BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1. Homoseksual a. Definisi Homoseksual Secara umum orientasi seksual dibagi menjadi tiga, antara lain: homoseksual yaitu ketertarikan seksual terhadap sesama jenis, heteroseksual yaitu ketertarikan seksual terhadap lawan jenis, dan biseksual yaitu ketertarikan seksual terhadap sesama jenis dan lawan jenis (Dermantoto dalam Wedanthi, 2014). Homoseksualitas pernah dianggap sebagai penyakit mental akan tetapi setelah beberapa dekade, riset membuktikan bahwa tidak adanya asosiasi antara orientasi seksual dan masalah emosional serta sosial (American Psychological Association, tidak bertanggal dalam Papalia, Old & Fieldman, 2008). Pada umumnya para penyandang homoseksualitas itu sendiri tidak mengetahui mengapa mereka menjadi demikian, keadaan tersebut bukan atas kehendak sendiri. Namun demikian memang ada sebagian yang menerima keadaan dirinya dan hidup dengan senang sebagai homoseksual (dinamakan egosintonik) dan ada sebagian lain yang tidak bisa menerima keadaan dirinya atau merasa dirinya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, sehingga mereka terus-menerus berada dalam keadaan konflik batin selama hidupnya (dinamakan egodistonik) (Pedoman Penggolongan dan Diagnostik Gangguan Jiwa dalam Sarwono, 2013). 8

2 9 b. Ekspresi Homoseksual Ekspresi homoseksual ini merupakan penggolongan peranan yang diambil oleh para homoseksual dalam menjalankan kehidupannya sebagai homoseksual (Kartono, 2009). Adapun beberapa ekspresi dalam homoseksual yaitu: i. Aktif, bertindak sebagai pria yang agresif Dalam kamus para homoseksual gay, ekspresi ini sudah dikenal dengan sebutan top. Ekspresi ini memperlihatkan peran gay sebagai pria yang agresif. ii. Pasif, bertingkah laku dan berperan pasif-feminim seperti wanita Dalam kamus para homoseksual gay, ekspresi ini sudah dikenal dengan sebutan bottom. Ekspresi ini memperlihatkan peran gay sebagai pria yang lebih feminim seperti wanita. iii. Bergantian peranan, kadang-kadang memerankan fungsi wanita, terkadang menjadi laki-laki Dalam kamus para homoseksual gay, ekspresi ini sudah dikenal dengan sebutan first top atau first bottom. Para homoseksual gay dapat memerankan fungsi wanita maupun pria secara bergantian. c. Faktor Penyebab Homoseksual Menurut Kartono (2009), faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab munculnya homoseksual antara lain: i. Faktor herediter, berupa ketidakseimbangan hormon-hormon seks. Contohnya seperti cairan dan kelenjar endokrin pada fase-fase pertumbuhan yang kritis dapat mempengaruhi arah dari dorongan-dorongan seksual dan tingkah laku. ii. Pengaruh lingkungan yang tidak baik atau tidak menguntungkan bagi perkembangan kematangan seksual yang normal. Contohnya seperti individu yang besar di lingkungan yang terdiri dari para homoseksual yang melakukan

3 10 prostitusi yang selanjutnya memberikan contoh yang tidak baik bagi perkembangan individu. iii. Seseorang selalu mencari kepuasan relasi homoseksual karena pernah menghayati pengalaman homoseksual yang menggairahkan pada masa remaja. Contohnya seperti laki-laki yang semasa remaja sudah pernah berhubungan seksual dengan laki-laki dan mengalami kepuasan yang sama halnya seperti berhubungan seksual dengan perempuan sehingga membuat individu tersebut selalu mencari kepuasan yang sama dengan relasi homoseksual. iv. Seorang anak laki-laki pernah mengalami pengalaman traumatis dengan ibu, sehingga timbul kebencian atau antipati terhadap ibu dan berdampak kepada semua wanita. Individu yang mengalami trauma dengan ibu tersebut kemudian memunculkan dorongan menjadi homoseksual yang permanen. d. Pembentukan Identitas Homoseksual Cass (1979) menyebutkan adanya 6 tahapan pembentukan identitas homoseksual: i. Identity Confusion (kebingungan) Individu mulai meyakini bahwa tingkah laku tersebut dapat diidentifikasi sebagai homoseksual. Mungkin akan ada kebutuhan untuk mendefinisikan ulang konsep individu mengenai tingkah laku homoseksual dengan segala bias dan kesalahan informasi yang dialami kebanyakan orang. Individu mungkin menerima peran tersebut dan mencari informasi, mungkin menekan dan menyembunyikan segala tingkah laku homoseksual (bahkan mungkin menjadi seorang anti homoseksual dan mengutuknya), atau mungkin menyangkal keterkaitannya dengan identitasnya.

