok M Kota, Jakarta)
JURNAL TEKNIK POMITS 2014 1 Peningkatan Pelayanan Bus Berdasarkan Preferensi Pengguna (Studi Kasus: Koridor I Blok M Kota, Jakarta) Hasrina Puspitasari 1 dan Sardjito 2 Program Studi Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PENGGUNA BUSWAY Pite Deanda NRP :
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PENGGUNA BUSWAY Pite Deanda NRP : 0421012 Pembimbing : Tan Lie Ing, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi secara umum mempunyai pengaruh besar terhadap perorangan, pembangunan ekonomi dan sosial politik di suatu tempat dan kota Yogyakarta sebagai ibukota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melayani 10 koridor dengan total panjang lintasan 123,35 km yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah TransJakarta merupakan salah satu alat tranportasi dijakarta dengan jumlah armada atau kendaraan busway yang beroperasi di Jakarta sebanyak 278 unit. Sementara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu angkutan/kendaraan pribadi dan angkutan umum atau publik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Transportasi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan dewasa ini. Sarana transportasi merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dan selalu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan tinggi sekalipun tetap terdapat orang yang membutuhkan dan menggunakan angkutan umum penumpang. Pada saat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan transportasi merupakan masalah dinamis yang hampir ada di kota-kota besar di Indonesia. Permasalahan ini berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk karena
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Halte Bus Transjakarta koridor 1 Blok M-Kota,
28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Penelitian dilakukan di Halte Bus Transjakarta koridor 1 Blok M-Kota, penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini karena semakin banyaknya jumlah antrian,yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perubahan dalam semua bidang kehidupan. Perkembangan yang berorientasi kepada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan Teknologi Informasi yang selalu berkembang menuntut perubahan dalam semua bidang kehidupan. Perkembangan yang berorientasi kepada teknologi komputerisasi
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 40 Tahun 2016 Seri E Nomor 29 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL DI KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita Daerah
Lebih terperinciBAB III. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN Kondisi Provinsi DKI Jakarta Kondisi Geografis Jakarta Kondisi Demografis
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... ii INTISARI... iii ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I. PENDAHULUAN...1 1.1 Latar Belakang...1
Lebih terperinciBUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS
BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk disuatu negara akan berbanding lurus dengan kebutuhan sarana transportasi. Begitu pula di Indonesia, transportasi merupakan salah satu bagian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANGKUTAN UMUM 2.1.1 Komponen Sistem Angkutan Umum Pada sistem angkutan umum, terdapat tiga komponen utama yang mempunyai peran dan kepentingan tertentu dan seringkali saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tingginya populasi masyarakat Indonesia berimbas pada tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tingginya populasi masyarakat Indonesia berimbas pada tingkat pertumbuhan kendaraan di Indonesia khususnya di Kota Jakarta. Pada jaman yang berkembang pesat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan tataguna lahan yang kurang didukung oleh pengembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bus perkotaan merupakan angkutan umum utama di berbagai kota di Indonesia. Kenaikkan jumlah kepemilikan kendaraan pribadi harus diimbangi dengan perbaikan angkutan
Lebih terperinciBAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (BAGIAN EVALUASI KINERJA PELAYANAN DENGAN METODE QFD)
BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (BAGIAN EVALUASI KINERJA PELAYANAN DENGAN METODE QFD) 6.1 Karakteristik Penumpang Karakteristik penumpang diperlukan dalam penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB IV DATA DAN ANALISA. Jumlah Penumpang di Terminal Awal Akhir. Dalam mengatur headway atau selang waktu keberangkatan dari suatu
BAB IV DATA DAN ANALISA 4. Presentasi Data 4.I. Jumlah Penumpang di Terminal Awal Akhir Dalam mengatur headway atau selang waktu keberangkatan dari suatu armada bus, peranan demand menjadi pertimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Transportasi massal yang tertib, lancar, aman, dan nyaman merupakan pilihan yang ditetapkan dalam mengembangkan sistem transportasi perkotaan. Pengembangan transportasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan Ibu kota negara Republik Indonesia. Jakarta sering disebut sebagai kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau biasa disebut dengan nama DKI Jakarta, merupakan Ibu kota negara Republik Indonesia. Jakarta sering disebut sebagai kota metropolitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tarik tersendiri bagi penduduk untuk melakukan migrasi ke daerah tertentu. Migrasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini perkembangan suatu daerah dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi penduduk untuk melakukan migrasi ke daerah tertentu. Migrasi yang terjadi,
Lebih terperinciARAHAN PENINGKATAN PELAYANAN BUS TRANSJAKARTA BERDASARKAN PREFERENSI PENGGUNA (KORIDOR I BLOK M-KOTA) HASRINA PUSPITASARI
