TINJAUAN PUSTAKA. pemerintah, yang kemudian di produksi dan diedarkan dengan pengawasan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. pemerintah, yang kemudian di produksi dan diedarkan dengan pengawasan."

Transkripsi

1 8 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Benih bina adalah benih dari varietas unggul yang telah dilepas oleh pemerintah, yang kemudian di produksi dan diedarkan dengan pengawasan. Selanjutnya benih bina ini akan menjadi benih tanaman. Benih tanaman adalah tanaman yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakan tanaman. Benih bersertifikat adalah benih yang proses produksinya melalui sertifikasi benih, sertifikasi sistem manajemen mutu dan/atau sertifikasi produk. Sutopo (1998) mengemukakan terdapat beberapa jenis benih, yaitu : a. Benih Pejenis (Breeder Seed) adalah benih yang diproduksi oleh dan di bawah pengawasan pemulia tanaman yang bersangkutan atau instansinya dengan prosedur yang baku yang memenuhi sertifikasi sistem mutu. Benih ini harus merupakan sumber untuk perbanyakan benih dasar. b. Benih Dasar (Foundation Seed) adalah keturunan pertama dari benih penjenis yang diproduksi di bawah bimbingan yang intensif dan pengawasan yang ketat hingga kemurnian varietas tersebut dapat nilai tertinggi 0,0 % (Campuran Varietas Lain). Benih Dasar diproduksi oleh instansi/badan yang ditetapkan oleh Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih Nasional, yaitu BBI (Balai Benih Induk) yang tersebar diseluruh Indonesia. 8

2 9 c. Benih Pokok (Stock Seed) adalah keturunan dari benih penjenis atau benih dasar yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga identitas maupun tingkat kemurnian varietas tersebut dapat memenuhi standart mutu yang ditetapkan serta telah disertifikasi sebagai benih pokok oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) yaitu nilai Campuran Varietas Lain (CVL) maksimal 0,1 %. d. Benih Sebar (Extension Seed) adalah benih keturunan dari benih penjenis,benih dasar, atau benih pokok yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga identitas dan tingkat kemurnian varietas tersebut dapat dipelihara dan memenuhi standart mutu benih yang telah ditetapkan dan telah disertifikasi sebagai benih sebar oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) yaitu dengan nilai Campuran Varietas Lain (CVL) maksimal 0,2 %. 2.2 Konsep Benih Bersertifikat Sertifikasi benih adalah proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui proses pemeriksaan lapangan dan atau pengujian, pengawasan serta telah memenuhi semua persyaratan dan standar mutu benih bina untuk diedarkan di masyarakat. Dasar dari sertifikasi benih tersebut yaitu : (1) Undang-undang No. 12 tahun 1992, tentang sistem budidaya tanaman, (2) Peraturan Pemerintah Republik

3 10 Indonesia No. 44 tahun 1995, tentang perbenihan tanaman, (3) Undang-undang No. 22 tahun 1999, tentang pemerintah daerah. Sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal Departemen Pertanian Tanaman Pangan No. 1. HK tanggal 5 Oktober 1984 Tentang prosedur Sertifikasi Benih, Pedoman Umum Pelaksanaan dan Persyaratan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, yaitu untuk memproduksi benih bersertifikat maka perlu memperhatikan beberapa hal sebagai ketentuannya yaitu : I. Permohonan Sertifikasi A. Setiap orang/badan hukum yang ingin memproduksi benih bersertifikat harus mengajukan permohonan kepada Unit Pelaksana Teknis Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan di Provinsi Bali. B. Permohonan sertifikasi hanya dapat diajukan oleh penangkar benih yang memenuhi persyaratan: (1) penangkar benih menguasai tanah yang akan digunakan untuk memproduksi benih, (2) penangkar benih mampu memelihara/mengatur tanah tersebut untuk memproduksi benih, (3) penangkar benih mempunyai fasilitas pengolahan dan penyimpanan sendiri atau secara kontrak dengan perusahaan pengolahan/penyimpanan benih, (4) penangkar benih wajib mematuhi petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Unit Pelaksana Teknis Balai Pengawasan dan Sertifikasi

4 11 Benih Tanaman Pangan, dan terikat dengan peraturan serta ketentuan yang berlaku. C. Permohonan diajukan oleh penangkar kepada Unit Pelaksana Teknis Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih paling lambat 10 hari sebelum tabur (persemaian) dengan mengisi formulir permohonan sertifikasi yang telah disediakan oleh Unit Pelaksana Teknis. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan. D. Satu formulir permohonan hanya berlaku untuk satu areal sertifikasi dari satu varietas dan satu kelas benih yang akan dihasilkan. E. Permohonan sertifikasi dikirim kepada Unit Pelaksana Teknis Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dengan melampiri: (1) label benih yang akan ditanam, (2) sket/peta lapangan, (3) biaya pendaftaran dan pemeriksaan lapangan sesuai dengan ketentuan berlaku. Bila pemohon membatalkan permohonannya sebelum pengawas benih dating untuk mengadakan pemeriksaan lapangan, maka biaya pemeriksaan lapangan dapat diminta kembali. II. Persyaratan tanah untuk sertifikasi adalah tanah yang akan digunakan untuk memproduksi benih bersertifikat diusahakan bekas tanaman lain atau bera. III. Pemberitahuan pemeriksaan Lapangan, harus sampai di Balai pengawasan dan Sertifikasi Benih selambat-lambatnya satu minggu sebelum pemeriksaan.