4 11 ii. Identity Comparison (membandingkan) Individu menerima potensi identitas diri sebagai seorang homoseksual, menolak heteroseksual namun tidak memiliki model lain yang dapat menjadi penggantinya. Individu merasa dirinya berbeda dan tersesat. Jika individu tersebut kemudian mempertimbangkan untuk mendefinisikan dirinya sebagai seorang homoseksual, individu tersebut akan mencari seorang model yang sesuai untuk itu. iii. Identity Tolerance (yakin) Di tahap ini, individu mulai berpindah pada keyakinan bahwa individu mungkin adalah homoseksual dan mulai mencari komunitas homoseksual sebagai kebutuhan sosial, seksual dan emosional. Kebingungan akan menurun tetapi identitas diri masih pada tahap toleransi, bukan sepenuhnya diterima. Biasanya individu masih tidak memberitahukan identitas barunya dan menjalani gaya hidup ganda, sebagai homoseksual dan sebagai heteroseksual. iv. Identity Acceptance (membuka jati diri) Terbentuk pandangan positif tentang identitas diri dan mulai mengembangkan jaringan hubungan dengan homoseksual yang lain. Individu mulai membuka diri terhadap teman dan keluarga serta semakin membenamkan diri dalam budaya homoseksual. v. Identity Pride (bangga) Berkembangnya kebanggaan akan homoseksual sejalan dengan kemarahan akan perlakuan yang pada akhirnya mengakibatkan penolakan terhadap heteroseksual karena dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Individu merasa gaya hidup yang baru tersebut adalah sesuatu yang benar dan sesuai.

5 12 vi. Identity Synthesis (merasa nyaman) Individu menjalani gaya hidup homoseksual yang terbuka sehingga pengungkapan jati diri tidak lagi menjadi masalah dan muncul kesadaran bahwa ada banyak sisi dan aspek kepribadian dan orientasi seksual hanya salah satu dari aspek-aspek tersebut. e. Gay Muslim Ada dua istilah terdapat pada orang yang mempunyai kecenderungan homoseksual yaitu lesbian dan gay (Kartono, 2009) dan istilah ini sangat terkenal di lingkungan masyakarat. Lesbian merupakan istilah yang menggambarkan seorang perempuan yang secara emosi dan fisik tertarik dengan sesama perempuan, sedangkan gay merupakan istilah untuk menyebutkan laki-laki yang menyukai sesama laki-laki sebagai pasangan seksual, serta memiliki ketertarikan baik secara perasaan atau erotik, baik secara dominan maupun eksklusif dan juga dengan ataupun tanpa adanya hubungan fisik (Putri, 2013). Homoseksual, biseksual, waria, dan man sex with man (MSM) atau dalam bahasa Indonesia berarti laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) adalah suatu hal yang berbeda. Homoseksual dan biseksual adalah orientasi seksual sedangkan waria adalah identitas gender yang biasa kita sebut sebagai transgender. Istilah MSM atau LSL sendiri merupakan pendekatan program dalam hal ini ruang lingkupnya adalah kesehatan seksual laki-laki dalam pencegahan terhadap infeksi menular seksual (IMS) (Agustina, 2005). Gay Muslim sendiri di dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai individu yang memiliki identitas seksual sebagai homoseksual gay dan memiliki identitas keagamaan sebagai pemeluk agama Islam. Menurut Afif (1999), Muslim dikatakan sebagai orang Islam yang dapat dengan benar melaksanakan aktivitas hidup seperti

6 13 shalat, menunaikan zakat, menepati janji apabila berjanji dan sabar dalam kesempitan penderitaan atau peperangan. 2. Agama a. Definisi Agama Agama memiliki definisi yang sangat bervariasi atau beragam. Definisi agama yang sering dipakai atau yang sering muncul yaitu agama berasal dari kata, a yang berarti tidak dan gam yang berarti pergi, sehingga dapat dikatakan bahwa agama tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun temurun (Bakhtiar, 2005). Selain itu, agama juga merupakan sistem kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh sekelompok manusia yang selalu mengadakan interaksi dengan Tuhan (Hardjana, 2005). b. Pandangan Agama terhadap Homoseksual Masyarakat Indonesia dengan nilai-nilai ketimurannya menganggap bahwa hubungan sesama jenis adalah tabu dan terlarang. Setiap agama di Indonesia memiliki pandangan sendiri terhadap homoseksual. Dalam agama Islam dan Kristen terdapat larangan yang jelas tentang adanya hubungan antar sesama jenis (gay, lesbian, dan waria). Namun sebaliknya dengan alasan tertentu dalam agama Buddha hubungan sesama jenis diperbolehkan walaupun diakui bahwa hubungan sesama jenis merupakan salah satu bentuk penyimpangan seksual. Dalam agama Hindu hubungan sesama jenis masih menjadi perdebatan. Beberapa kalangan menganggap bahwa hubungan sesama jenis tidak menyalahi aturan agama, hal ini didasarkan pada tidak ditemukannya satu ayat pun dalam surat suci agama Hindu yang melarang hubungan sesama jenis, namun beberapa kalangan menolak hal tersebut (Mulia, 2010).

