Bab 9 Aksara di Ruang Publik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 9 Aksara di Ruang Publik"

Transkripsi

1 Bab 9 Aksara di Ruang Publik Pernahkah kalian memperhatikan papan reklame (billboard) yang menjulang di pinggir-pinggir jalan atau di pertokoan? Pernahkah memperhatikan berbagai nama toko, gedung-gedung, hingga berbagai bentuk iklan di media cetak atau pun televisi? Pernahkah memperhatikan aneka kemasan sampul buku, majalah, kemasan sabun dan peralatan mandi lainnya, kemasan aneka makanan dan minuman? Atau pernahkah, misalnya, kalian membuat poster atau pamflet untuk keperluan kegiatan kelas atau sekolah kalian? Bila diteliti, dari setiap bentuk yang disebutkan di atas itu sesungguhnya selalu ada unsur utama yang selalu hadir dan bahkan diwajibkan hadir; apakah unsur itu? Betul sekali! Apapun bentuk dan ukuran dari benda-benda itu, niscaya selalu menerakan aksara. Bersama aksara yang selalu hadir itu, apa lagi kiranya yang senantiasa tampak? Ya, gambar dan warna! Semua itu tak lain dari kelanjutan peradaban manusia manakala menggunakan aksara untuk menyampaikan informasi semisal pada pamflet atau pun papan reklame, bisa juga menjadi pencitraan identitas diri misalnya pada t-shirt atau kaos oblong yang kita kenakan. Atau adakalanya menjadi pernyataan sikap atau pun pilihan politis yang terpampang dalam tulisan spanduk atau banir (banner), atau tanda ikatan diri kita pada suatu kaum atau komunitas tertentu, misalkan dalam bentuk emblem penggemar klub sepak bola tertentu. Peradaban muktahir seperti kita lihat atau bahkan kita alami sendiri seperti di atas, itu bukan tanpa dasar melainkan telah menjadi ciri manusia

2 120 Sistem Tulisan dan Kaligrafi manakala berhubungan dengan manusia lainnya sejak dahulu kala. Cakram Phaistos yang diperkirakan pernah dibuat masyarakat Yunani pada tahun 1700 SM, misalnya, menunjukan adanya serangkaian aksara yang digabung dengan serangkaian bentuk gambar untuk disampaikan/dikomunikasikan kepada khalayak. Cakram itu bahkan dibuat dalam jumlah lebih dari satu, terbuat dari tanah liat yang ditera dengan acuan logam atau kayu. Inilah yang kemudian dianggap sebagai cikal-bakal yang nantinya berkembang menjadi teknologi cetak. Lantas, pertanyaan kita, apa yang membedakan antara tulisan dan cetakan? Cetakan adalah metode penggandaan grafis (tulisan atau pun gambar) yang memuat informasi dengan cara mekanik. Oleh karena itu pula cetakan pada perkembangan berikutnya lebih berkenaan dengan produksi massal. Sedangkan tulisan tangan, misalnya, hasilnya selalu tunggal. Karena sifatnya ini pula, tulisan umumnya lebih berkenaan dengan proses kreatif. Gbr. 9-1: Cakram Phaistos yang ditemukan di luar bangunan istana Minoan di Hagia Triada di kota Kreta. Cakram ini diperkirakan berasal dari kebudayaan Yunani kuno sekira tahun 1700 SM.

3 Aksara Di Ruang Publik 121 Temuan sekaligus kesadaran untuk mengomunikasikan informasi dengan rancangan tertentu untuk disampaikan kepada khalayak dalam bentuk massal, secara bertahap mendorong peradaban manusia kepada penciptaan alat cetak yang lebih canggih. Jauh sebelum alat cetak berupa mesin ditemukan, bangsa Tionghoa pada perkiraan abad ke-6 telah menemukan metode penggandaan aksara/tulisan dalam bentuk balok kayu. Temuan ini berkembang hingga di akhir periode Tang, menyebar ke Korea dan kemudian sampai ke Jepang. Sementara itu seorang ahli kaligrafi Roma, Ludovico degli Arrighi ( ), mempublikasikan sebuah booklet kecil berjudul Operina da imparare di scrivere littera cancellaresca yang berisi instruksi sederhana serta berilustrasi dengan teknik cukil kayu (wood-cut). Temuan ini terus dikembangkan oleh sejumlah ahli kaligrafi lainnya semisal Giovanni Battista Palatino yang juga berasal dari Roma- Italia hingga Guillaume Le Gangneur (1599) di Perancis. Pada tahapan perkembangan ini, kekuatan rupa (visual) sudah mulai mengedepan. Perhatikan karya Giovanni Battista Palatino di bawah ini, manakala kita melihatnya niscaya kita pertama kali tertarik oleh rangsang visual akibat pengolahan bentuk aksara ketimbang oleh teks atau informasinya yang mungkin/tentu akan kita perhatikan pula belakangan. Gbr. 9-2 Semacam buku karya Giovanni Battista Palatino yang diperbanyak dengan teknik cukil kayu (wood-cut), memperlihatkan bahwa aksara diarahkan kepada daya tarik visual.

4 122 Sistem Tulisan dan Kaligrafi Kenyataan dari gambaran singkat di atas memperlihatkan bahwa sejak awal pun orang dalam rangka mengomunikasikan sesuatu kepada orang lain telah memahami pentingnya penggabungan aksara dengan rancangan visual dan kemudian memperbanyaknya dengan teknologi cetak, atau memasangnya di tempat keramaian seperti halnya papan reklame. Hubungan antara membuat aksara dengan gaya tertentu (kaligrafi) yang kemudian digabung dengan kepentingan visual, pada akhirnya melahirkan ilmu baru yang disebut ilmu desain. Pada tahap berikutnya karya desain ini mengalami penggandaan dengan teknik cetak (grafik), maka kemudian memunculkan istilah desain grafis. Lompatan besar dari hubungan aksara-tulisan-gambar-cetak sesungguhnya terjadi manakala Gutenberg antara tahun mencetak kitab Injil dengan alat yang di kemudian hari berkembang menjadi mesin cetak. Gbr. 9-3: Salah satu halaman kitab Injil yang dicetak oleh Gutenberg pada tahun di studionya di Mainz, Jerman.

5 Aksara Di Ruang Publik 123 Aksara yang disusun menjadi kalimat-kalimat isi kitab tersebut sesungguhnya masih menggunakan aksara-aksara yang tertera pada balokbalok kayu atau pun logam. Secara teknis sebetulnya tidak jauh berbeda dengan apa yang telah dilakukan di Tiongkok, Jepang atau pun di masa yang nyaris sezaman seperti di Italia dan Perancis dalam teknik cukil kayu. Lompatan besar itu ternyata bukanlah pada bahan dasarnya (balok kayu atau pun metal) melainkan pada sistem pengelolaan dan sistem penyusunan aksara-aksara pada balok tersebut pada suatu bidang datar dengan pola cetak tinggi (lihat gbr. 9-12). Berkat teknologi baru itulah, kitab Injil yang setiap halamannya terdiri dari 42 baris, terbagi menjadi dua jilid dengan jumlah keseluruhan halamannya sebanyak 1282 halaman, bisa dicetak menjadi sebanyak 180 eksemplar. Kitab itu dihiasi pula dengan iluminasi dan inisial, serta tanda-tanda berwarna yang dikerjakan belakangan atau setelah cetak. Yang penting bagi kita di sini, sejak itulah ahli pembuat aksara, pembuat iluminasi (iluminator), ilustrator, dan ahli cetak menjadi memiliki hubungan langsung dalam mengerjakan suatu karya. Pada saat itu pula bidang-bidang tersebut menjadi sangat berdekatan dan bahkan bersatu. Seperti pada sejumlah majalah yang mungkin setiap hari pula kita lihat, kini mungkin sudah bisa kita sadari bahwa untuk membuat sampulnya saja sekurangnya melibatkan perancang grafis, fotografer atau juru gambar, yang kemudian melibatkan pula tenaga pra-cetak yang akhirnya berhubungan dengan percetakan. Sekadar contoh, mari kita perhatikan majalah Gong di halaman ini atau sesungguhnya bisa pula memperhatikan majalah apapun. Perhatikanlah wajah atau desain seperti ini, rancangannya dikerjakan oleh Felix E.Y., sementara fotonya karya Adi Nugroho. Perhatikan pula aksara (tipografi) yang menjadi nama majalah tersebut Gong. Ternyata aksara tersebut dibuat khusus, artinya bukan Gbr. 9-4: Karya fotografi, aksara, dan kepandaian meramunya akan menjadi tampilan yang menarik publik, selalu menjadi acuan para pedesain mutakhir. Hal ini tampak pada hasil rancangan majalah Gong.

6 124 Sistem Tulisan dan Kaligrafi aksara yang diambil dari tipografi yang tersedia (fonts). Ini, setidaknya, membuktikan bahwa seni membuat aksara (kaligrafi) masih berlanjut. 9.1 Ruang Publik Dari uraian di atas dalam kaitan aksara yang kemudian bertemu dengan kepentingan rupa (visual) dan belakangan bertemu pula dengan teknologi cetak, dan atau cara penempatannya yang memilih di ruang publik, baik sejak zaman cakram Phaistos hingga kenyataan yang sezaman dengan majalah Gong, semuanya diikat oleh satu kepentingan yang nyaris sama yaitu karya grafis yang kemudian dihadirkan ke ruang publik atau disampaikan kepada khalayak ramai. Yang membedakan biasanya adalah tujuan penyampaian, muatan apa yang ingin disampaikannya, serta ke kalangan mana informasi tersebut akan disampaikan. Perbedaan inilah yang kemudian menghasilkan keragaman bentuk serta keberbagaian kemungkinan rancangan (desain). Rancangan kemasan obat batuk, misalnya, tentu tak bisa disamakan dengan rancangan untuk kemasan alat-alat tulis. Kemudian rancangan kemasan obat batuk untuk anak-anak pun tentu tak bisa disamakan dengan kemasan obat batuk untuk dewasa, dan seterusnya. Dengan gambaran itu, kiranya, kita bisa pula merasakan bahwa kaligrafi (aksara yang dibuat khusus untuk tujuan tertentu) itu sesungguhnya ada atau hadir di sekeliling kehidupan sehari-hari. Ia, selain hadir sebagai pengungkap hal-hal yang berkenaan dengan keagamaan, kerohanian, dan seni, ternyata menjadi kenyataan sehari-hari pula di berbagai sela kehidupan. Dua gambar berikut ini menunjukan bahwa (1) kaligrafi Tionghoa bertebar di sebuah perkampungan Tionghoa, dan (2) kaligrafi Arab menjadi penanda dari secarik kertas bekas kemasan semen. Sejak bangun tidur hingga kembali tidur, kita senantiasa bersinggungan dengan berbagai produk desain, semisal kemasan pasta gigi, jam tangan, Gbr. 9-5: Aksara dan kaligrafi Tionghoa yang tersebar di sebuah perkampungan Tionghoa di Amerika (kiri, gambar diambil dari salah satu situs internet). Kaligrafi Arab yang tertera pada secarik kertas bekas kemasan semen yang ditemukan di sebuah jalan di Mesir (kanan, foto Herry Dim).