5 12 IV. Pemeliharaan tanaman sebelum pemeriksaan lapangan A. Pada Masa pertanaman aktif membentuk anakan (fase vegetatif) harus dibersihkan dari rerumputan dan dilakukan seleksi terhadap varietas lain dan tipe simpang sebelum pemeriksaan lapangan pertama dilakukan. B. Pembersihan dan seleksi harus pula dilakukan pada waktu pertanaman mulai berbunga (sebelum pemeriksaan kedua) C. Apabila pada pemeriksaan pertama atau kedua ternyata pertanaman tidak memenuhi standar kemurnian lapangan, maka seleksi harus pula dilakukan setelah pemeriksaan tersebut selesai. Kesempatan mengulang ini hanya diberikan satu kali dan bilamana pada pemeriksaan lapangan ulangan tersebut tidak memenuhi standar, maka proses sertifikasi tidak dilanjutkan. D. Seleksi harus dilakukan pula sebelum pemeriksaan lapangan terakhir. E. Hal-hal yang diperlukan waktu seleksi adalah tipe pertumbuhan, kehalusan daun, warna helai daun, warna lidah daun, warna tepi daun, warna pangkal batang, bentuk/tipe malai/polong, bentuk gabah/biji, bulu pada ujung gabah/biji dan sudut daun bendera. V. Pemeriksaan lapangan dilakukan oleh Pengawas Benih Tanaman. Pemeriksaan lapangan dapat dilakukan dengan cara sistem check plot atau sistem sampling. A. Pemeriksaan lapangan sistem check plot dilaksanakan dengan cara :

6 13 1) Menanam benih dari sample yang diperiksa sejumlah 2x500 tanaman berdampingan dengan sample otentik. 2) Evaluasi terhadap pertanaman dilakukan secara berkala selama pertumbuhan dengan varietas lain sebagai berikut : Persentase CVL = Dengan pengertian CVL adalah Campuran Varietas Lain. B. Pemeriksaan lapangan dengan sistem sampling. 1) Waktu Pemeriksaan Lapangan, oleh karena timbulnya faktor-faktor yang mempengaruhi mutu benih tidak serempak, maka pemeriksaan lapangan dilakukan minimal 4 kali yaitu : a) Pemeriksaan lapangan pendahuluan, dilakukan sebelum tanah untuk pertanaman diolah. Dan dapat dilanjutkan sampai sebelum tanam supaya lebih intensif. b) Pemeriksaan lapangan pertama dilakukan pada fase vegetatif yakni untuk pertanaman sistem persemaian, pemeriksaan dilakukan pada waktu pertanaman berumur ± 30 hari setelah tanam dan untuk pertanaman sistem tebar langsung pemeriksaan dilakukan ± 50 hari setelah tebar. Pada pemeriksaan lapangan pertama jika tidak memnuhi standar lapangan maka diberikan kesempatan satu kali untuk mengulang.

7 14 c) Pemeriksaan lapangan kedua dilakukan pada fase berbunga yaitu waktu malai sudah tersembul dari daun bendera, sekam mahkota sudah terbuka dan benang sari tampak memutih. Pertanaman berbunga ± 30 hari sebelum panen. Sama pada pemeriksaan lapangan pertama maka jika pada pemeriksaan lapangan kedua juga tidak memenuhi standar lapangan maka diberikan kesempatan satu kali untuk mengulang. d) Pemeriksaan lapangan ketiga dilakukan pada fase masak yaitu pada waktu tanaman sudah mulai menguning, isi gabah sudah keras tetapi mudah pecah dengan kuku. Pemeriksaan dilakukan paling lambat 1 minggu sebelum panen. Pada pemeriksaan lapangan ketiga tidak dilakukan pemeriksaan ulangan. 2) Pelaksanaan pemeriksaan lapangan pendahuluan a) Pemeriksaan Persyaratan terdiri dari kebenaran nama dan alamat pemohon, letak dan situasi areal yang akan dipergunakan sebagai areal sertifikasi, kebenaran batas-batas areal dengan sket lapangan yang telah dilampirkan, sejarah penggunaan tanah sebelumnya, dan kebenaran varietas, sumber, kelas benih yang ditanam dan kelas benih yang akan dihasilkan. b) Hasil pemeriksaan disampaikan kepada pemohon dan instansi yang menangani pengawasan mutu dan sertifikasi benih dengan

8 15 kemungkinan hasilnya ada 3 yaitu memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat atau memenuhi syarat dengan anjuran, misalnya pengerjaan tanah yang lebih intensif. 3) Pelaksanaan pemeriksaan lapangan pertama, kedua dan ketiga. a) Pemeriksaan persyaratan dengan menunjukkan bukti lulus pemeriksaan lapangan sebelumnya, letak, luas dan tanggal tanam areal pertanaman yang akan diperiksa. Cara menghitung jumlah contoh pemeriksaan yaitu : (1) Untuk luas areal pertanaman sampai dengan 2 ha, diperlukan minimum 5 contoh pemeriksaan. (2) Untuk setiap penambahan areal sampai dengan 2 ha, jumlah contoh pemeriksaan ditambah satu dengan rumus X : jumlah contoh pemeriksaan yang diperlukan Y : luas areal pertanaman yang akan diperiksa (ha) (3) Untuk luas areal pertanaman lebih dari 16 ha, dapat dipergunakan contoh pemeriksaan minimal, yaitu 12 contoh pemeriksaan. b) Pemeriksaan global dilakukan dengan mengelilingi pertanaman untuk memeriksa isolasi jarak, isolasi waktu dan keadaan pertanaman serta kebersihan lapangan.

9 16 (1) Isolasi jarak, antara dua areal sertifikasi yang sama varietasnya tidak diperlukan isolasi jarak. Tetapi antara areal sertifikasi dengan yang bukan sertifikasi diisolasi dengan jalur kosong selebar 2 meter, atau dapat diisolasikan dengan jenis tanaman lain selebar 2 meter atau tanpa isolasi tapi selebar 2 meter dari batas kedua areal tersebut pada waktu panen dipisahkan dan tidak dimasukkan sertifikasi. (2) Isolasi waktu, perbedaan tanggal tanam dari dua varietas berbeda dan bloknya berdampingan diatur sedemikian rupa sehingga saat berbunganya berbeda minimum 30 hari. (3) Penilaian keadaan pertanaman yaitu apabila 1/3 areal pertanaman yang disertifikasi ternyata rebah dan mempersulit pemeriksaan maka areal tersebut ditolak. Namun apabila areal pertanaman yang rebah terdapat secara mengelompok maka dapat dilakukan pemeriksaan atas sisa areal yang tdak rebah. c) Pengambilan contoh pendahuluan, guna memudahkan perhitungan populasi tanaman untuk penangkaran benih sistem tebar langung. Caranya adalah : Menghitung jumlah tanaman yang terdapat dalam areal contoh pendahuluan seluas 1 m 2. Menghitung minimum 5 contoh pendahuluan secara acak dalam suatu areal/blok. Menghitung rata-rata dalam 1m 2 berdasarkan