7 14 c. Pandangan Islam terhadap Homoseksual Dalam agama Islam, Mulia (2010) menyebutkan dalam konteks identitas gender, Al-Qur an hanya menyebutkan dua identitas, yaitu Ar-Rajul (laki-laki) dan Al-Mar ah (perempuan). Sementara Fiqh (dalam Muhammad, 2011) menyebutkan empat varian, yaitu laki-laki (alrajul), perempuan (al-mar ah), waria atau banci (alkhuntsa), laki-laki yang keperempuanan (almukhannits) atau perempuan yang kelaki-lakian (al-mukhannats). Secara definitif, kata al-mukhannats dalam literatur Islam digunakan untuk laki-laki yang menyerupai perempuan. Sementara untuk perempuan yang menyerupai laki-laki disebut al-mukhannits, dalam literatur lain disebut juga al-mutarajjilah. Pengertian ini merujuk pada Hadits Nabi Muhammad SAW, dari Ibnu Abbas (dalam Muhammad, 2011) yang mengatakan bahwa Rasulullah melaknat para mukhannats dan mutarajjilah. Kitab faidhul qadir dalam agama Islam mengatakan bahwa al-mutarajjilat dan almukhannisin terbagi menjadi dua macam yaitu: i. Perilaku mutarajjilat-mukhannisin yang disengaja atau dibentuk oleh lingkungan sosial dan perilaku yang terbawa sejak lahir (khalqiyan). Perilaku tersebut dianggap sebagai kejahatan agama yang diharamkan dan terlaknat. ii. Agama tidak menuduh homoseksual sebagai perbuatan makshiyat dan dosa, sekalipun orang yang dianugrahi perilaku seperti itu masih harus mengupayakan untuk mengubah dan menyembuhkannya (Nakhe l, 2012). Menurut Muhammad Rashfi dalam kitabnya al-islam wa-al-tib (dalam Rangkuti, 2012), bahwa Islam melarang keras homoseksual, karena mempunyai dampak yang negatif terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat, antara lain: i. Seorang homoseksual tidak mempunyai keinginan terhadap wanita. Jika mereka melangsungkan perkawinan, sang istri tidak akan mendapatkan kepuasan

8 15 biologis, karena nafsu berahi suami telah tertumpah ketika melangsungkan hubungan seksual terhadap laki-laki yang diinginkannya. Akibatnya, hubungan suami istri menjadi renggang, tidak tumbuh rasa cinta dan kasih sayang, dan tidak memperoleh keturunan, sekalipun istrinya subur dan dapat melahirkan. ii. Perasaan cinta dengan sesama jenis membawa kelainan jiwa yang menimbulkan suatu sikap dan perilaku ganjil. Seorang homoseksual kadang-kadang berperilaku sebagai laki-laki dan kadang-kadang sebagai perempuan. iii. Mengakibatkan rusaknya saraf otak, melemahkan akal, dan menghilangkan semangat kerja. 3. Identitas a. Definisi Identitas Identitas menurut Toomey (dalam Mcdaniel, 2009) merupakan refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses sosialisasi. Identitas pada dasarnya merujuk pada refleksi dari diri kita sendiri dan persepsi orang lain terhadap diri kita. Sementara itu, Gardiner W. Harry dan Kosmitzki Corinne (dalam Mcdaniel, 2009) melihat identitas sebagai pendefinisian diri seseorang sebagai individu yang berbeda dalam perilaku, keyakinan dan sikap. Identitas diri merupakan kesadaran individu untuk menempatkan diri dan memberikan arti pada dirinya dengan tepat di dalam konteks kehidupan (Zanden, 1990). Sedangkan menurut Erickson (dalam Papalia & Old, 2001) identitas diri adalah proses menjadi seseorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup. b. Jenis Identitas Terdapat beberapa jenis identitas yang diungkapkan oleh Nakayama dan Martin (2009), yaitu:

9 16 i. Identitas Seksual Identitas seksual mengacu pada identifikasi seseorang dengan berbagai kategori seksualitas. Bisa berupa heteroseksual, gay, lesbian dan biseksual. Identitas seksual yang kita miliki akan mempengaruhi apa yang kita konsumsi. Program televisi apa yang akan kita lihat atau majalah apa yang akan kita baca. Identitas seksual juga dapat mempengaruhi pekerjaan seseorang. ii. Identitas Gender Identitas gender merupakan pandangan mengenai maskulinitas dan feminitas dan apa arti menjadi seorang laki-laki atau perempuan. Arti menjadi seorang perempuan atau laki-laki sangat dipengaruhi oleh pandangan budaya. Misalnya saja kegiatan yang dianggap lebih maskulin atau lebih feminim. Ungkapan gender tidak hanya mengkomunikasikan siapa kita, tetapi juga mengkonstruksi rasa yang kita inginkan. Identitas gender juga ditunjukkan oleh gaya komunikasi. Gaya komunikasi perempuan sering digambarkan sebagai suportif, egaliter, personal dan disclosive, sedangkan gaya komunikasi laki-laki digambarkan sebagai kompetitif dan tegas. iii. Identitas Agama Identitas agama merupakan dimensi yang penting dalam identitas seseorang. Identitas agama ditandai dengan adanya ritual yang dilakukan oleh pemeluk agama tersebut. Identitas agama juga ditandai dengan busana yang dipakai. Selain jenis-jenis identitas yang sudah disebutkan di atas, Samovar dan Mcdaniel (2009) menyatakan terdapat jenis identitas yang lain, yaitu: i. Identitas Pribadi Identitas pribadi merupakan karakteristik unik yang membedakan tiap-tiap individu. Setiap orang memiliki identitas pribadi masing-masing sehingga tidak

