LA BOLONTIO ABAD XV. Pembimbing: Drs. Jonji Apriyanto, M.Hum*, Drs. Surya Kobi, M.Pd** ELI SABAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LA BOLONTIO ABAD XV. Pembimbing: Drs. Jonji Apriyanto, M.Hum*, Drs. Surya Kobi, M.Pd** ELI SABAN"

Transkripsi

1 LA BOLONTIO ABAD XV Pembimbing: Drs. Jonji Apriyanto, M.Hum*, Drs. Surya Kobi, M.Pd** ELI SABAN Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Eli Saban, La Bolontio Abad XV. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo Dibawah bimbingan Bapak Drs. Joni Apriyanto, M.Hum., dan Bapak Drs. Surya Kobi, M.Pd. Masalah yang ada dalam penelitian ini adalah bagaimana proses masuknya La Bolontio ke wilyah Kerajaan Buton dan bagaimana pengaruh La Bolontio terhadapa wilayah-wilayah pesisir Kerajaan Buton. Hasil Penelitian menunjukan bahwa ada kemungkinan Tobelo lebih dahulu yang memasuki dan mengganggu eksistensi Kerajaan Buton. Setelah melihat berbagai kemungkinan untuk bisa mencaplok Kerajaan Buton, maka hadirlah sosok pemimpin La Bolontio dan Armada Tobelonya yang masuk ke wilayah Kerajaan Buton melalui jalur utara yang jauh lebih aman, jika dibandingkan dengan melewati laut Banda dan laut Flores di bagian timur dan tenggara pulau Buton yang terkenal sangat ganas akan badai dan ombaknya. Pengaruh La Bolontio pada dasarnya bila dianalisis secara mendalam, terbagi dalam empat bidang, yakni: bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial-budaya, dan bidang keamanan. Dalam bidang politik, pengaruh La Bolontio sempat mengganggu hubungan antara Kerajaan Buton dengan Kerajaan-kerajaan lainnya, seperti Kerajaan Muna, Kerajaan Konawe, Kerajaan Kaledupa dan Kerajaan Selayar. Dalam bidang Ekonomi, hubungan-hubungan perdagangan antar pulau tidak dapat dilakukan karena La Bolontio dan Armadanya tidak segan-segan melakukan perompakkan dan pembajakan terhadap kapal-kapal dagang. Dalam bidang kehidupan sosialbudaya, karakteristik La Bolontio telah mewariskan cerita sejarah lisan pada generasi-generasi setelahnya. Bidang keamanan, kepanikan yang mengganggu kestabilan masyarakat, termasuk juga keamanan Kerajaan Buton. Kata Kunci: La Bolontio, Abad XV

2 PENDAHULUAN La Bolontio adalah seorang Kapten Laksamana Laut dari Kesultanan Ternate yang berada di kepulauan Tobelo yang masih merupakan daerah atau wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate.La Bolontio diberikan amanat oleh Sultan Baabullah Datu Sah untuk menyebarkan pengaruh dan ajaran Islam di kawasan timur Nusantara termasuk pulau Buton, pulau Muna, Bima, pulau Selayar dan Makassar yang pada saat itu masih kebanyakan kerajaan yang menganut kepercayaan Hindu-Budha 1. Disinyalir bahwa kedatangan La Bolontio ke pulau Buton melalui jalur utara yang jauh lebih aman dari pada harus melewati jalur selatan (laut Banda dan laut Flores) di bagian timur atau tenggara pulau Buton yang terkenal ganas dengan badai ombaknya. Kapten Laksamana Laut La Bolontio memipin pasukannya di bawah perintah Sultan Ternate ke-4 Sultan Baabullah Datu Sah ( ), untuk memperluas wilayah kekuasaannya dan juga dalam rangka menyebarkan pengaruh dan ajaran agama Islam dikawasan timur Nusantara. Kedatangan Armada La Bolontio ke pulau Buton berlangsung pada saat Kerajaan Buton masih dipimpin oleh raja ke-5 Raja La Ngujuraja dengan gelar Raja Mulae yang dijuluki dengan nama Sangia Yi Gola (keramat yang manis) sampai pada tahun Disini terlihat ada perbedaan interval waktu yang sangat jauh antara masa pemerintahan Raja Mulae dengan masa pemerintahan Sultan Baabullah Datuh Syah yang terpaut hampir 90 tahun. Namun jika di konversi ke tahun masa pemerintahan Raja Mulae maka diperoleh kemungkinan kesamaan waktu antara Raja Buton dengan Sultan Ternate pada masa pemerintahan Sultan Ternate yang pertama yakni pada masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin ( ). Di mata masyarakat Buton, La Bolontio dikenal sebagai seorang perompak bajak laut bermata satu yang sangat terkenal dengan sosoknya yang bengis dan menakutkan bagi siapa saja yang berpapasan langsung dengannya. La Bolontio mengisi perutnya dengan hasil-hasil bajakan dan rampokannya. Setelah La 1 La Oba. Muna dalam Lintasan Sejarah (Prasejarah-Era Reformasi). (Muna: Sinyo M.P. 2005), hal Rusman Bahar Konstelasi Sejarah Buton: Masa Lalu dan Masalahnya. Bau-Bau: Bumi Buton, hal. 2

3 Bolontio berhasil mencapai dan menguasai salah satu daerah dipesisir bagian utara pulau Buton, maka daerah tersebut ia pergunakan sebagai tempat peristrahatan bersama rombongannya dan membangun sebuah markas perlindungan dari bencana badai laut. Hingga sampai saat ini daerah itu di abadikan namanya dengan sebutan Labuan Tobelo. Labuan Tobelo adalah salah satu tempat berlabuhnya orang-orang yang berasal dari Tobelo. Secara langsung masyarakat Kerajaan Kulisusu yang masih merupakan salah satu daerah barata dari Kerajaan Buton pada saat itu merasakan imbasnya dengan adanya berbagai macam ancaman dan gangguan yang timbul akibat ulah La Bolontio tersebut. Barata merupakan suatu daerah kecil yang dijadikan sebagai daerah pertahanan dan keamanan. Sebelum melakukan serangan ke Kerajaan Buton, La Bolontio bersama pasukannya terlebih dahulu menaklukkan daerah Kendari dan Wawonii serta menguasai perairan mulai dari teluk Kendari, selat Wawonii dan selat Buton 3. La Bolontio merompak dan membajak setiap kapal yang melewati atau melintasi selat Buton. Pada waktu itu Kerajaan Buton masih dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raja La Ngujuraja dengan julukan Sangia Yi Gola. Sebelum menghadapi serangan La Bolontio, Raja La Ngujuraja beserta para Staf Sara Pangka (eksekutif), Sara Gau (legislatif), Sara Bitara (yudikatif) di Kerajaan Buton melakukan musyawarah terlebih dahulu. Hasil musyawarah itu memutuskan untuk menghadang dan menghadapi La Bolontio dengan pasukannya di daerah pesisir Bone Tobungku (sekarang Kecamatan Kapuntori). Dalam pertempuran tersebut La Bolontio berhasil melumpuhkan dua orang sekaligus dari para kesatria yang ikut dalam sayembara yakni Opu Manjawari dan Raja Betoambari. Setelah melihat keadaan ini, La Kilapontoh langsung bergerak maju untuk melawan La Bolontio dan berhasil mengalahkannya. Setelah La Bolontio tewas terbunuh maka anggota kelompoknya yang masih hidup ditawan 4, dan sebagian lagi pasukannya yang masih hidup berhasil lolos dan melarikan diri kedaerah-daerah sekitar. 3 Ibid., hlm Prof. H. La Ode Sirajudin Djarudju. Naskah Buton, Naskah Dunia: Prosiding Simposium Internasional IX Pernaskahan Nusantara di Kota Bau-Bau. hal. 141