7 Aksara Di Ruang Publik 125 merk kendaraan, berbagai ragam desain yang tertera di jalanan, berbagai penanda di sekolah atau tempat kita bekerja, hingga sandal yang kita pakai. Di hadapan itu semua, niscaya kita pun pasti bertemu dengan ragam gaya dan bentuk tulisan yang berkenaan dengan produk-produk tersebut. Jika demikian adanya, tak heran jika kaligrafi pun muncul pada batu nisan di kuburan seperti gambar di bawah ini. Atau sebagai penunjuk harga/barang dagangan seperti gambar di bawah. Gbr. 9-6: Kaligrafi pada batu nisan, tertera pada pekuburan Tionghoa (kiri) dan menjadi penanda pula pada kuburan yang berlatar agama Islam dengan aksara Arabnya (kanan). Ini menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu hingga masa sekarang ini, sistem aksara yang kemudian menjadi bentuk yang bersifat kaligrafis senantiasa hadir di sekeliling kehidupan kita. Gbr. 9-7: Aksara Arab yang bernadakan khat jenis baru berisi informasi potongan harga pada sebuah toko di Jeddah (kiri) dan aksara Tionghoa serta Latin yang menginformasikan barang dagangan di New York (kanan). Dari sejumlah produk yang pernah kita lihat tersebut, sebagian tentu saja ada yang berupa sistem tulisan terapan yang artinya bentuk

8 126 Sistem Tulisan dan Kaligrafi Gbr. 9-8: Pada tahun 1915 Edward Johnston menerima pesanan untuk menciptakan aksara khusus bagi tempat-tempat layanan transportasi di London, hasilnya adalah jenis aksara baru yang berdasar gaya klasik Roma seperti tampak pada gambar di atas. atau gaya tulisannya telah tersedia dan si pengguna tinggal memakai dan/atau tidak khusus mencipta untuk kepentingannya. Tapi tak sedikit pula sistem aksara tersebut memang diciptakan khusus untuk kepentingan tertentu, maka dengan sendirinya dengan memperhitungkan ketepatan daya sasarannya untuk tujuan termaksud. Pada gambar di atas, misalnya, seorang perancang aksara yang bernama Edward Johnston menciptakan jenis aksara baru yang berdasar pada proporsi aksara Roman klasik. Aksara ciptaannya itu digunakan untuk penanda layanan pusat transportasi yang tersebar di kota London. 9.2 Tulisan yang Bukan untuk Dibaca Pada pasal ini, kita berbelok sedikit ke ruang publik yang lain yaitu hubungan tulisan dengan masyarakat dalam konteks yang lebih personal. Fungsi tulisannya pun tidak lagi berkenaan dengan informasi melainkan lebih dekat dengan hal yang bersifat spiritual. Kalau pun ia masih berisi informasi maka sifatnya adalah informasi spiritual atau hal-hal yang berkenaan dengan kepercayaan seseorang. Bahkan, pada beberapa kecenderungan, tulisan seperti konteks ini fungsinya tidak lagi untuk dibaca melainkan semata-mata demi/karena keyakinan spiritual semata. Untuk sampai kepada apa yang dimaksud, ada baiknya kita ikuti cuplikan kisah-kisah yang bersumberkan pada majalah Intisari terbitan tahun 1998 seperti yang dipublikasikan pula di dalam indomedia.com/intisari/1998/juli/jfoster.htm yang ringkasannya seperti berikut ini:

9 Aksara Di Ruang Publik 127 Tim baseball Cleveland Indians mengalami kekalahan sepanjang kompetisi tahun Untuk bisa menang melawan New York Yankees, manajer tim membagikan jimat berupa kaki kelinci sebanyak potong kepada para pendukung mereka yang bergerombol di gerbang stadion. Cara itu berhasil, klub Indians menang telak dengan skor 8 : 2. Contoh lain. Jodie Foster, aktris film Amerika, pernah dikabarkan panik karena kehilangan celana jin. Bukan cemas soal celananya, tapi gigi geraham bungsunya kebetulan tersimpan di kantung celana itu. Gigi itu dia yakini sebagai pembawa keberuntungan. Model kosmetika Elizabeth Hurley dikabarkan punya benda bertatahkan berlian dan dia yakini sebagai jimat hebat. Aktris Sigourney Weaver menyimpan batu kecubung penolak nasib buruk. Juga aktris Tallullah Bankhead begitu terikat dengan jimat kaki kelincinya sehingga jimat itu pun ikut ditanam bersama jasadnya saat meninggal pada 1968! Gambaran ringkas di atas semata-mata untuk membuktikan adanya semacam kepercayaan terhadap benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan serta menentukan nasib dan peruntungan. Diulang ceritakan di sini, tentu saja, bukan untuk kepentingan mempercayai atau tidak mempercayainya, serta bukan pula untuk memperdebatkannya. Kepentingan kita tak lain untuk mengetahui bahwa kenyataan seperti itu berlangsung di sepanjang zaman. Pada masyarakat Mesir kuno, misalnya, didapati macam-macam jimat yang menempel pada mumi. Dua di antaranya adalah scarab sebagai lambang keabadian, dan ankh berupa palang terbalik sebagai simbol kehidupan. Di wilayah Polinesia terdapat jimat tiki, berupa benda kecil berbentuk ukiran tubuh manusia, benda ini berhubungan dengan kelahiran yang juga populer sebagai jimat pada masyarakat Barat. Benda-benda alamiah mulai dari logam, bulu, kain, kayu, tulang, kerang, gigi dan kuku binatang, sampai tanaman pun diyakini menyimpan energi dari kekuatan alam. Bagi masyarakat Mocovi kuno di Chaco, Amerika Utara, misalnya, kuku rusa diikatkan di pergelangan kaki dan pinggang agar mereka bisa lari secepat rusa. Di kalangan masyarakat Mocovi dan sekitarnya juga dikenal jimat untuk berburu dan jimat pengasihan. Masyarakat kita pun ada yang mempercayai bahwa batu akik kecubung asihan memiliki khasiat menolak penyakit kulit menular, menambah rasa percaya diri, kewibawaan, dan kehormatan. Biasanya dipakai pula sebagai jimat agar enteng jodoh. Bagi mereka yang percaya, meyakini bahwa benda-benda tersebut bisa diisi. Berkait dengan kepercayaan semacam itu dan lebih khusus lagi di dalam pembicaraan kita yang berkenaan dengan tulisan adalah macammacam jimat berupa isim atau rajah. Benda-benda spiritual ini biasanya berupa gambar atau tulisan (inskripsi) huruf tertentu di atas secarik

10 128 Sistem Tulisan dan Kaligrafi kertas, sabuk kulit, kain atau lempengan logam. Fungsinya pun macammacam, antara lain rajah penolak penyakit, penarik rezeki, pelaris, dan sebagainya. Seperti telah disinggung di atas, hubungan manusia dengan benda dan tulisan dalam konteks spiritualitas adalah hubungan yang sudah setua kebudayaan manusia. Lukisan-lukisan dinding pada berbagai goa purbakala, misalnya, pada dasarnya bukan sekadar gambar-gambar dan sejumlah grafis telapak tangan. Sejumlah peneliti menyimpulkan bahwa manakala manusia purba menggambar hewan tak lain sebagai upacara atau proses inisiasi spiritual agar memiliki kekuatan sehingga bisa mendapatkan hewan buruan dengan mudah. Gambar, di sana, menjadi semacam do a yang dengan sendirinya lebih berkait dengan spiritualitas ketimbang penyampaian informasi. Tradisi semacam ini berlanjut ke masa manusia telah mengenal sistem tulisan. Pada perkembangan berikutnya banyak sekali tulisan-tulisan berisi teks spiritual yang kemudian teks itu sendiri dianggap sebagai berkekuatan spiritual. Contoh bahwa tulisan itu berkaitan dengan spiritualitas tampak misalnya pada temuan teks/tulisan kuno yang kini berada di Museum Gbr. 9-9: Naskah kuno yang menjadi koleksi Museum Kairo, Mesir, berisi tulisan suci kepercayaan masa itu (kiri), dan aksara yang dibuat oleh kaum Zen Budhisme yang dianggap mempunyai kekuatan/makna untuk menghubungkan diri dengan yang Maha Kuasa (kanan).

11 Aksara Di Ruang Publik 129 Kairo, Mesir (gambar 9-9) atau aksara yang dibuat oleh spiritualis Zen Budhisme. Kedua contoh tulisan itu menghubungkan diri kepada kekuatan adi-kuasa atau adi-kodrati ketimbang sebagai alat hubung/komunikasi antar manusia. Gambaran itu setidaknya memperlihatkan bahwa ada fungsi lain dari aksara yaitu fungsi spiritual. Pada kepercayaan-kepercayaan lama bahkan mengganggap teks itu sebagai wilayah suci, tidak setiap orang bisa membuat dan membacanya. Kenyataan seperti itu hadir merata di kebudayaan Mesir, Babilonia, Mesopotamia, Tionghoa, India, Yahudi, Kristen, Islam, dan berbagai kekudayaan atau sistem kepercayaan lainnya. Berbagai kebudayaan tentu memiliki istilah atau nama-namanya sendiri bagi setiap model tulisan yang dianggap memiliki kekuatan spiritual tersebut. Pada beberapa sistem kepercayaan di pula Jawa, model ini dikenal sebagai rajah, jimat, atau mantera. Rajah, jimat, isim atau mantera umumnya tidak bisa dibuat/ditulis oleh sembarang orang melainkan harus dikerjakan oleh orang yang dianggap pintar, serta biasanya dibuat untuk kepentingan perseorangan. Satu rajah, jimat, atau isim dibuat berdasarkan kepentingan seseorang, misalnya agar mudah mendapatkan rizki; dengan demikian rajah tersebut hanya akan berlaku bagi orang tersebut dan tidak akan berlaku bagi orang lain. Seringkali pembuatan/penulisannya pun tidaklah didapat dengan mudah, misalnya harus dijalani lewat tirakat, puasa, semedi, atau melalui upacara-upacara tertentu. Hasil tulisannya bisa bermacammacam, mulai dari kalimat-kalimat pendek yang sederhana sampai kepada sekumpulan tulisan dan gambar-gambar simbol yang rumit Gbr. 9-10: sampul buku Inti Sari Ilmu Ghaib yang disebutkan bersumberkan kepada ajaran Imam Ghazali, berisi tulisan-tulisan rajah, jimat, dan mantera. dan tidak bisa lagi dibaca. Baik rajah dengan tulisan sederhana dan masih bisa dibaca atau pun yang rumit, pemakaian akhirnya cenderung sama yaitu bukan untuk dibaca melainkan untuk dipakai. Isim, misalnya, biasa dijadikan ikat pinggang; tulisannya berada di dalam bungkusan kain dan