10 17 akan sama dengan identitas orang lain. Pengaruh budaya turut mempengaruhi identitas pribadi seseorang. ii. Identitas Nasional Identitas nasional merujuk pada kebangsaan seseorang. Sebagian besar dari masyarakat menyatakan identitas nasional mereka dengan negara dimana mereka dilahirkan. Selain itu identitas nasional dapat pula diperoleh melalui imigrasi dan naturalisasi. 4. Konflik a. Definisi Konflik Konflik secara umum bisa diartikan adanya pertentangan antara motif dan dua tujuan eksternal atau antara motif dan norma internal seseorang (Atkinson, 1983a). Seringkali konflik antara motif dan norma internal lebih sulit diselesaikan dibandingkan konflik dua tujuan eksternal. b. Jenis Konflik Atkinson (1983b) menjelaskan bahwa kebanyakan konflik menimbulkan sikap ambivalen yaitu dua sikap yang bertentangan karena adanya tujuan yang diharapkan sekaligus tidak diharapkan, disukai sekaligus tidak disukai. Konflik yang dialami individu bisa digolongkan dalam dua macam konflik yaitu: i. Konflik mendekat-menghindar (approach-avoidance conflict), bentuk konflik yang dihadapkan pada tujuan yang menarik (positif) sekaligus berbahaya (negatif). Individu yang mengalami konflik ini akan mengalami kebimbangan ketika menentukan apa yang akan dilakukan atau dalam bersikap. ii. Konflik menghindar-menghindar (avoidance-avoidance conflict), merupakan bentuk konflik pada keharusan memilih diantara dua alternatif negatif

11 18 Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan pada konflik antara motif dan norma internal seseorang yang merupakan bagian dari bentuk konflik mendekat-menghindar. Alasan peneliti lebih menekankan pada konflik mendekatmenghindar karena penelitian yang dilakukan peneliti adalah identitas seksual sebagai homoseksual yang bertentangan dengan standar moral agama sehingga pelanggaran terhadap norma-norma agama tersebut menimbulkan sebuah konflik mendekat-menghindar pada homoseksual. c. Konflik Identitas Homoseksual Membentuk identitas seksual merupakan proses yang panjang dan menakutkan bagi remaja homoseksual. Homoseksual dihadapkan dengan ketakutan ditolak oleh masyarakat sosial, terutama oleh keluarga. Banyak situasi seperti lingkungan sekolah, lingkungan kerja dan lingkungan keluarga, serta agama dan sosial yang menjadi penghalang bagi individu homoseksual untuk membentuk identitas seksualnya sebagai gay atau lesbian (Stevens, 2004). Miller & Major (2000) mengungkapkan hal yang sama bahwa proses pembentukan identitas seksual menjadi permasalahan yang cukup serius bagi remaja gay dalam menerima kondisinya sendiri. Mengakui dan menerima diri sebagai gay akan membuat gay tersebut distigma dan dinilai sakit oleh masyarakat. Stigmatisasi dan diskriminasi yang diterima oleh gay tersebut menjadi salah satu penyebab utama munculnya berbagai konflik selama proses pembentukan identitas seksual (Caroll, 2005). Dalam penelitian ini, konflik identitas homoseksual diartikan sebagai individu yang mengalami konflik dengan identitas seksualnya sebagai homoseksual yang mendapatkan stigma dan diskriminasi terhadap lingkungan sekitarnya yang memandang bahwa homoseksualitas adalah sesuatu yang buruk sehingga

12 19 membentuk perasaan maupun perilaku untuk menutup identitas seksual sebagai homoseksual. d. Konflik Keagamaan Clark (1958) mengkategorikan konflik keagamaan secara umum yang dialami individu ke dalam tiga macam kategori konflik, yaitu: i. Konflik yang terjadi antara percaya dan ragu. ii. Konflik yang terjadi antara pemilihan satu diantara dua ide keagamaan atau institusi. iii. Konflik yang terjadi antara ketaatan beragama atau meninggalkan ajaran agama. Dalam peneltian ini, peneliti lebih menekankan pada kategori konflik yang terjadi antara ketaatan beragama atau meninggalkan ajaran agama pada homoseksual. Alasan peneliti lebih menekankan pada kategori tersebut adalah karena para homoseksual yang merasa identitasnya sebagai homoseksual yang menyalahi norma-norma agama akan mengalami konflik untuk membuat diri mereka.memilih agar tetap menjalankan agama mereka atau meninggalkan ajaran agama mereka. Hal ini akan berdampak pada strategi coping yang akan dipilih oleh homoseksual terhadap konflik identitasnya sebagai homoseksual dalam mengambil sikap tentang ajaran keagamaan. 5. Coping a. Definisi Coping Coping adalah proses untuk menata tuntutan yang dianggap membebani atau melebihi kemampuan sumber daya manusia (Lazarus & Folkman dalam Taylor, Peplau & Sears, 2009). Coping kejadian yang menekan adalah proses yang dinamis (Aspinwall & Taylor dalam Taylor, Peplau & Sears, 2009). Coping