10 17 angka yang diperoleh pada angka jumlah tanaman dalam areal contoh pendahuluan dan 5 contoh pendahuluan secara acak. Jika rata-rata yang didapat misalnya X, Maka rumus menghitung luas minimum setiap satu areal contoh pemeriksaan yang akan di periksa yaitu d) Penentuan penyebaran contoh pemeriksaan dilapangan, dengan cara mengambil jumlah contoh pemeriksaan sesuai dengan rumus sedangkan letak masing-masing contoh pemeriksaan tersebut diberi tanda yang jelas, dan luas masing-masing areal contoh pemeriksaan sesuai dengan rumus e) Pemeriksaan lapangan tiap areal contoh pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa semua individu tanaman yang terdapat pada areal contoh pemeriksaan, menghitung semua varietas lain dan semua tipe simpang, menghitung semua anakan/malai yang diserang hama/penyakit yang ditularkan melalui benih. f) Cara menghitung persentase campuran varietas lain dan tipe simpang yaitu menghitung jumlah campuran varietas lain dan tipe simpang dari hasil pemeriksaan seluruh areal kemudian

11 18 dinyatakan dalam persen. Jika sistem pertanaman dengan sistem tebar langsung maka persentase CVL dan tipe simpangnya yaitu : Jika sistem pertanaman dengan sistem tebar langsung maka persentase CVL dan tipe simpangnya yaitu : 4) Hasil pemeriksaan lapangan dimasukkan ke dalam formulir yang sudah disedikan oleh instansi yang menangani Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih untuk setiap pemeriksaan. Hasil tersebut akan dikirim kepada penangkar benih yang bersangkutan selambatlambatnya satu minggu setelah pelaksanaan pemeriksaan lapangan. VI. Pembersihan peralatan/perlengkapan, alat penanaman dan penabur benih, alat panen, gerobak dan lain-lain perlengkapan yang akan digunakan dalam memproduksi benih harus bersih dan bebas dari kemungkinan campuran dengan varietas lain. VII. Pemeriksaan alat pengolahan, benih yang akan disertifikasi harus diolah dengan peralatan yang telah diperiksa dan disyahkan mengenai kebersihannya oleh Unit Pelaksana Teknis Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan.

12 19 VIII. Pemberian identitas pada wadah/kelompok benih A. Penetapan suatu kelompok benih berdasarkan identitasnya ( antara lain jenis, varietas, dan nomor induk lapangan). Kelompok benih ini dapat berasal dari penggabungan dua atau beberapa unit sertifikasi yang berbeda dengan tanggal panen tidak lebih dari 5 hari, yang harus diketahui dan dicatat asal usul dan persyaratan lainnya. B. Setelah suatu bagian benih diolah dan ditetapkan sebagai suatu kelompok benih maka bagian benih tersebut harus selalu ditandai dengan identitas tertentu. Instansi penyelenggara sertifikasi berwenang untuk membatasi besar/beratnya suatu kelompok benih. C. Semua wadah/tempat dari setiap kelompok harus diatur/disusun tersendiri dan tidak tercampur dengan benih lainnya. D. Produsen benih harus mencantumkan nomor kelompok benih pada setiap wadah/tempat dari suatu kelompok benih tersebut atau memberikan identitas yang berisi nomor kelompok benih pada setiap wadah/tempatnya. E. Kelompok benih yang identitasnya meragukan atau tidak terlindung dari kemungkinan pencampuran, ditolak untuk sertifikasi. IX. Contoh benih untuk pengujian A. Contoh benih yang mewakili untuk diuji di laboratorium akan diambil dari setiap kelompok benih yang telah selesai diolah dan diberi identitas kelompok benih guna sertifikasi.

13 20 B. Pengawas Benih Tanaman akan mengambil contoh benih resmi atas permintaan produsen. C. Kemasan contoh benih yang dikirim ke laboratorium harus disegel. X. Pengambilan contoh benih dan pengujian laboratorium A. Contoh benih untuk pengujian laboratorium hanya dapat diambil dari kelompok benih yang sejarah pembentukan kelompoknya jelas, diberi identitas jelas dan seragam mutunya (homogen). B. Kelompok benih tidak boleh lebih dari 30 ton, wadah-wadah dari suatu kelompok benih harus disusun dalam suatu susunan sedemikian rupa sehingga jumlahnya dapat dihitung dengan tepat dan memudahkan pengambilan contoh benihnya. C. Pengambilan contoh benih dilakukan sesuai dengan peraturan/pedoman yang dikeluarkan oleh Sub Direktorat Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih dan dari tiap-tiap kelompok benih harus diambil paling sedikit 1000 gram. XI. Standar mutu benih bersertifikat dibedakan dalam standar lapangan dan standar pengujian laboratorium. Standar lapangan dilihat pada Tabel 2 dan standar pengujian laboratorium pada Tabel 3.

14 21 Tabel 2. Standar lapangan Kelas benih Varietas lain/tipe simpang (max) % Isolasi jarak (min) meter Isolasi waktu (min)hari Benih Dasar 2, Benih Pokok 2, Benih Sebar 0, Sumber : Direktorat Jenderal Departemen Pertanian Tanaman Pangan Standar lapangan digunakan Pengawas Benih Tanaman sebagai standar kelulusan calon benih saat masih di sawah dan belum dipanen. Untuk Setiap kelas benih memiliki standar yang berbeda-beda terhadap campuran varietas lain. Cara perhitungan terhadap campuran varietas lain telah memiliki ketentuan sendiri dan hasil dari perhitungan tersebut harus melihat lagi jumlah maksimal hasil perhitungan pada Tabel 2. Tabel 3. Standar penguji laboratorium Kelas Benih Kadar air Benih murni (min) % Kotoran benih (max) % Benih tanaman lain dan biji gulma (max)% Daya tumbuh (min)% Benih Dasar 12,0 98,0 2,0 0,5 80,0 Benih Pokok 12,0 98,0 2,0 0,5 80,0 Benih Sebar 12,0 99,0 1,0 0,2 80,0 Sumber : Direktorat Jenderal Departemen Pertanian Tanaman Pangan Standar Uji Laboratorium adalah standar yang harus dihasilkan oleh benih dari setiap perhitungan terhadap kadar air, benih murni, kotoran benih, daya tumbuh dan benih tanaman lain serta biji gulma. Calon benih mungkin dapat