4 Setelah La Kilaponto membunuh panglima perang La Bolontio kemudian La Kilaponto memenggal kepala La Bolontio yang akan di persembahkan kepada Raja La Ngujuraja dan memotong alat vital (kemaluan) La Bolontio untuk dijadikan sebagai barang bukti yang akan diperlihatkan kepada Raja Buton Raja La Ngujuraja bahwa La Kilaponto telah berhasil membunuh La Bolontio dan pasukannya sudah di taklukkan. Kemudian daripada itu La Kilaponto telah di akui oleh Raja La Ngujuraja dan langsung dikawinkan dengan Boroko Malanga. Akhirnya kepala La Bolontio diserahkan kepada orang Siompu untuk disimpan dalam sebuah gua yang berada di atas batu di kampung Lontoi. Saat pertempuran di Bonena Tobungku, sangat banyak pasukan La Bolontio yang terbunuh, sehingga pasir yang awalnya berwarna putih berubah menjadi merah karena darah yang tertumpah akibat pertempuran yang dilakukan antara Kerajaan Buton melawan Kapten Laksamana Laut La Bolontio bersama pasukan yang dipimpinnya. Namun pasukan La Bolontio yang masih hidup, lari dan meloloskan diri di daerah-daerah sekitar hingga saat ini sudah tidak diketahui lagi keberadaan mereka. Metode Penelitian Sebagaimana halnya prosedur dalam penulisan sejarah pada umumnya, maka penelitian ini menggunakan metodologi sejarah dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: Tahap Heuristik Heuristik merupakan tahap pengumpulan sumber dimana seorang peneliti sudah mulai secara aktual turun meneliti di lapangan. Pada tahap ini, kemampuan teori-teori yang bersifat deduktif-spekulatif yang di tuangkan dalam proposal penelitian mulai di uji secara induktif-empirik atau pragmatik 5. Pada tahap ini, penulis akan mulai dengan mecari sumber-sumber seperti yang telah dijelaskan pada poin tinjauan pustaka dan sumber. Penulis akan berusaha untuk mengidentifikasi sumber-sumber primer seperti arsip baik ditingkatan kabupaten, provinsi ataupun pusat. Menurut metodologi sejarah, 5 Ibid. hal. 51

5 sumber berupa arsip merupakan sumber yang menempati posisi tertinggi bila dibandingkan dengan posisi yang lainnya (sumber primer) karena arsip diciptakan pada waktu yang bersamaan dengan kejadian. Namun bukan berarti sumber yang lainnya tidak berguna sama sekali. Sumber-sumber yang lainnya merupakan pelengkap sekaligus penopang dalam bangunan rekonstruksi sejarah. Sehubungan dengan jenis penelitian ini, yakni metodologi sejarah maka penulis mencari sumber-sumber yang relevan dengan penelitian ini. Dengan metode sejarah itulah akan dikaji keaslian sumber data sejarah dan kebenaran informasi sejarah. Ada dua sumber yang penulis gunakan yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Data primer merupakan suatu data yang diperoleh penulis melalui wawancara dengan para informan, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tertulis yang berupa buku, artikel, arsip, naskah, majalah, koran dan internet yang berhubungan langsung dengan objek penelitian dan akan digunakan sebagai bahan pendukung dalam melakukan penulisan sejarah. Untuk memperjelas data, penulis melakukan pengumpulan data dilokasi masuknya La Bolontio dan Armada Tobelonya, dan penulis mengambil gambaran lokasi tersebut Tahap Kritik Kritik sumber ini adalah langkah selanjutnya setelah langkah pengumpulan sumber dilakukan. Kritik sumber adalah upaya untuk mendapatkan otensitas dan kredibilitas sumber dengan cara melakukan kritik. Kritik dilakukan dengan memakai cara kerja intelektual dan rasional serta mengikuti metodologi sejarah guna mendapatkan objektifitas suatu kejadian. Kritik sumber dapat dikelompokkan pada kritik ekstern dan kritik ikstern. Kritik ekstern merupakan suatu proses untuk melihat keaslian sumber, terutama dilihat dari segi kasat mata, apakah sumber dari foto kopy, tulisan tangan, stensilan, dan atau percetakan, sedangkan kritik intern bertujuan untuk mengkaji keaslian dan kebenaran data. Pada bagian ini proses yang mungkin akan dilakukan adalah dengan melihat ejaan yang digunakan dalam data tersebut.

6 Selanjutnya penulis akan menelaah dan mengkritik sumber-sumber yang ada. Melakukan tahap penyeleksian sumber-sumber dengan pertimbangan yang berasal dari dalam dan dari luar sumber itu sendiri guna untuk mendapatkan informasi yang lebih sebab informan yang penulis wawancarai berumur lebih dari 50 tahun Tahap Interpretasi Interpretasi merupakan penafsiran atau pemberian makna oleh sejarawan terhadap fakta-fakta (fact) dan bukti-bukti (evidences). Dalam metodologi penelitian sejarah, tahap interpretasi inilah yang memegang peranan penting dalam mengeksplanasikan sejarah. Berbagai sumber sejarah tidak akan bisa berbicara tanpa izin dari sejarawan 6. Penulis memahami ada beberapa hal yang harus di catat bahwa dalam melihat objek perlu data yang falid. Penulis mendeskripsikan La Bolontio dan Armada Tobelonya di Kerajaan Buton pada akhir abad ke-xv. Cerita itu turuntemurun dari generasi ke generasi sehingga hanya dapat didengar menjadi dongeng belaka. Penulis membuktikan bahwa kedatangan La Bolontio dan Armada Tobelonya di Kerajaan Buton banyak yang bisa diambil dari peninggalan tengkorak kepala yang disinyalir adalah milik La Bolontio. Proses interpretasi yang terdiri dari dua langkah yaitu analisis atau menguraikan data-data yang telah terverifikasi, dan selanjutnya adalah sintesis atau proses penyatuan data sejarah menjadi sebuah konsep Tahap Historiografi Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahap terakhir dari seluruh rangkaian metode penelitian sejarah, dimana semua sumber yang telah menjadi fakta setelah melalui kritik, kini dieksplanasikan dengan interpretasi penulis menjadi historiografi yang naratif, deskriptif, maupun analisis. Penulisan sejarah (historiografi) menjadi sarana untuk mengkomunikasikan hasil-hasil dari penelitian yang telah di ungkap, diuji (verifikasi) dan interpretasi. Rekonstruksi 6 A. Daliman, Metodologi Penelitian. Op.Cit., hal

7 akan menjadi eksis apabila hasil-hasil dari penelitian tersebut ditulis dalam sebuah buku 7. Penjelasan tentang metodologi sejarah yang dipakai penulis di atas hanyalah bersifat teoretis, efektif tidaknya implementasi dari metodologi sejarah di atas akan sangat terlihat pada hasil penelitian dan penulisan sejarah yang lebih akurat dan sangat terpercaya keberadaannya. Tahap heuristik, kritik sumber, serta interpretasi kemudian dielaborasi sehingga menghasilkan sebuah historiografi. Denga penjelasan ini dapat dipahami bahwa sesungguhnya dalam menulis sejarah merupakan gabungan dari berbagai teknik penulisan sehingga menghasilkan karya yang menarik sekaligus ilmiah. PEMBAHASAN A. Proses Masuknya Armada La Bolontio Ke Wilayah Kerajaan Buton Buton merupakan jalur pelayaran yang sangat strategis di Nusantara baik itu pada masa lampau hingga saat ini. Pulau-pulau penghasil rempah-rempah di kawasan timur dihubungkan oleh Buton dengan para pedagang yang berasal dari kawasan Nusantara bagian barat. Sehingga Buton menjadi salah satu daerah pusat urbanisasi dan pusat perdagangan terbesar di kawasan timur Nusantara. Dengan letak geografisnya yang sangat strategis dijalur pelayaran sehingga Buton menjadi salah satu bandar niaga di Nusantara. Dengan demikian, daerah Buton selalu timbul berbagai gangguan dan ancaman, salah satunya adalah gangguan dari para pembajak rompak laut. Di Buton, pemimpin bajak rompak laut ini dijuluki dengan nama La Bolontio. Seseorang yang digambarkan hitam dan jelek sekali. La Bolontio adalah seorang raja rompak lautan yang sangat pecundang. Untuk melangsungkan kehidupannya, bersama pasukannya merampok dan merampas hak orang lain serta pekerjaan bengis lainnya yang tidak senonoh. Di mata orang-orang Buton, La Bolontio adalah seorang bajak laut yang haus darah dan tidak mengenal segan mengasihi, tidak hanya pada lawannya saja bahkan pada teman sebajaknyapun tidak diberi pengampunan jika diketahui 7 A. Daliman, Op.Cit., hal. 99