13 20 kejadian yang menekan dimulai dengan penilaian terhadap situasi yang harus mereka atasi. b. Jenis Coping Menurut Lazarus dkk (dalam Taylor, 2003) jenis coping dibagi menjadi dua tipe umum yaitu: i. Emotional focused coping, yaitu digunakan untuk mengatur respon emosional terhadap stress. Pengaturan ini dilakukan melalui perilaku individu untuk meniadakan fakta-fakta yang tidak menyenangkan melalui strategi kognitif, ketika individu tidak mampu mengubah kondisi yang stressful, individu akan cenderung untuk mengatur emosinya. ii. Problem focused coping, yaitu untuk mengurangi stressor, individu akan mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan yang baru. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya yakin dapat mengubah situasi. c. Strategi Coping Berdasarkan penelitian-penelitian lanjutan yang dilakukan Lazarus & Folkman (dalam Taylor, 2003), kedua jenis coping yaitu emotional focused coping dan problem focused coping dibagi lagi menjadi delapan bagian strategi coping (Lazarus dkk dalam Taylor, 2003) yaitu: i. Playful Problem Solving (problem focused coping) Individu menganalisa situasi yang dihadapi sehingga memperoleh cara-cara yang diperlukan untuk mengatasi masalah kemanusiaan, melakukan tindakan nyata untuk mengatasi masalah.

14 21 ii. Controntatif Coping (problem focused coping) Ciri dari tindakan ini adalah adanya tindakan asertif yang pada akhirnya seringkali berubah menjadi tindakan agresif untuk merubah situasinya. iii. Seeking Social Support (emotion or problem focused coping) Individu akan berusaha memperoleh informasi atau dukungan emosional dari orang lain. iv. Distancing (emotion focused coping) Usaha individu untuk menghindar atau menjauhkan diri dari situasi stressful atau usaha dari sudut pandang yang positif. v. Escape-avoidance (emotion focused coping) Individu berharap agar permasalahan yang ada segera berakhir atau bertindak secara nyata atau melarikan diri dari permasalahannya tersebut. vi. Positive Repraisal (emotion focused coping) Usaha individu untuk mencari sisi positif dari situasi yang bertujuan untuk mencapai pertumbuhan pribadi yang terkadang dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat rohani (religi). vii. Self-control (emotion focused coping) Usaha seseorang untuk mengatur tindakan dan emosi yang berkaitan dengan situasi yang dihadapi. viii. Accepting Responsibility (emotion focused coping) Pengakuan masalah yang dibuat individu sehingga masalah-masalah itu terjadi.

15 22 B. Perspektif Teoretis Identitas Agama Seksual Islam Homoseksual Gay Konflik Identitas Coping Keterangan: Terdiri dari Menghasilkan Diberikan Gambar 1. Skema Perspektif Teoretis

16 23 Menurut Erickson (dalam Papalia & Old, 2001) identitas diri adalah proses menjadi seseorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup. Identitas pada dasarnya merujuk pada refleksi dari diri kita sendiri dan persepsi orang lain terhadap diri kita. Terdapat beberapa jenis identitas yang diungkapkan oleh Nakayama & Martin (2009) salah satunya adalah identitas agama dan identitas seksual. Identitas agama merupakan dimensi yang penting dalam identitas seseorang. Identitas agama ditandai dengan adanya ritual yang dilakukan oleh pemeluk agama tersebut. Identitas agama juga ditandai dengan busana yang dipakai. Di Indonesia sendiri memiliki banyak agama yang dapat dianut oleh masyarakat, salah satu agama terbesar yang dianut oleh masyarakat Indonesia adalah agama Islam. Identitas seksual merupakan identifikasi seseorang dengan berbagai kategori seksualitas. Bisa berupa heteroseksual, gay, lesbian, dan biseksual. Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan kepada identitas seksual sebagai homoseksual gay. Gay merupakan istilah untuk menyebutkan lelaki yang menyukai sesama lelaki sebagai pasangan seksual, serta memiliki ketertarikan baik secara perasaan atau erotik, baik secara dominan maupun eksklusif dan juga dengan ataupun tanpa adanya hubungan fisik (Putri, 2013). Identitas keagamaan dan identitas seksual sebagai homoseksual merupakan dua hal yang saling bertolak belakang. Dalam identitas keagamaan, semua agama mengatakan bahwa menentang keberadaan dari identitas seksual sebagai homoseksual. Salah satu agama yang dominan menentang adanya identitas seksual sebagai homoseksual adalah agama Islam. Terdapat tokoh agama konservatif yang menyatakan bahwa homoseksual adalah kelompok yang menyalahi fitrah penciptaan manusia, homoseksual merupakan perbuatan yang keji yang dapat merusak agama, kehormatan dan mental masyarakat (Az-

