BAB IV PERANAN TENAGA KERJA WANITA DI PERKEBUNAN TEH CIATER SUBANG TAHUN Karakteristik Masyarakat Perkebunan Teh Ciater Tahun

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PERANAN TENAGA KERJA WANITA DI PERKEBUNAN TEH CIATER SUBANG TAHUN Karakteristik Masyarakat Perkebunan Teh Ciater Tahun"

Transkripsi

1 BAB IV PERANAN TENAGA KERJA WANITA DI PERKEBUNAN TEH CIATER SUBANG TAHUN Karakteristik Masyarakat Perkebunan Teh Ciater Tahun Gambaran Umum Wilayah Ciater Pembahasan mengenai karakteristik masyarakat di Perkebunan Teh Ciater Subang, tidak bisa dilepaskan dari aspek demografis, yang juga dipengaruhi oleh kondisi geografis sekitarnya. Perkebunan Teh Ciater merupakan wilayah yang terletak di Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang. Kabupaten ini memiliki luas areal Ha. Secara geografis Kabupaten ini sebelah utara berbatasan dengan laut jawa, sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Indramayu dan Sumedang, sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Bandung, dan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Karawang serta Purwakarta. Sebagian besar atau 60% luas kabupaten Subang digunakan untuk persawahan, perkebunan dan perikanan. Wilayah Subang merupakan wilayah yang cukup subur untuk perkebunan, dan Jalan Cagak merupakan kecamatan yang sebagian luas areal tanahnya digunakan sebagai perkebunan. Kecamatan Jalan Cagak secara geografis terletak di bagian selatan kabupaten Subang, dan terletak antara 107,44-107,49 BT dan 6,43-6,48 LS, dengan luas wilayah Ha atau 4,52% dari luas kabupaten Subang (Kantor Statistik Bandung, 1985:43). Berdasarkan pembentukannya, batas administrasi kecamatan Jalan Cagak adalah sebelah selatan kabupaten Dati II Bandung, sebelah barat kecamatan Sagala 42

2 43 Herang, sebelah utara kecamatan Cijambe, dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cisalak Berdasarkan topografinya kecamatan Jalan Cagak merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian antara meter dari permukaan laut. Desa Ciater merupakan desa yang masuk ke dalam wilayah administrasi kecamatan Jalan Cagak. Untuk dapat mengamati lebih jelas letak Perkebunan Ciater dalam wilayah kecamatan Jalan Cagak, bisa dilihat dalam peta berikut ini : Gambar 4.1 Peta Kecamatan Jalan Cagak Tahun 1981 Sumber : Kantor Statistik Subang (1981). Subang Dalam Angka Subang. Kantor Statistik Kabupaten Subang. Hal 1.

3 44 Dari Peta tersebut dapat dilihat, letak perkebunan Ciater berada jauh dari kabupaten Subang namun berbatasan langsung dengan kabupaten Bandung, sebagian perkebunan berada di sepanjang jalan raya yang menghubungkan wilayah Bandung dengan wilayah kabupaten Subang. Letak perkebunan Ciater yang berada di sepanjang jalan raya ini mempermudah proses transportasi baik barang maupun orang, sedangkan sebagian lainnya agak ke pedalaman, misalnya daerah Panaruban. Dengan kondisi tersebut berpengaruh terhadap kondisi sarana publik seperti listrik, transportasi, dan komunikasi. Pemanfaatan layanan listrik sudah dapat dinikmati oleh masyarakat Ciater karena letaknya yang mudah dijangkau, begitupun dengan tranportasi yang didukung dengan jalur lintas kabupaten menjadikan hubungan interaksi antar masyarakat yang berada di sekitar perkebunan menjadi semakin mudah. Untuk layanan kesehatan di wilayah Ciater ini sudah terdapat Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) yang disediakan oleh pihak perkebunan, tetapi apabila pelayanan kesehatannya tidak mampu merawat pasien, mereka akan dipindahkan ke RS PTPN di kota Subang. Mudahnya fasilitas listrik, transportasi serta komunikasi secara tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang, termasuk pada masyarakat Perkebunan Teh Ciater, hanya saja tidak semua masyarakat bisa menikmati kemudahan tersebut. Bagi para tenaga kerja borongan, yang memperoleh penghasilan kecil, sementara untuk biaya sehari-hari terus meningkat menyebabkan mereka tidak sanggup untuk memasang listrik sendiri dan membayar tagihan setiap bulannya. Untuk kebutuhan penerangan mereka biasanya lebih memilih untuk ikut atau nyolok dari tetangga yang sudah mempuyai listrik sendiri yang tentu saja biayanya lebih murah, walaupun listrik

4 45 tersebut baru dinikmati sekitar jam lima sore, dan dimatikan pagi harinya sekitar jam enam pagi oleh tetangga yang mempunyai listrik tersebut. Tetapi hal tersebut tidak terlalu menganggu aktivitas, karena pada siang hari mereka berada di perkebunan untuk bekerja. Apabila menginginkan penerangannya sepanjang hari maka biaya yang dimintapun lebih besar sehingga mereka lebih memilih penerangan yang setengah hari saja karena biayanya lebih ringan. Begitupun dengan daerah yang agak jauh dari jangkauan akses listrik, pemasangan listrik ini tergolong lambat dan biayanya mahal sehingga hanya sebagian kecil saja yang mampu untuk memasang listrik sendiri. Pemecahan masalah penerangan ini, mereka biasanya juga nyolok dari tetangga yang telah memiliki listrik sendiri. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakatnya masih menggunakan penerangan tradisional yaitu dengan menggunakan petromak atau pun lampu cempor yang menggunakan bahan bakar minyak tanah. Meskipun fasilitas listrik belum sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat disana, namun bagi pekerja perkebunan yang memiliki penghasilan lebih mereka tetap membeli peralatan elektronik walaupun dengan menggunakan accumulator/akki. Untuk sarana transportasi, secara umum dapat dikatakan baik, apalagi dilewati oleh jalan raya besar yang menghubungkan Subang-Bandung, keadaan jalannya terpelihara dengan baik. Jenis kendaraan umum yang tersedia dan menjadi sarana trasportasi utama adalah mobil elf yaitu mobil yang ukurannya sedikit lebih kecil dari minibus. Keberadaan angkutan umum tersebut mempermudah interaksi masyarakat. Untuk wilayah perkebunan di pedalaman, walaupun tersedia jalan besar namun kondisinya sedikit bergelombang karena terus menerus dilewati oleh truk besar pengangkut teh atau truk pembawa beban

5 46 yang cukup berat. Angkutan umum yang tersedia pun hanya ojeg/motor yang ongkosnya relatif mahal. Keberadaan ojeg tersebut sangat membantu masyarakat disana, terutama untuk para pedagang yang harus berbelanja ke daerah kecamatan Jalan Cagak. Untuk sarana komunikasi walaupun sudah ada layanan telepon namun tidak semua masyakat dapat memilikinya. Fasilitas telepon hanya dimiliki oleh masyarakat menengah keatas atau bahkan hanya golongan atas saja, untuk masyarakat lainnya yang kebanyakan bekerja sebagai buruh perkebunan telepon merupakan barang yang mewah. Rumah yang berdekatan sesama warga dan saudara menyebabkan mereka tidak terlalu memerlukan fasilitas telepon, kalau pun ada kebutuhan mereka biasanya langsung datang ke rumah orang yang dituju Penduduk dan Mata Pencaharian Penduduk merupakan salah satu faktor penting dalam membangun suatu daerah. Berkembang atau tidaknya suatu daerah bisa dilihat dari jumlah penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Untuk melihat sejauh mana pembangunan di daerah kecamatan Jalan Cagak dapat dilihat dalam jumlah penduduk dalam tabel berikut ini : Sumber : Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun Jumlah Penduduk Laki-laki Wanita Jumlah Kantor Statistik Subang (1986). Subang Dalam Angka Subang. Kantor Statistik Kabupaten Subang. Hal 25.

6 47 Berdasarkan tabel 4.1, kecenderungan jumlah penduduk mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal tersebut dikarenakan peningkatan jumlah penduduk kecamatan Jalan Cagak cukup tinggi yaitu sekitar 1,5% setiap tahunnya (Kantor Statistik Kabupaten Subang : 45). Kondisi tersebut secara alamiah bisa diakibatkan oleh tingginya angka kelahiran di kecamatan tersebut. Adanya migrasi dari luar daerah Ciater juga turut mempengaruhi tingginya peningkatan jumlah penduduk, misalnya migrasi dari daerah perkebunan lainnya seperti dari daerah pangalengan (wawancara dengan Euis pada April 2006). Kecamatan Jalan Cagak yang memiliki suhu udara antara 18º - 25º C, dengan rata-rata curah hujan MM/tahun termasuk tipe curah hujan basah, cocok untuk tanaman perkebunan seperti teh, kopi, cengkeh dan kina dan tanaman pangan seperti padi dan palawija. Dari potensi-potensi tersebut dapat diperkirakan bahwa mata pencaharian penduduk sekitar tidak akan jauh dari pertanian dan perkebunan. Sebagian besar penduduk kecamatan Jalan Cagak khususnya desa Ciater sebagian besar masyarakatnya hidup dari menjadi buruh di perkebunan. Desa Ciater, yang memiliki ketinggian rata-rata meter di atas permukaan laut memang cocok untuk dijadikan perkebunan teh karena tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran tinggi. Adanya perkebunan teh ini, menjadikan penduduknya baik wanita maupun laki-laki secara turun-temurun bekerja sebagai pekerja perkebunan. Kondisi tersebut memberikan peluang besar bagi wanita yang tinggal disana untuk ikut terlibat dalam perkebunan. Begitupun pihak perkebunan lebih memilih pekerja wanita karena dianggap sebagai tenaga kerja yang murah dan terampil. Meskipun upah yang diperoleh dari perkebunan tidak mencukupi kebutuhan keluarga, namun mereka