ARAHAN PENINGKATAN PELAYANAN BUS TRANSJAKARTA BERDASARKAN PREFERENSI PENGGUNA (KORIDOR I BLOK M-KOTA) HASRINA PUSPITASARI 3609100051 Latar Belakang Transjakarta sebagai angkutan transportasi yang tergolong
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM
BAB II GAMBARAN UMUM A. Sejarah Singkat Perusahaan Sejak pertengahan juni 2009, kota Pekanbaru telah memiliki fasilitas angkutan umum dengan mengedepankan paradigma pelayanan angkutan umum yang baru dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang permasalahan yang diangkat, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Transportasi darat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Transportasi Transportasi diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat yang lain, di mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Kemacetan merupakan masalah utama yang sering dihadapi oleh sejumlah perkotaan di Indonesia. Kemacetan transportasi yang terjadi di perkotaan seolah olah menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transjogja adalah sebuah sistem transportasi bus cepat, murah dan ber-ac di seputar Kota Yogyakarta. Transjogja merupakan salah satu bagian dari program penerapan Bus
Lebih terperinciMembangun Struktur & Kultur Baru Dalam Transportasi Umum. Dr. Yayat Supriatna, MSP Planologi Universitas Trisakti
Membangun Struktur & Kultur Baru Dalam Transportasi Umum Dr. Yayat Supriatna, MSP Planologi Universitas Trisakti Makna Pembangunan Kota HUKUM EKONO MI AGAMA KESEHAT AN PEMB. MANUSIA POLITIK FISIK LINGKUNG
Lebih terperinciBAB 5. SIMPULAN, DISKUSI dan SARAN. transjakarta menunjukkan bahwa aspek yang paling dominan. menggambarkan secara umum mengenai kualitas pelayanan
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI dan SARAN 5.1 Simpulan Hasil dari penelitian dengan 85 responden pengguna bus transjakarta menunjukkan bahwa aspek yang paling dominan menggambarkan secara umum mengenai kualitas
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Angkutan Umum Penumpang (AUP) Angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar, seperti angkutan kota (bus, mini bus, dsb), kereta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pergerakan ini merupakan pergerakan yang umum terjadi pada suatu kota. memberikan suatu transportasi yang aman, cepat, dan mudah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Masalah transportasi pada umumnya terjadi akibat interaksi antara komponen lalu lintas yang berada diluar batas kemampuan yang ada. Kondisi ini terjadi bila keseimbangan dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Transportasi sudah lama ada dalam perkembangan kehidupan manusia, dari masyarakat kuno sampai pada masyarakat modern saat ini. Aktivitas yang terjadi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) yang semakin berkembang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DKI Jakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia adalah pusat bisnis dan pusat pemerintahan dengan jumlah penduduk pada tahun 2014 mencapai 10,08 juta orang dan kepadatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam sejarah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam sejarah perkembangannya, mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Hasil dari data Badan Pusat Statistik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Proses analisis data dari pembahasan dilakukan setelah selesai melaksanakan inventarisasi atau pengumpulan data, baikyang berupa data primer maupun data sekunder.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun daerah. Salah satunya adalah pelayanan publik di bidang
BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban yang harus disediakan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Salah satunya adalah pelayanan publik di bidang transportasi.
Lebih terperinciStudi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP
BAB VIII PENUTUP A. Kesimpulan 1) Dari hasil kajian dan analisis terhadap berbagai literatur dapat ditarik satu kesimpulan sebagai berikut : a) Ada beberapa definisi tentang angkutan massal namun salah
Lebih terperinciPERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)
JurusanTeknik Sipil dan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada Pertemuan Ke 12 PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti) Mata Kuliah: Pengantar Perencanaan Transportasi Prof. Siti Malkhamah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang
BAB I PENDAHULAN 1.1 Tinjauan Umum Pertumbuhan penduduk rata-rata di Semarang pada tahun 2006 sebesar 1,43% dengan jumlah penduduk 1.434.025 jiwa. Oleh karena itu, Semarang termasuk 5 besar kota yang memiliki
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Standar Pelayanan Angkutan Umum Pelayanan angkutan umum dapat dikatakan baik apabila sesuai dengan standar-standar yang telah di keluarkan pemerintah. Pengoperasian angkutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sama dengan pegawai lainnya. Kaum minoritas berjumlah sedikit dibanding kaum
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Di era modern saat ini, pekerjaan menjadi kebutuhan setiap orang. Kebutuhan hidup yang semakin tinggi memaksa orang untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Dalam
Lebih terperinciImplementasi Rute Percontohan Sutan JuHI
Implementasi Rute Percontohan Sutan JuHI Taman SUropati Tugu TANi Stasiun JUanda Bundaran HI Mendukung Program Revitalisasi Angkutan Umum Bus Perkotaan DKI Jakarta Jakarta, 24 Agustus 2016 SMART Mobility
Lebih terperinciBAB III. tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada. MULAI SURVEY
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Bagan Alir Penelitian Agar penelitian lebih sistematis maka pada bab ini dijelaskan mengenai tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada.
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian adalah cara mencari kebenaran dan asas-asas gejala alam, masyarakat, atau kemanusiaan berdasarkan disiplin ilmu tertentu (Kamus Besar Bahasa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Transportasi didefenisikan sebagai proses pergerakan atau perpindahan orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan satu sistem tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan sarana transportasi menjadi salah satu komponen pokok dalam kegiatan transportasi untuk memenuhi kebutuhan perjalanan manusia atau barang dari satu
Lebih terperinciEVALUASI KINERJA TRANSJAKARTA BUSWAY KORIDOR I RUTE (BLOK M-KOTA) Oleh : ANINDITO PERDANA ( )
EVALUASI KINERJA TRANSJAKARTA BUSWAY KORIDOR I RUTE (BLOK M-KOTA) Oleh : ANINDITO PERDANA (3105.100.056) DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB III METODOLOGI BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan satu kesatuan yang utuh baik intra maupun antar moda
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya transportasi mengandung azas keterpaduan, dimana transportasi merupakan satu kesatuan yang utuh baik intra maupun antar moda transportasi. Namun saat
Lebih terperinciEvaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang Krishna Varian K, Hera Widyastuti, Ir., M.T.,PhD Teknik Sipil, Fakultas
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :
BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Peraturan dan Undang-Undang Terkait. Peraturan dan pedoman teknis dari pelayanan trayek angkutan umum dimuat dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian suatu dan transportasi daerah adalah satu kesatuan yang berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian di daerah-daerah
Lebih terperinciTERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS
TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS Terminal Bus adalah tempat sekumpulan bus mengakhiri dan mengawali lintasan operasionalnya. Dengan mengacu pada definisi tersebut, maka pada bangunan terminal penumpang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem
BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. Berdasarkan fungsinya, jalan dibagi lagi menjadi jalan arteri primer yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan pengembangan wilayah. Sistem transportasi yang ada
BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Tranportasi merupakan sarana yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan terutama dalam mendukung kegiatan perekonomian masyarakat dan pengembangan wilayah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun jumlah penduduk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta semakin meningkat. Banyak pelajar, mahasiswa bahkan wisatawan (mancanegara maupun lokal) yang datang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM Morlok (1978), mendefinisikan transportasi sebagai suatu tindakan, proses, atau hal yang sedang dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lainnya.secara lebih spesifik,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam dua dekade terakhir, terutama dalam bidang kenyamanan dan keamanan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Desain yang berkaitan dengan moda transportasi umum terus berkembang dalam dua dekade terakhir, terutama dalam bidang kenyamanan dan keamanan penumpang.
Lebih terperinciIV IMPLEMENTASI MODEL PADA PENGOPERASIAN BUS TRANSJAKARTA KORIDOR 1
14 IV IMPLEMENTASI MODEL PADA PENGOPERASIAN BUS TRANSJAKARTA KORIDOR 1 4.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini ialah DKI Jakarta dan khususnya jalur busway Koridor 1 Blok M Kota. Berikut ialah rute
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. LokasiPengamatan Lokasi pengamatan berada pada terminal Arjosari Kota Malang dan terminal Blitar. Sedangkan survei statis dilakukan di dalam bus sepanjang rute Malang-Blitar.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Jasa transportasi merupakan salah satu dari kebutuhan manusia. Untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jasa transportasi merupakan salah satu dari kebutuhan manusia. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan adanya jasa transportasi, dinas perhubungan menyediakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permintaan akan transportasi dalam suatu wilayah merupakan kebutuhan akan akses untuk menuju fungsi-fungsi pelayanan kota di lokasi berbeda yang ditentukan oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk di kota Semarang sebagai pusat kota Jawa Tengah semakin memacu perkembangan pusat pusat perekonomian baru baik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan
Lebih terperinci