17 24 Zulfi dalam Okdinata, 2009). Dari pertentangan-pertentangan tersebut kemudian timbulah suatu konflik. Konflik secara umum bisa diartikan adanya pertentangan antara motif dan dua tujuan eksternal atau antara motif dan norma internal seseorang (Atkinson, 1983a). Seringkali konflik antara motif dan norma internal lebih sulit diselesaikan dibandingkan konflik dua tujuan eksternal. Konflik identitas yang dialami oleh homoseksual salah satunya gay tersebut kemudian akan membuat para gay mengalami perasaan yang tertekan sehingga diperlukan suatu strategi coping untuk mengatasinya. Coping adalah proses untuk menata tuntutan yang dianggap membebani atau melebihi kenmampuan sumber daya kita (Lazarus & Folkman dalam Taylor, Peplau & Sears, 2009). Terdapat dua strategi coping secara umum yaitu usaha pemecahan masalah yang artinya usaha untuk melalukan sesuatu yang konstruktif guna mengubah situasi stress dan strategi coping yang berupa pengaturan emosi yang artinya usaha untuk menata reaksi emosi terhadap kejadian stressor (Stanton, Kirk, Cameron & Danoff-Burg dalam Taylor, Peplau dan Sears, 2009). Konflik identitas bagi gay Muslim tersebut menimbulkan permasalahan yaitu perasaan tertekan dan kebingungan sehingga diperlukan suata strategi coping yang efektif agar para gay Muslim tersebut dapat bertahan dengan dua identitas yang saling bertentangan. Sama halnya dengan heteroseksual, homoseksual pun mempunyai hak dalam menganut dan menjalankan agama dengan bebas sehingga strategi coping dirasa perlu agar dapat memberikan kekuatan bagi gay Muslim dalam menghadapi konflik identitas.

18 25 C. Pertanyaan Utama Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka pertanyaan utama dari penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana bentuk konflik identitas pada gay Muslim? 2. Bagaimana bentuk perilaku gay Muslim dalam menjalankan perilaku keagamaan? 3. Bagaimana coping gay Muslim terhadap konflik identitas?

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang selalu membawa pengaruh positif dan negatif. Dampak perkembangan yang bersifat positif selalu dapat

Lebih terperinci

Gambaran Coping Gay Muslim terkait Konflik Identitas

Gambaran Coping Gay Muslim terkait Konflik Identitas Gambaran Coping Gay Muslim terkait Konflik Identitas Made Dwi Faradina Antari Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Abstrak Menurut Erickson (dalam Papalia & Old, 2001) identitas

Lebih terperinci

berbeda saat ia berada di SMA, ia sadar bahwa ia merasakan ketertarikan dengan teman-teman perempuannya, informan merasa wanita itu perlu

berbeda saat ia berada di SMA, ia sadar bahwa ia merasakan ketertarikan dengan teman-teman perempuannya, informan merasa wanita itu perlu 63 BAB V PENUTUP 5.1. Pembahasan Identitas seksual adalah apa yang orang katakan mengenai kita berkaitan dengan perilaku atau orientasi seksual kita, kita benarkan dan percaya sebagai diri kita. Jika seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya penyakit Lupus. Penyakit ini merupakan sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi dan bersosialisasi. Karena manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Perkembangan isu gay di Indonesia meskipun tidak dikatakan pesat, kini masyarakat mulai menyadari akan adanya keberadaan kaum gay disekitar mereka. Data yang dilansir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seksualitas merupakan salah satu topik yang bersifat sensitif dan kompleks. Istilah ini menyangkut hal-hal pribadi dan dipengaruhi oleh banyak aspek kehidupan individu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Orientasi Seksual a. Pengertian Orientasi Seksual Setiap individu memiliki suatu ketertarikan, baik secara fisik maupun emosional

Lebih terperinci

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis.

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis. BAB 2. SEKSUALITAS Apa itu Seks dan Gender? Sebelum kita melangkah ke apa itu seksualitas, pertanyaan mengenai apa itu Seks dan Gender serta istilah lain yang berkaitan dengan nya sering sekali muncul.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Homoseksualitas adalah salah satu fenomena sosial yang kontroversial sekaligus menarik untuk didiskusikan. Di Indonesia sendiri, homoseksualitas sudah meranah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak diciptakannya manusia pertama yang dikenal dengan Adam dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejak diciptakannya manusia pertama yang dikenal dengan Adam dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diciptakannya manusia pertama yang dikenal dengan Adam dan Hawa, sejak saat itu pula orang mengetahui bahwa manusia diciptakan secara berpasang-pasangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila

BAB I PENDAHULUAN. seksual kepada sesama jenisnya, disebut gay bila laki-laki dan lesbian bila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia orientasi seksual yang umum dan diakui oleh masyarakat kebanyakan adalah heteroseksual. Namun tidak dapat dipungkiri ada sebagian kecil dari masyarakat

Lebih terperinci

COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA

COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Psikologi Diajukan oleh : ANDRI SUCI LESTARININGRUM F 100

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep koping 1.1. Pengertian mekanisme koping Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial, dimana manusia tersebut tidak dapat hidup sendiri melainkan membutuhkan orang lain dalam menjalankan kehidupannya. Seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Penelitian Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orientasi seksual mengacu pada pola abadi emosional, atraksi romantis, dan seksual dengan laki-laki, perempuan, atau kedua jenis kelamin. Orientasi seksual