12 130 Sistem Tulisan dan Kaligrafi Gbr. 9-11: Waroge terbuat dari sebilah bambu, dibuat dengan khusus dan tidak mudah tapi penggunaannya kemudian untuk dikuburkan di hutan. menjadi tidak tampak lagi. Nyaris sama dengan isim ikat pinggang, ada pula tulisan rajah yang dijadikan kalung dan umumnya digunakan untuk anak kecil agar tumbuh tanpa gangguangangguan makhluk-makhluk tak tampak yang bermaksud jahat atau pun wabah penyakit. Bahkan ada pula rajah yang dituliskan di atas kertas atau media lain, tapi setelah jadi kemudian dibakar, abunya dimasukkan ke dalam segelas air untuk diminum oleh orang yang memintanya. Kenyataan itu nyaris senada dengan kebudayaan membuat waroge yang terdapat di masyarakat Kanekes (kalangan umum menyebutnya masyarakat Badui). Waroge hanya bisa dibuat oleh Puun (kepala adat), secara teknis pembuatannya pun tidak mudah. Berbahan sepotong bambu, lalu bambu itu ditoreh dengan benda tajam (pisau) atau adakalanya pula dirajah dengan batok kelapa yang ujungnya dibakar. Torehan itu berupa ikonografi atau gambar-gambar yang sepertinya menceritakan sesuatu. Waroge biasanya dibuat untuk menolak bala terutama manakala ada wabah, tapi ketika tidak ada wabah pun tetap dibuat yang maksudnya agar wabah tidak mendekati masyarakat Kanekes. Selain itu waroge pun dibuat dalam hubungannya dengan ritual pertanian, terutama manakala akan dimulainya musim tanam. Dilatari upacara khusus tapi terkadang cukup diwakilkan saja oleh seorang Puun, waroge itu dibawa ke hutan untuk kemudian dikuburkan.

13 Aksara Di Ruang Publik 131 Benda yang dibuat khusus dan dengan susah payah, itu ternyata bukan untuk dimiliki atau dilihat atau dibaca seseorang. Bagi orang di luar masyarakat Kanekes bahkan tidak mudah untuk bisa melihat apalagi memiliki waroge. Jika kita memintanya mesti dijawab dengan pernyataan teu wasa karena memang terlarang waroge itu dimiliki oleh orang luar atau pun oleh orang Kanekes sendiri. Prinsip dasarnya waroge itu memang tidak boleh tampil di permukaan bumi karena isinya adalah berbagai jangjawokan tentang keburukan yang harus dikuburkan. Jadi terbukti bahwa ada juga gambar, ikonografi, atau tulisan yang bahkan dibuat dengan cara khusus tapi sebenarnya bukan untuk dibaca atau dilihat. 9.3 Munculnya Komputer Setelah loncatan besar yang dimulai oleh lahirnya mesin cetak Gutenberg di abad ke-15, mesin cetak tentu mengalami perkembangan terus menerus hingga mencapai bentuknya yang paling mutahir seperti sekarang ini. Jika kalian sempat melakukan kunjungan ilmiah ke percetakan surat kabar, maka di sana akan dijumpai serangkaian mesin besar yang memajang. Logika dasar atau pola kerja dari mesin tersebut sesungguhnya tidaklah beranjak dari model yang ditemukan oleh Gutenberg, yaitu berpolakan kepada susunan aksara pada bidang datar yang kemudian dilapisi tinta cetak. Sistem pencetakannya dilakukan dengan cara menerakan lembaran kertas di atas bidang datar yang telah bertinta tersebut, kemudian menekannya. Oleh karena itu pula, sejak awal hingga kini metode tersebut dalam bahasa Inggris disebut printing press, dan bahkan kegiatan persuratkabaran dalam bahasa Inggris disebut press yang kemudian Gbr. 9-12: Aksara pada balok kayu yang sudah disusun di kotak datar, setelah dilapisi tinta di atasnya kemudian kertas diletakan untuk kemudian ditekan. Inilah nenek moyang mesin cetak yang dikenal dengan istilah letter press.

14 132 Sistem Tulisan dan Kaligrafi dalam bahasa Indonesia menjadi pers. Dibanding dengan mesin Gutenberg tingkatan teknologinya tentu telah melesat pesat. Jika mesin Gutenberg pada masanya dengan kesanggupan mencetak sebanyak 180 eksemplar sudah membuat heboh dunia, maka mesin koran masa kini dalam hitungan jam bisa mencetak antara eksemplar koran yang rata-rata berisi antara halaman. Tapi itu tadi, logika dasarnya relatif tetap dan yang mengalami perkembangan pesat adalah sistem teknologinya. Oleh karena itu, lompatan besar berikutnya setelah temuan mesin Gutenberg adalah munculnya komputer yang mulai diperkenalkan bentuk awalnya pada tahun 1940-an. Pada awalnya komputer diciptakan sebagai alat pengolah data numerik (yang berhubungan dengan angka dan hitungan). Di masa awal tersebut, komputer berhasil menembus sistem percepatan dalam hal menghitung dan mengolah angka-angka. Perkembangan berikutnya komputer tumbuh menjadi lebih cerdas sekaligus berkembang menjadi benda yang berdaya ingat luar biasa karena telah berkemampuan menyimpan data. Mulai pada tahun an, komputer kian maju dan mulai berperan penting di dalam kehidupan. Sejak itu pula komputer tak hanya berhubungan dengan angka dan hitungan, melainkan telah berkembang pula menjadi pengolah aksara. Belakangan, seperti kita tahu, komputer tak hanya menggeser budaya tulis-menulis, tetapi juga mengubah pola yang berkenaan dengan cetakmencetak. Sehubungan dengan pembahasan kita, komputer pun kemudian berkemampuan merancang aksara berdasarkan keinginan si pemakai sehingga setiap pemakai menjadi bisa memiliki aksara ciptaannya sendiri. Selain dari itu komputer pun telah menyediakan sejumlah aksara yang siap pakai, dan bahkan dengan mudah saja si pengguna bisa menambah jumlah jenis aksara tersebut hingga ribuan jenis. Dengan mengembangkan sistem yang disebut desktop publishing, sejak itu pula sesungguhnya setiap orang bisa menjadi penerbit (publisher); setiap pengguna menjadi bisa mengolah aksara dan tulisan sendiri. Bahkan setiap pengguna bisa pula melakukan penataan (layout) hingga mencetaknya atau menjadikannya sebagai buku elektronik (electronic book). 9.4 Akhir Zaman Kaligrafi? Adakah ini tanda kematian kaligrafi? Demikian kalimat pembuka dari buku a History of Calligraphy di dalam bab Cetak dan Kaligrafi yang ditulis oleh Albertine Gaur (1994). Ternyata tidak demikian. Abad ke-20 justru disebutnya sebagai

15 Aksara Di Ruang Publik 133 masa kebangkitannya kembali kaligrafi Barat. Itu, menurutnya, ditandai dengan munculnya berbagai pameran, publikasi (buku dan jurnal) kaligrafi, bermunculannya komunitas-komunitas profesional di bidang kaligrafi, dan pembelajaran di sekolah seni. Kebangkitan ini tak lepas dari jasa filsuf John Ruskin ( ). Atas jasanya, kaligrafi di abad ke-20 terdorong hingga munculnya gerakan seni dan kriya pada tahun 1880-an dan 1890-an. Sementara itu ada pula karya individual dari William Morris dan terutama Edward Johnston. Gbr. 9-13: Puisi karya William Morris yang ditulis dengan tangannya sendiri dan diterbitkan dalam bentuk buku kumpulan puisi pada tahun Salah satu karya William Morris antara lain berupa buku puisi yang ditulis dengan tangannya sendiri, sementara ornamen-ornamennya dikerjakan oleh George Wardle. Buku tersebut terbit pada tahun 1870, dilandasi oleh keyakinan Morris bahwa kaligrafi sah seperti halnya seluruh

16 134 Sistem Tulisan dan Kaligrafi karya kriya. Ini ternyata memberi semangat bagi lahirnya yayasan Pusat Sekolah Seni dan Kriya yang didirikan oleh William Richard Lethaby. Lembaga pendidikan semacam ini ternyata terus berkembang di tempattempat lain terutama di Inggris dan Jerman, dan Johnston-lah yang banyak berperan sebagai pengajar untuk kaligrafi dan tipografi. Salah seorang muridnya, Anna Simons, belakangan memperkenalkan metode ini di Austria, Swiss, dan Belanda. Itu sekadar gambaran ringkas saja bahwa meskipun teknologi cetak mengalami perkembangan demikian pesat, serta teknologi komputer seolah bisa melayani kebutuhan apapun, ternyata seni tulis (kaligrafi) yang berpokokan kepada kerja tangan secara langsung ternyata masih berkembang. Tidak hanya hidup dan berkembang di penghujung abad ke-19 saja, sebab hingga penghujung abad ke-20 pun ternyata terus hidup. Ini dibuktikan dengan masih terbitnya berbagai buku tentang kaligrafi hingga berkala, seperti Calligraphy Review. Komunitas kaligraf aksara Latin kian bertebar, demikian halnya dengan kaligraf-kaligraf aksara Tionghoa, India, dan Arab hingga kini terus berjalan dan bahkan terus menunjukkan perkembangannya pula. Perhatian besar terhadap kaligrafi, tentu saja, tampak pula pada karya-karya sejumlah seniman yang mengorientasikan karyanya pada kecenderungan mengolah aksara, sebut saja di antaranya seperti Friedrich Poppl, Karl Georg Hoefer, atau ke belakang lagi seperti Picasso, Duchamp, dan Max Ernst. Hal yang sama terjadi pula di Indonesia terutama pada perkembangan kaligrafi yang berlandaskan aksara Arab. Dimulai dengan kecenderungan masa akhir karyakarya Achmad Sadali, maka pada perkembangan berikutnya amat kuat menjadi ciri dari seni lukis A.D. Pirous, Abay D. Subarna, yang kemudian diikuti pula oleh pelukis Amri Yahya dan sejumlah senimanseniman generasi berikutnya. Perkembangan terbesar kaligrafi antara lain terlihat pada peristiwa Festival Istiqlal 1 (1991) dan Festival Istiqlal 2 (1995). Salah satu produk Gbr. 9-14: Salah satu lembar dari Al-Qur an Mushaf Istiqlal. monumentalnya adalah mushaf

17 Aksara Di Ruang Publik 135 Al-Qur an berukuran besar yang pembuatannya melibatkan puluhan ilustrator, tak kurang dari 5 orang kaligrafer, dikerjakan selama 5 tahun, dan menyerap ornamen hiasan khas yang berasal dari 27 provinsi di Indonesia. Tampak kini di hadapan kita semua, bahwa kaligrafi terus hidup di segala zaman dan bahkan menyeluruh mengisi nyaris di sekeliling kehidupan kita sejak dari ragam kehidupan keseharian kita, keagamaan, hingga ke perkembangan senirupa. Jika kita amati lebih teliti lagi, kaligrafi dengan aksara Latin ternyata pernah pula berkembang menghiasi becak, mobil angkutan seperti bis atau truk, dan bahkan kaligrafi pun muncul di tembok-tembok di perkotaan dalam wujud grafiti. Dan apakah kalian pun pernah menghiasi buku harian kalian dengan tulisan khusus yang dibuat sendiri dan kemudian disertai pula hiasan gambar? Jika pernah, kalian pun sesungguhnya telah membuat kaligrafi. 9.5 Rasa Bentuk Aksara Para pencipta aksara (kaligraf) masa kini umumnya memahami betul bahwa setiap aksara itu memiliki arsitektur atau dasar-dasar bentuknya sendiri. Setiap bentuk yang dibangun menjadi aksara diyakininya pula bahwa masing-masing mempengaruhi tampilan serta menunjukkan watak dari bentuknya. Oleh karena itu pula, para kaligraf sangat menyadari bahwa untuk satu huruf atau satu kata atau satu kalimat yang sama jika ditampilkan di dalam bentuk-bentuk aksara yang berbeda niscaya akan menghasilkan rasa atau watak yang berbeda. Kita perhatikan tiga tampilan aksara di bawah ini: Gbr. 9.15: Aksara H ditampilkan dalam tiga bentuk aksara yang berbeda. Pada gambar (9-15) di atas kita lihat bahwa dari segi aksara tidak mengalami perubahan apa-apa, ketiganya menunjukan aksara H. Tapi bagi siapapun yang melihatnya, niscaya akan merasakan bahwa pada

18 136 Sistem Tulisan dan Kaligrafi aksara yang sama tersebut memperlihatkan wataknya masing-masing yang berbeda. Karena ternyata setiap bentuk aksara itu memiliki watak yang berbeda, maka seyogianya suatu bentuk aksara itu akan tepat untuk suatu tujuan tertentu dan akan kurang tepat jika digunakan untuk tujuan lain. Untuk jelasnya, marilah kita bermain-main, misalnya kita bermaksud membuat sebuah poster untuk pertunjukan sandiwara yang diproduksi bersama-sama di kelas. Katakanlah sandiwara tersebut bersuasana horor dengan judul Malam Mencekam. Berikut ini kita tuliskan judul tersebut dengan tiga pilihan bentuk aksara seperti berikut: Gbr. 9-16: Satu judul/tulisan yang sama ditampilkan dengan tiga bentuk aksara yang berbeda. Dari ketiga bentuk aksara pada judul Malam Mencekam di atas kita merasakan bahwa (1) jenis aksara Times New Roman memperlihatkan ketegasan sekaligus mudah dibaca tetapi terasa pula sangat biasa, (2) jenis Kunstler Script hampir seperti jenis-jenis script lainnya lebih mengesankan keakraban bahkan kemesraan, dan (3) jenis HDim Horr(or) adalah model aksara yang memang diciptakan untuk kesan horror. Bagi seorang pedesain media komunikasi cetak, iklan, kemasan, merk dagang, dan desain lainnya yang berkenaan dengan aksara; rasa beda dari setiap bentuk aksara tersebut nyaris menjadi salah satu pusat perhatiannya. Sebab bentuk aksara (type face) yang dipilih bisa dikatakan pasti mengirimkan pesan penting dari informasi yang hendak disampaikan, ia pun sekaligus akan mempengaruhi selera dan sikap si penerima. Oleh karena itu pilihan bentuk aksara bisa disimpulkan sebagai menentukan atau membantu pesan atau informasi yang hendak disampaikan, tapi sekaligus bisa pula merintangi jika kita salah dalam memilih dan menentukannya. Pertanyaan kita: apa sesungguhnya yang menyebabkan perbedaanperbedaan rasa dari setiap aksara tersebut?

19 Aksara Di Ruang Publik 137 Yang menimbulkan perbedaan-perbedaan itu tidak lain adalah prinsip-prinsip dasar yang berlaku di dalam seni rupa yaitu garis, bidang, dan warna. Aksara, pertama sekali terbentuk oleh prinsip-prinsip garis. Setiap coretan garis yang dilakukan dengan cara dan alur yang berbeda, niscaya akan menghasilkan cita-rasa yang berbeda pula. Kita perhatikan gambaran sederhana dari tiga sifat garis di bawah ini: Gbr. 9-17: Tiga gambaran garis yang masing-masing menimbulkan rasa yang berbeda. Dari tiga gambar itu kita merasakan bahwa: (1) garis lurus cenderung membawa rasa tegas dan pasti, (2) garis menggelombang membawa rasa berlagu atau berlenggok, dan (3) garis bergerigi mengesankan tidak stabil, gagap, gelisah, ekspresif, atau bisa juga mengancam (ingat tanda petir untuk simbol listrik). Kemungkinan bentuk dan watak garis, tentu, tidak hanya tiga buah melainkan tak terhingga jumlahnya. Dari tiga macam itu saja antara lain kita bisa mengombinasikannya sehingga menimbulkan watak-watak yang lain lagi. Ketakterhinggaan kemungkinannya itu bisa diperluas lagi dengan pilihan mediumnya; membuat garis dengan pinsil, tentu akan berbeda jika dibanding dengan kuas, pena, arang, dan seterusnya. Baik pilihan bentuk garis atau pun pilihan medium, bagi seorang pencipta aksara atau pedesain media tak lain demi tercapainya bentuk (aksara) yang paling tepat atau paling sesuai dengan pesan yang hendak disampaikan. Oleh karena itu, seperti telah pula disinggung pada pasal lain bab ini, meskipun pada abad komputer ini kita dapati ribuan pilihan aksara yang tinggal pilih dan tinggal pakai, kenyataannya para pedesain aksara terus-menerus menciptakan bentuk-bentuk aksara baru. Hal ini terjadi karena kebutuhannya pun senantiasa berubah-ubah pula. Keberlangsungan penciptaan itu disebabkan oleh dasar kebutuhan yang berasal dari kebutuhan manusia untuk saling berkomunikasi, maka kreativitas penciptaan aksaraaksara pun kemungkinannya menjadi seluas kehidupan manusia. Aneka jenis makanan, minuman, dan kebutuhan sehari-hari terus menerus

20 138 Sistem Tulisan dan Kaligrafi diproduksi; demikian halnya surat kabar, majalah, buku setiap waktu terus dicetak; ragam hiburan berupa pertunjukan tari, musik, teater, atau film pun senantiasa hadir. Semua hal yang menjadi bagian kehidupan kita tersebut, relatif tidak ada yang abadi secara absolut melainkan penuh dengan berbagai perubahan. Sementara setiap kebutuhan dan perubahan tersebut nyaris tak terpisahkan dari dunia aksara. Karena itu pula, pencipta bentuk aksara senantiasa terus menerus ditantang kreativitasnya. Sebagai contoh kita perhatikan poster film di samping: Pengambilan contoh poster film Batman ini tidak dengan maksud memperlihatkan bahwa inilah yang terbaik, melainkan atas dasar kemungkinan bahwa film ini cukup dikenal. Tapi yang lebih penting lagi, marilah kita cermati bentuk aksara yang digunakan sejak untuk judul serta bagian-bagian lainnya. Sebelum film ini muncul, bentuk aksara tersebut niscaya tak akan dijumpai di deretan fonts yang pernah kita kenali. Aksara tersebut memang diciptakan khusus oleh dua orang pedesain yaitu Maseeh Rafani dan Mark van Bronkhorst, yang maksudnya tidak lain untuk memunculkan karakteristik dari film tersebut yang bernuansa laga serta mengesankan modern. Contoh seperti film Batman tersebut sesungguhnya terjadi pada bidang-bidang lain, bersamaan dengan itu pu la penciptaan aksara terus berlangsung searah dengan kehidupan. Gbr. 9-18: Poster film Batman menggunakan bentuk aksara yang dibuat khusus oleh dua orang pedesain. 9.6 Arsitektur Aksara Kini puluhan ribu bentuk aksara, angka, dan simbol lain telah diciptakan. Masing-masing bentuk memiliki keunikan dan ciri khasnya sendiri. Namun demikian, secara umum bentuk-bentuk aksara tersebut terdiri dari dua kelompok yaitu serif dan san-serif.

21 Aksara Di Ruang Publik 139 Tipe Serif dikenal melalui lengkungan kecil di akhir setiap aksara. Lengkungan inilah yang disebut serif. Tak hanya berfungsi penghias (dekoratif), serif pada dasarnya memiliki efek visual yang membimbing pembaca lebih mudah beralih dari satu aksara ke aksara lainnya. Jenis serif ini menjadi efektif manakala digunakan per-kalimat, artinya tidak di dalam kepentingan aksara per aksara. Oleh sifatnya ini pula maka tipe serif lebih banyak digunakan untuk bagian isi suatu tulisan. Aksara Roman yang kemudian bernama baru menjadi Times Roman adalah nenek moyang dari tipe serif ini. Gbr. 9-19: Di ujung tubuhku ada lekukan maka aku disebut serif. Tipe San-serif yakni tipe aksara tanpa serif atau tanpa lengkungan di ujung tubuhnya. Tipe ini cenderung cocok untuk penayangan besar semisal untuk judul, sub-judul, kutipan, keterangan gambar (captions), penonjolan (highlights). Gbr. 9-20: Ujung tubuhku tak berlekuk, aku disebut san-serif. X-Height, salah satu hal penting lainnya di dalam arsitektur aksara adalah x-height, yakni jarak antara garis tertinggi dan terendah yang melewati aksara tanpa lengkungan (ascender) seperti a, o, e, dan x.

22 140 Sistem Tulisan dan Kaligrafi Jika kita bermaksud menciptakan aksara, faktor ini memerlukan perhatian khusus apalagi jika aksara yang hendak kita buat itu tergolong script yang memiliki jarak antara ujung tertinggi ujung terendah dengan x-height cukup jauh. Contohnya bisa kita lihat pada bentuk aksara Hdim Arabesque yang menirukan aksara Arab (gambar 9.26). Hal tersebut harus diperhitungkan secara cermat, sebab jika diabaikan akan terjadi penumpukan yang tidak sedap dipandang. Selain hal itu x-height pun secara mendasar memiliki daya visual yang berbeda. Secara umum x-height terdiri dari dua jenis yaitu x-height rendah (low x-height) dan x-height tinggi (high x-height). Keduanya memiliki efek visual tersendiri, untuk jelasnya kita lihat gambar berikut ini: Gbr. 9-21: Perhatikan ketinggian aksara x pada dua contoh di atas serta jaraknya terhadap ascending atau pun descending. Kedua perbedaan itu memberikan efek visual yang berlainan. Perbedaan visual terjadi karena x-height memberi pengaruh terhadap kepekatan (density) atau warna halaman yang berisikan banyak teks. Aksara dengan x-height rendah cenderung memberikan kecerahan, sementara aksara dengan x-height tinggi biasanya memberi nilai pekat pada ruang. Kini perhatikan dua perbedaan tulisan di bawah ini: Gbr. 9-22: Dua jenis aksara dengan ketinggian x-height yang berbeda ketika digunakan untuk sebuah tulisan, menghasilkan tingkat kepekatan dan rasa ruang yang masing-masing berbeda. Demikianlah dengan serba selintas kita telah berjalan-jalan untuk melihat dan merasakan bahwa jenis dan bentuk-bentuk aksara itu ternyata memiliki cita-rasa yang berbeda-beda. Karena perbedaan-perbedaannya itu pula maka masing-masing aksara dipilih atau bahkan dibuat baru untuk suatu kepentingan penyampaian informasi yang paling tepat.

23 Aksara Di Ruang Publik Mencipta Bentuk Aksara Sekarang, mungkin, di antara kalian sudah ada yang mulai tertarik untuk menciptakan bentuk aksara. Itu baik sekali, artinya getar-getar naluri kreativitas sudah tumbuh di dalam diri. Untuk memulai sangat dianjurkan dengan memakai alat-alat manual seperti pinsil, pena, dan semacamnya. Meski sekarang ini hampir setiap pekerjaan (termasuk pula membuat aksara) bisa dibantu oleh komputer, sebagai langkah awal dan bahkan manakala telah menjadi profesional pun tetaplah perlu memulai serta bekerja dengan peralatan manual. Kegunaannya tentu menyangkut hal yang tidak mungkin diberikan oleh komputer yaitu hal-hal yang terutama berkenaan dengan rasa, kepekaan, dan daya ekspresi. Penggunaan alat manual tidak hanya penting di dalam latihan, para profesional pun tetap melakukannya sebab justru melalui alat-alat manual itulah biasanya ditemukan efek-efek tertentu hingga watak dari suatu bentuk. Komputer, pada gilirannya, justru menjadi alat bantu untuk menerjemahkan watak dari bentuk yang ditemukan oleh alat manual, dan bukan sebaliknya. Kita perhatikan gambar berikut ini: Gbr. 9-23: Dari coretan pinsil yang digapitkan (kiri) ke bentuk yang telah diolah komputer (kanan). Gambar 9-23 memperlihatkan bahwa pada mulanya kita membuat goresan aksara dengan menggunakan dua buah pinsil yang digapitkan, adapun kemudian menggunakan komputer maka pengolahannya belakangan. Setidaknya sekaligus menjelaskan bahwa keterampilan atau kemahiran tangan kita manakala menggunakan dan mengolah alat manual adalah faktor terpenting. Berkenaan dengan itu mungkin kini kita sudah bisa membayangkan bahwa demikian pula dengan alat-alat yang lebih khusus seperti kuas yang memiliki sifat dan kecenderungan-kecenderungan khusus setiap macamnya. Anatomi aksara, seperti tubuh kita maka aksara pun memiliki anatomi atau struktur kerangka yang menentukan bentuk tubuh. Pada kegiatan sehari-hari kita menulis sesungguhnya kita pun telah bersinggungan dengan hal ini, namun seperti pula terhadap tubuh kita; ketika kita belum mempelajarinya maka belumlah mengenalinya.

24 142 Sistem Tulisan dan Kaligrafi Berikut ini adalah cara untuk mengenali dan memahami anatomi aksara dengan pola yang sederhana. Jika pola ini mulai dicoba, pada langkah-langkah berikutnya pola ini bisa juga dijadikan pijakan dalam rangka menciptakan bentuk-bentuk aksara yang sesuai dengan keinginan dan selera kita sendiri. Manakala kita sudah betul-betul mahir, pola ini bisa saja menjadi tidak perlu diwujudkan lagi karena sesungguhnya pola termaksud sudah menjadi bagian dari konsep kesadaran yang melekat di dalam diri kita. Langkah pertama buatlah sebuah struktur kotak yang terdiri dari lima baris ke pinggir dan tujuh baris ke bawah dengan masing-masing ukuran yang sama, misalnya satu kotak kecil berukuran 1 X 1 cm. Berikutnya buat pula sekurang-kurangnya satu buah kotak yang lain dengan ditempatkan dua baris lebih rendah dari kotak pertama, ini gunanya untuk mengingatkan kita kembali kepada prinsip x-height. Kotak-kotak yang kita maksud adalah seperti gambar berikut ini: Gbr. 9-24: Kotak untuk struktur dasar (anatomi) aksara. Setelah kotak-kotak tersebut kita buat, maka segala bentuk aksara yang ingin kita buat pun sesungguhnya telah siap dilakukan. Pada contoh berikut ini, kita mulai dengan bentuk aksara yang sederhana. Sekaligus untuk selalu mengingatkan kita kepada prinsip x-height, di sini kita pilih aksara A(kapital), g, dan h. Berikutnya hubung-hubungkanlah garis untuk membetuk aksaraaksara tersebut. Setelah semua garis pinggir (kontur) aksara yang kita mak

25 Aksara Di Ruang Publik 143 sud terbentuk, jika dikehendaki silakan bagian dalamnya diberi warna. Aksara yang kita buat tersebut kira-kira akan menjadi seperti berikut ini: Gbr. 9-25: Inilah jadinya aksara yang kita buat dengan pola anatomi yang sederhana. Setelah mencoba pola sederhana di atas, mungkin di antara kalian pun sudah mulai ada yang bertanya: bolehkah jumlah kotak-kotak kecil itu diubah misalnya ke pinggir dan ke bawah menjadi sama masing-masing tujuh kotak kecil? Jawabnya boleh, dan bahkan ukuran kotak kecilnya pun boleh juga tidak sama misalnya tidak lagi 1 X 1 cm melainkan menjadi 1 X 1,5 cm. Yang penting kita pahami bahwa struktur dasar itulah yang nantinya menentukan anatomi aksara yang hendak kita buat. Pemahaman yang sederhana ini sesungguhnya merupakan dasar bagi kita untuk melangkah kepada teknologi membuat aksara yang paling canggih sekalipun. Belakangan ini ada berbagai perangkat lunak komputer untuk membuat aksara, salah satunya adalah Fontographer yang dikeluarkan oleh perusahaan Macromedia. Kalau kita sudah mulai pula mencoba-coba perangkat lunak semacam ini, niscaya akan tetap berhubungan dengan prinsip atau pola anatomi sederhana di atas. Jika kita tidak mengenalinya, bukan tidak mungkin kita malah menjadi bingung dan perangkat canggih itu pun menjadi tidak berguna.

26 144 Sistem Tulisan dan Kaligrafi Gbr. 9-26: Contoh aksara-aksara yang dibuat sendiri dengan perangkat lunak pembuat aksara dan telah menjadi TTF (True Type Font) atau pun postscript sehingga bisa diketik di komputer seperti halnya font lain yang tersedia. Nyaris seperti halnya manakala aksara digunakan untuk kepentingan gaib (Bab 9.2), kepekaan serta kepandaian membuat aksara di masa kini pun disadari sebagai kesaktian. Maksudnya, tentu saja, bukan dalam pengertian kesaktian yang gaib, melainkan sebuah kesadaran bahwa suatu bentuk aksara itu sesungguhnya memiliki suatu daya atau kekuatan (visual) yang bisa mempengaruhi siapapun yang melihatnya. Ini sesungguhnya pula teralami sejak kita menulis dan berkirim surat untuk kekasih, misalnya, hingga kita saksikan pula bagaimana kekuatan bentuk aksara itu digunakan untuk korporasi atau perusahaan-perusahaan besar di dunia. Dengan emosi serta kesungguhan tertentu kita menulis surat, maka kekasih kita pun terpengaruh atau menjadi merasakan kesungguhan kita. Demikian halnya ihwal keberhasilan korporasi-korporasi besar atau pun kecil di dunia, sebagian diantaranya ditentukan oleh keberhasilan menciptakan aksara untuk merk yang diproduksi atau pun aksara untuk nama perusahaan tersebut. Di sinilah, seperti telah dibahas sebelumnya, aksara dipertemukan dengan dunia desain, yaitu dunia yang memiliki wilayahnya sendiri dan memiliki kaidah ilmunya yang tersendiri pula.

Bab 8 Kaligrafi Latin

Bab 8 Kaligrafi Latin Bab 8 Kaligrafi Latin 8.1 Gaya Kaligrafi Kaligrafi Latin mengalami perubahan dalam beberapa masa. Gambar berikut (Gbr. 8-1) berasal dari Italia, mulai digunakan sekitar abad ke-5. Jika diperhatikan, beberapa

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN

BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN A. Kelompok Data Berkaitan dengan Aspek Fungsi Produk Rancangan 1. Buku Pada zaman kuno, tradisi komunikasi masih mengandalkan lisan. Penyampaian informasi, cerita-cerita,

Lebih terperinci

Tipografi Aplikatif PENGENALAN HURUF. Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si. Modul ke: 01Fakultas FAKULTAS DESAIN DAN SENI KREATIF

Tipografi Aplikatif PENGENALAN HURUF. Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si. Modul ke: 01Fakultas FAKULTAS DESAIN DAN SENI KREATIF Modul ke: PENGENALAN HURUF 01Fakultas FAKULTAS DESAIN DAN SENI KREATIF Program Studi DESAIN PRODUK Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si Anatomi Paragraf PENGENALAN HURUF Apa itu Huruf? Dalam pengertiannnya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya perkembangan informasi di era globalisasi ini, komunikasi menjadi sebuah kegiatan penting. Informasi sangat dibutuhkan dalam mendukung

Lebih terperinci

typos = bentuk grapho = menulis

typos = bentuk grapho = menulis TypoGrafi INTRODUCTION Sejarah huruf, sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri, sejak manusia mengenal bentuk visual untuk berkomunikasi dan merekam peristiwa, sejak itulah sejarah huruf mulai

Lebih terperinci

Tipografi Aplikatif DASAR DASAR TIPOGRAFI. Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si. Modul ke: 03Fakultas FAKULTAS DESAIN DAN SENI KREATF