7 48 tetap bertahan bekerja dikarenakan merasa telah hidup dari perkebunan dan menjadi sangat tergantung terhadap perkebunan. Meskipun pekerjaan utama mereka adalah pekerja perkebunan, namun tidak menutup kemungkinan untuk bekerja di tempat lain. Jika di perkebunan sedang libur, bagi mereka yang mempunyai pekerjaan sampingan maka hari libur tersebut mereka gunakan untuk bekerja di tempat lain sedangkan bagi pekerja yang tidak mempunyai pekerjaan sampingan maka hari libur tersebut mereka pergunakan untuk beristirahat di rumah bersama keluarga. Selain bekerja di perkebunan, sebagian masyarakat desa Ciater berprofesi sebagai pedagang, yang merupakan dampak dari adanya perkebunan itu sendiri. Kesibukan para pekerja perkebunan setiap harinya menyebabkan mereka tidak bisa berbelanja ke pasar. Kondisi tersebut menjadi peluang usaha bagi masyarakat lainnya yang tidak bekerja di perkebunan. Mereka menjual kebutuhan sehari-hari seperti beras, sayuran, minyak tanah serta kebutuhan lainnya. Keberadaan para pedagang ini meringankan beban para tenaga kerja, mereka tidak perlu pergi jauhjauh untuk berbelanja, selain itu mereka juga bisa mengambil barang terlebih dahulu/ngutang dan dibayar ketika penerimaan gaji dari perkebunan Kondisi Sosial Budaya Kondisi sosio-kultural masyarakat Perkebunan Teh Ciater Subang sebagian besar dipengaruhi oleh kebudayaan Sunda. Nilai-nilai tradisi dan pandangan hidup dalam kebudayaan sunda banyak dipengaruhi oleh ajaran agama Islam. Sebagian besar orang Sunda beragama Islam dan sedikit sekali yang memeluk agama lain seperti Khatolik, Protestan, Hindu, Budha dan sebagainya. Menurut pandangan orang Sunda agama itu harus menjadi ageman, artinya harus

8 49 menjadi pegangan atau pedoman untuk bermasyarakat dan untuk hidup di akhirat kelak. (Ekadjati,1980 : 280) Penduduk di kecamatan Jalan Cagak sebagian besar memeluk agama Islam, begitu pula dengan penduduk yang ada di perkebunan teh Ciater, yang hampir seluruhnya beragama Islam (wawancara dengan Bapak Bayu pada Agustus 2005). Hal tersebut berpengaruh terhadap cara pandang masyarakat mengenai pendidikan, dimana pendidikan agama Islam telah diterapkan sejak usia dini. Para orang tua cenderung memasukkan anak-anak mereka ke sekolahsekolah yang bewawasan Islam yang sederajat dengan sekolah formal. Bagi pekerja yang masih mempunyai anak kecil, perkebunan menyediakan tempat penitipan anak selama orang tuanya bekerja di perkebunan. Dalam kegiatan sehari-harinya para pengasuh di tempat penitipan anak ini memberikan ilmu-ilmu agama. Dengan adanya Tempat Penitipan Anak ini para pekerja wanita yang bekerja di perkebunan tidak khawatir lagi mengenai anak-anak mereka, selain ada yang mengasuh, ilmu agama pun didapat. Di bawah ini penulis cantumkan tabel jumlah Sekolah Dasar (SD) dan sederajat di kecamatan Jalan Cagak tahun Tabel 4.2 Jumlah Sekolah Dasar dan Sederajat di Kecamatan Jalan Cagak Tahun 1982 Status Sekolah Jumlah Murid Perempuan Murid laki-laki Negeri Ibtidaiyah SD Inpres SD Non Inpres Sumber : Kantor Statistik Subang (1982). Subang Dalam Angka Subang. Kantor Statistik Kabupaten Subang. Hal 45. Dari tabel 4.2, menunjukkan bahwa sekolah Islam (ibtidaiyah) jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan sekolah lainnya. Perbedaan jumlah ini

9 50 mengindikasikan bahwa kebutuhan masyarakat akan sekolah yang berwawasan Islam tergolong cukup besar. Pertimbangan para orang tua untuk memasukkan anak-anaknya ke sekolah Islam dikarenakan biaya untuk masuk sekolah tersebut masih relatif murah dan tidak ada syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi atau dengan kata lain anak-anaknya dapat dengan mudah untuk masuk sekolah, mengingat penghasilan para buruh perkebunan yang relatif kecil maka keberadaan sekolah Ibtidaiyah sangat membantu mereka. Untuk jenjang Tsanawiyah atau yang sederajat dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan Sekolah Menegah Atas (SMA) di kecamatan Jalan Cagak jumlahnya masih sedikit, bagi masyarakat yang menginginkan anaknya sekolah ke jenjang yang lebih tinggi maka harus ke kecamatan ataupun kabupaten. Kondisi inilah yang salah satu faktor penyebab masyarakat perkebunan teh Ciater kebanyakan hanya lulusan SD, selain dari kondisi perekonomian mereka yang kurang sejahtera tentunya, yang terpenting bagi mereka bisa membaca, menulis dan berhitung sudah cukup. Nilai-nilai tradisi Sunda yang dipengaruhi oleh ajaran Islam diantaranya mengenai kedudukan wanita dan laki-laki dalam keluarga dan masyarakat. Pada masyarakat Sunda, laki-laki adalah pemimpin keluarga dan bertanggung jawab untuk menafkahi keluarga sedangkan wanita berperan sebagai ibu rumah tangga yang bertugas untuk mengurus rumah, suami dan anak. Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan ekonomi yang semakin banyak, pandangan itu sedikit demi sedikit mulai berubah dan tidak lagi menjadi nilai yang mutlak harus dilakukan. Khususnya kaum wanita, mereka mulai menyadari bahwa mereka pun berhak untuk bekerja di luar rumah (sektor publik), apalagi ketika

10 51 kebutuhan ekonomi semakin meningkat. Bekerja di sektor publik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan mengurangi beban suami. Dengan bekerjanya wanita di sektor publik telah menambah beban kerja yang mereka pikul karena di satu sisi mereka sebagai ibu rumah tangga yang harus mengabdikan hidupnya untuk keluarga, dan di sisi lain mereka mempunyai kewajiban baru yaitu bekerja di perkebunan. Keikutsertaan wanita di sektor publik menunjukkan telah adanya kesetaraan gender. Secara historis, kesetaraan gender di perkebunan Teh Ciater sudah ada sejak dulu, karena dari awal pembentukan pabrik Teh Ciater, kaum wanita sudah dipekerjakan di perkebunan. Jadi kesetaraan gender yang diperjuangkan oleh buruh wanita di perkebunan bukanlah kesempatan mendapatkan pekerjaan, tetapi perjuangan mereka untuk mendapatkan posisi yang lebih baik, misalkan posisi mandor, dari dulu sampai sekarang yang menjadi mandor kebanyakan laki-laki sedangkan secara beban kerja mereka lebih ringan dari para pemetik teh yang mayoritas adalah wanita. Wanita yang kebanyakan sebagai buruh sulit sekali untuk naik ke posisi yang lebih tinggi, seperti yang dialami oleh Ipah yang selama bekerja di perkebunan jabatannya tetap sebagai pemetik (hasil wawancara dengan Ipah pada Juli 2005). Kondisi tersebut dikarenakan buruh wanita tidak bisa optimal di perkebunan, karena setelah bekerja di perkebunan mereka harus segera mengerjakan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga. Tidak optimalnya buruh wanita di perkebunan telah menyebabkan mereka sulit untuk naik ke posisi yang lebih tinggi. Selain itu di wilayah Ciater tidak tersedia lapangan pekerjaan lain yang cocok untuk mereka, karena tingkat pendidikannya rendah sehingga mereka tidak mempunyai suatu

11 52 keahlian yang dapat ditawarkan untuk memasuki pekerjaan baru. Kondisi tersebut menyebabkan mereka semakin tergantung terhadap perkebunan. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh kaum wanita juga berpengaruh terhadap jenis pekerjaan yang didapat. Wanita-wanita yang berada di sekitar Ciater sebagian besar hanya mengenyam pendidikan sampai bangku Sekolah Dasar, bahkan ada yang tidak menamatkannya. Oleh sebab itu buruh petik lah pekerjaan yang bisa mereka jalani yang tidak menuntut tingkat pendidikan yang tinggi, atau syarat-syarat tertentu, karena yang utama adalah kerja keras dan disiplin. Rendahnya tingkat pendidikan mereka lebih disebabkan karena faktor ekonomi, bekerja di Perkebunan bukanlah keinginan utama mereka, tetapi tingkat pendidikan yang rendah, serta tidak mempunyai keterampilan lain yang menyebabkan mereka tetap bertahan di perkebunan dan tidak berusaha untuk bekerja di luar perkebunan. Dengan adanya perkebunan, telah memberikan pengaruh yang cukup besar bagi masyarakat sekitar, khususnya wanita. Walaupun mereka berpendidikan rendah bahkan tidak sekolah mereka masih bisa bekerja di perkebunan. Apalagi kalau orang tuanya dulu sebagai buruh perkebunan maka anaknya pun akan mengikuti jejak orang tuanya yakni menjadi buruh perkebunan, sehingga bekerja di perkebunan seakan-akan merupakan pekerjaan yang turun temurun. Dengan bekerja di perkebunan mereka akan mendapatkan gaji setiap bulannya dan fasilitas lain seperti tempat tinggal dan kesehatan. Fasilitas-fasilitas tersebut telah mengurangi beban para buruh dan meringankan kebutuhan. Masyarakat sekitar berusaha untuk dapat bekerja di perkebunan, khususnya ibu rumah tangga yang memang tidak mempunyai pekerjaan lain,