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasar kodratnya, manusia ditakdirkan berpasang-pasangan membangun keluarga melalui pernikahan lalu memiliki keturunan dan terkait dengan kecenderungan seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Mengatasi Stress / Coping Stress Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Coping Stress Coping Proses untuk menata tuntutan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu : 5.1.1. Indikator Identitas Diri Menurut subjek SN dan GD memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi sesama manusia. Manusia membutuhkan manusia lainnya sebagai pemenuhan kebutuhan lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal dan keberadaannya disadari sebagai sebuah realita di dalam masyarakat dan menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian ini. Selanjutnya juga akan dipaparkan hasil diskusi dan saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis

Lebih terperinci

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE Dalam bab ini, penulis menguraikan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini dan selanjutnya teori yang telah diuraikan digunakan sebagai acuan pada penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerimaan masyarakat terhadap kelompok berorientasi homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial. Mayoritas masyarakat menganggap homoseksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Homoseksual adalah orang yang konsisten tertarik secara seksual, romantik, dan afektif terhadap orang yang memiliki jenis kelamin sama dengan mereka (Papalia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan jenis manusia menjadi dua yaitu pria dan wanita. Setiap individu, baik pria maupun wanita memiliki peran masing-masing serta mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia secara umum menyukai orang yang memiliki karakteristik sama dan tidak menyukai orang yang memiliki karakteristik berbeda dengan mereka (Baron, Byrne

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu 19 BAB II LANDASAN TEORI A. Biseksual 1. Definisi Biseksual Krafft-Ebing, salah seorang seksologis Jerman menyebut biseksual dengan sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seorang wanita dalam kehidupan berkeluarga memiliki peran sebagai seorang istri dan sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia, setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi dalam beberapa fase,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu

BAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu sendiri dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Coping berasal dari kata cope yang dapat diartikan menghadang, melawan ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masih belum kita lupakan kasus yang menimpa Very Idham. Henyansyah, atau dikenal dengan panggilan Ryan dimana Ryan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Masih belum kita lupakan kasus yang menimpa Very Idham. Henyansyah, atau dikenal dengan panggilan Ryan dimana Ryan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masih belum kita lupakan kasus yang menimpa Very Idham Henyansyah, atau dikenal dengan panggilan Ryan dimana Ryan adalah seorang tersangka pembunuhan berantai di Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki atau perempuan. Secara biologis manusia dengan mudah dibedakan

Lebih terperinci

Bab 4. Simpulan dan Saran. disimpulkan bahwa tokoh Ruka Kishimoto dalam serial drama Jepang Last Friends

Bab 4. Simpulan dan Saran. disimpulkan bahwa tokoh Ruka Kishimoto dalam serial drama Jepang Last Friends Bab 4 Simpulan dan Saran 4.1 Simpulan Berdasarkan analisis data yang penulis lakukan pada bab analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa tokoh Ruka Kishimoto dalam serial drama Jepang Last Friends merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orientasi seksual yang dikenal dan diketahui masyarakat Indonesia pada umumnya hanya ada satu jenis saja, yakni heteroseksual atau pasangan yang terdiri dari dua orang

Lebih terperinci

UKDW BAB I : PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

UKDW BAB I : PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I : PENDAHULUAN I. Latar Belakang Keberagaman merupakan sebuah realitas yang tidak dapat dipisahkan di dalam dunia. Terkadang keberagaman menghasilkan sesuatu yang indah, tetapi juga keberagaman dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia remaja merupakan dunia yang penuh dengan perubahan. Berbagai aktivitas menjadi bagian dari penjelasan usianya yang terus bertambah, tentu saja karena remaja yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang tabu bagi beberapa orang. seksualitas mereka. Kemunculan mereka bukannya datang tiba-tiba.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang tabu bagi beberapa orang. seksualitas mereka. Kemunculan mereka bukannya datang tiba-tiba. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dewasa ini, fenomena homoseksualitas semakin marak. Bukan hanya di luar negeri, tetapi fenomena ini juga berlaku di Indonesia. Baik itu lesbian ataupun gay. Baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Personal Adjustment 1. Definisi Personal Adjustment Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah sebuah proses psikologis yang dijalani seseorang yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Alfan Nahareko F 100 030 255 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat pederitanya merasa bahwa identitas gendernya (sebagai laki-laki atau perempuan) tidak sesuai dengan anatomi biologisnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat disembuhkan, salah satu jenis penyakit tersebut adalah Diabetes Mellitus (DM). DM adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerima pesan atau yang biasa disebut dengan komunikan.manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penerima pesan atau yang biasa disebut dengan komunikan.manusia merupakan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan dari komunikator dengan menggunakan berbagai media dan sarana sehingga dapat diterima oleh sang penerima pesan

Lebih terperinci

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu modal utama yang harus dimiliki oleh setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang sehat, maka