15 22 lulus di lapangan tetapi belum menentukan benih dapat lulus secara laboratorium. Kedua uji baik di lapangan maupun di laboratorium harus dilaksanakan. XII. Pengawasan pemasangan label Label harus terpasang pada kemasan benih pada tempat yang mudah dilihat, dan terpasang di bagian luar kemasan/menyatu dengan kemasan dan/atau tersegel. Dengan maksud agar memudahkan pada saat pelabelan ulang label dapat diganti atau ditutup dengan label LU (Label Ulang) dan tidak merubah kemasan. Pengawasan pemasangan label dapat dilakukan sewaktu-waktu atau terus menerus selama proses pemasangan label berlangsung. Pemasangan label dilakukan oleh produsen benih, dibawah pengawasan Pengawas Benih Tanaman. XIII. Ketentuan label Pada label harus dicantumkan kata Benih Bersertifikat diikuti dengan nama kelas yang bersangkutan dan warna labelnya. Nama kelas dan warna label benih terdiri dari : a. Benih Pejenis : Kuning b. Benih Dasar : Putih c. Benih Pokok : Ungu d. Benih Sebar : Biru

16 23 XIV. Permohonan nomor seri Produsen benih mengajukan permintaan nomor seri pengadaan label benih bersertifikat dan atau segel kepada penyelenggara sertifikasi setelah laporan lengkap hasil pengujian benih suatu kelompok benih dierima oleh produsen tersebut. Pemberitahuan permintaan nomor seri pengadaan label dan segel harus mencantumkan jumlah segel dan label sertifikasi yang diperlukan, nomor pengujian, nomor kelompok benih yang bersangkutan, jenis, varietas, jumlah wadah, berat bersih tiap wadah, nama dan alamat produsen. Hal ini dimaksudkan sebagai dasar pemberian nomor seri label. XV. Pengawasan peredaran label beih Label sertifikasi memiliki masa berlaku paling lama selama 6 bulan sejak tanggal selesai pengujian dan paling lama 9 bulan setelah panen. Selama masa berlakunya label dan beredar di pasar harus diadakan pengujian ulang untuk pengecekan. XVI. Pelabelan ulang Benih bersertifikat yang telah mendekati/habis masa edarnya apabila akan diedarkan kembali harus dilakukan pengujian dan pelabelan ulang. Label lama dapat dilepas atau tetap dipasang diisi label baru. Pelaksanaan pengujian dan pelabelan ulang dapat dilakukan paling lambat dalam jangka waktu 14 hari sebelum habis masa edar. Dan masa berlaku label LU (Label Ulangan) maksimum setengah dari masa berlaku label untuk sertifikat benih pertama

17 24 kali dari kelompok benih yang bersangkutan sesuai dengan jenisnya. LU (Label Ulangan) tersebut disediakan oleh produsen/pemilik benih. XVII. Pembatalan sertifikasi benih Sertifikasi benih bina dapat dibatalkan apabila dikemudian hari ternyata pelaksanaan sertifikasi tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau dokumen pendukung sertifikasi tidak benar. XVIII. Biaya sertifikasi benih Pelaksanaan sertifikasi benih atau pelabelan ulang untuk memperpanjang akhir masa edar benih, produsen benih/pengedar benih dipungut biaya yang besarnya maupun cara pembayarannya telah ditetapkan menurut ketentuan berlaku. 2.3 Konsep Kemitraan Menurut undang-undang No.9 tahun 1995, pada dasarnya kemitraan diartikan sebagai suatu bentuk kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar yang disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip-prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Menurut Baga (1995) tujuan kemitraan dapat diklasifikasikan berdasarkan pendekatan struktural dan kultural. Berdasarkan pendekatan struktural maka kemitraan bertujuan :

18 25 1. Terjalinnya hubungan usaha yang erat antara usaha yang besar atau menengah dengan usaha yang kecil berdasarkan asas saling butuh, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. 2. Menciptakan nilai tambah, efisiensi dan produktifitas bagi kedua pihak dan selanjutnya akan memperkuat ekonomi dan industri nasional. 3. Menciptakan dan meningkatkan alih pengetahuan, keterampilan manajemen dan teknologi. Sedangkan berdasarkan pendekatan kultural maka tujuan kemitraan adalah mitra usaha dapat menerima dan mengadopsi nilai-nilai baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan, prakarsa, dan kreatifitas berani mengambil resiko, etos kerja, kemampuan aspek manajerial dan bekerja atas dasar perencanaan serta berwawasan ke depan. Kemitraan dapat diwujudkan melalui : 1) Keterkaitan antara kelompok bisnis hulu atau dasar, kelompok bisnis produksi dan kelompok bisnis hilir, yaitu antara sesama pengusaha besar-pengusaha kecil baik dalam besarnya investasi maupun dalam cabang atau jenis usaha, 2) Keterkaitan antara sektor perekonomian, yaitu antara sektor pertanian industri dan jasa. Berdasarkan wujud kemitraan di atas maka pelaku kemitraan dapat disebutkan sebagai berikut : 1) Petani atau pengusaha kecil, 2) Pabrikan atau perusahaan lain, 3) Pemerintah 4) Karyawan dalam perusahaan 5) Penyandang dana (bank), 6) Konsumen.

19 Bentuk-bentuk Kemitraan Dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat beberapa bentuk kemitraan yang dijalankan antara petani dengan pengusaha menengah/besar. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No 940./Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Usaha pertanian, Bab II Pasal 4 tentang Pola kemitraan usaha menyebutkan beberapa bentuk kemitraan yaitu : 1. Pola inti plasma Merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra, salah satu contoh adalah pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) dimana perusahaan ini menyediakan sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi. Sedangkan kelompok mitra usaha memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati sehingga hasil yang diciptakan harus mempunyai daya kompetitif dan nilai jual yang tinggi. Beberapa keungulan kemitraan pola inti plasma sebagai berikut : a. Kemitraan inti plasma member manfaat timbal balik antara pengusaha besar atau menengah dengan usaha kecil sebagai plasma melalui cara pengusaha besar/menengah memberikan pembinaan serta penyediaan saprodi, bimbingan, pengolahan hasil serta pemasaran. b. Kemitraan inti plasma dapat berperan sebagai upaya pemberdayaan pengusaha kecil di bidang teknologi, modal, kelembagaan dan lain-lain