12 53 mereka memilih menjadi buruh dengan alasan membantu suami untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Di sisi lain pihak perkebunan membutuhkan tenaga kerja wanita untuk di tempatkan pada bagian pemetikan, rawat tanaman dan sortasi. Bagi Penduduk Ciater yang tidak memiliki lahan pertanian dengan adanya perkebunan Ciater tersebut memberikan peluang untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka. Dengan terlibat bekerja di perkebunan mereka akan memperoleh fasilitas perkebunan yang tentunya dapat meringankan beban kebutuhan sehari-hari mereka. Secara umum, walaupun letak perkebunan teh Ciater ini tidak di pedalaman namun tetap saja terlihat karakteristik masyarakat perkebunan yang khas. Di perkebunan terlihat corak kehidupan yang statis, para buruh mengantungkan hidupnya pada perkebunan, mereka lahir, hidup dan mati di perkebunan. kehidupan sosialnya tidak berubah secara signifikan, dan cenderung homogen mengakibatkan kehidupan di sekitar Perkebunan seakan-akan statis. Mereka tinggal bersama dengan seluruh anggota keluarganya dengan pola pikir masyarakat perkebunan yang hidup seolah-olah terisolasi dari luar. Meskipun sebenarnya mereka mempunyai kesempatan untuk dapat berkomunikasi dengan dunia luar karena letak perkebunan yang yang tidak jauh dari jalan raya, namun mereka tidak melakukannya. Mereka lebih memilih untuk mencurahkan perhatiannya demi kemajuan perkebunan. Rutinitas sehari-harinya di habiskan di perkebunan untuk menunjang keberlangsungan kehidupan perkebunan itu sendiri. Karakteristik masyarakat perkebunan yang tersegmentasi menurut golongan etnik, tidak terjadi di perkebunan Ciater karena para pekerja di Ciater berasal dari satu

13 54 etnik yaitu sunda yang memiliki adat istiadat, warna kulit, dan bahasa yang sama sehingga dapat mempermudah dalam komunikasi diantara mereka. Kehidupan masyarakat di perkebunan Teh Ciater memperlihatkan mobilitas sosial yang tertutup. Mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yang terdiri dari pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Mobilitas sosial ini terbagi ke dalam dua jenis yaitu mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal. Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya yang tidak sederajat sedangkan mobilitas sosial horizontal adalah perpindahan individu atau objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat (Soekanto, 1990 : ). Dalam kehidupan di pekebunan teh Ciater, mobilitas sosial vertikal cenderung berjalan lambat. Untuk dapat naik ke jenjang yang lebih tinggi sangat sulit, khususnya untuk para buruh. Mungkin untuk pekerja di bagian kantor hal tersebut akan lebih mudah terjadi karena tingkat pendidikan yang mereka lalui minimal sampai jenjang SMA. Demikian juga untuk mobilitas horizontal, untuk dapat pindah jenis pekerjaan dari pemetik teh ke bagian sortasi cukup sulit, meskipun dua jenis pekerjaan tersebut sederajat. Selain itu mobilitas ke daerah lain umumnya masih lamban, hal ini dikarenakan daerah yang mereka diami sama dengan daerah-daerah kecamatan lainnya, apabila kita lihat peta Jalan Cagak pada gambar 4.1. akan terlihat bahwa daerah-daerah di luar kecamatan Jalan Cagak pun merupakan perkebunan seperti perkebunan Kasomalang, Wangunreja dan Tambaksari. Jadi walaupun mereka melakukan mobilitas ke daerah lain, kemungkinan besar pekerjaan yang akan mereka dapat tidak akan berbeda dengan

14 55 daerah asal mereka yaitu sebagai buruh perkebunan. Dengan kondisi seperti itu mereka tetap bertahan karena keterbatasan-keterbatasan yang mereka miliki, diantaranya tidak memiliki keterampilan khusus untuk bekerja di tempat lain. Buruh perkebunan sangat loyal terhadap pekerjaannya karena dengan adanya perkebunan mereka mendapatkan fasilitas-fasilitas yang dapat mengurangi beban hidupnya, walaupun fasilitas-fasilitas yang didapat berbeda antara tenaga kerja di perkebunan, tergantung pada jabatan yang disandangnya. Misalkan, fasilitas untuk tempat tinggal, semua tenaga kerja yang termasuk karyawan tetap akan memperoleh fasilitas ini yang berbeda hanyalah luas dan bahan bangunan saja. Untuk administratur, mandor dan sinder kepala biasanya rumah mereka terbuat dari tembok dan berdekatan dengan pabrik sedangkan untuk para buruh, tempat tinggalnya atau lebih dikenal dengan istilah bedeng berada di tengahtengah perkebunan terbuat dari papan dan masih berbentuk rumah panggung. Di perkebunan Ciater setiap afdeling menyediakan sepuluh buah bedeng yang diperuntukan bagi buruh tetap yang belum memiliki rumah sendiri. Para buruh sangat hormat terhadap pejabat-pejabat perkebunan terutama administratur karena administratur lah yang berkuasa di perkebunan. Selain administratur para buruh juga sangat hormat kepada mandor, karena mandor lah yang memperhatikan pekerjaan mereka sehari-hari. Masyarakat perkebunan memang merupakan miniatur masyarakat kolonial pada umumnya, serta menunjukkan karakteristik yang sama, antara lain dualistik ekonomi yaitu sistem ekonomi eropa dan sistem ekonomi tradisional. Pada umumnya gaya hidup menunjukkan status golongan tertentu, termasuk kekayaan, kekuasaan dan kewibawaan. (Kartodirdjo & Suryo, 1990 : 70-71). Adanya

15 56 dualistik tersebut dikarenakan di satu sisi tenaga kerja di perkebunan dipekerjakan berdasarkan sistem ekonomi eropa seperti pemberlakuan struktur administrasi, jam kerja, sistem pengupahan, serta alat-alat yang modern dan mengenal ekonomi pasar dunia, namun di sisi lain buruh di perkebunan dalam kehidupan sehariharinya masih menggunakan sistem trdadisional, dalam hal ini pertanian. Mereka tidak berpikir untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, mereka hanya berpikir untuk memenuhi kebutuhan pokok saja. Tidak seperti sistem ekonomi eropa yang tujuanya untuk memperoleh keuntungan yang sebesarbesarnya. Di samping itu, di perkebunan terdapat perbedaan pola hidup yang didasarkan atas struktur jabatan dalam perkebunan, mulai dari administratur, mandor dan terakhir buruh. 4.2 Perkembangan Perkebunan Teh Ciater Tahun Sejarah Singkat Perkebunan Teh Ciater Industri komoditi teh merupakan industri yang cukup penting bagi Indonesia, karena disamping untuk kepentingan konsumsi dalam negeri juga penting sebagai komoditi ekspor, mengingat Indonsia merupakan penghasil teh ketiga terbesar di dunia setelah Cina dan India. Hal ini berarti bahwa ekspor teh sangat menunjang perekonomian Indonesia sebagai sumber devisa negara dari sub sektor pertanian atau perkebunan. Perkebunan teh merupakan salah satu usaha yang cukup menarik bagi banyak negara termasuk Indonesia, dimana ada daerah yang memungkinkan tumbuhnya tanaman tersebut. Banyaknya jenis tanah yang cocok ditanami tanaman teh di beberapa daerah di Indonesia menyebabkan perkebunan teh banyak tersebar di Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh subur di

16 57 daerah pegunungan dan dataran tinggi dengan suhu sekitar ºC. Tanaman ini tumbuh baik pada ketinggian meter, tanaman ini juga memerlukan curah hujan yang cukup tinggi, sekurang-kurangnya MM per tahun. Tanaman teh tidak akan tahan terhadap musim kemarau tanpa ada hujan (Spillane, 1992:122). Salah satu perkebunan Teh yang terus berkembang sampai sekarang, diantaranya berada di kabupaten Subang, tepatnya di desa Ciater kecamatan Jalan Cagak, dimana disana terdapat Perkebunan Teh Ciater Subang yang merupakan milik dari PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII). Lokasi perkebunan Teh PTPN VIII Ciater Subang sebenarnya meliputi beberapa desa, diantaranya Ciater, Cisaat, Nagrak, Palasari dan Cibitung. Perkebunan ini memiliki ketinggian rata-rata meter di atas permukaan laut. Berdasarkan klasifikasi kualitas teh dilihat dari ketinggian tanah di atas laut, maka perkebunan teh Ciater menghasilkan jenis kualitas Good Medium Tea (Teh medium tinggi), karena jenis ini sangat cocok dengan kondisi geografis disana yang ketinggiannya mencapai meter di atas permukaan laut. Berdasarkan ketinggian tanah, perkebunan ini juga menghasilkan teh dengan kualitas common tea (teh tanah rendah). Untuk jelasnya Spillane mengklasifikasikannya ke dalam lima golongan : 1. High Grown Tea (Teh Tanah Tinggi) untuk teh dari perkebunan yang letak ketinggiannya berada di atas meter di atas permukaan laut. 2. Good Mdium Tea (Teh Medium Tinggi) untuk teh dari perkebunan yang letak ketinggiannya antara meter di atas permukaan laut. 3. Medium Tea (Teh Medium) untuk teh dari perkebunan yang letak ketinggiannya antara meter di atas permukaan laut. 4. Low Medium Tea (Teh Medium Rendah) untuk teh dari perkebunan yang letak ketinggiannya antara meter di atas permukaan laut.