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditariklah suatu kesimpulan yaitu : 5.1.1 Indikator kepuasan Seksual Subyek A, B dan C menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog Jerman Karoly Maria Benkert. Walaupun istilah ini tergolong baru tetapi diskusi tentang seksualitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Penelitian Karakteristik responden dilihat berdasarkan tahun angkatan dan program studi. Tabel 4.1 Karakteristik Responden Penelitian Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Formation. Marcia menyatakan bahwa pembentukan identitas diri dapat digambarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Formation. Marcia menyatakan bahwa pembentukan identitas diri dapat digambarkan 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Formation 1. Pengertian Identity Formation Marcia (1993) menyatakan bahwa identity formation atau pembentukan identitas diri merupakan: Identity formation involves

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ditinjau dari segi bahasa kata waria adalah singkatan dari wanita dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ditinjau dari segi bahasa kata waria adalah singkatan dari wanita dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi bahasa kata waria adalah singkatan dari wanita dan pria. Istilah lain waria adalah wadam atau wanita adam. Ini bermakna pria atau adam yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan BAB V PENUTUP Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kesimpulan dan saran sebagai penutup dari pendahuluan hingga analisa kritis yang ada dalam bab 4. 5.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Masa ini harus dilalui oleh setiap orang. Namun ternyata tidak mudah dan banyak terdapt

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan komunitas homoseksual ini sebenarnya telah diakui oleh Indonesia, antara lain dengan adanya Peraturan Menteri Sosial No.8 / 2012 yang memasukan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Pratama Abadi Industri adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan sepatu. PT. Pratama Abadi Industri adalah PMA Korea yang berdiri semenjak tahun 1989 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan otomotif khususnya mobil, akan terus berusaha untuk memproduksi unit-unit mobil dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi BAB II LANDASAN TEORI A. STRES 1. Definisi Stres Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi fisik dan lingkungan sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stress disebut stressor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia diatas enam belas tahun berpendapat sama mengenai hubungan sesama jenis

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia diatas enam belas tahun berpendapat sama mengenai hubungan sesama jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Homoseksual (Lesbian) merupakan masalah yang kompleks, menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia baik sosial maupun agama. Hawari (2009) menyatakan bahwa istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendapatkan pasangan hidup yang terbaik, tentu menjadi harapan setiap manusia. Pasangan hidup saling membutuhkan kasih sayang, perhatian dan kecukupan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari penjajahan. Walaupun terbebas dari penjajahan, seluruh warga negara Indonesia harus tetap

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kelompok berdasarkan atribut khas seperti ras, kesukubangsaan, agama, atau

BAB V PEMBAHASAN. kelompok berdasarkan atribut khas seperti ras, kesukubangsaan, agama, atau BAB V PEMBAHASAN A. Bentuk - bentuk Diskriminasi yang Dialami Penghayat Kapribaden di Dusun Kalianyar Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan yang tidak adil dan tidak seimbang yang dilakukan untuk membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. dalam jenis paguyuban atau gemeinschaft, tepatnya paguyuban karena solidaritas.

BAB IV ANALISA. dalam jenis paguyuban atau gemeinschaft, tepatnya paguyuban karena solidaritas. BAB IV ANALISA A. Keberadaan Kaum Gay Dalam klasifikasi kelompok sosial Komunitas Adinata Family termasuk dalam jenis paguyuban atau gemeinschaft, tepatnya paguyuban karena solidaritas. Sebab komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan McMullin (1992) (dikutip dalam Siahaan, 2009: 47) mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. dan McMullin (1992) (dikutip dalam Siahaan, 2009: 47) mengungkapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Homoseksual merupakan suatu realitas sosial yang semakin berkembang dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan homoseksual telah muncul seiring dengan sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja tidak dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan tidak dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10

Kesehatan Mental. Mengatasi Stress/Coping Stress MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 10 MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental Mengatasi Stress/Coping Stress Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 10 MK61112 Aulia Kirana, M.Psi., Psikolog Abstract Dalam perkuliahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan dengan usaha menyeluruh, yaitu usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waria merupakan salah satu jenis manusia yang belum jelas gendernya. Kehidupan waria sama dengan manusia lainnya. Selaras dengan kodrat manusia sebagai makhluk

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Erikson (dalam Lahey, 2009), mengungkapkan individu pada masa remaja akan mengalami konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang paling penting yang dihadapi oleh manusia adalah kebutuhan untuk mendefinisikan diri sendiri, khususnya dalam hubungannya dengan orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Koping Religius. menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Koping Religius. menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Koping Religius A. Koping Religius Proses yang digunakan seseorang untuk menangani tuntutan yang menimbulkan masalah dinamakan koping. Koping adalah kemampuan mengatasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya

BAB I PENDAHULUAN. adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi dunia mempengaruhi banyak bidang kehidupan, salah satunya adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya media Eropa ke Asia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan yang akan di laluinya, dan salah satu adalah periode masa remaja. Masa remaja ini di sebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbandingan dan memudahkan dalam melakukan penelitian. Berikut ini adalah. tabel penelitian terdahulu yang penulis gunakan:

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbandingan dan memudahkan dalam melakukan penelitian. Berikut ini adalah. tabel penelitian terdahulu yang penulis gunakan: 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai perbandingan dan memudahkan dalam melakukan penelitian. Berikut ini adalah tabel

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci