Disusun Oleh : H PROGRAM FAKULTA. commit to user

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Disusun Oleh : H PROGRAM FAKULTA. commit to user"

Transkripsi

1 SERTIFIKASI BENIH PADI HIBRIDA DI BALAI PENGAWASAN DAN SERTIFIKASI BENIH JAWAA TENGAH TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagian Persyarata n Guna Memperoleh Derajat Ahli Madya Pertanian Di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan / Program Studi Agribisniss Hortikultura Dan Arsitektur Pertamanan Disusun Oleh : DANIEL BAYU P H PROGRAM DIPLOMA III AGRIBISNISS HORTIKULTURA DAN ARSITEKTUR PERTAMANAN FAKULTA S PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELASS MARET SURAKARTA 2011 PENGESAHAN

2 Yang bertanda tangan di bawah ini telah membaca Laporan Tugas Akhir dengan Judul : SERTIFIKASI BENIH PADI HIBRIDA DI BALAI PENGAWASAN DAN SERTIFIKASI BENIH JAWA TENGAH Yang dipersiapkan dan disusun oleh : Daniel Bayu P H Telah dipertahankan di depan dosen penguji pada tanggal :... Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima. Ketua Penguji Anggota Ir. Djoko Mursito, MP. NIP Drs. Sugijono. MP. NIP Surakarta, Mei 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta Fakultas Pertanian Dekan, Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS. NIP

3 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas taufik dan hidayatnya penulis mampu menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini. Dalam menyelesaikan penulisan laporan Tugas Akhir ini tentunya tidaklah lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Ir. Heru Irianto, MM selaku Ketua Program Studi DIII Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Ir. Panut Sahari, MP selaku Ketua Minat Program Studi DIII Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Bapak Ir. Djoko Mursito, MP selaku Dosen Pembimbing. 5. Bapak Kepala Pimpinan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Jawa Tengah. 6. Ayah, Ibu serta semua keluarga yang ada di rumah, terima kasih atas semua kasih sayang dan dorongan semangat yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang menuju sempurnanya laporan ini senantiasa kami harapkan. Akhir kata, penulis mohon maaf bila dalam laporan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bemanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca semua pada umumnya. Surakarta, Mei 2011 Penyusun

4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Tujuan Umum Tujuan Khusus... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 III. TATALAKSANA PELAKSANAAN A. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan Tempat Pelaksanaan Magang Waktu Pelaksanaan Magang B. Cara Pelaksanaan Metode Dasar Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Metode Analisis Usaha Tani IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Sejarah Berdirinya Lokasi Keadaan kebun dan Laboratorium Administrasi dan Manajemen B. Usaha Tani C. Pembahasan V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA

5 LAMPIRAN

6 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini produksi benih padi berlangsung melalui sistem Jalur Benih Antar-Lapang dan Musim atau lebih populer disebut Jabalsim. Dalam sistem Jabalsim, produsen atau sumber benih adalah penangkar berskala usaha kecil yang jumlahnya masih terbatas dan petani yang menanam padi hibrida untuk tujuan konsumsi. Sistem Jabalsim berperan penting dalam penyediaan benih padi mengingat benih yang diproduksi tidak perlu disimpan lama, sehingga resiko menurunnya daya tumbuh benih dapat dihindari dan sumber benih dekat dengan lokasi pengembangan padi. Benih yang dihasilkan tergantung pada kualitas benih dan cara penanamannya, serta keadaan alam. Biji yang terpilih untuk dijadikan benih dijemur kembali menggunakan alas berupa tikar, terpal, atau plastik dengan ketebalan benih 2-3cm, pada pukul selama 2-3 hari hingga berkadar air 9-10%. Benih dikemas dalam kantong plastik dengan ketebalan 0,08 mm dan kapasitas 5 kg per kemasan. Benih kemudian disimpan pada ruangan yang kondusif (tidak lembab, tidak bocor, aman dari gangguan hama). Di tempat penyimpanan, kantong plastik yang berisi benih tersebut ditaruh pada balok kayu agar tidak menyentuh lantai semen atau lantai tanah. Untuk skala besar, benih dapat disimpan pada ruangan ber-ac, khususnya dalam pengeringan benih dengan sinar matahari (Imran, 2002). Ketersediaan benih yang bermutu dalam jumlah banyak, cepat dan seragam merupakan langkah awal untuk menunjang pengembangan tanaman. Keberhasilan pengembangan varietas unggul padi hibrida ditentukan oleh berbagai aspek, terutama ketersediaan benih dan mutu benih itu sendiri. Penggunaan benih bermutu tinggi merupakan prasyarat utama dalam budi daya padi hibrida. Oleh karena itu, pengembangan varietas unggul menuntut penyediaan benih yang bermutu tinggi dalam jumlah yang cukup dan tersedia tepat waktu (Anonim, 2004). Persyaratan dan tata cara sertifikasi benih bina tanaman pangan merupakan pedoman sertifikasi secara umum, dan sekaligus merupakan tindak lanjut penerapan di lapangan terhadap ketentuan-ketentuan mengenai sertifikasi benih

7 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39/Permentan/OT.140/8/2006. Sampai saat ini Indonesia masih mengimpor indukan benih hibrida dari China dan India. Oleh karena itu benih padi hibrida sangat potensial untuk dikembangkan, asal dikembangkan dengan berbasis pada teknologi petani dan tetap mengacu pada ketentuan-ketentuan sertifikasi benih padi yang telah ditentukan oleh pemerintah. Berdasarkan uraian di atas, dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini penulis akan membahas yang berkaitan tentang benih padi hibrida dengan judul Sertifikasi Benih Padi Hibrida di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Jawa Tengah. B. Tujuan 1. Tujuan Umum a. Meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai hubungan antara teori dengan penerapannya di dunia kerja (lapangan) serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat merupakan bekal bagi mahasiswa setelah terjun di masyarakat. b. Meningkatkan ketrampilan dan pengalaman kerja di bidang agribisnis. c. Meningkatkan wawasan mahasiswa tentang berbagai kegiatan agribisnis. d. Meningkatkan hubungan antara perguruan tinggi dengan Instansi pemerintah, perusahaan swasta dan masyarakat, dalam rangka meningkatkan kualitas Tri Darma Perguruan Tinggi. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui dan memahami secara langsung tentang sertifikasi benih Padi Hibrida yang dilakukan di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Jawa Tengah. b. Memperoleh pengalaman kerja secara langsung sehingga dapat membandingkan antara teori yang telah diperoleh dengan aplikasinya di lapangan khususnya tentang sertifikasi benih padi hibrida.

8

9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sertifikasi Benih Sertifikasi benih adalah suatu sistem atau mekanisme pengujian benih berkala untuk mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasi perbanyakan dan produksi benih. Sertifikasi benih merupakan sistem berbadan resmi untuk perbanyakan dan produksi benih yang terkontrol. Tujuannya adalah untuk memelihara dan menyediakan benih serta bahan perbanyakan tanaman bermutu tinggi dari varietas berdaya hasil tinggi bagi masyarakat sehingga dapat ditanam dan didistribusikan dengan identitas genetik yang terjamin. Dengan kata lain, tujuan sertifikasi benih adalah untuk memberikan jaminan bagi pembeli benih (petani atau penangkar benih) tentang beberapa aspek mutu yang penting, yang tidak dapat ditentukan dengan segera, dengan hanya memeriksa benihnya saja. Penerimaan manfaat dari sertifikasi benih adalah perkembangan pertanian karena sistem dan program sertifikasi benih yang efektif memungkinkan benih bermutu tinggi tersedia bagi petani. Pedagang benih memperoleh manfaat karena benih yang disertifikasi merupakan sumber pasokan benih yang otentik dan tinggi mutunya. Produsen benih memperoleh manfaat karena sertifikasi benih memungkinkan tersedianya program pengendalian mutu yang ketat, yang lazimnya di luar kemampuannya. Petani memperoleh manfaat karena dapat mengharapkan bahwa benih bersertifikat yang dibelinya akan memiliki sifat-sifat varietas yang diinginkan (Mugnisjah,1991). Adapun kegiatan-kegiatan dalam proses sertifikasi benih yaitu cek plot, pemeriksaan lapang pendahuluan, pemeriksaan lapang fase vegetatif, pemeriksaan lapang fase berbunga/generatif, pemeriksaan lapang fase menjelang panen, pengambilan contoh benih, dan pemeriksaan alat panen dan pengolahan. Cek plot/perbandingan tanaman adalah suatu kegiatan percobaan lapangan untuk membandingkan hasil pengujian di laboratorium dengan kenampakan fisik tanaman di lapangan, dalam rangka menunjang operasional sertifikasi benih, khususnya yang berkaitan dengan campuran varietas lain. Kegiatan ini dapat dijadikan sebagai pembanding terhadap areal sertifikasi. Benih Bersertifikat adalah benih yang proses produksinya melalui sertifikasi benih, sertifikasi sistem manajemen mutu dan / atau sertifikasi produk.