17 58 5. Common Tea (Teh Tanah Rendah) untuk teh dari perkebunan yang letak ketingiannya di bawah 800 meter di atas permukaan laut. Selama penjajahan Belanda, banyak didirikan perusahan perkebunan, diantaranya perkebunan kopi dan kina, baru pada tahun 1915 mulai menanam teh. Setelah meluas budidaya tanaman teh, maka pada tahun mulai mendirikan pabrik teh Tambakan, Kasomalang dan Sarangsari. Baru pada tahun 1934 mulai mendirikan pabrik teh Ciater dan dioperasikan tahun 1937 yang mampu menampung 900 ton teh kering per tahunnya. Pada tahun 1950 orang-orang Belanda harus meninggalkan Indonesia, maka perusahaan diambil alih oleh kerajaan Inggris yang lebih dikenal dengan nama perusahaan P&T Land PT (Pamanukan dan Tjiasem Land) yang berkantor pusat di Subang. Sejak tahun 1979 sudah berada di bawah kepemilikan bangsa Indonesia dan namanya diganti menjadi PTP XIII, Ketika dikelola oleh PTP XIII diadakan perbaikan mesin-mesin lama yang disesuaikan dengan perkembangan produksi. Mengingat produksi di perkebunan Ciater terus meningkat sedangkan kapasitas pabrik tidak cukup untuk menampung produksi, maka pada tahun 1989 PTP XIII memutuskan untuk membangun pabrik dengan kapasitas penampungan produksi yang lebih banyak. Pada tahun 1996 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13, PTP XIII ini digabungkan dengan PTP XI dan PTP XII menjadi PTPN VIII (Arsip Perkebunan Ciater 2001). Perkebunan Ciater terletak di kaki gunung Tangkuban Perahu pada ketinggian antara meter di atas permukaan laut, berada di desa Ciater kecamatan Jalan Cagak kabupaten Subang. Perkebunan Ciater jenis tanahnya andosol yang cocok untuk tanaman teh dan memiliki areal konsensi seluas Ha. Untuk memudahkan administrasi, maka perkebunan tersebut dibagi

18 59 ke dalam beberapa afdeling yaitu afdeling Kertasari, Ciater dan Sagalaherang (Wawancara dengan Udin pada Juli 2005). Pembagian tersebut bertujuan untuk memudahkan pengelolaan kebun. Semua afdeling berada dalam pengawasan satu mandor besar dan satu afdeling dipimpin oleh satu mandor kebun yang dibantu oleh asisten-asistennya. Selama periode , pengelolaan perkebunan telah dipimpin oleh dua administratur yaitu, Sulardi Hadisaputro ( ) dan Ir. Suharno ( ). Adanya pergantian-pergantian administratur di atas, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pada perkebunan Teh Ciater. Tiaptiap administratur membuat kebijakan-kebijakan baru yang dapat memberikan pembaharuan dalam kegiatan produksi. Adapun hirarki kekuasaan ataupun struktur kepegawaian bisa digambarkan dalam bagan berikut ini : Bagan 4.1 Struktuk Kepegawaian Perkebunan Teh Ciater DIREKSI ADMINISTRATUR SINDER KEPALA SINDER TUK SINDER TEKNIK SINDER PABRIK SINDER AFDELING BAG. ADMINISTRASI JTU KEPALA TEKNIK ASISTEN PENGOLAHAN MANDOR BESAR PETUGAS UMUM KEPALA POOL KENDARAAN MANDOR PABRIK MANDOR KEBUN PETUGAS TANAMAN MANDOR BESAR INSTALASI BURUH PABRIK BURUH KEBUN MANDOR BESAR BENGKEL Keterangan : TUK : Tata Usaha & Keuangan JTU : Juru Tulis Umum Sumber : Diolah dari Arsip Perkebunan Teh Ciater Tahun 2001

19 60 Dari bagan 4.1, menunjukkan bahwa tenaga kerja/buruh, khususnya buruh kebun menempati posisi terbawah yang langsung berada dibawah pengawasan mandor. Buruh kebun ini meliputi pemetik teh, pemelihara tanaman, pembukaan lahan dan lainnya. Sebagian besar dari buruh kebun khususnya buruh pemetik adalah wanita, maka jelaslah sebagai buruh mereka tidak mempunyai kuasa apapun dan hanya dijadikan sebagai faktor produksi semata. Buruh wanita banyak direkrut oleh perkebunan, selain murah juga karena memiliki sifat rajin, telaten, rapi dan disiplin. Sifat yang didasarkan atas sifat domestik wanita ini sangat diperlukan oleh perkebunan terutama untuk pekerjaan memetik, karena pekerjaan tersebut memerlukan keterampilan tertentu. Agar hasil pemetikan sesuai dengan ketentuan maka perlu juga diperhatikan cara pemetikan agar tidak sampai merusak kelangsungan hidup tanaman Produksi Dalam memproduksi teh, ada tahapan-tahapan yang harus dilewati untuk mendapatkan kualitas teh yang baik. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah : 1. Persemaian, proses ini meliputi persemaian biji teh dengan memberikan pupuk dan penyiraman secukupnya supaya menghasilkan bibit yang bagus. Setelah bibit teh ini mencapai 30/35 cm maka siap untuk dipanen. 2. Bukaan baru, kegiatan membersihkan area penanaman dari kayu-kayuan, rumput tunggul yang ada di sekitar area, pembuatan saluran air dan pemberian pupuk. Kegiatan ini dilakukan 4-5 bulan sebelum penanaman. 3. Pemeliharaan, setelah bibit ditanam maka harus dilakukan pemeliharaan, baik itu menyiangi rumpu-rumput, perbaikan jalan dan saluran air serta

20 61 pemberian pupuk NPK yang dilaksanakan tiga kali dalam setahun. Dilakukan juga pemangkasan yang bertujuan agar tanaman tetap rendah sehingga mempermudah pemetikan. 4. Pemetikan, pemetikan biasanya dilakukan ± tiga bulan setelah pangkasan, yang dipetik adalah kuncup daun, ranting dan daun muda. Daun teh yang diterima dari perkebunan harus dalam keadaan baik tidak rusak dan pecahpecah, makanya pekerjaan ini banyak diserahkan kepada tenaga kerja wanita karena mereka lebih telaten dalam pekerjaanya. Langkah ini sangat penting untuk proses selanjutnya karena akan mempengaruhi kualitas teh. Daun teh yang diterima dari kebun langsung ditimbang di tempat dan setelah di pabrik ditimbang lagi tujuannya adalah untuk mengetahui kadar air dalam daun teh tersebut. 5. Proses Produksi. Produksi pada pengolahan teh baik pada teh hitam maupun teh hijau pada dasarnya hampir sama. Proses produksi teh jadi meliputi proses pelayuan, pengeringan dan sortasi, sedangkan Pemetikan daun teh merupakan proses awal dari produksi teh Jadi. Daun hijau hasil petikan diangkut ke pabrik untuk diolah menjadi bentuk teh jadi. Oleh karena pentingnya pemetikan daun teh sebagai tahap awal dalam produksi teh maka para pemetik teh ini diharuskan mengetahui dan memahami pertumbuhan tanaman teh. Mulai dari munculnya tunas hingga terbentuknya kepel dan peko. Mereka harus paham benar rumus-rumus pemetikan, diantaranya petikan halus, dimana yang dipetik adalah kuncup peko dengan dua helai daun. Petikan sedang, yang dipetik adalah kuncup peko dengan dua atau tiga helai daun biasa dan yang terakhir adalah petikan kasar.

21 62 Selain rumus-rumus tersebut di atas, jenis-jenis pemetikan juga harus diperhatikan oleh para pemetik. Jenis-jenis pemetikan tersebut antara lain : 1. Petikan Jendangan, petikan yang dikerjakan pertama setelah pemangkasan, petikan ini dilakukan tiap 3-5 hari selama 2-3 bulan. Tujuannya mengambil hasil dan agar tanaman mempunyai ranting yang banyak dan tingginya sama. 2. Petikan Gendesan, petikan untuk mengambil daun peko dan kepel karena tanaman akan dipangkas lagi. Petikan jenis ini merugikan tanaman karena banyak daun yang diambil sehingga mengganggu pertumbuhannya. 3. Petikan Produksi, yaitu petikan yang bertujuan untuk menghasilkan produksi yang maksimal. Di Perkebunan Teh Ciater dihasilkan dua jenis teh, yaitu teh tanah rendah dan teh medium tinggi. Untuk teh tanah rendah dapat dipetik pucuknya seminggu sekali, sedangkan teh tanah tinggi hanya boleh sekali dalam hari guna menjaga keadaan tanaman dan kualitas pucuknya tetap baik. Perkebunan Teh Ciater memproduksi teh hitam dan teh hijau. Perbedaan pokok antara teh hitam dan teh hijau adalah bahwa teh hitam mengalami proses fermentasi (pemeraman) sedangkan teh hijau tidak. Disamping itu teh hitam tidak mengandung unsur-unsur lain diluar pucuk teh, sedangkan teh hijau yang tidak mengalami proses fermentasi mengakibatkan bau dari teh tidak hilang, sehingga harus dikompensasi dengan wangi-wangian non teh, seperti bunga melati dan cengkeh. Proses produksi teh hijau meliputi beberapa langkah diantaranya : 1. Proses Pelayuan, daun-daun teh dibawa dari perkebunan yang masih segar. Setelah sampai di pabrik, dilayukan dengan cara pemanasan asap.