8 membangkang dan tidak mematuhi perintahnya. Karena penggambarannya yang kontras itu, bahkan hingga sampai saat ini sebagian oran-orang tua masih menggunakan sosok si mata satu itu untuk menakut-nakuti anak-anaknya yang nakal dan tidak mendengar nasehatnya. Tapi di mata Ternate, kelompok yang distigmakan hitam itu justru adalah seorang pahlawan yang sangat gagah dan pemberani. Mereka adalah pengabdi yang setia pada Kesultanan Ternate. Di tangan dan pundak mereka diembankan tugas dan misi perluasan pengaruh dan pengislaman yang dititahkan oleh Kesultanan Ternate. Tidak perduli berat tanggungan resikonya, misi perluasan pengaruh dan pengislaman itu mereka laksanakan dengan penuh kesungguhsungguhan. Misi dan tugas utama mereka yang peling penting yang dititahkan oleh Kesultanan Ternate adalah mencaplok sejauh mungkin kekuasaan Kesultanan Ternate dengan cara pengislaman pada kerajaan-kerajaan yang belum memeluk Islam. Ketika wilayah dibagian utara, tengah dan timur telah mereka taklukkan dan menguasainya, sasaran misi berikutnya yang harus dituju adalah sebuah kerajaan kepulauan yang juga diincar oleh Kerajaan Gowa yang terletak dibagian tenggara kaki pulau besar Sulawesi. Kemudian, setelah selesai menyusun siasat penaklukkan atas kerajaan tersebut, maka bergeraklah armada bajak rompak laut yang dipimpin oleh La Bolontio menuju ke pulau Buton. Mereka memulai berarak di pulau Banggai, melalui selat Wawonii yang sempit kemudian berlabuh disebuah tanjung dibagian utara wilayah kekuasaan Kerajaan Kulisusu (pulau Buton). Tempat armada bajak rompak laut La Bolontio itu berlabuh, kini diabadikan namanya dengan sebutan Labuan Tobelo. Dalam manuskrip Buton tercatat bahwa La Bolontio adalah seorang Kapten Laksamana Laut di Kesultanan Ternate yang berasal dari kepulauan Tobelo. La Bolontio diembani tugas dan misi untuk memimpin pasukan laut Kesultanan Ternate. Stabilitas dan keamanan dalam kehidupan masyarakat mulai terancam akibat adanya gangguan-gangguan dan ancaman yang dilakukan oleh bajak rompak laut La Bolontio yang berasal dari kepulauan Tobelo yang masih

9 termasuk dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate. Masyarakat dibeberapa kerajaan-kerajaan kecil dan pulau-pulau kecil yang telah ditaklukkan ataupun pulau-pulau yang bersedia untuk bergabung bersama Kerajaan Buton sudah mulai resah atas keberadaan bajak rompak laut La Bolontio tersebut. Satu hal yang perlu dianalisis ialah tentang nama La Bolontio. Penamaan terhadap sosok ini jelas bukan nama aslinya. Sampai saat ini, nama yang sebenarnya dari tokoh yang berasal dari kepulauan Tobelo dan menakutkan ini tidak diketahui, tidak tercantum dalam sumber-sumber tertulis ataupun sumbersumber lisan yang berupa cerita di daerah Buton. Penamaan La Bolontio sangat erat kaitannya dengan karakteristik fisik dan psikisnya. Sebagaimana kebiasaan orang-orang Buton dan Muna memberikan nama atau julukan kepada seseorang berdasarkan tanda-tanda fisiologis atau psikologis yang paling dominan pada diri yang akan diberi nama atau julukan tersebut. Kata La dan Bolontio dalam bahasa Wolio dan Muna memiliki pemaknaan yang berbeda. Bentuk La diartikan sebagai bentuk nomina (kata benda) yang merujuk jenis kelamin laki-laki, sebagaimana pemebrian Wa (nomina) yang merujuk pada jenis kelamin perempuan. Kata Bolontio berasal dari bentuk dasar bolo hitam legam dan diafiksasi dengan akhiran ntio yang merujuk pada kata sifat khusus, sehingga dapat dimaknai bahwa La Bolontio merupakan sebuah julukan atau penamaan yang diberikan terhadap tokoh perompak bajak laut terganas yang pernah mengguncang wilayah kekuasaan Kerajaan Buton. Tidak sulit untuk memperoleh deskripsi La Bolontio. Sebagaimana yang dipahami oleh masyarakat Buton-Muna dan para sejarawan Buton bahwa La Bolontio berkulit hitam legam seumpama seekor kerbau hitam, berbadan besar, kekar, kasar, dan sangat bengis. Sedangkan orang-orang Bugis-Makassar memberikan nama atas sosok tersebut dengan sebutan La Bolong Tiong dan memiliki arti tersendiri yakni Si Hitam Pekat. Persoalan kepercayaan sejarah lisan yang berkembang pada masyarakat Buton (oral history) tentang La Bolontio hanya bermata satu dan terletak di antara

10 kedua keningnya 8, atau bisa di perumpamakan seperti makhluk luar angkasa (alien), jelas sangat tidak rasional. Sangat tidak logis dan ilmiah untuk meyakini kebenaran ini sebagai bagian dari fakta sejarah. Sebagaimana bukti fisik adanya tengkorak kepala La Bolontio yang disimpan di Museum Pariwisata Kota Bau- Bau tepatnya berada di dalam benteng Keraton Wolio, tidak ada tanda-tanda bahwa La Bolontio hanya memiliki satu mata saja. Anatomi tengkorak justru menunjukan sebagaimana bentuk tengkorak-tengkorak kepala manusia yang pada biasanya, meskipun ukurannya sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan tengkorak manusia normal lainnya. Ada kemungkinan bahwa munculnya kepercayaan ditengah-tengah masyarakat Buton saat ini tentang mata satu La Bolontio, hanya didasarkan pada adanya fenomena ketakutan dan pengakuan secara berlebih-lebihan terhadap sosok perompak bajak laut yang ganas ini. Ataupun terobsesi dengan sosok bajak laut yang tengah terkenal diberbagai sinema aksi yang diciptakan oleh orangorang mancanegara yang mengisahkan semua bajak laut hanya memiliki satu mata bukan berarti seperti makhluk luar angkasa (alien). Masuknya La Bolontio dan Armada Tobelonya diperkirakan pada akhir abad ke-xv ke wilayah perairan yang dikuasai oleh Kerajaan Buton. La Bolontio dan Armada Tobelonya masuk kewilayah kekuasaan Kerajaan Buton melalui jalur utara yang jauh lebih aman jika dibandingkan harus melewati jalur selatan karena akan melewati Laut Banda dan Laut Flores di bagian timur atau tenggara pulau Buton yang terkenal sangat ganas badai dan ombaknya. Masuknya La Bolontio bersama Armadanya tidaklah serentak. Ada kemungkinan dilakukan secara bertahap, sebagaimana kebiasaan para perompak (bajak laut) yang lebih suka melakukan penyerangan dengan menggunakan armada dengan satuan kecil dan efektif. Kemungkinan ini bisa dipertimbangkan dari segi geografis, terutama perairan laut Banda yang sangat ganas dan terkenal dengan badai ombaknya yang besar, sehingga sulit ditaklukkan oleh kapal-kapal pada waktu itu. Selain itu, La 8 Kantor Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Penyusunan Naskah Sumber Arsip Sejarah Masa Kerajaan/Kesultanan Buton. Kendari

11 Bolontio dan armadanya jelas sudah mempertimbangkan segala kemungkinan yang akan terjadi seperti jarak tempuh saat hendak mencapai perairan di selat Buton. Bila La Bolontio bersama armadanya masuk dari arah selatan, berarti harus melewati perairan Banda dan laut Flores yang juga sama ganasnya. Rute ini sangat tidak efektif, dan mengandung resiko yang bisa membahayakan aramada La Bolontio. Ada kemungkinan Tobelo lebih dahulu yang memasuki dan mengganggu Kerajaan Buton. Setelah melihat berbagai kemungkinan untuk bisa mencaplok Kerajaan Buton, maka diutuslah Laksamana Kapten Laut dari kepulauan Tobelo sebagai balasan atas kegagalan serangan Tobelo pertama yang dilakukan pada masa kekuasaan Raja Buton ke-iv Raja Tua Rade dengan julukan Sangia I-syara Jawa 9. Dengan demikian, maka datanglah La Bolontio yang merupakan sosok pemimpin Armada Tobelo yang sangat ganas, licik, sakti, dan berpengaruh. Pilihan untuk melewati selat Buton (perairan yang memisahkan daratan Buton dan daratan Muna) merupakan keputusan yang dianggap La Bolontio sebagai proses yang paling cepat. Maskipun demikian, La Bolontio tidak sertamerta melakukan serangan kepusat pemerintahan kerajaan, melainkan terlebih dahulu membangun pangkalan kekuatannya di Labuan Tobelo, dengan sesekali mengirim satuan-satuan kecil dari armadanya untuk memantau dan mengganggu kampung-kampung yang berada disepanjang pesisir pantai pulau Buton dan pulau-pulau yang berpenghuni lainya. Tujuan La Bolontio mengirim armadaarmada keci namun dianggap kuat dalam peperangan adalah untuk mencari dan mengumpulkan berbagai informasi penting mengenai peta kekuatan/kekuasaan Kerajaan Buton. Strategi yang diterapkan oleh La Bolontio ialah dengan menerapkan teror kepada masyarakat Buton dan ternyata secara perlahan hamplir meruntuhkan mental dan kekuatan yang dimiliki oleh kerajaan yang dipimpin oleh Raja La Ngujuraja yakni Kerajaan Buton. Hal ini terbukti dengan munculnya sayembara yang diadakan oleh Raja La Ngujuraja untuk mengumpulkan para kesatria atau pendekar untuk membantu pasukan militer Kerajaan Buton dalam menumpas 9 Kantor Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Op.Cit., hal. 18

12 keganasan La Bolontio dan armadanya. La Bolontio yang terkenal sakti dan sangat kejam dalam melakukan aksinya sehingga Kerajaan Buton tidak mampu lagi menghadapinya. Raja Buton dan segenap rakyatnya telah putus asa sehingga memaksa dia untuk membuat sayembara. Isi dari sayembara tersebut adalah barang siapa yang dapat menumpas pemberontakan La Bolontio akan dikawinkan dengan salah satu putri raja yang bernama Wa Tampoidongi. Wa Tampoidongi terkenal sangat cantik dan menjadi rebutan petinggi-petinggi Kerajaan Buton dan kerajaan-kerajaan tetangga. Dalam rangka mempertahankan daerah kekuasaannya, Raja La Ngujuraja meminta bantuan kepada kerajaan-kerajaan Barata (daerah penunjang pertahanan Kerajaan Buton yang memiliki raja sendiri) yakni Kerajaan Kulisusu, Kerajaan Tiworo, dan Kerajaan Kaledupa untuk membantu dalam upaya mempertahankan Kerajaan Buton dari serangan La Bolontio dan Armada Tobelonya. Berbagai informasi yang diperoleh La Bolontio kemudian dijadikan sebagai data untuk mencari titik kelemahan, sehingga mampu melumpuhkan Kerajaan Buton dengan kekuatan perang yang dimilikinya. La Bolontiopun kemudian bergerak kearah selatan dengan menyusuri selat Buton dan memusatkan kekuatan pasukannya di daerah Boneatiro. Di perkampungan inilah La Bolontio dan Armada tobelonya berperang melawan armada koalisi Kerajaan Buton yang dipimpin oleh La Kilaponto. Kelak perompak bajak laut La Bolontio dan Armada Tobelonya itu takluk dan kalah di tangan La Kilaponto dalam sebuah pertarungan adu silat di pantai Boneatiro. Peperangan berlangsung cukup lama dan memakan banyak korban dari kedua belah pihak. La Kilaponto berhasil membunuh La Bolontio dengan siasat yang sangat licik. Terkait proses masuknya La Bolontio dan Armada Tobelonya, ada penamaan sebuah tempat di Kecamatan Wakorumba Utara yakni Labuan Tobelo. Nama ini merujuk pada kata Labu (bahasa Wolio/Muna) yang dapat diartikan sebagai sauh dan kata Tobelo yang berarti 0rang yang berasal dari kepulauan tobelo. Kata Labu + an merupakan bentuk kata benda yang berarti tempat berlabuh dalam bahasa Melayu (pada waktu itu bahasa Melayu menjadi salah satu bahasa pengantar di Kerajaan Buton yang dikenal dengan Pogau Malau),

13 sehingga kata majemuk ini lebih mengarah pada makna tempat berlabuhnya orang-orang yang berasal dari Tobelo. B. Pengaruh La Bolontio terhadap Wilayah-wilayah Pesisir Kerajaan Buton Sangat sedikit sumber literatur yang bisa dipakai dalam merujuk untuj menjelaskan gulitan dari sosok bajak rompak laut La Bolontio. Pelacakan identitas dirinya tidak semudah informasi besarnya pengaruh kekuasaannya di lautan dan penceritaan dahsyatnya jalan perang ketika bajak rompak laut La Bolontio yang berasal dari kepulauan Tobelo ini dalam memimpin armadanya untuk menyerang Kerajaan Buton di penghujung abad ke-xv. Tobelo dan La Bolontio sepertinya dua nama yang saling berkaitan, namun memiliki pengaruh yang berbeda bagi masyarakat Buton hingga sekarang. Tobelo dimaknai sebagai segerombolan bajak rompak laut yang suka mengganggu, merampas, dan melakukan teroro di wilayah-wilayah kekuasaan Kerajaan Buton. Tobelo merupakan sebuah nama etnis yang tinggal di pesisir pantai di Kepulauan Maluku. Aktivitas etnis ini sebagai pasukan pelopor Kerajaan Ternate dalam menjalankan ekspansinya ke daerah-daerah sekitar kawasan laut Sulawesi dan Maluku 10. Lain halnya dengan La Bolontio, ia lebih dimaknai sebagai sosok yang sangat menakutkan, sakti, dan bengis dalam memperlakukan orang-orang Buton. Setiap wilayah disepanjang pesisir pantai pulau Buton yang pernah diteror atau diserang oleh Tobelo dan La Bolontio, pasti meninggalkan cerita sejarah lisan yang tidak menyenangkan. Dapat dikatakan pula bahwa sampai saat ini kedua nama tersebut sudah menjadi bagian dari cerita yang kian melegenda, disertai dengan adanya cerita-cerita kepahlawanan dalam melawan aksi-aksi La Bolontio dan Armada Tobelonya. Dari sekian cerita heroik, yang paling terkenal ialah tampilnya sosok La Kilaponto yang mampu menghentikan sekaligus membasmi gerakan yang dilakukan oleh Tobelo dan berhasil membunuh La Bolontio. La Kilapontopun diberi kesempatan untuk menikahi puteri Raja La 10 La Ode Rabani, Kota-kota Pantai di Sulawesi Tenggara: Perubahan dan Kelangsungan. Yogyakarta: OMBAK., hal

14 Ngujuraja yang bernama Wa Tampaydongi (Bhoroko Malanga), dan setelahnya menjadi raja Buton ke-vi dengan gelar Murhum. Pengaruh yang paling dirasakan oleh masyarakat ialah adanya gerakan La Bolontio untuk menghancurkan dan menguasai Kerajaan Buton pada waktu itu. Dalam melakukan infilterasi kekuatannya, La Bolontio melakukan tindakan pembunuhan, perampokkan, dan bahkan sampai memusnahkan kampungkampung yang mencoba melakukan perlawanan terhadapnya. La Bolontio sangat lihai dan licik dalam usahanya untuk mengganggu eksistensi dan kestabilan masyarakat di Kerajaan Buton. Dengan menguasai daerah-daerah kecil dan strategis, La Bolontio kemudian secara bertahap melakukan penguasaan pada wilayah-wilayah yang semakin dekat dengan pusat pemerintahan Kerajaan Buton di Wolio. Pengaruh La Bolontio pada dasarnya bila dianalisis secara mendalam, terbagi dalam empat bidang, yakni: bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosialbudaya, dan bidang keamanan. 1) Bidang Politik Pengaruh La Bolontio dalam bidang politik, sempat mengganggu hubungan antara Kerajaan Buton dengan kerajaan-kerajaan lainnya, seperti hubungan Kerajaan Buton dengan Kerajaan Muna, hubungan Kerajaan Buton dengan Kerajaan Konawe, hubungan Kerajaan Buton dengan Kerajaan Kaledupa dan hubungan Kerajaan Buton dengan Kerajaan Selayar. Meskipun demikian, kerajaan-kerajaan tersebut juga turut merasakan kehadiran La Bolontio dan Armada Tobelonya yang memporak-porandakan dan sangat meresahkan serta mengganggu kestabilan masyarakat dan eksistensi kerajaan. Hal ini kemudian mengilhami kerajaan-kerajaan tersebut untuk berkoalisi dan bekerjasama dengan Kerajaan Buton dalam upaya menghentikan ancamanancaman yang telah dilakukan oleh perompak bajak laut La Bolontio yang berasal dari kepulauan Tobelo bersama pasukannya. 2) Bidang Ekonomi Dalam bidang ekonomi, masyarakat Buton saat mendapat gangguan dari perompak bajak laut La Bolontio dan Armada Tobelonya, dipastikan kehidupan