10 Dalam peraturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39/Permentan/OT.140/8/2006 adalah sebagai berikut : 1. Benih Bina adalah benih dari varietas unggul yang telah dilepas, yang produksi dan peredarannya diawasi. 2. Benih Tanaman yangs selanjutnya disebut benih adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan /atau mengembang biakkan tanaman. 3. Benih Bersertifikat adalah benih yang proses produksinya melalui sertifikasi benih, sertifikasi sistem manajemen mutu dan / atau sertifikasi produk. 4. Sertifikasi Benih adalah proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui pemeriksaan lapangan dan atau pengujian, pengawasan serta memenuhi semua persyaratan dan standar benih bina. 5. Sertifikat Benih Bina adalah dokumen yang menyatakan kesesuaian antara hasil kegiatan sertifikasi benih bina dengan persyaratan dan standar mutu benih bina. 6. Produsen Benih Bina adalah perorangan, badan hukum atau instansi pemerintah yang melakukan proses produksi benih bina. 7. Varietas adalah bagian dari suatu jenis yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan, daun, bunga, buah, biji dan sifat-sifat lain yang dapat dibedakan dalam jenis yang sama. 8. Varietas Lain adalah tanaman atau benih yang dapat dibedakan dari varietas yang merupakan sifat-sifat dari varietas itu sebagaimana yang telah ditetapkan dalam deskripsi. 9. Perbanyakan Vegetatif adalah perbanyakan tanaman tidak melalui perkawinan. 10. Perbanyakan Generatif adalah perbanyakan tanaman melalui perkawinan sel-sel reproduksi. 11. Tipe Simpang adalah tanaman atau benih yang menyimpang dari sifat-sifat suatu varietas sampai diluar batas kisaran yang telah ditetapkan oleh pemulia. 12. Segregan/Varian adalah benih atau turunan yang menunjukkan ciri-ciri berbeda dari varietas, namun dari latar belakang genetisnya dapat diduga sebagai bagian dari varietas yang telah dilepas sehingga varian tidak dianggap sebagai tipe simpang. 13. Benih Penjenis (Breeder Seed) adalah benih yang diproduksi di bawah pengawasan pemulia yang bersangkutan dengan prosedur baku yang memenuhi sertifikasi sistem mutu sehingga tingkat kemurnian genetik varietas (true-totype) terpelihara dengan sempurna.

11 14. Benih Dasar adalah keturunan pertama dari Benih Penjenis yang memenuhi standar mutu kelas Benih Dasar. 15. Benih Pokok adalah keturunan pertama dari Benih Dasar atau Benih Penjenis yang memenuhi standar mutu kelas Benih Pokok. 16. Benih Sebar adalah keturunan pertama dari Benih Pokok, Benih Dasar atau Benih Penjenis yang memenuhi standar mutu kelas Benih Sebar. 17. Benih Hibrida adalah keturunan pertama (F1) yang dihasilkan dari persilangan antara 2 (dua) atau lebih tetua pembentuknya dan/atau galur induk/non hibrida homozigot. 18. Materi Induk adalah tanaman dan/atau bagiannya yang digunakan sebagai bahan perbanyakan benih. 19. Galur adalah kelompok tanaman yang sudah seragam (homozigot). 20. Varietas Padi Non Hibrida (Bukan Hibrida) adalah varietas padi yang produksi benihnya dilakukan melalui penyerbukan sendiri dan terjadi secara alami. 21. Galur Mandul Jantan atau CMS (Cytoplasmic Male Sterile) yang juga disebut Galur A, adalah galur yang mempunyai tepungsari mandul sehingga tidak mampu menyerbuk sendiri. 22. Galur Pelestari atau Maintainer yang juga disebut Galur B, adalah galur pasangan galur A sebagai sumber tepungsari dalam produksi benih galur A. 23. Galur Pemulih Kesuburan atau Restorer yang juga disebut Galur R, adalah galur yang mempunyai kemampuan memulihkan kesuburan (tepungsari) galur CMS, sehingga digunakan sebagai sumber tepungsari dalam produksi benih padi hibrida. 24. Galur Tetua adalah galur yang digunakan untuk memproduksi benih padi, hibrida, terdiri dari galur A, galur B, dan galur R. 25. Pemeriksaan Lapangan Sistem Check Plot (Perbandingan Tanaman) adalah suatu kegiatan untuk mengevaluasi keaslian dan kemurnian varietas dengan menanam benih varietas tersebut dan membandingkannya dengan tanaman yang berasal dari contoh benih otentik. 26. Standar Mutu adalah spesifikasi teknis benih bina yang baku mencakup mutu fisik, genetik, fisiologis dan atau kesehatan benih 27. Label adalah keterangan tertulis yang diberikan pada benih atau benih yang sudah dikemas yang memuat tempat asal benih, jenis, varietas, kelas benih, data mutu bersih, akhir masa edar benih commit dan atau to user berat/jumlah benih.

12 28. Voluntir adalah tanaman yang tumbuh pada areal penangkaran benih, yang berasal dari tanaman musim sebelumnya. 29. Asesmen adalah penilaian kesesuaian terhadap standar yang telah ditetapkan. 30. Survailen adalah suatu kegiatan untuk melakukan penilaian apakah sistem mutu yang telah disetujui diterapkan secara berkesinambungan atau tidak. 31. Asesmen Ulang adalah kegiatan asesmen untuk perpanjangan Sertifikat Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu. B. Pengertian Padi Hibrida Hibrida adalah produk persilangan antara dua tetua padi yang berbeda secara genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat, maka hibrida turunannya akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi daripada kedua tetua tersebut. Dalam biologi, hibrida memiliki tiga arti. 1. Hibrida merupakan keturunan (zuriat, progeni) dari dua varietas, subspesies, spesies, atau dua genus yang berbeda. Untuk dua yang pertama, hibridanya disebut hibrida intraspesifik, untuk yang ketiga disebut hibrida interspesifik, dan yang terakhir disebut intergenerik. 2. Hibrida merupakan silangan antarpopulasi, antarkultivar, atau antargalur hibrida dalam suatu spesies. Pengertian ini sering dipakai dalam pemuliaan tanaman (artikel varietas hibrida). 3. Hibrida memiliki arti berbeda di bidang biologi molekular, lihat hibridisasi (biologi molekular). Dalam pertanian, yang dimaksud dengan varietas hibrida adalah tipe kultivar yang berupa keturunan langsung dari persilangan antara dua atau lebih populasi pemuliaan. Populasi pemuliaan yang dipakai dapat berupa varietas bersari bebas (baik sintetik maupun komposit) ataupun galur/lini. Varietas hibrida dibuat untuk mengambil manfaat dari munculnya kombinasi yang baik dari tetua yang dipakai. Jagung hibrida dan padi hibrida memiliki daya tumbuh yang lebih tinggi, relatif lebih tahan penyakit, dan potensi hasilnya lebih tinggi. Ini terjadi karena munculnya gejala heterosis yang hanya dapat terjadi pada persilangan. Pada kelapa hibrida, gejala heterosis tidak dimanfaatkan, tetapi dua sifat baik dari kedua tetua yangtergabung pada keturunannya dimanfaatkan. Kelapa sawit yang dibudidayakan juga merupakan hibrida dengan alasan yang sama.