22 63 2. Proses Pendinginan, setelah dipanaskan kemudian teh didinginkan sambil menunggu bahan pembantu, misalnya bunga melati. 3. Proses Pencampuran, pencampuran teh dengan bunga melati ditambah sedikit air. 4. Proses Pengayakan, setelah menjadi campuran teh di ayak dengan tujuan memisahkan antara teh yang baik dengan teh yang kurang baik. 5. Proses Penginapan, teh yang sudah di ayak dihamparkan di atas lantai kemudian ditutup karung agar aroma teh bercampur dengan melati. 6. Proses Pemasakan, teh yang sudah diinapkan dimasak di atas api. 7. Proses Pengepakkan, teh dikemas untuk proses penjualan. Proses produksi teh hitam meliputi beberapa langkah diantaranya : 1. Proses Pelayuan, pucuk basah dipaparkan pada alat untuk melayukan daun dengan jalan mengalirkan uap panas. 2. Proses Penggilingan, pucuk yang telah layu kemudian digiling secara bertingkat diselang-seling diadakan pengayakan. Tujuan penggilingan adalah agar daun menjadi memar sehingga terjadi proses kimiawi. 3. Proses Pengayakan Basah, setelah proses penggilingan selesai maka pucuk gilingan itu dipindahkan ke alat pengayakan hingga adonan itu menjadi dingin. Dengan menggoyang-goyangkan ayakan maka terpisahlah yang kasar dari yang halus, dan yang telah halus dimasukkan ke ruang fermentasi sedangkan yang masih kasar digiling kembali 4. Proses Fermentasi, adonan pucuk yang telah digiling halus akan beroksidasi dengan udara sehingga adonan yang masih basah tersebut lambat laun warnanya berubah. Adonan teh dari tiap proses penggilingan

23 64 harus difermentasikan terpisah, karena kelebihan fermentasi menyebabkan kualitas akhirnya teh keruh hitam, sedangkan bila waktu fermentasi kurang maka tehnya akan menjadi bening. 5. Proses Penggarangan, adonan pucuk teh yang telah selesai difermentasi kemudian dimasukan ke dalam oven, kemudian digarang hingga kering di bawah suhu º C. Dengan adanya penggarangan tersebut maka proses fermentasi yang terjadi terhenti dan dengan demikian adonan tersebut mempunyai aroma teh hitam. 6. Proses Sortasi, proses ini dilakukan untuk membedakan jenis teh yang mana yang akan dipasarkan untuk memenuhi permintaan konsumen. 7. Proses Pengepakan, setelah disortir teh itu dikemas dalam peti khusus, ditimbang dengan berat sekitar 50 Kg. Di lihat dari langkah-langkah produksi di atas, sebagian besar tenaga kerja wanita banyak ditempatkan di perkebunan sebagai pemetik, sementara sebagian lainnya bekerja di pabrik pada bagian sortasi. Mereka ditempatkan dalam dua jenis pekerjaan tersebut karena bebannya ringan, dalam arti tidak memerlukan peralatan/mesin yang berat sebagaimana dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki pada bagian pelayuan, pengilingan dan pengepakan. Pekerjaan ini juga memerlukan ketelitian dan kerapihan, dan wanita memiliki kedua sifat tersebut sehingga mereka banyak di tempatkan pada kedua bagian tersebut. Perkebunan Teh Ciater Subang sebagai salah satu perkebunan negara memprioritaskan produksi teh hitam, sedangkan teh hijau diproduksi dalam jumlah yang terbatas. Hal ini dikarenakan permintaan pasar internasional tahun 1980-an terhadap teh hitam cukup tinggi. Produksi yang dilaksanakan di

24 65 perkebunan Ciater hampir sebagian besar untuk kebutuhan ekspor ke luar negeri terutama negara-negara Eropa, walaupun pihak perkebunan tetap mengirimkan hasil sebagian produksinya pada pabrik teh Sariwangi yang berada di Cibiru Bandung untuk dijual dalam kemasan kecil. Dalam persaingan di pasaran internasional, untuk teh hitam perkebunan negara memainkan peranan yang penting, termasuk didalamnya Perkebunan Ciater Subang, karena sejak tahun 1976 perkebunan teh Ciater merupakan salah satu perkebunan yang menghasilkan produksi dalam jumlah yang besar (spillane, 1992 : 56). Berikut ini adalah tabel perbandingan produksi teh hitam yang dihasilkan oleh Perkebunan Besar Negara (PTPN) dengan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Tabel 4.3 Produksi Teh Hitam Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Swasta Tahun Jumlah Produksi (ton) Tahun PTPN PBS Sumber : Diambil dari Spillane (1992). Komoditi Teh : Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia, hal 247. Yogyakarta : Kanisius Dari tabel di atas terlihat bahwa Perkebunan Besar Negara, termasuk didalamnya perkebunan teh Ciater lebih banyak memproduksi teh hitam, karena dalam pengolahannya teh hitam menggunakan mesin-mesin modern yang sebagian besar dimiliki oleh Perkebunan Besar Negara. Untuk Perkebunan Besar Swasta biasanya memproduksi teh hitam dan teh hijau dalam jumlah yang hampir sama. Teh hitam ini kebanyakan diproduksi untuk di ekspor ke luar negeri, walaupun ada sebagian kecil teh hijau juga yang di ekspor pada saat harga teh hijau di pasar internasional mengalami kenaikan. Teh hijau kebanyakan

25 66 diproduksi untuk pasaran dalam negeri. Dalam produksinya teh hijau ini biasa diberi wangi-wangian baik melati maupun cengkeh. Pemasaran teh di Indonesia, selain untuk di ekspor yang kira-kira mencapai 60%, sebagian juga dipasarkan untuk konsumsi dalam negeri (spillane, 1992 : 66). Dengan adanya dua arah pemasaran ini, fleksibilitas pengembangan teh Indonesia dapat memperoleh peluang lebih baik dibanding dengan negara lainnya. Kualitas teh di pasar domestik jauh lebih rendah dan menerima harga jauh lebih murah daripada teh berkualitas ekspor. Berikut ini adalah tabel hasil produksi perkebunan Teh Ciater. Tabel 4.4 Hasil Produksi Perkebunan Ciater Tahun Tahun Produksi Kg/Ha Produksi Teh Jadi Keterangan Kemarau Panjang Sumber : Diolah Dari Arsip PT Perkebunan Nusantara VIII Ciater Subang tahun 2001 Dari tabel 4.4 terlihat bahwa hasil produksi mengalami fluktuasi namun cenderung mengalami kenaikan, meskipun ada penurunan (tahun 1991) dikarenakan musim kemarau panjang yang mengakibatkan pertumbuhan pucuk berkurang. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa musim, cuaca dan curah hujan mempengaruhi banyak sedikitnya jumlah teh yang diproduksi. Dibawah ini adalah tabel volume dan nilai ekspor teh Indonesia.

26 67 Tabel 4.5 Hasil Produksi dan Ekspor Indonesia Tahun Tahun Produksi (ton) Ekspor (ton) Harga (US$) Sumber : Diambil dari Spillane (1992). Komoditi Teh : Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia, hal 63. Yogyakarta : Kanisius Dari tabel 4.5 terlihat bahwa harga penjualan teh di pasaran internasional sangat mempengaruhi jumlah produksi dan ekspor. Banyak sedikitnya teh yang diproduksi maupun yang diekspor sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga teh itu sendiri. Apabila harga teh perkilonya tinggi maka produksi pun meningkat. Selama lima tahun, sejak tingkat ekspor Indonesia mengalami fluktuasi, namun hal tersebut merupakan kondisi yang wajar karena perkembangan harga teh ditandai oleh perubahan yang ciclical, yaitu setelah periode harga tinggi akan disusul dengan periode harga rendah dalam jangka waktu yang relatif lama (Spillane, 1992:262). Perkebunan teh Ciater memberikan kontribusi yang cukup besar dalam ekspor teh Indonesia sejak tahun 1976, karena dapat menghasilkan lebih banyak teh dibandingkan dengan perkebunan teh lainnya (Spillane,1992 :58) Maju dan berkembangnya perkebunan teh Ciater di bawah PTPN VIII, khususnya selama kurun waktu sepuluh tahun, sejak tidak terlepas dari status perkebunan teh itu sendiri. Perkebunan teh Ciater merupakan perkebunan milik negara sehingga pemerintah ikut serta dalam pengembangan perkebunan baik melalui bantuan dana/kredit maupun kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Kredit-kredit ini terutama diarahkan kepada rehabilitasi pabrik ataupun perbaikan

27 68 mesin-mesin guna meningkatkan hasil produksi teh (Spillane, 1992 : 77). Perkebunan Ciater Subang membangun pabrik baru yang lebih besar dari pabrik sebelumnya pada tahun 1989 dengan tujuan supaya dapat menampung hasil produksi yang semakin meningkat. Pada tahun 1979 dilakukan perbaikan mesinmesin guna meningkatkan hasil produksi. Dalam kebijakan Pelita, pemerintah sangat memperhatikan perkebunan besar negara. Dalam Pelita I.II dan III indonesia berhasil mengembangkan industri komoditi teh. Industri perkebunan teh ini sesuai dengan trilogi pembangunan yaitu pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional. Adapun cara yang sudah ditempuh oleh pemerintah untuk melaksanakan asas pemerataan menuju tercapainya keadilan sosial dikenal dikenal dengan adanya delapan jalur pemerataan. Dua dari delapan jalur pemerataan tersebut tercermin dengan adanya industri komoditi teh, yaitu pemerataan pembagian pendapatan dan perolehan kesempatan kerja (Spillane, 1992 : 76). Berkembangnya perkebunan juga dapat dilihat dari peningkatan hasil produksi. Dari tabel hasil produksi (Tabel 4.4) di atas terlihat bahwa, perkebunan Teh Ciater mengalami kemajuan dalam hal produksi. Kenaikan jumlah produksi tersebut berpengaruh juga terhadap jumlah ekspor, yang sudah pasti turut meningkat. Perkebunan Teh Ciater, yang merupakan salah satu perkebunan dibawah PTPN VIII memiliki tanggung jawab untuk tetap menjaga kualitas produksi teh agar menghasilkan jenis teh dengan mutu terbaik untuk diekspor ke negara-negara Eropa, dan untuk mensuplai perusahaan teh dalam negeri terutama perusahaan teh Sariwangi.

28 69 Pemasaran produk teh sebenarnya merupakan tanggung jawab direksi, namun secara tidak langsung berpengaruh juga pada jumlah laba yang diperoleh perkebunan, sehingga tidak mengherankan bahwa ketika permintaan pasar meningkat, keuntungan didapat pula oleh para pekerja perkebunan, misalnya dengan pembagian bonus. Namun, bagaimanapun makmurnya kehidupan perkebunan, tidak menjamin bahwa semua pekerja khususnya buruh petik wanita dapat menikmati sepenuhnya kemakmuran tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah upah yang diterima rendah, dan status pekerjaan yang tetap rendah Tenaga Kerja Usaha perkebunan teh selalu berhubungan dengan buruh atau tenaga kerja, tanpa buruh yang cukup jumlahnya maka perkebunan yang luas itu tidak akan menghasilkan keuntungan. Oleh sebab itu perkebunan teh dapat dikatakan telah ikut memberikan kesempatan kerja yang cukup besar bagi penduduk sekitarnya. Usaha dan segala kegiatan yang berhubungan dengan produksi teh merupakan bidang usaha yang memberikan sumber terhadap pemerataan kerja (Spillane,1992 : 76) Perkebunan teh merupakan bidang usaha yang memerlukan tenaga kerja yang banyak, baik untuk bagian pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemetikan, pengangkutan, proses produksi sampai pada penjualan. Di perkebunan Ciater sejak dari tahun 1980 sampai dengan 1990 tidak banyak melakukan perekrutan tenaga kerja karena jumlah tenaga kerja yang dimiliki sudah cukup untuk melaksanakan pekerjaan. Apabila produksi sedang meningkat maka perusahaan menggunakan tenaga kerja lepas matuh, yaitu pekerja yang tidak

29 70 memperoleh fasilitas perkebunan secara lengkap. Khusus bagi pemetik, bedanya pekerja lepas/borongan dengan pekerja tetap yaitu untuk pekerja tetap diberikan upah, fasilitas bedeng dan tunjangan sosial setiap minggunya, sedangkan bagi pekerja lepas hanya diberikan upah hasil petikan tiap bulannya dan fasilitas kesehatan tanpa memperoleh tunjangan sosial. Khusus untuk bedeng walaupun diperuntukan bagi buruh tetap tetapi di beberapa afdeling diisi oleh buruh lepas, karena tidak ada yang menghuninya. Hal ini biasanya terjadi di daerah pedalaman (wawancara dengan Udin dan Euis pada Juli 2005). Tabel 4.6 Jumlah Tenaga kerja Perkebunan Teh Ciater Subang Tahun 1982 Posisi Laki-laki Wanita Jumlah Pekerjaan Staff kebun Staff Pabrik Bulanan Tetap Harian Tetap Harian Lepas Sumber : Badan Pusat Statistik Subang. (1982). Subang Dalam Angka Kantor Statistik Kabupaten Subang. Hlm, Di Perkebunan Teh Ciater, terdapat perbedaan status pekerjaan, yaitu : 1. Bulanan, biasanya mereka yang sudah mempunyai jabatan yang cukup tinggi, seperti kepala bagian, staff kantor dan mandor. 2. Harian Tetap, biasanya para pekerja baik di kebun maupun di pabrik yang telah lama bekerja. 3. Harian Lepas, sebagian bekerja di perkebunan sebagai pemetik dan di pabrik pada bagian sortasi yang sebagian besar adalah kaum wanita. Mereka dikenal dengan buruh lepas matuh karena walaupun telah bekerja cukup lama namun tidak diangkat menjadi harian tetap. Biasanya mereka dipekerjakan ketika produksi sedang meningkat.

30 71 Berdasarkan tabel 4.6 di atas, jenis pekerjaan untuk laki-laki lebih tersebar mulai dari menjadi staff kantor, pabrik maupun kebun dan status pekerjaan mereka pun lebih seimbang ada yang tenaga kerja bulanan, harian tetap dan harian lepas. Lain halnya dengan tenaga kerja wanita, dimana sebagian besar dari mereka berstatus sebagai harian lepas yang banyak ditempatkan pada bagian pemetikan, dan hanya beberapa orang saja yang menjadi staff di kantor atau status bulanan. Posisi pekerja wanita cenderung stagnan, tidak seperti buruh laki-laki yang seakan-akan mudah untuk naik jabatan, karena bisa terfokus pada pekerjaan perkebunan tidak seperti buruh wanita yang harus membagi waktunya dengan keluarga di rumah. Dari analisis tabel tersebut, tampak hanya sebagian kecil saja tenaga kerja wanita yang menempati posisi sebagai staff kantor dan Staff kebun, hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar kaum wanita di Ciater masih berpendidikan rendah karena untuk menjadi staff kantor dan staff kebun minimal harus berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kaum wanita lebih banyak ditempatkan sebagai harian tetap dan harian lepas yaitu sebagai buruh, baik buruh kebun maupun buruh pabrik. Namun sebagian besar dari buruh tersebut banyak ditempatkan pada bagian kebun yakni sebagai buruh petik. Sebagai buruh yang berada di posisi terbawah, mereka tidak memiliki kuasa apapun sehingga cenderung sulit untuk melakukan mobilitas sosial, baik horizontal maupun vertikal. Gambaran tersebut terlihat jelas seperti yang di alami oleh Epong seorang pemetik berikut ini : Bayu mulai bekerja di perkebunan sebagai pemetik sekitar tahun akhir 1970 sama dengan Epong. Namun tahun 1985, Bayu diangkat menjadi mandor dan Epong masih bekerja sebagai pemetik. Kenaikan jabatannya tersebut dikarenakan Bayu selalu rajin di perkebunan tidak seperti Epong yang harus segera pulang untuk melaksanakan pekerjaan rumah tangga termasuk mengurus kedua anaknya

31 72 Kondisi di atas menunjukkan bahwa mobilitas vertikal masyarakat perkebunan Teh Ciater cenderung lambat dan sulit. Untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi sangat jarang terjadi, khususnya para buruh wanita, dari pernyataan di atas juga seakan-akan kesempatan untuk naik ke jabatan yang lebih tinggi lebih diperuntukan bagi buruh laki-laki, sehingga sebagai buruh wanita untuk menjadi seorang mandor sangat sulit terjadi. Sama lambatnya dengan mobilitas horizontal yang dialami oleh masyarakat Perkebunan Teh Ciater. Untuk dapat pindah jenis pekerjaan dari pemetik teh menjadi penyortir sangatlah sulit, meskipun dua jenis pekerjaan tersebut sederajat, sama-sama menjadi buruh. Pihak perkebunan memberikan fasilitas-fasilitas tertentu kepada pekerjanya dengan tujuan agar pekerja lebih rajin bekerja dan merupakan kewajiban dari perusahaan juga untuk memperhatikan kesejahteraan pekerjanya. Pihak perkebunan memberikan fasilitas-fasilitas sosial kepada pekerja diantaranya pemukiman, Puskesmas/balai kesehatan, dan tempat ibadat. Biasanya fasilitasfasilitas tersebut terletak di dekat perkebunan dan pemukiman/tempat tinggal pekerja. Walaupun ada pemukiman yang diperuntukan bagi pekerja, namun tidak sedikit pekerja yang tinggal agak jauh dari perkebunan. Kebijakan pemberian fasilitas ini mencerminkan filsafat pemerintah bahwa para karyawan harus menikmati secara material hasil kekayaan yang diciptakan oleh pekerjaannya. pada kenyataannya, walaupun sudah mendapat fasilitas-fasilitas kehidupan para buruh khususnya buruh pemetik jauh dari kata sejahtera. Dengan tingkat pendidikan yang rendah mereka tidak memiliki wewenang kekuasaan sehingga sulit untuk melakukan mobilitas sosial baik vertikal maupun horizontal. Di satu sisi, walaupun sebagai buruh mereka berada pada posisi terbawah dan tidak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Perkebunan teh PTPN VIII Ciater Subang merupakan perkebunan yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Perkebunan teh PTPN VIII Ciater Subang merupakan perkebunan yang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Perkebunan teh PTPN VIII Ciater Subang merupakan perkebunan yang tetap bertahan dari zaman kolonial Belanda sampai tahun 1990, bahkan sampai sekarang. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Blitar

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Blitar BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Blitar Wilayah Blitar merupakan wilayah yang strategis dikarenakan wilayah Blitar berbatasan dengan beberapa Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

III. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN III. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN A. SEJARAH PERKEMBANGAN Kebun Cisaruni merupakan salah satu unit kebun dari 45 unit yang ada di bawah naungan PT. Perkebunan Nusantara VIII yang berkantor pusat di Jl. Sindangsirna

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Pada zaman

BAB I PENDAHULUAN. Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Pada zaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bulu Cina merupakan sebuah desa yang berdomisili di Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Pada zaman kolonial Belanda, Bulu

Lebih terperinci

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan BAB II DESA PULOSARI 2.1 Keadaan Umum Desa Pulosari 2.1.1 Letak Geografis, Topografi, dan Iklim Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Sistem Petikan

PEMBAHASAN Sistem Petikan PEMBAHASAN Sistem Petikan Sistem petikan yang dilaksanakan perkebunan akan menentukan kualitas pucuk, jumlah produksi, menentukan waktu petikan selanjutnya dan mempengaruhi kelangsungan hidup tanaman itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun di luar negeri. Setiap perusahaan bersaing untuk menarik perhatian

BAB I PENDAHULUAN. dalam maupun di luar negeri. Setiap perusahaan bersaing untuk menarik perhatian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dengan semakin mengglobalnya perekonomian dunia dan era perdagangan bebas, di Indonesia juga dapat diharapkan menjadi salah satu pemain penting. Dalam perekonomian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Teh Tanaman teh dengan nama latin Camellia sinensis, merupakan salah satu tanaman perdu berdaun hijau (evergreen shrub). Tanaman teh berasal dari daerah pegunungan di Assam,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini peneliti akan menyajikan kesimpulan yang berkaitan dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini peneliti akan menyajikan kesimpulan yang berkaitan dengan 144 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada bab ini peneliti akan menyajikan kesimpulan yang berkaitan dengan peranan perkebunan dalam kehidupan buruh penyadap karet di perkebunan PT Telaga Kantjana

Lebih terperinci

2014 TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH SADAP KARET PERSEROAN TERBATAS PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) VIII WANGUNREJA DI KECAMATAN DAWUAN KABUPATEN SUBANG

2014 TINGKAT KESEJAHTERAAN BURUH SADAP KARET PERSEROAN TERBATAS PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) VIII WANGUNREJA DI KECAMATAN DAWUAN KABUPATEN SUBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian di Indonesia memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Hal tersebut ditunjukan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapur barus dan rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kapur barus dan rempah-rempah, jauh sebelum bangsa Barat datang ke Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada hakikatnya, Indonesia telah mengenal sistem kebun sebagai sistem perekonomian tradisional dengan penanaman tanaman-tanaman seperti kopi, lada, kapur barus dan rempah-rempah,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh. Tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah-daerah yang rendah

BAB I PENDAHULUAN. tubuh. Tanaman teh dapat tumbuh subur di daerah-daerah yang rendah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan Teh merupakan salah satu aspek dari sektor pertanian yang menguntungkan di Indonesia, mengingat letak geografisnya yang strategis. Kebutuhan dunia akan komoditas

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi Gambaran umum Kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi dalam penelitian ini dihat

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Sejarah Perkebunan

KONDISI UMUM Sejarah Perkebunan KONDISI UMUM Sejarah Perkebunan PT. Perkebunan Tambi merupakan perusahaan swasta yang bergerak dibidang industri teh. Tahun 85 kebun-kebun teh di Bagelen, Wonosobo disewakan kepada Tuan D. Vander Sluij

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM DESA BATUR KECAMATAN GADING DAN PRAKTEK HUTANG PANENANAN KOPI BASAH. 1. Sejarah Desa Batur Kecamatan Gading

BAB III GAMBARAN UMUM DESA BATUR KECAMATAN GADING DAN PRAKTEK HUTANG PANENANAN KOPI BASAH. 1. Sejarah Desa Batur Kecamatan Gading BAB III GAMBARAN UMUM DESA BATUR KECAMATAN GADING DAN PRAKTEK HUTANG PANENANAN KOPI BASAH A. Letak Geografis Desa Kecamatan 1. Sejarah Desa Batur Kecamatan Gading Desa Batur terletak di Kecamatan Gading,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Kebun Air sangat diperlukan tanaman untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mendistribusikannya keseluruh bagian tanaman agar tanaman dapat tumbuh secara

Lebih terperinci

VII. ANALISIS SITUASI USAHA PERKEBUNAN DAN AGROINDUSTRI NENAS DI KABUPATEN SUBANG DAN KARAWANG

VII. ANALISIS SITUASI USAHA PERKEBUNAN DAN AGROINDUSTRI NENAS DI KABUPATEN SUBANG DAN KARAWANG VII. ANALISIS SITUASI USAHA PERKEBUNAN DAN AGROINDUSTRI NENAS DI KABUPATEN SUBANG DAN KARAWANG 1. Lokasi Penelitian Lapang Penelitian lapang dilakukan di Kabupaten Subang, Jawa Barat, khususnya usaha perkebunan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanah yang mampu menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten

I. PENDAHULUAN. tanah yang mampu menyuburkan tanaman, sinar matahari yang konsisten I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang bagus untuk mengembangkan sektor pertanian, termasuk sektor perkebunan sebagai sektor pertanian yang terletak di daerah tropis

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 1 ANALISIS PUCUK TANAMAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) DI PERKEBUNAN RUMPUN SARI KEMUNING, PT SUMBER ABADI TIRTASENTOSA, KARANGANYAR, JAWA TENGAH Oleh Wahyu Kusuma A34104041 PROGRAM STUDI AGRONOMI

Lebih terperinci

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Tanaman Teh

TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Tanaman Teh 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Tanaman Teh Klasifikasi tanaman teh yang dikutip dari Nazaruddin dan Paimin (1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae

Lebih terperinci

KONDISI UMUM UNIT PERKEBUNAN BEDAKAH

KONDISI UMUM UNIT PERKEBUNAN BEDAKAH 11 KONDISI UMUM UNIT PERKEBUNAN BEDAKAH Sejarah Perkebunan Pada tahun 1865 PT Perkebunan Tambi merupakan perusahaan swasta milik Belanda dengan nama Bagelen Thee En Kina Maatschappij. Pengelolanya adalah

Lebih terperinci

PERANAN PERKEBUNAN KARET JALUPANG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG

PERANAN PERKEBUNAN KARET JALUPANG TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT CIPEUNDEUY KABUPATEN SUBANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Perkebunan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian regional secara keseluruhan. Sistem perkebunan masuk ke Indonesia pada akhir Abad

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SEMPOR. membuat sungai dari sebelah barat (Sungai Sampan), sedang yang muda

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SEMPOR. membuat sungai dari sebelah barat (Sungai Sampan), sedang yang muda 31 BAB II KONDISI WILAYAH DESA SEMPOR A. Sejarah Desa Sempor Pada jaman dahulu kala ada dua orang putra Eyang Kebrok, namanya belum diketahui mendapat perintah untuk membuat sungai. Putra yang tua membuat

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ADMINISTRASI PERUSAHAAN PERKEBUNAN TEH KEMUNING TAHUN A. Kondisi Fisik Perkebunan Teh Kemuning

BAB III SISTEM ADMINISTRASI PERUSAHAAN PERKEBUNAN TEH KEMUNING TAHUN A. Kondisi Fisik Perkebunan Teh Kemuning BAB III SISTEM ADMINISTRASI PERUSAHAAN PERKEBUNAN TEH KEMUNING TAHUN 1945-1946 A. Kondisi Fisik Perkebunan Teh Kemuning 1. Luas Lahan Perkebunan Teh Tahun 1946 Perusahaan perkebunan teh Kemuning merupakan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km,

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Jarak dari Kecamatan Megamendung ke Desa Megamendung adalah 8 km, V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Desa Megamendung Desa Megamendung merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara geografis, Desa

Lebih terperinci

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB III KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Geografis dan Luas Kecamatan Sukanagara secara administratif termasuk dalam Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Letak Kabupaten Cianjur secara geografis

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA A. Kondisi Geografi Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota besar seperti Semarang maupun Yogyakarta. Letaknya yang strategis dan berpotensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Semua data yang telah berhasil dikumpulkan oleh peneliti selama melakukan penelitian akan disajikan pada bab ini. Data tersebut merupakan data tentang partisipasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas dan Batas Wilayah 39 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisiografis a. Letak, Luas dan Batas Wilayah Letak geografis Kabupaten Landak adalah 109 40 48 BT - 110 04 BT dan 00

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya dinikmati segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya dinikmati segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG

BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG BAB III PRAKTEK TRANSAKSI NYEGGET DEGHENG DI PASAR IKAN KEC. KETAPANG KAB. SAMPANG A. Gambaran Umum tentang Lokasi Penelitian Pasar Ikan di Kec. Ketapang ini merupakan salah satu pasar yang berada di wilayah

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Analisis Hasil Petikan

PEMBAHASAN. Analisis Hasil Petikan 46 PEMBAHASAN Analisis Hasil Petikan Analisis hasil petikan merupakan suatu langkah untuk mengetahui cara maupun hasil pelaksanaan pemetikan pada suatu waktu, sebab pada pucuk yang telah dipetik perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teh merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Bahkan komoditi teh juga menjadi sektor usaha unggulan yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS BIAYA PRODUKSI Analisis biaya dilakukan mulai dari pemeliharaan tanaman, panen, proses pengangkutan, proses pengolahan hingga pengepakan. 1. Biaya Perawatan Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha di bidang pertanian merupakan sumber mata pencaharian pokok bagi masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian berperan sangat

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI BARANG REKONDISI DI DESA SIDOHARJO DUSUN TUMPAK MOJOKERTO

BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI BARANG REKONDISI DI DESA SIDOHARJO DUSUN TUMPAK MOJOKERTO BAB III PELAKSANAAN JUAL BELI BARANG REKONDISI DI DESA SIDOHARJO DUSUN TUMPAK MOJOKERTO A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, keadaan suatu wilayah sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun Teh hitam menjadi salah satu komoditas perkebunan yang