15 ekonomi menjadi terhambat. Karena perang yang dilakukan oleh Kerajaan Buton melawan La Bolontio dan Armada Tobelonya merupakan satu-satunya perang terbesar pertama yang pernah dilakukan oleh Kerajaan Buton. Akibat dari peperangan tersebut, tidak hanya tenaga yang dikorbankan melainkan materi untuk membiayai pasukan-pasukan Kerajaan Buton dan juga puteri Raja yang menjadi imbalan dari sayembara. Hubungan-hubungan perdagangan antar pulau mulai terganggu dan bahkan tidak dapat dilakukan, karena perompak bajak laut La Bolontio dan Armada Tobelonya tidak segan-segan untuk melakukan perompakan dan pembajakan terhadap kapal-kapal dagang 11. Secara langsung teror yang dibuat oleh La Bolontio sangat mempengaruhi kehidupan ekonomi di Kerajaan Buton. 3) Bidang Sosial-Budaya Karakteristik perompak bajak laut La Bolontio yang bermata satu telah mewariskan cerita sejarah lisan pada generasi-generasi setelahnya. Banyak cerita yang berkembang sampai saat ini, karena diceritakan turun-temurun dari generasi ke generasi. Misalnya pada masyarakat, untuk menakut-nakuti anak kecil yang nakal, orang tua biasanya menyisipkan sebuah cerita tentang perompak bajak laut La Bolontio yang bermata satu, adapula penyelenggaraan kegiatan pencak silat dengan tema pertanrungan La Bolontio dan La Kilaponto. Pada masyarakat Siompu, muncul cerita legenda heroik Ma Sarataa yang berjuang sendiri dalam menghadapi serangan bajak laut La Bolontio dan Armada Tobelonya. 4) Bidang Keamanan Bidang keamanan jelas dipengaruhi oleh La Bolontio. Peristiwa kepanikan masyarakat Kerajaan Buton dan dipahamai oleh Raja La Ngujuraja dengan mengadakan sayembara terbuka, merupakan ciri atau tanda bahwa La Bolontio bukan hanya memporak-porandakan dan mengganggu kestabilan msyarakat di perkampungan disepanjang pesisir pantai Buton, melainkan juga telah mengganggu keamanan Kerajaan Buton. Uasaha-usaha yang dilakukan oleh Raja La Ngujuraja dengan mengirimkan pasukan penghadang, ternyata selalu berakhir 11 Rabani, La Ode Kota-Kota Pantai di Sulawesi Tenggara: Perubahan dan Kelangsungannya. Yogyakarta: OMBAK., hal. 55

16 dengan kegagalan. Eksistensi Kerajaan Buton menjadi lemah, meskipun pada akhirnya kembali bangkit setelah La Kilaponto berhasil membunuh perompak bajak laut La Bolontio di Boneatiro. Sesudah peristiwa tersebut pasukan Ternate datang ke Buton. Mereka tidak langsung mengadakan pertempuran, akan tetapi menunggu komando langsung dari Raja (Sultan Baabullah) yang sementara ditunggu kedatangannya. Panglima perang dan pasukan Ternate berlabuh di suatu teluk yang kelak diabadikan dalam sejarah dengan nama Labuan Tobelo artinya pelabuhan orangorang atau pasukan Tobelo (Ternate). Berselang beberapa lama datang tiga buah kapal tempur Belanda berlabuh di sebuah tempat yang kelak dinamakan Labuan Walanda artinya pelabuhan orang-orang atau pasukan Belanda, dengan tujuan menggempur Buton sebagai balasan atas penyerangan kapal Belanda di Kulisusu serta hendak menyelamatkan orang-orang Belanda yang tertawan. Setelah sampai di Buton Utara (sekitar Kulisusu) mereka menyaksikan armada Ternate telah berlabuh di tempat tersebut, ditandai dengan panji-panji yang ditancapkan di sepanjang pantai tempat mereka berlabuh. Panji kebesaran Ternate di Labuan Tobelo menandakan disana ada panglima besar Ternate. Namun demikian Ternate selalu mengganggu Kulisusu. Artinya pada suatu saat Ternate menjadi sekutu Buton dan saat yang lain Ternate tampil sebagai seteru Buton yang harus dilawan, sasarannya selalu wilayah paling ujung utara Buton, yakni Kulisusu dan Pulau Wawonii. Karena wilayah ini secara langsung berbatasan dengan Kerajaan Ternate. Labuan Tobelo, Labuan Walanda, dan Labuan Wolio adalah daerah-daerah yang berada di daratan bagian barat laut Buton Utara menghadap ke Pulau Wawonii.

17 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulakan beberapa hal sebagai berikut: 1. Posisi astronomi wilayah Buton terletak pada 4,20 0 Lintang Selatan, sedangkan ujung utara pulau Buton 6,20 0 Lintang Selatan ujung selatan pulau Binongko, dengan 121,40 0 Bujur Timur di ujung barat pulau Kabaena dan 124,50 0 Bujur Timur ujung timur Veldhoen Eiland yang membentang dari arah utara ke arah selatan. 2. Satu hal yang perlu dianalisis ialah tentang nama La Bolontio. Penamaan terhadap sosok ini jelas bukan nama yang sesungguhnya. Sampai saat ini, nama yang sebenarnya dari tokoh yang menakutkan ini tidak diketahui, tidak tercantum dalam sumber-sumber tertulis ataupun sumber-sumber lisan di daerah Buton. 3. Ada kemungkinan Tobelo lebih dahulu yang memasuki dan mengganggu Kerajaan Buton. Setelah melihat berbagai kemungkinan untuk bisa mencaplok Kerajaan Buton, maka hadirlah sosok pemimpin La Bolontio dan Armada Tobelonya yang masuk ke wilayah Kerajaan Buton melalui jalur utara yang jauh lebih aman, jika dibandingkan dengan melewati laut Banda dan laut Flores di bagian timur dan tenggara pulau Buton yang terkenal sangat ganas akan badai dan ombaknya. 4. Pengaruh La Bolontio pada dasarnya bila dianalisis secara mendalam, terbagi dalam empat bidang. Dalam bidang politik, pengaruh La Bolontio sempat mengganggu hubungan antara Kerajaan Buton dengan Kerajaan-kerajaan lainnya, seperti Kerajaan Muna, Kerajaan Konawe, Kerajaan Kaledupa dan Kerajaan Selayar. Dalam bidang Ekonomi, hubungan-hubungan perdagangan antar pulau tidak dapat dilakukan karena La Bolontio dan Armadanya tidak segan-segan melakukan perompakkan dan pembajakan terhadap kapal-kapal dagang. Dalam bidang kehidupan sosial-budaya, karakteristik La Bolontio telah mewariskan cerita sejarah lisan pada generasi-generasi setelahnya.

18 Bidang keamanan, kepanikan yang mengganggu kestabilan masyarakat, termasuk juga keamanan Kerajaan Buton. B. Saran Mengacu pada kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Guna menciptakan kestabilan masyarakat yang berada dijalur perdagangan yang dengan sangat strategis, maka disarankan untuk menjaga keamanan dari segala ancaman dan gangguan yang akan terjadi baik dari dalam maupun dari luar. 2. Seseorang yang tidak diketahui nama dan asal-usulnya diberikan nama dan julukan berdasarkan tanda-tanda fisiologis atau psikologis yang paling dominan. 3. Guna menjaga keselamatan dalam melakukan pelayaran, maka dipandang perlu untuk mengetahui situasi dan kondisi terlebih dahulu sebelum melakukan suatu perjalanan khususnya untuk mengarungi lautan dan ataupun samudera. 4. Bagi bajak laut ada dua alternatif yang harus dilakukan untuk mempertahankan eksistensinya yakni bekerjasama dengan kekuatan yang lebih besar atau berpindah ketempat lain.

19 Daftar Rujukan Alimudi, Muhammad Mengenal dan Memahami Nilai-Nilai Sowite. Raha: Wuna Culture Bahar, Rusman Konstelasi Sejarah Buton: Masa Lalu dan Masalahnya. Bau-Bau: Bumi Buton Daliman. A Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta: OMBAK Djarudju, Sirajudin Naskah dan sejarah Kerajaan Buton. Bau-Bau: Universitas Dayanu Ikhsanuddin Hardjasaputra, A. Sobana Penelitian dan Penulisan Sejarah. Bandung: Granesia Hasruddin Jejak Peradaban Bahari Kesultanan Buton (Armada Laut Kesultanan Buton). Bau-Bau: Universitas Dayanu Ikhsanuddin Kantor Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Penyusunan Naskah Sumber Arsip Sejarah Masa Kerajaan/Kesultanan Buton. Kendari Kuntowijoyo Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya Lapian, A.B Orang Laut Bajak Laut Raja Laut (Sejarah Kawasan Laut Sulawesi). Jakarta: Komunitas Bambu Oba, La Muna dalam Lintas Sejarah (Prasejarah-Era Reformasi). Sinyo.M.P. Bandung Poelinggomang, E.L Sejarah Maritim Dunia. Makassar: Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (LKPP) Universitas Hasanuddin Poerwadarminta, W.J.S Kamus Umum Bahasa Indonesia. Edisi III, Catatan Ke-4. Jakarta: Balai Pustaka, PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Pranoto, Suhartono W Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu Rismiyadi Benteng Keraton Sebagai Jejak Peradaban Bahari Kesultanan Buton. Universitas Lambung Mangkurat Rabani, La Ode Kota-Kota Pantai di Sulawesi Tenggara: Perubahan dan Kelangsungannya. Yogyakarta: OMBAK.

20 Said Menelusuri Lahirnya Kota Bau-Bau:Dalam Perspektif Sejarah Kesultanan Buton. Bau-Bau:Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sjamsudin, Helius Metodologi Sejarah. Yogyakarta: OMBAK Susanto Zuhdi, Didik Pradjoko dan Agus Setiawan Diaspora Orang Buton Sebagai Faktor Integrasi Bangsa. Laporan Penelitian Hibah Riset Strategis Nasional. Kepada DRPM-Universitas Indonesia Zuhdi, Susanto dkk Kerajaan Tradisional Sulawesi Tenggara: Kesultanan Buton. Jakarta: Dep. Dikbud Zuhdi, Susanto Sejarah Buton yang Terabaikan Labu Wana Labu Rope. Jakarta, Penerbit Rajagrafindo Persada Sumber Internet Azulfachri Bone Melai: Pasir Merah Diakses tanggal 16 April 2014, pukul 10:21 wita La Yusrie Mendogu Prahara di Boneatiro. diakses pada tanggal 14 Oktober 2013, Pukul 09:34 sultan murhum diakses pada tanggal 03 November 2013, Pukul 12:01 diaksespada tanggal 05 November 2013, Pukul 19:15 diakses pada tanggal 14 Desember 2013, Pukul 10:08

BAB I PENDAHULUAN. wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate.La Bolontio diberikan amanat oleh Sultan

BAB I PENDAHULUAN. wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate.La Bolontio diberikan amanat oleh Sultan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang La Bolontio adalah seorang Kapten Laksamana Laut dari Kesultanan Ternate yang berada di kepulauan Tobelo yang masih merupakan daerah atau wilayah kekuasaan Kesultanan

Lebih terperinci

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA

PERANAN PEMOEDA ANGKATAN SAMOEDERA OEMBARAN (PAS O) DALAM PERISTIWA AGRESI MILITER BELANDA II TAHUN 1948 DI YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan sebuah negara maritim karena memiliki wilayah laut yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah daratan. Hal ini menjadikan bangsa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia diawali melalui hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu kemudian berkembang ke berbagai

Lebih terperinci

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Latar Belakang Kesultanan Gowa adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Periode perjuangan tahun sering disebut dengan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periode perjuangan tahun 1945-1949 sering disebut dengan masa perjuangan revolusi fisik atau periode perang mempertahankan kemerdekaan. Periode tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nusantara (Kepulauan Antara) yang terletak di antara Benua Asia Tenggara dan Australia

BAB I PENDAHULUAN. Nusantara (Kepulauan Antara) yang terletak di antara Benua Asia Tenggara dan Australia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Republik Indonesia ialah sebuah Negara Kepulauan yang juga disebut sebagai Nusantara (Kepulauan Antara) yang terletak di antara Benua Asia Tenggara dan Australia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan

BAB I PENDAHULUAN. Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bulan September tahun 1948 merupakan saat-saat yang tidak akan terlupakan oleh masyarakat kota Madiun, terutama bagi umat Islam di Madiun. Pada bulan September tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN Skripsi ini berjudul Peranan Pesantren Syamsul Ulum Dalam Revolusi Kemerdekaan di Sukabumi (1945-1946). Untuk membahas berbagai aspek mengenai judul tersebut, maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa daerah ini terletak antara 95º13 dan 98º17 bujur timur dan 2º48 dan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa daerah ini terletak antara 95º13 dan 98º17 bujur timur dan 2º48 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aceh terletak di ujung bagian utara pulau Sumatera, bagian paling barat dan paling utara dari kepulauan Indonesia. Secara astronomis dapat ditentukan bahwa daerah ini

Lebih terperinci

Naskah Drama. Sejarah Kerajaan Samudera Pasai

Naskah Drama. Sejarah Kerajaan Samudera Pasai Naskah Drama Sejarah Kerajaan Samudera Pasai Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kemunculan kerajaan ini diperkirakan berdiri mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M[1]

Lebih terperinci

KERAJAAN DEMAK. Berdirinya Kerajaan Demak

KERAJAAN DEMAK. Berdirinya Kerajaan Demak KERAJAAN DEMAK Berdirinya Kerajaan Demak Pendiri dari Kerajaan Demak yakni Raden Patah, sekaligus menjadi raja pertama Demak pada tahun 1500-1518 M. Raden Patah merupakan putra dari Brawijaya V dan Putri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu mengalami yang namanya perubahan. Perubahan tersebut dapat diketahui dari sejarah masa lampau. Itu sebabnya kita perlu mengetahui peristiwa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas lebih rinci metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, mulai dari persiapan penelitian sampai dengan pelaksanaan penelitian dan analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 30 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metodologi penelitian yang digunakan peneliti untuk mengkaji skripsi yang berjudul Peranan K.H Mas Mansur Dalam Perkembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 35 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji skripsi yang berjudul Peranan Oda Nobunaga dalam proses Unifikasi Jepang ini, yaitu metode historis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan suatu cara atau metode, di mana

III. METODE PENELITIAN. Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan suatu cara atau metode, di mana 20 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode yang Digunakan Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan suatu cara atau metode, di mana metode tersebut merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemilihan lokasi penelitian adalah: (usaha perintis) oleh pemerintah. tersebut dipilih atas pertimbangan:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pemilihan lokasi penelitian adalah: (usaha perintis) oleh pemerintah. tersebut dipilih atas pertimbangan: BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di kota Salatiga. Pertimbangan pemilihan lokasi penelitian adalah: 1. Sekolah Guru B di Salatiga menjadi salah satu pilot

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara

BAB V KESIMPULAN. Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara BAB V KESIMPULAN Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara merupakan salah satu tempat tujuan maupun persinggahan bagi kapal-kapal dagang dari berbagai negara di dunia. Nusantara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. telah berlangsung sejak zaman purba sampai batas waktu yang tidak terhingga.

I. PENDAHULUAN. telah berlangsung sejak zaman purba sampai batas waktu yang tidak terhingga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan lalu lintas pelayaran antara Tionghoa dari Tiongkok dengan Nusantara telah berlangsung sejak zaman purba sampai batas waktu yang tidak terhingga. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini, penulis akan menguraikan metode penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini, penulis akan menguraikan metode penelitian yang 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini, penulis akan menguraikan metode penelitian yang digunakanuntuk memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan skripsi yang berjudul Perkembangan Transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam suatu negara selalu menjadi salah satu faktor utama kemenangan atau kekalahan suatu negara

Lebih terperinci

Benteng Fort Rotterdam

Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam merupakan salah satu benteng di Sulawesi Selatan yang boleh dianggap megah dan menawan. Seorang wartawan New York Times, Barbara Crossette pernah menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah Operasi yang diberi nama Operasi Overlord. Dalam Operasi ini Sekutu

BAB I PENDAHULUAN. sebuah Operasi yang diberi nama Operasi Overlord. Dalam Operasi ini Sekutu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada bulan Juni 1944, tentara Sekutu berhasil mendarat di Prancis dalam sebuah Operasi yang diberi nama Operasi Overlord. Dalam Operasi ini Sekutu berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan berkembang sejak ribuan tahun yang lampau, ini yang dapat di lihat dari kayakarya para leluhur bangsa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara rinci mengenai metode penelitian yang dipakai oleh penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan dengan judul skripsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lapangan (Fields Research) dengan menggunakan metode sejarah. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. lapangan (Fields Research) dengan menggunakan metode sejarah. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan nantinya adalah jenis penelitian lapangan (Fields Research) dengan menggunakan metode sejarah. Penelitian ini dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak serta merta mengakhiri perjuangan rakyat Indonesia. Rakyat harus tetap berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan Sekutu memutus jalur suplai dari udara maupun laut mengakibatkan pertahanan Jerman-Italia dapat dikalahkan di Afrika Utara. Sehingga kemenangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 32 3.1 Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang penulis gunakan untuk mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan judul skripsi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik

BAB I PENDAHULUAN. dituturkan di sejumlah wilayah di Indonesia, dan ada pula bahasa-bahasa etnik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara multibahasa. Ada bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan, ada bahasa Melayu lokal yang dituturkan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini akan menguraikan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan judul skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sejarah yang merupakan salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sejarah yang merupakan salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan yang data analisis datanya secara deskriptif dengan menggunakan metode penelitian sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 102 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Peran Cheng Ho dalam proses perkembangan agama Islam di Nusantara pada tahun 1405-1433 bisa dikatakan sebagai simbol dari arus baru teori masuknya agama Islam

Lebih terperinci

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia

menyatakan bertugas melucuti tentara Jepang yang telah kalah pada perang Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehadiran uang 1 di suatu daerah merupakan hal yang menarik untuk dikaji, terutama di suatu negara yang baru memerdekakan diri dari belenggu penjajahan. Uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Rinrin Desti Apriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Invasi dan pendudukan Vietnam ke Kamboja yang dilakukan pada akhir tahun 1978 merupakan peristiwa yang begitu mengejutkan baik bagi Kamboja sendiri maupun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam merekonstruksi fakta-fakta historis mengenai dinamika industri

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam merekonstruksi fakta-fakta historis mengenai dinamika industri 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam merekonstruksi fakta-fakta historis mengenai dinamika industri Sandal Barepan selama 38 tahun tersebut, maka perlu digunakan suatu metode penelitian sejarah sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

BAB III DESAIN/PENDEKATAN PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang berusaha menelaah kembali

BAB III DESAIN/PENDEKATAN PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang berusaha menelaah kembali BAB III DESAIN/PENDEKATAN PENELITIAN 3.1 Desain/Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang berusaha menelaah kembali peristiwa yang terjadi di masa lalu, dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kepemimpinan Perempuan Pembawa Perubahan di Desa Boto Tahun ,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kepemimpinan Perempuan Pembawa Perubahan di Desa Boto Tahun , BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk Dan Strategi Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, maka skripsi yang berjudul Kepemimpinan Perempuan Pembawa Perubahan di Desa Boto Tahun 1974-2007,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu watak, kepercayaan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan

TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tinjauan Historis Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yakni tinjauan dan historis. Kata tinjauan dalam bahasa Indonesia berasal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. mencapai tujuan, maka langkah-langkah yang ditempuh harus sesuai dengan

III. METODE PENELITIAN. mencapai tujuan, maka langkah-langkah yang ditempuh harus sesuai dengan 25 III. METODE PENELITIAN Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan suatu cara atau yang sering disebut dengan metode. Metode pada dasarnya berarti cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, maka langkah-langkah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. pengetahuan yang teratur dan runtut pada umumnya merupakan manifestasi

III. METODE PENELITIAN. pengetahuan yang teratur dan runtut pada umumnya merupakan manifestasi 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Metode yang Digunakan Dalam setiap penelitian, metode merupakan faktor yang penting untuk memecahkan suatu masalah yang turut menentukan keberhasilan penelitian. Sumadi Suryabrata,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul Peranan Syaikh Ahmad

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul Peranan Syaikh Ahmad BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini peneliti mengambil judul Peranan Syaikh Ahmad Yasin dalam Perjuangan Harakah Al-Muqawamah Melawan Israel di Palestina Tahun 1987-2004. Suatu kajian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu dari permasalahan yang telah dirumuskan maka bentuk dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang

PENDAHULUAN. Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II bukanlah sesuatu yang datangnya tiba-tiba, namun merupakan puncak dari suatu proses. Berkembangnya negara-negara fasis

Lebih terperinci

1. Lakilaponto yang kemudian menjadi Raja Buton VI dan Sultan I

1. Lakilaponto yang kemudian menjadi Raja Buton VI dan Sultan I Tradisi Buton baik lisan maupun tulisan menuturkan bahwa Murhum yang semasa kecil bernama Lakilaponto lahir di istana Raja Wuna diperkirakan pada awal abad ke XVI memiliki darah kebangsawanan Melayu, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Secara historis nama Banggai dahulunya bernama Kerajaan Tano Bolukan yang artinya

BAB I PENGANTAR. Secara historis nama Banggai dahulunya bernama Kerajaan Tano Bolukan yang artinya BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Secara historis nama Banggai dahulunya bernama Kerajaan Tano Bolukan yang artinya tempat pelantikan raja atau tempat meluruskan. Tano Bolukan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi (Soekanto, 2003: 243). Peranan merupakan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 34, disebutkan pada ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara

BAB I PENDAHULUAN. 34, disebutkan pada ayat 1 bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara bertahap, organisasi Muhammadiyah di Purwokerto tumbuh dan berkembang, terutama skala amal usahanya. Amal usaha Muhammadiyah di daerah Banyumas meliputi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. TempatPenelitian Penelitian yang berjudul peran liga demokrasi dalam demokrasi terpimpin, menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nurhidayatina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Nurhidayatina, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Blokade ekonomi adalah perang ekonomi yang pernah diterapkan oleh Napoleon Bonaparte di Eropa pada saat memerintah Prancis tahun 1806-. Penulis ingin mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian New Zealand merupakan negara persemakmuran dari negara Inggris yang selama Perang Dunia I (PD I) maupun Perang Dunia II (PD II) selalu berada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang sebelumnya dijajah oleh Jepang selama 3,5 tahun berhasil mendapatkan kemerdekaannya setelah di bacakannya

Lebih terperinci

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau MATERI USBN SEJARAH INDONESIA PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ILMU SEJARAH 1. PENGERTIAN SEJARAH Istilah Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajaratun yang berarti Pohon. Penggunaan kata tersebut dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta yang berkaitan dengan penelitian yang penulis kaji mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat berlaku terhadap Negara Jepang (Suryohadiprojo, 1982:1).