20 27 sehingga pasokan bahan baku dapat lebih terjamin dalam jumlah dan kualitas sesuai standar yang diperlukan. c. Dengan kemitraan inti plasma,beberapa usaha kecil yang dibimbing oleh usaha besar/menengah mampu memenuhi skala ekonomi, sehingga dapat dicapai efisiensi d. Pengusaha besar/menengah yang mempunyai kemampuan dan wawasan pasar yang lebih luas dapat mengembangkan komoditas, barang mempunyai keunggulan dan mampu bersaing di pasar nasional, regional maupun internasional. e. Keberhasilan kemitraan inti plasma dapat menjadi daya tarik bagi pengusaha besar/menengah lainnya sebagai investor baru untuk membangun kemitraan baru. f. Dengan tumbuhnya kemitraan inti plasma akan tumbuh pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang sehingga sekaligus dapat merupakan upaya pemerataan pendapatan sehingga dapat mencegah kesenjangan sosial. 2. Pola sub kontrak Pola sub kontrak merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas

21 28 dari bentuk kemitraan sub kontrak ini adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu. Kemitraan pola sub kontrak ini mempunyai keuntungan yang dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal dan keterampilan serta menjamin pemasaran produk kelompok mitra usaha. Sedangkan kelemahan dari kemitraan sub kontrak ini adalah adanya kecenderungan mengisolasi produsen kecil dengan hubungan yang berbentuk monopoli dan monopsoni, terutama dalam penyediaan bahan baku dan pemasaran. Selain itu terjadi penekanan terhadap harga input yang tinggi dan harga produk yang rendah, control kualitas produk yang ketat dan system pembayaran yang sering terlambat sehingga sering juga timbul adanya gejolak eksploitasi tenaga mengejar target produksi. 3. Pola kemitraan dagang umum Pola kemitraan ini merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Dalam kegiatan agribisnis, pada komoditas hortikultura pada khususnya pola ini telah dilakukan. Beberapa petani hortikultura bergabung dalam bentuk suatu badan usaha seperti koperasi tani kemudian bermitra dengan swalayan salah satu contohnya.

22 29 Keunggulan kelompok mitra atau koperasi tani berperan sebagai pemasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Sementara perusahaan mitra memasarkan produk kelompok mitra ke konsumen. Kondisi ini menguntungkan pihak kelompok mitra karena mereka tidak perlu bersusah payah memasarkan hasil produknya sampai ke tangan konsumen. 4. Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis (KOA) Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Disamping itu perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. KOA telah dilakukan pada usaha perkebunan. Dalam pelaksanaannya KOA terdapat kesepakatan tentang pembagian hasil dan resiko dalam usaha komoditas yang dimitrakan. Keunggulan pola KOA ini sama dengan keunggulan sistem inti plasma. Pola KOA paling banyak ditemukan pada masyarakat pedesaan, antara usaha kecil di desa dengan usaha rumah tangga dalam bentuk sistem bagi hasil.

23 30 5. Pola pembinaan Pola ini merupakan contoh keterkaitan tidak langsung, karena antara usaha pokok bapak angkat dengan usaha anak angkat tidak ada hubungannya. Pola ini dikembangkan untuk memberikan kesempatan kepada usaha kecil yang memiliki potensi produksi, tetapi lemah dalam pemasaran. Sehingga sering dilakukan pembinaan-pembinaan terhadap industri kecil yang berpeluang untuk memasarkan usahanya secara luas dalam maupun luar negeri. Terkait dengan berbagai pola kemitraan yang telah disebutkan diatas, tidaklah mudah memberikan penilaian bahwa salah satu pola kemitraan tersebut selalu memberikan hasil yang terbaik dan cocok untuk dikembangkan. Masingmasing pola kemitraan memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing dalam pelaksanaanya di lapangan. Beberapa hal yang menjadikan kemitraan ini berjalan dengan baik yaitu adanya (1) Rasa saling membutuhkan atau interdependensi, artinya pengusaha memerlukan pasokan bahan baku, sedang petani memerlukan bimbingan teknologi pemasaran, processing; (2) Saling menguntungkan, artinya kedua belah pihak memperoleh nilai tambah dari kerjasama; (3) Saling memperkuat, artinya kedua belah pihak sama-sama memahami hak dan kewajiban.

24 Model Industri Benih Pertanian komersial yang berorientasi pasar pada akhirnya akan berasal pada mutu benih yang digunakan. Produksi benih di Thailand dilakukan oleh Horticulture Research Institute, Perusahaan Swasta dan petani. Seperti terlihat pada model Gambar 1. Petani HRI (Horticulture Research Institute) Perusahaan Benih Petani Benih Gambar 1. Model industri benih di Thailand Benih sumber berasal dari Lembaga penelitian yang dikenal dengan nama Horticulture Research Institute (HRI). Kemudian benih tersebut disalurkan kepada perusahaan benih yang kemudian di produksi sehingga jumlahnya lebih banyak. Produksi benih tersebut dilaksanakan oleh Perusahaan benih yang bekerja sama dengan petani benih petani penangkar. Benih yang sudah ditangkar oleh petani benih dapat dipanen maka hasil panen diserahkan kembali kepada perusahaan benih untuk kemudian dipasarkan kepada petani. Di Indonesia juga terdapat model industri benih. Salah satunya yaitu model industri benih padi pada PT Pertani. Benih sumber yang sudah dimiliki oleh PT Pertani kemudian diproduksi kembali untuk diperbanyak. Perbanyakan

25 32 terhadap benih sumber dilakukan oleh petani. Kegiatan penanaman benih hingga panen oleh petani diawasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Tanaman Pangan (BPSBTP). Setelah panen maka calon benih memasuki tahapan pemeriksaan laboratorium. Jika memenuhi syarat laboratorium maka benih padi dinyatakan lulus dan bisa memperoleh sertifikasi. Kemudian benih padi yang sudah berlabel sertifikasi dibungkus oleh PT Pertani dan dipasarkan juga oleh PT Pertani. Model industri benih di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.

26 33 Benih Sumber Petani Penanaman Pemeriksaan Pemeriksaan lapangan I Pemeriksaan lapangan II Pemeriksaan lapangan III Pemeriksaan peralatan dan kerja alat PT Pertani Calon benih Panen Pemasaran Pengeringan Pengeringan Calon benih Pengawasan dan Pensertifikasian oleh BPSB Pembersihan Pelabelan Pengetesan di laboratorium Pembersihan Benih Pembersihan Pengepakan Benih Pembersihan dan pengepakan Gambar 2. Model industri benih di Indonesia pada PT Pertani 2.6 Kerangka Berpikir Berdasarkan visi dan misi Provinsi Bali tahun 2009, prioritas pembangunan Provinsi Bali sesuai dengan Pola Dasar Pembangunan Daerah Bali

27 34 yang difokuskan pada tiga sektor salah satunya yaitu pengembangan pertanian. Dalam pengembangan sektor pertanian terdapat pembangunan sub sektor tanaman pangan yang memiliki tujuan yaitu meningkatkan produktivitas, kualitas dan keragaman produksi tanaman pangan, dan meningkatkan pendapatan petani. Namun, pembangunan terhadap sektor pertanian khususnya tanaman pangan mengalami tantangan salah satunya adalah alih fungsi lahan produktif ke non produktif dari tahun ke tahun yang mengakibatkan lahan pertanian yang semakin menipis. Oleh karena itu diperlukan cara lain selain meningkatkan hasil pertanian melalui cara ekstensifikasi. Cara yang dapat ditempuh saat ini adalah melalui kegiatan peningkatan mutu cara intensifikasi yang menerapkan anjuran 12 paket teknologi dimana benih bermutu menjadi salah satu yang dianjurkan. Benih yang bermutu adalah benih yang baik dan bermutu tinggi yang menjamin pertanaman bagus dan hasil panen tinggi serta yang telah memperoleh sertifikasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan (BPSBTP). Dengan kata lain benih bermutu/bersertifikat berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan produktifitas hasil pertanian. PT Pertani (Persero) merupakan salah satu BUMN penyedia benih bersertifikat yang berlokasi di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. PT Pertani (Persero) melakukan penangkaran benih dengan membentuk sebuah kemitraan dengan para petani penangkar di sekitar Desa Munggu maupun

28 35 diluar Desa Munggu. Kemitraan yang terjalin diantara keduanya terbentuk untuk dapat meningkatkan ketersediaan benih di Provinsi Bali. Didalam kemitraan PT Pertani menjalankan fungsinya dalam hal memfasilitasi petani (pengadaan dan penyaluran sarana produksi) untuk melakukan kegiatan budidaya benih padi bersertifikat. Sedangkan petani menjalankan fungsinya yaitu melakukan kegiatan budidaya benih padi bersertifikat. Selain itu PT Pertani ini juga melakukan fungsinya yaitu menampung hasil panen, pemrosesan calon benih menjadi benih padi, pemasaran ke petani konsumen benih padi dan mendaftarkan setiap benihnya untuk melakukan tahapan sertifikasi di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan. Kerangka pemikiran teoritik dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. BPSBTP Prov. Bali Pembangunan Pertanian Ketersediaan Benih Bermutu di Provinsi Bali PT Pertani (Persero) Produksi benih Petani Konsumen Petani Penangkar Produksi padi Sertifikasi Gambar 3. Kerangka Pemikiran Kemitraan Perbenihan Padi Bersertifikat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi 1. Sejarah BPSB Jawa Tengah Awal BPSB II Tegalgondo Jawa Tengah didirikan oleh Hamengkubuwono X pada tahun 1920, yang mulanya merupakan

Lebih terperinci

Tahapan di Pertanaman. Tahapan Pasca Panen. Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam. Pengawasan Pengolahan Benih.

Tahapan di Pertanaman. Tahapan Pasca Panen. Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam. Pengawasan Pengolahan Benih. Tahapan di Pertanaman Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam Tahapan Pasca Panen Pengawasan Pengolahan Benih 5-7 hari Pemeriksaan Dokumen 1 hari Pembuatan Kelompok Benih Pengawas Benih dan

Lebih terperinci

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman DAFTAR LAMPIRAN No Lampiran Halaman 1 Foto-Foto Penelitian... 81 xvi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan visi dan misi Provinsi Bali tahun 2009, prioritas pembangunan Provinsi Bali sesuai

Lebih terperinci

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A

SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A. 082003 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN YAYASAN PENDIDIKAN POLITEKNIK AGROINDUSTRI SUKAMANDI-SUBANG 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.54, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Benih Bina. Peredaran. Produksi. Sertifikasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1316/HK.150/C/12/2016

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1316/HK.150/C/12/2016 KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1316/HK.150/C/12/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 355/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS SERTIFIKASI BENIH BINA TANAMAN

Lebih terperinci

SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH. Disampaikan Pada :

SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH. Disampaikan Pada : SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH Disampaikan Pada : PELATIHAN AGRIBISNIS KEDELAI BERBASIS KAWASAN Di Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan, 25-31 Maret 2008 PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR DINAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 355/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS SERTIFIKASI BENIH BINA TANAMAN PANGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 355/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS SERTIFIKASI BENIH BINA TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 355/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS SERTIFIKASI BENIH BINA TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56/Permentan/PK.110/11/2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA TANAMAN PANGAN DAN TANAMAN HIJAUAN PAKAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Padi termasuk golongan tanaman semusim atau tanaman muda yaitu tanaman yang biasanya berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di Indonesia terus meningkat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2015 KEMENTAN. Benih Bina. Produksi. Sertifikasi. Peredaran. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH TANAMAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI Jln. Pramuka No. 83, Arga Makmur, Bengkulu Utara 38111 Phone 0737-521330 Menjadi Perusahaan Agrobisnis Nasional Terdepan dan Terpercaya Menghasilkan sarana produksi dan

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Policy Brief PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI Pendahuluan 1. Produksi benih tanaman pangan saat ini, termasuk benih padi dan benih kedelai, merupakan

Lebih terperinci

Skripsi. Oleh : Kristin Elisabeth Siregar

Skripsi. Oleh : Kristin Elisabeth Siregar MEKANISME SERTIFIKASI DAN MODEL KEMITRAAN DALAM PRODUKSI SERTA PEMASARAN BENIH PADI PT PERTANI (PERSERO) DI PROVINSI BALI Skripsi Oleh : Kristin Elisabeth Siregar 0705315022 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA Oleh : Bambang Sayaka I Ketut Kariyasa Waluyo Yuni Marisa Tjetjep Nurasa PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN MUTU BENIH TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN MUTU BENIH TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN MUTU BENIH TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1 Definisi hutan rakyat Definisi Hutan rakyat dapat berbeda-beda tergantung batasan yang diberikan. Hutan rakyat menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999

Lebih terperinci

Learning Outcome (LO)

Learning Outcome (LO) KONTRAK PERKULIAHAN KONSEP DAN DEFINISI KEMITRAAN, TUJUAN DAN MANFAAT KEMITRAAN BENTUK-BENTUK POLA KEMITRAAN ASAS PERJANJIAN INTI PLASMA PELAKU KEMITRAAN KEMITRAN DALAM AGRIBISNIS STRATEGI KEMITRAAN Learning

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Benih Menurut Sadjad et al. (1975) yang dimaksud dengan benih ialah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih Pengertian 2.2. Klasifikasi Umum Tanaman Padi

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih Pengertian 2.2. Klasifikasi Umum Tanaman Padi II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih 2.1.1. Pengertian Benih adalah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan di dalam usaha tani, yang mana memiliki fungsi secara agronomis atau merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) Standar Nasional Indonesia Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3

Lebih terperinci

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. 28 Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani. Pendahuluan Kebutuhan benih bermutu untuk produksi tanaman pangan dan perkebunan relatif tinggi seiring dengan tujuan produksi yang lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus mampu mengantisipasi persaingan ekonomi yang semakin ketat di segala bidang dengan menggali sektor-sektor yang

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 10 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI A. DEFINISI Benih

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 44 TAHUN 1995 (44/1995) Tanggal : 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/85; TLN NO.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 354/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PRODUKSI BENIH BINA TANAMAN PANGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 354/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PRODUKSI BENIH BINA TANAMAN PANGAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 354/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PRODUKSI BENIH BINA TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

2013, No

2013, No 2013, No.1176 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SERTIFIKASI BENIH DAN PENGAWASAN MUTU BENIH TANAMAN KELAPA

Lebih terperinci

Disusun Oleh : H PROGRAM FAKULTA. commit to user

Disusun Oleh : H PROGRAM FAKULTA. commit to user SERTIFIKASI BENIH PADI HIBRIDA DI BALAI PENGAWASAN DAN SERTIFIKASI BENIH JAWAA TENGAH TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Sebagian Persyarata n Guna Memperoleh Derajat Ahli Madya Pertanian Di Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 85, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3616) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangkan pemikiran konseptual dalam penelitian ini terbagi menjadi empat bagian, yaitu konsep kemitraan, pola kemitraan agribisnis, pengaruh penerapan

Lebih terperinci

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH Ir. Yunizar, MS HP. 08527882006 Balai Pengkajian Teknologi Riau I. PENDAHULUAN Benih merupakan sarana penting dalam produksi pertanian, juga menjadi pembawa perubahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian menjadi salah satu sektor strategis dalam perekonomian Indonesia saat ini. Data PDB (Produk Domestik Bruto) atas dasar harga berlaku pada triwulan pertama

Lebih terperinci

Benih lada (Piper nigrum L)

Benih lada (Piper nigrum L) Standar Nasional Indonesia Benih lada (Piper nigrum L) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Syarat mutu...

Lebih terperinci

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) Standar Nasional Indonesia Benih panili (Vanilla planifolia Andrews) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3

Lebih terperinci

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian dihadapkan pada kondisi lingkungan strategis yang harus berkembang secara dinamis dan menjurus pada liberalisasi perdagangan internasional dan

Lebih terperinci

Sertifikasi Benih. Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 04 Nopember 2015 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH

Sertifikasi Benih. Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 04 Nopember 2015 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH Sertifikasi Benih Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 04 Nopember 2015 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH Oleh M. Kholil Mahasiswa Semester 7 Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SERTIFIKASI BENIH DAN PENGAWASAN MUTU BENIH TANAMAN AREN (Arenga pinnata,merr.)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SERTIFIKASI BENIH DAN PENGAWASAN MUTU BENIH TANAMAN AREN (Arenga pinnata,merr.) 2013, No.1178 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SERTIFIKASI BENIH DAN PENGAWASAN MUTU BENIH TANAMAN AREN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN JAKARTA DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL Nomor : P. 04 /V-PTH/2007 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

MEKANISME PENYALURAN BENIH PADI BERSUBSIDI DI KABUPATEN PURBALINGGA ABSTRAK

MEKANISME PENYALURAN BENIH PADI BERSUBSIDI DI KABUPATEN PURBALINGGA ABSTRAK 129 MEKANISME PENYALURAN BENIH PADI BERSUBSIDI DI KABUPATEN PURBALINGGA Pujiati Utami dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh PO Box 202 Purwokerto 53182

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman yang mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEMANDIRIAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEMANDIRIAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEMANDIRIAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana)

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) SNI 01-7158-2006 Standar Nasional Indonesia Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana) ICS 65.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai Tanaman kedelai merupakan salah satu komoditas pangan penghasil protein nabati yang sudah dikenal oleh masyarakat. Sejalan dengan perkembangan tanaman kedelai, maka industri

Lebih terperinci

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara Idris Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara Bptp-sultra@litbang.deptan.go.id Abstrak Penyebaran

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG INTENSIFIKASI PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN PERKEBUNAN TAHUN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Keberhasilan peningkatan produksi dalam usaha tani sangat dipengaruhi oleh masukkan berbagai faktor

Lebih terperinci

PEMULIAAN TANAMAN. Tatap Muka Minggu ke- 13 ( metode e-learning ) Semester Genap 2015 Oleh : Tyastuti Purwani, Ir. MP

PEMULIAAN TANAMAN. Tatap Muka Minggu ke- 13 ( metode e-learning ) Semester Genap 2015 Oleh : Tyastuti Purwani, Ir. MP PEMULIAAN TANAMAN Tatap Muka Minggu ke- 13 ( metode e-learning ) Semester Genap 2015 Oleh : Tyastuti Purwani, Ir. MP PRODUKSI DAN DISTRIBUSI BENIH Varietas baru suatu tanaman yang telah dihasilkan oleh

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 94/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 94/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 94/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SERTIFIKASI BENIH DAN PENGAWASAN MUTU BENIH TANAMAN SAGU (Metroxylon spp.) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Kemitraan Agribisnis. Julian Adam Ridjal. PS Agribisnis Universitas Jember