13 Pada prinsip rangkian proses produksi benih padi hibrida sama dengan produksi benih padi bersetifikat. Perbedaan terdapat pada tahapan penyiapan galur induk jantan dan betina yang berasal dari jenis yang berbeda sifat genetiknya. Sebagai contoh adalah jantan mempunyai sifat genetik produksinya tinggi (diatas 5 ton per hektar) sedangkan induk betina mempunyai sifat genetik enak rasanya. Pada umumnya persilangan kedua galur jantan dan betina ini sudah diuji berulang kali melalui penelitian yang panjang. Teknologi produksi benih hibrida sangat berbeda dari varietas non hibrida. Benih hibrida harus diproduksi setiap musim tanam, dan dipertahankan kemurnian genetiknya hingga lebih dari 98% agar dicapai hasil yang memuaskan. Sebagai contoh kasus produksi benih hibrida akan disampaikan berdasarkan hasil penelitian IRRI (International Rice Research Institute) yang berlokasi di Filipina yaitu varietas Magat (PSB Rc26H, lama penanaman 110 hari dengan rata-rata produksi 5.6 ton/ha), Metsizo (PSB Rc72H dengan waktu penanaman 123 hari dan rata-rata hasil 5.4 t/ha) dan Panay (PSB Rc76H dengan waktu penanaman selama 106 hari dan hasil produksi rata-rata 4.8 t/ha). Benih padi hibrida dihasilkan ketika sel telur dari induk betina buahi oleh serbuksari dari anther varietas yang berbeda atau galur yang digunakan sebagai induk jantan. Hasil persilangan kedua induk tersebut disebut sebagai First Generation atau turunan generasi pertama atau first filial generation dan dikenal dengan istilah (F1) yang merupakan hasil penyilangan antara dua varietas padi yang berbeda secara genetik. Padi hibrida pada umumnya memberi peluang hasil produksi yang lebih tinggi, IRRI (2006) Benih padi hibrida F1 menghasilkan keuntungannya sekitar 10-15% dibandingkan dengan varietas yang dihasilkan melalui persilangan sendiri. Menghadapi kondisi lahan budidaya padi yang semakin menyempit, maka penggunaan varietas hibrida merupakan salah satu solusi yang tepat. Sebelum melakukan serangkaian proses produksi benih padi hibrida, sebaiknya dianalis terlebih dahulu standar benih padi hibrida yang telah ditetapkan. Penguasaan informasi tentang standar kualitas benih dapat memudahkan pengelolaan proses kegiatan di lapangan budidaya. Sebagai contoh untuk standar kemurnian benih padi hibrida adalah 98%, artinya penangkar benih harus melakukan roguing dengan sangat seksama jangan sampai ada varietas lain yang tumbuh selain 2 varietas induk jantan dan induk betina yang direncanakan untuk disilangkan agar menghasilkan benih padi hibrida. Contoh commit to kedua user adalah tentang standar kadar air

14 maksimal 14%. Dengan adanya pengetahuan tentang informasi standar benih padi tersebut, maka penangkar benih akan melakukan kegiatan pengeringan benih sampai dengan kadar airnya 14%. 2.3.

15 III. TATALAKSANA PELAKSANAAN A. Tempat Dan Waktu Pelaksanaan 1. Tempat Pelaksanaan Magang Pelaksanaan magang dilaksanakan di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih ( BPSB ) Jawa Tengah Jl Solo-Jogja Km 15 Sraten-Gatak-Sukoharjo. 2. Waktu Pelaksanaan Magang Pelaksanaan magang ini dilaksanakan selama 1 bulan yaitu bulan yaitu dimulai pada tanggal 31 Januari 2011 sampai dengan tanggal 28 Pebruari B. Cara Pelaksanaan Adapun Metode yang digunakan dalam pelaksanaan magang ini yaitu : 1. Metode Dasar Metode dasar yang digunakan dalam penyusunan laporan adalah metode Deskriptif Analitik, yaitu metode penerapan permasalahan sehingga memusatkan perhatian pada permasalahan yang ada pada masa sekarang dan bertitik tolak dari data yang dikumpulkan, dianalisis dan disimpulkan dalam konteks teori teori yang ada dan dari penelitian terdahulu. 2. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan dan dengan pencatatan yaitu mencatat data data yang diperlukan dari sumber yang dapat dipercaya. 3. Metode Analisis Data Data yang tekumpul dianalisis dengan menggunakan tabulasi representatif yaitu dengan menganalisa data yang telah terkumpul dengan analisis kualitatif. Pada kasus kasus tertentu mahasiswa dapat pula menjelaskan secara lebih mendalam berdasarkan teori-teori atau keterangan yang relevan.

16

17

18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi 1. Sejarah Umum Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Jawa Tengah merupakan lembaga instansi pemerintah yang bertugas sebagai pengawas dan mengurusi masalah pembenihan diseluruh daerah Jawa Tengah. BPSB ini berdiri resmi pada tahun 2001 dan disyahkan oleh Dinas Pertanian Propinsi Jawa Tengah. Untuk mendirikan lembaga atau instansi seperti BPSB Jawa Tengah ini membutuhkan waktu dan biaya yang besar oleh karena itu disetiap Propinsi hanya terdapat satu instansi saja. Berikut tahapan-tahapan berdirinya BPSB Jawa Tengah. Tabel 4.1 Tahapan berdirinya BPSB Jawa Tengah. No Tahap kegiatan tahunan Keterangan Produksi benih bermutu Mulai membentuk seksi pengawasan mutu dan menyatu dengan BBI Resmi berdiri sebagai BPSB untuk 13 Propinsi Perubahan struktur menjadi Balai Pengawasan Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) Otonomi daerah menjadi BPSB Jawa Tengah Sumber : BPSB Setelah terjadi otonomi daerah BPSB Jawa Tengah resmi berdiri sebagai satusatunya lembaga instansi pemerintah yang mengawasi dan menangani masalah perbenihan diseluruh daerah Jawa Tengah. Seiring perkembangan teknologi BPSB Jawa Tengah bisa menjalankan tugas dengan baik maka pada tahun 2005 mendapat penghargaan dari pemerintah yaitu: Piagam Abdi Bakti Tani dan Piala Abdi Bakti Tani. Kantor BPSB Jawa Tengah juga dilengkapi dengan laboratorium yang sudah diakreditasikan dan dipercaya pemerintah sebagai salah satu instansi pemerintah yang menguji, mengawasi, dan menangani, kegiatan perbenihan diseluruh daerah Jawa Tengah. Lokasi kantor BPSB Jawa Tengah sangat

19 strategis yaitu berada tepat dipinggir jalan raya yang beralamatkan di Jl.Raya Solo-Jogja Km 15 Sraten gatak Sukoharja. Sehingga mudah dijangkau oleh kendaraan jalur darat. Dalam menjalankan tugasnya BPSB Jawa Tengah dibagi menjadi beberapa bagian yaitu bagian penerimaan benih, bagian sertifikasi, bagian kultivar, bagian laboratorium, bagian pemasaran, dan bagian wilayah Surakarta. 2. Letak Geografis Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Jawa Tengah (BPSB) merupakan lembaga instansi pemerintah yang bergerak dalam pengawasan dan sertifikasi benih tanaman pangan dan tanaman holtikultura yang berada diseluruh daerah Jawa Tengah. Kantor BPSB terletak Jl.Raya Solo-Jogja Km 15 Sraten gatak Sukoharja, daerah ini terletak diantara ketinggian 300 m dpl sehingga sangat strategis dijangkau oleh kendaraan darat. 3. Struktur Organisasi BPSB Struktur organisasi yang ada di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Propinsi Jawa Tengah menggunakan sistem garis lurus dengan pembagian tugas dan pertanggung jawaban yang jelas. Struktur organisasi di Balai Pengawan dan Sertifikasi Benih Propinsi Jawa Tengan adalah sebagai berikut: Kepala BPSB Propinsi Jawa Tengah Kelompok fungsional Subag TU

20 Gambar : 4.1 struktur organisasi Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Propinsi Jawa Tengah Keterangan : 1. Kepala BPSB Mengkoordinasikan seluruh kegiatan di BPSB 2. Sub Bag. TU (Tata Usaha) Mengurus seluruh kegiatan tata usaha di BPSB. 3. Kelompok Fungsional Melaksanakan pengawasan mutu dan teknis benih. 4. Seksi Pelayanan Teknis Melaksanakan kegiatan administrasi dan informasi teknis serta perencanaan dan pengelolaan secara teknis. 5. Seksi Pengembangan dan Pengendalian Mutu Melaksanakan pengembangan, pengendalian, pengawasan mutu benih dan sertifikasi serta membuat aturan yang diusulkan ke pusat.. Pembagian Tugas : SUB. BAGIAN TATA USAHA Pelaksanaan, menyiapkan bahan rencana kerja dan pengelolaan administrasi Kepegawaian, Keuangan, Dokumentasi, Perpustakaan,, perlengkapan dan Rumah Tangga, Surat menyurat serta pelaporan Balai. SEKSI PELAYANAN TEKNIS Menyiapkan bahan, rencana kegiatan teknis operasional, pelaksanaan administrasi dan kebijakan teknis operasional, pengelolaan peralatan,

21 dokumentasi dan penyampaian informasi teknis, monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan pelayanan teknis. SEKSI PENGEMBANGAN DAN PENGENDALIAN MUTU TEKNOLOGI Menyiapkan bahan, rencana kegiatan teknis operasional, pelaksanaan administrasi dan kebijakan teknis operasional, pengkajian, pengembangan, pengamanan dan pengendalian pelaksanaan pengawasan mutu dan sertifikasi benih, monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan pengembangan dan pengendalian mutu. B. Hasil dan Pembahasan Sertifikasi Benih Padi Hibrida 1. Benih yang ditanam a. Benih Penjenis (BS) berasal dari : 1) Galur mandul jantan (CMS = A x galur pelestari = B) varietas padi tanpa serbuk sari yang hidup dan berfungsi yang dianggap sebagai tetua betina dan menerima serbuksari dari tetua jantan untuk menghasilkan benih hibrida 2) Galur pelestari (Maintainer = B); 3) Galur pemulih kesuburan (restorer = R) b. Benih Dasar (BD) berasal dari : 1) Galur pelestari (Maintainer = B); 2) Galur pemulih kesuburan (Restorer = R);

22 c. Benih Sebar (BR) berasal dari hasil persilangan CMS (galur mandul jantan = A) x Restorer (pemulih kesuburan = R) 2. Area sertifikasi benih a. Areal sertifikasi benih adalah areal tanah yang harus dinyatakan dengan jelas batas-batasnya baik berupa parit, pematang, jalan maupun tanda-tanda yang jelas lainnya. b. Suatu areal sertifikasi dapat terdiri dari suatu hamparan yang terdiri dari beberapa petak atau beebrapa unit yang terpisah-pisah tetapi jarak antara satu dan lain unit tidak lebih dari 10 meter dan tidak dipisahkan oleh varietas/tanaman yang lain. c. Dalam suatu areal sertifikasi hanya dapat diproduksi benih satu varietas dan satu kelas benih. d. Kisaran waktu tanam untuk setiap galur tertua dalam satu areal CMS 5 hari, sedangkan kisaran waktu tanam untuk restorer disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Sinkronisasi saat berbunga. Kedua tetua harus berbunga pada saat yang sama. Oleh karena itu tanggal penanaman dari kedua tetua seringkali harus bervariasi 3. Persyaratan dan prosedur sertifikasi benih Persyaratan dan prosedur sertifikasi benih padi hibrida : a. Persyaratan tanah untuk sertifikasi benih Tanah yang akan digunakan untuk memproduksi benih pada hibrida bersertifikat diusahakan bekas tanaman lain atau tanah bera. Apabila areal yang digunakan bekas tanaman padi, maka produsen benih harus mampu untuk membersihkan voluntir melalui tehnologi khusus dengan ketentuan : 1) Pihak produsen mau dan mampu mengerjakan pengolahan tanah dan melakukan seleksi (roguing) secara intensif 2) Sistem tanam harus secara tandur jajar, agar memudahkan dalam perawatan tanaman dan akan tampak rapi. 3) Persemaian dan pertanaman dilakukan pada areal yang bebas voluntir b. Isolasi 1) Lahan produksi benih padi hibrida yang akan disertifikasi harus jelas terpisah dari pertanaman varietas lainnya dengan jarak paling sedikit 500 meter untuk BS, 100 meter untuk BD dan 50 meter untuk BR

23 2) Apabila isolasi jarak tidak bisa dipenuhi dapat menggunakan isolasi waktu yaitu dengan mengatur tanggal tanam sedemikian rupa sehingga saat pembungaan berbeda minimal 21 hari 3) Isolasi dapat juga menggunakan penghalang setinggi 2 meter c. Permohonan sertifikasi benih Permohonan sertifikasi benih diajukan kepada instansi penyelenggara sertifikasi benih paling lambat 10 hari sebelum tabur/tanam. Pada permohonan dilampirkan: 1) Label benih sumber yang akan ditanam 2) Sket peta lapangan d. Pemberitahuan pemeriksaan lapangan Pemberitahuan pemeriksaan lapangan harus sampai di Institusi yang menangani Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih selambat-lambatnya satu minggu sebelum waktu pemeriksaan lapangan e. Pemeliharaan tanaman sebelum pemeriksaan lapangan 1) Pada masa pertanaman aktif membentukanakan (phase vegetatif) harus dibersihkan dari rerumputan dan dilakukan seleksi (roguing) terhadap varietas lain, tipe simpang dan tanaman yang terserang hama dan penyakit sebelum pemeriksaan lapangan dilaksanakan. 2) Pembersihan dan seleksi (reguing) pada waktu pertanaman berbunga dilakukan pagi hari, setiap saat sebelum penyerbukan. Pemeriksaan lapangan phase berbunga (kedua) dilakukan 3 kali. 3) Seleksi (roguing) harus dilakukan pula sebelum pemeriksaan lapangan terakhir (phase masak). 4) Apabila pada pemeriksaan lapangan pertama dan ketiga tidak memenuhi standar lapangan, maka kesempatan mengulang masing-masing hanya dilakukan satu kali pada phase vegetatif dan masak, tetapi sebelum pemeriksaan ulangan harus diroguing terlebih dahulu. Bilamana pada pemeriksaan ulangan tidak memenuhi standar lapang, Misal dalam satu area lahan 50% padi yang ditanam sudah mati atau rusak. maka sertifikasi benih tidak bisa dilanjutkan. 5) Pada pemeriksaan phase berbunga (kedua) tidak diberi kesempatan mengulang.

24 6) Sebelum pemeriksaan phase masak, pertanaman restorer harus dipanen lebih dahulu paling lambat 5 hari sebelum panen CMS. 7) Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat seleksi/roguing adalah tipe pertumbuhan, kehalusan daun, warna helai daun, warna lidah daun, warna tepi daun, warna pangkal batang, bentuk/tipe malai, bentuk gabah, bulu pada ujung gabah, warna ujung gabah, warna gabah dan sudut daun bendera, serta malai yang berisi penuh pada pertanaman CMS. f. Pembersihan peralatan/perlengkapan Alat penanam/penabur benih, gerobak, alat panen, lantai jemur, silo dan lain-lain perlengkapan yang akan digunakan dalam memproduksi benih harus bersih dan bebas dari kemungkinan campuran dengan varietas lain. g. Pemeriksaan alat panen dan pengolahan Benih yang akan disertifikasi harus dipanen dan diolah dengan peralatan yang telah diperiksa dan disyahkan mengenai kebersihannya oleh Institusi yang menangani Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih. h. Pengawasan panen dan pengolahan benih Benih yang dipanen dan diolah diawasi oleh Institusi yang menangani Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih. Sebelum panen CMS, restorer harus dipanen terlebih dahulu, pengawasan panen dan pengolahan benih untuk menjamin bahwa benih yang dipanen dan diolah tidak tercampur dengan Restorer atau tercampur varietas lain. i. Syarat gudang 1) Pemeriksaan gudang atau tempat penyimpanan benih dilakukan sebelum benih disimpan. 2) Produsen benih harus minta pemeriksaan gudang paling lambat satu minggu sebelum penyimpanan benih kepada institusi yang menangani pengawasan mutu benih. 3) Pemeriksaan tempat penyimpanan meliputi : a) Cukup tersedianya tempat dan ruangan penyimpanan b) Kebersihan gudang penyimpanan sebelum menyimpan benih c) Sarana untuk melindungi benih dari hama/penyakit d) Ruang penyimpanan tidak lembab atau bocor e) Tersedia sarana untuk pengeringan ulangan dari benih yang bersangkutan

25 j. Contoh benih untuk pengujian di laboratorium 1) Contoh benih yang mewakili untuk diuji di laboratorium akan diambil dari setiap kelompok benih yang telah selesai diolah guna sertifikasi benih. 2) Contoh benih yang diambil dari bulk benih sebelum pengolahan hanya diijinkan untuk pengujian daya tumbuh. 3) Pengawasan Benih Tanaman akan mengambil contoh benih resmi atas permintaan produsen benih. 4) Kemasan conth benih yang dikirim ke laboratorium harus disegel. k. Pengambilan contoh benih 1) Kelompok benih a) Tiap kelompok benih tidak boleh lebih dari 30 ton b) Wadah-wadah dari suatu kelompok benih harus disusun dalam satu susunan sedemikian rupa sehingga jumlahnya dapat dihitung dengan tepat, mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil contoh benihnya dan memudahkan pengambilan contoh benihnya 2) Pengambilan contoh a) Pengambilan contoh benih dilakukan sesuai dengan pedoman pengambilan contoh yang terdapat pada Pedoman Analisa Mutu Benih yang berlaku b) Dari tiap-tiap kelompok benih diambil paling sedikit 700 gram l. Masa berlaku label Masa berlakunya label diberikan paling lama 6 bulan sejak tanggal selesai pengujian atau paling lama 9 bulan setelah tanggal panen. Benih dengan perlakuan khusus (misal Cold storage) masa berlaku label paling lama 12 bulan dari tanggal selesai uji atau paling lama 15 bulan dari panen Selama masa berlakunya label harus diadakan pengujian ulang untuk pengecekan. Masa berlaku label ulang paling lama setengah dari masa berlaku pengujian yang pertama dan bisa diperpanjang lagi selama masih memenuhi standar mutu untuk kelas benih yang bersangkutan. m. Pengawasan pemasangan label

26 Label harus terpasang pada kemasan benih pada tempat yang mudah dilihat, dan terpasang dibangian luar kemasan/menyatu dengan kemasan dan/atau tersegel. Pemasangan label diluar kemasan dimaksudkan agar memudahkan pada saat pelabelan ulang label dapat diganti atau ditutup dengan label LU (lulus uji) dan tidak merubah kemasan. Pengawasan pemasangan label dapat dilakukan sewaktu-waktu atau terus menerus selama proses pemasangan label berlangsung. n. Standar mutu benih bersertifikat 1) Standar lapangan No Uraian BS BD BR Isolasi jarak (m) Isolasi waktu (hari) Isolasi tanaman lain/barier (min) tinggi (m) CVL/tipe simpang (max) % - CVL Maintainer (max) - CVL Restorer (max) % - CVL CMS (max) % Gulma berbahaya (%) ,0-0,0 0, , ,0 0,2 0,0 2) Standar pengujian laboratorium No Uraian BS BD BR Kadar air (max) % Benih murni (min) % Kotoran benih (max) % Tanaman lain/benih gulma (max) % CVL/tipe simpang (max) % Daya berkecambah/daya tumbuh (min) % 13,0 99,0 1,0 0,0 0, ,0 99,0 1,0 0,0 0, ,0 98,0 2,0 0,0 0,5 80 Catatan : BS untuk standar CMS BD untuk standar Maintainer dan Restorer

27 BR untuk produksi F1 4. Pemeriksaan lapangan a. Tujuan 1) Menilai kemurnian genetik 2) Menilai sumber-sumber kontaminasi yang terdiri dari varietas lain dan tipe simpang 3) Menilai kesehatan benih dan hama penyakit yang dapat ditularkan melalui benih 4) Memberikan rekomendasi untuk mencapai persyaratan produksi benih bersertifikat b. Pemeriksaan lapangan Pemeriksaan lapangan dilakukan oleh Pengawas Benih Tanaman Pemeriksaan lapangan dilakukan dengan cara sistem check plot atau sistem sampling. 1) Pemeriksaan lapangan sistem check plot Dilaksanakan pada pertanaman CMS untuk menilai campuran varietas lain dan tingkat kemurnian CMS. Dilakukan pada setiap kelompok benih materi induk CMS dengan cara : a) Menanam benih dari sampel yang diperiksa sejumlah 2 x 500 tanaman tanpa pertanaman Restorer b) Evaluasi terhadap pertanaman dilakukan secara berkala selama pertumbuhan dengan perhitungan varietas lain sebagai berikut Jumlah CVL (Ulangan 1+ Ulangan 2) Persentase CVL = x 100 % tanaman Dengan pengertian : CVL adalah campuan varietas lain c) Evaluasi terhadap pertanaman dilakukan secara berkala selama pertumbuhan dengan perhitungan sterilitas CMS sebagai berikut Jumlah gabah hampa 100 malai (Ulangan 1+ Ulangan 2 Persentase sterilitas CMS = x 100% Jumlah gabah 100 malai (isi + hampa) Kriteria steril (1) Steril penuh : 100 % (2) Sangat steril : 99,00 99,99 % (3) Steril : 95,00 98,99 commit % to user

28 Standar sterilitas : Sterilitas CMS untuk produksi CMS = Standar minimal 98 % Sterilitas CMS untuk produksi benih F1 = Standar minimal 95 % 2) Pemeriksaan lapangan dengan sistem sampling a) Waktu pemeriksaan lapangan Oleh karena timbulnya faktor-faktor yang mempengaruhi mutu benih tidak serempak, maka pemeriksaan lapangan dilakukan minimal 4 (empat) kali, yaitu : (1) Pemeriksaan lapangan pendahuluan (a) Dilakukan sebelum tanah untuk pertanaman diolah (b) Supaya lebih intensif, pemeriksaan tersebut dapat dilanjutkan sampai sebelum tanam (2) Pemeriksaan lapangan pertama (a) Dilakukan pada phase vegetatif, yakni pemeriksaan dilakukan ± hari setelah tanam (b) Pemeriksaan ulangan hanya dilakukan bila dianggap perlu dengan ketentuan - Phase vegetatif belum berakhir - Waktunya ditentukan bersama oleh pengawas benih dan penangkar/produsen benih - Paling lambat dilakukan 1 (satu) minggu setelah pemeriksaan lapangan pertama - Hanya diberikan mengulang 1 (satu) kali (3) Pemeriksaan lapangan kedua/phase berbunga (a) Dilakukan sebanyak 3 kali, yakni pada waktu ; - Awal berbunga sebelum bunga mekar, sebelum sekam mahkota mulai terbuka dan benang sari tampak memutih - Pertengahan berbunga - Akhir berbunga (b) Pemeriksaan lapangan berbunga dilakukan 3 kali dengan selang waktu 3 4 hari dan tidak ada pemeriksaan ulangan pada pemeriksaan phase berbunga (4) Pemeriksaan lapangan ketiga (a) Dilaksanakan setelah commit restorer to user dipanen

29 (b) Dilakukan pada phase masak, yakni pada waktu : - Tanaman sudah mulai menguning - Isi gabah sudah keras, tetapi mudah pecah dengan kaku - Paling lambat 5 hari sebelum panen - Dapat dilakukan pemeriksaan lapangan ulangan 1 kali b) Pemeriksaan persyaratan (1) Pemeriksaan persyaratan (a) Kebenaran nama dan alamat pemohon (b) Letak dan situasi areal (keadaan pengairan, hama/penyakit dan lain-lain), yang akan dipergunakan sebagai areal sertifikasi benih (c) Sejarah penggunaan tanah sebelumnya. Tanaman-tanaman yang tumbuh pada waktu pemeriksaan tersebut (voluntir) dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui jenis tanaman/varietas tanaman musim sebelumnya pada areal tanah tersebut (d) Kebenaran batas-batas areal yang akan dipergunakan untuk areal sertifikasi benih. Data tersebut dicocokkan dengan sket/peta lapangan yang telah dilampirkan pada permohonan. Pada pemeriksaan ini sekaligus dapat diketahui keadaan isolasi areal tersebut (e) Kebenaran varietas, sumber dan kelas benih yang akan ditanam dan kelas benih yang akan dihasilkan (2) Hasil pemeriksaan dan rekomendasi Hasil pemeriksaan disampaikan kepada pemohon dan instansi yang menangani pengawasan mutu dan sertifikasi benih kemungkinan dapat : (a) Memenuhi syarat,a tau (b) Tidak memenuhi syarat, atau (c) Memenuhi syarat dengan anjuran, misalnya : pengerjaan tanah yang lebih intensif karena ternyata masih terdapat voluntir. Pengawas Benih Tanaman perlu mengadakan pemeriksaan kembali apakah anjurannya dilaksanakan atau tidak c) Pelaksanaan pemeriksaan lapangan pertama, kedua dan ketiga (1) Persiapan

30 (a) Pemeriksaan persyaratan - Bukti lulus pemeriksaan lapangan sebelumnya - Letak, lulus dan tanggal tanam areal pertanaman yang akan diperiksa (b) Membuat sket/peta areal dan penentuan blok (c) Pelaksanaan pemeriksaan - Sistem sampling adalah dengan menghitung jumlah contoh pemeriksaan yang diperlukan menurut ketentuan yang berlaku - Untuk luas areal pertanaman sampai dengan 2 ha, diperlukan minimum 5 contoh pemeriksaan - Selanjutnya untuk setiap penambahan areal sampai dengan 2 ha, jumlah contoh pemeriksaan ditambah satu Y Rumus : X = 2 X = jumlah contoh yang diperlukan (dibulatkan keatas) Y = luas areal pertanaman yang akan diperiksa (ha) (d) Menentukan letak areal contoh pemeriksaan secara acak pada sket/peta areal pertanaman yang jumlahnya sesuai dengan perhitungan tersebut di atas (2) Pemeriksaan global Mengelilingi pertanaman untuk memeriksa : (a) Isolasi jarak Isolasi jarak untuk masing-masing kelas benih sebagai berikut : (a.1) Antara dua areal sertifikasi benih dengan Maintainer/Restorer tidak diperlukan isolasi jarak (a.2) Antara suatu areal sertifikasi dengan yang bukan sertifikasi diisolasi dengan ketentuan sebagai berikut : - Perbanyakan CMS paling sedikit 500 meter untuk BS dan 100 meter untuk BD pada perbanyakan Maintainer dan Restorer - Benih hibrida (BR) paling sedikit 50 meter (b) Isolasi waktu

31 Perbedaan tanggal tanam dari dua varietas yang berbeda dan bloknya berdampingan diatur sedemikian rupa sehingga saat berbunga berbeda minimal 21 hari. (c) Isolasi penghalang minimal 2 meter (d) Keadaan pertanaman dan kebersihan lapangan - Bilamana 1/3 luas areal pertanaman yang disertifikasi ternyata rebah sehingga mempersulit pemeriksaan, maka areal tersebut dapat ditolak - Apabila dari tanaman yang rebah terdapat sebagian tanaman masih berdiri dan mengelompok pada phase berbunga/masak, maka dapat dilakukan pemeriksaan atas sisa areal yang tidak rebah - Apabila campuran varietas lain dijumpai secara mengelompok, pada phase berbunga/masak maka areal tersebut sebagian dapat ditolak dan dikeluarkan dari areal sertifikasi (3) Jumlah rumpun yang akan diperiksa terdiri dari : (a) Perbanyakan benih padi hibrida (F1) dan CMS - Cytoplasmic Male Sterile (CMS = A) = 400 rumpun per contoh pemeriksaan - Restorer (R) = 400 rumpun per contoh pemeriksaan (b) Perbanyakan benih CMS (antara CMS/Maintainer) cara sama dengan perbanyakan benih F1 (c) Perbanyakan Restorer = 400 rumpun per contoh pemeriksaan (sama dengan sertifikasi padi non hibrida) (d) Perbanyakan Maintainer (B) = 400 rumpun per contoh pemeriksaan (sama dengan sertifikasi padi non hibrida) (4) Penentuan populasi dan penyebaran contoh pemeirksaan di lapangan (a) Mengambil jumlah contoh pemeriksaan sesuai dengan hasil perhitungan pada rumus tersebut di atas (b) Letak masing-masing contoh pemeriksaan sesuai dengan rumus di atas, dan diberi tanda yang jelas untuk memudahkan pemeriksaan (5) Pemeriksaan tiap areal contoh pemeriksaan (a) Memeriksa dengan teliti semua individu tanaman yang terdapat pada contoh pemeriksaan

32 (b) Menghitung semua varietas lain dan tipe simpang (c) Menghitung semua anakan/malai yang diserang hama/ penyakit yang dapat ditularkan melalui benih sesuai dengan peraturan yang berlaku (6) Faktor-faktor yang diperiksa seperti pada tabel di bawah ini : Phase vegetatif Phase berbunga Phase masak 1. Tipe pertumbuhan 2. Kehalusan daun 3. Warna helai daun 1. Bentuk/tipe malai 2. Leher malai 3. Bentuk gabah 1. Bentuk/tipe malai 2. Leher malai 3. Bentuk gabah 4. Warna lidah daun 4. Bulu pada ujung 4. Warna gabah 5. Warna telinga daun gabah 5. Warna ujung gabah 6. Warna leher daun 5. Warna ujung gabah 6. Bulu pada ujung 7. Warna daun 6. Warna gabah gabah 8. Lebar daun 9. Warna pangkal 7. Warna polen 8. Polen fertil/steril 7. Sudut daun bendera 8. Gabah hampa/gabah batang 9. Sudut daun bendera isi permalai (7) Cara menghitung persentase campuran varietas lain (CVL) dan tipe simpang Menghitung jumlah campuran varietas lain dan tipe simpang dari hasil pemeriksaan seluruh areal contoh pemeriksaan : Jumlah campuran varietas lain dan tipe simpang (rumpun) Jumlah contoh pemeriksaan x x 100 % d) Hasil pemeriksaan lapangan (1) Hasil pemeriksaan lapangan dimasukkan ke dalam formulir yang sudah disediakan oleh instansi yang menangani Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih untuk setiap pemeriksaan lapangan (2) Hasil tersebut dikirim kepada penangkar benih yang bersangkutan selambat-lambatnya satu minggu setelah pelaksanaan pemeriksaan lapangan

33

34 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil magang yang telah dilakukan, penulis dapat menyimpulkan bahwa : Sertifikasi benih adalah suatu sistem atau mekanisme pengujian benih berkala untuk mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasi perbanyakan dan produksi benih. Sertifikasi benih merupakan sistem bersanksi resmi untuk perbanyakan dan produksi benih yang terkontrol. Untuk memelihara dan menyediakan benih serta bahan perbanyakan tanaman bermutu tinggi dari varietas berdaya hasil tinggi bagi masyarakat sehingga dapat ditanam dan didistribusikan dengan identitas genetik yang terjamin. Sertifikasi benih adalah untuk memberikan jaminan bagi pembeli benih (petani atau penangkar benih) tentang beberapa aspek mutu yang penting, yang tidak dapat ditentukan dengan segera, dengan hanya memeriksa benihnya saja. Dengan demikian sertifikasi benih padi hibrida sangat penting dan menentukan bagi perkembangan kesejahteraan perekonomian khususnya para petani. Adapun acuan dari sertifikasi benih padi hibrida yaitu mengacu pada ketentuan-ketentuan mengenai sertifikasi benih yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39/Permentan/ OT.140/8/2006. B. Saran Dari kesimpulan yang telah diperoleh maka saran yang dapat disampaikan yaitu : Penggunaan benih padi hibrida yang bersertifikat harus lebih ditingkatkan. Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian yang lebih memfokuskan kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani, maka program intensifikasi padi sudah selayaknya mendapat perbaikan dan penyempurnaan dari berbagai aspek. Padi hibrida berperan untuk meningkatkan produksi. Teknologi pengembangan padi hibrida yang diterapkan secara intensif, keberhasilan penanaman padi hibrida secara intensif menunjukkan bahwa varietas padi hibrida merupakan teknologi yang praktis dalam peningkatan produksi padi dan tetap berpegang pada standar sertifikasi yang telah ditetapkan.

35

36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi 1. Sejarah BPSB Jawa Tengah Awal BPSB II Tegalgondo Jawa Tengah didirikan oleh Hamengkubuwono X pada tahun 1920, yang mulanya merupakan

Lebih terperinci

Tahapan di Pertanaman. Tahapan Pasca Panen. Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam. Pengawasan Pengolahan Benih.

Tahapan di Pertanaman. Tahapan Pasca Panen. Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam. Pengawasan Pengolahan Benih. Tahapan di Pertanaman Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam Tahapan Pasca Panen Pengawasan Pengolahan Benih 5-7 hari Pemeriksaan Dokumen 1 hari Pembuatan Kelompok Benih Pengawas Benih dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pemerintah, yang kemudian di produksi dan diedarkan dengan pengawasan.

TINJAUAN PUSTAKA. pemerintah, yang kemudian di produksi dan diedarkan dengan pengawasan. 8 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Benih bina adalah benih dari varietas unggul yang telah dilepas oleh pemerintah, yang kemudian di produksi dan diedarkan dengan pengawasan. Selanjutnya benih bina ini akan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1316/HK.150/C/12/2016

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1316/HK.150/C/12/2016 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1316/HK.150/C/12/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 355/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS SERTIFIKASI BENIH BINA TANAMAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 355/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS SERTIFIKASI BENIH BINA TANAMAN PANGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 355/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS SERTIFIKASI BENIH BINA TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 355/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS SERTIFIKASI BENIH BINA TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.54, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Benih Bina. Peredaran. Produksi. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG

Lebih terperinci

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH Ir. Yunizar, MS HP. 08527882006 Balai Pengkajian Teknologi Riau I. PENDAHULUAN Benih merupakan sarana penting dalam produksi pertanian, juga menjadi pembawa perubahan

Lebih terperinci

SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH. Disampaikan Pada :

SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH. Disampaikan Pada : SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH Disampaikan Pada : PELATIHAN AGRIBISNIS KEDELAI BERBASIS KAWASAN Di Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan, 25-31 Maret 2008 PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR DINAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56/Permentan/PK.110/11/2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA TANAMAN PANGAN DAN TANAMAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

adalah praktek budidaya tanaman untuk benih

adalah praktek budidaya tanaman untuk benih Produksi benih non hibrida meliputi : inbrida untuk tanaman menyerbuk sendiri bersari bebas/open bebas/open pollinated (OP) untuk tanaman menyerbuk silang Proses produksi lebih sederhana, karena hampir

Lebih terperinci

SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A

SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A. 082003 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN YAYASAN PENDIDIKAN POLITEKNIK AGROINDUSTRI SUKAMANDI-SUBANG 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang PRODUKSI BENIH PADI Persyaratan Lahan Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang ditanam sama, jika lahan bekas varietas

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH TANAMAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH. Teknologi Produksi Benih Jagung Hibrida

TUGAS KULIAH TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH. Teknologi Produksi Benih Jagung Hibrida TUGAS KULIAH TEKNLGI PRDUKSI BENIH Teknologi Produksi Benih Jagung Hibrida leh : Nimas Ayu Kinasih 115040201111157 Nur Izzatul Maulida 115040201111339 KELAS L PRGRAM STUDI AGREKTEKNLGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI Jln. Pramuka No. 83, Arga Makmur, Bengkulu Utara 38111 Phone 0737-521330 Menjadi Perusahaan Agrobisnis Nasional Terdepan dan Terpercaya Menghasilkan sarana produksi dan

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Policy Brief PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Pendahuluan 1. Produksi benih tanaman pangan saat ini, termasuk benih padi dan benih kedelai, merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEMANDIRIAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEMANDIRIAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEMANDIRIAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Jurusan / Program Studi Agribisnis Hortikultura Dan Arsitektur Pertamanan. Disusun Oleh : LISA RAHAYU H

Jurusan / Program Studi Agribisnis Hortikultura Dan Arsitektur Pertamanan. Disusun Oleh : LISA RAHAYU H Budidaya Tanaman Melon ( Cucumis melo L.) di Pusat Pelatihan Pertanian Terpadu OISCA Karanganyar TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Ahli Madya Pertanian Di Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 39/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 39/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI DAN PEREDARAN BENIH BINA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 39/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI DAN PEREDARAN BENIH BINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 354/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PRODUKSI BENIH BINA TANAMAN PANGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 354/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PRODUKSI BENIH BINA TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 354/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PRODUKSI BENIH BINA TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Padi termasuk golongan tanaman semusim atau tanaman muda yaitu tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 10 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI A. DEFINISI Benih

Lebih terperinci

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida Oleh: Mildaerizanti, SP, M.Sc Peneliti Muda Ahli pada BPTP Balitbangtan Jambi Pendahuluan Kebutuhan terhadap jagung diproyeksikan

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1721, 2017 KEMENTAN. Pelepasan Varietas Tanaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMENTAN/TP.010/11/2017 TENTANG PELEPASAN VARIETAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan terhadap pangan khususnya beras, semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, sedangkan usaha diversifikasi pangan berjalan lambat. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2015 KEMENTAN. Benih Bina. Produksi. Sertifikasi. Peredaran. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 39/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 39/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI DAN PEREDARAN BENIH BINA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 39/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI DAN PEREDARAN BENIH BINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), Andi Tenrirawe 2), A.Takdir 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi pertanian Sulawesi Utara dan 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013 PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Padi Hibrida

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Padi Hibrida II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Padi Hibrida Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian (2007), benih padi hibrida secara definitif merupakan turunan pertama

Lebih terperinci

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana)

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) SNI 01-7158-2006 Standar Nasional Indonesia Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 119/Kpts/TP.240/2/2003 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA 93011 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA HIBRINDO R-2 Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha meningkatkan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 44 TAHUN 1995 (44/1995) Tanggal : 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/85; TLN NO.

Lebih terperinci

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. 28 Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. Pendahuluan Kebutuhan benih bermutu untuk produksi tanaman pangan dan perkebunan relatif tinggi seiring dengan tujuan produksi yang lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) Standar Nasional Indonesia Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3

Lebih terperinci

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama

Lebih terperinci

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara Idris Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara Bptp-sultra@litbang.deptan.go.id Abstrak Penyebaran

Lebih terperinci

Peningkatan Pendapatan Usahatani dengan Penangkaran Benih Padi Varietas Unggulan

Peningkatan Pendapatan Usahatani dengan Penangkaran Benih Padi Varietas Unggulan No. 02/Brosur/BPTP Jakarta/2008 PENINGKATAN PENDAPATAN USAHATANI DENGAN PENANGKARAN BENIH PADI VARIETAS UNGGUL BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAKARTA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0, 4.1 Hasil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang dilakukan pada kedua galur murni G.180 dan menunjukkan hasil yang optimal pada berbagai pertumbuhan tanaman, dengan parameter pengamtan seperti

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) Standar Nasional Indonesia Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3

Lebih terperinci

DESKRIPSI VARIETAS BARU

DESKRIPSI VARIETAS BARU PERMOHONAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DESKRIPSI VARIETAS BARU Kepada Yth.: Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Kantor Pusat Deprtemen Pertanian, Gd. E, Lt. 3 Jl. Harsono RM No. 3, Ragunan,

Lebih terperinci

LOMBA KOMPETENSI SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN. NASKAH SOAL (Terbuka)

LOMBA KOMPETENSI SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN. NASKAH SOAL (Terbuka) TAHUN NASKAH SOAL (Terbuka) Bidang Lomba AGRIBISNIS PERBENIHAN TANAMAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN Jl. Dr. Radjiman No. 6 Telp. (022) 4264813 Fax. (022) 4264881 Wisselbord (022)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman yang mempunyai

Lebih terperinci

Sertifikasi Benih. Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 04 Nopember 2015 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH

Sertifikasi Benih. Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 04 Nopember 2015 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH Sertifikasi Benih Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 04 Nopember 2015 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH Oleh M. Kholil Mahasiswa Semester 7 Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus mampu mengantisipasi persaingan ekonomi yang semakin ketat di segala bidang dengan menggali sektor-sektor yang

Lebih terperinci

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), J. W. Rembang 1), dan Andi Tenrirawe 2) Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara 1) Balai Penelitian

Lebih terperinci

2013, No

2013, No 2013, No.1176 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SERTIFIKASI BENIH DAN PENGAWASAN MUTU BENIH TANAMAN KELAPA

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN PENYIAPAN BENIH KEDELAI Oleh : MOH. YUSUF YUNAIDI

PETUNJUK LAPANGAN PENYIAPAN BENIH KEDELAI Oleh : MOH. YUSUF YUNAIDI PETUNJUK LAPANGAN PENYIAPAN BENIH KEDELAI Oleh : MOH. YUSUF YUNAIDI A. Latar Belakang Dalam bercocok tanam pemilihan benih yang ditanam merupakan langkah pertama yang sangat penting, salah memilih benih

Lebih terperinci

Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007.

Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007. 76 Lampiran 1. Deskripsi varietas jagung hibrida Bima3 DESKRIPSI VARIETAS JAGUNG HIBRIDA BIMA3 Tanggal dilepas : 7 Februari 2007 Asal : Silang tunggal antara galur murni Nei 9008 dengan galur murni Mr14.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Tidak hanya di Indonesia,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.818, 2012 KEMENTERIAN PERTANIAN. Benih Hortikultura. Produksi. Sertifikasi. Pengawasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/Permentan/SR.120/8/2012

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU ( Nicotiana tabacum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Penanam dan penggunaan

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Peluang dan Tantangan Perbenihan Kakao di Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB Sudirman No.

Peluang dan Tantangan Perbenihan Kakao di Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB Sudirman No. Peluang dan Tantangan Perbenihan Kakao di Indonesia Indah Anita-Sari 1) dan Agung Wahyu Susilo 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB Sudirman No. 90 Jember 68118 Perbenihan memiliki peran

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PERBENIHAN PADI SAWAH

TEKNOLOGI PERBENIHAN PADI SAWAH TEKNOLOGI PERBENIHAN PADI SAWAH Benih sumber yang akan digunakan untuk pertanaman produksi benih harus satu kelas lebih tinggi dari kelas benih yang akan diproduksi. Untuk memproduksi benih kelas FS benih

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU BENIH. Faktor Genetik/ Faktor Lingkungan/ Eksternal

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU BENIH. Faktor Genetik/ Faktor Lingkungan/ Eksternal FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU BENIH Faktor Genetik/ Internal Faktor Lingkungan/ Eksternal FAKTOR GENETIK Genetik merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetika benih. Mutu benih berbeda

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI DIPLOMA III AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PROGRAM STUDI DIPLOMA III AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA PENGARUH PEMBERIAN PESTISIDA NABATI TERHADAP BUDIDAYA TANAMAN BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) VARIETAS PERANCIS SECARA ORGANIK TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Ahli

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA Dewasa ini, pemerintah terus menggalakkan penggunaan benih jagung hibrida untuk menggenjot produksi jagung nasional. Pangsa pasar jagung hibrida pun terus tumbuh

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 517/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 517/Kpts/SR.120/12/2005 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA PHB71 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS PP-1 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 376/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 376/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 376/Kpts/SR.120/5/2006 TENTANG PELEPASAN GALUR PADI HIBRIDA SL - SH SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA VARIETAS SL 8 SHS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi adalah salah satu bahan makanan

Lebih terperinci

Padi hibrida merupakan tanaman F1 yang berasal dari

Padi hibrida merupakan tanaman F1 yang berasal dari TEKNIK PRODUKSI BENIH UNTUK KEPERLUAN UJI DAYA HASIL PADI HIBRIDA Sukirman, Warsono, dan Maulana 1 Padi hibrida merupakan tanaman F1 yang berasal dari persilangan dua galur murni yang berbeda. Di beberapa

Lebih terperinci

FORMULIR DESKRIPSI VARIETAS BARU

FORMULIR DESKRIPSI VARIETAS BARU FORMULIR DESKRIPSI VARIETAS BARU Kepada Yth.: Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Gd. E, Lt. 3 Jl. Harsono RM No. 3, Ragunan, Jakarta

Lebih terperinci

VARIETAS BARU BAWANG MERAH DALAM BENTUK BIJI DAN SERTIFIKASI BENIH BAWANG MERAH

VARIETAS BARU BAWANG MERAH DALAM BENTUK BIJI DAN SERTIFIKASI BENIH BAWANG MERAH VARIETAS BARU BAWANG MERAH DALAM BENTUK BIJI DAN SERTIFIKASI BENIH BAWANG MERAH Permintaan benih bermutu dari varietas unggul bawang merah sampai saat ini semakin meningkat dari tahun ke tahun, seiring

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN JAKARTA DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL Nomor : P. 04 /V-PTH/2007 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica)

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica) Standar Nasional Indonesia Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian Blok I Blok II Blok III TS 1 K TS 2 J TS 3 K TS 2 TS 1 J K J TS 3 TS 3 TS 2 TS 1 Keterangan : J : Jagung monokultur K : Kacang tanah monokultur TS 1 :

Lebih terperinci

PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI PROVINSI JAMBI. Adri dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI PROVINSI JAMBI. Adri dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi PROSPEK DAN STRATEGI PENGEMBANGAN JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI PROVINSI JAMBI Adri dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Abstrak. Sukmaraga salah satu varietas jagung bersari bebas yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan komoditas strategis yang berperan penting dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional, dan menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian. Sejalan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya,

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

Lebih terperinci

SERTIFIKASI BENIH JAGUNG KOMPOSIT (Zea mays L) DI BALAI PENGAWASAN DAN SERTIFIKASI BENIH JAWA TENGAH

SERTIFIKASI BENIH JAGUNG KOMPOSIT (Zea mays L) DI BALAI PENGAWASAN DAN SERTIFIKASI BENIH JAWA TENGAH SERTIFIKASI BENIH JAGUNG KOMPOSIT (Zea mays L) DI BALAI PENGAWASAN DAN SERTIFIKASI BENIH JAWA TENGAH TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Ahli Madya Pertanian Di Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

Benih lada (Piper nigrum L)

Benih lada (Piper nigrum L) Standar Nasional Indonesia Benih lada (Piper nigrum L) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Syarat mutu...

Lebih terperinci

MASKER WAJAH KOMBINASI ARANG AKTIF, TEPUNG BERAS, DAN MADU SEBAGAI ALTERNATIF PERAWATAN KULIT WAJAH SECARA ALAMI

MASKER WAJAH KOMBINASI ARANG AKTIF, TEPUNG BERAS, DAN MADU SEBAGAI ALTERNATIF PERAWATAN KULIT WAJAH SECARA ALAMI LAPORAN TUGAS AKHIR MASKER WAJAH KOMBINASI ARANG AKTIF, TEPUNG BERAS, DAN MADU SEBAGAI ALTERNATIF PERAWATAN KULIT WAJAH SECARA ALAMI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Ahli Madya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA Oleh : Bambang Sayaka I Ketut Kariyasa Waluyo Yuni Marisa Tjetjep Nurasa PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

Sesuai Prioritas Nasional

Sesuai Prioritas Nasional Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Peningkatan Effisiensi Pengisian Dan Pembentukan Biji Mendukung Produksi Benih Padi Hibrida id Oleh Dr. Tatiek Kartika Suharsi MS. No Nama Asal Fakultas

Lebih terperinci

TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai Tanaman kedelai merupakan salah satu komoditas pangan penghasil protein nabati yang sudah dikenal oleh masyarakat. Sejalan dengan perkembangan tanaman kedelai, maka industri

Lebih terperinci

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr PERSEMAIAN CABAI Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai Djoko Sumianto, SP, M.Agr BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN (BBPP) KETINDAN 2017 Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)/ Kompetensi Dasar :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang sangat peting, selain padi dan gandum. Jagung juga berfungsi sebagai sumber makanan dan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN MULSA PLASTIK HITAM PERAK DAN TANPA PEMBERIAN MULSA PLASTIK HITAM PERAK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TIMUN

PENGARUH PEMBERIAN MULSA PLASTIK HITAM PERAK DAN TANPA PEMBERIAN MULSA PLASTIK HITAM PERAK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TIMUN PENGARUH PEMBERIAN MULSA PLASTIK HITAM PERAK DAN TANPA PEMBERIAN MULSA PLASTIK HITAM PERAK TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TIMUN (Cucumis sativus L.) VARIETAS MONZA F1 TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PASCAPANEN BENIH JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI KALIMANTAN SELATAN. Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PASCAPANEN BENIH JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI KALIMANTAN SELATAN. Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PASCAPANEN BENIH JAGUNG VARIETAS SUKMARAGA DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Areal pertanaman jagung di Kalimantan Selatan cukup luas terutama

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS AGROINDUSTRI PEMBIBITAN TANAMAN BUAH

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS AGROINDUSTRI PEMBIBITAN TANAMAN BUAH PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS AGROINDUSTRI PEMBIBITAN TANAMAN BUAH Pendahuluan - Benih adalah salah satu penentu keberhasilan agribisnis bidang pertanian; - Penggunaan benih bermutu menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2005 SERI D PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2005 SERI D PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG 2. Undang Undang Nomor 38 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 258, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4060); LEMBARAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA.

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA. PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUMBAWA. BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 05/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 05/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 05/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH HORTIKULTURA Menimbang: a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Rukmana (1997) jagung merupakan tanaman berumah satu (monocieus), letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Dalam sistematika

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH Oleh : Ir. Hj. Fauziah Ali A. Pendahuluan Varietas unggul memberikan manfaat teknis dan ekonomis yang banyak bagi perkembangan suatu usaha pertanian, diantaranya

Lebih terperinci

2013, No I. PENDAHULUAN

2013, No I. PENDAHULUAN 2013, No.1177 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SERTIFIKASI BENIH DAN PENGAWASAN MUTU BENIH TANAMAN SAGU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, yang mengakibatkan peningkatan konsumsi

Lebih terperinci