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat berlaku terhadap Negara Jepang (Suryohadiprojo, 1982:1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karakteristik geografis suatu Negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap kehidupan bangsanya. Hal ini dapat dilihat pada sejarah, tabiat dan watak bangsa

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN 22 III. METODELOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian A.1 Metode yang digunakan Sebelum membuat suatu penulisan penelitian hendaknya sebagai peneliti menentukan metode penelitian apakah yang akan dipakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah menjadi salah satu kegiatan perekonomian penduduk yang sangat penting. Perikanan dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka skripsi yang berjudul Revitalisasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Untuk Pendidikan Karakter

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 30 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara terinci mengenai metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan sumber berupa data dan fakta berkaitan dengan judul skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara, yang ibukotanya Gunungsitoli. Bersama pulau-pulau lain yang

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera Utara, yang ibukotanya Gunungsitoli. Bersama pulau-pulau lain yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Nias merupakian salah satu dari 17 kabupaten di Propinsi Sumatera Utara, yang ibukotanya Gunungsitoli. Bersama pulau-pulau lain yang mengelilinginya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur sosial budaya yaitu: bahasa, sistem ilmu pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem

BAB I PENDAHULUAN. unsur sosial budaya yaitu: bahasa, sistem ilmu pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah adalah peristiwa yang ada hubungannya dengan kegiatan manusia sehingga terjadi berbagai dimensi perubahan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dian Ahmad Wibowo, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dian Ahmad Wibowo, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada bulan Pebruari merupakan titik permulaan perundingan yang menuju kearah berakhirnya apartheid dan administrasi minoritas kulit putih di Afrika Selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Monumen Palagan Dan Museum Isdiman Di Ambarawa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Monumen Palagan Dan Museum Isdiman Di Ambarawa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1 Monumen Palagan Dan Museum Isdiman Di Ambarawa Kota Ambarawa merupakan kota yang terletak di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Kecamatan ini luasnya mencapai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perjuangan Pengertian perjuangan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan, yang dilakukan dengan menempuh

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG HARI JADI KOTA OTONOM TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG HARI JADI KOTA OTONOM TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG HARI JADI KOTA OTONOM TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa Kota Tanjungpinang yang

Lebih terperinci

Kerajaan Ternate dan Tidore. Oleh Kelompok 08 : Faiqoh Izzati Salwa (08) Muhammad Anwar R (21) Shela Zahidah Wandadi (27)

Kerajaan Ternate dan Tidore. Oleh Kelompok 08 : Faiqoh Izzati Salwa (08) Muhammad Anwar R (21) Shela Zahidah Wandadi (27) Kerajaan Ternate dan Tidore Oleh Kelompok 08 : Faiqoh Izzati Salwa (08) Muhammad Anwar R (21) Shela Zahidah Wandadi (27) 1 Letak Kerajaan Sejarah Berdirinya Keadaan Kerajaan Kerajaan Ternate dan Tidore

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para

Lebih terperinci

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON

2015 KEHIDUPAN MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN CIREBON BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki potensi alam di sektor perikanan yang melimpah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakatnya. Salah satu sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan. hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan. hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat dan dijadikan milik diri manusia dengan belajar. 1

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km 2, dimana 89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung Shimabara, Kyushu. Sebagian besar pelaku dari gerakan ini adalah para petani dan ronin (samurai

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia di Desa Panggungrejo sebagai berikut: 1. Perlawanan Terhadap Belanda Di Lampung ( )

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Indonesia di Desa Panggungrejo sebagai berikut: 1. Perlawanan Terhadap Belanda Di Lampung ( ) 58 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan maka, dapat disimpulkan bahwa Proses Perjuangan Lettu CPM Suratno dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di Desa Panggungrejo

Lebih terperinci

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing.

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Balas campur tangan militer Kenya di Somalia, kelompok al Shabab menyerang sebuah mal di Nairobi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan

BAB I PENDAHULUAN. Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulama di Indonesia dan negara-negara muslim lainnya telah memainkan peranan penting dan strategis. Bukan hanya dalam peningkatan spiritual umat, melainkan juga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas secara terperinci mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh penulis dengan judul skripsi Peranan Polisi Pengawas Aliran Masyarakat Ditengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perang merupakan suatu konflik dua pihak atau lebih dan dapat melalui kontak langsung maupun secara tidak langsung, biasanya perang merupakan suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kerajaan-kerajaan di Nusantara, kedudukan perempuan berada

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kerajaan-kerajaan di Nusantara, kedudukan perempuan berada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa kerajaan-kerajaan di Nusantara, kedudukan perempuan berada di bawah pengaruh laki-laki. Kadang perempuan dijadikan alat politik untuk memperoleh kekuasaan.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka bentuk penelitian ini adalah deskriptif naratif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia menyimpan limpahan budaya dan sumber sejarah dalam tradisi mereka. Budaya dan sumber-sumber sejarah tersebut dari generasi ke generasi

Lebih terperinci

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA BAB I PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA Tahun 1620, Inggris sudah mendirikan beberapa pos perdagangan hampir di sepanjang Indonesia, namun mempunyai perjanjian dengan VOC untuk tidak mendirikan

Lebih terperinci

Pendekatan Historiografi Dalam Memahami Buku Teks Pelajaran Sejarah *) Oleh : Agus Mulyana

Pendekatan Historiografi Dalam Memahami Buku Teks Pelajaran Sejarah *) Oleh : Agus Mulyana Pendekatan Historiografi Dalam Memahami Buku Teks Pelajaran Sejarah *) Oleh : Agus Mulyana Buku teks pelajaran merupakan salah satu sumber dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan

Lebih terperinci

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH *) Oleh : Agus Mulyana

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH *) Oleh : Agus Mulyana MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN PENELITIAN DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH *) Oleh : Agus Mulyana Penelitian pada dasarnya merupakan cara kerja ilmiah yang ada dalam setiap disiplin ilmu. Begitu pi kisahula halnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Di dalam sejarah Islam

BAB I PENDAHULUAN. sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Di dalam sejarah Islam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Di dalam sejarah Islam kerajaan Mataram

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. skripsi yang berjudul Pengaruh Tarekat Bektasyiyah Terhadap Korps

BAB III METODE PENELITIAN. skripsi yang berjudul Pengaruh Tarekat Bektasyiyah Terhadap Korps BAB III METODE PENELITIAN Bab ini merupakan penjelasan mengenai metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan skripsi yang berjudul Pengaruh Tarekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 13 fakultas yang ada di USU.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dari 13 fakultas yang ada di USU.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) merupakan salah satu fakultas dari 13 fakultas yang ada di USU.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik merupakan fakultas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR 1. Terbentuknya Suku Banjar Suku Banjar termasuk dalam kelompok orang Melayu yang hidup di Kalimantan Selatan. Suku ini diyakini, dan juga berdasar data sejarah, bukanlah penduduk

Lebih terperinci

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) 66. Mata Pelajaran Sejarah untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode Historis dengan

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode Historis dengan III. METODE PENELITIAN A. Metode yang digunakan Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode Historis dengan menggunakan sumber primer dan sekunder sebagai objek penelitian. Metode Historis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping menjadi salah satu faktor pemersatu bangsa juga memberikan nuansa baru dalam keberislamannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kotamadya Pematang Siantar adalah salah satu kota di propinsi Sumatera

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kotamadya Pematang Siantar adalah salah satu kota di propinsi Sumatera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kotamadya Pematang Siantar adalah salah satu kota di propinsi Sumatera utara dan merupakan kota kedua terbesar setelah Medan. Pematang Siantar terdiri dari 8

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab ini merupakan pembahasan mengenai metodologi penelitian yang digunakan penulis mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga penulisan laporan penelitian. Dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 18, yaitu pada tahun 1750 berpusat di kota dalam. Setelah Raja Kahar wafat

BAB I PENDAHULUAN. 18, yaitu pada tahun 1750 berpusat di kota dalam. Setelah Raja Kahar wafat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerajaan Langkat didirikan oleh Raja Kahar pada pertengahan abad ke- 18, yaitu pada tahun 1750 berpusat di kota dalam. Setelah Raja Kahar wafat kepemimpinan diteruskan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Kajian yang penulis ambil dalam penelitian skripsi ini adalah mengenai Perkembangan Pendidikan Islam di Bandung Tahun 1901-1942. Untuk membahas berbagi aspek mengenai judul

Lebih terperinci