BAB I PENDAHULUAN. tahun Teh hitam menjadi salah satu komoditas perkebunan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teh hitam merupakan salah satu komoditas yang dikenal masyarakat sejak tahun 1860. Teh hitam menjadi salah satu komoditas perkebunan yang menghasilkan devisa non migas

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 16 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1.Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Lokasi Wilayah Kabupaten Subang secara geografis terletak pada batas koordinat 107 o 31-107 o 54 BT dan di antara 6 o

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Pertumbuhan dan perkembangan sektor usaha perkebunan di Indonesia dimotori oleh usaha perkebunan rakyat, perkebunan besar milik pemerintah dan milik swasta. Di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara yang berada di daerah khatulistiwa, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara yang berada di daerah khatulistiwa, sebagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia sebagai Negara yang berada di daerah khatulistiwa, sebagai Negara yang mempunyai iklim tropis memiliki keragaman hayati dan nonhayati.indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, yang sebagian besar penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, yang sebagian besar penduduknya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Salah satu sektor pertanian yang sangat berperan dalam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Sejarah Singkat dan Keadaan Umum Desa Rejosari

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Sejarah Singkat dan Keadaan Umum Desa Rejosari 60 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Singkat dan Keadaan Umum Desa Rejosari 1. Sejarah Desa Rejosari Desa Rejosari pada awalnya merupakan sebuah pedukuhan yang berada di bawah wilayah Desa

Lebih terperinci

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial. 18 BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG A. Keadaan Geografis 1. Letak, Batas, dan Luas Wilayah Letak geografis yaitu letak suatu wilayah atau tempat dipermukaan bumi yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN 46 BAB III PRAKTIK KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DENGAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN A. Profil Desa Tawangrejo 1. Letak geografis Secara geografis Desa Tawangrejo

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas

PEMBAHASAN. Waktu Pangkas PEMBAHASAN Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di kebun teh yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan menurunkan tinggi tanaman sampai ketinggian tertentu.

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non

IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG A. Letak Geografis Wilayah Kecamatan Srumbung terletak di di seputaran kaki gunung Merapi tepatnya di bagian timur wilayah Kabupaten Magelang. Kecamatan Srumbung memiliki

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Bogor memiliki kuas wilayah 299.428,15 hektar yang terbagi dari 40 kecamatan. 40 kecamatan dibagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah

Lebih terperinci

I. DESKRIPSI KEGIATAN

I. DESKRIPSI KEGIATAN I. DESKRIPSI KEGIATAN 1.1 JUDUL KKN PPM Manggis. 1.2 TEMA Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produksi Buah Manggis Sebagai Komoditas Ekspor Unggulan 1.3 LOKASI Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

I.1 Latar Belakang. (Sumber: Badan Pusat Statistik) Sumber : Annual Report PTPN VIII Tahun Tabel I. 1 Perkembangan Ekspor Teh di Indonesia

I.1 Latar Belakang. (Sumber: Badan Pusat Statistik) Sumber : Annual Report PTPN VIII Tahun Tabel I. 1 Perkembangan Ekspor Teh di Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Teh merupakan salah satu minuman yang banyak dikonsumsi atau diminati setelah air mineral, teh sebagai minuman dapat meningkatkan kesehatan manusia karena mengandung

Lebih terperinci

Pengemasan Produk Teh Hitam Di PT. Perkebunan Nusantara IX Kebun Semugih. Vileora Putri Christna 14.I1.0172

Pengemasan Produk Teh Hitam Di PT. Perkebunan Nusantara IX Kebun Semugih. Vileora Putri Christna 14.I1.0172 Pengemasan Produk Teh Hitam Di PT. Perkebunan Nusantara IX Kebun Semugih Vileora Putri Christna 14.I1.0172 PROFIL PERUSAHAAN PTPN IX pada awalnya merupakan penggabungan 2 unit kebun Semugih dan Pesantren.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan semakin modernnya teknologi yang berkembang di sektor

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan semakin modernnya teknologi yang berkembang di sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan pembangunan di Indonesia membawa banyak kemajuan disegala sektor kehidupan, baik itu bidang sosial, ekonomi, pendidikan, pertanian, teknologi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong adalah salah satu daerah di wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, 120 km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kopi, dan kakao. Pada tahun 2012, volume perusahaan pemerintah pada

BAB I PENDAHULUAN. kopi, dan kakao. Pada tahun 2012, volume perusahaan pemerintah pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teh (Camellia sinensis (L) O. Kuntze) sebagai komoditas perkebunan memberikan kontribusi yang besar terhadap perolehan devisa negara dari komoditas non migas sub sektor

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Gambar 1. Dusun Gunung Mas Desa Tugu Selatan. Gambar 2. Dusun Rawadulang Desa Tugu Selatan

LAMPIRAN. Gambar 1. Dusun Gunung Mas Desa Tugu Selatan. Gambar 2. Dusun Rawadulang Desa Tugu Selatan 122 LAMPIRAN Gambar 1. Dusun Gunung Mas Desa Tugu Selatan Gambar 2. Dusun Rawadulang Desa Tugu Selatan Gambar 3. Kantor Afdeling GM I Gambar 4. Prasaran Perkebunan (Kantor Upaya Kesehatan Kerja) Gambar

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian. Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis Daerah Penelitian Kecamatan Rumbai merupakan salah satu Kecamatan di ibukota Pekanbaru yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki luas lahan dan agroklimat yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai usaha pertanian. Indonesia juga sejak lama dikenal

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis dan Keadaan Lingkungan Desa Cisarua adalah desa yang terletak di wilayah Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar ±

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian terus diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi pertanian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan

PEMBAHASAN. Tipe Pangkasan 8 PEMBAHASAN Tanaman teh dibudidayakan untuk mendapatkan hasil produksi dalam bentuk daun (vegetatif). Fase vegetatif harus dipertahankan selama mungkin untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi dan

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

STUDI KASUS : MANAJEMEN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KAKAO DARI HULU SAMPAI HILIR DI PTP NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN KALIKEMPIT

STUDI KASUS : MANAJEMEN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KAKAO DARI HULU SAMPAI HILIR DI PTP NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN KALIKEMPIT STUDI KASUS : MANAJEMEN PERUSAHAAN PERKEBUNAN KAKAO DARI HULU SAMPAI HILIR DI PTP NUSANTARA XII (PERSERO) KEBUN KALIKEMPIT 1.907,12 Ha Afdeling Kali Wadung 333,93 Ha Afdeling Margo Sugih 592,00 Ha Afdeling

Lebih terperinci

BAB IV PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

BAB IV PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT 50 BAB IV PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT A. Dampak Bidang Sosial Adanya pabrik teh hitam Kaligua telah membawa dampak pada mata pencaharian masyarakat Pandansari dan sekitarnya, baik dampak langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Profil Kelurahan Mulyaharja 4.1.1. Keadaan Umum Kelurahan Mulyaharja Kelurahan Mulyaharja terletak di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 114 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Pada bab ini penulis akan menyajikan kesimpulan yang berkaitan dengan Peranan Perkebunan Karet Jalupang Terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi.

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor pertanian berpengaruh bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia, terutama pada wilayah-wilayah di pedesaan. Sektor pertanian juga memegang peranan penting

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN BEJI

BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN BEJI 33 BAB IV GAMBARAN UMUM KELURAHAN BEJI 4.1 Lokasi dan Keadaan Wilayah Kelurahan Beji adalah sebuah kelurahan diantara enam kelurahan yang terdapat di Kecamatan Beji Kota Depok. Kelurahan Beji terbentuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peninggalan sejarah dan cagar budaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan sejarah suatu kota maupun negara. Melalui peninggalan sejarah dan cagar budaya banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo Karangrejo adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada

Lebih terperinci

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA Katalog BPS : 1101002.6271012 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2014 ISSN : 2089-1725 No. Publikasi : 62710.1415 Katalog BPS : 1101002.6271012 Ukuran Buku

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Kondisi Fisik Desa Desa Pusakajaya merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Pusakajaya, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat, dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PERKEBUNAN

KONDISI UMUM PERKEBUNAN KONDISI UMUM PERKEBUNAN 15 Sejarah Umum PT Perkebunan Tambi PT Perkebunan Tambi adalah perusahaan swasta. Pada masa perkembangannya PT Perkebunan Tambi telah mengalami beberapa perubahan. Pada tahun 1865

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi

KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi KEADAAN UMUM KEBUN Letak Geografis Lokasi kebun PT JAW terletak di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Wilayah kebun dapat diakses dalam perjalanan darat dengan waktu tempuh sekitar

Lebih terperinci

BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI

BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI BAB III PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, keadaan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengobatan menggunakan tanaman obat di Nusantara telah berkembang sejak awal, didukung dengan kondisi geografis yang mana tanaman beraneka jenis mudah tumbuh di iklim

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

III. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN . GAMBARAN UMUM DAERAH PENELTAN 1. Sejarah Perkebunan Rajamandala Perkebunan Rajamandala merupakan salah satu kebun dalam ruang lingkup Perseroan Terbatas Perkebunan X (PTP X). Sebelum menjadi bagian dari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( ) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (1998-2005) 2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam Kecamatan Ajibata merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada abad ke-18 muncul revolusi industri di Eropa, kemudian diciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada abad ke-18 muncul revolusi industri di Eropa, kemudian diciptakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad ke-18 muncul revolusi industri di Eropa, kemudian diciptakan mesin-mesin yang digerakkan dengan tenaga uap. Orang-orang tidak dapat membantah dan menyangkal

Lebih terperinci