Tipografi Aplikatif DASAR DASAR TIPOGRAFI. Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si. Modul ke: 03Fakultas FAKULTAS DESAIN DAN SENI KREATF Modul ke: DASAR DASAR TIPOGRAFI 03Fakultas FAKULTAS DESAIN DAN SENI KREATF Program Studi DESAIN PRODUK Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si Anatomi Paragraf DASAR-DASAR TIPOGRAFI Apa itu Tipografi? Secara umum

Lebih terperinci

TIPOGRAFI. Menggabungkan Teks dalam Sajian Multimedia

TIPOGRAFI. Menggabungkan Teks dalam Sajian Multimedia TIPOGRAFI Menggabungkan Teks dalam Sajian Multimedia Pengantar Pada materi Design berikut ini, terdapat penggambaran konsep tipografi untuk lebih memperdayagunakan huruf sebagai element grafis, agar sebuah

Lebih terperinci

Kajian Perhiasan Tradisional

Kajian Perhiasan Tradisional Kajian Perhiasan Tradisional Oleh : Kiki Indrianti Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom ABSTRAK Kekayaan budaya Indonesia sangat berlimpah dan beragam macam. Dengan keanekaragaman budaya

Lebih terperinci

Bab 7 Kaligrafi Tionghoa, Korea dan Jepang

Bab 7 Kaligrafi Tionghoa, Korea dan Jepang Bab 7 Kaligrafi Tionghoa, Korea dan Jepang 7.1 Sejarah Kaligrafi Tionghoa Aksara yang menandai kata mempunyai sebuah ciri yang sangat erat dengan kaligrafi. Pada kaligrafi Tionghoa, menuliskan sebuah kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak dengan menggunakan bahasa visual. Baik itu berupa tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. khalayak dengan menggunakan bahasa visual. Baik itu berupa tulisan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Desain komunikasi visual merupakan disiplin ilmu yang berperan dalam penyampaian informasi, ide, konsep, ajakan dan sebagainya kepada khalayak dengan menggunakan

Lebih terperinci

SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA

SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA SOAL PENGAYAAN A. FLORA, FAUNA DAN ALAM BENDA 1 Jelaskan apa yang dimaksud dengan aktivitas fisik dan mental dalam menggambar! 2 Sebutkan dan jelaskan dua komposisi dalam menggambar! 3 Sebutkan contoh

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori Teori Layout. Dalam buku The Fundamentals of Creative Design

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori Teori Layout. Dalam buku The Fundamentals of Creative Design BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1 Landasan Teori 4.1.1 Teori Layout Dalam buku The Fundamentals of Creative Design disebutkan bahwa layout adalah penempatan posisi dari elemenelemen baik itu teks maupun gambar pada

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1 Landasan Teori 4.1.1 Definisi Publikasi Publikasi berarti penyiaran, pengumuman atau penerbitan suatu karya yang telah diciptakan agar diketahui publik. Pengumuman tersebut dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dari jaman dahulu komunikasi merupakan salah satu aktifitas yang terpenting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya komunikasi dapat memberikan suatu informasi

Lebih terperinci

SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI

SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI Disusun Oleh : Nama : Kelas : X Mipa 6 Pelajaran : Seni Budaya SMA TAHUN AJARAN 2016/2017 Seni Rupa Seni rupa adalah salah satu cabang seni yang membentuk sebuah karya

Lebih terperinci

Bab 10 Eksplorasi Aksara dan Kaligrafi pada karya seni

Bab 10 Eksplorasi Aksara dan Kaligrafi pada karya seni EKSPLORASI AKSARA DAN KALIGRAFI PADA KARYA SENI 149 Bab 10 Eksplorasi Aksara dan Kaligrafi pada karya seni Pada bab ini akan dibahas mengenai eksplorasi aksara dan kaligrafi yang tersebar di Mancanegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor perdagangan, sektor perekonomian, dan sektor transportasi. Dari segi. transportasi, sebelum ditemukannya mesin, manusia

BAB I PENDAHULUAN. sektor perdagangan, sektor perekonomian, dan sektor transportasi. Dari segi. transportasi, sebelum ditemukannya mesin, manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta Kuda dalam perkembangannya telah ada ketika manusia mulai melakukan aktivitas produksi yang tidak dapat dipenuhi dari hasil produksinya sendiri. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

MENULIS ITU BERCERITA!

MENULIS ITU BERCERITA! SERI JURNALISME DESA MENULIS ITU BERCERITA! Menulis itu (terasa) sulit. Demikian komentar banyak orang ketika mereka harus menulis. Benar kah demikian? Atau barangkali itu hanya pikiran kita saja? Sebelum

Lebih terperinci

Bab 11 Teknik dan Corak Dalam Kaligrafi

Bab 11 Teknik dan Corak Dalam Kaligrafi Bab 11 Teknik dan Corak Dalam Kaligrafi Seorang kaligrafer memerlukan lima hal yaitu: watak yang baik, memahami kaligrafi, tangan yang halus, sabar, dan memiliki peralatan yang sempurna. - Mir Ali, Heart,

Lebih terperinci

2015 KAJIAN VISUAL POSTER FILM DRAMA PENDIDIKAN SUTRADARA RIRI RIZA PRODUKSI MILES FILMS

2015 KAJIAN VISUAL POSTER FILM DRAMA PENDIDIKAN SUTRADARA RIRI RIZA PRODUKSI MILES FILMS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi seni adalah sebagai media komunikasi, dimana dalam setiap unsur seni memiliki pesan yang ingin dikomunikasikan kepada penikmatnya, baik tersirat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desain grafis pada awalnya hanya terbatas pada media cetak dwi matra

BAB I PENDAHULUAN. Desain grafis pada awalnya hanya terbatas pada media cetak dwi matra BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENCIPTAAN Desain grafis pada awalnya hanya terbatas pada media cetak dwi matra saja. Karena perkembangan teknologi bahkan sudah masuk ke dunia multimedia (diantaranya

Lebih terperinci

Sejarah Lempar Lembing

Sejarah Lempar Lembing Sejarah Lempar Lembing Lempar lembing merupakan suatu aktivitas yang menuntut kecekatan dan kekuatan dalam melempar. Medianya berupa lembing, yaitu sejenis tombak, tapi lebih ringan dan kecil. Awal mulanya,

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL 3.1. Strategi Perancangan Perancangan tipografi dengan mengadaptasi khat kufi dalam seni kaligrafi ini mencakup beberapa tahapan sehingga terciptanya suatu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Multimedia Definisi dari multimedia menurut Hofstetter dalam Juhaeri (2012), multimedia adalah pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio, gambar

Lebih terperinci

DESAIN KOMUNIKASI VISUAL

DESAIN KOMUNIKASI VISUAL DESAIN KOMUNIKASI VISUAL 2015 http://www.narotama.ac.id DESAIN KOMUNIKASI VISUAL Desain Grafis sering disebut dengan Grafis Komunikasi atau Desain Komunikasi Visual. Beberapa istilah tersebut sering menjadi

Lebih terperinci

Ahli Tipografi disebut TIPOGRAFER (ahlinya tipografi gitu...)

Ahli Tipografi disebut TIPOGRAFER (ahlinya tipografi gitu...) PENDAHULUAN TIPOGRAFI adalah suatu ilmu dalam memilih dan menata HURUF dengan pengaturan penyebarannya pada ruang-ruang yang tersedia, untuk menciptakan kesan tertentu, sehingga dapat menolong pembaca

Lebih terperinci

Tipografi Aplikatif HURUF DAN PENGGUNAANNNYA. Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si. Modul ke: 09Fakultas FAKULTAS TEKNI PERENCANAAN DAN DESAIN

Tipografi Aplikatif HURUF DAN PENGGUNAANNNYA. Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si. Modul ke: 09Fakultas FAKULTAS TEKNI PERENCANAAN DAN DESAIN Modul ke: HURUF DAN PENGGUNAANNNYA 09Fakultas FAKULTAS TEKNI PERENCANAAN DAN DESAIN Program Studi DESAIN PRODUK Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si Anatomi Paragraf Proses membaca adalah sebuah bentuk komunikasi

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

MODUL PERKULIAHAN. Sejarah Desain. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PERKULIAHAN Sejarah Seni Rupa Prasejarah Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Teknik Perencanaan & Desain Desain Produk 01 Kode MK Abstract Seni rupa dapat dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PROSES PENCIPTAAN

BAB III METODE DAN PROSES PENCIPTAAN 28 BAB III METODE DAN PROSES PENCIPTAAN A. Pemilihan Ide Pengkaryaan Bagan 3.1. Proses berkarya penulis 29 Seni adalah manifestasi atau perwujudan keindahan manusia yang diungkapkan melalui penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini sangat jarang terlihat rumah-rumah tradisional dibangun, namun cukup banyak ditemukan bangunan-bangunan yang diberi sentuhan tradisional

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka Tujuan dari penelitian ini adalah memperkenalkan kepada khalayak ramai tentang batik Salatiga, dengan menggunakan sarana buku. Untuk itu penting bagi peneliti memahami dengan baik

Lebih terperinci

III. DATA PERANCANGAN

III. DATA PERANCANGAN III. DATA PERANCANGAN A. Tabel Data Perancangan 1. Data Teknis Perancangan Rincian Data Kesiapan Ya Tidak Manfaat Data Berkaitan Dengan Data Prancangan Tipografi Sejarah Memberikan informasi tentang sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keanekaragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam masyarakatnya yang majemuk, tentunya masyarakat Indonesia juga memiliki

Lebih terperinci

Apa yang dimaksud Design Grafis

Apa yang dimaksud Design Grafis Apa yang dimaksud Design Grafis Azwaruddin Tanwir kapanpun@ymail.com Lisensi Dokumen : Seluruh dokumen ini dapat dipakai, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit),

Lebih terperinci

Menggambar Huruf dan Angka / Stefanus Y. A. D / 2013

Menggambar Huruf dan Angka / Stefanus Y. A. D / 2013 1 KATA PENGANTAR Bahan ajar ini mempelajari tentang bagaimana menggambar huruf dan angka. Menggambar huruf merupakan kemampuan dasar yang sebaiknya dimiliki oleh peserta didik apabila ingin mempelajari

Lebih terperinci

HUKUM PENERBITAN BAHAN PUSTAKA. Oleh. Dewi Wahyu Wardani

HUKUM PENERBITAN BAHAN PUSTAKA. Oleh. Dewi Wahyu Wardani HUKUM PENERBITAN BAHAN PUSTAKA Oleh Dewi Wahyu Wardani 125030700111021 PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA April 2015 1. Pengertian Penerbitan adalah kegiatan

Lebih terperinci

Komunikasi Visual Periklanan

Komunikasi Visual Periklanan Komunikasi Visual Periklanan Kode : IKL 217 Bobot : 3 SKS Dosen : 5737 Syarifah Nurlinda Diskripsi Matakuliah Daftar Pustaka / Referensi Penilaian Perkuliahan Topik Perkuliahan Deskripsi Perkuliahan Membahas

Lebih terperinci

Klasifikasi Font Belajar tentang Tipografi

Klasifikasi Font Belajar tentang Tipografi Klasifikasi Font Belajar tentang Tipografi You are here: 1. Home 2. Seputar Desain Klasifikasi Typeface ( font ) Kebanyakan font bisa dikategorikan dalam 4 grup besar yaitu serifs, san-serif, script dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang kita telah memperkaya khazanah kebudayaan nasional sebagai aset

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang kita telah memperkaya khazanah kebudayaan nasional sebagai aset BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kebudayaan dalam perspektif klasik pernah didefinisikan oleh Koentjaraningrat sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. gambar untuk menyampaikan informasi atau pesan seefektif mungkin. Dalam

BAB III LANDASAN TEORI. gambar untuk menyampaikan informasi atau pesan seefektif mungkin. Dalam 8 BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Teori Desain Grafis Desain grafis adalah suatu bentuk komunikasi visual yang menggunakan gambar untuk menyampaikan informasi atau pesan seefektif mungkin. Dalam disain grafis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia dilahirkan dengan dibekali potensi rasa, karsa, dan cipta. Potensi ini terus dikembangkannya, sejalan dengan pertambahan pengalaman atau usia dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian terlahir dari ekspresi dan kreativitas masyarakat yang dilatarbelakangi oleh keadaan sosial budaya, ekonomi, letak geografis, pola kegiatan keseharian.

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TIPOGRAFI JUDUL FILM HOROR INDONESIA PADA MEDIA POSTER

BAB IV TINJAUAN TIPOGRAFI JUDUL FILM HOROR INDONESIA PADA MEDIA POSTER BAB IV TINJAUAN TIPOGRAFI JUDUL FILM HOROR INDONESIA PADA MEDIA POSTER 1.1 Tipografi Pada Judul Film Horor Film merupakan media komunikasi dari berbagai teknologi dan unsur-unsur kesenian. Bentuk imaji

Lebih terperinci

DASAR PRESENTASI. Kunci presentasi yang sukses adalah persiapan yang baik.

DASAR PRESENTASI. Kunci presentasi yang sukses adalah persiapan yang baik. DASAR PRESENTASI PERSIAPAN Kunci presentasi yang sukses adalah persiapan yang baik. Persiapan Dasar Persiapan yang baik bisa dimulai dengan menganalisis tiga faktor di bawah ini: - pada acara apa kita

Lebih terperinci

BAB IV PRODUKSI MEDIA

BAB IV PRODUKSI MEDIA BAB IV PRODUKSI MEDIA 4.1 Gambaran Media Produksi Berdasarkan data dan informasi lapangan yang penulis dapat, maka penulis kemudian menggunakan beragam elemen desain grafis (garis, bidang, ruang gempal,

Lebih terperinci

Dan Pengaruhnya Terhadap

Dan Pengaruhnya Terhadap Penemuan Kertas Dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan DKV P d i i b l dik l i til h Pada masa ini belum dikenal istilah DKV PENEMUAN KERTAS 105 M ACUAN CETAK 200 M BUKU CETAK 868 M ILUSTRASI TIPOGRAFI

Lebih terperinci

BAB IV PEMECAHAN MASALAH

BAB IV PEMECAHAN MASALAH BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1 Konsep Komunikasi Konsep komunikasi yang akan digunakan dalam perancangan coffee table book tentang kesenian Lais yang berasal dari Kampung Sayang, Desa Cisayad, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film adalah sarana komunikasi massa yang digunakan untuk menghibur, memberikan informasi, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, komedi, dan sajian teknisnya

Lebih terperinci

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA

BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA 8 BAB 2 RESENSI DAN RESEPSI SASTRA Resensi atas karya sastra berkaitan erat dengan resepsi sastra. Resensi-resensi karya sastra di surat kabar dapat dijadikan sasaran penelitian resepsi sastra. Dalam bab

Lebih terperinci

Bab 1. Hampir bisa dipastikan, kebanyakan dari Anda pernah melihat topeng. Pendahuluan

Bab 1. Hampir bisa dipastikan, kebanyakan dari Anda pernah melihat topeng. Pendahuluan PENDAHULUAN 1 Bab 1 Pendahuluan Hampir bisa dipastikan, kebanyakan dari Anda pernah melihat topeng. Jika tidak secara langsung, mungkin pernah melihat gambarnya dari buku-buku atau dalam film di mana ada

Lebih terperinci

BAB II Analisis Data dan Fakta

BAB II Analisis Data dan Fakta BAB II Analisis Data dan Fakta 2.1 Analisis Kelayakan Masalah Saat ini Handlettering sedang banyak digemari oleh masyarakat di Indonesia khususnya dikota-kota besar, dan bermunculan penggiat-penggiat baru

Lebih terperinci

Peran dari pada tipografi itu sendiri adalah untuk mengkomunikasikan ide atau informasi dari halaman tersebut ke pengamat. Terkadang secara tidak

Peran dari pada tipografi itu sendiri adalah untuk mengkomunikasikan ide atau informasi dari halaman tersebut ke pengamat. Terkadang secara tidak Tipografi Definisi merupakan suatu ilmu dalam memilih dan menata huruf dengan pengaturan penyebarannya pada ruang-ruang yang tersedia, untuk menciptakan kesan tertentu, sehingga dapat menolong pembaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kusrianto, Adi Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi Offset halaman

BAB I PENDAHULUAN Kusrianto, Adi Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi Offset halaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Sejarah Perkembangan Desain Komunikasi Visual di Dunia Pada awalnya, media desain grafis hanya terbatas pada media cetak dwi matra. Namun, seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Tujuan kami menulis makalah ini ialah untuk menginformasikan lebih dalam mengenai karya seni rupa dua dimensi.

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Tujuan kami menulis makalah ini ialah untuk menginformasikan lebih dalam mengenai karya seni rupa dua dimensi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Latar belakang kami menulis makalah ini ialah untuk menjelaskan karya seni rupa dua dimensi secara lebih rinci. Penjelasan karya seni rupa dua dimensi akan meliputi

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN

III. METODE PENCIPTAAN III. METODE PENCIPTAAN A. Implementasi Teoritik 1. Tematik Kucing adalah hewan yang memiliki karakter yang unik dan menarik. Tingkah laku kucing yang ekspresif, dinamis, lincah, dan luwes menjadi daya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDUSTRI PENERBITAN DAN PERCETAKAN DI INDONESIA

PERKEMBANGAN INDUSTRI PENERBITAN DAN PERCETAKAN DI INDONESIA PERKEMBANGAN INDUSTRI PENERBITAN DAN PERCETAKAN DI INDONESIA Tugas ini disusun untuk memenui tugas mata kuliah penerbitan dan desain grafis yang dibimbing oleh Pitoyo Widhi Atmoko, S.SI., M.SI. Oleh :

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) KTSP Perangkat Pembelajaran Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Seni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama pradominan sepanjang Timur Tengah, juga disebagian besar Afrika dan Asia. Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi umat Islam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode, Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian skripsi tentang kerajinan atau kriya kayu lame di kampung Saradan, penulis menggunakan

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL 3.1. Strategi Perancangan Strategi perancangan yang akan dilakukan disimpulkan dari beberapa pemecahan masalah dari bahaya minuman beralkohol pada remaja

Lebih terperinci

b. Karya seni rupa tiga dimensi atau trimatra, contoh; patung, monumen, mebel. rumah, pesawat, sepatu, sandal, tas, dll.

b. Karya seni rupa tiga dimensi atau trimatra, contoh; patung, monumen, mebel. rumah, pesawat, sepatu, sandal, tas, dll. SENI RUPA 2 DIMENSI DAN 3 DIMENSI 1. PEMBAGIAN BERDASARKAN DIMENSI Pengertian dimensi adalah ukuran yang meliputi panjang, lebar, dan tinggi. Karya seni rupa yang hanya memiliki panjang dan lebar disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibu adalah wanita yang telah melahirkan seseorang. Sebutan ibu mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Ibu adalah wanita yang telah melahirkan seseorang. Sebutan ibu mungkin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibu adalah wanita yang telah melahirkan seseorang. Sebutan ibu mungkin terdengar biasa di telinga, sebutan yang sepintas telah biasa didengar di berbagai tempat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 3.1 Multimedia Definisi multimedia menurut Suyanto (2003) dalam bukunya Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing, Multimedia sebagai alat yang dapat menciptakan presentasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia lima tahun sekali melaksanakan pemilihan umum baik itu Legislatif maupun Presiden, pada tanggal 9 April 2014 yang lalu telah dilaksanakan Pemilihan Umum Legislatif

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP DESAIN. Camera Angle ( Sudut Pengambilan Gambar )

BAB IV KONSEP DESAIN. Camera Angle ( Sudut Pengambilan Gambar ) BAB IV KONSEP DESAIN 4.1 Landasan Teori 4.1.1 Teori Fotografi Camera Angle ( Sudut Pengambilan Gambar ) Dalam buku Basic Lighting for Beauty yang ditulis oleh Adimodel menjelaskan bahwa agar foto yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan komunikasi dalam bentuk tulisan. bahasa Indonesia ragam lisan atau omong. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lebih banyak melakukan komunikasi lisan daripada komunikasi tulisan oleh sebab itu, komunikasi lisan dianggap lebih penting dibandingkan komunikasi dalam

Lebih terperinci

Bagian I Sistem Tulisan

Bagian I Sistem Tulisan Bagian I Sistem Tulisan Sistem Tulisan dan Kaligrafi Bab 1 Tulisan dan Bahasa 1.1 Pengantar Topik kita dalam buku ini adalah kaligrafi, yang secara harafiah berarti tulisan yang indah atau tepatnya, tulisan

Lebih terperinci

MODUL TEKNOLOGI KOMUNIKASI. Oleh : Dwi Hastuti Puspitasari, SKom, MMSI

MODUL TEKNOLOGI KOMUNIKASI. Oleh : Dwi Hastuti Puspitasari, SKom, MMSI Pertemuan 4 MODUL Oleh : Dwi Hastuti Puspitasari, SKom, MMSI POKOK BAHASAN PERKEMBANGAN SURAT KABAR DESKRIPSI Pokok bahasan perkembangan surat kabar. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mengikuti pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penelitian ini mengambil judul Perancangan Buku Referensi Karakteristik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penelitian ini mengambil judul Perancangan Buku Referensi Karakteristik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini mengambil judul Perancangan Buku Referensi Karakteristik Tata Rias Tari Surabaya Dengan Teknik Fotografi Sebagai Sarana Informasi Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Film adalah salah satu bentuk media komunikasi dengan cakupan massa yang luas. Biasanya, film digunakan sebagai sarana hiburan yang cukup digemari masyarakat.

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PERANCANGAN

BAB III KONSEP PERANCANGAN BAB III KONSEP PERANCANGAN A. Konsep Kreatif 1. Tujuan Kreatif Merancang buku mengenai street art antara tradisi dan modernisasi di kota Yogyakarta dalam bentuk visual (fotografi) yang menarik sehingga

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN DESAIN 5.1 Konsep Visual 5.1.1 Logo Gambar 5.1 Logo Baru Museum Batik Danar Hadi Dalam promosi Museum Batik Danar Hadi memang diperlukan adanya logo yang berguna sebagai suatu

Lebih terperinci

Tipografi Aplikatif TIPOGRAFI IKLAN MEDIA CETAK. Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si. Modul ke: 15Fakultas FAKULTAS DESAIN DAN SENI KREATIF

Tipografi Aplikatif TIPOGRAFI IKLAN MEDIA CETAK. Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si. Modul ke: 15Fakultas FAKULTAS DESAIN DAN SENI KREATIF Modul ke: TIPOGRAFI IKLAN MEDIA CETAK 15Fakultas FAKULTAS DESAIN DAN SENI KREATIF Program Studi DESAIN PRODUK Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si Anatomi Paragraf Bagian Isi Memberikan pemahaman dan wawasan

Lebih terperinci

BAB IV Desain Scrapbook

BAB IV Desain Scrapbook BAB IV Desain Scrapbook A. Tema "Tema dapat diartikan sebagai pengungkapan maksud dan tujuan, tujuan yang dirumuskan secara singkat dan wujudnya berupa satu kalimat. Tema sebenarnya berada didalam pikiran

Lebih terperinci

BAB III TINJAUANPUSTAKA

BAB III TINJAUANPUSTAKA BAB III TINJAUANPUSTAKA Dalam Bab III,TinjauanPustaka, penulis akan menerangkan tentang penjelasan- penjelasan mendetail beserta sumber-sumber teoritis yang berkaitan dengan Pengerjaan Cover Video Klip

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori Teori Desain Komunikasi Visual. Menurut Jessica Helfand dalam situs

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori Teori Desain Komunikasi Visual. Menurut Jessica Helfand dalam situs BAB 4 KONSEP DESAIN 4.1 Landasan Teori 4.1.1 Teori Desain Komunikasi Visual Menurut Jessica Helfand dalam situs http://www.aiga.org, Desain Komunikasi Visual merupakan kombinasi kompleks rata-rata dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. Sepanjang sejarah, manusia tidak terlepas dari seni. Karena seni adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

SILABUS TEMATIK KELAS I

SILABUS TEMATIK KELAS I SILABUS TEMATIK KELAS I Satuan Pendidikan Kelas Kompetensi Inti : SD/MI : I (satu) KI 1 : Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya. KI 2 : Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah Saat ini adalah era di mana orang membeli barang bukan karena nilai manfaatnya, melainkan karena gaya hidup yang disampaikan melalui media massa. Barang yang ditawarkan

Lebih terperinci

BAB III DATA PERANCANGAN Pengertian Desain Grafis & Multimedia.

BAB III DATA PERANCANGAN Pengertian Desain Grafis & Multimedia. BAB III DATA PERANCANGAN 3.1 Tinjauan Teoritis 3.1.1 Pengertian Desain Grafis & Multimedia. Desain adalah gagasan awal, rancangan, perencanaan, pola, susunan, rencana, membuat, mencipta, menyusun, dan

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN USAHA. India, Cina, Thailand, dan terakhir Malaysia, mengakui bahwa Seni Batik berasal

BAB I GAMBARAN USAHA. India, Cina, Thailand, dan terakhir Malaysia, mengakui bahwa Seni Batik berasal BAB I GAMBARAN USAHA 1.1 Deskripsi Konsep Bisnis Seni batik di Indonesia usianya telah sangat tua, namun belum diketahui secara pasti kapan mulai berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa. Banyak negara

Lebih terperinci

ABSTRAK FUNGSI BONEKA DARUMA BAGI MASYARAKAT JEPANG

ABSTRAK FUNGSI BONEKA DARUMA BAGI MASYARAKAT JEPANG ABSTRAK FUNGSI BONEKA DARUMA BAGI MASYARAKAT JEPANG Boneka merupakan salah satu simbol anak-anak yang dijadikan mainan dan dibuat untuk menemani anak-anak hingga pada akhirnya boneka juga dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindak kriminal sudah tertancap di benak kita. Citra buruk terhadap mereka yang

BAB I PENDAHULUAN. tindak kriminal sudah tertancap di benak kita. Citra buruk terhadap mereka yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Segala sesuatu yang berhubungan dengan tato, pasti berhubungan dengan tindak kriminal sudah tertancap di benak kita. Citra buruk terhadap mereka yang memiliki tato

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritis

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritis III. METODE PENCIPTAAN 1. Tematik A. Implementasi Teoritis Kehidupan dunia anak-anak yang diangkat oleh penulis ke dalam karya Tugas Akhir seni lukis ini merupakan suatu ketertarikaan penulis terhadap

Lebih terperinci

PERAN TAMAN BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN LITERASI SENI DAN BUDAYA KREATIF BERBASIS NILAI-NILAI LUHUR DALAM NASKAH NUSANTARA

PERAN TAMAN BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN LITERASI SENI DAN BUDAYA KREATIF BERBASIS NILAI-NILAI LUHUR DALAM NASKAH NUSANTARA PERAN TAMAN BUDAYA DALAM PENGEMBANGAN LITERASI SENI DAN BUDAYA KREATIF BERBASIS NILAI-NILAI LUHUR DALAM NASKAH NUSANTARA Oleh Drs. Djoko Nugroho Witjaksono, MA Kepala Taman Budaya Jawa Tengah disampaikan

Lebih terperinci

Uji Penilaian Profesional Macquarie. Leaflet Latihan. Verbal, Numerikal, Pemahaman Abstrak, Kepribadian.

Uji Penilaian Profesional Macquarie. Leaflet Latihan. Verbal, Numerikal, Pemahaman Abstrak, Kepribadian. Uji Penilaian Profesional Macquarie Leaflet Latihan Verbal, Numerikal, Pemahaman Abstrak, Kepribadian. Mengapa Uji Penilaian psikometrik digunakan Dewasa ini semakin banyak perusahaan yang menyertakan

Lebih terperinci

Lampiran Desertasi Ishartiwi, 2007) ROGRAM PEMBELAJARAN TERINDIVIDUALISASIKAN SUBJEK A

Lampiran Desertasi Ishartiwi, 2007) ROGRAM PEMBELAJARAN TERINDIVIDUALISASIKAN SUBJEK A Lampiran Desertasi Ishartiwi, 2007) ROGRAM PEMBELAJARAN TERINDIVIDUALISASIKAN SUBJEK A I. Identitas: 1. Kode siswa : Subjek A 2. Usia : 13 tahun 3. Matapelajaran : Perilaku adaptif 4. Aspek : Berkomunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur mengertikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, bentuk imajinasi dan ide ide kreatif yang diwujudkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, bentuk imajinasi dan ide ide kreatif yang diwujudkan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni bertumbuh dan berkembang sejajar dengan perkembangan manusia. Dengan kreativitas yang dimilikinya manusia selalu berusaha mengembangkan seni, baik kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puisi merupakan ungkapan perasaan yang dihayati oleh penyairnya ke dalam suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi, pada saat itu hanya berbentuk susunan huruf yang disebut dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi, pada saat itu hanya berbentuk susunan huruf yang disebut dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Grafika menurut sejarah berasal dari bahasa Yunani yang berarti huruf atau lambang. Awal perkembangannya sekitar tahun 3.000 SM proses cetak dilakukan pertama

Lebih terperinci

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL PUBLIKASI BUKU SEJARAH YANG TERSIMPAN DALAM MUSEUM FATAHILLAH

PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL PUBLIKASI BUKU SEJARAH YANG TERSIMPAN DALAM MUSEUM FATAHILLAH PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL PUBLIKASI BUKU SEJARAH YANG TERSIMPAN DALAM MUSEUM FATAHILLAH Hermanto Universitas Bina Nusantara, Jln. H.Sulaiman No.63, 085218435957, breakztherules@yahoo.com ABSTRAK Untung

Lebih terperinci

Tipografi Aplikatif PENGGUNAN HURUF DISPLAY. Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si. Modul ke: 10Fakultas FAKULTAS TEKNI PERENCANAAN DAN DESAIN

Tipografi Aplikatif PENGGUNAN HURUF DISPLAY. Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si. Modul ke: 10Fakultas FAKULTAS TEKNI PERENCANAAN DAN DESAIN Modul ke: PENGGUNAN HURUF DISPLAY 10Fakultas FAKULTAS TEKNI PERENCANAAN DAN DESAIN Program Studi DESAIN PRODUK Ir. Kamil Rusdi Abdullah, M.Si Anatomi Paragraf DISPLAY DISPLAY DISPLAY DISPLAY Adalah memamerkan

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP. 4.1 Landasan Teori Teori Psikologi Anak. Psikologis anak dan orang dewasa tentu berbeda, oleh karena itu

BAB 4 KONSEP. 4.1 Landasan Teori Teori Psikologi Anak. Psikologis anak dan orang dewasa tentu berbeda, oleh karena itu 14 BAB 4 KONSEP 4.1 Landasan Teori 4.1.1 Teori Psikologi Anak Psikologis anak dan orang dewasa tentu berbeda, oleh karena itu pada buku yang berjudul Perkembangan Anak karangan Elizabeth B. Hurlock menjelaskan,

Lebih terperinci

Mengamati Kehidupan Hewan

Mengamati Kehidupan Hewan 8 Mengamati Kehidupan Hewan Ketekunan adalah ciri seorang pembelajar. Berhubungan dengan hal ini, kamu akan mengamati benda melalui kegiatan menulis dan membaca. Belajar Apa di Pelajaran 8? Mengenal isi

Lebih terperinci

BAB 4 KONSEP. 4.1 Landasan Teori

BAB 4 KONSEP. 4.1 Landasan Teori BAB 4 KONSEP 4.1 Landasan Teori Landasan teori berfungsi sebagai arah & batasan dalam konsep berfikir sehingga proses perancangan media interaktif ini berada pada arah dan ruang lingkup yang jelas dan

Lebih terperinci

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV PEMECAHAN MASALAH

BAB IV PEMECAHAN MASALAH BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1 Konsep Umum Konsep dari media yang akan dibuat adalah membantu pengajar dalam memberikan pengajaran pada siswa dalam belajar pengetahuan desain. Media pembelajaran yang disebut

Lebih terperinci

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB II METODE PERANCANGAN BAB II METODE PERANCANGAN 2.1 Analisa Masalah Di zaman kontemporer ini cukup terlihat para penggemar seni tato yang sudah memiliki tato dengan motif tradisional khas suku Mentawai dan Dayak, namun lebih

Lebih terperinci