Kemitraan Agribisnis. Julian Adam Ridjal. PS Agribisnis Universitas Jember Kemitraan Agribisnis Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net KEMITRAAN AGRIBISNIS Teori Kemitraan Menurut Martodireso, dkk, (2001) dalam Agribisnis Kemitraan Usaha Bersama

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 39/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI DAN PEREDARAN BENIH BINA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 39/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI DAN PEREDARAN BENIH BINA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 39/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI DAN PEREDARAN BENIH BINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN PENYIAPAN BENIH KEDELAI Oleh : MOH. YUSUF YUNAIDI

PETUNJUK LAPANGAN PENYIAPAN BENIH KEDELAI Oleh : MOH. YUSUF YUNAIDI PETUNJUK LAPANGAN PENYIAPAN BENIH KEDELAI Oleh : MOH. YUSUF YUNAIDI A. Latar Belakang Dalam bercocok tanam pemilihan benih yang ditanam merupakan langkah pertama yang sangat penting, salah memilih benih

Lebih terperinci

SERTIFIKASI BENIH KENTANG DI INDONESIA

SERTIFIKASI BENIH KENTANG DI INDONESIA SERTIFIKASI BENIH KENTANG DI INDONESIA BALAI PENGAWASAN DAN SERTIFIKASI BENIH TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT 1 SERTIFIKASI: Proses pemberian sertifikat

Lebih terperinci

2013, No I. PENDAHULUAN

2013, No I. PENDAHULUAN 2013, No.1177 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SERTIFIKASI BENIH DAN PENGAWASAN MUTU BENIH TANAMAN SAGU

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN SERTIFIKASI BENIH TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN SERTIFIKASI BENIH TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN SERTIFIKASI BENIH TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS AGROINDUSTRI PEMBIBITAN TANAMAN BUAH

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS AGROINDUSTRI PEMBIBITAN TANAMAN BUAH PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS AGROINDUSTRI PEMBIBITAN TANAMAN BUAH Pendahuluan - Benih adalah salah satu penentu keberhasilan agribisnis bidang pertanian; - Penggunaan benih bermutu menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENGUJIAN BENIH UNTUK SERTIFIKASI BENIH

I. PENGUJIAN BENIH UNTUK SERTIFIKASI BENIH I. PENGUJIAN BENIH UNTUK SERTIFIKASI BENIH Satriyas Ilyas 1.1. Program Sertifikasi Produksi benih memerrlukan jaminan dari pihak ketiga sehingga lahirlah program sertifikasi benih. Sertifikasi benih adalah

Lebih terperinci

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang PRODUKSI BENIH PADI Persyaratan Lahan Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang ditanam sama, jika lahan bekas varietas

Lebih terperinci

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004 KENTANG (Disarikan dari PPPVH 2004) Direktorat Perbenihan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura I. UJI ADAPTASI 1. Ruang Lingkup

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 1017/Kpts/TP.120/12/98 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 1017/Kpts/TP.120/12/98 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 1017/Kpts/TP.120/12/98 TENTANG IZIN PRODUKSI BENIH BINA, IZIN PEMASUKAN BENIH DAN PENGELUARAN BENIH BINA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

SISTEM PRODUKSI DAN DISTRIBUSI

SISTEM PRODUKSI DAN DISTRIBUSI SISTEM PRODUKSI DAN DISTRIBUSI Klasifikasi Benih Berdasarkan fungsi dan cara produksi, benih terdiri alas benih inti (nuc/eous seed), benih sumber, dan benih sebar. Benih inti adalah benih awal yang penyediaannya

Lebih terperinci

Peningkatan Pendapatan Usahatani dengan Penangkaran Benih Padi Varietas Unggulan

Peningkatan Pendapatan Usahatani dengan Penangkaran Benih Padi Varietas Unggulan No. 02/Brosur/BPTP Jakarta/2008 PENINGKATAN PENDAPATAN USAHATANI DENGAN PENANGKARAN BENIH PADI VARIETAS UNGGUL BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAKARTA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran sektor pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata dalam pembentukan

Lebih terperinci

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2003 NOMOR : 70 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERIJINAN USAHA PERKEBUNAN DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian berkelanjutan memiliki tiga tujuan yaitu: tujuan ekonomi (efisiensi dan pertumbuhan), tujuan sosial (kepemilikan/keadilan) dan tujuan ekologi (kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 38/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 38/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 38/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam perkembangan

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU ( Nicotiana tabacum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Penanam dan penggunaan

Lebih terperinci

KEGIATAN UPTD PSBTPH DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2017

KEGIATAN UPTD PSBTPH DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2017 KEGIATAN UPTD PSBTPH DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2017 Oleh : Kepala UPTD PSBTPH Prov. KALTIM Disampaikan pada : Rapat Koordinasi Pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan ini merupakan makanan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan perkebunan baik yang berskala besar maupun yang berskala. sumber devisa utama Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan perkebunan baik yang berskala besar maupun yang berskala. sumber devisa utama Negara Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebahagian besar penduduk bangsa Indonesia hidup dari sektor pertanian dan perkebunan baik yang berskala besar maupun yang berskala kecil guna meningkatkan perekonomian

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam mencapai

Lebih terperinci

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN Retna Qomariah, Yanuar Pribadi, Abdul Sabur, dan Susi Lesmayati Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN JOMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG USAHA BUDIDAYA DAN KEMITRAAN PERKEBUNAN TEMBAKAU VIRGINIA DI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN DENGAN POLA PERUSAHAAN INTI RAKYAT

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENJUALAN PRODUKSI USAHA DAERAH BERUPA BENIH, BIBIT DAN MATA TEMPEL TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN TAPIN DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Ilmu usaha tani merupakan proses menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi pertanian untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan yang

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG USAHA BUDIDAYA DAN KEMITRAAN PERKEBUNAN TEMBAKAU VIRGINIA DI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani. Tercatat bahwa dari 38,29 juta orang

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani. Tercatat bahwa dari 38,29 juta orang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Tercatat bahwa dari 38,29 juta orang penduduk Indonesia bermata

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seluruh rangkaian program pertanian Indonesia pada masa Orde Baru diarahkan kepada swasembada beras. Cara utama untuk mencapai tujuan itu adalah dengan pemakaian varietas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci